Upload
larasatiwibawani
View
497
Download
24
Embed Size (px)
Citation preview
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara
lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi
pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak
kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung
pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus.
Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero
sagital anorektoplasti.
Teknik Operasi
1) Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal,
dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
2) Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple.
3) Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cm didepannya.
4) Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
5) Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus
levator dibelah tampak dinding belakang rektum.
6) Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
7) Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
8) Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension
Penatalaksanaan malformasi anorektal
Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada
95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama
dengan bayi laki-laki.
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal.
Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3
bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula
rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk
menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien
kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.
Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14
hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan
saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan
antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan
oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari
sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali
sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya,
sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga
bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit
perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang
mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk
mengobati eritema popok ini.