Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA DESA TERHADAP
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014 (STUDI DESA BARU KECAMATAN PANCUR
BATU)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
MAYRISKA TRI AYU BR BANGUN
NIM : 140200197
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : Mayriska Tri Ayu Br Bangun
NIM : 140200197
DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
JUDUL SKRIPSI : Peran dan Tanggungjawab Kepala Desa Terhadap Pengelolaan Keuangan
Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (Studi Desa Baru
Kecamatan Pancur Batu)
Dengan ini menyatakan :
1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah
orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum
yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak
manapun.
Medan, Juni 2020
Mayriska Tri Ayu Br Bangun
Nim: 140200197
1
ABSTRAK
PERAN DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA DESA TERHADAP
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAUN 2014 (STUDI DESA BARU KECAMATAN PANCUR
BATU)
*Mayriska Tri Ayu Br Bangun
**Dr. Affila, SH.M.Hum
***Erna Herlinda, SH.M.Hum
Otonomi desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya persekutuan masyarakat
hukum tersebut, dengan batas-bats berupa hak dan kewenangan yang belum diatur
oleh persekutuan masyarakat hukum yang lebih luas dan tinggi tingkatannya
dalam rangka memenuhi kebutuhhan hidup dan penghidupan kesatuan masyarakat
hukum yang bersangkutan. Desa otonom memberikan ruang gerak yang luas pada
perencanaan pembangunan yang merupakan kebutuhan nyata masyarakat dan
tidak banyak dibebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi dan
pemerintah. Untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, desa
dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang mempunyai tugas melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa, menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa, membina
dan meningkatkan perekonomian desa dalam rangka peningkatan kualitas
kehidupan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Judul penelitian “Peran
dan Tanggung jawab Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014” memiliki rumusan masalah bagaimana
kedudukan desa dalam pemerintahan di Indonesia, sistem pengelolaan keuangan
desa serta peran dan tanggungjawab kepala desa dalam pengelolaan keuangan
desa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti
bahan pustaka atau data sekunder dan wawancara (interview).
Berdasarkan hasil penelitian, kedudukan pemerintahan desa dalam tata
pemerintahan di Indonesia secara yuridis telah diatur atau diakui kewenangan-
kewenangan tradisionalnya dalam Pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengelolaan keuangan desa di Desa Baru
Kecamatan Pancur Batu meliputi tahap perencanaan, pengaanggaran,
pelaksanaan, dan penatausahaan. Kepala desa menyampaikan laporan
pertanggung jawaban kepada Bupati/Walikota melalui Camat, lalu menyampaikan
informasi kepada masyarakat melalui papan pengumuman.
Kata Kunci: Pengelolaan, Peran dan Tanggungjawab, Keuangan
*Mahasiswa
**Dosen Pembimbing I
***Dosen Pembimbing II
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta
alam, berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nyalah, skripsi yang berjudul PERAN
DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA DESA TERHADAP
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MENURUT UNDANG UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014 (STUDI DESA BARU KECAMATAN PANCUR
BATU) ini dapat terwujud. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah pada
Nabi kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Administrasi Negara sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Dr. Affila, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses
penulisan skripsi ini.
7. Ibu Erna Herlinda, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, ang telah
memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses
penulisan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing
Akademik, yang telah memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjalani proses perkuliahan.
9. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan beserta memberikan pelayanan administrasi kepada penulis
selama menjalani proses perkuliahan.
10. Bapak Stevanus Tarigan, S.E selaku Kepala Desa Baru Kecamatan
Pancurbatu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mendapatkan data dan bersedia memberikan informasi yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini.
4
11. Kedua orang tua penulis Ayahanda Iktiono Okto Bangun dan Ibunda
Sabnida yang telah berjuang mendidik, merawat dan menasehati penulis
sejak kecil hingga beranjak dewasa sekarang ini dan senantiasa berdoa
bagi kesuksesan penulis. Sehingga penulis termotivasi untuk cepat
menyelesaikan skripsi ini.
12. Keluarga penulis, kakanda Zulham Akbar Bangun dan istri, kakanda Arif
Gautama Bangun dan istri, serta keponakan penulis, Hafiz Ghani Thua
Bangun, Fira Lathifa Azzahra, M. Raffi Azzam yang telah memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
13. Sahabat penulis Dini Sari, Mahapertiwi, Rizka Aulia, Galuh, Khairani,
Mahmmudin, Fathur Roji dan lainnya yang selalu memberikan semangat
kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Dan juga teman-teman
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2014 terkhusus
grup F dan Ikatan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (IMAHARA)
2014 yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis, sehingga
penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14. Sahabat penulis Nila Asmala Sari, Siti Annisa Syafira Lubis, yang selalu
memberikan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena
5
keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita
semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Allah
SWT.
Medan, Maret 2020
Hormat Saya
Mayriska Tri Ayu Br.
Bangun
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
LATAR BELAKANG .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ................................................ 5
D. Keaslian Penulisan ................................................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8
F. Metode Penelitian................................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan............................................................................. 15
BAB II KEDUDUKAN PEMERINTAH DESA DALAM TATA
PEMERINTAAN DI INDONESIA
A. Landasan HukumPemerintah Desa di Indonesia.................................... 18
B. Pengertian Desa dan Pemerintahan Desa ............................................... 19
C. Kedudukan Pemerintah Desa dalam Tata Pemerintahan di Indonesia... 25
BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI DESA BARU
KECAMATAN PANCUR BATU
A. Gambaran Umum Desa Baru ................................................................. 41
B. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Desa .................. 45
C. Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Baru ............................................ 48
BAB IV PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA DESA DALAM
MENGELOLA KEUANGAN DESA DI DESA BARU
KECAMATAN PANCUR BATU
A. Peran Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa ........................ 61
B. Tanggung Jawab Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa ...... 71
C. Hambatan dalam Pengelolaan Keuangan Desa ...................................... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 75
B. Saran ....................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia terdapat pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sebagai negara yang menganut asas
desentralisasi mengandung arti bahwa urusan pemerintahan itu terdiri atas urusan
pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah. Artinya ada perangkat
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang diberi otonomi yakni kebebasan
dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah.1
Keberadaan desa di tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia kemudian secara
yuridis normatif juga telah diatur, di mana desa telah diberikan atau lebih tepatnya
diakui kewenangan-kewenangan tradisionalnya menurut Pasal 18B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menegaskan:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-undang”.
Dalam perkembangannya, semangat untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui otonomi daerah tersebut kemudian
dikembangkan dalam sistem otonomi desa melalui penerapan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 sebagai peraturan pelaksananya.
1Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 17.
2
Otonomi desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya persekutuan masyarakat hukum
tersebut, dengan batas-batas berupa hak dan kewenangan yang belum diatur oleh
persekutuan masyarakat hukum yang lebih luas dan tinggi tingkatannya, dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan kesatuan masyarakat hukum
yang bersangkutan.2 Desa otonom akan memberikan ruang gerak yang luas pada
perencanaan pembangunan yang merupakan kebutuhan nyata masyarakat dan
tidak banyak dibebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi dan
pemerintah.3
Untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, desa dipimpin oleh
seorang Kepala Desa yang mempunyai tugas melaksanakan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu
juga, kepala desa berwenang untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja
desa, membina dan meningkatkan perekonomian desa dalam rangka peningkatan
kualitas kehidupan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Anggaran setiap desa di seluruh Indonesia akan mendapatkan dana yang
penghitungan anggarannya didasarkan pada jumlah desa dengan pertimbangan
diantaranya adalah jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018
“Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disingkat
2Sadu Wasistiono., Kapita Selekta Pemerintahan Daerah, Alqa Print, Bandung,2001, hlm. 71.
3HAW. Widjaja., Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat, dan Utuh, Cetakan
Keenam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 23.
3
PKPKD adalah kepala desa atau sebutan nama lain yang karna jabatannya
mempunyai kewenangan menyelenggaraan keseluruhan keuangan desa”. Dalam
mengelola dana desa tersebut, kepala desa wajib menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota. Laporan ini dihasilkan dari suatu
siklus pengelolaan keuangan desa yang dimulai dari tahapan perencanaan,
penganggaran pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan desa.
Tahap perencanaan dan penganggaran, pemerintah desa harus melibatkan
masyarakat desa yang di representasikan oleh Badan Permusyawaratan Desa
(BPD), sehingga program kerja dan kegiatan yang disusun dapat mengakomodir
kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa serta sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh desa tersebut. Selain itu, pemerintah desa harus bisa
menyelenggarakan pencatatan, atau minimal melakukan pembukuan atas transaksi
keuangannya sebagai wujud pertanggungjawaban keuangan yang dilakukannya.
Suatu pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik meskipun ditunjang
dengan adanya perencanaan yang baik, pengawasan yang baik, partisipasi
masyarakat yang baik apabila tidak diimbangi dengan tersedianya dana yang
memadai serta pengelolaan dana yang baik pula. Oleh karna itu, dapat dikatakan
bahwa berhasil atau tidaknya suatu pembangunan dilihat dari keuangan yang
dikelola oleh pemerintah desa.
Peran besar yang diterima oleh Desa, tentunya disertai dengan tanggungjawab
yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip
akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan
4
penyelenggaraan pemerintahan Desa harus dapat di pertanggungjawabkan kepada
masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
Namun demikian, peran dan tanggung jawab yang diterima oleh pemerintah
desa belum diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai baik
dari segi kuantitas maupun kualitas. Kendala umum lainnya yaitu desa belum
memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan
keuangannya serta belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan pendapatan dan
belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa memiliki
resiko yang cukup tinggi akan terjadinya permainan dalam pengunaan dana desa
ini.4
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih jauh dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dengan
mengangkat suatu judul skripsi “Peran dan Tanggungjawab Kepala Desa
terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 (Studi Desa Baru Kecamatan Pancur Batu).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan yang
dapat diangkat yaitu :
1. Bagaimanakah kedudukan pemerintahan desa dalam tata
pemerintahan di Indonesia?
2. Bagaimana pengelolaan keuangan desa di Desa Baru Kecamatan
Pancur Batu?
4Elisabeth Siringo Ringo, Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi
Besar Kabupaten Lampung Tengah, hlm., 1.
5
3. Bagaimana peran dan tanggung jawab kepala desa dalam pengelolaan
keuangan desa di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adala untuk memenuhi syarat
mendapat gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Namun, sesuai dengan masalah yang dibahas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan pemerintahan desa dalam
tata pemerintahan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengelolaan keuangan desa di Desa Baru
Kecamatan Pancur Batu.
3. Untuk mengetahui peran dan pertanggung jawaban kepala desa
terhadap pengelolaan keuangan desa.
2. Manfaat Penulisan
Adapun suatu penelitian, selain mempunyai tujuan yang jelas juga
diharapkan memberikan manfaat terutama bagi bidang ilmu yang diteliti,
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan
digunakan untuk memberikan gambaran dan uraian yang komprehensif mengenai
peran dan tanggungjawab kepala desa terhadap pengelolaan keuangan desa, serta
6
menambah wawasan ilmiah baik dalam bidang ini maupun dalam bidang terkait
lainnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan
digunakan menjadi materi tambahan bagi para pembacanya baik bagi para
akademisi maupun umum serta dihharapkan menjadi masukan dan bahan referensi
bagi mahasiswa yang ingin membahas tentang pengelolaan keuangan desa dan
apa yang menjadi hambatan dalam melakukan pengelolaan keuangan desa.
D. Keaslian Penulisan
Keaslian penulisan skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran sendiri
dengan mengambil panduan dari buku-buku yang penulis baca dan sumber-
sumber lain yang berkaitan dengan penulisan skripsi. Kemudian penulis juga
berkonsultasi dengan dosen pendamping untuk mengangkat judul dari penulisan
skripsi ini.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum yang ada di Indonesia baik
secara fisik maupun online bahwa judul skripsi “Peran dan Tanggung Jawab
Kepala Desa Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 (Studi Desa Baru Kecamatan Pancur Batu)” belum pernah
dilakukan, yang kemudian pihak pengurus perpustakaan mengeluarkan surat pada
tanggal 10 Desember 2018 yang menyatakan bahwa telah diperiksa dan tidak ada
judul yang sama persis terkait judul yang diangkat oleh penulis.
7
Namun ada beberapa judul skripsi berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Desa
antara lain :
Elisabeth Siringo Ringo, Universitas Lampung Bandar Lampung (2017), dengan
judul penelitian Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Adi Jaya Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Adapun permasalahan dalam
penelitian ini:
1. Pengelolaan keuangan desa di Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi
Besar Kabupaten Lampung Tenga.
2. Faktor yang menjadi penghambat dalam pengelolaan keuangan desa di
Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah.
Sintiya Eka Pertiwi, Universitas Lampung Bandar Lampung (2019) dengan judul
penelitian Pengelolaan Keuangan Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten
Lampung Barat. Adapun permasalahan dalam penelitian ini:
1. Pengelolaan keuangan Pekon Kenali Kecamatan Belalau kabupaten
Lampung Barat.
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan keuangan
pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat.
Muhammad Basirruddin, Universitas Riau (2012) dengan judul penelitian Peran
Pemerintahan Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Alai Kecamatan Tebing
Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2012. Adapun permasalahan
dalam penelitian ini:
8
1. Pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh aparatur pemerintahh
desa Alai kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan
Meranti.
2. Faktor penghambat pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa
Alai kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti.
Berdasarkan keterangan di atas terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan oleh
penelitian sebelumnya selain objek dan subjek penelitian juga permasalahan yang
dibahas juga terdapat perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi
merupakan karya penulis yang didukung dengan buku, jurnal, penelitian terdahulu
dan website, serta wawancara. Penulis dapat mempertanggung jawabkan baik
secara ilmiah maupun akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pada bagian ini penulis melengkapi penulisan skripsi ini dengan menjelaskan
tentang beberapa istilah yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
1. Peran dan Tanggung Jawab
a. Peran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran didefinisikan sebagai
seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas yang harus
dilaksanakan oleh orang tersebut.
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
9
menjalankan suatu peran.5 Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan
(status) yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan status merupakan sekumpulam
hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak
dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu fungsi.
Lebih lanjut Soerjono Soekanto juga mengemukakan aspek–aspek peranan
sebagai berikut :
1. Peranan meliputi norma–norma yang berhubungan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan–peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
b. Tanggung Jawab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah
suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya.6 Selanjutnya mengenai Tanggung jawab hukum, Ridwan Halim
mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari
pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun
5Soerjono Soekanto, Teori Peranan, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal. 243.
6Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
10
kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban
untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak
menyimpang dari peraturan yang telah ada.7
Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau
lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk
menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan,
setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan
secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya
tetap harus disertai dengan pertanggungjawaban, demikian pula dengan
pelaksanaan kekuasaan.8
2. Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018,
pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban
keuangan desa.
Keuangan desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik.
Asas-asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri
Nomor 20 Tahun 2018 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut:
a. Trasnparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-
luasnya tentang keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak
7Khairrunisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Medan,2008,hlm. 4.
8Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bandung, 2010, hlm. 37.
11
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan
tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggung
jawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kewajiban yang dipercayakan dalam rangkai pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaran pemerintahan desa
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Partisifatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikut
sertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa
d. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus
mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang
dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah
atau jawaban terhadap pertanyaan tertentu.9 Penelitian merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara
metodologis, sistematis, dan konsisten. Sedangkan penelitian hukum merupakan
suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran
9Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm.18.
12
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu, dengan jalan menganalisanya.10
1. Jenis penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian
ini, digunakan metode penelitian, yaitu penelitian ini bersifat deskriptif analitis
artinya dari data penelitian yang dianalisis dapat menggambarkan pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa. Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang
digunakan adalah memakai pendekatan penelitian hukum normatif dan penelitian
hukum empiris. Penelitian Hukum Normatif (yuridis normatif) adalah metode
penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data
sekunder belaka.11
Sedangkan penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian
yang dilakukan untuk mendapat data primer, yang diperoleh melalui wawancara
dengan pihak tertentu yakni yang berkaitan dengan Peran dan Tanggungjawab
Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan data sekunder
yang merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang resmi, buku-
buku, hasil-hasil penelitian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.12
Berikut ini adalah bahan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu:
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, Jakarta: UI-Press, 1986, Hal. 43. 11
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13. 12
Bambang Sungguno, Metodologi Penelitian Hukum, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.
72.
13
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang
membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang bersifat
mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Peraturan
Pelaksana Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014.
4) Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan
berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-
dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum, dan komentar-komentar atas putusan maupun pengadilan.13
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang dapat memperjelas suatu
persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada bahan-bahan hukum primer dan
sekunder, yang berasal dari kamus, ensiklopedia, karya ilmiah, majalah, surat
kabar, materi seminar, makalah, sumber dari internet dan lain sebagainya.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm.
141.
14
3. Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara
pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundang-
undangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian di
kategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan untuk mengumpulkan dan
menyusun data yang diperlukan melalui wawancara dengan pihak/orang yang
berkaitan dengan pemecahan masalah dalam skripsi ini.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai teknik pengumpulan data yaitu:
a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulis mencari dan
mengumpulkan serta mempelajari informasi sebanyak-banyaknya
dengan melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-
undangan, buku karangan para sarjana dan ahli hukum serta situs
internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan
skripsi ini.
b. Penelitian lapangan (field research) yaitu penulis melakukan
wawancara terkait dengan pengelolaan keuangan desa dengan Kepala
Desa, Desa Baru Bapak Stevanus Tarigan, SE untuk melengkapi
bahan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan di atas.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan
teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini
15
disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang,
mengkritik, mendukung. Menambah atau memberi komentar dan kemudian
membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan
bantuan teori yang telah dikuasainya.
Analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan untuk
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Pengertian analisis
disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis
sistematis. Logis sistematis menunjukan cara berfikir deduktif-induktif dan
mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah
analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan
menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang
diteliti.14
Dari hasil analisis dapat ditarik suatu kesimpulan. Mempergunakan
metode kualitatif tidak semata-mata bertujuan mengungkapkan kebenaran saja,
tapi juga memahami kebenaran tersebut dengan penggunaan metode kualitatif,
landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan
fakta lapangan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika
penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini adalah :
14
H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988), hlm 37
16
BAB I :PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan pengantar, dimana didalamnya dibahas
mengenai latar belakang dari masalah yang akan diteliti,
perumusan masalah yang diambil, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan,
serta sistematika penulisan.
BAB II : KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DESA DALAM TATA
PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang landasan hukum
pemerintahan desa di Indonesia, pengertian desa dan pemerintahan
desa serta kedudukan pemerintah desa.
BAB III :PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI DESA BARU
KECAMATAN PANCUR BATU
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang gambaran umum desa
Pancur Batu serta dasar hukum pengelolaan keuangan desa dan
pengelolaan keuangan desa di Desa Baru.
BAB IV :PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA DESA
DALAM MENGELOLA KEUANGAN DI DESA BARU
KECAMATAN PANCUR BATU
Dalam bab ini Penulis menguraikan tentang peran dan tanggung
jawab dalam mengelola keuangan desa, serta hambatan dalam
pengelolaan keuangan desa di Desa Baru. Berdasarkan hasil
penelitian/riset yang penulis temukan dilapangan.
17
BAB V :PENUTUP
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi. Bab ini
berisikan dari dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran. Yang mana
kesimpulan merupakan jawaban dari permasalahan yang diambil.
Dan saran merupakan solusi berupa saran yang terkait dengan
temuan hasil penelitian dilapangan.
18
BAB II
KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DESA DALAM TATA
PEMERINTAHAN DI INDONESIA
A. Landasan Hukum Pemerintahan Desa di Indonesia
Keberadaan desa di Negara Kesatuan Republik Indonesia secara yuridis telah
diatur, dimana desa telah diberikan atau lebih tepatnya diakui kewenangan-
kewenangan tradisionalnya menurut Pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
Undang-undang”.
Tujuan ditetapkan pengaturan desa dalam undang-undang ini memberikan
pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagaman
sebelum dan sesudah terbentuknya NKRI. Selain itu, dengan undang-undang ini
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Lebih lanjut Pemerintahan Desa diatur dalam :
a. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Peraturann Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksana Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
19
d. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa
Yang Bersumber dari APBN.
e. Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Peraturan Desa.
f. Pemendagri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa.
g. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
h. Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pembangunan Desa.
B. Pengertian Desa dan Pemerintahan Desa
a. Pengertian Desa
Desa secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti
tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Istilah desa secara etimologis berasal
dari kata “swadesi” bahasa sansekerta yang berarti wilayah, tempat atau bagian
yang mandiri dan otonom. Ateng Syafrudin juga memberikan informasi tentang
istilah yang digunakan sebagai kesamaan istilah desa yakni “swagarma, dhisa,
marga, nagari, mukim, kurnia, tumenggungan, negorey, wanua atau negoriy,
manoa, banjar dan penanian.15
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara ini terbentuk. Struktur
sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi
15
Ateng Safrudin & Suprin Na’a. Pergulatan Hukum Tradisonal dan Hukum Modern dalam
Desain otonomi Desa. Bandung, Rapublik Desa, 2010. Hal. 2
20
sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Dengan tingkat keragaman
yang tinggi, membuat desa merupakan wujud bangsa yang paling konkret.16
Desa merupakan satuan pemerintahan dibawah kabupaten/kota. Desa tidak
sama dengan kelurahan yang statusnya dibawah camat. Kelurahan hanyalah
wilayah kerja lurah dibawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 17
Desa merupakan entitas terdepan dalam segala proses pembangunan
bangsa dan negara. Hal ini menyebabkan desa memiliki arti sangat strategis
sebagai basis penyelenggaraan pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan
hak-hak publik rakyat lokal. Sejak masa penjajahan Hindia Belanda sekalipun,
pemerintah kolonial telah menyadari peran strategis desa dalam konstelasi
ketatanegaraan pada masa itu. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat
berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang
tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik
karena keturunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik,
16
HAW. Widjaja. Otonomi Desa Merupakan otonomi yang Asli, Bulat dan utuh. Jakarta, Rajawali
Pers, 2008. Hal.4. 17
Arenawati, Administrasi Pemerintahan Daerah, Sejarah, konsep dan pelaksanaan di Indonesia.
Hal. 63.
21
ekonomi, sosial, dan keamanan; memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.18
Menurut Y. Zakaria, sejatinya desa adalah negara kecil, karena sebagai
masyarakat hukum, desa memiliki semua perangkat suatu negara, seperti wilayah,
warga, aturan dan pemerintahan. Selain itu, pemerintahan desa memiliki alat
perlengkapan desa seperti polisi dan pengadilan yang memiliki kewenangan untuk
menggunakan kekerasan di dalam teritori atau wilayah hukumnya.19
Hal tersebut
membuat desa merupakan suatu institusi otonom dengan tradisi, adat istiadat dan
hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Berdasarkan hal inilah maka desa harus
dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak dan kekuasaan
dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk mencapai
kesejahteraan. Hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat inilah
yang disebut otonomi desa.
Jika ditinjau dari segi Geografis menurut Beratha berpendapat bahwa,
Desa adalah sebagai “suatu unsur perwujudan geografi yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografis, sosial ekonomis, politis dan kultural yang terdapat di situ
dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain”.20
Selanjutnya, jika ditinjau dari segi pengertian Administrasi Desa, Daldjoeni
memberikan batasan tentang Desa adalah sebagai “suatu kesatuan hukum, di mana
18
Unang Sunardjo, Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung, Tarsito, 184. Hal. 11. 19
Y. Zakaria, Pemulihan Kehidupan Desa dalam Desentralisasi, Globalisasi, dan Demokrasi
Lokal. Jakarta,LP3S, 2005. Hal 332. 20
I Nyoman Beratha. Desa; Masarakat Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta, Ghalia indonesia,
1982. Hal. 26.
22
bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri”.21
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (1) Tentang
Desa, desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan / hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.22
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggambarkan
itikad negara untuk mengotomikan desa, dengan berbagai kemandirian
pemerintahan desa seperti pemilihan umum calon pemimpin desa, anggaran desa,
dan kemandirian pembuatan peraturan desa semacam perda, meyebabkan daerah
otonomi NKRI menjadi provinsi, kabupaten atau kota, dan desa.
b. Pemerintahan Desa
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (2)
yang dimaksud dengan pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.23
Pemerintahan diartikan sebagai keseluruhan lingkungan jabatan dalam
suatu organisasi negara, pemerintahan sebagai lingkungan jabatan adalah alat-alat
21
Daldjoni, N, Geografi Kota dan Desa, Bandung, Penerbit Alumni, 1987. Hal. 45. 22
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 1 ayat (1) 23 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Pasal 1 ayat (2)
23
kelengkapan negara seperti jabatan eksekutif, jabatan legislatif, jabatan yudikatif,
dan jabatan supra struktur lainnya. Pemerintahan yang berisi lingkungan
pekerjaaan tetap disebut juga pemerintahan dalam arti statis, dan dapat diartikan
dalam arti dinamis yang berisi gerak atau aktivitas berupa tindakan atau proses
menjalankan kekeuasaan pemerintahan. Untuk menjalankan wewenang atau
kekuasaan yang melekat pada lingkungan jabatan, harus ada pemangku jabatan
yaitu pejabat (ambstrager). Pemangku jabatan menjalankan pemerintahan, karna
itu disebut pemerintah.
Pemerintahan desa merupakan bagian dari pemerintahan nasional yang
penyelenggaraannya ditujukan pada pedesaaan. Pemerintahan desa adalah suatu
proses dimana usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan
usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.24
.
Dalam konteks Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah
desa adalah kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa lainnya dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan tugasnya. Pada pasal 26 ayat
(2) menyatakan, bahwa dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berwenang:
Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
Mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa;
Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
Menetapkan Peraturan Desa;
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
Membina kehidupan masyarakat Desa;
24
Maria Eni Surasih, Pemerintahan Desa dan Implementasinya. Jakarta, Erlangga, 2006. Hal 23.
24
Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
Mengembangkan sumber pendapatan Desa;
Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
Memanfaatkan teknologi tepat guna;
Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
Mewakili Desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh kepala desa, maka secara
hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karena itu untuk efektif harus
ada pendelegasian kewenangan kepada para pembantunya atau memberikan
mandat. Oleh karena itu dalam melaksanakan kewenangan kepala desa diberikan
sebagaimana ditegaskan pada pasal 26 ayat (3) UU No 6 Tahun 2014, yaitu :
Dalam melaksanakan tugas kepala desa berhak:
a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa;
b. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;
25
c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan
lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;
dan
e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada
perangkat desa.
Dari gambaran uraian diatas, Pemerintahan desa merupakan penyelenggaraan
mengenai urusan bagi pemerintahan dan kepentingan bagi masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Kedudukan Pemerintah Desa dalam Tata Pemerintahan di Indonesia
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai peraturan yang berkaitan
dengan pengaturan desa yang pernah di berlakukan di Indonesia sebelum dan
sesudah kemerdekaan Indonesia. Selain itu, penulis akan membahas
mengenai perubahan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan hak asal usul
dan adat istiadat ang dimiliki.
Kedudukan pemerintah desa yang pernah diberlakukan di Indonesia antara
lain:
1. Kedudukan Desa berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (di bawah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948)
Batang tubuh UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatur tentang desa,
Pasal 18 UUD 1945 hanya mengatur pembagian daerah yang berkonsekuensi pada
26
pembentukan pemerintahan daerah. Bunyi selengkapnya BAB VI tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 18 adalah sebagai berikut:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang, dengan memandang dan mengingati dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-
usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Merujuk daerah besar dan daerah kecil yang dimaksud Pasal 18 UUD 1945
merujuk pada daerah besar dan daerah kecil dalam sistem pemerintahan zaman
Hindia Belanda, yaitu provintie sebagai daerah yang besar dan
regenschap/gemeente sebagai daerah kecil, masing-masing merupakan daerah
otonom sekaligus wilayah administrasi. Adapun desa, kuria, marga dan lain-lain
tidak termasuk dalam pengertian daerah besar dan daerah kecil.25
Akan tetapi,
dalam rapat-rapat BPUPKI Mochammad Yamin mengusulkan agar desa, kuria
marga, gampong, dan lain-lain ditempatkan sebagai pemerintahan kaki di bawah
pemerintahan tengah (pemerintahan daerah) setelah dirasionalisasi. Desa, kuria,
marga, gampong, dan lain-lain ditarik ke dalam sistem pemerintahan atau tidak
dibiarkan berada di luar sebagaimana kebijakan. Berbeda dengan Moch Yamin,
Soepomo mengusulkan agar desa, kuria, marga, gampong, dan lain-lain diakui
oleh negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur rumah
tangganya karena memiliki susunan asli dan mempunyai susunan asal-usul yang
jelas. Konsepsi Soepomo lebih jelas ketika membuat Penjelasan UUD 1945
Februari 1946. Bunyi selengkapnya Penjelasan UUD 1945 Pasal 18 angka II
adalah sebagai berikut:
25
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintaan Desa, Erlangga, Jakarta,
2011, hlm. 211-212
27
“Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
zelfbesturende landchappen dan volksgemeenschappen, seperti
desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai
susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa”.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut. Tampaknya Soepomo merujuk pada
sistem pemerintahan zaman kolonial. Di samping terdiri atas daerah besar
(provintie) dan daerah kecil (regenschap dan gemeente), sistem pemerintahan
daerah pada zaman penajajahan Belanda juga mengakui keberadaan
zelfbesturende landchappen dan volksgemeenschappen. Zelfbesturende
landchappen adalah daerah swapraja atau kerajaan-kerajaan pribumi yang
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hukum adat
masing-masing, sedangkan volksgemeenschappen adalah kesatuan masyarakat
hukum pribumi yang mengatur urusan dan kepentingannya sendiri sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku secara turun-temurun (self governing community atau
zelfbesturende landchappen). Kepada zelfbesturende landchappen pemerintah
kolonial mengadakan perjanjian panjang atau perjanjian pendek, sedangkan
kepada volksgemeenschappen pemerintah Hindia Belanda mengakuinya
(membiarkan) sebagai kesatuan hukum pribumi yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri.
Di sini tampak konsepsi Soepomo mengenai pembentukan pemerintahan desa
tidak jauh berbeda dengan kebijakan pemerintah Hindia Belanda di era colonial
Negara mengakui keberdaan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
28
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan adat istiadat
turun-temurun karena mempunyai susunan asli, dalam arti merupakan hasil kreasi
bangsa Indonesia sendiri, bukan hasil bentukan pemerintah pusat. Meskipun
demikian, Soepomo tidak ingin mempertahankan desa sebagaimana adanya,
melainkan ingin memperbaharui desa dengan memasukkan sistem musyawarah
(sistem demokrasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Jadi, menurut
konsepsi Soepomo, negara mengakui keberdaan desa sebagai self-governing
community atau zelfbestuur gemeinschap dan memperbaharuinya dengan
memasukkan sistem demokrasi di dalamnya.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD 1945, dibuatlah Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan Pokok mengenai Pemerintahan
Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948, desa ditetapkan sebagai
daerah otonom (local self government). Pasal 1 Undang Undang 22 Tahun 1948
mengatur bahawa Daerah Negara Republik Indinesia tersusun dalam tiga
tingkatan ialah Provinsi, Kabupaten (kota besar), dan Desa (Kota Kecil, Nagari,
Marga, dan sebagainya) yang berak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 desan tegas menempatkan desa
sebagai daerah otonom tingkat tiga dengan hak otonomi dan hak medebewind.
Hak otonomi adalah penyerahan penuh dari Pemerintah Pusat kepada Daerah baik
tentang asasnya maupun tentang kewajiban yang diserahkan. Hak medebewind
adalah penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai cara
29
menjalankan saja sedangkan asas-asasnya ditetapkan sendiri oleh pemerintah
pusat.26
2. Kedudukan Desa Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (di
bawah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957)
Perundingan damai Indonesia-Belanda menghasilkan kesepakatan, antara
lain pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Indonesia sebagai Republik
Indonesia Serikat (RIS), RIS menggunakan konstitusi RIS 1949. Akan tetapi
dengan adanya mosi integrasi Moch. Natsir dari Partai Masyumi, semua kekuatan
politk dan masyarakat menghendaki ke negara kesatuan. Akhirnya pada 17
Agustus 1950 RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
konstitusi RIS 1949 diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
1950.
Di bawah UUDS 1950 diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, menggantikan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1948. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, daerah
otonom terdiri atas Daerah Tingkat ke-I, Daerah Tingkat ke-II, dan Daerah
Tingkat ke-III. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tidak secara jelas
diatur tentang desa. Dalam Memori Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 Ad 2 dijelaskan bahwa dalam membentuk Daerah Tingkat ke-III sejauh
mungkin didasarkan pada kesatuan masyarakat hukum yang sudah ada dan hidup
dalam masyarakat Indonesia, karena dengan jalan ini otonomi daerah akan kuat
dan bermanfaat bagi rakyat. Hendaknya dihindari membentuk daerah otonom
26
Ibid, hlm 213
30
tingkat tiga dengan cara bikin-bikinan, yaitu dengan cara membentuk wilayah
administrasi di bawah kabupaten tanpa mempertimbangkan kesatuan masyarakat
hukum adat yang ada dan hidup. Jika Daerah Tingkat ke-III dibentuk demikian,
maka daerah otonom terbawah ini tidak akan kuat. Prinsip yang kedua adalah
bahwa sesuatu daerah yang akan diberikan otonomi itu hendaklah sebanyak
mungkin merupakan suatu masyarakat yang sungguh mempunyai faktor-faktor
pengikat kesatuannya. Sebab itulah maka hendaknya dimana menurut keadaan
masyarakat belum dapat diadakan (3) tingkat, untuk sementara waktu dibentuk
dua tingkat dahulu.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 juga memberi arah bahwa pada akhirnya desa dijadikan Daerah Tingkat ke-
III sebagai daerah otonom, bukan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang
diakui negara. Hanya saja, pembentukan daerah otonom Tingkat ke-III tersebut
berbasiskan kesatuan masyarakat hukum yang sudah ada dan masih terpelihara.
Sebab dengan cara ini, daerah otonom tingkat ketiga tersebut menjadi kuat karena
mempunyai faktor-faktor pengikat yang sudah berjalan turun-temurun.27
3. Kedudukan Desa Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Era Demokrasi
Terpimpin (di Bawah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965)
Dalam situasi politik dan keamanan yang tidak stabil, Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Salah satu diktumnya adalah
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Atas dasar Dekrit ini,
UUDS 1950 tidak berlaku. Berdasarkan Dekrit Presiden, Presiden mengubah
27
Ibid, hlm 214-215.
31
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dari demokrasi liberal ke sistem
totaliter yang dikenal dengan nama Demokrasi Terpimpin. Sistem pemerintahan
yang semula desentralisasi diubah menjadi sentralisasi.
Pada tahun 1965 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang
Desa Praja sebagai Bentuk Peralihan untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah
Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Menurut Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1965, yang dimaksud dengan Desa Praja adalah
kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak
mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta
bendanya sendiri. Dalam Penjelasan dinyatakan bahwa kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum, volksgemeenschappen seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya yang bukan bekas
swapraja termasuk dalam pengertian desa dalam undang-undang ini.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 ditujukan sebagai undang-undang transisi
untuk membentuk Daerah Tingkat III sebagaimana dimaksud oleh Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Maksudnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tidak dimaksudkan sebagai
undang-undang pengaturan desa secara permanen, melainkan hanya sebagai
undang-undang transisi. Tujuan akhir dari pembentukan pemerintahan daerah di
Indonesia adalah terbentuknya daerah otonom tiga tingkat. Pembentukan daerah
tingkat ketiga diawali dengan pembentukan desa praja, Desa Praja akan diubah
menjadi Daerah Tingkat III. Pada akhirnya jika pembentukan daerah tingkat tiga
sudah benar-benar dapat terbentuk, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
32
tentang Desa Praja tidak berlaku lagi. Hal tersebut dapat dibaca dalam Penjelasan
Umum tentang Desa Praja. Di sini dijelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1965 tidak membentuk baru desa praja, melainkan mengakui kesatuan-
keatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh Indonesia dengan berbagai
macam nama menjadi desa praja. Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat teritorial dan belum mengenal otonomi seperti yang terdapat di berbagai
wilayah daerah administratif tidak dijadikan desa praja, melainkan dapat langsung
dijadikan sebagai unit administratif dari Daerah Tingkat III. Penjelasan Umum
juga menyatakan bahwa desa praja bukan merupakan satu tujuan tersendiri,
melainkan hanya bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya daerah
Tingkat III dalam rangka Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah. Suatu saat bila tiba waktunya, semua desa praja
harus ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan atau tanpa penggabungan
lebih dahulu mengikat besar kecilnya desa praja yang bersangkutan. Dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965, peraturan perundang-
undangan warisan kolonial IGO dan IGOB serta semua peraturan perundang-
undangan pelaksanaannya tidak berlaku lagi.28
Jadi, jiwa dan semangat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tidak jauh
berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957. Desa akan dijadikan daerah otonom tingkat tiga dengan
asas desentralisasi (hak otonomi) dan asas tugas pembantuan (hak madebewind).
Perbedaannya, jika dalam undang-undang sebelumnya untuk membentuk Daerah
28
Ibid, hlm 216-217.
33
Tingkat III perlu dilakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk menentukan
kesatuan masyarakat hukum mana yang layak ditingkatkan menjadi daerah
otonom tingkat tiga, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 langsung
menggabungkan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang ada dijadikan desa
praja dengan luas wilayah kira-kira setingkat kecamatan.29
4. Kedudukan Desa Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Masa Orde
Baru (di Bawah Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979)
Sebelum rezim Orde Baru membuat udang-undang tentang desa,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah. Pemerintah Orde Baru mengatur pemerintah daerah
di bawah asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan secara
bersamaan yang dinilai dapat menjadi alat pencapaian program pembangunan
nasional secara efektif. Hal ini berbeda dengan kebijakan pemerintah sebelumnya
mengatur pemerintah dan desa dengan asas desentralisasi (hak otonomi) dan asas
tugas pembantuan (hak madebewind) yang berorientasi pada demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat lokal. Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
pemerintah Orde Baru menerapkan sistem sentralistis dalam menyelenggarakan
pemerintahan daerah mulai dari provinsi sampai ke desa. Pemerintah daerah
dijadikan instrumen pemerintah pusat agar bisa melaksanakan kebijakan pusat
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pemerintah pusat tidak memperkuat
daerah otonom (local self-goverment), tapi memperkuat wilayah administrasi
(local state goverment). Provinsi dan kabupaten/kota madya dijadikan daerah
29
Ibid, hlm 217.
34
dengan status, yaitu sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah
administrasi. Di samping itu, pemerintah membentuk wilayah administrasi baru di
bawah kabupaten/kota administratif. Kecamatan yang dalam undang-undang
sebelumnya akan dihapus sebagaimana karesidenan dan kewedanaan kemudian
dipersiapkan untuk dijadikan daerah otonom tingkat tiga dipertahankan dan
diperkuat sebagai wilayah administrasi. Pemerintah juga membentuk wilayah
administrasi baru di bawah kecamatan sejajar dengan kelurahan dengan status
wilayah administrasi yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya. Kebijakan
Orde baru tentang pemerintahan daerah dan desa berkebalikan dengan era
sebelumnya. Kalau semua undang-undang yang dikeluarkan era pemerintahan
sebelumnya sedikit demi sedikit akan menghapus semua wilayah administrasi dan
kewenangan pamong praja, pejabat dan staf instansi vertikal, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 justru menghidupkan dan memperkuat kedudukan pamong
praja dengan menyusun wilayah administrasi (local state goverment) dari pusat
sampai daerah dengan jenjang yang lebih panjang.30
Setelah mengundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, pemerintahan era
Orde Baru kemudian mengeluarkan Undang
-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 lebih merupakan operasionalisasi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 pada tingkat desa. Desa diberi pengertian sebagai berikut:
“Desa adalah wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan
30
Ibid, hlm. 217-218.
35
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri”.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
tidak mengatur desa sebagai kesatuan masyarakat adat, melainkan mengatur
kesatuan masyarakat yang di dalamnya terdapat kesatuan masyarakat hukum. jadi,
yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 adalah sejumlah
penduduk yang tinggal dalam suatu wilayah yang bernama desa. Pengertian ini
tentu sangat membingungkan karena kalimat “wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum” menjadi sulit dipahami dari segi teori local goverment.
Apakah entitas tersebut local self-government atau self-governing community.
Dalam teori otonomi daerah, entitas yang dapat menyelenggarakan urusan rumah
tangganya sendiri atau otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum, bukan
kesatuan masyarakat.31
Meskipun dipilih oleh rakyat desa setempat, kepala desa tidak ditempatkan
sebagai kepala desa otonom yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
rakyat desanya; melainkan, ditempatkan sebagai pejabat yang menjalankan
kebijakan negara. Dilihat dari semua pengaturan desa, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1979 bertentangan dengan semua undang-undang sebelumnya (Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, dan
UndangUndang Nomor 19 Tahun 1965). Jika undang-undang sebelumnya akan
menjadikan desa sebagai daerah otonom tingkat tiga, maka Undang-Undang
31
Ibid, hlm. 218-219.
36
Nomor 5 Tahun 1979 justru menempatkan desa sebagai wilayah administrasi
terendah. Hal ini paralel dengan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang memperkuat wilayah
administrasi ketimbang memperkuat daerah otonom.32
5. Kedudukan Desa Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Pasca
Amandemen (di Bawah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004)
Bab VI Pasal 18 UUD 1945 diamandemen menjadi Pasal 18. 18 A, dan
18B. Berdasarkan ketiga pasal ini maka pemerintah daerah di Indonesia terdiri
atas, tiga bentuk:
a. Pemerintah Daerah biasa (Pasal 18);
b. Pemerintah Daerah Khusus dan Istimewa (Pasal 18B ayat (1); dan
c. Kesatuan masyarakat hukum adat (Pasal 18B ayat (2).
Pemerintah daerah biasa menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal
18 ayat (2). Adapun pemerintah khusus atau istimewa dan kesatuan masyarakat
hukum adat menggunakan penghormatan dan pengakuan, rekognisi (Pasal 18B
ayat (1) dan ayat (2)). Bahasa yang digunakan dalam Pasal 18B ayat (2) adalah:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya”.
Pengaturan ini mengandung arti bahwa negara harus melakukan rekognisi
terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, yang di dalamnya mencakup
32
Ibid, hlm. 220.
37
desa, nagari, mukim, huta, sosor, kampung, marga, negeri, parangiu, pakraman,
lembang dan seterusnya.33
Dalam semangat otonomi daerah dan desa keluar Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang di
dalamnya diatur tentang desa. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengakui desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum adat dengan hak-hak asal-usul dan adat istiadatnya. Oleh
karena itu, desa bisa disebut dengan nama lain sesuai dengan kondisi sosial-
budaya setempat. Paralel dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengakui desa atau nama lain,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga
mengakui kembali keberadaan mukim (berada di tengah antara kecamatan dan
desa/gampong), yaitu selama Orde Baru dihilangkan dari stuktur hirarkis dan
hanya menempatkan gempong sebagai desa.
Di bawah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 32
Tahun 2004, kedudukan desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum adat; hal
ini sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Akan tetapi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 menempatkan desa di bawah kabupaten/kota. Penempatan
desa di bawah kabupaten/kota berarti desa menjdi subkordinat kabupaten/kota
dalam hubungan wilayah administrasi dan/atau dekonsentrasi. Dengan demikian,
desa tidak berbeda dengan kelurahan yang sama-sama di bawah kabupaten/kota.
33
Ibid, hlm. 221.
38
Model ini tidak jauh beda dengan pengaturan desa di bawah Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979.
Kewenangan Desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 menjadi tidak mempunyai arti apa-apa ketika urusan berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat tidak bisa didefinisikan dan diidentifikasi secara jelas. Demikian
halnya dengan urusan yang berasal dari penyerahan kabupaten/kota, yang sampai
sekarang tidak pernah diserahkan kepada desa. Tugas pembantuan dari
pemerintahan atasan pun sampai sekarang tidak kunjung ada baik dari
kabupaten/kota, provinsi, maupun pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tidak mengatur kelembagaan desa secara rinci. Pengaturan
selanjutnya diserahkan kepada kabupaten/kota dengan peraturan daerah.
Meskipun semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengembalikan desa
sesuai dengan asal-usul dan adat istiadat, isi peraturan daerah yang dibuat
kabupaten/kota tentang kelembagaan desa ternyata sama dengan kelembagaan
desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Stuktur
organisasi desa terdiri atas kepala desa, sekretaris desa yang membawahi kepala-
kepala urusan, dan kepala dusun. Peraturan daerah hanya mengadopsi sebutan
kepala desa menjadi lurah desa, kuwu, petinggi, pesirah dan lain-lain. Pemerintah
kabupaten/kota sudah lupa akan kelembagaan desa sesuai dengan asal-usul dan
adat istiadatnya.34
6. Kedudukan Pemerintah Desa menurut Undang Undang Nomor 6 Tahun
2014
34
Ibid, hlm. 221-223.
39
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat
masyarakat di desa telah mendapatkan payung hukum yang lebih kuat
dibandingkan pengaturan desa di dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999
maupun Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pandangan sebagian besar
masyarakat terhadap undang-undang ini lebih tertuju kepada alokasi dana yang
sangat besar. Padahal isi dari dari undang-undang desa tidak hanya mengatur
perihal dana desa tetapi mencakup hal yang sangat luas.35
Desa dalam sejarahnya telah ditetapkan dalam beberapa pengaturan
tentang desa, dalam pelaksanaannya pengaturan mengenai desa tersebut belum
dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa yang hingga
saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa. Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 ini disusun dengan semangat penerapan amanat
konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan
Pasal 18 B ayat (2) yang berbunyi:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 tersebut mengatur mengenai pengakuan
keberadaan kesatuan masyarakat adat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa maka
pemerintah desa secara administratif berada dibawah pemerintahan
35
Ni’ Matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa. Malang, Setara Press, 2015. Hal 206.
40
Kabupaten/Kota (local self government).36
Ketentuan dalam pasal 5 Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa desa berkedudukan di
wilayah Kabupaten/kota tersebut diperkuat dengan asas rekognisi yaitu pengakuan
terhadap hak asal usul, dalam hal ini berarti desa diakui keberadaannya oleh
negara sebagai suatu organisasi pemerintahan yang sudah ada dan dilakukan
dalam kesatuan masyarakat adat sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa sebagai kesatuan masyarakat
adat, desa diakui keberadaannya oleh negara sebagai satuan pemerintahan yang
paling kecil. Desa mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama pentingnya
dengan kesatuan pemerintahan seperti kabupaten dan kota. Kesederajatan ini
mengandung makna, bahwa kesatuan masyarakat hukum atau sebutan nama
lainya berhak atas segala perlakuan dan diberi kesempatan berkembang sebagai
subsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tetap berada pada prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
36 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014, Pasal 5.
41
BAB III
PENGELOLAAN KEUANGAN DI DESA BARU KECAMATAN PANCUR
BATU
A. Gambaran Umum Desa Baru
Desa Baru berlokasi di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. Luas wilayah Kecamatan Pancur Batu adalah 122.53 Km2
yang
berjarak ±18 Km dari Kota Medan. Kecamatan Pancur Batu terdiri dari 25 Desa,
yaitu Desa Baru, Bintang Meriah, Durin Tunggal, Durin Janggak, Durin
Simbelang, Gunung Tinggi, Hulu Kampung Hulu, Desa Lama, Namo Bintang,
Namo Riam, Namo Rih, Namo Simpur, Pertampilan, Perumnas Simalingkar,
Salam Tani, Sei Gelugur, Sembahe Baru, Simalingkar A, Sugou, Sukaraya,
Tanjung Anom, Kampung Tengah, Tiang Layar, Tuntungan I, Tuntungan II
dengan jumlah penduduk menurut data kantor mencapai 87.267 Jiwa.
Luas wilayah Desa Baru dimana terbagi atas Dusun I 12 HA, Dusun IIA
10 HA, Dusun IIB 10 HA, Dusun III 18 HA, Dusun IV 10 HA, dengan total luas
wilayah 60 HA. Adapun batas-batas wilayah Desa Baru adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Ladang Bambu
b. Sebelah Selatan : Desa Lama, Desa Tengah, Namo Simpur
c. Sebelah Timur : Desa Namo Bintang
Jumlah penduduk di Desa Baru yang terdiri dari 5 dusun menurut data
kantor kepala desa, yaitu 9,200 jiwa dari 1.675 KK yang terdiri dari 4.280 jiwa
laki-laki dan sekitar 4.920 jiwa perempuan. Gambaran jumlah penduduk Desa
Baru Kecamatan Pancur Batu dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
42
Tabel 1 Data Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin
Nama Dusun Jumlah KK Laki-Laki Perempuan Total
Penduduk
I 2.130
II A 1.580
II B 1.510
III 2.300
IV 1.680
Jumlah 9.200
Sumber:Data Penduduk Kantor Kepala Desa Baru Tahun 2018
Berdasarkan Tabel 1 diatas, diketahui bahwa jumlah kepala keluarga terbanyak
terdapat di Dusun II yakni 550 kepala keluarga, jumlah penduduk berjenis
kelamin laki-laki terbanyak terdapat di Dusun I yakni 980 orang, dan jumlah
penduduk berjenis kelamin perempuan terbanyak terdapat di Dusun II yakni 1.350
orang, dan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Dusun II yakni 2.300 orang
penduduk.
Tabel 2 Data Karakteristik Penduduk Desa Baru Berdasarkan Mata
Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
Petani
Buruh
Wiraswasta
43
Mengurus Rumah Tanggga
Pegawai Negeri Sipil
Total
Sumber : Data Penduduk Di Kantor Kepala Desa Baru Tahun 2018
Berdasarkan Tabel 2 diatas, diketahui mayoritas penduduk di Desa Baru bekerja
untuk mengurus rumah tangga yakni sebanyak 1.428 orang (37%), yang memiliki
pekerjaan sebagai wiraswasta yakni sebanyak 1.107 orang (28%), yang memiliki
mata pencaharian sebagai buruh yakni 856 orang (20%), yang memiliki mata
pencaharian sebagai petai yakni sebanyak 444 orang (10%), dan yang memiliki
pekerjaan sebagai PNS yakni sebanyak 215 orang (5%).
Tabel 3 Data Karakteristik Penduduk Desa Baru Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Sumber: Data Penduduk Kantor Kepala Desa Baru Tahun 2018
Berdasarkan Table 3 diatas, diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Baru telah
menyelesaikan pendidikan pada tingkat SMA/Sederajat yakni sebanyak 2.011
orang (38.29%), penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan ditingkat
44
SMP/Sederajat yakni sebanyak 1.858 orang (35,38%), kemudian penduduk yang
telah menyelesaikan pendidikan ditingkat SD/Sederajat sebanyak 985 orang
(18,75%), dan penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat
perguruan tinggi yakni sebanyak 398 orang (7,58%).
Untuk mendukung aktifitas masyarakat di Desa Baru terdapat beberapa
sarana dan prasarana yang mendukung beberapa kegiatan kehidupan masyarakat.
dengan adanya sarana dan prasarana tersebut kehidupan masyarakat di Desa Baru
akan terbantu dan berjalan dengan baik. Adapun sarana dan penunjang kegiatan
pemerintahan di Desa Baru adalah:
1. Sarana Kegiatan Pemerintahan
Sarana kegiatan dalam menunjang pemerintahan di Desa Baru dapat
dikatakan sudah memadai dan layak. Hal ini terlihat jelas dengan adanya fasilitas
yang lengkap yang terdapat di Desa Baru, yaitu Kantor Kepala Desa sebagai
tempat untuk melayani masyarakat misal untuk mengurus data-data
kependudukan. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana kantor Kepala Desa
Baru sangat tidak terurus, seperti yang disampaikan oleh petugas pemerintahan
desa: “Beberapa tahun lalu keadaan kantor tidak seperti sekarang ini, bangunan
rusak, atap-atap banyak yang bolong sehingga kalau hujan airnya masuk. Tapi
setelah mendapatkan bantuan dari pemerintah mulailah kantor ini di renovasi
dan kami juga membangun balai desa di samping kantor ini untuk menunjang
kegiatan para warga desa ini.”37
2. Sarana Pendidikan
37
Hasil Wawancara dengan Petugas Pemerintahan Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Tanggal 1
April 2019
45
Sarana pendidikan di Desa Baru sudah bagus, karna sudah dapat dinikmati
oleh semua masyarakat desa. Di desa ini terdapat saran pendidikan yaitu Taman
Kanak-kanak (TK) 1 unit, Sekolah Dasar (SD) terdapat 3 unit, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) 1 unit. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas Swasta (SMA)
1 unit. Tetapi untuk perguruan tinggi belum ada, jadi banyak masyarakat desa
yang berkuliah di Perguruan Tinggi di Medan.
3. Sarana Ekonomi
Sarana ekonomi adalah sarana yang penting untuk setiap keberlangsungan
proses kehidupan manusia. Berdagang (wiraswasta) sangat mendominasi kegiatan
ekonomi di Desa Baru ini yaitu skitar 1.107 orang. Selain berdagang terdapat juga
kegiatan ekonimi lainnya yaitu seperti bertani padi, jangung, dan lain-lain.
4. Sarana Kesehatan
Di Desa Baru terdapat aktivitas yang menunjang kesehatan masyarakat
setempat. Setiap satu bulan sekali pemerintah setempat mengadakan posyandu
terhadap balita. Ada juga puskesmas beserta dokter dan bidan yang siap melayani
masyarakat setempat.
B. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Desa
Pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangan pengelolaan keuangan
desa tidak lain untuk meningkatkan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera. Pengelolaan Keuangan Desa diatur dalam Peraturan
Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018. Sebagaimana diamanatkan dalam
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang ditindaklanjuti dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
46
Pelaksana Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan
Pemerinta Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari
APBN, dinyatakan bahwa tugas penataan desa serta pemantauan dan pengawasan
pembangunan desa diemban secara bersama-sama oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam konteks keuangan
desa, instansi pemerintah pusat dan daerah memiliki tugas dan fungsinya masing-
masing sesuai dengan tingkatannya.
Menurut Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Keuangan Desa adalah semua
hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu
berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban desa.38
Sedangkan Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahhaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Keuanang Desa berasal dari pendapatan asli
desa, APBD dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang
menjadi kewenangan desa didanai dari APB Desa, bantuan pemerintah pusat, dan
bantuan pemerintah daerah. Penyelenggara urusan pemerintah daerah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD, sedangkan
penyelenggara urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah
desa didanai dari APBN.
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan:
38
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
47
1. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa,
2. Hak dan kewajiban yang dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa.
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan:
1. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (2)
bersumber dari:
a. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha hasil aset, swadaya
dan partisipasi, gotong royong, dan lain lain.
b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
Kabupaten/Kota
d. Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota
e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota
f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga
g. Lain-lain pendapatan desa yang sah.
2. Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang
berbasis Desa secara merata dan berkeadilan
48
3. Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c paling sedikit 10% dari pajak
dan retribusi daerah.
4. Alokasi dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling
sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus
5. Dalam rangka Pengelolaan Keuangan Desa, kepala desa melimpahkan
sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk
6. Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemerintah dapat melakukan
penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan
setelah dikurangi dana alokasi khusus yangg seharusnya disalurkan ke
desa.
C. Pengelolaan Keuangan Desa Baru
Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen secara
etimologi berasal dari kata “Kelola” (to manage) dan biasanya merujuk pada
proses mengurus dan menangani sesuatu untuk mencapai tujuan. Dalam kamus
bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengelolaan adalah proses atau cara perbuatan
mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga
orang lain, proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan
49
organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat
dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapai tujuan.39
Menurut Drs. Manulang istilah manajemen mengandung tiga pengertian,
yyaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen sebagai kolektifitas orang-
orang yang melakukan aktivitas manajemen dan ang ketiga manajemen sebagai
suatu seni dan sebagai suatu ilmu.40
Menurut Balterdon bahwa pengelolaan sama
dengan manajemen yaitu menggerakkan, mengorganisasikan, dan mengarahkan
usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk
mencapai suatu tujuan. Sedangkan Moekijat mengemukakan bahwa pengelolaan
adalah merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, petunjuk pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan.41
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengelolaan bukan hanya
melaksanakan suatu kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Pelaksanan
kewenangan dalam pengelolaan keuangan desa menuntut tanggungjawab untuk
mewujudkan kesejahteran rakyat yang dilakasanakan dalam koridor peraturan
perundang undangan yang berlaku.
Kekuasaan pengelolaan keuangan desa dipegang oleh kepala desa. Namun
demikian dalam pelaksanaannya, kekuasaan tersebut sebagian dikuasakan kepada
perangkat desa sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan dilaksanakan secara
39
Daryanto, Kamus Indonesia Lengkap, Apolio, Surabaya, 1997. 40
Drs. M. Manulang, Dasar Dasar Manajemen, Indonesi, Jakarta, 1990. 41
Moekijat, Manajemen Pemasaran, Mandar Maju, Bandung, 2000.
50
bersama-sama oleh kepala desa dan pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa
(PTPKD).
Struktur organisasi desa baru kecamatan pancur batu dipimpin oleh seorang
kepala desa yang membawahi sekretaris desa, empat kaur dan lima kadus. Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
STRUKTUR PEMERINTAHAN
DESA BARU KECAMATAN PANCUR BATU
DESA BARU KECAMATAN PANCUR BATU
Sumber: Struktur Pemerintahan di Kantor Kepala Desa Baru
1. Kepala Desa
Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa Baru Kecamatan Pancurbatu.
Kepala Desa memimpin penyelenggara pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang telah ditetapkan bersama Badan Pemusyawaratan Desa (BPD). Pada saat
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur
Pemerintahan
Kaur
Umum
Kaur
Pembangunan
Kaur
Keuangan
Kepala
Dusun I
Kepala
Dusun II A
Kepala
Dusun II B
Kepala
Dusun III
Kepala
Dusun IV
BPD
51
pelaksanaan kewajibannya sebagai kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat
melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan menyampaikan laporan
pelaksanaan tugasnya kepada bupati dengan tembusan kepada camat. Kepala Desa
adalah Pemegangan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili
pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Dalam
hal ini, kepala desa memiliki kewenangan:42
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan anggaran pendapatann dan
belanja desa;
b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang milik desa
c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran pendapatan dan belanja desa;
d. Menetapkan pelaksana pengelola keuangan desa
e. Menyetujui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Dokumen
Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) dan Dokumen Pelaksana
Perubaahan Anggaran (DPAL);
f. Menyetujui Rencana Anggaran Kas Desa (RAK Desa);
g. Menyetujui Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Kepala Desa memegang jabatan selama 6 Tahun terhitung tanggal pelantikan dan
dapat menjabat paling lama 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak
secara berurut-turut.
42 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 3 ayat (2)
52
2. Badan Permusyawaratan Desa
Badan permusyawaratan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilaya dan
ditetapkan secara demokratis. Pemilihan anggota tugas badan
permusyawaratan desa dilakukan secara demokratis, yakni dipili langsung
oleh penduduk desa. Dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 110
Tahun 2016 badan permusyawaratan desa memiliki tugas:43
a. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala
desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
c. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Badan permusyawaratan desa mempunyai tugas:44
a. Menggali aspirasi masyarakat;
b. Menampung aspirasi masyarakat;
c. Mengelola aspirasi masyarakat;
d. Menyalurkan aspirasi masyarakat;
e. Menyelenggarakan musyawarah badan penyelenggaraan desa;
f. Menyelenggarakan musyawarah desa;
g. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;
h. Menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk pemilihan kepala
desa antar waktu;
43
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016, Pasal 31. 44
Ibid, Pasal 32.
53
i. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala
desa;
j. Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja kepala desa;
k. Melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan desa;
l. Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan pemerintah desa
dan lembaga desa lainnya;
m. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan desa, kepala desa
menguasakan sebagian kekuasaannnya kepada perangkat desa, yaitu:
1. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa adalah perangkat desa yang berkedudukan sebagai unsur
pimpinan sekretariat desa yang menjalankan tugas sebagai koordinator pelaksana
pengelola keuanga desa, dengan tugas: 45
a. Mengoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDesa)
b. Mengoordinasikan penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan
belanja desa dan rancangan perubahan angaran pendapatan dan
belanja desa
c. Mengoordinasikan penyusunan rancangan peraturan desa tentang
anggaran pendapatan dan belanja desa, perubahan anggara pendapatan
45
Ibid, Pasal 5 ayat (2)
54
desa, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja desa
d. Mengordinasikan penyusunan rancangan peraturan kepala desa
tentang penjabaran anggaran pendapatan dan belanja desa dan
perubahan penjabaran anggaran pendapatan dan belanja desa
e. Mengordinasikan tugas perangkat desa lain yang menjalankan tugas
pelaksana pengelola keuangan desa
f. Mengordinasikan penyusunan laporan keuangan desa dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
desa.
Sekretaris desa mendapatkan pelimpahan kewenangan dari kepala desa dalam
melaksanakan pengelolaan keuanga desa dan bertanggungjawab kepada kepala
desa.
2. Kaur
Kepala urusan yang disebut dengan kaur adalah perangkat desa yang
berkedudukan sebagai pelaksana teknis yang menjalankan tugas pelaksana
pengelola keuangan desa. Kaur mempunyai tugas:46
a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja sesuai bidang tugasnya
b. Melaksanakan anggaran kegiatan sesuai bidang tugasnya
c. Mengendalikan kegiatan sesuai bidang tugasnya
46
Ibid, Pasal 6 ayat (4)
55
d. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DPA), dokumen
pelaksanaan perubahan anggaran (DPPA) dan dokumen pelaksana
anggaran lanjutan (DPAL) sesuai bidang tugasnya
e. Menandatangani perjanjian kerja sama dengan penyedia atas
pengadaan barang/jasa untuk kegiatan yang berada dalam bidang
tugasnya
f. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan sesuai bidang tugasnya untuk
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
desa.
3. Kaur Keuangan
Kaur keuangan adalah orang yang melaksanakan fungsi kebendaharaan.
Bendahara desa mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pendapatan
desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam ranggka pelaksanaan APBDesa.
Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan buku kas umum, buku kas
pembantu pajak, dan buku bank.
Kaur keuanga mempunyai tugas:47
a. Menyusun rencana anggaran kas desa (RAKDesa);
b. Melakukan penatausahaan yang meliputi menerima menyimpan,
menyetorkan/membayar, menatausahakan dan mempertanggung
jawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa;
47
Ibid, Pasal 8 ayat (2)
56
c. Kaur keuangan dalam melaksanakan fungsi kebendaharaan memiliki
nomor pokok wajib pajak pemerintah desa.
Dalam setiap tindakan dalam pengelolaan keuangan desa, keuangan haruslah
dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas
Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 20
Tahun 2018 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib
dan disiplin anggaran. Dengan uraian sebagai berikut:48
a. Asas transparan
Asas transparan artinya memberikan informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan perimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggung jawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercaya kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Transparan adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan,
yakni informasi tentang kebijakan, proses pembentukan dan pelaksanaan,
serta hasil-hasil yang dicapai.49
b. Asas Akuntabel
Akuntabel artinya tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah
satu tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola
tersebut adalah akuntabilitas. ”Akuntabilitas atau pertanggung jawaban
(accounttability) merupakan suatu bentuk keharusan seseorang
48
Ibid, Pasal 2 ayat (1) 49
Usuf Eko Nahuddin, Akuntanbilitas Keuangan Desa dan Kesejahteraan Aparatur Desa dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Hlm 7.
57
(pimpinan/pejabat/ pelaksanaa) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban
yang diembannya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Akuntabilitas dapat dilihat melalui laporan tertulis yang informatif dan
transparan”.50
c. Asas Partisipatif
Partisipasi artinya prinsip dimana bahwa setiap warga desa pada desa yang
bersangkutan mempunyai hak untuk terlibat dalam setiap pengambilan
keputusan pada setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh pemeritahan desa
dimana mereka tinggal. Keterlibatan masyarakat dalam rangka pengambilan
keputusan tersebut dapat secara langsung dan tidak langsung, serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran.
d. Asas keuangan desa yang tertib dan disiplin anggaran
Keuangan desa yang tertib dan disiplin anggaran mempunyai pengertian
bahwa seluruh anggaran desa harus dilaksanakan secara konsisten dan
dilakukan penataan atas pengguanaannya yang sesuai dengan prinsip
akuntansi keuangan desa. Dalam perwujudan keuangan desa yang tertib dan
disiplin anggaran, maka pengelolaan keuangan desa harus taat hukum, tepat
waktu dan tepat jumlah dan sesuai prosedur yang ada. Tujuan menghindari
penyimpangan dan meningkatkan profesionalitas pengelolaannya.
Berikut ini adalah pengelolaan keuangan desa di desa baru kecamatan pancur
batu:
50
Ibid, Hal 8.
58
1. Perencanaan
Perencanaan pengelolaan keuangan desa merupakan proses merumuskan
suatu kegiatan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan dalam
kegiatan tersebut. Perencanaan diwujudkan dalam bentuk Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang ditetapkan melalui peraturan
desa mengenai anggran pendapatan dan belanja desa. Secara umum,
pembentukan sebuah peraturan desa yang baik setidaknya harus memenuhi tiga
syarat yang diantaranya adalah:51
a. Berlaku secara filosofis yakni apabila isi peraturan tersebut sesuai
dengan nilai-nilai tertinggi atau norma yang berlaku dan dihormati
didalam masyarakat tersebut;
b. Berlaku secara sosiologis yakni apabila isi peraturan tersebut
berhubungan dengan kebutuhan riil di dalam masyarakat tersebut;
c. Berlaku secara yuridis yakni apabila peraturan tersebut disusun sesuai
dengan prosedur atau tata cara pembentukan peraturan yang berlaku
didalam masyarakat tersebut dan tidak boleh bertentangan peraturan
diatasnya.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya rencana
pembangunan jangka menengah desa (RPJM Desa) dan rencana kerja
pemerintah desa (RKP Desa) yang menjadi dasar untuk menyususn anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDesa).
51
Mohammad Fadli dan Mustafa Lutfi, Pembentukan Desa yang Partisipasif, Malang, Ub Press,
2013. Hal 131.
59
Setelah anggaran pendapatan dan belanja desa disusun maka selanjutnya
pemerintah desa baru menyususun rencana pembangunan desa yaitu proses
tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa baru dengan
melibatkan badan permusyawaratan desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
Didalam tahapan perencanaan ini, rencana pembangunan desa disusun
sesuai dengan kewenangan pemerintah desa dengan melibatkan seluru
masyarakat desa dengan semangat gotong royong.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan implementasi atau eksekusi dari perencanaan
anggaran pendapatan dan belanja desa. Di desa baru sendiri ada beberapa
bidang dalam pelaksanaannya yaitu bidang penyelenggraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa dan
pemberdayaan masyarakat desa. Pengajuan kegiatan pelaksanaan bisa diterima
jika telah melengkapi berkas pelaksanaan kegiatan tersebut. Kemudian
sekretaris desa baru melakukan verifikasi dan kepala desa baru menyetujuinya
dan bendahara desa melakukan pengeluaran belanja desa atas kegiatan yang
dimaksud. Dalam pelaksanaannya tim pelaksana hharus menjunjung tinggi
aspek partisipatif, transparan dan akuntabel sehingga masyarakat dapat
mengetahui informasi pembangunan di desa baru.
60
3. Penatausaaan
Penatausaaan keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang dilakukan
oleh bendahara desa. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan teradap
seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran serta
melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Dalam menjalankan
tugasnya, bendahara desa baru dituntut untuk selalu tekun dan teliti agar tidak
terjadi kesalahan pada saat pencatatan tersebut. Bendahara desa juga harus
menyampaikan kepada kepala desa jika ada penerimaan ataupun pengeluaran
agar tidak terjadi kesalahpahaman dikemudian hari.
4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak dan kewajibannya dalam
mengelola keuangan desa, kepala desa memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa
tentang laporan pertanggungjawaban realisasi dan menyampaikannya kepada
kepala desa untuk dibahas bersama badan permusyawaratan desa. Laporan
tersebut bersifat periodik semesteran dan tahunan yang disampaikan kepada
bupati melalui camat. Kepala desa juga wajib menginformasikan kepada
masyarakat secara tertulis atau media lain yang mudah diakses oleh masyarakat
yaitu papan pengumuman.
61
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA DESA DALAM
MENGELOLA KEUANGAN DESA DI DESA BARU
A. Peran Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Baru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran didefinisikan sebagai
seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas yang harus
dilaksanakan oleh orang tersebut.
Melalui peranan, orang dan organisasi saling berinteraksi. Sumber daya
manusia yang diinginkan disini adalah sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas karena keberadaan faktor lain sangat tergantung dari faktor ini.
Misalnya, dalam lingkup desa akan kesulitan dalam mengembangkan diri tanpa
sumber daya manusia yang berkualitas. Faktor SDM yang secara potensial
berpengaruh teradap pelaksanaan Otonomi Desa adalah aparatur pemerintahan
desa, khususnya kepala desa.
Keberadaan desa di tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
yuridis normatif telah diatur, di mana desa telah diberikan atau lebih tepatnya
diakui kewenangan-kewenangan tradisionalnya menurut Pasal 18B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menegaskan:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
62
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-undang”.
Peran kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa diatur dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang diatur dalam pasal 26 ayat 2 (c)
yaitu:
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala
Desa berwenang:
(c)Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa.
Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang diatur
dalam Pasal 93 (2) dan Pasal 106, yaitu:
Pasal 2 ayat (2):
Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 106 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa diatur dalam
Peraturan Menteri.
Dan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa diaur dalam Pasal 3, yaitu:
63
1. Kepala Desa adalah Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa
(PKPKD) dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan
milik Desa yang dipisahkan.
2. Kepala Desa selaku Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan:
1. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
2. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang milik Desa;
3. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
APB Desa;
4. menetapkan PPKD;
5. menyetujui DPA, DPPA, dan DPAL;
6. menyetujui RAK Desa; dan
7. menyetujui SPP.
3. Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya
kepada perangkat Desa selaku PPKD.
4. Pelimpahan sebagian kekuasaan PKPKD kepada PPKD ditetapkan dengan
keputusan kepala Desa.
Berdasarkan hasil wawancara pada bulan april tahun 2019 bersama Kepala
Desa Baru, bapak Stevanus Tarigan,SE, beliau menjelaskan bahwa kepala desa
memiliki peranan penting dalam pengelolaan keuangan desa. Adapun peran
kepala desa baru dalam pengelolaan keuangan desa adalah:
64
A. 1. Tahap Perencanaan
Dalam hal perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun
2018 mulai direncanakan pada tahun 2017. Yang berperan dalam hal
perencanaan anggaran pendapatan dan belanja desa adalah kepala desa,
sekretaris desa dan bendahara desa. Perencanaan disusun di kantor kepala
desa. Proses perencanaan dimulai dari penyusunan rancangan peraturan desa
tentang anggaran pendapatan dan belanja desa berdasarkan rencana kerja
pemerintah desa dan diakhiri dengan penetapan hasil evaluasi rancangan
anggaran pendapatan dan belanja desa oleh Bupati kepada Camat. Dalam hal
perencanaan ini ada pendamping dari desa, ada pendamping dari kecamatan,
dan ada pendamping dari provinsi. Proses perencanaan APBDesa tahun 2018
itu diambil dari perencanaan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) dan RKP (Rencana Kerja Pembangunan). Berikut adalah data
Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDesa) yang ada di desa baru
kecamatan pancur batu:
ANGGARAN APBDESA TAHUN 2018
DESA BARU
KECAMATAN PANCUR BATU
KABUPATEN DELI SERDANG
Pendapatan Rp. 1.426.337.108 Belanja Rp. 1.426.337.108
Pendapatan Asli Desa (PAD)
Rp. 995.708
Penyertaan Modal Bumdes
Rp. 80.570.000
65
Dana Desa (DD)
Rp. 806.849.000
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
Rp. 372.079.708
Bagi Hasil Pajak (BHP)
Rp. 81.499.000
Pembinaan Kemasyarakatan
Rp. 29.627.400
Alokasi Dana Desa (ADD)
Rp. 461.811.000
Pelaksanaan Pembangunan
Desa
Rp. 861.900.800
Silpa Tahun 2017
Rp. 75.182.400
Pemberdayaan Masyarakat
Rp. 82.159.200
Sumber : Data Anggaran APBDesa di Kantor Kepala Desa Baru
Dalam proses penyusunan perencanaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, penyusunannya dilakukan dari tingkat RT sampai desa sehingga
proses perencanaan anggaran belanja desa dilaksanakan secara bottom up artinya
peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada
pemerintah desa dalam menjalankan suatu program dengan melalui mekanisme
musyawarah untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam tahap perencanaan ini kepala desa mempunyai peranan melakukan
musyawarah untuk membuat persiapan pembangunan desa agar perencanaan
pembangunan desa berjalan dengan baik yang dilakukan bersama dengan aparat
desa dan masyarakat desa.
66
Berdasarkan hasil wawancara kepala desa mengatakan “bahwa dalam tahapan
musyawarah ini kita melakukan identifikasi permasalahan yang ada dilapangan
kemudian kita juga menampung usulan-usulan yang diberikan oleh masyarakat
melalui badan permusyawaratan desa dan tokoh-tokoh masyarakat kemudian kita
mempertimbangkan usulan-usulan dari masyarakat desa tersebut kira-kira
permasalahan yang mana yang menjadi prioritas, potensi dan kebutuhan
masyarakat setempat yang kita ambil untuk dijadikan program kerja”.52
B. 2. Pelaksanaan
Setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa disahkan, barulah
kegiatan belanja desa bisa berjalan. Hasil wawancara menyatakan bahwa
“keuangan yang dibebankan oleh pelaksanaan kegiatan cukup menggambarkan
kesesuaian keuangan yang dibutuhkan. Pengajuan kegiatan pelaksanaan bisa
diterima jika telah melengkapi berkas pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan
yang akan dilaksanakan dan besarnya keuangan yang telah ditentukan dalam
anggaran pendapatan dan belanja desa sudah direncanakan sebelumnya dalam
anngaran pendapatan dan belanja desa, sehingga semua kegiatan dan beban
keuangan sudah diatur dalam anggaran pendapatan dan belanja desa tinggal
dilaksanakan sesuai prosedurnya. Kemudian sekretaris desa melakukan
verifikasi, dan kepala desa menyetujuinya, lalu pelaksanaan kegiatannya
dilaksanakan. Ada beberapa bidang yang akan dilaksanakan yaitu di bidang
penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
52
Hasil Wawancara dengan Stevanus Tarigan, Kepala Desa Baru Kecamatan Pancurbatu Tanggal
1 April 2019.
67
kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan bidang pembiayaan”.53
Berikut adalah kegiatan yang dilakukan di desa baru kecamatan pancur batu
pada tahun 2018:
A. Kegiatan di bidang penyelenggaraan pemerintah desa:
1. Siltap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa Rp. 201.600.000
2. Tunjangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rp. 49.200.000
3. Tunjangan BPJS Rp. 16.514.580
4. Operasional perkantoran Rp. 69.714.928
5. Operasional badan permusyawaratan desa Rp. 2.679.200
6. Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa Rp. 18.741.000
7. Pendapatan desa Rp. 9.630.000
8. Rehab kantor desa Rp. 4.000.00
Total : Rp. 372.079.708
B. Kegiatan di bidang pembangunan desa:
1. Pembangunan jalan pemukiman Rp. 685.114.800
Tujuan dan manfaatnya adalah memperlancar akses masyarakat untuk
keluar masuk desa. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa
guna menunjang pertumbuhan ekonomi di desa baru.
2. Bangunan paud Rp. 176.786.000
Tujuan dan manfaat dibangunnya paud adalah untuk membentuk anak
anak di desa baru sebagai anak yang berkualitas, bias mengembangkan
53
Ibid
68
kemampuan bersosialisasi, mengembangkan kerja sama kelompok,
membentuk kepercayaan diri dan lain lain.
Total : Rp. 861.900.800
C. Kegiatan di bidang pembinaan kemasyarakatan:
1. Kegiatan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Rp. 11.440.000.
Tujuan dan manfaat dilaksanakannya pembinaan masyarakat adalah
untuk meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam
menjalankan program pembangunan secara partisipatif dan
meningkatkan kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang
beriman kepada Tuhan YME, berahlak mulia, berbudi luhur, sehat
sejahtera, maju dan mandiri.
2. Pembuatan pos kamling Rp. 13.687.400.
Tujuan dan manfaat dibuatnya pos kamling adalah untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang aman, tertib dan tentram di lingkungan desa
serta terwujudnya kesadaran warga dalam penanggulangan terhadap
setiap kemungkinan timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
3. Seni budaya dan olaraga Rp. 4.500.000
Tujuan dan manfaat adanya seni budaya dan olaraga untuk
melestarikan dan mengembangkan hasil karya seni dan budaya
tradisional daerah.
Total: Rp. 29.627.400
69
D. Kegiatan pemberdayaan masyarakat:
1. Kegiatan posyandu Rp. 33.490.200
Kegiatan posyandu yang ada di desa baru antara lain adalah keluarga
berencana, imunisasi, peningkatan gizi dan lain lain. Tujuan dan
manfaat diadakannya posyandu adalah mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan anak, meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan
anak dan mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia
sejahtera.
2. Pengelolaan kegiatan paud Rp. 8.160.000
Dalam menjalankan kegiatan bermain dan mengajar, ada beberapa
penunjang yang diperlukan seperti taman bermain untuk anak-anak
serta buku ajar untuk anak-anak.
3. Penghijauan Rp. 10.620.000
Tujuan dan manfaat dilakukannya penghijauan di desa baru adalah
mencegah terjadinya banjir, menjaga kualitas air tanah, mengurangi
polusi udara, dan memperindah pemandangan.
4. Peningkatan kualitas dan SDM masyarakat Rp. 27.489.00
Tujuan dan manfaat peningkatan kualitas dan SDM masyarakat desa
agar masyarakat mampu merawat infrastruktur yang telah dibangun,
serta diharapkan agar bias mengembangkan ekonomi masyarakat desa.
Pengembangan ekonomi desa dilakukan melalui pelatihan dan
pemasaran kerajinan masyarakat, pengembangan usaha peternakan dan
perikanan.
70
5. Ongkos angkutan raskin Rp. 2.400.000
Raskin adalah program bantuan pangan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Indonesia untuk membantu rumah tangga miskin. Raskin
biasanya diberikan selama 12 kali dalam setahun. Dalam
pendistribusian raskin terdapat ongkos yang dibebankan kepada
pemerintah desa.
Total : Rp. 82.159.200
E. Kegiatan di bidang pembiayaan
1. Penyertaan modal desa RP. 80.570.10
2. Penyertaan modal desa bertujuan untuk menambah modal Badan Usaha
Milik Desa.
Proses pencairan dana desa dilalui setelah menyelesaikan APBDesa
sebelumnya, persyaratan pencairan dana desa tersebut adalah Ada 2 (dua) tahap,
tahap awal pencairan dana desa sebesar 60% ditransfer di bulan 3 (tiga), tahap
kedua pencairan dana desa sebesar 40% ditransfer di bulan 9 (Sembilan) dan dana
tersebut masuk ke rekening Desa Baru dan yang mengelolanya adalah Kepala
Desa, Sekretaris Desa, dan Bendahara.
A. 3. Penatausahaan
Berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan
desa, bahwa kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa
harus menetapkan bendahara desa dan penetapan bendahara desa harus
dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran dan berdasarkan keputusan
71
kepala desa. Pencairan dana anggaran dilakukan melalui bendahara desa. Dana
anggaran selanjutnya diserahkan kepada pos-pos yang memerlukan sesuai
dengan anggaran pengelolaannya. Bendahara desa memiliki kewajiban untuk
melakukan pencatatan setiap akhir bulan secara tertib dan
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.
Bendahara desa sebagai salah satu perangkat desa bertanggungjawab kepada
kepala desa dalam hal laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada
kepala desa setiap bulannya dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Kepala Desa mengatakan “untuk masalah penatausahaan keuangan, bendahara
harus menyusun laporannya, berapa pemasukan dan berapa pengeluaran lalu
semuanya di rincikan untuk apa saja dana tersebut dipakai. Setiap ada
pengeluaran ataupun pemasukan kita selalu berkoordinasi agar tidak terjadi
kekeliruan dikemudian hari.”54 Adapun beberapa dokumen yang digunakan
bendahara desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perinci obyek pengeluaran
c. Buku kas harian pembantu.
B. Tanggungjawab Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahhun 2014
tenatng Desa, pasal 39 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
54
Ibid
72
2015 dikatakan bahwa kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan desa. Sebagaimana pada pasal 49 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa bentuk pertanggungjawaban
kepala desa teradap pengelolaan keuangan desa meliputi:
1. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap
akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
2. Menyampaikan laporan penyelenggraan pemerintahan desa pada akhir
masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
3. Menyampaikan laporan keterangan pemerintahan desa secara tertulis
kepada badan permusawaratan desa setiap akhir tahun anggaran.
4. Laporan disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terakhir yang memuat :
a. Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa
b. Pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan
c. Pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan
d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan dalam jangka 5
(lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan yang memuat:
a. Ringkasan tahun-tahun sebelumnya
b. Rencana penyelenggraan pemerinta desa dalam jangka waktu 5 (lima)
bulan sisa masa jabatan
73
c. Hasil yang suda dicapai dan yang belum tercapai
d. Hal yang dianggap perlu perbaikan.
Laporan keterangan pemerintah desa kepada Badan Permusyawaratan Desa
yang diserahkan setiap akhir tahun kepada badan permusyawaratan desa secara
tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terakhir. Selain adanya pengawasan
dari pemerintah kabupaten/kota dan masarakat desa juga harus terlibat langsung
dalam mengawasi laporan pertanggungjawaban tersebut. Kepala desa harus
menginformasikan secara tertulis maupun dengan media yang mudahh diakses
oleh masyarakat mengenai pertanggungjawaban keuangan desa kepada
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara bersama kepala desa beliau menyatakan bahwa
“semuanya berjalan sesuai prosedur, kepala desa selalu terbuka tentang masalah
keuangan desa, saya selalu melibatkan perwakilan dari rakyat (BPD) dalam
proses-proses pembuatan kebijakan, bahkan untuk masalah keuangan yang kata
orang tertutup padahal tidak, semuanya berjalan sesuai aturan yang ada”.55
C. Hambatan Dalam Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Baru
Berikut hasil wawancara kepada Kepala Desa mengenai hambatan-hambatan
yang mereka hadapi:
1. Hambatan yang terjadi di kantor desa yaitu minimnya sumber daya
manusia yang handal terkait dengan pengetahuan mengenai
pembukuan, karena pada dasarnya yang mengerti tentang pembukuan
55
Ibid
74
adalah orang yang berlatar belakang dari bidang akuntansi. Oleh sebab
itu pemerintah desa masih mersa kesulitan dalam mengerjakan
pembukuan.
2. Hambatan yang terjadi di lingkungan masyarakat adalah rendahnya
partisipasi masyarakat di karenakan tingkat pendidikan yang masih
rendah lalu masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam
memberikan data, minimnya usulan dari warga, serta masih adanya
respon pasif peserta musyawarah atas ususlan yang muncul dari peserta
lain.
75
BAB V
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat menyimpulkan:
1. Desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain ,
selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kedudukan pemerintah desa dalam tata pemerintahan di
Indonesia telah diakui kewenangan kewenangan tradisionalnya menurut
pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
desa maka pemerintah desa secara administratif berada dibawah
pemerintahan Kabupaten/Kota.
2. Pengelolaan keuangan desa baru kecamatan pancur batu yang
dilaksanakan oleh aparat pemerintah desa sudah dijalankan sesuai dengan
prosedur dari Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018, yang
dimulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penataushaan, dan pertanggung jawaban. Dalam tahap perencanaan,
76
setelah anggaran pendapatan dan belanja desa disusun maka selanjutnya
pemerintah desa menyususun rencana pembangunan desa yaitu proses
tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa baru dengan
melibatkan badan permusyawaratan desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Tahap pelaksanaan
merupakan implementasi atau eksekusi dari perencanaan anggaran
pendapatan dan belanja desa. Pengajuan kegiatan pelaksanaan bisa
diterima jika telah melengkapi berkas pelaksanaan kegiatan tersebut.
Kemudian sekretaris desa baru melakukan verifikasi dan kepala desa baru
menyetujuinya.
Di dalam tahapan perencanaan ini, rencana pembangunan desa disusun
sesuai dengan kewenangan pemerintah desa dengan melibatkan seluru
masyarakat desa dengan semangat gotong royong. Dalam tahap
penatausaaan keuangan desa, bendahara desa wajib melakukan pencatatan
teradap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran
serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Dalam tahap
pelaporan dan pertanggungjawaban kepala desa wajib memberikan
laporannya kepada Bupati/Walikota serta memberikan informasi kepada
masyarakat melalui media papan cetak.
3. Peran kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa di desa baru yaitu
melakukan musyawarah untuk membuat persiapan anggaran pendapatan
dan belanja desa serta pembangunan desa agar perencanaan pembangunan
77
desa berjalan dengan baik yang dilakukan bersama dengan aparat desa dan
masyarakat desa. Anggaran pendapatan belanja desa itu dibuat bertujuan
untuk memperkirakan target penerimaan dan di lain pihak mengandung
perkiraan batas tertinggi pengeluaran keuangan desa sehingga dapat
tercapai pembangunan yang efesien dan efektif menuju tercapainya
kemandirian daerah dan kemajuan yang merata.
Setelah anggaran pendapatan belanja desa dan perencanaan pembangunan
desa disetujui maka sekretaris desa melakukan verifikasi, dan kepala desa
menyetujuinya, lalu pelaksanaan kegiatannya dilaksanakan. Ada beberapa
bidang yang akan dilaksanakan yaitu di bidang penyelenggaraan
pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakatan.
Penatausahan keuangan dilaksanakan oleh kepala desa dan kepala desa
menunjuk bendahara desa untuk melakukan penatausahaan. Bendara desa
memiliki kewajiban untuk melakukan pencatatan setiap akhir bulan secara
tertib dan mempertanggung jawabkan uang melalui laporan pertangggung
jawaban. Bendahara desa sebagai salah satu perangkat desa bertanggung
jawab kepada kepala desa dalam hal pertanggung jawaban yang
disampaikan kepada kepala desa setiap bulan.
Dalam hal pertanggungjawaban kepala desa pada dasarnya
bertanggungjawab kepada rakyat yang prosedur pertanggungjawabannya
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat. Sedangkan kepada
Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan
78
keterangan laporan pertanggung jawaban secara tertulis, dan kepada rakyat
kepala desa menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggung
jawabannya lewat acara-acara yang dilakukan baik oleh kepala desa
maupun masyarakat desa.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas adapun saran dalam penelitian ini adalah :
1. Dengan adanya desa didalam tata pemerintahan di Indonesia diharapkan
semua pihak yang berkepentingan dapat berkontribusi dengan baik dalam
melangsungkan tata pemerintahan di desa guna memajukan dan
mensejahterakan masyarakat desa.
2. Dalam mengelola keuangan desa, kepala desa berserta perangkat desa
lainnya harus sering berkomunikasi dan berkoordinasi agar tidak terjadi
kekeliruan dikemudian hari yang dapat merugikan desa.
3. Dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya, kepala desa harus
selalu terbuka/transparan kepada semua pihak baik itu perangkat desa
ataupu masyarakat desa. Sehingga semua pihak yang bersangkutan
mempunyai rasa percaya yang tinggi terhadap kinerja kepala desa.
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Beratha,I Nyoman. 1982. Desa; Masarakat Desa dan Pembangunan Desa.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fadli, Mohammad dan Mustafa Lutfi. 2013. Pembentukan Desa yang Partisipasif.
Malang: Ub Press.
Hamzah,Andi. 2005. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia.
Kartohadikusumo,Sutarjo. 1988. Desa. Jakarta: Balai Pustaka.
Khairrunisa. 2008. Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi.
Medan.
Matul, Ni’ Huda. 2015. Hukum Pemerintahan Desa. Malang: Setara Press.
Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
N,Daldjoni. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Nurcholis,Hanif. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintaan Desa.
Jakarta: Erlangga.
Purbacaraka. 2010. Perihal Kaedah Hukum. Bandung: Citra Aditya.
Ridwan HR. 2016. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Safrudin,Ateng dan Suprin Na’a. 2010. Pergulatan Hukum Tradisonal dan
Hukum Modern dalam Desain otonomi Desa. Bandung: Rapublik Desa.
Soleh,Chabib dan Heru Rochmansjah. 2015. Pengelolaan Keuangan Desa.
Bandung: Fokusmedia.
80
Soekanto,Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, Jakarta: UI-
Press.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers.
Sunardjo,Unang. 1984. Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung: Tarsito.
Sungguno,Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Surasih, Maria Eni. 2006. Pemerintahan Desa dan Implementasinya. Jakarta:
Erlangga.
Wasistiono,Sadu. 2001. Kapita Selekta Pemerintahan Daerah. Bandung:Alqa
Print.
Widjaja,HAW. 2003. Otonomi Desa, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
-----------------; 2014, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat dan
Utuh. Jakarta: Rajawali Pers.
Zakaria, Y. 2005. Pemulihan Kehidupan Desa dalam Desentralisasi, Globalisasi,
dan Demokrasi Lokal. Jakarta :LP3S.
2. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.
81
3. Jurnal
Elisabeth Siringo Ringo. Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Adi Jaya
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Arenawati. Administrasi Pemerintahan Daerah, Sejarah, konsep dan
pelaksanaan di Indonesia.
Edy Supriadi. Pertanggungjawaban Kepala Desa Dalam Pengelolaan Keuangan
Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentnag Desa.
Sintiya Eka Pertiwi. Pengelolaan Keuangan Pekon Kenali Kecamatan Belalau
Kabupaten Lampung Barat.
Muhammad Basirruddin. Peran Pemerintahan Desa dalam Pengelolaan
Keuangan Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan
Meranti Tahun 2012.
Waniarsih. Peran Kepala Desa dalam Merealisasikan Penggunaan Anggaran
Desa.
Satria Mentari Tumbel. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Dana Desa di
Desa Tumaluntung Satu Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan.
Yusuf Eko Nahuddin. Akuntanbilitas Keuangan Desa dan Kesejahteraan
Aparatur Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
Yongky Putut Angkianata. Perubahan Kewenangan Pemerintah Desa di
Indonesia.
Sugiman. Pemerintahan Desa.