28
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PENGARUH SIKAP DAN KERJA FISIK TERHADAP TEKANAN DARAH KELOMPOK A4

PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

faal

Citation preview

Page 1: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

PENGARUH SIKAP DAN KERJA FISIK

TERHADAP TEKANAN DARAH

KELOMPOK A4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Tahun Ajaran 2010/2011

Page 2: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

KETUA :

ANTHONY HADI WIBOWO (102010012) ..........................

ANGGOTA :

DANNY SUMARGO (102010004) ..........................

ANDREINO ADYTHIA PAUSE (102010020) ..........................

NOVITA (102010025) ..........................

PRICILIA A. WANDANY (102010033) ..........................

FATRECIA RITA YUNITA DS (102010046) ..........................

KEZIA NATANIA SWS (102010041) ..........................

GILRANDY BUDIARTO (102010054) ..........................

MUHAMMAD HANIF (102010361) ..........................

PETRICK AQRASVAWINATA (102010392) ..........................

Page 3: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Tujuan Percobaan :

Untuk mengetahui pengaruh sikap tubuh dan kerja fisik terhadap tekanan darah

seseorang.

Alat dan Bahan :

1. Sfigmomanometer

2. Stetoskop

Cara Kerja :

I. PENGUKURAN TEKANAN DARAH A. BRACHIALIS PADA SIKAP

BERBARING,DUDUK, DAN BERDIRI.

Berbaring terlentang

1. Suruhlah orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan tenang selama 10

menit.

2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan kanan

atas orang percobaan.

3. Carilah dengan palpasi denyut a. radialis pada pergelangan tangan kanan

orang percobaan.

4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam

pengukuran tekanan darah OP tersebut.

5. Ulangilah pengukuran sub. 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-

rata dan catatlah hasilnya.

Duduk

6. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh duduk.

Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang

sama.

Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah

hasilnya.

Page 4: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Berdiri

7. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh berdiri.

Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang

sama.

Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah

hasilnya.

8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berada di

atas.

II. PENGUKURAN TEKANAN DARAH SESUDAH KERJA OTOT

1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada

sikap duduk (OP tak perlu yang sama seperti di sub. I)

2. Tanpa melepaskan manset suruhlah OP berlari di tempat dengan frekuensi ± 120 kali

loncatan/menit, selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah

tekanan darahnya.

3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit, sampai tekanan darahnya kembali

seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.

III. PENGUKURAN TEKANAN DARAH A. BRACHIALIS DENGAN CARA

PALPASI

1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap duduk, dengan cara auskultasi

(sub. I)

2. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap yang sama, dengan cara palpasi.

Page 5: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Hasil Percobaan :

Percobaan I – Pengukuran tekanan darah a. Brachialis pad sikap berbaring, duduk

dan berdiri.

Posisi Berbaring

Jenis

Korotkoff

Pengukuran I

(mmHg)

Pengukuran II

(mmHg)

Pengukuran

III (mmHg)

Rata-rata

(mmHg)

Korotkoff I 126 128 128 127.33

Korotkoff II 120 118 112 116.67

Korotkoff III 112 90 98 100

Korotkoff IV 82 86 82 83.3

Korotkoff V 72 80 66 72.67

Posisi Duduk

Jenis

Korotkoff

Pengukuran I

(mmHg)

Pengukuran II

(mmHg)

Pengukuran

III (mmHg)

Rata-rata

(mmHg)

Korotkoff I 126 125 126 125.67

Korotkoff II 116 116 118 116.67

Korotkoff III 96 110 102 106

Korotkoff IV 84 80 80 81.33

Korotkoff V 80 75 75 76.67

Posisi Berdiri

Jenis

Korotkoff

Pengukuran I

(mmHg)

Pengukuran II

(mmHg)

Pengukuran

III (mmHg)

Rata-rata

(mmHg)

Korotkoff I 120 120 124 121.33

Korotkoff II 110 112 114 112

Korotkoff III 102 96 110 102.67

Korotkoff IV 90 84 96 90

Korotkoff V 82 80 85 82.33

Page 6: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Percobaan II – Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot

OP : rajin berolah raga

Sebelum percobaan 110/70 mmHg

Sesudah percobaan 160/80 mmHg

Pemulihan (menit I) 140/70 mmHg

Pemulihan (menit II) 120/60 mmHg

Pemulihan (menit III) 110/70 mmHg

OP : tidak rajin berolah raga

Sebelum percobaan 120/60 mmHg

Sesudah percobaan 150/50 mmHg

Pemulihan (menit I) 135/60 mmHg

Pemulihan (menit II) 130/50 mmHg

Pemulihan (menit III) 110/60 mmHg

Pemulihan (menit IV) 120/70 mmHg

Percobaan III - Pengukuran tekanan darah a. Brachialis dengan cara palpasi

Cara Auskultasi (sistole/diastole) Cara Palpasi (sistole)

125/70 mmHg 120 mmHg

Landasan Teori :

Aliran Darah

Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh darah yang

tertutup. Arteri yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan, bercabang-cabang menjadi

suatu “pohon” pembuluh-pembuluh darah yang semakin kecil, dengan berbagai cabang

menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sewaktu suatu arteri kecil mencapai organ

yang dipendarahinya, arteri tersebut bercabang-cabang menjadi banyak arteriol. Volume

darah yang mengalir melalui suatu organ dapat disesuaikan dengan mengatur kaliber (garis

tengah internal) arteriol organ. Di dalam pembuluh terkecil, tempat semua pertukaran antara

Page 7: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

darah dan sel-sel di sekitarnya terjadi. Kapiler-kapiler kembali menyatu untuk membentuk

venula kecil, yang terus bergabung membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena

kecil secara progresif bersatu untuk membentuk vena yang lebih besar yang akhirnya

mengalirkan darah ke jantung.

Laju aliran (flow rate) darah melintasi suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang lewat

per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradient tekanan dan berbanding terbalik dengan

resistensi vaskuler.

Perbedaan tekanan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh adalah gaya

pendorong utama aliran dalam pembuluh; yaitu, darah mengalir dari suatu daerah dengan

tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan darah yang lebih rendah sesuai penurunan gradien

tekanan. Kontraksi jantung menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya friksi

(resistensi), tekanan berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena

tekanan semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan

daripada di akhir pembuluh. Hal ini membentuk suatu gradient tekanan untuk mengalirnya

darah melalui pembuluh tersebut. Semakin besar gradient tekanan yang mendorong darah

melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh darah resistensi,

yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melaui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh

friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stationer. Seiring

dengan peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan semakin sulit melintasi pembuluh,

sehingga aliran berkurang. Resistensi meningkat, gradient tekanan harus meningkat setara

agar laju aliran tidak berubah. Dengan demikian, apabila pembuluh memberikan resistensi

yang lebih besar terhadap aliran darah, jantung harus berkerja lebih keras untuk

mempertahankan sirkulasi agar adekuat.

Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor: (1) viskositas

(kekentalan) darah; (2) panjang pembuluh; dan (3) jari-jari pembuluh, yaitu faktor

terpenting. Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan

sewaktu bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Semakin besar resistensi terhadap

aliran.

Karena darah “menggesek” lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir, semakin besar

luas permukaan yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas

Page 8: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

permukaan ditentukan oleh panjang (L) dan jari-jari (r) pembuluh. Pada jari-jari konstan,

semakin panjang pembuluh semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi

terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di dalam tubuh konstan, panjang tersebut bukan

merupakan faktor variabel untuk mengontrol resistensi vaskuler. Dengan demikian, penentu

utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan mengalir lebih deras

melalui pembuluh berukuran besar daripada melalui pembuluh yang lebih kecil, karena di

pembuluh berukuran lebih kecil darah, dengan volume tertentu, berkontak dengan lebih

banyak permukaan dari pada di pembuluh besar.

Tekanan Darah dan Pengukurannya

Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh,

bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau

daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang besangkutan. Apabila volume darah

yang masuk arteri sama dengan volume darah yang meninggalkan arteri selama periode yang

sama, tekanan darah arteri akan konstan. Namun yang terjadi bukan seperti ini. Selama sistol

ventrikel, volume sekuncup darah masuk arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar

sepertiga darah dari jumlah tersebut yang meninggalkan mereka, terdorong oleh recoil

elastic. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk

kedalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan

minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir keluar ke pembuluh di hilir selama diastole,

yakni tekanan diastolik, rata-rata 80 mmHg.

Perubahan tekanan arteri selama siklus jantung dapat diukur secara langsung dengan

menghubungkan alat pengukur tekanan ke sebuah jarum yang dimasukkan ke dalam sebuah

arteri. Namun pengukuran dapat dilakukan secara lebih nyaman dan cukup akurat, yaitu

secara tidak langsung dengan menggunakan sfignomanometer. Pengukuran secara tidak

langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu palpasi (dengan raba) dan auskultasi

(menggunakan stetoskop).

Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dengan menggunakan cara auskultasi

(menggunakan stetoskop) adalah suatu cara pengukuran tekanan darah dengan memompa

manset yang sudah dilingkarkan di lengan orang yang akan diukur tekanan darahnya hingga

kantung manset mengembung dan menahan aliran darah dengan berarti tidak ada aliran darah

dalam pembuluh darah.

Page 9: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Ada dua keadaan dimana tidak akan terdengar bunyi yaitu bila tidak ada aliran di dalam

pembuluh darah tersebut atau bila alirannya lancar atau laminer. Di antara kedua keadaan

ekstrim tersebut, turbulensi menyebabkan terjadinya vibrasi dinding pembuluh darah. Bila

manset dikempiskan perlahan-lahan, vibrasi tersebut terdengar sebagai bunyi Korotkoff.

Bunyi Korotkoff di bagi menjadi lima fase.

Fase 1 dimulai saat bunyi terdengar, disebut tekanan sistolik. Pada fase 1, tekanan

sistolik hanya cukup untuk membuka pembuluh darah untuk sementara waktu saja dan

menimbulkan bunyi ketukan nyaring, yang makin lama makin meningkat intensitasnya. Jika

tekanan dalam manset makin di turunkan, aliran yang melewati pembuluh darah meningkat,

menimbulkan bunyi mendesir yang merupakan ciri khas fase 2. Bunyi tersebut menjadi lebih

keras dan lebih nyaring pada fase 3. Pada fase 4, bunyi tiba-tiba redup, lemah dan meniup.

Fase 5 adalah saat dimana bunyi sama sekali tidak terdengar. Saat ini biasanya dianggap

sebagai tekanan diastolik. Bunyi korotkoff fase 1 pada kondisi normal berkisar pada tekanan

120 mmHg, yang dilanjutkan dengan fase ke-2 pada tekanan 110 mmHg, fase ke-3 sekitar

100 mmHg, fase ke-4 sekitar 90 mmHg, sedangkan fase ke-5 yang di anggap sebagai tekanan

diastolik adalah sekitar 80 mmHg.

Pemeriksaan lainnya adalah dengan menggunakan metode palpasi yaitu menggunakan

metode meraba denyut a. Radialis dari orang yang diukur tekanan darahnya. Perlakuan yang

sama dilakukan dengan memompa manset hingga kantung manset mengembang dan

menekan pembuluh darah sehingga tidak ada lagi aliran darah pada pembuluh darah tersebut.

Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan kemudian

membiarkan tekanan turun dan tentukan pada denyut a. Radialis pertama kali teraba. Oleh

karena kesukaran menentukan seara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang

diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan

pengukuran dengan menggunkanan cara auskultasi.

Pengaruh Gravitasi

Tekanan darah yang didapatkan dalam setiap pengukuran tekanan darah menggunakan

sfigmomanometer merupakan tekanan dalam pembuluh darah setinggi jantung. Tekanan

setiap pembuluh di bawah jantung lebih tinggi dan dalam pembuluh di atas jantung lebih

rendah akibat efek gravitasi. Besarnya efek gravitasi (hasil densitas darah, akselerasi karena

gravitasi (980 cm/s), dan jarak vertikal di atas atau di bawah jantung) adalah 0,77 mmHg/ cm

pada densitas darah normal. Jadi pada orang dewasa dengan posisi berdiri, bila tekanan arteri

Page 10: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

rata-rata setinggi jantung adalah 100 mmHg, tekanan rata-rata pada arteri besar di kepala (50

cm di atas jantung) adalah 62 mmHg (100- [0,77 x 50]) dan tekanan pada arteri besar di kaki

(105 cm di bawah jantung) adalah 180 mmHg (100 + [0,77 x 105]).

Darah yang kembali ke atrium jantung di bantu oleh mekanisme dari vena. Darah dari

seluruh tubuh akan kembali ke jantung melalui sistem peredaran darah vena. Proses

kembalinya darah ke jantung melalui vena salah satunya dipengaruhi oleh gaya gravitasi

sama seperti yang terjadi pada arteri. Namun yang terjadi pada sistem vena adalah semakin

besar pengaruh gaya gravitasi yang bekerja pada pembuluh vena tersebut akan menahan

aliran darah vena untuk kembali ke jantung dan membuat darah terakumulasi pada daerah

tersebut. Hal inilah yang membuat tekanan vena akan semakin berkurang saat mulai

menjauhi gaya gravitasi. Semakin mendekati jantung tekanan darah vena akan semakin

berkurang di bandingkan dengan tekanan vena pada saat berada di daerah dengan pengaruh

gaya gravitasi yang besar.

Pada posisi berbaring, gaya gravitasi bekerja secara merata, sehingga tidak perlu

dipertimbangkan. Namun, sewaktu seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain

tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak di bawah jantung

juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung ke ketinggian

kolom darah yang bersangkutan. Terdapat dua konsekuensi penting dari peningkatan tekanan

ini. Pertama, vena yang dapat melebar “menyerah” di bawah peningkatan tekanan hidrostatik

ini, sehingga semakin melebar dan kapasitasnya meningkat. Sebagian besar darah yang

masuk ke kapiler cenderung menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak di kembalikan

ke jantung. Karena aliran balik vena berkurang, curah jantung berkurang dan volume

sirkulasi efektif juga menurun. Kedua, peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang

terjadi akibat efek gravitasi menyebabkan filtrasi berlebihan cairan keluar jaringan kapiler di

ekstremitas bawah dan menimbulkan edema lokal yaitu berupa pembengkakan kaki dan

pergelangan kaki.

Dalam keadaan normal terdapat dua tindakan kompensasi yang melawan efek gravitasi

tersebut. Pertama, penurunan tekanan arteri rata-rata yang terjadi sewaktu seseorang

berpindah dari berbaring menjadi berdiri memicu vasokontriksi vena melalui stimulasi

simpatis, yang mendorong sebagian simpanan darah ke arah jantung. Kedua, pompa otot

rangka “mengganggu” kolom darah dengan secara total mengosongkan segmen-segmen

tertentu vena secara intermiten, sehingga bagian tertentu vena tidak mendapat beban berat

Page 11: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

kolom seluruh vena dari jantung ke ketinggiannya. Refleks vasokonstriksi vena secara tidak

total dapat mengompensasi efek gravitasi tanpa bantuan aktivitas otot rangka. Dengan

demikian, ketika seseorang berdiri untuk waktu yang lama, aliran darah ke otak berkurang

karena menurunnya volume sirkulasi efektif.

Pengaruh Kerja Fisik terhadap Tekanan Darah

Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus

dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Selama istirahat, rata-rata aliran darah yang melalui

otot lurik besarnya antara 3 sampai 4 ml/ menit/ 100 gram otot. Selama kerja fisik yang hebat,

kecepatan ini dapat meningkat 15 sampai 25 kali lipat, mencapai 50 sampai 80 ml/menit/100

gram otot. Dalam latihan otot yang kuat dan ritmik berlangsung kontraksi otot yang kuat

pula. Setiap kontraksi otot yang berlangsung terjadi peningkatan dan penurunan aliran darah.

Aliran ini menurun selama fase kontraksi dan di antara dua kontraksi aliran tersebut

meningkat. Pada akhir kontraksi yang ritmik, aliran darah tetap tinggi selama beberapa detik

tetapi kemudian kembali normal setelah beberapa menit berikutnya. Penyebab berkurangnya

aliran darah selama fase kontraksi otot pada waktu kerja fisik adalah akibat tertekannya

pembuluh darah oleh otot yang berkontraksi.

Selama kerja fisik, terjadi tiga efek utama yang penting bagi sistem sirkulasi untuk

menyediakan banyak aliran darah yang dibutuhkan oleh otot. Efek-efek ini adalah

pengeluaran rangsangan yang besar dari sistem saraf simpatis diseluruh tubuh dengan

akibat perangsangan pada sistem sirkulasi, kenaikan tekanan arteri, dan kenaikan curah

jantung. Salah satu efek paling penting daripeningkatan aktivitas simpatis pada kerja fisik

adalah menimbulkan penongkatan tekanan arterial. Hal ini adalah akibat dari berbagai efek

perangsangan, antara lain (1) vasokonstriksi arteriol dan arteri kecil pada sebagian besar

jaringan tubuh disamping otot-otot aktif, (2) peningkatan aktivitas pemompaan oleh jantung,

dan (3) peningkatan yang besar pada tekanan pengisian sistemik rata-rata terutama

disebabkan oleh kontraksi vena.

Bila seseorang melakukan kerja fisik dalam keadaan tegang tetapi hanya menggunakan

sedikit otot saja, respons simpatis masih tetap terjadi di setiap bagian tubuh, tetapi vasodilatsi

hanya terjadi pada beberapa otot yang aktif saja. Karena itu hasil utama yang didapatkan

adalah vasokonstriksi, yang seringkali meningkatkan tekanan arteri rata-rata sampai setinggi

170 mmHg. Sebaliknya seseorang yang melakukan kerja fisik dengan seluruh tubuhnya,

misalnya berlari atau berenang, kenaikan tekanan arterinya seringkali hanya 20 – 40 mmHg.

Page 12: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Tidak adanya kenaikan yang hebat itu disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi hebat pada

sejumlah besar otot.

Baik dalam keadaan istirahat maupun latihan fisik, atlet yang terlatih memiliki isi

volume sekuncup yang lebih besar dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah daripada

orang yang tidak terlatih dan para atlet ini cenderung memiliki jantung yang lebih besar.

Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah

mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan

jumlah kapiler, dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah

ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya, untuk beban kerja yang sama, peningkatan

pembentukan laktat lebih rendah dan, karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah

jantung kurang meningkat dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih. Selain itu,

penurunan tekanan darah terjadi juga karena latihan olahraga yang teratur dapat melemaskan

pembuluh – pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan

melebarkan pipa air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, olahraga dapat mengurangi

tahanan perifer. Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat aktivitas memompa

jantung berkurang. Peningkatan efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan penurunan

tekanan sistolik, sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan penurunan

tekanan diastolik.

Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan

darah jangka-pendek.

Setiap perubahan pada tekanan darah rata- rata akan mencetuskan refleks baroreseptor

yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk

menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan

tekanan darah ke normal. Seperti reflex lainnya, reflex baroreseptor mencakup reseptor, jalur

aferen, pusat integrasi, jalur eferen dan organ efektor.

Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah,

yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, adalah mekanoreseptor yang peka

terhadap perubahan tekanan arteri rata- rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor- reseptor

tersebut terhadap fluktasi tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor

tekanan, karena perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolik dapat mengubah tekanan

nadi tanpa mengubah tekanan rata-rata. Baroreseptor tersebut terletak di tempat strategis

untuk menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah arteri di pembuluh- pembuluh

Page 13: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

yang mengalir ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang-

cabang untuk mempendarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung aorta).

Baroreseptor secara terus-menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah;

dengan kata lain, mereka secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap

tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri (tekanan rata- rata atau nadi) meningkat, potensial

reseptor kedua bororeseptor itu meningkat, sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi

di neuron aferen yang bersangkutan juga meningkat, sebaliknya, apabila tekanan darah

menurun, kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor

berkurang.

Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah

pusat kontrol kardiovaskular, yang terletak di medulla didalam batang otak. Sebagai jalur

aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat kontol kardiovaskular mengubah rasio antara

aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ- organ efektor (jantung dan pembuluh darah).

Sekarang marilah kita menyatukan refleks baroreseptor bersama- sama dengan

menelusuri aktivitas refleks yang terjadi untuk mengkompensasi peningkatan atau penurunan

tekanan darah. Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor

sinus karotikus dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di

neuron aferen masing- masing. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu

tinggi oleh pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons

dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem

kardiovaskuler. Sinyal-sinyal aferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan

volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya

menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke

tingkat normal.

Sebaliknya jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor menurun

yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung dan

vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas eferen

ini menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup di sertai oleh

vasikonstriksi arteriol dan vena. Perubahan- perubahan ini menyebabkan peningkatan curah

jantung dan resistensi perifer total, sehinga tekanan darah naik kembali ke normal.

Page 14: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Berbagai Pengaruh Terhadap Tekanan Darah

Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan

tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain

pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik

arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata. Nilai

ambang terkini untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of

Health adalah kurang dari 120/80 mmHg.

Tekanan darah diatur dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total dan

volume darah.

Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang megalirkan darah ke

jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan. Pertama, tekanan ini harus

cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai, tanpa tekanan ini, otak dan

organ lain tidak dapat menerima aliran yang memadai, apapun penyesuaian lokal yang

dilakukan dalam aspek resistansi arteriol yang mendarahi organ – organ tersebut. Kedua,

tekanan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta

kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus.

Mekanisme – mekanisme yang terlibat dalam memadukan kerja bebagai komponen

sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain sangat penting untuk mengatur tekanan arteri rerata.

Ingatlah bahwa dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer

total: Tekanan arteri rerata = curah jantung x resistensi perifer total.

Ingatlah bahwa curah jantung, sebaliknya, ditentukan sejumlah faktor. Demikian pula

resistensi perifer total. Karena itu anda dapat dengan cepat dapat memahami kompleksitas

regulasi tekanan darah. Marilah kita bahas faktor yang mempengaruhi tekanan arteri rerata.

1. Tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan resistensi perifer total.

2. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi sekuncup.

3. Kecepatan jantung bergantung pada keseimbangan relatif aktivitas parasimpatis yang

menurunkan kecepatan jantung dan aktivitas simpatis yang meninggalkan

meningkatkan kecepatan jantung.

4. Isi sekuncup meningkat sebagai respon terhadap aktivitas simpatis.

5. Isi sekuncup juga meningkat bila tekanan arah balik vena meningkat.

Page 15: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

6. Aliran balik vena juga ditingkatkan oleh vasokontriksi vena yang diinduksi oleh

parasimpatis, pompa otot rangka, pompa pernafasan dan penghisapan jantung.

7. Volume darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah

dikembalikan ke jantung . Volume darah jangka pendek bergantung pada ukuran

perpindahan cairan bulkflow pasif antara plasma dan cairan intersitium menembus

dinding kapiler. Dalam jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan

garam dan air, yang secara hormonal dikontrol masing – masing oleh sistem renin-

antigotensin-aldosteron dan vasopresin.

8. Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resitensi tekanan perifer total,

bergantung pada jari – jari semua arteriol serta kekentalan darah adalah jumlah sel

darah merah. Namun jari – jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam

menentukan resistensi perifer total.

9. Jari – jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal yang menyamakan aliran

darah dengan kebutuhan metabolik. Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di

otot – otot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dan peningkatan

aliran darah ke otot – otot tersebut.

10. Jari – jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis suatu mekanisme kontrol

ekstrinsik yang menyebabkan vasokontriksi arteriol untuk meningkatkan resitensi

perifer total dan tekanan darah arteri rerata.

11. Jari – jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormon vasopresin dan

angiotensin II, yaitu vasokontriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam

dan air.

Perubahan faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan mengubah tekanan

darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah

konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan arteri rerata dan

derajat vasokontriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan darah arteri rerata bergantung

pada curah jantung dan derajat vasokontriksi arteriol, maka jika arteriol – arteriol di satu

organ melebar, maka aretriol–arteriol di organ lain harus berkontriksi untuk mempertahankan

tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan untuk mendorong

darah tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung

pada aliran darah yang konstan. Karena itu variabel – variabel kardiovaskular harus terus –

menerus diatur untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan meskipun kebutuhan

akan darah dari masing – masing organ berubah – rubah.

Page 16: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Tindakan kontrol jangka pendek dan jangka panjng tekanan darah arteri secara terus –

terus menerus dipantau oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya

penyimpangan dari normal maka berbagai sistem refleks teraktifkan untuk mengembalikan

tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek dilakukan dengan

mengubah curah jantung dan resistensi perifer total dan diperantarai oleh pengaruh sistem

saraf otonom pada jantung, vena dan arteriol. Kontrol jangka panjang dicapai melalui

penyesuaian volume darah dengan cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui

mekanisme – mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besar dan kecilnya

volume darah total, sebaliknya berdampak besar pada curah jantung dan tekanan arteri rerata.

Analisa Hasil Percobaan :

Pada percobaan pertama, tekanan darah pada orang percobaan dari saat berbaring,

kemudian duduk, dan berdiri secara berturut – turut semakin rendah. Hal ini terjadi karena

adanya efek gravitasi yang membuat aliran darah pada pembuluh balik / vena daerah bawah

jantung menjadi berkurang. Berarti volume darah yang sampai ke jantung semakin berkurang

pula yang menyebabkan berkurangnya volume sekuncup dan kemudian kekuatan pompa

jantung juga akan semakin melemah, dan itu artinya sistol akan menurun. Sistol yang

menurun tentu berarti diastol juga menurun. Seharusnya apabila pengukuran tidak diberikan

waktu kepada orang percobaan untuk istirahat, yang berarti ketika melakukan perubahan

posisi langsung diukur tekanan darahnya, perubahan tekanan darah akan lebih jauh berbeda.

Namun, karena diberi waktu untuk istirahat, perubahan tekanan darah secara mendadak ini

telah dikompensasi oleh baroreseptor yang berada di lengkung aorta dan arteri carotis,

sehingga perubahan tekanan darah tidak terlalu signifikan.

Pada percobaan kedua, tekanan darah orang percobaan jauh meninggi ketika olahraga.

Peningkatan tekanan ini dipengaruhi berbagai faktor, yaitu adanya kontraksi otot pada bagian

kaki yang dengan kekuatan pompanya memompa aliran balik vena sehingga jantung

mendapatkan volume darah yang cukup besar sehingga meningkatkan volume sekuncup,

regangan otot jantung, dan kemudian meningkatkan kontraksi otot jantung. Artinya, sistol

dan diastol meningkat. Efek dari stimulasi simpatis yang berasal dari pusat pengatur di

medulla (norepinephrin) dan medulla adrenal (epinephrin) membuat vena menjadi konstriksi

dan arteri menjadi dilatasi pada seluruh arteri yang mengalirkan darah ke otot yang

memerlukan banyak O2, sedangkan pada arteri yang mengalirkan darah ke bagian tubuh yang

tidak terlalu terpakai (seperti traktus digestive dan ginjal) menjadi konstriksi. Vasokonstriksi

Page 17: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

pada arteri tersebut terjadi agar darah yang mengalir ke bagian organ ini tidak terlalu banyak

sehingga aliran darah lebih dialirkan menuju otot yang terpakai dengan aliran darah yang

deras (vasodilatasi). Kemudian aliran darah melalui vena yang konstriksi sehingga aliran

darah yang dikembalikan ke jantung semakin cepat. Reseptor metabolisme lokal pada arteri

otot tersebut juga membuat vasodilatasi pada arterinya. Reseptor bekerja karena kurangnya

supplai O2, kelebihan CO2, dan adanya asam laktat yang mulai menumpuk. Dengan adanya

pelebaran arteri pada daerah ini akan memberikan lebih banyak O2 pada jaringan otot

tersebut. Pada kasus melompat – lompat, berarti otot yang terpakai yang memerlukan banyak

masukan O2 adalah daerah sekitar kaki dan jantung. Selain itu, efek stimulasi simpatis juga

meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga kekuatan kontraksi jantung dalam

hal ini dipengaruhi oleh isi sekuncup dan efek stimulasi. Setelah berisitirahat dengan jeda

waktu per satu menit, baroreseptor bekerja memberikan informasi kepada pusat pengaturan di

medulla oblongata agar stimulasi parasimpatis diberikan lebih kuat, sehingga semakin lama

semakin kecil cardiac outputnya, keadaan pembuluh darah kembali normal menyesuaikan

pada keadaan posisi istirahatnya orang percobaan, tekanan darah kembali normal dalam

keadaan tenang. Selain itu, adanya relaksasi dari otot yang terpakai membuat pompaan vena

berkurang, dan reseptor metabolisme lokal juga membuat arteri pada otot tersebut kembali

normal, sehingga aliran balik kembali normal (berkurang dibandingkan dengan keadaan

simpatis) dan kekuatan kontraksi jantung berkurang, yang berarti sistol dan diastol berkurang

pula. Perbedaan antara orang percobaan yang sering dan jarang berolahraga pada kelompok

kami tidak membuat perbedaan yang berarti. Bahkan pada yang tidak berolahraga

peningkatannya tidak lebih tinggi. Hal ini dapat dikarenakan orang percobaan yang jarang

berolahraga yang kami pakai tidak sepenuhnya jarang berolahraga (lumayan sering,

walaupun kuantitasnya tidak lebih sering dari yang pertama), sehingga perbedaan tidak

mencolok dan terlihat sama.

Pada percobaan ketiga, pengukuran tekanan darah dengan menggunakan metode

palpasi dan auskultasi tidak jauh berbeda, hanya 5 mmHg. Hal ini dikarenakan pada palpasi

saat tekanan 125 mmHg dimana saat auskultasi sistol sudah terdengar karena turbulensi dari

aliran darah, denyutan kurang terasa (sangat lemah). Aliran yang melalui arteri masih sangat

sedikit sehingga denyutan yang dialirkan melalui turbulensi aliran darah belum terlalu terasa,

sehingga sangat mengandalkan kepekaan dari pelaku percobaan. Apabila kepekaan pelaku

percobaan lebih rendah lagi, maka denyutan yang dirasakan akan berada pada tekanan yang

lebih rendah lagi.

Page 18: PENGARUH_SIKAP_DAN_KERJA_FISIK[1]

Kesimpulan :

1. Tekanan darah dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pada percobaan ini adalah gravitasi,

stimulasi simpatis dan parasimpatis, metabolisme lokal, aktivitas pompaan otot rangka,

dan baroreseptor.

2. Tekanan darah, yaitu sistol dan diastol pada orang normal mencerminkan aktivitas

jantung saat itu.

Daftar Pustaka :

1. Burnside JW. Adams Diagnosis Fisik. 17th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

1995. h. 69-70

2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiolgi Kedokteran. 20th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2003. h. 565

3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 1997. 317-320

4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2001. h. 299-333