Upload
amalia-zaida
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
1/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
51
PENYIMPANAN IN VITRO TANAMAN OBAT POTENSIAL
Nurliani Bermawie dan Natalini Nova Kristina
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
ABSTRAK
Penyimpanan in vitro pada tanaman
dapat dilakukan dengan cara sederhana,
pertumbuhan minimal maupun dengan teknik
pembekuan. Penyimpanan in vitro pada
tanaman obat telah berlangsung sejak tahun
1999 hingga saat ini, dengan mengunakan
bahan tanaman hasil-hasil penelitian. Koleksi
tanaman pada tahun 1998/1999 adalah 16 jenis
tanaman obat langka sampai saat ini telah
terkoleksi sekitar 32 jenis dan selanjutnya
masih akan bertambah. Seluruh koleksi
tanaman obat ini disimpan dalam teknik penyimpanan dalam keadaan tumbuh dan
pertumbuhan minimal dengan menggunakan
ABA ataupun manitol. Periode subkultur pada
keadaan tumbuh adalah antara 3 - 6 bulan,
kecuali pada tanaman tertentu seperti
purwoceng (Pimpinella pruatjan), meniran,
trengguli dan kumis kucing karena terjadi
penurunan respon tanaman pada media, seperti
layu daun, daun menguning atau gugur dan
adanya eksudat fenol yang merubah warna
media menjadi coklat.
PENDAHULUANIndonesia merupakan negara
yang memiliki keanekaragaman hayatiyang kaya, sekitar 40.000 species
tumbuhan ditemukan di Indonesia dan
180 species di antaranya berpotensisebagai tanaman obat (Rifai dan
Anggadiredja, 1995). Plasma nutfah
tumbuhan mempunyai fungsi dan
peranan yang penting bagi kehidupandan penghidupan manusia di muka
bumi. Dari plasma nutfah inilah dapatdirakit bibit-bibit unggul. Selanjutnyamenurut Toyib (dalam Abdullah,
1991), tumbuh-tumbuhan yang sehari-hari dipandang tidak berguna mungkin
memiliki sifat khusus yang sangat
berharga bagi perakitan varietas-varietas unggul. Sifat-sifat khusus ini
sering baru diketahui dan diperlukan
setelah timbul keadaan darurat.
Dari tahun ke tahun terjadidegradasi generasi lahan yang cepat
seiring dengan erosi plasma nutfah.
Banyak jenis tumbuhan asli sukar
dijumpai bahkan punah jika dicariditempat-tempatnya yang asli. Di
antara berbagai plasma nufah yang ada,maka tumbuhan obat merupakan
kelompok tumbuhan yang erosinya
tergolong pesat. Mengingat manfaat
tumbuhan obat bagi kebutuhanmanusia maka dilakukan usaha
pelestariannya. Pelestarian berbagai
sumber genetika tumbuhan tersebuttelah dilakukan di kebun koleksi, kebun
botani, cagar alam maupun kebun percobaan (Mariska, et al., 1993). Dilain pihak, banyak di antara tumbuhan
obat yang belum dibudidayakan,
sehingga erosi genetiknya tergolong
pesat (Rifai, 1983).Di Balittro sebelumnya tercatat
331 jenis koleksi tanaman rempah dan
obat, saat ini tinggal 274 jenis, disamping itu 47 aksesi jahe, 61
pyrethrum, 5 aksesi panili, 10 cabe
jawa, 9 ketumbar, > 100 aksesicengkeh telah hilang/mati akibat
kurangnya pemeliharaan (Bermawie, et
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
2/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
52
al., 2000). Di samping faktor kematian
pada tanaman, menurut Sastrapraja(1988), pada tanaman yang mudah
diperbanyak secara badaniah dan
sifatnya tahunan memerlukan
perlakuan yang tinggi karenadilestarikan melalui koleksi hidup yang
dipertahankan di kebun koleksi. Setiap
data koleksi tersebut perludiperbaharui, agar tidak mati karena
sifatnya yang tahunan. Dapat
dibayangkan jumlah dana dan tenagayang perlu disediakan untuk
menanganinya.
TEKNIK PENYIMPANAN
PLASMA NUTFAH BIAKAN IN
VITRO
Berkaitan dengan masalahtersebut maka sering dikatakan
bioteknologi kultur jaringan merupakan
teknologi yang berpotensi untukdimanfaatkan dalam kegiatan
pelestarian plasma nutfah, khususnya
tanaman obat. Penerapan penyimpananin vitro ada beberapa cara di antaranya
adalah penyimpanan dalam keadaan
tumbuh (jangka pendek), penyimpanan pertumbuhan minimal (jangka pendek
dan menengah) dan penyimpanandengan pembekuan (jangka panjang).
Penyimpanan dalam keadaan tumbuh
adalah cara pemeliharaan dengan
melakukan pemindahan tanaman(subkultur) secara rutin pada media
yang sama agar biakan tetap hidup.
Untuk menghindari terjadinya mutasidan menjaga viabilitas tanaman maka
zat pengatur tumbuh yang digunakandiusahakan seminimal mungkin(Irawati, 1990).
Penyimpanan pertumbuhan
minimal adalah dengan menekan pertumbuhan biakan dengan menurun-
kan proses pembelahan sel dan proses
metabolisme yang hampir mendekati
nol. Untuk menekan pertumbuhantersebut dilakukan manipulasi suhu,
pemberian zat penghambat tumbuh
(Paclobutrazol, CCC, Ancymidol),retardan (ABA), pemberian stabilisator
osmotic seperti manitol dan sorbitol
serta pemiskinan media, terutama unsurmakronya dari ½ sampai 1/10 nya
(Mariska, et al., 1993). Dengan cara
tersebut tetap diperlukan pemindahan
pada media baru, akan tetapi frekuensi
pemindahannya lebih rendah daripadacara pertama.
Penyimpanan dengan teknik pembekuan atau jangka panjang
dengan cara ini proses metabolisme
dari sel, jaringan maupun organ yangdisimpan dihentikan sehingga tidak ada
proses pertumbuhan (Bhojwani dan
Razdan, 1983).Dari ketiga teknik penyimpanan
tersebut Balittro telah mengupayakan penyimpanan dengan pertumbuhan
sederhana dan pertumbuhan minimal
dengan menggunakan media tumbuh
yang sesuai dari hasil-hasil penelitian in
vitro) sejak tahun 1999/2000 pada
berbagai tanaman obat. Umumnya
menggunakan media dasar MS dengan penambahan Benzil Adenin untuk
penyimpanan sederhana dan
penyimpanan minimal menggunakan paclobutrazol, manitol, ABA dan
pengurangan unsur makro-mikronya.
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
3/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
53
PERKEMBANGAN
PENELITIAN PENYIMPANAN
TANAMAN OBAT
Dalam perplasmanutfahan kultur
in vitro berperan sebagai alat
penyimpan dan penggandaan tanaman,namun bagaimanapun kebun-kebun
percobaan tetap mempunyai fungsi
yang menonjol. Kalau pada
koleksi/pengumpulan dan identifikasidiperlukan dalam luasan yang cukup
besar, maka pada saat konservasi
menyusut di laboratorium kultur jaringan. Menurut Toyib (dalam
Abdullah, 1991), satu laboratorium
sanggup menyimpan sejumlah plasma
nutfah.Balittro telah melakukan
penyimpanan in vitro pada tanaman
obat potensial ini dengan teknik penyimpanan dalam keadaan tumbuh
dan pertumbuhan minimal. Koleksi
tanaman berupa tanaman herba,tanaman semusim dan tanaman
berkayu. Teknik penyimpanan pada
tanaman herba ataupun semusim sudahcukup berkembang, tetapi untuk
tanaman berkayu hasilnya kurangmaksimum (Soetikno dalam Abdullah,
1991).
Jenis tanaman obat yang dikoleksi
Pada tahun 1999 tanaman obatyang dikoleksi secara in vitro adalah
tiga jenis tanaman obat yang telah
langka yakni purwoceng (Pimpinella pruatjan), pule pandak ( Raufolvia
serpentina) dan inggu ( Ruta
angustifolia). Populasi purwoceng di
pegunungan Anjasmoro sudah beranjakdari kategori genting menjadi hampir
punah seperti halnya yang terjadi di
gunung Dieng (Rifai, 1986). MenurutAmzu (1990), pule pandak atau akar
tikus termasuk dalam kelompok
tumbuhan obat langka yang mulai kritis
keberadaanya. Begitu juga denganinggu, tanaman ini juga dikategorikan
langka (Wahid, dalam Amzu, 1990).
Pada tahun 2000 disamping 3 jenis tanaman yang telah langka
tersebut, ditambah 6 jenis dari famili
Zingiberaceae, 3 tanaman diuretika, 1rematik, 1 obat kanker (Tabel 1). Di
samping itu dikoleksi juga tanaman
rempah (lada dan panili) serta tanaman
atsiri seperti nilam, sehingga koleksi in
vitro menjadi 14 jenis (Tabel 1).Perkembangan koleksi tanaman
obat in vitro terus bertambah seiringdengan bertambahnya jenis tanaman
yang telah selesai diteliti, sehingga
memerlukan pemeliharaan agar sumbertanaman tidak hilang. Untuk tahun
2003 jumlah tanaman yang dikoleksi
bertambah yakni trengguli (Casia
fistula), Sambang nyawa (Gynura prumbocens), som jawa (Talinum
paniculatum) dan tempuyung (Sonchus
arvensis) (Tabel 2).
Bahan tanaman yang digunakan
untuk koleksi kultur in vitro tergantungdari sifat yang dikandung oleh tanaman
yang ingin dibiakkan, dapat berupa
kalus, emrio, biji, mata tunas danmeristem. Perbanyakan plasma nutfah
melalui kalus jarang digunakan, karena
timbulnya perubahan genetis.
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
4/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
54
Tabel 1. Tanaman obat koleksi in vitro tahun 2000
No Nama tanaman Tahun Sumber
koleksi eksplan
1.
2.
3.4.
5
6.7.
8.
9.
10.
11.12.
13.
14.
Pule pandak ( Raufolvia serpentina)
Purwoceng (Pimpinella pruatjan)
Inggu ( Ruta angustifolia)Jahe ( Zingiber officinale)
Bangle ( Zingiber cassumar )
Kunyit (Curcuma domestica)Temu putih (Curcuma zeodaria)
Temu kunci (Curcuma pandurata)
Temulawak (Curcuma xanthorhiza)
Pegagan (Centella asiatica)
Kumis kucing (Orthosiphon cristatus)Tapak dara (Vinca rosea)
Meniran (Phyllanthus niruri)
Daun encok (Plumbago zeylanica)
1994
2000
19941993
1998
19981998
1998
1998
1998
19962000
1998
2000
tunas
anakan
tunasrimpang
rimpang
rimpangrimpang
rimpang
rimpang
stolon
tunas biji
tunas
tunas
Sumber : Syukur, et al., 2001; Hadipoentyanti et al., 2000
Tabel 2. Perkembangan koleksi jenis tanaman obat dan media tumbuh
No. Nama tanaman Media tumbuhJumlah
tunas
1.
2.
3.
4.5.
6.
7.8.
9.10.
11.
12.13.
14.
15.16.
17.
18.
19.20.
Pule pandak ( Raufolvia serpentina)
Purwoceng (Pimpinella pruatjan)
Inggu ( Ruta angustifolia)
Jahe ( Zingiber officinale)Bangle ( Zingiber cassumar)
Kunyit (Curcuma domestica)
Temu putih (Curcuma zeodaria)Temu kunci (Curcuma pandurata)
Temulawak (Curcuma xanthorhiza)Pegagan (Centella asiatica)
Kumis kucing (Orthosiphon cristatus)
Tapak dara (Vinca rosea)Meniran (Phyllanthus niruri)
Daun encok (Plumbago zeylanica)
Kapolaga sabrang ( Elletaria carda momum)Adas (Foeniculum vulgare)
Murbei ( Morus alba)
Trengguli (Casia fistula)
Som jawa (Talinum paniculatum)
Tempuyung (Sonchus arvensis)
MS +BA 0.8 mg/l
BA 2.5 + Kin 2 mg/l
¾ MS BA 0.5 mg/l
BA 3 mg/lBA 2 mg/l
BA 3 mg/l
BA 2 mg/lBA 2 mg/l
BA 2 mg/lBA 0.1 mg/l
BA 0.3 mg/l
BA 0.1 mg/lBA 0.3 mg/l
BA 0.1 mg/l
BA 0.5 mg/lBA 0.5 Adenin sulfat
60mg/l
¾ MS BA 0.5 mg/l
WPM + BA 0.1 mg/l
BA 0.1 mg/lBA 0.1 mg/l
9,12
4,5
kalus
2,542,82
2,3
3,22,5
2,762,14
2,29
8,61,33
2
4,22
2,2
1,3
11
Sumber : Syukur, et al., 2001
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
5/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
55
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PENYIMPANAN IN VITRO
Media penyimpanan tanaman
Dalam penyimpanan in vitro
media yang digunakan umumnyamedia dasar Murashige dan Skoogyang diperkaya dengan zat pengatur
tumbuh dengan konsentrasi tertentu
sesuai dengan hasil penelitian. Namunadakalanya media tanaman diganti
karena respon tanaman yang telah
berkurang pada media tersebut yangterlihat pada penampilan tanaman di
mana tunas menjadi menjadi
pendek/roset dan layu, daun
menguning, ataupun gugur daun.Di samping itu terjadi juga
pergantian media tumbuh hal ini
dilakukan untuk memperbaiki per-tumbuhan tanaman, karena responnya
mulai kurang baik. Pergantian media
ini terlihat pada inggu dan purwoceng.Eksplan inggu yang terkoleksi pada
tahun 1999 berbentuk kalus, sehingga
perlu diganti untuk merangsang kalusmembentuk tunas. Penyimpanan dalam
bentuk kalus sering mengalami penyimpangan genetik sehingga tidak
sama dengan induknya (Mariska,
1987). Sementara purwoceng yang
dikultur pada media BA 2,5 mg/l, penampilannya tidak baik, ditemukan
masalah pelayuan daun. Menurut
Mariska et al., (1994) media untuk perbanyakan purwoceng adalah MS +
kinetin 10 mg/l dengan jumlah tunas 3 -
5/bulan. Penggunaan media MS + BA
2,5 + kinetin 5 mg/l dapatmeningkatkan jumlah tunas menjadi
4,5 (Syahid, et al., 2002).
Pengantian media pada tanaman
inggu menjadi ¾ MS + BA 0,5 mg/l,dapat merangsang pembentukan tunas,
walaupun pada awalnya tunas yang
terbentuk mengalami vitrifikasi,
namum karena periode subkultur yangterus menerus, tunas-berangsur-angsur
tumbuh hijau segar. Menurut Husni etal., (1994), media terbaik untukmerangsang pembentukan tunas inggu
adalah ¾ MS + BA 0,5 mg/l didapat
13,6 tunas.
Periode subkultur
Setiap tanaman memiliki
sensitifitas masing-masing terhadap
media tumbuh, namum umumnya
disubkultur secara periodik antara 3sampai 6 bulan. Namun untuk tanaman
tertentu periode subkultur harus lebih
cepat karena respon dari tanaman yangkurang baik, seperti pada purwoceng
(Pimpinella pruatjan) yang harus
disubkultur antara 4 – 6 minggu, karenatunas cepat layu bila melewati periode
tersebut.
Pada tanaman jahe sampaidengan periode kultur ke-7 jumlah
tunas yang dihasilkan tetap tinggi yaitu9,7 tunas, di mana vigor tanaman tetap
normal (Mariska, et al., 1998).
Penurunan daya tumbuh jahe terjadi
setelah memasuki periode subkultur ke-9 dengan rata-rata jumlah tunas 8,5
(Herwinia, 1993). Tanaman trengguli
(Casia fistula) yang baru dikoleksiawal tahun 2003, periode subkultur
harus sering dilakukan karena
tingginya eksudat fenol yang
dikeluarkan tanaman sehingga mediamenjadi coklat dan mengakibatkan
kematian tanaman. Masalah eksudat
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
6/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
56
fenol yang menghambat pertumbuhan
ini juga ditemukan pada tanaman lada, penambahan polypynyl pyrolidon
dapat membantu periode sukultur
menjadi antara 3 - 4 bulan (Kristina dan
Bermawie, 1999). Pada beberapatanaman, dengan media multiplikasi
yang sama, perlakuan subkultur terus
menerus tidak mengurangi dayamultiplikasi tunas, seperti pada nilam,
mentha dan pule pandak (Seswita,dalam Krstina dan Bermawie, 1999).Pengaruh periode kultur dan jumlah
tunas dapat dilihat pada Tabel 3.
Periode subkultur yang terus-menerus
dapat menurunkan daya regenerasi
tunas (Lauzer, et al., 1992).
Penyimpanan dengan cara
tumbuh ini memerlukan periodesubkultur yang rutin sehingga berakibat
pada terkontaminasinya tanaman yang
dapat mengurangi populasi bahkan
memusnahkan tanaman koleksi dilaboratorium. Untuk menghindari hal
tersebut telah diupayakan teknik
penyimpanan pertumbuhan minimaldengan menggunakan zat penghambat,
stabilator dan pemiskinan unsur hara
atau stress media.
Tabel 3. Periode subkultur dan jumlah tunas
No. Nama tanaman Periode subkultur Jumlah tunas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.16.
17.
18.
19.
20.
21.
Pule pandak ( Raufolvia serpentina)
Purwoceng (Pimpinella pruatjan)
Inggu ( Ruta angustifolia)Jahe ( Zingiber officinale)Bangle ( Zingiber cassumar ) Kunyit (Curcuma domestica)
Temu putih (Curcuma zeodaria)
Temu kunci (Curcuma pandurata)
Temulawak (Curcuma xanthorhiza)
Pegagan (Centella asiatica)
Kumis kucing (Orthosiphon cristatus)
Tapak dara (Vinca rosea)
Meniran (Phyllanthus niruri)
Daun encok (Plumbago zeylanica)
Kapolaga sabrang ( Elletaria carda momum)Adas (Foeniculum vulgare)
Murbei ( Morus alba)
Trengguli (Casia fistula)
Som jawa (Talinum paniculatum)
Sambung nyawa (Gynura prumbocens)
Tempuyung (Sonchus arvensis)
6 bulan
4-6 minggu
5 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
4 bulan
2 bulan
4 bulan
2 bulan
5 bulan
4 bulan3 bulan
3 bulan
2 bulan
4 bulan
4 bulan
3 bulan
8,3
4,2
2,9
4,08
3,94
*
*
*
3,75
2,42
4,8
6
2,8
3,15
9
2
2,2
1,3
1
1
19Keterangan : *) Tanaman mati terkontaminasi mikroorganismeSumber : Syukur, et al., 2001
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
7/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
57
Penggunaan zat penghambat
dilakukan dengan mengacu hasil penelitian Mariska et al., (1994) pada
tanaman pule pandak, pemberian ABA
1 mg/l menekan pertumbuhan tunas
sampai 5,6, sementara bila meng-gunakan media perbanyakan MS + BA
0,8 mg/l memberi jumlah tunas 14/2
bulan. Untuk tanaman inggu mediauntuk penyimpanan digunakan
penghambat ABA dan stabilator
Manitol. Dengan ABA 4 mg/l dapatmenekan pertumbuhan tunas menjadi
2,0 selama 6 bulan, sementara pada
manitol 500 – 1500 mg/l menekan
jumlah tunas 3/6 bulan.
Berdasarkan hasil tersebut di atassaat ini sedang digunakan ABA,
manitol dan pengurangan unsur haramakro pada tanaman koleksi pule
pandak, tapak dara, daun encok,
meniran, kumis kucing dan adas.
KEMUNGKINGAN
TIMBULNYA PERUBAHAN
GENETIK
Akibat dari penyimpanan kultur
yang cukup lama dapat menurunkandaya regenerasi tunas. Menurut
Wetherell (dalam Santoso, 1995)secara teori ada tiga masalah yang
dapat menyebabkan kerusakan kultur-
kultur tersebut, yaitu perubahan
genetik, kekurangan nutrisi dan penyakit. Kerusakan kultur dilaporkan
oleh Husni, et al., 1994 pada tanaman
lada yang telah disimpan lebih dari 4tahun, di mana pertumbuhan tunas
menjadi terhambat, batang gemukmemendek, daunnya memucat dankurus panjang. Sedangkan faktor
penyakit dilaporkan oleh Syahid et al.,
(2002) pada tanaman kunyit dantemulawak yang terkontaminasi
bakteri, tanaman bahkan telah musnah.
Menurut Sarwana (1994), mutasi
genetik “off type” yang muncul padatanaman dapat bervariasi antara 0 –
100%. Akibat mutasi genetik ini tidak
terlihat pada saat kultur di dalam botol,kecuali kerdil dan bule. Mutasi genetik
akan terlihat setelah tanaman
dikeluarkan (aklimatisasi). Padatanaman pisang setelah aklimatisasi
mutasi terlihat dengan adanya tanaman
yang roset, kipas, tidak bertangkai
tandan, bertangkai tandan panjang,
berbuah kecil dan kulit buah sepertikerak, mozaik dan daun sempit.
Untuk melihat kemungkinanterjadi mutasi genetik, saat ini telah
diaklimatisasi tanaman pegagan dan
temu putri dan menyusul tanaman pule pandak.
KESIMPULAN
Peluang penyimpanan secara in
vitro pada tanaman obat, cukup baik
dilakukan dengan teknik penyimpanandalam keadaan tumbuh pada media
yang sama dan penyimpanan dengan pertumbuhan minimal dapat dengan
menggunakan ABA, Manitol dan
pengurangan unsur makro. Saat ini
telah disimpan 21 jenis tanaman obatdalam keadaan tumbuh maupun
pertumbuhan minimal.
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
8/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., 1991. Kegunaan kultur
jaringan dalam pelestarian plasma nutfah. Buletin Littri
No.2 Maret 35 - 39.
Amzu, E. dan Haryanto, 1990.
Pelestarian pemanfaatantumbuhan obat di Indonesia.
Dalam E.A.M. Zuhud (Ed.).
Pelestarian pemanfaatantumbuhan obat dari hutan
tropis Indonesia. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan.
Fak. Kehutanan IPB. Bogor.Hal. 15 - 26.
Bermawie, N., E. Hadipoentyanti, S.Fatimah Syahid, S. Wahyuni,
D. Seswita dan R. T. Setiyono,2000. Status dan pengem-
bangan plasma nutfah tanaman
rempah dan obat 1995 - 2000.Bahan Laporan Hasil Penelitian
Plasma Nutfah 1995 - 2000,
KPKN, Bogor. 10 h.
Bhojwani, S. S. and M.K. Razdan,1983. Plant tissue culture.
Elseveir. Amsterdam. NewYork. 502 p.
Hadipoentyanti, E., D. Seswita, N.
Bermawie, S.F. Syahid, N.N.
Kristina, L. Udarno, Amalia, Nur Ajijah dan Meynarti SDI.,
2001. Rejuvinasi plasma nutfah
tanaman rempah, obat dananeka tanaman perkebunan
secara in vitro. Laporan Teknis
Penelitian. Balittro-Bogor. 7 h.
Herwinia, M., 1993. Pengaruh padat
dan cair serta penambahankombinasi benzyl adenin (BA)
dengan adenin sulfat, air kelapa
dan arang aktif terhadap
organogenesis jaringantanaman jahe ( Zingiber
officinale Rosc). Sripsi S1
FMIPA-UNPAD. Bandung 64 p.
Husni, A., Gati, E. dan I. Mariska,
1994. Perbanyakan klonal
tanaman obat langka inggumelalui kultur jaringan.
Makalah pada Seminar Hasil
Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi II. Bogor. 6 - 7September 1994. LIPI.
Irawati, 1990. Pelestarian plasma
nutfah melalui kultur jaringan.Makalah dalam Latihan
Bioteknologi Kultur Jaringan.
Balittro. 12-24 Maret. Bogor.
Kristina, N.N. dan N. Bermawie, 1999.Pengaruh subkultur dan lama
periode kultur pada daya
multiplikasi tunas lada (Pipernigrum) asal biji varietas
Petaling 1.
Lauzer, D.G. Laublin, G. Vincent andM. Cappadocia, 1992. In vitro
propagation and cytology of
wild Yams. Dioscorea
abyssinia Hoch and D.
mangenotiana Miege. Plant
Cell, Tissue and Organ Culture.
28 (2) : 215 - 223.
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
9/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
59
Mariska, I., 1987. Konsepsi pelestarian
plasma nutfah dengan baikanin vitro. Edisi Khusus Littro 3
(1): 22 - 27.
Mariska, I., E. Gati dan D.
Sukmadjaya, 1993. Pelestariantumbuhan obat melalui kultur
jaringan. Warta TOI : 2 (1) : 14
- 16.
Mariska, I. dan D. Seswita, 1994.Pengaruh lama penyimpanan
dan zat penghambat terhadap
daya regenerasi biakan pule
pandak. Makalah pada SeminarHasil Penelitian dan Pengem-
bangan Bioteknologi II. Bogor
6 - 7 September. LIPI.
Mariska, I., R. Purnamaningsih, M.Kosmiatin, 1995. Pertumbuhan
biakan purwoceng pada
beberapa media dasar.Prosiding Kongres Ilmu
Pengetahuan Nasional VI.
Jakarta 11 - 15 September.Buku III. LIPI-DIKTI dan
Forum Organisasi Profesi
Ilmiah. h. 250 - 256.Mariska, I., Hobir dan S. F. Syahid,
1998. Upaya penyediaan benih
tanaman jahe melalui kultur jaringan. Jurnal Litbang
Pertanian XVII (1) : 9 - 13.
Rifai, M.A., 1986. Perkembangan
muktahir perplasmanutfahantumbuhan obat di Indonesia.
Makalah dalam Simposium
Penelitian Tumbuhan Obat,
Juli. Surabaya.Santosa, 1995. Perbanyakan vegetatif
melalui kultur jaringan pada
tanaman jahe ( Zingiberofficinale Rosc.) dilaboratorium ioteknologi
Puslitbangtri. Bogor. Laporan
Kerja Praktek S1. Univ.Sudirman. 89 p.
Sastrapraja, S., 1988. Bioteknologi
untuk pelestarian dan
pemanfaatan plasma nutfah.Makalah Seminar Bioteknologi
Tanaman, BPPT dan PT.
Fitotek Unggul. 12 - 13Desember. Jakarta.
Sarwana, T.W.A., 1994. “Off type”
pada tanaman pisang hasil
kultur jaringan. Makalah padaSeminar Hasil Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi
II. 6 - 7 September. LIPI-Bioteknologi.
8/18/2019 Penyimpanan in Vitro Minggu7
10/10
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
60
Syukur, C., N. Bermawie, E.
hadipentyanti, S.F. Syahid, S.wahyuni, D. Seswita, N. N.
Kristina, R.T. Setiyono,
Sulaiman, U. Rasiman, E.
Sudiadi, Nasrun dan R.Suryadi, 2001. Konservasi
tanaman rempah dan obat.
Laporan Teknis Penelitiantahun 2001. Balittro Buku III.
85 - 96.
Rifai, M.A. dan Y. Anggadiredja,
1995. Keragaman plasmanutfah tanaman obat Indonesia,
penanganan penelitian,
pengembangan dan pelestarian.
Seminar Keanekaragamanhayati tumbuhan obat tropik.
PPOT-UGM. 10 h.
Syahid, S. F., N. N. Kristina, Sukarman
dan N. Bermawie, 2002.Konservasi tanaman rempah
dan obat secara in vitro di
lapang serta benih di
laboratorium. Laporan teknis penelitian 2002. Balittro-
Bogor. 40 hal.