Upload
petrik-aqrasvawinata-fs
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
faal
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
PENGARUH SIKAP DAN KERJA FISIK
TERHADAP TEKANAN DARAH
KELOMPOK A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Tahun Ajaran 2010/2011
KETUA :
ANTHONY HADI WIBOWO (102010012) ..........................
ANGGOTA :
DANNY SUMARGO (102010004) ..........................
ANDREINO ADYTHIA PAUSE (102010020) ..........................
NOVITA (102010025) ..........................
PRICILIA A. WANDANY (102010033) ..........................
FATRECIA RITA YUNITA DS (102010046) ..........................
KEZIA NATANIA SWS (102010041) ..........................
GILRANDY BUDIARTO (102010054) ..........................
MUHAMMAD HANIF (102010361) ..........................
PETRICK AQRASVAWINATA (102010392) ..........................
Tujuan Percobaan :
Untuk mengetahui pengaruh sikap tubuh dan kerja fisik terhadap tekanan darah
seseorang.
Alat dan Bahan :
1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
Cara Kerja :
I. PENGUKURAN TEKANAN DARAH A. BRACHIALIS PADA SIKAP
BERBARING,DUDUK, DAN BERDIRI.
Berbaring terlentang
1. Suruhlah orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan tenang selama 10
menit.
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan kanan
atas orang percobaan.
3. Carilah dengan palpasi denyut a. radialis pada pergelangan tangan kanan
orang percobaan.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam
pengukuran tekanan darah OP tersebut.
5. Ulangilah pengukuran sub. 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-
rata dan catatlah hasilnya.
Duduk
6. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh duduk.
Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang
sama.
Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya.
Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh berdiri.
Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang
sama.
Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya.
8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berada di
atas.
II. PENGUKURAN TEKANAN DARAH SESUDAH KERJA OTOT
1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada
sikap duduk (OP tak perlu yang sama seperti di sub. I)
2. Tanpa melepaskan manset suruhlah OP berlari di tempat dengan frekuensi ± 120 kali
loncatan/menit, selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah
tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit, sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.
III. PENGUKURAN TEKANAN DARAH A. BRACHIALIS DENGAN CARA
PALPASI
1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap duduk, dengan cara auskultasi
(sub. I)
2. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap yang sama, dengan cara palpasi.
Hasil Percobaan :
Percobaan I – Pengukuran tekanan darah a. Brachialis pad sikap berbaring, duduk
dan berdiri.
Posisi Berbaring
Jenis
Korotkoff
Pengukuran I
(mmHg)
Pengukuran II
(mmHg)
Pengukuran
III (mmHg)
Rata-rata
(mmHg)
Korotkoff I 126 128 128 127.33
Korotkoff II 120 118 112 116.67
Korotkoff III 112 90 98 100
Korotkoff IV 82 86 82 83.3
Korotkoff V 72 80 66 72.67
Posisi Duduk
Jenis
Korotkoff
Pengukuran I
(mmHg)
Pengukuran II
(mmHg)
Pengukuran
III (mmHg)
Rata-rata
(mmHg)
Korotkoff I 126 125 126 125.67
Korotkoff II 116 116 118 116.67
Korotkoff III 96 110 102 106
Korotkoff IV 84 80 80 81.33
Korotkoff V 80 75 75 76.67
Posisi Berdiri
Jenis
Korotkoff
Pengukuran I
(mmHg)
Pengukuran II
(mmHg)
Pengukuran
III (mmHg)
Rata-rata
(mmHg)
Korotkoff I 120 120 124 121.33
Korotkoff II 110 112 114 112
Korotkoff III 102 96 110 102.67
Korotkoff IV 90 84 96 90
Korotkoff V 82 80 85 82.33
Percobaan II – Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot
OP : rajin berolah raga
Sebelum percobaan 110/70 mmHg
Sesudah percobaan 160/80 mmHg
Pemulihan (menit I) 140/70 mmHg
Pemulihan (menit II) 120/60 mmHg
Pemulihan (menit III) 110/70 mmHg
OP : tidak rajin berolah raga
Sebelum percobaan 120/60 mmHg
Sesudah percobaan 150/50 mmHg
Pemulihan (menit I) 135/60 mmHg
Pemulihan (menit II) 130/50 mmHg
Pemulihan (menit III) 110/60 mmHg
Pemulihan (menit IV) 120/70 mmHg
Percobaan III - Pengukuran tekanan darah a. Brachialis dengan cara palpasi
Cara Auskultasi (sistole/diastole) Cara Palpasi (sistole)
125/70 mmHg 120 mmHg
Landasan Teori :
Aliran Darah
Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh darah yang
tertutup. Arteri yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan, bercabang-cabang menjadi
suatu “pohon” pembuluh-pembuluh darah yang semakin kecil, dengan berbagai cabang
menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sewaktu suatu arteri kecil mencapai organ
yang dipendarahinya, arteri tersebut bercabang-cabang menjadi banyak arteriol. Volume
darah yang mengalir melalui suatu organ dapat disesuaikan dengan mengatur kaliber (garis
tengah internal) arteriol organ. Di dalam pembuluh terkecil, tempat semua pertukaran antara
darah dan sel-sel di sekitarnya terjadi. Kapiler-kapiler kembali menyatu untuk membentuk
venula kecil, yang terus bergabung membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena
kecil secara progresif bersatu untuk membentuk vena yang lebih besar yang akhirnya
mengalirkan darah ke jantung.
Laju aliran (flow rate) darah melintasi suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang lewat
per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradient tekanan dan berbanding terbalik dengan
resistensi vaskuler.
Perbedaan tekanan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh adalah gaya
pendorong utama aliran dalam pembuluh; yaitu, darah mengalir dari suatu daerah dengan
tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan darah yang lebih rendah sesuai penurunan gradien
tekanan. Kontraksi jantung menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya friksi
(resistensi), tekanan berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena
tekanan semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan
daripada di akhir pembuluh. Hal ini membentuk suatu gradient tekanan untuk mengalirnya
darah melalui pembuluh tersebut. Semakin besar gradient tekanan yang mendorong darah
melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh darah resistensi,
yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melaui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh
friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stationer. Seiring
dengan peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan semakin sulit melintasi pembuluh,
sehingga aliran berkurang. Resistensi meningkat, gradient tekanan harus meningkat setara
agar laju aliran tidak berubah. Dengan demikian, apabila pembuluh memberikan resistensi
yang lebih besar terhadap aliran darah, jantung harus berkerja lebih keras untuk
mempertahankan sirkulasi agar adekuat.
Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor: (1) viskositas
(kekentalan) darah; (2) panjang pembuluh; dan (3) jari-jari pembuluh, yaitu faktor
terpenting. Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan
sewaktu bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Semakin besar resistensi terhadap
aliran.
Karena darah “menggesek” lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir, semakin besar
luas permukaan yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas
permukaan ditentukan oleh panjang (L) dan jari-jari (r) pembuluh. Pada jari-jari konstan,
semakin panjang pembuluh semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi
terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di dalam tubuh konstan, panjang tersebut bukan
merupakan faktor variabel untuk mengontrol resistensi vaskuler. Dengan demikian, penentu
utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan mengalir lebih deras
melalui pembuluh berukuran besar daripada melalui pembuluh yang lebih kecil, karena di
pembuluh berukuran lebih kecil darah, dengan volume tertentu, berkontak dengan lebih
banyak permukaan dari pada di pembuluh besar.
Tekanan Darah dan Pengukurannya
Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh,
bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau
daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang besangkutan. Apabila volume darah
yang masuk arteri sama dengan volume darah yang meninggalkan arteri selama periode yang
sama, tekanan darah arteri akan konstan. Namun yang terjadi bukan seperti ini. Selama sistol
ventrikel, volume sekuncup darah masuk arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar
sepertiga darah dari jumlah tersebut yang meninggalkan mereka, terdorong oleh recoil
elastic. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk
kedalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan
minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir keluar ke pembuluh di hilir selama diastole,
yakni tekanan diastolik, rata-rata 80 mmHg.
Perubahan tekanan arteri selama siklus jantung dapat diukur secara langsung dengan
menghubungkan alat pengukur tekanan ke sebuah jarum yang dimasukkan ke dalam sebuah
arteri. Namun pengukuran dapat dilakukan secara lebih nyaman dan cukup akurat, yaitu
secara tidak langsung dengan menggunakan sfignomanometer. Pengukuran secara tidak
langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu palpasi (dengan raba) dan auskultasi
(menggunakan stetoskop).
Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dengan menggunakan cara auskultasi
(menggunakan stetoskop) adalah suatu cara pengukuran tekanan darah dengan memompa
manset yang sudah dilingkarkan di lengan orang yang akan diukur tekanan darahnya hingga
kantung manset mengembung dan menahan aliran darah dengan berarti tidak ada aliran darah
dalam pembuluh darah.
Ada dua keadaan dimana tidak akan terdengar bunyi yaitu bila tidak ada aliran di dalam
pembuluh darah tersebut atau bila alirannya lancar atau laminer. Di antara kedua keadaan
ekstrim tersebut, turbulensi menyebabkan terjadinya vibrasi dinding pembuluh darah. Bila
manset dikempiskan perlahan-lahan, vibrasi tersebut terdengar sebagai bunyi Korotkoff.
Bunyi Korotkoff di bagi menjadi lima fase.
Fase 1 dimulai saat bunyi terdengar, disebut tekanan sistolik. Pada fase 1, tekanan
sistolik hanya cukup untuk membuka pembuluh darah untuk sementara waktu saja dan
menimbulkan bunyi ketukan nyaring, yang makin lama makin meningkat intensitasnya. Jika
tekanan dalam manset makin di turunkan, aliran yang melewati pembuluh darah meningkat,
menimbulkan bunyi mendesir yang merupakan ciri khas fase 2. Bunyi tersebut menjadi lebih
keras dan lebih nyaring pada fase 3. Pada fase 4, bunyi tiba-tiba redup, lemah dan meniup.
Fase 5 adalah saat dimana bunyi sama sekali tidak terdengar. Saat ini biasanya dianggap
sebagai tekanan diastolik. Bunyi korotkoff fase 1 pada kondisi normal berkisar pada tekanan
120 mmHg, yang dilanjutkan dengan fase ke-2 pada tekanan 110 mmHg, fase ke-3 sekitar
100 mmHg, fase ke-4 sekitar 90 mmHg, sedangkan fase ke-5 yang di anggap sebagai tekanan
diastolik adalah sekitar 80 mmHg.
Pemeriksaan lainnya adalah dengan menggunakan metode palpasi yaitu menggunakan
metode meraba denyut a. Radialis dari orang yang diukur tekanan darahnya. Perlakuan yang
sama dilakukan dengan memompa manset hingga kantung manset mengembang dan
menekan pembuluh darah sehingga tidak ada lagi aliran darah pada pembuluh darah tersebut.
Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan kemudian
membiarkan tekanan turun dan tentukan pada denyut a. Radialis pertama kali teraba. Oleh
karena kesukaran menentukan seara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang
diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan
pengukuran dengan menggunkanan cara auskultasi.
Pengaruh Gravitasi
Tekanan darah yang didapatkan dalam setiap pengukuran tekanan darah menggunakan
sfigmomanometer merupakan tekanan dalam pembuluh darah setinggi jantung. Tekanan
setiap pembuluh di bawah jantung lebih tinggi dan dalam pembuluh di atas jantung lebih
rendah akibat efek gravitasi. Besarnya efek gravitasi (hasil densitas darah, akselerasi karena
gravitasi (980 cm/s), dan jarak vertikal di atas atau di bawah jantung) adalah 0,77 mmHg/ cm
pada densitas darah normal. Jadi pada orang dewasa dengan posisi berdiri, bila tekanan arteri
rata-rata setinggi jantung adalah 100 mmHg, tekanan rata-rata pada arteri besar di kepala (50
cm di atas jantung) adalah 62 mmHg (100- [0,77 x 50]) dan tekanan pada arteri besar di kaki
(105 cm di bawah jantung) adalah 180 mmHg (100 + [0,77 x 105]).
Darah yang kembali ke atrium jantung di bantu oleh mekanisme dari vena. Darah dari
seluruh tubuh akan kembali ke jantung melalui sistem peredaran darah vena. Proses
kembalinya darah ke jantung melalui vena salah satunya dipengaruhi oleh gaya gravitasi
sama seperti yang terjadi pada arteri. Namun yang terjadi pada sistem vena adalah semakin
besar pengaruh gaya gravitasi yang bekerja pada pembuluh vena tersebut akan menahan
aliran darah vena untuk kembali ke jantung dan membuat darah terakumulasi pada daerah
tersebut. Hal inilah yang membuat tekanan vena akan semakin berkurang saat mulai
menjauhi gaya gravitasi. Semakin mendekati jantung tekanan darah vena akan semakin
berkurang di bandingkan dengan tekanan vena pada saat berada di daerah dengan pengaruh
gaya gravitasi yang besar.
Pada posisi berbaring, gaya gravitasi bekerja secara merata, sehingga tidak perlu
dipertimbangkan. Namun, sewaktu seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain
tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak di bawah jantung
juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung ke ketinggian
kolom darah yang bersangkutan. Terdapat dua konsekuensi penting dari peningkatan tekanan
ini. Pertama, vena yang dapat melebar “menyerah” di bawah peningkatan tekanan hidrostatik
ini, sehingga semakin melebar dan kapasitasnya meningkat. Sebagian besar darah yang
masuk ke kapiler cenderung menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak di kembalikan
ke jantung. Karena aliran balik vena berkurang, curah jantung berkurang dan volume
sirkulasi efektif juga menurun. Kedua, peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang
terjadi akibat efek gravitasi menyebabkan filtrasi berlebihan cairan keluar jaringan kapiler di
ekstremitas bawah dan menimbulkan edema lokal yaitu berupa pembengkakan kaki dan
pergelangan kaki.
Dalam keadaan normal terdapat dua tindakan kompensasi yang melawan efek gravitasi
tersebut. Pertama, penurunan tekanan arteri rata-rata yang terjadi sewaktu seseorang
berpindah dari berbaring menjadi berdiri memicu vasokontriksi vena melalui stimulasi
simpatis, yang mendorong sebagian simpanan darah ke arah jantung. Kedua, pompa otot
rangka “mengganggu” kolom darah dengan secara total mengosongkan segmen-segmen
tertentu vena secara intermiten, sehingga bagian tertentu vena tidak mendapat beban berat
kolom seluruh vena dari jantung ke ketinggiannya. Refleks vasokonstriksi vena secara tidak
total dapat mengompensasi efek gravitasi tanpa bantuan aktivitas otot rangka. Dengan
demikian, ketika seseorang berdiri untuk waktu yang lama, aliran darah ke otak berkurang
karena menurunnya volume sirkulasi efektif.
Pengaruh Kerja Fisik terhadap Tekanan Darah
Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus
dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Selama istirahat, rata-rata aliran darah yang melalui
otot lurik besarnya antara 3 sampai 4 ml/ menit/ 100 gram otot. Selama kerja fisik yang hebat,
kecepatan ini dapat meningkat 15 sampai 25 kali lipat, mencapai 50 sampai 80 ml/menit/100
gram otot. Dalam latihan otot yang kuat dan ritmik berlangsung kontraksi otot yang kuat
pula. Setiap kontraksi otot yang berlangsung terjadi peningkatan dan penurunan aliran darah.
Aliran ini menurun selama fase kontraksi dan di antara dua kontraksi aliran tersebut
meningkat. Pada akhir kontraksi yang ritmik, aliran darah tetap tinggi selama beberapa detik
tetapi kemudian kembali normal setelah beberapa menit berikutnya. Penyebab berkurangnya
aliran darah selama fase kontraksi otot pada waktu kerja fisik adalah akibat tertekannya
pembuluh darah oleh otot yang berkontraksi.
Selama kerja fisik, terjadi tiga efek utama yang penting bagi sistem sirkulasi untuk
menyediakan banyak aliran darah yang dibutuhkan oleh otot. Efek-efek ini adalah
pengeluaran rangsangan yang besar dari sistem saraf simpatis diseluruh tubuh dengan
akibat perangsangan pada sistem sirkulasi, kenaikan tekanan arteri, dan kenaikan curah
jantung. Salah satu efek paling penting daripeningkatan aktivitas simpatis pada kerja fisik
adalah menimbulkan penongkatan tekanan arterial. Hal ini adalah akibat dari berbagai efek
perangsangan, antara lain (1) vasokonstriksi arteriol dan arteri kecil pada sebagian besar
jaringan tubuh disamping otot-otot aktif, (2) peningkatan aktivitas pemompaan oleh jantung,
dan (3) peningkatan yang besar pada tekanan pengisian sistemik rata-rata terutama
disebabkan oleh kontraksi vena.
Bila seseorang melakukan kerja fisik dalam keadaan tegang tetapi hanya menggunakan
sedikit otot saja, respons simpatis masih tetap terjadi di setiap bagian tubuh, tetapi vasodilatsi
hanya terjadi pada beberapa otot yang aktif saja. Karena itu hasil utama yang didapatkan
adalah vasokonstriksi, yang seringkali meningkatkan tekanan arteri rata-rata sampai setinggi
170 mmHg. Sebaliknya seseorang yang melakukan kerja fisik dengan seluruh tubuhnya,
misalnya berlari atau berenang, kenaikan tekanan arterinya seringkali hanya 20 – 40 mmHg.
Tidak adanya kenaikan yang hebat itu disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi hebat pada
sejumlah besar otot.
Baik dalam keadaan istirahat maupun latihan fisik, atlet yang terlatih memiliki isi
volume sekuncup yang lebih besar dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah daripada
orang yang tidak terlatih dan para atlet ini cenderung memiliki jantung yang lebih besar.
Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah
mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan
jumlah kapiler, dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah
ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya, untuk beban kerja yang sama, peningkatan
pembentukan laktat lebih rendah dan, karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah
jantung kurang meningkat dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih. Selain itu,
penurunan tekanan darah terjadi juga karena latihan olahraga yang teratur dapat melemaskan
pembuluh – pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan
melebarkan pipa air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, olahraga dapat mengurangi
tahanan perifer. Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat aktivitas memompa
jantung berkurang. Peningkatan efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan penurunan
tekanan sistolik, sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan penurunan
tekanan diastolik.
Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan
darah jangka-pendek.
Setiap perubahan pada tekanan darah rata- rata akan mencetuskan refleks baroreseptor
yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk
menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan
tekanan darah ke normal. Seperti reflex lainnya, reflex baroreseptor mencakup reseptor, jalur
aferen, pusat integrasi, jalur eferen dan organ efektor.
Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah,
yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, adalah mekanoreseptor yang peka
terhadap perubahan tekanan arteri rata- rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor- reseptor
tersebut terhadap fluktasi tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor
tekanan, karena perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolik dapat mengubah tekanan
nadi tanpa mengubah tekanan rata-rata. Baroreseptor tersebut terletak di tempat strategis
untuk menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah arteri di pembuluh- pembuluh
yang mengalir ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang-
cabang untuk mempendarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung aorta).
Baroreseptor secara terus-menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah;
dengan kata lain, mereka secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap
tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri (tekanan rata- rata atau nadi) meningkat, potensial
reseptor kedua bororeseptor itu meningkat, sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi
di neuron aferen yang bersangkutan juga meningkat, sebaliknya, apabila tekanan darah
menurun, kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor
berkurang.
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah
pusat kontrol kardiovaskular, yang terletak di medulla didalam batang otak. Sebagai jalur
aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat kontol kardiovaskular mengubah rasio antara
aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ- organ efektor (jantung dan pembuluh darah).
Sekarang marilah kita menyatukan refleks baroreseptor bersama- sama dengan
menelusuri aktivitas refleks yang terjadi untuk mengkompensasi peningkatan atau penurunan
tekanan darah. Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor
sinus karotikus dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di
neuron aferen masing- masing. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu
tinggi oleh pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons
dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem
kardiovaskuler. Sinyal-sinyal aferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan
volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya
menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke
tingkat normal.
Sebaliknya jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor menurun
yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung dan
vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas eferen
ini menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup di sertai oleh
vasikonstriksi arteriol dan vena. Perubahan- perubahan ini menyebabkan peningkatan curah
jantung dan resistensi perifer total, sehinga tekanan darah naik kembali ke normal.
Berbagai Pengaruh Terhadap Tekanan Darah
Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan
tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain
pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik
arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata. Nilai
ambang terkini untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of
Health adalah kurang dari 120/80 mmHg.
Tekanan darah diatur dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total dan
volume darah.
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang megalirkan darah ke
jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan. Pertama, tekanan ini harus
cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai, tanpa tekanan ini, otak dan
organ lain tidak dapat menerima aliran yang memadai, apapun penyesuaian lokal yang
dilakukan dalam aspek resistansi arteriol yang mendarahi organ – organ tersebut. Kedua,
tekanan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta
kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus.
Mekanisme – mekanisme yang terlibat dalam memadukan kerja bebagai komponen
sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain sangat penting untuk mengatur tekanan arteri rerata.
Ingatlah bahwa dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer
total: Tekanan arteri rerata = curah jantung x resistensi perifer total.
Ingatlah bahwa curah jantung, sebaliknya, ditentukan sejumlah faktor. Demikian pula
resistensi perifer total. Karena itu anda dapat dengan cepat dapat memahami kompleksitas
regulasi tekanan darah. Marilah kita bahas faktor yang mempengaruhi tekanan arteri rerata.
1. Tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan resistensi perifer total.
2. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi sekuncup.
3. Kecepatan jantung bergantung pada keseimbangan relatif aktivitas parasimpatis yang
menurunkan kecepatan jantung dan aktivitas simpatis yang meninggalkan
meningkatkan kecepatan jantung.
4. Isi sekuncup meningkat sebagai respon terhadap aktivitas simpatis.
5. Isi sekuncup juga meningkat bila tekanan arah balik vena meningkat.
6. Aliran balik vena juga ditingkatkan oleh vasokontriksi vena yang diinduksi oleh
parasimpatis, pompa otot rangka, pompa pernafasan dan penghisapan jantung.
7. Volume darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah
dikembalikan ke jantung . Volume darah jangka pendek bergantung pada ukuran
perpindahan cairan bulkflow pasif antara plasma dan cairan intersitium menembus
dinding kapiler. Dalam jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan
garam dan air, yang secara hormonal dikontrol masing – masing oleh sistem renin-
antigotensin-aldosteron dan vasopresin.
8. Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resitensi tekanan perifer total,
bergantung pada jari – jari semua arteriol serta kekentalan darah adalah jumlah sel
darah merah. Namun jari – jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam
menentukan resistensi perifer total.
9. Jari – jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal yang menyamakan aliran
darah dengan kebutuhan metabolik. Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di
otot – otot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dan peningkatan
aliran darah ke otot – otot tersebut.
10. Jari – jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis suatu mekanisme kontrol
ekstrinsik yang menyebabkan vasokontriksi arteriol untuk meningkatkan resitensi
perifer total dan tekanan darah arteri rerata.
11. Jari – jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormon vasopresin dan
angiotensin II, yaitu vasokontriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam
dan air.
Perubahan faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan mengubah tekanan
darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah
konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan arteri rerata dan
derajat vasokontriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan darah arteri rerata bergantung
pada curah jantung dan derajat vasokontriksi arteriol, maka jika arteriol – arteriol di satu
organ melebar, maka aretriol–arteriol di organ lain harus berkontriksi untuk mempertahankan
tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan untuk mendorong
darah tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung
pada aliran darah yang konstan. Karena itu variabel – variabel kardiovaskular harus terus –
menerus diatur untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan meskipun kebutuhan
akan darah dari masing – masing organ berubah – rubah.
Tindakan kontrol jangka pendek dan jangka panjng tekanan darah arteri secara terus –
terus menerus dipantau oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya
penyimpangan dari normal maka berbagai sistem refleks teraktifkan untuk mengembalikan
tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek dilakukan dengan
mengubah curah jantung dan resistensi perifer total dan diperantarai oleh pengaruh sistem
saraf otonom pada jantung, vena dan arteriol. Kontrol jangka panjang dicapai melalui
penyesuaian volume darah dengan cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui
mekanisme – mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besar dan kecilnya
volume darah total, sebaliknya berdampak besar pada curah jantung dan tekanan arteri rerata.
Analisa Hasil Percobaan :
Pada percobaan pertama, tekanan darah pada orang percobaan dari saat berbaring,
kemudian duduk, dan berdiri secara berturut – turut semakin rendah. Hal ini terjadi karena
adanya efek gravitasi yang membuat aliran darah pada pembuluh balik / vena daerah bawah
jantung menjadi berkurang. Berarti volume darah yang sampai ke jantung semakin berkurang
pula yang menyebabkan berkurangnya volume sekuncup dan kemudian kekuatan pompa
jantung juga akan semakin melemah, dan itu artinya sistol akan menurun. Sistol yang
menurun tentu berarti diastol juga menurun. Seharusnya apabila pengukuran tidak diberikan
waktu kepada orang percobaan untuk istirahat, yang berarti ketika melakukan perubahan
posisi langsung diukur tekanan darahnya, perubahan tekanan darah akan lebih jauh berbeda.
Namun, karena diberi waktu untuk istirahat, perubahan tekanan darah secara mendadak ini
telah dikompensasi oleh baroreseptor yang berada di lengkung aorta dan arteri carotis,
sehingga perubahan tekanan darah tidak terlalu signifikan.
Pada percobaan kedua, tekanan darah orang percobaan jauh meninggi ketika olahraga.
Peningkatan tekanan ini dipengaruhi berbagai faktor, yaitu adanya kontraksi otot pada bagian
kaki yang dengan kekuatan pompanya memompa aliran balik vena sehingga jantung
mendapatkan volume darah yang cukup besar sehingga meningkatkan volume sekuncup,
regangan otot jantung, dan kemudian meningkatkan kontraksi otot jantung. Artinya, sistol
dan diastol meningkat. Efek dari stimulasi simpatis yang berasal dari pusat pengatur di
medulla (norepinephrin) dan medulla adrenal (epinephrin) membuat vena menjadi konstriksi
dan arteri menjadi dilatasi pada seluruh arteri yang mengalirkan darah ke otot yang
memerlukan banyak O2, sedangkan pada arteri yang mengalirkan darah ke bagian tubuh yang
tidak terlalu terpakai (seperti traktus digestive dan ginjal) menjadi konstriksi. Vasokonstriksi
pada arteri tersebut terjadi agar darah yang mengalir ke bagian organ ini tidak terlalu banyak
sehingga aliran darah lebih dialirkan menuju otot yang terpakai dengan aliran darah yang
deras (vasodilatasi). Kemudian aliran darah melalui vena yang konstriksi sehingga aliran
darah yang dikembalikan ke jantung semakin cepat. Reseptor metabolisme lokal pada arteri
otot tersebut juga membuat vasodilatasi pada arterinya. Reseptor bekerja karena kurangnya
supplai O2, kelebihan CO2, dan adanya asam laktat yang mulai menumpuk. Dengan adanya
pelebaran arteri pada daerah ini akan memberikan lebih banyak O2 pada jaringan otot
tersebut. Pada kasus melompat – lompat, berarti otot yang terpakai yang memerlukan banyak
masukan O2 adalah daerah sekitar kaki dan jantung. Selain itu, efek stimulasi simpatis juga
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga kekuatan kontraksi jantung dalam
hal ini dipengaruhi oleh isi sekuncup dan efek stimulasi. Setelah berisitirahat dengan jeda
waktu per satu menit, baroreseptor bekerja memberikan informasi kepada pusat pengaturan di
medulla oblongata agar stimulasi parasimpatis diberikan lebih kuat, sehingga semakin lama
semakin kecil cardiac outputnya, keadaan pembuluh darah kembali normal menyesuaikan
pada keadaan posisi istirahatnya orang percobaan, tekanan darah kembali normal dalam
keadaan tenang. Selain itu, adanya relaksasi dari otot yang terpakai membuat pompaan vena
berkurang, dan reseptor metabolisme lokal juga membuat arteri pada otot tersebut kembali
normal, sehingga aliran balik kembali normal (berkurang dibandingkan dengan keadaan
simpatis) dan kekuatan kontraksi jantung berkurang, yang berarti sistol dan diastol berkurang
pula. Perbedaan antara orang percobaan yang sering dan jarang berolahraga pada kelompok
kami tidak membuat perbedaan yang berarti. Bahkan pada yang tidak berolahraga
peningkatannya tidak lebih tinggi. Hal ini dapat dikarenakan orang percobaan yang jarang
berolahraga yang kami pakai tidak sepenuhnya jarang berolahraga (lumayan sering,
walaupun kuantitasnya tidak lebih sering dari yang pertama), sehingga perbedaan tidak
mencolok dan terlihat sama.
Pada percobaan ketiga, pengukuran tekanan darah dengan menggunakan metode
palpasi dan auskultasi tidak jauh berbeda, hanya 5 mmHg. Hal ini dikarenakan pada palpasi
saat tekanan 125 mmHg dimana saat auskultasi sistol sudah terdengar karena turbulensi dari
aliran darah, denyutan kurang terasa (sangat lemah). Aliran yang melalui arteri masih sangat
sedikit sehingga denyutan yang dialirkan melalui turbulensi aliran darah belum terlalu terasa,
sehingga sangat mengandalkan kepekaan dari pelaku percobaan. Apabila kepekaan pelaku
percobaan lebih rendah lagi, maka denyutan yang dirasakan akan berada pada tekanan yang
lebih rendah lagi.
Kesimpulan :
1. Tekanan darah dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pada percobaan ini adalah gravitasi,
stimulasi simpatis dan parasimpatis, metabolisme lokal, aktivitas pompaan otot rangka,
dan baroreseptor.
2. Tekanan darah, yaitu sistol dan diastol pada orang normal mencerminkan aktivitas
jantung saat itu.
Daftar Pustaka :
1. Burnside JW. Adams Diagnosis Fisik. 17th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1995. h. 69-70
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiolgi Kedokteran. 20th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2003. h. 565
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997. 317-320
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2001. h. 299-333