Upload
ngoliem
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA
ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN)
SKRIPSI
EKO VERDIANTO 081401034
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY
(STUDI KASUS: BELAWAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer
EKO VERDIANTO 081401034
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
ii
PERSETUJUAN
Judul : PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN)
Kategori : SKRIPSI Nama : EKO VERDIANTO Nomor Induk Mahasiswa : 081401034 Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER Departemen : ILMU KOMPUTER Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 16 April 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II, Pembimbing I, Ade Candra, S.T., M.Kom Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP: 197909042009121002 NIP: 196203171991021001 Diketahui/Disetujui oleh Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991031001
iii
PERNYATAAN
PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY
(STUDI KASUS: BELAWAN)
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 16 April 2013 EKO VERDIANTO 081401034
iv
PENGHARGAAN
Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Kemudian Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada pengerjaan skripsi dengan judul Perancangan Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi Tsunami dengan Algoritma Ant Colony, penulis menyadari bahwa banyak campur tangan pihak yang turut membantu dan memotivasi dalam pengerjaannya. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informas Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom dan Bapak Ade Candra S.T., M.Kom selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Muhammad Firdaus, M.Si dan Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc.
sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU dan semua
pegawai Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.
8. Ayahanda Bambang Joko Prasetyo dan Ibunda Kasihati yang telah memberikan do’a, dukungan, perhatian serta kasih sayang yang tulus serta pengorbanan yang tidak ternilai harganya.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S1-Ilmu Komputer stambuk 2008, Tengku
Surya Pramana, Zainuddin Siregar, Ahmad Royhan P.S, Nurul Akhmaliyah, Siska
v
Anggraini, Brikson, Mirnawati, Nassan Siregar dan teman-teman lain yang telah memberikan motivasi, arahan dan perhatiannya.
10. Teman-teman Asisten Laboratorium (IKLC), Ramrudin, Arifin, Fauzana, Isman Santoso, Mahadi Z, Basrah Nasution, Mhd. Arisandy Pratama, Azizah Mei Sari Sebayang, Nurhennida, dan asisten laboratorium yang lainnya yang telah memberikan semangat dan dorongan.
11. Adik-adik angkatan 2009 yang telah membakar semangat untuk menyelesaikan
penyelesaian skripsi ini.
12. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi kita semuanya. Medan, 16 April 2013 Eko Verdianto
vi
ABSTRAK
Tahun 2004, Indonesia dikejutkan oleh tragedi tsunami yang menghancurkan sebagian besar pesisir pantai utara Sumatera, terutama kota Banda Aceh. Tsunami tersebut menyebabkan sekitar lebih dari 230.000 jiwa meninggal. Upaya evakuasi diperlukan untuk mencegah terjadinya korban akibat tsunami, oleh karena itu rute evakuasi yang efektif perlu dibuat. Teknologi informasi yang semakin berkembang memungkinkan pengaplikasian sistem informasi geografis untuk penentuan jalur evakuasi tsunami. Salah satu metode yang dapat digunakan pada sistem informasi geografis untuk mencari rute yang tepat yang dapat dijadikan jalur evakuasi tsunami adalah Algoritma Ant Colony. Algoritma Ant Colony atau disebut juga Ant Colony Optimization (ACO), merupakan metode pencarian metaheuristik yang diinspirasi oleh perilaku semut dalam menyelesaikan permasalahan optimisasi, termasuk dalam permasalahan pencarian rute terpendek. Algoritma Ant Colony dapat digunakan untuk mencari rute terpendek menuju tempat yang aman dari tsunami, sehingga dapat digunakan sebagai jalur evakuasi. Pengujian pada daerah belawan terbukti bahwa sistem dapat menghasilkan rute terpendek yang dapat dijadikan sebagai jalur evakuasi tsunami. Sistem memerlukan waktu sekitar 1 menit 22.4 detik untuk mendapatkan rute terpendek tersebut. Katakunci : Algoritma Ant Colony, Algoritma Ant Colony System, ArcView GIS
3.3, Sistem Informasi Geografis, Rute Terpendek.
vii
DESIGN OF SHORTEST PATH DETERMINATION SYSTEM FOR TSUNAMI EVACUATION ROUTE WITH ANT COLONY ALGORITHM
(CASE STUDY: BELAWAN)
ABSTRACT
In 2004, Indonesia struck by the tsunami tragedy that destroyed most of the northern coast of Sumatra, especially the city of Banda Aceh. The tsunami left an estimated more than 230,000 people dead or missing persons list. Evacuation effort is needed to prevent the victims of the tsunami, therefore an effective evacuation routes need to be made. With the growing of the information technology, allows us to apply geographic information systems for determining tsunami evacuation routes. One method that can be used in geographic information system to find the exact route that can be used as a tsunami evacuation route is the Ant Colony Algorithm. Ant Colony Algorithm also called Ant Colony Optimization (ACO), a metaheuristic search methods that are inspired by the behavior of ants in solving optimization problems, including the problem for searching the shortest route. Ant Colony Algorithm is used to generate the shortest route to get to the safe haven from the tsunami, so it can be used as an evacuation route. The testing at belawan is shown that system can determine a shortest path which can be used as tsunami evacuation route. The system takes about 1 minute 22.4 seconds to determine the shortest path.
Keywords : Ant Colony Algorithm, Ant Colony System Algorithm, Arc View GIS
3.3, Geographic Information System, Shortest Path.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii Daftar Tabel x Daftar Gambar xi
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Batasan Masalah 4 1.4 Tujuan Penelitian 4 1.5 Manfaat Penelitian 5 1.6 Metode Penelitian 5 1.7 Sistematika Penulisan 6
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Tsunami 8 2.2 Graph 10 2.2.1 Macam-macam Graph Menurut Arah dan Bobotnya 10 2.3 Algoritma Ant Colony 12 2.3.1 Ant Colony System (ACS) 13 2.3.1.1 Aturan Transisi Status 14 2.3.1.2 Aturan Pembaruan Pheromone Lokal 15 2.3.1.3 Aturan Pembaruan Pheromone Global 15 2.3.1.4 Penjelasan Alur Kerja Algoritma Ant Colony System 16 2.4 Sistem Informasi Geografis 18 2.4.1 Komponen Sistem Informasi Geografis 19 Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem
3.1 Analisis Sistem 21 3.1.1 Analisis Masalah 21 3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem 22 3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem 22 3.1.2.2 Kebutuhan Non-Fungsional Sistem 22 3.1.3 Pemodelan 23 3.1.3.1 Use Case Diagram 23 3.1.3.2 Activity Diagram 24 3.1.3.2.1 Activity Diagram Tampil Peta Belawan 24 3.1.3.2.2 Activity Diagram Pencarian Rute 26
ix
3.1.3.3 Sequence Diagram 28 3.1.3.3.1 Sequence Diagram Tampil Peta Belawan 28 3.1.3.3.2 Sequence Diagram Pencarian Rute 29
3.2 Perancangan Sistem 30 3.2.1 Antarmuka Tampil Peta Belawan 30 3.2.2 Antarmuka Pencarian Rute 31
Bab 4 Implementasi Dan Pengujian Sistem
4.1 Implementasi Sistem 33 4.1.1 Implementasi Algoritma Ant Colony System 33 4.1.1.1 Proses Pencarian Rute Terpendek Titik t95 36 4.1.2 Tampilan Peta Belawan 53 4.1.2 Tampilan Pencarian Rute 55 4.2 Pengujian Sistem 59 4.2.1 Pengujian Sistem dengan Radius 4 km 60 4.2.2 Pengujian Sistem dengan Radius 5 km 61 4.2.3 Pengujian Sistem dengan Radius 7 km 63
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan 66 5.2 Saran 66
Daftar Pustaka 67
LAMPIRAN A: Listing Program A-1
x
DAFTAR TABEL Halaman
3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Lihat Peta Daerah Belawan 24 3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Proses Pencarian Rute 26 4.1 Daftar Atribut Jalan pada Daerah Belawan 35 4.2 Hasil Siklus 1 49 4.3 Daftar Atribut Jalan yang Telah Diupdate 51 4.4 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 4 km 60 4.5 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 5 km 62 4.6 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 7 km 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Tsunami saat Menerjang Daratan 9 2.2 Graph dengan 4 verteks dan 5 edges 10 2.3 Graph berarah dan berbobot 11 2.4 Graph tidak berarah dan berbobot 11 2.5 Graph berarah dan tidak berbobot 11 2.6 Graph tidak berarah dan tidak berbobot 12 2.7 Flowchart Ant Colony System 17 3.1 Diagram Ishikawa untuk Analisis Permasalah Sistem 22 3.2 Use Case Diagram Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi Tsunami 24 3.3 Activity Diagram Tampil Peta Belawan 25 3.4 Activity Diagram Pencarian Rute 27 3.5 Sequence Diagram Tampil Peta Belawan 28 3.6 Sequence Diagram Pencarian Rute 29 3.7 Rancangan Antarmuka Tampil Peta Belawan 30 3.8 Rancangan Antarmuka Pencarian Rute 32 4.1 Tampilan Titik t95 pada Peta Belawan 34 4.2 Tampilan Peta Belawan 53 4.3 Detail Keterangan Legenda 54 4.4 Keterangan Komponen Legenda pada Peta 54 4.5 Tampilan Detail Legenda dan Detail Komponen Legenda 55 4.6 Tampilan Pencarian Rute 55 4.7 Titik Acuan yang Berada di Radius Tsunami 56 4.8 Tampilan Message Box Rute Ditemukan 56 4.9 Rute Terpendek Ditampilkan pada Peta Daerah Belawan 57 4.10 Message Box Konfirmasi Pencarian Ulang 57 4.11 Informasi Rute 57 4.12 Message Box Informasi Kompoen Rute Terpendek 58 4.13 Informasi Komponen Rute Terpendek Ditampilkan 58 4.14 Hasil Pencarian Rute Kawasan t95 pada Radius 4 km 61 4.15 Hasil Pencarian Rute Kawasan t151 pada Radius 5 km 62 4.16 Hasil Pencarian Rute Kawasan pada Radius 7 km 65
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahun 2004, Indonesia dikejutkan oleh tragedi tsunami yang menghancurkan
sebagian besar pesisir pantai utara Sumatera, terutama kota Banda Aceh. Dengan
ketinggian gelombang hampir 35 meter, merupakan gelombang tsunami tertinggi yang
pernah terjadi, menyebabkan sekitar lebih dari 230.000 jiwa meninggal atau masuk
daftar orang hilang, dan merusak sebagian besar infrastruktur di daerah tersebut.
Dalam beberapa jam tsunami sampai ke Thailand dan kemudian menghancurkan
sebagian Thailand sampai ke timur dan Sri Lanka, India dan Maladewa sampai ke
barat. Tsunami juga mengakibatkan kerusakan di Somalia dan negara lainnya di
Afrika Timur. Tsunami tersebut terjadi karena gempa tektonik dengan kekuatan 9.0
skala ritcher pada 3.30°N, 95.78°E[4]. Gempa bumi merupakan salah satu penyebab
terjadinya tsunami. Melihat hal tersebut Indonesia patut waspada dengan ancaman
tsunami, karena potensi gempa di Indonesia sangat tinggi. Indonesia merupakan
daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik,
yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Jalur
pertemuan lempeng-lempeng tersebut berada di laut, sehingga apabila terjadi gempa
bumi dengan skala yang besar dan dengan kedalaman yang dangkal, maka akan
berpotensi menimbulkan tsunami[13].
Di Medan sendiri yang berada di tepi timur pulau Sumatera pun tak luput dari
ancaman tsunami. Posisi daerah belawan yang berada di tepi laut menyebabkan
Belawan berada paling depan ketika tsunami menerjang kota Medan. Sebabnya, Selat
Malaka itu menyimpan potensi lebih maut karena sepanjang Selat Malaka memiliki
kondisi ideal tempat jalur tol bagi air bah raksasa, terletak ditengah jalur perairan
2
antara dua pulau dengan luasan Selat yang sempit, dibeberapa tempat bagian Selat itu
ada ukuran mencapai 5 km, bentuk morfologi pantai dengan topografi ke daratan tiap
lintasan tsunami dapat mencapai 5-15 m karena daratan di sepanjang Selat Malaka
ketinggiannya di permukaan air laut mencapai 5-12 meter[14].
Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif
pada laut[11]. Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500 hingga 1.000
km/jam (sekitar 0,14 - 0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka. Meskipun
demikian, peristiwa tsunami tetap dapat diketahui lebih awal, yakni dengan
mendeteksi getaran gempa penyebab tsunami tersebut. Getaran gempa bumi memiliki
kecepatan sekitar 4 kilometer per detik (14.400 km/jam). Getaran gempa yang lebih
cepat dideteksi daripada gelombang tsunami memungkinan dibuatnya peramalan
tsunami, sehingga peringatan dini dapat segera diumumkan kepada wilayah yang
terancam bahaya tsunami. Kemudian dapat segera melakukan upaya pencegahan
terjadinya korban jiwa, dengan mengevakuasi penduduk ke daerah yang aman dari
ancaman tsunami.
Pada proses evakuasi penduduk, kita memerlukan jalur evakuasi yang pendek,
sehingga dapat cepat sampai ke daerah yang aman dari terjangan tsunami. Dengan
bantuan komputasi kita dapat menemukan jalur evakuasi yang pendek, yaitu dengan
menerapkan Algoritma Ant Colony. Algoritma Ant Colony diinspirasi oleh perilaku
semut dalam mencari makanan. Algoritma Ant Colony merupakan salah satu metode
heuristic dimana semut-semut buatan akan bekerja sama untuk menemukan solusi
yang tepat dalam permasalah optimisasi diskrit[1]. Ant Colony System merupakan
variasi dari Algoritma Ant Colony, dengan tiga prinsip kerja, yaitu [1]:
1. aturan transisi status,
2. aturan pembaruan pheromone global dan
3. aturan pembaruan pheromone lokal (local pheromone updating rule).
Dari pemaparan diatas, sebuah sistem berbasis informasi geografi, Sistem
Informasi Geografis, dibutuhkan untuk membantu menentukan jalur yang tepat untuk
mengevakuasi penduduk ke daerah yang aman dari ancaman tsunami. Ilmu geografi
sendiri merupakan ilmu yang mempelajari permukaan bumi dengan menggunakan
3
keruangan, ekologi dan kompleks wilayah[10]. Ilmu geografi yang teraplikasikan pada
sistem informasi geografis dapat menunjukkan keadaan sebenarnya muka bumi,
sehingga kita bisa membuat sebuah sistem melakukan pengolahan data muka bumi
untuk mendapatkan jalur evakuasi tsunami.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang bekerja dengan
data-data geografi permukaan bumi, dengan menggunakan data referensi permukaan
bumi yang sebenarnya, kita dapat membuat sistem yang benar-benar dapat
merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Kemudian dengan Algoritma Ant
Colony pada sistem tersebut kita dapat dengan cepat menentukan rute yang tepat
untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana membuat sistem penentuan rute terpendek yang dapat digunakan
sebagai jalur evakuasi tsunami.
2. Bagaimana mengimplementasikan Algoritma Ant Colony dalam pencarian rute
terpendek jalur evakuasi tsunami.
3. Bagaimana merancang sistem informasi geografis untuk menentukan dan
menampilkan jalur evakuasi tsunami.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Rute yang akan digunakan adalah beberapa jalan yang terdata di peta Kecamatan
Medan Belawan Kota Medan dan sekitarnya.
2. Wilayah Kecamatan Medan Belawan Kota Medan dan sekitarnya akan dibagi
menjadi beberapa kawasan dengan titik pusatnya masing-masing, yang berfungsi
sebagai titik awal pencarian rute terpendek.
4
3. Jalan protokol dan jalan kecil dianggap bebas hambatan dan tidak ada jalan yang
satu arah.
4. Pencarian rute terpendek hanya akan memperhatikan aspek panjang jalan.
5. Aplikasi ini hanya melingkupi daerah tepi laut Kecamatan Belawan Medan,
sampai daerah aman.
6. Radius jangkauan tsunami ke daratan maksimum 7 kilometer.
7. Sistem akan dirancang berbasis desktop dengan menggunakan Arc View 3.3
dengan batasan teknologi bahasa pemrograman Avenue.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat sistem penentuan rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur
evakuasi tsunami.
2. Mengimplementasikan Algoritma Ant Colony dalam pencarian jalur terpendek rute
evakuasi tsunami.
3. Merancang sistem informasi geografis untuk menentukan dan menampilkan jalur
evakuasi tsunami.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempermudah menentukan rute yang tepat untuk digunakan sebagai jalur
evakuasi tsunami, khususnya oleh petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG).
2. Dengan kecepatan komputasi sistem yang tinggi, waktu untuk memperoleh rute
yang tepat untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami dapat lebih cepat dibandingkan
dengan cara yang manual.
5
1.6 Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi Literatur
Pada tahap ini penulisan dimulai dengan studi kepustakaan yaitu proses
pengumpulan bahan-bahan referensi baik dari buku, artikel, makalah, jurnal
maupun makalah baik berupa media cetak maupun media internet mengenai
sistem informasi geografis, Algoritma Ant Colony, tsunami serta beberapa
referensi lainnya untuk menunjang pencapaian tujuan skripsi.
2. Penelitian ke Lapangan (Studi Lapangan)
Pada tahap ini dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis masalah
yang ada di lapangan dan kebutuhan yang diperlukan sehingga dapat dilakukan
perancangan dengan baik.
3. Analisis Sistem.
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada, termasuk
pengaplikasian Algoritma Ant Colony dalam pencarian rute terpendek. Selain itu
juga melakukan analisis terhadap sistem yang akan dibuat, batasan sistem, kinerja,
sistem, cara kerja sistem. Sehingga sistem dapat mengimplementasikan Algoritma
Ant Colony untuk mendapatkan rute terpendek untuk jalur evakuasi tsunami.
4. Perancangan Sistem.
Pada tahap ini dilakukan perancangan user interface, Unified Modelling Language
(UML) dan struktur program Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi.
5. Implementasi Sistem.
Pada tahap ini sistem diimplementasikan dengan menggunakan Algoritma Ant
Colony.
6
6. Pengujian Sistem.
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap kinerja sistem dan kebenaran
hasil Algoritma Ant Colony dalam sistem informasi geografis serta analisis
terhadap fokus permasalahan penelitian.
7. Dokumentasi
Pada tahap ini seluruh kegiatan pembuatan sistem didokumentasikan kedalam
bentuk tulisan berupa laporan tugas akhir.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir, antara lain
teori graph, Algoritma Ant Colony, Algoritma Ant Colony System, tsunami dan
sistem informasi geografis.
BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN
Bab ini berisi analisis Algoritma Ant Colony System dalam pencarian rute
terpendek, desain sistem dan perancangan antar muka sistem.
BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Pada bab ini akan membahas tentang implementasi hasil penelitian menjadi
sebuah aplikasi untuk mencari rute terpendek jalur evakuasi tsunami untuk daerah
Kecamatan Belawan, Kota Medan. Kemudian melakukan pengujian terhadap
aplikasi yang telah dibuat.
7
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil-hasil penelitian berupa solusi dari masalah yang diangkat dalam penelitian
ini akan disimpulkan pada bab ini. selain itu pada bab ini juga berisi saran untuk
penelitian kedepannya agar dapat dikembangkan atau melanjutkan penelitian
yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tsunami
Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada
laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut
secara tiba-tiba dalam arah vertikal atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut
disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api, atau
longsoran yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga sumber tersebut, di Indonesia gempa
merupakan penyebab utama[11].
Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur
pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan
lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke arah utara dan
menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatip ke
arah barat. Jalur pertemuan lempeng-lempeng tersebut berada di laut, sehingga apabila
terjadi gempa bumi dengan skala yang besar dan dengan kedalaman yang dangkal,
maka akan berpotensi menimbulkan tsunami.
Gelombang tsunami yang terjadi akibat deformasi di dasar laut memiliki
karakteristik sebagai berikut[11]:
1. Memiliki panjang gelombang sekitar 100-200 km atau lebih.
2. Memiliki perioda 10-60 menit
3. Kecepatan perambatan gelombang bergantung pada kedalaman dasar laut.
dimana:
v = kecepatan gelombang
9
g = percepatan gravitasi
h = kedalaman laut
Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500 hingga 1.000 km/jam
(sekitar 0,14 - 0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka. Meskipun demikian,
peristiwa tsunami tetap dapat diketahui lebih awal, yakni dengan mendeteksi getaran
gempa penyebab tsunami tersebut. Getaran gempa bumi memiliki kecepatan sekitar 4
kilometer per detik (14.400 km/jam). Hal ini menyebabkan tsunami bisa terdeteksi
sebelum mencapai tanah.
Gambar 2.1 Tsunami saat Menerjang Daratan[12]
Gambar 2.1 menunjukkan karakteristik tsunami saat mencapai pantai (dimana
laut menjadi dangkal), maka kecepatannya akan menurun namun ketinggian
gelombang semakin bertambah. Saat tsunami mencapai pantai, sejumlah besar energi
yang awalnya tersimpan dalam bentuk panjang gelombang tsunami berubah menjadi
bentuk tinggi gelombang dengan kekuatan menghancurkan yang luar biasa. Di daratan
ketinggian tsunami bisa mencapai ratusan meter. Istilah run-up pada tsunami mengacu
pada ketinggian tertinggi tsunami yang diukur dari permukaan laut.
Pada umumnya tsunami tidak hanya gelombang tunggal saja, namun
merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang mencapai daratan adalah
yang tertinggi. Rangkaian gelombang tersebut lebih merusak daripada yang
gelombang tunggal. Oleh karena itu, meskipun kita bisa selamat dari gelombang
pertama, namun kita masih beresiko terkena gelombang yang berikutnya.
10
2.2 Graph
Suatu graph sederhana G adalah suatu pasangan terurut (V, E), dimana V adalah suatu
himpunan berhingga yang tak kosong yang elemen-elemennya disebut verteks dan E
adalah suatu himpunan garis yang menghubungkan dua elemen subset dari E yang
disebut edges [2].
Gambar 2.2 Graph dengan 4 verteks dan 5 edges
Pada contoh diatas graph G = (V, E) dimana:
1. V adalah himpunan titik, simpul, verteks atau nodes dari G, yaitu
V = {v1, v2, v3, v4}
2. E adalah himpunan rusuk, edges, atau sisi dari G, yaitu
E = {e1, e2, e3, e4, e5}
2.2.1 Macam – macam Graph Menurut Arah dan Bobotnya
Menurut arah dan bobotnya, graph dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Graph berarah (digraph) dan berbobot: setiap edges mempunyai arah (yang
ditunjukkan dengan anak panah) dan bobot. Gambar 8.2 adalah contoh graph
berarah dan berbobot, yang terdiri dari tujuh verteks yaitu verteks A, B, C, D, E, F,
G dan 12 edges. Verteks A mempunyai dua edges yang masing-masing menuju ke
verteks B dan verteks C, verteks B mempunyai tiga edges yang masing-masing
menuju ke verteks C, verteks D dan verteks E dan seterusnya. Tiap-tiap edges
mempunyai arah dan bobot yang telah diketahui.
v3
e4 v2 v
e5 e3 e1
e2 v4
11
Gambar 2.3 Graph berarah dan berbobot
2. Graph tidak berarah dan berbobot: setiap edges tidak mempunyai arah tetapi
mempunyai bobot. Gambar 8.3 adalah contoh graph tidak berarah dan berbobot.
Edges yang menghubungkan antar verteks mempunyai bobot yang telah diketahui
namun tidak mempunyai arah.
Gambar 2.4 Graph tidak berarah dan berbobot
3. Graph berarah (digraph) dan tidak berbobot: setiap edges mempunyai arah tetapi
tidak mempunyai bobot. Gambar 8.4 adalah contoh graph berarah dan tidak
berbobot.
Gambar 2.5 Graph berarah dan tidak berbobot
2 2
2
2
2 3
4
4
1
1 1
1
A
B E
C F
G D
2 2
2
2
2 3
4
4
1
1 1
1
A
B E
C F
G D
A
B E
C F
G D
12
4. Graph tidak berarah dan tidak berbobot: setiap edges tidak mempunyai arah dan
tidak mempunyai bobot. Gambar 8.5 adalah contoh graph tidak berarah dan tidak
berbobot.
Gambar 2.6 Graph tidak berarah dan tidak berbobot
2.3 Algoritma Ant Colony
Algoritma Ant Colony atau disebut juga Ant Colony Optimization (ACO), merupakan
metode pencarian metaheuristik yang diinspirasi oleh perilaku semut dalam
menyelesaikan permasalahan optimisasi, termasuk dalam permasalahan pencarian
jalur terpendek [3]. Pada tugas akhir ini penulis menggunakan algoritma Ant Colony
System (ACS), yang merupakan variasi dari algoritma Ant Colony Optimization.
Dalam mencari makanan, setiap semut akan berusaha mencari jalur terpendek
dari sarang ke tempat makanan. Kemudian semut tersebut akan meninggalkan
pheromone di jalur yang dilaluinya. Pheromone adalah zat kimia yang berasal dari
kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis,
individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan
hormon, Pheromone menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan
dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies). Proses peninggalan Pheromone
ini dikenal sebagai stigmery, yaitu sebuah proses memodifikasi lingkungan yang tidak
hanya bertujuan untuk mengingat jalan pulang ke sarang, tetapi juga memungkinkan
para semut berkomunikasi dengan koloninya.
A
B E
C F
G D
13
Pheromone akan menarik semut lain untuk mengikuti jalurnya dan
meninggalkan pheromone miliknya. Semakin banyak semut yang mengikuti jalur
tersebut maka intensitas pheromone pada jalur tersebut akan semakin kuat, sehingga
menarik semut-semut lain untuk mengikuti jalur tersebut. Jika ada semut lain yang
menemukan jalur yang lebih baik maka semut tersebut akan mengeluarkan pheromone
yang lebih kuat sehingga menarik semut lain untuk mengikuti jalurnya. Jalur terbaik
akan memiliki kadar pheromone yang tinggi, karena banyak semut yang melaluinya,
dan jalur yang buruk akan memiliki kadar pheromone yang rendah atau bahkan
kosong, karena semakin lama pheromone akan menguap dan akhirnya menghilang.
Pada algoritma ACO, semut-semut buatan akan diciptakan dan yang
kemuadian akan bekerja sama untuk menemukan jalur terbaik dengan pertukaran
informasi melalui kualitas pheromone pada setiap jalurnya [1].
2.3.1 Ant Colony System (ACS)
ACS merupakan pengembangan dari Ant Colony Optimization. Secara informal, ACS
bekerja sebagai berikut: pertama kali, sejumlah m semut ditempatkan pada sejumlah n
titik berdasarkan beberapa aturan inisialisasi (misalnya, secara acak). Setiap semut
membuat sebuah tour (yaitu, sebuah solusi TSP yang mungkin) dengan menerapkan
sebuah aturan transisi status secara berulang kali. Selagi membangun tournya, setiap
semut juga memodifikasi jumlah pheromone pada edge-edge yang dikunjunginya
dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone local yang telah disebutkan tadi.
Setelah semua semut mengakhiri tour mereka, jumlah pheromone yang ada pada edge-
edge dimodifikasi kembali (dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone
global). Dalam membuat tour, semut ‘dipandu’ oleh informasi heuristic (mereka lebih
memilih edge-edge yang pendek) dan oleh informasi pheromone. Sebuah edge dengan
jumlah pheromone yang tinggi merupakan pilihan yang sangat diinginkan. Kedua
aturan pembaruan pheromone itu dirancang agar semut cenderung untuk memberi
lebih banyak pheromone pada edge-edge yang harus mereka lewati. Tiga karakteristik
utama dari ACS, yaitu aturan transisi status, aturan pembaharuan pheromone global,
dan aturan pembaharuan pheromone lokal [1].
14
2.3.1.1 Aturan Transisi Status
Aturan transisi status adalah aturan yang digunakan dalam memilih titik tujuan
berikutnya dengan melakukan perhitungan probabilitas masing-masing titik tujuan
yang mungkin. Aturan transisi status yang berlaku pada ACS [2] adalah sebagai
berikut: seekor semut yang ditempatkan pada kota r memilih untuk menuju ke kota s.
Kemudian dibangkitkan bilangan acak q, dimana 0 ≤ q ≤ 1. Dan inisiasi sebuah
parameter q0, dimana 0 ≤ q0 ≤ 1. Jika q ≤ q0 maka
퐬 = 퐦퐚퐱 [훕(퐫,퐮)] ∙ [훈(퐫,퐮)]훃 ………………………………………. (1)
Dimana:
훕 = intensitas pheromone
훈 = visibilitas antar kota (1/d)
u = kota-kota yang mungkin dikunjungi semut yang berada di kota r.
s = kota tujuan
훃 = parameter yang mengontrol bobot (weight) relatif dari pheromone terhadap jarak
(β>0).
Sedangkan jika q > q0 maka
풑풌(풓,풔) = [훕(퐫,퐬)]∙[훈(퐫,퐬)훃]∑ [훕(퐫,퐮)]∙[훈(퐫,퐮)훃]퐮훜푱풌(풓)
………………………….. (2)
dimana:
풑풌 = probabilitas tiap kota berikutnya yang akan dikunjungi dari kota r
Setelah hasil perhitungan probabilitas kota yang akan dipilih berikutnya selesai,
kemudian dicari probabilitas kumulatifnya (qk) dimana q1 = 풑ퟏ sedangkan qk = qk-1
+ 풑풌 untuk k = 2,3,4, ..., n. Kemudian dibangkitkan bilangan random (v) antara 0
sampai 1. Titik ke-k akan terpilih jika qk-1 < v ≤ qk.
15
2.3.1.2 Aturan Pembaruan Pheromone Lokal
Selagi melakukan perjalanan untuk mencari solusi pencarian rute terpendek, semut
mengunjungi sisi-sisi dan mengubah tingkat feromon pada sisi-sisi tersebut dengan
menerapkan aturan pembaruan feromon lokal [1] yang ditunjukkan oleh persamaan
dibawah ini.
흉(풓, 풔) ← (ퟏ − 흆) ∙ 흉(풓, 풔) + 흆 ∙ ∆흉(풓, 풔) ………………………………... (3)
dimana:
흆 = tetapan penguapan pheromone
∆흉(풓, 풔) = 휸.퐦퐚퐱퐳∈퐉퐤 (퐬) 흉(풔,풛) , dimana:
휸 = parameter (0≤휸 ≤1)
흉(풔, 풛) = tho yang paling maksimum dari seluruh edges yang menghubungkan titik s
ke z.
2.3.1.3 Aturan Pembaruan Pheromone Global
Pada sistem ini, pembaruan pheromone secara global hanya dilakukan oleh semut
yang membuat tur terpendek sejak permulaan percobaan. Pada akhir sebuah iterasi,
setelah semua ants menyelesaikan tur mereka, sejumlah pheromone ditaruh pada ruas-
ruas yang dilewati oleh seekor semut yang telah menemukan tur terbaik (ruas-ruas
yang lain tidak diubah). Tingkat pheromone itu diperbarui dengan menerapkan aturan
pembaruan pheromone global [1] yang ditunjukkan oleh persamaan 4.
흉(풓, 풔) ← (ퟏ − 휶) ∙ 흉(풓, 풔) + 휶 ∙ ∆흉(풓, 풔) ..........................................................
(4)
dimana:
∆흉(풓,풔) = (푳품풃) ퟏ, 풋풊풌풂(풓,풔) ∈ 풓풖풕풆풕풆풓풃풂풊풌풌풆풔풆풍풖풓풖풉풂풏ퟎ
푳품풃 = panjang rute terbaik pada akhir siklus
16
휶 = tetapan pengendali pheromone
2.3.1.4 Penjelasan Alur Kerja Algoritma Ant Colony System
Algoritma Ant Colony System memiliki langkah-langkah untuk mencari rute terpendek
yaitu:
1. Menginsialisasi harga parameter-parameter algoritma semut:
a. Intensitas pheromone (τij).
b. Tetapan siklus semut (q0).
c. Tetapan pengendali intensitas visibilitas (β).
d. Tetapan pengendali pheromone (α), nilai α ≥ 0.
e. Jumlah semut (m).
f. Tetapan penguapan pheromone (ρ), nilai ρ harus > 0 dan < 1.
g. Jumlah siklus maksimum (NCmax).
2. Setelah itu menentukan titik selanjutnya yang akan dituju dengan aturan
transisi status. Sesuai dengan nilai q0 yang didapat, aturan transisi status akan
menggunakan persamaan (1) atau persamaan (2) dengan syarat:
a. Jika q≤q0 maka aturan transisi status menggunakan persamaan (1).
b. Jika q>q0 maka aturan transisi status menggunakan persamaan (2).
3. Apabila telah mendapat titik yang dituju, titik tersebut disimpan ke dalam
daftar_kota untuk menyatakan bahwa titik tersebut telah menjadi bagian dari
rute perjalanan. Setelah itu intensitas pheromone di sisi tersebut diubah dengan
menggunakan persamaan (3). Perubahan pheromone tersebut dinamakan
pembaruan pheromone lokal. Aturan transisi kembali dilakukan, mencari titik
berikutnya, sampai titik tujuan tercapai.
4. Apabila titik tujuan telah dicapai, panjang rute masing-masing semut akan
diakumulasikan, kemudian diurutkan sehingga akan didapatkan rute yang
terpendek.
17
5. Pembaruan pheromone pada titik-titik yang termuat dalam rute terpendek
tersebut menggunakan persamaan (4). Perubahan pheromone ini dinamakan
pembaruan pheromone global.
6. Pengosongan daftar_kota. Daftar_kota perlu dikosongkan untuk diisi lagi
dengan urutan titik yang baru. Algoritma diulang lagi dari langkah 2 dengan
harga parameter intensitas feromon yang sudah diperbarui.
Setelah semua proses telah dilalui (jumlah siklus maksimum sudah terpenuhi), maka
akan didapatkan rute dengan panjang rute yang terpendek. Langkah-langkah pencarian
rute terpendek dengan Algoritma Ant Colony diatas dapat digambarkan dengan
flowchart seperti pada Gambar 2.7.
18
Gambar 2.7 Flowchart Ant Colony System
2.4 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja
dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografis. SIG
memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-
operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data.
19
Menurut Gou Bo, Sistem Informasi Geografis adalah teknologi informasi yang
dapat menganalisis, menyimpan dan menyimpan baik data spasial maupun data non
spasial. Sedangkan menurut Nicholas Chrisman, Sistem Informasi Geografis adalah
sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia, organisasi
dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisisis, dan
menyebarluaskan informasi mengenai daerah-daerah di permukaaan bumi [6].
Sistem informasi geografis adalah sistem komputer yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi,
menganalisis, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisinya
dipermukaan bumi [6]. Secara sederhana SIG adalah sistem yang memiliki referensi
bentuk muka bumi (daratan, lautan, jalan, perkotaan dan lain sebagainya), yang
memungkinkan kita untuk mengolah data-data bentuk muka bumi tersebut untuk
tujuan tertentu.
Salah satu alasan mengapa konsep-konsep Sistem Informasi Geografis (SIG)
beserta sistem aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan di berbagai disiplin ilmu
karena SIG dapat menurunkan informasi secara otomatis tanpa keharusan untuk selalu
melakukan interpretasi secara manual sehingga SIG dengan mudah dapat
menghasilkan data spasial tematik yang merupakan (hasil) turunan dari data spasial
yang lain (primer) dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya dengan melibatkan
beberapa operator logika dan matematis [6].
2.4.1 Komponen Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis merupakan hasil dari beberapa komponen. Komponen
Sistem Informasi Geografis terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut [6]:
1. Perangkat Keras (Hardware)
20
Sistem Informasi Geografis membutuhkan komputer untuk menyimpan data
dan dalam melakukan pengolahan data. Semakin kompleks data yang ingin
diolah, maka semakin besar juga kebutuhan memori dan kecepatan pengolah
datanya.
2. Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak dibutuhkan untuk memasukkan, menyimpan dan
mengeluarkan data bila diperlukan. Perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis harus memiliki beberapa elemen seperti mampu melakukan input
dan transformasi data geografis, sistem manajemen basis data, mampu
mendukung query geografis, analisis dan visualisasi, dan memiliki Grafical
User Interface (GUI) untuk memudahkan akses.
3. Data
Dalam SIG semua data dasar geografis harus diubah terlebih dahulu ke dalam
bentuk digital untuk memudahkan dalam pengolahan data. Data dalam SIG
dibagi menjadi dua bentuk yakni geografical atau data spasial dan data atribut.
a. Data spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan dan pencitraan
terhadap suatu unsur keruangan yang berada di bawah, pada atau di atas
permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu pada sistem
koordinat nasional.
b. Data atribut adalah gambaran data yang terdiri dari informasi yang relevan
terhadap suatu lokasi seperti kedalaman, ketinggian, lokasi penjualan, dan
lain-lain dan bisa dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan maksud
untuk memberikan identifikasi seperti alamat, kode pos, dan lain-lain.
4. Manusia (Brainware)
Manusia dibutuhkan untuk mengendalikan seluruh Sistem Informasi
Geografis. Adanya koordinasi dalam Sistem Informasi Geografis sangat
diperlukan agar informasi yang diperoleh menjadi benar, tepat dan akurat.
21
Selain informasi dapat diperoleh secara cepat, tepat dan akurat, keuntungan
SIG dengan menggunakan komputer adalah:
1. Mudah dalam mengolah.
2. Pengumpulan data dan penyimpanannya hemat tempat dan ringkas.
3. Mudah diulang kalau sewaktu-waktu diperlukan.
4. Mudah diubah kalau sewaktu-waktu ada perubahan.
5. Mudah dibawa, dikirim dan ditransformasikan (dipindahkan).
6. Aman, karena dapat dikunci dengan kode atau manual.
7. Relatif lebih murah dibandingkan dengan survei lapangan.
8. Data yang sulit ditampilkan secara manual, dapat diperbesar bahkan dapat
ditampilkan dengan gambar tiga dimensi.
9. Berdasarkan data SIG dapat dilakukan pengambilan keputusan dengan tepat dan cepat.
21
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Analisis Sistem
Dalam perancangan sebuah sistem diperlukan analisis untuk menentukan kebutuhan
sistem. Dengan adanya analisis sistem, sistem yang dirancang diharapkan akan lebih baik dan
memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisis sistem ini sendiri
adalah agar sistem yang dirancang menjadi tepat guna dan ketahanan dari sistem tersebut
akan lebih terjaga.
Sistem ini akan mencari rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi
warga untuk menghindari tsunami. Sistem ini dirancang dengan menggunakan Algoritma Ant
Colony System (ACS) dalam pencarian rute terpendeknya.
3.1.1 Analisis Masalah
Untuk mengidentifikasi masalah digunakan diagram Ishikawa (fishbone diagram).
Masalah utama adalah untuk pencarian jalur evakuasi tsunami masih menggunakan pencarian
manual oleh petugas terkait. Secara umum kemampuan manusia untuk memproses data masih
lambat, sehingga untuk melakukan analisis jalur yang terbaik untuk rute evakuasi tsunami
masih kurang efektif. Pencarian jalur evakuasi secara manual juga masih belum adanya
dukungan dokumentasi yang memadai. Metode manual juga mengalami keterbatasan dalam
proses analisisnya, tidak ada panduan yang pasti untuk menganalisis jalur yang tepat. Seluruh
masalah tersebut dimuat dalam diagram Ishikawa pada Gambar 3.1.
22
Gambar 3.1 Diagram Ishikawa untuk Analisis Permasalah Sistem
3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem
Analisis Kebutuhan Sistem meliputi analisis kebutuhan fungsional sistem dan analisis
kebutuhan non-fungsional sistem.
3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem
Kebutuhan fungsional yang harus dimiliki oleh sistem pencarian rute terpendek sebagai jalur
evakuasi tsunami adalah:
1. Sistem dapat membaca inputan berupa titik awal pencarian rute.
2. Sistem dapat melakukan pencarian rute terpendek berdasarkan algoritma Ant Colony
System
3. Sistem dapat menampilkan hasil pencarian rute terpendek yang dapat digunakan sebagai
jalur evakuasi tsunami.
3.1.2.2 Kebutuhan Non-Fungsional Sistem
Untuk mendukung kinerja sistem, sistem sebaiknya dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Sistem dapat melakukan pencarian rute terpendek dengan kecepatan komputasi yang
tinggi.
23
2. Sistem harus mudah digunakan sehingga pengguna dapat mengoperasikannya dengan
baik.
3.1.3 Pemodelan
Pada penelitian ini digunakan UML sebagai bahasa pemodelan untuk mendesain dan
merancang sistem pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami. Model UML yang
digunakan antara lain use case diagram, activity diagram, dan sequence diagram.
3.1.3.1 Use Case Diagram
Use case diagram akan menjelaskan apa saja fungsi-fungsi yang akan dikerjakan oleh sistem.
Hal ini dikarenakan use case diagram akan merepresentasikan bagaimana interaksi antara
aktor (user) dengan sistem. Untuk mengidentifikasikan apa saja aktor dan use case yang
terlibat pada sistem ini, kita perlu menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Siapa yang menggunakan sistem?
Jawaban: Pengguna
2. Siapa yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi pada sistem?
Jawaban: Pengguna
3. Apa saja yang dapat dilakukan pengguna pada sistem?
Jawaban: Melihat peta Kecamatan Medan Belawan, Melakukan proses pencarian rute
terpendek jalur evakuasi tsunami.
24
Gambar 3.2 Use Case Diagram Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi
Tsunami
3.1.3.2 Activity Diagram
Berikut dijelaskan proses tampil peta belawan dan pencarian rute yang terjadi pada sistem
penentuan rute terpendek jalur evakuasi tsunami dengan menggunakan activity diagram.
3.1.3.2.1 Activity Diagram Tampil Peta Belawan
Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Tampil Peta Belawan
Nama Use case Tampil Peta Belawan Aktor Pengguna
Deskripsi
Proses ini mendeskripsikan proses menampilkan peta daerah belawan yang menjadi titik fokus pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami beserta legenda dari peta tersebut.
Prakondisi Sudah masuk kedalam aplikasi
Bidang khas
Kegiatan pengguna Respon sistem 1. Pilih Lihat Peta
2. Pilih detail pada Legenda
3. Pilih legenda yang
akan ditampilkan Keterangan
1. Menampilkan Peta Daerah Belawan dan Legenda
2. Menampilkan legenda pada kotak keterangan legenda
3. Menampilkan keterangan dari legenda yang dipilih
Bidang Alternatif - - Post-kondisi Detail dari legenda peta ditampilkan pada Legenda
25
Activity Diagram untuk tampil peta Belawan dapat kita lihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Activity Diagram Tampil Peta Belawan
Pada tampilan tampil peta belawan, sistem akan menampilkan peta daerah Belawan
beserta dengan legendanya. Pengguna bisa melihat peta daerah belawan yang menjadi studi
kasus pada penelitian ini. Pengguna juga bisa mendapatkan detail keterangan dari legenda
peta tersebut pada view legenda.
26
3.1.3.2.2 Activity Diagram Pencarian Rute
Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Pencarian Rute Nama Use case Pencarian Rute Aktor Pengguna
Deskripsi Proses ini mendeskripsikan proses pencarian rute terpendek untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami
Prakondisi Sudah masuk dalam tampilan antarmuka sistem
Bidang khas
Kegiatan pengguna Respon sistem 1. Pilih pencarian rute
terpendek
2. Memasukkan nilai radius tsunami
4. Pilih titik kawasan yang akan dicari rute terpendek jalur evakuasi tsunami
1. Menampilkan peta daerah belawan dan kontrol sistem pencarian rute terpendek
2. Mengecek inputan 3. Menampilkan daerah
yang berada di dalam radius tsunami
4. Memproses titik awal kemudian mencari rute terpendek untuk jalur evakuasi dengan Algoritma Ant Colony System
5. Menampilkan hasil rute
terpendek pada peta daerah belawan
Bidang Alternatif - -
Post-kondisi Sistem menampilkan rute terpendek yang dapat dijadikan jalur evakuasi tsunami
Avtivity Diagram untuk use case proses pencarian rute dapat dilihat pada gambar 3.4.
27
Gambar 3.4 Activity Diagram Pencarian Rute
Proses pencarian rute terpendek diawali dengan pengecekan inputan nilai radius pada
sistem. Sistem kemudian melakukan proses pencarian daerah yang terkena landaaan tsunami
dan menampilkannya. Pengguna memilih daerah yang akan dicari rute terpendeknya dengan
algoritma Ant Colony System (ACS). Hasil dari pencarian rute terpendek itu kemudian
ditampilkan oleh sistem. Pengguna bisa mengulang pencarian rute, jika hasil pencarian rute
yang didapat dirasa kurang maksimal.
28
3.1.3.3 Sequence Diagram
Berikut dijelaskan proses tampil peta belawan dan pencarian rute yang terjadi pada sistem
penentuan rute terpendek jalur evakuasi tsunami dengan menggunakan sequence diagram.
3.1.3.3.1 Sequence Diagram Tampil Peta Belawan
Pada proses tampil peta belawan, sistem akan menampilkan peta daerah belawan beserta
tampilan legenda peta tersebut. Sequence diagram untuk proses tampil peta belawan
diperlihatkan pada Gambar 3.5
Gambar 3.5 Sequence Diagram Tampil Peta Belawan
Pada sequence diagram gambar 3.5 terlihat bahwa user akan memilih menu lihat peta
daerah belawan, kemudian sistem akan menampilkan peta daerah belawan dan view legenda.
Pengguna dapat mengetahui detail legenda peta pada view legenda, dengan memilih legenda
yang akan dilihat detailnya, maka sistem akan menampilkan detail dari legenda tersebut.
29
3.1.3.3.2 Sequence Diagram Pencarian Rute
Proses Pencarian Rute akan menampilkan peta daerah belawan dan view kontrol pencarian
rute terpendek. Sequence diagram yang dapat menggambarkan proses pencarian rute pada
sistem dapat dilihat pada gambar 3.6
Gambar 3.6 Sequence Diagram Pencarian Rute
Pada sequence diagram diatas terlihat bahwa user memilih memilih menu pencarian
rute. Sistem akan menerima inputan user berupa nilai radius landaan tsunami ke daratan.
Sistem akan memproses inputan dan menentukan daerah yang terkena landaan tsunami dan
menampilkannya pada peta daerah belawan. Pengguna melakukan proses pencarian rute
terpendek dengan memilih daerah yang akan dijadikan titik awal pencarian rute terpendek.
Sistem akan melakukan proses pencarian rute terpendek dengan menggunakan Algoritma Ant
Colony System. Sistem kemudian menampilkan hasil pencarian rute pada peta kawasan
belawan.
30
3.2. Perancangan Sistem
Antarmuka merupakan perantara antara pengguna dengan sistem. Tampilan antarmuka
sangat mempengaruhi penggunaan suatu sistem, oleh karena itu antarmuka harus dirancang
sedemikian rupa sehingga memudahkan pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Pada
tahap ini akan dilakukan perancangan antarmuka sistem yang akan digunakan. Rancangan
antarmuka sistem terdiri dari dua halaman utama.
3.2.1. Antarmuka Tampil Peta Belawan
Antarmuka Tampil Peta Belawan merupakan tampilan awal ketika sistem pertama kali dibuka
oleh pengguna. Antarmuka lihat peta menampilkan peta daerah belawan beserta legendanya.
Pada view legenda pengguna bisa mendapatkan detail tentang legenda tersebut.
Gambar 3.7 Rancangan Antarmuka Tampil Peta Belawan
File Peta Belawan Credit 1
2 3
4 5
6
31
Keterangan:
1. Menu Bar Sistem
Tampilan menu-menu dari sistem, yang terdiri dari File, Peta Belawan dan Credits.
2. Button
Menu button berupa tombol yang berfungsi untuk penglolaan data hasil pencarian rute.
Button tersebut terdiri dari fit, zoom in, zoom out dan hasil rute.
3. Tools
Menu tools berupa tombol yang berfungsi untuk pengolahan view peta, view legenda dan
view kontrol pencarian rute. Tools tersebut terdiri dari pointer, identifier dan pan.
4. View Peta
Tampilan View untuk menampilkan Peta Belawan.
5. View Legenda
Tampilan View untuk menampilkan legenda dari peta daerah belawan.
6. View Detail Legenda
Tampilan View untuk menampilkan detail keterangan dari legenda yang dipilih.
3.2.2. Antarmuka Pencarian Rute
Antarmuka Pencarian Rute akan muncul, jika pengguna memilih menu Peta Belawan, lalu
memilih proses pencarian rute. Antarmuka ini berfungsi untuk melakukan proses pencarian
rute terpendek untuk jalur evakuasi tsunami. Proses pencarian rute dimulai dengan
memasukkan nilai radius jangkauan tsunami. Sistem kemudian akan menampilkan daerah
yang terkena landaan tsunami. Pengguna tinggal memilih daerah yang akan dicari rutenya.
Sistem akan memproses inputan dari user berupa titik awal daerah yang akan dicari rutenya
dengan menggunakan Algoritma Ant Colony System.
32
Gambar 3.8 Rancangan Antarmuka Pencarian Rute
Keterangan:
1. Menu Bar Sistem
Tampilan menu-menu dari sistem, yang terdiri dari File, Peta Belawan dan Credits.
2. Button
Menu button berupa tombol yang berfungsi untuk penglolaan data hasil pencarian rute.
Button tersebut terdiri dari fit, zoom in, zoom out dan hasil rute.
3. Tools
Menu tools berupa tombol yang berfungsi untuk pengolahan view peta, view legenda dan
view kontrol pencarian rute. Tools tersebut terdiri dari pointer, identifier dan pan.
4. View Peta
Tampilan View untuk menampilkan Peta Belawan
5. View Kontrol Pencarian Rute
Tampilan View untuk mengendalikan proses pencarian rute.
6. TextLine input
Input box untuk memasukkan nilai radius tsunami
7. View Daerah Landaan Tsunami
Tampilan View untuk menampilkan daerah yang terkena landaan tsunami dengan radius
yang diinputkan.
File Peta Belawan Credit 1 2
3
4 5
7
6
33
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM
4.1 Implementasi Sistem
Setelah dilakukan analisis dan perancangan, proses berikutnya adalah implementasi
sistem sesuai dengan perancangan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.
4.1.1 Implementasi Algoritma Ant Colony System
Berikut adalah simulasi proses pencarian rute terpendek untuk digunakan sebagai jalur
evakuasi tsunami dari daerah bahaya tsunami menuju ke tempat aman, yang berada
diluar radius bahaya tsunami dengan Algoritma Ant Colony System. Simulasi
dilakukan dengan melakukan perhitungan secara manual dengan mengambil sampel
contoh dari studi kasus daerah belawan.
Algoritma Ant Colony System akan menentukan rute terpendek dari jalan-jalan
yang ada di daerah belawan untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami menuju ke tempat
aman dari tsunami. Untuk pengimplementasian Algoritma Ant Colony System, konsep
graph diterapkan pada jalan-jalan di daerah belawan. Jalan-jalan pada daerah belawan
akan dijadikan edges untuk pencarian dan persimpangan antara jalan akan dijadikan
verteks atau titik pertemuan jalan. Setiap verteks akan diberi identifikasi dengan nama
“tnomorverteks”, contohnya t2. Algoritma Ant Colony System akan melakukan
perhitungan setiap jalan untuk menentukan rute terpendek berdasarkan edges dan
verteks tersebut.
34
Titik t95 akan menjadi titik awal pencarian rute. Titik t95 berada di dalam
radius bahaya tsunami, sehingga akan dicari rute terpendek menuju ke titik yang
berada diluar radius bahaya tsunami. Nilai radius tsunami yang digunakan adalah 4
km. Tampilan titik t95 dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tampilan Titik t95 pada Peta Belawan
Hal pertama yang kita lakukan adalah menginisialisasi nilai parameter-parameter dari
Algoritma Ant Colony , antara lain:
1. q0 = 0.9
2. α = 0.1
3. β = -1
4. ρ = 0.9
5. γ (gamma) = 0.1
6. m = 5
7. NCmax = 1
Nilai τij disesuaikan dengan nilai panjang masing-masing edges (jalan yang
menghubungkan titik yang satu dengan titik yang lainnya) sesuai dengan rumus τij = (n
* Lnn)-1. Nilai Visibilitas (ηij) antar titik didapat dari rumus ηij = (1/dij)[1]. Daftar
atribut jalan daerah belawan disajikan pada tabel 4.1.
35
Tabel 4.1 Daftar Atribut Jalan pada Daerah Belawan
No. V1 V2 Panjang
Jalan (m) ηij τij
1. t82 t87 480 0.002083333333333 0.000011638733706
2. t82 t81 151 0.006622516556291 0.000036997299197
3. t87 t81 421 0.002375296912114 0.000013269815151
4. t80 t81 257 0.003891050583658 0.000021737712758
5. t80 t75 212 0.004716981132075 0.000026351849900
6. t56 t75 1121 0.000892060660125 0.000004983579107
7. t80 t89 540 0.001851851851852 0.000010345541072
8. t75 t98 627 0.001594896331738 0.000008910035373
9. t202 t98 1024 0.000976562500000 0.000005455656425
10. t97 t133 220 0.004545454545455 0.000025393600813
11. t88 t91 71 0.014084507042254 0.000078684396884
12. t91 t95 176 0.005681818181818 0.000031742001016
13. t95 t101 90 0.011111111111111 0.000062073246431
14. t101 t117 249 0.004016064257028 0.000022436113168
15. t92 t91 181 0.005524861878453 0.000030865150159
16. t92 t103 192 0.005208333333333 0.000029096834264
17. t103 t124 235 0.004255319148936 0.000023772732676
18. t92 t95 193 0.005181347150259 0.000028946073465
19. t90 t92 73 0.013698630136986 0.000076528659983
20. t97 t96 198 0.005050505050505 0.000028215112014
21. t98 t97 74 0.013513513513514 0.000075494488902
22. t88 t87 53 0.018867924528302 0.000105407399599
23. t88 t89 223 0.004484304932735 0.000025051982864
24. t89 t90 16 0.062500000000000 0.000349162011173
25. t90 t96 69 0.014492753623188 0.000080965104040
26. t96 t104 170 0.005882352941176 0.000032862306934
27. t104 t127 233 0.004291845493562 0.000023976790467
28. t117 t118 17 0.058823529411765 0.000328623069339
29. t124 t118 166 0.006024096385542 0.000033654169752
36
No. V1 V2 Panjang
Jalan (m) ηij τij
30. t127 t124 74 0.013513513513514 0.000075494488902
31. T103 T101 194 0.000028796866901 0.005154639175258
32. T103 T104 74 0.000075494488902 0.013513513513514
4.1.1.1 Proses Pencarian Rute Terpendek Titik t95
Berikut akan ditampilkan pencarian rute terpendek untuk titik t95 menggunakan
Algoritma Ant Colony System dengan perhitungan secara manual.
1. Mencari titik tujuan berikutnya dengan aturan transisi status dan pembaruan
pheromone lokal.
Siklus I
a. Semut 1:
1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t101.
2. q0 = 0.56, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan
s = max [τ(r, u)] ∙ [η(r, u)] ………………………………………….….1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai
maksimum dari persamaan 1.
t91 = 0.000031742001016 * (0.005681818181818)-1 = 0.005586592178771
t92 = 0.000028946073465 * (0.005181347150259)-1 = 0.005586592178771
t101 = 0.000062073246431 * (0.011111111111111)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil random titiknya, yaitu t91 sebagai titik
berikutnya.
3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan
t91 dengan persamaan
휏(푟, 푠) ← (1− 휌) ∙ 휏(푟, 푠) + 휌 ∙ ∆휏(푟, 푠)……………………………………2
Dimana:
∆휏(푟, 푠) = 훾. max ∈ ( ) 휏(푠, 푧) ,
max ∈ ( ) 휏(푠, 푧) adalah nilai pheromone tertinggi diantara titik-titik
yang terhubung ke titik awal pencarian
37
τ(t95, t91) (1-0.9)*0. 000031742001016 + 0.9*0.1*0. 000062073246431
τ(t95, t91) 0.000008760792280
4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91.
5. Berikutnya, titik awal = t91, titik-titik yang terhubung yaitu t92 dan t88.
6. q0 = 0.66, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t92 = 0.000030865150159 * (0.005524861878453)-1 = 0.005586592178771
t88 = 0.000078684396884 * (0.014084507042254)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil random titiknya, yaitu t92 sebagai titik
berikutnya.
7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan
t92 dengan persamaan 2.
τ(t91, t92) (1-0.9)*0. 000030865150159 + 0.9*0.1*0. 000078684396884
τ(t91, t92) 0.000010168110735
8. Titik berikutnya t92 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92.
9. Berikutnya, titik awal = t92, titik-titik yang terhubung yaitu t90, 95 dan t103.
10. q0 = 0.53, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t92 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t90 = 0.000076528659983 * (0.013698630136986)-1 = 0.005586592178771
t95 = 0.000028946073465 * (0.005181347150259)-1 = 0.005586592178771
t103 = 0.000029096834264 * (0.005208333333333)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t90 sebagai
titik berikutnya.
11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan
t90 dengan persamaan 2.
τ(t92, t90) (1-0.9)*0. 000076528659983 + 0.9*0.1*0. 000076528659983
τ(t92, t90) 0.000014540445397
38
12. Titik berikutnya t90 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, 90.
13. Berikutnya, titik awal = t90, titik-titik yang terhubung yaitu t89 dan t96.
14. q0 = 0.13, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t90 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t89 = 0.000349162011173 * (0.062500000000000)-1 = 0.005586592178771
t96 = 0.000080965104040 * (0.014492753623188)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t89 sebagai
titik berikutnya.
15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t90 dan
t89 dengan persamaan 2.
τ(t90, t89) (1-0.9)*0. 000349162011173 + 0.9*0.1*0. 000349162011173
τ(t90, t89) 0.000066340782123
16. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, 90, 89.
17. Berikutnya, titik awal = t89, titik-titik yang terhubung yaitu t88 dan t80.
18. q0 = 0.69, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t89 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t88 = 0.000025051982864 * (0.004484304932735)-1 = 0.005586592178771
t80 = 0.000010345541072 * (0.001851851851852)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t80 sebagai
titik berikutnya.
19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan
t80 dengan persamaan 2.
τ(t89, t80) (1-0.9)*0.000010345541072 + 0.9*0.1*0.000025051982864
τ(t89, t80) 0.000035397523936
20. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80.
39
21. Berikutnya, titik awal = t80, titik-titik yang terhubung yaitu t81 dan t75.
22. q0 = 0.33, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t81 = 0. 000021737712758* (0. 003891050583658)-1 = 0.005586592178771
t75 = 0. 000026351849900* (0. 004716981132075)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t81 sebagai
titik berikutnya.
23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan
t81 dengan persamaan 2.
τ(t80, t81) (1-0.9)*0.000021737712758+ 0.9*0.1*0.000026351849900
τ(t80, t81) 0.000004545437767
24. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80, 81.
25. Berikutnya, titik awal = t81, titik-titik yang terhubung yaitu t82 dan t87.
26. q0 = 0.13, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t82 = 0.000036997299197* (0.006622516556291)-1 = 0.005586592178771
t87 = 0.000013269815151* (0.002375296912114)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t87 sebagai
titik berikutnya.
27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t81 dan
t87 dengan persamaan 2.
τ(t81, t87) (1-0.9)*0.000013269815151+ 0.9*0.1*0.000036997299197
τ(t81, t87) 0.000004656738443
28. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80, 81, 87.
29. Berikutnya, titik awal = t87, titik-titik yang terhubung yaitu t82 dan t88.
30. q0 = 0.54, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
40
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t87 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t82 = 0.000011638733706* (0.002083333333333)-1 = 0.005586592178771
t88 = 0.000105407399599* (0.018867924528302)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t88 sebagai
titik berikutnya.
31. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t87 dan
t88 dengan persamaan 2.
τ(t87, t88) (1-0.9)*0.000105407399599+ 0.9*0.1*0.000105407399599
τ(t87, t88) 0.000020027405924
32. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t88.
33. Berikutnya, titik awal = t88, titik t88 tidak memliki titik-titik lain yang
terhubung, karena titik-titik tersebut sudah dilewati sebelumnya, maka
pencarian rute untuk semut 1 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek.
34. Rute Akhir = t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t88.
b. Semut 2:
1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t101.
2. q0 = 0.46, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.000008760792280* (0.005681818181818)-1 = 0.001541899441280
t92 = 0.000028946073465 * (0.005181347150259)-1 = 0.005586592178771
t101 = 0.000062073246431 * (0.011111111111111)-1 = 0.005586592178771
Karena nilai maksimum t101 dan t92 sama, maka diambil random titiknya,
yaitu t92 sebagai titik berikutnya.
3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan
t92
τ(t95, t92) (1-0.9)*0.000028946073465 + 0.9*0.1*0.000062073246431
τ(t95, t92) 0.000008481199525
41
4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92.
5. Titik Awal = t92, titik-titik yang terhubung dengan t92, yaitu t91, t90 dan t103.
6. q0 = 0.76, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.000010168110735 * (0.005524861878453)-1 = 0.001840428043035
t90 = 0.000014540445397 * (0.013698630136986)-1 = 0.001061452513981
t103 = 0.000029096834264 * (0.005208333333333)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t103, maka diambil t103 sebagai titik berikutnya.
7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan
t103
τ(t92, t103) (1-0.9)* 0.000029096834264 + 0.9*0.1*0.000029096834264
τ(t92, t103) 0.000005528398510
8. Titik berikutnya t103 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t103.
9. Titik Awal = t103, titik-titik yang terhubung dengan t103, yaitu t101, t104 dan
t124.
10. q0 = 0.35, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t103 dicari nilai paling
maksimum dari persamaan 1.
t101 = 0.000028796866901* (0.005154639175258)-1 = 0.005586592178771
t104 = 0.000075494488902 * (0.013513513513514 )-1 = 0.005586592178771
t124 = 0.000023772732676 * (0.004255319148936)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t124
sebagai titik berikutnya.
11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t103 dan
t124
τ(t103, t124) (1-0.9)* 0.000023772732676 + 0.9*0.1*0.000075494488902
τ(t103, t124) 0.000009171777269
42
12. Titik berikutnya t124 sudah berada di luar radius tsunami, aman, maka
pencarian berhenti.
Rute Akhir = t95, t92, t103, t124.
c. Semut 3:
1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t101.
2. q0 = 0.26, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.000008760792280* (0.005681818181818)-1 = 0.001541899441280
t92 = 0.000008481199525* (0.005181347150259)-1 = 0.001636871508325
t101 = 0.000062073246431 * (0.011111111111111)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t101, maka diambil t101 sebagai titik berikutnya.
3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan
t101
τ(t95, t101) (1-0.9)* 0.000062073246431 + 0.9*0.1*0.000062073246431
τ(t95, t101) 0.000011793916822
4. Titik berikutnya t101 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t101.
5. Titik Awal = t101, titik-titik yang terhubung dengan t101, yaitu t103dan t117.
6. q0 = 0.17, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t101 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t103 = 0.000028796866901* (0.005154639175258)-1 = 0.005586592178771
t117 = 0.000022436113168* (0.004016064257028)-1 = 0.005586592178771
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t117
sebagai titik berikutnya.
7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t101 dan
t117
τ(t101, t117) (1-0.9)* 0.000022436113168+ 0.9*0.1*0.000028796866901
τ(t101, t117) 0.000004835329338
43
8. Titik berikutnya t117 sudah berada di luar radius tsunami, aman, maka
pencarian berhenti.
Rute Akhir = t95, t101, t117.
d. Semut 4:
1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t101.
2. q0 = 0.16, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.000008760792280* (0.005681818181818)-1 = 0.001541899441280
t92 = 0.000008481199525* (0.005181347150259)-1 = 0.001636871508325
t101 = 0.000011793916822* (0.011111111111111)-1 = 0.001061452513980
Nilai maksimum ada pada t92, maka diambil t92 sebagai titik berikutnya.
3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan
t92
τ(t95, t92) (1-0.9)* 0.000008481199525+ 0.9*0.1*0.000011793916822
τ(t95, t92) 0.000001909572466
4. Titik berikutnya t92 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92.
5. Titik Awal = t92, titik-titik yang terhubung dengan t92, yaitu t91, t90 dan t103.
6. q0 = 0.41, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t92 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.000010168110735* (0.005524861878453)-1 = 0.001840428043035
t90 = 0.000014540445397* (0.013698630136986)-1 = 0.001061452513981
t103 = 0.000005528398510* (0.005208333333333)-1 = 0.001061452513920
Nilai maksimum ada pada t91, maka diambil t91 sebagai titik berikutnya.
7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan
t91
τ(t92, t91) (1-0.9)* 0.000010168110735+ 0.9*0.1*0.000014540445397
τ(t92, t91) 0.000002325451159
44
8. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91.
9. Titik Awal = t91, titik-titik yang terhubung dengan t91, yaitu t88.
10. q0 = 0.24, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t88 = 0.000078684396884* (0.014084507042254)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t88 dan hanya titik itu yang terhubung, maka
diambil t88 sebagai titik berikutnya.
11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan
t88
τ(t91, t88) (1-0.9)* 0.000078684396884+ 0.9*0.1*0.000078684396884
τ(t91, t88) 0.000014950035408
12. Titik berikutnya t88 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91, t88.
13. Titik Awal = t88, titik-titik yang terhubung dengan t89, yaitu t87.
14. q0 = 0.47, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t89 = 0.000025051982864* (0.004484304932735)-1 = 0.005586592178771
t87 = 0.000020027405924* (0.018867924528302)-1 = 0.001061452513972
Nilai maksimum ada pada t89, maka diambil t89 sebagai titik berikutnya.
15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t88 dan
t89
τ(t88, t89) (1-0.9)* 0.000025051982864+ 0.9*0.1* 0.000025051982864
τ(t88, t89) 0.000004759876744
16. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91, t88, t89.
17. Titik Awal = t89, titik-titik yang terhubung dengan t80, yaitu t90.
18. q0 = 0.21, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
45
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t89 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t80 = 0.000035397523936* (0.001851851851852)-1 = 0.019114662925440
t90 = 0.000066340782123* (0.062500000000000)-1 = 0.001061452513968
Nilai maksimum ada pada t80, maka diambil t80 sebagai titik berikutnya.
19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan
t80
τ(t89, t80) (1-0.9)* 0.000035397523936+ 0.9*0.1* 0.000066340782123
τ(t89, t80) 0.000009510422785
20. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91, t88, t89, 80.
21. Titik Awal = t80, titik-titik yang terhubung dengan t80, yaitu t81 dan t75.
22. q0 = 0.28, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t80 = 0.000004545437767* (0.003891050583658)-1 = 0.001168177506119
t75 = 0.000026351849900* (0.004716981132075)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t75, maka diambil t75 sebagai titik berikutnya.
23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan
t75
τ(t80, t75) (1-0.9)* 0.000026351849900+ 0.9*0.1* 0.000026351849900
τ(t80, t75) 0.000005006851481
24. Titik berikutnya t75 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91, t88, t89, 75.
25. Titik Awal = t75, titik-titik yang terhubung dengan t75, yaitu t56 dan t98.
26. q0 = 0.12, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t75 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t56 = 0.000004983579107* (0.000892060660125)-1 = 0.005586592178771
t98 = 0.000008910035373* (0.001594896331738)-1 = 0.005586592178771
46
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t56 sebagai
titik berikutnya.
27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t75 dan
t56
τ(t75, t56) (1-0.9)* 0.000004983579107+ 0.9*0.1* 0.000008910035373
τ(t75, t56) 0.000001300261094
28. Titik berikutnya t56 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t92, t91, t88, t89, t75, t56.
29. Berikutnya, titik awal = t56, titik t56 tidak memliki titik-titik lain yang
terhubung, karena titik tersebut adalah suatu ujung dari pencarian, maka
pencarian rute untuk semut 4 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek.
30. Rute Akhir = t95, t92, t91, t88, t89, t75, t56.
e. Semut 5:
1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t101.
2. q0 = 0.86, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t91 = 0.00000876079228* (0.005681818181818)-1 = 0.001541899441280
t92 = 0.000001909572466* (0.005181347150259)-1 = 0.000368547485938
t101 = 0.000011793916822* (0.011111111111111)-1 = 0.001061452513980
Nilai maksimum ada pada t91, maka diambil t91 sebagai titik berikutnya.
3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan
t91
τ(t95, t91) (1-0.9)* 0.000008760792285+ 0.9*0.1*0.000011793916822
τ(t95, t91) 0.000001937531742
4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91.
5. Berikutnya, titik awal = t91, titik-titik yang terhubung yaitu t92 dan t88.
6. q0 = 0.66, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
47
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t92 = 0.000002325451159* (0.005524861878453)-1 = 0.000420906659779
t88 = 0.000014950035408* (0.014084507042254)-1 = 0.001061452513968
Nilai maksimum ada pada t88, maka diambil t88 sebagai titik berikutnya.
7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan
t88 dengan persamaan
τ(t91, t88) (1-0.9)* 0.000014950035408+ 0.9*0.1*0.000014950035408
τ(t91, t88) 0.000002840506728
8. Titik berikutnya t88 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88.
9. Berikutnya, titik awal = t88, titik-titik yang terhubung yaitu t87 dan t89.
10. q0 = 0.86, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t87 = 0.000020027405924* (0.018867924528302)-1 = 0.001061452513972
t89 = 0.000004759876744* (0.004484304932735)-1 = 0.001061452513912
Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t89 sebagai
titik berikutnya.
11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t88 dan
t89 dengan persamaan
τ(t88, t89) (1-0.9)* 0.000004759876744+ 0.9*0.1*0.000020027405924
τ(t88, t89) 0.000002278454208
12. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88, t89
13. Berikutnya, titik awal = t89, titik-titik yang terhubung yaitu t80 dan t90.
14. q0 = 0.63, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t80 = 0.000009510422785* (0.001851851851852)-1 = 0.005135628303900
t90 = 0.000066340782123* (0.062500000000000)-1 = 0.001061452513968
48
Nilai maksimum ada pada t80, maka diambil t80 sebagai titik berikutnya.
15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan
t80 dengan persamaan
τ(t89, t80) (1-0.9)* 0.000009510422785+ 0.9*0.1*0.000066340782123
τ(t89, t80) 0.000006921712670
16. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88, t89, t80.
17. Berikutnya, titik awal = t80, titik-titik yang terhubung yaitu t81 dan t75.
18. q0 = 0.13, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t81 = 0.000004545437767* (0.003891050583658)-1 = 0.001168177506119
t75 = 0.000005006851481* (0.004716981132075)-1 = 0.001061452513972
Nilai maksimum ada pada t81, maka diambil t81 sebagai titik berikutnya.
19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan
t81 dengan persamaan
τ(t80, t81) (1-0.9)* 0.000004545437767+ 0.9*0.1*0.000005006851481
τ(t80, t81) 0.000000905160410
20. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t81.
21. Berikutnya, titik awal = t81, titik-titik yang terhubung yaitu t87 dan t82.
22. q0 = 0.48, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t87 = 0.000004656738443* (0.002375296912114)-1 = 0.001960486884503
t82 = 0.000036997299197* (0.006622516556291)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t82, maka diambil t82 sebagai titik berikutnya.
23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t81 dan
t82 dengan persamaan
τ(t81, t82) (1-0.9)* 0.000036997299197+ 0.9*0.1*0.000036997299197
τ(t81, t82) 0.000007029486847
49
24. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82.
25. Berikutnya, titik awal = t82, titik-titik yang terhubung yaitu t87.
26. q0 = 0.58, q0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.
Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum
dari persamaan 1.
t87 = 0.000011638733706* (0.002083333333333)-1 = 0.005586592178771
Nilai maksimum ada pada t87, maka diambil t87 sebagai titik berikutnya.
27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t82 dan
t87 dengan persamaan
τ(t82, t87) (1-0.9)* 0.000011638733706+ 0.9*0.1*0.000011638733706
τ(t82, t87) 0.000002211359404
28. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian.
Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t87
29. Berikutnya, titik awal = t87, titik t87 tidak memliki titik-titik lain yang
terhubung, karena titik-titik tersebut sudah dilewati sebelumnya, maka
pencarian rute untuk semut 5 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek.
30. Rute Akhir = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t87.
2. Menampilkan hasil pencarian dari Siklus 1 seperti yang terlihat pada tabel 4.2
berikut.
Tabel 4.2 Hasil Siklus 1
Semut ke Rute Panjang Rute
(meter)
1 t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t88 -
2 t95, t92, t103, t124. 2204
3 t95, t101, t117. 198
4 t95, t92, t91, t88, t89, t75, t56 -
5 t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t87 -
50
3. Pembaruan pheromone global dengan menggunakan persamaan
휏(푟, 푠) ← (1− 훼) ∙ 휏(푟, 푠) + 훼 ∙ ∆휏(푟, 푠)
dimana:
∆흉(풓,풔) = (푳품풃) ퟏ, 풋풊풌풂(풓,풔) ∈ 풓풖풕풆풕풆풓풃풂풊풌풌풆풔풆풍풖풓풖풉풂풏ퟎ
1. Pembaruan pheromone global untuk rute terbaik pada siklus 1.
Rute terbaik adalah t95, t101, t117 dengan panjang 198, maka
∆휏(푟, 푠) =1 / 198 = 0.005051
τ(t95, t101) (1-0.1)* 0.000011793916822 + 0.1*0.005051
0.000515714525140
τ(t101, t117) (1-0.1)* 0.000004835329338+ 0.1*0.005051
0.000509451796404
2. Pembaruan pheromone global untuk rute lainnya
∆흉(풓, 풔) = 0, maka nilai 풂.∆흉(풓, 풔) = 0.1 * 0 = 0
흉(풓, 풔) ← (ퟏ − 휶) ∙ 흉(풓, 풔)+ 0
τ( t82, t87 ) (1-0.1)* 0.000002211359404 = 0.000001990223464
τ( t82, t81 ) (1-0.1)* 0.000007029486847 = 0.000006326538162
τ( t87, t81 ) (1-0.1)* 0.000004656738443 = 0.000004191064599
τ( t80, t81 ) (1-0.1)* 0.000000905160410 = 0.000000814644369
τ( t80, t75 ) (1-0.1)* 0.000005006851481 = 0.000004506166333
τ( t56, t75 ) (1-0.1)* 0.000001300261094 = 0.000001170234985
τ( t80, t89 ) (1-0.1)* 0.000006921712670 = 0.000006229541403
τ( t75, t98 ) (1-0.1)* 0.000008910035373 = 0.000008019031836
τ( t202, t98 ) (1-0.1)* 0.000005455656425 = 0.000004910090782
τ( t97, t133 ) (1-0.1)* 0.000025393600813 = 0.000022854240731
τ( t88, t91 ) (1-0.1)* 0.000002840506728 = 0.000002556456055
τ( t91, t95 ) (1-0.1)* 0.000001937531742 = 0.000001743778568
τ( t92, t91 ) (1-0.1)* 0.000002325451159 = 0.000002092906043
τ( t92, t103 ) (1-0.1)* 0.000005528398510 = 0.000004975558659
τ( t103, t124 ) (1-0.1)* 0.000009171777269 = 0.000008254599542
τ( t92, t95 ) (1-0.1)* 0.000001909572466 = 0.000001718615219
51
τ( t90, t92 ) (1-0.1)* 0.000014540445397 = 0.000013086400857
τ( t97, t96 ) (1-0.1)* 0.000028215112014 = 0.000025393600813
τ( t98, t97 ) (1-0.1)* 0.000075494488902 = 0.000067945040012
τ( t88, t87 ) (1-0.1)* 0.000020027405924 = 0.000018024665332
τ( t88, t89 ) (1-0.1)* 0.000002278454208 = 0.000002050608787
τ( t89, t90 ) (1-0.1)* 0.000066340782123 = 0.000059706703911
τ( t90, t96 ) (1-0.1)* 0.000080965104040 = 0.000072868593636
τ( t96, t104 ) (1-0.1)* 0.000032862306934 = 0.000029576076241
τ( t104, t127 ) (1-0.1)* 0.000023976790467 = 0.000021579111420
τ( t117, t118 ) (1-0.1)* 0.000328623069339 = 0.000295760762406
τ( t124, t118 ) (1-0.1)* 0.000033654169752 = 0.000030288752776
τ( t127, t124 ) (1-0.1)* 0.000075494488902 = 0.000067945040012
τ( t103, t101 ) (1-0.1)* 0.000028796866901 = 0.000025917180211
τ( t103, t104 ) (1-0.1)* 0.000075494488902 = 0.000067945040012
Setelah selesai satu siklus seluruh pheromone pada atribut jalan akan diperbarui
sesuai hasil perhitungan pembaruan pheromone global, terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.3 Tabel Atribut Jalan yang Telah Diupdate
No. V1 V2 Panjang
Jalan (m) ηij τij
1. t82 t87 480 0.002083333333333 0.000001990223464
2. t82 t81 151 0.006622516556291 0.000006326538162
3. t87 t81 421 0.002375296912114 0.000004191064599
4. t80 t81 257 0.003891050583658 0.000000814644369
5. t80 t75 212 0.004716981132075 0.000004506166333
6. t56 t75 1121 0.000892060660125 0.000001170234985
7. t80 t89 540 0.001851851851852 0.000006229541403
8. t75 t98 627 0.001594896331738 0.000008019031836
9. t202 t98 1024 0.000976562500000 0.000004910090782
10. t97 t133 220 0.004545454545455 0.000022854240731
11. t88 t91 71 0.014084507042254 0.000002556456055
52
o.
V
1
V
2
Panj
ang Jalan
(m)
ηij τij
12. t
91
t
95 176
0.005681818181818 0.000001743778568
13. t
95
t
101 90
0.011111111111111 0.000515714525140
14. t
101
t
117 249
0.004016064257028 0.000509451796404
15. t
92
t
91 181
0.005524861878453 0.000002092906043
16. t
92
t
103 192
0.005208333333333 0.000004975558659
17. t
103
t
124 235
0.004255319148936 0.000008254599542
18. t
92
t
95 193
0.005181347150259 0.000001718615219
19. t
90
t
92 73
0.013698630136986 0.000013086400857
20. t
97
t
96 198
0.005050505050505 0.000025393600813
21. t
98
t
97 74
0.013513513513514 0.000067945040012
22. t
88
t
87 53
0.018867924528302 0.000018024665332
23. t
88
t
89 223
0.004484304932735 0.000002050608787
24. t
89
t
90 16
0.062500000000000 0.000059706703911
25. t
90
t
96 69
0.014492753623188 0.000072868593636
26. t t 170 0.005882352941176 0.000029576076241
53
96 104
27. t
104
t
127 233
0.004291845493562 0.000021579111420
28. t
117
t
118 17
0.058823529411765 0.000295760762406
29. t
124
t
118 166
0.006024096385542 0.000030288752776
30. t
127
t
124 74
0.013513513513514 0.000067945040012
31. t
103
t
101 194 0.000028796866901 0.000025917180211
32. t
103
t
104 74 0.000075494488902 0.000067945040012
4. Dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi perubahan nilai pheromone. Jalan yang
sering dikunjungi semut akan terjadi peningkatan nilai pheromone, sedangkan
pada jalan yang jarang dikunjungi semut terjadi pengurangan nilai pheromone.
Nilai pheromone yang baru inilah yang akan digunakan pada perhitungan siklus
berikutnya. Pada contoh perhitungan kita, banyak siklus yang kita inisalisasi
adalah satu, maka perhitungan berhenti dan rute terpendek yang didapatkan adalah
melalui titik t95, t101, t117.
4.1.2 Tampilan Peta Belawan
Tampilan Peta Belawan merupakan tampilan pertama yang akan muncul ketika
aplikasi dimulai. Tampilan Peta Belawan juga bisa diakses dari menu Peta Belawan,
lalu pilih Peta Daerah Belawan. Pada tampilan ini pengguna bisa melihat peta daerah
belawan dan sekitarnya yang menjadi studi kasus untuk sistem ini. Ada tiga menu
yang tersedia pada tampilan ini, antara lain File, Peta Belawan dan Credits.
54
Gambar 4.2 Tampilan Peta Belawan
Pengguna juga dapat melihat detail keterangan dari tiap-tiap legenda
dari peta daerah belawan, dengan cara klik tombol Detail pada View Legenda.
Setelah pengguna mengklik tombol Detail, maka akan muncul nama-nama
legenda pada textbox Legenda seperti pada gambar 4.2.
Gambar 4.3 Detail Keterangan Legenda
Saat pengguna memilih salah satu legenda, View Legenda akan
menampilkan detail dari legenda tersebut. Pengguna juga dapat mendapatkan
55
informasi khusus dari tiap-tiap komponen legenda setelah mengklik tools
Keterangan Legenda kemudian mengklik salah satu komponen legenda,
yang akan dilihat keteranganya, pada peta daerah belawan, maka akan muncul
keterangan dari legenda tersebut.
Gambar 4.4 Keterangan Komponen Legenda pada Peta
Kemudian tampilan View Legenda akan berubah, dengan menampilkan
keterangan secara umum dari legenda yang dipilih dan keterangan dari
komponen legenda yang ada pada Peta Daerah Belawan yang diklik oleh
pengguna, seperti pada gambar 4.4
Gambar 4.5 Tampilan Detail Legenda dan Detail Komponen Legenda
4.1.3 Tampilan Pencarian Rute
56
Tampilan Pencarian Rute merupakan tampilan yang berfungsi untuk
melakukan proses pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami. Tampilan
Pencarian Rute bisa diakses dari menu Peta Belawan, lalu pilih Proses Pencarian Rute.
Tampilan ini akan menampilkan View Peta Daerah Belawan dan View Kontrol
Pencarian Rute seperti tampak pada gambar 4.5. Sama seperti tampilan Peta Daerah
Belawan, ada tiga menu yang tersedia pada tampilan ini, antara lain File, Peta
Belawan dan Credits.
Gambar 4.6 Tampilan Pencarian Rute
Proses pencarian rute dikendalikan oleh View Kontrol Pencarian Rute. Pada
View Kontrol Pencarian Rute terdapat inputbox/textline Radius Tsunami untuk
menerima inputan dari pengguna. Pengguna memasukkan inputan berupa jarak radius
tsunami ke daratan, dalam ukuran kilometer, kemudian klik tombol proses. Sistem
akan memproses titik acuan mana saja yang berada pada jarak radius tsunami (daerah
bahaya) dan menampilkannya pada peta.
57
Gambar 4.7 Titik Acuan yang Berada di Radius Tsunami
Pengguna kemudian memilih titik acuan yang akan dicari rute terpendeknya
untuk keluar dari daerah bahaya. Sistem kemudian akan memproses titik acuan yang
dipilih dengan Algoritma Ant Colony System dan menampilkan hasilnya pada Peta
Daerah Belawan, seperti tampak pada gambar 4.7 dan gambar 4.8.
Gambar 4.8 Tampilan Message Box Rute Ditemukan
58
Gambar 4.9 Rute Terpendek Ditampilkan pada Peta Daerah Belawan
Setelah selesai pengguna dapat mencari ulang rute terpendek untuk titik acuan
tersebut, dengan cara mengklik tombol Ulangi t82, akan muncul kotak konfirmasi,
jika ingin mengulang pencarian rute pilih OK jika tidak pilih NO.
Gambar 4.10 Message Box Konfirmasi Pencarian Ulang
Pengguna dapat melihat keterangan dari rute yang telah didapat oleh sistem,
dengan mengklik Tombol Detail Rute Kawasan t82 (nama kawasan tergantung dari
nama titik acuan). Message Box akan muncul yang memberikan informasi tentang
rute yang telah didapat.
Gambar 4.11 Informasi Rute
59
Pengguna juga dapat melihat informasi dari komponen rute terpendek dengan
mengklik tools Keterangan Legenda kemudian mengklik salah satu komponen
rute terpendek. Sistem kemudian akan menampilkan informasi dari komponen rute
terpendek tersebut, seperti tampak pada gambar 4.11 dan gambar 4.12.
Gambar 4.12 Message Box Informasi Komponen Rute Terpendek
Gambar 4.13 Informasi Komponen Rute Terpendek Ditampilkan
Pengguna bisa melakukan pencarian rute terpendek untuk titik acuan yang
lainnnya, dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
60
4.2 Pengujian Sistem
Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja sistem dalam
melakukan proses pencarian rute terpendek. Algoritma Ant Colony System akan
menentukan rute terpendek dari suatu titik awal, yang berada di dalam radius
tsunami, menuju ke titik yang berada di luar radius tsunami. Titik tujuan dari
rute tersebut tidak akan terkena terjangan tsunami, sehingga rute yang didapat
aman dan bisa dijadikan jalur evakuasi tsunami.
Untuk pengimplementasian Algoritma Ant Colony System, konsep graph
diterapkan pada jalan-jalan di daerah belawan. Jalan-jalan pada daerah
belawan akan dijadikan edges untuk pencarian dan persimpangan antara jalan
akan dijadikan verteks atau titik pertemuan jalan. Setiap verteks akan diberi
identifikasi dengan nama “tnomorverteks”, contohnya t2. Algoritma Ant Colony
System akan melakukan perhitungan setiap jalan untuk menentukan rute
terpendek berdasarkan edges dan verteks tersebut.
Pengujian dilakukan berdasarkan nilai radius yang diinputkan pengguna.
Pengujian dilakukan dalam tiga sesi, sesi pertama inputan radius sebesar 4 km,
sesi kedua inputan radius sebesar 5 km dan sesi ketiga inputan radius sebesar 7
km. Nilai parameter yang digunakan pada Algoritma Ant Colony System, adalah
sebagai berikut:
1. q0 = 0.9
2. α = 0.1
3. β = -1
4. ρ = 0.9
5. γ (gamma) = 0.1
6. m (jumlah semut) = 15
7. NCmax (jumlah siklus) = 2
Hasil pengujian akan ditampilkan pada tabel hasil pengujian sistem, pada
masing-masing sesi pengujian. Tabel tersebut berisi nama-nama kawasan yang
berada di daerah bahaya tsunami, sesuai dengan inputan radius tsunami, yang
61
akan menjadi titik awal pencarian rute terpendek. Rute terpendek yang dapat
dijadikan jalur evakuasi tsunami juga ditampilkan berdasarkan titik-titik yang
dilalui, beserta panjang jalur dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
jalur tersebut.
4.2.1 Pengujian Sistem dengan Radius 4 km
Pada sesi pertama ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 4 kilometer
sebagai radius tsunami. Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius
4 km, menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute
terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke
tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga
rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur
evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah
sekitar 63.3 detik atau 1 meni5 3.3 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute
dapat dilihat pada gambar 4.12.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 4 km
Kawasan
yang
terkena
tsunami
Jalur Evakuasi
Panjang
Rute
(m)
Titik
Tujuan
Waktu
(detik)
1. t46 t46- t54- t55- t56- t75- t98- t202 3184 t202 Aman
1:11.7
2. t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t202 3848 t203 Aman
1:13.1
3. t82 t82- t87- t88- t91- t95- t101- t117 978 t117
Aman 1:07.1
4. t95 t95 - t101 - t117 198 t117
Aman 41.1
62
Gambar 4.14 Hasil Pencarian Rute Kawasan t95 pada Radius 4 km
Gambar 4.14 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem.
Rute tersebut mempunyai titik awal “t95” yang berada di radius jangkauan
tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman
yang berada diluar radius jangkauan tsunami 4 kilometer.
4.2.2 Pengujian Sistem dengan Radius 5 km
Pada sesi kedua ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 5 kilometer
sebagai radius tsunami. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius 5 km,
menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute
terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke
tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga
rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur
evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah
sekitar 1 menit 59 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute dapat dilihat pada
gambar 4.15.
63
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 5 km
Kawasan
yang
terkena
tsunami
Jalur Evakuasi
Panjang
Rute
(m)
Titik
Tujuan
Waktu
(detik)
1. t46
t46 - t54 - t55 - t27 - t56 - t75 -
t80 - t89 - t90 - t96 - t104 - t127 -
t430 - t122 - t119 - t121 - t123 -
t111 - t184 - t186 - t203
5181 t230
Aman 1:48.5
2. t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t202-
t343 5364
t343
Aman 1:31.2
3. t82
t82- t81- t87- t88- t91- t95- t101-
t117- t118- t119- t122- t123-
t111- t184- t186- t203
2526 t203
Aman 2:15.3
4. t119 t119 - t121 – t123 - t111 - t184 -
t186 - t203 1318
t203
Aman 1:54.4
5. t95 95- t101- t117- t118- t119- t122-
t123- t111- t184- t186- t203 1654
t203
Aman 2:02.7
6. t151 t151 - t152 - t131 - t111 - t184 -
t186 - t203 1369
t203
Aman 2:24.2
64
Gambar 4.15 Hasil Pencarian Rute Kawasan t151 pada Radius 5 km
Gambar 4.15 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem.
Rute tersebut mempunyai titik awal “t151” yang berada di radius jangkauan
tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman
yang berada diluar radius jangkauan tsunami 5 kilometer.
4.2.2.3 Pengujian Sistem dengan Radius 7 km
Pada sesi ketiga ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 7 kilometer
sebagai radius tsunami. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius 7 km,
menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute
terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke
tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga
rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur
evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah
65
sekitar 1 menit 53.5 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute dapat dilihat pada
gambar 4.16.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 7 km
Kawasan
yang
terkena
tsunami
Jalur Evakuasi
Panjang
Rute
(m)
Titik
Tujuan
Waktu
(detik)
t46 t46- t54- t55- t56- t75- t98- t202-
t343- t357- t384- t399- t404 5949
t404
Aman 2:23.0
t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t202- t343-
t357- t384- t399- t403 6595
t403
Aman 3:43.8
t82 t82- t87- t88- t89- t80- t75- t98- t202-
t343- t357- t400- t384- t399- t404 6120
t404
Aman 3:56.8
Kawasan
yang
terkena
tsunami
Jalur Evakuasi
Panjang
Rute
(m)
Titik
Tujuan
Waktu
(detik)
t119
t119- t122- t123- t111- t184- t186-
t185- t187- t188- t190- t416- t192-
t193- t429- t386- t200- t201- t202-
t343- t357- t400- t401- t405-
4950 t405
Aman 2:10.4
t95 t95- t92- t90- t96- t97- t98- t202-
t343- t357- t384- t399- t404 4414
t404
Aman 2:18.8
t469 t469- t445 2622 t445
Aman 20.1
t225
t225- t226- t227- t238- t418- t200-
t201- t202- t343- t357- t384- t399-
t404
3611 t404
Aman 2:31.3
t203 t203- t187- t188- t219- t214- t225-
t238- t418- t200- t386- t201- t202- 4647
t404
Aman 2:08.4
66
t343- t357- t384- t399- t404
t249
t249- t246- t415- t248- t247- t264-
t250- t237- t236- t235- t234- t239-
t243- t322- t324- t325- t326- t327-
t468- t337- t347- t348- t383- t379-
t382- t389- t392- t393
3480 t393
Aman 2:09.2
t437 t437- t440- t459 2446 t459
Aman 20.8
t468 t468- t337- t347- t348- t383- t382-
t389- t392- t393 1376
t393
Aman 1:45.7
t151
t151- t134- t136- t168- t167- t166-
t192- t416- t429- t386- t201- t202-
t343- t357- t384- t399- t404
4809 t404
Aman 2:38.9
Gambar 4.16 Hasil Pencarian Rute Kawasan pada Radius 7 km
Gambar 4.16 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem.
Rute tersebut mempunyai titik awal “t2” yang berada di radius jangkauan
67
tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman
yang berada diluar radius jangkauan tsunami 7 kilometer.
69
t118
t95 t87
t88
t91 t101 t117 t81
t80
t75
t89
t90
t92 t103
t124
t127
t104 t96
t97
t98 t133
t128
t82
t56