63
i PENGARUH PEMB ERIA N RO DAMIN B TERHADAP STRUKTUR HISTO LO GIS SEL HATI MENC IT S KRIPSI Untuk Mem enu hi Persyaratan Memperole h Gel ar Sarjana Ke dokte ran Albertus Septian Rahardi G0004036 FAKULTAS KEDO KTE RAN UNIVERS I TAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGARUH PEMBERIAN RODAMIN B TERHADAP …/Pengaruh... · Hasil uji LSD jumlah kematian sel hati keempat kelompok sampel

  • Upload
    hahanh

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

PENGARUH PEMBERIAN RO DAMIN B

TERHADAP STRUKTUR HISTO LO GIS SEL HATI MENCIT

SKRIPSI

Untuk Mem enuhi Persyaratan

Memperole h Gelar Sarjana Kedokteran

Albertus Septian Rahardi

G0004036

FAKULTAS KEDO KTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Pengaruh Pemberian Rodam in B terhadap Struktur

Histologis Se l Hati Mencit

Albertus Sept ian Rahardi, G0004036, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ………. , Tanggal … Februari 2010

Pembimbing Utama

Muthmainah, dr., M.Kes.

NIP: 132206586

Pembimbing Pendamping

Kusm adewi E. Dam ayanti, dr.

NIP: 132327439

Penguji Utama

B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK.

NIP: 130543948

Anggota Penguji

Arif Suryawan, dr.

NIP: 131569250

Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes.

NIP: 132206586

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, da sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ... Februari 2010

Albertus Septian Rahardi

G0004036

iv

ABSTRAK

Albertus Septian Rahardi, G004036, 2010. Pengaruh Pem berian Rodam in B terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar belakang: Rodamin b adalah bahan pewarna dasar yang dilarang digunakan dalam makanan oleh karena bahayanya bagi kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk membukt ikan bahwa pemberian rodamin b dapat menimbulkan perubahan struktur histologis sel hati mencit.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 28 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Setiap mencit pada kelompok kontrol (KK) diberi aquades, sedangkan kelompok perlakuan I (KP I), kelompok perlakuan II (KP II), dan kelompok perlakuan III (KP III) diberi rodamin b masing-masing dengan dosis 3,5 mg, 7 mg, dan 14 mg selama 7 hari. Pada hari kedelapan, organ hatinya diambil dan dibuat preparat dengan pengecatan HE. Kemudian sel hat i yang rusak dihitung. Data yang diperoleh dari keempat kelompok dibandingkan dengan uji one way Anova (α=0,01). Jika terdapat perbedaan yang signifikan, dilanjutkan dengan uji Post-hoc (α=0,01).

Hasil: Hasil uji one way Anova (α=0,01) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan di antara keempat kelompok sampel (F=364,94, p=0,00). Hasil uji post-hoc menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara KK-KP I (p=0,00), KP I-KP II (p=0,00), dan KP II-KP III (p=0,00).

Sim pulan: Pemberian rodamin b dapat menimbulkan perubahan struktur histologis sel hati pada mencit yang sebanding dengan besarnya dosis rodamin b yang diberikan.

Kata kunci : Rodamin b, hati, kematian sel.

v

ABSTRACT

Albertus Septian Rahardi, G004036, 2010. The Effects of Rhodamine B to Mice

Liver Histological Structure. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret

University, Surakarta.

Background: Rhodam ine b is basic dye prohibited to be used in foods as it is hazardous to health. The research was carried out to evidence that rhodamine b can induce the change of mice liver histological structure.

Methods: The research used 28 m ice in four groups, each of them contained seven m ice. Each of the control group (KK) mice was given aquadest, whereas the experim ental group I (KP I), the experimental group II (KP II), and the experim ent group III (KP III) was given 3.5 m gs, 7 mgs, and 14 m gs doses of rhodam ine b for 7 days. In the eighth day, all of m ice were sacrificed, their livers were m ade histological preparations stained by HE. Then death liver cell was counted. The data of the four groups were analyzed by one way Anova (α=0.01). If there was a significant difference, it was continued by Post-hoc multiple com parisons test (α=0,01).

Result: One way Anova showed that there was a significant difference between the four groups (F=364,94, p=0,00). Post-hoc multiple comparisons showed that there were significant differences between KK-KP I (p=0,00), KP I-KP II (p=0,00), and KP II-KP III (p=0,00).

Conclusion: Rhodam ine b can induce the change of mice liver histological structure that was coequal to the dose of rhodam ine b given.

Keywords: Rhodamine b, liver, cell death.

vi

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah m elimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Rodamin B terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit”.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Muthmainah, dr. M. Kes., selaku pembimbing utama yang telah berkenan

meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi. 4. Kusmadewi E. Damayant i, dr., selaku pembimbing pendamping atas segala

bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis. Juga sebagai Pembimbing Akademik yang selalu mendukung untuk maju

5. Bambang Widjokongko, dr., M. Pd. Ked., PHK., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan saran, bimbingan, nasihat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Arif Suryawan, dr., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan nasihat untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karenanya kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan.

Surakarta, ... Februari 2010

Albertus Septian Rahardi

G0004036

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ........................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii

DAFTAR GAMB AR ........................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan .................................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

BAB II. LANDASAN TEO RI ....................................................................... 5

A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 5

1. Rodamin B ........................................................................... 5

a. Data kimia dan f isika .................................................... 5

b. Bahaya ro damin b terhadap k esehatan ......................... 6

c. Mekanisme toksisitas rodamin b terhadap sel hati ....... 7

2. Struktur Hati ........................................................................ 8

a. Struktur makroskopis hati ............................................ 8

b. Struktur mikroskopis hati ............................................. 9

B. Kerangka Penel itian ................................................................... 14

C. Hipotesis ..................................................................................... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 15

A. Jenis Penelitian ........................................................................... 15

B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 15

C. Subjek Penelitian ........................................................................ 15

D. Teknik Sampling ........................................................................ 16

E. Rancangan Penelitian ................................................................. 16

F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................. 17

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................... 17

viii

H. Instrumen dan Bahan Penelitian ................................................. 19

I. Cara Kerja ................................................................................... 20

J. Analisis Data .............................................................................. 24

BAB IV. HASIL PENELITIAN ..................................................................... 25

A. Data Hasil Penelitian .................................................................. 25

B. Analisis Data .............................................................................. 29

1. Uji Distribusi Normal .......................................................... 29

2. Uji One Way Anova ............................................................. 30

3. Uji LSD ............................................................................... 31

BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................... 32

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 39

A. Simpulan ..................................................................................... 39

B. Saran ........................................................................................... 39

DAFTAR PUS TAKA ....................................................................................... 41

LAMPIRAN ...................................................................................................... 44

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan yang mengalami

kerusakan (piknosis, karoreksis, dan kariolisis) dari 100 sel pada

tiap preparat kelompok kontrol ....................................................... 26

Tabel 2. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan yang mengalami

kerusakan (piknosis, karoreksis, dan kariolisis) dari 100 sel pada

tiap preparat kelompok perlakuan I ................................................. 27

Tabel 3. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan yang mengalami

kerusakan (piknosis, karoreksis, dan kariolisis) dari 100 sel pada

tiap preparat kelompok perlakuan II ............................................... 27

Tabel 4. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan yang mengalami

kerusakan (piknosis, karoreksis, dan kariolisis) dari 100 sel pada

tiap preparat kelompok perlakuan III …........................................... 28

Tabel 5. Rangkuman hasil uji distribusi normal jumlah kematian sel

keempat kelompok sampel .............................................................. 30

Tabel 6. Rangkuman hasil ana lisa uji one way Anova jumlah kematian sel

hati keempat kelompok sampel ....................................................... 30

Tabel 7. Rangkuman hasil uji LSD jumlah kematian sel hat i keempat

kelompok sampel ............................................................................. 31

Tabel 8. Hasil uji distibusi normal jumlah kematian sel ............................... 48

Tabel 9. Hasil uji homogenitas jumlah kematian sel hati keempat

kelompok sampel ............................................................................. 48

Tabel 10. Hasil uji one way Anova jumlah kematian sel hati keempat

kelompok sampel ............................................................................. 48

Tabel 11. Hasil uji LSD jumlah kematian sel hati keempat kelompok

sampel .............................................................................................. 49

Tabel 12. Konversi dosis manusia dan hewan ................................................ 50

Tabel 13. Volume maksimal bahan uji pada pemberian secara oral ............... 51

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram rerata jumlah kematian sel pada masing-masing

kelom pok sampel .......................................................................... 29

Gambar 2. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I h ati kelompok kontrol ................................................ 44

Gambar 3. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I h ati kelompok perlakuan I ......................................... 45

Gambar 4. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I h ati kelompok perlakuan II ........................................ 46

Gambar 5. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I h ati kelompok perlakuan III ...................................... 47

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto gambaran histologis hasil penelitian dari hati mencit

masing-masing kelompok sampel .............................................. 44

Lampiran 2. Hasil p engolahan data penelitian ................................................ 48

Lampiran 3. Perhitungan dosis pemberian ...................................................... 50

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Pengaruh Pemberian Rodam in B

terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit

Albertus Sept ian Rahardi, NIM: G0004036, Tahun: 2010

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Kamis, Tanggal 4 Februari 2010

Pembimbing Utama

Nama : Muthmainah, dr., MKes.

NIP : 196607021998022001 .....................................................

Pembimbing Pendam ping

Nama : Kusmadewi Eka Damayant i, dr.

NIP : 198305092008012005 .....................................................

Penguji Utam a

Nama : S.B. Widjokongko, dr., PHK., MPd.

NIP : 194812311976091001 .....................................................

Anggota Penguji

Nama : Arif Suryawan, dr.

NIP : 195803271986011001 .....................................................

Surakarta, ... Februari 2010

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr., Mkes.

NIP: 194508241973101001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.

NIP: 194811071973101003

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam

industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut,

sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun sudah sejak lama

pula terjadi penyalahgunaan pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk

digunakan sebagai zat pewarna makanan. Sebagai salah satu contohnya

adalah penggunaan bahan pewarna rodamin b, yaitu zat pewarna yang lazim

digunakan dalam industri tekstil, namun berbahaya bila digunakan sebagai

pewarna makanan (Depkes RI, 2006).

Rodamin b berbahaya bagi kesehatan. Pada paparan akut dapat

menyebabkan iritasi hingga kerusakan mata, gangguan saluran pernapasan,

iritasi kulit, nyeri dada, nyeri tenggorok, sakit kepala, dan mual-mual (Dire

dan Wilkinson, 1987). Untuk paparan jangka panjang, ditemukan

peningkatan kejadian tumor pada berbagai organ (Kremer, 2004).

Hingga sekarang diperkirakan masih terdapat penyalahgunaan

rodamin b. Pada tahun 2008 lalu, ditemukan penyalahgunaan rodamin b

terutama pada minuman ketika diadakan inspeksi mendadak oleh Dinas

Kesehatan di pasar-pasar tradisional di Mojokerto (Julan, 2008).

Sebelumnya pada tahun 2004, ditemukan 67% cabe merah giling yang

mengandung rodamin b di pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta

2

2

(Djarismawati et al., 2004). Pada penelitian sebelumnya lagi, pada tahun

2003, telah diadakan suatu penelitian di Kabupaten Bandung, dan

ditemukan rodamin b pada berbagai jenis kerupuk, jeli/agar-agar, aromanis,

dan minuman dalam kadar antara 7.841-3.226,55 ppm (Trestiati, 2003).

Hati merupakan salah satu organ penting. Semua zat makanan

yang diserap akan melalui hati sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Dalam

hati zat makanan akan mengalami metabolisme, demikian pula dengan zat-

zat lain akan mengalami tahap metabolisme, bahkan beberapa zat akan

mengalami netralisasi dan detoksikasi dalam organ ini (Guyton dan Hall,

1997). Rodamin b merupakan salah satu zat yang dimetabolisme di hati

(Webb et al., 1961).

Rodamin b yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap

oleh dinding usus halus (Damge et al., 1996). Kemudian didistribusikan ke

dalam hati untuk dimetabolisme melalui proses deetilasi. Proses

metabolisme rodamin b tidaklah sempurna, proses metabolismenya

menyisakan 3,6-diaminofluoran yang akan terakumulasi dalam hati (W ebb

dan Hansen, 1961). Metabolit tersebut akan menyebabkan perubahan

aktivitas metabolisme sel-sel hati, antara lain perubahan aktivitas

metabolisme glikosaminoglikan (Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan

Clarke, 2002), sehingga jika terus berlanjut akan terjadi ketidakseimbangan

dalam sel yang mengakibatkan cedera dan bahkan sampai pada kematian sel

hati.

3

3

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian apakah pemberian rodamin b dapat menimbulkan

perubahan struktur histologis sel hati pada mencit.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian rodamin b dapat menimbulkan perubahan struktur

histologis sel hati pada mencit?

2. Apakah jumlah kematian sel hati pada mencit sebanding dengan besar

dosis rodamin b yang diberikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk membuktikan bahwa pemberian rodamin b dapat menimbulkan

perubahan struktur histologis sel hati pada mencit.

2. Untuk membuktikan bahwa jumlah kematian sel hati pada mencit

sebanding dengan besar dosis rodamin b yang diberikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Empiris Pengetahuan

Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian rodamin b terhadap

struktur histologis sel hati mencit.

2. Manfaat Aplikatif

Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi ilmiah kepada masyarakat tentang bahaya rodamin b

terhadap kesehatan, sehingga masyarakat tidak menyalahgunakan

4

4

rodamin b sebagai bahan pewarna untuk makanan dan tidak

mengkonsumsi makanan yang mengandung rodamin b.

5

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Rodamin B

Rodamin b adalah salah satu bahan kimia yang digunakan

sebagai pewarna dasar untuk berbagai kegunaan (Djarismawati et al.,

2004). Rodamin b wajarnya digunakan sebagai zat pewarna untuk

kertas, tekstil (sutra, wool, dan kapas), sabun, kayu dan kulit, sebagai

reagensia di laboratorium, serta untuk pewarnaan biologis (Direktorat

POM, 2006).

Rodamin b juga merupakan salah satu zat warna yang

dilarang digunakan untuk makanan, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nom or: 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat

Warna tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Pelarangan

tersebut terkait dengan dampaknya yang merugikan kesehatan

(Direktorat POM, 2006). Namun demikian, dalam masyarakat masih

dijumpai penyalahgunaan zat pewarna ini pada makanan (Julan, 2008).

a. Data kimia dan fisika

IUPAC : N-[9-(2-karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-

xanthen-3-yliden]-N-etiletanaminium klorida

6

6

Sebutan lain : Tetraetil-3,6-diaminofluoran (Webb et al.,

1961), tetraet il-rodamin, reonin B (Depkes RI,

2006), safranilin (Kremer, 2004)

Rumus molekul : C29H31ClN2O3

Rumus bangun :

Tit ik lebur : 1650C

Kelarutan

: Sangat larut dalam air dan alkohol, lemah

dalam asam klorida dan natrium hidroksida

Tampilan : Kristal hijau atau bubuk ungu kemerahan

Fluoresensi UV

(OSHA, 1989)

: Maksimal 546 nm

b. Bahaya rodamin b terhadap kesehatan

Rodamin b berbahaya bagi kesehatan. Pada paparan

akut dapat menyebabkan iritasi hingga kerusakan mata, gangguan

saluran pernapasan, iritasi kulit, nyeri dada, nyeri tenggorok, sakit

kepala, dan mual-mual (Dire dan Wilkinson, 1987). Pada uji

toksisitasnya ditemukan LDLo per oral 500 mg/kgBB tikus dan

LD50 per oral 887 mg/kgBB mencit (EMD Chem. Inc., 2007).

Untuk paparan jangka panjang, ditemukan peningkatan kejadian

tumor pada berbagai organ (Kremer, 2004).

7

7

c. Mekanisme toksisitas rodamin b terhadap sel hati

Rodamin b yang masuk ke dalam saluran cerna akan

diserap oleh dinding usus halus (Damge et al., 1996). Oleh vena

usus, rodamin b didistribusikan ke dalam hat i untuk dimetabolisme

melalui proses deetilasi. Proses metabolisme rodamin b tidaklah

sempurna, pada proses deetilasi terjadi pelepasan monoetil dari

rodamin b dan menyisakan 3,6-diaminofluoran. Senyawa 3,6-

diaminofluoran merupakan senyawa yang tidak dapat diuraikan dan

akan terakumulasi dalam hati (W ebb dan Hansen, 1961). Senyawa

tersebut akan menyebabkan perubahan aktivitas metabolisme sel-

sel hati, antara lain perubahan metabolisme glikosaminoglikan

(Kaji et al., 1991; Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke,

2002).

Senyawa 3,6-diaminofluoran menghambat produksi

glikosaminoglikan dengan menghambat proses pemanjangan

(elongasi) gugus rantainya (Robert et al., 2006), sedangkan

pelepasan glikosaminoglikan tidak mengalami perubahan (Kaji et

al., 1991). Selain itu, senyawa tersebut juga meningkatkan aktivitas

ATP-ase sedemikian hingga meningkatkan pemecahan ATP

menjadi ADP dan monofosfat . Pada kondisi yang berlebihan akibat

akumulasi senyawa tersebut, pemecahan ATP lebih cepat

dibandingkan penyusunannya (Loo dan Clarke, 2002). Kedua

kejadian tersebut akan menyebabkan gangguan keseimbangan

8

8

energi sedemikian hingga menyebabkan cedera dan bahkan

kematian sel. Perubahan struktur hati oleh karena rodamin b

terutama terjadi pada zona 1, karena merupakan zona yang paling

dekat dengan pembuluh darah (Braakman et al., 1987).

2. Struktur Hati

a. Struktur makroskopis hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, berat rata-

ratanya sekitar 1500 gram, atau 2,5% berat badan pada orang

dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak

oleh struktur sekitarnya. Permukaan superior adalah cembung dan

terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri.

Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah

transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis (Price dan

Wilson, 1997).

Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus

kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura

segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi

menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme

yang dapat dilihat dari luar. Tiap lobus hat i terbagi menjadi

struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit

mikroskopis dan fungsional organ (Price dan Wilson, 1997).

9

9

b. Struktur mikroskopis hati

1) Lobulus hati

Secara histologis hati tersusun atas lobulus-lobulus.

Lobulus hat i merupakan suatu unit fungsional yang terbagi atas

tiga zona, yaitu:

a) Zona 1 : zona aktif, sel-selnya paling dekat dengan

pembuluh darah, akibatnya zona ini yang

pertama kali dipengaruhi oleh pembuluh darah

yang masuk.

b) Zona 2 : zona intermedia, sel-selnya memberi respons

kedua terhadap darah.

c) Zona 3 : zona pasif, akt ifitas sel-selnya rendah dan

tampak akt if bila kebutuhan meningkat.

Lobulus hati membentuk masa poligonal prismatis jaringan

hepar dengan ukuran sekitar 0,7×2 mm (Junqueira dan

Carneiro, 1995).

2) Parenkim hati

Parenkim atau sel-sel hati tersusun dalam

rangkaian lempeng-lempeng, atau lembaran-lembaran

bercabang-cabang dan beranastomosis membentuk labirin dan

di antaranya terdapat sinusoid. Lempeng-lempeng ini secara

radial bermula dari tepi lobulus menuju ke vena sentralis

sebagai pusatnya. Sel hat i berbentuk poligonal dengan enam

10

10

atau lebih permukaan, berukuran sekitar 20-35 µm. Inti bulat

atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi

dari sel satu dengan lainnya. Masing-masing int i berbentuk

vesikuler dengan granula kromatin tampak jelas dan tersebar

dengan satu atau lebih anak inti (Leeson dkk, 1996).

3) Sinusoid hati

Sinusoid merupakan suatu pembuluh yang melebar

tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel yang

tidak kontinu. Sinusoid kapiler hati mempunyai pembatas yang

tidak sempurna dan memungkinkan pengaliran makromolekul

dengan mudah dari lumen ke sel-sel hepar dan sebaliknya.

Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh serabut retikuler halus

yang pent ing untuk mempertahankan bentuknya (Junqueira

dan Carneiro, 1995)

4) Kanalikuli biliaris

Kanalikuli biliaris berbentuk jala-jala tiga dimensi

di antara sel-sel hati. Dinding kanalikuli terdiri atas sel-sel

parenkim yang berdampingan. Pada bagian perifer lobulus, sel-

sel parenkim yang membentuk dinding kanalikuli biliaris

secara bertahap diganti dengan sel kecil jernih dengan int i

gelap dan organel-organel yang tak sempurna. Sel-sel ini yaitu

sel duktulus, yang terletak diatas lamina basal yang jelas

(Leeson dkk, 1996).

11

11

5) Mikroskopis kerusakan hati

Terdapat banyak cara suatu sel dapat mengalami

cedera atau mati, tetapi modalitas yang pent ing dari cedera

cenderung dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: hipoksia,

agen fisika, agen kimia, agen biologi, mekanisme imun, defek

genetika, malnutrisi dan proses ketuaan (Robbins dan Kumar,

1995a). Rodamin b merupakan salah satu agen kimia yang

dapat menyebabkan cedera pada sel.

Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh

yang hidup dapat dibagi menjadi dua, yaitu nekrosis dan

apoptosis dimana keduanya berbeda dalam ukuran sel,

int regitas membran plasma dan perubahan pada isi sel (Kumar

et al., 2004). Nekrosis merupakan perubahan morfologi sel

sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim

pada sel yang terjejas lethal. Sel yang mengalami nekrosis

ukuran selnya biasanya membesar, sering tidak bisa

mempertahankan integritas membrannya dan komponen dalam

sel tersebut mengalami penghancuran oleh enzim dan sering

keluar dari sel yang mengalami nekrosis. Sedangkan apoptosis

dapat diartikan sebagai proses kematian sel yang diinduksi

melalui program kematian sel, hal ini akan mengaktifkan

enzim yang dapat menyebabkan kematian sel yang sudah

terprogram sebelumnya. Sel yang mengalami proses apoptosis

12

12

selnya mengecil, intregritas membrannya tetap hanya berubah

pada struktur orientasi lemaknya dan komponen dalam sel

tersebut tetap berada dalam sel atau dilepaskan ke badan

apoptosis (Kumar et al., 2007).

Hati merupakan organ tubuh yang paling sering

menerima jejas (Robbins dan Kumar, 1995b). Umumnya

perubahan–perubahan lisis yang terjadi pada sel nekrotik dapat

terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada int i sel

adalah petunjuk paling jelas pada kematian sel. Biasanya sel

yang telah mati intinya menyusut, batasnya tidak teratur dan

berwarna gelap, proses ini dinamakan piknosis dan int inya

disebut piknot ik. Kemungkinan lain, inti dapat hancur dan

meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di

dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Pada beberapa

keadaan inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk

diwarnai dan menghilang begitu saja, proses ini disebut

kariolisis (Price dan Wilson, 1997).

Pada nekrosis hati juga ditemukan fragmen sel atau

sel hati nekrotik tanpa pulasan inti, kolaps dan bendungan

rangka hati dengan eritrosit. Nekrosis itu dapat mengenai satu

atau beberapa lobulus dengan pulau jaringan hati normal di

dalamnya. Pada permulaan nekrosis terjadi proliferasi sel

kupffer yang melakukan fagositosis tercampur dengan eritrosit

13

13

di dalam dan di luar sinusoid, serta menempati ruangan lebih

banyak daripada lapisan hati yang masih utuh. Pada tingkat

yang lebih lanjut sel darah dan eksudat yang berlebihan hilang

sehingga lobulus menjadi kecil (ghost lobule) yang masih

dibatasi oleh vena hepat ika dan susunan portal yang saling

berdekatan. Walaupun sinusoid sering melebar namun vena

sentralis relatif tidak melebar sehingga susunan portal dapat

dibedakan dari yang kolaps, karena lebih padat dan

mengandung infiltrasi sel radang. Nekrosis hati seringkali

menyebabkan hilangnya sel-sel parenkim hat i (Darmawan,

1998).

Nekrosis biasanya merupakan kerusakan akut, jadi

merupakan manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak

selalu kritis. Sel hat i akan mengadakan regenerasi untuk

mengembalikan fungsi normalnya setelah terjadi cedera

hepatik (O’Connor, 2002) karena hati mempunyai kapasitas

regenerasi yang luar biasa (Wenas, 1999). Pada percobaan

telah dibuktikan bahwa dengan pengambilan 80-90% parenkim

hati sudah cukup untuk mempertahankan fungsi normalnya,

sehingga kerusakan hati haruslah luas sekali untuk

menimbulkan gejala klinik manifestasi hati (Robbins dan

Kumar, 1995b).

14

14

B. Kerangka Pem ikiran

C. Hipotesis

1. Pemberian rodamin b dapat menimbulkan kerusakan struktur histologis

sel hati ditandai dengan perubahan inti sel hati (piknosis, karioreksis,

dan kariolisis).

2. Jumlah kematian sel hati sebanding dengan besarnya dosis rodamin b

yang diberikan.

Rodamin b Usus halus Lambung Dinding usus diabsorbsi

oleh

dibawa oleh

m asuk ke

V. mesenterika

Metabolisme

(deetilasi)

masuk ke

dalam

proses

dalam sel

terurai m enjadi

3,6-diaminofluoran seny awa y ang tidak dapa t diuraikan lagi

Akumulasi

Sintesis menurun

Sekresi tetap Penghambatan sintesa

glikosaminoglikan

Peningkatan

aktivitas ATPase

Pemecahan ATP ↑

Penyusunan ATP tetap Gangguan

keseimbangan

energi

Kematian

sel

Inti piknotik

Int i kariorektik

Inti kariolitik

Cedera sel

akibat pembe rian

berulang

monoetil

Hati

perubahan

y ang terj adi

15

15

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik

(biomedik) (Taufiqqurohman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Populasi subyek penelitian ini adalah mencit (Mus m usculus)

jantan, galur Swiss webster, berumur 3 bulan dengan berat badan sekitar 20

gram. Sampel sebanyak 28 ekor mencit dibagi menjadi empat kelompok,

masing-masing kelompok terdiri dari tujuh ekor mencit. Jumlah ini

diperhitungkan menurut rumus Federer yaitu (k-1)(n-1)>15, dengan

k=jumlah kelompok, n=jumlah mencit untuk tiap kelompok (Alfiansyah,

2008). Kelompok kontrol adalah mencit yang diberi diet standar dan

aquades, kelompok perlakuan I adalah kelom pok mencit yang diberi diet

standar dan rodamin b dosis I, kelompok perlakuan II adalah kelompok

mencit yang diberi diet standar dan rodamin b dosis II, kelompok perlakuan

III adalah kelompok mencit yang diberi diet standar dan rodamin b dosis III.

16

16

D. Teknik Sam pling

Pengambilan sampel dilakukan secara incidental sampling.

(Taufiqqurohman, 2004).

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah post-test only control group

design. (Taufiqqurohman, 2004).

Keterangan:

X : Sampel penelitian

KK : Kelompok kontrol

KP I : Kelompok perlakuan I

KP II : Kelompok perlakuan II

KP III : Kelompok perlakuan III

(X0) : Pemberian diet standar dan aquades

(X1) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis I

(X2) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis II

(X3) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis III

O0 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan

kariolitik pada kelompok kontrol

O1 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan

kariolitik pada kelompok perlakuan I

X

KK : (X0)

KP I : (X1)

KP II : (X2)

KP III : (X3)

Oo

O1

O2

O3

Bandingkan

dengan uji

statistik

17

17

O2 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan

kariolitik pada kelompok perlakuan II

O3 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan

kariolitik pada kelompok perlakuan III

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah pemberian rodamin b dengan dosis tertentu.

2. Variabel terikat adalah struktur histologis sel hati.

3. Variabel luar yang dapat dikendalikan adalah gizi, makanan dan

minuman, galur, umur, dan jenis kelamin hewan coba.

4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi psikologis

dan sistem kekebalan tubuh hewan coba, dan keadaan awal hati mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: pemberian rodamin b

Yang dimaksud dengan pemberian rodamin b pada

penelitian ini adalah pemberian larutan rodamin dengan dosis tertentu.

Dosis yang digunakan ditentukan dari dosis maksimal yang dihitung

berdasarkan Lethal Dose Low (LDLo), yaitu dosis terendah yang dapat

menyebabkan kematian pada hewan uji, untuk menghindari kematian

mencit sebelum tahap terminasi hewan uji.

Perhitungan dosis maksimal didasarkan pada LDLo per oral

500 mg/kgBB tikus (EMD, 2007), dengan perhitungan konversi dari

tikus 200 g ke mencit 20 g (faktor konversi sebesar 0,14) (Ngatidjan,

1991) diperoleh LDLo per oral 14 mg/20 gBB mencit. Dosis maksimal

18

18

ditentukan sebagai dosis III, dosis II ditentukan setengah dari dosis III,

dan dosis I ditentukan setengah dari dosis II.

Dosis I yaitu 3,5 mg/20 gBB mencit diberikan pada

kelompok perlakuan I, dosis II yaitu 7 mg/20 gBB mencit diberikan

pada kelompok perlakuan II, dan dosis III yaitu 14 mg/20 gBB mencit

diberikan pada kelompok perlakuan III. Larutan rodamin b diberikan

secara per oral dengan sonde lambung setiap 24 jam selama 7 hari

berturut-turut. Skala variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat: struktur histologis sel hati

Yang dimaksud dengan struktur histologis sel hati pada

penelitian ini adalah perubahan struktur sel hati setelah pemberian

rodamin b. Perubahan struktur histologis sel hati dinilai dengan cara

menghitung jumlah sel hati yang intinya piknosis, karioreksis, dan

kariolisis dari tiap 100 sel hati di zona 1 lobulus hati tiap preparat yang

diwarnai HE, dan diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran

400 kali. Inti piknotik ditandai dengan adanya inti sel yang tampak

mengecil dan hiperkromatik. Int i kariorekt ik ditandai dengan adanya

inti sel yang robek dan terbagi-bagi atas fragmen-fragmen. Int i

kariolitik ditandai dengan adanya inti sel yang tidak lagi mengambil zat

warna, tampak pucat, dan tidak nyata. Skala pengukuran ini adalah

rasio.

19

19

3. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variabel luar yang berupa faktor gizi, makanan dan

minuman, galur, umur, dan jenis kelamin hewan coba dibuat seragam,

sebagai berikut:

a. Gizi yang diketahui dari berat badan mencit yaitu sekitar 20 gram.

b. Makanan dan minuman yaitu dengan memberi makan pelet dan

minum air yang tidak terbatas.

c. Galur hewan coba yaitu mencit Swiss webster.

d. Umur dan jenis kelamin yaitu mencit jantan umur 2-3 bulan.

4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

a. Kondisi psikologis dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,

pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar

hewan coba.

b. Sistem kekebalan tubuh masing-masing hewan coba dapat

bervariasi

c. Keadaan awal hati mencit pada penelitian ini tidak dapat

dikendalikan, karena peneliti tidak mungkin melakukan

pemeriksaan struktur histologis hati mencit sebelum perlakuan.

H. Instrumen dan Bahan Penelitian

1. Instrumen Penelitian

a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan hewan

c. Timbangan obat elektrik

20

20

d. Sonde lambung

e. Alat bedah hewan percobaan (skalpel, pinset, gunting, jarum, meja

lilin)

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi

g. Mikroskop cahaya, Olympus CX21

h. Gelas ukur dan pengaduk

i. Kamera digital, Canon IXUS-95IS

2. Bahan Penelitian

a. Rodamin b (serbuk)

b. Makanan hewan percobaan (pelet)

c. Air/aquades

d. Bahan untuk membuat preparat histologi pengecatan HE

I. C ara Kerja

1. Tahap persiapan penelitian.

a. Sampel mencit 28 ekor dibagi menjadi empat kelompok secara

random , masing-masing kelompok 7 ekor.

b. Mencit dibiarkan beradaptasi dengan lingkungan Laboratorium

Histologi Fakultas Kedokteran UNS selama 7 hari.

c. Satu hari setelah adaptasi dilakukan penimbangan untuk

menentukan dosis dan mulai dilakukan perlakuan.

d. Rodamin b dalam bentuk serbuk dalam dosis tertentu untuk

masing-masing kelompok tersebut sebelumnya dilarutkan dengan

21

21

aquades sedemikian hingga siap digunakan untuk pemberian

perlakuan.

2. Tahap pemberian perlakuan hewan uji.

a. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama lebih kurang 3 jam,

agar lambung mencit dalam keadaan kosong.

b. Larutan diberikan dengan menggunakan sonde lambung. Volume

larutan yang diberikan untuk tiap mencit adalah 0,2 ml, hal ini

sesuai kapasitas maksimal lambung mencit 20 g yaitu 1 ml

(Ngatidjan, 1991).

1) Kelompok kontrol diberi 0,2 ml aquades.

2) Kelompok perlakuan I diberi 0,2 ml larutan rodamin b dosis I,

yaitu 3,5 mg rodamin b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB mencit

per oral per hari.

3) Kelompok perlakuan II diberi 0,2 ml larutan rodamin b dosis

II, yaitu 7 mg rodamin b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB mencit

per oral per hari.

4) Kelompok perlakuan III diberi 0,2 ml larutan rodamin b dosis

III, yaitu 14 mg rodamin b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB

mencit per oral per hari.

c. Pemberian perlakuan dilakukan setiap hari per 24 jam selama 7 hari

berturut-turut. Lamanya pemberian perlakuan pada penelitian ini

didasarkan pada pernyataan bahwa uji toksisitas akut dilaksanakan

setidaknya selama 7 hari (Taufiqqurohman, 2004).

22

22

Untuk pemeliharaan, mencit diberi diet standar sejak awal tahap

persiapan penelitian hingga akhir tahap pemberian perlakuan

hewan uji.

3. Tahap terminasi hewan uji dan pembuatan preparat histologi.

a. Semua mencit dikorbankan satu hari setelah perlakuan selesai

dengan cara neck dislocation.

b. Lobus hati kanan diambil untuk pembuatan preparat histologi

dengan pengecatan HE. Pengambilan lobus hati bagian kanan

bertujuan untuk penyeragaman sampel dan irisan untuk preparat

dilakukan dibagian tengah dari lobus tersebut dengan tebal irisan +

5 µm. Tiap hewan percobaan dibuat 3 preparat.

4. Tahap pengamatan preparat histologis.

a. Dipilih satu preparat dari tiap hewan percobaan untuk dievaluasi

intinya. Dua sisanya digunakan sebagai cadangan apabila preparat

yang akan dievaluasi intinya mengalami kerusakan pada

pembuatannya sehingga preparat tersebut tidak dapat dievaluasi.

b. Pengamatan preparat jaringan hati dengan perbesaran 100 kali

untuk mengamati seluruh bagian dari preparat .

c. Kemudian dengan perbesaran 400 kali ditentukan 1 zona aktif yang

terlihat mengalami kerusakan paling berat .

d. Dari 1 zona aktif ini kemudian dihitung jumlah sel hati yang

intinya piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel hati.

23

23

Secara umum, cara kerja penelitian ini adalah sebagai berikut:

28 ekor menci t

7 ekor 7 ekor 7 ekor 7 ekor

Kelompok

perlakuan III

(KP III)

Kelompok

perl akuan II

(KP II)

Kelompok

perlakuan I

(KP I)

Kelompok

kontrol (KK)

Lobus kanan Lobus k anan Lobus k anan Lobus k anan

Preparat

histolo gis KK

P reparat

histolo gis KP

I

P reparat

his tolo gis KP

II

P reparat

his tologis KP

III

Data KK Data KP I Data KP II Data KP III

Dip uasakan sebelum

pemberian perlakuan

0,2 ml

aquades

0,2 ml

rodamin b

dosi s I

0,2 ml

rodamin b

dosi s II

0,2 ml

rodamin b

dosis III

P embedahan P embedahan Pembedahan P embedahan

Pemberian

dengan

sonde

lambung

P embuatan

laru tan

untuk

perlakuan

P engamatan dengan mikroskop cahaya perbesaran 400× per 100 sel hati

Penilaian status gizi

1 hari

7 hari

7 hari

3 jam

P roses adaptasi

Tiap hari per 24 jam

Terminasi

dengan neck

dislocation

P embuatan

preparat

histo logis hati

pewarn aan HE

Pen gambilan

data

24

24

J. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan

menggunakan uji statistik one way Anova untuk mengetahui adanya

perbedaan rerata jumlah sel hati yang mengalami kerusakan antara

kelom pok kontrol (KK), kelom pok perlakuan I (KP I), kelompok perlakuan

II (KP II), dan kelompok perlakuan III (KP III). Jika terdapat perbedaan

yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk mengetahui

letak perbedaan terdapat di antara kelompok yang mana. Derajat kemaknaan

yang digunakan adalah α=0,01.

25

25

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan 28 mencit (Mus musculus) jantan

galur Swiss webster berusia 3 bulan dengan berat badan sekitar 20 gram.

Sebelum perlakuan, mencit-mencit tersebut dibagi menjadi empat kelompok

secara acak, masing-masing 7 ekor mencit untuk setiap kelompoknya. Satu

kelom pok sebagai kelompok kontrol, sedangkan ketiga kelompok lain

sebagai kelompok perlakuan. Semua mencit diberi perlakuan selama satu

minggu yang kemudian dibedah untuk diambil hatinya. Hati yang sudah

diambil dibuat preparat histologi dengan pewarnaan HE. Jumlah kematian

sel hati pada preparat dihitung sebagai data hasil penelitian.

Data hasil penelitian berupa data rasio, yaitu jumlah inti sel hati

yang mengalami kerusakan (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) yang

dihitung dari tiap 100 sel pada zona 1 untuk setiap preparat . Hasil

pengamatan inti sel hat i yang mengalami kerusakan (piknosis, karioreksis,

dan kariolisis) untuk masing-masing kelompok sampel disajikan dalam

tabel.

Kelompok pertama adalah kelompok kontrol, merupakan

kelom pok kontrol negatif. Mencit-mencit dalam kelompok ini adalah

mencit-mencit yang diberi aquades sebagai perlakuannya. Tabel 1

menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, jumlah inti sel hati yang masih

26

26

normal adalah 652, jumlah inti sel hati yang mengalami kerusakan adalah

48, dan rerata jumlah inti sel yang rusak adalah 6,86 ± 2,478 dari 100 sel

hati.

Tabel 1. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100

sel pada tiap preparat kelom pok kontrol

No. Jumlah inti

sel normal

Jumlah inti sel rusak Total

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jumlah

1. 95 5 - - 5 100

2. 90 10 - - 10 100

3. 90 6 - 4 10 100

4. 94 - 2 4 6 100

5. 95 4 1 - 5 100

6. 96 1 3 - 4 100

7. 92 - - 8 8 100

∑ 652 26 6 16 48 700

Rerata jumlah inti sel hati yang mengalami kerusakan : 6,86

Simpangan baku : 2,478

Sumber: Data primer, 2009

Kelompok kedua adalah kelompok perlakuan I, adalah

kelom pok mencit yang diberi rodamin b sebesar 3,5 mg setiap mencitnya

selama seminggu. Dari tabel 2 terlihat bahwa pada kelompok perlakuan I,

jumlah inti sel hati yang masih normal adalah 377, jumlah inti sel hati yang

mengalami kerusakan adalah 323, dan rerata jumlah inti sel yang rusak

adalah 46,14 ± 5,669 dari 100 sel hati.

27

27

Tabel 2. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100

sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan I

No. Jumlah inti

sel normal

Jumlah inti sel rusak Total

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jumlah

1. 56 5 15 24 44 100

2. 45 4 14 37 55 100

3. 54 8 14 24 46 100

4. 63 11 10 16 37 100

5. 51 6 18 25 49 100

6. 57 11 17 15 43 100

7. 51 5 39 5 49 100

∑ 377 50 127 146 323 700

Rerata jumlah inti sel hati yang mengalami kerusakan : 46,14

Simpangan baku : 5,669

Sumber: Data primer, 2009

Tabel 3. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100

sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan II

No. Jumlah inti

sel normal

Jumlah inti sel rusak Total

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jumlah

1. 23 30 9 38 77 100

2. 27 29 8 36 73 100

3. 28 42 24 6 72 100

4. 13 13 19 55 87 100

5. 35 17 17 31 65 100

6. 27 15 9 49 73 100

7. 19 18 15 48 81 100

∑ 172 164 101 263 528 700

Rerata jumlah inti sel hati yang mengalami kerusakan : 75,43

Simpangan baku : 7,068

Sumber: Data primer, 2009

28

28

Tabel 3 menunjukkan hasil perlakuan pada kelompok perlakuan

II, yaitu kelompok mencit yang diberi rodamin b sebesar 7 mg setiap

mencitnya selama seminggu. Jumlah inti sel hati yang masih normal adalah

172, jumlah int i sel hat i yang mengalami kerusakan adalah 528, dan rerata

jumlah inti sel yang rusak adalah 75,43 ± 7,068 dari 100 sel hati.

Kelompok terakhir adalah kelompok perlakuan III, yaitu

kelom pok mencit yang diberi rodamin b sebesar 14 mg setiap mencitnya

selama seminggu. Dari tabel 4 dapat disimpulkan bahwa pada kelompok

perlakuan III, jumlah inti sel hati yang masih normal adalah 96, jumlah int i

sel hati yang mengalami kerusakan adalah 604, dan rerata jumlah int i sel

yang rusak adalah 86,29 ± 2,928 dari 100 sel hati.

Tabel 4. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100

sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan III

No. Jumlah inti

sel normal

Jumlah inti sel rusak Total

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jumlah

1. 14 4 35 47 86 100

2. 18 6 20 56 82 100

3. 15 3 29 53 85 100

4. 11 18 25 46 89 100

5. 15 10 16 59 85 100

6. 14 8 16 62 86 100

7. 9 9 19 63 91 100

∑ 96 58 160 386 604 700

Rerata jumlah inti sel hati yang mengalami kerusakan : 86,29

Simpangan baku : 2,928

Sumber: Data primer, 2009

29

29

Dari data hasil penelitian, dapat dibuat grafik yang

menggambarkan rerata kematian sel pada masing-masing kelompok sampel,

seperti yang terdapat dalam gambar 1.

Gambar 1. Diagram rerata jumlah kematian sel pada masing-masing

kelompok sampel

B. Analisis Data

1. Uji Distribusi Normal

Uji Anova dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan

yang bermakna antar kelompok sampel. Persyaratan uji Anova adalah

adanya distribusi data yang normal. Dari data jumlah kematian sel hat i

masing-masing kelompok sampel mula-mula dilakukan uji distribusi

normal dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel

kurang dari 50 sampel. Hasil uji distribusi normal Shapiro-Wilk dapat

dilihat pada tabel 5.

Dari masing-masing kelompok sampel didapatkan nilai

kemaknaan p>0,05 yang berart i set iap kelompok sampel memiliki

distribusi data normal.

0102030405060708090

6.86

46.14

75.43

86.29

Re

rata

jum

lah

ke

mat

ian

se

l

Kelompok sampel

Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan I

Kelompok perlakuan II

Kelompok perlakuan III

30

30

Tabel 5. Rangkuman hasil uji distribusi normal jumlah kematian sel

keempat kelompok

Statistik df p

Kelompok kontrol 0,874 7 0,203

Kelompok perlakuan I 0,979 7 0,954

Kelompok perlakuan II 0,964 7 0,854

Kelompok perlakuan III 0,942 7 0,659

Sumber: Hasil uji distribusi normal data penelitian, 2010 (Lampiran 2)

2. Uji One Way Anova

Dari keempat data primer di atas dilakukan uji one way

Anova untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah kemat ian sel hati

yang bermakna pada keempat kelompok. Hasil perhitungan statistik uji

Anova dapat disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6. Rangkuman hasil analisis uji one way Anova jumlah

kematian sel hati keempat kelompok sampel

Df F p

Antar kelompok 3 364,940 0,000

Dalam satu kelompok 24

Total 27

Sumber: Hasil analisis uji Anova data penelitian, 2010 (Lampiran 2)

Hasil analisis uji one way Anova jumlah kemat ian sel hati

pada semua kelompok didapatkan nilai kemaknaan p<0,01 (p=0,000)

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata jumlah

kematian sel hati yang bermakna pada keempat kelompok sampel (tabel

6). Untuk mengetahui letak perbedaan di antara kelompok yang mana,

selanjutnya diuji dengan uji Post Hoc. Dari uji hom ogenitas diperoleh

hasil p>0,01 atau berarti memiliki varian data yang homogen (lihat

31

31

lampiran 2) maka jenis uji Post Hoc yang dipilih adalah uji LSD (Least

Significant Difference).

3. Uji LSD (Least Significant Difference)

Hasil perhitungan statistik uji LSD (Least Significant

Difference) dapat dilihat pada tabel 7. Perhitungan statistik dengan uji

LSD (Least Significant Difference) dengan derajat kemaknaan α=0,01

diperoleh nilai kemaknaan p<0,01 untuk keenam perbandingan dua

kelompok sampel, antara lain kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan I (p=0,000), kelompok kontrol dan kelompok perlakuan II

(p=0,000), kelompok kontrol dan kelompok perlakuan III (p=0,000),

kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II (p=0.000), kelompok

perlakuan I dan kelompok perlakuan III (p=0,000), dan kelompok

perlakuan II dan kelompok perlakuan III (p=0,000), dengan demikian

Ho ditolak (ada perbedaan bermakna antara dua kelompok sampel yang

dibandingkan).

Tabel 7. Rangkuman hasil uji LSD jumlah kematian sel hati keempat

kelompok sampel

Kelompok sampel Kelompok sampel pembanding p

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan I 0,000

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan II 0,000

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan III 0,000

Kelompok perlakuan I Kelompok perlakuan II 0,000

Kelompok perlakuan I Kelompok perlakuan III 0,000

Kelompok perlakuan II Kelompok perlakuan III 0,000

Sumber: Hasil uji LSD data penelitian, 2010 (Lampiran 2)

32

32

BAB V

PEMBAHASAN

Dari penelitian, diperoleh data jumlah kematian sel. Data keempat

kelompok sampel diuji distribusi normalnya dengan Shapiro-Wilk. Dari masing-

masing kelompok sampel diperoleh nilai kemaknaan p>0,05 yang berart i

distribusi data normal. Data yang terdistribusi normal merupakan syarat bagi suatu

data yang akan diolah dengan uji one way Anova, selain skala ukur interval atau

rasio.

Selanjutnya data tersebut diuji dengan one way Anova dengan derajat

kemaknaan α=0,01. Dari uji one way Anova diperoleh nilai kemaknaan p<0,01

yang berart i terdapat perbedaan yang bermakna di antara keempat kelompok.

Untuk mengetahui letak perbedaan di antara kelompok yang mana, data

selanjutnya diuji Post Hoc. Dari uji homogenitas varian, diperoleh nilai

kemaknaan p>0.01 yang berart i varian data homogen, maka jenis uji Post Hoc

yang dipilih adalah uji LSD (Least Significant Difference) dengan derajat

kemaknaan α=0,01. Dari keenam perbandingan kelompok sampel, diperoleh nilai

kemaknaan p<0,01 yang berarti masing-masing dari keenam perbandingan

kelompok sampel memiliki perbedaan yang bermakna.

Perbedaan yang bermakna dari kelompok kontrol terhadap ketiga

kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pemberian rodamin selama 7 hari

berturut-turut dapat menyebabkan kemat ian sel hati mencit. Kematian sel hati

mencit dapat ditandai dengan perubahan int i sel (piknosis, karioreksis, dan

33

33

kariolisis). Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan yang bermakna antara

kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, kelom pok perlakuan II dan

kelompok perlakuan III. Rerata jumlah kemat ian sel hati yang semakin besar,

pada kelompok mencit yang diberi rodamin b sebesar 3,5 mg ditemukan 46,14 ±

5,669 kematian sel dari seratus sel hati yang dihitung, sedangkan pada kelompok

mencit yang diberi rodamin b sebesar 7 mg dan 14 mg masing-masing ditemukan

75,43 ± 7,068 dan 86,29 ± 2,928 kemat ian sel dari seratus sel hati yang dihitung.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis rodamin b yang diberikan,

semakin besar pula jumlah kemat ian sel hati yang terjadi. Kematian sel hati akibat

pemberian rodamin b dapat terjadi karena adanya sisa metabolisme yang berupa

3,6-diaminofluoran yang dapat mengganggu metabolisme glikosaminoglikan dan

ATP dalam sel hati.

Hati merupakan salah satu organ penting. Semua zat makanan yang

diserap akan melalui hati sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Dalam hati zat

makanan akan mengalami metabolisme, demikian pula dengan zat-zat lain akan

mengalami tahap metabolisme, bahkan beberapa zat akan mengalami netralisasi

dan detoksikasi dalam organ ini (Guyton dan Hall, 1997). Rodamin b merupakan

salah satu zat yang dimetabolisme di hati (Webb et al., 1961). Proses metabolisme

rodamin b tidaklah sempurna, proses metabolismenya menyisakan 3,6-

diaminofluoran yang akan terakumulasi dalam hati (Webb dan Hansen, 1961).

Metabolit tersebut akan menyebabkan perubahan akt ivitas metabolisme sel-sel

hati, antara lain perubahan aktivitas metabolisme glikosaminoglikan (Robert et

al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke, 2002), sedemikian hingga jika terus

34

34

berlanjut akan terjadi ketidakseimbangan dalam sel yang mengakibatkan cedera

dan bahkan sampai pada kematian sel hati.

Kematian sel hati antara lain ditandai oleh adanya perubahan pada

intinya. Perubahan pada inti sel adalah petunjuk paling jelas pada kemat ian sel.

Biasanya sel yang telah mati int inya menyusut, batasnya tidak teratur dan

berwarna gelap, proses ini dinamakan piknosis dan int inya disebut piknotik.

Kemungkinan lain, inti dapat hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat

kromatin yang tersebar di dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Pada beberapa

keadaan inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan

menghilang begitu saja, proses ini disebut kariolisis (Price dan Wilson, 1997).

Pada kelompok kontrol ditemukan juga kematian sel hati mencit yang

ditandai dengan perubahan inti sel (piknotis, karioreksis, dan kariolisis). Hal ini

dapat terjadi oleh adanya variabel luar yang tidak dapat dikendalikan yaitu kondisi

psikologis mencit selama pemberian perlakuan, kekebalan tubuh masing-masing

mencit, serta keadaan awal hat i mencit pada penelitian ini.

Pada penelitian ini, ditemukan perubahan struktur histologis sel hati

mencit yaitu kematian sel yang ditandai dengan perubahan inti. Pada penelitian

eksperimental laboratorik terdahulu, Webb dkk. (1961) menemukan bahwa

pemberian rodamin b pada tikus menyebabkan perubahan makroskopis hati yaitu

pembesaran ukuran hati, sedangkan pada pada tahun 1987 Braakman dkk.

menemukan adanya gambaran fluoresen terbanyak pada pemeriksaan mikroskop

hati mencit di zona 1 yang menunjukkan bahwa akumulasi terbanyak dari rodamin

b terdapat di zona 1. Dua tahun berikutnya (1989), Braakman dkk. dalam

35

35

penelitian serupa melaporkan bahwa rodamin b cepat diserap dan masuk ke dalam

hati dan lambat dalam proses ekskresinya ke dalam empedu.

Dalam penelitian Webb dkk. (1961), ditemukan pembesaran ukuran

hati. Pembesaran ukuran hati dapat terjadi oleh karena adanya nekrosis sel-sel

penyusun jaringan hat i. Sel yang mengalami nekrosis ukuran selnya biasanya

membesar, sehingga secara makroskopis terjadi pembesaran ukuran hati (Kumar

et al., 2007). Petunjuk adanya nekrosis sel dapat ditunjukkan dengan jelas oleh

adanya perubahan lisis pada inti yang mengalami nekrosis, yang dapat berupa

perubahan piknosis, karioreksis, maupun kariolisis (Price dan Wilson, 1997).

Dari kedua penelitian Braakman dkk. pada tahun 1987 dan 1989,

dapat disimpulkan bahwa akumulasi terbanyak dari rodamin b terdapat di zona I

hati. Hal ini dapat terjadi karena zona 1 hati juga merupakan zona yang paling

dekat dengan pembuluh darah yang merupakan percabangan dari pembuluh darah

yang berasal dari usus. Saluran empedu dalam organ hati juga terdapat dalam zona

1 (Junqueira dan Carneiro, 1995).

Dalam penelitian ini, menilai spesifik perubahan struktur histologis sel

hati. Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan Webb dkk. (1961), pemberian

rodamin menyebabkan pembesaran ukuran hati karena terjadi pembengkakan sel-

sel penyusun jaringan hat i oleh adanya proses nekrosis. Berdasarkan penelitian

Braakman dkk. (1987 dan 1989) dan penelitian ini, dapat disimpulkan paparan

langsung rodamin b dan akumulasinya dalam zona 1 menyebabkan kematian sel

hati. Penelitian ini kiranya dapat menjadi sumber informasi tambahan dan

kelengkapan informasi mengenai pengaruh rodamin b terhadap kesehatan.

36

36

Secara epidemiologi, penelitian mengenai rodamin b juga telah

dilakukan. Pada tahun 2003, Trestiati melakukan analisis mengenai kandungan

rodamin b dalam jajanan anak SD. Pada tahun 2004, Djarismawati dkk.

melaporkan m engenai penggunaan rodamin b dalam cabe merah giling.

Dalam penelitian Trestiati (2003), dilaporkan hasil analisis mengenai

kandungan rodamin b dalam jajanan anak SD. Dilaporkan kandungan rodamin

dalam sampel sebesar 7.841-3.226,55 ppm. Dari kandungan rodamin b, diperoleh

perkiraan asupan rodamin b anak kelas 4-6 SD setiap hari sebesar 0,455-0,379

mg/kb BB.

Djarismawati dkk. (2004) melaporkan beberapa informasi yang

diperoleh dari penelitian mereka. Dilaporkan bahwa penjualan cabe merah giling

dengan pewarna rodamin b sudah terjadi lebih dari 5 tahun. Di dalam penelitian

tersebut juga dilaporkan bahwa sebesar 63 % dari 90 sampel yang diperiksa

menggunakan rodamin b. Pemberian rodamin b dalam cabe merah giling tersebut

diketahui karena ketidakpedulian para pedagang cabe merah giling terhadap

adanya bahaya rodamin b terhadap kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Trestiati (2003) telah melaporkan

perkiraan besar asupan rodamin b pada manusia. Penelitian yang dilakukan

Djarismawati dkk. (2004) menunjukkan bahwa penyalahgunaan rodamin b telah

dilakukan setidaknya selama 5 tahun, sehingga dapat dipastikan bahwa

masyarakat baik secara sadar maupun tidak sadar telah mengkonsumsi rodamin b

dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan penelitian ini menilai kerusakan

struktur histologis hati mencit yang diinduksi oleh rodamin b dengan dosis yang

37

37

dihitung dari pengkonversian dari LDLo rodamin b tikus dan dilakukan dalam

kurun waktu selama satu minggu. Keterbatasan sumber daya dan waktu membuat

penelitian ini dilaksanakan pada hewan uji dalam jangka waktu singkat dan

dengan dosis yang cukup besar. Hal tersebut menjadi suatu kelemahan dari

penelitian ini.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rodamin b menyebabkan kerusakan

organ hati yang dilihat secara mikroskopis. Kerusakan organ hati kemungkinan

besar akan menyebabkan gangguan fungsi hati. Oleh sebab itu diharapkan ada

penelitian lebih lanjut mengenai gangguan fungsi hati oleh karena paparan

rodamin b. Diharapkan pula ada penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan

organ hati dari pengaruh rodamin b. Selain menimbulkan kerusakan organ hati,

tidak menutup kemungkinan bahwa rodamin b juga memiliki pengaruh lain bagi

kesehatan organ lain, sehingga diharapkan pula akan ada penelitian mengenai

pengaruh lain rodamin b terhadap kesehatan selain organ hat i.

Berdasarkan informasi ilmiah yang telah diperoleh dari penelitian ini

maupun dari penelitian serupa mengenai pengaruh rodamin b terhadap kesehatan,

masyarakat dihimbau tidak menyalahgunakan rodamin b sebagai pewarna

makanan dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung rodamin b. Selain

itu diperlukan peran serta pemerintah maupun masyarakat secara terpadu

melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanganan penyalahgunaan rodamin b

dalam makanan.

Terkait dengan kelemahan penelitian ini, diharapkan ada penelitian

lebih lanjut mengenai pengaruh rodamin b bagi kesehatan dengan dosis dan lama

38

38

perlakuan yang disesuaikan pada keadaan dalam masyarakat. Selain itu juga

diharapkan ada penelitian observasional mengenai perubahan kesehatan pada

masyarakat yang telah mengkonsumsi rodamin b. Dengan adanya penelitian-

penelitian tersebut, diharapkan laporan dari hasil penelitian-penelitian tersebut

dapat lebih diaplikasikan dalam masyarakat.

39

39

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan

bahwa:

1. Pemberian rodamin b dapat menyebabkan kemat ian sel hat i yang

ditandai dengan perubahan inti sel hati (piknosis, karioreksis, dan

kariolisis).

2. Jumlah kematian sel hati sebanding dengan besarnya dosis rodamin b

yang diberikan.

B. Saran

Untuk pengembangan pengetahuan diharapkan ada penelitian lebih lanjut

megenai:

1. Pengaruh rodamin b terhadap fungsi hati.

2. Perlindungan hati terhadap paparan rodamin b.

3. Pengaruh lain rodamin b terhadap kesehatan selain terhadap organ hati.

4. Pengaruh rodamin b bagi kesehatan dengan dosis dan lama perlakuan

yang disesuaikan pada keadaan dalam masyarakat .

5. Perubahan kesehatan pada masyarakat yang telah mengkonsumsi

rodamin b melalui penelitian observasional.

40

40

Untuk masyarakat dihimbau agar tidak menyalahgunakan

rodamin b sebagai pewarna makanan.dan tidak mengkonsumsi makanan

yang mengandung rodamin b.

41

41

DAFTAR PUSTAKA

Alfiansyah, M., 2008. Pengaruh Pemberian Boraks terhadap Perubahan Struktur Histologis Hati Mencit. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret , hal. 14.

Braakman, I., Groothuis, G.M.M., Meijer, D.K.F., 1987. Acinar Redistribution and Heterogeneity in Transport of The Organic Cation Rhodamine B in Rat Liver. Hepatology 7:849-55.

Braakman, I., Groothuis, G.M.M., Meijer, D.K.F., 1989. Zonal Compartementation of Perfused Rat Liver. Journal of Pharm acology and Experimental Therapeutics 249:869-73.

Damge, C., Aprahamian, M., Marchais, H., Benoit, J. P., Pinget, M., 1996. Intestinal absorpt ion of PLAGA Microspheres in the Rat. Journal of Anatomy 189:491-501.

Darmawan, S., 1998. Hati dan Saluran Empedu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 226-35.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamine B Sebagai Pewarna Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dire, D.J. dan Wilkinson, J.A., 1987. Acute Exposure to Rhodamine B. Clinical Toxicology 24:603-7.

Direktorat Pengawas Obat dan Makanan, 2006, Bahan Berbahaya yang Dilarang untuk Pangan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djarismawati, Sugihart i, Nainggolan, R., 2004, Pengetahuan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamine B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 3:7-12.

EMD Chemicals Inc., 2007. Material Safety Data Sheet: Rhodam ine B, HARLECO ® . New Jersey.

Guyton, A.C. dan Hall, J.E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 1105-7.

Julan, T., 2008. Awas, Makanan Mengandung Rhodamine B Beredar Luas. Okezone.com 15 Juni 2008.

Junqueira, L.C. dan Carneiro, J., 1995. Histologi Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal. 226-30.

42

42

Leeson, C.R., Leeson, T.S., Paparo, A.A., 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 383-95.

Loo, T .W. dan Clarke, D.M., 2002. Location of the Rhodamine-binding Site in the Human Multidrug Resistance P-glycoprotein. Journal of Biological Chemistry 277:443332-8.

Kaji, T., Kawashima, T., Sakamoto, M., 1991, Rhodamine B Inhibition of Glycosaminoglycan Production by Cultured Human Lip Fibroblasts. Toxicology and Applied Pharmacology 111:82–89

Kremer Pigmente, 2004. Material Safety Data Sheet: 94900–Rhodam ine B. Aichstetten.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Mitchell, R.N., 2007. Robbins Basic Pathology. 8

th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Co., pp. 9 and 19.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2004. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, p. 12.

Ngatidjan, 1991. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta: Penerbit Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, hal. 94.

Occupat ion Safety and Health Administration (OSHA), 1989, Rhodam ine B. Washington, D.C.: U.S. Department of Labor.

O’Connor, D.J., 2002. Crash Course Pathology. 2nd

ed. St. Louis: Mosby, p. 131.

Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1997. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 25-427.

Robbins, S.L. dan Kumar, V., 1995a. Buku Ajar Patologi I. Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 2-14.

Robbins, S.L. dan Kumar, V., 1995b. Buku Ajar Patologi II. Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 299.

Roberts, A.L.K., Thomas, B.J., Wilkinson, A.S., Fletcher, J.M., Byers, S., 2006. Inhibition of Glycosaminoglycan Synthesis Using Rhodamine B. Pediatric Research 60:309-14.

Taufiqqurohman, M.A., 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: Penerbit CSGF (The Com munity Of Self Help Group Forum), hal. 10, 38-40, 62, dan 99-103.

Trestiati, M., 2003. Analisis Rhodam in B pada Makanan dan Minum an Jajanan Anak SD. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

43

43

Webb, J.M. dan Hansen, W.H., 1961. Studies of the Metabolism of Rhodamine B. Toxicology and Applied Pharmacology 3:86-95.

Webb, J.M., Hansen, W.H., Desmond, A., Fitzhugh, O.G., 1961. Biochemical and Toxicologic Studies of Rhodamine B and 3,6-Diaminofluoran. Toxicology and Applied Pharmacology 3:696-706.

Wenas, N.T., 1999. Kelainan Hati akibat Obat. Jakarta: Penerbit Gaya Baru, hal. 364.

44

44

Lampiran 1. Foto Gam baran Histologis Hasil Penelitian dari Hati Mencit

Masing-masing Kelompok Sam pel

Gambar 2. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I hat i kelompok kontrol. N adalah sel hati normal, P

adalah sel hat i piknotik, Kr adalah sel hati kariorektik, dan Kl adalah

sel hati kariolitik. (pewarnaan HE; perbesaran mikroskop 1000 kali,

perbesaran kamera 3 kali)

Kl Kr

P N

45

45

Gambar 3. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I hati kelompok perlakuan I. N adalah sel hati normal, P

adalah sel hat i piknotik, Kr adalah sel hati kariorektik, dan Kl adalah

sel hati kariolitik. (pewarnaan HE; perbesaran mikroskop 1000 kali,

perbesaran kamera 3 kali)

Kr Kl

P

N

46

46

Gambar 4. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I hati kelompok perlakuan II. N adalah sel hati normal, P

adalah sel hat i piknotik, Kr adalah sel hati kariorektik, dan Kl adalah

sel hati kariolitik. (pewarnaan HE; perbesaran mikroskop 1000 kali,

perbesaran kamera 3 kali)

N

Kr Kl

P

47

47

Gambar 5. Gambaran histologis sel hati normal dan yang mengalami kerusakan

pada zona I hati kelompok perlakuan III. N adalah sel hati normal, P

adalah sel hat i piknotik, Kr adalah sel hati kariorektik, dan Kl adalah

sel hati kariolitik. (pewarnaan HE; perbesaran mikroskop 1000 kali,

perbesaran kamera 3 kali)

Kl

P N

Kr

48

48

Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data

Tabel 8. Hasil uji distribusi normal jumlah kemat ian sel

Tests of Normality

Kelompok Sampel

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Jumlah Kematian Sel Kelompok Kontrol .207 7 .200* .874 7 .203

Kelompok Perlakuan I .164 7 .200* .979 7 .954

Kelompok Perlakuan II .206 7 .200* .964 7 .854

Kelompok Perlakuan III .253 7 .195 .942 7 .659

a. Lill iefors Sig nificance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Sumber: Hasil uji normalitas data penelitian dengan SPSS 16 for Windows, 2010

Tabel 9. Hasil uji homogenitas jumlah kematian sel hati keempat kelompok

sampel

Test of Homogeneity of Variances

Jumlah Kematian Sel

Levene Statistic df1 df2 Sig .

2.177 3 24 .117

Sumber: Hasil uji homogenitas data penelitian dengan SPSS 16 for Windows,

2010

Tabel 10. Hasil uji one way Anova jumlah kematian sel hati keempat kelompok

sampel

ANOVA

Jumlah Kematian Sel

Sum of Squares df Mean Square F Sig .

Between Groups 26497.250 3 8832.417 364.940 .000

Within Groups 580.857 24 24.202

Total 27078.107 27

Sumber: Hasil uji one way Anova data penelitian dengan SPSS 16 for Windows,

2010

49

49

Tabel 11. Hasil uji LSD jumlah kematian sel hati keempat kelompok sampel

Multiple Comparisons

Jumlah Kematian Sel

LSD

(I) Kelompok Sampel (J) Kelompok Sampel Mean

Difference (I-J)

Std.

Error Sig .

99% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan I -39.286* 2.630 .000 -46.64 -31.93

Kelompok Perlakuan II -68.571* 2.630 .000 -75.93 -61.22

Kelompok Perlakuan III -79.429* 2.630 .000 -86.78 -72.07

Kelompok Perlakuan I Kelompok Kontrol 39.286* 2.630 .000 31.93 46.64

Kelompok Perlakuan II -29.286* 2.630 .000 -36.64 -21.93

Kelompok Perlakuan III -40.143* 2.630 .000 -47.50 -32.79

Kelompok Perlakuan II Kelompok Kontrol 68.571* 2.630 .000 61.22 75.93

Kelompok Perlakuan I 29.286* 2.630 .000 21.93 36.64

Kelompok Perlakuan III -10.857* 2.630 .000 -18.21 -3.50

Kelompok Perlakuan III Kelompok Kontrol 79.429* 2.630 .000 72.07 86.78

Kelompok Perlakuan I 40.143* 2.630 .000 32.79 47.50

Kelompok Perlakuan II 10.857* 2.630 .000 3.50 18.21

*. The mean difference is significant at the 0.01 level.

Sumber: Hasil uji LSD data penelitian dengan SPSS 16 for Windows, 2010

50

50

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pemberian

Dosis yang digunakan ditentukan dari dosis maksimal yang dihitung

berdasarkan Lethal Dose Low (LDLo).

Tabel 12. Konversi dosis manusia dan hewan

Mencit

20 g

Tikus

200 g

Marmut

400 g

Kelinci

1,5 kg

Kucing

2 kg

Kera

4 kg

Anjing

12 kg

Manusia

70 kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5 g 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2

Kucing 2 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Sumber: Ngatidjan, 1991

Perhitungan dosis maksimal didasarkan pada LDLo per oral 500

mg/kgBB tikus (EMD, 2007), dengan perhitungan konversi dari tikus 200 g ke

mencit 20 g (faktor konversi sebesar 0,14, lihat tabel 12).

LDLo per oral = 500 mg/kgBB tikus

= 100 mg/200 gBB tikus

= (100×0,14) mg/20 gBB mencit

= 14 mg/20 gBB mencit

Sehingga diketahui LDLo per oral 14 mg/20 gBB mencit.

Volume larutan rodamin b yang diberikan untuk tiap mencit adalah

0,2 ml, hal ini sesuai kapasitas maksimal lambung mencit 20-30 g yaitu 1 ml (lihat

tabel 13).

51

51

Tabel 13. Volume maksimal bahan uji pada pemberian secara oral

Jenis hewan Berat rata-rata (gram) Volume maksimal (ml)

Mencit 20-30 1,0

Tikus putih 100 5,0

Hamster 50 2,5

Marmot 250 10,0

Kelinci 2500 20,0

Kucing 3000 50,0

Anjing 5000 100

Sumber: Ngatidjan, 1991