Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial
Distress Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel
Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Tamaria Bernadetta Dumaris1, Devvy Rusli2
Departemen Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Jl. Kayu Jati Raya No.11A, Rawamangun – Jakarta 13220, Indonesia
[email protected]; [email protected]
Abstract – This study aims to examine the effect of working
capital management on financial distress in mining sector
companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2015-
2019. Working capital management variables are measured
using the current ratio, inventory turnover, total asset
turnover, and debt to assets ratio. This study also uses
company size as a control variable. This study is a quantitave
research. This study uses logistic regression analysis method
using Eviews 10. This study used secondary data from
financial statement and annual report through the Indonesia
Stock Exchange website and company website. This sampling
technique used purposive sampling with a total sample of 12
companies from 48 mining companies in 2015-2019. The
result of this study showed that the current ratio had positive
and significant effect on financial distress. Inventory turnover
had negative and significant effect on financial distress. Total
asset turnover had negative and significant effect on financial
distress. Debt to asset ratio had positive and significant effect
on financial distress. Company size had negative and
significant effect on financial distress. While the research
result from the simultaneous test (Likelihoood Ratio
Statistics) show that the Current Ratio, Inventory Turnover,
Total Asset Turnover, Debt to Asset Ratio, and Company Size
all have an effet on financial distress.
Keywords: Financial Distress, Current Ratio, Inventory
Turnover, Total Asset Turnover, Debt to Asset Ratio,
Company Size
Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
manajemen modal kerja terhadap financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdafttar di Bursa
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 1
Efek Indonesia Tahun 2015-2019. Variabel manajemen
modal kerja diukur dengan menggunakan current ratio,
inventory turnover, total asset turnover, dan debt to asset
ratio. penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan
sebagai variabel kontrol. Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode analisis
regresi logistik dengan program Eviews 10. Data yang
digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dari laporan
keuangan dan laporan tahunan melalui situs Bursa Efek
Indonesia dan situs perusahaan. Teknik dalam pengambilan
sampel penelitian dengan menggunakan purposive sampling
dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 12
perusahaan dari 48 perusahaan pertambangan tahun 2015-
2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa current ratio
berpengaruh positif secara signifikan terhadap financial
distress. Inventory turnover berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap financial distress. Total asset turnover
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial
distress. Debt to asset ratio berpengaruh positif secara
signifikan terhadap financial distress. Ukuran perusahaan
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial
distress. Sedangkan hasil penelitian dari uji simultan
(Likelihood Ratio Statistics) menunjukkan bahwa Current
Ratio, Inventory Turnover, Total Asset Turnover, Debt to
Aset Ratio, dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap
Financial Distress.
Kata Kunci: Financial Distress, Current Ratio, Inventory
Turnover, Total Asset Turnover, Debt to Aset
Ratio, Ukuran Perusahaan.
I. PENDAHULUAN Kondisi perekonomian global sedang mengalami perlambatan yang disebabkan oleh adanya
konflik perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang terjadi pada tahun 2018. Sehingga
perang dagang ini memberikan dampak negatif terhadap perekonomian global termasuk
perekonomian di Indonesia dimana harga dan permintaan komoditas yang menjadi andalan ekspor
di Indonesia mengalami penurunan. Apabila ekspor Indonesia mengalami penurunan akan
mengakibatkan perekonomian di Indonesia juga mengalami penurunan. Akibatnya membuat neraca
perdagangan di Indonesia mengalami defisit yang menyebabkan menurunnya nilai tukar mata uang
rupiah sebesar Rp 14.425 hingga Rp 14.445 per $1 (www.liputan6.com). Selain itu juga penyebab
menurunnya nilai tukar mata uang rupiah yaitu karena semakin banyaknya perusahaan yang
melakukan impor barang dan jasa ke luar negeri sehingga membuat permintaan terhadap dolar
semakin tinggi.
Neraca perdagangan yang defisit juga menjadi ancaman serius bagi Indonesia dikarenakan
dapat mendorong perlambatan pertumbuhan perekonomian dan membuat krisis ekonomi. Neraca
perdagangan yang defisit terjadi Ketika nilai impor terlalu tinggi dibanding nilai ekspor di suatu
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 2
negara. Kondisi seperti ini membuat beberapa perusahaan seperti perusahaan kecil, menengah
maupun perusahaan besar akan merasakan dampak diantaranya melemahnya aktivitas bisnis
perusahaan sehingga memungkinan dapat mengakibatkan perusahaan akan mengalami kesulitan
keuangan (financial distress) apabila perusahaan tersebut gagal dalam mempertahankan
kelangsungan operasinya akan mengalami pada kebangkrutan. perusahaan yang berada di kondisi
kesulitan keuangan (financial distress) berarti perusahaan tersebut memiliki perolehan laba operasi
negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan lain sebagainya (Brahmana dalam Golijot
et al, 2019).
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, perusahaan akan menghadapi delisting
yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting merupakan penghapusan pencatatan dari
saham Bursa Efek Indonesia akibat dari adanya penurunan saham yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) sehingga perusahaan tersebut tidak memenuhi kriteria persyaratan pencatatan dan
saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari pencatatan Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun
2017-2020 Bursa Efek Indonsia (BEI) mengeluarkan 21 perusahaan diantaranya yaitu: pada tahun
2017 terdapat 8 saham perusahaan yang terkena delisting oleh Bursa Efek Indonesia, pada tahun
2018 terdapat 4 saham perusahaan yang terkena delisting oleh Bursa Efek Indonesia, pada tahun
2019 terdapat 6 perusahaan yang sahamnya dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia, dan pada tahun
2020 terdapat 3 perusahaan yang mengalami delisting. Perusahaan sektor pertambangan yang
mengalami penghapusan saham dari pencatatan Bursa Efek Indonesia diantaranya Berau Coal
Energy Tbk (BRAU), PT. Permata Prima Sakti Tbk (TKGA), Bara Jaya Internasional Tbk (ATPK),
dan Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) (www.idx.co.id).
Pada kuartal I 2019 beberapa perusahaan sektor pertambangan sedang mengalami penurunan
laba bersih, salah satu diantaranya ialah perusahaan PT. Indika Energy Tbk (INDY) sedang
mengalami penurunan laba yang cukup signifikan hingga 61% menjadi US$ 40,5 juta, PT. Bukit
Asam Tbk (PTBA) juga mengalami penurunan laba hingga 21,4% menjadi Rp 1,14 triliun, dan PT.
Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang laba bersih sebesar 9 miliar di tahun 2019 jatuh hingga
49% (cnbcindonesia.com). Hal ini menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyebabkan
beberapa perusahaan sektor pertambangan mengalami penurunan laba bersih dikarenakan adanya
pelemahan harga komoditas pertambangan dunia yang belum stabil dan masih mengalami fluktuasi
yang menyebabkan kinerja perusahaan pada sektor pertambangan semakin menurun. Dengan kondisi
seperti ini, menjadi tantangan bagi manajemen perusahaan pertambahan untuk berusaha
meningkatkan kinerja pada perusahaan agar tetap sehat kondisi keuangannya.
Penelitian menggunakan perusahaan pada sektor pertambangan. Sektor pertambangan
merupakan sektor yang terpenting dan berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia karena
memiliki peran yang besar dalam pemasukan kas negara dan juga sebagai penyedia sumber daya
energi yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, di Indonesia banyak
perusahaan di sektor pertambangan dikuasai oleh pihak asing sehingga hal ini cukup tidak membantu
dalam menambahkan devisa ekonomi negara.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Analisa Laporan Keuangan
Menurut Subramanyam dan Wild (2017), Analisis Laporan Keuangan (financial statement
analysis) merupakan bagian yang penting dari bidang analisis bisnis. Analisis bisnis adalah proses
mengevaluasi atas prospek ekonomi dan risiko perusahaan untuk bertujuan pengambilan keputusan.
Hal tersebut meliputi analisis atas lingkungan bisnis, strateginya, serta posisi keuangan dan kinerja.
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 3
Analisis laporan keuangan merupakan alat dan teknik analitis terhadap laporan keuangan bertujuan
untuk memperoleh estimasi dan kesimpulan yang berguna dalam analisis bisnis (Subramanyam,
2017). Tujuan utama perusahaan menganalisis laporan keuangan adalah untuk memprediksi dan
menentukan mengenai nilai dari hasil kinerja perusahaan di masa depan. Analisis laporan keuangan
merupakan salah satu alat dalam memprediksi perusahaan yang sedang mengalami kebangkrutan.
Terdapat 3 (tiga) teknik analisis laporan keuangan yang lazim yang digunakan, yaitu:
1. Analisis horizontal yaitu analisis dengan cara membandingkan neraca dan laporan laba rugi
beberapa tahun terakhir secara berurutan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam neraca maupun laporan laba rugi, sehingga dapat
memperoleh suatu gambaran selama beberapa tahun terakhir apakah terjadi kenaikan atau
penurunan.
2. Analisis vertikal adalah analisis dengan cara menghitung proporsi pos-pos dalam neraca dengan
suatu jumlah tertentu dari neraca atau proporsi dari unsur-unsur tertentu dengan jumlah tertentu
dari laporan laba rugi.
3. Analisis rasio adalah menunjukkan hubungan diantara pos-pos terpilih dari data laporan
keuangan. Rasio adalah pedoman dalam mengevaluasi posisi dan operasi perusahaan dan
melakukan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun sebelumnya atau perusahaan-perusahaan
lain.
2.2 Financial Distress
Menurut Platt dan Platt dalam Fahmi (2019: 93), Financial distress didefinisikan sebagai
dimana suatu perusahaan sedang mengalami terjadinya penurunan kondisi kinerja keuangan sebelum
terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Awal bermulanya terjadinya financial distress ketika
perusahaan mengalami ketidakmampuan dan tidak tersedianya dana untuk melunasi kewajiban-
kewajiban jangka pendek yaitu kewajiban likuiditas dan kewajiban solvabilitas yang telah jatuh
tempo kepada kreditur. Kondisi financial distress memiliki banyak cara untuk mengindetifikasinya
seperti penelitian yang dilakukan Brahmana (2007) dalam Golijot dan Mahardika (2019) menyatakan
apabila perusahaan sedang mengalami kondisi financial distress berarti laba bersih (net income), laba
operasi, dan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahan selama beberapa tahun memiliki sifat
negatif. Menurut Ginting (2017) kesulitan keuangan (financial distress) disebabkan oleh biaya modal
perusahaan yang dikeluarkan lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh. Kondisi ini dapat
membuat perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang bisa mengarah kepada
kebangkrutan.
Menurut Fachrirudin dalam Ginting (2017), ada beberapa definisi financial distress menurut
tipe, yaitu:
1. Economic failure (kegagalan ekonomi); yaitu dimana kondisi perusahaan memiliki pendapatan
perusahaan yang tidak cukup untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan termasuk cost of
capital dan bisnis perusahaan tetap melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau bersedia
menerima tingkat pengembalian di bawah pasar.
2. Business failure; yaitu dimana keadaan perusahaan menghentikan operasinya dikarenakan
mengalami kerugian terus-menerus.
3. Technical insolvency; yaitu dimana ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
ketika jatuh tempo. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan sedang mengalami kekurangan
likuiditas sementara dan harus diberikan beberapa waktu untuk perusahaan dapat melunasi
kewajibannya. Di sisi lain, technical insolvency merupakan tanda gejala awal kegagalan ekonomi
yang mungkin perhentian pertama perusahaan menuju kebangkrutan.
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 4
4. Insolvency in bankruptcy; yaitu dimana perusahaan memiliki nilai buku utang lebih besar
daripada nilai pasar aset saat ini. Kondisi tersebut sangat serius karena dapat mengarahkan pada
likuidasi bisnis.
5. Legal bankruptcy; yaitu perusahaan dapat dikatakan mengalami kebangkrutan secara hukum
apabila perusahaan mengajukan tuntutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyebab perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan (financial distress) yaitu
akibat dari pengelolaan si perusahaan buruk atau belum baik meskipun perusahaan memiliki susunan
aset dan struktur keuangan baik. Pengelolaan yang buruk dapat disebabkan konflik keagenan antara
manajer dan pemegang saham (Fardiana et al, 2019). Menurut Damoran dalam Ginting (2017),
penyebab perusahaan mengalami financial distress disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor-faktor dari dalam perusahaan yaitu:
1. Permasalahan pada arus kas,
Permasalahan pada arus kas disebabkan ketika pendapatan yang diterima perusahaan dari hasil
kegiatan operasi seperti penjualan tidak cukup menutupi pengeluaran-pengeluaran yang timbul
atas aktivitas operasi perusahaan dan terjadinya kesalahan manajemen ketika mengelola arus kas
dalam pembiayaan operasional perusahan sehingga memperburuk kondisi perusahaan
dikarenakan arus kas perusahaan mengalami defisit.
2. Jumlah utang yang semakin besar,
Perusahaan dalam mengatasi kesulitan keuangan biasanya melakukan peminjaman melalui bank
akibat dari biaya-biaya yang timbul dari aktivitas perusahaan. Hal ini menimbulkan kewajiban
baru bagi perusahaan untuk melunasi hutang di masa mendatang dengan pembayaran pokok dan
bunga pinjaman. Ketika tagihan tersebut jatuh tempo, dan keadaan perusahaan tidak memiliki
dana untuk melunasi tagihan hutang tersebut, maka pihak kreditur akan menyita harta perusahaan
untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan.
3. Mengalami kerugian selama beberapa tahun
Kerugian operasional perusahaan dapat menimbulkan arus kas yang negatif dikarenakan beban
operasional lebih besar daripada pendapatan yang diterima perusahaan sehingga perusahaan tidak
mampu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul dari aktivitas perusahaan. Hal ini menyebabkan
perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress)
Faktor eksternal perusahaan biasanya lebih bersifat makro dimana cakupannya cukup luas.
Contoh faktor eksternal yaitu dari kebijakan pemerintah dan kebijakan lembaga bank atau nonbank.
Dimana kebijakan pemerintah berupa tarif pajak yang meningkat yang menyebabkan beban usaha
yang ditanggung oleh perusahaan pun meningkat, selain itu kebijakan lembaga bank atau nonbank
berupa suku bunga pinjaman yang meningkat, yang dapat mengarah pada peningkatan beban bunga
perusahaan.
2.3 Manajemen Modal Kerja
Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup keseluruhan fungsi manajemen
mengenai aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan. Manajemen modal kerja bisa
menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan didalam perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat
mengelola dan mempertahankan tingkat modal kerja, maka kemungkinan perusahaan akan berada
dalam keadaan insolvency. Dimana perusahaan memiliki aktiva lancar yang cukup sedikit sehingga
perusahaan tidak mampu menutupi keseluruhan hutang lancar dan perusahaan terpaksa harus
dilikuidasi. Aktiva lancar yang cukup tinggi akan dapat menutupi seluruh hutang lancar sehingga hal
ini menggambarkan tingkat keamanan (margin of safety) (Olfimarta, et al 2019).
Manajemen modal kerja melibatkan pengendalian dan perencanaan asset lancar dan hutang
lancar dengan cara menghilangkan risiko ketidakmampuan dalam memenuhi hutang jangka pendek
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 5
dan menghindari kelebihan investasi dalam aset. Menurut Martono & Harjito (2004) didalam
Olfimarta, et al (2019), ada beberapa alasan yang mendasari seberapa pentingnya manajemen modal
kerja:
a. Aktiva lancar dari perusahaan harus memiliki aktiva lancar yang cukup bessar dibanding jumlah
aktiva lainnya secara keseluruhan.
b. Adanya hubungan secara langsung antara pertumbuhan dengan kebutuhan dana untuk membeli
aktiva lancar.
c. Manajer keuangan perlu memberikan porsi waktu yang sesuai untuk mengelola hal-hal yang
berkaitan dengan modal kerja.
d. Keputusan modal kerja akan berdampak secara langsung pada laba, dan harga saham
perusahaan.
Modal kerja merupakan suatu dana perusahaan yang tersedia untuk diinvestasikan dalam
bentuk aktiva lancar seperti kas dan setara kas, persediaan, sekuritas (surat-surat berharga), dan
piutang. Modal kerja memiliki peran yang sangat penting bagi perusahaan dalam mempertahankan
hidup operasional perusahaan karena modal kerja digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan
kegiatan operasional sehari-hari seperti membiayai hutang yang telah jatuh tempo, pembelian bahan
baku, membiayai gaji karyawan, membiayai seluruh biaya operasional, dan pembayaran lainnya.
Jika modal kerja dikelola dengan baik, maka perusahan tidak perlu mengalami kesulitan dan
hambatan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya serta tidak perlu meminjam uang dari pihak
lain seperti kreditur dan hanya perlu meningkatkan kualitas perusahaan termasuk kualitas
keuangannya agar para investor tertarik dalam menanamkan modal (saham) mereka ke dalam
perusahaan sehingga perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya yang jatuh
tempo. Sebaliknya jika pengelolaan modal kerja tidak baik akan menyebabkan aktivitas operasional
perusahaan menjadi terganggu sehingga menyebabkan kemungkinan terjadi kegagalan perusahaan
dalam mempertahankan perusahaan dan berpotensi akan mengalami financial distress atau
dilikuidasi. Penggunaan modal kerja yang efektif dan efisien akan memperoleh peningkatan aktiva
dan penurunan passiva.
2.4 Current Ratio
Rasio lancar (Current Ratio) merupakan rasio yang menggambarkan apakah perusahaan
mampu memenuhi seluruh kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar. Menurut Subramanyam
(2017), alasan menggunakan rasio lancar (current ratio) dikarenakan kemampuannya dapat
mengukur:
a. Cakupan liabilitas jangka pendek. Semakin tinggi jumlah aktiva lancar terhadap liabilitas jangka
pendek, maka semakin tinggi jaminan liabilitas jangka pendek perusahaan yang akan
dibayarkan.
b. Penyangga saat terjadinya kerugian. Semakin tinggi penyangga, maka semakin kecil risiko. Hal
ini dikarenakan tersedianya margin of safety untuk menutup penurunan nilai aset lancar non kas
dan akhirnya aset tersebut dapat dilikuidasi.
c. Cadangan dana likuid. Rasio lancar sebagai ukuran margin of safety terhadap ketidakpastian
arus kas perusahaan. Ketidakpastian ini seperti kerugian yang luar biasa yang sewaktu-waktu
dapat menurunkan arus kas.
Aset lancar (current ratio) diharapkan dapat direalisasikan sebagai kas atau dijual atau
dikonsumsi dalam jangka satu tahun. Jika perbandingan aset lancar yang dimiliki semakin tinggi
daripada utang jangka pendeknya berarti semakin tinggi perusahaan dapat menutupi utang-utang
jangka pendek tersebut yang telah jatuh tempo. Menurut Kasmir (2018:135), standar rasio current
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 6
ratio yakni 200 % (2:1) dianggap telah cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya
dengan hasil rasio seperti itu dapat dikatakan perusahaan telah berada di titik aman dalam jangka
pendek dan juga standar rasio ini belum tentu dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan.
Dikarenakan jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor.
2.5 Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Perputaran persediaan (inventory turnover) adalah rasio yang menggambarkan berapa kali
persediaan barang dijual dan diadakan kembali setiap periode akuntansi. Rasio ini menunjukan
kualitas persediaan dan kemampuan manajemen dalam melakukan aktivitas penjualan (Hery, 2017).
Perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan perputaran tersebut dalam satu tahun semakin tinggi
sehingga ini menandakan bahwa manajemen mampu mengelola persediaannya dengan efisien dan
juga menandakan bahwa persediaan dapat terjual dengan cepat sehingga keuntungan yang diperoleh
semakin tinggi (Syafitri dan Wibowo, 2016). Sebaliknya jika perputaran persediaan semakin
menurun, maka menandakan bahwa kurangnya efektivitas manajemen persediaan dalam mengelola
persediaan (Hanafi, 2012:78) dikarenakan jumlah persediaan yang tersimpan digudang semakin
besar dan terjadinya (over investment) sehingga apabila sewaktu-waktu terjadi kejadian diluar
perhitungan, maka aktivitas produksi perusahaan menjadi terganggu dan hal ini berpengaruh pada
sisi penjualan serta perolehan keuntungan (Fahmi, 2014).
2.6 Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)
Perputaran total asset (total asset turnover ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk
menggambarkan sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran
secara efektif (Fahmi, 2014). Selain itu, perputaran total aset merupakan rasio yang mengukur semua
aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap
rupiah aktiva (Kasmir, 2018:185). Apabila Total Asset Turnover suatu perusahaan bernilai rendah
berarti perusahaan memiliki kelebihan total aset sehingga perusahaan belum mampu memanfaatkan
total aset yang dimiliki secara maksimal untuk menciptakan penjualan sehingga perusahaan
kemungkinan berpotensi mengalami financial distress (Agustini dan Wirawati, 2019). Sebaliknya
semakin tinggi perputaran total aset maka semakin efektif pengelolaan total aset perusahaan untuk
menghasilkan penjualan. Rasio ini dapat menjadi sinyal bagi investor dan kreditur untuk melakukan
investasi dan kreditnya di perusahaan karena perusahaan tersebut telah dinilai baik dalam
pengelolaan perusahaan.
2.7 Debt to Asset Ratio
Menurut Hery (2017), Debt to asset ratio (DAR) menggambarkan seberapa besar utang
perusahaan yang digunakan untuk membiayai aset. Rasio ini mengukur persentase penggunaan dana
dari kreditur yang dihitung dengan membandingan antara total utang perusahaan dengan total aktiva
yang dimiliki (Curry dan Banjarnahor,2018). Rasio ini juga mengukur seberapa besar utang
perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva (Kasmir, 2018). Dari hasil pengukuran, apabila
tingkat debt to asset ratio semakin tinggi menunjukkan semakin berisiko perusahaan dikarenakan
semakin besar utang yang digunakan untuk pembelian asset. Sehingga dikhawatirkan perusahaan
berpotensi mengalami ketidakmampuan dalam memenuhi seluruh utang-utangnya dengan aktiva
yang dimiliki dan pemegang saham akan kehilangan seluruh investasinya, serta perusahaan semakin
sulit untuk memperoleh tambahan pinjaman dari kreditur. Sebaliknya apabila tingkat debt to asset
ratio semakin rendah, maka semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang (Kasmir, 2018).
2.8 Ukuran Perusahaan
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 7
Ukuran perusahaan adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan
yang diukur dengan berbagai macam cara, seperti nilai total aset, log size, nilai pasar saham, dan lain
sebagainya. Skala ukuran perusahaan umumnya dibagi dalam 3 kategori, yaitu perusahaan besar,
perusahaan menengah dan perusahaan kecil. Variabel kontrol ukuran perusahaan didalam penelitian
ini harus didasarkan oleh total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Menurut Harahap (2017),
Perusahaan yang memiliki total aset yang tinggi akan kemungkinan perusahaan berpotensi
mengalami kebangkrutan semakin kecil. Hal ini dikarenakan total aktiva yang besar dapat dikatakan
bahwa perusahan tersebut tergolong pada ukuran perusahaan yang besar sehingga pertumbuhan laba
yang diperoleh perusahaan juga cenderung semakin tinggi, sebaliknya jika perusahaan memiliki total
aktiva yang kecil berarti perusahaan tersebut tergolong pada ukuran perusahaan yang kecil sehingga
cenderung memperoleh perumbuhan laba yang rendah dan kemungkinan perusahaan akan berpotensi
mengalami financial distress menjadi tinggi.
III. METODA PENELITIAN
3.1 Metoda Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel
Dalam penelitian menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam
penelitian adalah data sekunder. Data dalam penelitian ini mengenai perusahaan sektor
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory (IMCD). Data dalam penelitian dilihat dari laporan keuangan tahunan laporan tahunan
perusahaan sektor pertambangan dari tahun 2015 hingga 2019 yang telah diterbitkan melalui website
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan website perusahaan itu sendiri. Dalam pengambilan sampel
penelitian menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan
dalam penentuan sampel, sehingga memperoleh sampel sebanyak 12 perusahaan dari populasi
sebesar 48 perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.2 Operasional Variabel
Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Financial Distress
Menurut Fahmi (2017:93), Financial distress adalah tahap penurunan kondisi kinerja
keuangan sebelum terjadinya likuiditasi. Penurunan kinerja keuangan ini biasanya bersifat
sementara, tetapi akan menjadi lebih buruk apabila kondisi tersebut tidak diatasi dan perusahaan
tersebut akan mengalami kebangkrutan. Awal terjadinya financial distress adalah ketidakmampuan
suatu instansi dalam memenuhi kewajibannya. Variabel Financial Distress diukur dengan
menggunakan variabel binary (dummy). Dimana dalam variabel dummy perusahaan-perusahaan
akan dikelompokkan dengan ukuran, yaitu kategori 1 untuk perusahaan yang dalam mengalami
kesulitan keuangan (financial distress), jika perusahaan memiliki laba bersih (Net Income) negatif
dan kategori 0 untuk perusahaan yang dalam keadaan sehat secara keuangan, jika perusahaan
memiliki laba bersih (Net Income) positif.
2. Current Ratio
Rasio lancar (current ratio) adalah rasio yang mengukur apakah perusahaan tersebut
sanggup memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban lancarnya ketika jatuh tempo (Fahmi, 2014).
Apabila perusahaan tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh
tempo, maka perusahaan akan terancam mengalami financial distress dikarenakan perusahaan belum
mampu memanfaatkan seluruh asetnya untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Secara
sistematis untuk mencari current ratio dapat digunakan sebagai berikut:
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 8
Current Ratio = Aset Lancar
Liabilitas Lancar (1)
3. Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Perputaran persediaan merupakan rasio yang mengambarkan sejauh mana tingkat perputaran
persediaan yang dimiliki perusahaan (Fahmi, 2014). Rasio ini mengukur berapa kali dana yang
ditanam dalam bentuk persediaan dan juga rasio ini menunjukkan berapa kali jumlah barang
persediaan diganti dalam satu tahun (Kasmir, 2018). Apabila perusahaan memperoleh tingkat
perputaran persediaan yang tinggi, hal ini menunjukkan dapat dikatakan perusahaan tersebut bekerja
secara efisien dan likuid persediaan semakin baik. Tetapi sebaliknya jika perusahaan memperoleh
tingkat perputaran persediaan yang semakin menurun, hal ini berarti perusahan bekerja secara tidak
efesien atau tidak produktif dalam mengelola persediaan sehingga terjadi penumpukan persediaan
didalam gudang. Menurut J Fred Weston dalam Kasmir (2012:180), secara sistematis untuk
menghitung rasio perputaran persediaan dapat digunakan sebagai berikut:
Perputaran persediaan = Penjualan
Persediaan (2)
4. Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turnover Ratio)
Perputaran total aktiva merupakan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva
berputar dalam suatu periode atau kemampuan modal yang diinventasikan untuk menghasilkan
pendapatan (revenue) (Surwajeni, 2015). Menurut Kasmir (2018), Perputaran total aktiva merupakan
rasio yang mengukur berapa jumlah penjualan yang telah diperoleh dari tiap rupiah aktiva (Kasmir,
2018). Rasio ini dapat menjadi sinyal bagi investor dan kreditur dalam melakukan investasi dan
kreditnya di perusahaan, dikarenakan rasio ini akan menilai baik atau tidaknya perusahaan dalam
melakukan pengelolaan perusahaan secara efektif. Secara sistematis, perputaran total aktiva dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut:
Perputaran total aktiva = Penjualan
Total Aset (3)
5. Rasio Hutang Terhadap Aset (Debt to Asset Ratio)
Debt to asset merupakan rasio yang mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh
utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva (Hery, 2017).
Dan rasio ini mengukur persentase penggunaan dana dari kreditur yang dihitung dengan
membandingkan antara total utang perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki (Curry dan
Banjarnahor, 2018). Apabila tingkat rasionya semakin tinggi, maka dapat dikhawatirkan perusahaan
akan sulit mendapatkan tambahan pinjaman dikarenakan dari tingkat rasio yang tinggi berarti
perusahaan tidak mampu membayar dan tidak mampu menutupi seluruh kewajiban lancarnya dengan
aktiva yang dimiliki (Kasmir, 2018). Untuk mencari hasil debt to asset dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
Debt to asset ratio = Total Liabilitas
Total Aset (4)
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 9
6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan variabel kontrol. Ukuran perusahaan adalah suatu ukuran yang
menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan yang diukur dengan berbagai macam cara, seperti
nilai total aset, log size, nilai pasar saham, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini ukuran
perusahaan diukur dengan menggunakan nilai total aset. Semakin tinggi total aset, maka potensi
perusahaan mengalami financial distress semakin kecil. Dan sebaliknya jika total aset yang dimiliki
kecil, maka potensi perusahaan mengalami financial distress semakin besar. Dalam penelitian ini
ukuran perusahaan dihitung dengan logaritma natural atas total aset perusahaan, yaitu:
Ukuran perusahaan (Size) = Ln (Total Aset) (5)
3.3 Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis
statistika deskriptif dan analisis regresi logistik. Analisis statistika deskriptif dan analisis regresi
logistik dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi program computer yaitu
Microsoft Excel dan program E-Vies versi 10. Metoda yang sesuai untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu data observasi dokumentasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang menganalisis data dengan cara menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana tidak bermaksud membuat sebuah
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sanusi, 2017:115).
Tabel 4.1
Analisis Statistik Deskriptif
CR ITO TATO DAR SIZE
Mean 7,620192 32,27814 0,480183 0,440732 23,84261
Median 1,489580 8,589760 0,318245 0,436015 27,16304
Maximum 146,1302 443,2633 1,463940 0,800040 28,98203
Minimum 0,213700 0,000000 0,000000 0,020650 15,24844
Std. Dev. 23,88992 71,04535 0,440706 0,174038 5,178039
Observations 60 60 60 60 60
Sumber: Data diolah dengan E-Views 10 (2020)
4.2.1.1 Analisis Current Ratio (CR)
Berdasarkan tabel 4.1 diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata (mean) yang diperoleh
selama 5 tahun pengamatan untuk CR adalah sebesar 7,620192 yang menunjukkan bahwa
kemampuan rata-rata perusahaan pertambangan dalam melunasi seluruh hutangnya. Jika perusahaan
menggunakan keseluruhan aset lancarnya. Nilai CR yang tertinggi (maximum) sebesar 146,1302
yang didapatkan oleh PT. Perdana Karya Perkasa Tbk pada tahun 2019 dan nilai CR yang terendah
(minimum) sebesar 0,213700 yang didapat oleh PT. Golden Eagle Energy Tbk pada tahun 2017.
Current ratio memiliki standar deviasi sebesar 23,88992 yang berarti batas penyimpangan current
ratio adalah sebesar 23,88992.
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 10
4.2.1.2 Analisis Inventory Turnover (ITO)
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) selama lima tahun
pengamatan adalah sebesar 32,27814, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat perputaran
persediaan yang dimiliki perusahaan selama satu periode. Sehingga nilai ITO yang terendah
(minimum) sebesar 0,00000 yang didapatkan oleh PT. Cakra Mineral Tbk pada tahun 2018 dan 2019,
serta didapatkan oleh PT. Central Omega Resources Tbk pada tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2017
nilai yang tertinggi (maximum) sebesar 443,2633 yang didapatkan oleh PT. Cakra Mineral Tbk.
Inventory turnover memiliki standar deviasi sebesar 71,04535 yang berarti batas penyimpangan
inventory turnover adalah sebesar 71,04535.
4.2.1.3 Analisis Total Asset Turnover (TATO)
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) selama lima tahun
pengamatan adalah sebesar 0,480183. sehingga hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
perusahaan dalam menginvestasikan modalnya untuk menghasilkan pendapatan (revenue). Sehingga
pada tahun 2015 nilai TATO yang tertinggi (maximum) sebesar 1,463940 yang didapatkan oleh PT.
Radiant Utama Interinsco Tbk. Sedangkan pada tahun 2015 dan 2016 PT. Central Omega Resources
Tbk, dan PT. Cakra Mineral Tbk pada tahun 2018 dan 2019 memperoleh nilai yang terendah
(minimum) sebesar 0,00000. Sedangkan total asset turnover memiliki standar deviasi sebesar
0,440706 yang berarti batas penyimpangan total asset turnover adalah sebesar 0,440706.
4.2.1.4 Analisis Debt to Asset Ratio (DAR)
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) selama lima tahun
pengamatan sebesar 0,440732, sehingga hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
perusahaan dalam membiayai seluruh hutangnya dengan menggunakan aktiva yang dimiliki. Pada
tahun 2019, nilai yang tertinggi (maximum) sebesar 0,800040 yang didapatkan oleh PT. Perdana
Karya Perkasa Tbk dan pada tahun 2016, PT. Cakra Mineral Tbk memperoleh nilai yang terendah
(minimum) sebesar 0,020650. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar 0,174038 yang berarti batas
penyimpangan debt to asset ratio adalah sebesar 0,174038.
4.2.1.5 Analisis Ukuran Perusahaan
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa variabel kontrol SIZE memiliki nilai rata-
rata selama lima tahun pengamatan sebesar 23,84261. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Variabel kontrol SIZE memiliki nilai yang tertinggi (maximum)
sebesar 28,98203 yang didapatkan oleh PT. Cita Mineral Investindo Tbk pada tahun 2016 dan pada
tahun 2016, PT. Elnusa Tbk memperoleh nilai yang terendah (minimum) sebesar 15,24844.
Sedangkan nilai standar deviasi sebesar 5,178039 yang berarti batas penyimpangan logaritma
natural total asset adalah 5,178039.
4.2.2 Analisis Regresi Logistik Binary
Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya
variabel dependen (terikat) dapat diprediksi oleh variabel independent (bebas).
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 11
Tabel 4.2
Hasil Regresi Logistik Binary
Dependent Variable: FD
Method: ML - Binary Logit (Newton-Raphson / Marquardt steps)
Date: 08/19/20 Time: 02:09
Sample: 1 60
Included observations: 60
Convergence achieved after 10 iterations
Coefficient covariance computed using observed Hessian
Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
C 16.13472 9.762726 1.652685 0.0984
CR 0.891117 0.357429 2.493128 0.0127
ITO -0.070491 0.032597 -2.162521 0.0306
TATO -21.84637 8.255325 -2.646337 0.0081
DAR 22.53101 8.613665 2.615729 0.0089
SIZE -0.847151 0.393087 -2.155121 0.0312
McFadden R-squared 0.678240 Mean dependent var 0.383333
S.D. dependent var 0.490301 S.E. of regression 0.285246
Akaike info criterion 0.628373 Sum squared resid 4.393724
Schwarz criterion 0.837807 Log likelihood -12.85119
Hannan-Quinn criter. 0.710294 Deviance 25.70237
Restr. deviance 79.88069 Restr. log likelihood -39.94034
LR statistic 54.17831 Avg. log likelihood -0.214186
Prob(LR statistic) 0.000000
Obs with Dep=0 37 Total obs 60
Obs with Dep=1 23
Sumber: data diolah dengan E-views (2020)
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil output diatas
memperoleh persamaan logit sebagai berikut:
Dari persamaan regresi diatas, dapat dijelaskan bahwa:
1) Berdasarkan persamaan regresi diatas, diperoleh koefisien untuk konstanta sebesar
16,13472. Hal ini mengindikasikan apabila variabel independen sama dengan 0, maka
kemungkinan terjadinya financial distress meningkat sebesar 16,13472 dan signifikan pada
α = 0,05.
2) Koefisien dari variabel current ratio (CR) sebesar positif 0,891117 dan berpengaruh
signifikan pada α = 0,05. Hal ini berarti apabila setiap kenaikan current ratio sebesar 1%,
maka kemungkinan financial distress akan meningkat sebesar 0,891117.
Ln
FD
1 - FD = 16,13472 + 0,891117Cr – 0,070491ITO – 21,84637TATO
+ 22,53101DAR - 0.847151SIZE + ε
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 12
3) Koefisien dari variabel Inventory turnover (ITO) sebesar negatif 0,070491 dan tidak
signifikan pada α = 0,05, maka apabila setiap kenaikan inventory turnover sebesar 1%, maka
kemungkinan financial distress akan menurun sebesar 0,070491.
4) Koefisien dari variabel Total asset turnover (TATO) sebesar negatif 21,84637 dan tidak
signifikan pada α = 0,05. Hal ini berarti setiap kenaikan total assets turnover sebesar 1%,
maka kemungkinan financial distress menurun sebesar 21,84637.
5) Koefisien dari variabel Debt to Assets Ratio (DAR) sebesar positif 22,53101 dan
berpengaruh signifikan pada α = 0,05. Hal ini berarti setiap kenaikan debt to total asset ratio
sebesar 1%, maka kemungkinan financial distress akan meningkat sebesar 22,53101.
6) Koefisien dari variabel ukuran perusahaan (SIZE) sebesar negatif 0,847151 dan tidak
signifikan pada α = 0,05. Hal ini berarti setiap kenaikan ukuran perusahaan sebesar 1%, maka
kemungkinan financial distress akan menurun sebesar 0,847151.
4.2.2.1 Menilai Kelayakan Model Regresi
Pengujian Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit menguji hipotesis nol bahwa data
empiris cocok atau sesuai dengan model (Ghozali, 2017). Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of fit test statistic lebih kecil dari 0.05, maka hipotesis nol ditolak dan hal ini berarti ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasi sehingga model dikatakan fit dan
Goodness fit model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Sedangkan jika nilai statistik
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit lebih besar dari 0.05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak
dan berarti model dikatakan diterima karena sesuai dengan data observasi dan mampu memprediksi
memprediksi nilai observasinya (Ghozali, 2018).
Tabel 4.3
Hasil Kelayakan Model
(Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit)
H-L Statistic 5.2955 Prob. Chi-Sq(8) 0.7256
Andrews Statistic 23.0248 Prob. Chi-Sq(10) 0.0107
Sumber: data diolah dengan E-views 10, 2020
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa hasil nilai Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of fit sebesar 5,2955 dengan prob. Chi-square sebesar 0,7256. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai statistik Holmes and Lemeshow’s Goodness of fit sebesar 5,2955 dengan prob. Chi-
square sebesar 0,7256 dapat disimpulkan bahwa nilai statistics HL Goodness of fit lebih besar dari
0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan hal ini berarti model dikatakan diterima karena sesuai
dengan data observasi dan mampu memprediksi nilai observasi.
4.2.3 Pengujian Hipotesis
4.2.3.1 Uji Signiifikansi Model Parsial (Uji Z-statistics)
Uji Z-statistics dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas terhadap α, jika
nilai probabilitas < α, maka Ho ditolak maka hal ini berarti variabel independen mempengaruhi
variabel dependen, sedangkan jika nilai probabilitas > α, maka Ho diterima maka hal ini dapat
dikatakan bahwa variabel independent tidak mempengaruhi variabel dependen.
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 13
Tabel 4.4
Hasil Uji Z-statistics
Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
C 16,13472 9,762726 1,652685 0,0984
CR 0,891117 0,357429 2,493128 0,0127
ITO -0,070491 0,032597 -2,162521 0,0306
TATO -21,84637 8,255325 -2,646337 0,0081
DAR 22,53101 8,613665 2,615729 0,0089
SIZE -0,847151 0,393087 -2,155121 0,0312
Sumber: data diolah dengan E-views 10, 2020
Hasil Uji Z-statistics dari masing-masing variabel independent terhadap variabel dependen
adalah sebagai berikut:
1) Variabel Current Ratio (CR)
Berdasarkan dari hasil output tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai CR sebesar 0,0127. Apabila
dibandingkan dengan α = 0,05, maka nilai probabilitas sebesar 0,0127 < nilai α (0,05), sehingga dapat
dikatakan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Maka kesimpulannya bahwa variabel current ratio
berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
2) Variabel Inventory Turnover (ITO)
Berdasarkan dari hasil output tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai ITO sebesar 0,0306. apabila
dibandingkan dengan α = 0,05, maka nilai probabilitas (0,0306) < nilai α (0,05), sehingga dapat
diambil keputusan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Maka kesimpulannya bahwa inventory
turnover berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
3) Variabel Total Asset Turnover (TATO)
Berdasarkan dari hasil output tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai TATO sebesar 0,0081.
Apabila dibandingkan dengan α = 0,05, maka nilai probabilitas (0,0081) < nilai α (0,05), sehingga
dapat dikatakan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Maka kesimpulannya adalah total asset turnover
(TATO) berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
4) Variabel Debt to Asset Ratio (DAR)
Berdasarkan dari hasil output tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai DAR sebesar 0,0089. Jika
dibandingkan dengan α = 0,05, maka nilai probabilitas sebesar 0,0089 < nilai α (0,05), sehingga dapat
diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Maka kesimpulannya adalah debt to asset ratio
berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
5) Variabel Ukuran Perusahaan
Berdasarkan dari hasil output tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai ukuran perusahaan yang
sebagai variabel kontrol sebesar 0,0312. Jika dibandingkan α = 0,05, maka nilai probabilitas sebesar
0,0312 < nilai α (0,05). Sehingga dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Maka
kesimpulannya adalah ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berpengaruh signifikan terhadap
financial distress.
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 14
4.2.3.2 Uji Hipotesis Simultan (Overall Model Fit)
Uji Overall Model Fit digunakan untuk menilai apakah model yang dihipotesiskan telah fit
atau tidak dengan data. Uji ini menggunakan nilai Likelihood Ratio Statistics (LR). Likelihood Ratio
Statistics (LR) digunakan untuk mengetahui variabel-variabel independen secara simultan
mempengaruhi variabel dependen.
Tabel 4.5
Uji Likelihood Ratio Statistics
McFadden R-squared 0,678240 Mean dependent var 0,383333
S.D. dependent var 0,490301 S.E. of regression 0,285246
Akaike info criterion 0,628373 Sum squared resid 4,393734
Schwarz criterion 0,837807 Log likelihood -12,85119
Hannan-Quinn criter. 0,710294 Deviance 25,70238
Restr. deviance 79,88069 Restr. log likelihood -39,94034
LR statistic 54,17831 Avg. log likelihood -0,214186
Prob(LR statistic) 0,000000
Sumber: data diolah dengan E-views 10, 2020
Berdasarkan hasil estimasi dari tabel 4.5 diatas, maka diperoleh nilai chi-square hitung atau
LR statistic sebesar 54,17831 sedangkan nilai chi-square tabel df 5, α = 0,05 diperoleh 11,07.
Sehingga nilai chi-square hitung (54,17831) > nilai chi square tabel (11,07). Selain itu, dapat melihat
uji LR dengan membandingkan Prob (LR statistic) pada α, maka nilai Prob (LR statistics) sebesar
0,000000 < 0,05. maka dari hasil estimasi tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima, sehingga hal ini berarti secara simultan variabel independen (CR, ITO, TATO, DAR, dan
ukuran perusahaan) berpengaruh terhadap dependen.
4.2.4 Pengujian Koefisien Determinasi Regresi (R2)
Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menunjukkan seberapa besar variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Nilai koefisien determinasi adalah dari
0 sampai 1. Apabila nilai R2 semakin mendekati nilai 1, maka model telah dianggap semakin
goodness of fit dikarenakan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen semakin
besar. Sebaliknya apabila nilai R2 semakin mendekati nilai 0, maka model dianggap tidak goodness
of fit dikarenakan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen semakin kecil. Semakin
besar nilai R2 maka hasil yang didapatkan akan semakin baik. R-squared diganti dengan Mcfadden
R-squared sebagai pseudo-R squared yang mirip dengan R-squared. Berikut adalah hasil perhitungan
koefiien determinasi yang telah diuji oleh peneliti yaitu:
Tabel 4.6
Analisis Koefisien Determinasi (R2) dengan Hasil Regresi Logistik
McFadden R-squared 0,678240 Mean dependent var 0,383333
S.D. dependent var 0,490301 S.E. of regression 0,285246
Akaike info criterion 0,628373 Sum squared resid 4,393734
Schwarz criterion 0,837807 Log likelihood -12,85119
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 15
Hannan-Quinn criter. 0,710294 Deviance 25,70238
Restr. deviance 79,88069 Restr. log likelihood -39,94034
LR statistic 54,17831 Avg. log likelihood -0,214186
Prob(LR statistic) 0,000000
Sumber: Data diolah dengan E-Views 10, 2020
Berdasarkan tabel 4.6 Diatas menunjukkan hasil dari nilai pengujian koefisien determinasi
(McFadden R-squared) dalam penelitian ini adalah sebesar 0,678240. Hal ini berarti bahwa variabel
independen (CR, ITO, TATO, DAR) dalam model mampu menjelaskan variabel dependen (financial
distress) sebesar 67,8240%, sedangkan sisanya sebesar 32,176% (100% - 67,8240%) pengaruh
variabel dependen pada penelitian ini yaitu financial distress dijelaskan oleh variabel lainnya tidak
terdapat pada penelitian ini.
V SIMPULAN, SARAN, dan KETERBATASAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang diperoleh
dari uji analisis regresi logistik, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Secara parsial, variabel independen yaitu manajemen modal kerja yang diukur dengan:
a. Current ratio berpengaruh positif secara signifikan terhadap financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-
2019. Hal ini berarti semakin tinggi nilai current ratio suatu perusahaan maka kemungkinan
perusahaan mengalami kondisi financial distress semain tinggi.
b. Inventory turnover berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-
2019. Hal ini berarti apabila persediaan perusahaan semakin besar maka semakin tidak
produktif perusahaan dan tingkat pengembalian menjadi semakin rendah. Sehingga
membuat perusahaan tidak semakin likuid dan kemungkinan financial distress semakin
tinggi.
c. Total asset turnover berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-
2019. Hal ini berarti semakin besar nilai total asset turnover maka semakin efisien dan
produktif manajemen dalam mengelola dan menggunakan aset perusahaan sehingga semakin
besar laba perusahaan yang diperoleh dan semakin kecil perusahaan mengalami financial
distress.
d. Debt to asset ratio berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-
2019. Hal ini berarti semakin besar debt to asset ratio, semakin semakin tinggi risiko
perusahaan tersebut mengalami financial distress dikarenakan semakin besar perusahaan
menggunakan hutangnya untuk pembelian aset perusahaan dan semakin besar kewajiban
perusahaan untuk membayar hutang tersebut.
e. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berpengaruh negatif signifikan terhadap
financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2015-2019. Hal ini berarti semakin besar ukuran perusahaan maka
perusahaan tersebut akan kemungkinan mengalami financial distresss semakin kecil.
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 16
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan oleh
peneliti antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan, diharapkan perusahaan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan
dengan cara mengelola aktiva dengan baik agar apabila perusahaan memiliki hutang dalam
jangka pendek maupun jangka panjang, hutang tersebut dapat berkurang dengan cara
memenuhi keseluruhan hutang-hutang jangka pendek maupun jangka panjang agar
menghindari kemungkinan terjadinya financial distress.
2. Bagi Investor, Kreditur, dan pihak lainnya; sebaiknya sebelum melakukan menginventasikan
dananya ke perusahaan perlu melihat rasio-rasio keuangan yang terdapat di laporan
keuangan perusahaan agar mengurangi resiko apabila perusahaan tersebut sedang
mengalami financial distress.
3. Peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik permasalahan ini, peneliti mengharapkan
dapat memperluas objek penelitian dengan menggunakan perusahaan sektor yang berbeda
dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian mempunyai hasil cakupan
yang cukup luas dan akan lebih menggambarkan kondisi sesungguhnya selama jangka
panjang dan menambahkan jumlah variabel independent lainnya yang diduga dapat
mempengaruhi financial distress yang selain yang ada dalam penelitian seperti receivable
turnover, cash cycle conversation, komisaris independent, return on equity. Earnings per
share, dan lain lain. Selain itu menambahkan periode penelitian lebih lama lagi.
5.3 Keterbatasan dan Pengembangan Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang mungkin dapat dikembangkan
oleh penelitian selanjutnya dan menjadi sebuah acuan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Keterbatasan-keterbatasan didalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data laporan keuangan tahunan untuk
tahun 2015-2019, dikarenakan tidak semua perusahaan sampel menyajikan laporan
keuangan tahunan melalui website Bursa Efek Indonesia maupun website perusahaan
sampel.
2. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari referensi buku terbitan tahun terbaru
dikarenakan adanya kejadian covid-19, dimana adanya pemberlakuan PSBB (Pembatasan
Sosial Skala Besar) selama adanya pandemik covid-19.
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 17
VI. DAFTAR REFERENSI
Aisyah, N. N., Kristanti, F. T., & Zultilisna, D. (2017). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Aktivitas,
Rasio Profitabiltas, dan Rasio Leverage Terhadap Financial Distress (Studi Pada Perusahaan
Tekstil Dan Garmen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015). E-
Proceeding of Management, 4(1), 411–419.
https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/management/article/view/4419
Agustini, N. W., & Wirawati, N. G. P. (2019). Pengaruh Rasio Keuangan Pada Financial Distress
Perusahaan Ritel Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). E-Jurnal Akuntansi, 26, 251.
https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i01.p10
Asfali, I. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Pertumbuhann Penjualan
Terhadap Financial Distress Perusahaan Kimia. Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 20(2), 56–
66.
Burhanuddin, A., Sinarasri, A., & A S, R. E. wibowo. (2019). Analisis Pengaruh Likuiditas,
Leverage Dan Sales Growth Terhadap Financial Distress ( Studi Kasus Pada Perusahaan
Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2014-2018 ). Prosiding Mahasiswa
Seminar Nasional Unimus, 2, 532–543.
Curry, K., Banjarnahor, E., Diploma, P., & Keuangan, E. (2018). Financial Distress Pada
Perusahaan Sektor Properti Go. 207–221.
Delavar, A., Kangarluei, S. J., & Motavassel, M. (2015). Working Capital, Firms Performance and
Financial Distress in Firms Listed in Tehran Stock Exchange (Tse). Indian Journal of
Fundamental and Applied Life Sciences, 5, 2086–2093.
Dimyati, M., & Maulidianty, D. (2018). Prediction of Financial Distress Conditions on
Manufacturing Stock Exchange). The 2nd Internasional Journal Conference on Economics
and Business, August, 91–96.
Fadli, A. A. Y. (2017). Pengaruh Profitabilitas terhadap Modal Kerja pada Perusahaan Makanan
dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Aplikasi Manajemen, Ekonomi, Dan
Bisnis, 1(2), 120–135.
Fahmi, Irham (2014). Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung. Alfabeta
Fardania, I. M., & Wiyono, W. (2017). Pengaruh Likuiditas , Solvabilitas Dan Profitabilitas
Terhadap Financial Distress ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor
Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2015 – 2017 ).
2(July 2019), 188–195.
Fatimah, F., Toha, A., & Prakoso, A. (2019). The Influence of Liquidity, Leverage and Profitability
Ratio on Finansial Distress. Owner, 3(1), 103. https://doi.org/10.33395/owner.v3i1.102
Ghozali, Imam. (2017). Aplikasi Analisis Multivariat dan Ekonometrika EVIEWS 10. Edisi 2.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ginting, M. C. (2017). Pengaruh Current Ratio dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Financial
Distress pada Perusahaan Property & Real Estate di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Manajemen, Issn 2301-6256, 3(2), 37–44.
Golijot, Samuel Christian; Mahardika, D. P. K. (2019). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio
Leverage, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada
Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2018). 6(2),
Tamaria Bernadetta Dumaris 1, Devvy Rusli2
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 18
3565–3571.
Harahap, L. W. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Firm Size Terhadap
Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar di BEI
Tahun 2010 - 2014. Jurnal Riset Akuntansi & Bisnis, 17(2).
Hery. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta. Grasindo
Hery (2015). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta. CAPS
Ikatan Akuntan Indonesia (2015). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Kasmir. (2018). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Lubis, N. H. dan D. P. (2019). Pengaruh Likuiditas, Leverage, dan Profitabilitas terhadap Financial
Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI periode 2013-
2016). Jurnal Kajian Manajemen Dan Wirausaha, 01(01), 173–182.
Nugraha, A., & Fajar, C. M. (2018). Financial Distress pada PT Panasia Indo Resources Tbk.
Jurnal Inspirasi Bisnis Dan Manajemen, 2(1), 29. https://doi.org/10.33603/jibm.v2i1.1055
Olfimartaa, D., & Wibowo, S. S. A. (2019). Manajemen Modal Kerja dan Kinerja Perusahaan pada
Perusahaan Perdagangan Eceran di Indonesia. Journal of Applied Accounting and Taxation,
4(1), 87–99.
Onyango, F., & Ngahu, S. (2018). Influence of Working Capital Management on Financial Distress
In Hospitality Industry (A Study Of Four And Five Star Hotels In Nairobi County). IOSR
Journal of Economics and Finance, 9(3), 52–59. https://doi.org/10.9790/5933-0903025259
Prof. Dr. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Bisnis (3rd ed.). Alfabeta.
Pradana, R. S. (2020). Analisis Financial Distress Pada Perusahaan Pertambangan Batu Bara Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2018. JURNAL AKUNTANSI DAN BISNIS :
Jurnal Program Studi Akuntansi, 6(1), 36–45. https://doi.org/10.31289/jab.v6i1.2825
Putu, N., Kartika, E., & Budiasih, I. G. A. N. (2017). Firm Size Sebagai Pemoderasi Pengaruh
Likuiditas, Leverage, Dan Operating Capacity Pada Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi,
20, 2187–2216.
Ramly, Razak, L. A., & Hasan, A. (2019). Prediksi Financial Distress dengan Menggunakan
Informasi Fundamental (STUDI PADA PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA). 4(2), 312–327.
Restianti, T., & Agustina, L. (2018). The Effect of Financial Ratios on Financial Distress
Conditions in Sub Industrial Sector Company. Accounting Analysis Journal, 7(1), 25–33.
https://doi.org/10.15294/aaj.v5i3.18996
Sanusi, Anwar. (2017). METODELOGI PENELITIAN BISNIS (5th ed.). Salemba Empat.
Simanjuntak, C., Titik, F., & Aminah, W. (2017). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial
Distress (Studi Pada Perusahaan Transportasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2011- 2015). E-Proceeding of Management, 4(2), 1580–1587. https://doi.org/2355-
9357
Subramanyam, K. R., J. J. Wild. 2017. Analisis Laporan Keuangan. Edisi sepuluh. Jakarta :
Salemba Empat.
Suprihatin, N. S., & Mansur, H. M. (2016). Pengaruh Rasio Keuangan dan Reputasi Underwriter
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 19
Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode 2005-2008. Akuntansi, 3(1), 1–17. http://e-
jurnal.lppmunsera.org/index.php/Akuntansi/article/view/197
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Wijarnarto, H., & Nurhidayati, A. (2016). Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi
Financial Distress Pada Perusahaan Di Sektor Pertanian dan Pertambangan Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia. 2(02), 117–137.
Yudiawati, R., & Indriani, A. (2016). Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt To Total Asset Ratio,
Total Asset Turnover, Dan Sales Growth Ratio Terhadap Kondisi Financial Distress.
Diponegoro Journal of Management, 5(2), 1–13.
Zulkifli, N. S., Mohd, W., Mohd, Y., Bulot, N., Management, B., Teknologi, U., & Perlis, M.
(2019). Determinants of Efficiency: Evidences from Financially Distress Firms in Malaysia.
1(2), 61–69. https://doi.org/10.26666/rmp.ijur.2019.2.9