Pembongkaran Crown & Bridge

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Crown dan bridge memiliki ketahanan berada dalam rongga mulut selama bertahun-tahun namun dapat mengalami kegagalan karena beberapa alasan. Selama bertahun-tahun, banyak alat yang telah dirancang untuk membongkar crown dan bridge dari gigi abutment. Untuk melepaskan crown dan bridge sementara biasanya lebih mudah, sedangkan melepaskan crown tetap dengan semen yang tidak diketahui biasanya lebih sulit. Pembongkaran sering dilakukan dengan teknik destruktif. Ada beberapa keadaan, dimana pembongkaran konservatif akan membantu operator dalam menyelesaikan prosedur restoratif/endodontik. Ada beberapa cara kerja berbeda untuk membongkar crown dan bridge yang mengalami kegagalan. Tetapi tidak ada informasi yang dipublikasikan tentang klasifikasi cara kerja yang dapat digunakan untuk pembongkaran crown dan bridge. Jadi dianggap perlu untuk menyusun klasifikasi cara kerja ini ke dalam beberapa kelompok, sehingga dapat membantu operator dalam memilih cara kerja yang tepat sesuai dengan kondisi klinis dalam mulut pasien. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membuat klasifikasi berbagai cara pembongkaran crown dan bridge; dan menggambarkan bagaimana beberapa cara kerja tersebut dilakukan; serta indikasi dari cara kerja tersebut. Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed of English Literature sampai dengan Januari 2010, menggunakan kata kunci: Pelepasan Crown dan Bridge, Pembongkaran Crown dan Bridge, Kegagalan Crown dan Bridge. Selain itu, bibliografi dari 3 ulasan sebelumnya menggunakan referensi yang dipublikasikan oleh International Endodontic Journal, Journal of Endodontics, yang dicari secara manual.

Citation preview

Removal of failed crown and bridgeAbstrakCrown dan bridge memiliki ketahanan berada dalam rongga mulut selama bertahun-tahun namun dapat mengalami kegagalan karena beberapa alasan. Selama bertahun-tahun, banyak alat yang telah dirancang untuk membongkar crown dan bridge dari gigi abutment. Untuk melepaskan crown dan bridge sementara biasanya lebih mudah, sedangkan melepaskan crown tetap dengan semen yang tidak diketahui biasanya lebih sulit. Pembongkaran sering dilakukan dengan teknik destruktif. Ada beberapa keadaan, dimana pembongkaran konservatif akan membantu operator dalam menyelesaikan prosedur restoratif/endodontik. Ada beberapa cara kerja berbeda untuk membongkar crown dan bridge yang mengalami kegagalan. Tetapi tidak ada informasi yang dipublikasikan tentang klasifikasi cara kerja yang dapat digunakan untuk pembongkaran crown dan bridge. Jadi dianggap perlu untuk menyusun klasifikasi cara kerja ini ke dalam beberapa kelompok, sehingga dapat membantu operator dalam memilih cara kerja yang tepat sesuai dengan kondisi klinis dalam mulut pasien. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membuat klasifikasi berbagai cara pembongkaran crown dan bridge; dan menggambarkan bagaimana beberapa cara kerja tersebut dilakukan; serta indikasi dari cara kerja tersebut. Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed of English Literature sampai dengan Januari 2010, menggunakan kata kunci: Pelepasan Crown dan Bridge, Pembongkaran Crown dan Bridge, Kegagalan Crown dan Bridge. Selain itu, bibliografi dari 3 ulasan sebelumnya menggunakan referensi yang dipublikasikan oleh International Endodontic Journal, Journal of Endodontics, yang dicari secara manual.Kata Kunci : Pelepasan Crown dan Bridge, Pembongkaran Crown dan Bridge, Kegagalan Crown dan Bridge.Pendahuluan

Penggunaan crown dan bridge merupakan perawatan yang biasa dilakukan oleh dokter gigi untuk mengembalikan fungsi gigi pasien. Meskipun bahan dan teknologi untuk pembuatan restorasi sudah mengalami perkembangan dan menggunakan semen untuk melekatkan restorasi tersebut, namun masih ada kemungkinan terjadi kegagalan dan perlu dilakukan penggantian crown dan bridge. Penyebab terjadinya kegagalan restorasi bermacam-macam dan karies merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Ketahanan protesa berbeda-beda tergantung dari jenisnya.1-6 Bahkan, crown dengan kontur yang berlebihan dan kasar juga dapat menjadi penyebab kegagalan restorasi.7 Terkadang, restorasi yang rusak jika diperbaiki dengan bahan dan metode yang berbeda masih tetap dapat mengalami kegagalan.8-10 Restorasi seperti ini perlu diganti. Penelitian terbaru mengenai tingkat ketahanan dan komplikasi dari perawatan dengan gigi tiruan cekat sebagian, menunjukkan bahwa restorasi tersebut yang mampu bertahan selama 10 tahun sebanyak 89.1%.11 Hasil ini serupa dengan dua penelitian dengan metode meta-analisis yang dilaporkan pada tahun 1994 dan 1998 (90% dan 92%).12-13Selama bertahun-tahun, banyak alat yang didesain untuk pembongkaran crown dan bridge dari gigi abutment.14-19 Crown dan bridge sementara dari bahan akrilik dan disemen pada gigi abutment dengan semen sementara non-rigid atau sebagai restorasi tetap dari logam tuang, porselen-logam, keramik, atau resin komposit yang disemen dengan semen yang lebih rigid. Untuk melepaskan crown dan bridge sementara biasanya lebih mudah, sedangkan melepaskan crown tetap dengan semen yang tidak diketahui biasanya lebih sulit. Untuk crown atau bridge sementara, restorasi dapat dilepaskan menggunakan hand instrument, biasanya dengan scaler atau ekskavator berbentuk sendok berukuran besar, atau tang pelepas crown atau hemostat dengan mengerahkan tekanan paralel ke sumbu panjang gigi. Crown atau bridge digerakkan perlahan sampai perlekatan semen melemah. Restorasi akan dapat dilepaskan dengan mudah tanpa menimbulkan trauma dengan menghancurkan perlekatan semen yang lemah di antara gigi dan restorasi.

Teknik Pengumpulan Data

Pencarian literatur dilakukan melalui Pubmed of English Literature sampai dengan Januari 2010, menggunakan kata kunci : Pelepasan Crown dan Bridge, Pembongkaran Crown dan Bridge, Kegagalan Crown dan Bridge. Selain itu, bibliografi dari 3 ulasan sebelumnya menggunakan referensi yang dipublikasikan oleh International Endodontic Journal, General Dentistry Journal, Journal of Prosthodontics, Journal of Clinical Periodontology, British Dental Journal, Journal of Endodontics, Journal of Prosthetic Dentistry, dan Dental Update yang dicari secara manual.Kegagalan Crown dan BridgeTerdapat banyak penyebab kegagalan crown dan bridge. Adapun penyebabnya, dapat diklasifikasikan menjadi 3 grup : 1. Faktor Biologis, 2. Faktor Mekanik, 3. Faktor Estetik (Tabel 1).

BIOLOGIMEKANIKESTETIK

1. Karies 1. Kegagalan sementasi1. Warna

2. Perawatan endodontik2. Kerusakan margin2. Kontur

3. Perawatan ulang endodontik3. Kegagalan pasak dan inti penyangga crown/bridges

4. Keadaan periodontal4. Patahnya precision attachment

5. Oklusi5. Facing Porselen retak

6. Alergi logam

Tabel 1. Klasifikasi penyebab kegagalan crown dan bridge.Pertimbangan-Pertimbangan Klinis dengan Pendekatan Konservatif dalam Melakukan Pembongkaran Crown dan Bridge

Proses pembuatan crown dan bridge untuk pasien membutuhkan waktu yang lama dan harga yang mahal. Sementara terdapat beberapa kondisi, dimana gigi tidak memenuhi syarat indikasi restorasi crown dan bridge, misalnya pada gigi dengan karies yang besar, dan gigi dengan penyakit periodontal yang menyebabkan gigi kehilangan tulang penyangga yang parah, maka pada kondisi tersebut, pembongkaran crown dan bridge dengan pendekatan konservatif akan meringankan kerja operator, serta membantu mengurangi biaya yang akan dibebankan kepada pasien.

Adapun diantaranya :

a. Endodontik : Perawatan endodontik ataupun perawatan ulang yang dilengkapi dengan access cavity melalui restorasi dari aspek ekstrakoronal diperkirakan akan mengalami kegagalan. Tanpa melakukan proses pembongkaran, operator tidak yakin telah mengeliminasi faktor-faktor patologis yang mungkin tidak terlihat saat pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi. Meskipun telah menggunakan operating microscope, akses endodontik melalui abutment dari crown atau bridge lebih sulit, dan cenderung menyebabkan rusaknya struktur gigi yang sehat. Adapun keuntungan menggunakan operating microscope, meliputi : tampilan morfologi gigi yang lebih jelas, lebih mudah dalam menginterprestasi hasil radiografi ruang pulpa dan lebih mudah melihat bila terjadi fraktur.

b. Kegagalan sementasi pada bagian retainer bridge yang masih utuh. Perlu dilakukan pertimbangan mengenai penyebab terjadinya kegagalan sebelum dilakukan penyemenan ulang. Berikut ini adalah penyebab terjadinya kegagalan selain yang dibahas dalam jurnal ini:

1. Preparasi gigi yang tidak memadai

2. Ukuran preparasi yang tidak sesuai

3. Sementasi yang buruk

4. Faktor oklusal

5. Perbedaan kegoyangan antara gigi abutment6. Pemilihan desain restorasi yang tidak sesuai

7. Pemilihan material sementasi yang tidak sesuai

c. Melepaskan perlekatan semen berbahan dasar resin dari sebuah retainer bridge pada kasus yang membutuhkan desain gigi tiruan cekat. Pertimbangan ini juga dilakukan pasca perawatan orthodontik bagi penderita hypodontia atau bibir sumbing.

d. Mengembalikan bagian supra struktur crown dan bridge yang disemen pada implant, dilanjutkan dengan melonggarkan abutment screw penyangga restorasi. Angka kejadian dari kasus tersebut rendah (4%) (22-24) namun mungkin akan berpotensi menambah biaya yang akan dibebankan pada pasien jika supra struktur tidak dapat dikembalikan seperti semula.

e. Melepaskan perlekatan semen berbahan dasar resin dari bridge yang digunakan sebagai restorasi sementara selama tahap perawatan implant tunggal dengan restorasi crown.

f. Crown dan bridge unit pendek adakalanya dirancang dengan permukaan yang halus atau bagian intra atau ekstrakoronal melekat pada precision attachment. Pembongkaran yang merusak struktur seperti di atas dapat mengakibatkan gigi tiruan tersebut tidak dapat digunakan kembali, dan untuk menggantinya akan memakan biaya dan waktu yang lama. Oleh karena itu, metode pembongkaran secara konservatif akan memungkinkan gigi tiruan dapat digunakan kembali.

g. Pembongkaran crown dan bridge sementara tidak selalu mudah. Pembongkaran secara konservatif akan menguntungkan bagi rencana perawatan yang membutuhkan penggunaan ulang dari struktur tersebut.

h. Panjang unit bridge yang dihubungkan oleh beberapa retainer dimana satu atau lebih dari retainer tersebut mengalami kerusakan sehingga membutuhkan pembongkaran. Pembongkaran dari seluruh unit gigi tiruan akan mempersulit pembuatan restorasi sementara. Pertimbangan sebelum menentukan teknik membongkar crownUntuk menentukan teknik tertentu, maka harus dilakukan pemeriksaan yang cermat pada pasien dan kondisi gigi pasien. Operator harus mempertimbangkan hal-hal berikut sebelum melakukan pembongkaran crown dan bridge (Tabel 2).1. Kontra indikasi medis5. kondisi inti dari crown dan bridge yang akan dibongkar

2. Kekuatan retainer 6. Lutting semen yang digunakan

3. Keadaan periodontal7. Bahan crown dan bridge

4. Akses intra oral

Table 2. Faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan pembongkaan crown dan bridgePenggunaan ultrasonik merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hepatitis-B, herpes dan pengguna alat pacu jantung(25). Dukungan periodontal dan mobilitas gigi perlu diperhatikan sebelum mempertimbangkan teknik yang akan dilakukan. Kondisi gigi dalam menyangga restorasi juga perlu dipertimbangkan. Akses intra-oral juga dipertimbangkan karena beberapa teknik memerlukan akses lain yang mungkin dapat mencederai gigi antagonisnya. Pengetahuan mengenai bahan dasar inti dari crown atau bridge yang akan dibongkar sangat berguna saat mempertimbangkan aplikasi daya tarikannya. Namun, hal tersebut tidak selalu terpenuhi karena operator mungkin akan melepas hasil kerja operator lain. Tekanan yang salah arah dapat merusak gigi penyangga atau inti crown atau bridge yang akan dibongkar. Kekuatan untuk melepas crown harus searah dengan arah pasang crown untuk mengurangi resiko fraktur gigi abutment. Perlu dilakukan pertimbangan mengenai resiko antara menyelamatkan restorasi dan resiko menimbulkan cedera pada abutment. Rusaknya estetika seperti facing porselen yang retak, akan menjadi lebih ekonomis bila crown atau bridge dapat dipakai lagi, terutama bila upaya perbaikan intra-oral (26) tidak berhasil.Klasifikasi Pembongkaran Crown dan Bridge

Ada beberapa cara yang berbeda untuk membongkars crown dan bridge yang gagal. Tetapi tidak ada informasi yang dipublikasikan tentang klasifikasi cara kerja yang dapat digunakan untuk pembongkaran crown dan bridge. Jadi dianggap perlu untuk menyusun klasifikasi cara kerja ini ke dalam beberapa kelompok, sehingga dapat membantu operator dalam memilih cara kerja yang tepat sesuai dengan kondisi klinis dalam mulut pasien. Cara pembongkaran crown dan bridge dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:1. Konservatif: Protesa masih utuh. Secara umum dilakukan dengan memberi perkusi atau gaya traksi, menghancurkan lutting cement sehingga memungkinkan protesa untuk dilepaskan.

2. Semi-konservatif: Protesa mengalami kerusakan minor tapi masih dapat digunakan kembali. Teknik ini meliputi pemotongan lubang kecil pada protesa, sehingga memungkinkan sebuah gaya dilakukan di antara preparasi dan bridge untuk menghancurkan lutting cement.

3. Destruktif: Protesa rusak dan tidak dapat digunakan kembali. Crown dipotong sehingga memungkinkan bridge diungkit dan terlepas (1) (Tabel 3)KONSERVATIFSEMI-KONSERVATIFDESTRUKTIF

1. Richwill crown and bridge remover1. Wamkey1. Tungsten carbide burs

2. Ultrasonics2. Metalift crown and bridge removal system2. Burs and Christensen crown remover

3. Pneumatic (KaVo) CORONA flex3. Higa bridge remover

4. Sliding hammer

5. Crown tractors

6. Matrix bands

Tabel 3. Klasifikasi sistem pelepasan crown dan bridge.

I. Pembongkaran secara Konservatif

1. Richwill crown and bridge remover:

Merupakan resin termoplastis yang digunakan untuk pembongkaran crown dan bridge dari abutment. Resin dilunakkan menggunakan air panas kemudian diaplikasikan pada aspek interoklusal. Pasien diminta untuk menggigit resin tersebut hingga tingginya menjadi 2/3 dari tinggi awal. Selanjutnya resin didinginkan menggunakan air dan triple spray syringe sampai resin kembali mengeras. Instruksikan pasien untuk membuka mulut dengan paksa secara cepat. Tehnik ini ini memiliki tingkat keberhasilan 100% untuk pembongkaran crown sementara dan 60 % untuk pembongkaran restorasi tuang yang dikombinasikan dengan penggunaan alat ultrasonik.

2. Ultrasonik

Penggunaan energi ultrasonik untuk membongkar restorasi tuang adalah dengan cara menghilangkan perlekatan lutting cement, berdasarkan efektifitasi energi ultrasonik dalam membongkar pasak logam. Penggunaan energi ultrasonik atau dikombinasikan dengan tehnik lain dapat digunakan sebagai alternatif dalam membongkar restorasi.

3. Pneumatic (kaVo) CORONA flex :

Tehnik pembongkaran bridge dengan menggunakan kawat tembaga berulir yang dilingkarkan melewati bagian embrasures dari bridge sehingga membentuk suatu loop yang kemudian diberikan gaya untuk mengangkat bridge, memiliki resiko. Resiko tersebut serupa dengan tehnik pembongkaran dengan menggunakan sliding hammer. Inti dapat mengalami fraktur dan bila gigi tersebut memiliki kelainan jaringan periodontal, maka memiliki kemungkinan untuk terekstrasi pada saat pembongkaran. Tehnik pembongkaran dengan menggunakan CORONA flex crown and bridge remover merupakan tehnik modifikasi dari tehnik sliding hammer. Tehnik ini menggunakan alat bantu yang dihubungkan dengan saluran udara pada dental unit. Cara kerja alat ini adalah menghantarkan getaran dengan amplitudo rendah pada aspek aksial abutment. Bagian loop diletakkan melingkari konektor dan bagian tip dari alat pembongkar crown diletakan pada bagian loop holder. Daya tarik diaplikasikan dengan cara menggeser jari telunjuk dari katup udara pada hand piece. Dalam paket alat ini terdapat alat cengkeram untuk pembongkaran single crown dengan bantuan resin autopolimerisasi, dimana daya tarik diaplikasikan secara berkala pada bagian cengkeram untuk membongkar crown.4. Sliding Hammer

Prinsip dasar penggunaan sliding hammer adalah pemilihan tip yang sesuai untuk dikaitkan pada margin crown dan kemudian sebuah beban di geserkan sepanjang tangkai berkali-kali untuk melonggarkan restorasi. Bermacam-macam desain sliding hammer beredar di pasaran. Penggunaan alat ini menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pasien dan teknik ini sudah dianggap tidak efektif. Penggunaan teknik ini tidak dianjurkan pada pasien yang memiliki kelainan pada jaringan periodontal karena memiliki resiko terekstraksinya gigi penyangga secara tidak sengaja. Teknik ini juga dapat merusak margin crown porselen.

5. Crown Tractors

Crown tractors mencengkram restorasi dengan bantuan rubber grips dan powder yang sudah dirancang untuk melepaskan restorasi tanpa merusak restorasi tersebut. Alat ini cukup efektif dalam melepaskan crown sementara, crown yang disemen dengan semen sementara, atau crown yang sulit dilepas pada tahap pasang coba. Cengkraman yang lunak pada alat ini dapat mengurangi resiko rusaknya margin crown porselen. 6. Matrix Bands

Pengaplikasian Siqveland Matrix Band mengelilingi crown, kemudian dibentuk sedemikian rupa sampai bagian undercut lalu ditarik ke arah vertikal secara hati-hati, dapat menjadi teknik pilihan dalam membongkar crown. II. Pembongkaran Semi Konservatif

Upaya untuk membongkar restorasi seperti yang telah disebutkan di atas tanpa menimbulkan kerusakan pada crown atau bridge memiliki kemungkinan untuk gagal atau alat pembongkar dapat memberikan perasaan yang tidak nyaman pada pasien. Suatu pendekatan pembongkaran semi konservatif adalah tindakan yang dilakukan dimana kerusakan yang dialami oleh restorasi sedikit. Keuntungan pendekatan jenis ini adalah operator dapat mengontrol kekuatan untuk membongkar restorasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya trauma.1. Wamkeys

Wamkeys adalah hand instrument dengan penampang tangkai kecil yang tersedia dalam tiga ukuran. Operator membuat lubang yang menembus crown atau retainer sejajar dengan permukaan oklusal dan setinggi inti dari crown atau bridge. Wamkeys dengan ukuran yang sesuai diinsersikan dimana permukaan terluas dari instrument tersebut sejajar dengan permukaan terluas dari permukaan oklusal sampai berada di posisi tengah saat instrument tersebut diputar 90 derajat terhadap sumbu tangkai instrument. Kekuatan yang diaplikasikan harus searah dengan arah pasang crown atau retainer sehingga mudah dilepas. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak mengungkit crown dengan instrument lain karena hal tersebut akan menyebabkan kesulitan dalam menemukan batas permukaan oklusal dari inti. Hal pertama yang harus dipastikan adalah mengidentifikasi lapisan semen sebelum memperpanjang channel melewati permukaan oklusal. Restorasi dapat disemen ulang dan lubangnya dapat diisi dengan plastic filling material. 2. Metalift SystemTeknik ini menggunakan prinsip paku ulir dan mur yaitu melubangi permukaan oklusal dari restorasi tuang dengan bur, kemudian buat undercut di sekeliling lubang tersebut sebelum threaded screw diputar ke dalam lubang. Alur lubang tadi dibuat sampai mencapai logam tuang dimana putaran threaded screw akan berhenti saat menyentuh permukaan logam tersebut. Bila putaran diteruskan, maka akan menghasilkan daya ungkit yang mengakibatkan terlepasnya crown dari preparasi inti.Gigi tiruan dari bahan metal ceramic dapat dibongkar menggunakan teknik ini, dan risiko terjadinya fraktur dapat diminimalkan dengan cara melakukan tindakan mengurangi lapisan ceramic dari lokasi di mana lubang tersebut akan dipreparasi. Ketebalan logam minimum yang diperlukan adalah sekitar 0.5mm, di mana complete kit dilengkapi dengan precision attachments untuk memperbaiki lubang sebelum disemen ulang. Kerusakan lapisan pada porcelain akibat pembuatan lubang tadi dapat diperbaiki menggunakan Plastic filling material.III. Pembongkaran DestruktifPembongkaran dengan cara memotong crown menggunakan tungsten carbide diamond bur, merupakan tindakan yang paling sering dilakukan oleh sebagian besar operator. Preparasi slot dibatasi pada permukaan labial, dan alat ultrasonik digunakan untuk mengurangi perlekatan lutting cement agar menghasilkan ruang untuk mengungkit crown dan bridge sehingga tetap utuh. Karena telah dilakukan sementasi, maka diperlukan pula pemotongan crown sampai aspek lingual dan hal tersebut akan mengakibatkan crown hancur.Selain menggunakan excavator dan Mitchells Trimmers, Cristenson Crown Remover juga dapat digunakan untuk penyelesaian tahap akhir. Penggunaan crown splitter dapat memecah crown secara merata sehingga mengurangi tekanan pada gigi/inti.Kesimpulan

Jurnal ini menekankan pada masalah umum dan konsep dari pembongkaran crown dan bridge, di sisi lain jurnal ini juga menitikberatkan pada beberapa alat dan cara kerjanya yang spesifik. Keberhasilan terletak pada perencanaan perawatan yang tepat namun, akan ada kondisi dimana pendekatan konservatif memiliki keuntungan, sementara di kondisi lain, pendekatan tersebut merupakan kontraindikasi. Semua cara kerja yang disebutkan pada jurnal ini tidak dapat digunakan pada setiap tindakan pembokaran crown dan bridge. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan pendekatan yang fleksibel, karena ketika operator gagal dalam membongkar crown dan bridge menggunakan cara kerja yang satu maka cara kerja yang lain harus dicoba. Pada awal perawatan, pasien harus diberi informasi, bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi selama upaya pembongkaran crown dan bridge dengan menggunakan pendekatan konservatif dan semi-konservatif, dan akan selalu ada kemungkinan dibutuhkannya pendekatan destruktif. Hal ini sangat penting untuk membuat analisa keuntungan dan kerugian dalam mempertimbangkan pemilihan pembongkaran crown dan bridge secara konservatif atau semi-konservatif, kemudian menginformasikan resiko dari perawatan tersebut kepada pasien.