Upload
dangthuy
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGAYAAN Spirulina DALAM FORMULASI MI SAGU KERING
INDRA YUSUF PRATAMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengayaan Spirulina
dalam Formulasi Mi Sagu Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Indra Yusuf Pratama
NIM C34090089
ABSTRAK
INDRA YUSUF PRATAMA. Pengayaan Spirulina dalam Formulasi Mi Sagu
Kering. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan IRIANI SETYANINGSIH.
Spirulina merupakan mikroalga yang memiliki kandungan protein, asam
amino, dan antioksidan yang tinggi, tetapi pengembangan produknya masih sangat
terbatas. Sementara itu produk olahan dari sagu salah satunya adalah mi sagu (mi
gleser), namun kandungan gizinya masih rendah. Penambahan Spirulina pada pada
mi sagu diharapkan mampu meningkatkan kandungan gizinya. Penambahan
karaginan berfungsi untuk memperbaiki tekstur mi agar tidak mudah patah. Tujuan
umum penelitian ini menciptakan produk olahan berbahan baku pangan lokal yang
praktis, bergizi, mengandung serat dan antioksidan dengan menggunakan sagu
diperkaya Spirulina. Pemilihan konsentrasi Spirulina menggunakan uji
organoleptik, dilanjutkan analisis kimia dan fisik mi, penentuan formula terbaik,
dan penentuan angka kecukupan gizi. Waktu pengeringan mi yang efektif pada
suhu 50 oC selama 6 jam dan konsentrasi karaginan terpilih yaitu 0,2 %. Tiga
konsentrasi Spirulina terpilih, yaitu 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %. Formula terbaik
yaitu konsentrasi 12,14 % dengan kadar air 12,88 % bb, kadar abu 1,14 % bk, kadar
protein 5,06 % bk, kadar lemak 0,30 % bk, kadar karbohidrat 93,53 % bk, total serat
pangan 3,05 %, IC50 antioksidan 1440 ppm, dan aktivitas air 0,75. Daya serap air
97,10 %, kehilangan padatan akibat pemasakan 14,39 %, waktu optimum
pemasakan 17,58 menit, kekerasan 379,60 gf, kelengketan -26,50 gf, dan
kekenyalan 0,76 gs. Informasi nilai gizi dengan takaran saji 80 gram memiliki
energi total 203 kkal, % AKG protein 10 %, % AKG lemak 0 %, % AKG
karbohidrat 39 %, dan % AKG serat pangan 15 %.
Kata kunci: mi sagu kering, pangan lokal, sagu, Spirulina.
ABSTRACT
INDRA YUSUF PRATAMA. Spirulina enrichment in Formulation of Dry Sago
Noodle. Supervised by WINI TRILAKSANI and IRIANI SETYANINGSIH.
Spirulina is a microalgae that contains of high protein, amino acids, and
antioxidants, however the the product development is still limited. Meanwhile,
diversification product of sago is very well known is sago noodle (mi gleser),
however nutrition content of sago noodle was still inferior. The addition of
Spirulina on the sago noodle is expected to increase the nutritional content.
Addition of carrageenan serves to improve the texture of noodles that are not easily
broken. The aim of this research was to create a diversification product made from
local raw food commodities which were practical, nutritious, contain fiber and
antioxidant by using sago enriched Spirulina. The selection of Spirulina
concentration using organoleptic test, continued by analysis of chemical and
physical of noodles, determining the best formula, and the determination of
recommended dietary allowances. The results show that the most effective drying
time is at temperatures 50 oC for 6 hours and the best consentration of carageenan
was 0,2 %. Three of selected Spirulina concentrations namely 2,43 %, 4,85 %, and
12,14 %. The best formula is dried sago noodle with Spirulina 12,14 % with
moisture 12,88 % wet weight, ash 1,14 % dw (dry weight), protein 5,06 % dw, fat
0,30 % dw, carbohydrates 93,53 % dw, fibre 3,05 %, IC50 antioxsidant 1440 ppm,
and water activity 0,75. Water absorption 97,10 %, cooking loss 14,39 %, cooking
time 17,58 minutes, hardness 379,60 gf, stickiness -26,50 gf, and springiness 0,76
gs. Nutrition information with serving size 80 grams has calories 203 kcal, 10 %
daily value of protein, 0 % daily value of fat, 39 % daily value of carbohydrate, and
15 % daily value of fibre.
Keyword: dried sago noodle, local food, sago, Spirulina
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
PENGAYAAN Spirulina DALAM FORMULASI MI SAGU KERING
INDRA YUSUF PRATAMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengayaan Spirulina dalam Formulasi Mi Sagu Kering.
Nama : Indra Yusuf Pratama
NIM : C34090089
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penulis berharap semoga penelitian yang berjudul “Pengayaan Spirulina dalam
Formulasi Mi Sagu Kering.” dapat memberikan inspirasi dan alternatif baru dalam
penyediaan produk pangan lokal pendamping beras di masa mendatang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Ayah dan Mama tersayang, karena berkat merekalah penulis bisa
menjadi seperti sekarang ini,
2 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku
komisi pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik,
3 Bambang Riyanto, SPi, MSi, selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran, bimbingan, dan kritik untuk perbaikan skripsi ini,
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi
Hasil Perairan,
5 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
6 Mba Dini, Bu Ema, Mas Zaky, Mba Lastri, dan Mas Ipul selaku laboran
yang senantiasa membantu kegiatan penelitian ini,
7 Sobatku Dhani Aprianto dan Cholila Widya Hapsari yang selalu bersama
dalam susah dan senang,
8 Aphe, Bayu, Uty, Yudha, Tika, Marisky, Virjean, Yulian, Rika, Arga dan
Budi yang selalu memberikan bantuan dan semangat.
9 Teman-teman THP 46 dan THP 47 atas segala dukungan, doa, dan
bantuan yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2014
Indra Yusuf Pratama
NIM C34090089
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
Manfaat Penelitian....................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 4
METODE PENELITIAN ................................................................................ 4
Bahan .......................................................................................................... 4
Alat ............................................................................................................. 5
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 5
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 5
Penentuan waktu pengeringan .................................................................. 5
Penentuan konsentrasi karaginan terpilih ................................................. 6
Penentuan konsentrasi Spirulina .............................................................. 7
Penentuan konsentrasi terbaik mi sagu kering Spirulina ........................... 8
Prosedur Analisis Produk ............................................................................ 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 16
Pengeringan Efektif ..................................................................................... 16
Konsentrasi Karaginan Terpilih ................................................................... 16
Konsentrasi Spirulina Terpilih ..................................................................... 17
Kenampakan ............................................................................................ 18
Aroma ..................................................................................................... 18
Tekstur .................................................................................................... 19
Warna ...................................................................................................... 20
Rasa ......................................................................................................... 21
Penentuan Konsentrasi Terpilih Spirulina dengan Uji Indeks Kinerja....... 21
Karakteristik Kimia Mi Sagu Kering Spirulina ............................................ 22
Kadar air .................................................................................................. 22
Kadar abu ................................................................................................ 22
Kadar protein ........................................................................................... 23
Kadar lemak ............................................................................................ 23
Kadar karbohidrat .................................................................................... 24
Total serat pangan .................................................................................... 24
Antioksidan ............................................................................................. 25
Aktivitas air ............................................................................................. 25
Karakteristik Fisik Mi Sagu Kering Spirulina .............................................. 26
Daya serap air .......................................................................................... 26
Kehilangan padatan akibat pemasakan ..................................................... 27
Waktu optimum pemasakan ..................................................................... 27
Kekerasan ................................................................................................ 27
Kelengketan ............................................................................................. 28
Kekenyalan .............................................................................................. 28
Angka Kecukupan Gizi ............................................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 30
Kesimpulan ................................................................................................. 30
Saran ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
LAMPIRAN ................................................................................................... 35
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 50
DAFTAR TABEL
1 Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis) 14
2 Pembobotan konsentrasi Spirulina terpilih (Metode Bayes). ..................... 21 3 Komposisi kimia mi sagu kering Spirulina. .............................................. 22
4 Data sifat fisik mi sagu kering Spirulina ................................................... 26 5 Rekapitulasi komposisi kimia dan sifat fisik mi sagu kering Spirulina ...... 29
DAFTAR GAMBAR
1 Penentuan waktu pengeringan mi sagu kering .......................................... 6 2 Penentuan konsentrasi karaginan terpilih .................................................. 7
3 Penentuan tiga konsentrasi Spirulina terpilih ............................................ 8 4 Penentuan formula terbaik. ....................................................................... 9
5 Kurva profil tekstur mi. ............................................................................ 14 6 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter tekstur mi sagu kering dengan
penambahan karaginan. ............................................................................ 17 7 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter kenampakan mi sagu kering
Spirulina .................................................................................................. 18 8 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter aroma mi sagu kering Spirulina 19
9 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter tekstur mi sagu kering Spirulina 19 10 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter warna mi sagu kering Spirulina 20
11 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter rasa mi sagu kering Spirulina ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi kimia Spirulina plantesis, sagu, dan karaginan........................ 37 2 Perhitungan besar konsentrasi Spirulina yang ditambahkan. ..................... 37
3 Hasil uji kruskall-wallis dan uji lanjut Dunn organoleptik mi sagu kering
Spirulina. ................................................................................................. 38
4 Penilaian indeks kerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori mi sagu
kering Spirulina. ...................................................................................... 40
5 Analisis ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar air, abu, protein, lemak,
karbohidrat, serat pangan, antioksidan, dan aktivitas air mi sagu kering
Spirulina. ................................................................................................. 42 6 Analisis ANOVA dan uji lanjut Duncan daya serap air, kehilangan padatan
akibat pemasakan, waktu optimum pemasakan, kekerasan, kelengketan,
kekenyalan mi sagu kering Spirulina. ....................................................... 44
7 Perhitungan angka kecukupan gizi mi sagu kering Spirulina .................... 46 8 Rumus perhitungan formulasi .................................................................. 47
9 Dokumentasi penelitian ............................................................................ 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spirulina merupakan salah satu produk perikanan Indonesia yang memiliki
banyak kelebihan, baik dari kandungan gizi maupun produksinya. Spirulina
merupakan alga hijau biru, bentuknya seperti filamen dan tipis, memiliki ukuran
yang kecil, berbanding terbalik dengan manfaatnya yang sangat besar (micro food
macro blessing) (Tietze 2004). Estrada et al. (2001) melaporkan Spirulina
merupakan makanan tradisional masyarakat Meksiko dan Afrika yang memiliki
62 % asam amino dan merupakan sumber alami terkaya di dunia dari vitamin B12
serta mengandung seluruh spektrum alami campuran karoten dan fitopigmen
xantofil. Spirulina memiliki dinding sel yang lembut yang terbuat dari gula
kompleks dan protein. Spolaore et al. (2006) melaporkan kandungan protein dari
Spirulina berkisar 60-71 % dan mengandung antioksidan yang sangat baik untuk
reduksi radikal bebas di dalam tubuh. Yudiati et al. (2011) melaporkan kandungan
IC50 Spirulina dari ekstrak kasar metanol, ekstrak pigmen kasar methanol/aseton
dan eter berturut-turut adalah 323,7; 51,0 dan 34,85 ppm.
Proses produksi Spirulina cukup mudah dan singkat. Lahan yang dibutuhkan
untuk proses kultivasi tidak luas. Kultivasi Spirulina pada lahan satu are dapat
memenuhi kebutuhan protein 400 orang per tahun. Jika dibandingkan dengan
tanaman berprotein tinggi lain, misalnya kacang kedelai yang tumbuh di area yang
sama, hanya mampu memenuhi kebutuhan protein untuk 20 orang dan beras hanya
dapat memenuhi kebutuhan 2 orang dalam satu tahun (Tietze 2004). Kultivasi
Spirulina cukup singkat, yaitu dalam 12 hari siap untuk dipanen. Spirulina tumbuh
di lingkungan basa sehingga tahan terhadap hama dan tidak dibutuhkan pestisida
ataupun herbisida yang dapat mencemarkan lingkungan (Barus 2013). Berbagai
kelebihan yang dimiliki Spirulina membuatnya sangat baik dikonsumsi oleh
manusia untuk menjaga kesehatan tubuh. Namun kebanyakan pemanfaatan
Spirulina hanya pada produk suplemen yang berbentuk kapsul yang mengesankan
sebagai obat, sedangkan untuk produk pangan masih sedikit.
Beras merupakan bahan pangan pokok utama masyarakat Indonesia.
Ketergantungan hanya pada satu jenis bahan pangan pokok utama membuat
ketahanan pangan Indonesia sangat rentan. Konsumsi beras masyarakat Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 97,40 kg/kapita/tahun (PDSIP 2014), lebih tinggi
dibandingkan konsumsi beras Malaysia 90 Kg/kapita/tahun, Brunei Darussalam
80 kg/kapita/tahun, dan Jepang 70 kg/kapita/tahun (Nurhayat 2013). Jika bibit atau
tanaman padi di seluruh Indonesia terkena wabah hama sehingga menyebabkan
gagal panen, maka otomatis kebutuhan beras nasional tidak akan terpenuhi dan
dapat terjadi kelaparan dimana-mana. Terigu juga menjadi bahan pangan penting
di Indonesia, dibuktikan dengan meningkatnya konsumsi terigu nasional setiap
tahunnya. Konsumsi tepung terigu tahun 2013 sebesar 1,25 kg/kapita/tahun
(PDSIP 2014). Ketergantungan terhadap beras yang merupakan satu-satunya bahan
pangan lokal dan terigu yang merupakan produk impor harus dikurangi. Salah satu
solusi yang dapat ditawarkan ialah dengan menciptakan pangan pokok baru yang
menggunakan bahan baku lokal selain beras.
2
Sagu merupakan salah satu komoditas lokal Indonesia yang menjadi makanan
pokok di beberapa daerah, terutama di Papua dan Maluku. Tepung sagu sangat
potensial untuk dijadikan sumber karbohidrat karena mengandung 84,7 gram
karbohidrat per 100 gram bahan (basis kering) (Suswono 2010). Kandungan
karbohidrat tepung sagu relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung jagung
(73,70 gram/100 gram), tepung terigu (77,30 gram/100 gram), tepung beras
(80 gram/100 gram) (Persagi 2005). Sagu memiliki potensi sebagai pangan sumber
karbohidrat alternatif non-beras, namun secara umum hingga tahun 2013, konsumsi
sagu masih rendah, yaitu 0,42 kg/kapita/tahun, lebih rendah dibandingkan dengan
konsumsi terigu, yaitu 1,25 kg/kapita/tahun (PDSIP 2014).
Sagu yang diolah menjadi bahan pangan berupa pati atau tepung. Pati sagu
didapatkan dari hasil ekstraksi empulur batang sagu (Haryanto dan Pangloli 1992).
Salah satu produk olahan dari pati sagu yang cukup terkenal di daerah Jawa Barat
khususnya daerah Bogor, Cianjur, dan Sukabumi adalah mi sagu yang lebih dikenal
sebagai mi gleser yang seratus persen dibuat dari pati sagu. Produk serupa beredar
secara terbatas di Riau dan sekitarnya, namun justru belum dikenal di kawasan
timur Indonesia yang merupakan sentra produksi sagu (BBPPPP 2012).
Mi yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari terigu yang merupakan
bahan impor. Konsumsi mi masyarakat Indonesia adalah yang terbesar kedua di
dunia setelah Cina. Konsumsi mi masyarakat Indonesia tahun 2013 mencapai
14,9 miliar bungkus (WINA 2014). Dominasi mi terigu di pasaran menyebabkan
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap produk tersebut dan secara tidak
langsung juga menyebabkan ketergantungan terhadap bahan baku impor yaitu
terigu. Cara menghindari dominasi tersebut adalah dengan menciptakan varian mi
berbahan baku lokal, salah satunya adalah mi sagu.
Wahyudi dan Kusningsih (2008) melaporkan mi sagu yang umumnya beredar
di pasaran berupa mi basah yang memiliki daya awet yang rendah. Upaya perbaikan
teknologi dalam pembuatan mi sagu terus dilakukan agar dapat diciptakan produk
dengan daya awet yang tinggi. Hasilnya, kini telah dikembangkan mi sagu kering
yang memiliki daya awet yang cukup tinggi, namun demikian keberadaannya di
masyarakat belum banyak diketahui.
Purwani et al. (2006a) melaporkan kandungan protein dari mi sagu basah
yang dibuat dari pati sagu asal Palopo Sulawesi Selatan dan Pancasan Bogor
berturut-turut adalah 0,8 % dan 0,7 %. Kandungan protein tersebut masih dibawah
standar jika dibandingkan dengan ketentuan kadar protein dari mi basah yang
disyaratkan SNI yaitu minimal 8 % (b/b) (BSN 1992). Kandungan protein dari mi
sagu tersebut dapat ditingkatkan, yaitu dengan melakukan fortifikasi. Fortifikasi
yang dapat dilakukan diantaranya ialah dengan melakukan penambahan Spirulina
yang dinilai memiliki kandungan protein yang tinggi.
Proses pembuatan mi sagu di pasaran umumnya masih menggunakan tawas
sebagai bahan pembentuk tekstur, karena teksturnya yang mudah patah. Namun
penggunaan tawas sebagai bahan tambahan makanan harus dihindari karena tidak
food grade. Sebagai bahan pengganti tawas, dapat digunakan karaginan yang
berasal dari rumput laut yang memiliki fungsi yang sama pada mi. Rumput laut
merupakan salah satu komoditi unggulan perikanan budidaya Indonesia. Produksi
rumput laut pada tahun 2013 sebesar 3,4 juta ton (PDSI 2014). Salah satu jenis
rumput laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomis penting adalah Rhodophyceae
(ganggang merah) yang merupakan penghasil karaginan. Karaginan merupakan
3
senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan
kalium sulfat dengan galaktosa dan 3,6 anhydrogalaktocopolimer. Karaginan
berfungsi sebagai pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pembentuk viskositas dan
lainnya (Anggadireja et al. 2006). Salah satu fungsi karaginan dalam bidang pangan
ialah sebagai pembentuk tekstur (texturizer). Karaginan dapat digunakan dalam
pembuatan mi sagu karena kemampuannya dalam mengikat air dan makromolekul
seperti protein, sehingga dapat meningkatkan kekentalan adonan dan membentuk
gel, sehingga gelatinisasi lebih optimum dan menghasilkan mi yang memiliki
tekstur yang lebih kompak (Ulfah 2009).
Perumusan Masalah
Dominasi mi terigu di pasaran menyebabkan ketergantungan terhadap mi
terigu yang secara tidak langsung menyebabkan ketergantungan terhadap bahan
baku impor yaitu terigu. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengurangi konsumsi
mi terigu tersebut adalah dengan menciptakan mi yang berbahan baku produk lokal,
yaitu dengan menggunakan sagu. Potensi sagu sangat besar sebagai sumber
karbohidrat selain beras, namun konsumsinya masih rendah, yaitu 0,42
kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi terigu yaitu 1,25
kg/kapita/tahun. Konsumsi sagu yang masih rendah akibat belum banyaknya
pemanfaatan sagu untuk diversifikasi pangan. Mi sagu masih memiliki banyak
kekurangan, yaitu daya awet yang rendah, penggunaan tawas yang tidak food grade,
dan kandungan gizi yang rendah. Daya awet dapat ditingkatkan dengan melakukan
pengeringan terhadap mi. Penggunaan tawas untuk memperbaiki tekstur mi dapat
digantikan dengan karaginan. Kandungan gizi mi sagu dapat ditingkatkan dengan
pengayaan Spirulina pada formulasi mi. Spirulina memiliki kandungan protein,
asam amino, dan antioksidan yang tinggi, namun belum banyak dimanfaatkan pada
produk pangan.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk menciptakan suatu produk
olahan berbahan baku komoditas pangan lokal yang praktis, bergizi, dan
mengandung serat dengan menggunakan pati sagu dan pengayaan gizi dengan
Spirulina. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah:
1. Menentukan konsentrasi karaginan terbaik yang digunakan dalam pembuatan
mi sagu kering.
2. Menentukan konsentrasi terpilih dari Spirulina yang digunakan dalam
pembuatan mi sagu kering.
3. Menentukan formula terbaik dalam pembuatan mi sagu kering Spirulina
melalui analisis antioksidan, proksimat, total serat pangan, aktivitas air, dan
analisis sifat fisik mi.
4. Menentukan % zat gizi terhdap angka kecukupan gizi (AKG) produk mi sagu
kering Spirulina.
4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan produk baru berbahan baku tepung
sagu sebagai sumber karbohidrat nonberas. Spirulina diharapkan dapat
meningkatkan kandungan gizi mi sagu kering yang dihasilkan, sehingga dapat
mencukupi kebutuhan tubuh sehari-hari. Melalui produk baru ini diharapkan dapat
meningkatkan konsumsi sagu per kapita Indonesia sehingga mendukung ketahanan
pangan dan memenuhi kebutuhan serat dan gizi terutama karbohidrat sehari-hari.
Tercipta pula produk baru dengan teknologi yang mudah diaplikasikan oleh
masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai ajang untuk
memunculkan ide-ide kreatif dan inovatif bagi komoditas lokal dan perkembangan
teknologi pengolahan hasil perairan Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yaitu penentuan waktu pengeringan mi sagu efektif,
penentuan konsentrasi karaginan terpilih, penentuan konsentrasi Spirulina yang
ditambahkan pada mi, uji organoleptik, analisis antioksidan, analisis proksimat,
analisis serat pangan, analisis aktivitas air, dan analisis sifat fisik mi, serta
perhitungan % zat gizi terhadap angka kecukupan gizi (AKG).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian inti.
Penelitian pendahuluan terdiri atas penentuan waktu pengeringan efektif dan
penentuan konsentrasi karaginan yang digunakan. Penelitian inti terdiri atas
penentuan konsentrasi dari Spirulina, penentuan tiga konsentrasi terbaik, analisis
proksimat, sifat fisik mi, serat pangan, antioksidan, dan aktivitas air untuk
menentukan formula terbaik, dan perhitungan % zat gizi mi sagu kering Spirulina
terhadap angka kecukupan gizi dari produk.
Bahan
Bahan untuk pembuatan mi sagu kering Spirulina ialah tepung sagu
(Metroxylon sp.) merek Tepung Sagu Samasuru yang dibeli dari Ambon, air,
sodium tri poly phosphat (STPP), guar gum, kappa karaginan ,dan Spirulina
plantesis yang dibeli dari PT Trans Pangan Spirulindo di Jepara (komposisi kimia
bahan baku pada Lampiran 1). Bahan untuk analisis kimia antara lain kjeltab merek
Merck, H2SO4 100 %, aquades, H3BO3 4 %, NaOH 40 %, n-heksan 100 %,
5
HCl 0,1002 N, etanol 100 %, methanol 100 %, BaCl 10 %, H2O2 10 %,
AgNO3 0,01 N, dan 2.2-Dipenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH).
Alat
Peralatan untuk membuat mi sagu kering Spirulina yaitu timbangan digital
merek Oxone, kompor listrik merek Maspion, panci pengukus, loyang, penggiling
dan pencetak mi merek Pastaglio, kompor merek Rinnai, oven merek Memmert tipe
U 30. Peralatan untuk analisis kimia adalah cawan porselen, labu lemak, tabung
kjeldahl, kompor listrik merek Maspion, timbangan analitik merek Sartorius
TE212-L, oven merek Yamato tipe DV 41, tanur merek Yamato tipe FM 38, soxhlet,
destruktor merek Tecator, dan peralatan gelas.
Peralatan untuk analisis sifat fisik mi ialah oven, panci, kompor, cawan
aluminium, desikator, dan penganalisis tekstur merek Texture Analyzer TAXT-2.
Peralatan yang digunakan untuk analisis antioksidan ialah spektrofotometer merek
UV Vis RS 2500, rotary evaporator merek Heidolph VV 2000, mikropipet merek
Eppendorf, timbangan analitik merek Sartorius TE212-L, peralatan gelas, dan aw -
meter Novasina ms1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Februari 2014
dilakukan di Laboratorium Diversifikasi dan Pengolahan Hasil Perairan,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi II Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Southeast Asian Food and
Agricultural Science and Technology Centre (Seafast Centre) IPB.
Prosedur Penelitian
Penentuan waktu pengeringan
Penentuan waktu pengeringan dilakukan untuk mengetahui lama waktu
pengeringan mi yang paling efektif dengan menggunakan oven pada suhu 50 ˚C
selama 4, 5, dan 6 jam. Mi yang sudah dikeringkan kemudian dianalisis kadar air.
Waktu pengeringan yang terpilih ialah yang mi dengan waktu pengeringan yang
memiliki kadar air tidak lebih dari 14,5 % (b/b), sesuai dengan SNI 01-3551-2000
mengenai standar untuk mi instan (BSN 2000). Diagram alir pembuatan mi sagu
kering dan penentuan waktu pengeringan disajikan pada Gambar 1.
6
Gambar 1 Penentuan waktu pengeringan mi sagu kering (* modifikasi
Haliza et al. (2006) dan Herawati et al. (2010)).
Proses pembuatan mi sagu kering menggunakan metode Haliza et al. (2006)
dan Herawati et al. (2010) yang telah dimodifikasi. Sodium tri poly phosphat
(STPP) 0,04 gram dan air sebanyak 100 mL dicampurkan pada tepung sagu 20 gram,
kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga membentuk binder berupa gel yang
berwarna transparan. Guar gum 2 gram dicampurkan pada tepung sagu 180 gram,
kemudian dicampurkan ke dalam binder sambil diaduk hingga adonan kalis.
Helaian mi yang sudah dicetak ditempatkan di loyang dan dikukus dengan suhu
90 ˚C selama 2 menit. Mi yang telah dikukus dikeringkan dengan oven pada suhu
50 ̊ C selama 4,5, dan 6 jam, kemudian dianalisis kadar airnya dan ditentukan waktu
pengeringan yang paling efektif.
Guar gum
2 gram
Tepung sagu
180 gram
Tepung sagu
20 gram STPP 0,04 gram
Air 100 mL
Pemanasan dan pengadukan hingga
terbentuk gel dan berwarna transparan
Binder
berbentuk gel
Pengadonan hingga
tercampur rata dan kalis
Pencetakan
Pengukusan
suhu 90 °C, 2 menit
Pengeringan dengan oven
suhu 50 °C, 4, 5, dan 6 jam *
Mi sagu kering
Analisis kadar air
Lama pengeringan efektif
7
Penentuan konsentrasi karaginan terpilih
Tujuan dari penggunaan karaginan ialah untuk subtitusi penggunaan guar
gum yang berfungsi sebagai texturizer. Konsentrasi karaginan yang digunakan
yaitu 0,1 %; 0,2 %; 0,3 %; 0,4 %; dan 0,5 %. Konsentrasi karaginan terpilih
ditentukan dengan uji organoleptik parameter tekstur secara hedonik. Diagram alir
penentuan konsentrasi karaginan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Penentuan konsentrasi karaginan terpilih (* modifikasi Haliza et al.
(2006) dan Herawati et al. (2010)).
Penentuan konsentrasi Spirulina
Metode pembuatan mi sagu kering Spirulina sama dengan metode pembuatan
mi sagu kering, namun dilakukan modifikasi dengan menambahkan Spirulina
2,43 %; 4,85 %; 7,28 %; 9,71 %; dan 12,14 % (perhitungan pada Lampiran 2).
Konsentrasi penggunaan Spirulina tersebut berdasarkan dosis konsumsi Spirulina
per hari yaitu 2-10 g dan takaran saji mi pada umumnya yaitu 80 g. Sotiroudis dan
Soutiroudis (2013) melaporkan dosis konsumsi Spirulina untuk orang dewasa
Karaginan 0,1 %; 0,2 %;
0,3 %; 0,4 %; 0,5 % *
Tepung sagu
180 gram
Tepung sagu
20 gram STPP 0,04 gram
Air 100 mL
Pemanasan dan pengadukan hingga
terbentuk gel dan berwarna transparan
Binder
berbentuk gel
Pengadonan hingga
tercampur rata dan kalis
Pencetakan
Pengukusan
suhu 90 °C, 2 menit
Pengeringan dengan oven
suhu 50 °C, 6 jam *
Mi sagu kering
Pengujian organoleptik
Konsentrasi karaginan terpilih
8
adalah 3 – 10 gram per hari. Diagram alir penentuan konsentrasi Spirulina disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 Penentuan tiga konsentrasi Spirulina terpilih (* modifikasi Haliza et al.
(2006) dan Herawati et al. (2010)).
Penambahan Spirulina dilakukan saat pencampuran adonan. Mi sagu kering
Spirulina yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik untuk menentukan tiga
konsentrasi terpilih. Tiga konsentrasi terpilih tersebut dianalisis untuk menentukan
formula terbaik.
Penentuan konsentrasi terbaik mi sagu kering Spirulina Tiga konsentrasi terpilih (2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %) dianalisis untuk
menentukan formula terbaik. Analisis meliputi analisis proksimat, sifat fisik, serat
pangan, antioksidan, dan aktivitas air. Analisis proksimat terdiri dari kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference).
Analisis sifat fisik meliputi kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss),
waktu pemasakan (coooking time), daya serap air, kekerasan, kekenyalan, dan
Spirulina 2,43 %; 4,85 %;
7,28 %; 9,71 %; 12,14 % *
Karaginan 0,2 % *
Tepung sagu
180 gram
Tepung sagu
20 gram STPP 0,04 gram
Air 100 mL
Pemanasan dan pengadukan hingga
terbentuk gel dan berwarna transparan
Binder
berbentuk gel
Pengadonan hingga
tercampur rata dan kalis
Pencetakan
Pengukusan
suhu 90 °C, 2 menit
Pengeringan dengan oven
suhu 50 °C, 6 jam *
Mi sagu kering
Pengujian organoleptik
Tiga konsentrasi Spirulina terpilih
9
kelengketan. Setelah ditentukan formula terbaik kemudian dihitung % gizi produk
terhadap angka kecukupan gizi dari produk. Diagram alir penentuan formula terbaik
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Penentuan formula terbaik.
Prosedur Analisis Produk
Uji organoleptik ( BSN 2011 )
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan hedonic test
(uji hedonik) dengan menggunakan angka yang berkisar 1 sampai 9, dimana:
(1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) agak tidak suka,
(5) netral, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, (9) amat sangat suka. Uji
dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau kesukaan panelis terhadap
produk mi sagu kering dengan penambahan Spirulina yang bersifat subyektif
dengan menggunakan indera manusia. Jumlah panelis yang menilai sebanyak
30 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Uji hedonik dilakukan berdasarkan
parameter penampakan, tekstur, aroma, warna, dan rasa. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software Stastical Package for Social Sciense (SPSS) dan
menggunakan uji Dunn sebagai uji lanjut.
Analisis kadar air ( BSN 2006b )
Cawan porselen kosong dikeringkan dalam oven merek Yamato tipe DV 41
bersuhu 105 ˚C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah
dingin, cawan porselen kosong ditimbang dan dicatat bobotnya. Sampel sebanyak
5 gram ditimbang, kemudian diletakkan di dalam cawan porselen. Sampel
kemudian dikeringkan dengan oven suhu 105 ˚C selama 6 jam. Setelah proses
tersebut, sampel beserta cawan didinginkan kembali di dalam desikator. Sampel
Tiga konsentrasi Spirulina terpilih
Analisis
Antioksidan
Analisis Proksimat
dan Serat Pangan
Analisis Aktivitas Air
(Aw)
Analisis Sifat
Fisik
Formula terbaik mi sagu kering Spirulina
Perhitungan % gizi produk terhadap angka kecukupan gizi (AKG)
10
yang telah kering beserta cawan ditimbang kembali dan dicatat bobotnya.
Perhitungan persentase kadar air basis basah dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = (𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑣𝑒𝑛
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 %
Analisis kadar abu ( BSN 2006a )
Cawan porselen kosong dikeringkan dalam oven merek Yamato tipe DV 41
bersuhu 105 ˚C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah
dingin, cawan porselen kosong ditimbang dan dicatat bobotnya. Sampel sebanyak
5 gram ditimbang dan diletakkan di dalam cawan porselen. Cawan porselen yang
berisi sampel dipijarkan diatas nyala api hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan
kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan merek Yamato tipe FM 38
dengan suhu 600 ˚C selama 6 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu
ditimbang hingga mendapatkan berat yang konstan. Perhitungan persentase kadar
abu basis basah dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 %
Analisis kadar protein ( BSN 2006d )
Tahap dalam analisis protein terdiri atas destruksi, destilasi, dan titrasi.
Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec.
Setengah butir Kjeltab merek Merck dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan
ditambahkan 10 mL H2SO4 100 %. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas merek Tecator dengan suhu 400 °C. Proses destruksi
dilakukan kurang lebih satu jam dan sampai larutan menjadi hijau bening. Setelah
sampel dan larutan memadat, kemudian dicairkan dan ditepatkan dengan akuades
sampai 100 mL. Tahap selanjutnya ialah hasil destruksi sebanyak 10 mL
dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak
10 mL. Cairan dalam tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 mL berisi
10 mL larutan asam borat 4 % yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan
sampai larutan asam borat yang berwarna merah menjadi warna biru. Larutan asam
borat yang berwarna biru kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1002 N
sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula).
Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
% 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 =(𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 14,007
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 %
Kadar Protein = % Nitrogen x faktor pengoreksi (6,25)
11
Analisis kadar lemak ( BSN 2006c )
Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan
diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana 100 % dituangkan ke dalam labu lemak
secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks
selama minimal 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut
di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven merek Yamato tipe DV 41 pada suhu
105 ̊ C. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan
ditimbang. Perhitungan kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 − 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 %
Analisis kadar karbohidrat ( by difference )
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena
karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar karbohidrat = 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar lemak +
% kadar protein)
Analisis total serat pangan ( Sulaeman et al. 1993 )
Penentuan total serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan
kadar serat pangan tidak larut (SPTL) dan serat pangan larut (SPL). Tahap pertama
ialah preparasi sampel. Sampel dihomogenisasi dan digiling menggunakan gilingan
dan disaring menggunakan saringan 0,3 mm. Sampel homogen diekstrak lemaknya
dengan petrolium eter pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel
melebihi 6-8%. Penghilangan lemak bertujuan untuk memaksimumkan degradasi
pati. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan
25 mL 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspense yang
dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl. Sebanyak 100 µL termamyl
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu
100 oC selama 15 menit, sambil diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan
pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu.
Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 mL air destilat dan pH
larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M dan selanjutnya
ditambahkan 100 mg pepsin.
Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas
enzim pepsin maksimum. Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air
bergoyang pada suhu 40 oC dan selama 60 menit. Sebanyak 20 mL air destilat
ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH yang ditujukan untuk
memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. Enzim pankreatin ditambahkan
sebanyak 100 mg ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC
selama 60 menit sambil diagitasi. Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5.
12
Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas
2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta tepat diketahui). Kemudian dicuci
dengan 2 x 10 mL air destilat dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan
untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk
menentukan serat pangan larut.
Tahap kedua ialah penentuan SPTL. Residu dicuci dengan 2 x 10 mL etanol
95% dan 2 x 10 mL aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat
tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).
Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 550 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (II). Tahap ketiga ialah
penentuan SPL. Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 mL. Sebanyak 400 mL
etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam. Larutan
disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering,
kemudian dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78%, 2 x 10 mL etanol 95% dan aseton
2 x 10 mL. Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam (sampai
berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Residu
diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2). Tahap terakhir ialah penentuan
serat pangan total (SPT). Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai
SPTL dan SPL. Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tanpa
penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang,
terutama bila menggunakan enzim dari kemasan baru. Rumus perhitungan nilai
SPTL dan SSPL adalah sebagai berikut:
Nilai SPTL = D1 − I1 − B1
W x 100 %
Nilai SPL = D2 − I2 − B2
W x 100 %
Nilai SPT (%) = Nilai STPL (%) + Nilai SPL (%)
Keterangan:
W = Berat contoh (gram)
B = Berat blanko bebas serat (gram)
D = Berat setelah analisis dikeringkan (gram)
I = Berat setelah analisis diabukan (gram)
Analisis aktivitas air ( aw ) (AOAC 32.004-32.009 1980)
Prinsip dari analisis aw yaitu mengetahui air bebas yang terdapat di dalam
bahan atau sampel. Penentuan nilai aw dari produk diukur dengan menggunakan
alat pengukur aw -meter. Aktivitas air diukur dengan alat aw -meter Novasina ms1.
Sebelum dioperasikan, aw -meter dikalibrasi dengan menggunakan garam LiCl,
MgCl2-6H2O, Mg(NO3)2 6H2O, NaCl, Ba(Cl)2-2H2O. Sampel ditimbang
sebanyak 2 gram, lalu diletakan dalam cawan pengukur aw. Setelah cawan ditutup
dan dikunci, aw -meter dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai dan nilai aw
akan terbaca.
13
Analisis antioksidan ( Molyneux 2004 )
Ekstrak mi sagu kering Spirulina dilarutkan dalam metanol 100 %. dengan
konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm. Pengukuran aktivitas antioksidan
dilakukan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl-1-Picryl-Hydrazyl).
Sebanyak 2,25 mL dari masing-masing larutan campuran sampel dan methanol
dicampur dengan 0,25 mL DPPH, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30
menit, lalu diukur absorbannya dengan menggunakan spektometer pada panjang
gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan
perhitungan persen inhibisi. Larutan blangko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL
pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Aktivitas
antioksidan dari masing-masing contoh dinyatakan dengan persen inhibisi dengan
rumus berikut:
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =(𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ)
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 100 %
Nilai konsentrasi contoh (bahan baku dan produk) dan persen inhibisinya
diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear.
Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx,
digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-
masing contoh dengan menyatakan nilai y adalah 50 dan nilai x yang akan diperoleh
sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh (ekstrak)
yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebanyak 50%.
Pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) ( Oh et al. 1985 )
Penentuan KPAP (cooking loss) dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi
dalam 150 mL air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi direndam air
dingin dan kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu
100 ˚C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan
rumus berikut:
KPAP = 1 − (berat sampel setelah dikeringkan
berat awal [1 − kadar air sampel]) x 100 %
Pengukuran daya serap air (DSA) ( Purwani et al. 2006b )
Perhitungan didasarkan pada hasil penetapan kadar air sebelumnya. Cawan
aluminium dikeringkan dalam oven 105 ˚C selama 10 detik, lalu didinginkan di
dalam desikator. Sampel sebanyak 3 gram direbus dalam air selama 7 menit pada
suhu 90-100 ˚C. Kemudian sampel ditiriskan, lalu ditimbang (A). Sampel yang
telah ditiriskan dimasukkan ke dalam oven 105 ˚C selama 6 jam sampai diperoleh
berat konstan (B). Daya adsorbsi air dapat dihitung dengan rumus berikut:
DSA (%bk) = (A − B) − (kadar air sampel x berat awal sampel)
berat awal sampel (1 − kadar air sampel) x 100 %
14
Pengukuran waktu optimum pemasakan ( Collado et al. 2001 )
Mi (5 g) dipotong menjadi panjang 2-3 cm, kemudian dimasak dalam 200 mL
air destilasi medidih pada gelas tertutup. Setiap 30 detik, mi dikeluarkan dan ditekan
dengan dua buah kaca arloji. Waktu pemasakan optimal dicapai ketika pusat
(bagian tengah) mi telah sepenuhnya terhidrasi.
Pengukuran texture profile analysis ( TPA ) (AACC 66-50.01 1999)
Analisis tekstur menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Probe yang
digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Jarak antarprobe adalah
20 mm. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan tertera pada Tabel 1 dan kurva profil
tekstur mi disajikan pada Gambar 5.
Tabel 1 Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis).
Parameter Setting
Pre Test Speed 2 mm/s
Test Speed 1 mm/s
Post Test Speed 2 mm/s
Distance 50 %
Tryger Auto 5 g
Gambar 5 Kurva profil tekstur mi.
Cara pengukurannya ialah seuntai sampel yang telah direhidrasi dengan
panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh
probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk
mendeformasi dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak
yaitu gaya maksimal, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak.
Satuan kedua parameter ini adalah gram force (gf). Kekenyalan diperoleh dari rasio
antara dua area kompresi dengan satuan gram second (gs).
15
Uji indeks kinerja ( Marimin 2004 )
Penentuan konsentrasi Spirulina terpilih dari hasil uji organoleptik secara
hedonik menggunakan uji indeks kinerja (metode bayes). Metode Bayes merupakan
salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam
pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan
menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan
tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria. Pemberian perlakuan
merupakan kriteria yang perlu dipertimbangan dalam pemilihan mi sagu kering
dengan penambahan Spirulina yang menghasilkan produk paling disukai.
Pemilihan mi sagu kering yang paling disukai dilakukan dengan uji indeks kinerja
didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang
diberi bobot yaitu karakteristik sensori (tekstur, penampakan, aroma, warna, dan
rasa).
Nilai kepentingan masing-masing parameter sensori yang digunakan terdiri
dari 5 nilai numerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang penting,
3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Nilai
kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis atau dari ahli. Bobot dari
masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai
kepentingan antarparameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil
penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks
tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks
merupakan nilai bobot dalam metode Bayes.
Rancangan percobaan ( Steel dan Torrie 1993 )
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap dengan tiga perlakuan konsentrasi Spirulina dan tiga kali ulangan. Faktor
perlakuannya adalah penambahan Spirulina dalam berbagai konsentrasi. Perlakuan
yang diberikan yaitu penambahan Spirulina dengan konsentrasi 2,43 %, 4,85 %,
dan 12,14 % pada mi sagu kering berdasarkan total tepung sagu yang digunakan.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ŷij = μ + αi + εij
Keterangan :
Ŷij = respon yang diamati
μ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya
αi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
Hipotesis yang digunakan pada pembuatan mi sagu dengan penambahan
Spirulina adalah sebagai berikut:
H0 : Penambahan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan
pengaruh terhadap karakteristik mi sagu kering yang dihasilkan.
16
H1 : Penambahan Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan
pengaruh terhadap karakteristik mi sagu kering yang dihasilkan.
Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk menyatakan
perbedaan nyata. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam. Jika dari hasil
analisis ragam berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengeringan Efektif
Penentuan waktu pengeringan efektif bertujuan untuk menentukan lama
waktu pengeringan mi sagu dengan menggunakan oven pada suhu 50 oC. Hal ini
dilakukan karena perbedaan alat pengering yang digunakan oleh Herawati et al.
(2010) yaitu cabinet dryer, sedangkan alat pengering pada penelitian adalah oven,
sehingga perlu dilakukan kembali penentuan lama pengeringan. Variasi waktu
pengeringan yang digunakan ialah 4, 5, dan 6 jam.
Kadar air masing-masing waktu pengeringan 4, 5, dan 6 jam berturut-turut
adalah 21,07 %, 16,70 %, dan 12,04 %. Berdasarkan hasil tersebut maka dipilih
waktu pengeringan efektif yaitu 6 jam karena sudah sesuai dengan standar
SNI 01-3551-2000 yang mensyaratkan kadar air dari mi instan maksimal 14,5 %
(bb).
Prinsip utama dari proses pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan
akibat proses pindah panas yang terjadi yang disebabkan adanya perbedaan suhu
antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam
produk. Ukuran dari bahan yang dikeringkan dapat mempengaruhi kecepatan waktu
pengeringan. Semakin kecil ukuran bahan, semakin cepat waktu pengeringannya
karena bahan yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar
sehingga memudahkan proses penguapan air dari bahan (Wirakartakusumah et al.
1992).
Konsentrasi Karaginan Terpilih
Penentuan konsentrasi karaginan bertujuan untuk mencari konsentrasi
karaginan yang tepat untuk subtitusi penggunaan guar gum sebagai texturizer.
Konsentrasi karaginan yaitu 0,1 %, 0,2 %, 0,3 %, 0,4 %, dan 0,5 % dari jumlah
tepung sagu yang digunakan. Konsentrasi karaginan terpilih ditentukan dengan uji
organoleptik parameter tekstur secara hedonik yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat kesukaan panelis terhadap penambahan karaginan pada formula mi sagu.
Konsentrasi dipilih berdasarkan hasil penelitian Ulfah (2009) dan pendapat ahli.
Nilai rata-rata kesukaan tekstur mi sagu kering dengan penambahan karaginan
disajikan pada Gambar 6.
17
Gambar 6 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter tekstur mi sagu kering dengan
penambahan karaginan.
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur mi sagu kering (Gambar 6)
berkisar antara 4,47 sampai 5,43 (agak tidak suka hingga agak suka) dengan nilai
paling tinggi berada pada konsentrasi karaginan 0,2 % dengan nilai rata-rata 5,43.
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur pada perlakuan kontrol dengan
penambahan karaginan memberikan nilai yang hampir sama, sehingga substitusi
guar gum dengan karaginan dapat dilakukan. Konsentrasi karaginan terbaik dipilih
berdasarkan nilai rataan tertinggi, yaitu 0,2 %.
Fungsi sodium tri poly phospate (STPP) dan karaginan pada mi adalah untuk
memperbaiki tekstur mi. STPP merupakan zat yang dapat membantu pengikatan air
(water holding capacity) pada mi. Karaginan pada mi dapat membantu mi menjadi
tidak mudah patah. Ramdhani et al. (2013) melaporkan bahwa karaginan mudah
mengikat air karena adanya gugus sulfat, sehingga membantu daya serap air dari
mi. Interaksi antara amilosa dengan hidrokoloid meningkatkan viskositas dari pati
karena hidrokoloid yang dapat mengikat air. Karaginan juga dapat mengikat
makromolekul seperti protein yang dapat meningkatkan kekentalan adonan dan
dapat membentuk gel, sehingga gelatinisasi lebih optimum dan menghasilkan mi
yang memiliki tekstur yang lebih kompak (Ulfah 2009).
Konsentrasi Spirulina Terpilih
Spirulina yang ditambahkan ke dalam mi sagu kering berupa Spirulina bubuk
dengan konsentrasi 2,43 %, 4,85 %, 7,28 %, 9,71 %, dan 12,14 % berdasarkan
jumlah tepung sagu yang digunakan. Hasil uji kruskall-wallis terhadap uji
organoleptik menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (Lampiran 3) dari parameter
kenampakan dan warna lebih kecil dari 0,05, sehingga tolak H0 dan perlu dilakukan
uji lanjut. Parameter aroma, tekstur, dan rasa memiliki nilai Asymp. Sig. lebih besar
dari 0,05, sehingga gagal tolak H0 dan tidak perlu dilakukan uji lanjut.
18
Kenampakan
Hasil uji Kruskall-Wallis dan uji lanjut Dunn pada kenampakan menunjukkan
perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05)
(Gambar 7). Kontrol berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi Spirulina 2,43 %,
4,85 %, 7,28 %, dan 9,71 %. Konsentrasi Spirulina 2,43 % dan 4,85 % berbeda
nyata terhadap kontrol, konsentrasi 7,28 %, 9,71 %, dan 12,14 %. Konsentrasi
7,28 % tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 9,71 %, namun berbeda nyata
terhadap kontrol, konsentrasi 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %. Konsentrasi 12,14 %
tidak berbeda nyata terhadap kontrol, namun berbeda nyata terhadap konsentrasi
2,43 %, 4,85 %, 7,28 %, dan 9,71 %. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik
parameter kenampakan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter kenampakan mi sagu kering
Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan
perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.
Kenampakan dari satu produk pangan dipengaruhi oleh tekstur dan warnanya.
Mi sagu kering Spirulina memiliki warna hijau tua yang berasal dari klorofil yang
merupakan pigmen dari Spirulina. Semakin tinggi konsentrasi Spirulina yang
ditambahkan, maka kesukaan panelis cenderung semakin menurun. Panelis paling
menyukai kenampakan mi sagu dengan konsentrasi Spirulina 2,43 % yang memiliki
warna hijau tua cerah dan paling kurang menyukai mi sagu dengan kosentrasi
Spirulina 12,14 % yang memiliki warna mi hijau tua kehitaman.
Aroma Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh (p>0,05)
(Gambar 8). Nilai kesukaan panelis berkisar antara agak tidak suka, netral, hingga
agak suka. Aroma yang dihasilkan mi sagu cenderung tidak tercium atau netral.
Puri (2012) melaporkan perbedaan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan tidak
memberikan pengaruh terhadap kesukaan panelis pada aroma mi. Grafik nilai rata-
rata uji organoleptik parameter kenampakan disajikan pada Gambar 8.
19
Gambar 8 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter aroma mi sagu kering
Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan
perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.
Aroma pada produk pangan biasanya berasal dari bumbu-bumbu ataupun
rempah-rempah yang digunakan. Proses pembuatan mi sagu kering Spirulina hanya
berbahan dasar tepung sagu dan Spirulina saja tanpa adanya penambahan bumbu-
bumbu, sehingga aroma yang dihasilkan menjadi netral.
Tekstur Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda
(p>0,05) (Gambar 9). Nilai kesukaan panelis berkisar antara agak tidak suka, netral,
hingga agak suka. Hasil penelitian Puri (2012) melaporkan perbedaan konsentrasi
Spirulina tidak memberikan pengaruh terhadap kesukaan panelis pada parameter
tekstur. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik parameter tekstur disajikan pada
Gambar 9.
Gambar 9 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter tekstur mi sagu kering
Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan
perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.
20
Kandungan yang berbeda dari dua jenis pati dalam butiran pati memberikan
karakteristik pada pemasakan dan pembentukan gel (Parker 2003). Suhu
gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati dan pH larutan. Makin kental larutan,
suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Bila pH terlalu rendah maka pembentukan
gel akan lambat dan bila pemanasan diteruskan, viskositas akan menjadi turun.
Apabila pH terlalu tinggi, pembentukan gel makin cepat tercapai, namun cepat
turun lagi (Winarno 2004).
Warna
Hasil uji Kruskall-Wallis dan uji lanjut Dunn pada warna menunjukkan
perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05)
(Gambar 10). Kontrol, konsentrasi 4,85 %, dan 12,14 % berbeda nyata dengan
seluruh konsentrasi. Konsentrasi 2,43 % tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi
7,28 % dan 9,71 %; namun berbeda nyata terhadap kontrol, konsentrasi 4,85 %, dan
12,14 %. Konsentrasi Spirulina 9,71 % tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi
2,43 % dan 7,28 % namun berbeda nyata terhadap kontrol, konsentrasi 4,85 %, dan
12,14 %. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik parameter warna disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter warna mi sagu kering
Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan
perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.
Panelis paling menyukai warna mi sagu kering Spirulina konsentrasi 4,85 %
(warna hijau tua cerah) dan paling kurang menyukai konsentrasi Spirulina 12,14 %
(warna hijau tua gelap). Semakin besar penambahan konsentrasi Spirulina pada
formulasi mi, maka warna hijau yang dihasilkan semakin tua dan gelap akibat
pigmen pada Spirulina yaitu klorofil. Fikosianin dan karotenoid yang dimiliki oleh
Spirulina juga berkontribusi pada warna pigmen dari Spirulina. Penelitian ini sesuai
dengan laporan Puri (2012) bahwa semakin banyak Spirulina yang ditambahkan ke
dalam formula mi basah, maka nilai penerimaan panelis akan cenderung menurun.
Hal tersebut karena semakin banyak penambahan Spirulina maka mi semakin
berwarna hijau tua dan kurang disukai panelis.
21
Rasa
Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda
(p>0,05) (Gambar 11). Nilai kesukaan panelis berkisar antara agak tidak suka,
netral, hingga agak suka. Rasa yang dimiliki oleh mi sagu kering Spirulina
cenderung netral. Hal tersebut karena tidak adanya pemberian bumbu pada
pembuatan mi. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik parameter rasa disajikan pada
Gambar 11.
Gambar 11 Nilai rata-rata uji organoleptik parameter rasa mi sagu kering Spirulina.
Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan
nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.
Penentuan Konsentrasi Terpilih Spirulina dengan Uji Indeks Kinerja Tiga konsentrasi terbaik ditentukan dengan menggunakan uji indeks kinerja
(Lampiran 4). Kriteria sensori merupakan penilaian penting dalam pemilihan
konsentrasi Spirulina. Pemberian nilai kepentingan pada parameter tersebut
diperoleh dari hasil survey dan pendapat ahli. Nilai bobot dikalikan dengan score
akan menghasilkan nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi menunjukkan
konsentrasi Spirulina yang terpilih. Hasil perankingan uji indeks kinerja disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Pembobotan konsentrasi Spirulina terpilih (Metode Bayes).
Parameter Konsentrasi
Nilai bobot 2,43 % 4,85 % 7,28 % 9,71 % 12,14 %
Kenampakan 5 4 3 2 1 0,222
Tekstur 4 5 2 1 3 0,222
Rasa 3 5 4 1 2 0,222
Warna 4 5 3 2 1 0,167
Aroma 1 3 4 2 5 0,167
Total nilai 3,50 4,44 3,17 1,56 2,33
Rangking 2 1 3 5 4
Konsentrasi yang terpilih berdasarkan perangkingan ialah 2,43 % dan 4,85 %
(Tabel 2). Konsentrasi 12,14 % dipilih berdasarkan perkiraan kontribusinya
22
terhadap nilai gizi mi sagu. Ketiga konsentrasi terpilih tersebut selanjutnya
dianalisis proksimat, serat pangan, aktivitas air, sifat fisik, dan antioksidan.
Karakteristik Kimia Mi Sagu Kering Spirulina
Tahap kedua dari penelitian inti ialah analisis kimia dan fisik terhadap mi
sagu kering Spirulina terhadap tiga konsentrasi terpilih. Data komposisi kimia
kemudian diuji dengan rancangan acak lengkap (Lampiran 5). Faktor perlakuannya
adalah penambahan Spirulina dengan konsentrasi 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %.
Data komposisi kimia dari mi sagu kering disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia mi sagu kering Spirulina.
Kandungan Perlakuan Konsentrasi Spirulina
Literatur Kontrol 2,43 % 4,85 % 12,14 %
Kadar air (% bb) 12,03 a ± 0,27 12,42 a ± 1,25 12,77 a ± 0,46 12,88 a ± 0,58 14,5 % * Kadar abu (% bk) 0,45 a ± 0,00 0,64 b ± 0,07 0,79 c ± 0,01 1,14 d ± 0,00 0,46 % ** Kadar protein (% bk) 0,92 a ± 0,08 1,99 b ± 0,02 3,08 c ± 0,14 5,06 d ± 0,14 0,37 % ** Kadar lemak (% bk) 0,22 a ± 0,00 0,23 a ± 0,00 0,23 a ± 0,13 0,30 a ± 0,00 0,52 % ** Kadar karbohidrat (by difference) (% bk)
98,40 a ± 0,07 97,13 b ± 0,09 95,90 c ± 0,16 93,53 d ± 0,13 88,67 % **
Total serat pangan (%) 1,59 a ± 0,07 2,35 b ± 0,19 2,63 b ± 0,25 3,05 c ± 0,03 - IC50 Antioksidan (%) - 1986,57 a ± 1,43 1751,21 b ± 3,90 1440,38 c ± 3,40 - Aktivitas air - 0,72 a ± 0,00 0,74 b ± 0,00 0,75 b ± 0,01 -
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
(dengan uji Duncan).
* BSN (2000)
** Widaningrum et al. (2005)
Kadar air Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda
(p>0,05) terhadap kadar air (Tabel 3). Kadar air berkisar antara 12,03 – 12,88 %
(bb). Kadar air tersebut sudah sesuai dengan standar standar SNI 01-3551-2000
yang mensyaratkan kadar air dari mi instan maksimal 14,5 % (bb) (BSN 2000).
Air yang terdapat pada mi sagu berasal dari penambahan air pada adonan dan
proses pengukusan. Namun, air tersebut hilang pada proses pengeringan. Kadar air
mi sagu kering relatif sama karena menggunakan suhu dan waktu pengeringan yang
sama pada setiap perlakuan. Kadar air Spirulina dan tepung sagu yang digunakan
berturut-turut adalah 9,05 % dan 13,33 %. Fu (2008) menyebutkan bahwa mi
dengan kadar air dibawah 12 %, akan memiliki umur simpan sekitar satu tahun, jika
dikemas dengan kemasan yang sesuai.
Kadar abu Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap kadar abu (Tabel 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
kadar abu mi sagu kontrol, konsentrasi Spirulina 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %
saling berbeda nyata.
23
Semakin besar konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka semakin besar
kadar abu dari mi sagu kering. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kontribusi
kandungan abu Spirulina dan tepung sagu. Kadar abu dari Spirulina dan tepung
sagu yang digunakan berturut-turut 6,39 % (bk) dan 0,58 % (bk). Puri (2012)
melaporkan semakin besar penambahan konsentrasi Spirulina pada mi basah, maka
akan semakin meningkatkan kadar abu dari mi tersebut. Henrikson (2009)
menyatakan bahwa Spirulina mengandung mineral yaitu kalsium, besi, magnesium,
sodium, potasium, fosfor, seng, mangan, tembaga, dan krom.
Kadar protein
Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap kadar protein (Tabel 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa mi sagu kontrol, konsentrasi 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 % saling berbeda
nyata. Semakin besar konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka kandungan
proteinnya semakin besar. Hal tersebut disebabkan Spirulina yang digunakan
memiliki kadar protein yang tinggi. yaitu 55,52 % (bk). Tepung sagu yang
digunakan memiliki kadar protein 1,91 % (bk).
Standar kadar protein untuk mi bukan dari terigu minimal adalah 4 % (bb)
yang berlaku untuk keping mi dengan bumbunya (BSN 2000). Berdasarkan acuan
tersebut dapat disimpulkan mi yang memenuhi syarat yang sesuai dengan SNI
adalah mi konsentrasi Spirulina 12,41 % dengan kadar protein 5,06 % (bk). Kadar
protein dari mi dengan konsentrasi Spirulina 12,14 % tersebut hanya terdiri dari
keping mi saja. Jika mi tersebut ditambah dengan bumbu dalam penyajiannya, maka
diduga kandungan protein yang dimiliki akan lebih dari 5,06 % (bk).
Spirulina memiliki asam amino yang baik untuk tubuh. Uslu et al. (2009)
melaporkan Spirulina mengandung berbagai asam amino yang terdiri dari treonina,
valina, metionina, isoleusina, leusina, fenilalanina, lisina, asam aspartat, serina,
asam glutamat, glisina, alanina, tirosina, histidina, prolina, sisteina, arginina.
Kandungan asam amino dan protein sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
tempat kultur Spirulina.
Kadar lemak
Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda
(p>0,05) terhdap kadar lemak (Tabel 3). Kadar lemak yang dimiliki mi sagu kering
berkisar antara 0,23 hingga 0,30 % (bk). Kandungan lemak yang dimiliki Spirulina
rendah yaitu 1,88 % (bk), sehingga tidak akan berkontribusi besar dalam
peningkatan kadar lemak dari mi sagu kering Spirulina. Kadar lemak tepung sagu
yang digunakan yaitu 0,30 % (bk).
Spirulina mengandung asam lemak esensial (EFA) yang bermanfaat bagi
tubuh. Asam lemak esensial (EFA) dalam setiap gram Spirulina sebesar 54,6 mg
yang terdiri dari stearat (8 mg), palmitat (244 mg), heptadekanoat (2 mg), oleat
(12 mg), palmitoleat (33 mg), linoleat (97 mg), gama-linoleat/GLA (135 mg),
miristat (1 mg), dan asam lemak lain (14 mg) (Henrikson 2009).
24
Kadar karbohidrat
Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap
kadar karbohidrat (Tabel 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kandungan
karbohidrat pada masing-masing perlakuan saling berbeda nyata. Semakin besar
konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka kandungan karbohidrat dari mi sagu
semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena metode analisis yang digunakan
dalam menentukan kadar karbohidrat adalah by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100 % dengan kadar air, abu, protein dan lemak, sehingga kadar karbohidrat
tergantung pada faktor pengurangannya.
Tepung sagu sangat potensial untuk dijadikan sumber karbohidrat yang
mengandung 84,7 gram karbohidrat per 100 gram bahan. Kandungan karbohidrat
tepung sagu relatif tinggi dibandingkan dengan tepung jagung dan terigu.
Kandungan energi dalam 100 gram tepung sagu 353 kkal, hampir setara dengan
bahan pangan pokok lain berbentuk tepung, seperti beras, jagung, singkong,
kentang, dan terigu (Suswono 2010).
Total serat pangan Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap total serat pangan (Tabel 3). Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan kandungan serat pangan pada kontrol berbeda nyata dengan
konsentrasi 12,14 %, konsentrasi 2,43 % tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
4,85 %, namun keduanya masing-masing berbeda nyata dengan konsentrasi
12,14 % dan kontrol. Semakin besar konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka
kandungan serat pangannya semakin besar pula. Mišurcová et al. (2010)
melaporkan bahwa kandungan serat pangan dari Spirulina plantesis yang berasal
dari India ialah 0,94 %.
Pangan yang diklaim sebagai sumber serat setidaknya mengandung 3 gram
serat pangan per 100 gram bahan, sedangkan pangan yang diklaim mengandung
serat tinggi setidaknya mengandung 6 gram serat pangan per 100 gram bahan
(IFST 2007). Total serat pangan mi sagu kering Spirulina konsentrasi 12,14 %
adalah 3,05 %, sehingga dapat diklaim bahwa mi sagu kering tersebut merupakan
sumber serat.
Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut air dan serat tak
larut air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut
didalam air panas. Serat tak larut air tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam
air panas. Serat larut dan tak larut terkandung pada jenis makanan yang sama
memiliki bentuk dan fungsi yang tidak dapat dipilah-pilah menjadi bagian tersendiri.
Kedua serat ini memiliki bentuk menyatu dan saling terikat menjadi satu yang akan
melakukan pekerjaan tertentu dan bekerja saling melengkapi satu sama lain
(Lubis 2009).
Nutrution fact labels (goals for American intake) menyarankan 25 g serat
pangan untuk 2000 kkal konsumsi energi per hari atau 30 g serat pangan untuk
konsumsi energi 2500 kkal per hari. Anjuran konsumsi serat pangan untuk
Indonesia adalah 25 gram per orang per hari, dengan catatan yang dimaksud dengan
kadar serat adalah berdasarkan hasil analisis enzimatik (pepsin dan pankreatin) dan
bukan berdasarkan analisis serat kasar (crude fibre) (Winarno dan
Kartawidjajaputra 2007).
25
Antioksidan
Kalkulasi presentasi antioksidan yang dibutuhkan untuk mereduksi 50%
DPPH yang ditambahkan disebut IC50. Perbedaan konsentrasi Spirulina
memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05) terhadap nilai IC50 (Tabel 3). Hasil
uji lanjut Duncan menunjukkan nilai IC50 dari masing-masing konsentrasi saling
berbeda nyata. Nilai IC50 berkisar antara 1440,38 – 1986,57 ppm. Semakin besar
konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka nilai IC50 dari mi sagu semakin
menurun yang berarti bahwa nilai antioksidannya semakin meningkat. Hal tersebut
disebabkan Spirulina yang digunakan memiliki nilai IC50 501,50 ppm. Spirulina
yang ditambahkan pada mi mampu mereduksi DPPH yang merupakan radikal pada
pengujian antioksidan, sehingga semakin besar konsentrasi Spirulina di dalam mi,
maka semakin banyak DPPH yang tereduksi.
Molyneux (2004) menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan dapat diketahui
melalui pengukuran absorbansi larutan sampel yang telah ditambah dengan larutan
2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH). Mekanisme penangkapan radikal
DPPH yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang menyebabkan
peredaman warna radikal pikrilhidrazil yang berwarna ungu menjadi pikrilhidrazin
berwarna kuning.
Aktivitas air (aw)
Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap aktivitas air (Tabel 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
aktivitas air pada konsentrasi 4,85 % tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
12,14 %, namun keduanya berbeda nyata dengan konsentrasi 2,43 %.
Mi sagu kering Spirulina memiliki nilai aw antara 0,72 – 0,75. Perbedaan nilai
aw tersebut diduga karena adanya perbedaan kandungan protein dari mi sagu kering.
Semakin besar kandungan protein mi, maka jumlah air yang terikat semakin besar
akibat adanya ikatan hidrogen. Ketidakseragaman ukuran helaian mi dan
penumpukan helaian mi ketika proses pengeringan diduga juga mempengaruhi
aktivitas air dari mi karena air yang menguap dari mi menjadi tidak seragam dan
mempengaruhi jumlah air bebas di dalam mi tersebut.
Bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif
dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan
(Saenab et al. 2010). Aktivitas air dapat diturunkan dengan pengeringan atau
penambahan senyawa yang mampu mengikat air seperti gula dan garam. Kisaran
aw untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8 - 0,9, dan kapang 0,6 - 0,7
(Winarno 2004). Faktor yang mempengaruhi pembentukan air bebas adalah
interaksi antara kelembapan relatif lingkungan dengan kandungan air di dalam
bahan pangan. Rentang aw yang dimiliki oleh mi sagu kering Spirulina berada pada
kisaran pertumbuhan kapang, sehingga mi sagu ini memiliki kemungkinan untuk
ditumbuhi oleh kapang. Namun pada rentang tersebut khamir dan bakteri tidak
dapat tumbuh.
26
Karakteristik Fisik Mi Sagu Kering Spirulina
Analisis fisik terhadap mi sagu kering Spirulina meliputi daya serap air,
kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss), waktu pemasakan (cooking
time), kekerasan, kelengketan, dan kekenyalan. Data analisis fisik kemudian diuji
dengan rancangan acak lengkap (Lampiran 6). Faktor perlakuannya adalah
penambahan Spirulina dengan konsentrasi 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %. Data sifat
fisik mi sagu kering Spirulina disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Data sifat fisik mi sagu kering Spirulina
Kandungan Perlakuan Konsentrasi Spirulina
Litelatur 2,43 % 4,85 % 12,14 %
Daya serap air (%) 102,82 a ± 0,76 100,28 ab ± 1,45 97,10 b ± 0,90 - Kehilangan padatan akibat pemasakan (%)
11,93 a ± 1,57 12,79 a ± 1,73 14,39 a ± 1,88 -
Waktu optimum pemasakan (menit)
15,17 a ± 0,14 16,75 b ± 0,25 17,58 c ± 0,29 8,0 – 12,5 *
Kekerasan (gf) 325,50 a ± 1,97 367,53 ab ± 1,94 379,60 b ± 1,95 1280,7 gf ** Kelengketan (gf) -17,42 a ± 2,27 -20,90 a ± 1,56 -26,50 b ± 1,74 -2,9 gf ** Kekeknyalan (gs) 0,74 a ± 0,05 0,78 a ± 0,02 0,76 a ± 0,03 -
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
(dengan uji Duncan).
* Litaay (2012)
** Sugiyono et al. (2009)
Daya serap air
Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap daya serap air (Tabel 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa daya serap air pada konsentrasi 2,43 % dan 12,14 % saling berbeda nyata,
namun keduanya tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 4,85 %. Semakin besar
konsentrasi Spirulina yang digunakan, akan menurunkan daya serap air mi sagu.
Hal tersebut karena kaitan sifat retrogradasi dari mi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peristiwa retrogradasi adalah tipe pati,
konsentrasi pati, prosedur pemasakan, suhu, waktu penyimpanan, pH, prosedur
pendinginan, dan keberadaan komponen lain (Swinkels 1995). Spirulina
merupakan komponen lain yang bukan pati pada mi sagu diduga dapat mengganggu
peristiwa retrogradasi pati pada mi. Semakin banyak penambahan Spirulina maka
ikatan antarmolekul pati semakin terganggu sehingga menurunkan sifat
retrogradasi mi yang kemudian berkontribusi pada penurunan daya serap airnya.
Eliasson dan Kim (1992) menyebutkan bahwa retrogradasi pati yang digunakan
pada bahan baku mi akan mempengaruhi daya serap air dari mi tersebut. Richana
dan Widaningrum (2009) menyebutkan bahwa semakin tinggi sifat retrogradasi
yang dimiliki maka daya serap airnya semakin meningkat, sebaliknya jika sifat
retrogradasi yang dimiliki semakin rendah maka daya serap air semakin menurun.
Semakin tinggi daya serap air mi, maka mi tersebut lebih mudah untuk menjadi
lunak.
27
Kehilangan padatan akibat pemasakan
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) biasa disebut juga cooking
loss. Richana dan Widaningrum (2009) melaporkan mi yang baik diharapkan
mempunyai nilai KPAP yang rendah. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak
memberikan pengaruh yang berbeda (p>0,05) terhadap KPAP (Tabel 4). KPAP
yang dimiliki mi sagu kering berkisar antara 11,93 % hingga 14,39 %. Hal ini sesuai
dengan penelitian Litaay (2012) yang melaporkan bahwa penambahan tepung ikan
cakalang tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap KPAP dari mi
sagu. Richana dan Widaningrum (2009) melaporkan KPAP mi dipengaruhi oleh
jumlah total padatan tepung. Tam et al. (2004) melaporkan total padatan mi yang
tinggi diikuti oleh retrogradasi yang tinggi dan KPAP yang rendah.
Waktu optimum pemasakan Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap waktu optimum pemasakan (Tabel 4). Hasil uji lanjut Duncan
menujukkan penambahan konsentrasi Spirulina 2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 % saling
berbeda nyata. Semakin besar konsentrasi Spirulina yang digunakan, maka semakin
lama waktu optimum pemasakan yang diperlukan. Waktu optimum pemasakan
berkisar antara 15,17 – 17,58 menit. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian
Litaay (2012) yang menyebutkan bahwa cooking time dari mi sagu berkisar antara
8,0 – 12,5 menit. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan metode
pembuatan mi yang digunakan.
Faktor yang mempengaruhi waktu optimum pemasakan dari mi adalah
retrogradasi. Retrogradasi yang terjadi pada mi sagu kering Spirulina dapat
dipengaruhi oleh penambahan Spirulina pada adonan mi. Semakin banyak
penambahan Spirulina maka ikatan antarmolekul pati semakin terganggu sehingga
menurunkan sifat retrogradasi mi yang kemudian berkontribusi pada penurunan
daya serap air dan waktu optimum pemasakan dari mi tersebut.
Waktu optimum pemasakan dari mi akan berbanding terbalik dengan
kemampuan daya serap air yang dimilikinya. Kandungan protein dari mi dapat
mempengaruhi waktu optimum pemasakan. Semakin besar penambahan
konsentrasi Spirulina maka kandungan protein yang dimiliki akan semakin
meningkat dan waktu optimum pemasakan yang dimiliki akan semakin lama. Hasil
ini didukung oleh hasil penelitian dari Park dan Baik (2004) yang melaporkan
bahwa waktu optimum pemasakan dari mi dapat dipengaruhi oleh kandungan
amilosa dan proteinnya. Semakin tinggi protein maupun amilosa waktu optimum
pemasakan semakin lama.
Kekerasan Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap kekerasan mi (Tabel 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
penambahan konsentrasi Spirulina 2,43 % dan 12,14 % saling berbeda nyata,
namun keduanya tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 4,85 %. Kekerasan mi
berkisar antara 325,50 – 379,60 gf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
kekerasan mi jauh lebih baik daripada mi instan sagu, yaitu 1280,7 gf (Sugiyono et
al. 2009). Semakin besar penambahan konsentrasi Spirulina pada adonan, maka
kekerasan dari mi semakin meningkat karena dipengaruhi proses retrogradasi pati
28
yang terjadi. Penambahan Spirulina menyebabkan ikatan antarmolekul pati
terganggu sehingga menurunkan sifat retrogradasi mi yang kemudian berkontribusi
pada peningkatan kekerasan dari mi tersebut.
Kemampuan daya serap air dari mi juga mempengaruhi kekerasan dari mi
tersebut. Semakin besar kemampuan mi menyerap air, maka mi tersebut menjadi
semakin lunak. Richana dan Widaningrum (2009) menyebutkan bahwa semakin
tinggi nilai daya serap air menyebabkan mi yang direbus menjadi mudah lunak.
Kelengketan Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda
(p<0,05) terhadap kelengketan mi (Tabel 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa kandungan kelengketan pada konsentrasi 2,43 % tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 4,85 %, namun keduanya masing-masing berbeda nyata dengan
konsentrasi 12,14 %. Nilai kelengketan mi berkisar antara -17,42 – -26,50 gf.
Semakin besar nilai minus dari kelengketan mi, maka semakin lengket. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mi sagu yang dihasilkan memiliki sifat yang jauh
lebih lengket daripada mi instan sagu yang memiliki nilai kelengketan -2,9 gf
(Sugiyono et al. 2009). Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan metode
pembuatan mi yang digunakan yang menyebabkan perbedaan kemampuan sifat
retrogradasi yang mempengaruhi kelengketan. Penambahan konsentrasi Spirulina
berbanding lurus dengan kelengketan mi yang dihasilkan. Kelengketan mi ini juga
berbanding lurus dengan kekerasan dan KPAP, yaitu semakin besar nilai kekerasan
dan KPAP, maka mi tersebut semakin lengket.
Kelengketan disebabkan oleh adanya fraksi amilosa terlarut yang terlepas dari
granula pati. Selain itu, kelengketan pada permukaan mi juga disebabkan karena
terurainya matriks protein dan pengembangan yang berlebihan dari granula pati
(Merdianti 2008). Ketika proses perebusan mi, amilosa akan terlarut ke dalam air
rebusan, sehingga kadar amilosanya akan berkurang. Hal tersebut menyebabkan mi
menjadi lengket.
Kekenyalan Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda
(p>0,05) terhadap kekenyalan dari mi sagu kering Spirulina. Kekenyalan mi sagu
berkisar antara 0,74 gs hingga 0,76 gs. Nilai kekenyalan yang semakin mendekati
angka 1, maka mi tersebut akan semakin kenyal yaitu mi dapat kembali ke bentuk
awalnya.
Kekenyalan pada mi sagu berasal dari bahan baku yang digunakan, yaitu
tepung sagu. Tepung sagu yang dipanaskan akan mengalami gelatinisasi dan
retrogradasi yang akan berkontribusi untuk membentuk kekenyalan dari mi.
Karaginan juga berkontribusi membentuk kekenyalan dari mi sagu akibat adanya
interaksi antara amilosa dengan hidrokoloid yang meningkatkan viskositas dari pati
karena hidrokoloid yang dapat mengikat air. Karaginan dapat mengikat
makromolekul seperti protein yang dapat meningkatkan kekentalan adonan dan
dapat membentuk gel.
29
Formula Terbaik Mi Sagu Kering Spirulina
Formula terbaik ditentukan berdasarkan hasil analisis kimia dan sifat fisik
dari mi sagu kering Spirulina. Rekapitulasi komposisi kimia dan sifat fisik mi
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rekapitulasi komposisi kimia dan sifat fisik mi sagu kering Spirulina.
Kandungan Perlakuan Konsentrasi Spirulina
Literatur Kontrol 2,43 % 4,85 % 12,14 %
Kadar air (% bb) 12,03 a ± 0,27 12,42 a ± 1,25 12,77 a ± 0,46 12,88 a ± 0,58 14,5 % * Kadar abu (% bk) 0,45 a ± 0,00 0,64 b ± 0,07 0,79 c ± 0,01 1,14 d ± 0,00 0,46 % ** Kadar protein (% bk) 0,92 a ± 0,08 1,99 b ± 0,02 3,08 c ± 0,14 5,06 d ± 0,14 0,37 % ** Kadar lemak (% bk) 0,22 a ± 0,00 0,23 a ± 0,00 0,23 a ± 0,13 0,30 a ± 0,00 0,52 % ** Kadar karbohidrat (by difference) (% bk)
98,40 a ± 0,07 97,13 b ± 0,09 95,90 c ± 0,16 93,53 d ± 0,13 88,67 % **
Total serat pangan (%) 1,59 a ± 0,07 2,35 b ± 0,19 2,63 b ± 0,25 3,05 c ± 0,03 -
IC50 Antioksidan (%) - 1986,57 a ± 1,43 1751,21 b ± 3,90 1440,38 c ± 3,40 - Aktivitas air - 0,72 a ± 0,00 0,74 b ± 0,00 0,75 b ± 0,01 - Daya serap air (%) - 102,82 a ± 0,76 100,28 ab ± 1,45 97,10 b ± 0,90 - Kehilangan padatan akibat pemasakan (%)
- 11,93 a ± 1,57 12,79 a ± 1,73 14,39 a ± 1,88
-
Waktu optimum pemasakan (menit)
- 15,17 a ± 0,14 16,75 b ± 0,25 17,58 c ± 0,29 8,0 – 12,5 ***
Kekerasan (gf) - 325,50 a ± 1,97 367,53 ab ± 1,94 379,60 b ± 1,95 1280,7 gf ****
Kelengketan (gf) - -17,42 a ± 2,27 -20,90 a ± 1,56 -26,50 b ± 1,74 -2,9 gf **** Kekeknyalan (gs) - 0,74 a ± 0,05 0,78 a ± 0,02 0,76 a ± 0,03 -
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
(dengan uji Duncan).
* BSN (2000)
** Widaningrum et al. (2005)
*** Litaay (2012)
**** Sugiyono et al. (2009)
Berdasarkan hasil analisis kimia dan fisik mi, dapat disimpulkan bahwa mi
sagu kering Spirulina dengan konsentrasi 12,14 % adalah formula terbaik karena
memiliki nilai gizi, antioksidan, dan serat yang paling tinggi. Mi sagu kering
Spirulina dengan konsentrasi 12,14 % selanjutnya akan dihitung angka kecukupan
gizinya.
Angka Kecukupan Gizi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau biasa dikenal dengan
Recommended Dietary Allowances (RDA) yaitu taraf konsumsi zat-zat gizi esensial,
yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat
(Almatsier 2006). Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa semakin besar
penambahan Spirulina pada mi, maka nilai gizinya semakin besar pula (perhitungan
informasi nilai gizi pada Lampiran 7). Mi sagu kering Spirulina dengan takaram
saji 80 g dapat menyumbang energi total hingga 203 kkal. Kebutuhan energi untuk
orang dewasa per harinya yaitu 2000 kkal, karbohidrat 300 g, protein 60 g, lemak
62 g, dan serat pangan 25 g (BPOM 2007). Informasi gizi mengenai Angka
Kecukupan Gizi dari mi sagu kering Spirulina disajikan pada Tabel 6.
30
Tabel 6 Informasi nilai gizi mi sagu kering.
Konsentrasi Spirulina 12,14 %
Takaran Saji 80 g
Energi Total 203 kkal
% AKG*
Protein 10 %
Lemak 0 %
Karbohidrat 39 %
Serat Pangan 15 %
Keterangan: *sesuai dengan kebutuhan energi per hari 2000 kkal.
Mi sagu kering Spirulina dengan konsentrasi 12,14 % mengandung 10 gram
Spirulina dalam setiap takaran sajinya. Anjuran untuk mengonsumsi mi sagu kering
Spirulina tidak lebih dari satu takaran saji per hari. Pembatasan konsumsi ini
dianjurkan karena Spirulina mengandung asam nukleat dan purin. Sotiroudis dan
Sotiroudis (2013) melaporkan bahwa dosis konsumsi Spirulina untuk orang dewasa
adalah 3 – 10 gram per hari. Spirulina mengandung asam nuklaet dan purin yang
dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam tubuh. Kadar asam urat yang tinggi
dapat menyebabkan kondisi patologis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil uji organoleptik parameter tekstur secara hedonik menunjukkan
konsentrasi karaginan terbaik yaitu 0,2 %. Hasil uji organoleptik dan uji indeks
kinerja dengan metode bayes menunjukkan tiga konsentrasi Spirulina terpilih, yaitu
2,43 %, 4,85 %, dan 12,14 %. Formula terbaik dari mi sagu kering Spirulina yaitu
dengan konsentrasi 12,14 % dengan kadar air 12,88 % bb, kadar abu 1,14 % bk,
kadar protein 5,06 % bk, kadar lemak 0,30 % bk, kadar karbohidrat 93,53 % bk,
total serat pangan 3,05 %, IC50 antioksidan 1440 ppm, dan aktivitas air 0,75.
Karakteristik fisik mi dengan konsentrasi 12,14 % memiliki nilai daya serap air
97,10 %, kehilangan padatan akibat pemasakan 14,39 %, waktu optimum
pemasakan 17,58 menit, kekerasan 379,60 gf, kelengketan -26,50 gf, dan
kekenyalan 0,76 gs. Informasi nilai gizi dari mi konsentrasi 12,14 % dengan takaran
saji 80 gram memiliki energi total 203 kkal, % AKG protein 10 %, % AKG lemak
0 %, % AKG karbohidrat 39 %, dan % AKG serat pangan 15 %.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu dilakukan perbaikan dalam
karakteristik fisik mi sagu dengan konsentrasi terbaik. Perlu dilakukan juga analisis
mikrobiologis dan pendugaan umur simpan untuk mengetahui daya awet dari mi
sagu kering Spirulina.
31
DAFTAR PUSTAKA
[AACC] American Association of Cereal Chemists. 1999. AACCI method 66-
50.01, pasta and noodle cooking quality – firmness. Di dalam: AACC
International Approved Methods of Analysis, Eleventh Edition. St. Paul
(USA): AACC International.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
AOAC International. 1980. Official Methods of Analysis of the AOAC, 13th
Edition, Water Activity: 32.004-32.009.
Anggadireja JT, Zatnika A, Purwanto H, Istini S. 2006. Rumput Laut. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Barus DA. 2013. Kandungan fikosianin, protein, dan antioksidan Spirulina
plantesis yang ditumbuhkan dalam media dan umur kultivasi berbeda.
[skripsi] Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
[BBPPPP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2012.
Mi sagu: perbaikan mi gleser dengan sentuhan teknologi.
www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr271055.pdf [22 September
2012].
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan Label Gizi Produk
Pangan. Jakarta (ID): Pemerintahan Indonesia.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2987-1992 Mi Basah. Jakarta
(ID): BSN.
. 2000. SNI 01-3551-2000 Mi Instan.
Jakarta (ID): BSN.
. 2006a. SNI 01-2354.1-2006 Cara Uji Kimia
- Bagian 1: Penentuan Kadar Abu pada Produk Perikanan. Jakarta (ID): BSN.
. 2006b. SNI 01-2354.2-2006 Cara Uji Kimia
- Bagian 2: Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. Jakarta (ID): BSN.
. 2006c. SNI 01-2354.3-2006 Cara Uji Kimia
- Bagian 3: Penentuan Kadar Lemak Total pada Produk Perikanan. Jakarta
(ID): BSN.
. 2006d. SNI 01-2354.4-2006 Cara Uji Kimia
- Bagian 4: Penentuan Kadar Protein dengan Metode Total Nitrogen pada
Produk Perikanan. Jakarta (ID): BSN.
. 2011. SNI 2346:2011 Petunjuk Pengujian
dan atau Sensori pada Produk Perikanan. Jakarta (ID): BSN.
Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001. Bihon-type noodles krom heat-
moisture-treated sweet potato starch. Journal of Food Science 66(1): 604-609.
32
Eliasson A.C and H.R. Kim. 1992. Changes in rheological properties of
hydroxypropyl potato starch pastes uring freeze–thaw treatments. I. A
rheological approach for evaluation of freeze–thaw stability. J. Texture
Studies 23 : 279–293.
Estrada JEP, Bescós PB, del Fresno AMV. 2001. Antioxidant activity of different
fractions of Spirulina platensis protean extract. Il Farmaco 56 : 497-500.
Fu BX. 2008. Asian noodles: history, classification, raw materials, and processing.
Food Research International 41 : 888–902.
Haliza W, Purwani EY, Yuliani S. 2006. Evaluasi kadar pati tahan cerna (PTC) dan
nilai indeks glikemik mi sagu. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan 17(2):
149-152.
Haryanto B, Pangloli P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Henrikson R. 2009. Earth Food Spirulina. Ed Ke-6. Hawai (US): Ronore Interprise,
Inc.
Herawati D, Kusnandar F, Sugiyono, Thahir R, Purwani EY. 2010. Pati sagu
termodifikasi HMT (Heat Moisture-Treatment) untuk peningkatan kualitas
bihun sagu. J. Pascapanen 7(1): 7-15.
[IFST] Institute of Food Science and Technology. 2007. Dietary Fiber. London
(US): Cambridge Court.
Litaay C. 2012. Fortifikasi tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terhadap
karakteristik mie sagu. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Lubis Z. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor (ID): IPB Press.
Marimin. 2006. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo.
Merdiyanti A. 2008. Paket teknologi pembuatan mi kering dengan memanfaatkan
bahan baku tepung jagung. [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mišurcová L, Kráčmar S, Kjeldus B, Vacek J. 2010. Nitrogen content, dietary fiber,
and digestibility in algal food products. Czech J. Food Sci. 28(1): 27-35.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radikal diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. J. Sci. Techno. 26(2): 211-219.
Nurhayat W. 2013. Konsumsi beras tertinggi di dunia, orang Indonesia rawan kena
diabetes. [terhubung berkala] http://finance.detik.com/read/
2013/07/17/152223/2305835/4/ konsumsi-beras-tertinggi-di-dunia-orang-
indonesia-rawan-kena-diabetes [25 Februari 2014].
Oh NH, Seib PA, Chung DS. 1985. Noodles III. Effect of processing variables on
the quality characteristic of dry noodles. Cereal Chem. 62(6): 437-440.
Park CS, Baik BK. 2004. Cooking time of white salted noodles and its relationship
with protein and amylose content of wheat. J. Cereal Chemistry 81(2):165-
171.
33
Parker R. 2003. Introduction to Food Science. New York (US): Delmar-Thomson
Learning.
[PDSI] Pusat Data, Statistik, dan Informasi. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2013. Jakarta (ID): Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
[PDSIP] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Statistik Pertanian 2013.
Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian
Pertanian.
Persagi. 2005. Daftar Komposisi Bahan Pangan. Jakarta (ID): DPP Persagi.
Puri TUR. 2012. Mie basah fortifikasi Spirulina dan kerusakan mikrobiologis pada
penyimpanan suhu chilling. [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Purwani EY, Setiawati Y, Setianto H, Widaningrum. 2006a. Karakteristik dan Studi
Kasus Penerimaan Mi Sagu oleh Masyarakat di Sulawesi Selatan. Agritech
26 (1) : 24-33.
Purwani EY, Widaningrum, Thahir R, Muslich. 2006b. Effect of heat moisture
treatment of sago starch on its noodle quality. Indonesian Journal of
Agricultural Science 7(1): 8-14.
Ramdhani AF, Harijono, Saparianti E. 2013. Pengaruh penambahan karaginan
terhadap karakteristik pasta tepung garut dan kecambah kacang tunggak
sebagai bahan baku bihun. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (4): 41-49.
Richana N, Widaningrum. 2009. Penggunaan tepung dan pasta dari beberapa
varietas ubi jalar sebagai bahan baku mi. J. Pascapanen 6(1): 43-53.
Saenab A, Laconi EB, Retnani Y, Mas’ud MS. 2010. Evaluasi kualitas pelet ransum
komplit yang mengandung produk samping udang. JITV (1):31-39.
Sotiroudis TG, Sotiroudis GT. 2013. Health aspects of Spirulina (Arthrospira)
microalga Food supplement. J. Serb. Chem. Soc. 78 (3) : 395–405.
Spolaore P, Cassan CJ, Duran E, Isambert A. 2006. Commercial application of
microalgae. Journal of Bioscience and Bioengineering 101 (2): 87-96.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan : B
Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia.
Sugiyono, Thahir R, Kusnandar F, Purwani EY, Herawati D. 2009. Peningkatan
kualitas mi instan sagu melalui modifikasi heat moisture treatment. Prosiding
Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB. Bogor (ID): IPB.
Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1993. Metode Analisis Komposisi
Zat Gizi Makanan. Bogor (ID): Jurusan GMSK. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Suswono. 2010. Percepatan dan pengembangan sagu sebagai bahan pangan dan
bioenergi berwawasan lingkungan. Prosiding Semiloka Nasional Sagu.
Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
34
Swinkels JJM. 1995. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam:
Beynum V ,Roels JA (eds). Starch Conversion Tehnology. New York (US):
Marcel Dekker Inc..
Tam LM, Corke H, Tan WT, Li JS, Collado LS. 2004. Production of bihon-type
noodles from maize starch differing in amylose content. J.Cereal Chemistry
81 (4): 475–480.
Tietze HW. 2004. Spirulina, Micro Food Macro Blessing. New South Wales (AU):
Harald W. Tietze Publishing.
Ulfah M. 2009. Pemanfaatan iota karaginan (Eucheuma spinosum) dan karaginan
(Kappaphycus alvarezii) sebagai sumber serat untuk meningkatkan
kekenyalan mie kering. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Uslu LH, Işık O, Sayin S, Durmaz Y. Göksan T, Gökpınar Ş. 2009. The effect of
temperature on protein and amino acid composition of Spirulina platensis.
E.U. Journal of Fisheries & Aquatic Sciences 26 (2): 139-142.
Wahyudi M, Kusningsih. 2008. Teknik pengeringan mi sagu dengan menggunakan
pengering rak. Buletin Teknologi Pertanian 13 (2): 62-64.
Widaningrum, Santosa BA, Purwani EY. 2005. Penelitian pengaruh suhu
pemeraman terhadap kualitas mi sagu dan kadar resistant starch (RS).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi lnovatlf Pascapanen untuk
Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian.
[WINA] World Instant Noodles Association. 2014. Global demand for instan
noodle. [terhubung berkala] http://instantnoodles.org/noodles/expanding-
market.html [10 Mei 2014].
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dam Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG, Kartawidjajaputra F. 2007. Pangan Fungsional dan Minuman Energi.
Bogor (ID): Mbrio Press.
Wirakartakusumah MA, Subarna, Arpah M, Syah D, Budiawati SI. 1992. Peralatan
dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor (ID): DEPDIKBUD, Dirjen Dikti,
PAU, IPB.
Yudiati E, Sedjati S, Sunarsih, Agustian R. 2011. Aktivitas antioksidan dan
toksisitas ekstrak metanol dan pigmen kasar Spirulina sp. Ilmu Kelautan 16
(4): 187 – 192.
35
LAMPIRAN
36
37
Lampiran 1 Komposisi kimia Spirulina plantesis, sagu, dan karaginan
Kandungan Spirulina plantesis Tepung sagu Karaginan
Kadar air (% bb) 9,05 13,33 13,92
Kadar abu (% bk) 6,39 0,58 19,40
Kadar abu tak larut
asam (%)
- - 0
Kadar protein (% bk) 55,52 1,91 -
Kadar lemak (% bk) 1,88 0,30 -
Kadar karbohidrat
(by difference)
36,21 97,21 -
Kadar sulfat (%) - - 12,69
Lampiran 2 Perhitungan besar konsentrasi Spirulina yang ditambahkan.
Bobot mi sagu kering tanpa penambahan Spirulina dalam satu kali pencetakan
yaitu 194,4 gram.
JumLah bahan baku yang digunakan 200 gram.
Serving size mi instan pada umumnya 80 gram.
Dosis Spirulina per hari 2-10 gram.
Perhitungan:
194,4 gram / 80 gram = 2,43
Maka, dalam satu kali pencetakan menghasilkan 2,43 serving size.
a. Jika dalam satu sering size mengandung 2 gram Spirulina, maka jumlah
Spirulina yang ditambahkan pada adonan mi adalah: 2,43 x 2 gram = 4,86 gram
Jika dijadikan persentase: (4,86 gram / 200 gram) x 100 % = 2,43 %
b. Jika dalam satu sering size mengandung 4 gram Spirulina, maka jumlah
Spirulina yang ditambahkan pada adonan mi adalah: 2,43 x 4 gram = 9,72 gram
Jika dijadikan persentase: (9,72 gram / 200 gram) x 100 % = 4,85 %
c. Jika dalam satu sering size mengandung 6 gram Spirulina, maka jumlah
Spirulina yang ditambahkan pada adonan mi adalah: 2,43 x 6 gram = 14,58 gram
Jika dijadikan persentase: (14,58 gram / 200 gram) x 100 % = 7,28 %
d. Jika dalam satu sering size mengandung 8 gram Spirulina, maka jumlah
Spirulina yang ditambahkan pada adonan mi adalah: 2,43 x 8 gram = 19,44 gram
Jika dijadikan persentase: (19,44 gram / 200 gram) x 100 % = 9,71 %
e. Jika dalam satu sering size mengandung 10 gram Spirulina, maka jumlah
Spirulina yang ditambahkan pada adonan mi adalah: 2,43 x 10 gram = 24,3 gram
Jika dijadikan persentase: (24,3 gram / 200 gram) x 100 % = 12,15 %
38
Lampiran 3 Hasil uji kruskall-wallis dan uji lanjut Dunn organoleptik mi sagu
kering Spirulina.
a. Perankingan Kode N Mean Rank
Kenampakan
Kontrol 30 58,40
2,43 % 30 116,83
4,85 % 30 112,98
7,28 % 30 88,27
9,71 % 30 87,93
12,14 % 30 78,58
Total 180
Aroma
Kontrol 30 70,82
2,43 % 30 81,18
4,85 % 30 96,72
7,28 % 30 100,65
9,71 % 30 90,52
12,14 % 30 103,12
Total 180
Tekstur
Kontrol 30 92,53
2,43 % 30 90,32
4,85 % 30 102,95
7,28 % 30 83,30
9,71 % 30 81,07
12,14 % 30 92,83
Total 180
Warna
Kontrol 30 56,97
2,43 % 30 105,92
4,85 % 30 112,70
7,28 % 30 95,73
9,71 % 30 86,73
12,14 % 30 84,95
Total 180
Rasa
Kontrol 30 80,02
2,43 % 30 89,85
4,85 % 30 97,35
7,28 % 30 97,67
9,71 % 30 86,63
12,14 % 30 91,48
Total 180
b. Nilai tes statistik.
Kenampakan Aroma Tekstur Warna Rasa
Chi-Square 27,283 9,032 3,489 21,917 2,615
df 5 5 5 5 5
Asymp. Sig. 0,000 0,108 0,625 0,001 0,759
Keterangan: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila nilai
signifikasi < 0,05
39
c. Hasil uji lanjut Dunn parameter kenampakan mi. Nilai kritis = 23,2972
Perlakuan N Subset for alpha = 0,05
Kontrol 30 a
12,14 % 30 a
9,71 % 30 b
7,28 % 30 b c
4,85 % 30 d
2,43 % 30 e
d. Hasil uji lanjut Dunn parameter warna mi. Nilai kritis = 23,2972
Perlakuan N Subset for alpha = 0,05
Kontrol 30 a
12,14 % 30 f
9,71 % 30 b
7,28 % 30 b c
4,85 % 30 b c d
2,43 % 30 d e
40
Lampiran 4 Penilaian indeks kerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori mi
sagu kering Spirulina.
Nilai kepentingan Parameter Nilai kepentingan
Kenampakan 4
Tekstur 4
Rasa 4
Warna 3
Aroma 3
x/y Kenampakan Tekstur Rasa Warna Aroma
Kenampakan 1,00 1,00 1,00 1,33 1,33
Tekstur 1,00 1,00 1,00 1,33 1,33
Rasa 1,00 1,00 1,00 1,33 1,33
Warna 0,75 0,75 0,75 1,00 1,00
Aroma 0,75 0,75 0,75 1,00 1,00
Perkalian dengan matriks sekawan (matriks A x A = B)
[ 1,00 1,00 1,00 1,33 1,331,00 1,00 1,00 1,33 1,331,00 1,00 1,00 1,33 1,330,75 0,75 0,75 1,00 1,000,75 0,75 0,75 1,00 1,00]
[ 1,00 1,00 1,00 1,33 1,331,00 1,00 1,00 1,33 1,331,00 1,00 1,00 1,33 1,330,75 0,75 0,75 1,00 1,000,75 0,75 0,75 1,00 1,00]
Matrix B =
[ 5,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.653,75 3,75 3,75 5,00 4,993,75 3,75 3,75 5,00 4,99]
Perkalian dengan matriks sekawan (matriks B x B = C)
[ 5,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.653,75 3,75 3,75 5,00 4,993,75 3,75 3,75 5,00 4,99]
[ 5,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.655,00 5,00 5,00 6.66 6.653,75 3,75 3,75 5,00 4,993,75 3,75 3,75 5,00 4,99]
Matriks C =
[ 124,91 124,91 124,91 166,45 166,17124,91 124,91 124,91 166,45 166,17124,91 124,91 124,91 166,45 166,1793,71 93,71 93,71 124,88 124,6693,71 93,71 93,71 124,88 124,66]
41
Pembobotan
PenjumLahan Nilai
Bobot
124,91 124,91 124,91 166,45 166,17 707,35 0,222
124,91 124,91 124,91 166,45 166,17 707,35 0,222
124,91 124,91 124,91 166,45 166,17 707,35 0,222
93,71 93,71 93,71 124,88 124,66 530,67 0,167
93,71 93,71 93,71 124,88 124,66 530,67 0,167
3183,39
Perankingan
Parameter Konsentrasi Nilai
bobot 2,43 % 4,85 % 7,28 % 9,71 % 12,14 %
Kenampakan 5 4 3 2 1 0,222
Tekstur 4 5 2 1 3 0,222
Rasa 3 5 4 1 2 0,222
Warna 4 5 3 2 1 0,167
Aroma 1 3 4 2 5 0,167
Total nilai 3,50 4,44 3,17 1,56 2,33
Rangking 2 1 3 5 4
42
Lampiran 5 Analisis ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar air, abu, protein, lemak,
karbohidrat, serat pangan, antioksidan, dan aktivitas air mi sagu kering Spirulina.
Tabel ANOVA
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Kadar Protein Between
Groups 28,108 3 9,369 789,861 0,000
Within Groups ,095 8 ,012
Total 28,203 11
Kadar Air Between Groups
1,315 3 ,438 ,806 0,525
Within Groups 4,348 8 ,544
Total 5,663 11
Kadar Abu Between
Groups ,756 3 ,252 190,004 0,000
Within Groups ,011 8 ,001
Total ,767 11
Kadar Lemak Between
Groups ,013 3 ,004 ,989 0,446
Within Groups ,035 8 ,004
Total ,047 11
Kadar Karbohidrat
Between Groups
38,756 3 12,919 920,828 0,000
Within Groups ,112 8 ,014
Total 38,868 11
Serat Pangan
Between
Groups 3,434 3 1,145 44,668 0,000
Within Groups ,205 8 ,026
Total 3,639 11
Aktivitas Air Between Groups
,002 2 ,001 16,940 0,003
Within Groups ,000 6 ,000
Total ,003 8
Antioksidan Between
Groups 450337,534 2 225168,767 23464,385 0,000
Within Groups 57,577 6 9,596
Total 450395,111 8
Keterangan: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila nilai
signifikasi < 0,05
Uji lanjut Duncan kadar protein.
Konsentrasi
Spirulina N
Subset for alpha = .05
a b c d
Kontrol 3 0,9264
2,43% 3 1,9944
4,85% 3 3,0833
12,14% 3 5,0658
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
43
Uji lanjut Duncan kadar abu.
Konsentrasi Spirulina
N Subset for alpha = .05
a b c d
Kontrol 3 0,4508
2,43% 3 0,6419
4,85% 3 0,7939
12,14% 3 1,1360
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Uji lanjut Duncan kadar karbohidrat.
Konsentrasi Spirulina
N Subset for alpha = .05
a b c d
Kontrol 3 98,3978
2,43% 3 97,1376
4,85% 3 95,8964
12,14 % 3 93,5310
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Uji lanjut Duncan total serat pangan
Konsentrasi Spirulina
N Subset for alpha = .05
a b c
Kontrol 3 1,5867
2,43% 3 2,3528
4,85% 3 2,6351
12,14% 3 3,0527
Sig. 1,000 0,063 1,000
Uji lanjut Duncan aktivitas air.
Konsentrasi
Spirulina N
Subset for alpha = .05
a b
2,43% 3 0,7163
4,85% 3 0,7420
12,14% 3 0,7543
Sig. 1,000 0,114
44
Lampiran 6 Analisis ANOVA dan uji lanjut Duncan daya serap air, kehilangan
padatan akibat pemasakan, waktu optimum pemasakan, kekerasan, kelengketan,
kekenyalan mi sagu kering Spirulina.
Tabel ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Daya Serap Air
Between Groups
49,252 2 24,626 4,970 0,053
Within Groups 29,733 6 4,955
Total 78,985 8
Kehilangan
Padatan Akibat Pemasakan
Between
Groups 9,283 2 4,641 ,485 0,638
Within Groups 57,403 6 9,567
Total 66,686 8
Waktu Optimum
Pemasakan
Between
Groups 9,042 2 4,521 81,375 0,000
Within Groups ,333 6 ,056
Total 9,375 8
Kekerasan
Between
Groups 4839,216 2 2419,608 5,391 0,046
Within Groups 2692,767 6 448,794
Total 7531,982 8
Kekenyalan
Between
Groups ,002 2 ,001 ,683 0,540
Within Groups ,008 6 ,001
Total ,010 8
Kelengketan
Between Groups
126,001 2 63,000 17,638 0,003
Within Groups 21,432 6 3,572
Total 147,432 8
Keterangan: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila nilai
signifikasi < 0,05.
Uji lanjut Duncan daya serap air.
Konsentrasi
Spirulina N
Subset for alpha = .05
b a
12,14% 3 97,1032
4,85% 3 100,2749 100,2749
2,43% 3 102,8220
Sig. 0,132 0,211
Uji lanjut Duncan waktu optimum pemasakan
Konsentrasi
Spirulina N
Subset for alpha = .05
a b c
2,43% 3 15,1667
4,85% 3 16,7500
12,14% 3 17,5833
Sig. 1,000 1,000 1,000
45
Uji lanjut Duncan kekerasan mi
Konsentrasi Spirulina
N Subset for alpha = .05
a b
2,43% 3 325,5000
4,85% 3 367,5333 367,5333
12,14% 3 379,6000
Sig. 0,051 0,512
Uji lanjut Duncan kelengketan mi
Konsentrasi
Spirulina N
Subset for alpha = .05
b a
12,14% 3 -26,5000
4,85% 3 -20,9000
2,43% 3 -17,4167
Sig. 1,000 0,065
46
Lampiran 7 Perhitungan angka kecukupan gizi mi sagu kering Spirulina
Proksimat mi sagu (per 100 gram)
Kandungan Konsentrasi Spirulina
12,14 %
Kadar Protein (%) 5,06
Kadar Lemak (%) 0,30
Kadar Karbohidrat
(by difference) (%) 93,53
Total Serat Pangan (%) 3,05
Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari (BPOM 2005)
1. Protein : 60 gram/hari
2. Lemak : 62 gram/hari
3. Karbohidrat : 300 gram/hari
4. Serat pangan : 25 gram/hari
Berat serving size mi sagu Spirulina adalah 80 gram dari 100 gram total analisis
proksimat, sehingga nilai proksimat diatas adalah 0,8 bagian dari mi.
Presentasi AKG untuk konsentrasi 12,14 %
a. Protein : (5,06 / 0,8 / 60) x 100 % = 10,54 % = 10 %
Energi dari protein : 10,54 x 4 = 42,16 kkal
b. Lemak : (0,30 / 0,8 / 62) x 100 % = 0,6 % = 0 %
Energi dari lemak : 0,6 x 9 = 5,4 kkal
c. Karbohidrat : (93,53 / 0,8 / 300) x 100 % = 38,97 % = 39 %
Energi dari karbohidrat : 38,97 x 4 = 155,88 kkal
d. Serat pangan : (3,05 / 0,8 / 25) x 100 % = 15,25 % = 15 %
Energi total : 42,16 + 5,4 + 155,88 = 203,44 kkal = 203 kkal
47
Lampiran 8 Rumus perhitungan formulasi
Jika kandungan protein dari mi sagu kering Spirulina yang dibuat ingin bisa
ditentukan sesuai dengan keinginan, maka perlu dicari rumus formulasi protein dari
mi sagu kering Spirulina agar mudah menentukan jumlah Spirulina yang harus
ditambahkan pada formulasi adonan.
Diketahui:
Kandungan protein Spirulina plantesis: 55,52 %
Kandungan protein tepung sagu: 1,91 %
Kandungan protein mi sagu kering Spirulina konsentrasi 12,14 %: 5,05 %
Jumlah Spirulina yang digunakan pada mi sagu konsentrasi 12,14 %: 24,3 gram
Jumlah tepung sagu yang digunakan pada mi sagu konsentrasi 12,14 %:
200 gram
v adalah penyusutan
x adalah kandungan setelah dikurangi penyusutan
w adalah jumlah Spirulina plantesis yang digunakan
y adalah jumlah bahan yang digunakan
z adalah kandungan protein yang diinginkan
𝑦 =𝑥
𝑧
y = 200 gram + w
Jumlah kandungan protein dari Spirulina dan tepung sagu yang digunakan pada
mi sagu konsentrasi 12,14 %:
Spirulina = 24,3 gram x 55,52 % = 13,49 gram
Tepung sagu = 200 gram x 1,91 % = 3,82 gram +
Jumlah = 17,31 gram
Jumlah kandungan protein mi sagu konsentrasi 12,14 % berdasarkan analisis
proksimat: 5,05 % / 100 % = 0,05 gram
Kandungan protein 0,05 gram adalah protein setelah dikurangi penyusutan
protein. Maka untuk mencari besar penyusutan yang terjadi:
0,05 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 − 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
0,05 = 17,31 − 𝑣
224,3
v = 17,31 – 11,215
v = 6,095 gram
Maka untuk menetukan rumus formulasi protein:
Spirulina = w gram x 55,52 % = 0,5552w gram
Tepung sagu = 200 gram x 1,91 % = 3,82 gram +
Jumlah = 0,5552w + 3,82 gram
Kandungan protein setelah penyusutan: x = 0,5552w + 3,82 – 6,095
x = 0,5552w – 2,275... (1)
𝑦 =𝑥
𝑧
y = 200 gram + w
Maka: 𝑥
𝑧= 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 𝑤
x = 200z + wz... (2)
48
Maka untuk rumus untuk mencari w dengan menggunakan persamaan 1 dan 2:
0,5552w – 2,275 = 200z + wz
𝑤 = 2,275 + 200𝑧
0,5552 − 𝑧
Aplikasi penggunaan rumus perhitungan formulasi untuk protein:
Jika mi sagu kering Spirulina yang dihasilkan ingin memiliki kandungan protein
10 %, maka berapa banyak jumlah Spirulina yang harus digunakan?
Diketahui:
Kandungan protein dari 10 % protein = 10 % / 100 % = 0,1 gram
Rumus formulasi protein:
𝑤 = 2,275 + 200𝑧
0,5552 − 𝑧
𝑤 = 2,275 + 200(0,1)
0,5552 − 0,1
w = 48,9345 gram
Maka jumlah Spirulina yang harus ditambahkan pada formulasi adonan sebesar
48,9345 gram atau sebesar 24,47 % dari jumlah tepung sagu yang digunakan.
49
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian
Mi sagu kering Spirulina
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 12
Juli 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan suami istri Iwan Hendrawan
Pratama dan Hildanawati Chandra. Penulis lulus dari SDN
Pengadilan 1 Bogor pada tahun 2003, kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 2006.
Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 5 Bogor dan
lulus pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
sebagai anggota divisi musik Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman Institut
Pertanian Bogor (periode 2010 – 2011), sebagai anggota divisi produksi (periode
2010 – 2011) dan sebagai kepala divisi produksi (periode 2011 – 2012) Fisheries
Processing Club, serta menjadi anggota divisi Biro Kesekretariatan (periode 2011
– 2012) Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan.
Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Biokimia Hasil Perairan
(2011/2012 dan 2012/2013), koordinator asisten praktikum Mata Kuliah
Diversivikasi dan Pengolahan Hasil Perairan (2012/2013), koordinator asisten
praktikum Mata Kuliah Limbah Industri Hasil Perairan (2012/2013), dan asisten
praktikum Mata Kuliah Pengujian Bahan Baku Hasil Perairan (2012/2013). Penulis
juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah PKM-Gagasan Tertulis dan PKM-
Penelitian 2012 yang didanai oleh DIKTI.