Anestesi Pada Pembedahan Mata

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    1/12

    Anestesi pada Pembedahan Mata

    Pembedahan mata merupakan tindakan yang unik dan menantang bagi ahli anestesi, termasuk

    regulasi tekanan intraokuler, pencegahan reflex okulocardiac dan penanganan akibatnya,

    mengontrol perluasan gas intraokuler dan dibutuhkan untuk mengerjakan kemungkinan efek

    sistemik obat-obat mata. Pengetahuan tentang mekanisme dan penanganan masalah tersebutdapat mempengaruhi hasil pembedahan . bagian ini juga mempertimbangkan teknik khusus

    dari anestesi umum dan regional dalam bedah mata.

    TEKANAN INTRAOKULER DINAMISFisiologi tekanan intraokulerMata dapat dianggap sebagai bola hampa dengan dinding yang kaku. Jika isi dari bola mata

    meningkat, tekanan intraokuler (normal 12 20 mmHg) akan naik. Sebagai contoh,

    glaukoma disebabkan oleh sumbatan aliran humor aquos. Begitu juga tekanan intraokuler

    akan naik jika volume darah dalam bola mata meningkat. Naiknya tekanan vena akan

    meningkatkan tekanan intraokuler oleh penurunan aliran aquos dan peningkatan volume

    darah koroid. Perubahan yang ekstrim dari tekanan darah arteri dan ventilasi dapat

    meningkatkan tekanan intraokuler (tabel 38-1). Pemberian anestesi merubah parameter ini

    dan dapat menpengaruhi tekanan intraokuler seperti laryngoscopy, intubasi, sumbatan jalan

    napas, batuk, posisi trendelenburg)

    Hal lain, peningkatan ukuran bola mata yang tidak proporsional mengubah volume isinya

    akan meningkatkan tekanan intraokuler. Penekanan pada mata dari sungkup yang sempit,

    posisi prone yang tidak baik, atau perdarahan retrobulber merupakan tanda peningkatan

    tekanan.

    Tekanan intraokuler membantu mempertahankan bentuk dan oleh karena itu membangun

    optik dari mata. Variasi temporer tekanan biasanya dapat ditoleransi dengan baik oleh mata

    normal. Dalam kenyataanya kebutaan menaikkan tekanan intraokuler sebanyak 5 mmHg dan

    juling 26 mmHg. Episode transien peningkatan tekanan intraokuler pada pasien dengan

    tekanan arteri optalmikus yang rendah.(hipotensi, arteriosklerotik arteri retina),

    bagaimanapun dapat membahayakan perfusi retina yang menyebabkan iskemia retina.

    Pada saat bola mata dibuka selama prosedur pembedahan (tabel 38-2) atau setelah traumatembus, tekanan intraokuler dapat mendekati tekanan atmosfer. Beberapa faktor yang secara

    http://4.bp.blogspot.com/-mHTaK1Kvnzs/Twdzt88WwkI/AAAAAAAAALE/ltH7_8nk3js/s1600/ScreenHunter_01+Jan.+07+06.19.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    2/12

    normal meningkatkan tekanan intraokuler akan menurun bila terjadi pengaliran aqous atau

    ektruksi vitreus yang menembus luka. Komplikasi lama yang serius menimbulkan kelainan

    visus yang permanen.

    Efek obatobat anestesi pada tekanan intraokuler

    Umumnya obatobat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada tekanan intraokuler (tabel

    38-3). Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang proporsional sesuai dalamnya

    anestesi. Penyebab penurunannya multipel antara lain ; penurunan tekanan darah mengurangi

    volume koroidal, relaksasi otot-otot ekstraokuler menurunkan tekanan dinding bola mata,kontriksi pupil memudahkan aliran aquos. Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan

    intraokuler. Mungkin pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan tekanan darah

    arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.

    Pemberian obat antikolinergik topikal menyebabkan dilatasi pupil (midriasis), yang dapat

    menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Dosis premedikasi atropin sistemik yang dianjurkan

    tidak berhubungan dengan hipertensi intraokuler, karena bagaimanapun hal ini akan terjadi

    pada pasien-pasien dengan glaukoma. Besarnya empat struktur amonium glikopirolat dapat

    memperbesar batas keamanan dan mencegah penularan ke dalam sistem saraf pusat.Suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5-10 mmHg selama 5-10 menit

    http://3.bp.blogspot.com/-dAbxXzjpY84/Twd09fP6YHI/AAAAAAAAALU/awvTeJqf1XU/s1600/ScreenHunter_03+Jan.+07+06.25.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-Pd8kI0TEdWE/Twd0N_XQZ-I/AAAAAAAAALM/EcnBntAN6fo/s1600/ScreenHunter_02+Jan.+07+06.22.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-dAbxXzjpY84/Twd09fP6YHI/AAAAAAAAALU/awvTeJqf1XU/s1600/ScreenHunter_03+Jan.+07+06.25.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-Pd8kI0TEdWE/Twd0N_XQZ-I/AAAAAAAAALM/EcnBntAN6fo/s1600/ScreenHunter_02+Jan.+07+06.22.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    3/12

    setelah pemberiannya, menembus terutama ke dalam otot-otot ekstraokuler dan menyebabkan

    kontraktur. Tidak seperti otot skelet lainnya, otot ekstraokuler terdiri dari sel-sel dengan

    multipel neuromuskuler junction. Setelah pemulihan depolarisasi sel-sel ini oleh suksinilkolin

    menyebabkan kontraktur yang berkepanjangan. Hasilnya terjadi peningkatan tekanan

    intraokuler yang mempunyai beberapa efek. Hal ini akan menyebabkan pengukuran palsu

    terhadap tekanan intraokuler selama pemeriksaan dalam pengaruh anestesi pada pasien-pasien glaukoma, peningkatan ini tidak penting dalam pembedahan, oleh karena itu kenaikan

    tekanan intraokuler dapat menyebabkan ekstruksi okuler akibat bedah terbuka atau trauma

    yang tembus. Efek akhir kontraktur yang berkepanjangan dari otot-otot ekstraokuler adalah

    tes forced duction abnormal selama 20 menit. Manuver ini menilai penyebab

    ketidakseimbangan otot ekstraokuler dan pengaruh tipe pembedahan strabismus. Kongesti

    vena-vena koroid juga dapat menaikkan tekanan intraokuler. Obat pelumpuh otot

    nondepolarisasi tidak menaikkan tekanan intraokuler.

    REFLEKS OKULOKARDIAKTarikan pada otot ektraokuler atau penekanan pada bola mata dapat menimbulkan disritmia

    jantung berupa bradikardia dan ventricular ectopic beat sampai sinus arrest atau fibrilasiventrikuler. Refleks ini terdiri dari afferen trigeminus (V1) dan jalur efferen vagal. Refleks

    okulokardiak paling sering pada pasien pediatrik yang menjaliani pembedahan strabismus.

    Biarpun demikian hal ini dapat terjadi dalam semua kelompok umur dan beberapa prosedur,

    termasuk ekstraksi katarak, enukleasi, dan perbaikan retinal terlepas.

    Pemberian antikolinergik sering membantu mencegah reflek okulokardiak. Atropin intravena

    atau glikopirolat merupakan prioritas segera pada pembedahan dan lebih efektif

    dibandingkan dengan premedikasi intramuskuler. Hal ini telah diketahui bahwa pemberian

    antikolinergik dapat merugikan pada pasien-pasien yang tua, yang sering mempunyai

    penyakit arteri koronaria. Blok retrobulbar atau anestesi inhalasi yang dalam juga dapat

    dinilai, tetapi prosedur ini mempunyai resiko baginya. Blok retrobulbar kenyataanya dapat

    menimbulkan refleks okulokardiak. Kebutuhan profilaksis secara rutin masih merupakan

    kontroversi

    Penanganan refleks okulokardiak terdiri dari prosedur berikut :

    1. Segera laporkan ke ahli bedah dan menghentikan secara temporer stimulasipembedahan sampai nadi meningkat;

    2. Konfirmasi adekuatnya ventilasi, oksigen dan kedalaman anestesi;3. Berikan atropin intravena (10 mcg/kg) jika terdapat gangguan konduksi yang

    persisten; dan;

    4. Dalam episode yang tidak bisa ditangani, lakukan infiltrasi pada otot rektus dengananestesi lokal. Refleks ini dapat lelah sendiri (memusnahkan dirinya sendiri) denganpulihnya traksi dari otot-otot ekstraokuler.

    EKPANSI GAS INTRAOKULER

    Gelembung gas dapat terjadi setelah injeksi oleh ahli mata didalam chamber posterior selama

    pembedahan vitreus. Injeksi udara intravireal akan meyebabkan retina terlepas dan

    dibolehkan koreksi penyembuhan secara anatomis. gelembung gas dapat diserap dalam 5 hari

    dengan perlahan-lahan menebus jaringan sekitarnya dan masuk kedalam aliran darah. Jika

    pasien diberikan nitrous oksida, gelembung akan meingkat ukurannya. Hal ini karena nitrous

    oksida 35 kali lebih larut dari nitrogen dalam darah. Kemudian nitrous oksida akan berdifusi

    ke dalam gelembung gas lebih cepat dibanding nitrogen (komponen utama udara) diserapoleh aliran darah. Jika gelembung berekspansi setelah mata ditutup, maka tekanan intraokuler

  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    4/12

    akan meningkat.

    Sulfur hexaflouride (SF6) merupakan gas lemban, dimana gas tersebut kurang larut dalam

    darah dibanding nitrogen, dan lebih kurang larut dibanding nitrous oxide. Durasi lama

    kerjanya (lebih dari 10 hari) sebanding dengan gelembung udara yang dapat menguntungkan

    ahli mata. Ukuran gelembung tersebut menjadi ganda dalam waktu 24 jam setelah diinjeksi

    karena nitrogen dari udara yang dihirup memasuki gelembung lebih cepat dari difusi sulfurhexafouride ke dalam aliran darah. Walaupun demikian, volume dari sulfur hexaflouride

    yang murni setelah di injeksi secara lambat akan menggembung biasanya tidak

    meningkatkan tekanan intraokuler. Jika pasien menghirup nitrous okside, maka ukuran

    gelembung akan meningkat dengan cepat dan dapat menyebabkan hipertensi intraokuler.

    Inspirasi nitroxide konsentrasi 70% dapat menambah ukurannya 3x, setiap 1 ml gelembung

    dapat menaikkan tekanan 2 kali pada mata tertutup dalam waktu 30 menit. Penggunaan

    nitroxide yang tidak berkelanjutan dapat meningkatkan reabsorpsi dari gelembung, yang

    menjadi sebuah campuran nitrous okside dan sulfur hexaflouride. Konsekuensi dari

    penurunan tekanan intraokuler dapat menyebabkan pelepasan retina yang lain.

    Komplikasi-komplikasi ekspansi gelembung gas intraokuler ini dapat dihindarkan dengan

    pemberian nitrous okside paling kecil secara tidak terus menerus + 15 menit sebeluminjeksi udara atau sulfur hexaflouride. Kenyataannya, lamanya waktu untuk mengeliminasi

    nitrous okside dari darah tergantung pada beberapa faktor , termasuk kecepatan aliran gas

    dan adekuatnya ventilasi alveoli. Kedalaman anestesi harus dipelihara dengan obat-obat

    anestesi yang lain. Nitroxide seharusnya dihindari sampai gelembung tersebut diserap (5 hari

    setelah diudara dan 10 hari setelah injeksi hexaflouride sulfur).

    EFEK SISTEMIK OBAT OBAT MATAPenggunaan tetes mata topical dapat diserap oleh pembuluh darah saccus conjunctival dan

    mukosa ductus nasolacrimal. Satu tetes (tipe 1/20 ml) dari phenylephrine 10% berisi 5 mg,

    sebanding dengan phenylephrine intravena (0,05-0,1 mg ) digunakan untuk terapi pasien

    dewasa dengan hipotensi. penggunaan obat topical dapat diserap pada level intermediat

    antara penyerapan pemberian intravena dan injeksi subkutan (dosis toksik subkutan dari

    phenylephrine adalah 10 mg). Anak-anak dan orang dewasa umumnya beresiko toksik pada

    pemberian topikal dan seharusnya hanya diberikan 2,5 % phenylephrine. (Table 38 4)

    Secara kebetulan, pasien-pasien tersebut paling hanya sekali menjalani pembedahan mata.

    http://2.bp.blogspot.com/-6arsMQbRKVQ/Twd2JY-msVI/AAAAAAAAALc/Ubb7QFi4JyM/s1600/ScreenHunter_04+Jan.+07+06.30.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    5/12

    Echothiophate merupakan penghambat kolinesterase irreversible yang digunakan untuk

    terapi glukoma. Pemberian secara topical yang tinggi dapat menyebabkan absorpsi sistemik

    dan menurunkan aktivitas kolinesterase dalam plasma. Oleh karena itu, suksinilkolin

    dimetabolisme oleh enzim ini, echothiophate akan memperpanjang durasi kerja

    succinylcholin. Paralisis biasanya tidak muncul selama 20 atau 30 menit, dan tidak seperti

    apnu postoperative. Penghambatan kolinesterase bertahan selama 3-7 minggu setelahpemakaian tetes echothiophate yang tidak terus menerus. Efek samping muskarinik seperti

    bradikardia selama induksi ---- dapat dicegah dengan obat antikolinergik intravena ( contoh

    atropin, glikopirolate ).

    Epinefrin, tetes mata dapat menyebabkan hipertensi, takikardi dan disritmia ventrikuler; efek

    disrithmogenik berpotensiasi dengan halotan. Instilasi langsung epinefrin ke dalam chamber

    anterior mata ; tidak berhubungan dengan toksisitas kardiovaskuler.

    Timolol, -adrenergik antagonis non selektif, dapat mengurangi tekanansebuah intraokuler

    dengan menurunkan produksi humour aqous. Timolol tetes mata telah umumnya digunakan

    untuk mengobati glaucoma, beberapa kasus dihubungkang dengan resistensi atropine-

    bradikardi, hipotensi dan bronkospasme selama anestesi umum.

    ANESTESI UMUM UNTUK PEMBEDAHAN MATA

    Pilihan antara anestesi lokal dan anestesi umum harus dilakukan bersama dengan pasien, ahli

    anestesi dan ahli bedah. Beberapa pasien bahkan menolak untuk diberikan anestesi lokal. Hal

    ini sering karena rasa takut terbangun selama prosedur pembedahan atau akan nyeri nyeri

    selama tehnik anestesi regional. Walaupun tidak dapat disimpulkan adanya bukti bahwa

    anestesi yang lain lebih aman dari yang laninya, anestesi lokal tampaknya lebih

    mengkhawatirkan. Anestesi umum diindikasikan pada pasien yang tidak kooperatif, bahkan

    gerakan kecil kepala dapat menimbulkan kecelakaan selama pembedahan mikro. Pada

    pasien lainnya anestesi lokal dikontraindikasikan karena alasan pembedahan. Pada banyak

    hal, keputusan defenitif harus dibuat. Anestesi lokal-umum-tehnik sedasi dalam dengan

    mengontrol jalan napas yang dapat dipertanyakan-harus dihindari karena ini dapat memicu

    kombinasi resiko dari anestesi umum dan anestesi lokal.

    PREMEDIKASIPasien yang sedang menjalani pembedahan mata mungkin merasa takut, khususnya jika

    mereka menjalani banyak prosedur dan ada kemungkinan terjadi buta permanen. Pasien

    anan-anak kadang dihubungkan dengan gangguan kongenital (sindrom rubella, sindrom

    goldenhar, dan sindrom down). Pada pasien yang dewasa biasanya pada usia yang lebih tua,

    dengan penyakit sistemik yang banyak (hipertensi, DM, penyakit a. koronaria). Seluruh

    faktor-faktor ini harus dipertimbangkan untuk premedikasi.

    INDUKSIPilihan tehnik induksi pada pembedahan mata biasanya lebih tergantung pada pasiennya

    dibanding dengan masalah medik lainnya pada penyakit mata pasien atau jenis

    pembedahan. Satu pengecualian adalah pasien dengan ruptur bola mata. Kunci untuk

    melakukan induksi anestesi pada pasien dengan cedera mata yang terbuka adalah mengontrol

    tekanan intraokular dengan induksi yang lemah. Secara spesifik, batuk selama intubasi harus

    dihindari dengan mencapai level kedalaman dari anestesi dan kedalaman paralisis. Respon

    Tekanan intraokuler terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakeal agak jelek dengan

    pemberian lidokain intra vena (1,5 mg/kg ) atau fentanil (3-5 ug/kg). Relaksasi otot yang non

    depolarisasi biasanya digunakan daripada suksinilkolin karena pengaruhnya lebih lama pada

    tekanan intraokuler. Paling banyak pasien dengan trauma bola mata terbuka mempunyai perutyang penuh dan menghendaki teknik induksi yang cepat.

  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    6/12

    MONITORING DAN MAINTENANCEPada operasi mata biasanya ahli anestesi menyerahkan pengelolaan jalan napas pasien,

    setelah memasang oksimeter dan seluruh prosedur pada ahli mata. Monitor terus menerus

    siklus pernapasan tidak berhubungan lagi dengan ahli anestesi atau secara tidak disengaja

    ahli mata memutuskan untuk melakukan ekstubasi. Kemungkinan hambatan atau obstruksidari endotracheal tube dapat dikurangi dengan menggunakan penguat atau endotracheal sudut

    kanan buatan. Kemungkinan disritmia disebabkan oleh refleks okulokardiak yang

    meningkat, penting dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi. Sangat berbeda dengan

    operasi pada anak-anak), temperatur tubuh bayi sering kali meningkat selama operasi mata

    karena dari kepala sampai jari kaki dan permukaan tubuh yang terekspose tidak signifikan.

    Analisa end- tidal CO2 membantu untuk membedakan hal ini dari hipertermi maligna.

    Rasa sakit dan stress akan timbul pada operasi mata, dimana hal tersebut kurang diperhatikan

    selama prosedur intra abdominal yang besar. Level tertinggi dari anestesi dapat dicapai

    dengan konsekuensi gerakan pasien tidak membahayakan. Kekurangan stimulasi

    cardiovaskuler yang dipengaruhi oleh kebanyakan kombinasi prosedur mata dengan

    kebutuhan kedalaman anestesi yang adekuat dapat menyebabkan hipotensi pada usia lanjut.Masalah tersebut biasanya dicegah dengan melakukan hidrasi intravena, pemberian efedrin

    dosis kecil (2-5 mg), atau paralisis intraoperatif dengan pelumpuh otot nondepolarisasi.

    Dibolehkan pemeliharaan yang lama pada level anestesi yang tinggi.

    Muntah yang disebabkan oleh stiumulasi vagal umumnya merupakan masalah postoperative,

    berikutnya pembedahan strabismus. Efek valsava dan peningkatan tekanan vena sentral yang

    menyertai muntah dapat merugikan hasil pembedahan dan meningkatkan resiko aspirasi.

    Pemberian metoklopramid intravena intraoperatif (10 mg pada dewasa) atau dosis kecil

    droperidol (20 ug/kg) mungkin menguntungkan. Karena biayanya mahal, ondasentron

    biasanya cadangan pada pasien-pasien dengan riwayat mual dan muntah postoperatif.

    EKSTUBASI DAN KEDARURATAN

    Meskipun material penjahit luka telah modern dan teknik penutupan luka menurunkan

    resiko luka postoperatif, kedaruratan ringan dari anestesi masih patut diperhitungkan. Batuk

    pada endotracheal tube dapat dicegah dengan mengektubasi pasien selama kedalaman

    anestesi pada level sedang. Sebagai akhir dari prosedur pembedahan, maka relaksasi otot

    dan respirasi spontan dikembalikan. Agent-agent anastetik mungkin dapat diteruskan selama

    pengisapan jalan napas. Nitrous oksida tidak diteruskan, dan lidokain intravena (1,5 mg/kg

    )dapat diberikan untuk menekan refleks batuk secara teratur. Prosedur ekstubasi 1-2 menit

    dilakukan setelah pemberian lidokain dan selama pernapasan spontan diberikan 100%

    oksigen. Pengadaan kontrol jalan napas adalah perlu sampai pasiennya batuk dan refleks

    menelan kembali, kenyataanya teknik ini tidak sesuai untuk pasien yang beresiko tinggiterhadap aspirasi.

    Nyeri berat post-operative biasanya muncul setelah pembedahan mata. Prosedur skeleral

    buckling, enukleasi, dan perbaikan ruptur merupakan yang paling nyeri. Dosis kecil narkotik

    intravena (15 25 mg meperidine untuk dewasa) biasanya cukup. Nyeri yang hebat

    merupakan tanda hipertensi intraokular, absrasi kornea atau komplikasi bedah lainnya.

    ANESTESI REGIONAL UNTUK PEMBEDAHAN OPTALMIKUS.Anestesi regional pada pembedahan mata biasanya terdiri dari blok retrobubar, blok saraf

    wajah dan sedasi intervena. Hal ini kurang invasif dibanding anestesi umum dengan intubasi

    endotrakeal, anestesi lokal mungkin tanpa komplikasi, untuk tambahan, blok tidak menjamin

    akinesia adekuat atau analgesia untuk mata atau pasien mungkin tidak bisa baring dengansempurna selama waktu pembedahan. Untuk alasan inilah, peralatan dan kebutuhan tenaga

  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    7/12

    untuk merawat komplikasi anastesi lokal dan untuk induksi anastesi umum harus siap

    sewaktu-waktu. Pada suatu saat istilah local-standby telah diuraikan oleh ahli anastesi pada

    kasus-kasus ini. Istilah ini sekarang telah letakkan ke monitor anestesi. Sejak ahli anestesi

    terus menerus memonitor pasien selama pembedahan dan tidak hanya bersiaga.

    BLOKADE RETROBULBARDalam teknik ini, anastesi lokal diinjeksi dibelakang dalam mata berbentuk kerucut pada otot

    ekstraokular. Jarum tipe 25 ditusukkan pada kelopak mata bawah perbatasan pertengahan

    dan 1/3 lateral orbita (biasanya 0,5 cm medial ke lateral kantus) pasien diintruksikan agar

    melihat ke supranasal pada saat jarum ditusukkan 3,5 cm di bagian apex otot conus. Setelah

    aspirasi untuk menghindari injeksi intravaskuler, 2-5 ml dari anastesi lokal injeksikan dan

    jarum digerakkan kembali. Pemilihan anastesi lokal bervariasi, tapi lidokain dan bupivakain

    yang paling banyak dipakai. Hialuronidase, merupakan hidriser dari jaringan penunjang

    polisakarida, sering ditambahkan untuk penyebaran retrobulbar dari anastesi lokal.

    Keberhasilan blok retrobulbar dihubungkan dengan adanya anastesi, akinesi dan mencegah

    refleks okulosefalik (mata tak dapat digerakan selama kepala berputar)

    Komplikasi injeksi rerobulbar pada anestesi lokal adalah perdarahan retrobulbar, perforasibola mata, atrofi saraf optik, frank convulsions, refleks okulokardiak dan henti pernapasan.

    Komplikasi berat bila injeksi anestesi lokal masuk ke dalam a. optalmikus menyebabkan

    retrograde menuju ke otak dan terjadi stantaneous seizure. Sindrom apneu post retrobulber

    dapat disebabkan injeksi anestsi lokal masuk ke dalam serabut saraf optik, sampai kedalam

    cairan serebrospinal. Konsentrasi anestesi lokal yang tinggi dalam sistem saraf pusat,

    menyebabkan kecemasan dan ketidaksadaran. Apneu terjadi 20 menit dan pulih dalam 1 jam,

    terapi supportif dengan ventilasi tekanan positif untuk mencegah hipoksia, bradikarddia dan

    henti jantung. Ventilasi yang adekuat harus tetap dimonitor pada pasien yang diberi anestesi

    retrobulbar.

    Injeksi retrobulbar biasanya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan perdarahan

    (karena resiko perdarahan retrobulbar), miopia yang berat (panjang bola mata meningkat dan

    beresiko untuk perforasi), atau trauma mata terbuka (tekanan dari injeksi cairan belakang

    mata menyebabkan ektrusi intraokuler menembus luka)

    Gambar 38 1. A : Selama pemberian blok retrobulbar, pasien melihat ke supranasal, selanjutnya injeksi 1,5

    cm sepanjang inferotemporal disekeliling orbita. B kemudian jarum diarahakn keatas dan kearah nasal bagian

    apeks orbita dan selanjutnya sampai menembus ujung otot kerucut.

    http://2.bp.blogspot.com/-m20xQxaalLA/Twd3xHy1EiI/AAAAAAAAALk/nOqb6ADsFpI/s1600/ScreenHunter_05+Jan.+07+06.36.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    8/12

    BLOK SARAF WAJAHBlok saraf wajah melindungi jatuhnya kelopak mata selama pembedahan dan dibolehkan

    memasang speculum pada kelopak mata. Ada beberapa teknik blok nervus fasial : van lint,

    Atkinson, dan OBrien (gbr 38 - 2). Komplikasi utama blok ini adalah perdarahan

    subkutaneus. Prosedur lain, teknik Nadbath, blok nervus fasial yang dari keluar foramenstylomastoideus di bawah canalis auditorius eksterna, ditutup pada bagian proksimal nervus

    vagus dan glossopharingeal. Blok ini tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan

    kelumpuhan pita suara, spasme laring, disfagia dan penekanan pernapasan.

    Gambar 382. Ada beberapa teknik blok saraf wajah , antara lain (1) van Lint, (2) Atkinson, dan (3) OBrien

    SEDASI INTRAVENABeberapa teknik sedasi intravena dapat digunakan pada pembedahan mata. Sebagian obat-

    obatan yang digunakan kurang penting dibandingkan dosisnya. Sedasi yang dalam harus

    dihindari karena dapat meningkatkan resiko apnu dan kelainan gerakan pasien selama

    pembedahan. Pada keadaan yang lain blok nervus fasialis dan retrobulbar dapat menyebabkan

    kelainan. Sebagai kompromi beberapa ahli anestesi membolehkan dosis kecil barbiturat aksi

    pendek (methohexital 10 20 mg atau thiopental 25-75 mg) untuk menghasilkanketidaksadaran selama blok regional. Alternatif lain bolus kecil alfentanil (375-500 ug)

    diperbolehkan mengatur intensitas analgesia. Ahli anestesi lain percaya bahwa resiko henti

    napas dan aspirasi tidak dapat diterima, batas dosisnya yang dapat menghasilkan relaksasi

    minimal dan amnesia. Midazolam (1-3 mg) dengan atau tanpa fentanyl (12,5-25 ug) adalah

    regimen yang umum. Dosis yang dianjurakan bervariasi antara pasien pasien dan harus

    diatur penurunannya sedikit demi sedikit. Pengenalan dan pengadaan teknik, ventilasi dan

    oksigenasi harus terus dimonitor (dengan oximetry), dan peralatan ventilasi untuk

    menghasilkan tekanan positif harus tersedia.

    DISKUSI KASUS; PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN MATA TERBUKA

    DAN PERUT PENUH

    http://2.bp.blogspot.com/-KHRxzgDdimg/Twd4NrzJeYI/AAAAAAAAALs/-KLkDdO9sOc/s1600/ScreenHunter_06+Jan.+07+06.39.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    9/12

    Seorang anak 12 tahun dating di UGD setelah matanya terkena peluru senjata angin.

    Pemeriksaan yang dilakukan oleh ahli mata ditemukan luka pada intraokuler. Anak ini

    direncakan untuk memperbaiki kedaruratan ruptur bola mata.

    Apa yang harus diperhatikan pada evaluasi preoperatif pasien ini ?

    Pada anamnesa dan pemeriksaan fisis, satu yang harus diketahui seakurat mungkin adalahsaat intake oral sebelum atau sesudah trauma. Pasien harus dipertimbangkan pada perut

    penuh jika trauma terjadi 8 jam setelah makan terakhir, jika terjadi pada pasien yang tidak

    makan beberapa jam setelah trauma : pengosongan lambung yang lambat oleh karena nyeri

    dan cemas setelah trauma.

    Apa tanda penting perut penuh pada pasien dengan trauma bola mata terbuka ?

    Penanaganan pasien yang mengalami trauma tembus pada mata merupakan tantangan bagi

    ahli anestesi karena dibutuhkan perencanaan anestesi yang tepat dengan 2 hal yang obyektif.

    Hal yang pertama adalah pencegahan kerusakan mata oleh karena peningkatan tekanan

    intraokuler. Hal penting yang kedua adalah pencegahan aspirasi paru paru pada pasien

    dengan perut penuh..Banyak kemungkinan strategi yang digunakan untuk menanggulangi masalah langsung

    dengan yang lainnya, bagaimanapun (tabel 38-5 dan 38-6), sebagai contoh saat anestesi

    regional (blok retrobulbar)mengurangi resiko pneumonia aspirasi, namun merupakan kontra

    indikasi relatif pada pasien dengan trauma tembus mata karena injeksi anestesi lokal

    dibelakang mata meningkatkan tekanan intraokuler dan memacu ekspulsi isi bola mata.

    Karena itulah pasien ini diberikan anestesi umum di samping peningkatan resiko

    pneumonia aspirasi.

    * strategi ini tidak direkomendasikan untuk pasien dengan perut penuh

    http://4.bp.blogspot.com/-QHmvSJnnNMs/Twd5jF5ahxI/AAAAAAAAAL0/z3VXRLpXmUM/s1600/ScreenHunter_07+Jan.+07+06.44.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    10/12

    * strategi ini tidak dianjurkan pasien dengan trauma tembus pada mata

    Apa persiapan preoperasi yang harus dipertimbangkan pada pasien ini ?

    Tujuan dari persiapan preoperasi adalah meminimalkan resiko pneumonia aspirasi dengan

    penurunan volume lambung dan keasaman. Aspirasi pada pasien dengan trauma mata dicegah

    dengan pemberian agent farmakologi dan teknik anestesi. Evakuasi isi lambung dengannasogastrik tube dapat menyebabkan batuk, bersin dan respon lain yang dapat meningkatkan

    tekanan intraokuler secara dramatis.

    Metoklopramid meningkatkan kekuatan spingter esofageal distal, mempercepat pengosongan

    lambung, mengurangi volume cairan lambung dan berefek sebagai anti emetik. Ini diberikan

    secara intravena (10-20 mg) sesegera mungkin dan diulang setiap 2-4 jam sampai

    pembedahan.

    Ranitidine (50 mg IV), Cimetidine (300 mg IV), Famotidine (20 mgIV) adalah antagonis

    reseptor H2 histamin yang menghambat sekresi asam lambung. Karena tidak mempengaruhi

    pada pH sekresi lambung maka obat obat ini dianjurkan, obat ini mempunyai keterbatasan

    pada kedaruratan bedah.

    Tidak seperti antagonis reseptor H2, antasida mempunyai efek langsung. Meskipun demikianantasida dapat meningkatkan volume dalam lambung. Antasida kerja lama (seperti natrium

    sitrat, kalium sitrat dan asam sitrat) efektifitasnya akan hilang dalam 30-60 menit dan harus

    diberikan segera diberikan obat induksi (15-30 ml peroral)

    Agen agen induksi mana yang dianjurkan pada pasien trauma tembus mata ?

    Agen induksi yang ideal pada pasien dengan perut penuh adalah mempercepat onset dan

    meminimalkan resiko regurgitasi. ketamin, thiopental, profopol dan etomidate secara alami

    mempunyai onset aksi yang cepat (ie, one-arm-to-brain circulation time).

    Selain itu agen induksi yang ideal tidak akan meningkatkan resiko ekpulsi okuler oleh

    naiknya tekanan intraokuler (kenyataannya, kebanyakan agen agen induksi intravena

    menurunkan tekanan intraokuler). Pengamatan efek ketamin pada tekanan intraokulerhasilnya masih dipermasalahkan, ketamin tidak dianjurkan pada trauma tembus pada mata

    http://4.bp.blogspot.com/-smnZ_QwzJeY/Twd6OdTOeQI/AAAAAAAAAL8/1MPxv8BJQJk/s1600/ScreenHunter_08+Jan.+07+06.47.jpg
  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    11/12

    karena meningkatkan angka kejadian bleparospasme dan nistagmus.

    Walaupun etomidate dapat diberikan pada beberapa pasien dengan penyakit jantung, hal ini

    berhubungan dengan insiden mioklonus dari 10% sampai 60%. Episode mioklonus yang

    berat dapat menyebabkan retinal detachment yang komplet dan prolaps vitreus pada pasien

    dengan trauma bola mata terbuka dan keterbatasan pemulihan kardiovaskuler.

    Profopol dan thiopental mempunyai onset aksi yang cepat dan menurunkan tekananintraokuler: bagaimanapun, tidak ada yang dapat mencegah respon hipersensitf pada

    laringoskopy dan intubasi. Seperti juga tidak ada yang dapat mencegah peningkatan tekanan

    intraokuler yang disebabkan oleh laryngoscopy dan intubasi. Pengobatan utama dengan

    fentanyl (3-5 ug/kg) alfentanyl (20 ug/kg) esmolol (0,5-1 mg/kg), atau lidokain (1,5 mg/kg)

    dapat mengurangi respon ini dengan derajat kesuksesan yang bervariasi.

    Bagaimana memilih pelumpuh otot yang berbeda pada pasien ini dari pasien pasien

    lain yang beresiko terjadi aspirasi ?

    Pilihan pelumpuh otot pada pasien-pasien dengan trauma tembus pada mata masih

    merupakan kontroversi lebih dari tiga dekade. Suksinilkolin tetap meningkatkan tekanan

    intraokuler. Walaupun ada perbedaan penelitian, kemungkinan paling aman yang menaikkantekanan adalah tidak tetap dan dapat dicegah oleh preterapi dengan agen nondepolarisasi

    self-taming dosis suksinilkolin, lidokain, atau diazepam. Penemuan kontradiksi oleh beberapa

    peneliti dengan menggunakan regimen yang berbeda adalah mungkin berbeda dalam dosis

    dan waktu pemberian obat-obat preterapi.

    Beberapa ahli anestesi beralasan bahwa peningkatan tekanan intraokuler relatif kecil dan

    tersebunyi yang disebabkan oleh suksinilkolin adalah tidak signifikan bila dihubungkan

    dengan perubahan yang disebabkan oleh larygoscopy dan intubasi. Mereka mengklaim

    bahwa peningkatan sedikit tekanan intraokuler dibayar oleh dua keuntungan dari

    suksinilkolin; onset aksi yang cepat dapat menurunkan resiko aspirasi dan profound relaksasi

    otot yang menurunkan chance dari respon valsava selama intubasi, lebih dari itu pemberian

    suksinilkolin umumnya mengacu pada penilaian laporan kasus dokumen pada trauma mata

    yang telah menggunakan suksinilkolin.

    Pelumpuh otot nondepolarisasi tidak meningkatkan tekanan intraokuler. Sampai penemuan

    rocuronium, walaupun agen nondepolarisasi tidak cukup cepat onset aksinya. Rocuronium

    (0,9-1,2 mg/kg) telah diperdebatkan karena onset aksi cepat, berefek jelek pada tekanan

    intraokuler, dan durasi aksi yang cepat. Pilihan pelumpuh otot, saat intubasi harus dilakukan

    sampai pada tingkat paralisis adalah untuk mencegah batuk pada pemasangan endotracheal

    tube.

    Bagaimana variasi strategi induksi pada pasien pediatri tanpa jalur intravena ?

    Anak-anak histeris dengan trauma tembus pada mata dan perut terisi memberikan tantangananestesi yang tidak ada penyelesaiannya secara sempurna. Sekali lagi dilema dalam

    menghindari peningkatan tekanan intraokuler belum dapat meminimalkan resiko aspirasi.

    Sebagai contoh teriakan dan tangisan dapat meningkatkan tekanan intraokuler yang

    menakutkan. Mencoba pemberian sedasi pada anak dengan suppositoria rektal dan injeksi

    intramuskuler, walaupun sering meningaktkan status agitasi dan meperburuk trauma mata.

    Begitupun tanpa sedasi preoperatif dapat juga meningkatkan resiko aspirasi oleh karena

    refleks penutupan aliran. Hal ini sering harus dilakukan dengan jalur intavena akibat induksi

    yangcepat. Strategi yang ideal yang dianjurkan sedasi yang cukup untuk menghilangkan

    nyeri dengan jalur intravena sebelum sampai pada level kesadaran yang adekuat untuk

    melindungi refleks aliran. Kini penyelesaiannya dicapai dengan obatobat baru dan sinstem

    yang inovatif seperti opiod dengan rasa permen dapat digunakan sebagai alternatif.Sementara itu srategi yang aman dilakukan sedapat mungkin untuk menghindari aspirasi

  • 7/31/2019 Anestesi Pada Pembedahan Mata

    12/12

    yang memperbanyak biaya dan kerusakan mata.

    Apakah ada pertimbangan khusus selama ekstubasi dan keadaan darurat ?Pasien yang

    berisiko terjadi aspirasi selama intubasi juga resiko selama ekstubasi dan keadaan darurat.

    Oleh karena itu ektubasi harus lebih lambat sampai pasien bangun dan refleks jalan napas

    utuh (seperti menelan spontan dan batuk dengan endotracheal tube. Ektubasi yang dalamberesiko mual dan aspirasi. Dianjurkan pemberian antiemetik intraoperatif dan pengisapan

    nasogastric tube dapat menurunkan insiden muntah selama keadaan darurat, tetapi mereka

    tidak menjamin pengosongan lambung.

    REFERENSI

    1. Dell R, Williams B: Anaesthesia for strabismus surgery: A regional survey. Br JAnaesth 1999;82:761. This paper deals with the effect of succinylcholine on the

    forced duction test.

    2. Gomez RS, Andrade LOF, Costa JRR: Brainstem anesthesia after peribulbaranesthesia. Can J Anaesth 1997;44:732. Peribulbar anesthesia may be safer thanretrobulbar block, but serious complications can still occur.

    3. Johnson RW: Anatomy for ophthalmic anaesthesia. Br J Anaesth 1995;75:80. Acomprehensive review of the orbit and its contents.

    4. Kumar C, Dodds C, Fanning G: Ophthalmic Anesthesia. Netherlands: Swetts andZeitlinger, 2002.

    5. McGoldrick KE (editor): Anesthesia for Ophthalmic and Otolaryngologic Surgery.W.B. Saunders, 1992.

    6. Rosenfeld SI, Litinsky SM, Snyder DA, et al: Effectiveness of monitored anesthesiacare in cataract surgery. Ophthalmology 1999;106:1256. The presence of anesthesia

    personnel during monitored anesthesia care for cataract surgery appeared warranted in

    this study.

    7. Schein OD, Katz J, Bass EB, et al: The value of routine preoperative medical testingbefore cataract surgery. N Engl J Med 2000;342:168. A review of almost 20,000

    cataract surgeries revealed no effect of routine preoperative medical testing on

    perioperative morbidity or mortality.

    8. Smith GB: Ophthalmic Anaesthesia: A Practical Handbook, 2nd ed. OxfordUniversity Press, 1996. An overview from the British perspective.

    Diterjemahkan dari : Morgan. E G, Mikhail. M S (editor), Clinical Anesthesiology, second

    edition. a Lange medical book. Appleton & Lange 1996, P. 656 - 664