View
47
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
E. Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada latihan
fisik, gaya hidup, dan pola makan. Latihan fisik memberikan dampak positif pada
sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Pengaturan pola makan sebaiknya
tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan tahanan dan
peregangan. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia dan frailty syndrome
juga penting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada penatalaksanaan
sarkopenia.1
1. Latihan dan aktivitas fisik
Latihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik
dan latihan tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak
secara ritmis dalam waktu yang cukup lama sedangkan pada latihan tahanan
adalah menitikberatkan pada daya tahan dalam melawan beban seperti pada
olahraga angkat berat.2 Latihan tahanan merupakan pilihan yang dapat
digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan sarkopenia. Program 2
minggu latihan tahanan dengan 60-90 % kekuatan maksimum pada otot
kuadrisep terbukti meningkatkan kecepatan sintestis protein sampai 100%.3
Latihan tahanan pada usia lanjut adalah meningkatnya kadar hormon
yang akan meningkatkan IGF-1 plasma. IGF-1 plasma mempunyai efek
anabolik yaitu merangsang sintestis protein dan selanjutnya menimbulkan
hipertrofi otot. 4 Latihan tahanan merupakan stimulus hipertrofi otot yang jauh
lebih kuat dibandingkan latihan aerobik (endurance). Kekuatan otot dan
massa otot atlet angkat berat yang berusia lanjut lebih baik dibandingkan
perenang.5
Latihan kekuatan otot pada lanjut usia perlu diawasi secara ketat.
Pengawasan yang dilakukan menyangkut intensitas, lama, dan frekuensi
latihan. Intensitas beban dimulai dari yang paling ringan misalnya 1 kg
kemudian sedikit demi sedikit ditingkatkan. Lakukan 2-3 set dari setiap
macam latihan, seminggu berlatih 2-3 kali dengan paling sedikit satu hari
istirahat. Sebelum melakukan latihan penderita kiranya menjalani
pemeriksaan medis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
mengetahui penyakit yang merupakan kontraindikasi dalam melakukan
latihan beban. Berdasarkan American College of Sports Medicine, penderita
dalam melaksanakan latihan harus sesuai dengan petunjuk tenaga medis, jika
terdapat kondisi yang tidak stabil, seperti: diabetes yang tidak terkontrol,
hiperetensi, hernia, katarak, dan perdarahan retina. Sedangkan latihan beban
harus dihindari oleh pasien dengan irama jantung tidak teratur, gangguan
kognitif berat dan demensia. 6
2. Nutrisi
Sebagian besar kaum lanjut usia tidak memenuhi asupan protein yang
dianjurkan sehngga terjadi pengurangan massa otot dan gangguan fungsional.
Rekomendasi terbaru asupan protein yaitu 0,8 g/kg/hari, di mana hampir 40 %
pada orang lanjut usia (>70 tahun) tidak memenuhinya. Meskipun begitu,
pada pasien lanjut usia dengan gangguan keseimbangan nitrogen, angka
kecukupan gizi untuk protein yang dibutuhkan dapat menjadi lebih tinggi
untuk mempertahankan kekuatan ototnya. 7
3. Terapi Hormonal
Proses penuaan akan diikuti dengan penurunan level hormon-hormon
esensial pada tubuh terutama hormone pertumbuhan (growth hormone) dan
testosteron. Kekurangan atau minimalnya hormon testosteron berpengaruh
pada berkurangnya massa dan kekuatan otot serta penurunan densitas tulang.
Pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan risiko keterbatasan
fungsional, disabilitas, fraktur dan risiko jatuh. Menopause juga berhubungan
dengan penurunan densitas tulang dan penurunan kekuatan otot. 8
Growth hormone menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan
dan ini dibutuhkan untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa.
Meskipun seseorang memiliki pola makan dan latihan yang baik tanpa adanya
kadar hormon pertumbuhan yang adekuat sulit untuk mempertahankan
kekuatan otot. Pada orang lanjut usia terjadi ketidakseimbangan sekresi
hormon pertumbuhan. Berbagai penelitian yang melibatkan percobaan dengan
terapi pengganti hormon melaporkan insidensi berbagai efek samping
contohnya retensi cairan, ginekomastia, dan hipotensi ortostatik. 8
4. Vitamin D
Kadar vitamin D menurun seiring dengan bertambahnya usia dan
kadar vitamin D pada kutan pada orang lanjut usia lebih rendah 4x kadar
orang dengan usia muda. Vitamin D memiliki peranan pada sintesis protein
otot dan mendorong pengambilan kalsium melalui membran sel. Kadar
vitamin D yang rendah biasanya berdampak pada kelemahan otot, kesulitan
bangun dari tempat duduk, kesulitan menaiki tangga, dan masalah
keseimbangan. Beberapa sumber makanan yang mengandung vitamin D
antar lain: ikan, hati sapi, telur, dan sereal. 2
Pemberian suplemen vitamin D pada orang lanjut usia masih menjadi
kontroversi mengenai keamanannya, di mana dapat meningkatkan risiko
nefrolithiasis dan hiperkalsemia.9
5. Kreatin
Kreatin berperan penting dalam metabolisme protein dan metabolisme
seluler. Kreatin meningkatkan ekspresi faktor transkripsi miogenik seperti
miogenin dan faktor regulasi miogenik yang akan meningkatkan massa dan
kekuatan otot. Suplementasi kreatin akan meningkatkan kadar fosfokreatin
otot. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan latihan
dengan intensitas tinggi, yang akan mendorong terjadinya proses sintesis
protein otot. 2
Kreatin sebagai bahan alami makanan terutama terdapat pada produk
daging dengan asupan harian rata-rata 2 gram per hari. Masih terdapat
pertentangan mengenai suplementasi keratin karena dapat meningkatkan
risiko terjadinya nefritis interstitial sehingga menjadi perhatian khusus pada
pemberian terhadap orang lanjut usia. Kreatin saat ini bukan menjadi
rekomendasi terapi sarkopenia. 2
Dapus.
1. Bauer JM, Sieber CC. Sarcopenia and frailty: a clinician’s controversial
point of view. Exp Gerontol 2008;43:674-8.
2. Burton AL, Sumukadas D. Optimal management of sarcopenia. Clinical
interventions in Aging 2010:5:217-228.
3. Basey EJ. Exercise for the elderly: an update.
http:ageing.oxfordjournals.org/content/31/suppl_2/3.full/pdf.
4. Baumgartner et al. Epidemiology of sarcopenia among the elderly in New
Mexico. http: aje.oxfordsjournal.org/content/147/8/755.full/pdf.
5. Fiatarone et al. Insulin-like growth factor 1 in skeletal muscle after
weight-lifting exercise in frail elders. Am J Physiol.1999:40:277.
6. Mukhtar D. 2008. Resistance training (anabolic exercise) dalam
pencegahan dan penanggulangan sarkopenia pada usia lanjut. http:
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41082535 1829-8443.pdf
7. Houston DK, Nicklas BJ, Ding JZ, Harris TB, Tylavsky FA,
Newman AB. Dietary intake is associated with lean mass
change in older community-dwelling adults: the health
aging and body composition (The Health ABC Study) study.
Am J Clin Nutr. 2008;87:150–155.
8. Papadakis MA, Grady D, Black D, et al. Growth hormone replacement in
healthy older men improves body composition but not functional ability.
Ann Intern Med. 1996;124:708–716.
9. Mowe M, Haug E, Bohmer T. Low serum calcidiol concentration in older
adults with reduced muscular function. J Am Geriatr Soc. 1999; 47:220–
226.