Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1 ISSN: 2338-6371, e-ISSN 2550-018X
Pengaruh Therapeutic Lifestyle Change Terhadap Pengaturan Diet, Aktivitas Fisik, Dan Kadar
Kolesterol Total Pasien Hiperkolesterolemia Di Puskesmas
Putri Indriyana¹, Teuku Tahlil1, Mudatsir2
¹Magister Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111 2Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111
Abstrak Therapeutic Lifestyle Change (TLC) merupakan hal penting dalam pengelolaan hiperkolesterolemia mencakup penurunan asupan lemak jenuh dan kolesterol, pemilihan bahan makanan yang dapat menurunkan kadar LDL, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik yang teratur. Perubahan gaya hidup sangat dipengaruhi oleh motivasi diri dan lingkungan yang memerlukan konseling gizi yang baik dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian Therapeutic Lifestyle Change (TLC) terhadap pengaturan diet, aktivitas fisik dan kadar kolesterol total di puskesmas Kota sigli Kabupaten Pidie. Penelitian pre experiment dengan pre and post test non equivalent group design melibatkan 40 responden ( 20 responden kelompok intervensi dan 20 responden kelompok kontrol). Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan TLC berpengaruh terhadap pengaturan diet (P=0,000), aktivitas fisik (P=0,004) dan kadar kolesterol total (P=0,000) Artinya pemberian TLC mempengaruhi pengaturan diet, aktivitas fisik dan kadar kolesterol total pasein hiperkolesterolemia dan TLC bermanfaat bagi penderita hiperkolesterolemia. Kata Kunci : Therapeutic Lifestyle Change, Pengaturan Diet, Aktivitas Fisik, Kadar koleterol total Abstract Therapeutic Lifestyle Change (TLC) is important of management with hypercholesterolemia including a decrease in saturated fat and cholesterol intake, selection of food ingredients that can reduce LDL levels, lose weight, and increase regular physical activity. Lifestyle changes are strongly influenced by self motivation and environment support that requires good and sustainable nutritional counseling. The purpose of this study was to identify the effect of Therapeutic Lifestyle Change (TLC) on diet regulation, physical activity and total cholesterol levels in the sigli city health center of Pidie Regency. Pre-experiment research with pre and post test non equivalent group design involved 40 respondents (20 respondents in the intervention group and 20 respondents in the control group). Data were analyzed using Wilcoxon test. The results showed that TLC had an effect on diet (P = 0,000), physical activity (P = 0,004) and total cholesterol level (P = 0,000) This means that TLC affects dietary regulation, physical activity and total cholesterol level of hypercholesterolemic patients and TLC is beneficial for sufferers hypercholesterolemia. Keywords : Therapeutic Lifestyle Change, Diet Setting, Physical Activity, Total cholesterol level
Korespondensi:
* Indriyana, Magister Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala,
Darussalam, Banda Aceh. Email : [email protected]
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
113
Latar Belakang
Hiperkolesterolemia adalah suatu keadan
dimana kadar kolesterol didalam darah
melebihi batas normal (> 200 mg/dl) dan lebih
spesifik bila peningkatan kadar kolesterol LDL
puasa tanpa disertai peningkatan kadar
trigliserida (National Institutes of Health,
2012).
Di Indonesia, prevalensi hiperkolesterolemia
pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3%
dan meningkat sesuai dengan pertambahan
usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64
tahun (Depkes RI, 2012). Dari jumlah itu, 80%
pasien meninggal mendadak akibat serangan
jantung, dan 20%-nya tidak menampakkan
gejala sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
konsumsi makanan yang mengandung
kolesterol dalam jumlah berlebihan, sehingga
dapat menyebabkan kadar kolesterol total
dalam darah melebihi batas normal
(Soeharto, 2014). Kadar kolesterol pada
orang dewasa dinyatakan tinggi apabila
mencapai nilai lebih dari 240 mg/dl sedangkan
pada anak-anak dan remaja nilai kolesterol
total yang mencapai 200 mg/dl atau lebih
sudah dinyatakan tinggi (Brookes, 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
menunjukkan angka prevalensi
hiperkolesterolemia tertinggi di Indonesia
terdapat di provinsi Aceh, Sumatra Barat,
Bangka Belitung dan Kepulauan Riau dengan
angka prevalensi lebih dari 50%. Angka
prevalensi hiperkolesterolemia untuk wilayah
Pidie diperkirakan akan meningkat sebesar
3.1 % dari tahun 2015 sampai 2016. Laporan
rekap Penyakit Tidak Menular (PTM) dari
Dinas Kesehatan Pidie mengatakan angka
kunjungan pasien hiperkolesterolemia pada
tahun 2016 berjumlah 170 orang ( Dinas
Kesehatan Pidie, 2017).
Penatalaksanaan hiperkolesterolemia di
Indonesia menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI), sesuai
dengan National Cholesterol Education
Program- Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP
III) terdiri atas terapi farmakologis dan terapi
non farmakologis (National Institutes of
Health, 2012). Terapi farmakologis, berupa
obat-obatan, tergantung dari jumlah faktor
risiko yang dimiliki dan besar risiko penyakit
jantung koroner (PJK), sedangkan terapi non-
farmakologis terdiri atas therapeutic lifestyle
change (TLC). (National Institutes of Health,
2012).
Menurut konsensus Perkeni (2012),
therapeutic lifestyle change (TLC) merupakan
bagian dari pendidikan kesehatan yang tidak
hanya melibatkan pengetahuan dan
ketrampilan, tetapi juga konseling gizi jika
diperlukan untuk memfasilitasi gaya hidup
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
114
(Poretsky, 2010). Therapeutic lifestyle change
(TLC) menggunakan pedoman konseling dan
intervensi perilaku untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai kolesterol dan
meningkatkan keterampilan individu dan
keluarga dalam mengelola
hiperkolesterolemia (Jack, Liburd, Spencer &
Airhihenbuwa, 2014).
Penelitian terkait diperoleh ; Cheng., et.al,
(2010) tentang konseling gizi pada penderita
hiperkolesterolemia, menunjukkan bahwa
klien yang mendapat konseling yang dilakukan
secara berkesinambungan untuk menilai
asupan nutrisi klien pada saat perubahan
maupun pemeliharaan, mengalami
penurunan kolesterol LDL yang bermakna
(rata-rata 6-7%), sedangkan pada kelompok
kontrol terjadi penurunan kadar kolesterol
LDL yang tidak bermakna (rata-rata <1%).
Berdasarkan laporan dari sistem pencatatan
dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP)
didapatkan hiperkolesterolemia merupakan
salah satu penyakit kedua terbesar yang
banyak didapatkan di kabupaten Pidie setelah
diabetes mellitus. Dari hasil survey awal yang
dilakukan peneliti didapatkan jumlah
penderita hiperkolesterolemia di puskesmas
kota Sigli kabupaten Pidie pada tahun 2016
sebanyak 104 angka kunjungan (Profil
Puskesmas Kota Sigli, 2017). Perawat
puskesmas juga memberikan keterangan
bahwa belum adanya konseling gizi atau
terapi apapun yang diberikan oleh petugas
puskesmas untuk pasien yang memiliki kadar
kolesterol total diatas 240 mg/dl, hanya
diberikan obat antihiperlipidimia saja,
sedangkan untuk pasien diabetes sudah ada
konseling yang diberlakukan setiap kali
berobat di puskesmas tersebut. Berdasarkan
paparan di atas maka perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh therapeutic
lifestyle change (TLC) terhadap pengaturan
diet, aktivitas fisik, dan kadar kolesterol total
pasien dengan hiperkolesterolemia di
puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie.
Metodologi
Desain penelitian adalah quasi experimental
dengan rancangan pre and post test non
equivalent group design. Penelitian dilakukan
di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie pada
bulan April 2018. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien hiperkolesterolemia
yang berobat ke Puskesmas Kota Sigli
Kabupaten Pidie selama periode 6 bulan
sebanyak 104 orang. Dari 104 paien, hanya 70
Pasien yang terdaftar menjadi anggota
prolanis dan yang aktif mengikuti kegiatan
prolanis dan rutin periksa ke Puskesmas Kota
Sigli. Teknik sampling yang digunakan yaitu
simple random sampling, yang memenuhi
kriteria berjumlah 40 orang dan ini dibagi dua
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
115
kelompok yaitu 20 responden kelompok
intervensi dan 20 responden kelompok
kontrol. Instrumen penelitian menggunakan
kuesioner.
Metode pengumpulan data dilakukan dalam
beberapa tahapan. Pretest diberikan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
yang dilaksanakan satu minggu sebelum
intervensi yaitu pada waktu dan tempat yang
berbeda. Intervensi TLC dilaksanakan pada
tanggal 11 April - 2 Mei 2018 di Aula
Puskesmas Sigli Kabupaten Pidie oleh peneliti
dibantu 3 enumerator. Intervensi TLC
diberikan seminggu 2 kali dengan durasi
waktu setiap pertemuan (1 sesi) 45 menit
dengan penyajian materi menggunakan
proyektor dan pada saat selesai intervensi
setiap responden diberikan leaflet. TLC terdiri
dari 3 sesi yaitu :
Sesi 1 dan 2 yaitu intervensi penyuluhan
kesehatan tentang penyakit
hiperkolesterolemia dan pengaturan diet. Sesi
3 yaitu intervensi penyuluhan kesehatan
tentang latihan fisik pada penderita
hiperkolesterolemia. Post test dilakukan pada
kelompok kontrol dan intervensi dengan
menggunakan soal yang sama dengan pretest.
Postest dilakukan satu minggu setelah
intervensi yaitu pada waktu dan tempat yang
berbeda.
Analisis data meliputi analisis univariat dan
bivariat. Analisis univariat menganalisis
karakteristik responden. Analisis bivariat
menggunakan non parametrik wilcoxon rank
test untuk melihat peerbedaan antara pre test
dan post test pada kelompok kontrol dan
intervensi.
Hasil
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Hiperkolesterolemia Di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie 2018.
Variabel Demografi Kelompok Kontrol (n=20)
Kelompok Perlakuan (n=20)
F % F %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 0 0,00% 3 15,0%
Perempuan 20 100% 17 85,0%
Kelompok Umur < 36 Tahun 0 0,00% 2 10,0%
36-45 Tahun 12 60,0% 12 60,0%
46-55 Tahun 8 40,0% 5 25,0%
>55 Tahun 0 0,00% 1 5,0%
Pendidikan
SD 2 10,0% 1 5,0%
SMP 2 10,0% 1 5,0%
SMA 15 75,0% 13 65,0% PT 1 5,0% 5 25,0%
Pekerjaan
IRT 18 90,0% 13 65,0%
Petani 1 5,0% 2 10,0%
PNS 1 5,0% 5 25,0%
Lama Menderita Hiperkolesterolemia
1 Tahun 1 5,0% 1 5,0%
2 Tahun 9 45,0% 6 30,0%
3 Tahun 7 35,0% 11 55,0%
4 Tahun 3 15,0% 2 10,0%
Rutinitas Berobat
Tidak Rutin 1 5,0% 9 45,0% Rutin 19 95,0% 11 55,0%
Terapi Medis
Tidak Ada 1 5,0% 9 45,0%
Obat Minum 19 95,0% 11 55,0%
Tekanan Darah
Optimal 6 30,0% 8 40,0%
Normal 4 20,0% 7 35,0% Normal Tinggi 5 25,0% 4 20,0%
Hipertensi Derejat1 5 25,0% 1 5,0%
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
116
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada
kelompok kontrol hampir semuanya
responden perempuan (100%) yang
kebanyakan berumur antara 36-45 tahun
(60%), rata-rata lulusan SMA (75%), hampir
semuanya bekerja sebagai Ibu rumah tangga
(90%), sebagian dari responden menderita
hiperkolesterolemia 2 tahun (45%) dan
hampir semuanya rutin berobat dengan
menggunakan terapi medis/minum obat
(95%), Sebagian kecil memiliki tekanan darah
rata-rata optimal (30%). Sedangkan pada
kelompok perlakuan sebagian kecil
respondennya laki-laki (15%), kebanyakan
responden berumur antara 36-45 tahun
(60%), rata-rata lulusan SMA (65%) denga
pekerjaan Ibu rumah tangga (65%), lama
menderita hiperkolesterolemia 3 tahun (55
%), dan rutin berobat (55%) dengan
menggunakan terapi medis/minum obat
(55%), tekanan darah rata-rata optimal (40%).
Tabel 2 Distribusi Hasil Pengaruh Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) Terhadap Pengaturan Diet Penderita Hiperkolesterolemia Di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie 2018.
Pengaturan Diet
Kelompok Kontrol (n=20)
Kelompok Perlakuan (n=20)
Pretest Postest Prestes Postest
F % F % F % F % Tinggi Kolesterol
15
75,0
13
65,0
15
75,0
0 0,00
Rendah Kolesterol
5 25,0
7 35,0
5 25,0
20
100
Wilcoxon Signed Rank Test
p=0,157
p=0,000
Berdasarkan tabel 2 menunujukkan bahwa,
Frekuensi pengaturan diet pada kelompok
kontrol terdapat perbedaan antara pretest
dan post test walaupun tidak signifikan. Nilai
pretest kelompok kontrol untuk diet tinggi
kolestrol (75%) pada saat posttest menurun
(65%) , secara statistik, pada kelompok
kontrol tidak ada pengaruh yang bermakna
antara Therapeutic Lifestyle Changes (TLC)
terhadap pengaturan diet responden,
dibuktikan dengan p value 0.157. Sedangkan
frekuensi pengaturan diet pada kelompok
intervensi terdapat perbedaan yang signifikan
antara pretest dan post test setelah diberikan
perlakuan (TLC). Secara statistik, pada
kelompok intervensi ada pengaruh yang
signifikan antara Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC) terhadap pengaturan diet
responden, dibuktikan dengan p value 0.000
Tabel 3 Distribusi Hasil Pengaruh Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) Terhadap Aktivitas Fisik Penderita Hiperkolesterolemia Di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie 2018. Aktivitas Fisik
Kelompok Kontrol (n=20)
Kelompok Perlakuan (n=20)
Pretest Postest Prestest Posttest
F % F % F % F %
Ringan 10 50,0 4 20,0 9 45,0 1 5,0
Sedang 9 45,0 12 60,0 8 40,0 14 70,0
Berat 1 5,0 4 20,0 3 15,0 5 25,0
Wilcoxon Signed Rank Test
p=0,270
p=0,004
Berdasarkan tabel 3 menunujukkan bahwa,
Frekuensi aktivitas fisik pada kelompok
kontrol terdapat perbedaan antara pretest
dan post test walaupun tidak signifikan. Nilai
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
117
pretest kelompok kontrol untuk aktivitas
ringan (50%) pada saat posttest menurun
(20%), secara statistik, pada kelompok
kontrol tidak ada pengaruh yang bermakna
antara Therapeutic Lifestyle Changes (TLC)
terhadap aktivitas fisik, dapat diketahui dari
nilai signifikan > 0,05 (p-value = 0,270).
Sedangkan frekuensi aktivitas fisik pada
kelompok intervensi terdapat perbedaan yang
signifikan antara pretest dan post test setelah
diberikan perlakuan (TLC). Frekuensi aktivitas
ringan pada kelompok intervensi sebanyak
45% dan kemudian turun 5% setelah
diberikan edukasi Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC). Secara statistik, pada
kelompok intervensi ada pengaruh yang
signifikan anatara Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC) terhadap aktifitas fisik
responden, dapat diketahui dari nilai
signifikan < 0,05 (p-value = 0,000).
Tabel 4 Distribusi Hasil Pengaruh Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) Terhadap Kadar Kolesterol Penderita Hiperkolesterolemia Di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie 2018.
Sebelum dan sesudah TCL
Kelompok Kontrol (n=20) Kelompok Perlakuan (n=20)
Pretest Postest Prestes Postest
Mean
SD Mean
SD Mean
SD Mean
SD
Kadar Kolesterol
225,60
24,00
203,45
52,75
217,45
22,19
191,25
9,153
Wilcoxon Signed Rank Test
p=0,073
p=0,000
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa nilai
mean pretest pada kelompok kontrol 225.60
dan setelah postest 203.45, besar kadar
kolesterol tersebut masih berada dalam batas
tinggi kadar kolesterol dengan standar deviasi
pretest 24,00 dan postest 52,75, semakin
besar nilai standar deviasi maka semakin
beragam kadar kolesterol reponden. Hasil uji
wilcoxon diperoleh perbedaan rata-rata kadar
kolesterol tidak berpengaruh nyata
Therapeutic Lifestyle Changes terhadap kadar
kolesterol diketahui dari nilai signifikan > 0,05
(p-value=0,073). Sedangkan nilai mean pretest
pada kelompok intervensi 217.45 dan setelah
postest 191.25, besar kadar kolesterol
tersebut berada dalam batas normal kadar
kolesterol dengan standar deviasi pretest
22.19 dan postest 9.153. Hasil uji wilcoxon
diperoleh perbedaan rata-rata kadar
kolesterol ada pengaruh yang signifikan
antara Therapeutic Lifestyle Changes terhadap
kadar kolesterol diketahui dari nilai signifikan
< 0,05 (p-value=0,000).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan secara statistik,
pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh
yang bermakna antara Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC) terhadap pengaturan diet
responden, dibuktikan dengan p value 0.157.
Sedangkan frekuensi pengaturan diet pada
kelompok intervensi terdapat perbedaan yang
signifikan antara pretest dan post test setelah
diberikan perlakuan (TLC) dengan nilai
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
118
bermakna (p-value = 0.000. Kesimpulan yang
didapatkan terjadi peningkatan pengaturan
diet setelah intervensi. Pengaturan diet
berhubungan secara langsung pada kadar
kolesterol. Suatu jurnal penelitian
menunjukkan kadar kolesterol dan LDL_C
dapat diubah secara substansial oleh
perubahan diet atau pola makan (J indon
Med, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh
Rosmawati, et al (2013) yaitu penelitian yang
menggunakan design quasi eksperimen
dengan 7 minggu program supportive
developmental nursing, dihasilkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan sebelum
dan sesudah diberikan konseling gizi. Setiap
individu memiliki pola makan yang
mengandung zat gizi yang dapat digunakan
oleh tubuh. Pengetahuan gizi dapat
memegang peranan penting terhadap tata
cara penggunaan pangan dengan baik
sehingga akan mencapai kebutuhan gizi yang
seimbang. Tingkat pengetahuan gizi ini akan
dapat menentukan perilaku seesorang untuk
memperbaiki pola konsumsi makanan yang
umumnya dipandang lebih baik dan dapat
diberikan sedini mungkin (Almatsier, 2004).
Prinsip pengaturan diet pada penderita
hiperkolesterolemia hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum,
yaitu pola makan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu serta meningkatkan konsumsi
serat dan mengurangi konsumsi lemak
berlebih. Kebutuhan kalori biasanya dihitung
berdasarkan berat badan, jenis kelamin,
umur, dan aktivitas fisik penderita
hiperkolesterolemia yang pada dasarnya
ditujukan untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan ideal. Jika
modifikasi diet diaplikasikan secara benar,
dapat mengontrol kadar kolesterol pada
penderita hiperkolesterolemia (Perkeni,
2006). Pemberian therapeutic lifestyle change
pada penderita hiperkolesterolemia
merupakan salah satu tindakan preventif
mandiri yang dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan.
Rendahnya tingkat pengetahuan pengaturan
diet pada penderita hiperkolesterolemia
dapat mengakibatkan sikap acuh tak acuh
terhadap penggunaan bahan makanan
tertentu, walaupun bahan makanan tersebut
cukup tersedia dan mengandung zat gizi.
Therapeutic Lifestyle Change ini dapat
ditingkatkan dengan cara membentuk
keyakinan pada diri sendiri sehingga
seseorang dapat berperilaku sesuai dengan
kehidupan sehari-hari dalam mengatur pola
makan.
Hasil penelitian juga didapatkan faktor diet
merupakan masalah terbesar yang dihadapi
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
119
responden. Kesulitan utama yang paling
sering dijumpai adalah kesulitan untuk
menahan keinginan makan, baik makanan
berlemak. Hal ini berakibat pada tidak
terkontrolnya intake kalori serta tidak
teraturnya jumlah dan jenis makanan.
Kesulitan lain yang cukup signifikan dalam
mengontrol kadar kolesterol darah responden
adalah sulitnya menahan keinginan untuk
makan makanan berlemak.
Hasil penelitian menunjukkan, pada kelompok
kontrol tidak ada pengaruh yang bermakna
antara Therapeutic Lifestyle Changes (TLC)
terhadap aktivitas fisik responden, dapat
diketahui dari nilai signifikan > 0,05 (p-value =
0,270). Hal ini disebabkan karena proporsi
responden yang beraktivitas ringan dan
berisiko hiperkolesterolemia, tidak jauh
berbeda dengan responden yang beraktivitas
berat dan berisiko hiperkolesterolemia
sehingga menunjukkan tidak ada pengaruh
yang bermakna. Sedangkan frekuensi aktivitas
fisik pada kelompok intervensi terdapat
perbedaan yang signifikan antara pretest dan
post test setelah diberikan perlakuan (TLC).
pada kelompok intervensi ada pengaruh yang
signifikan antara Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC) terhadap aktifitas fisik
responden, dapat diketahui dari nilai
signifikan < 0,05 (p-value = 0,000). Hal ini
sejalan dengan penelitian Davidson (2012)
mengatakan aktivitas fisik yang dilakukan
secara teratur jelas mempengaruhi faktor
resiko yang berhubungan dengan
hiperkolesterolemia dan aktivitas fisik
berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah
misalnya aktivitas fisik yang rendah akan
mendorong keseimbangan energi ke arah
positif sehingga mengarah pada peyimpanan
energi dan pada penambahan berat badan,
akibatnya akan berpengaruh pada
peningkatan kadar kolesterol darah, begitu
pula sebaliknya (sihadi, 2006). Berdasarkan
hasil penelitian hubungan antara konsumsi
pangan dan aktivitas fisik dengan kadar
kolesterol darah pria dan wanita dewasa di
Bogor pada tahun 2013 didapatkan hasil
bahwa tingkat aktivitas fisik dan jenis kelamin
berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol
darah (P<0.05). Hasil penelitian Shirazi (2008)
menyatakan hal yang sama yaitu olah raga
teratur dapat menurunkan kadar kolesterol
darah secara signifikan dan meningkatkan
kadar HDL dalam darah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asli
Madupa menunjukkan proporsi total
kolesterol tinggi sebesar 9,98% terhadap
aktivitas responden 76,1%. Frekuensi aktivitas
fisik mengacu pada jumlah sesi aktivitas fisik
per satuan waktu. Durasi aktivitas fisik
merupakan lamanya waktu yang dihabiskan
ketika melakukan aktivitas itu, Intensitas
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
120
aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah
ringan, sedang atau moderat, keras atau
vigorous dan sangat keras atau stenuous.
Kategori intensitas ini dapat didefinisikan
dengan pengertian absolut dan relatif.
Pengelompokan absolut yang sering dipakai
untuk intensitas aktivitas fisik adalah
klasifikasi MET (metabolicenergy turnover).
Satu MET sama dengan pengeluaran energi
saat istirahat yaitu sekitar 3,5 ml O2/kg per
menit. Kisaran aktivitas spesifik yang luas
telah diklasifikasikan menurut nilai MET
masing-masing. Olahraga juga dapat
memperbaiki profil lemak darah, yaitu
menurunkan kadar total kolesterol, LDL, dan
trigliserida. Namun, hasil tersebut tidak sama
bagi masing-masing individu. Sebagian orang
akan mengalami penurunan kadar kolesterol
yang drastis, sebagian lagi mengalami
penurunan yang moderat, bahkan ada juga
yang tidak mengalami perubahan sama sekali.
Hal tersebut disebabkan karena setip individu
mempunyai fisologis tubuh yang khusus di
dalam darahnya, metabolisme dan
mekanisme didalam tubuh. Aktivitas fisik yang
baik harus memenuhi 3 syarat, yaitu frekuensi
artinya berapa kali menjalankan latihan
selama waktu tertentu, Intensitas, dan Tempo
atau durasi waktu latihan berlangsung
(Soeharto,2004). Latihan jasmaniaerobik yang
teratur minimal 30-45 menit 4 kali seminggu
mempunyai pengaruh penurunan total
plasma kolesteroldan kolesterol LDL,
terutama bila diiringi dengan penurunan BB.
(Kamso, et al. 2002)
Hasil penelitian menunjukkan, diperoleh
perbedaan rata-rata kadar kolesterol ada
pengaruh yang signifikan antara Therapeutic
Lifestyle Changes terhadap kadar kolesterol
diketahui dari nilai signifikan < 0,05 (p-
value=0,000). Setelah diberikan intervensi
Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) terhadap
pengontrolan kadar kolesterol didapatkan
nilai mean pretest pada kelompok intervensi
217.45 dan setelah postest 191.25, besar
kadar kolesterol tersebut berada dalam batas
normal kadar kolesterol dengan standar
deviasi pretest 22.19 dan postest 9.153, yang
artinya terdapat perbaikan kadar kolesterol
total dalam darah sebelum dan setelah
diberikan TLC pada kelompok intervensi.
Penelitian yang mendukung disampaikan oleh
Jafar (2012) tentang pengaruh edukasi
terhadap pengetahuan, pola makan dan kadar
kolesterol darah pasien hiperkolesterolemia
pada 30 penderita hiperkolesterolemia
dengan tekhnik pre experiment pretest dan
post test didapatkan terdapat 1 responden
(3,3%) yang terkontrol kadar kolesterol
darahnya dan 29 responden (96,7%) yang
tidak. Namun, setelah dilakukan post-test,
terdapat peningkatan jumlah responden yang
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
121
terkontrol kadar kolesterol darahnya, yaitu 14
responden (46,7%), dan yang tidak terkontrol,
menurun menjadi 16 responden (53,3%). Hasil
ini juga sejalan dengan penelitian Grace dan
Carolina (2012) yang menunjukkan orang
dewasa dengan hiperkolesterolemia dapat
diatasi dengan konseling gizi yang dirancang
untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan untuk manajeman pengontrolan
kadar kolesterol. Dari studi kasusnya
didapatkan hasil bahwa respondennya
sebelum edukasi gizi adalah 9,2% dan setelah
edukasi turun menjadi 7,8%. Demikian juga
oleh penelitian Sharifirad etall (2009) yang
menyatakan bahwa edukasi gizi dapat
meningkatkan 'pengetahuan pasien dan
mengurangi kadar kolesterol darah pasien.
Hasil analisis hubungan Therapeutic Lifestyle
Change dengan kadar kolesterol total dalam
darah juga dipaparkan oleh (Rohmawardani,
2018) menunjukkan responden di Puskesmas
Boyolali I dominan menerapkan TLC dengan
cara yang baik yaitu sebanyak 59 orang dari
60 responden. Sedangkan data hasil
penelitian menunjukkan responden dengan
TLC baik dan status kolesterol baik yaitu
sejumlah 8 orang dari 60 orang respoden,
untuk responden yang memiliki TLC sedang
dengan status kolesterol terkontrol sejumlah
44 orang dari 60 responden. Hasil analisis
variabel TLC dengan status kolesterol
dinyatakan ada hubungan (p-value 0,046).
Responden mendapat pemeriksaan kesehatan
terkait pemeriksaan kadar kolesterol total
dalam darah tiap minggunya sehingga dapat
di evaluasi perbaikan kadar kolesterol total
dalam darah. Kurniawati (2011) menyatakan
Salah satu faktor yang mempengaruhi kontrol
kolesterol total dalam darah adalah asupan
makanan terutama jenis dan jumlah tersebut.
Dalam penelitian ini, responden memiliki
jadwal, jenis serta jumlah asupan makanan
yang berbeda-beda. Dari segi jenis, responden
mengkonmsi karbohidrat, protein, lemak,
kebutuhan gula garam sebagai jenis makanan
yang dikonsumsi setiap hari, penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ghaderi (2007) dari segi jumlah Asupan
lemak mempengaruhi kadar kolesterol darah
setelah makan. Makanan sumber lemak akan
dicerna dan diabsorbsi dengan kecepatan
berbeda-beda sehingga lemak dengan jumlah
yang sama tidak memberikan efek yang sama
dalam hal kadar kolesterol darah, maupun
kadar lemak darah.
Asupan asam lemak tertentu berpengaruh
juga pada metabolisme glukosa yang
menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi membran fosfolipid dan fungsi
reseptor insulin (Darmono, 2007)
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
122
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh TLC
terhadap pengaturan diet , aktivitas fisik, dan
kadar kolesterol total pasien
hiperkolesterolemia di Puskesmas Kota Sigli
Kabupaten Pidie.
Referensi
Almatsier. (2010). Penuntun Diet Edisi Baru Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Anderson JW, Konz EC. (2009) Obesity and
disease management: Effects of weight
loss on comorbid conditions. Obesity
Res.(Supplement 4). Diakses dari
http://www.biomedcentral.com/1471-
2458/11/114
Antman EM, Braunwald E. (2013). Acute
myocardial infarction. Heart disease: a
textbook of cardiovascular medicine.
8th ed. Philadelphia: p. 1197322
American Heart Association. (2006). Heart
disease and stroke statistics- 2006
update. Dallas, Texas: American Heart
Association.
Badriyah, L. (2013). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kadar Kolesterol
Total pada Anggota Klub Senam Jantung
Sehat UIN Jakarta Tahun 2013. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah: Jakarta
Brookes, L. (2004). “The Updated WHO/ISH
Hypertension Guidelines”. Available at:
www.medscape.com/
viewprogram/3005_author.
Downloaded: December 2016
Brown CD, Higgins M, Donato KA, Rohde FC,
Garrison R, Obarzanek E, et al. (2010).
Body mass index and the prevalence of
hypertension and dyslipidemia. Obesity
Res.2010;8(9):605-19.
Buse JB, Ginsberg HN, Bakris GL, Clark NG, Costa F, Eckel R, et al. (2007). Primary prevention of cardiovascular diseases in people with diabetes mellitus: A scientifi c statement from the American
Cheng C, Graziani C, Diamon JJ. (2010).
Cholesterol lowering effect of the food
for heart nutrition educational program.
J of Am Dietetic Association.
2004;4(12):1867-72.
Center for Disease Control and Prevention
(CDC). Can lifestyle modifi cations using
therapeutic lifestyle changes (TLC)
reduce weight and the risk for chronic
disease? Research to Practice No.7.
2010.
Champion, Victoria L. & Skinner Celette Sug. (2008). Health Behavior and Health Education; Theory, Research, and Practice, 4th Edition. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Inc.
Debra AK. (2014). Medical nutrition therapy in
cardiovascular disease. In: Mahan LK, Escott-Stump S, Editors. Krause’s food nutrition and diet therapy. 11th Ed. USA: p. 860-91.
Depkes RI. (2004). Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Status kesehatan
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
123
masyarakat Indonesia. In: Soemantri S, Budiarso LR, Sandjaja, editors. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); 2004. Volume 2.
Dina KS. (2007). Pengaruh fitosterol terhadap
kadar ß-karoten serum penderita
hiperkolesterolemia [dissertation].
Jakarta: Magister Sains Ilmu Gizi Klinik
Universitas Indonesia.
Dinas Kesehatan Pidie. (2016). Profil
Kesehatan Kabupaten Pidie.
Fatmah, Permadi I, Sukmaniah S, Bardosono S,
Andayani DE, Christianto E.(2010).
Nutrient intake, body mass index, and
blood lipid profile of 20 years old or
older after 1 year without nutrition
counseling [research report]. Jakarta:
Department of Nutrition Faculty of
Medicine-University of Indonesia.
Garnadi, Y. 2012. Hidup Nyaman dengan
Hiperkolesterol. AgroMedia: Jakarta
Grundy SM. (2010). Nutrition in the management of disorders of serum lipids and lipoproteins. In: Modern Nutrition in Health and Disease. 1st ed. Philadelphia: Lipincott William & Wilkins; 2006.p.1076-92.
Hidayat, Azis Alimul, (2007). Riset
Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah, Edisi 2. Jakarta: Selemba Medika.
Hidayati,et al (2013). Kepatuhan Pasien:
Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi. Majalah infopom., 7 (5), 1-3
Hopkins PN. Effects of dietary cholesterol on
serum cholesterol: a meta-analysis and review.Am J Clin Nutr. l992;55:106070.
Horne. (2001). R. Compliance Adherence and Concordance in Pharmacy Practice ed. Taylor KMG & Harding G. 2001. Taylor & Francis Inc. eBook ISBN 0-203-30315-6 Master e-book ISBN p 149-16
Kemenkes.RI. (2014). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kerver, J.M., Yang, E.J., Bianchi, L.,dan Song, W.O. (2010). Dietary patterns associated with risk factors for ardiovascular disease in healthy US adults. The American Journal of Clinical Nutrition, 78, 1103-1110.
Lieberman.(2009)“TherapeuticExercise”.Avail.
at.http://emedicine.medscape.com/article/324583-overview. Downloaded: Agustus 2015.
Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell. (2003).
Harper’s Illustrated Biochemistry. (Ed. Ke -26, pp.217, 219). United States of America : The MCGraw-Hill.
National Institutes of Health (NIH). (2002).
National Heart, Lung, and Blood Institute.Third report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults (Adult Treatment Panel III). Bethesda: NIH publication 02-5215.
National Institute of Health, National Heart,
Lung, and Blood Institute (NIH-NHLBI), National Cholesterol Education Program ATP III Guidelines at a Glance Quick Desk Reference”. Avail.at. http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ atglance.pdf.
National Cholesterol Education Program.
2001. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NECP)
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
124
Expert Panel on Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). NIH Publication No 01-3670
Nicolle. (2008). Patient Compliance in
Remington The Science and Practice of Pharmacy (Vol. Volume II). USA: The Philadelpia College of Pharmacy and Science.
Notoadmodjo. (2003). “Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan”. PT. Jakarta: Rhineka Cipta.
Nurrahmani (2012). Upaya meningkatkan
perilaku pasien dalam tatalaksana pencegahan hypercholesterol. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1.
Plana N, Nicolle C, Ferre R, Camps J, Cos R,
Villoria J, et al.Plant sterol-enriched fermented milk enhances the attainment of LDL-cholesterol goal in hypercholesterolemic subjects. Eur J Nutr. 2008;47:32
Rader DJ. Lipid disorders. In: Text book of
cardiovascular medicine. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2003. p. 43-64.
Sarwono. (2004). “Sosiologi Kesehatan
Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya”. 111 132, Cetakan ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press
Saunders. (2004). Medical nutrition therapy in
cardiovascular disease. In: Mahan LK, Escott-Stump S, Editors. Krause’s food nutrition and diet therapy. 11th Ed. USA
Sihadi. Long-term effect of nutritional
counseling: a study in family medicine. Am J Clin Nutr.1997;65(suppl):1946S-50S.
Smith. (2007). Epidemiology of dyslipidemia
and economic burden on the healthcare system. Am J Manag Care.
Soeharto, I. 2004. Serangan Jantung dan
Stroke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Snetselaar L. Counseling for change. In:
Mahan LK, EscottStump S, Editors. Krause’s food nutrition and diet therapy. Ed. USA: Saunders; 2004. p. 519-31.
Talbert.(2005). Hyperlipidemia.
“Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach”. Sixth Edition, 429-430, Edited by J.T.DiPiro, McGraw-Hill Comp. Inc.
Third report of the national cholesterol
education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults (adult treatment panel III) fi nal report. Circulation 2002;106(25):3143-421.
Waspadji, S., Suyono, S., Sukardji, K., Hartati,
B.S.A. 2003. Pengkajian Status Gizi Epidemiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
World Health Organization (WHO). Obesity.
2006. National institutes of health.
Clinical guidelines on the identifi cation,
evaluation, and treatment of
overweight and obesity in adults—the
evidence report. Obesity Research
1998;6(suppl 2):51S–209S.
Wilson PWF, D’Agostino RB, Sullivan L, Parise
H, Kannel WB. Overweight and obesity
as determinants of cardiovascular risk:
Indriyana, Tahlil, Mudatsir / Jurnal Ilmu Keperawatan (2018) 6:1
125
The framingham experience. Arch Intern
Med. 2002;162(16):1867-