36
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FABRIKASI PAKAN Acara Teknologi Pengolahan Hijauan Disusun Oleh: Kelompok IX Muhammad Nur Kholis (PT/06262) Briyan Ahmad Suparja (PT/06285) Ersthanti Meifrila (PT/06326) Topan Pridani (PT/06343) Irene Vitalis (PT/06355) Asisten : Indri Aditya Saputri LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK

Pengolahan Hijauan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

HMT

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI DAN FABRIKASI PAKAN

Acara Teknologi Pengolahan Hijauan

Disusun Oleh:Kelompok IX

Muhammad Nur Kholis(PT/06262)Briyan Ahmad Suparja(PT/06285)Ersthanti Meifrila (PT/06326)Topan Pridani(PT/06343)Irene Vitalis(PT/06355)

Asisten : Indri Aditya Saputri

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAKBAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAKFAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2014

BAB IPENDAHULUANPakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan dalam upaya memperhatikan dan meningkatkan produktivitas ternak. Pakan memegang peranan dalam biaya produksi paling tinggi yaitu sekitar 60 sampai 70% dan pakan tersebut di Indonesia tidak dapat tersedia sepanjang tahun dengan jumlah yang sama, karena selama musim penghujan produksi hijauan berlimpah sedangkan musim kemarau produksi menurun. Cara untuk mengatasi ke tidak stabilan produksi hijauan tersebut maka harus dilakukan beberapa perlakuan untuk memperpanjang masa simpan sehingga ketika musim kemarau ketika kekurangan pakan masih memiliki cadangan pakan. Salah satu cara yaitu membuat silase. Kendala lain untuk penyediaan pakan untuk kebutuhan ternak yaitu tidak tersedianya lahan yang mencukupi untuk penanaman hijauan pakan sehingga pemberian pakan untuk ternak biasanya menggunakan sisa atau limbah pertanian. Limbah pertanian yang diberikan ke ternak biasanya tanaman yang tidak lagi produktif atau telah tua sehingga untuk meningkatkan kecernaan pakan tersebut dilakukan beberapa perlakuan seperti perlakuan amoniasi dan fermentasi.

TujuanTujuan dari praktikum yaitu meningkatkan kecernaan dan kandungan nutrien pakan terutama jerami melalui beberapa perlakuan antara lain jerami amoniasi dan jerami fermentasi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Hijauan Makan TernakHijauan makanan ternak adalah rerumputan, legum herba, dan legum pohon/semak yang dapat digunakan untuk memberi makan ternak (Rahmat, 1999). Berdasarkan kecepatan fotosintesis hijauan rumput dibagi menjadi dua jalur fotosintesis yaitu C4 (rumput tropik) dan C3 (rumput subtropik). Akibat dari efisiensi fotosintesis pada C4, maka tanaman akan tumbuh dan akan menjadi cepat tua. Akibat dari tingkat keefisienan tanaman C4 tersebut maka tanaman harus dipanen atau dipotong sebelum berbunga karena setelah berbunga kandungan nutriennya semakin berkurang (Utomo, 2003). Hijauan segar. Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disenggut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji-bijian atau jenis kacang-kacangan (Ngadiyono, 2007).Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong atau disenggut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak atau pengelola ternak. Jenis rumput-rumputan antara lain rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput benggala (Panicum maximum), rumput setaria (Setaria sphacelata), rumput brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput mexico (Euchlena mexicana), dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar. Jenis kacang-kacangan antara lain Leucaena leucocephala, Stylosantes guyanensis, Centrocema pubescens, Pueraria phaseoloidesm, Calopogonium muconoidess, dan jenis kacang-kacangan lain. Jenis daun-daunan antara lain daun nangka daun pisang, daun turi,dan petai cina (Ngadiyono, 2007).Hijauan Sisa Tanaman Pangan. Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup ternak yaitu jerami padi, jerami jagung,jerami kacang-kacangan, dan pucuk tebu. Jerami padi sangat potensial sebagai sumber pakan ternak karena mudah didapat, terutama pada musim panen. Namun, kandungan gizi, vitamin dan mineral serta daya cerna jerami padi relatif rendah (Kartasudjana, 2001).Jerami padi masih termasuk hijauan, tapi kualitasnya rendah. Kandungan gizi jerami padi diantaranya protein hanya 3% sampai 5%, padahal hijauan rumput, misalnya rumput gajah mencapai 12% sampai 14%. Demikian pula kadar vitamin dan mineralnya rendah pula, sehingga jerami padi dikategorikan pakan yang miskin. Disamping itu seratnya sangat liat, atau dengan kata lain kecernaannya rendah 25% sampai 45%, tergantung varietasnya (Kartasudjana, 2001).

AmoniasiPengertian Amoniasi. Pengolahan amoniasi adalah suatu proses pemotongan ikatan rantai dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amonia (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, sehingga ikatan bisa terlepas dan berganti ikatan dengan dengan NH3, dan pada saat yang sama sellulosa serta hemisellulosa akan terlepas pada ikatan (Masum, 2011). Jerami padi yang akan diberikan ke ternak sebaiknya melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Salah satunya adalah dengan amoniasi menggunakan urea yang merupakan perlakuan alkali. Perlakuan alkali dapat merenggangkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa, sehingga ikatan lebih longgar, dengan demikian akan memudahkan mikroorganisme memfermentasi selulosa dan hemiselulosa jerami padi (Zulkarnaini, 2009)Dosis amonia yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 sampai 6 % NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, tetapi amonia ini hanya berfungsi sebagai pengawet saja. Bila lebih dari 6 % amonia akan terbuang karena tidak sanggup lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya pemborosan amonia yang berarti kerugian ekonomis saja (Masum, 2011).Tujuan Amoniasi. Faktor makanan adalah sangat penting bagi produksi ternak, produksi yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa makanan yang cukup tersedia. Ternak yang hanya diberi ransum jerami padi saja, berat badannya akan menurun. Jerami padi masih termasuk hijauan, tetapi kualitasnya rendah karena kandungan gizi jerami padi diantaranya protein hanya 3% sampai 5%. Tujuan jerami diberi perlakuan amoniasi antara lain agar kecernaan jerami meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami (Kartasudjana, 2001).Tujuan amoniasi adalah meningkatkan kualitas bahan pakan yang rendah kandungan nutrisi dan daya cerna. Keuntungan amoniasi adalah: kecernaan meningkat, protein meningkat, dan menghambat pertumbuhan jamur (Masum, 2011). Amoniasi dengan urea terhadap pakan serat mampu meningkatkan nilai manfaat pakan tersebut. Peningkatan kecernaan NDF yang diamoniasi dari 23,5% menjadi 52,7%. Penggunaan jerami padi yang diamoniasi dalam ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi, kecernaan bahan kering, pertambahan berat badan. Peningkatan kecernaan bahan organik jerami padi amoniasi sebesar 13% sampai 18% pada ternak domba dan konsumsi bahan kering sebesar 45% pada ternak sapi dibanding yang tidak diamoniasi. Penggunaan jerami amoniasi sampai 100% sebagai pengganti rumput menurunkan pertambahan bobot badan. Penggunaan pakan serat amoniasi sampai 100% pengganti rumput dan disuplementasi dengan daun ubi kayu mampu mendukung laju pertumbuhan ternak yang tinggi (Zain, 2008).Faktor-faktor yang mempengaruhi amoniasi. Faktor-faktor amoniasi dipengaruhi oleh dosis NH3, temperatur, tekanan, lama pengolahan, kelembaban jerami, jenis dan kualitas jerami. Dosis optimal adalah antara 3% sampai 5 % NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, tapi amonia ini hanya akan berfungsi sebagai bahan pengawet saja, bila lebih dari 5 % juga amonia akan terbuang karena tidak mampu lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas. Kerugiannya hanya pemborosan amonia yang berarti kerugian ekonomis saja. Temperatur semakin tinggi maka akan semakin singkat proses amoniasi ini berbeda. Yang paling baik adalah antara 20 sampai 100 derajat celcius. Temperatur rendah di bawah 0 oC proses amoniasi berjalan sangat lambat (Shiddieqi, 2005).Lama pengolahan ialah waktu yang diperlukan untuk proses amoniasi berlangsung. Waktu ini bervariasi pula sejalan dengan temperatur yang berkisar 1 sampai 8 minggu, tergantung metode yang dipergunakan. Waktu yang tersingkat adalah bila menggunakan kontainer kedap udara dengan pemanasan sampai 100 oC. Kelembaban ideal untuk mencapai kandungan protein kasar dan daya cerna optimal adalah antara 30 sampai 50 %. Kurang dari 30 % dan lebih dari 50 % proses amoniasi kurang sempurna (Shiddieqi, 2005).Tiap jenis jerami misalnya jerami padi, jerami gandum sorghum, jagung dan lainlain mempunyai sifat fiksasi berbedabeda bila diolah dengan amonia. Peningkatan kandungan protein kasar misalnya :untuk alfafa jenisjenis legume yang sudah tinggi kadar protein kasarnya tidak dianjurkan untuk diolah dengan amonia, karena pengaruhnya kecil sekali. Jenis hijauan kering berkadar protein tinggi dianjurkan menggunakan dosis rendah (1 sampai 2 %) hanya untuk pengawet saja (Shiddieqi, 2005).Proporsi pemberian ke ternak. Jerami merupakan sisa samping dari pertanian yang kandungan nutrien dan kecernaannya rendah, untuk meningkatkan kualitas dari jerami tersebut dapat dilakukan dengan amoniasi. Keuntungan dari amoniasi adalah meningkatkan protein kasar yang berasal dari NH3. Proporsi pemberian dari jerami amoniasi untuk sapi potong yaitu tidak lebih dari 60% dan harus diimbangi dengan pakan lain seperti konsentrat dan hijauan segar karena untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak Evitayani (2010).

Jerami FermentasiPengertian Fermentasi. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12 sampai 15 ton per hektar satu kali panen, atau 4 sampai 5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Cara baru yang relative murah, praktis, dan hasilnya sangat disukai ternak adalah fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain) (Iksan, 2004).Amoniasi dan fermentasi memiliki perbedaan yang nyata dalam prinsipnya. Amoniasi merupakan suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Iksan, 2004).Proses Fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai starter. Peranan probiotik adalah untuk memecah selulosa menjadi nutrisi yang mudah diserap oleh tubuh ternak. Bahan yang digunakan sebagai starter antara lain starbio, bioplas atau coenzym (Masum, 2011).Fermentasi mencakup semua proses baik aerobik maupun anaerobik untuk menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikrobia. Penguraian berbagai senyawa organik sebagai hasil aktivitas mikrobia tidak harus berlangsung dalam suasana aerob, tetapi juga dalam suasana anaerob tergantung jenis mikrobianya (Darwis, 1990). Prinsip dasar dari proses fermentasi adalah proses enzimatik. Enzim yang diproduksi oleh mikrobia dapat menghidrolisis komponen dinding sel tanaman dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa menjadi molekul yang lebih kecil yaitu disakarida dan monosakarida yang selanjutnya digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan maupun kebutuhan hidup pokok mikrobia tersebut. Salah satu tujuan perlakuan fermentasi adalah untuk memecah ikatan kompleks lignin selulosa dan meningkatkan kandungan selulosa untuk dipecah oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikrobia (Basuki dan Wiryasasmita, 1992).Fermentasi mencakup semua proses baik aerobik maupun anaerobik untuk menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikrobia. Penguraian berbagai senyawa organik sebagai hasil aktivitas mikrobia tidak harus berlangsung dalam suasana aerob, tetapi juga dalam suasana anaerob tergantung jenis mikrobianya (Darwis dan sukura, 1990).Tujuan Fermentasi. Beberapa keuntungan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan di antaranya adalah meningkatkan produksi ternak karena kualitas nutrisi meningkat, mengurangi biaya pakan, penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efektif, lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman dikarenakan ternak yang dihasilkan lebih sedikit kering dan tidak berbau (Masum, 2011).Pemanfaatan jerami yang telah difermentasi untuk menjadi pakan ternak lebih menguntungkan, terutama bagi petani yang juga memiliki ternak, karena mudah didapat dan kandungan nutrisinya sama dengan rumput segar. Jerami yang sudah difermentasikan kandungan proteinnya sama dengan rumput segar sekitar 7%. Proses fermentasi jerami hanya memakan waktu sekitar 21 hari, hanya dengan menebar pupuk urea dan probiotik serta jerami disusun dalam lapisan-lapisan (Amini, 1999).Jerami yang sudah difermentasi ini mempunyai kelebihan yaitu, serat-seratnya sudah terurai sehingga lebih mudah dicerna, jerami fermentasi mengandung nitrogen, serta kadar protein lebih tinggi daripada jerami segar. Saat musim kemarau, pemanfaatan jerami fermentasi ini layak diperhitungkan karena rumput segar biasanya sulit diperoleh. Berbagai upaya boleh dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya di samping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Fermentasi dengan cara fisik misalnya, memerlukan investasi yang mahal, secara kimiawi meninggalkan residu yang mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amonia yang menyengat). Jerami yang sudah difermentasi ini mempunyai kelebihan yaitu, serat-seratnya sudah terurai sehingga lebih mudah dicerna, jerami fermentasi mengandung nitrogen, serta kadar protein lebih tinggi daripada jerami segar (Amini, 1999).Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain adalah konsentrasi garam, suhu dan oksigen. Konsentrasi garam yang dianjurkan adalah 5 sampai 15%. Garam berfungsi untuk menghambat pertumbuhan jenis-jenis mikroorganisme pembusuk. Suhu fermentasi harus sesuai dengan suhu optimum bakteri dapat berkembang. Suhu umumnya sekitar 300C, jika suhu kurang dari 300C pertumbuhan mikroorganisme penghasil asam laktat akan terhambat (Sumanti, 2011).Proporsi pemberian ke ternak. Proporsi dari pemberian jerami fermentasi adalah maksimal 80% dengan imbangan konsentrat 20%. Jerami fermentasi dapat diberikan ke ternak jika ternak tersebut terbiasa memakan jerami fermentasi dan apabila ternak belum terbiasa maka sering tidak dimakan. Adaptasi ternak dapat dilakukan dengan pemberian jerami fermentasi dengan proporsi sedikit dan ditambah atau ditingkatkan proporsinya tiap minggu. Perlakukan sebelum jerami fermentasi diberikan ke ternak yaitu di angin-anginkan sebentar untuk menghilangkan bau asam (Hermiyati, 2004).Fermented Complete FeedPengertian fermented completed feed. Complete feed merupakan pakan lengkap yang memiliki kandungan zat-zat makanan yang diformulasi secara lengkap dan seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak. Proses fermentasi merupakan proses anaerob sehingga dihindarkan tindakan yang mengakibatkan proses masuknya udara. Fermentasi completed feed adalah bahan pakan lengkap dengan kandungan nutrien yang diformulasi lengkap dan diberi perlakuan menggunakan probiotik sebagai starter yang dilakukan di luar tubuh ternak dan secara anaerob (Masum, 2011).Tujuan fermented completed feed. Tujuan pemberian pakan fermented completed feed khususnya untuk ternak sapi potong antara lain pakan siap pakai dan memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, peternak tidak lagi tergantung terhadap hijauan, memberikan pertambahan bobot badan lebih optimal, memperpanjang masa simpan, mengurangi biaya pakan, penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efisien, serta lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman karena kotoran ternak lebih sedikit kering dan tidak berbau (Masum, 2011).Faktor yang mempengaruhi fermented completed feed. Komposisi kandungan completed feed harus diformulasikan dengan seimbang. Komposisi kandungan completed feed yang baik mengandung protein 14% sampai 16%, serat kasar antara 16% sampai 17%, bahan kering 88,72%, dan gross energy 3.837 kcal/kg. Pencampuran bahan pakan tersebut harus homogen dan merata supaya hasil fermentasi memiliki kandungan nutrient yang lebih lengkap dan kualitasnya lebih tinggi. Jumlah mikrobia dan substrat yang digunakan sesuai. Penggunaan mikrobia berfungsi untuk menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi bagian dari bahan pakan yang susah dicerna sehingga memiliki kecernaan yang tinggi. Semakin tinggi jumlah mikrobia maka semakin tinggi asam yang dihasilkan sehingga kualitasnya juga semakin meningkat (Masum, 2011).Proporsi pemberian ke ternak. Miftahul (2009), menyatakan bahwa proporsi pemberian fermentasi pakan komplit tergantung ternak yang akan diberi pakan. Ternak potong dapat diberikan pakan fermentasi komplit dengan proporsi 100%, sedangkan ternak perah tidak lebih dari 30%. Pembatasan pemberian pada ternak perah karena pakan utama sapi perah adalah hijauan segar. Agus et al. (2012), bahwa proporsi pembuatan fermented completed feed tergantung dari bahan yang tersedia dan pengaruh bahan yang digunakan untuk menunjang performa ternak yang dipelihara. Berdasarkan penelitian bahwa pada pembuatan fermented completed feed buah kakao proporsi bahan yang digunakan yaitu kulit kakao 40%, bekatul 11,8%, onggok 21,85%, kleci 9,18, bungkil kedelai 16,28, dan molases 0,87.

Materi dan Metode

MateriJerami Padi AmoniasiAlat. Alat yang digunakan untuk membuat jerami amoniasi adalah kantong plastik, tali rafia, cawan, timbangan dan kertas pH.Bahan. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain jerami, urea, dan air.Jerami Padi FermentasiAlat. Alat yang digunakan untuk membuat jerami fermentasi antara lain kantong plastik, tali rafia, timbangan, gelas ukur, dan kertas pH.Bahan. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain jerami, urea, probiotik dan air.Fermented Complete FeedAlat. Alat yang digunakan untuk membuat fermented completed feed adalah tong fermentasi, plastik hitam, timbangan, dan ember.Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput gajah, jerami padi, dedak halus, bungkil kopra, konsentrat itik, molases, mineral, dan air.MetodeJerami Amoniasi. Jerami disediakan sebanyak 10 kg. Urea sebanyak 3% (300 gram) dilarutkan ke dalam 2 liter air kemudian larutan urea ditaburkan pada jerami hingga rata, lalu jerami dimasukkan ke dalam plastik dan dibuat dalam kondisi anaerobik, kemudian dilakukan pengamatan meliputi bau, warna, tekstur pada hari ke 0, 7, 14, dan 21.Jerami Fermentasi. Jerami disediakan sebanyak 10 kg ditambah urea sebanyak 60 gram dicampur bakteri starter 60 gram perbandingan (1:1) lalu ditaburkan pada jerami hingga rata, yang sebelumnya dipercikkan air terlebih dahulu, selanjutnya jerami dimasukkan dalam plastik dan ditutup rapat, kemudian dilakukan pengamatan meliputi bau, warna, tekstur pada hari ke 0, 7, 14, dan 21.Fermented Completed Feed. Pembuatan completed feed dilakukan dengan mencampur rumput gajah 7,25kg dan jerami sebagai pakan sumber serat seberat 1,66 kg dicacah, ditambah dedak halus 0,5 kg, bungkil kopra 0,35kg, dan premix 60 gram kemudian dicampur. Pencampuran lain yaitu molases 120ml, starter 60ml dilarutkan 1 liter air. Bahan pakan sumber serat dan konsentrat dicampur lalu ditaburi hasil campuran molases. Langkah terakhir diamati bau, warna, tekstur pada hari ke 0, 7, 14, dan 21.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANJerami AmoniasiBerdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil kualitas jerami amoniasi yang dihasilkan tercantum pada tabel 1 sebagai berikut:Tabel 1. Hasil pengamatan kualitas jerami amoniasiHari PengamatanSampelpHWarnaBauTeksturKontaminan

Awal18CokelatAmoniaKasar-

28CokelatAsamKasar-

37,5CokelatMenyengatKasar-

47CokelatSegarKasar-

Rata-rata7,6CokelatMenyengatKasar-

718CokelatMenyengatKasar-

28CokelatMenyengatKasarAda

37,2CokelatMenyengatKasar-

48,1CokelatAmoniaKasar-

Rata-rata7,8CokelatMenyengatKasarAda

1417CokelatAmoniaKasar-

27,2CokelatMenyengatKasar-

38,2CokelatAmoniaKasar-

48CokelatAmoniaRapuh-

Rata-rata7,6CokelatAmoniaKasar-

2117,8CokelatMenyengatEmpuk-

28,7CokelatMenyengatKasar-

39CokelatMenyengatEmpuk-

49CokelatMenyengatEmpuk-

Rata-rata8,6CokelatMenyengatEmpuk -

Berdasarkan pembuatan jerami amoniasi yang dilakukan pada minggu pertama keadaan jerami yang dibuat yaitu memiliki pH 7,6, warna cokelat, bau menyengat, dan bertekstur kasar. Minggu kedua pH jerami amoniasi menjadi 7,8, warna cokelat, bau menyengat dan bertekstur kasar. Minggu ketiga pH 7,6, warna cokelat, bau amonia, dan tekstur kasar. Minggu keempat pH 8,6, warna cokelat, bau menyengat, dan tekstur empuk. Berdasarkan pembuatan jerami amoniasi yang dilakukan pH jerami amoniasi mengalami kenaikan dari yang minggu pertama 7,6 menjadi 8,6. Perubahan lain yang terjadi yaitu tekstur, pada minggu pertama bertekstur kasar menjadi bertekstur halus. Berdasarkan praktikum yang dilakukan bahwa hasil akhir dari pembuatan jerami amoniasi yaitu pH 8,6, warna cokelat, bau menyengat, dan tekstur empuk. Kartasudjana (2001), proses amoniasi yang sempurna ditandai dengan tekstur jerami relatif lebih mudah putus, berwarna kuning tua atau cokelat dan bau amonia. Berdasarkan hasil pembuatan jerami amoniasi bahwa hasil amoniasi sesuai dengan kriteria. Kartasudjana (2001), timbulnya bau amonia disebabkan karena adanya penambahan urea yang telah berikatan dengan jerami padi. Amonia yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, dengan demikian ikatan pada selulosa dan hemiselulosa akan lepas, dan mengikat NH3. Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah berwarna kecokelat-cokelatan, kering, jerami padi hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya. Berdasarkan perbandingan hasil dan literatur maka bau jerami amoniasi saat praktikum cenderung normal.Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdapat kontaminan jamur pada sampel hari ke-7 yaitu kelompok 9. Shiddieqi (2005), faktor-faktor amoniasi dipengaruhi oleh dosis NH3, temperatur, tekanan, lama pengolahan, kelembaban jerami, ada tidaknya kontaminan pada jerami, jenis dan kualitas jerami. Berdasarkan hasil bahwa kontaminan pada hasil jerami dapat disebabkan oleh kelembaban jerami yang tinggi dan terjadi kebocoran pada media penyimpanan jerami amoniasi sehingga jamur dapat tumbuh. Berdasarkan praktikum yang dilakukan bahwa metode pembuatan jerami amoniasi dengan cara kering. Nevy (2008), metode pembuatan jerami dengan cara kering yaitu dengan urea sekitar 4% dari jerami dan dilarutkan ke dalam air, kemudian disiramkan ke jerami secara berlapis dan ditutup pada wadah yang kedap udara. Metode lain yang dapat digunakan untuk pembuatan jerami amoniasi adalah metode basah, yaitu dengan cara melarutkan urea ke dalam air, kemudian jerami direndam ke dalam air yang telah diberi urea tadi.Berdasarkan praktikum yang dilakukan bahwa pembuatan jerami amoniasi dilakukan selama 21 hari. Perlakuan amonia pada jerami selama pengeraman mulai dari minggu pertama sampai minggu keempat yaitu pHnya semakin basa. Perubahan lain yang terjadi selama pengeraman adalah bau dan tekstur. Bau dari pembuatan jerami amoniasi semakin lama akan berbau menyengat karena NH3 dari urea. Perubahan teksture yang terjadi yaitu dari kasar menjadi lebih empuk, karena NH3 dari urea telah memutus ikatan lignoselulosa.Fungsi dari NH3 pada pembuatan jerami amoniasi yaitu untuk memutus ikatan antara lignin dan selulosa sehingga mempermudah pencernaan. Fungsi lain dari NH3 adalah menambah kadar protein kasar pada jerami dan dapat digunakan sebagai pengawet (Nevy, 2008). Kartasudjana (2001), amonia menyebabkan komposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Reaksi yang terjadi menyebabkan pengembangan jaringan dan meningkatkan fleksibilitas dinding sel sehingga memudahkan penetrasi (penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan mikroorganisme. Teknologi amoniasi dapat meningkatkan kandungan protein kasar jerami padi kering maupun segar di atas 10% sehingga memenuhi persyaratan pakan ternak.

Jerami FermentasiBerdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil kualitas jerami fermentasi yang dihasilkan tercantum pada tabel 2 sebagai berikut:Tabel 2. Hasil pengamatan kualitas jerami fermentasiHari PengamatanSampelpHWarnaBauTeksturKontaminan

Awal17CokelatJeramiKasar -

28CokelatAnyir Kasar-

36,8CokelatJeramiKasar-

48CokelatTidak adaKasar-

Rata-rata7,4CokelatjeramiKasar-

717,5CokelatMenyengatKasar-

27CokelatAnyir Kasar-

37,5CokelatAsam Kasar-

47CokelatAnyir Kasar-

Rata-rata7,2CokelatAnyir Kasar-

1417,8CokelatWangiKasar-

27,8CokelatAnyirKasar-

36,5CokelatAsamKasar-

48CokelatAsam Kasar-

Rata-rata7,5CokelatAsam Kasar-

2116CokelatMenyengat Empuk-

25,6CokelatWangiEmpuk -

36CokelatMenyengatEmpuk -

45CokelatMenyengatKasar-

Rata-rata5,6CokelatMenyengatEmpuk -

Berdasarkan pembuatan jerami fermentasi yang dilakukan pada minggu pertama keadaan jerami yang dibuat yaitu memiliki pH 7,4, warna cokelat, bau jerami, dan bertekstur kasar. Minggu kedua pH jerami amoniasi menjadi 7,2, warna cokelat, bau anyir dan bertekstur kasar. Minggu ketiga pH 7,5, warna cokelat, bau asam, dan tekstur kasar. Minggu keempat pH 5,6, warna cokelat, bau menyengat, dan tekstur empuk. Berdasarkan pembuatan jerami fermentasi yang dilakukan pH jerami amoniasi mengalami penurunan dari yang minggu pertama 7,2 menjadi 5,6. Perubahan lain yang terjadi yaitu tekstur, pada minggu pertama bertekstur kasar menjadi bertekstur halus. Berdasarkan praktikum yang dilakukan tidak terdapat kontaminan pada hasil pembuatan pembuatan jerami fermentasi. Sumanti (2011), bahwa faktor yang mempengaruhi hasil akhir proses fermentasi yaitu suhu, konsentrasi garam pada bahan, dan oksigen. Suhu berpengaruh pada pada pertumbuhan bakteri terutama bakteri penghasil asam laktat, suhu yang cocok untuk pertumbuhan tersebut sekitar 30C. Faktor oksigen dalam proses fermentasi juga sangat penting karena selama masih terdapat oksigen maka proses fermentasi akan terhambat.Berdasarkan praktikum yang dilakukan bahwa hasil akhir pembuatan jerami padi yaitu pH 5,6, warna cokelat, bau menyengat, dan tekstur empuk. Yusiati et all, (2008), pH maksimal untuk mikrobia asidofil yaitu 3,5 sampai 5. Iksan (2004), bahwa bau yang ditimbulkan dari hasil proses fermentasi yaitu berbau asam segar. Berdasarkan hasil bahwa bau dan pH akhir dari pembuatan jerami fermentasi masih berada di kisaran normal. Prinsip dari pengawetan adalah membuat lingkungan pada , bahan pakan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan bakteri patogen, agar tercapai suasana yang tidak dapat tumbuh bakteri patogen adalah dengan menurunkan pH melalui proses fermentasi. Sel-sel tanaman selama awal proses fermentasi masih melakukan respirasi karena masih terdapat O2 dan respirasi akan terhenti hingga O2 di dalam silo habis. Habisnya O2 di dalam silo maka akan terjadi suasana anaerob sehingga jamur tidak akan tumbuh. Kondisi anaerob yang terbentuk mendukung pertumbuhan bakteri pembentuk asam yang akan mendegradasi karbohidrat mudah terlarut menjadi asal laktat hingga pH sekitar 3,5. Bahan yang ditambahkan pada proses silase agar tercapainya fermentasi dengan pH asam yaitu bakteri starter. Fungsi dari bakteri starter adalah untuk mendegradasi karbohidrat mudah terlarut menjadi asal laktat sehingga pH asam. Proses pembuatan silase sering ditambah bekatul dan urea. Fungsi dari bekatul adalah sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut, sedangkan urea sebagai pakan tambahan untuk ternak dan sumber N untuk bakteri (Diana, 2004). Amini (1991), bahwa proses fermentasi jerami bertujuan untuk memecah serat-serat yang ada pada jerami sehingga dapat meningkatkan kecernaan. Tujuan lain dari fermentasi jerami yaitu untuk mendapatkan pH sekitar 3,5 sampai 5 sehingga memperpanjang masa simpan jerami tersebut. Iksan (2004), bahwa bakteri starter yang digunakan untuk fermentasi yaitu starbio dan EM-4.

Fermented completed feedBerdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil kualitas fermented completed feed yang dihasilkan tercantum pada tabel 3 sebagai berikut:Tabel 3. Hasil pengamatan kualitas fermented completed feedHari PengamatanSampelpHWarnaBauTeksturKontaminan

Awal17Cokelat kehijauanWangi Kasar-

27,2Cokelat kehijauanWangiKasar-

37,5Cokelat kehijauanFCFKasar-

47Cokelat Asam Kasar-

Rata-rata7,1Cokelat kehijauanWangi Kasar-

716,7Cokelat mudaAsam Kasar-

27Cokelat mudaManisKasar-

36,7CokelatAsamKasar-

45Cokelat Asam Kasar-

Rata-rata6,3CokelatAsam Kasar-

1415CokelatAsamKasar-

26,7CokelatTidak menyengatKasar-

35CokelatManisKasar-

45CokelatAsamKasar-

Rata-rata5,4CokelatAsam Kasar-

2114,5Cokelat Agak wangiEmpuk-

25CokelatAgak wangiEmpuk-

34,7CokelatTidak menyengatKasar-

44,7CokelatMenyengatKasar-

Rata-rata4,7CokelatAgak wangiEmpuk-

Berdasarkan pembuatan fermented completed feed yang dilakukan pada minggu pertama keadaan fermented completed feed yang dibuat yaitu memiliki pH 7,1, warna cokelat kehijauan, bau wangi, dan bertekstur kasar. Minggu kedua pH jerami amoniasi menjadi 6,3, warna cokelat, bau anyir dan bertekstur kasar. Minggu ketiga pH 5,4, warna cokelat, bau asam, dan tekstur kasar. Minggu keempat pH 4,7, warna cokelat, bau agak wangi, dan tekstur empuk. Berdasarkan pembuatan fermented completed feed yang dilakukan pH jerami amoniasi mengalami penurunan dari yang minggu pertama 7,1 menjadi 4,7. Perubahan lain yang terjadi yaitu tekstur, pada minggu pertama bertekstur kasar menjadi bertekstur halus.

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil pembuatan fermented completed feed tidak terdapat kontaminan. Masum (2011), bahwa pada proses pembuatan fermented completed feed dapat dipengaruhi oleh jumlah mikrobia starter yang digunakan beserta substratnya. Fungsi dari mikrobia adalah mendegradasi serat pakan seperti hemisellusosa sehingga meningkatkan kecernaan pakan. Berdasarkan praktikum yang dilakukan bahwa hasil akhir pembuatan fermented completed feed yaitu pH 4,7, warna cokelat, bau agak wangi, dan tekstur empuk. Diana (2004), bahwa pH akhir dari proses fermentasi adalah mendekati 3,5. Berasarkan hasil bahwa pH fermented completed feed masih di luar kisaran normal sehingga berpotensi untuk terjadi pertumbuhan bakteri, sehingga bahan pakan mudah busuk.Prinsip dari pengawetan adalah membuat lingkungan pada , bahan pakan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan bakteri patogen, agar tercapai suasana yang tidak dapat tumbuh bakteri patogen adalah dengan menurunkan pH melalui proses fermentasi. Sel-sel tanaman selama awal proses fermentasi masih melakukan respirasi karena masih terdapat O2 dan respirasi akan terhenti hingga O2 di dalam silo habis. Habisnya O2 di dalam silo maka akan terjadi suasana anaerob sehingga jamur tidak akan tumbuh. Kondisi anaerob yang terbentuk mendukung pertumbuhan bakteri pembentuk asam yang akan mendegradasi karbohidrat mudah terlarut menjadi asal laktat hingga pH sekitar 3,5. Bahan yang ditambahkan pada proses silase agar tercapainya fermentasi dengan pH asam yaitu bakteri starter. Fungsi dari bakteri starter adalah untuk mendegradasi karbohidrat mudah terlarut menjadi asal laktat sehingga pH asam (Diana, 2004).

KesimpulanBerdasarkan praktikum terdapat tiga perlakuan pakan yaitu jerami amoniasi, jerami fermentasi, dan fermented completed feed. Perlakuan jerami amoniasi dilakukan untuk meningkatkan kecernaan dengan bantuan NH3 untuk memecah ikatan hemiselulosa, serta meningkatkan protein kasar jerami. Perlakuan jerami yang dilakukan selain amoniasi adalah di fermentasi. Fungsi dari fermentasi pada jerami adalah memperpanjang masa simpan jerami karena memiliki pH yang rendah yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri patogen. Perlakuan pakan yang dilakukan selanjutnya adalah pembuatan fermented completed feed. Tujuan pembuatan dari fermented completed feed adalah membuat pakan ternak yang memiliki masa simpan yang lama serta dalam satu pakan tersebut sudah memenuhi semua kebutuhan nutrien ternak.

DAFTAR PUSTAKAAli, A. Kamaludin. 2012. Performa domba yang diberi complete feed kulit buah kakao terfermentasi. Buletin Peternakan Vol. 36 (3): 162-168, Oktober 2012.Amini, R. 1999. Pengaruh Jerami Padi Yang Difermentasi Dengan Pleurotus ostreatus Untuk Meningkatkan kecernaan Jerami (In vitro). Peternakan dan Lingkungan. Edisi Februari. Vol. 5.Basuki, T., dan R Wiryasasmita. 1992. Improvement of The Nutritive Value Straw by Biological Treat. In : M. Soejono., A. Musofie., R. Utomo., N. K. Wardani dan J. B. Schiere. Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya. Proceeding Bioconversion Project. Second workshop Crop residues For Feed and other purpose. Grati 16-17 November. Hal : 86-10Darwis, A.A dan E. Sukara. 1990. Teknologi mikrobial. PAU Biotek. IPB. Bogor.Diana, N. 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daun kelapa sawit sebagai bahan baku pakan domba. USU digital library.Evitayani. 2010. Pembinaan peternak sapi potong pada ransum penggemukan melalui teknologi amoniasi jerami padi. Fak. Peternakan Universitas Andalas. Hermiyati. 2004. Pengaruh imbangan jerami padi fermentasi dengan konsentrat terhadap kecernaan bahan organik dan bahan kering dalam ransum domba lokal. fakultas pertanian universitas sebelas maret.Iksan, M. 2004. Artikel: Teknik Fermentasi Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.Iksan, M. 2004. Artikel: Teknik Fermentasi Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.Kartasudjana, R. 2001. Mengawetkan Hijauan Makanan Ternak. Departemen Pendidikan Nasional.Proyek Pengembangan Sistem dan Standar pengelolaan SMK.Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.Masum, Mursyid. 2011. Pedoman Pengembangan Lumbung Pakan Rumansia. Direktur Pakan Ternak. Jakarta.Miftahul, R. 2009. Pengaruh lama fermentasi pakan komplit dan silase tebon jagung terhadap perubahan pH dan kandungan nutrien. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Nevy, D. 2008. Teknologi pengawetan pakan. Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret. Medan.Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. Citra Aji Parama. Yogyakarta.Rahmat, 1999. Mengembangkan teknologi hijauan makanan ternak bersama ternak kecil. ACIAR Monograph No. 65.Shiddieqi, M. I. 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan .Mahasiswa Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Unpad.Sumanti, Deddy. 2011.Teknologi Fermentasi dan Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.Utomo, R. 2003. Penyediaan pakan di daerah tropik: problematika, kontinuitas, dan kualitas. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Yusiati, Lies Mira, Chusnul Hanim, dan Zaenal Bachrudia. 2008. Pengantar Enzimologi dan Industri Fermentasi. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.Zain, M. 2008. subtitusi rumput lapangan dengan kulit buah coklat amoniasi dalam ransum domba lokal. J. Media Peternakan 32: 47-52.Zulkarnaini. 2009. Pengaruh suplementasi mineral fosfor dan sulfur pada jerami padi amoniasi terhadap kecernaan ndf, adf, selulosa, dan hemiselulosa. J. Ilmiah Tambua. 8:473-477.