Upload
dwi-kurnia-sari
View
28
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hiv
Citation preview
1. Pengertian HIV aids
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan dari beberapa gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Dinkes Nganjuk, 2009:18).
AIDS adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh menurunya system kekebalan tubuh manusia karena terinfeksi HIV (Dinkes Jatim, 2008:31).
AIDS adalah suatu sindrom penyakit defisiensi imunitas selular yang didapat, yang pada penderitannya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut (Unandar B, 1999: 401).
AIDS merupakan gangguan immunodefisiensi yang sekunder yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang telah terisolasi dalam cairan tubuh orang yang terinfeksi (C.Long Barbara, 1996: 572).
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit
walaupun yang sangat ringan sekalipun.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak
atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat
berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus
HIV. (Evi Jayanti, 2008)
2. Epidemiologi
Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui Heteroseksual 48,8%, IDU (Injecting Drug User) 41,5%, dan Homoseksual 3,3%. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (50,07%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,63%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,49%) (Dinkes Nganjuk, 2009: 18).
3. Etiologi dan factor resikoFactor resiko:
Sesuai dengan sifat-sifat AIDS maka kelompok risiko tinggi ini harus mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
1. Aktif dalam perilaku seksual menyimpang. Makin aktif, makin tinggi risikonya. Golongan yang sangat aktif adalah WTS (Wanita Tuna Susila), PTS (Pria Tuna Susila), dan pencari kepuasan seksual (pelanggan WTS atau PTS). Ditinjau dari usianya yang
mempunyai kemungkinan tertinggi untuk berperilaku seksual aktif adalah orang remaja keatas.
2. Kaum biseksual maupun homoseksual
3. Mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seksual dengan orang yang berasal dari daerah-daerah dimana insiden AIDS tinggi. Mereka tinggal di daerah tujuan wisata atau yang senang melayani wisatawan mempunyai peluang yang lebih besar (Depkes RI, 2002: 62).
4. Patofisiologi5. Manifestasi klinis
Infeksi oleh HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Dua minggu setelah penularan beberapa penderita terjadi demam, nyeri tenggorok, keringat pada malam hari, diare. Gejala-gejala ini hilang sendiri, dan setelah itu 6 bulan sampai 8 tahun akan lebih tidak memberi gejala. Pada tahap selanjutnya sistim kekebalan tubuh mulai terganggu dan timbul gejala-gejala dari AIDS related complex berupa demam, berat badan turun lebih dari 10%, diare yang lama atau berulang-ulang, keringat pada malam hari dan perasaan lelah yang berlangsung lebih dari satu bulan. Pada tingkat akhir yang dinamakan AIDS, kekebalan tubuh sudah sangat menurun dan terjadi infeksi berat yang lama atau timbul beberapa jenis kanker dan akhirnya penderita meninggal (Tjahyo D, 2000: 76).
6. Pemeriksaan diagnostic
Dengan tes darah standart (serologi), laboratorium pertama kali melakukan enzyme-linked immunoassay (ELISA atau EIA). Hasil elisa yang negatif berarti tidak terinfeksi. Bila hasilnya positif, laboratorium secara otomatis melakukan tes kedua yang disebut Western blot (WB). Bila kedua tes hasilnya positif, berarti orang tersebut terinfeksi HIV (Joel Gallant, 2010 : 30)
7. Penatalaksanaan
1.Pengobatan medis Sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan (Safri I, 2005 :5).
2.Pengobatan alternatif Berbagai bentuk pengobatan alternatif untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada
perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi baik.
Jadi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS (Wikipedia, 2011: 10)
3.Psikoterapi Begitu besar dampak psikososial bagi penderita HIV/AIDS terhadap stigma / hukuman sosial dari masyarakat sehingga perlu penguatan psikologis bagi penderita (Depkes RI, 2002: 62).
8. Komplikasi9. Fase
TAHAP / FASE HIV/AIDS1. Tahap 1 (tahap Window), infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Lama periode jendela yaitu 1-3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan (Nursalam, 2007: 47).
2. Tahap 2 : Asimptomatik (tanpa gejala), belum ada gejala khas. Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain (Nursalam, 2007 : 47).
3. Tahap 3, keringat berlebihan pada waktu malam hari, diare terus menerus, berat badan terus menurun, pembengkakan kelenjar getah bening, Flu (Dinkes Jatim, 2008 : 31).
4. Tahap 4 (tahap AIDS), system kekebalan tubuh sangat lemah, mulai muncul gejala-gejala infeksi oportunistik (Infeksi yang muncul karena system kekebalan tubuh lemah) diantaranya : infeksi paru (TBC), Infeksi jamur pada mulut (sariawan yang parah), kanker kulit (sarcoma Kaposi), dll (Dinkes Jatim, 2008 : 31).
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi
AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem
ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik
yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus
atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap :
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi
penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus
dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang
sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik.
Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang
rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita
dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat
mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan,
dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara
cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan
keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika
Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200
sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. (Robbins, dkk, 1998 : 143)
10. Pencegahan Puasa seks yaitu tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Setia pada pasangan seks yang sah, tidak berganti-ganti pasangan seks. Pemakaina kondom pada setiap melakukan hubungan seks yang berisiko tertular virus HIV atau penyakit menular seksual lainnya. Tidak menggunakan jarum suntik narkoba secara bergantian. (Tjahyo D, 2000 : 77)
Pencegahan
Ada 3 pola penyebaran virus HIV :
1. Melalui hubungan seksual
2. Melaui darah
3. Melaui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya
Ad.1. Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan
AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah.
HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria
ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan
adalah dengan cara :
• Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin
dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
• Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (homogami)
• Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
• Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
• Tidak melakukan hubungan anogenital.
• Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko
tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
Ad.2. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui darah
terjadi dengan :
− Transfusi darah yang mengandung HIV.
− Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang yang mengidap
HIV tanpa disterilkan dengan baik.
− Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
− Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah
donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta
peralatan canggih karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor
darah hanya dengan uji petik.
− Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila
terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus
di buang.
− Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis
dipakai.
− Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan
secara baku.
− Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam
badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama.
− Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
− Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
Ad.3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya. Penularan
dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di
lahirkan.
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang
terinfeksi HIV tidak hamil.
Ada lima tingkat pencegahan (Five level prevention) menurut Level & Clark, yaitu:
1. Promosi kesehatan (health promotion)
2. Perlindungan khusus (spesific protection)
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
4. Pembatasan cacat (disabaliyi limitation)
5. Rehabilitasi (rehabilitation)
11. ASKEP
Sumber :Siregar,fazidah.2004.online (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf) diakses pada tanggal 16 oktober 2014 pukul 19.17 wib
1. Joel Gallant. (2010), Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS. PT. Indeks : Jakarta
2. Dinkes Nganjuk, (2010), Laporan Kasus HIV/AIDS Kabupaten Nganjuk Tahun 2002-2010. Klinik VCT Adenium : Puskesmas Bagor
http://www.artikelkedokteran.com/818/inveksi-virus-hiv-aids.html