Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENAPISAN HEMOGLOBIN E PADA SISWI SMA
NEGERI KECAMATAN SINGOSARI DI KABUPATEN
MALANG, JAWA TIMUR
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Ajeng Ristia Sari Putri
NIM: 11141030000067
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gblar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarla.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 25 Jub 2017
Ajeng Ristia Sari Putri
PROFIL LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARIJKASUS BARU DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarj ana Kedokteran (S.Ked)
OlehWidyaLestari NingrumNIM : 11141030000072
Pembimbing I Pembimbing II
M (ll^.rq$dr. Mery Nitalia" SpPK Dr. dr. Muk&tar lkhsan. SoP(K). MARS. [,lRS
NrP. 19781230 200604 2 }At NrP. 19s40406 198111 I 001
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
TINIVERS ITAS ISLAM NEGERI SYARI F H IDAYATU LLAH
JAKARTA
1439H.t2017 M
l1r
LEUIBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian be{udul PR0FIL LAJU ENDAP DARAH PADA PASIENTUBERKULOSIS PARU KASUS BARU DI RSU KOTA TANGERANGSELATAN yang diajukan cleh widya Lestari Ningnun (NIM: 11141030000072),telah diujikan dalarn sidang di Fakultas Kedokteran dan Xmu Kesehatan pada 24Oktober 2017. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Frogram Studi Kedokterandan Profesi Dokter.
Ciputat, 24 Oktober 201 7
DEWAN PENGUJIKetua Sidang
dr. MeryNitalia. SpPK}\IIP. 19781?302A06A420A1
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Mery Nitalia. SpPKNiP. 19781230 200604 2 001
dr. Erike Anggaini Suwarsono. M.Pd" SpMKNIP. 19810926 20110t 2 007
Penguji I
%
lLtu"r_Z
Dr. dr. Mukhtar lkhsan, SpP(K), MARS. FIRSNIP. 19540406 198111 1 001
Penguji II
dr. Murdroh. SpPKNIP. 19770326 200901 2 00s
PIMPINAN FAKULTAS
NrP. 19650808 198803 1 002
Kaprodi PSKPD FKIK UIN
9721103 200604
v
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis telah
diberikan kesabaran, kekuatan dan kemudahan sampai penulis dapat
menyelesaikan Riset ini dengan lancar. Dan Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membimbing umat islam hingga akhir hayatnya.
2. Orang tua penulis, bapak dan ibu yang selalu memberi bantuan dan
dukungan dari hati yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan Riset
ini dengan lancar. Terima kasih juga kepada saudara penulis Agung
Rahbianto dan Annisa Maulida yang menyemangati penulis dan pengingat
sampai saat ini.
3. SEAMEO RECFON FKUI dan DINKES Malang atas kerjasama
penelitian pemetaan beta globin dan kesempatan serta ilmu yang sudah
diberikan kepada penulis.
4. Prof. DR. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
5. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, FACS, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Pembimbing penulis yaitu Pak Chris Adhiyanto, M. Biomed, Ph.D dan dr.
Yanti Susianti, Sp. A (K) yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan serta ketulusan dan atas seluruh pengalaman
yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan riset ini.
7. dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D, FINASIM dan DR. Zeti Harriyati, M.
Biomed selaku penguji sidang laporan penelitian riset.
8. Seluruh Civitas Akademik PSKPD UIN seluruh dokter, dosen, dan staff.
9. Laboran yang telah membantu riset penulis mbak Suryani S.Si, mbak Ayu
Latifah A.Md, yang setia menemani dan membantu serta mengingatkan
penulis
10. Riset ALAD dan Thalasemia dari Biologi UNJ kak Annisa, kak Ratna, kak
Finka, serta kak Nadira Biologi ITB teman seproject SEAMEO yang telah
vi
membantu penulis dalam penelitian, serta tahap penulisan, dan ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepada penulis.
11. Carotis PSKPD UIN 2014 selaku sejawat yang menjadi penyemangat dan
mendukung penulis.
12. Keluarga besar penulis Yoga, Titi, Dilla, Raya, Salman, Bunga, Galang,
Hafis, Radit yang telah menjadi keluarga yang terus menghibur dan
menyemangati penulis.
13. Sahabat penulis yaitu Rahmy, Nansa, Indira, Desti, Sasa, Azifa, Silma,
Hani, Tiara, Rahma, Thalia, Sherli yang telah menjadi sahabat yang tetap
memberi dukungan serta penyemangat penulis selama di PSKPD.
14. Keluarga pohon PSKPD Nisa Uzlifatul, Farras, Rahayu Muhsi, dan Arini
yang turut membantu menyemangati satu sama lain sehingga dapat
bertahan di PSKPD UIN.
15. CIMSA 2014, 2015, 2016 yang telah memberi dukungan dan kesempatan
untuk aktif disertai menyelesaikan riset.
16. Official CIMSA periode 2016-2017, BBQ yang telah memberi saya
pelajaran berorganisasi disertai mengatur prioritas untuk menyelesaikan
riset.
17. SCORP CIMSA UIN 2014, 2015, 2016 yang telah menjadi keluarga di
PSKPD yang mendukung dalam keaktifan project maupun menyelesaikan
riset.
18. Sahabat SMA penulis Yaya, Jeihan, Cita, Syifa, Ali, Nadya yang terus
mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
19. Sahabat penulis Kya, Encha, Charmila, Fadhia, Vani, Ajeng, Jupe,
Amirah, Kiela yang telah menyemangati penulis.
Penulis sadar atas ketidaksempurnaan Riset ini dan berharap semua
kekurangan bisa dimaklumi karena kesalahan adalah proses dari
pembelajaran. Penulis juga memohon kritik-kritik membangun yang dapat
membantu dalam kesuksesan Riset ini. Terima kasih.
Ciputat, 25 Juli 2017
Peneliti
vii
ABSTRAK
Ajeng Ristia Sari Putri. Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter. Penapisan Hemoglobin E Pada Siswi SMA Negeri Kecamatan
Singosari di Kabupaten Malang, JawaTimur
Latar Belakang: Hb E merupakan kelainan darah yang paling umum
ditemukan di Asia Tenggara. Untuk mengetahui persentase HbE,
penelitian dilakukan SEAMEO-RECFON FKUI bekerjasama dengan
PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan frekuensi alel hemoglobin E pada remaja putri berumur
16-19 tahun di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Metode:
Penelitian diawali dengan dilakukannya pengambilan kadar hemoglobin
dan darah vena untuk dilakukan analisis molekuler pada responden.
Sebanyak 85 sampel dilakukan PCR serta sequencing DNA. Hasil:
Berdasarkan hasil penapisan, terdapat 7 individu dengan mutasi Hb E.
Tiga di antara 7 individu memiliki hemoglobin di bawah normal yaitu
11,7;11,8;dan 11,8. Penurunan kadar hemoglobin pada individu tersebut
disebabkan oleh terjadinya mutasi pada kodon 26 G>A. Kesimpulan:
Frekuensi alel hemoglobin E pada remaja putri di kecamatan Singosari,
kabupaten Malang adalah 8,8%.
Kata Kunci :Hemoglobin E, HbE/β+-thalassemia
Ajeng Ristia Sari Putri. Medical Study Program and Doctor Profession.
Screening of Hemoglobin E In High School Students at Singosari
District in Malang, East Java
Background: HbE is the most common blood disorder found in Southeast
Asia. To determine the percentage of HbE, a study was conducted by
SEAMEO-RECFON FKUI in cooperation with PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. This study aims to determine the frequency of allele
hemoglobin E in adolescent girls aged 16-19 years in the Singosari district,
Malang. Method: The study begins with the taking of hemoglobin and
venous blood levels for molecular analysis of the respondents. A total of 85
samples performed PCR as well as DNA sequencing. Result: Based on the
screening results, there were 7 individuals with Hb E mutations. Three
among 7 individuals had benign hemoglobin of 11.7; 11.8; And 11.8. The
decrease in hemoglobin levels in these individuals is caused by mutations in
the codon of 26 G> A. Conclusion: The frequency of hemoglobin E allele
in adolescent girls in Singosari sub-district, Malang district was 8.8%.
Keywords: Hemoglobin E, HbE / β + -thalassemia
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL. ................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti .............................................................................. 3
1.5.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi ............................................................. 4
1.5.3 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Malang ................................................. 4
1.5.4 Manfaat bagi Masyarakat........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Landasan Teori .............................................................................................. 5
2.1.1 Hemoglobin ............................................................................................ 5
2.1.2 Fungsi Hemoglobin................................................................................. 6
2.1.3 Polimorfisme β Globin ........................................................................... 6
2.1.4 Hemoglobinopati .................................................................................... 7
2.1.5 Anemia .................................................................................................... 8
ix
2.1.6 HbE ....................................................................................................... 10
2.1.6.1 Genotip dan Fenotip HbE .................................................................. 12
2.1.7 PCR ....................................................................................................... 14
2.1.8 Elektroforesis ........................................................................................ 17
2.1.9 Sequencing DNA .................................................................................. 18
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 21
2.3 Kerangka Konsep ........................................................................................ 22
2.4 Definisi Operasional .................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 23
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 23
3.3.2 Kriteria Pemilihan Sampel .............................................................. 23
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel ........................................................................ 24
3.3.4 Teknik Pemilihan Sampel ..................................................................... 26
3.4 Alat dan Bahan Uji ...................................................................................... 26
3.5 Cara Kerja Penelitian ................................................................................... 29
3.5.1 Pengumpulan Data ................................................................................ 29
3.5.2 Isolasi DNA .......................................................................................... 29
3.5.3 Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA ............................. 32
3.5.4 Amplifikasi Fragmen DNA dengan PCR ............................................. 32
3.5.5 Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis ......................... 33
3.5.6 Deteksi Polimorfisme alel HbE dengan Sequencing ............................ 33
3.5.7 Analisis Hasil Sequencing DNA menggunakan Chromas software ..... 34
3.5.8 Alur Kerja Penelitian ............................................................................ 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35
4.1 Hasil ............................................................................................................. 35
4.1.1 Hasil Isolasi Genom DNA dari Whole Blood ....................................... 35
4.1.2 Analisis Hasil Sequencing .................................................................... 37
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 38
4.2.1 β Thalassemia-HbE ............................................................................... 38
4.2.2 HbE ....................................................................................................... 40
x
4.2.3 Tata laksana HbE .................................................................................. 40
4.2.4 Pencegahan Prenatal& Neonatal ........................................................... 41
4.2.5 Perhitungan Frekuensi HbE .................................................................. 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 43
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 43
5.2 Saran ............................................................................................................ 43
BAB VI PERNYATAAN PENELITIAN .......................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
LAMPIRAN..........................................................................................................48
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pola splicing dengan beberapa tipe mutasi pada ekson 1 dan IVS-1
β globin. ................................................................................................................ 10
Gambar 2.2 Apusan darah pada HbE. ................................................................... 11
Gambar 2.3 Pola Penyebaran HbE di Asia Tenggara. .......................................... 12
Gambar 2.4 fenotip, genotip, anemia, dan sifat lain dari HbE...............................13
Gambar 2.5 Komponen PCR................................................................................. 15
Gambar 2.6 Denaturasi DNA. ............................................................................... 15
Gambar 2.7 Annealing. ......................................................................................... 16
Gambar 2.8 Elongasi. ............................................................................................ 16
Gambar 2.9 Sequencing DNA. ............................................................................. 20
Gambar 4.1 Hasil PCR β globin pada gel elektroforesis ...................................... 36
Gambar 4.2 Hasil sequencing sampel nomor 6827. .............................................. 38
Gambar 4.3 Hasil sequencing sampel nomor 1120. .............................................. 38
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Anemia....................................................................................... 8
Tabel 3.1 Alat dan bahan pengambilan sampel darah........................................... 26
Tabel 3.2 Alat dan bahan pengukuran kadar hemoglobin..................................... 26
Tabel 3.3 Alat dan bahan isolasi genom DNA dari darah..................................... 27
Tabel 3.4 Alat dan bahan pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA. ... 27
Tabel 3.5 Alat dan Bahan untuk PCR. .................................................................. 28
Tabel 3.6 Alat dan bahan elektroforesis genom DNA hasil PCR. ........................ 28
Tabel 3.7 Alat dan bahan sequencing DNA. ......................................................... 28
Tabel 3.8 Tahapan Isolasi genom DNA. ............................................................... 29
Tabel 3.9 Komposisi Mix PCR. ............................................................................ 33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Konsentrasi, Kemurnian, dan Kemurnian relatif DNA ........... 48
Lampiran 2. Hasil Penggolongan genotip dan fenotip HbE ................................ 51
Lampiran 3. Gel documentation hasil Elektroforesis agarose dari isolasi genom 54
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 57
Lampiran 5 Hasil sequencing HBE + pada sampel nomor 4613 .......................... 63
Lampiran 6. Lembar persetujuan responden ......................................................... 64
Lampiran 7. Surat Persetujuan Etik ...................................................................... 66
Lampiran 8. HBB sequence .................................................................................. 67
xiv
DAFTAR SINGKATAN
Hb Hemoglobin
HbE Hemoglobin E
WHO World Health Organization
PCR Polymerase Chain Reaction
HPLC high performance liquid chromatography
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar
CO2 Karbondioksida
ALAD-δ Delta aminolevulinat Dehidratase
2,3 DPG 2,3-difosfogliserat
RNA Ribonucleic Acid
DNA Deoxyribonucleic Acid
LCR locus control region
MCV Mean Corpuscular Volume
MCHC Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MCH Mean Corpuscular Hemoglobin
dNTP Deoksiribonukleotidatrifosfat
TE Tris-Edta Buffer
UV Ultra Violet
TAE Tris-Acetat- EDTA
Et-Br Ethidium Bromide
SNP Single Nucleotide Polymorphism
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan hemoglobin atau hemoglobinopati adalah kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin α atau β. Kelainan hemoglobin endemik pada 229 negara.
Berpotensi mempengaruhi 75% kelahiran, dan dewasa ini terjadi pada 71%
dari negara-negara di antara 89% kelahiran. Sekitar 1,1% dari pasangan di
seluruh dunia berisiko memiliki anak dengan kelainan hemoglobin dan 2,7
per 1.000 konsepsi terdapat kelainan hemoglobin.2 Salah satu bentuk kelainan
hemoglobin adalah varian hemoglobin thalassemia. HbE (Hemoglobin E)
adalah hemoglobinopati yang prevalensinya terbanyak kedua setelah HbS.
Hemoglobin E adalah varian Hb paling umum di antara populasi Asia
Tenggara yaitu lebih dari 15% mengalami HbE Homozigot. Hal ini menjadi
salah satu kekhawatiran karena HbE dapat berpotensi menjadi Thalassemia
mayor jika mutasi bersamaan dengan Thalassemia β.4
Kelainan hemoglobin seperti Thalassemia dan HbE adalah beban genetik
utama dalam populasi Asia Tenggara khususnya Khmer, Laos, Zhuang di
Guangxi, Republik China, India, dan Srilanka. Namun pusatnya berada di
Thailand, Laos, dan Kamboja dengan frekuensi genetiknya mencapai 0,05
hingga 0,5. Pada Asia Tenggara terdapat 30 juta individu terdiagnosis HbE
heterozigot serta 1 juta lainnya terdiagnosis HbE homozigot. Salah satunya
termasuk di Indonesia. HbE adalah gangguan hemoglobin yang paling umum
di Indonesia. HbE heterozigot (HbAE) dan homozigot (HbEE) yang
asimptomatik atau memiliki gejala anemia ringan dengan manifestasi
laboratorium abnormal antara lain anemia mikrositik hipokrom. HbAE juga
memiliki eritropoiesis yang tidak efektif dan meningkatkan penyerapan zat
besi dengan tingkat yang lebih rendah daripada HbEE atau HbE / β0
2
thalassemia. Kondisi ini dapat menyebabkan risiko penumpukkan zat besi
yang menyebabkan disfungsi multi-organ.7
Karena tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi serta tata laksana
adekuat, maka hemoglobinopati menjadi salah satu penyakit yang dicermati
oleh WHO dan seluruh dunia. Pasien Hb E dan beta-thalassemia memiliki
penyakit hemolitik lebih parah dari thalassemia atau penyakit Hb E
homozigot dan biasanya memiliki splenomegali.5
Berbagai macam penelitian
dilakukan untuk pencegahan serta pemeriksaan awal untuk mendiagnosis
HbE thalassemia. Untuk itu, pencegahan thalassemia perlu ditingkatkan
kembali untuk memperkecil kemungkinan lahirnya individu dengan
thalassemia mayor. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan skrining
thalassemia pada pasangan pra-nikah. Hal ini menjadi sebuah kewaspadaan
karena batas usia minimal untuk perempuan menikah di Indonesia adalah 16
tahun. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk skrining HbE-β
Thalassemia pranikah pada perempuan berusia lebih dari 16 tahun yang
berada di tingkat SMA.6
HbE merupakan kelainan hemoglobin yang bersifat genetik, maka
terdapat beberapa cara untuk mendeteksi kelainan tersebut. Beberapa cara
yang digunakan antara lain high performance liquid chromatography/HPLC,
elektroforesis hemoglobin, dan analisis DNA menggunakan sequencing DNA.
Penapisan gen HbE dengan jumlah sampel yang banyak, maka dilakukan
sequencing DNA yang memberikan hasil berupa identifikasi kelainan
hemoglobin pada genotype HbE.7
Untuk itu peneliti melakukan riset skrining HbE pada populasi SMA
Negeri di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang untuk menjadi identifikasi
awal HbE. Penulis memilih kabupaten Malang karena menurut RISKESDAS
anemia terjadi pada pedesaan daripada perkotaan, data prevalensi Malang
masih belum diketahui dan Malang mudah diakses untuk penelitian.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah berapa jumlah persentase siswi SMAN Kecamatan
Singosari di Kabupaten Malang yang mempunyai HbE?
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
terdapat siswi di SMAN Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang
mempunyai HbE.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah persentase
siswi SMAN Kecamatan Singosari di Kabupaten Malang yang memiliki HbE.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui genotip HbE pada siswi SMAN Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan
khususnya bidang biomolekuler serta meningkatkan kemampuan
penulis dalam penelitian.
2. Mendapatkan pengetahuan mengenai hubungan HbE dengan
anemia.
4
3. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
1. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai
lembaga yang menyelengggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat.
2. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya,
1.5.3 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Malang
1. Sebagai data prevalensi kejadian HbE pada siswi SMAN
kecamatan Singosari kabupaten Malang
2. Sebagai kebijakan untuk tindakan pencegahan seperti
dilakukannya skrining untuk mendeteksi kelainan hemoglobin
yaitu HbE-β Thalassemia.
1.5.4 Manfaat bagi Masyarakat
1. Bagi masyarakat, sebagai tindakan prevensi dan diagnosis untuk
penyakit HbE.
2. Memberi informasi dan pengetahuan tentang mutasi alel HbE
dan kaitannya dengan hemoglobin dan anemia.
3. Sebagai konseling pra nikah untuk analisis kemungkinan
penyakit HbE-β thalasemia yang akan diwarisi seorang anak.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hemoglobin
Fungsi utama sel darah merah adalah mengangkut O2 ke jaringan dan
mengembalikan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru. Untuk mencapai
pertukaran gas ini, sel darah merah mengandung protein spesial yaitu hemoglobin.
Tiap sel darah merah mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap
molekul hemoglobin A (HbA) dewasa normal (hemoglobin dominan dalam darah
setelah usia 3-6 bulan) terdiri dari empat rantai polipeptida, α2β2 masing-masing
dengan gugus heme-nya. Berat molekul HbA adalah 68000. Darah orang dewasa
normal juga mengandung sejumlah kecil dua macam hemoglobin lain: Hb F dan
Hb A2. Hb F dan Hb A2 juga mengandung rantai α tetapi berturut-turut bersama
rantai γ dan δ, sebagai ganti rantai β.10
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian
reaksi biokimiawi yang dimulai dari kondensasi glisin dan suksinil koenzim A
dalam pengaruh kerja enzim kunci asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase yang
membatasi laju reaksi. Piridoksal fosfat (Vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi
ini, yang dirangsang oleh eritropoietin. Pada akhirnya protoporfirin bergabung
dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+
) untuk membentuk heme; setiap molekul
heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu
tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing dengan gugus heme-
nya dalam suatu “kantong” kemudian dibentuk untuk menjadi satu molekul
hemoglobin.10
Darah orang dewasa normal mengandung tiga jenis hemoglobin.
Komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α2β2.
Hemoglobin minor mengandung rantai globin γ (Hb Fetus atau Hb F) atau δ (Hb
A2) menggantikan rantai β. Pada embrio dan janin, Gower 1, Portland, Gower 2
5
6
dan Hb Fetus mendominasi pada stadium berbeda. Gen untuk rantai globin
terdapat dalam dua kelompok: ε, γ, δ, dan β pada kromosom 11 dan α pada
kromosom16.10
2.1.2 Fungsi Hemoglobin
Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru ke
jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 ke paru. Seiring
molekul hemoglobin mengangkut dan melepas O2, setiap rantai globin pada
molekul hemoglobin tersebut bergerak mendekati satu sama lain. Kontak antara
α1β1 dan α2β2 menstabilkan molekul tersebut. Rantai β bergeser pada kontak α1β2
dan α2β1 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada saat O2 dilepaskan, rantai β
ditarik terpisah, memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3
DPG) yang menyebabkan penurunan afinitas molekul tersebut terhadap O2.
Pergerakan ini bertanggung jawab atas bentuk sigmoid kurva disosiasi O2. P50
(Yaitu tekanan parsial O2 pada saat hemoglobin tersaturasi setengah dengan O2)
darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan meningkatnya afinitas terhadap O2 yang
menurun, kurva bergeser ke kanan (P50 meningkat) .Pada keadaan normal, in vivo,
pertukaran O2 terjadi antara saturasi 95 % (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri
rata-rata 95 mmHg dan saturasi 70 % (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-
rata 40 mmHg.Posisi normal kurva bergantung pada konsentrasi 2,3 DPG, ion
H+dan CO2 dalam sel darah merah, dan pada struktur molekul hemoglobin.
Konsentrasi 2,3-DPG, H+
, CO2 yang tinggi dan adanya hemoglobin tertentu.10
2.1.3 Polimorfisme β Globin
Semua gen globin mempunyai tiga ekson (regio yang mengkode) dan dua
intron (regio yang tidak mengkode) yang DNA-nya tidak terwakili dalam protein
yang telah selesai). RNA awal disalin dari intron dan ekson, dan dari salinan ini,
RNA yang berasal dari intron dibuang melalui proses yang dikenal sebagai
penggabungan (splicing). Intron selalu dimulai dengan dinukleotida G-T dan
diakhiri dengan dinukleotida A-G. Mekanisme penggabungan mengenali sekuens-
sekuens ini dan juga sekuens-sekuens di dekatnya yang dipertahankan. RNA
7
dalam inti juga “ditutup” dengan penambahan suatu struktur pada ujung 5’ yang
mengandung suatu gugus tujuh-metil-guanosin. Struktur tutup mungkin penting
untuk perlekatan mRNA pada ribosom, mRNA yang baru terbentuk juga
mengalami poliadenilasi pada ujung 3’. Proses ini menstabilkan mRNA.
Thalassemia dapat terjadi akibat mutasi atau delesi salah satu sekuens tersebut.10
Sejumlah sekuens lain yang dipertahankan penting dalam sintesis globin,
dan mutasi pada tempat-tempat ini dapat juga menyebabkan thalassemia.
Sekuens-sekuens ini mempengaruhi transkripsi gen, memastikan keandalannya,
Menentukan tempat untuk mengawali dan mengakhiri translasi, dan memastikan
stabilitas mRNA yang baru disintesis. Promotor ditemukan pada posisi 5’ pada
gen, apakah dekat dengan tempat inisiasi atau lebih distal. Ini adalah tempat RNA
polimerase berikatan dengan mengkatalisis transkripsi gen. Penguat (enhancer)
ditemukan pada posisi 5’ atau 3’ terhadap gen. Penguat penting dalam regulasi
ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan dalam regulasi ekspresi gen globin
yang spesifik jaringan dan dalam regulasi sintesis berbagai rantai globin selama
kehidupan janin dan pasca kelahiran.10
Regio pengendali lokus (locus control region/LCR) adalah unsur regulasi
genetik yang terletak jauh di hulu kelompok β globin. mRNA globin memasuki
sitoplasma dan mendekat pada ribosom (translasi) tempat terjadinya sintesis rantai
globin. Ini terjadi melalui perlekatan RNA transfer, masing-masing dengan asam
amino tersendiri, melalui perpasangan basa kodon-antikodon pada posisi yang
sesuai pada cetakan mRNA.10
2.1.4 Hemoglobinopati
Kelainan ini disebabkan oleh:
1. Sintesis hemoglobin abnormal
2. Menurunnya kecepatan sintesis rantai globin α atau β yang normal
(Thalassemia α dan β).
Kelainan yang paling penting secara klinis adalah anemia sel sabit.
Hemoglobin C, D, dan E juga sering ditemukan, dan seperti HbS merupakan
substitusi rantai β. Hemoglobin tak stabil jarang ditemukan dan menyebabkan
8
anemia hemolitik kronik dengan derajat keparahan yang bervariasi dengan
hemolisis intravaskular. Hemoglobin abnormal juga dapat menyebabkan
polisitemia (familial) atau methemoglobinemia kongenital.10
Defek genetik hemoglobin adalah kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan di seluruh dunia. Kelainan ini ditemukan pada daerah tropis dan
subtropis dan sebagian besar bersifat terseleksi karena status pembawa
memberikan sedikit perlindungan terhadap malaria.10
2.1.5 Anemia
2.1.5.1 Kriteria Anemia
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung
eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Yang
menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal.
Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada
umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO
menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan.10
Tabel 2. 1 Kriteria Anemia Menurut WHO
Kriteria Anemia
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita Hamil <11 g/dl
Sumber: A.V. Hoffbrand, 2005
2.1.5.2 Patofisiologi dan gejala anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrom) adalah
gejala yang timbul pada setiap kasus anemia. Apapun penyebabnya, apabila kadar
hemoglobin turun di bawah nilai tertentu.
9
Gejala umum anemia timbul karena anoksia organ yang merupakan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen1
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia
tergantung pada:
A. Derajat penurunan hemoglobin.
B. Kecepatan penurunan hemoglobin.
C. Usia.
D. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.1
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom
anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan
dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan bawah kuku.
Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh
penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan
hemoglobin yang berat (Hb<7 g/dl).1
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:
A. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (koilonychia).
B. Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12.
10
C. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali.
D. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi.1
2.1.6 HbE
HbE= HbE (α2β226 glu-lys
) adalah hemoglobin variant hasil dari pewarisan
alel β-thalassemia dari satu orang tua dan varian struktural HbE dari yang
lain. Hasil HbE dari subtitusi G → A di kodon 26 dari gen β globin, yang
menghasilkan hemoglobin struktural yang abnormal serta mengaktifkan
cryptic splice site, sehingga mRNA menjadi abnormal karena terdapat kodon
stop baru yang dihasilkan sehingga mRNA menjadi non fungsional. HbE
memiliki gejala seperti bentuk ringan dari β-thalassemia. Patofisiologi Hb E /
β-thalassemia terkait dengan banyak faktor termasuk ketidakseimbangan
rantai globin, eritropoiesis yang inefektif, apoptosis, kerusakan oksidatif, dan
usia sel darah merah yang singkat.13
Gambar 2.1 Pola splicing dengan beberapa tipe mutasi pada ekson 1 dan IVS-1 β
globin23
11
Tiga mutasi pada ekson 1 yang menyebabkan alternative splicing
berlokasi pada kodon 24, 26, dan 27. Ketiga mutasi ini akan mengaktifkan
situs cryptic splicing pada nomor 2 tetapi tidak pada nomor 1 dan 4. Splicing
dapat juga terjadi pada 5’ pada IVS-1 (nomor 3).21
Faktor genetik termasuk jenis pewarisan mutasi β-thalassemia dengan
HbE, pewarisan alpha (α) thalassemia, dan polimorfisme terbukti
berhubungan dengan peningkatan sintesis hemoglobin janin (HbF).19
Pasien yang mewarisi alel β-thalassemia ringan dengan Hb E mungkin
memiliki gejala ringan, sementara mereka yang ikut mewarisi β+ atau alel β
0-
thalassemia mungkin akan mengalami gejala yang lebih parah. HbE terdapat
pada keadaan heterozigot (genotip AE atau HbE trait), homozigot (EE atau
HbE) dan berbagai variasi heterozigotseperti HbE / β thalassemia (E / β thal),
sel sabit / penyakit E hemoglobin (SE genotip).19
Nilai hemoglobin normal, namun sel darah merah menunjukkan mikrositik
dengan MCV 73 fl serta MCH menurun, dan MCHC normal.27
Jumlah HbE
pada AE heterozigot menurun jika menjadi defisiensi besi. Sedangkan pada
individu yang memiliki HbE Homozigot juga termasuk HbE asimptomatik.
Dan mempunyai normal atau menurun pada level hemoglobin, sel darah merah
terlihat lebih mikrositik.26
Dengan MCV 67 fl, MCHC normal, retikulosit dan
sel darah merah dalam keadaan normal, pada apusan darah tepi dapat terlihat
sel target, dan peningkatan lisis osmosis.27
Gambar 2.2 Apusan darah pada HbE23
12
Rantai β dari HbE (βE) disintesis sangat rendah dibandingkan dengan
hemoglobin dewasa normal (HbA). Hal ini karena terdapat mutasi yang
menciptakan splicing site yang bergantian dalam suatu ekson. Hal ini
menyebabkan berkurangnya sintesis rantai βE. HbE homozigot menunjukkan
beberapa gejala thalassemia β. Oleh karena itu HbE dianggap sebagai
hemoglobinopati thalassemia.13
Gambar 2. 3 Pola penyebaran HbE di Asia Tenggara23
2.1.6.1 Genotip dan Fenotip HbE
Walaupun terlihat persamaan genotip, β Thalassemia heterozigot dan
HbE mempunyai variasi fenotip. Variasi pada anemia, pertumbuhan,
perkembangan, hepatosplenomegali, dan ketentuan transfusi. Derajat
keparahan berdasarkan usia saat pertama kali transfusi, frekuensi transfusi,
hepatosplenomegali, perubahan tulang, dan retardasi mental. Dengan kriteria
tersebut, fenotip dari HbE-β Thalassemia diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu:
1. Ringan
Kadar hemoglobin>7,5 g/dl dapat dipertahankan walaupun tanpa transfusi.
Jika transfusi kurang dari satu kali setiap 2 tahun, atau kurang dari 6 bulan
jika transfusi pertama kali setelah umur 10 tahun.
13
2. Moderate
Membutuhkan transfusi dimulai umur 4 tahun atau lebih tua. Frekuensi
transfusi antara 6 minggu-4 bulan, atau antara 3 dan 4 bulan jika pertama kali
transfusi sebelum umur 4 tahun.
3. Berat
Membutuhkan transfusi yang dimulai antara usia 1-2 tahun. Dengan
variasi hemoglobin antara 2,5-13,5 g/dl.28
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa variasi dari aspek klinis HbE
serta tingkat keparahan dari anemia berhubungan dengan semakin
abnormalitas splicing βE
akan semakin parah gejala dengan kadar hemoglobin
antara 2,9-6,1 % dan merupakan faktor dominan dari tingkat keparahan
anemia.25
Gambar 2.4 Fenotip, genotip, anemia, dan sifat lain dari HbE25
14
2.1.7 PCR
Reaksi polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu
metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. PCR ini
pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis.
Amplifikasi DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer
oligonukleotida yang disebut amplimers. Primer DNA suatu sekuens
oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. PCR
memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. Umumnya
primer yang digunakan pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotida. DNA
template (cetakan) yaitu fragmen DNA yang akan dilipat gandakan dan
berasal dari patogen yang terdapat dalam specimen klinik. Enzim DNA
polymerase merupakan enzim termostabil Taq dari bakteri termofilik
Thermusaquaticus. Deoksiribonukleotidatrifosfat (dNTP) menempel pada
ujung 3’ primer ketika proses pemanjangan dan ion magnesium menstimulasi
aktivasi polimerase.39
Prinsip-prinsip PCR yaitu langkah-langkah yang mengarah ke
amplifikasi DNA secara bertahap dapat diringkas sebagai:
1. Denaturasi
Ketika molekul ganda DNA (dsDNA) molekul dipanaskan mencapai
94ºC, untaian yang berpasangan akan terpisah (denaturasi). Hal ini
memungkinkan primer dapat mengakses ke DNA beruntai tunggal (ssDNA).
2. Annealing
Campuran reaksi didinginkan (sekitar 50ºC) untuk memungkinkan
primer untuk memilih dan mengikat (berhibridisasi) ke posisi pelengkap
mereka pada molekul Template ssDNA.
3. Pemanjangan
ssDNA / primer solution dipanaskan hingga 72ºC. terdapat heat stable
polimerase, PCR buffer, dNTP dan magnesium (Mg2 +), prosedur replikasi
dimulai. Dengan setiap pengulangan siklus ini, target dua kali lipat dan
15
segera, setelah sekitar 30 siklus,reaksi akan menghasilkan lebih dari 1 juta
kopi dari fragmen DNA target.39
Gambar 2. 5 Komponen PCR15
Gambar 2. 6 Denaturasi DNA15
16
Gambar 2. 7 Annealing15
Gambar 2. 8 Elongasi15
Untuk mengkatalisis amplifikasi, sebuah enzim DNA polymerase
digunakan dan enzim ini perlu disediakan buffer yang tepat. Ion logam
kofaktor (s) dan DNA blok, dNTP. Serta komponen opsional yang dapat
ditambahkan untuk aplikasi tertentu (misalnya, untuk menstabilkan enzim,
memanipulasi denaturasi suhu, dll). Dalam reaksi PCR, komponen-komponen
17
berikut dicampur dalam tabung PCR dan dibuat untuk 25-100 uL dengan
penambahan (dd) H2O.15
PCR pada dasarnya melibatkan jumlah siklus pada temperatur yang
berbeda. Template didenaturasi pada suhu (+ 94 °C); lain halnya di mana
primer yang hibrid ke template berbagai suhu mungkin hingga 72 °C dan
siklus suhu ketiga di mana primer diperpanjang (72 °C).39
Primer adalah rangkaian pendek spesifik untai tunggal DNA (ssDNA),
yang dikenal sebagai oligodeoxyribonucleotides atau oligomer. Primer ini
mengapit helai yang berlawanan pada kedua ujung DNA target. Desain
primer sangat penting dan merupakan komposisi, urutan dengan template.
Konsentrasi primer yang memainkan peran penting dalam hasil PCR.39
Konsentrasi primer harus 0,1-0,5 pM dalam reaksi optimal yang bersifat
standar. Untuk mendapatkan molaritas 0,1-0,5 pM, jumlah molar yang sesuai
primer yang dibutuhkan dalam reaksi 100 uL, adalah 10-50 pmol. Hal ini
berguna untuk mencairkan oligonukleotida. Primer dengan konsentrasi 10
pmol / uL (10 M), memungkinkan penambahan volume primer yang baik
untuk reaksi PCR (1-5 uL / 100uL PCR reaksi).39
2.1.8 Elektroforesis
Setelah melakukan PCR, cara mengetahui keberhasilan PCR adalah
dengan menggunakan elektroforesis. Amplikon dapat dipisahkan dan
divisualisasikan pada matriks yang memungkinkan pemisahan molekul asam
nukleat. Matriks ini, adalah gel agarosa yang paling umum digunakan.15
Agarosa adalah medium yang mudah dan murah. Dalam bentuk gel
agarosa memberikan viskositas yang akan memungkinkan DNA memisahkan
medan listrik, berdasarkan ukuran dan konformasi. Ukuran dari matriks
dalam gel agarosa ditentukan oleh persentase agarosa dalam gel dan mungkin
dimanipulasi untuk memungkinkan efisiensi elektroforesis optimal,
18
tergantung pada rentang ukuran amplikon diharapkan dari analisis PCR
tertentu.15
Setelah elektroforesis selesai ada metode yang yang dapat digunakan
untuk membuat DNA dalam gel terlihat. Yang paling umum digunakan
adalah etidium bromida untuk mewarnai gel, dan kemudian
memvisualisasikan gel pada UV trans-illuminator. Etidium bromida
dimasukkan bersama molekul DNA dan akan mengirimkan cahaya UV
sebagai fluoresensi gelombang yang mudah untuk dilihat dan difoto.
Kondisi elektroforesis tergantung pada:
1. Kekuatan saat ini (Ampere)
2. Kekuatan diterapkan (Watt)
3. Beda potensial (Volt)
Paling umum kriteria 5 Volts / cm gel diterapkan dan menghasilkan
tegangan total 60- 100 V untuk sebagian besar gel. Secara umum tegangan
yang lebih tinggi mengakibatkan pemisahan lebih cepat, tetapi tegangan yang
lebih rendah dapat terjadi pemisahan yang paling akurat dan resolusi spesies
DNA yang berbeda.15
2.1.9 Sequencing DNA
Kualitas dan kemurnian DNA yang akan dilakukan sequencing sangat
penting dalam memastikan reaksi sequencing berjalan dengan baik. Terdapat
banyak kit komersial di pasaran yang dapat digunakan untuk memurnikan
amplikon PCR sebelum sequencing. Sebagian besar menggunakan metode di
mana DNA terikat pada matriks dalam kolom pendek dapat dibersihkan
secara ekstensif untuk menghilangkan kotoran, dan kemudian ditambahkan
elusi dalam volume yang sesuai dari air atau TE. Pada dasarnya, amplikon
adalah elektroforesis yang dipisahkan dari komponen lain dalam campuran
PCR, kemudian DNA tersebut dilakukan elusi dari agarose dan diendapkan
dengan alkohol.15
19
Ada dua prosedur umum untuk menentukan urutan nukleotida gen atau
genom:
1. The chemical cleavage method yang dirancang oleh Allan Maxam
dan Walter Gilbert dimulai dengan DNA yang diberi label di salah satu ujung
satu untai dengan Phospat. DNA berlabel kemudian akan rusak di salah satu
ujung dari empat nukleotida. Kondisi yang dipilih sehingga rata-rata satu
yang rusak dibuat per rantai dan fragmen yang dihasilkan dianalisis pada
pemisahan gel akrilamida untuk divisualisasikan melalui radioaktif marker
pada autoradiogram. Metode ini menemukan aplikasi terbatas dan hampir
tidak pernah digunakan.
2. Prosedur DNA sequencing yang lebih sering digunakan adalah The
controlled interruption of enzymatic replication, metode yang dikembangkan
oleh Fred Sanger dan rekan-rekannya. Dalam metode ini, DNA polimerase
digunakan untuk menyalin molekul untai tunggal (template). Reaksi sintesis
ini dilengkapi oleh fragmen pelengkap (primer sequencing, yang sangat mirip
dengan PCR primer). Selain empat trifosfat deoxyribonucleoside (yang diberi
label dengan radioaktivitas atau dengan fluoresensi marker), campuran
inkubasi berisi 2 ', 3'-dideoksi analog dari salah satu dNTP. Penggabungan
analog blocks sintesis lebih lanjut rantai baru karena kekurangan ujung 3'-
hidroksil yang dibutuhkan untuk membentuk ikatan fosfodiester berikutnya
dan menghentikan rantai baru. Oleh karena itu, panjang fragmen yang
berbeda dihasilkan dan dianalisis pada gel akrilamida. Aplikasi ini telah
melihat beberapa perkembangan yang luar biasa. Dideoxy metode sequencing
telah otomatis untuk mendukung beban besar urutan yang akan dianalisis
(Misalnya, proyek genom manusia), dan sistem pemisahan telah dimodifikasi
untuk memungkinkan beberapa pilihan (misalnya, plate format vs gel tube
format vs capillary columns).15
Tahap dalam sequencing DNA adalah:
1. Menyiapkan template DNA.
2. Automatisasi reaksi siklus sequencing.
3. Kondisi siklus sequencing.
4. Purifikasi produk extension.
20
5. Menggunakan sequencer ABI PRISM 3730xl Genetic Analyzer
develop by Applied Biosystems®, US.17
Gambar 2. 9 Sequencing DNA17
21
2.2 Kerangka Teori
Faktor terjadinya HbE
Ineffective
eritropoiesis
Apoptosis
sel
kerusakan
oksidatif
Usia sel
darah merah
yang singkat
Ineffective
hemopoiesis
heme globin
Lokus β
globin
α globin
Gen HBB mengkode pembentukan
rantai β yang terletak pada
kromosom 11P15.4
Terdapat 1606 basa
dan 3 ekson
β globin
Subtitusi GA di
kodon 26
Cryptic mRNA
splicing site
Kodon stop baru
Berkurangnya
produksi protein
rantai β
Mutasi pada intron
IVS-1 posisi 5
Mutasi pada IVS-1
posisi 1
Subtitusi basa
guanin
sitosin
Berkurangnya
produksi
protein β globin
Hilangnya
produksi β globin
Β thalassemia HbE
Manifestasi klinis:
Anemia akut dengan
Hb=7 g/dl
22
2.3 Kerangka Konsep
Skrining siswi16-19 tahun SMAN Kecamatan Singosari kabupaten
Malang
: Variabel yang diukur
2.4 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah-istilah yang
didefinisikan sebagai berikut:
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor
1 HbE Mutasi pada kodon
26 β globin
ABI PRISM 3730xl
Genetic Analyzer
develop by Applied
Biosystems,US.
Ordinal 1. HbE trait: 2
puncak pada
basa GAG
2. Wildtype
2 Hemoglobin Komponen
penyusun sel darah
merah
Hemoglobinometer
Easy touch
Nominal Normal
hemoglobin
pada:
Wanita:>12 g/dl
Variabel independen:
HbE:
1. Wildtype
2. Mutant
Variabel dependen:
Persentase HbE
Variabel dependen:
Pengukuran hemoglobin
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan
desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan tahap isolasi
DNA, selanjutnya penentuan konsentrasi dan kemurnian hasil DNA diukur
menggunakan spectrophotometer, lalu dilakukan PCR dan dilanjutkan dengan
elektroforesis. Setelah itu produk PCR akan dikirim ke first base
laboratorium untuk dilakukan sequencing dengan menggunakan teknik
sequencer Abi Prism 3730xl Genetic Analyzer develop by Applied Biosystems,
US. Untuk pengukuran hemoglobin menggunakan hemoglobinometer easy
touch.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2016 sampai dengan
Februari 2017. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Sel,
Laboratorium persiapan MPR, Laboratorium Biologi, dan ruangan geldoc
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian pemetaan β globin di
Indonesia dengan SEAMEO RECFON FKUI.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah siswa SMA Negeri Kecamatan
Singosari, Kabupaten Malang.
3.3.2 Kriteria Pemilihan Sampel
Pemilihan Kecamatan, SMA, dan sampel menggunakan simple random
sampling. Lalu didapatkan Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
23
24
Responden untuk pengambilan sampel darah adalah remaja putri yang
masih duduk di kelas 10 dan 11 SMA di Kabupaten Malang. Responden yang
dipilih harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Berusia antara 16-19 tahun.
2. Berdomisili di Kabupaten Malang.
3. Berkenan berpartisipasi dalam screening dengan tidak terpaksa.
Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah:
1. Dalam kondisi hamil, haid, dan puasa.
2. Sedang dalam kondisi sakit.
Kriteria yang dipilih remaja putri karena menurut RISKESDAS
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa proporsi anemia pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Kriteria lain yaitu
berusia 16-19 tahun karena untuk tindakan pencegahan pranikah. Hal ini
menjadi sebuah kewaspadaan karena batas usia minimal untuk perempuan
menikah di Indonesia adalah 16 tahun. Maka dari itu penelitian ini bertujuan
untuk screening HbE/Thalassemia pranikah pada perempuan berusia lebih
dari 16 tahun yang berada di tingkat SMA. Lalu untuk kriteria berdomisili di
Kabupaten Malang yaitu dibandingkan berdasarkan tempat tinggal didapatkan
bahwa anemia di pedesaan lebih tinggi yaitu 22,8% dibandingkan dengan
perkotaan yaitu 20,8 %.3
Dan memilih pemetaan β globin di Kabupaten
Malang karena mengikuti penelitian SEAMEO-RECFON FKUI dan belum
terdapat data prevalensi HbE di Kabupaten Malang serta terjangkau dari
peneliti.
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel
Perhitungan besar sampel menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi
atau rerata suatu variabel dan hasil pengukurannya dikelompokkan dengan
klasifikasi tertentu11
.
25
Rumus perhitungan adalah:
n =Zα2xPxQ
d2
n =1,962x35,7 %x(1 − 35,7%)
0,102
n =1,962x0,357x(1 − 0,357)
0,102
n = 88
Untuk mengetahui syarat sampel deskriptif, terdapat panduan prediksi
yaitu:
NxP>5
88x0,357>5
31,416>5
Karena memenuhi syarat besar sampel deskriptif, maka peneliti boleh
memakai besar sampel sebesar 88 individu.
Keterangan:
N : Besar sampel
Zα : nilai distribusi normal baku pada tabel Z
P : Proporsi dari penelitian sebelumnya
26
Q : 1-P
D : Presisi (ditentukan oleh peneliti)
Zα yang dipilih yaitu 5 % karena penelitian kedokteran menggunakan 5%
dan 2 arah karena menyatakan ada perbedaan proporsi tanpa menyebutkan
secara spesifik yaitu sebesar 1,96. Proporsi penelitian sebelumnya dari
penelitian Fucharoen et al tentang prevalensi HbE di Thailand yaitu sebesar
35,7%.14
Presisi yang digunakan oleh peneliti yaitu 10% karena presisi
merupakan kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi
yang akan diperoleh dengan selisih kurang lebih 10% masih dapat diterima.
3.3.4 Teknik Pemilihan Sampel
Sampel yang dipilih berdasarkan Simple Random Sampling. Sampel
diambil secara acak pada SMAN Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
3.4 Alat dan Bahan Uji
Tabel 3. 1 Alat dan bahan pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah Alat Bahan Keterangan Spuit 3 cc Torniquet
Tabung EDTA
Handscoon
Alcohol swab
- -
Tabel 3. 2 Alat dan bahan pengukuran kadar hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin
Alat Bahan Keterangan Hemoglobinometer easy touch Strip hemoglobin
Whole blood 3 cc
27
Tabel 3. 3 Alat dan bahan isolasi genom DNA dari darah
Isolasi Genom DNA dari darah Alat Bahan Keterangan
Tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml steril
Whole Blood
RBC
RBC Lysis
Buffer
300 μL
900μL
Water bath AS ONE TRW-42TP, 60
oC
(untuk rehidrasi DNA yang cepat)
GD column
2 mL collection tube
Microcentrifuge Eppendorf 5417
Vortex DAAD
Pipet mikro Nichipet EX Nichiryo
ukuran 2-20 μLdan 20-200 μL
Pipet mikro BIORAD ukuran 100-
1000 μL
Tip mikro Biologix ukuran 10 μL, 200
μL, dan 1000 μL
Biomedical Freezer SANYO
Aluminium foil
R
Ethanol Absolut
W1 Buffer
Wash Buffer
Elution Buffer
200 μL
400 μL
600 μL
50 μL
Tabel 3. 4 Alat dan bahan pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA
Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA
Alat Bahan Keterangan
Spektrofotometer Denovix DS-
11
Aquadest
Elusi buffer
Micropipet
Tip
Genom DNA -
28
Tabel 3. 5 Alat dan bahan untuk PCR
PCR Alat Bahan Keterangan
Mesin PCR Applied
Biosystems 2720 Thermal
Cycler
Kappa Hifi HotStart
ReadyMix PCR kit
Primer reverse dan
froward
Nuclease Free
Water
Sample DNA
12,5μL
1 μL
6,5 μL
4 μL
Tabel 3. 6 Alat dan bahan elektroforesis genom DNA hasil PCR
Elektroforesis genom DNA Alat Bahan Keterangan Elektroforesis ATTO My Power
II 300 AE-8135
Microwave SHARP low
wattage Timbangan analitik
AdventureTM
Gel doc system
Printgraph ATTO AE-6905
CF CCD
camera controller
Tray elektroforesis
Comb elektroforesis
Ladder Geneaid 100 bp
Gelaskimia
Gelasukursibata
Agarose
Ethidium
bromide
Loading dye
Plastic wrap
EDTA (TAE) 1x
-
Tabel 3. 7 Alat dan bahan sequencing DNA
Sequencing DNA
Alat Bahan Keterangan
DNA sequencing ABI PRISM
3730xl Genetic Analyzer
develop by Applied
Biosystems, US
Plate sequencer
DNA yang sudah di
PCR
Primer reverse dan
forward
25 μL
29
3.5 Cara Kerja Penelitian
3.5.1 Pengumpulan Data
Sebelum mengambil darah dilakukan lembar informed concent pada
siswi. Pengambilan darah dilakukan oleh tim SEAMEO-FKUI pada bulan
November sampai Desember 2016. Cara pengambilan data dalam penelitian
ini yaitu data primer. Lalu menggunakan punksi vena untuk skrining HbE.
Untuk melakukan penelitian ini terdapat lembar informed consent
(lampiran 3) untuk kesediaan siswi SMA menjadi sampel. Dilakukan
pengambilan darah sebanyak 3 cc satu kali. Sampel darah diberi nomor dan
disimpan dalam cold room untuk dilakukan isolasi genom DNA, kemudian
dilakukan teknik PCR, elektroforesis, dan sequencing DNA, dan selanjutnya
dianalisis.
3.5.2 Isolasi DNA
Tabel 3. 8 Tahapan Isolasi genom DNA
Persiapan Sampel 1. Darah sebanyak 300 μl dimasukkan kedalam 1,5 ml
tabung mikrosentrifugasi
2. 900 μl RBC Lysis Buffer kemudian ditambahkan dan
dikocok.
3. Tabung diinkubasi 10 menit dalam suhu ruangan.
4. Tabung disentrifugasi selama 5 menit pada
kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, supernatant
dibuang.
5. 100 μl RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk
meresuspensi endapan leukosit, kocok, kemudian
diproses dengan cell lysis.
30
Langkah 1:Cell lysis 6. 200 μl GB Buffer ditambahkan ke dalam tabung.
7. Tabung diinkubasi pada suhu 60o
C selama 10
menit untuk memastikan sampel lisis.
8. Pada saat yang sama tabung lain berisi 50 μl Elution
Buffer untuk tiap satu sampel disiapkan, kemudian
diinkubasi pada suhu 60oC.
9. Setelah tabung sampel diinkubasi, tabung
didinginkan di suhu ruangan.
Langkah 2: DNA
binding
10. 200 μl ethanol absolute ditambahkan kedalam
tabung tadi, kemudian secara cepat dikocok selama
10 detik.
11. GD Column pada 2 mL Collection Tube disiapkan.
12. Campuran ethanol dipindahkan kedalam GD
Column.
13. Tabung disentrifugasi pada 14.000 RPM selama 5
menit.
14. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang.
15. GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml
Collection Tube.
Tabel 3. 8 Tahapan Isolasi genom DNA(lanjutan)
31
Langkah 3: Wash
16. 400 μl W1 Buffer ditambahkan kedalam GD
Column kemudian disentrifugasi pada 14.000 RPM
selama 1 menit.
17. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang.
18. GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml
Collection Tube.
19. 600 μl Wash Buffer ditambahkan kedalam GD
Column.
20. Tabung disentrifugasi pada 14.000 RPM selama 1
menit.
21. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang.
22. GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml
Collection Tube.
23. Tabung disentrifugasi pada 14000 RPM selama 1
menit.
Langkah 4: DNA
Elution
24. GD Column yang sudah kering dipindahkan
kedalam tabung mikrosentrifugasi yang steril.
25. 50 μl Elution Buffer yang sudah diinkubasi
ditambahkan kedalam matriks kolom, dibiarkan
selama 15 menit
26. Tabung disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g
selama 1 menit untuk mendapatkan hasil.
Tabel 3. 8 Tahapan Isolasi genom DNA(lanjutan)
32
3.5.3 Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA
DNA genom hasil isolasi dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan Denovix Spectrophotometer sehingga diketahui konsentrasi
dan kemurnian DNA.
1. Sebanyak 1 μl ddH2O dimasukkan ke dalam apparatus sebagai
blanko.
2. Apparatus dibersihkan dengan tisu.
3. Sebanyak 1 μl elusi buffer dimasukkan ke dalam apparatus sebagai
blanko.
4. Aparatus dibersihkan dengan tisu dan dapat dimulai pengukuran
DNA.
5. Sebanyak 1 μl DNA hasil isolasi dimasukkan ke dalam apparatus
kemudian dilakukan pengukuran.
6. Konsentrasi DNA dapat diketahui dari nanogram/μl dan kemurnian
DNA dapat diketahui dari nilai 260/280.
3.5.4 Amplifikasi Fragmen DNA dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction)
DNA genom hasil isolasi diamplifikasi dengan PCR menggunakan
primer spesifik forward dan reverse. Forward primer F 5’-
TAGCAATTTGTACTGATGGTATGG-3’ dan Reverse Primer R 5’-
TTTCCCAAGGTTTGAACTAGCTCTT-3’. PCR berlangsung selama 30
siklus dengan program PCR yang terdiri dari initial denaturasi 95oC selama 3
menit, denaturasi 98oC selama20 detik, annealing 60-75
oC selama 15 detik,
extension 72oC selama 15-60 detik, final extension 72
oC selama 15-60 sec/kb.
Konsentrasi dan suhu yang digunakan sudah merupakan hasil optimasi.
Produk PCR pada 306 bp.
33
Tabel 3. 9 Komposisi Mix PCR
Komponen dan konsentrasi bahan Volume akhir dalam larutan
Kappa Hifi HotStart ReadyMix PCR kit 12,5 μl
Primer forward (10 pmol) 1 μl
Primer reverse (10 pmol) 1 μl
DNA Template (100 ng/μl) 4 μl
ddH2o 6,5 μl
Total voume reaksi 25 Μl
3.5.5 Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis
Hasil isolasi dan amplifikasi DNA dianalisis menggunakan
elektroforesis. Tahap elektroforesis adalah sebagai berikut:
1. Pada elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5% dengan cara
mencampurkan 1,5 gram bubuk agarosa dengan 100 mL buffer
TAE 1x.
2. Larutan Ethidium bromide ditambahkan pada gel sebanyak 1 μl
untuk visualisasi DNA.
3. Sebanyak 3 μl DNA hasil PCR dicampurkan dengan 1 μl loading
dye dan dimasukkan ke dalam sumur.
4. Sebanyak 5 μl ladder 100 bp dicampur dengan 1 μl loading dye
sebagai marker dimasukkan ke dalam sumur.
5. Elektroforesis berlangsung selama 60 menit dengan beda potensial
90 V dalam buffer TAE. Setelah elektroforesis selesai, gel
ditempatkan pada UV transiluminator pada Gel Doc System.
3.5.6 Deteksi Polimorfisme alel HbE dengan Sequencing
Setelah mendapatkan hasil produk PCR, selanjutnya produk PCR diambil
sebanyak 25 μl dan dikirim ke first base laboratorium menggunakan applied
byosystem untuk dilakukan sequencing.
34
3.5.7 Analisis Hasil Sequencing DNA menggunakan Chromas software
Hasil sequencing dianalisis menggunakan Chromas software.
3.5.8 Alur Kerja Penelitian
Amplifikasi fragmen
DNA menggunakan
PCR
Deteksi HbE menggunakan
Sequencing
Pengambilan
sampel darah
Persentase frekuensi Hb E
pada populasi siswi SMAN
Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang
Analisis fragmen DNA
dengan elektroforesis
Analisis konsentrasi DNA
dengan spektrofotometri
Isolasi DNA
Responden
Penelitian
Interpretasi hasil sequencing
menggunakan Chromas
software
Pengukuran Hb
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Isolasi Genom DNA dari Whole Blood
Hasil isolasi genom DNA menggunakan spektrofotometri dapat dilihat
pada tabel (Lampiran 3)
N (μg ml-1
) = 70 A260 – 40 A280
A260 dan A280 merupakan daya serap DNA pada panjang gelombang 260 nm
dan 280 nm. Indikator yang lebih baik dari kemurnian sampel DNA adalah rasio
A260 : A234. DNA memiliki daya serap minimum pada 234 nm dan daya serap
protein tinggi pada 205 nm. Rasio A260 : A234 merupakan indikator yang sangat
sensitif untuk menentukan kontaminasi protein. Rasio antara 1,8-2,0 menunjukkan
asam nukleat yang murni. A260 dan A234 merupakan daya serap sampel DNA
pada panjang gelombang 260 nm dan 234 nm. Dengan menggunakan kedua
panjang gelombang tesebut, konsentrasi DNA dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.36
N(μg ml-1
) = 52,6 A260 – 5,24 A234
Identifikasi kontaminasi memiliki makna tertentu. Jika rasio 260/280
rendah, maka terdapat kontaminan yang diserap pada gelombang 280 nm. Hal
tersebut bias disebabkan oleh fenol atau reagen lain pada protocol dan
konsentrasi asam nukleat yang sangat rendah (>10 ng/uL). Meskipun kualitas
DNA merupakan hal yang penting, namun bergantung kembali pada teknik
apa yang digunakan.
Berdasarkan nilai konsentrasi, syarat konsentrasi DNA genom minimum
adalah 100 ng/μl.37
Pada penelitian ini semua sampel dapat dianalisis dengan
baik saat PCR walaupun terdapat nilai konsentrasi yang dibawah syarat
minimum.
Nilai kemurnian relatif sebaiknya berada di atas rentang 1,4-2.0 guna
proses amplifikasi yang optimal. Nilai di bawah rentang optimum
36
menandakan terjadinya kontaminasi dari sisa bahan kimia yang digunakan
pada proses isolasi DNA.38
Setelah mengetahui jumlah konsentrasi serta
kemurnian DNA dengan nano drop, dilanjutkan dengan tahap amplifikasi
dengan PCR serta elektroforesis.
Elektroforesis gel agarosa adalah cara paling efektif untuk memisahkan
fragmen DNA dengan berbagai ukuran mulai dari 100 bp hingga 25 kb.32
DNA yang dimasukkan ditambahkan dengan loading dye. Loading dye
membantu untuk melacak sejauh mana sampel DNA berada, dan juga
memungkinkan sampel meresap ke dalam gel. EtBr adalah reagen yang paling
umum digunakan untuk menandai DNA dalam gel agarosa.33
Marker adalah
segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi
untuk mengetahui ukuran DNA hasil amplifikasi. Marker DNA yang terdapat
dalam gel elektroforesis berfungsi sebagai penanda posisi molekul DNA yang
bermigrasi untuk menentukan perkiraan ukuran basa-basanya.34
Berikut
adalah hasil PCR pada gel elektroforesis.
Gambar 4. 1 Hasil PCR gen β globin pada gel elektroforesis (sumber:
dokumentasi pribadi)
36
1200 bp
37
Pada Gambar 4.1 didapatkan hasil gen HbE pada gel elektroforesis,
dimana terdapat gen target pada 1200 Bp. Pita yang berpendar tersebut
mengindikasikan berhasilnya PCR pada gen target. Berdasarkan hasil tersebut,
reaksi uji spesifisitas PCR dilakukan pada konsentrasi primer 1 µM karena
pita DNA yang dihasilkan spesifik, yaitu menghasilkan pita DNA tebal dan
tidak terbentuk smear. Pada Gambar 4.1 di atas terdapat gen target pada semua
sampel kecuali sampel nomor 96 pita yang dihasilkan lebih tipis dibandingkan
yang lain. Hal tersebut diduga bahwa sampel nomor 96 memiliki konsentrasi
DNA yang lebih sedikit.
4.1.2 Analisis Hasil Sequencing
Berdasarkan hasil sequencing, terdapat 7 individu yang memiliki genotype
HbE homozygot dan 78 individu yang tidak memiliki genotype HbE/wildtype.
7 individu ini adalah individu dengan nomor sampel 4613, 5414, 2203, 1104,
6804, 1120, dan 6814 (lampiran 2).
Berikut adalah contoh hasil sequencing sampel DNA. Semua sampel
dalam penelitian ini memiliki hasil sequencing DNA yang dapat
diinterpretasikan dengan baik pada software Chromas.
38
Terlihat pada Gambar 4.2 adalah hasil sequencing yang memiliki
genotypeβN/ β
N karena pada kodon 26 terdapat pola basa nukleotida yang
normal yaitu GAG (glutamat) dan tidak berubah menjadi AAG (lisin). Terlihat
pada highlight biru, Basa Guanin tidak mengalami perubahan menjadi adenin,
dan menunjukkan hanya terdapat satu puncak saja. Jadi dapat disimpulkan
bahwa sampel nomor 6827 tidak memiliki mutasi alel jenis HbE.
Berbeda pada gambar 4.3 adalah hasil sequencing yang menyebabkan
munculnya trait Hb E. Karena pada kodon 26 terdapat pola basa nukleotida
yang berubah yaitu GAG (glutamat) berubah menjadi AAG (lisin). Terlihat
pada highlight biru, Basa guanin mengalami perubahan menjadi adenin, dan
menunjukkan terdapat dua puncak. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel
nomor 1120 memiliki mutasi alel jenis HbE trait (βHbE
/ βN).
4.2 Pembahasan
4.2.1 β Thalassemia-HbE
Mutasi β Thalassemia melibatkan donor splice pada ujung 5’dari IVS-1
dengan 2 struktur abnormal Hemoglobin, yaitu HbE (β26 GluLys) and Hb
Gambar 4. 2 Hasil sequencing
sampel nomor 682717
Terdapat 1
puncak dan
basa
guanine
tidak
berubah
menjadi
adenine
Terdapat 2
puncak.
adanya
mutasi pada
basa
guanine
tersebut
menjadi
basa
adenine
munculnya
trait HbE
Gambar 4. 3 Hasil sequencing
sampel nomor 112017
39
Knossos (β 27 alaser) yang berkaitan dengan fenotip β Thalassemia karena
subtitusi basa menyebabkan penggantian asam amino juga menyebabkan
alternative splicing prekursor molekul β mRNA. Subtitusi basa yang bersifat
silent mutation. Untuk itu tidak dapat mensintesis struktur rantai β globin
secara normal. 22,
Kedua hemoglobin varian ini ini berkaitan dengan fenotip β Thalassemia
ringan. Namun jika HbE bersama dengan β Thalassemia maka gejalanya akan
parah seperti β Thalassemia homozigot. Defisit sintesis globin pada HbE
homozigot setara dengan β Thalassemia heterozigot. HbE tidak stabil dan
oksidatif. Semakin ia kelebihan rantai α pada double heterozigot akan
menghasilkan stress oksidatif dan denaturasi serta presipitasi sehingga akan
meningkatkan hemolisis.23
Uji hematologi pada β Thalassemia terkait HbE adalah mikrositik dan
hipokrom berkorelasi dengan menurunnya rasio sintesis rantai β/α globin dan
menurunnya retikulosit β globin mRNA. Rasio β/α mRNA diukur di RNA
sumsum tulang dari empat homozigot HbE dibandingkan dengan individu
normal. Rasio rata-rata β/α mRNA pada HbE adalah 1,59 di nukleus sumsum
tulang; 2,59 di sitoplasma sumsum tulang; dan 4,36 di retikulosit. Sedangkan
pada individu normal adalah 1,29; 1,84; dan 1,79. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa mRNA rantai βE pasti tidak stabil dan secara progresif
terdegradasi pada sitoplasma saat pematangan sel eritrosit. Pada sediaan
apusan darah menunjukkan kesamaan dengan β Thalassemia heterozigot serta
terdapat target sel pada HbE homozigot.24
Hb Elektroforesis menunjukkan bahwa HbE mempunyai persentase HbF
yang tinggi dan biasanya tidak terdapat Hb A. Sehingga tanda klinis dari HbE-
β Thalassemia adalah pembengkakan sumsum tulang, osteoporosis, kelebihan
besi, gagal jantung, hepatomegali, dan rentan terkena infeksi. Komplikasi
lebih lanjut dari HbE-β Thalassemia adalah kematian karena tromboemboli.
Tata laksana pasien dengan HbE-β Thalassemia tidak jauh beda dengan β
Thalassemia mayor. Tetapi tidak memungkinkan untuk transfusi reguler serta
terapi besi.25
40
4.2.2 HbE
HbE (Hb E) merupakan variasi dari struktur hemoglobin dengan
pembagian klasifikasi menjadi asimtomatik dan simptomatik.25
Berdasarkan
hasil penapisan, terdapat tujuh individu dari 85 individu yang memiliki mutasi
HbE. Tiga di antara 7 individu memiliki hemoglobin di bawah normal yaitu
sampel nomor 4613 , 2203, dan 1104 dengan hemoglobin 11,7; 11,8; dan 11,8.
Dan 4 di antara 7 individu memiliki kadar hemoglobin yang normal. Walaupun
kadar hemoglobin<12 g/dl, penurunannya hanya sedikit sehingga tidak terdapat
manifestasi klinis yang nyata. Hal tersebut karena individu dengan HbE trait
merupakan jenis HbE yang asimtomatik.
Sintesis HbE di retikulosit yang tidak seimbang saat pematangan
eritrosit karena terdapat splicing baru menyebabkan subtitusi basa kodon 26
sehingga prosses mRNA menjadi abnormal dan mengakibatkan menurunnya
kadar βE mRNA sehingga mempengaruhi ketidakseimbangan pula produksi
rantai βE. Ketidakseimbangan pematangan eritrosit itu menyebabkan
eritropoiesis pada HbE secara besar meningkat 10-15 kali dari normal karena
gejala anemia tersebut menstimulasi untu memproduksi eritropoietin.
Eritropoiesis secara menyeluruh terjadi pada hati, limpa, dan tulang sehingga
terjadi penumpukan eritropoiesis. Gumpalan eritropoiesis di spinal
menyebabkan kompresi spinal cord dan paraplegia.29
Eritropoiesis secara
masif juga menyebabkan kerapuhan dari tulang dan menurunkan bone density
sehingga dapat terjadi osteoporosis dan osteomalasia. Dapat pula
meningkatkan volume darah sehingga meningkatkan cardiac output dan
menyebabkan gagal jantung.25
4.2.3 Tata laksana HbE
Prinsip tata laksana HbE mirip dengan pasien β Thalassemia berat yaitu
transfusi dan chelating iron. Namun kelebihan besi dapat terakumulasi, bisa
41
karena transfusi darah dan absorbsi dari gastrointestinal. Kulit menjadi lebih
gelap dan desposisi besi di sumsum tulang, hati, limpa, jantung, pankreas, dan
lain-lain.30
dapat terjadi aritmia, fibrosis hati, asites. Harus dipantau pasien
dengan usia 30-40 tahun dengan pigmentasi kulit, nafsu makan yang buruk,
penurunan berat badan, peningkatan anemia, dan bahkan kematian. Hal ini
disebabkan oleh stress oksidatif dari overload besi yang kronik. Maka dari itu
karena komplikasi tetap dari terapi chelating iron maka harus direduksi
dengan level antioksidan seperti vitamin C, dan vitamin E,31
Manajemen standard terdiri dari transfusi darah hingga mencapai 10-12
g/dl. Namun, untuk fenotip thalassemia intermedia, indikasi transfusi harus
diperhatikan. splenektomi direkomendasikan jika terdapat splenomegali.
Hidroksiurea dapat meningkatkan kadar HbF pada HbE-β Thalassemia namun
harus ditinjau kembali. Ada pula alternatif terapi lain seperti transplantasi
sumsum tulang dan tali pusat.29
4.2.4 Pencegahan Prenatal& Neonatal
Diagnosis ini menggunakan sistem HPLC untuk mengetahui kelainan
HbE. Dapat didiagnosis saat prenatal melalui cordocentesis, dapat pula saat
neonatal melalui darah tali pusat. Pada bayi baru lahir jumlah HbA2 normal
lebih rendah daripada dewasa tidak dapat divisualisasikan dengan
elektroforesis. Namun tidak dapat membedakan HbE dan HbE-β Thalassemia,
perlu analisis DNA lebih lanjut untuk membedakan antara 2 HbE dan HbE-β
Thalassemia.
4.2.5 Perhitungan Frekuensi HbE
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah individu pembawa sifat HbE adalah
tujuh orang dari total responden 85 individu. Berikut adalah kalkulasi
frekuensi HbE
Frekuensi HbE : 7
85= 0,0823 x 100= 8,2%
Persentase HbE pada siswi kecamatan Singosari tersebut adalah 8,2%.
Selanjutnya frekuensi HbE yang didapatkan dipersentasikan melalui grafik 4.1
42
Grafik 4.1 Grafik Persentase HbE pada siswi SMAN Kecamatan
Singosari,Kabupaten Malang
4.2.6 Keterbatasan Penelitian
Sebanyak 94 sampel yang dilakukan sequencing. Namun, terdapat 3
sampel yang double yaitu nomor 4514, 3420, dan 4621 serta 6 yang tidak
teridentifikasi hasil Hemoglobin. Jadi sampel yang dapat dibahas adalah
sebanyak 85 sampel dari jumlah perhitungan sampel yaitu 88 sampel.
Kekurangan dari penelitian ini adalah diperlukan optimasi konsentrasi dan
jumlah primer sehingga dilakukan berkali-kali untuk dapat menghasilkan pita
yang jelas dielektroforesis, perlu ketelitian untuk memasukkan hasil
elektroforesis ke plate sequencing sehingga tidak terdapat double sampel, dan
pengerjaan harus hati-hati agar DNA tidak terkontaminasi oleh kontaminan di
sekitar penelitian. Untuk pembacaan hasil sequencing di software Chromas,
terdapat 85 sampel berhasil dibaca dan diolah.
8,2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
HbE
Grafik Persentase HbE pada siswi SMAN kecamatan
Singosari Kabupaten Malang
Persentase
43
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Siswi SMA kelas 10 dan 11 usia 16-19 tahun di SMAN Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang yang mempunyai hemoglobin E
berdasarkan penapisan hasil analisis sequencing DNA adalah 7 orang
dari 85 individu dengan persentase 8,2%.
5.2 Saran
Saran penelitian ini adalah:
1. Skrining terhadap kelainan darah seperti thalassemia dan kelainan
hemoglobin perlu dilakukan sejak dini (pra marital) sehingga prevalensi
thalassemia dan hemoglobin E dapat ditentukan dengan tepat. Hal
tersebut dapat mencegah bertambahnya individu dengan thalassemia
mayor.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan pemetaan β thalassemia
serta HbE di Indonesia untuk mengetahui prevalensi secara detail per
kota/kabupaten.
3. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan jumlah sampel yang besar
supaya hasilnya dapat bermakna.
4. Untuk siswi SMAN kecamatan Singosari Kabupaten Malang dapat
melakukan pencegahan secara dini dengan konsultasi genetik pra marital.
44
44
BAB VI
PERNYATAAN PENELITIAN
Penulis mengucapkan terima kasih kepada SEAMEO-RECFON
FKUI, dr. Umi Fahrida; DIKTIS DEPAG RI; DitJen Anggaran Kemenkeu;
SMAN kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Chris Adhiyanto M. Biomed
Ph.D, dr. Yanti Susianti Sp.A (K), Dr Fase Badriah, S.KM., M.Kes., PhD ; bu
Nurlaeli Mida Ph.D, Dr Zeti H, FKIK UIN-Laboratorium Biomolekuler, dan
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang yang telah memberikan
bantuan dalam ide, pendanaan dan sampel DNA. Penelitian ini merupakan
bagian dari penelitian pemetaan β globin di Indonesia yang diketuai oleh Dr.
Umi Fahmida dari SEAMEO-RECFON bekerjasama dengan FKIK UIN dan
Poltekes Malang.
45
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
2. De Benoist B et al., eds. Worldwide prevalence of anaemia 1993-
2005. WHO Global Database on Anaemia Geneva. World Health
Organization. 2008.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar. Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2013.
4. Bernadette Modell, Matthew Darlison. Global epidemiology of
haemoglobin disorders and derived service indicators. WHO Bulletin of
the World Health Organization. 2008 Jun;86(6):480–7.
5. Braunstein Evan M. Homozygous Hb E disease (a hemoglobinopathy)
causes a mild hemolytic anemia, usually without splenomegaly.
http://www.merckmanuals.com/professional/hematology-and-
oncology/anemias-caused-by-hemolysis/hemoglobin-e-disease. diakses
2017-03-17
6. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.
Kementerian kesehatan RI pusat data dan informasi.
7. APHLC, CDC. hemoglobinopathies current practices for screening
confirmation and follow-up. US: Association of Public Health
laboratories; 2015.
8. Sherwood, L. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta;EGC.
2013
9. Silbernagl, S., Lang, F. Color Atlas of Pathophysiology. New York :
Thieme Stuttgart. 2014
10. A.V. Hoffbrand, Kapita Selekta Hematologi edisi 6. Jakarta: EGC; 2015.
11. Dahlan, Sopiyudin. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika; 2015
12. Nancy F. Olivieri, Zahra Pakbaz & Elliott Vichinsky+. Hb E/beta-
thalassaemia: a common & clinically diverse disorder. Indian J Med Res.
2011;134:522–31.
46
13. Bachir, Dora et al. Hemoglobin E disease.France: Orphanet Encyclopedia;
2004.
14. Fucharoen, Goonnapa et al. A simplified screening strategy for
Thalassemia and Hemoglobin E in rural communities in south-east Asia.
Bulletin of World Health Organization 2004;82:364-72.
15. Viljoen, Gerit J et al. Molecular diagnosis PCR Handbook. Netherlands:
Springer; 2005.
16. Aggarwal, S et al. HbE variants – Retrospective analysis in a tertiary care
centre. JIACM 2011;12 (4):263-5.
17. Applied Biosystem. BigDye® Terminator v3.1 Cycle Sequencing Kit
Protocol. US: Applied Biosystem; 2002.
18. Chatterjee, Tathagata et al. A Rare Case of Hemoglobin E
Hemoglobinopathy with Gaucher’s Disease.
www.ncbi.nlm.nih.gov/PMC/articles/PMC3636348.
19. Moiz, Bushra et al. Hemoglobin E syndromes in Pakistani population.
www.ncbi.nlm.nih.gov/PMC/articles/PMC3329421.
20. Munshi, Anjana. Dna Sequencing Methods and Application. Croatia:
inTech; 2012.
21. Goldsmith, M, E., Humphries, R. K., Ley, T., Cline A., et al. “Silent”
nucleotide subtitution in a β+ thalassemia globin gene activates splice site
in coding sequence RNA. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 1983;88:2318.
22. Orkin, S. H., Kazazian, H. H., Jr., Antonarakis, S.E., et al. Abnormal RNA
processing due to the exon mutation of βE globin gene. Nature 1982;
300:768.
23. Bunn, H. Franklin., Forget, Bernard G. Hemoglobin: Molecular, Genetic
and clinical Aspects. W. B Saunders company; 1986.
24. Traeger, J., Winichagoon, P., and Wood., et al. Instability of βE
messenger
RNA during erythroid cell maturation in hemoglobin E homozygotes. J
Clin Invest. 1982; 69:1050.
25. Martin H. Steinberg, Bernard G. Forget, Douglas R. Higgs, and Ronald L.
Nagel, editors. Disorders of Hemoglobin: Genetics, patophysiology, and
clinical management. Cambridge University Press; 2001.
47
26. Keller, P., and Kohne, E: Hypochromic der erythrozyten Hamoglobins
among normal Chinese residents of Taiwan. Isr. J. Med Sci 1965; I:759.
27. Fairbanks, V. F., Gilchrist, G.S., Brimhall, B., et al: Hemoglobin E trait
reexamined: A cause of microcytosis and erythrocytosis, Blood 1979; 53:
109.
28. Ho, PJ, Hall, GW, Luo, et al. 1998. Beta-thalassemia intermedia: is it
possible concistency to predict phenotype from genotype? Br. J. Haematol
100: 70-8.
29. Fucharoen, S and winichagoon, p. Haemoglobinopathies in southeast asia:
Molecular Biology and clinical medicine. Hemoglobin 1997; 21: 299-319.
30. Sonakul, D, Pacharee, P, and Thakerngpol, K. Pathologic findings in 76
autopsy cases of thalassemia. Birth defects 1988; 23 (5b): 157-176.
31. Vatavicharn, S, Yenchitsomanus, P, and Shiddikol, C. Vitamin E in β
thalassaemia dan α thalassaemia(HbH disease). Acta haematol. 1985;
73:183.
32. Sambrook J, Russell DW. Molecular cloning. 3rd. 2001.
33. Lee, Pei Yun., Costumbrado, John., Kim, Yong Hoon. Agarose Gel
electrophoresis for the separation of DNA fragments.
34. Martin, R. Gel electrophoresis: nucleid acids. Oxford: Bios scientific
Publisher. 1996.
35. Innis, M.A. and D.H. Gelfand. PCR protocols : A Guide to Methods and
Appplications: Optimizations of PCRs. Academic Press, Inc., San Diego,
California. 1990; pp : 3-12.
36. Surzycki, S. Basis Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag,
Berlin, Heidelberg, New York; 2000.
37. Ghatak, Souvik., Muthukumaran, Rajendra Bose., Nachimutu, Senthil
Kumar. A simple Method of Genomic DNA Extraction from Human
samples for PCR-RFLP Analysis. J Biomol Tech 2013; (24): 224-231.
38. Boesenber-Smith, Kelly A., Pessarakl, Mohammad M., Wolk, Donna M.
Assessment of DNA Yield and Purity: an Overlooked Detail of PCR
Troubleshooting. Clinical Microbiology Newsletter 2012; (34): 1-6.
39. Zuhriana K Yusuf. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek. 2010;5(6).
48
No.
Sequence
No.
isolasi
No.
sampel
Konsentrasi
DNA (ng/μl)
Kemurnian
DNA A
260/ A 280
Kemurnian
Relatif A
260/A 230
A 260
A1 148 3420 55,569 1,99 3,8 1,1114
B1 1 6804 82,315 1,86 1,83 1,6463
C1 2 4543 25,941 1,79 1,3 0,5188
D1 3 5725 63,204 1,87 1,68 1,2641
E1 4 6806 45,488 1,8 1,23 0,9098
F1 5 6827 93,93 1,82 1,98 1,8786
G1 15 6814 36,013 1,83 1,42 0,7203
H1 70 5705 215,495 1,8 1,5 4,3099
A2 73 5733 311,953 1,74 1,01 6,2391
B2 68 4606 39,512 1,61 1,14 0,7902
C2 96 6824 12,303 1,24 5,94 0,2461
E2 108 6819 29,651 1,94 1,05 0,593
F2 164 2203 49,213 1,89 1,61 0,9843
G2 195 1110 33,678 1,83 1,91 0,6736
A3 242 2225 43,035 1,46 0,53 0,8607
B3 255 1128 38,5 1,33 0,41 0,77
C3 256 3332 47,344 1,65 1,47 0,9469
D3 259 1129 1574,366 1,9 2,16 31,487
E3 156 2204 22,663 1,95 0,81 0,4533
F3 260 1104 48,235 1,72 2,28 0,9647
G3 253 1136 13,913 1,4 0,34 0,2783
H3 214 3431 105,947 1,77 1,99 2,1189
A4 250 2223 98,736 0,96 0,78 1,9747
B4 258 1105 86,17 1,83 1,27 1,7234
C4 231 3408 60,603 1,61 1,33 1,2121
D4 64 4621 158,647 1,75 1,63 3,1729
E4 31 6801 9,601 2,08 3,71 0,192
F4 54 4631 24,587 1,32 2,66 0,4917
G4 92 4607 106,23 1,84 2,1 2,1246
H4 185 4535 108,759 1,82 1,99 2,1752
A5 212 2212 33,279 1,69 1,4 0,6656
B5 213 4503 374,29 1,76 2,14 7,4858
C5 172 4513 17,707 1,82 10,1 0,3541
D5 177 4633 59,199 1,7 1,57 1,184
E5 228 1121 17,984 1,69 0,75 0,3597
F5 233 4514 94,605 1,6 0,99 1,8921
G5 254 1124 66,6 1,86 1,53 1,332
H5 257 3302 29,059 1,55 0,64 0,5812
A6 261 4613 16,013 1,84 1,09 0,3203
B6 39 6823 23,21 1,9 3,95 0,4642
Lampiran 1 Tabel Konsentrasi, Kemurnian, dan Kemurnian relatif DNA
49
No.
Sequence
No.
isolasi
No.
sampel
Konsentrasi
DNA (ng/μl)
Kemurnian
DNA A
260/ A 280
Kemurnian
Relatif A
260/A 230
A 260
C6 47 5716 10,998 1,88 0,95 0,22
D6 74 5711 21,789 1,69 1,45 0,4358
E6 76 5701 73,322 1,54 0,64 1,4664
F6 77 6839 80,182 1,86 1,56 1,6036
H6 200 2208 58,05 1,82 1,45 1,161
A7 36 6833 57,836 1,72 1,14 1,1567
B7 57 6821 96,36 1,78 1,79 1,9272
C7 34 6805 16,845 1,71 1 0,3369
E7 24 4617 31,165 1,78 1,68 0,6233
F7 63 5734 55,17 1,36 0,37 1,1034
H7 226 3427 30,428 1,98 0,61 0,6086
A8 66 5724 1083,297 1,85 2,22 21,6659
E8 232 4509 49,031 1,35 0,31 0,9806
F8 46 4629 27,761 1,84 4,23 0,5552
G8 227 4525 29,433 1,71 1,47 0,5887
H8 298 3327 17,815 1,46 0,56 0,3563
A9 297 3334 17,377 0,3475 1,8 0,66
B9 296 1102 34,122 1,78 2,37 0,6824
C9 295 3320 65,121 1,81 1,69 1,3024
E9 293 3307 37,275 1,79 1,66 0,7455
F9 292 3314 64,249 1,73 1,78 1,285
G9 291 1131 34,691 1,82 1,64 0,6938
H9 290 1113 45,184 1,75 1,86 0,9037
A10 289 4625 68,764 1,8 1,94 1,3753
B10 286 3346 31,353 1,87 1,3 0,6271
C10 285 3335 32,551 1,93 1,9 0,651
D10 284 4642 46,672 1,78 1,48 0,9334
E10 283 1120 18,718 1,78 1,13 0,3744
F10 282 3329 34,776 1,77 1,5 0,6955
G10 281 3312 139,297 1,77 1,98 2,7859
H10 280 3322 40,195 1,8 1,29 0,8039
A11 279 1138 47,638 1,76 2,07 0,9528
B11 272 3305 31,172 1,32 0,66 0,6234
C11 244 2211 48,422 1,67 1,04 0,9684
D11 243 2218 40,624 1,81 1,66 0,8125
E11 241 2226 98,343 1,82 1,81 1,9669
F11 287 3326 44,177 1,82 1,79 0,8835
G11 288 3310 16,011 1,42 0,3 0,3202
H11 140 4523 148,924 1,89 2,57 2,9785
A12 149 4502 121,12 1,88 2,34 2,4224
Lampiran 1 Tabel Konsentrasi, Kemurnian, dan Kemurnian relatif DNA (lanjutan)
50
No.
Sequence
No.
isolasi
No.
sampel
Konsentrasi
DNA (ng/μl)
Kemurnian
DNA A
260/ A 280
Kemurnian
Relatif A
260/A 230
A 260
B12 152 2207 90,914 1,88 2,59 1,8183
C12 154 3416 54,354 1,88 2,62 1,0871
E12 144 5414 56,441 2,01 3,24 1,1288
F12 135 2231 82,896 1,9 2,82 1,6579
G12 128 4508 135,709 1,89 2,66 2,7142
Lampiran 1 Tabel Konsentrasi, Kemurnian, dan Kemurnian relatif DNA (lanjutan)
51
No seq
No
isolasi
No
Sampel Anemia genotip fenotip
A1 148 3420 Tidak βN/ β
N wildtype
B1 1 6804 Tidak βHbE
/ βN HbE trait
C1 2 4543 Tidak βN/ β
N wildtype
D1 3 5725 Tidak βN/ β
N wildtype
E1 4 6806 Tidak βN/ β
N wildtype
F1 5 6827 Tidak βN/ β
N wildtype
G1 15 6814 Tidak βHbE
/ βN HbE trait
H1 70 5705 Tidak βN/ β
N wildtype
A2 73 5733 Tidak βN/ β
N wildtype
B2 68 4606 Anemia βN/ β
N wildtype
C2 96 6824 Tidak βN/ β
N wildtype
E2 108 6819 Anemia βN/ β
N wildtype
F2 164 2203 Anemia βHbE
/ βN HbE trait
G2 195 1110 Anemia βN/ β
N Wildtype
A3 242 2225 Anemia βN/ β
N Wildtype
B3 255 1128 Anemia βN/ β
N Wildtype
C3 256 3332 Anemia βN/ β
N Wildtype
D3 259 1129 Anemia βN/ β
N wildtype
E3 156 2204 Tidak βN/ β
N wildtype
F3 260 1104 Anemia βHbE
/ βN HbE trait
G3 253 1136 Anemia βN/ β
N wildtype
H3 214 3431 Anemia βN/ β
N wildtype
A4 250 2223 Tidak βN/ β
N wildtype
B4 258 1105 Anemia βN/ β
N wildtype
C4 231 3408 Anemia βN/ β
N wildtype
D4 64 4621 Anemia βN/ β
N wildtype
E4 31 6801 Anemia βN/ β
N wildtype
F4 54 4631 Anemia βN/ β
N wildtype
G4 92 4607 Anemia βN/ β
N wildtype
H4 185 4535 Anemia βN/ β
N wildtype
A5 212 2212 Anemia βN/ β
N wildtype
B5 213 4503 Anemia βN/ β
N wildtype
C5 172 4513 Anemia βN/ β
N wildtype
D5 177 4633 Anemia βN/ β
N wildtype
E5 228 1121 Anemia βN/ β
N wildtype
F5 233 4514 Anemia βN/ β
N wildtype
Lampiran 2. Tabel hasil Penggolongan genotip dan fenotip HbE
52
No Seq
No
isolasi
No
sampel Anemia Genotip Fenotip
G5 254 1124 Anemia βN/ β
N wildtype
H5 257 3302 Anemia βN/ β
N wildtype
A6 261 4613 Anemia βHbE
/ βN HbE trait
B6 39 6823 Tidak βN/ β
N wildtype
C6 47 5716 Tidak βN/ β
N wildtype
D6 74 5711 Tidak βN/ β
N wildtype
E6 76 5701 Tidak βN/ β
N wildtype
F6 77 6839 Tidak βN/ β
N wildtype
H6 200 2208 Tidak βN/ β
N wildtype
A7 36 6833 Tidak βN/ β
N wildtype
B7 57 6821 Tidak βN/ β
N wildtype
C7 34 6805 Anemia βN/ β
N wildtype
E7 24 4617 Tidak βN/ β
N wildtype
F7 63 5734 Tidak βN/ β
N wildtype
H7 226 3427 Tidak βN/ β
N wildtype
A8 66 5724 Tidak βN/ β
N wildtype
E8 232 4509 Tidak βN/ β
N wildtype
F8 46 4629 Tidak βN/ β
N wildtype
G8 227 4525 Tidak βN/ β
N wildtype
H8 298 3327 Tidak βN/ β
N wildtype
A9 297 3334 Tidak βN/ β
N wildtype
B9 296 1102 Tidak βN/ β
N wildtype
C9 295 3320 Tidak βN/ β
N wildtype
E9 293 3307 Tidak βN/ β
N wildtype
F9 292 2314 Tidak βN/ β
N wildtype
G9 291 1131 Tidak βN/ β
N wildtype
H9 290 1113 Tidak βN/ β
N wildtype
A10 289 4625 Tidak βN/ β
N wildtype
B10 286 3346 Tidak βN/ β
N wildtype
C10 285 3335 Tidak βN/ β
N wildtype
D10 284 4642 Tidak βN/ β
N wildtype
E10 283 1120 Tidak βHbE
/ βN HbE trait
F10 282 3329 Tidak βN/ β
N wildtype
G10 281 3312 Tidak βN/ β
N wildtype
H10 280 3322 Tidak βN/ β
N wildtype
A11 279 1138 Tidak βN/ β
N wildtype
B11 272 3305 Tidak βN/ β
N wildtype
C11 244 2211 Tidak βN/ β
N wildtype
D11 243 2218 Tidak βN/ β
N wildtype
E11 241 2226 Tidak βN/ β
N wildtype
F11 287 3326 Tidak βN/ β
N wildtype
Lampiran 2. Tabel hasil Penggolongan genotip dan fenotip alel HbE
(lanjutan)
53
No seq
No
isolasi
No
sampel Anemia Genotip Fenotip
G11 288 3310 Tidak βN/ β
N wildtype
H11 140 4523 Tidak βN/ β
N wildtype
A12 149 4502 Tidak βN/ β
N wildtype
B12 152 2207 Tidak βN/ β
N wildtype
C12 154 3416 Tidak βN/ β
N wildtype
E12 144 5414 Tidak βHbE
/ βN HbE trait
F12 135 2231 Tidak βN/ β
N wildtype
G12 128 4508 Tidak βN/ β
N wildtype
Lampiran 2. Tabel hasil Penggolongan genotip dan fenotip alel HbE
(lanjutan)
54
Lampiran 3. Gel documentation hasil elektroforesis agarose dari isolasi genom
dan amplifikasi gen target
Hasil Elektroforesis 1 Hasil Elektroforesis 2
Hasil Elektroforesis 3 Hasil Elektroforesis 4
55
Lampiran 3 Gel documentation hasil Elektroforesis agarose dari isolasi genom
dan amplifikasi gen target (lanjutan)
Hasil Elektroforesis 5 Hasil Elektroforesis 6
Hasil Elektroforesis 7 Hasil Elektroforesis 8
56
Lampiran 3 Gel documentation hasil Elektroforesis agarose dari isolasi genom
dan amplifikasi gen target (lanjutan)
Hasil Elektroforesis 9 Hasil Elektroforesis 10
Hasil Elektroforesis 11
57
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian
Centrifuge Elution Buffer
Micro centrifuge
Wash Buffer
58
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)
GB Buffer Micro pipet
DNA tube
Loading dye
59
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)
Etanol Absolut Kappa Ladder 100 bp
Spektrofotometer Denovix DS-11
Primer
60
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian (lanjutan)
Elektroforesis ATTO MY power II 300 AE
8135
TAE Buffer
Timbangan analitik
Agarose LE Analytical grade
Promega
61
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian (lanjutan)
PCR Applied Biosystem 27,0 Thermal
cycler
Ethidium Bromide
Gel Doc system dan printgraph ATTO
AE 6905 CF CCD Camera controller
Mikrotips Biologix ukuran 1000 μl,
100 μl, dan 10 μ
62
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian (lanjutan)
Plate sequencing
Reagen KAPPA hifi HotStart RM
Freezer
Inkubator
63
Lampiran 5 Hasil
sequencing HBE + pada sampel nomor 4613
64
Lampiran 6. Lembar persetujuan responden
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Skrining Hemoglobin E Pada Siswi SMA Negeri Kecamatan
Singosari di kabupaten Malang, Jawa Timur
Saat ini saya Ajeng Ristia Sari Putri mahasiswa PSKPD UIN Jakarta
angkatan 2014 sedang melakukan penelitian dengan judul Skrining
Hemoglobin E Pada Siswi SMA Negeri Kecamatan Singosari di
kabupaten Malang, Jawa Timur.
Pada penelitian ini saya akan dilakukan pengambilan darah partisipan
sebanyak satu kali yaitu 3 cc. Darah tersebut akan dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan skrining. Pengambilan darah dilakukan oleh analis yang
sudah berpengalaman. Untuk itu, dengan hormat saya memohon kesediaan
Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila siswi yang mengalami
kriteria:
1. Berusia antara 16-19 tahun
2. Berdomisili di kabupaten Malang
3. Berkenan berpartisipasi dalam screening dengan tidak terpaksa
4. Tidak dalam kondisi hamil, haid, dan puasa
5. Sedang dalam kondisi sehat
Mengundang siswi turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah
membaca penjelasan diatas, bahwa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama:
Umur: ______
Alamat:
65
Dengan sukarela diikut sertakan dalam penelitian ini. Segala hal
yang menyangkut kerahasiaan tentang partisipan akan terjaga dengan baik
oleh peneliti.
Jakarta, November 2016
Mengetahui,
( )
(Ajeng Ristia Sari Putri)
66
Lampiran 7. Surat Persetujuan Etik
67
Lampiran 8. HBB sequence
0 M * * H * YM Y * M **R**** RKS*N*Y*** 12
NCATTTGNTNCTGACACAANTNTGTNNACNAGNAANCTNNNNNNNACACCNNNNNNNNNN 59
..................................................ATGGTGCATC 10 ..................................................-M--V--H-- 3
0 H*MM**Y*V**VRD********MDW* KM *K***RSR**R**K*RRNDW*R**NWWD 29 NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNACTNNCNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN 93
11 TGACTCCTGAGGAGAAGTCTGCCGTTACTGCCCTGTGGGGCAAGGTGAACGTGGATGAAG 70
4 L--T--P--E--E--K--S--A--V--T--A--L--W--G--K--V--N--V--D--E-- 23
0 K*S**SR****NN*****RYRR****SNRR*RKH*YWHS* *VDMH*Y*S K**N**K** 30
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNTNNNNNNNNNANNNNNNNNN
71 TTGGTGGTGAGGCCCTGGGCAGGCTGCTGGTGGTCTACCCTTGGACCCAGAGGTTCTTTG 130
24 V--G--G--E--A--L--G--R--L--L--V--V--Y--P--W--T--Q--R--F--F-- 43
0 **YS**Y****K******S*WVY*VYSN**********BRYRV**M**MNSY*WWBSHYY 29
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
131 AGTCCTTTGGGGATCTGTCCACTCCTGATGCTGTTATGGGCAACCCTAAGGTGAAGGCTC 190 44 E--S--F--G--D--L--S--T--P--D--A--V--M--G--N--P--K--V--K--A-- 63
0 RY***MWBRM*RN*YHYR**SN*YY*****D*SR**Y*S******K*NRYWRNSKVMNB* 35 NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
191 ATGGCAAGAAAGTGCTCGGTGCCTTTAGTGATGGCCTGGCTCACCTGGACAACCTCAAGG 250 64 H--G--K--K--V--L--G--A--F--S--D--G--L--A--H--L--D--N--L--K-- 83
0 **RY**Y**H MH*S***VWDRBY**MMVYRK*******Y HMN** RWDMBYSMNM**D 34 NNNNNNNNNNCNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGNNNNNGNNNNNNNNNNNNN
251 GCACCTTTGCCACACTGAGTGAGCTGCACTGTGACAAGCTGCACGTGGATCCTGAGAACT 310
84 G--T--F--A--T--L--S--E--L--H--C--D--K--L--H--V--D--P--E--N-- 103
0 SD******W*****RN****Y*KY*YRD*W MY**H ***SV**K*SK RW*** NYN* 25
166 TNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGNNNNNCNNNNNNNNNNNCNNNNNANNNN 225 311 TCAGGCTCCTGGGCAACGTGCTGGTCTGTGTGCTGGCCCATCACTTTGGCAAAGAATTCA 370
104 F--R--L--L--G--N--V--L--V--C--V--L--A--H--H--F--G--K--E--F-- 123
0 YYYM*******NM*SM*S**K****SNMHVYS*Y*SM*KRKR*RSY*DMHRH *K*RM*Y 36
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNCNNNNNNN
371 CCCCACCAGTGCAGGCTGCCTATCAGAAAGTGGTGGCTGGTGTGGCTAATGCCCTGGCCC 430 124 T--P--P--V--Q--A--A--Y--Q--K--V--V--A--G--V--A--N--A--L--A-- 143
0 *NW*N**WY****** YRS Y Y Y S R * R S 15 NNNNNNNNNNNNNNNCTNNNTTNCNTGNTGTCCAATTTNTNTTAANGNTTNCTTTGTTCC 278
431 ACAAGTATCACTAA.............................................. 444
144 H--K--Y--H--*-.............................................. 147
0 *Y R M R RR R R R****YS****** 11
NNANGTNCANCTACTAAACTGGGNNATNTTATGANGGGCCTTGANNNNNNNNNNNNNGCC 336
............................................................
............................................................
0 **H**R* M * * 3
337 TNNNNNNNANCATTTATTTTCANTGNAA 364
............................ ............................
68
CURICULUM VITAE
Nama : Ajeng Ristia Sari Putri
Panggilan : Ajeng
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Januari 1995
Usia : 22 tahun
Golongan Darah : B
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Enjong no. 61 RT 012/001 Kalisari, Pasar
Rebo, Jakarta Timur
Mobile : 08990308595
Email : [email protected]
Pendidikan
a. TK : TK Islam Toledo (1999-2000) dan TK Islam Al-
Azhar 20 Cibubur (2000-2001)
b. SD : SD Islam Al-Azhar 2 Pasar Minggu (2001-2007)
c. SMP : SMP Islam Al-Azhar 2 Pejaten (2007-2010)
d. SMA : SMA Islam Lazuardi High School(2010-2013)
e. Universitas :
69
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya
(2013-2014)
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Pengalaman Organisasi :
1. Humas Lazuardi Festival 2012
2. Fundraising and Merchandise Team CIMSA Nasional 2015/2016
3. Grant and Sponsorship Team CIMSA Nasional 2015/2016
4. Koordinator Acara October Meeting CIMSA 2016 di Sawangan, Depok
5. Vice Local Coordinator for Internal Affairs CIMSA UIN 2016-2017
Penghargaan :
1. Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Provinsi di SMA Fajar Hidayah
tahun 2011
2. Juara 2 lomba tari Saman di Prasetya Mulya tahun 2010
3. 10 Besar PKM Fakultas Teknik Universitas Brawijaya tahun 2013
4. Best SCORPION Periode 3 CIMSA UIN 2016
Karya Tulis :
1. Konsentrasi Optimasi Larutan Tepung Besi sebagai inhibitor korosi pada
Paku Besi 2011
2. SIMENTZ (Siwak Permen Mint) Inovasi Permen Sehat Sebagai
Pembersih Mulut Dan Gigi Yang Praktis 2013
3. Patch!” (Nilam Spray anti nyamuk): Inovasi spray anti nyamuk Sehat dari
minyak daun nilam (patchouli oil) 2013
4. Kearifan Lokal Suku TOLAKI Dalam Budaya Monda’u untuk
Membangun Karakter Mahasiswa Universitas Brawijaya 2013