22
Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap Pajak Posted on Desember 2, 2008 by aris aviantara Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 28%. Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam UU PPh. Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di

Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

88

Citation preview

Page 1: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap   Pajak

Posted on Desember 2, 2008 by aris aviantara

Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 28%.

Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam UU PPh.

Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.

Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.

Usaha Perorangan

Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan sebesar 30%.

Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara harta usaha

Page 2: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula dengan kewajiban melaporkan pajaknya.

Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan, seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian usaha.

Rangkuman:

- Keuntungan usaha merupakan penghasilan perorangan.

- Keuntungan usaha adalah selisih penerimaan dikurangi biaya.

- Biaya yang bersifat pribadi tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan.

- Karena tidak adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi maka tidak dikenal adanya biaya gaji pemilik.

- Keuntungan usaha perorangan dikenai pajak sesuai dengan tarif pajak WPOP yang dapat dikenai tarif tertinggi sebesar 30%.

Persekutuan Komanditer atau Firma

Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.

Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan oleh CV atau Firma sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV atau Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif menjalankan usaha, investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya.

Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma kepada pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma. Sebaliknya penerimaan berupa gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas pembagian laba yang diterima oleh pemilik.

Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu kesatuan dalam hal

Page 3: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau Firma hanya akan dikenai PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.

Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan memiliki persamaan perlakuan perpajakan yaitu keuntungan usaha sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan penghasilan pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai pajak di sisi perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV dikenai pajak di sisi CV sebagai WP badan.

Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan pengurangan biaya berupa gaji pemilik dan pembagian keuntungannya. Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif pajak bagi CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi adalah 30%. Dengan demikian dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak sebesar 2%.

Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak

Rangkuman:

- Keuntungan usaha merupakan penghasilan CV.

-Keuntungan usaha adalah selisih penerimaan dikurangi biaya.

- Biaya yang bersifat pribadi tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan.

- Meskipun disepakati adanya biaya gaji bagi pemilik aktif, biaya gaji tidak diperkenankan mengurangi penghasilan CV.

- Bagi pemilik, penghasilan berupa gaji dan pembagian laba bukan Objek PPh.

Keuntungan usaha CV dikenai pajak sesuai dengan tarif pajak WP Badan yang dapat dikenai tarif tertinggi sebesar 30%.

Usaha Berbentuk Perseroan Terbatas

Berbeda dari usaha berbentuk CV atau Firma, Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk usaha yang modalnya terdiri atas saham-saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau tanda kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal sebagai surat berharga (marketable securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Keuntungan yang diperoleh pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus –dan sebenarnya tidak dibenarkan secara aturan–, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang ikut aktif menjalankan roda usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa gaji.

Page 4: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik berupa sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi arus mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).

Rangkuman:

- Terdapat pemisahan yang tegas antara PT dengan pemilik.

- Keuntungan usaha dikenai pajak di PT.

- Bagian keuntungan setelah pajak dari PT yang diterima pemegang saham (perorangan) merupakan Penghasilan Kena Pajak yang akan dipajaki di tingkat pemegang saham.

Kesimpulan

Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan dihadapi oleh seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan bahwa pilihan bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak tersendiri. Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah pengenaan tarif pajak tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif pajak tertinggi perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT maka keuntungan CV atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda (double tax) atas pembagian laba atau dividen.

Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya PPh dengan kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi seorang investor. Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha tidaklah sesederhana itu. Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek tanggung jawab pemegang saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank, dan lain sebagainya. Namun demikian sudut pandang aspek pajak ini setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih bentuk usaha.

sedikit tambahan : - dalam akte CV dan Firma tidak dicantumkan jumlah modal, modal boleh diperbesar atau ditarik dalam bentuk prive kapan saja, dan tidak dikenakan pajak.- sedangkan dalam PT modal dalam bentuk modal dasar, modal disetor dalam bentuk saham, setiap pembagian dividen akan dikenakan pajak, kecuali saham yang dimiliki oleh PT yang jumlah modalnya

Page 5: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

lebih dari 25 %Ada tambahan atau koreksi, mohon informasinya..

Ikut ninbrung boleh kanSecara teoritis PT, CV dan Firma masing-masing adalah BADAN HUKUMBila dilihat dari dudut pandang Modal yang membedakan antara PT dengan CV/Fa adalah:- Modal PT terbagi dalam saham-saham yang setiap lembaran saham tercantum nilai nominalnya.- CV/Fa modalnya tidak terbagi dalam saham-saham, tetapi terbagi dalam bagian modal (penyertaan) yang biasanya dinyatakan dalam akta pendirian ataupun dalam akta perubahan.

- Bagian Laba PT yang dibagikan disebut dividen, dan dipotong PPh pasal 23 pada waktu dividen dibagian,

- Pembagian Laba CV/Fa kepada para pesero tidak dipotong PPh pasal 23 dan biasanya akan langsung menambah modal pesero, tetapi JANGAN LUPA bahwa atas seluruh gaji yang dibayarkan kepada pengurus bukan merupakan biaya UU 17/200 psl 9 ayat (1) huruf i

CV (comanditaire Vennootschap) sebenarnya tidak dapat disamakan sekali denga Firma namun juga tidak dapat disamakan dengan PT, beberapa persamaan CV dengan Firma:a. adanya sekutu2 aktif yang menggiatkan diri dalam pengurusan perusahaan dan bertanggung jawab penuh ke dalam dan ke luarb. Para sekutu kerja atau sekutu pengurus tersebut dapat dipilih dan diangkat untuk selamanyac. Baik perusahaan komanditer maupun firma keduanya merupakan badan-badan usaha yang bukan badan hukum yang pendiriannya tidak memerlukan pengesahan dari Depkehd. Baik persekutuan komanditer maupun firma kedua-duanya bergerak dengan bermodalkan uang/barang/tenaga yang disetorkan atau dimasukkan sekutu-sekutunya.e. Sistem pembagian laba yang dipakai adalah laba langsung dibagi sebanding dengan porsi penyetoran modal mereka, demikian juga dengan penanggungan atas segala resiko/kerugian

Aspek Perpajakan CV

Sebelumnya mohon maaf buat semuanya, karena keterbatasan saya, sampai hari ini masih banyak pertanyaan dalam blog ini yang belum terjawab. Semoga satu demi satu pertanyaan yg belum terjawab bisa segera saya jawab.

Tulisan singkat ini dibuat untuk menjawab beberapa pertanyaan senada di halaman konsultasi yang menanyakan mengenai aspek perpajakan CV.

Aspek Perpajakan CV

a. Pengantar

Page 6: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Meskipun secara hukum terdapat berbagai perbedaan antara PT (Perseroan Terbatas) dengan CV (Comanditaire Venootscha ); namun dalam sudut pandang perpajakan keduanya merupakan Wajib Pajak Badan. Hal ini diuraikan dalam UU KUP (pasal 1 ayat 3) sbb :

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Sesuai dengan definisi mengenai Badan yang tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UU KUP tersebut, Wajib Pajak Badan merupakan :

sekumpulan orang dan/atau modal; baik yang melakukan kegiatan usaha; maupun yang tidak melakukan kegiatan usaha.

Wajib Pajak badan meliputi :

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk

apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif, dan bentuk usaha tetap

b. Kewajiban Pajak bagi CV

Sebagaimana kewajiban WP Badan pada umumnya; kewajiban pajak yang harus dilakukan oleh CV adalah sbb :

1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri :

Mendaftarkan diri ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

Page 7: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Apabila CV telah memenuhi syarat sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), maka CV juga memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri agar dikukuhkan sebagai PKP.

Selain itu, apabila anggota perseroan (Anggota CV), baik persero aktif maupun persero diam belum memiliki NPWP, maka sebaiknya masing-masing anggota perseroan juga mendaftarkan diri ke kantor pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili masing-masing anggota perseroan untuk memperoleh NPWP.

Pendaftaran dilakukan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan CV. Cara mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP/ dikukuhkan sebagai PKP adalah sbb :

1). Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran Wajib Pajak,

2). Menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi lengkap ke KPP setempat dan dilampiri dengan document-document yang disyaratkan sbb :

Photocopy Akta Pendirian CV Photocopy KTP (Identitas Pengurus/pesero aktif); Jika anggota pesero sudah memiliki

NPWP pribadi lebih baik jika dilampirkan photocopinya -tambahan saja-. Surat Keterangan Domisili (Surat Keterangan tempat kegiatan usaha) dari kelurahan

setempat Surat Kuasa bermaterai -jika pengurusan dikuasakan kepada pihak lain-

Dalam praktek, pada umumnya SKT dan kartu NPWP akan diterbitkan dalam waktu 1- 3 hari kerja setelah pendaftaran. Jika pada saat mendaftarkan CV sekaligus mengajukan permohonan untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka selanjutnya petugas DJP akan melakukan pengecekan terhadap lokasi kegiatan usaha, untuk menentukan apakah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Jika memenuhi syarat, maka selanjutnya KPP akan menerbitkan Surat Pengukuhan PKP.

2. Kewajiban CV setelah memiliki NPWP dan/atau setelah dikukuhkan sebagai PKP :

Setelah CV memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, maka CV memiliki kewajiban untuk :

Melakukan pembayaran dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya.

Memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang dibayarkan/ terutang kepada pihak lainnya

Bagi CV yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maka selain kewajiban tersebut di atas, juga memiliki kewajiban dibidang PPN dan PPn BM.

Kewajiban pajak tersebut pada dasarnya telah tercantum dalam SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang diterbitkan oleh KPP bersamaan dengan penerbitan kartu NPWP. Dalam formulir SKT, Jenis kewajiban pajak yang tercantum telah dicetak dengan format standart dan hanya menginformasikan jenis pajak sesuai pasal yang mengaturnya, tanpa penjelasan lebih lanjut.

Page 8: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Bagi petugas pajak atau orang yang sehari-hari berkecimpung di bidang pajak, tentu sudah memahami maksud dari aneka jenis kewajiban pajak yang tercantum dalam SKT tersebut. Lain halnya bagi wajib pajak baru yang seringkali masih awam terhadap perpajakan, tentu membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Sayangnya, jarang sekali petugas di bagian pelayanan (yg mengurusi pendaftaran NPWP) yg memberikan gambaran/penjelasan terhadap wajib pajak baru tersebut. Pun juga tidak ada buku panduan ringkas (semacam buku saku perpajakan gitu) yang diberikan oleh DJP untuk Wajib Pajak baru ini. (ssstt… kabar baiknya : Ada kerjaan buat

konsultan pajak )

Jenis-jenis pajak yang tercantum dalam SKT terdiri dari :

1. PPh Pasal 4 (2)2. PPh Pasal 153. PPh Pasal 194. PPh Pasal 215. PPh Pasal 226. PPh Pasal 237. PPh Pasal 258. PPh Pasal 269. PPh Pasal 29

Dalam SKT tidak tercantum mengenai kewajiban PPN. Hal ini karena yang memiliki kewajiban PPN hanya wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP, yang mana surat SPPKP (Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak) terpisah dari SKT.

Sembilan jenis kewajiban pajak seperti yang tercantum dalam SKT tersebut, jika dikelompokkan sesungguhnya hanya terdiri dari 2 kewajiban besar seperti yang telah diuraikan diatas, yaitu :

1. Melakukan pembayaran dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib pajak sendiri (dalam hal ini CV). Yang termasuk dalam kelompok ini yaitu :

PPh Pasal 4 (2) PPh Pasal 15 PPh Pasal 19 PPh Pasal 25 PPh Pasal 29

2. Memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang dibayarkan/ terutang kepada pihak lainnya, yang terdiri dari :

PPh Pasal 4 (2) PPh Pasal 15 PPh Pasal 21

Page 9: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 26

Untuk PPh pasal 4 (2) dan PPh pasal 15 merupakan PPh final, dimana sistem pengenaannya ada yang melalui pemotongan oleh pihak lain, maupun dibayar sendiri oleh penerima penghasilan sehingga termasuk dalam dua kategori di atas.

Singkatnya, kewajiban pajak yang harus dilakukan oleh CV setelah memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP sama seperti kewajiban pajak WP Badan lainnya, seperti yang telah saya tulis disini.

c. Perbedaan perlakuan perpajakan untuk CV dan PT………… (to be continued)

(Semoga tulisan singkat ini bisa menjawab beberapa pertanyaan yang telah disampaikan teman-teman mengenai aspek perpajakan CV).

Peluang Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk Usaha

, 25 Ags 2008Siapapun tidak akan rela bila hasil usahanya diambil paksa oleh orang lain tanpa orang itu terlibat dalam usaha tersebut, termasuk Anda. Nah bagaimana bila ternyata yang ikut mengambil bagian laba Anda adalah kekuatan yang mendapat legitimasi seperti Negara melalui pajaknya?? Tentu banyak alternative yang akan pergunakan untuk menghindari pungutan tersebut. Cara yang paling gampang adalah dengan tidak melaporkan penghasilan yang anda terima, tapi alih-alih akan membuat Anda aman dan nyaman dalam keseharian, hal ini justru akan membuat masalah baru yang akan membuat Anda sakit jantung. Cara yang paling elegan untuk menghindari pungutan ini adalah dengan mencari cara menghindari pajak tanpa menabrak koridor peraturan perpajakan yang berlaku. Taxation for Investor

Dalam peraturan perpajakan, banyak sekali celah-celah yang dapat kita manfaatkan untuk meminimalkan beban pajak tanpa kita harus berhadapan dengan aparat pajak dalam investigasi, yaitu dengan melalui tax management (pengaturan pajak). Tujuan perencanaan pajak yang baik akan adalah memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya kepada investor agar retur yang didapat semakin tinggi. Perencanaan pajak dapat dimulai dari tingkat setting up

bentuk usaha yang akan dipilih investor dalam menjalankan bisnisnya. Banyak pilihan bentuk hukum yang dapat diambil oleh investor, namun itu semua akan berakibat pada aspek perpajakan yang akan dia tanggung kelak. Diantara beberapa entitas hukum bisnis yang ada di Indonesia dan diakui oleh UU Perpajakan kita adalah:

Perseroan Terbatas (PT)

Page 10: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Persekutian (CV, Firma, Kongsi) Perseorangan

Diluar itu terdapat banyak jenis bentuk hukum lain yang kita kenal dalam lingkup hukum kita, namun saya akan membatasi pembahasan dalam ketiga bentuk hukum entitas bisnis tersebut karena mengingat kebanyakan pelaku binis Indonesia menggunakan ketiganya dalam menjalankan binsis mereka.

 

PERSEROAN TERBATAS

Perseroan terbatas adalah suatu entitas bisnis yang banyak digunakan di Indonesia. Dalam Pasal 97 UU No. 40 tahun 2000 mengatur bahwa perbedaan terbesar antara PT dengan badan hukum lainnya adalah, dalam PT tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada Direksi, bukan kepada shareholder. Hal ini berarti selama Pemegang Saham tidak merangkap sebagai pengurus perusahaan, maka dia tidak dapat dimintai pertanggunjawaban terhadap tindakan operasional perusahaan oleh pihak manapun.

Dalam perpajakan sesuai pasal 6 dan pasal 23 UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income dan pada saat pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham. Ilustrasi pengenaan pajak PT kita lihat sebagai berikut:

Income Tahun xxxx Rp 1.500.000.000,-

COGS Rp 300.000.000,-

Gross Income Rp 1.200.000.000,-

Operating Expenses Rp 200.000.000,-

Net Income Rp 1.000.000.000,-

Tax 30% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 300.000.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 15% sebagai berikut:

Net Income Rp 1.000.000.000,-Tax 30% Rp 300.000.000,-Income After Tax Rp 700.000.000,-

Page 11: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Pajak Atas Dividen 15% Rp 105.000.000,-Return yang diterima Shareholder

Rp 595.000.000,-

% Beban Pajak (total tax/Net Income)

(Rp 300.000.000,-+Rp 105.000.000,-) x 100% = 40,5%

Rp 1.000.000.000,-

PERSEKUTUAN (CV, FIRMA, KONGSI)

Persekutuan diatur dengan Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).  Perbedaan persekutuan dengan PT adalah terletak pada tanggung jawab peseronya (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KUHD mengatur tanggung jawab renteng pemilik/pesero terhadap semua operasional ataupun tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.

Pengaturan pajak kepada CV diatur dalam pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net income perseroan. Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi. Kita lihat ilustrasi dibawah ini sesuai dengan data-data keuangan PT diatas.

Income Tahun xxxx Rp 1.500.000.000,-COGS Rp 300.000.000,-Gross Income Rp 1.200.000.000,-Operating Expenses Rp 200.000.000,-Net Income Rp 1.000.000.000,-Tax 30% Rp 300.000.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut:

Net Income Rp 1.000.000.000,-Tax 30% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 300.000.000,-

Income After Tax Rp 700.000.000,-Pajak Atas Dividen 0% Rp 0,-Return yang diterima Shareholder Rp 700.000.000,-% Beban Pajak (total tax/Net Income) Rp 300.000.000,- = 30%

Page 12: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Rp 1.000.000.000,-

PERSEORANGAN

Mayoritas penduduk Indonesia, mempergunakan entitas ini daripada yang lain, mengingat kesederhanaan pendiriannya dan flexibilitas kewajiban yang harus dipenuhi.

Dalam perpajakan, pengaturan perseorangan diberikan banyak fasilitas, diantaranya adalah taxable income bukan dihitung dari net income, tapi dikurangi dulu Penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Namun perlu diingat juga terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable income bracket) antara PPh Perseorangan dengan Pajak Penghasilan Badan.

a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) 5 % (lima persen)

di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) s.d. Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15 % (lima belas persen)

Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d. Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

25 % (dua puluh lima persen)

Di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 35% (tiga puluh lima persen)

b.

Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut :

Page 13: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15 % (lima belas persen)

Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30 % (tiga puluh persen)

 

Secara sederhana kita membuat ilustrasi beban pajak yang harus ditanggung investor dengan mengenakan pajak pada rate level tertinggi 35% dan mengabaikan lapisan tarif.

Income Tahun xxxx Rp 1.500.000.000,-COGS Rp 300.000.000,-Gross Income Rp 1.200.000.000,-Operating Expenses Rp 200.000.000,-Net Income Rp 1.000.000.000,-PTKP (Kawin anak atau K/3) Rp 18.000.000,-Taxable Income Rp 982.000.000,-Tax 35% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 343.700.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut:

Net Income Rp 1.000.000.000,-Tax 35% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 343.700.000,-

Income After Tax Rp 656.300.000,-Pajak Atas Dividen 0% Rp 0,-Return yang diterima Shareholder Rp 700.000.000,-% Beban Pajak (total tax/Net Income) Rp 343.700.000,00= 34,37%

Page 14: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Rp 1.000.000.000,-

 

 

Dari ilustrasi diatas, beban pajak yang harus ditanggung oleh investor dari ketiga entitas binis tersebut kita bandingkan sebagai berikut:

DESKRIPSI PT Persekutuan PERSEORANGANNet Income Rp 1.000.000.000,- Rp 1.000.000.000,- Rp 1.000.000.000,-Beban Pajak (Rp) Rp 405.000.000,- Rp 300.000.000,- Rp 343.700.000,-Beban Pajak (%) 40,5% 30% 34,37%

 

Beban pajak yang ditanggung oleh investor melalui persekutuan ternyata lebih kecil daripada bentuk usaha lainnya.

Pemilihan salah satu entitas bisnis diatas dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oleh para investor untuk meminimalkan beban pajak. Sudah tentu pajak bukan hanya satu-satunya pertimbangan dalam keputusan bisnis. Masih banyak lagi yang harus diperhatikan diantaranya ketentuan tentang tanggung jawab pesero bila terjadi tuntutan pihak lain, kebutuhan perusahaan dalam pengembangan pasar, serta kewajiban-kewajiban dan hak lain yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut. Semuanya berpulang pada keputusan Anda sebagai investor.

 

Terima kasih, ingat.., pajak bukanlah hambatan bisnis.....!!!

Fajar Budiman untuk JTS Consulting

Fajar Budiman merupakan Tax Trainer pada JTS Consulting Group.

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak Badan Tahun 2011

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak 2011 adalah sebagai berikut :

Page 15: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

a. Berdasarkan pasal 17 Undang-undang  No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  :Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 % (dua puluh delapan persen) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.

b. Berdasarkan pasal 31 E Undang-undang  No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  :Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

c. Untuk keperluan penerapan tarif pajak  jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Penerapan Tarif PPh Badan Tahun 2011 dalam perhitungan PPh Terutang :

a. Untuk Peredaran Usaha Bruto Sampai dengan Rp.4.800.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar  25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak

Contoh perhitungan Lihat :

Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,-

b. Untuk Peredaran Usaha diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar :

1. Bagian Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,- : 25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto Rp.4.800.000.000,-)

2. Bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-25 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-)

Contoh perhitungan Lihat :

Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-

c. Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar  : 25 % x  Penghasilan Kena Pajak

Contoh perhitungan Lihat :

Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,-  

Page 16: Pengaruh Bentuk Usaha Terhadap

Dasar Hukum :

a. Pasal 17 dan 31 E UU no.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

b. Surat Edaran Dirjend Pajak No.66/PJ./2010 tentang Penegasan atas pelaksanaan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Purwokerto, 08 Pebruari  2012

Wibowo Subekti

Pajak untuk Indonesia yang lebih baik

Wibowo-pajak.blogspot.com

Artikel Menarik Lainnya

Tarif Pajak

Tarif Pajak PPh Pasal 21 Final Untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan Pensiunannya Tarif Pajak PPh Pasal 21 Non Final Untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan

Pensiunannya Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011

Tarif Pajak PPh Badan

0 komentar:

Poskan KomentarPosting Lebih Baru Posting Lama Beranda