Upload
aam-kerens
View
211
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pengolahan dan Pengawetan dengan Garam
Citation preview
PENDAHULUAN
1. Acara : Pengolahan dan Pengawetan dengan Garam (Ikan Asin dan
Telur Asin)
2. Hari/ Tanggal : Rabu, 3 oktober 2012
3. Tujuan :
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu :
A. Menjelaskan peranan garam dalam proses penggaraman ikan
B. Mengetahui cara-cara penggaraman ikan
C. Menjelaskan cara persiapan dan pengolahan ikan
D. Menjelaskan langkah-langkah dalam pembuatan telur asin
E. Mengetahui fungsi garam dalam pembuatan telur asin
F. Memilih dan menggunakan telur yang baik dalam pembuatan
telur asin
BAB II
METODE PERCOBAAN
1. A. Alat
Metode Brine salting :
1. Pisau 1 buah
2. Talenan 1 buah
3. Piring 1 buah
4. Neraca analitik 1 buah
5. Pengaduk 1 buah
6. Wadah kedap air 1 buah
7. Plastik 1 buah
Metode dry salting
1. Pisau 1 buah
2. Talenan 1 buah
3. Piring 1 buah
4. Besek 1 buah
5.Neraca analitik 1 buah
6. Plastik 1 buah
7. Pemberat 1 buah
B. Bahan
a. Metode brine salting
1. Ikan kembung segar 1 ekor
2. Air secukupnya
3. Garam secukupnya
b.Metode dry salting
1. Ikan kembung segar 1 ekor
2. Air secukupnya
3. Garam secukupnya
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL IKAN
Tabel 1. Metode Brine salting
Bera
t
Ikan
Organoleptik
Arom
aRasa Sifat
Tekstu
r
Sebelu
m
dikukus
Sebelu
m di
salting
90
grAmis
Tawa
r
Gampan
g
hancur
Lunak
Sesuda
h di
salting
69
grAmis Asin
Padat ,
tak
mudah
hancur
Padat
Setelah
dikukus
68
grSedap Asin Padat
Lunak
, tapi
tak
mudah
hancur
Tabel 2. Metode dry salting
Berat
ikan
Organoleptik
Arom
a
Ras
aSifat Tekstur
Warn
a
Sebelu
m
dikuku
s
82 gr
69,1 gr
(setela
h
salting
)
amis AsinPada
tkenyal Pucat
Setelah
di
kukus
47 grBau
sedapAsin
Pada
t
Lunak,ta
k mudah
hancur
Pucat
HASIL TELUR BEBEK
Tabel 3 hasil telur asin
Berat
Telur
Organoleptik
Arom
a
Ras
a
Sifat Tekstu
r
Warna
Menta
h
59 gr
52 gr
(BDD
)
+++ + +++ Putih
halus
kuning
halus
Putih :
putih
kuning :
orange
kekuninga
n
Telur
asin
59 gr
51 gr
(BDD
)
+++
+
++
+
+++
+
Putih :
Halus
Kuning
:
sedikit
kasar
Putih :
pucat
kuning :
orange
pucat
Keterangan
+ : tidak amis
++ : agak amis
+++ : Amis
++++ : sangat
amis
+ : asin
++ : agak asin
+++ : asin
++++ : sangat
asin
+ : lembek
++ : Agak lembek
+++ : Kenyal
++++ : Padat
B PEMBAHASAN
1. Materi Telur Asin
Kandungan gizi telur nyaris sempurna. Telur adalah sumber protein
bermutu tinggi, kaya akan vitamin dan mineral. Protein telur termasuk
sempurna, karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam
jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan tubuh
karena tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi
dari makanan.
Telur mengandung protein lebih dari 10%, bahkan telur ayam
mengandung protein 12,8% dan telur bebek mengandung protein 13,1%.
Didalam telur juga terdapat aneka vitamin A, B, D, E dan K. Telur juga
mengandung sejumlah mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium, sodium,
dan magnesium dalam jumlah yang cukup. Oleh sebab itu telur sangat
baik dikonsumsi. Telur termasuk makanan yang mudah dicerna. Protein
telur yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh (nilai biologis)
mencapai 96%. Sedangkan nilai biologis daging sapi hanya 80%, kedelai
75%, beras 70%, dan jagung 55%. Bagian telur yang dapat dimakan
mencapai 90% lebih (Haryoto, 2005).
Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yaakni kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Faktor luar meliputi bentuk, warna, tekstur,
keutuhan dan kebersihan kulit. Sedangkan faktor isi meliputi kekentalan
putih telur, warna serta posisi kuning telur, dan ada-tidaknya noda-noda
pada putih dan kuning telur. Kualitas telur yang rendah sangat
berpengaruh terhadap keawetan telur. Dalam suhu ruang, telur akan
mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu.
Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila pecah
isinya tidak berkumpul lagi (Haryoto, 2005)
Kerusakan isi telur karena karbondioksidanya telah banyak keluar yang
mengakibatkan naiknya derajat keasaman. Selain itu, juga terjadi
penguapan sehingga bobot telur menurun dan putih telur juga menjadi
encer. Karena kulit telur berpori, maka setelah keluar dari induknya juga
tak luput dari ancaman mikroba. Masuknya mikroba kedalam telur akan
merusak telur tersebut. Telur segar yang baik adalah yang kondisi
luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup tebal, tidak cacat (retak atau
pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih. Bila
diteropong rongga udara kecil, kuning telur ditengah, dan tidak terdapat
noda atau bercak darah. Untuk mengetahui kondisi telur dapat dilakukan
peneropongan dengan bantuan dinar atau merendamnya dalam air
bersih (Haryoto, 2006)
Prinsip pengawetan telur adalah untuk mencegah masuknya bakteri
pembusuk kedalam telur dan mencegah keluarnya air dari dalam telur.
Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama
kulitnya antara lain proses pendinginan, proses pembungkusan kering,
proses pelapisan dengan minyak, dan proses pencelupan dalam berbagai
cairan. Telur asin adalah salah satu cara untuk mengawetkan telur.
Teknik mengasinkan telur sudah ada sejak lama dengan tujuan untuk
memperpanjang masa simpan telur sekaligus menambah cita rasanya
(Ginting, 2007).
Pembuatan telur asin dapat dilakukan dengan dua macam cara, yakni
perendaman dalam larutan garam dan pemeraman (dengan tiga jenis
adonan). Pembuatan telur asin dengan perendaman merupakan cara
yang sederhana, hanya dengan merendam garam dalam larutan garam
jenuh. Sedangkan pembuatan telur asin dengan metode pemeraman
adalah dengan membungkus telur dengan adonan garam, bubuk bata
dan abu gosok. Kemudian telur didiamkan selama beberapa hari hingga
telur menjadi asin. Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan telur asin
yakni telur yang masih baik, garam dan air. Telur yang digunakan dapat
berupa telur ayam yang mempunyai kulit agak tebal maupun telur itik
(Suprapti, 2002).
Peran garam sangat penting untuk dapat menarik kadar air dalam kadar
tertentu sehingga mencegah pertumbuhan mikrobia pada telur. Proses
penetrasi garam berjalan secara difusi setelah garam (NaCl) mengion
menjadi Na dan Cl. Ion tersebut masuk kedalam telur karena tekanan
osmotik dari larutan garam. Tekanan osmotik dari larutan garam
tergantung konsentrasi garam tersebut. Tekanan osmotik merupakan
dorongan untuk terjadinya transport molekul melalui selaput tipis karena
adanya perbedaan kepekatan antara kedua larutan sampai tercapainya
keadaan seimbang/isotonik (Damayanti, 2008).
Semakin tinggi konsentrasi garam dan umur telur yang lama, maka
tekanan akan semakin tinggi pula sehingga laju difusi semakin cepat.
Keadaan tersebut berpengaruh terhadap kemasiran telur yang semakin
tinggi. Tekstur masir ditemukan di kuning telur dan disebabkan oleh
pembesaran ukuran granula (Damayanti, 2008).
Pemilihan telur yang baik dengan tidak ada satupun yang busuk perlu
diperhatikan. Bila didalamnya terdapat telur busuk, maka bau busuk
tersebut akan menyebar keseluruh air garam perendam dan meresap
bersama garam ke dalam telur-telur yang ada disekelililngnya. Sehingga
demikian, telur akan ikut berbau busuk. Larutan yang dipergunakan
untuk merendam telur adalah larutan garam jenuh. Larutan garam jenuh
tercapai, bila tiap liter air mampu melarutkan 650 gram garam (dengan
bantuan pemanasan). Selain berfungsi untuk memberikan rasa asin,
garam juga berfungsi sebagai bahan pengawet. Air yang dipakai
sebaiknya memenuhi kualitas standar air minum (Suprapti, 2002).
Ukuran kristal garam dapat mempengaruhi dalam proses pengasinan
telur. Ukuran kristal yang baik sekitar 1-6 mm. Apabila ukurannya lebih
kecil dari 1 mm maka laju difusinya akan cepat sehingga menyebabkan
kekerasan pada protein putih telur, sedangkan ukuran kristal garam
lebih dari 6 mm maka laju difusinya akan lambat (Koswara, 2002).
Salah satu yang mempengaruhi keasinan telur adalah lama menyimpan.
Semakin lama telur disimpan (14 hari) maka laju difusi larutan garam
masuk kedalam kuning telur semakin cepat. Hal tersebut disebabkan
karena semakin lamanyua telur disimpan akan menyebabkan putih
telurnya semakin encer sehingga garam yang melewati putih telur
menuju kuning telur semakin mudah. Faktor lainnya adalah konsentrasi
garam. Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi pula
osmotiknya sehingga akan mempercepaty laju penetrasi garam kedalam
kuning telur. Tekanan osmotik akan membantu garam masuk keddalam
kuning telur (Damayanti, 2008).
Keuntungan dari telur asin adalah telur yang diasinkan bersifat stabil,
dapat disimpan tanpa mengalami proses perusakan. Selain itu, dengan
pengasinan rasa amis telur akan berkurang, tidak berbau busuk dan
rasanya enak (Sediadi dkk, 2000). Dengan menggunakan garam
beryodium, maka zat yodium itu akan meresap ke dalam telur dan
bermanfaat bagi tubuh kita. Manfaat lainnya adalah naiknya kadar
kalsium pada telur asin. Kenaikan kadar tersebut kemungkinan berasal
dari kalsium yang ada di garam dapur (sebagai kontaminan), abu gosok,
serta kapur yang dipakai dalam pembuatan media pengasin. Masuknya
kalsium melalui cara yang sama seperti unsur natrium dan klorida, yaitu
melalui pori-pori kulit telur (Anonim, 2002).
Kadar protein putih telur asin rata-rata setelah pengasinan semakin lama
semakin menurun. Sebagai contoh adalah penelitian yang telah
dilakukannya terhadap pengujian kadar proein putih telur yang menurun,
mulai dari 9,62% pada minggu pertama, 8,93% pada minggu kedua, dan
6,83% pada minggu ketiga (Hidayati, 2009).
Kadar vitamin A yang terdapat pada kuning telur mengalami penurunan
karena rusak akibat terpengaruh proses penggaraman. Vitamin memiliki
sifat tertentu, seperti dihindari dari panas, udara berlebihan, asam basa
dan kondisi extrem lainnya. Dalam pengasinan, garam membuat suasana
yang tidak cocok untuk vitamin A, sehingga kandungannya turun karena
vitamin memiliki sifat yang sensitif terhadap kadar garam yang teerlalu
tinggi (Anonim, 2011).
Kadar protein telur asin adalah 13,6 gram/100 gram BDD sedikit lebih
tinggi dari telur biasa/yang belum diasinkan yaitu 13,1 gram/100 gram
BDD dan susu sapi yang proteinnya hanya 3,2 gram/100 gram BDD.
Namun kadar protein daging sapi lebih besar yakni 18,8 gram/100 gram
BDD, ayam yakni 18,2 gram/100 gram BDD (Persagi, 2009). Berikut
adalah tabel perbandingan nilai gizi berbagai telur.
Tabel 4. Kandungan gizi berbagai telur
Zat gizi / 100
gram BDD
Telur
ayam
ras
Telur
ayam
kampung
Telur
bebek
Telur
asin
bebek
Energi (kkal) 154 174 189 179
Proten (g) 12,4 10,8 13,1 13,6
Lemak (g) 10,8 14 14,3 13,3
Karbohidrat
(g)0,7 1,2 0,8 4,4
Serat (g) 0 - - -
Kalsium (mg) 86 68 56,0 120
Fosfor (mg) 258 268 175 157
Besi (mg) 3 4,9 2,8 1,8
Natrium (mg) - 190 -
Kalium (mg) - 141 - -
Tembaga
(mg)- 0,6 - -
Seng (mg) - 1,5 - -
Retinol (μg) 606 203 - 253
Tiamin (mg) 0,27 0,78 - 0,28
Riboflavin
(mg)- 0.62 - -
Niasin (mg) - - - -
Vitamin C
(mg)0 - - -
(PERSAGI,2009)
Seperti yang dapat dilihat dari tabel nilai gizi diatas, terdapat
peningkatan kadar protein, lemak, karbohidrat dan kalsium. Terdapat
nilai gizi retinol dan tiamin pula pada telur asin yang berasal dari telur
bebek, yang nilainya 253 ug dan 0,28 mg.
1. Materi Ikan Asin
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan
makanan yang masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan
berbagai macam makanan. Garam akan memberikan sejumlah pengaruh
bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar.
Mikroorganisme patogenik, termasuk clostridium botulinum dengan
pengecualian pada streptococcus aureus, dapat dihambat oleh
konsentrasi garam sampai 10-12%. Namun, beberapa organisme seperti
bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh.
Tetapi mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama
untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan. Garam juga
merupakan bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging,
dan bahan pangan lainnya di Indonesia (Buckle, 2010).
Penggaraman merupakan salah satu proses pengawetan ikan dengan
menggunakan garam. Fungsi garam dalam pengawetan ini untuk
menyerap air dari daging ikan sehingga aktivitas bakteri akan terhambat.
Selain itu, larutan garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel-sel
mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan
kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya sel bakteri menjadi
kering kemudian mati. Umumnya semua jenis ikan dapat di awetkan
dengan cara ini. Contoh hasil olehan ikan yang diawetkan dengan cara
ini antara lain ikan asin, ikan peda dan ikan pindang (Tim Penulis PS,
2008).
Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai prinsip yang
berlaku, akan memiliki daya simpan yang tinggi karena garam dapat
berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis
dan membunuh bakteri yang ada didalam tubuh ikan. Cara kerja garam
menjalankan fungsi ini adalah : Garam menyerap cairan tubuh ikan
sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan
cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan
tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri
akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati.
Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman, kemurnian garam
sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Umumnya petani
nelayan merasa cukup untuk membuat ikan asin dengan menggunakan
garam rakyat saja, padahal garam tersebut cukup banyak mengandung
bakteri yang dapat merusak. Selain itu, seringkali ditemukan lumpur,
kotoran dan elemen-elemen tertentu (MgCl, Cacl2, MgSO4, CaSO4, dan
lain-lain). Elemen magnesium maupun calsium sangata berpengaruh
terhadap mutu ikan asin yang dihasilkan, karena :
1) Penetrasi garam yang mengandung komponen Ca dan Mg sangat
lambat sehingga sering terjadi proses pembusukan sebelum proses
penggaraman berakhir.
2) Garam yang mengandung komponen Ca dan Mg dapat menyebabkan
ikan menjadi higroskopis sehingga menimbulkan masalah dalam
penyimpanan.
3) Jika garam yang dipakai mengandung CaSO4 sebanyak 0,5 – 1%, ikan
asin yang dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku dan agak pahit.
4) Garam yang mengandung MgCl2 atau MgSO4 juga akan menghsilkan
ikan asin yang agak pahit.
5) Garam yang mengandung elemen Fe dan Cu dapat mengakibatkan
ikan asin berwarna coklat kotor atau kuning (Afriano, 2007).
Untuk mendapatkan ikan asin bermutu baik harus menggunakan garam
murni dengan kandungan NaCl 95% dan sedikit sekali mengandung
elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan. Ikan asin yang
diolah dengan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuningan
dan lunak. Jika dimasak, rasanya seperti ikan segar.
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan penetrasi
garam kedalam tubuh ikan diantaranya :
1) Kadar lemak ikan
Semakin tinggi kadar lemak ikan tersebut, semakin lambat penetrasi
garam kedalam tubuh ikan. Berdasarkan kandungan lemak, ikan
dibedakan menjadi : ikan kurus (kandungan lemak kurang dari 0,5%),
ikan gemuk (kandungan lemak diatas 2%), dan ikan sedang (kandungan
lemak 0,5-2%).
2) Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan, proses penetrasi akan berjalan semakin
lambat dan semakin banyak garam yang dibutuhkan.
3) Kesegaran ikan
Pada ikan yang kurang segar, proses penetrasi berlangsung lebih cepat
karena ikan yang kurang segar tubuhnya relatif lunak, cairan tubuh tidak
terikat kuat dan mudah terisap oleh larutan garam yang memiliki
konsentrasi tinggi. Produk akhir ikan asin yang dihasilkan akan terlalu
asin dan kaku.
4) Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan, semakin cepat pula proses
penetrasi garam ketubuh ikan. Namun hal ini juga diikuti dengan
perkembangan bakteri yang juga semakin cepat.
5) Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang
terdapat didalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam
kedalam tubuh ikan. Penetrasi garam akan lebih cepat bila menggunakan
garam kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin lebih awet dan
juga semakin asin rasanya (Afrianto, 2007).
Pemilihan ikan segar sebagai bahan dasar pembuatan ikan asin menjadi
hal yang penting untuk dicermati. Penyediaan bahan baku awal dengan
kualitas yang baik akan mempengaruhi hasil yang positif dan baik pada
produk akhir. Oleh sebab itu perlu diketahui jenis-jenis ikan yang segar
dan layak untuk dikonsumsi. Berikut ini adalah perbedaan ciri-ciri antara
ikan segar dan tidak segar :
Tabel 5 Perbedaan ikan segar dan tidak segar
Keadaan Ikan Segar Ikan tidak segar
KenampakanCerah, terang, tidak
berlendir dan mengkilat
Tampak kusam, suram
dan berlendir jika
diraba
Bau Segar dan normal Busuk, menyengat dan
seperti keadaan daerah
asalnyaasam
Berat jenisTenggelam jika
dimasukkan ke air
Terapung jika
dimasukkan air
Daging Kenyal dan masih lentur Lunak, tidak kenyal
Insang Merah cerahMerah gelap dan
kecoklatan
Sisik
Tampak cerah dan
melekat kuat jika
dipegang
Tampak kusam, mudah
lepas jika dipegang
MataTidak berlendir, cerah,
kondisi menonjol
Cekung dan terlihat
masuk kerongga mata
DuburWarna merah jambu,
pucat, merah
Menonjol keluar dan
tidak berwarna
Mulut Terkatup terbuka
(Purnomowati,dkk, 2008)
Sebelum mendapatkan perlakuan ke arah selanjutnya, kebersihan ikan
menjadi faktor utama untuk mendapatkan mutu olahan ikan supaya
menjadi lebih baik. Oleh karenanya diperlukan proses pembersihan yang
tepat guna mendapatkan hasil ikan yang lebih fresh dan siap diolah.
Adapun cara-cara pembersihannya meliputi :
a) Pencucian Ikan
Dilakukan secara berulang, sampai kotoran dan sisa darah benar-benar
hilang dengan menggunakan air mengalir.
b) Memfilet Ikan
Dilakukan dengan cara membelah ikan, mulai dari pangkal ekor melalui
punggung hingga batas kepala menggunakan pisau tajam.
c) Membuang Isi perut Ikan
Untuk memperoleh daging ikan yang bersih dan tidak terkontaminasi
oleh kotoran ikan, sebaiknya setelah difilet, kotoran dan lemak ikan
dibuang terlebih dahulu dengan pisau, kemudian disusi kembali dan
diambil duri-durinya.
d) Memotong Kepala Ikan
Kepala ikan sebaiknya dipotong (dibuang) agar proses pengambilan
daging ikan dapat lebih mudah. Kepala ikan dapat digunakan untuk jenis
makanan lain seperti bakso ikan, gulai ikan atau petis ikan.
e) Mengambil Daging Ikan
Ada 3 cara untuk mengambil daging ikan, yaitu : daging ikan diambil
dengan cara dikeluarkan melalui kepalanya. Lalu dipisahkan dari
durinya; daging ikan diambil dengan cara memisahkan antara kulit dan
dagingnya, seperti yang dilakukan pada ikan yang telah difilet; daging
ikan diambil menggunakan pirian iakn (semacam saringan dengan
lubang-lubang berdiameter agak besar) (Purnomowati dkk, 2008).
Secara umum ada dua cara penggaraman, yaitu : penggaraman kering,
dimana garam dihamburkan antara lapisan yang telah diambil isi
perutnya dan dibersihkan. Biasanya cairan yang keluar dibiarkan
terbuang. Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi antara 10
sampai 35%. Garam menarik air pada waktu meresap mengakibatkan
denaturasi protein. Daging menjadi keruh (opaque) dan tidak lengket dan
menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 14-16 hari,
kadar garam pada daging naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan
30% dari berat semula. Produk ikan yang digarami disebut green
cure kemudian dikeringkan sampai keras dengan alat pengering buatan
ataupun udara terbuka.
Penggaraman basah (wet atau pickle curing), dimana ikan yang telah
diambil isi perutnya dan dibersihkan dileteakkan didalam tong berisi
larutan yang terdiri dari garam dan cairan ikan. Proses ini selesai kira-
kira 20 hari. Kedua jenis ikan asin ini dapat bertahan dalam kondisi baik
selama 2-3 bulan pada suhu dibawah 10°C. Pada suhu diatas 15°C
kerusakan terjadi agak cepat (Buckle, 2010).
Menurut sumber lain, ada yang mengelompokan metode penggaraman
dalam tiga jenis, yakni :
a) Penggaraman Kering/ Dry Salting
Metode ini menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan.
Umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya
dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam
wadah kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis
dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan atas dan paling
bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang dipakai pada
proses penggaraman umunya berjumlah 10-35% dari berat ikan yang
digarami.
Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit/daging ikan (yang
basah/berair), garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat.
Larutan ini akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa.
Jadi kristal garam tidak langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu
berubah menjadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin banyak
dan kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang.
b) Penggaraman Basah/ Wet Salting
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-35% (dalam 1 liter
air terdapat 30-35 gram garam). Ikan akan digarami dimasukan kedalam
larutan tersebut, lalu bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat
agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada
ukuran dan ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan.
Dalam proses osmosa, kepekaan larutan garam akan semakin berkurang
karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan. Proses
osmosa akan berhenti bila kepekaan larutan diluar dan didalam tubuh
ikan sudah seimbang.
c) Kench Salting
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan penggaraman
kering tetapi tidak menggunakan bak/wadah penyimpanan. Ikan
dicampur dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal,
larutan air yang terbentuk dibiarkan terbuang. Kelemahan dari cara ini
adalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses
penggaraman berlangsung sangat lambat (Budiman, 2004).
Dalam pembuatan ikan asin dapat digunakan jenis ikan tawar maupun
ikan laut. Pada dasarnya jenis ikan apapun dapat diawetkan dengan cara
dibuat ikan asin. Secara singkat, tahapan proses penggaraman meliputi :
persiapan (pemilihan bahan baku dan peralatan), penyiangan dan
pencucian ikan, penirisan, dan penggaraman sesuai dengan metode yang
dikehendaki (dry salting, wet salting atau kench salting) (Budiman,
2004).
Ikan asin dapat stabil karena tiga faktor, yaitu :
1. Kerja langsung dari NaCl pada jenis-jenis organisme pembusuk
protein (putrefractive).
2. Penghilangan oksigen dari jaringan yang mencegah pertumbuhan
mikroorganisme.
3. Gangguan NaCl terhadap kegiatan enzim proteolitik dalam daging
(Buckle, 2010).
1. Hasil Praktikum Telur Asin
Pada praktikum ini kami tidak melakukan penggaram pada telur bebek.
Telur Asin telah siapkan dan kami hanya melakukan pengamatan yakni
membandingkan telur asin dengan telur mentah dan kemudian direbus.
Dari hasil pengamatan organoleptik diperoleh hasil adalah pada telur
asin sangat asin sedangkan telur bebek biasa/tidak asin adalah amis.
Rasa telur bebek biasa tidak asin dan sifatnya kenyal. Sedangkan telur
asin memiliki rasa yang asin dan sifatnya yang padat. Tekstur pada telur
bebek biasa ini baik putih maupun kuningnya adalah halus dan warnanya
tidak pucat. Sedangkan tekstur pada telur asin putih telunya halus
dengan kuningnya sedikit kasar , warnanya jauh lebuh pucat
dibandingkan dengan telur bebek biasa.
1. Hasil Praktikum Ikan Asin
Praktikum pengolahan dan pengawetan dengan garam ini bertujuan
untuk menjelaskan peranan garam dalam proses penggaraman ikan dan
mengetahui cara-cara penggaraman ikan. Selain itu bertujuan untuk
dapat menjelaskan persiapan dan pengolahan ikan.
% BDD = (Berat dipisah / berat utuh) x 100%
Pertama-tama, ikan ditimbang beratnya dengan neraca
analitik/timbangan yang dialasi plastik sebelum diolah, kemudian
dilakukan pembersihan meliputi pembuangan isi perut, insang, tulang,
kepala, ekor dengan alat bantu pisau, talenan dan baki yang kemudian
dicuci di air mengalir dan ditempatkan diwadah piring. Selanjutnya,
dilakukan penimbangan kembali untuk mendapatkan berat dapat
dimakan (BDD) dari daging ikan yang telah dibersihkan tadi. Dimana
persentase BDD dapat dihitung dari :
Pada metode brine salting, tahap selanjutnya adalah pembuatan larutan
garam. Konsentrasinya adalah sebagai berikut : digunakan 1500ml air
yang dilarutkan dengan 565 gram garam. Molaritas larutan garam
tersebut dihitung dengan rumus :
Molaritas = (gram garam/ massa relative NaCl ) ÷ volume air (L)
= 565 gr / 58,5 ÷ 1,5 L = 6,438 M
Dari 1.500 ml volume larutan garam jenuh yang dibuat, hanya 250 ml
yang digunakan untuk merendam ikan bersama-sama dengan 2 ikan
lainnya dari kelompok yang berbeda di 1 shift.
Ikan lalu diletakkan didalam toples, disiram dengan larutan garam jenuh,
diaduk, dan didiamkan selama 24 jam agar larutan meresap kedalam
ikan. Setelah 24 jam, ikan ditiriskan dan diuji sifat organoleptiknya
meliputi aroma, rasa, tekstur, sifat dan warna. Pendiaman selama 24 jam
berfungsi untuk memaksimalkan penetrasi larutan garam kedalam
daging ikan, kemudian dikukus dan diuji kembali sifat organoleptiknya
(aroma, rasa, tekstur, sifat dan warna).
Jika dibandingkan menurut Budiman, 2004, metode brine salting/ wet
salting tidak terlalu berbeda. Menurutnya, bila proses perendaman akan
menghabiskan waktu lebih dari 24 jam, gunakan larutan lewat jenuh
agar kemampuan menarik cairan dalam tubuh ikan menjadi lebih besar
dan cepat tanpa perlu dilakukan penambahan garam. Menariknya, ada
uji untuk mengetahui apakah larutan garam sudah jenuh atau belum,
yakni dengan memasukan biji kemiri matang kedalam larutan yang telah
dibuat. Bila biji kemiri tenggelam berarti larutan belum jenuh, bila biji
kemiri mengapung berarti larutan sudah jenuh.perbedaan lainnya adalah
proses penjemuran setelah ikan diangkat dari bak penggaraman. Pada
praktikum kali ini tidak dilanjutkan dengan penjemuran.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat ikan sebelum dikukus lebih
besar dari pada setelah dikukus. Pada uji organoleptiknya, aroma ikan
sebelum dikukus tercium sangat amis dan setelah dikukus aromanya
sedap. Rasa ikan setelah dikukus lebih asin dan meresap kedaging ikan
dibandingkan sebelum dikukus adalah asin tapi belum meresap. Sifatnya
setelah dikukus padat dan tidak mudah hancur, sementara sebelum
dikukus mudah hancur. Tekstur sebelum dan sesudah dikukus sama-
sama empuk. Warnanya berubah dari kemerahan menjadi putih pucat
setelah dikukus.
Pada metode dry salting, perlakuan awal persis sama seperti brine
salting. Setelah diketahui BDD-nya, pada metode dry salting ini, ikan
yang telah bersih tadi dilumuri dengan garam sebanyak 20-35% dari
berat ikan bersih yang setara dengan 24,15 gram garam. Kemudian
disusun berlapis pada bak penggaraman yang dibagian dasar dan atas
ikan dilumuri garam. Lalu, menutup tumpukan ikan dengan besek yang
diatas tutupnya diberi pemberat. Penutupan berfungsi menghindari
kontaminasi lalat atau serangga / mikroba lainnya serta untuk
memaksimalkan proses penggaraman. Keadaan ini dibiarkan selama 72
jam untuk memaksimalkan penetrasi dan proses penggaraman kedalam
daging ikan. Setelah itu, diuji sifat organoleptiknya, angkat ikan dari bak,
dicuci bersih, ditiriskan, lalu dikukus dan diamati kembali sifat
organoleptiknya.
Secara umum langkah pengerjaan metode dry salting dipraktikum
dibandingkan dengan sumber pustaka lainnya tidak jauh berbeda. Dari
pustaka lain, dijelaskan terperinci mengenai jumlah garam terkait
dengan ukuran ikan. Untuk ikan lebih besar, disediakan garam 15-20%
dari berat ikan, ikan ukuran sedang 15-20%, sedangkan untuk ikan kecil
cukup 5%. Lama penggaraman juga tergantung jenis jenis, ukuran dan
tingkat kesegaran ikan. Umumnya, proses penggaraman bisa
berlangsung 1-3 hari untuk ikan ukuran besar, 12-24 jam untuk ikan
sedang, dan 6-12 jam untuk ikan kecil. Langkah terakhir setelah ikan
diangkat dari tempat penggaraman, ikan dicuci bersih dan dijemur diatas
para-para(Budiman, 2004). Proses penjemuran tidak dilakukan pada
praktikum kali ini.
Hasil pengamatan ikan asin dry salting menunjukan bahwa berat ikan
sebelum dikukus lebih besar dari pada setelah dikukus. Pada uji
organoleptiknya, aroma ikan sebelum dikukus tercium amis sekali
setelah dikukus aromanya sedap. Rasa ikan setelah dikukus lebih asin
dibandingkan sebelum dikukus. Sifatnya setelah dan sebelum dikukus
adalah sama yakni tidak mudah hancur dan utuh. Tekstur sebelum
dikukus lebih pucat dibandingkan setelah dikukus.
Setelah proses penggaraman, baik pada brine salting dan dry salting,
aroma ikan menjadi tidak lebih menyengat dari sebelumnya. Proteolisis
oleh aktivitas mikroba akan memecah protein sehingga meninggalkan
residu baik dari senyawa lemak atau protein yang dapat menimbulkan
aroma kurang sedap, seperti keton, sulfid dan lainnya. Pemanasan dan
penggaraman dapat menghambat aktivitas bakteri dan merusak enzim
dan merusak enzim proteolitik mikrobia sehingga bau ikan tidak lebih
amis/normal. Keasinan yang dihasilkan tidak begitu berbeda antara brine
salting dan dry salting. Rasa asin ini dipengaruhi oleh jumlah, kadar,
lama waktu yang dipaki untuk pengasinan.
Hasil ikan asin dari praktikum dalam keadaan baik, terlihat dari hasil
penggaramannya yang terasa asin dan tidak disertai dengan rasa pahit
(yang bisa menunjukan adanya pencemaran MgCl2 atau MgSO4). Warna
yang dihasilkan adalah putih kepucatan dan tidak menunjukan warna
kuning kotor (akibat pencemaran Fe dan Cu). Keempukan hasil ikan asin
metode brine salting dipengaruhi oleh perendaman larutan garam jenuh
sehingga hasil akhir tisak sekeras ikan asin metode dry salting.
Proses dry salting akan mengurangi kadar air ikan sehingga garam akan
melakukan penetrasi lebih maksimal dan daging semakin kuat. Produk
brine salting biasanya dipadukan dengan perebusan sehingga
mengembalikan kadar air dan kekenyalan daging ikan, sehingga tekstur
akan lebih lunak dan aromanya lebih disukai (Budiman, 2004).
Ikan asin yang baik adalah memiliki bau, rasa, dan warnya yang baik.
Aroma garam yang normal, warna putih kekuningan, sifat padat lunak,
dan rasa yang enak. Kadar air paling tinggi/ maksimal sebanyak 25%,
kadar garam antara 10-20% dan ikan tidak mengandung senyawa
berbahaya lain seperti jamur, bakteri patogen, dan logam berbahaya.
Berikut ini disajikan tabel nilai gizi ikan kembung dan ikan asin yang
didapat dari Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Addanya
perbedaan dan perubahan nilai gizi tidak dapat begitu saja dilihat
sebagai hasil yang sesuai karena boleh jadi ikan asin yang digunakan
sebagai rujukan data nilai gizi disini berbeda jenis dan ukurannya
dengan jenis ikan kembung yang digunakan dalam tabel TKP yang sama
Tabel 6 Nilai gizi ikan kembung / 100 gr BDD
Komponen Jumlah
Energi (kkal) 125
Protein (g) 21,3
Lemak (g) 3,4
Karbohidrat (g) 2,2
Serat (g) -
Kalsium (mg) 136
Fosfor (mg) 69
Besi (mg) 0,8
Kalium (mg) 299
Natrium (mg) 214
Tabel 7 Nilai gizi ikan asin kering / 100 gr BDD
Komponen Jumlah
Energi (kkal) 193
Protein (g) 42
Lemak (g) 1,5
Karbohidrat (g) 0
Serat (g) 0
Kalsium (mg) 200
Fosfor (mg) 300
Besi (mg) 0,01
Kalium (mg) -
Natrium (mg) 0,01
(PERSAGI,2005)
KESIMPULAN
1. Peranan garam dalam pengawetan ikan adalah sebagai bahan
pengawet dan pemberi rasa akhir. Garam menyerap air dari daging
ikan sehingga aktivitas bakteri akan terlambat. Selain itu, larutan
garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel-sel
mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan
kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya sel bakteri
menjadi kering dan kemudian mati.
2. Umumnya dikenal tiga jenis teknik penggaraman. Pertama, brine
salting yaitu teknik penggaraman basah dengan menggaramkan
ikan pada larutan garam jenuh selama beberapa waktu. Kedua, dry
salting yaitu teknik penggaraman kering, pelapisan ikan dengan
kristal garam yang didiamkan dalam bak penggaraman. Ketiga,
kench salting yaitu metode penggaraman dengan mencampurkan
kristal garam dengan ikan secara langsung tanpa menggunakan
wadah/ bak penggaraman.
3. Teknik persiapan ikan terdiri atas pemilihan bahan baku dan
peralatan, penyiangan dan pencucian ikan, penirisan, dan
dilanjutkan dengan metode pengolahan yakni penggaraman sesuai
metode yang dikehendaki (dry salting, wet salting atau kench
salting). Teknik penggaraman basah umumnya diikuti dengan
perebusan, sedangkan teknik penggaraman kering diikuti dengan
pengeringan/ penjemuran.
4. Prosedur pembuatan telur asin adalah dimulai dengan pemilihan
telur dengan kualitas dan kondisi baik dan segar. Telur dicuci dan
dibersihkan dari kotoran dengan air hangat, lalu dilumuri penuh
dengan adonan/media pengasin yang terdiri dari abu gosok, kristal
garam, dan air pada permukaan telur. Telur lalu disimpan didalam
kuali tertutup, disimpan selama dua minggu/lebih. Setelah itu telur
dibersihkan dari media pengasinan, direbus dan siap untuk
disantap.
5. Fungsi garam dalam pengasinan telur adalah untuk menarik
kandungan air dalam telur hingga kadar airnya berkurang dan
mikrobia tidak dapat menggunakan air tersebut utuk hidup. Selain
itu garam juga akan memberikan tekstur, aroma dan rasa yang
khas setelah akhir proses penggaraman.
6. Telur yang biasa digunakan untuk pembuatan telur asin adalah
telur bebek dan telur ayam. Gtelur yang akan digarami harus
berkualitas baik, tidak berbau busuk, tidak retak, cangkang masih
utuh, dan bersih dari kotoran dan kontaminasi bakteri. Telur juga
perlu memiliki kadar air yang cukup untuk memaksimalkan
penetrasi garam.