penepungan ubi kayu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

small project

Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangIndonesia memiliki banyak jenis pangan lokal, misalnya ubi kayu. Umbi yang biasa disebut dengan singkong atau ketela pohon ini adalah makanan pokok nomor tiga setelah beras dan jagung bagi masyarakat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Produksi singkong di Indonesia paling banyak ada di daerah Jawa. Menurut Badan Pusat Statistika (2013), produksi singkong pada tahun 2012 sebesar 4.246.028 kg. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar 4.030.474 kg.Ubi kayu memiliki umur pasca panen yang relatif pendek sehingga kualitasnya pun cepat rusak. Warnanya akan berubah menjadi kecoklatan, rasa menjadi tidak enak hingga menjadi busuk (Muctadi dkk. 2010). Selain itu, dengan adanya kandungan HCN yang dapat menyebabkan toksin juga menjadi salah satu faktor keengganan masyarakat untuk mengolah ubi kayu.Penepungan adalah suatu proses pengeringan menjadi butiran-butiran yang sangat halus, kering dan tahan lama, serta fleksibel dalam penggunaanya (Asmarajati. 1999). Pada dasarnya penepungan itu sendirijuga menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air (Purwanto.1995).Dalam proses pembuatan tepung singkong, pengeringan menjadi hal penting. Proses pengeringan menjadi salah satu penentu kualitas dari tepung singkong. Pengeringan dengan matahari yang terlalau lambat akan menghasilkan mutu tepung yang kurang baik. Untuk memperoleh mutu yang baik, maka pengeringan secara cepat sangat disarankan (Prangdimorti. 1991).Penepungan ubi kayu juga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk mengawetkan ubi kayu segar sehingga lebih tahan lama, mudah diperkaya dengan zat gizi lain, mudah dikreasikan menjadi produk lain serta meningkatkan nilai tambah bahan. Dalam proses pembuatan tepung ubi kayu ini, ditemukan banyak metode berbeda yang ditemukan sehingga masih perlu dikembangkan lagi.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana pengaruh lama perendaman ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu?2. Bagaimana pengaruh cara pengeringan ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu?

1.3 TujuanAdapun tujuan dilaksanakannya small project ini yaitu:1. Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu2. Untuk mengetahui pengaruh cara pengeringan ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu

1.4 ManfaatAdapun manfaat dari small project ini antara lain:1. Agar dapat mengetahui pengaruh lama perendaman ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu;2. Agar dapat mengetahui pengaruh cara pengeringan ubi kayu dalam pembuatan tepung ubi kayu.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi KayuUbi Kayu (Manihot utilissima) adalah tanaman pokok di banyak daerah tropis yang merupakan tanaman yang dapat memberikan hasil tinggi walaupun tumbuhnya pada lahan yang kurang subur ataupun lahan dengan curah hujan yang rendah (Kartasapoetra. 1988). Tanaman ini berasal dari bagian utara Amazon di wilayah Brazil, yang kemudian menyebar ke areal sekelilingnya (Rubatzky dan Mas. 1998).Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram)KOMPONENKADAR

Kalori146,00 kal

Air62,50 g

Fosfor40,00 mg

Karbohidrat34,00 g

Kalsium33,00 mg

Vitamin C30,00 mg

Protein1,20 g

Besi0,70 mg

Lemak0,30 g

Vitamin B10,06 mg

Berat dapat dimakan75,00

(Koswara.2009)Ubi kayu berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan diameter rata-rata sekitar 2-5 cm dan panjang sekitar 20-30 cm. Umbinya memiliki kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Dagingnya berwaran putih atau kuning (Muchtadi dkk. 2010). Tanaman ubi kayu sangat efisien dalam mengubah energy matahari menjadi karbohidrat, dan produktivitasnya memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Ubi kayu berpotensi menimbun dan menyimpan lebih banyak karbohidrat dibandingkan dengan umbi-umbian lain (Rubatzky dan Mas. 1998). Namun kandungan protein, lemak, dan vitamin serta mineralnya sangat rendah. Komponen asam amino esensialnya kekurangan metionin dan tryptophan dan tingginya lisin (Lingga. 1995).

Gambar 1. Ubi KayuUbi kayu segar banyak mengandung air dan pati. Ubi kayu mengandung racun yang disebut asam sianida (HCN) (Muctadi dkk. 2010). Menurut Soekarto (1990), kandungan HCN dalam umbi ubi kayu tergantung pada varietas, lokasi, dan kondisi pertanian. Dalam bidang pertanian, dikenal umbi manis, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN relatif rendah dan umbi pahit, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN yang tinggi.Sejak dipanen, ubi kayu merupakan komoditi yang mudah rusak yang praktis tidak dapat disimpan lama sehingga pemanfaatannya harus secepat mungkin sebelum rusak. Ubi kayu memiliki sifat yang sangat peka terhadap investasi jamur dan mikroba lain, karena itu masa simpan dalam bentuk segar dan sangat pendek. Beberapa mikroba yang dapat menyerangnya yaitu Rhizopus sp., Aspergillus sp., Mucor sp., Bacillus Polimexa dan juga ragi. Biasanya luka potong pada tangkai singkong yang menjadi jalan masuknya mikroba. Terjadinya infeksi ini dapat dicegah dengan pengolesan batang potongan dengan beberapa asam organic seperti asam propionat, asam benzoat atau garam-garamnya segera setelah dipanen (Koswara.2009).

2.2. Penepungan Ubi KayuMenurut Asmarajati (1999), penepungan adalah suatu proses pengeringan menjadi butiran-butiran yang sangat halus, kering dan tahan lama, serta fleksibel dalam penggunaanya.Penepungan (milling) adalah cara pengolahan biji-bijian atau daging buah kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Misalnya tepungberas, tepung tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan. Dengan adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung yang sangat halus, permukaan bidangnya menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan itu sendirijuga menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air. Namun keuntungan dari penepungan yang paling tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan menjadi sangat mencolok. Dari situlah pengaruh positif yang ditimbulkan oleh penepungan tersebut.Pembuatan tepung atau bubuk bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupunchemise. Berkurangnya kualitas adalah satu-satunya bentuk kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan membentuk kerusakan tepung yang lebih serius. Seperti biji-bijian, tepung dan bubuk berada dalam keadaan telah kering sempurna sesudah digiling dengan mesin penepung (milling). Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengket (menempel), tetapi saling lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatansehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok (Purwanto, 1995).Menurut Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2002) bahwa pembuatan tepung ubi kayu/cassava dimulai dengan pengupasan, pencucian, pemotongan, pengeringan, penepungan, pengemasan dan penyimpanan. Adapun tahap-tahap pembuatan tepung ubi kayu/cassava dapat diuraikan sebagai berikut :a. PengupasanUbi kayu yang telah dibersihkan mula-mula dipotong bagian pangkal dan ujungnya yang berserat, lalu kulitnya dikupas dengan pisau anti karat (stainless steel) hingga bersih. Khusus untuk bahan pangan, bagian kulit harus dikupas seluruhnya. Dengan pengupasan kulit, dimaksudkan untuk mengurangi kandungan asam sianida.b. PencucianUmbi yang telah dikupas selanjutnya dibersihkan di bak pencucian dengan menggunakan air yang bersih dan sering diganti. Sewaktu pencucian, umbi sebaiknya digosok dengan sikat untuk menghilangkan getah dan lendir umbi yang mengandung enzim. Enzim ini dapat merubah warna umbi yang pada akhirnya akan mempengaruhi warna tepungnya. Melalui pencucian kandungan asam sianida (HCN) juga berkurang karena sifatnya larut dalam air.c. PemotonganUmbi yang telah bersih kemudian dimasukkan ke mesin pemotong, atau mesin pemarut untuk memperkecil ukuran umbi yakni dengan cara merajang, mengiris atau memarutnya. Khusus bagi umbi parut, sebelum tahap penjemuran perlu dipres kandungan airnya di mesin pengepres agar lebih cepat kering dan berkurang kandungan asam sianidanya.d. PengeringanUmbi iris atau umbi parut selanjutnya dihamparkan pada sasar berlapis atau nyiru secara merata dan tipis, lalu dibalik secara teratur (minimal setiap jam sekali). Wadah penjemuran sebaiknya ditempatkan diatas para-para untuk mencegah pencemaran debu, tanah, kotoran hewan atau terinjak manusia dan hewan. Lama pengeringan pada cuaca cerah sekitar dua hari. Untuk mencegah pengeringan awal yang terlalu cepat yaitu bagian permukaan bahan telah kering sedangkan bagian dalam masih basah maka pengeringan sebaiknya dimulai sejak matahari terbit.Dalam proses pembuatan tepung singkong, pengeringan menjadi hal penting. Proses pengeringan menjadi salah satu penentu kualitas dari tepung singkong. Pengeringan dengan matahari yang terlalau lambat akan menghasilkan mutu tepung yang kurang baik. Untuk memeperoleh mutu yang baik, maka pengeringan secara cepat sangat disarankan (Prangdimorti, 1991).Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan hingga mencapai jumlah tertentu. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air pada bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat. Keuntungan dari produk-produk yang dikeringkan antara lain penangannya menjadi lebih mudah dan praktis serta mempermudah penyimpanan dan pengangkutan karena volumenya diperkecil dan daya awetnya tinggi (Buckle et al., 1985).Herawati (2002) menyatakan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka pemecahan komponen-komponen bahan semakin meningkat yang berakibat jumlah air terikat yang terbebaskan semakin banyak. Akibatnya tekstur bahan semakin lunak dan berpori sehingga menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan semakin mudah. Pada proses pengeringan, tepung ubi kayu mengalami perubahan warna yang kemungkinan disebabkan oleh enzim yang kontak dengan udara (Garnida et al., 2000; Julianti et al., 2011).e. PenepunganTahapan terakhir adalah umbi iris atau umbi parut kering dilumatkan pada mesin penggiling atau ditumbuk pada lumping. Besaran butir tepung dapat diperoleh dengan mengayaknya dan ukuran ayakan harus disesuaikan dengan permintaan pasar.

2.3. Tepung Ubi KayuMenurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan.Tepung singkong dibuat dari potongan ubi kayu yang telah kering, kemudian dihaluskan. Ubi kayu yang digunakan harus baik dan sudah tua, sehingga tepung yang dihasilkan baik. Ubi kayu yang belum berumur 6 bulan kadar airnya masih sangat tinggi, sehingga zat tepungnya hanya sedikit. Tepung ubi kayu mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990). Tepung ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan campuran untuk pembuatan berbagai jenis makanan antara lain roti, mie, kue, donat, biskuit, dan lain-lain (Departemen Perindustrian, 1989). Berdasar SNI 01-2997-1992 karakteristik tepung ubi kayu.Tabel 2. Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)Kriteria UjiSatuanPersayaratan

Keadaan

Bau-Khas ubi kayu

Rasa-Khas ubi kayu

Warna-Putih

Benda-benda asing-Tidak boleh ada

Air% b/bMaks.12

Abu% b/bMaks.1,50

Derajat Asamml. NaOH/100 gMaks.3

Asam SianidaMg/kgMaks.40

Kehalusan% ( lolos ayakan 80 mesh)Min.90

Pati% b/bMin.70

Bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-0222-1995

Cemaran logam

Pbmg/kgMaks.1,00

Cumg/kgMaks.10,00

Znmg/kgMaks.40,00

Raksa (Hg)mg/kgMaks.0,05

Arsenmg/kgMaks.0,50

Cemaran Mikroba

Angka lempengtotal Koloni/gMaks.1 x106

E. Coli Koloni/gMaks.3 x 101

Salmonella Koloni/gMaks.1 x 104

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu PelaksanaanTempat: Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian, Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.Waktu: Praktikum dilaksanakan mulai tanggal 3 Maret 6 Mei 2014.

3.2 Alat dan Bahan3.2.1 Alat :a. Pisaub. Nampanc. Emberd. Blender e. Ovenf. Ayakan tyler 60 meshg. Neraca Analitikh. Color readeri. Penggarisj. pH meterk. Eksikatorl. Beaker glassm. Gelas ukurn. Tabung reaksio. Botol semprot

3.2.2 Bahan :a. Ubi Kayub. Airc. aquades

3.3 Rancangan KerjaTanggalKegiatanKeterangan

3 13 Maret 2014Penyusunan Proposal-

21 Maret 2014Pengajuan Proposal-

23-24 Maret 2014Pembelian ubi kayu-

26 April 2014Pengupasan, pemotongan dan perendaman ubi kayu bagian 1Tempat : Rumah salah satu anggota kelompok

26 April 2014Penyusunan laporan bagian latar belakangTempat : Rumah salah satu anggota kelompok

27 April 2014Pengupasan, pemotongan dan perendaman ubi kayu bagian 2Tempat : Rumah salah satu anggota kelompok

28 April 2014Pengeringan dengan bantuan sinar matahariTempat : Rumah salah satu anggota kelompok

28 April 2014Pengeringan dengan ovenTempat : Laboratorium RPHP Fakultas Teknologi Pertanian UNEJ

30 April 6 Mei 2014Penggilingan , pengayakan dan pengamatan produkTempat : Laboratorium RPHP Fakultas Teknologi Pertanian UNEJ

6 Mei 2014 selesaiPenyusunan laporan

3.4 Prosedur Pelaksanaan Kegiatan3.4.1 Diagram Alir

2 kg ubi kayu kkayukayu

PengupasanKulit (143 gram)

Timbang (1857 gram (A))

Potong tipis 2mm

Air Perendaman

1 hari (928.5 gram) 2 hari (928.5 gram) PenirisanPenirisan Pengeringan Pengeringan Oven Sinar matahari Oven Sinar matahari 60C, 1 hari1 hari 60C, 1 hari 1 hari Timbang (Berat B)Timbang (Berat B) Timbang (Berat B) Timbang (Berat B)

Penghalusan dengan blender

Pengayakan dengan ayakan tyler 60 mesh

Penimbangan (Berat C)

Dilakukan pengamatan terhadap warna, aroma, kadar air, pH, dan rendemen3.4.2 Proses penepungan Ubi KayuSebanyak 2 kg ubi kayu dikupas untuk memisahkan bagian kulit dan daging ubi mengggunakan pisau. Setelah itu, timbang ubi kayu yang telah dipisahkan dengan kulitnya untuk mendapatkan berat A. Setelah itu diperkecil ukurannya hingga 2mm dengan pisau. Setelah semua selesai, ubi kayu dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama direndam dalam ember selama satu hari dan bagian kedua direndam selama dua hari dimana setiap 24 jam air harus diganti dengan yang baru. Setelah perendaman selesai, tiriskan ubi kayu untuk memisahkannya dengan rendaman air. Untuk ubi kayu yang direndam selama satu hari dibagi lagi menjadi dua bagian. Satu bagian dikeringkan dibawah sinar matahari dan bagian lain dikeringkan dengan menggunakan oven 60C masing masing selama satu hari. Kedua perlakuan ini juga dilakukan pada bahan yang telah direndam selama dua hari. Ubi kayu yang telah direndam selama dua hari di bagi menjadi dua bagian, satu bagian dikeringkan dibawah sinar matahari dan bagian satunya dengan menggunakan oven. Setelah semua kering, masing-masing bagian tersebut ditimbang dengan neraca analitik dan dicatat hasilnya. Setelah itu masing-masing bagian dihaluskan menggunakan blender agar didapatkan tekstur yang halus. Setelah semua selesai digiling, masing-masing diayak dengan menggunakan ayakan tyler 60 mesh agar diperoleh tepung yang benar-benar halus dan memiliki ukuran yang sama. Bagian yang kasar (tidak tersaring oleh ayakan) dibuang. Tepung yang sudah halus selanjutnya ditimbang lagi dan dicatat hasilnya. Dan terakhir, diukur derajat warna dengan color reader, rendemen dan kadar air dengan perhitungan manual, pH dengan pH meter dan aroma dari masing-masing perlakuan.

3.4.3 Prosedur Pengamatan Parametera. Kadar airPenentuan kadar air bahan dilakukan dengan metode oven, menimbang botol timbang yang telah dikeringkan dalam oven selama 2 jam dan didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang (a gr). Kemudian menimbang sampel yang telah dihaluskan 2 gram dalam botol timbang (b gr). Selanjutnya botol timbang + sampel dimasukkan ke dalam oven suhu 100 - 105C selama 24 jam. Lalu botol timbang dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit, kemudian ditimbang sampai beratnya konstan (c gr) atau selisih penimbangan sebesar 0,2 mg Keterangan : a = berat botol timbangb = berat botol timbang + sampel sebelum diovenc = berat botol timbang + sampel setelah dioven b. Warna Warna tepung ubi kayu diukur dengan Colour reader pengolahan data dilakukan dengan rumus L = standar L + dLParameter yang diamati adalah L = kecerahan warna, nilai berkisar 0-100 yang menunjukkan warna hitam (gelap) hingga putih (cerah).c. RendemenBesarnya rendemen dihitung berdasarkan presentase berat tepung beras merah dibagi berat beras merah yang dijadikan tepung beras merah, kemudian dikali seratus persen. Rendemen ditentukan dengan rumus:

d. AromaAroma diukur secara organoleptik.e. pHpH diukur dengan menggunakan pH meter untuk menetahui derajat keasaman. 123

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan4.1.1 Pengukuran pHPerendamanpH

OvenMatahari

1 hari5.45.3

2 hari5.65.9

4.1.2 Pengukuran WarnaPerendamanWarna

OvenMatahari

1 hari55.655.5

2 hari55.455.7

4.1.3 Pengujian AromaPerendamanAroma

OvenMatahari

1 hari++++++++

2 hari++++

Keterangan: Semakin (+) semakin beraroma tepung4.1.4 Penghitungan RendemenBeratPengeringan dengan Sinar MatahariPengeringan dengan Oven

Perendaman 1 hariPerendaman 2 hariPerendaman 1 hariPerendaman 2 hari

Berat awal (g)464.25464.25464.25464.25

Berat setelah pengeringan (g)144.27118.65139.51123.49

Berat setelah pengayakan (g)120.5098.41114.98102.41

Rendemen82.93%82.42%83.52%82.93%

4.1.5 Pengukuran Kadar AirPerlakuanPengeringanBerat Botol(A)Berat Botol + Bahan (B)Berat Botol + Bahan setelah oven (C)Kadar Air

Perendaman 1 hariOven9.857 gram2 gram11.617 gram13.6 %

Matahari9.559 gram2 gram11.318 gram13.7%

Perendaman 2 hariOven9.198 gram2 gram10.917 gram16.3%

Matahari17.537 gram2 gram19.268 gram15.6%

4.2 Pembahasan4.2.1 pHDari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa Tepung Singkong menggunakan pengeringan oven selama 1 hari dan 2 hari didapatkan tingkat keasaman 5,4 dan 5,6 , sedangkan Tepung Singkong menggunakan pengeringan matahari selama 1 hari dan 2 hari didapatkan tingkat keasaman 5,3 dan 5,9.

Gambar 2. pH tepung ubi kayuHal ini sesuai dengan pernyataan Coursey (1983), Ketela pohon jenis pahit yang direndam dalam air selama 24 jam dapat menurunkan kadar HCN sebanyak 23% dari kadar HCN awal. Untuk mengurangi kadar HCN ini dapat dilakukan dengan cara pengolahan, misalnya perebusan, penggorengan, perendaman dalam air, pengeringan dan fermentasi, penjemuran Ketela pohon dapat mengurangi HCN dari 39 mg per Kg bahan menjadi 17 mg per Kg bahan, bila dikeringkan dengan oven dapat turun menjadi 6 mg per Kg bahan. Pengeringan pada suhu 60C dapat menghilangkan 33% dari total HCN. Penjemuran selama 7 hari dapat menghilangkan 67% HCN. Pemasakan Ketela pohon secara sederhana dapat mengurangi kandungan HCN dari 32 mg per Kg bahan menjadi 100 mg per Kg bahan.4.2.2 WarnaDari hasil pengamatan yang telah dilakukan, warna pada ubi kayu yang dikeringkan dengan sinar matahari lebih cerah/putih pada ubi kayu yang direndam selama dua hari dari pada satu hari. Hal ini karena proses perendaman ubi kayu dalam air mampu mencegah pencoklatan. Adanya air akan menghambat kontak enzim poliphenolase (PPO) dengan oksigen yang akan memperlambat reaksi pencoklatan (Eksin dalam Fitrotin et al, 2006). Sedangkan pada ubi kayu yang dikeringkan dengan menggunakan oven, dihasilkan warna yang lebih cerah/putih pada ubi kayu yang direndam selama satu hari. Data ini tidak sesuai degan literatur menurut Subagio (2006), mikrobia selama perendaman akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang akan menghancurkan dinding sel ubi kayu dan terjadi penghilangan komponen penimbul warna seperti pigmen, dan protein yang dapat memicu browning non enzimatik. Dengan demikian semakin lama perendaman akan menyebabkan semakin berkurangnya komponen penimbul warna. Penyimpangan ini terjadi karena pada ubi kayu yang dioven dan direndam selama dua hari menggunakan ubi kayu yang sudah tua dan warnanya agak kekuningan. Sehingga warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur yang ada.

Gambar 3. Warna ubi kayuUntuk ubi kayu yang dijemur dibawah sinar matahari dan didalam oven, terlihat perbedaan yang tidak begitu nyata. Umumnya ubi kayu yang dikeringkan dengan oven warnanya lebih putih daripada dikeringkan dengan sinar matahari, hal ini dikarenakan apabila dengan menggunakan oven bahan lebih aman dan bebas dari kontaminasi kotoran lingkungan sekitar. Sedangkan apabila menggunakan sinar matahari ubi kayu lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran seperti debu yang terbawa oleh angin sehingga derajad keputihannya sedikit lebih rendah dari pada yang dikeringkan dengan menggunakan oven. Selain itu, pada proses pengeri-ngan, tepung ubi kayu mengalami perubahan warna yang kemungkinan disebabkan oleh enzim yang kontak dengan udara (Garnida et al., 2000; Julianti et al., 2011).4.2.3 AromaData yang diperoleh menunjukkan bahwa aroma terbaik terdapat pada tepung yang singkongnya direndam selama 1 hari. Hal ini disebabkan karena saat direndam 1 hari selulosa dan komponen lain yang terdapat pada singkong masih belum banyak yang pecah/rusak. Sedangkan singkong yang direndam selama 2 hari sudah terlalu banyak komponen yang rusak. Menurut Subagio (2006), mikrobia selama perendaman akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang akan menghancurkan dinding sel ubi kayu dan terjadi penghilangan komponen. Dengan demikian semakin lama perendaman akan menyebabkan semakin berkurangnya komponen yang terkandung dalam singkong. 4.2.4 Rendemen

Gambar 4. Rendemen Ubi KayuDari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai rendemen pada chip ubi kayu yang dikeringkan dengan oven lebih tinggi dibandingkan dikeringkan dengan sinar matahari dengan nilai 83.52% pada ubi kayu yang direndam 1 hari dan 82.94% pada ubi kayu yang direndam 2 hari. Hal ini terjadi karena pengeringan dengan sinar matahari suhunya tidak dapat diatur dan panas yang masuk ke bahan tidak seluruhnya, sedangkan pengeringan dengan oven dapat diatur sehingga panas yang digunakan merata untuk semua bahan yang dikeringkan (Suprapti. 2005). Dengan adanya hal tersebut, maka pengeringan dengan menggunakan oven lebih optimal sehingga kadar air yang terkandung juga rendah. Kadar air yang rendah menyebabkan nilai rendemen bahan menjadi tinggi. Selain itu, dari data tersebut diperoleh bahwa perendaman chip singkong selama 1 hari pada semua cara pengeringan memiliki nilai rendemen yang tinggi. Hal ini disebabkan karena menurut Anggraeni dan Sudarminto (2014) bahwa semakin lama perendaman semakin banyak pati yang terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga kadar pati semakin menurun. Besarnya rendemen tepung tergantung dari bahan keringnya. Semakin tinggi kadar bahan maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan. Kadar air bahan baku yang tinggi memberikan kadar bahan kering yang rendah. Selama pengeringan banyak air yang menguap sehingga mempengaruhi rendemen menjadi lebih rendah. Selain itu, rendemen dipengaruhi oleh kadar air, kadar pati, kadar abu dan unsur lainnya. Jika salah satu kandungan unsur tersebut tinggi maka rendemennya juga tinggi.4.2.5 Kadar Air

Gambar 5. Kadar Air Ubi Kayu

Kadar air tepung yang dikeringkan dibawah sinar matahari lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikeringkan dengan pengovenan. Hal ini disebabkan karena pengeringan dengan sinar matahari suhunya tidak dapat diatur dan panas yang masuk ke bahan tidak seluruhnya, sedangkan pengeringan dengan oven dapat diatur sehingga panas yang digunakan merata untuk semua bahan yang dikeringkan (Suprapti. 2005). Dengan adanya hal tersebut, maka perngeringan dengan menggunakan oven lebih optimal sehingga kadar air yang terkandung juga rendah. Selain itu, dengan adanya perlakuan perendaman dengan lama yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan kadar air.Dari hasil pengamatan didapatkan hasil kadar air tepung ubi kayu menggunakan perlakuan perendaman 1 hari dengan pengeringan oven sebesar 13,6 % dan dengan pengeringan matahari 13,7%. Sedangkan Tepung Singkong menggunakan perlakuan perendaman 2 hari dengan pengeringan oven sebesar 16,3 % dan dengan pengeringan matahari sebesar 15,6 % . Semakin lama waktu perendaman, kadar air tepung semakin menurun. Hal ini diduga berkaitan dengan kerusakan dinding sel. Lamanya perendaman menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada bahan dan mempengaruhi permeabilitas sel bahan. Hal ini memungkinkan air dapat keluar dari dalam sel akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan menjadi semakin mudah. Semakin lama perendaman maka permeabilitas membran sel bahan semakin terganggu akibatnya air yang keluar semakin banyak sehingga dihasilkan kadar air yang lebih rendah. Namun pada perlakuan perendaman 2 hari menggunakan pengeringan oven didapatkan kadar air 16,3 %. Hal ini didukung oleh Winarno, dkk (1980) yang menyatakan bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah, sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga kadar air bahan menjadi lebih tinggi.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KesimpulanDari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Perendaman mempengaruhi perubahan pada parameter yang diamati. Diantaranya pH, rendemen, dan kadar air menjadi semakin tinggi. Tetapi aroma tepung berkurang sedangkan warna mengalami kenaikan. Kenaikan kecerahan warna meningkat dikarenakan ubi kayu berwarna kuning. 2. Lama pengeringan mempengaruhi warna, pH, aroma, kadar air, dan rendemen tepung. pH bahan yang dikeringkan selama 2 hari lebih tinggi daripada bahan yang dikeringkan selama 1 hari. Warna dan aroma bahan yang dikeringkan selama 2 hari lebih rendah akibat banyak komponen yang hilang. Lama pengeringan juga mempengaruhi rendemen dan kadar air bahan. Semakin lama waktu pengeringan, maka semakin rendah kadar air dan rendemen bahan.5.2 Saran1. Dalam pemilihan bahan sebaiknya memiih bahan yang jenis dan umurnya sama.2. Perlu ketelitian dan keseriusan dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Asmarajati, T. 1999. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul terhadap Kualitas Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UNSOED, Purwokerto.

Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi Ubi Kayu. Jakarta: Badan Pusat Statistika.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Food Science. Directorate General of Higher Education and The International Development Program for Australian University and Colleges, Australian. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Coursey, 1983. Some flavoring constituentsof cassava and processed cassava products. J the Sci Food Agricul 34(8): 874-884

Departemen Perindustrian. 1989. Produk Andalan Industri. Jakarta. Departemen Perindustrian.

Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2002. Pedoman Teknologi Panen Ubi Kayu. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan.

Eksin dalam Fitrotin et al. 2006. Teknologi Pengolahan Singkong Terpadu Skala Rumah Tangga Di Pedesaan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. NTB

Febriyanti. 1990. Studi karakteristik fisiko kimia dan fungsional beberapa varietas tepung singkong [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Garnida Y, Turmala, dan Yusviani. 2000. Pembuatan makanan tradisional gatot dengan variasi ketebalan dan lamanya perendaman ubi kayu. Prosiding Seminar Nasional Makanan Tradisional, Malang.

Herawati F. 2002. Pemakaian berbagai Jenis Bahan Pengisi pada Pembuatan Tepung Tape Ubi Kayu dengan Menggunakan Pengering Semprot. Skripsi. Bogor. Jurusan TPG-Fateta, Institut Teknologi Bandung.

Julianti E, Lubis Z, Ridwansyah, Era Y, and Suhaidi I. 2011. Physicochemical and functional properties of fermented starch from flour cassava varietas. Asian Journal of Agricultureal Research 5(6): 292-299

Kartasapoetra. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Jakarta: Bina Aksara.

Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Singkong. Ebook Pangan.com.

Lingga, Pinus. 1995. Bertanam Ubi-Ubian. Jakarta: Penebar Swadaya,

Muchtadi dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: CV Alfa Beta.

Purwanto. 1995. Perkembangan Produksi dan Kebijakan Peningkatan Produksi Jagung. Jakarta: Direktorat Budi Daya Serealia. Direktorat Jennderal Tanaman Pangan.

Prangdimurti, E. 1991. Fortifikasi Zat Besi pada Mie Kering yang Dibuat dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Singkong. Bogor: Fakultas teknologi Pertanian IPB.

Rubatzy, Vincent dan Mas Yamagutchy. 1998. Sayuran Dunia I. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992.Tepung Singkong(SNI 01-2997-1992).Jakarta:Dewan Standarisasi Nasional

Ridal, S. 2003. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati Talas (Colocasia esculenta) dan Kimpul (Xanthosoma sp) dan Uji Penerimaan Alfa Amilase terhadap patinya. Skripsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Atas PAU Pangan dan Gizi Bogor: PB.

Subagio. 2006. Ubi Kayu: Subtitusi Berbagai Tepung-Tepungan. Foodreview Indonesia. Hal 18-19.

Suprapti, M Lies. 2005. Tepung Tapioka, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.

Winarno, F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia