PERINGATAN - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/Irmasarirestini_10050005094_skr_2011... · Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila ... STUDI DESKRIPTIF MENGENAI

PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI

ANAK JALANAN DI HARRY ROESLI FOUNDATION BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan dalam Menempuh Ujian Sidang Sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung

Oleh:

Irmasari Restini

10050005094

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

BANDUNG

2011

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI

ANAK JALANAN DI HARRY ROESLI FOUNDATION BANDUNG

Nama : Irmasari Restini

NPM : 10050005094

Bandung, Februari 2011

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ihsana Sabriani B., Dra., M.Si. Siti Qadariah, Dra.

Mengetahui,

Dekan Fakultas Psikologi

DR. H. Umar Yusuf, Drs., M.Si.

.

��

��

� ��

��

�!��"��#�$��%��

&�� '�� &�

�(��)��

��

��

�� *� ��

��+��

��,��-�

i

ABSTRAK

Irmasari Restini (10050005094). Studi Deskriptif Mengenai Dukungan Sosial dan

Resiliensi Anak Jalanan Di Harry Roesli Foudation Bandung.

Jumlah anak jalanan di Kota Bandung mengalami penambahan 5,4% setiap tahunnya. Faktor terbesar yang menyebabkan anak turun ke jalanan yaitu faktor ekonomi. Situasi atau keadaan tersebut seharusnya tidak terjadi pada usia mereka, dimana mereka perlu mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang tepat bagi perkembangan mereka di masa remaja. Salah satu bentuk kepedulian terhadap kehidupan anak jalanan, Harry Roesli Foundation memberikan pembinaan baik mental maupun skill. Dalam menjalankan kehidupannya, anak jalanan di Harry Roesli Foundation mengalami berbagai tekanan sehingga mereka membutuhkan adanya dorongan, dukungan, dan umpan balik yang berkesinambungan dari orang lain yang disebut dukungan sosial. Dukungan sosial dapat bersumber dari orang-orang terdekat mereka seperti keluarga, teman, dan kakak pengasuh. Tekanan-tekanan yang dialami oleh anak jalanan seperti, perasaan dimarginalkan oleh masyarakat, hilangnya masa anak-anak karena harus mengganti peran mereka sebagai tulang punggung keluarga, dan lingkungan jalanan yang sangat keras. Anak-anak jalanan di Harry Roesli Foundation, memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam beradaptasi dan mengatasi masalah dalam hidupnya. Berhasil tidaknya usaha yang dilakukan anak jalanan dalam beradaptasi dan menghadapi masalah dalam kehidupannya, akan kembali pada faktor individu, yakni sejauh mana anak jalanan memiliki ketahanan untuk menghadapi berbagai tekanan hidup yang disebut sebagai resiliensi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai sumber dukungan sosial yang diterima dan dibutuhkan, bentuk dukungan sosial yang diterima dan dibutuhkan, serta bagaimana resiliensi pada anak jalanan di Harry Roesli Foundation dalam menjalankan kehidupannya.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Subjek penelitian adalah populasi anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation dengan jumlah 15 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang diturunkan dari konsep teori dukungan sosial yang dikemukakan Cobb(Sarafino:2002) dan konsep teori resiliensi yang dikemukakan Benard (2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak jalanan di Harry Roesli Foundation menerima dukungan sosial yang tinggi, dimana sumber dukungan sosial yang paling banyak diterima berasal dari kakak pengasuh dan bentuk dukungan sosial yang paling banyak diterima adalah bentuk dukungan instrumental. Mayoritas anak jalanan di Harry Roesli Foundation memiliki resiliensi yang tinggi, dimana umumnya mereka memiliki aspek resiliensi yang tinggi pada aspek autonomy.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti sidang sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Penulis menyadari selama proses

pembuatan skripsi ini banyak menghadapi hambatan dan rintangan yang tidak dapat

dihindari. Syukur alhamdulillah berkat bimbingan, bantuan, sumbangan pikiran dan

dorongan dari berbagai pihak yang selalu menyertai penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini walaupun masih banyak kekurangannya.

Dengan terselesaikannya skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas kesabaran, motivasi, dukungan materi yang tidak

terbilang, dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis selama penulis menjalani

perkuliahan hingga skripsi ini terselesaikan.

2. Kakak-kakakku tersayang, Aa Ganjar, Teh Gilang, Teh Edith, Teh Tuten, dan Teh

Feny yang selalu siap membantu serta senantiasa menjadi panutan bagi penulis.

3. Ibu Ihsana Sabriani B, S.Psi. M.Si, yang telah sangat membantu penulis dengan

bimbingan, pemikiran, tenaga dan waktunya.

iii

4. Ibu Siti Qadariah, Dra, yang telah membantu penulis dalam penyelesaian dan

penyempurnaan skripsi ini.

5. Ibu DR. Hj. Endang Pudjiastuti, M.Pd, selaku dosen wali penulis yang selalu

memberikan perhatian dan dorongan selama penulis menjalani perkuliahan di

Fakultas Psikologi.

6. Bapak DR.H. Umar Yusuf, S.Psi. M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Unisba.

7. Seluruh dosen dan staff akademik Fakultas Psikologi Unisba yang telah memberikan

waktu dan tenaganya untuk membantu penulis selama berada di kampus ini.

8. Sahabat-sahabatku di Fakultas Psikologi, Lia, Winda, Weni, Rini, atas semangat,

bantuan, dan dukungan selama menjalani perkuliahan dan pembuatan skripsi ini.

9. Teman-teman bimbingan yang memberikan masukan dan saran kepada penulis, Teh

Garlicha, Teh Satya, Teh Santi, Wilda, dan Inay yang saling memberikan semangat.

10. Sahabat-sahabatku Nena Namira, Riny Novianty, dan Amna Amelya yang terus

memberikan semangat dan doanya.

11. Pihak Harry Roesli Foundation yang telah memberi izin kepada penulis untuk

mengambil data dari anak jalanan di Harry Roesli Foundation.

12. Kakak-kakak pengasuh di Harry Roesli Foundation, Aa Yala, Aa Uwie, dan Teh

Rena atas bantuannya dalam memberikan informasi dan terimakasih atas waktu yang

telah diluangkan serta kerjasamanya dengan penulis.

13. Teman-teman binaan Harry Roesli Foundation yang telah banyak membantu dalam

proses pengambilan data. Terimakasih karena telah bersikap terbuka terhadap penulis.

Semoga kalian sukses dalam apa yang kalian tempuh.

iv

14. Letda Tek. Aprian Trediawan yang selalu memberikan perhatian dan semangat,

terimakasih atas dukungan dan bantuan yang tak terhingga, serta kesediaannya untuk

mendengarkan semua keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaiakn skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga seluruh kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada

penulis diridhai oleh Allah SWT dan diberikan balasan kebaikan yang berlipat. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang

membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, Februari 2011

Penulis

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 10

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................ 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anak Jalanan ............................................................................ 15

2.1.1 Definisi Anak Jalanan ............................................................. 15

2.1.2 Kategorisasi Anak Jalanan ...................................................... 16

2.1.3 Faktor Penyebab Anak Jalanan ............................................... 17

2.1.4 Aktivitas Anak Jalanan ............................................................ 19

2.2 Harry Roesli Foundation.......................................................... 19

2.2.1 Latar Belakang Harry Roesli Foundation ................................ 19

2.2.2 Pembinaan Anak Jalanan ......................................................... 20

2.3 Remaja...................................................................................... 22

2.3.1 Masa Remaja ........................................................................... 22

vi

2.3.2 Batasan Usia Remaja ............................................................... 23

2.3.3 Ciri-ciri Masa Remaja ............................................................. 24

2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja ................................................. 26

2.3.5 Karakteristik Remaja dalam Lingkungan Beresiko ................. 27

2.4 Dukungan Sosial ...................................................................... 29

2.4.1 Definisi Dukungan Sosial ........................................................ 29

2.4.2 Sumber Dukungan Sosial ........................................................ 29

2.4.3 Tipe-tipe Dukungan Sosial ...................................................... 30

2.4.4 Dukungan Sosial yang Dipersepsikan ..................................... 33

2.5 Resiliensi .................................................................................. 35

2.5.1 Definisi Resiliensi ................................................................... 35

2.5.2 Faktor-faktor Resiliensi ........................................................... 36

2.5.3 Aspek-aspek Resiliensi ........................................................... 37

2.6 Kerangka Pikir ......................................................................... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian .............................................................. 53

3.2 Variabel Penelitian .................................................................. 53

3.3 Operasionalisasi Variabel ........................................................ 54

3.3.1 Operasionalisasi Variabel Dukungan Sosial ........................... 54

3.3.2 Operasionalisasi Variabel Resiliensi ....................................... 55

3.4 Populasi ................................................................................... 58

3.5 Alat Ukur ................................................................................. 59

3.5.1 Data Penunjang ........................................................................ 59

vii

3.5.2 Alat Ukur Dukungan Sosial ..................................................... 59

3.5.3 Alat Ukur Resiliensi ................................................................ 62

3.6 Uji Coba Alat Ukur ................................................................. 66

3.6.1 Validitas Alat Ukur .................................................................. 67

3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur .............................................................. 67

3.7 Teknik Analisis Data… ........................................................... 69

3.8 Prosedur Penelitian .................................................................. 71

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pengolahan Data Dukungan Sosial ......................... 73

4.2 Hasil dan Pengolahan Data Resiliensi ..................................... 78

4.3 Pembahasan ............................................................................. 81

4.3.1 Pembahasan Secara Keseluruhan ............................................ 82

4.3.2 Pembahasan Per Aspek ............................................................ 91

4.3.3 Pembahasan Subjek (D dan F) ................................................ 93

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ................................................................................. 98

5.2 Saran ........................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... x

LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

• Kisi-kisi Alat Ukur Dukungan Sosial ....................................................... 60

• Kisi-kisi Alat Ukur Resiliensi ................................................................... 63

• Tabel Guilford ............................................................................................ 69

• Tabel Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Dukungan Sosial ....... 73

• Tabel Bentuk dan Sumber Dukungan Sosial ............................................ 74

• Tabel Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Sumber Dukungan

Sosial .......................................................................................................... 75

• Tabel Gambaran Profile Sumber Dukungan Sosial ................................... 76

• Tabel Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Bentuk Dukungan

Sosial .......................................................................................................... 76

• Tabel Gambaran Profile Bentuk Dukungan Sosial .................................... 78

• Tabel Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendah

Resiliensi ................................................................................................... 78

• Tabel Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek

Resiliensi .................................................................................................... 80

• Tabel Gambaran Profile Resiliensi ........................................................... 81

ix

DAFTAR GAMBAR

• Gambar Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Dukungan Sosial .. 73

• Gambar Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Sumber Dukungan

Sosial ....................................................................................................... 75

• Gambar Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Bentuk Dukungan

Sosial ......................................................................................................... 77

• Gambar Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Resiliensi .............. 79

• Gambar Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek

Resiliensi ................................................................................................... 80

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak jalanan merupakan suatu fenomena yang dapat ditemui hampir di

setiap kota-kota besar di Indonesia, termasuk Kota Bandung. Berdasarkan data

Dinas Sosial Kota Bandung menyebutkan, bahwa jumlah anak jalanan di kota

Bandung meningkat jumlahnya sampai 5,4% setiap tahunnya. Fenomena ini

tentunya menuntut penanganan lebih lanjut, karena keberadaan anak jalanan dapat

berdampak luas antara lain pada penurunan kualitas sumber daya manusia,

perencanaan pemberdayaan masyarakat, dan berbagai sektor kehidupan dan sosial

ekonomi (www.pikiranrakyat.com).

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya di

jalanan untuk bekerja, baik untuk membantu orang tua dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya maupun untuk membiayai hidupnya. Dari definisi anak

jalanan tersebut memperlihatkan satu keadaan atau situasi dan peran yang terjadi

pada anak jalanan. Situasi atau keadaan tersebut seharusnya tidak terjadi pada usia

mereka, dimana pada usia ini terdapat beberapa hak anak yang tidak terpenuhi,

seperti pelayanan kesehatan, mendapatkan kehidupan yang layak, tempat hidup

yang layak, pendidikan, bermain dan waktu luang, terbebas dari penggunaan dan

peredaran narkoba, mendapatkan perlindungan hukum, bebas berekspresi serta

memperoleh informasi, dan mendapatkan bimbingan untuk memainkan peranan

masyarakat sesuai dengan tingkat usia dan kematangannya (Modul 2 Pelatihan

Bab I Pendahuluan 2

Pekerja Sosial Rumah Singgah, 2000:23). Namun, pada kenyataannya situasi

atau keadaan yang terjadi pada anak jalanan mengharuskan mereka untuk

berjuang mempertahankan diri dari kerasnya kehidupan mencari nafkah di

jalanan.

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan mereka, melainkan

keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya alasan tertentu. Penyebab

anak jalanan turun ke jalan antara lain tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi,

adanya penolakan keluarga, ditelantarkan oleh orangtua, kekerasan (baik fisik

maupun psikis) yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak, ingin membantu

orang tua, diajak oleh teman-temannya. Faktor terbesar yang menyebabkan anak

turun ke jalanan yaitu faktor ekonomi. Situasi ekonomi yang tidak stabil ditambah

lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah pengangguran

menjadikan sebagian besar dari orang tua mereka menjadikan anak sebagi aset

untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga. (sumber:

www.kompas.com//kehidupan anak jalanan).

Munculnya fenomena anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya,

membawa bentuk permasalahan baik dalam lingkungan anak jalanan itu sendiri

maupun permasalahan dengan masyarakat di sekitarnya yang sering menjadi

faktor penyebab terjadinya konflik dengan anak jalanan dalam menjalankan

aktivitasnya sehari-hari, contohnya perasaan ditolak lingkungan dan stigma buruk

dari masyarakat, kasus kenakalan remaja, sikap antisosial hingga keterlibatan

dalam tindak kriminal. Permasalahan anak jalanan tersebut, membuat berbagai

pihak merasa perlu melakukan sesuatu untuk menangani masalah anak jalanan.

Bab I Pendahuluan 3

Departemen sosial Kotamadya Bandung mencatat setidaknya terdapat sepuluh

rumah singgah atau yayasan sosial yang menangani anak jalanan. Salah satu

organisasi sosial yang bergerak dalam melindungi anak jalanan adalah Harry

Roesli Foundation.

Menurut salah satu pengurus Harry Roesli Foundation, lembaga ini

berkomitmen untuk konsisten dalam memberikan bekal wawasan dan

keterampilan yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan hidup ke depan

dengan mandiri. Saat ini jumlah anak jalanan yang berada di Harry Roesli

Foundation sebanyak 15 orang. Anak jalanan binaan Harry Roesli Foundation

berada pada tahap perkembangan remaja dan masih tinggal bersama orang tuanya

sehingga anak jalanan ini termasuk dalam kategori “High Risk To Be Street

Children” yaitu kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan namun masih

pulang ke rumah orang tua mereka setiap harinya. Dalam membina anak-anak

jalanan, Harry Roesli Foundation memberikan pembinaan rutin dan berjenjang.

Namun dalam proses pembinaan, pihak Harry Roesli Foundation masih

mengalami kendala sehingga masih ada program pembinaan yang belum bisa

diwujudkan. Kendala-kendala tersebut berasal dari pihak Harry Roesli Foundation

sendiri dan dari anak-anak jalanan yang dibinanya, seperti kakak pengasuh yang

masih belum memahami anak jalanan yang dibinanya, ketidakdisiplinan anak

jalanan dalam menjalankan peraturan di Harry Roesli Foundation dan anak

jalanan yang tidak terus terang kepada orang tuanya saat mengikuti program

Harry Roesli Foundation sehingga sering menjadi hambatan dalam menjalankan

program pembinaan.

Bab I Pendahuluan 4

Menurut hasil wawancara peneliti dengan anak-anak jalanan binaan Harry

Roesli Foundation, keberadaan mereka di jalanan merupakan hal yang sangat

berat yang harus dihadapi. Mereka mengalami berbagai masalah, baik di dalam

keluarga sendiri, jalanan, maupun lingkungan tempat tinggal mereka. Tekanan-

tekanan yang dialami oleh anak jalanan antara lain, adanya kewajiban dari

sebagian orangtua mereka untuk bekerja di jalanan selama kurang lebih 7-8 jam

per hari, perlakuan orang tua yang tidak baik terhadap mereka, adanya target

setoran dari orang tua mereka sehingga mengharuskan mereka untuk bekerja keras

mencari penghasilan. Keluarga yang tidak harmonis menyebabkan sebagian dari

mereka mencari jalan pintas sebagai anak jalanan. Keinginan sendiri untuk hidup

mandiri agar dapat meringankan beban orang tua. Dengan penghasilan pas-pasan,

mereka harus membiayai hidupnya sendiri. Terkadang mereka hanya makan satu

kali sehari untuk menghemat uang yang diperoleh. Mereka juga harus

memberikan uang untuk orang tuanya dan beban hidup lainnya yang harus mereka

tanggung sendiri.

Lingkungan jalanan yang mereka hadapi sangat keras, mereka kadang-

kadang menjumpai stressor lingkungan seperti ada ’preman’ yang selalu minta

jatah upeti setiap hari, sering dikejar-kejar petugas Keamanan dan Ketertiban

(Kamtib). Dalam bekerja mereka rawan terhadap kecelakaan lalu lintas,

kepanasan atau kehujanan, pola makan yang tidak teratur, lingkungan yang tidak

baik seperti kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, serta mereka seringkali

tertangkap terlibat konflik dengan anak-anak yang lain karena saling

Bab I Pendahuluan 5

memperebutkan daerah operasi atau terlibat dalam tindakan pelanggaran hukum

baik sengaja maupun tidak sengaja.

Dari segi fisik, mereka kurang memiliki nutrisi yang baik bagi

pertumbuhannya sehingga banyak diantara mereka yang mengalami masalah

kekurangan gizi, cidera yang dapat terjadi secara sengaja dan tidak sengaja,

infeksi saluran pernafasan dan penyakit kulit seperti kulit kering dan kasar,

keadaan tubuh kotor, penampilan lusuh, dsb. Masalah psikologis dan mental yang

dihadapi oleh anak jalanan yaitu stress akibat dari situasi yang memicu mereka

turun ke jalan, hilangnya masa remaja karena harus mengganti peran mereka

sebagai tulang punggung keluarga, gaya hidup yang berpindah-pindah, serta

kerentanan terhadap lingkungan yang memicu kenalakan remaja seperti pergaulan

bebas, penggunaan napza, dll. Terdapat pula masalah lainnya yaitu kecemasan

akan masa depan, dimana ketika mereka hidup menjadi anak jalanan mereka

menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan khususnya di bidang akademis,

merasa tidak berharga, dan tidak bisa mencapai cita-cita mereka. Selain itu

terdapat masalah sosial yang dialami oleh anak jalanan yaitu kemiskinan,

kekerasan dari lingkungan sekitar, pencitraan negatif oleh sebagian besar

masyarakat bahwa mereka adalah penyakit masyarakat yang menggangu

ketertiban umum dan perasaan dimarginalkan oleh masyarakat.

Banyaknya situasi yang tidak menyenangkan dalam menjalankan

kehidupannya sebagai anak jalanan membuat anak-anak jalanan berada dalam

keadaan tertekan sehingga mereka merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Hal

ini mengharuskan mereka untuk terus bertahan dan beradaptasi dengan kehidupan

Bab I Pendahuluan 6

yang dihadapinya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari anak jalanan, ketika

mereka mencoba untuk bertahan dan beradaptasi dengan keadaannya, mereka

memerlukan orang lain yang dapat membantu atau untuk diajak berkeluh kesah.

Mereka membutuhkan adanya dorongan, dukungan, dan umpan balik yang

berkesinambungan dari orang lain. Anak jalanan menyatakan bahwa melalui

interaksinya sehari-hari dengan orang lain, anak-anak jalanan mendapatkan

berbagai macam bentuk dukungan dari orang-orang terdekat mereka.

Dukungan yang dirasakan oleh anak jalanan di Harry Roesli Foundation

dapat diperoleh melalui interaksinya dengan orang-orang terdekat seperti

keluarga, pengasuh Harry Roesli Foundation, dan teman dekat atau teman sesama

anak jalanan. Sumber dukungan yang diterima dapat berasal dari orang yang

diharapkan oleh anak jalanan ataupun sebaliknya sumber dukungan berasal dari

orang yang berbeda dengan yang diharapkan oleh anak jalanan.

Bentuk dukungan yang diterima dari lingkungan sekitar berupa

mendengarkan keluh kesah mereka dalam menghadapi masalah di jalanan,

memberikan pujian atau penghargaan ketika mereka meraih prestasi tertentu,

memberi umpan balik/bantuan pemecahan masalah saat berada dalam situasi sulit.

Mereka diberikan dorongan untuk terus mengasah bakat mereka dengan

memberikan informasi yang diperlukan untuk menambah pengalaman dalam

bermain musik, menerima imbalan pada saat mereka tampil di acara pentas musik

dan saat mengikuti pelatihan musik, mereka diberikan alat musik untuk latihan

seperti gitar, biola, drum, serta mereka diajak untuk ikut serta dalam melakukan

kegiatan bersama seperti menjadi panitia dalam sebuah acara, dsb.

Bab I Pendahuluan 7

Bentuk dukungan yang diterima oleh anak jalanan dari orang lain berbeda-

beda tergantung dari orang-orang disekelilingnya dan dukungan yang diterima

oleh anak jalanan dihayati berbeda-beda tergantung dari kebutuhan mereka.

Bentuk dukungan yang diterima merupakan bentuk dukungan yang diharapkan

oleh anak-anak jalanan, ataupun sebaliknya bentuk dukungan yang diterima

terkadang kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh anak-anak jalanan.

Bentuk dukungan yang diterima oleh anak-anak jalanan dapat membantu

mereka dalam bertahan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam

kehidupannya sebagai anak jalanan. Mereka merasa adanya kepedulian dari

orang-orang terdekat sehingga membuat mereka memiliki orang yang dapat

memberikan motivasi saat dalam keadaan tertekan dan memiliki tempat untuk

berbagi keluh kesah yang dialami oleh mereka sehingga beban yang ditanggung

mereka dirasakan lebih ringan.

Disisi lain, bentuk dukungan yang diterima oleh anak-anak jalanan kurang

dapat dirasakan bermanfaat bagi mereka, bahkan sebagian anak jalanan

merasakan dukungan tersebut menjadi suatu beban karena mereka merasa

dukungan yang diberikan tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketika

orang lain memberikan masukan, umpan balik, dan informasi, mereka tidak

pernah langsung mencoba dan menerimanya bahkan lebih memilih menghindar

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Dalam menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan, mereka rentan

dengan berbagai tekanan dan kesulitan hidup sehingga membutuhkan kemampuan

adaptasi untuk dapat mengatasi berbagai tekanan dan kesulitan dalam hidupnya.

Bab I Pendahuluan 8

Sebagian dari mereka melakukan usaha-usaha agar keluar dari masalah yang

dihadapinya seperti, mengasah bakat atau kemampuan mereka dengan aktif

mengikuti program keterampilan musik dengan berlatih alat musik, mengikuti

jadwal latihan musik secara teratur dan tepat waktu, belajar mengenai teori-teori

musik, dan menjadi peserta dalam kegiatan pentas musik. Dalam bersosialisasi,

mereka tidak malu ketika berteman dengan orang lain dan tidak menutup-nutupi

keadaannya sebagai anak jalanan, dapat mengendalikan diri dalam bergaul dengan

teman-teman untuk tidak terlibat dalam perilaku bermasalah seperti berkelahi,

menggunakan napza, dan pergaulan bebas. Menerima kekurangan diri mereka

dengan tidak menyalahkan keadaan keluarga mereka seperti keadaan ekonomi

yang tidak memadai, orang tua yang bercerai, dan orang tua yang tidak rukun.

Menikmati pekerjaan sebagai anak jalanan dengan riang, semangat dalam

menjalankan hari-harinya sebagai anak jalanan dan memiliki harapan akan cita-

citanya di masa depan.

Mereka dapat mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dan berusaha untuk terus maju dalam berkreasi. Saat bekerja sebagai anak jalanan,

mereka mencoba tantangan baru dengan menyajikan musik dalam berbagai

alternatif, seperti mencari inovasi baru dalam menampilkan lagu dengan

menggunakan pantonim atau menciptakan alat musik dari barang-barang bekas.

Selain itu mereka mencoba melakukan kegiatan dengan lingkungan sosial seperti

menjadi anggota gerakan anti narkoba, menjadi anggota pencegahan HIV AIDS,

dan menjadi relawan pada kegiatan-kegiatan sosial. Saling membantu sesama

teman yang sedang membutuhkan uang untuk kepentingan mendesak, membantu

Bab I Pendahuluan 9

teman-teman dalam belajar alat musik, dan berbagi pengalaman dalam bekerja

sebagai anak jalanan.

Namun, disisi lain terdapat anak jalanan yang menjalani kehidupannya

lebih bersifat pasrah dan mudah menyerah terhadap situasi-situasi yang

membuatnya tertekan yang ditunjukkan dengan sering datang tidak tepat waktu

ketika mengikuti program latihan musik atau sering membolos ketika diadakan

evaluasi musik karena saling mengandalkan teman. Sering merokok dan mabuk-

mabukan ketika mereka menghadapi masalah yang tidak dapat mereka selesaikan.

Mereka malas dan tidak berani untuk membuat inovasi baru dalam menyajikan

musik bahkan sebagian dari mereka sering memaksa pengguna jalan untuk

memberikan uangnya dengan berkata-kata kasar. Dalam berelasi dengan orang

lain mereka merasa lebih nyaman bila hanya bergaul dengan orang yang memiliki

kesamaan dalam status mereka sebagai anak jalanan. Mereka sering menyalahkan

keadaan dan menyalahkan orang tua mereka atas keadaan mereka saat ini. Mudah

tersinggung dan mudah terpancing emosi ketika berinteraksi dengan teman-

temannya.

Sebagian anak jalanan tersebut merasa putus asa dengan nasib dan masa

depan mereka sebagai musisi jalanan. Mereka sebenarnya berkeinginan untuk

merubah nasib mereka dan meraih pekerjaan yang lebih layak. Akan tetapi,

keinginan ini tidak diimbangi dengan usaha maksimal dan hanya setengah-

setengah diusahakan. Mereka merasa sia-sia mengikuti berbagai pelatihan di

rumah singgah karena menurut mereka sulit untuk meninggalkan pekerjaan

Bab I Pendahuluan 10

mereka di jalan. Mereka pun merasa keinginan untuk meraih penghidupan yang

lebih baik terlalu ‘tinggi’ dan sulit tercapai.

Dari uraian di atas, peneliti ingin meneliti gambaran mengenai sumber

dukungan yang diterima dan sumber dukungan yang dibutuhkan oleh anak jalanan

dari individu lain, gambaran mengenai bentuk dukungan seperti apa yang diterima

dan yang dibutuhkan oleh anak jalanan dari individu lain, serta peneliti ingin

melihat gambaran mengenai kemampuan dalam beradaptasi di tengah situasi yang

menekan pada kehidupannya sebagai anak jalanan.

1.2 Identifikasi Masalah

Anak jalanan adalah anak-anak muda baik laki-laki maupun perempuan

yang mengadopsi jalanan sebagai rumah mereka, sebagai sumber kehidupan, atau

kedua-duanya. Salah satu kategori dari anak jalanan adalah anak yang mencari

nafkah di jalan seperti pengamen, pedagang asongan, penyemir sepatu, dll.

Pekerjaan mereka di jalanan bukan hanya akan berdampak buruk bagi

kelangsungan fisik, tapi juga bagi psikis mereka, terutama bila ditinjau dari tugas

perkembangan mereka yang masih berada pada fase peralihan dari fase anak

menuju fase dewasa. Dalam fase ini, lingkungan merupakan hal mutlak yang akan

mempengaruhi diri. Mengingat bahwa pada masa remaja, individu sangat rentan

terhadap pengaruh dari lingkungan, maka lingkungan dengan tingkat kenakalan

remaja yang tinggi meningkatkan kemungkinan bagi individu untuk ikut terlibat

dalam perilaku bermasalah (Santrock : 2005). Salah satu kondisi yang

menempatkan remaja pada kondisi yang beresiko tinggi adalah lingkungan


jalanan, dimana pada lingkungan ini faktor utama mereka berada di jalanan karena

kemisikinan. Kemiskinan cenderung mempengaruhi perkembangan anak dan

remaja secara negatif seperti perasaan dimarginalkan oleh masyarakat, kenakalan

remaja dan angka kriminalitas tinggi (Vaillant, Tiet & Huizinga : 2000).

Salah satu upaya untuk menangani solusi anak jalanan, Harry Roesli

Foundation sebagai lembaga sosial yang menampung anak jalanan di Kota

Bandung mengadakan program-program untuk membantu anak jalanan dalam

meningkatkan keterampilan dan kemampuan yang mereka miliki sehingga mereka

mampu beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi tekanan hidup. Anak-anak

jalanan di Harry Roesli Foundation, memiliki cara pandang yang berbeda-beda

dalam menghadapi masalah yang muncul akibat keadaan yang dialaminya. Ada

anak-anak jalanan yang mampu bertahan dan pulih dari suatu tekanan secara

efektif dan ada anak-anak jalanan yang tidak dapat bertahan karena tidak berhasil

keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Berhasil tidaknya usaha yang

dilakukan anak jalanan dalam beradaptasi dan menghadapi masalah dalam

kehidupannya, akan kembali pada faktor individu. Yakni sejauh mana individu

memiliki ketahanan untuk menghadapi berbagai tekanan hidup tanpa mengalami

penyimpangan dalam perkembangannya yang seringkali disebut sebagai resiliensi.

Resiliensi adalah kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan

mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan, banyak halangan

dan rintangan (Benard : 2004). Anak jalanan yang dikatakan resilient adalah

mereka yang mampu mengendalikan perilakunya dalam menghadapi hambatan

tanpa menjadi lemah dan mampu beradaptasi dengan tekanan yang dialaminya.


Resiliensi tercermin melalui empat aspek yaitu social competence, problem

solving skill, autonomy dan sense of purpose. Terdapat dua pendekatan terhadap

resiliensi yaitu pendekatan faktor protektif dan pendekatan faktor resiko (Alvord

& Grados, Benard : 2005). Pendekatan faktor protektif meyakini bahwa individu

mempunyai faktor internal atau eksternal yang dapat ditingkatkan sehingga dapat

mendukung untuk menjadi resilien, sementara pendekatan faktor resiko

merupakan faktor-faktor yang hadir dalam kehidupan individu yang

meningkatkan kemungkinan adanya negative outcome. Dalam hal ini, faktor

resiko atau kondisi yang tidak menguntungkan yang dialami remaja pengamen

jalanan di Harry Roesli Foundation yaitu, kemiskinan. Kosteck (2005)

menyimpulkan bahwa seorang individu tidak mempunyai resiliensi begitu saja

dalam menghadapi suatu tekanan tanpa adanya dukungan dari lingkungan.

Lingkungan sosial dapat membantu individu di dalam pembentukan

ketahanan individu dalam menyesuaikan keadaannya, antara lain melalui

dukungan yang diberikan lingkungan sosial terhadap individu. Dukungan sosial

menyatakan adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang lain

terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam diri individu tersebut bahwa

ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong. (Cobb, 1976).

Cohen&MCKay, Cutrona&Russel, House, Schaefer, Coyne & Lazarrus,

Wills (Sarafino: 2002), mengemukakan bahwa ada lima jenis dasar dukungan

sosial, yaitu :Emotional Support, Esteem Support, Intrumental Support,

Informational Support, Networking Support.


Dukungan sosial dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain

keluarga atau orang tua, teman sebaya, organisasi masyarakat, dan lain-lain.

Bentuk dukungan sosial yang diterima oleh anak-anak jalanan dihayati berbeda-

beda, hal ini tergantung bagaimana individu mempersepsikan atau memaknakan

dukungan yang diberikan oleh orang lain dan sampai dimana dukungan sosial

tersebut berperan dalam memberikan sesuatu yang positif bagi anak jalanan dalam

bertahan dan beradaptasi dengan kehidupannya sebagai anak jalanan.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti ingin melihat

gambaran mengenai sumber dukungan sosial yang diterima dan yang dibutuhkan

anak jalanan, gambaran mengenai bentuk dukungan sosial yang diterima dan yang

dibutuhkan oleh anak jalanan, serta gambaran mengenai resiliensi anak jalanan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai

sumber dukungan sosial dan bentuk dukungan sosial yang diterima dan yang

dibutuhkan anak jalanan, serta resiliensi anak jalanan yang berada di Harry Roesli

Foundation dalam menjalankan kehidupannya.

1.4 Kegunaan penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Untuk memberikan informasi mengenai gambaran bentuk dukungan sosial

yang diterima dan dibutuhkan oleh anak jalanan dan juga sumber dari

dukungan tersebut serta informasi mengenai gambaran resiliensi yang


dimiliki oleh anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation

setelah mendapatkan dukungan sosial.

2. Kegunaan Praktis

Memberikan informasi bagi orang-orang terdekat anak jalanan khususnya

bagi pihak Harry Roesli Foundation agar mendapatkan gambaran

mengenai bentuk dan sumber dukungan sosial yang dapat membantu anak

jalanan tersebut dalam menghadapi masalah yang ada pada dirinya yaitu

membantu anak-anak jalanan dalam meningkatkan serta mempertahankan

resiliensi.

15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Definisi Anak Jalanan

William (1993) menjelaskan bahwa istilah anak jalanan pertama kali

digunakan tahun 1851 oleh Henry Mayhew, yang menulis dalam bukunya

tentang kaum papa di London saat itu.

Sementara UNICEF memiliki aneka definisi tentang anak jalanan. Dua

diantaranya adalah :

1. Anak jalanan didefinisikan sebagai mereka yang masih di bawah umur

(minors) yang menghabiskan sebagian besar waktu terjaganya untuk bekerja

atau menggelandang di jalan-jalan kota. (William : 1993).

2. Anak jalanan adalah mereka yang menjadikan jalanan (dalam arti luas,

termasuk bangunan tak berpenghuni) sebagai rumah mereka lebih dari pada

rumah keluarga mereka, sehingga merupakan suatu situasi dimana mereka

tidak memiliki perlindungan, pengawasan, atau pengarahan dari orang-orang

dewasa yang bertanggung jawab. (Reddy 1992, Human Right Watch

:1996).

Definisi anak jalanan menurut Guzzman (Saptariny, 1998:104), anak

jalanan adalah anak-anak muda baik laki-laki maupun perempuan yang

mengadopsi jalanan sebagai rumah mereka, sebagai suatu sumber kehidupan atau

kedua-duanya.

Bab II Tinjauan Teoritis 16

2.1.2 Kategorisasi Anak Jalanan

Secara umum terdapat beberapa kategori anak jalanan (Modul 1 Pelatihan

Pimpinan Rumah Singgah, 2000:61), yaitu:

1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya

Kelompok ini disebut anak yang hidup di jalan atau children of the street.

Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan

sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus, bahkan

ada yang tidak tahu siapa dan dimana orang tuanya. Mereka tinggal dimana

saja di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya seperti terminal, stasiun,

pasar, dan taman. Kegiatan mereka lebih banyak berkeliaran dan berpindah

dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah. Untuk makan mereka

melakukan sesuatu pekerjaan atau meminta kepada teman-temannya, atau

mencari hoyen (sisa makanan di warung kaki lima). Kelompok ini biasanya

mengembangkan sub kultur untuk mempertahankan hidup. Dalam sub

kulturnya itu mereka berhubungan erat dan saling menolong satu sama lain,

tetapi karena kurang bimbingan dan arahan, perilaku yang dikembangkan

lebih banyak a normatif.

2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.

Mereka biasanya mengontrak rumah bersama-sama. Mereka ini yang

disebut anak-anak yang bekerja di jalanan atau disebut children on the street.

Mereka disebut juga pekerja migrasi kota yang pulang tidak teratur kepada

orang tuanya di kampung yaitu satu bulan atau dua bulan sekali. Mereka

umumnya bekerja dari pagi sampai sore. Tempat tinggal mereka umumnya


mengontrak di satu lingkungan kumuh bersama saudara atau teman-teman

sekampungnya, ada juga yang tinggal bersama keluarganya. Pekerjaan yang

umumnya mereka kerjakan adalah menyemir sepatu, pengasong, penjual

barang seperti makanan dan minuman, koran, pencuci/pengelap kendaraan,

pemulung, pengamen, ojeg payung, kuli angkut dan sebagainya.

3. Anak-anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya

Mereka masih masih tinggal bersama orang tuanya dan pada umumnya

masih bersekolah, tetapi melewatkan kegiatannya di jalan. Istilah bagi mereka

adalah high risk to be street children. Motivasi ke jalan lebih karena teman,

ingin belajar mandiri, membantu atau disuruh orang tua. Biasanya mereka

menjual koran, mengamen atau menyemir sepatu.

2.1.3 Faktor Penyebab Anak Jalanan

Secara umum ada 3 tingkat anak jalanan (Modul 2 Pelatihan Pekerja

Sosial Rumah Singgah, 2000: 26), yaitu:

1. Tingkat Mikro (immediate causes), yakni faktor yang berhubungan dengan

anak dan keluarganya .

Pada tingkat mikro sebab yang diidentifikasikan adalah lari dari keluarga,

disuruh bekerja baik karena masih sekolah ataupun sudah putus sekolah,

berpetualang, bermain-main atau diajak oleh teman. Sebab dari keluarga

adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan

dasar. Kondisi psikologis, seperti ditolak orang tua, salah perawatan atau

kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga/tetangga,

terpisah dari orang tua. Ini menggambarkan keluarga yang berada di


bawah normal, adanya sikap-sikap yang salah terhadap anak dan

keterbatasan dalam merawat anak yang menyebabkan anak menghdapai

masalah fisik, psikososial dan sosial. Sebab dari anak dan keluarga

umumnya berkaitan tetapi bisa juga berdiri sendiri.

2. Tingkat Meso (underlying causes), yakni faktor di masyarakat.

Pada tingkat masyarakat, sebab yang diidentifikasikan meliputi pada

masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan

ekonomi keluarga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan bekerja dan suatu

saat meninggalkan bangku sekolah. Pada masyarakat lain, pergi ke kota

sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa dan mengikuti untuk

berubanisasi.

3. Tingkat Makro (basic causes), yakni faktor yang berhubungan dengan

struktur makro.

Pada tingkat struktur masyarakat, sebab yang diidentifikasi secara

ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak

terlalu membutuhkan modal dan keahlian yang besar. Untuk memperoleh

uang yang lebih besar mereka harus lama di jalan dan meninggalkan

bangku sekolah. Secara ekonomi terdapat pula ketimpangan desa dan kota

yang menyebabkan urbanisasi dimana anak dengan biaya sendiri atau

bersama teman atau keluarga turut berurbanisasi. Dari segi pendidikan,

biaya yang tinggi dan perilaku yang diskriminatif dari guru terhadap anak-

anak miskin, ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis mengalahkan

kesempatan belajar.


2.1.4 Aktivitas Anak Jalanan

Tempat-tempat yang biasa digunakan anak jalanan untuk melakukan

aktivitasnya adalah :

1. Pasar Tradisional, yang meliputi wilayah kaki lima (bagian depan pasar),

rumah makan/warung yang berada di sekitar pasar dan lingkungan

sekitarnya.

2. Pusat-pusat perbelanjaan/ mall yang meliputi bagian depan/teras mall,

rumah-rumah makan, sekitar gedung bioskop, dll.

3. Stasiun kereta api yang meliputi bantaran rel kereta api, di sekitar loket

karcis, di dalam kereta api yang sedang berjalan, dll.

4. Jalan raya yang meliputi perempatan jalan, badan jalan raya, trotoar, dan

taman-taman kota.

5. Terminal bus atau angkutan.

2.2 Harry Roesli Foundation

2.2.1 Latar Belakang Harry Roesli Foundation

Sebuah tempat pendidikan dan pembinaan yang diberi nama Harry

Roesli Foundation (HRF) yang mempunyai tujuan untuk memberikan bekal

secukupnya untuk anak jalanan agar dapat tumbuh kembang sebagai insan

yang berkepribadian serta berdikari dengan mengoptimalkan potensi yang

dimilikinya. Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, program kerja HRF

memfokuskan diri untuk mengasah dan mengembangkan potensi anak jalanan

itu sendiri. Pendidikan dan pembinaan anak jalanan di HRF mencakup dua


hal, yaitu mental dan skill. HRF ini merupakan wadah bagi anak untuk

menyalurkan kreativitas berbagai macam kegiatan yang bersifat non akademik

sehingga anak jalanan memiliki sarana serta tempat dimana mereka dapat

belajar, bermain, dan menyalurkan hobi dan berkreasi sebagaimana

seharusnya anak dan remaja seusia mereka. Kegiatan yang diadakan oleh HRF

ini bersifat tidak formal.

Pembinaan yang berkaitan dengan mental adalah dengan melakukan

perubahan pada diri anak jalanan untuk merubah tampilan agar lebih bersih,

mau membersihkan diri, disiplin dan sopan. Sedangkan pembinaan dalam

skiil, terdapat beberapa macam ketrampilan yang diberikan kepada remaja

jalanan khususnya dalam bidang musik.

Sampai saat ini HRF baru berkembang dengan mandiri dengan

program pembinaan pada anak jalanan lewat mental dan skill yang beragam

sejak 2005 hingga sekarang, dengan pengajar pelatihan dan pembinaan adalah

putra almarhum Harry Roesli, serta pengajar yang merupakan mantan anak

jalanan dan sukarelawan dari mahasiswa. Program-program pelatihan dan

pengembangan baru dilaksanakan sampai tahap ketiga. Program pendidikan

dan pembinaan terhadap anak jalanan yang sedang dijalankan oleh HRF saat

ini diikuti oleh 15 anak.

2.2.2 Pembinaan Anak Jalanan

Pembinaan anak jalanan mencakup dua hal penting, yaitu mental dan

skill dan pembinaan ini akan berlangsung dalam empat tahap yang memiliki


output yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan dari masing-masing program

tersebut.

Tahap Pertama, dilaksanakan di jalanan. Pada tahap ini HRF akan

menurunkan senior anggota HRF untuk melakukan pencarian calon peserta

yang dianggap potensial dan memenuhi kualifikasi yang diterapkan HRF.

Pada tahap ini, peserta juga akan diberikan persiapan mental agar siap

mengikuti proses pelatihan dan pembinaan. Output tahap pertama adalah

rekomendasi calon peserta pelatihan dan pembinaan.

Tahap kedua, dilaksanakan di HRF. Pada tahap ini, peserta yang

direkomendasikan oleh instrukur tahap pertama akan diuji keseriusannya agar

proses-proses yang diperlukan dapat berjalan dengan lancar, pengujian

keseriusan lebih kepada pengajuan pertanyaan dari pihak HRF pada anak

jalanan sehingga dapat diketahui keinginan anak jalanan tersebut untuk

mengikuti program-program yang telah disiapkan. Selain itu juga diuji minat

dan bakat sehingga diketahui pelatihan dan pembinaan apa yang cocok dengan

anak-anak jalanan tersebut sesuai dengan minat dan bakatnya.

Tahap ketiga, dilaksanakan di HRF dan beberapa lembaga yang

menjadi mitra kerja HRF. Pada tahap ini, anak jalanan mengikuti proses

pelatihan dan pembinaan pertama yaitu skill. Mereka diberikan bekal

keterampilan sesuai dengan program yang mereka tekuni, seperti berlatih alat

musik disertai teori-teori musik untuk anak jalanana yang mengikuti program

musik. Output dari tahap ini adalah tenaga terampil dan produktif.


Tahap keempat, dilaksanakan di HRF dan bekerja sama dengan

individu yang berkompeten sesuai dengan tujuan dan materi pelatihan. Pada

tahap ini, anak jalanan mengikuti proses pelatihan dan pembinaan serta peserta

akan diberikan materi yang dianggap perlu untuk membangun jiwa

kewirausahaan dan wawasan untuk mengembangkan usaha kecil mandiri.

Output tahap ini adalah pengusaha kecil. Akan tetapi, pada tahap keempat ini

belum dapat terlaksana karena kurangnya informasi dan bimbingan untuk

mengarahkan anak jalanan agar mampu menjadi individu yang mandiri

dengan menggunakan skill yang mereka dapatkan di HRF.

2.3 Remaja

2.3.1 Masa Remaja

Remaja berasal dari kata latin Adolesence yang berarti tumbuh menjadi

dewasa. Saat ini istilah Adolesence mempunyai arti yang lebih luas, yaitu

mencakup kematangan pada aspek mental, emosional, sosial serta fisik. Masa

remaja adalah masa transisi dimana individu mengalami perubahan dan psikologis

dari seorang anak ke dewasa (Hurlock :1994). Stanley Hall mengemukakan

bahwa masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dam

ketidakseimbangan yang tercakup dalam strom and stress, sehingga remaja

mudah terkena pengaruh dari lingkungan.

Usia remaja adalah usia dimana banyak terjadi perubahan berupa

pertumbuhan perkembangan. Pertumbuhan itu sendiri berupa pertumbuhan fisik

yang ditandai dengan perubahan eksternal dan internal. Pertumbuhan eksternal


berupa perubahan pada tinggi badan, berat badan dan organ seks. Sedangkan

perubahan internal ditandai dengan kematangan sistem pencernaan, peredaran

darah, pernapasan, sistem endokrin, dan jaringan tubuh. Perkembangan yang

terjadi dalam usia remaja dapat menyebabkan perkembangan pada perilaku

seksual dimana mereka mulai mengalami ketertarikan terhadap lawan jenis,

perkembangan sikap, perasaan dan emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan

seorang remaja mengendalikan diri dan perasaannya sehingga tidak melakukan

tingkah laku yang bertentangan dengan moral dan nilai-nilai yang dipegangnya,

perkembangan minat dan cita-cita menunjukkan bahwa di masa remaja akan

mampu berpikir lebih realistik dalam menetapkan pilihan minat dan cita-citanya

yang lebih disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki, perkembangan sosial

berarti remaja mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya,

mampu untuk membina hubungan baik dengan sebayanya maupun orang dewasa

dan mampu mengikuti nilai-nilai dan moral yang dipegang oleh lingkungannya

tersebut.

2.3.2 Batasan Usia Remaja

Menurut Elizabeth.B.Hurlock (Hurlock, 1994:206), seorang individu

yang berusia 13/14 – 18 tahun digolongkan pada usia remaja, dimana usia

remaja tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. masa remaja awal : usia 13-16/17 tahun

2. masa remaja akhir : usia 16/17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang

secara hukum


2.3.3 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan

periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara

singkat dibawah ini (Hurlock, 1994 : 207-209).

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan

perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat

keraguan akan peran yang harus dilakukan. Peralihan tidak berarti berubah

dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih sebuah peralihan

dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Bila

anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak

harus “meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan” dan

juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan

perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa awal remaja, ketika

perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga


berlangsung pesat. Sebaliknya, perubahan fisik menurun maka perubahan

sikap dan perilaku juga menurun.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa

remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Terdapat dua alasan bagi

kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa anak-anak sebagian besar

diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa

dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri,

menolak bantuan orang tua/ guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Dengan menggunakan simbol status, remaja menarik perhatian pada diri

sendiri agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia

mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.

6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan

bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang

tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga

dan teman-temannya.

7. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk

tentang remaja serta adanya stereotipe budaya tentang remaja sebagai anak

tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung merusak, membuat peralihan


ke masa dewasa menjadi sulit yang menimbulkan pertentangan dan jarak

dengan orang tua.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan stereotipe belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

2.3.4 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas –tugas perkembangan adalah hal yang harus dipelajari oleh

seseorang dalam setiap periode tertentu di dalam periode kehidupannya.

Menurut Havighurts (Hurlock, 1994:6), tugas-tugas perkembangan seorang

remaja adalah sebagai berikut:

1. mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman-teman sebaya

baik pria maupun wanita.

2. mencapai peran sosial yang lebih feminim dan maskulin

3. menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif

4. megharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

5. mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya

6. memilih dan menyiapkan diri untuk suatu pekerjaan

7. mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga

8. mendapatkan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pengarah tingkah laku

9. mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual untuk kompetensi

sebagai warga Negara


2.3.5 Karakteristik Remaja dalam Lingkungan Beresiko

Salah satu kondisi yang menempatkan remaja pada kondisi yang

beresiko tinggi adalah lingkungan miskin. Kaitan antara kemiskinan dan

berbagai penyimpangan perkembangan pada remaja telah banyak dipelajari

oleh McLoyd (1998). Beberapa contoh dari masalah perkembangan pada

remaja dari keluarga miskin mencakup kesehatan mental, kenakalan remaja,

masalah internalizing seperti depresi dan masalah externalizing seperti

membantah otoritas orang dewasa dan agresivitas. Menurut McLoyd,

masalah-masalah tersebut lebih banyak terjadi di kalangan remaja dari

lingkungan miskin dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang lebih

mampu. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Gibbs & Huang (Santrock:

2005), masalah seperti depresi, perasaan rendah diri, keterlibatan dalam

tindakan kriminal dan perilaku bermasalah lainnya lebih banyak ditemukan

pada remaja dari lingkungan miskin.

Dari perspektif teori sosial Cohen, kenakalan remaja yang sering

ditemukan dalam lingkungan miskin, mencerminkan ketidakpuasan remaja

kurang mampu terhadap kenyataan bahwa yang mendominasi adalah norma

dan nilai kelompok remaja dari kalangan yang lebih mampu. Karena

keterbatasan finansial, remaja dari lingkungan miskin tidak dapat bersaing

dengan remaja dari kalangan yang lebih mampu dan timbul kekecewaan atau

perasaan frustasi.

Lingkungan miskin juga sering dikaitkan dengan tekanan kumulatif

yang harus dialami oleh individu akibat berbagai pengalaman negatif lainnya.


Menurut McLoyd (1998), orang tua dari keluarga miskin cenderung

mengabaikan kebutuhan anaknya. Beberapa situasi negatif yang berkaitan

dengan kemiskinan umumnya mencakup konflik antara orang tua karena

kondisi keuangan, orang tua yang tidak sehat secara mental, metode disiplin

yang diterapkan pada anak tidak konsisten, lingkungan tempat tinggal yang

tidak aman, yang semuanya meningkatkan kemungkinan penyimpangan dalam

perkembangan individu (Yoshikawa , Mcloyd :1998). Namun, berbagai

penelitian di Amerika, Inggris, dan negara lainnya ditemukan bahwa tidak

semua individu yang hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan dalam

hidupnya mengalami penyimpangan dalam perkembangannya (Werner dan

Smith, 1995) menemukan bahwa individu yang hidup dalam kondisi tidak

menguntungkan tidak semua mengalami penyimpangan, sebagian dari mereka

dapat berkembang secara positif meskipun mereka mengalami berbagai

tekanan dalam hidupnya.

Remaja dalam lingkungan miskin menunjukkan kecenderungannya

untuk berperilaku secara antisosial untuk mendapatkan perhatian masyarakat

(Santrock: 2004). Dalam lingkungan miskin, kemampuan remaja untuk

melakukan tindakan antisosial dan tidak tertangkap seringkali menjadi ukuran

maskulinitas (Santrock, 2004), sehingga dorongan untuk melibatkan diri

dalam perilaku bermasalah cukup kuat, terutama untuk remaja laki-laki.

Keberhasilan individu untuk menghindari perilaku bermasalah memberikan

peluang bagi dirinya untuk meneruskan tugas-tugas perkembangan selanjutnya

dan meraih masa depan yang lebih cerah.


2.4 Dukungan Sosial

2.4.1 Definisi Dukungan Sosial

Sepanjang kehidupan manusia selalu membutuhkan dukungan dari

lingkungan sosialnya. Terdapat berbagai macam definisi mengenai dukungan

sosial ini antara lain:

“Social support refers to the perceived comfort, caring, esteem, or help a

person receives from other people or groups”. (Cobb, 1976; Gentry &

Kobasa, 1984;Wallston, et.al, 1983; Wills, 1984, Sarafino:2002)}.

Dari definisi tersebut, Cobb dalam Sarafino menyatakan adanya

penerimaan dari orang lain atau sekelompok orang lain terhadap individu yang

menimbulkan persepsi dalam diri individu tersebut bahwa ia disayangi,

diperhatikan, dihargai dan ditolong.

2.4.2 Sumber Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya

pasangan, teman, rekan kerja, atau organisasi kemasyarakatan (Siegel, Taylor

:1999). Meskipun demikian, tidak semua orang dapat memperoleh dukungan

sosial yang ia butuhkan. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah

seseorang menerima dukungan sosial atau tidak.

Faktor pertama adalah kondisi calon penerima dukungan. Seseorang yang

tidak bersosialisasi, tidak suka menolong orang lain, dan tidak

mempersilahkan orang lain tahu bahwa mereka membutuhkan bantuan, akan

kecil kemungkinannya untuk menerima dukungan. Faktor kedua adalah

kondisi calon pemberi dukungan. Bisa jadi calon pemberi tidak memiliki


sumber daya yang dibutuhkan, atau mereka sendiri berada dalam tekanan dan

membutuhkan bantuan atau tidak sensitif dengan kebutuhan orang lain

(Broadhead et.al, Wortman & Dunkel-Schetter, Sarafino: 2002).

Selain itu, komposisi dan struktur jaringan sosial calon penerima

dukungan juga menentukan. Jaringan sosial adalah keterkaitan seseorang

dengan orang-orang lain di keluarganya atau di lingkungannya. Jaringan sosial

bergantung pada variasi frekuensi mereka menjalin kontak dengan orang lain,

variasi jumlah orang dengan siapa mereka menjalin kontak, variasi komposisi

orang-orang di mana mereka menjalin kontak, dan seberapa intim kontak

tersebut (Mitchell, Schaefer, et.al., Sarafino:2002). Sewaktu seseorang

berusia kanak-kanak, seseorang terutama mencari dukungan sosial dari

keluarga, khususnya orang tua dan orang-orang yang lebih tua. Seiring

kedewasaan, terutama pada masa remaja, sumber dukungan sosial meluas

kepada jaringan sosial dalam sebuah komunitas dan teman sebaya meskipun

teman sebaya juga sering menjadi sumber stress (Sarafino:2002).

2.4.3 Tipe-Tipe Dukungan Sosial

Dari konsep yang dikemukakan Cobb (1976), para peneliti

mengklasifikasikan dukungan sosial ke dalam lima tipe dasar (Cohen &

McKay, 1984; Cutrona & Russel, 1990; House, 1984; Schaefer, Coyne &

Lazarrus, 1981; Wills,1984, Sarafino, 2002) :

1. Emotional Support

Dukungan bersifat emosional yang mencakup ungkapan ekspresi empati

kepedulian, kasih sayang, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan


sehingga individu merasa nyaman, aman, juga merasa dicintai saat individu

sedang mengalami tekanan atau dalam keadaan stress.

Taylor (1999) menambahkan bahwa adanya kehangatan dan perawatan

dalam dukungan emosional akan membantu penerima mengatasi depresi

kesedihan, kecemasan, dan berkurangnya harga diri selama mengalami

tekanan.

2. Esteem Support

Dukungan ini terjadi melalui ungkapan penilaian positif terhadap individu,

meliputi dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan

individu, dan perbandingan positif individu dengan orang lain. Dengan adanya

dukungan ini akan membangun perasaan pada individu bahwa ia mampu,

berarti, dan berharga.

Penelitian yang dilakukan Martin dan Cutrona (Sarafino:2002)

menyatakan bahwa seseorang yang lebih menerima dukungan penghargaan

memiliki kadar depresi yang lebih rendah saat menghadapi tekanan, sehingga

mereka menyimpulkan bahwa dukungan penghargaan dapat menolong

sesorang dari emosi negatif.

3. Intrumental Support

Mencakup bantuan langsung yaitu erat kaitannya dengan bantuan dalam

bentuk alat atau bantuan nyata berupa materi dan jasa. Dengan adanya bantuan

yang mengacu pada ketersediaan peralatan, materi dan jasa bisa membantu

mengatasi permasalahan-permasalahan yang bersifat praktis.


Thoits 1986 (Taylor:1999) menyatakan bahwa tindakan atau materi nyata

yang diperoleh dari orang lain akan memudahkan penerima untuk dapat

memenuhi tanggung jawab perannya sehari-hari. Dukungan instrumental

terutama dibutuhkan dalam menghadapi kondisi tekanan yang dikendalikan ,

dimana pemberian dukungan dapat mencegah keadaan bertambah parah,

seperti saat sakit atau kehilangan pekerjaan (Cutrona and Russel, Sarafino :

2002).

4. Informational Support

Dukungan pemberian informasi, nasehat, saran, bimbingan/arahan, serta

umpan balik. Thoits 1986 (Taylor: 1999) menambahkan bahwa keberadaan

dukungan informasi akan membantu penerima dalam memahami situasi

masalah serta membantu mencari alternatif pemecahan masalah atau tindakan

yang akan diambil.

5. Networking Support

Dukungan yang memberikan perasaan pada individu bahwa ia diterima

oleh orang lain, merupakan bagian dari kelompok, dengan berbagi aktivitas

minat dan aktivitas sosial, serta pemikiran yang sama.

Cohen dan Wills (Orford: 1992) mengatakan bahwa hubungan ini lebih

menggambarkan bentuk persahabatan yang terjadi kebetulan, dimana individu

mungkin menghabiskan waktu dengan orang lain dalam berbagai aktivitas

sosial dan hiburan. Adanya persahabatan dan kontak dengan orang lain dapat

membantu individu untuk mengalihkan perhatian dari kecemasan terhadap


masalah atau meningkatkan suasana hati yang menyenangkan sehingga stress

berkurang.

2.4.4 Dukungan Sosial yang dipersepsikan

Sarafino (2002), lebih jauh menyatakan bahwa dalam dukungan sosial

selalu mencakup dua hal penting, yaitu :

1. Persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu

saat ia membutuhkan bantuan

2. Derajat kepuasan akan dukungan yang diterima, yang berkaitan dengan

persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.

Menurutnya, dukungan sosial memiliki dua manfaat penting, yaitu

mempengaruhi perkembangan pribadi dan kemampuan penyesuaian diri yang

positif, serta memberikan suatu penahan (buffer) dalam menghadapi dampak

tekanan yang yang dialami individu. Lebih jelasnya, Cobb (Sarafino:2002)

menjelaskan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan adalah efek dari

hubungan interpersonal yang membentuk keyakinan individu bahwa ia

merupakan anggota suatu jaringan komunikasi dan hubungan yang saling

menguntungkan, dimana ia dapat bergantung kepada jaringan tersebut karena

ia dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dinilai tinggi oleh orang lain.

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Cohen & Wills (Sarafino: 2002)

bahwa yang penting bagi individu adalah persepsi akan keberadaan

(availability) dan ketepatan (adequacy) dukungan. Yang penting adalah bukan

sekedar memberi bantuan tapi lebih pada persepsi penerima dukungan, apakah

dukungan yang diberikan sudah tepat. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan


yang diberikan tidak selalu dirasakan sebagai dukungan oleh orang yang

menerimanya.

Tipe-tipe dukungan sosial yang diterima dan dibutuhkan seseorang

berbeda-beda, tergantung pada situasi tekanan yang mereka alami (Wortman

and Dunkel-Schener, ,Sarafino:2002). Dukungan sosial akan menjadi efektif

apabila sesuai dengan kebutuhan atau kondisi tekanan yang dirasakan (Thoits,

Taylor : 1999). Jika dukungan yang diterima tidak sesuai dengan kebutuhan,

dukungan tersebut tidak akan efektif, bahkan dapat berdampak negatif bagi

penerima.

Dukungan sosial juga dapat menumbuhkan dampak negatif apabila

dukungan sosial yang diterima tidak memenuhi tingkat pengharapan penerima.

Dukungan sosial juga dapat dipersepsi negatif oleh penerima, jika penerima

menganggap dirinya dipandang tidak mampu, merasa tidak nyaman karena

tidak dapat membalas dukungan tersebut, serta merasa kendalinya dibatasi

oleh pemberi dukungan (Cohen and McKay, Sarafino :2002). Dukungan

sosial juga tidak efektif bila diberikan atau tidak diinginkan penerima

(Taylor:1999).

Sebaliknya, jika dukungan sosial tersebut dapat mendukung peningkatan

kesejahteraan dan membantu seseorang menjalani kehidupannya, dampak

positif akan dirasakan penerima dukungan. Penerima akan menjadi optimis

dalam menghadapi hidup dan lebih percaya diri dalam mengahdapi tantangan

(Sarason ,Sarafino: 2002). Dukungan sosial yang efektif adalah dukungan


yang sesuai dengan kebutuhan penerima, diberikan oleh orang yang tepat, dan

dipersepsi positif oleh penerima dukungan.

2.5 Resiliensi

2.5.1 Definisi Resiliensi

Resilience adalah kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik

dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak

halangan dan rintangan (Benard: 2004).

Resiliensi umumnya didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk

menghadapi berbagai tantangan dalam hidup, untuk pulih kembali (bouncing

back) dari pengalaman tersebut, dan meneruskan hidup dengan normal

(Gilgun, 1996, Bautista, Roldan & Garces-Bascal, Benard :2004).

Penelitian mengenai resiliensi berkembang dari penelitian-penelitian yang

berparadigma risk-focused, yaitu penelitian yang menekankan pada penentuan

faktor resiko yang memprediksikan psikopatologi. Paradigma ini

memprediksikan bahwa individu dalam kelompok resiko rendah akan

berkembang secara positif, dan individu dalam kelompok resiko tinggi akan

mengalami penyimpangan dalam perkembangannya. Faktor-faktor yang

mendorong penyimpangan dalam perkembangan individu disebut sebagai

faktor resiko. Kemiskinan, pengalaman penganiayaan, cacat fisik, ataupun

hidup dalam keluarga yang tidak harmonis adalah beberapa contoh dari faktor

resiko atau kondisi yang tidak menguntungkan bagi perkembangan individu.

Namun demikian, pada tahun 1935, Werner dan Smith (Mc.Loyd:1998)


melakukan studi longitudinal terhadap anak yang tinggal dalam suatu

komunitas miskin di Hawaii. Orangtua mereka tidak berpendidikan dan

kehidupan di rumah diwarnai dengan pertikaian. Dalam kondisi ini sebagian

anak mengalami berbagai gangguan dalam perkembangannya, namun

sebagian anak tetap bertahan dan berkembang dengan baik meskipun mereka

mengalami berbagai tekanan dalam hidupnya. Oleh karena itu, tidak semua

individu yang hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan dalam

hidupnya, mengalami penyimpangan dalam perkembangannya.

Resiliensi dikaitkan dengan proses meningkatnya daya tahan individu

terhadap tekanan hidup (steeling process) karena telah melalui pengalaman-

pengalaman sulit sebelumnya (Garmezy & Rutter, 1983). Resiliensi tidak

dapat diartikan sebagai bagian dari kepribadian seseorang yang bersifat statik

dan dimiliki oleh sekelompok orang tertentu saja. Resiliensi terbentuk sesuai

dengan pengalaman-pengalaman individu dalam konteks lingkungannya.

(Masten, Benard : 2004).

2.5.2 Faktor Resiliensi

a. Risk Factor

Risk factor merupakan faktor-faktor yang hadir dalam kehidupan individu

yang meningatkan kemungkinan adanya negative outcome (Richman and

fraster, 2003). Hal-hal yang termasuk risk factor adalah ketidakmampuan,

budaya, ekonomi, atau kodisi medis yang meminimalkan kesempatan dan

sumber data bagi seorang anak dan menempatkannya dalam kondisi


berbahaya karena gaggal menjadi anggota yang bernilai di rumah, sekolah,

dan lingkungan.

b. Protective factor

Aspek penting dari lingkungan yang mendukung berkembangnya resiliensi

pada individu disebut sebagai faktor protektif. Semakin banyak faktor

protektif yang bekerja, semakin tinggi kemungkinan bagi individu untuk

bertahan terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

2.5.3 Aspek Resiliensi

Menurut Benard (2004) terdapat empat kategori resiliensi yaitu :

1. Social competence

Hops (Cartledge & Milburn: 1995) menyatakan bahwa kompetensi

sosial merupakan penilaian terhadap bagaimana individu dapat memenuhi

berbagai ekspektasi sosial terhadap dirinya yang sesuai dengan usia dan tahap

perkembangannya. Social competence mencakup kemampuan dan tingkah

laku yang diperlukan untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang

positif terhadap orang lain. Social competence ini memiliki empat sub aspek

yang termasuk di dalamnya, yaitu responsiveness, communication, empathy

and caring, dan compassion-alturism-forgiveness.

1.1 Responsiveness

Responsiveness merupakan aspek yang mempengaruhi social ability

dengan memberikan respon yang positif kepada orang lain dan

menyesuaikan perilakunya agar mendapatkan respons positif dari orang lain.

(Wermer and Smith, Benard: 2004) menemukan bahwa seseorang yang


memiliki temperamen yang mudah dikontrol dan mood yang positif akan

membuatnya bersikap responsive terhadap orang lain dan dapat

memunculkan suatu adaptasi yang baik terhadap berbagai hal.

1.2 Communication

Kemampuan komunikasi sosial menunjukkan semua proses yang

berkaitan dengan hubungan interpersonal dan relasi sosial yang dibangun.

Kemampuan berkomunikasi sosial dapat memudahkan hubungan

interpersonal dan membangun hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini

merupakan kemampuan untuk menyatakan dirinya tanpa menyakiti orang

lain. Komunikasi sosial banyak membawa dampak positif dalam

mengurangi konflik interpersonal.

1.3 Empathy and Caring

Empati adalah kemampuan individu untuk memahami perasaan dan

sudut pandang orang lain (Benard, 2004). Empati tidak hanya membantu

memudahkan perkembangan dalam hubungan dengan orang, namun juga

dalam bentuk moral dan pengorbanan serta perhatian kepada orang lain.

1.4 Compassion-alturism-forgiveness

Compassion merupakan keinginan dan kemauan untuk memperhatikan

dan menolong orang yang kesulitan. Alturism seringkali dianggap sebagai

tindakan berempati. Alturism tidak berarti menolong namun lebih tepat

untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Alturism adalah suatu kemurnian

tanpa keegoisan dalam menolong dan tidak mencari keuntungan sebagai

penolong dan pertimbangan yang tinggi dari kompetensi sosial (Higgins,


1994; Oliner & Oliner, Benard : 2004). Forgiveness berarti individu dapat

menerima kesalahan orang lain yang dilakukan terhadapnya dan

memaafkannya.

2. Problem Solving

Problem solving merupakan kemampuan sesorang untuk dapat

membuat rencana dan tindakan yang akan dilakukan saat menghadapi

masalah, dapat berpikir fleksibel untuk mencari solusi alternative terhadap

suatu masalah, dapat berpikir kritis dalam mengerti suatu kejadian dan situasi.

Problem solving dibangun oleh berbagai kemampuan, yaitu kemampuan

flexibility, planning, resourcefulness, critical thingking and insight.

2.1 Flexibilty

Flexibility merupakan kemampuan untuk melihat dan usaha untuk

mencari jalan keluar, baik untuk masalah kognitif maupun sosial. Termasuk

di dalamnya kemampuan untuk mencari jalan lain dan tidak terpaku pada

satu jalan ketika menghadapi masalah.

2.2 Planning

Planning sebagai bentuk dari problem solving yang menghubungkan

kemungkinan mengontrol dan merencanakan harapan masa depan.

2.3 Resourcefulness

Resourcefulness merupakan kemampuan untuk bertahan, termasuk di

dalamnya adalah melibatkan sumber eksternal dan sekumpulan sumber

dukungan. Kemampuan ini termasuk kemampuan mencari bantuan, berbagai

sumber bantuan, dan ‘street smarts’. Istilah yang seringkali digunakan

adalah ‘street smart’. Istilah street smart sendiri lahir dari studi mengenai


resiliensi pada anak jalanan. Street smart dapat diartikan sebagai

kemampuan individu untuk menggunakan berbagai strategi guna bertahan

hidup ditengah berbagai tekanan yang harus diahadapinya (Banaag ,

Benard: 2004).

Pada dasarnya, kemampuan untuk memecahkan masalah didasarkan

pada kemampuan individu untuk berpikir secara kritis dan kreatif. Berpikir

kritis didefinisikan sebagai pola berpikir secara reflektif dan mendalam

mengenai permasalahan yang sedang dihadapi Benard (2004). Berpikir

kritis mencakup kemampuan untuk menganalisa situasi secara menyeluruh,

dan membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang relevan (Santrock :

2005). Berpikir kreatif berkaitan dengan kemampuan individu untuk

mengembangkan berbagai alternatif solusi dalam suatu situasi tertentu,

bahkan yang belum pernah dijalani sebelumnya (Santrock : 2005).

2.4 Critical thingking and Insight

Pemikiran kritis mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi,

kebiasaan menganalisis pemikiran yang terselubung, berusaha mengerti arti

dari suatu kejadian, pernyataan atau situasi. Insight adalah bentuk

pemecahan masalah yang paling dalam, mencakup kesadaran atau intuisi

akan tanda-tanda di lingkungan terutama tanda bahaya. Insight membantu

anak menginterpretasikan dan mempersepsikan kesukaran mereka dapat

diatasi dan dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

3. Autonomy

Autonomy melibatkan kemampuan untuk bertindak dengan bebas dan

kemampuan individu untuk dapat mengontrol lingkungannya. Pada masa


remaja, aspek penting dari otonomi yang harus dicapai oleh individu adalah

kemampuan untuk mengatasi tekanan-tekanan negatif dari teman sebaya, dan

otonomi dalam sikap terhadap diri sendiri (subjective sense of self-reliance),

yaitu keyakinan individu terhadap kemampuan diri sendiri, dan keyakinan

bahwa ia dapat mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Autonomy ini

memiliki enam aspek kemampuan yang termasuk di dalamnya, yaitu positive

identity, internal locus of control and initiative, self-efficacy and mastery,

adaptive distancing and resistance, self-awareness and mindfulness, humor.

Positive identity

Positive identity, merupakan identitas tentang diri sendiri yang positif

dan kuat yang sering disinonimkan dengan self esteem yang positif. Individu

dengan tingkat self esteem yang tinggi menilai dirinya secara positif,

memiliki pandangan yang positif mengenai lingkungannya maupun

kemampuannya untuk menghadapi dan mengatasi masalah tantangan hidup

Internal locus of control and initiative

Locus of Control didefinisikan sebagai persepsi seseorang mengenai

kendali yang dimilikinya terhadap hasil dari tindakan-tindakannya. Individu

dengan internal locus of control meyakini bahwa ia dapat mengendalikan

apa yang terjadi pada dirinya. Para peneliti Garmezy, Peng et al.Werner &

Smith (Benard: 2004) mengidentifikasikan internal locus of control

sebagai karakteristik pada individu yang resilien. Inisiatif suatu konsep yang

hampir bersinonim dengan locus of control, merupakan kemampuan untuk


memotivasi diri dengan perhatian dan usaha langsung ke arah tujuan

(Larson, Benard : 2004)

Self-efficacy and Mastery

Self Efficacy adalah keyakinan pada individu bahwa ia memiliki

kemampuan untuk mengatasi situasi secara positif (Santrock, 2005). Hal

yang berhubungan erat dengan sef-efficacy adalah mastery, merupakan salah

satu dari pengembangan sense of efficacy yang paling efektif. Mastery

merupakan suatu perasaan berkompeten dalam mencoba atau melakukan

sesuatu.

Adaptive distancing and Resistance

Adaptive distancing meliputi kemampuan secara emosional untuk

melepaskan dirinya dari orangtua, sekolah, atau komunitas yang buruk dan

menyadari bahwa masa depannya tidak ditentukan oleh orang lain

(Beardslee, 1997; Breadslee & Podorefsky, 1998; Chess,1989; Rubin,

1996, Benard:2004). Resistance adalah salah satu bentuk dari adaptive

distancing. Penolakan untuk menerima perkataan negatif tentang seseorang,

gender, ras, atau budaya merupakan pelindung yang kuat dalam autonomy.

Self-awareness and Mindfulness

Self awarness and mindfulness. Hal yang termasuk di dalamnya adalah

mampu mengamati apa yang orang lain pikirkan, memperhatikan mood,

kekuatan, dan kebutuhan yang tampak, tanpa melibatkan emosi.


Humor

Humor dapat membantu mengubah kemarahan dan kesedihan menjadi

kegembiraan dan membantu seseorang menjauhkan diri dari hal yang

menyedihkan dan kurang baik (Lefcourt, Benard:2004). Humor ditemukan

sebagai bentuk penyesuaian atau pertahanan yang kritis dari resilien individu

sepanjang hidupnya.

4. Sense of purpose

Sense of Purpose diartikan sebagai keyakinan pada individu bahwa

hidupnya memiliki makna dan tujuan Benard (2004). Sense of Purpose

merupakan kekuatan untuk mengarahkan tujuan secara optimis dan kreatif

untuk mengerti dan berkaitan dengan kepercayaan yang mendalam tentang arti

hidup dan keberadaan dirinya. Benard (2004) mengatakan bahwa remaja yang

memiliki sense of purpose cenderung menunjukkan :

Goal direction, Achievement motivation and Educational aspirations

Arah goal sama dengan kemampuan berencana. Motivasi berprestasi

adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dan tampilannya, yang

juga berarti motivasi dalam menyikapi situasi dimana individu mampu

menanggapi isu yang ada (Wigfield & Eccles, Benard: 2004).

Special interest, Creativity and Imagination

Werner and Smith (Benard: 2004) berpendapat bahwa individu

yang memiliki ketertarikan khusus dan hobi akan memberikan sebuah

saluran ke arah yang lebih positif bagi individu yang hidup di lingkungan

yang penuh tekanan, membuat mereka memperhatikan dan memahami untuk


menguasai tugas mereka sebagai hasil dari resilient-nya. Minat khusus ini

sering muncul dalam beberapa wujud seni-seni yang kreatif, seperti melukis,

menggambar, menyanyi, bermain musik, menari, drama, dan sebagainya.

Memiliki minat khusus dan mampu menggunakan salah satu kreativitas atau

imajinasi dapat menghasilkan aktualisasi diri dan pengalaman-pengalaman

yang optimal

Optimism and Hope

Optimisme terkait dengan bagaimana individu mempersepsikan

penyebab dari kejadian yang dialaminya. Optimis yang berhubungan dengan

kepercayaan, pemikiran positif dan harapan yang diasosiasikan dengan

emosi dan perasaan positif (Benard:2004).

Faith and Spirituality

Individu yang memiliki resilensi menggambarkan kekuatannya dari

agama, serta manfaat lain dari keyakinan atau spiritualitas yang lebih umum,

dan mencapai rasa akan stabilitas dengan menemukan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan mengenai tujuan dan nilai diri mereka.

2.6 Kerangka Pikir

Anak jalanan adalah anak-anak muda baik laki-laki maupun perempuan

yang mengadopsi jalanan sebagai rumah mereka, sebagai sumber kehidupan, atau

kedua-duanya. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan mereka, melainkan

keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya alasan tertentu. Faktor

utama yang menyebabkan mereka menjadi anak jalanan adalah kemiskinan.


Munculnya permasalahan anak jalanan tersebut, membuat berbagai pihak merasa

perlu melakukan sesuatu untuk menangani masalah anak jalanan. Salah satu

organisasi sosial yang bergerak dalam melindungi anak jalanan adalah Harry

Roesli Foundation.

Saat ini jumlah anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation

sebanyak 15 orang. Anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation berada

pada tahap perkembangan remaja dan masih tinggal bersama orang tuanya

sehingga anak jalanan ini termasuk dalam kategori “High Risk To Be Street

Children”, yaitu kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan namun masih

pulang ke rumah orang tua mereka setiap harinya.

Keberadaan mereka di jalanan merupakan hal yang sangat berat yang

harus dihadapi. Tekanan-tekanan yang dialami oleh anak jalanan antara lain

perasaan dimarginalkan oleh masyarakat, hilangnya masa anak-anak karena harus

mengganti peran mereka sebagai tulang punggung keluarga, lingkungan jalanan

yang sangat keras, dan kecemasan akan masa depan. Permasalahan sosial ini

mempengaruhi penyelesaian tugas-tugas perkembangan mereka di masa remaja,

pola pikir, dan perilaku sosial mereka.

Banyaknya situasi yang tidak menyenangkan dalam menjalankan

kehidupannya sebagai anak jalanan membuat anak-anak jalanan berada dalam

keadaan tertekan sehingga mereka merasa tidak nyaman dengan keadaannya.

Dengan keadaan demikian, anak-anak jalanan membutuhkan dukungan sosial dari

orang-orang disekelilingnya untuk menumbuhkan atau mengembangkan sumber


daya dari dalam diri dan membantu upayanya untuk menanggulangi masalah yang

dihadapinya.

Dukungan sosial diartikan sebagai adanya penerimaan dari orang tua atau

sekelompok orang lain terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam diri

individu tersebut bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong saat

diperlukan ataupun dalam mengatasi tantangan, stress, dan penderitaan. (Cobb,

Sarafino:2002). Dukungan dari lingkungan yang dimaknankan atau dipersepsikan

oleh anak jalanan terdiri dari beberapa aspek, yaitu : emosional, penghargaan,

instrumental, informasi, dan kelompok (Cohen & MCKay, 1984,

Cutrona&Russel, 1990, House, 1984; Schaefer, Coyne & Lazarrus, 1981;

Wills, 1984; Sarafino:2002).

Dukungan emosional meliputi ekspresi, empati dan perhatian dari

lingkungan terhadap anak jalanan. Dukungan emosional, seperti memberikan

perhatian dan peduli dengan keadaan mereka sebagai anak jalanan,

memperlakukan anak jalanan dengan rasa aman, lebih tanggap dan dapat

merasakan kehidupan mereka sebagai anak jalanan, serta menerima kekurangan

yang ada pada diri anak jalanan. Dukungan penghargaan, seperti pemberian

penghargaan berupa hadiah untuk anak jalanan yang dapat berkreasi dan

berprestasi dengan baik, tidak adanya diskriminasi atau mengucilkan mereka dari

lingkungan, memberikan persetujuan terhadap gagasan yang disampaikan oleh

anak jalanan, serta memperlakukan layaknya individu lain di masyarakat.

Dukungan Instrumental meliputi bantuan secara langsung yang diperoleh

anak jalanan dari lingkungan sosialnya untuk menyelesaikan tugas atau suatu


pekerjaan berupa penyediaan fasilitas seperti peminjaman alat musik dan sarana

latihan musik untuk menyalurkan kreativitas dan mendukung pemenuhan

kebutuhan anak jalanan dalam bekerja. Dukungan informasi meliputi pemberian

nasehat, pengarahan, saran, dan umpan balik mengenai bagaiamana seharusnya

anak jalanan bertindak. Lingkungan sosial membantu anak jalanan untuk

mengenali dan mengetahui kemampuan apa saja yang dimilikinya sehingga dapat

membantu anak jalanan untuk memiliki berbagai alternatif pilihan dalam

penyusunan rencana dan strategi yang tepat untuk mencapai tujuannya.

Dukungan kelompok meliputi perasaan bahwa ia diterima oleh orang lain

dan merupakan bagian dari kelompok. Melalui kesempatan yang diberikan orang

lain kepada anak jalanan untuk melakukan kegiatan aktivitas sosial agar dapat

bertukar pikiran, saling berbagi sehingga anak jalanan mendapat informasi baru

dan merasakan bahwa bukan hanya dirinya saja yang memiliki masalah akan

tuntutan kehidupannya.

Dukungan sosial ini dapat dirasakan melalui interaksi yang terjalin dalam

kehidupan sehari-hari. Dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang

keberadaannya dihayati penting atau signifikan oleh individu. Bagi anak jalanan,

dukungan sosial bisa bersumber dari keluarga, teman, kakak pengasuh atau orang

lain yang dihayati penting keberadaannya bagi mereka. Sumber dukungan sosial

yang diterima dapat dihayati dalam intensitas yang berbeda oleh setiap individu.

Bentuk dukungan sosial yang diterima oleh anak-anak jalanan dihayati

berbeda-beda, tidak selalu dukungan sosial yang diberikan orang lain dapat

dirasakan bermanfaat bagi anak jalanan. Bentuk dukungan sosial yang diterima


oleh anak individu terkadang sesuai atau sebaliknya tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan oelh individu. Hal ini tergantung dari orang-orang yang berada di

sekeliling individu dalam memberikan dukungan dan juga bagaimana individu

mempersepsikan atau memaknakan penerimaan dukungan yang diberikan oleh

orang lain.

Dukungan sosial yang diterima oleh anak jalanan dapat membangun

perasaan berharga, dapat meringankan beban yang ditanggung oleh anak jalanan,

dapat membantu anak-anak jalanan dalam menghadapi tekanan-tekanan yang

terjadi dalam kehidupannya, berusaha untuk dapat beradaptasi dan keluar dari

tekanan-tekanan yang terjadi dalam kehidupannya (resiliensi). Resiliensi adalah

kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara

baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan dan rintangan (Benard,

1991).

Pendekatan resiliensi ini dapat dilihat, diamati, dan diukur. Hal ini dapat

dilihat dari empat aspek yaitu social competence, problem solving, autonomy, dan

sense of purpose. Social competence merupakan kemampuan dan tingkah laku

yang diperlukan individu untuk memberikan respon positif terhadap lingkungan

sekitarnya, membangun suatu relasi dan mempertahankan kedekatan dengan

orang lain, dan memperoleh respon positif dari orang lain. Social competence

meliputi empat sub-aspek yaitu responsiveness, communication, emphaty, dan

compassion-altruism-forgiveness. Social competence dapat terlihat dari

kemampuan anak jalanan untuk memberikan tanggapan positif kepada orang lain

dan menerima masukan dari orang lain mengenai pekerjaannya (responsiveness).


Anak jalanan juga mampu untuk tetap berkomunikasi dengan baik tanpa

menyakiti perasaan orang lain (communication). Adanya kemampuan dalam

menumbuhkan rasa kepedulian terhadap orang lain yang sedang kesulitan

(emphaty and caring). Social competence juga dapat terlihat melalui adanya

kemampuan anak jalanan untuk menerima keadaannya dan memaafkan orang lain

serta dapat menolong orang lain sesuai dengan kemampuannya (compassion-

altruism-forgiveness). Anak jalanan dengan social competence yang tinggi

mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu berelasi dengan

orang lain tanpa menutupi keadaannya sebagai anak jalanan, sedangkan anak

jalanan yang memiliki social competence yang rendah akan kesulitan dalam

menempatkan diri dalam lingkungannya.

Problem solving merupakan kemampuan individu untuk memecahkan

masalah praktis yang muncul sehari-hari dalam hidupnya yang meliputi

kemampuan untuk planning, flexibility, resourcefulness, critical thingking dan

insight. Kemampuan problem solving dapat terlihat melalui kemampuan anak

jalanan untuk dapat membuat rencana masa depan yang ingin dicapai (planning).

Anak jalanan mampu untuk mencari berbagai alternatif pekerjaan demi

mempertahankan kelangsungan hidupnya (flexibility). Adanya kemampuan anak

jalanan untuk tanggap dan mencari kesempatan untuk dapat bertahan dalam

menjalankan kehidupannya (resourcefulness). Serta adanya kemampuan berpikir

secara kritis ketika menghadapi masalah dalam kehidupannya sebagai anak

jalanan (critical thinking and insight). Anak jalanan dengan kemampuan problem

solving yang tinggi mampu menemukan jalan keluar dan merencanakan langkah-


langkah untuk mengatasi masalahnya. Sebaliknya, anak jalanan dengan

kemampuan problem solving rendah cenderung larut dalam masalah dan

menghindari masalah sehingga tidak mampu untuk berubah dalam hidupnya.

Autonomy melibatkan kemampuan seseorang untuk dapat bertindak

dengan bebas dan untuk merasakan suatu sense of control atas lingkungannya.

Autonomy meliputi kemampuan positive identity, internal locus of control, self

efficacy and mastery, adaptive distancing and resistance and initiative, self

awareness and mindfulness dan humor. Autonomy dapat terlihat melalui

kemampuan anak jalanan untuk memiliki penilaian positif tentang dirinya sendiri

walaupun ia bekerja sebagai anak jalanan (positive identity). Adanya kemampuan

untuk mengontrol tingkah lakunya sehingga dapat bertingkah laku sesuai dengan

norma masyarakat (internal locul of control). Kemampuan anak jalanan untuk

tetap merasa mampu dalam menghadapi tekanan hidupnya (self efficay and

mastery). Kemampuan anak jalanan untuk tidak mudah terpengaruh oleh

lingkungan sekitar dan tidak tergantung dengan orang lain (adaptive distancing

and resistance). Adanya kemampuan anak jalanan untuk dapat mengontrol emosi

dengan tidak mudah terpancing emosi saat berada di jalanan (self awareness and

mindfulness). Kemampuan anak jalanan untuk menciptakan suasana ceria selama

menjalankan pekerjaannya di jalanan (humor).

Sense of purpose merupakan keyakinan pada individu bahwa hidupnya

memiliki makna dan tujuan. Sense of purpose ditandai dengan adanya motivasi

yang kuat dalam diri anak jalanan untuk meraih tujuan hidupnya (goal

direction,achievement motivation and educational aspirations). Adanya


kemampuan anak jalanan untuk tetap bisa mengaktualisasikan diri melalui

mengikuti kegiatan yang digemarinya (special interest, creativity and

imagination). Adanya keyakinan serta harapan yang positif dari anak jalanan

dimana mereka memiliki keyakinan untuk dapat meraih masa depan yang lebih

baik (optimism and hope). Selain itu anak jalanan mampu untuk mendekatkan diri

pada Tuhan (faith and sprirituality).

Aspek-aspek ini akan membentuk resiliensi anak jalanan, seorang individu

mungkin memiliki salah satu aspek yang lebih menonjol daripada aspek-aspek

lainnya. Tuntutan hidup anak jalanan akan berpengaruh pada besarnya daya pegas

yang harus dimiliki anak jalanan untuk bertahan hidup. Semakin besar tuntutan

hidupnya, semakin besar resiliensi yang dibutuhkan mereka. Resiliensi yang

terukur akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu derajat resiliensi yang tinggi dan

resiliensi yang rendah. Anak jalanan yang mempunyai derajat resiliensi yang

tinggi akan mampu bertahan dalam menghadapi kehidupannya di jalanan sesuai

dengan tahap dan tugas perkembangannya. Sebaliknya, anak jalanan yang

mempunyai derajat resiliensi rendah akan sulit bahkan tidak mampu mengatasi

permasalahannya yang dihadapinya.


Skema Kerangka Pikir

Tekanan-tekanan yang dialami anak jalanan di Harry Roesli Foundation : 1. pencitraan negatif dan

perasaan dimarginalkan

2. peran sebagai tulang punggung keluarga

3. lingkungan yang tidak kondusif

4. kecemasan akan masa depan

5. kebutuhan nutrisi yang tidak baik dan gangguan kesehatan

Sumber Dukungan Sosial : o keluarga o teman o kakak

pengasuh

Bentuk Dukungan Sosial: o emosional o informasi o penghargaan o instrumental o kelompok

Diterima Dibutuhkan Diterima Dibutuhkan

Resilensi anak jalanan : o Social Competence : mampu berelasi dengan orang lain/

menutup diri dengan orang lain o Problem Solving : terbuka terhadap pengalaman/ tidak

ingin berubah dan takut mencoba tantangan baru o Autonomy : mampu mengendalikan diri / tidak

mampu mengendalikan diri o Sense of Purpose : merasa optimis / tidak optimis dalam

menjalani hidup dan mencapai tujuan hidup

Resiliensi rendah Resiliensi tinggi

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah berupa penelitian non eksperimental

dengan mengambil bentuk penelitian deskriptif. Menurut Kerlinger (2003 : 603),

penelitian non eksperimental adalah telaah empirik sistematis dimana ilmuwan

tidak mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestasinya telah

muncul, atau karena sifat hakikat variabel itu memang menutup kemungkinan

manifestasinya.

Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang dimaksudkan

untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu

keadaan gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi Arikunto,

1998:309). Penelitian deskriptif tidak memerlukan administrasi atau pengontrolan

terhadap suatu perlakuan, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun

fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang

pokok. Melalui penelitian deskriptif, peneliti mencoba menggambarkan mengenai

dukungan sosial dan resiliensi anak jalanan di Harry Roesli Foundation Bandung.

3.2 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah dukungan sosial

dan resiliency anak jalanan di Harry Roesli Foundation.

Bab III Metodologi Penelitian 54

3.3 Operasionalisasi Variabel

Untuk mendapatkan data yang relevan, maka diperlukan pengukuran

terhadap variabel-variabel yang telah didefinisikan secara konseptual. Unuk itu

diperlukan definisi operasional. Definisi operasional adalah suatu definisi

mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik

variabel tersebut yang dapat diamati. Melalui definisi operasional ini ditetapkan

langkah pelaksanaan dan ukuran yang menggambarkan konsep variabel yang

hendak diukur. Dengan demikian definisi operasional untuk masing-masing

variabel yaitu :

3.3.1 Definisi Operasional Dukungan Sosial

Dukungan sosial diartikan sebagai seberapa besar dukungan sosial berupa

ungkapan perhatian, penghargaan, dan bantuan dari keluarga, teman, dan kakak

pengasuh yang diterima anak jalanan di Harry Roesli Foundation dalam

beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam menjalankan kehidupannya.

Dukungan sosial dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek, yaitu :

• Emotional support yaitu seberapa besar anak jalanan menerima dukungan

dari orang lain meliputi ketersediaan untuk mendengarkan kesulitan yang

dihadapi anak jalanan, dapat mengerti dan merasakan keadaan anak jalanan

dalam beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam hidupnya.

• Esteem support yaitu seberapa besar anak jalanan menerima dukungan dari

orang lain meliputi ketersediaan untuk memberikan penghargaan yang

dihayati positif oleh anak jalanan dan persetujuan terhadap gagasan yang


diberikan anak jalanan dalam beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam

hidupnya.

• Instrumental support yaitu seberapa besar anak jalanan menerima dukungan

dari orang lain meliputi ketersediaan memberikan bantuan secara nyata dan

langsung kepada anak jalanan seperti menyediakan barang-barang atau alat-

alat yang dibutuhkan sebagai penunjang bagi anak jalanan dalam melakukan

aktivitas di jalanan, membantu menyelesaikan tugas yang dihadapi anak

jalanan dalam beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam hidupnya.

• Informational support yaitu seberapa besar anak jalanan menerima dukungan

dari orang lain meliputi ketersediaan memberikan saran dan informasi yang

berkaitan dengan masa depan yang akan dijalani oleh anak jalanan dalam

beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam hidupnya.

• Networking support yaitu seberapa besar anak jalanan menerima dukungan

dari orang lain meliputi ketersediaan memberikan kesempatan untuk

mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial atau dilibatkan menjadi bagian

dari suatu kelompok.

3.3.2 Definisi Operasional Resiliensi

Resiliensi adalah sejauh mana kemampuan anak jalanan untuk beradaptasi

dengan baik di tengah lingkungan yang tidak kondusif, menjalani kehidupannya

tanpa berlarut-larut memikirkan nasibnya sebagai anak jalanan dan dapat

mengatasi tekanan hidup yang dialaminya, yang dapat dilihat dari empat aspek

sebagai berikut :


1. Social competence adalah sejauh mana anak jalanan mampu berhubungan atau

berelasi dengan orang lain. Social competence ini meliputi empat sub aspek,

yaitu :

• Responsiveness : sejauh mana anak jalanan mampu untuk memberikan

respon positif terhadap orang lain dan menerima masukan dari orang lain.

• Communication : sejauh mana anak jalanan mampu mengungkapkan apa

yang dirasakannya tanpa menyakiti orang lain dan mampu berkomunikasi

dengan baik dalam berhubungan dengan orang lain.

• Empathy and caring : sejauh mana anak jalanan dapat mengerti dan

memahami perasaan orang lain sesuai dengan apa yang dirasakan orang

tersebut.

• Compassion, altruism, and forgiveness : sejauh mana anak jalanan mampu

untuk memperhatikan dan menolong orang lain, mampu untuk memaafkan

diri sendiri dan mampu memaafkan orang yang menyakiti hatinya.

2. Problem solving adalah sejauh mana anak jalanan mampu untuk mencari jalan

keluar dari masalahnya. Problem solving ini meliputi empat sub-aspek yaitu :

• Flexibility : sejauh mana anak jalanan mampu mencari solusi atau

alternatif terbaik dalam menghadapi tekanan hidupnya dan tidak menyerah

saat mendapat hambatan dalam menjalankan kehidupannya

• Planning : sejauh mana anak jalanan mampu merencanakan langkah-

langkah dalam menjalankan kehidupannya dan menetapkan tujuan

hidupnya


• Resourcefulness : sejauh mana anak jalanan mampu mengenali masalah

sebagai tantangan, mampu mencari kesempatan agar dapat bertahan dalam

menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan

• Critical thinking and insight : sejauh mana anak jalanan mampu untuk

mengambil pelajaran dari masalah yang dihadapi.

3. Autonomy adalah sejauh mana anak jalanan mampu mengembangkan dirinya

untuk dapat bertindak secara mandiri dalam mengontrol lingkungan.

Autonomy ini meliputi enam aspek yaitu :

• positive identity : sejauh mana anak jalanan mampu untuk mengetahui

identitas dirinya dan menghargai dirinya sendiri

• internal locus of control : sejauh mana anak jalanan mampu mengontrol

dirinya untuk berperilaku sesuai norma yang berlaku di masyarakat dan

mampu memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan dalam hidupnya

• self efficacy and mastery : sejauh mana anak jalanan mampu dan yakin

akan kemampuan dirinya dalam bidang tertentu

• adaptive distancing and resistance : sejauh mana anak jalanan mampu

untuk tidak terpengaruh pada pengaruh buruk di lingkungan sekitar dan

mampu untuk tidak tergantung orang lain.

• self awareness and mindfulness : sejauh mana anak jalanan mampu untuk

mengontrol emosi dan tidak mudah terpancing emosi

• Humor : sejauh mana anak jalanan mampu untuk menciptakan suasana

gembira dan mampu membangkitkan perasaan gembira.


4. Sense of purpose adalah sejauh mana anak jalanan mampu bertingkah laku

menuju tujuan dengan rasa percaya diri.

• Goal direction, achievement motivation, and educational aspirations :

sejauh mana anak jalanan mampu merencanakan dan mengarahkan

tindakan untuk mencapai tujuan .

• Special interest, creativity, and imagination : sejauh mana anak jalanan

mempunyai ketertarikan terhadap minat/hobi pada bidang tertentu

• Optimisme and hope : sejauh mana anak jalanan yakin dan mampu untuk

mencapai harapan masa depan.

• Faith and spirituality : sejauh mana anak jalanan mampu untuk

mendekatkan diri pada Tuhan.

3.4 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan

yang sedang mengikuti pembinaan di Harry Roesli Foundation. Penelitian

populasi adalah penelitian yang dilakukan terhadap lingkungan luas, dengan

semua subjek penelitian dan kesimpulannya berlaku bagi semua subjek penelitian

tersebut (Suharsimi Arikunto, 2003:208). Populasi yang berjumlah 15 orang ini

berada pada tahap remaja dan termasuk dalam kategori high risk to be street

children.


3.5 Alat Ukur

Untuk dapat memperoleh data empirik, pada penelitian ini digunakan alat

ukur yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Adapun alat ukur yang digunakan

adalah sebagi berikut :

3.5.1 Data Penunjang

Data penunjang digunakan untuk mengetahui informasi mengenai sumber

dukungan sosial yang dibutuhkan oleh anak jalanan dan bentuk dukungan sosial

yang dibutuhkan oleh anak jalanan di Harry Roesli Foundation. Teknik yang

digunakan adalah wawancara. Teknik ini digunakan sebagai data tambahan untuk

memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian sehingga dapat memberikan

hasil penelitian yang lebih lengkap.

3.5.2 Alat ukur dukungan sosial

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah

kuesioner yang dibuat berdasarkan teori dari Cobb (Sarafino:2002). Pengukuran

dukungan sosial menggunakan alat berupa kuesioner dengan format skala.

Pada setiap item, subjek diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang

paling menggambarkan keadaan dirinya pada skala 1 sampai 4.

Alternatif jawaban :

SS : Sangat sesuai

S : Sesuai

KS : Kurang sesuai

TS : Tidak sesuai


Didasarkan pada jawaban subjek yang mempertimbangkan jenis pernyataan,

terdapat dua jenis pernyataan yaitu item positif (+) dan item negatif (-). Penilaian

yang akan diberikan pada jawaban pernyataan memiliki bobot nilai 1 sampai

dengan 4 dengan ketentuan sebagai berikut :

Untuk item positif (+) Untuk item negatif (-)

SS : 4 SS : 1

S : 3 S : 2

KS : 2 KS : 3

TS : 1 TS : 4

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Dukungan Sosial

Aspek Indikator Item Positif Item Negatif 1. Emotional

Support

• Keluarga mendengarkan kesulitan yang dihadapi anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(30) (37)

• Teman mendengarkan kesulitan yang dihadapi anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(2) (46)

• Pengasuh bersedia mendengarkan kesulitan yang dihadapi anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(54), (31) (64), (3)

• Keluarga mengerti dan merasakan keadaan anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(7), (43) (58), (4)

• Teman mengerti dan merasakan keadaan anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(5), (55) (21, (39)

• Pengasuh mengerti dan merasakan keadaan anak jalanan dalam menjalankan kehidupannya

(1) (53)

2. Esteem • Keluarga memberikan penghargaan positif kepada anak jalanan

(38), (32) (62), (6)


support • Teman memberikan penghargaan positif kepada anak jalanan

(16) (56)

• Pengasuh memberikan penghargaan positif kepada anak jalanan

(26), (66) (50), (22)

• Keluarga memberikan persetujuan terhadap gagasan atau ide yang disampaikan anak jalanan

(68), (17) (27), (33)

• Teman memberikan persetujuan terhadap gagasan atau ide yang disampaikan anak jalanan

(51), (8) (67), (23)

• Pengasuh memberikan persetujuan terhadap gagasan atau ide yang disampaikan anak jalanan

(14), (47) (40), (28)

3.Instrumental

support

• Keluarga memberikan bantuan langsung yang dibutuhkan anak jalanan

(20), (59) (65), (34)

• Teman memberikan bantuan langsung dalam bentuk barang, fasilitas yang dibutuhkan anak jalanan

(61), (19) (45), (13)

• Pengasuh memberikan bantuan langsung dalam bentuk barang, fasilitas yang dibutuhkan anak jalanan

(48), (9) (52), (35)

4.Informational

support

• Keluarga memberikan saran dan informasi yang berkaitan dengan masa depan yang akan dijalani oleh anak jalanan

(41), (12) (60), (24)

• Teman memberikan saran dan informasi yang berkaitan dengan masa depan yang akan dijalani oleh anak jalanan

(44) (63)

• Pengasuh memberikan saran dan informasi yang berkaitan dengan masa depan yang akan dijalani oleh anak jalanan

(36) (10)

5. Networking

support • Keluarga memberikan kesempatan

memberikan kesempatan untuk dilibatkan menjadi bagian dari suatu kelompok

(42) (25)


• Teman-teman memberikan kesempatan untuk dilibatkan menjadi bagian dari suatu kelompok

(15), (57) (49), (18)

• Kakak pengasuh memberikan kesempatan untuk dilibatkan menjadi bagian dari suatu kelompok

(29) (11)

Keterangan : Skala terdiri dari 68 item yang mewakili kelima aspek dari dukungan

sosial. Item yang dicetak tebal dan digaris bawahi adalah item yang tidak valid.

3.5.3 Alat Ukur Resiliensi

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

yaitu, kuesioner yang dibuat berdasarkan teori dari Bonie Benard, 2004.

Pengukuran resiliensi menggunakan alat berupa kuesioner dengan format skala.

Pada setiap item, subjek diminta untuk menempatkan dirinya pada skala 1 sampai

4.

Alternatif jawaban :

SS : Sangat sesuai

S : Sesuai

KS : Kurang sesuai

TS : Tidak sesuai

Didasarkan pada jawaban subjek yang mempertimbangkan jenis pernyataan,

terdapat dua jenis pernyataan yaitu item positif (+) dan item negatif (-). Penilaian

yang akan diberikan pada jawaban pernyataan memiliki bobot nilai 1 sampai

dengan 4 dengan ketentuan sebagai berikut :


Untuk item positif (+) Untuk item negatif (-)

SS : 4 SS : 1

S : 3 S : 2

KS : 2 KS : 3

TS : 1 TS : 4

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Resiliensi

Aspek Sub Aspek Indikator Item Positif Item Negatif1. Social

competence

• Responsiveness • Mampu memberikan respon positif ketika berbicara dengan orang lain

(1), (7), (98) (5), (3), (62)

• Mampu menerima masukan dari orang lain

(2), (97) (18), (99)

• Communication • Mampu mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa menyakiti orang lain

(60), (101) (4), (112)

• Mampu berkomunikasi dengan baik dalam berhubungan dengan orang lain

(92), (6) (8), (78)

• Empthy and

Caring

• Mampu memahami perasaan orang lain yang sedang kesulitan

(34), (93) (17), (63)

• Mampu peduli dengan memberikan pertolongan kepada orang lain

(59), (96) (10), (94)


• Compassion,

alturism,

forgiveness

• Mampu memaafkan diri sendiri dan orang lain yang menyakiti hatinya

(16), (102) (50), (95)

• Memiliki keinginan untuk menolong orang lain yang mengalami keadaan yang sama dengan dirinya

(33), (77) (87), (11)

2. Problem Solving

• Planning • Mampu merencanakan langkah-langkah dalam menjalankan kehidupannya dan menetapkan tujuannya

(35), (9) (100), (49)

• Flexibility • Mampu untuk mencari solusi atau alternatif dalam menghadapi tekanan hidupnya

(32), (103) (19), (64)

• Tidak menyerah saat mendapat hambatan dalam menjalankan kehidupannya

(104), (36) (54), (51)

• Resourcefulness • Mampu mengenali masalah sebagai tantangan

(58), (15) (82), (12)

• Mampu mencari kesempatan agar dapat bertahan dalam menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan

(86), (57) (20), (88)


• Critical thinking and insight

• Mampu untuk dapat mengambil pelajaran dari masalah yang dihadapi

(56), (105) (65), (31)

3.Autonomy • Positive identity • Memiliki identitas diri yang positif untuk menghargai dan mengenali diri sendiri

(111), (14) (66), (76)

• Internal locus of control and initiative

• Mampu mengontrol dirinya sendiri dengan bertingkah laku sesuai norma dan peraturan yang berlaku

(110), (67) (29), (79)

• Mampu memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan dalam hidupnya

(47), (109) (30), (81)

• Self efficacy and mastery

• Yakin akan kemampuan diri sendiri

(75) (37)

• Mampu untuk mencoba melakukan sesuatu yang baru

(85), (61) (55), (13)

• Adaptive distancing and resistance

• Memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh pada pengaruh buruk di lingkungan sekitar

(24), (89) (42), (68)

• Memiliki sikap tidak tergantung orang lain.

(84), (48) (21), (106)


• Self awarness and mindfulness

• Mampu mengontrol emosi dan tidak mudah terpancing emosi

(26), (46) (38), (80)

• Humor • Mampu untuk menciptakan suasana gembira

(108), (44) (53), (27)

4. Sense of purpose

• Goal direction, achievement motivation, and educational aspirations

• Mampu untuk mengarahkan tindakan untuk mencapai tujuan

(25), (71) (39), (107)

• Special interest, creativity, and imaginations

• Memiliki minat/hobi pada bidang tertentu

(43), (72) (83), (69)

• Optimism and hope

• Mempunyai keyakinan akan masa depannya

(22), (73) (28), (41)

• Memiliki harapan akan masa depan yang lebih baik

(45), (90) (70), (52)

• Faith, spirituality, and sense of meaning

• Mampu mendekatkan diri pada Tuhan

(23), (74) (40), (91)

Keterangan: Skala terdiri dari 112 item yang mewakili keempat aspek dari

resiliensi. Item yang dicetak tebal dan digaris bawahi adalah item yang idak valid.

3.6 Uji Coba Alat Ukur

Proses uji coba alat ukur dimaksdukan untuk mengetahui apakah alat ukur

yang digunakan valid dan reliable untuk penelitian ini, karena suatu pengukuran

yang baik harus memiliki validitas dan realibilitas.


3.6.1 Validitas Alat Ukur

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut

memiliki ketepatan dalam melakukan pengukuran, atau dengan kata lain apakah

alat ukur tersebut dapat benar-benar mengukur apa yang hendak diukur

(Suharsimi Arikunto : 1998).

Validitas : Korelasi antara skor tiap item dengan skor total item

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi rank spearman yang

dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Penelitian ini digunakan karena jenis

data yang diperoleh adalah data ordinal. Rumus korelasi rank Spearman :

��

��

��

�� +−�

��

��

��

�� +−

��

�� +−

=

��

�2

22

2

2

21))((

21))((

21)()(

NNYRNNXR

NNYRXRrs

Keterangan : R(X) = Ranking variabel X (skor item) R(Y) = Ranking variabel Y (skor total)

N = Jumlah subjek penelitian

3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dipercaya atau dapat diandalkan, yang menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten. (Djamaludin Ancok, 1989 : 22). Reliabilitas untuk

mengetahui sejauh mana alat ukur yang digunakan tersebut memiliki taraf

ketelitian, kepercayaan, kekonstanan ataupun kestabilan.

.Dalam penelitian ini, setelah melakukan uji validitas alat ukur dan

mendapatkan item-item yang valid, maka selanjutnya dilakukan uji reliabilitas alat

ukur. Metode analisis reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode Split Half (Belah Dua). Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah

sebagai berikut (Djamaludin Ancok, 1989:25) :

1. Membagi item-item valid menjadi dua belahan (kelompok), yaitu item

bernomor ganjil dan item bernomor genap. Item yang bernomor genap

dikelompokkan sebagai belahan pertama, sedangkan yang bernomor ganjil

dikelompokkan sebagai belahan kedua.

2. Skor masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan. Langkah ini akan

menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden, yakni skor total

belahan pertama dan skor belahan kedua.

3. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dan skor total belahan kedua

dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman.

4. Karena angka korelasi yang diperoleh adalah angka korelasi dari alat ukur

yang dibelah, maka angka korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada

angka korelasi yang didapat jika alat ukur tersebut tidak dibelah. Oleh karena

itu harus dicari angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah. Cara

mencari reliabilitas untuk keseluruhan item adalah dengan mengkorelasikan

angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkan ke dalam rumus :

tt

tttot r

rR

+=

1)(2

Keterangan : rtot : angka reliabilitas keseluruhan item rtt = rs : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Parameter untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas alat

ukur dilihat berdasarkan parameter dari Guilford (Subino, 1987:115).


Tabel 3.3 Kriteria Guilford

Interval Koefisien Tingkat Reliabilitas 0,00-0,20 Tidak ada Reliabilitas 0,21-0,40 Reliabilitas rendah 0,41-0,70 Reliabilitas sedang 0,71-0,90 Reliabilitas tinggi 0,91-0,99 Reliabilitas sangat tinggi

1,00 Reliabilitas sempurna

Setelah diketahui bahwa kuesioner tersebut valid dan reliabel melalui uji

validitas dan reliabilitas di atas. Selanjutnya, data-data yang valid digunakan

dalam analisis selanjutnya (analisis statistik deskriptif). Untuk mengetahui berapa

besar frekuensi (persentase) responden/anak jalanan yang menerima dukungan

sosial atau yang memiliki resiliensi yang tinggi dan rendah, maka perlu dilakukan

pengkategorian berdasarkan kriteria ideal, dengan cara menentukan nilai median

dari alat ukur sebagai patokannya.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dengan menggunakan metode statistik persentase (%). Alasan

menggunakan teknik persentase adalah :

• Data yang digunakan adalah data ordinal

• Data yang didapat bersifat kuantitatif

Teknik statistik persentase adalah sebagai berikut :


a. Menentukan norma kategori dukungan sosial dan norma kategori resiliensi

secara keseluruhan dan norma kategori tiap aspek dengan dua kelas yaitu

tinggi dan rendah. Tahapan membuat frekuensi adalah :

o Jumlah item dikalikan dengan nilai skala terkecil dan dikalikan dengan

nilai skala terbesar

o Menentukan rentang yaitu dengan cara mengurangi hasil perkalian jumlah

item dengan nilai skala terbesar dengan hasil perkalian jumlah item

dengan nilai skala terkecil

o Menentukan panjang kelas

o Ambil perkalian jumlah item dengan nilai skala terkecil sebagai minimum

dalam kelas terendah, kemudian tambahkan panjang kelas kepada skor

minimum

o Kelas yang tinggi berikutnya mulai dengan nilai di atas skor maksimum

dari kelas terendah dan seterusnya hingga sampai skor maksimum dari

kelas tertinggi yaitu hasil perkalian jumlah item dengan nilai skala terbesar

b. Menghitung persentase norma kategori dukungan sosial dan norma kategori

resiliensi dengan perhitungan :

Jumlah Frekuensi x 100% �Banyak Populasi

c. Menghitung persentase norma kategori tiap aspek dukungan sosial dan norma

kategori tiap aspek resiliensi dengan perhitungan :

Jumlah Frekuensi x 100% �Banyak Populasi


d. Hasil perhitungan tersebut kemudian dianalisa secara deskriptif, sehingga

secara umum dapat menggambarkan bagaimana dukungan sosial dan

bagaimana resiliensi subjek penelitian.

3.8 Prosedur Penelitian

Secara keseluruhan prosedur penelitian ini terdiri dari lima tahap yaitu

sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

a. Melakukan studi kepustakaan dan observasi untuk menetapkan

masalah

b. Memilih topik penelitian sesuai dengan masalah yang akan diteliti

c. Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan

yang diteliti

d. Menetapkan lokasi dan sampel penelitian

e. Menetukan teknik pengambilan data

f. Menentukan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian

g. Menetapkan jadwal pengambilan data

2. Tahap pengambilan data

a. Mencari data populasi sampel anak jalanan di Harry Roesli

Foundation sesuai dengan karakteristik sampel yang telah ditentukan

b. Meminta sampel mengisi alat ukur yang telah dipersiapkan


3. Tahap pengolahan data

a. Melakukan skoring dari data yang telah diperoleh

b. Melakukan tabulasi data

c. Mengolah data

4. Tahap pembahasan

a. Menginterpretasikan hasil analitis yang dibahas berdasarkan teori

yang digunakan

b. Membahasa dan menarik kesimpulan dari hasil interpretasi

c. Memberikan saran atas manfaat dari penelitian yang telah dilakukan

5. Tahap akhir

a. Menyusun laporan penelitian

b. Memperbaiki dan menyempurnakan laporan penelitian secara

menyeluruh

73

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran mengenai dukungan

sosial dan resiliensi pada anak jalanan di Harry Roesli Foundation Bandung. Dari

pengambilan data yang telah dilakukan, peneliti melakukan pengambilan data

kepada seluruh populasi anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation

Bandung. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan yang

dilengkapi dengan pembahasan yang didasarkan pada perhitungan statistik serta

penjelasan-penjelasan teoritis.

4.1 Hasil dan Pengolahan data Dukungan Sosial

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase

Dukungan Sosial

Kriteria f p (%)Rendah 2 13,33Tinggi 13 86,67

Total 15 100

Gambar 4.1 Hasil Perhitungan Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial

Bab IV Hasil dan Pembahasan 74

Berdasarkan tabel dan gambar di atas terlihat bahwa dari 15 orang anak jalanan

yang menjadi objek penelitian ini, 86,67% (13 orang) anak jalanan menerima

dukungan sosial yang tinggi. Sedangkan 13,33% (2 orang) anak jalanan menerima

dukungan sosial yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mayoritas

anak jalanan memiliki dukungan sosial yang tinggi. Artinya, lebih banyak anak

jalanan di Harry Roesli Foundation yang memaknakan menerima dukungan sosial

dari orang lain dibandingkan anak jalanan yang memaknakan jarang menerima

dukungan sosial dari orang lain.

Tabel 4.2 Bentuk dan Sumber Dukungan Sosial yang Diterima Anak Jalanan

di Harry Roesli Foundation Bandung

Subjek Dukungan Emosional

Dukungan Penghargaan

Dukungan Instrumental

Dukungan Informasi

Dukungan Jaringan

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 A T T T T T T T T T T T T T T T B T T T T T T T T T T T T R T T C T T T T T T T T T R R T R T T D R R T R T T R R R R R R R R R E T T T R T T T T T T T T R T T F R T T R R T R R T R T T R T R G T T T T T T T T T R T T R T T H T T T R T T R T R R R T R T T I T T T T T T R T T T T T R T T J T T T T T T T T T T T T T T R K T T T T T T T T T T T T R T T L R T T R R T R T T R R T R T R M R T T R T T R T R R T T R T T N T T T T T T T T T T T T R T T O T T T T T T T T T T T T R T T

Ket : 1 = Sumber Dukungan dari Keluarga 2 = Sumber Dukungan dari Teman 3 = Sumber Dukungan dari Kakak Pengasuh T = Tinggi R = Rendah


Untuk mengetahui persentase tinggi rendah sumber dukungan sosial yang

diterima oleh anak jalanan, maka disajikan tabel hasil perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Persentase Sumber Dukungan Sosial yang Diterima Anak Jalanan di Harry

Roesli Foundation Bandung

Kriteria Keluarga Teman Kakak Pengasuh n % n % n %

Tinggi 38 50.67 65 86.67 66 88 Rendah 37 49.33 10 13.33 9 12

Gambar 4.2 Diagram Hasil Perhitungan Persentase Sumber Dukungan Sosial yang

Diterima Anak Jalanan di Harry Roesli Foundation Bandung

Berdasarkan tabel dan gambar di atas terlihat mayoritas (88%) anak jalanan

menerima dukungan sosial dari Kakak Pengasuh. Sebanyak (86,67%) anak

jalanan menerima dukungan sosial dari teman. Sedangkan (52%) anak jalanan

menerima dukungan sosial dari keluarga. Artinya, anak jalanan di Harry Roesli

Foundation memaknakan lebih menerima dukungan sosial dari kakak pengasuh

dibandingkan dengan teman dan keluarga.


Tabel 4.4 Gambaran Profile Sumber Dukungan Sosial yang Diterima Anak Jalanan di

Harry Roesli Foundation Bandung

Subjek Sumber Dukungan Sosial yang Diterima

A Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh B Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh C Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh D Kakak Pengasuh E Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh F Teman dan Kakak Pengasuh G Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh H Teman dan Kakak Pengasuh I Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh J Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh K Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh L Teman dan Kakak Pengasuh M Teman dan Kakak Pengasuh N Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh O Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh

Untuk mengetahui persentase tinggi rendah bentuk dukungan yang di

sosial yang diterima oleh anak jalanan pada tiap aspek bentuk dukungan sosial,

maka disajikan tabel hasil perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil perhitungan Persentase Peraspek Bentuk Dukungan Sosial yang

Diterima Anak Jalanan di Harry Roesli Foundation Bandung

Kriteria

Dukungan Emosional

Dukungan Penghargaan

Dukungan Instrumental

Dukungan Informasi

Dukungan Jaringan

n % n % n % n % n % Tinggi 13 86.67 12 80 14 93.33 8 53.33 11 73.33 Rendah 2 13.33 3 20 1 6.67 7 46.67 4 26.67 Ket : n = Jumlah responden % = Persentase


��

��

��

��

��

��

��

��

�

�

��

��

��

�

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��!��

"��

#��$��

Gambar 4.3 Diagram Hasil Perhitungan Persentase Peraspek Bentuk Dukungan Sosial

yang Diterima Anak Jalanan di Harry Roesli Foundation Bandung

Berdasarkan tabel dan diagram di atas terlihat bahwa dari 15 orang anak jalanan

yang diteliti, 93,33% (14 orang) anak jalanan cenderung menerima aspek

dukungan sosial pada aspek dukungan instrumental. Kemudian, 86,67% (13

orang) anak jalanan cenderung menerima aspek dukungan sosial pada aspek

dukungan emosional. Sebanyak 80% (12 orang) anak jalanan cenderung

menerima aspek dukungan sosial yang pada aspek dukungan penghargaan.

73,33% (11 orang) anak jalanan cenderung menerima aspek dukungan sosial pada

aspek dukungan jaringan. Sedangkan 53,33% (8 orang) anak jalanan cenderung

menerima aspek dukungan sosial pada aspek dukungan informasi. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa penerimaan dukungan yang paling dirasakan

tinggi diantara kelima bentuk dukungan sosial adalah penerimaan bentuk

dukungan instrumental. Artinya, anak jalanan di Harry Roesli Foundation

memaknakan banyak menerima bentuk dukungan langsung berupa peminjaman


alat musik, penyediaan tempat untuk berlatih musik, pengajaran keterampilan-

keterampilan yang menunjang bagi pekerjaan anak jalanan. Sebaliknya,

penerimaan dukungan yang dirasakan paling rendah diantara kelima bentuk

dukungan sosial adalah penerimaan bentuk dukungan informasi. Artinya, anak

jalanan di Harry Roesli Foundation memaknakan kurang menerima dukungan

berbentuk bantuan berupa saran, informasi, ataupun umpan balik dari orang lain.

Tabel 4.6 Gambaran Profile Bentuk Dukungan Sosial yang Diterima dan yang

Dibutuhkan Anak Jalanan

Subjek Bentuk Dukungan Sosial yang Diterima

A Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan B Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan C Emosional, Penghargaan, Instrumental, Jaringan D Penghargaan E Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan F Instrumental G Emosional, Penghargaan, Instrumental, Jaringan H Emosional, Instrumental, Jaringan I Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan J Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi K Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan L Emosional dan Instrumental M Emosional, Penghargaan, Instrumental, Jaringan N Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan O Emosional, Penghargaan, Instrumental, Informasi, Jaringan

4.2 Hasil dan Pengolahan Data Resiliensi

Tabel 4.7 Hasil Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendah Resiliensi

Kriteria f %Rendah 2 13,33Tinggi 13 86,67

Total 15 100


Gambar 4.4 Hasil Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendah Resiliensi

Berdasarkan tabel dan gambar di atas terlihat bahwa dari 15 orang anak

jalan yang menjadi objek penelitian ini, 86,67% (13 orang) anak jalanan memiliki

resiliensi yang tinggi. Sedangkan 13,33% (2 orang) anak jalanan memiliki

resiliensi yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mayoritas anak

jalanan memiliki resiliensi yang tinggi. Artinya, anak jalanan di Harry Roesli

Foundation memiliki kemampuan adaptasi yang baik dalam mengatasi

pengalaman yang tidak menyenangkan dan tetap teguh dalam situasi menekan

ketika menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan.

Untuk mengetahui persentase tinggi rendah resiliensi yang dimiliki oleh

anak jalanan pada tiap aspek resiliensi, maka disajikan tabel hasil perhitungan

sebagai berikut:


Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Persentase

Aspek-aspek Resiliensi

Kriteria Social

Competence Problem solving Autonomy Sense of

purpose n % n % n % n %

Tinggi 12 80 10 66,67 13 86,67 11 73,33 Rendah 3 20 5 33,33 2 13,33 4 26,67

Ket : n = Jumlah responden % = Persentase

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

%�&��&��'��&�

��(��)��

*��+ %�� '��'��

"��

#��$��

Gambar 4.5 Diagram Hasil Perhitungan Persentase Aspek-Aspek Resiliensi

Berdasarkan tabel dan diagram di atas terlihat bahwa dari 15 orang anak

jalanan/responden yang diteliti, 86,67% (13 orang) anak jalanan cenderung

memiliki aspek resiliensi yang tinggi pada aspek autonomy. Kemudian, 80% (12

orang) anak jalanan cenderung memiliki aspek resiliensi yang tinggi pada aspek

social competence. Sebanyak, 66,67% (11 orang) anak jalanan/responden

cenderung memiliki aspek resiliensi yang tinggi pada aspek sense of power.

Sedangkan 53,33% (10 orang) anak jalanan cenderung memiliki aspek resiliensi

yang tinggi pada aspek problem solving. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa mayoritas anak jalanan cenderung memiliki aspek resiliensi autonomy


yang lebih dominan. Artinya, anak jalanan di Harry Roesli Foundation cenderung

memiliki kemampuan untuk bertindak secara mandiri dan tidak tergantung orang

lain dalam menghadapi berbagai tekanan dalam menjalankan kehidupannya

sebagai anak jalanan.

Tabel 4.9 Gambaran Profile Resiliensi Anak Jalanan

di Harry Roesli Foundation Bandung

Subjek Resiliensi A Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi B Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi C Tinggi; aspek social competence rendah, 3 aspek resiliensi tinggi D Rendah; 3 aspek resiliensi rendah, aspek social competence tinggi E Tinggi; aspek sense of purpose rendah, 3 aspek resiliensi tinggi F Rendah; 3 aspek resiliensi rendah, aspek sense of purpose tinggi G Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi H Tinggi; aspek social competence dan sense of purpose rendah, 2 aspek resiliensi tinggi I Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi J Tinggi; aspek problem solving rendah, 3 aspek resiliensi tinggi K Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi L Tinggi; aspek problem solving dan sense of purpose rendah, 2 aspek resiliensi tinggi M Tinggi, aspek problem solving rendah, 3 aspek resiliensi tinggi N Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi O Tinggi; semua aspek resiliensi tinggi

4.3 Pembahasan

Pembahasan akan mengacu pada analisis dan konsep teoritis yang

digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran mengenai sumber dukungan sosial, bentuk dukungan sosial, dan

resiliensi anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation dalam

menjalankan kehidupannya.


4.3.1 Pembahasan Secara Keseluruhan

Dalam menghadapi tekanan-tekanan yang terjadi dalam hidupnya, anak

jalanan tidak dapat menghadapinya sendiri melainkan membutuhkan adanya

dorongan, dukungan dan umpan balik dari orang lain. Anak jalanan membutuhkan

orang lain yang dianggap bermakna dalam kehidupannya. Bryant

(Santrock:2005) mengatakan bahwa dukungan sosial sangat diperlukan anak

ketika anak mengalami tekanan. Dukungan sosial diartikan sebagai adanya

penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang lain terhadap individu yang

menimbulkan persepsi dalam diri individu tersebut bahwa ia disayangi,

diperhatikan, dihargai dan ditolong saat diperlukan ataupun dalam mengatasi

tantangan, stress, dan penderitaan (Cobb, Sarafino:2002).

Berdasarkan pengolahan data statistik diperoleh hasil bahwa mayoritas

anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation memaknakan menerima

dukungan sosial. Dengan adanya penerimaan dukungan sosial, akan

menumbuhkan keyakinan dalam diri anak jalanan bahwa ia tidak menghadapi

masalahnya sendiri. Anak jalanan merasa ada orang yang akan membantu dan

memberikan dukungan terhadap masalah yang dihadapinya. Sebaliknya, bagi anak

jalanan yang memaknakan kurang menerima dukungan sosial, mereka

memaknakan bahwa dukungan yang diberikan orang lain kepada anak jalanan

dirasakan kurang membantu dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

Dukungan sosial yang mereka terima bersumber dari orang-orang terdekat

mereka seperti keluarga, teman, dan kakak pengasuh. Sumber dukungan yang

paling banyak diterima anak jalanan berasal dari kakak pengasuh (Gambar 4.2).


Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kakak pengasuh dapat dipersepsikan

sebagai orang penting oleh anak jalanan. Hal ini disebabkan waktu pembinaan

yang cukup lama, intensitas seringnya anak jalanan datang ke Harry Roesli

Foundation dan seringnya anak jalanan berinteraksi dengan kakak pengasuh

memungkinkan mereka mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk

mendapatkan perhatian dari kakak pengasuh. Hal ini sejalan dengan teori yang

mengatakan bahwa individu yang memiliki jaringan sosial dengan kuantitas dan

kualitas yang agak tinggi dari hubungan, mungkin memiliki banyak kesempatan

untuk menerima dukungan sosial (Michelle, Schaefer, Coyne & Lazarus,

Sarafino:2002). Selain itu, adanya ketersediaan bantuan dan dukungan kakak

pengasuh di saat anak jalanan membutuhkan bantuan. Kakak pengasuh

menampilkan tingkah laku yang menyatakan bahwa anak jalanan dapat

mengandalkan mereka, terutama disaat anak jalanan membutuhkan bantuan

langsung yang mereka butuhkan ketika anak jalanan mengalami kesulitan dalam

menjalankan kehidupannya. Kakak pengasuh memberikan dukungan kepada anak

jalanan untuk mengembangkan bakat-bakat dan keterampilannya sehingga mereka

mendapatkan pengetahuan dalam bermain musik, memiliki kesempatan untuk

dapat pentas, memiliki informasi mengenai jadwal pentas, dan memberikan

penilaian mengenai kemampuan mereka.

Sumber dukungan sosial yang paling rendah berasal dari keluarga

(Gambar 4.2). Situasi yang terjadi pada anak jalanan berbeda dengan anak pada

umumnya, karena sebagian besar anak jalanan jarang melakukan kontak dengan

keluarganya. Keluarga cenderung menjadikan mereka sebagai alat pencari uang,


selain harus bekerja di jalanan. Anak jalanan juga sering mendapat perlakuan

yang tidak menyenangkan dari keluarganya misalnya dimarahi atau dipukul jika

penghasilan mereka sehari tidak memenuhi target yang ditetapkan oleh keluarga

mereka. Selain itu, banyak anak jalanan yang mengalami konflik dengan

keluarganya. Dalam hal ini, anak jalanan merasa bahwa keluarga kurang

memberikan perhatian kepada anak jalanan sehingga keluarga kurang mengetahui

kebutuhannya, keluarga jarang memberikan petunjuk atau pengarahan terhadap

masalah yang dihadapi oleh anak jalanan sehingga kurang adanya timbal balik

yang terjadi diantara mereka, selain itu anak jalanan lebih sering menghabiskan

waktu bersama teman dan kakak pengasuh dibandingkan dengan keluarga.

(Broadhead et.al, Connel & D’Augelli, Wortman & Dunkel Schetter,

Sarafino:2002) mengatakan tidak semua individu dapat menerima dukungan

keluarga, ada beberapa faktor yang dapat menentukan apakah seseorang

menerima dukungan tersebut atau tidak.

Dukungan dari lingkungan yang dimaknakan atau dipersepsikan oleh anak

jalanan terdiri dari beberapa aspek, yaitu: emosional, penghargaan, instrumental,

informasi, dan kelompok (Cohen&MCKay, Cutrona&Russel, House, Schaefer,

Coyne & Lazarrus, Wills, Sarafino: 2002). Masing-masing bentuk dukungan

sosial tersebut memiliki karakteristik perilaku yang berbeda dan dapat diterima

anak jalanan pada saat yang berbeda-beda, tergantung pada situasi tekanan yang

mereka alami (Wortman and Dunkel-Schetter, Sarafino : 2002). Tidak semua

orang mendapatkan dukungan sosial yang mereka butuhkan, dukungan sosial

dapat menimbulkan dampak negatif apabila dukungan sosial yang diterima tidak


memenuhi tingkat pengharapan penerima (Cohen and McKay, Sarafino:2002).

Data statistik memperlihatkan bahwa bentuk dukungan instrumental memiliki

nilai paling tinggi dibandingkan dengan bentuk dukungan sosial lainnya (Gambar

4.2) Instrumental support yang diterima anak jalanan meliputi teman atau kakak

pengasuh mengajarkan alat musik ketika anak jalanan belum bisa memainkannya,

membantu anak jalanan ketika sedang mengalami kesulitan dalam bekerja di

jalanan, meminjamkan alat musik untuk berlatih musik dan bermain musik di

jalanan maupun di acara pentas musik, orangtua mengizinkan mereka untuk

mengikuti latihan musik, meminjamkan buku musik untuk mengembangkan

pekerjaannya, dan menyediakan fasilitas berupa alat musik dan tempat berlatih

musik. Anak jalanan Harry Roesli Foundation merasa lebih menerima dukungan

berupa bantuan barang dan jasa. Dalam hal ini anak jalanan di Harry Roesli

Foundation merasa dukungan instrumental dapat lebih menunjang mereka untuk

menjalankan pekerjaannya sebagai pengamen seperti dengan adanya fasilitas

untuk berlatih musik, mereka dapat menguasai lebih dari satu macam alat musik

dan skill bermain musik juga meningkat. Hal ini membantu mereka untuk

menjalankan kehidupannya sehari-hari, terutama untuk meningkatkan penghasilan

mereka sehari-hari. Menurut Thoits (Taylor:1999), dukungan berbentuk materi

atau tindakan nyata akan memudahkan penerima dukungan untuk dapat

memenuhi tanggungjawab perannya sehari-hari. Hal ini dapat terjadi apabila anak

jalanan mempersepsikan ketersediaan bantuan langsung tersebut secara positif.

Persentase yang kecil muncul pada penerimaan dukungan informasi

(Gambar 4.3) Pada bentuk dukungan ini, anak jalanan yang berada di Harry


Roesli Foundation merasa kurang menerima bentuk dukungan informasi.

Informational support yaitu bentuk dukungan yang mencakup memberikan saran

atau nasehat dan informasi yang berkaitan dengan masa depan yang akan dijalani

oleh anak jalanan dalam beradaptasi dan menghadapi tekanan dalam hidupnya.

Dalam hal ini anak jalanan kurang menerima umpan balik atas perkembangan

dirinya, arahan, nasehat, dan saran ketika mereka mengalami tekanan-tekanan

yang terjadi dalam hidupnya, menyusun rencana untuk tujuan hidupnya, informasi

mengenai pertimbangan hal-hal yang harus dilakukan anak jalanan, dsb. Dalam

menjalankan kehidupannya, umumnya mereka lebih menerima bantuan langsung

yang menunjang mereka dalam bekerja dibandingkan bantuan berupa informasi

ataupun penyuluhan-penyuluhan karena kepentingan mereka saat ini adalah

memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari bahkan memenuhi kebutuhan hidup

keluarga mereka. Menurut Thoits (1986), adanya dukungan informasi akan

membantu individu dalam memahami situasi dan mencari alternatif penyelesaian

masalah atau tindakan yang akan diambil. Kenyataannya, anak jalanan di Harry

Roesli Foundation merasa kurang menerima dukungan informasi yang memadai.

Anak-anak jalanan di Harry Roesli Foundation, memiliki cara pandang

yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah yang muncul akibat tekanan-

tekanan yang dialaminya. Ada anak-anak jalanan yang mampu bertahan dan pulih

dari suatu tekanan secara efektif dan ada anak-anak jalanan yang tidak dapat

bertahan karena tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Hal

ini kembali pada faktor individu, yakni sejauh mana individu memiliki ketahanan

untuk menghadapi berbagai tekanan hidup tanpa mengalami penyimpangan dalam


perkembangannya yang seringkali disebut sebagai resiliensi. Resiliensi adalah

kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara

baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan dan rintangan (Benard

: 2004).

Mayoritas anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation memiliki

kemampuan adaptasi yang baik dalam mengatasi masalah dan tetap teguh dalam

situasi menekan (Gambar 4.4). Mereka dapat menghadapi dan menyelesaikan

hambatan yang datang itu secara sehat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui

bahwa sebagian besar anak jalanan memiliki resiliensi yang tinggi dengan aspek

autonomy yang tergolong paling tinggi (Gambar 4.5). Artinya, anak jalanan

memiliki kemampuan yang tinggi untuk bertindak secara mandiri dan tidak

tergantung pada orang lain dalam mengatasi tekanan-tekanan negatif.

Dalam menjalankan kehidupannya, anak jalanan yang berada di Harry

Roesli Foundation terpaksa mengambil alih sebagian tugas yang seharusnya

menjadi tanggung jawab orangtua karena keterbatasan sumber daya seperti

bekerja sebagai tulang punggung keluarga dan mengambil keputusan-keputusan

terkait dengan kehidupannya. Sebagian anak jalanan bahkan harus mandiri secara

ekonomi dengan memperoleh penghasilan sendiri karena orang tua tidak bekerja.

Pemahaman bahwa dirinya merupakan sosok mandiri yang terpisah dan berbeda

dari lingkungan sekitar akan membentuk kekuatan-kekuatan tertentu pada diri

anak jalanan. Pengalaman mereka dalam mengelola tugas tanpa bantuan orang tua

mendorong terbentuknya kemandirian pada diri anak jalanan. Hal ini sesuai

dengan penelitian dari (Peterson & Wigley, Benard : 2004) bahwa salah satu


faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu adanya dorongan

untuk autonomy. Metode pembinaan Harry Roesli Foundation yang konsisten

memberikan batasan dan aturan kepada anak jalanan membuat anak jalanan

belajar untuk mengendalikan diri dan bertanggung jawab dalam perilakunya,

seperti datang latihan tepat waktu, dilarang mengkonsumsi obat-obatan terlarang,

dan harus bersih dari alkohol. Hal ini mengajarkan anak jalanan agar mereka

dapat disiplin dan bertanggung jawab walaupun tidak ada figur otoritas yang

hadir. Dengan adanya kontrol dari dalam diri anak jalanan, mereka dapat

bertindak dari perilaku yang menyimpang dengan norma-norma masyarakat

seperti minum-minuman beralkohol, bebas dari penggunaan obat-obat terlarang,

dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar mereka, khususnya

lingkungan jalanan.

Hal lain yang menyebabkan anak jalanan menjadi mandiri dapat

ditunjukkan dengan data bentuk dukungan instrumental yang tinggi dari keluarga,

teman, dan kakak pengasuh. Mereka memberikan dukungan langsung kepada

anak jalanan dengan mengajarkan keterampilan bermain musik, membantu

kesulitan yang dihadapi anak jalanan, dan memberikan kesempatan kepada anak

jalanan untuk mengikuti pentas musik membuat anak jalanan harus berani untuk

menghadapi tantangan baru dalam hidupnya. Bentuk dukungan langsung dari

keluarga, teman, dan kakak pengasuh membuat anak jalanan belajar untuk dapat

memanfaatkan sumber bantuan yang diterima.

Anak jalanan di Harry Roesli Foundation diajarkan untuk terus

meningkatkan kualitasnya dalam berlatih keterampilan sehingga mereka yakin


akan kemampuannya. Dengan memiliki keyakinan akan kemampuan yang

dimilikinya mendorong anak jalanan untuk terus berusaha agar tujuannya tercapai

sehingga mereka tidak tergantung pada orang lain dan memiliki pandangan positif

mengenai lingkungannya maupun kemampuannya untuk menghadapi dan

mengatasi tantangan hidup.

Aspek yang paling kecil terdapat pada aspek problem solving (Gambar

4.5). Anak jalanan di Harry Roesli Foundation kurang memiliki kemampuan

untuk untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Benard (2004) menekankan

bahwa masalah yang dimaksudkan berhubungan dengan masalah praktis yang

muncul sehari-hari dalam hidup seseorang. Pada dasarnya, kemampuan untuk

memecahkan masalah didasarkan pada kemampuan individu untuk berpikir secara

kreatif dan kritis. Berpikir kreatif berkaitan dengan kemampuan individu untuk

mengembangkan berbagai solusi dalam situasi tertentu, bahkan yang belum

pernah dijalani sebelumnya (Santrock : 2005). Pada anak jalanan, saat mereka

dihadapkan pada kasus yang membutuhkan solusi, hanya sebagian kecil dari anak

jalanan yang mampu mengenali bahwa masalah tersebut memang ada dan harus

dicari cara untuk menyelesaikannya. Dalam menjalankan kehidupannya, anak

jalanan tidak dibiasakan belajar lebih keras dan tekun untuk meningkatkan solusi

dalam memecahkan masalah. Pandangan yang dimiliki oleh anak jalanan biasanya

merupakan pandangan kurang jelas dan instant. Kurang jelas karena mereka ingin

menjadi orang sukses namun mereka mudah putus asa dalam menjalankannya dan

menganggap bahwa mereka tidak akan mungkin menjadi sukses seperti orang lain

karena mereka sadar mereka tidak berpendidikan. Instant karena banyak dari anak


jalanan di Harry Roesli Foundation yang tidak sabar dalam menjalani proses

menuju kesuksesan. Saat mereka membutuhkan uang lebih untuk kebutuhan

hidupnya, mereka lebih memilih meminta-minta di jalanan tanpa berusaha dan

mengambil resiko untuk bekerja di tempat lain selain di jalanan.

Berpikir kritis didefinisikan sebagai pola berpikir secara reflektif dan

mendalam mengenai permasalahan yang sedang dihadapi (Benard : 2004).

Berpikir kritis mencakup kemampuan untuk menganalisa situasi secara

menyeluruh dan membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang relevan

(Santrock : 2005). Tujuan anak jalanan saat ini adalah dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga mereka lebih menerima dukungan

langsung yang dapat menunjang pekerjaan mereka dibandingkan dukungan

informasi. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan nilai yang rendah

pada bentuk dukungan informasi.

Anak jalanan kurang mendapat informasi yang memadai dan kurang

mendapatkan pengetahuan yang banyak. Hal ini dapat ditunjukkan dengan data

bentuk dukungan sosial pada aspek informasi lebih rendah dibandingkan bentuk

dukungan sosial lainnya (Gambar 4.3). Semakin sedikit informasi yang dimiliki

oleh anak jalanan, semakin mereka kurang mengetahui dalam menangani hal-hal

yang harus mereka lakukan sehingga mereka kurang memiliki kemampuan untuk

menyusun rencana mereka dan kurang memiliki kemampuan untuk mengatasi

masalah-masalah yang mereka hadapi dalam hidupnya. Mereka mengandalkan

pengalaman mereka dan naluri mereka dalam mengambil keputusan dan

menyelesaikan masalah sehingga dalam membuat beberapa alternatif penyelesaian


masalah dan menentukan satu alternatif solusi yang dianggap paling tepat mereka

kurang bisa menyelesaikannya. Hal inilah yang menyebabkan anak jalanan kurang

memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam

menjalankan kehidupannya.

4.3.2 Pembahasan Subjek (A, B, C, E, G, H, I, J, K, L, M, N,dan O)

Hasil Pengolahan data statistik menunjukkan bahwa 86,67 % (13 orang)

subjek menerima dukungan sosial (Tabel 4.1). Hal ini berarti mayoritas subjek

memaknakan menerima dukungan sosial dari keluarga, teman, dan kakak

pengasuh. Sumber dukungan dan bentuk dukungan yang diperoleh subjek dari

orang lain berbeda-beda. Subjek A, B, C, E, G, I, J, K, N, dan O menerima

dukungan sosial dari keluarga, teman dan kakak pengasuh, sedangkan subjek H, L

dan M menerima dukungan sosial dari teman dan kakak pengasuh. Bentuk

dukungan sosial yang diterima oleh subjek berbeda-beda.

Subjek A, B, E, I , K, N dan O mendapatkan bentuk dukungan emosional

secara positif seperti memberikan perhatian dan peduli dengan keadaan mereka

sebagai anak jalanan, yang dapat membantu anak jalanan mengatasi kesedihan

dan kecemasan dalam mengatasi tekanan dalam menjalankan kehidupannya.

Mereka mendapatkan dukungan yang meliputi dukungan penghargaan secara

positif dan memberikan persetujuan terhadap gagasan yang diberikan anak jalanan

serta dukungan instrumental yang meliputi bantuan langsung berupa materi

maupun jasa seperti membantu anak jalanan ketika sedang mengalami kesulitan

atau meminjamkan alat musik untuk berlatih musik dan bermain musik di jalanan.

Mereka juga mendapatkan dukungan informasi yang dapat membantu anak


jalanan memahami situasi masalah serta membantu mencari alternatif pemecahan

masalah dalam menjalankan kehidupannya. Selain itu anak jalanan juga dilibatkan

menjadi bagian dari suatu kelompok dalam aktivitas bersama. Subjek C, G, dan M

mendapatkan dukungan sosial yang tinggi pada bentuk dukungan emosional,

penghargaan, Instrumental, dan Jaringan. Subjek H mendapatkan bentuk

dukungan sosial yang tinggi pada bentuk dukungan emosional, Instrumental, dan

Jaringan. Pada subjek J mendapatkan bentuk dukungan sosial yang tinggi pada

bentuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi.

Sedangkan pada subjek L mendapatkan bentuk dukungan sosial yang tinggi pada

bentuk dukungan emosional dan instrumental.

Sumber dukungan dan bentuk dukungan yang diterima oleh subjek

umumnya sesuai dengan bentuk dukungan dan sumber dukungan yang dibutuhkan

oleh subjek sehingga subjek memaknakan dukungan sosial dapat membantu anak

jalanan dalam bertahan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam

kehidupannya sebagai anak jalanan (Tabel 4.2 dan Lampiran Tabel 3). Hal ini

terlihat dari hasil penelitian bahwa dukungan sosial memberikan kontribusi pada

kemampuan anak jalanan untuk beresiliensi dalam menjalankan kehidupannya

sebagai anak jalanan (Tabel 4.1 dan Tabel 4.7). Dengan memiliki resiliensi yang

tinggi, mereka dapat menjalani kehidupannya tanpa berlarut-larut memikirkan

nasibnya sebagai anak jalanan dan dapat mengatasi tekanan hidup yang

dialaminya seperti mereka mampu berhubungan atau berelasi dengan orang lain,

mampu untuk mencari jalan keluar dari masalahnya, mampu mengembangkan

dirinya untuk dapat bertindak secara mandiri dalam mengontrol lingkungan, dan


memiliki keyakinan untuk dapat mencapi tujuan atau masa depan yang akan

dicapai.

4.3.3 Pembahasan Subjek (D dan F)

Dari hasil pengolahan data statistik dapat diketahui bahwa 13,33 % (2

orang) subjek menerima dukungan sosial yang rendah (Tabel 4.1). Hal ini berarti

mereka memaknakan kurang menerima dukungan sosial dari orang lain. Dilihat

dari data sumber dukungan dapat diketahui bahwa subjek kurang menerima

dukungan dari keluarga (Tabel 4.2) dan subjek memiliki nilai yang rendah pada

aspek-aspek dukungan sosial (Lampiran Tabel 1.1). Bagi subjek yang memiliki

dukungan sosial rendah, mereka memaknakan bahwa dukungan yang diberikan

orang lain kepada subjek dirasakan kurang membantu dalam mengatasi kesulitan

yang dihadapinya. Subjek merasa tidak puas dengan dukungan yang diberikannya

sehingga mereka merasa terbebani dengan tekanan-tekanan yang dialami dalam

menjalankan kehidupannya. Kurangnya dukungan sosial yang mereka terima dan

dukungan yang mereka butuhkan dari orang-orang terdekat berkontribusi dengan

kemampuan resiliensi mereka dalam menjalankan kehidupannya (Tabel 4.1 dan

Tabel 4.7)

Dari hasil pengolahan data statistik resiliensi menunjukkan bahwa 13,33 %

(2 orang) subjek memiliki kemampuan resiliensi yang rendah (Tabel 4.7). Dengan

demikian, dapat dikatakan subjek kurang memiliki kemampuan adaptasi yang

baik dalam mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan dan tetap teguh

dalam situasi menekan ketika menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan

(Lampiran Tabel 2.1).


Subjek D memiliki nilai yang rendah pada dukungan sosial. Sumber

dukungan sosial yang diterima berasal dari kakak pengasuh (Tabel 4.4) dan

bentuk dukungan sosial yang diterima adalah bentuk dukungan penghargaan

(Tabel 4.6). Dukungan Penghargaan yang diterima subjek meliputi mengakui

kemampuan subjek dalam bermain musik, mendengarkan pendapat yang

dikemukakan subjek, dan memberikan dukungan terhadap ide subjek dalam

bermain musik atau mengkolaborasikan alat musik. Subjek D kurang menerima

dukungan dalam bentuk dukungan emosional, instrumental, informasi dan

jaringan/kelompok (Lampiran Tabel 1.1). Seperti yang kita ketahui di lingkungan

jalanan, anak jalanan terbiasa dengan kehidupan yang keras. Mereka seringkali

mendapatkan kekerasan, hambatan dari orang tua, dan stigma-stigma negatif yang

melekat pada anak jalanan dari masyarakat. Kurangnya pemberian dukungan yang

berbentuk rasa empati, perhatian, kepedulian, bantuan dalam bentuk nyata,

informasi dan kesempatan untuk dilibatkan dalam suatu kelompok, membuat

subjek merasa kurang nyaman dalam menjalankan kehidupannya dan kurangnya

perasaan dicintai oleh orang lain.

Subjek F memiliki nilai yang rendah pada dukungan sosial. Sumber

dukungan sosial yang diterima berasal dari teman dan kakak pengasuh. Bentuk

dukungan sosial yang diterima adalah bentuk dukungan instrumental (Tabel 4.6).

Dukungan Instrumental yang diterima subjek meliputi kakak pengasuh

mengajarkan alat musik ketika subjek belum bisa memainkannya, membantu

subjek ketika sedang mengalami kesulitan dalam bekerja di jalanan,

meminjamkan alat musik untuk berlatih musik dan bermain musik di jalanan


maupun di acara pentas musik. Subjek F kurang menerima dukungan dalam

bentuk dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan jaringan/kelompok

(Lampiran Tabel 1.5). Kurangnya pemberian dukungan yang berbentuk rasa

empati, perhatian, kepedulian pemberian dukungan yang berbentuk penghargaan

atau persetujuan terhadap gagasan yang dikemukakan subjek, saran atau arahan

yang berkaitan dengan masa depan subjek, dan kesempatan untuk dilibatkan

dalam suatu kelompok, membuat subjek merasa kurang berharga dan kurang

mampu dalam memahami dan menyelesaikan masalah mereka sehari-hari.

Dalam menghadapi tekanan yang terjadi dalam kehidupannya, subjek D

dan F memiliki resiliensi yang rendah dimana mayoritas aspek-aspek resiliensi

tergolong rendah yaitu tiga aspek resiliensi rendah dan satu aspek resiliensi tinggi

(Lampiran Tabel 2.1). Subjek D memiliki tiga aspek resiliensi rendah (problem

solving, autonomy, dan sense of purpose) dan satu aspek resiliensi tinggi (social

competence). Sedangkan Subjek F memiliki tiga aspek resiliensi rendah (social

competence, problem solving ,dan autonomy) dan satu aspek resiliensi tinggi

(sense of purpose)

Saat dihadapkan masalah, subjek D dan F kurang mampu merencanakan

langkah dan mencari solusi dalam menghadapi tekanan hidupnya, dan kurang

memiliki keyakinan dalam diri mereka atas kemampuan yang dimilikinya

sehingga mudah menyerah saat mengalami masalah. Dalam menjalankan

kehidupannya, subjek D dan F sering menyalahkan keadaan diri sendiri atas

semua hal yang telah menimpanya ataupun menyalahkan lingkungan atas

keadaannya, tergantung dengan orang lain sehingga mereka mudah terpengaruh


lingkungan yang kurang baik, kurang menyenangi suatu tantangan dan hal baru

sehingga cenderung merasa nyaman dalam menjalani rutinitas yang sama setiap

harinya tanpa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini

mengakibatkan mereka kurang dapat bertahan ketika sedang mengalami masalah

hidupnya.

Dalam menentukan tujuan hidupnya, subjek D merasa cita-citanya terlalu

‘tinggi’ dan sulit tercapai sehingga tidak berani untuk mencoba meraih

penghidupan yang lebih baik. Hal ini membuat subjek kurang memiliki

kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi yang sulit. Apabila

mereka dihadapkan pada situasi yang menimbulkan ketidaknyamanan atau

menghadapi keadaan yang menekan diri mereka, mereka kurang dapat

menghadapi hambatan-hambatan tersebut. Dalam berelasi dengan orang lain,

subjek F merasa kurang nyaman dalam memulai suatu percakapan dengan orang

lain, kurang bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya kepada orang lain,

subjek hanya mau berteman dengan sesama anak jalanan, malu ketika berhadapan

dan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini membuat anak jalanan merasa

kesulitan dalam menjalin relasi dengan orang lain.

Subjek D memiliki resiliensi yang tinggi pada aspek social competence.

Adanya penerimaan bentuk dukungan penghargaan dari teman dan kakak

pengasuh membuat subjek merasa dirinya berharga dan dapat mengatasi kesulitan

yang dihadapinya sehingga dalam berelasi dengan orang lain, subjek dapat

mengungkapkan apa yang dirasakannya, memberikan respon positif dan

berkomunikasi baik dengan orang lain tanpa mengucapkan kata-kata kasar, dan


dapat memahami perasaan orang lain. Dalam hal ini, subjek memiliki jaringan

teman yang luas dan membangun hubungan dalam rentang waktu yang cukup

panjang. Interaksi dengan teman secara intensif dapat menstimulasi kemampuan

individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Seperti yang dikatakan Freud

(Santrock, 1998) bahwa teman memiliki peran penting perkembangan sosial yang

normal bagi remaja.

Subjek F memiliki resiliensi yang tinggi pada aspek sense of purpose.

Adanya penerimaan bentuk dukungan instrumental dari teman dan kakak

pengasuh membuat subjek merasa adanya ketersediaan bantuan di saat anak

jalanan membutuhkan bantuan untuk dapat memenuhi tanggung jawabanya dalam

menjalankan kehidupannya sehari-hari membuat subjek merasa yakin untuk

memiliki harapan dan tujuan terhadap masa depannya.

98

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, pengambilan, pengolahan serta

pembahasan data yang telah dilakukan terhadap anak jalanan di Harry Roesli

Foundation, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebanyak 86,67% anak jalanan di Harry Roesli Foundation menerima

dukungan sosial tinggi. Artinya, mayoritas anak jalanan menerima

dukungan sosial dari orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dan

kakak pengasuh.

2. Sumber dukungan yang paling banyak diterima anak jalanan di Harry

Roesli Foundation berasal dari kakak pengasuh. Sumber dukungan

yang paling rendah diterima anak jalanan Harry Roesli Foundation

berasal dari keluarga

3. Bentuk dukungan sosial yang paling banyak diterima oleh anak

jalanan di Harry Roesli Foundation adalah bentuk dukungan

instrumental dan bentuk dukungan sosial yang paling rendah diterima

oleh anak jalanan di Harry Roesli Foundation adalah bentuk

dukungan informasi.

4. Sebanyak 86,67% anak jalanan memiliki resiliensi tinggi. Artinya,

mayoritas anak jalanan yang berada di Harry Roesli Foundation

memiliki kemampuan adaptasi yang baik dalam mengatasi

Bab V Simpulan dan Saran 99

pengalaman yang tidak menyenangkan dan tetap teguh dalam situasi

menekan ketika menjalankan kehidupannya sebagai anak jalanan.

5. Kemampuan resiliensi pada anak jalanan di Harry Roesli Foundation

memiliki aspek resiliensi yang tinggi pada aspek autonomy dan

kemampuan resiliensi yang rendah terdapat pada aspek problem

solving.

5.2 Saran

Berdasarkan proses yang didapat selama penelitian dan dari data hasil

yang diperoleh dapat diberikan beberapa saran sebagi berikut :

1. Bagi pihak Harry Roesli Foundation, khususnya kakak pengasuh

sebaiknya memfokuskan pembinaan mereka pada pemberian

dukungan langsung berupa membantu anak jalanan dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, seperti menyediakan fasilitas

berupa peminjaman alat musik untuk berlatih musik, menyediakan

alat bantuan berupa radio, recorder maupun CD atau kaset untuk

menunjang anak jalanan dalam meningkatkan skill bermain musik,

dan mengajarkan keterampilan seperti mengajarkan teori-teori musik

berupa kunci musik, not balok, dan mencari nada dasar serta

mengajarkan cara bermain musik yang dapat mendukung anak jalanan

untuk mengasah bakat yang dimilikinya agar mereka dapat bekerja

dan tidak dibiasakan untuk mengamen di jalanan.

Bab V Simpulan dan Saran 100

2. Bagi pihak Harry Roesli Foundation, khususnya kakak pengasuh

memberikan stimulasi-stimulasi yang dapat mengajarkan anak jalanan

untuk dapat menyelesaikan masalahnya seperti memberikan tanggung

jawab kepada anak jalanan untuk menyusun rencana suatu kegiatan

musik atau pagelaran seni, membuat suatu karya sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya, dan diajak berdiskusi mengenai

program-program yang akan diikuti oleh anak jalanan agar anak

jalanan dibiasakan untuk dapat menyelesaikan masalah sehingga dapat

meningkatkan kemampuan resiliensi anak jalanan pada aspek problem

solving.

x

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin. 1989. Tehnik Pengukuran dan Skala Pengukuran. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta : Edisi keenam, Rineka Cipta

Badan Kesejahteraan Sosial Nasional. 2000. Modul 1 Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah. Jakarta: Badan Kesejahteraan Nasional.

Badan Kesejahteraan Sosial Nasional. 2000. Modul 2 Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah. Jakarta: Badan Kesejahteraan Nasional.

Benard, B. 2004. Resiliency What We Have Learned. San Francisco : WestEd.

Farinduany, Irda. 2008. Hubungan Dukungan Sosial Yang Diterima oleh Remaja Jalanan Dari Relawan Pendamping Dengan Global Self-Worth Remaja Jalanan Binaan Harry Roesli Foundation. Skripsi Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Hurlock, Elizabeth.B. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Edisi kelima, Erlangga.

Kerlinger, F.N. 2003. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

McLoyd, V.C. 1998. Socioeconomic Disadvantage and Child Development. American Psychologist.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Santrock, J.W. 2004. Life-Span Development. Jakarta : Edisi kelima, Erlangga.

Sarafino, Edward P. 2002. Chapter 4. Stress, biopsychosocial factors, and illness. Health Psychology Biopsychosocial Interaction 4th Editon. New York : John Wiley & Sons.

Steinberg,L. 2002.Adolescence, 6th Edition. Boston : McGraw-Hill

Sudjana, 1989. Metode Statistika Edisi 5. Bandung: CV Tarsito. Taylor, Shelley E. 1999. Part 3. Stress and coping. Health Psychology 4th Edition.

Singapore: McGraw Hill International.

xi

Yanuarti Lofa, Astried. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Area Pendidikan Pada Anak Jalanan Pengasong di RPA Sejiwa Bandung yang Masih Bersekolah. Skripsi Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.

Sumber Internet : www.depsos.go.idwww.indomedia.comhttp://de.groups.yahoo.com/cabairawithttp://www.pikiranrakyat.comhttp://www.kompas.com

��

��

TABULASI DATA HASIL UJI VALIDITAS TERHADAP ALAT UKUR DUKUNGAN SOSIAL

Aspek Item rs rs tabel Kesimpulan

Emotional Support

P01 0,502 0,4429 Valid P02 0,631 0,4429 Valid P03 0,725 0,4429 Valid P04 0,638 0,4429 Valid P05 -0,375 0,4429 Tidak ValidP07 0,674 0,4429 Valid P21 0,477 0,4429 Valid P30 0,104 0,4429 Tidak Valid P31 0,475 0,4429 Valid P37 0,593 0,4429 ValidP39 0,723 0,4429 Valid P43 0,715 0,4429 ValidP46 0,736 0,4429 Valid P53 0,124 0,4429 Tidak Valid P54 0,649 0,4429 Valid P55 0,662 0,4429 Valid P58 0,433 0,4429 Tidak ValidP64 0,545 0,4429 Valid

Esteem Support

P06 0,188 0,4429 Tidak Valid P08 0,572 0,4429 Valid P14 0,262 0,4429 Tidak Valid P16 0,500 0,4429 ValidP17 0,777 0,4429 Valid P22 0,44 0,4429 Tidak Valid P23 0,364 0,4429 Tidak Valid P26 0,400 0,4429 Tidak Valid P27 0,658 0,4429 ValidP28 0,504 0,4429 Valid P32 0,288 0,4429 Tidak ValidP33 0,661 0,4429 Valid P38 0,738 0,4429 Valid P40 0,759 0,4429 ValidP47 0,574 0,4429 Valid P50 0,756 0,4429 ValidP51 0,709 0,4429 Valid P56 0,519 0,4429 Valid P62 0,569 0,4429 Valid P66 0,788 0,4429 Valid P67 0,266 0,4429 Tidak ValidP68 0,543 0,4429 Valid

Instrumental Support

P09 0,349 0,4429 Tidak Valid P13 0,693 0,4429 Valid P19 0,632 0,4429 Valid P20 0,864 0,4429 ValidP34 0,555 0,4429 Valid P35 0,470 0,4429 ValidP45 0,683 0,4429 Valid P48 0,333 0,4429 Tidak Valid P52 0,652 0,4429 ValidP59 0,350 0,4429 Tidak Valid P61 0,354 0,4429 Tidak ValidP65 0,786 0,4429 Valid


Informational Support

P10 0,227 0,4429 Tidak ValidP12 0,860 0,4429 Valid P24 0,485 0,4429 Valid P36 0,547 0,4429 Valid P41 0,790 0,4429 ValidP44 0,632 0,4429 ValidP60 0,604 0,4429 Valid P63 0,318 0,4429 Tidak Valid

Networking Support

P11 0,451 0,4429 Valid P15 0,741 0,4429 ValidP18 0,569 0,4429 ValidP25 0,584 0,4429 Valid P29 0,692 0,4429 Valid P42 0,630 0,4429 Valid P49 0,641 0,4429 Valid P57 0,267 0,4429 Tidak Valid

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 50 item yang valid dan 18 item yang

tidak valid pada alat ukur Dukungan Sosial. Item yang tidak valid tersebut adalah item

nomor 5, 6, 9, 10, 14, 22, 23, 26, 30, 32, 48, 53, 57, 58, 59, 61, 63, dan 67. Dengan

demikian, item-item yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam analisis selanjutnya

pada penelitian ini (analisis reliabilitas alat ukur dan analisis statistik deskriptif).

TABULASI DATA HASIL UJI VALIDITAS TERHADAP ALAT UKUR RESILIENSI


Social Competence

P01 0,615 0,4429 Valid P02 0,585 0,4429 ValidP03 0,561 0,4429 ValidP04 0,232 0,4429 Tidak ValidP05 0,792 0,4429 Valid P06 0,002 0,4429 Tidak ValidP07 0,141 0,4429 Tidak ValidP08 0,522 0,4429 ValidP10 -0,014 0,4429 Tidak ValidP11 -0,068 0,4429 Tidak ValidP16 0,638 0,4429 Valid P17 0,115 0,4429 Tidak ValidP18 0,680 0,4429 Valid P33 0,552 0,4429 ValidP34 0,509 0,4429 ValidP50 0,649 0,4429 Valid P59 0,484 0,4429 Valid P60 0,450 0,4429 Valid P62 0,348 0,4429 Tidak ValidP63 0,809 0,4429 Valid P77 0,182 0,4429 Tidak ValidP78 0,649 0,4429 Valid P87 0,781 0,4429 Valid P92 0,497 0,4429 Valid P93 0,146 0,4429 Tidak ValidP94 0,580 0,4429 Valid P95 0,563 0,4429 Valid P96 0,653 0,4429 Valid P97 0,666 0,4429 Valid P98 0,249 0,4429 Tidak ValidP99 0,573 0,4429 Valid P101 0,526 0,4429 Valid P102 0,681 0,4429 Valid P112 -0,124 0,4429 Tidak Valid

Problem Solving

P09 0,509 0,4429 Valid P12 0,756 0,4429 Valid P15 0,601 0,4429 Valid P19 -0,014 0,4429 Tidak ValidP20 0,434 0,4429 Tidak ValidP31 -0,502 0,4429 Tidak ValidP32 0,869 0,4429 Valid P35 0,676 0,4429 Valid P36 0,702 0,4429 Valid P49 0,125 0,4429 Tidak ValidP51 0,492 0,4429 Valid P54 0,293 0,4429 Tidak ValidP56 0,456 0,4429 Valid P57 0,595 0,4429 ValidP58 0,666 0,4429 Valid P64 -0,174 0,4429 Tidak ValidP65 0,075 0,4429 Tidak ValidP82 0,634 0,4429 Valid P86 0,504 0,4429 Valid P88 0,535 0,4429 ValidP100 0,859 0,4429 ValidP103 0,461 0,4429 Valid P104 0,185 0,4429 Tidak ValidP105 0,681 0,4429 Valid


Autonomy

P13 0,716 0,4429 Valid P14 0,222 0,4429 Tidak ValidP21 0,594 0,4429 ValidP24 0,806 0,4429 Valid P26 0,068 0,4429 Tidak ValidP27 0,528 0,4429 Valid P29 0,248 0,4429 Tidak ValidP30 0,331 0,4429 Tidak ValidP37 0,606 0,4429 ValidP38 0,816 0,4429 Valid P42 -0,221 0,4429 Tidak ValidP44 0,332 0,4429 Tidak ValidP46 0,517 0,4429 Valid P47 0,412 0,4429 Tidak ValidP48 0,824 0,4429 ValidP53 0,372 0,4429 Tidak ValidP55 0,534 0,4429 Valid P61 0,339 0,4429 Tidak ValidP66 0,675 0,4429 Valid P67 0,703 0,4429 Valid P68 0,558 0,4429 Valid P75 0,593 0,4429 Valid P76 0,701 0,4429 Valid P79 0,770 0,4429 Valid P80 0,614 0,4429 Valid P81 0,610 0,4429 Valid P84 0,394 0,4429 Tidak ValidP85 0,271 0,4429 Tidak ValidP89 0,535 0,4429 Valid P106 0,752 0,4429 Valid P108 0,837 0,4429 Valid P109 0,506 0,4429 Valid P110 0,172 0,4429 Tidak ValidP111 0,824 0,4429 Valid

Sense of Purpose

P22 0,823 0,4429 Valid P23 0,490 0,4429 Valid P25 0,544 0,4429 Valid P28 0,619 0,4429 Valid P39 0,351 0,4429 Tidak ValidP40 -0,065 0,4429 Tidak ValidP41 0,271 0,4429 Tidak ValidP43 0,749 0,4429 Valid P45 0,213 0,4429 Tidak ValidP52 0,777 0,4429 Valid P69 0,417 0,4429 Tidak ValidP70 0,465 0,4429 Valid P71 0,719 0,4429 Valid P72 0,692 0,4429 Valid P73 0,567 0,4429 ValidP74 0,770 0,4429 Valid P83 0,724 0,4429 Valid P90 0,510 0,4429 Valid P91 -0,054 0,4429 Tidak ValidP107 0,706 0,4429 Valid

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 75 item yang valid dan 37 item yang

tidak valid pada alat ukur Resiliensi. Item-item yang tidak valid adalah item nomor 4, 6,

7, 10, 11, 14, 17, 19, 20, 26, 29, 30, 31, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47, 49, 53, 54, 61, 62, 64,

65, 69, 77, 84, 85, 91, 93, 98, 104, 110, dan 112. Dengan demikian, item-item yang tidak

valid tersebut tidak digunakan dalam analisis selanjutnya pada penelitian ini (analisis

reliabilitas alat ukur dan analisis statistik deskriptif).

HASIL KORELASI SKOR TOTAL GANJIL DAN SKOR TOTAL GENAP DALAM UJI RELIABILITAS TERHADAP ALAT UKUR

DUKUNGAN SOSIAL MENGGUNAKAN PROGRAM SPSS 17 BESERTA PERHITUNGAN KOEFISIEN RELIABILITAS

Correlations SKOR TOTAL

GENAPSpearman's rho SKOR TOTAL

GANJIL Correlation Coefficient .951**

Sig. (1-tailed) .000N 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

rtt 2xrtt 1+rtt rtot0,951 1,902797 1,951 0,975094

Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap item-item yang valid dari alat ukur Dukungan

Sosial dengan menggunakan alat bantu program SPSS, dapat terlihat bahwa korelasi antar

belahan diperoleh sebesar 0,951, sehingga diperoleh koefisien reliabilitasnya sebesar

0,975094. Dengan melihat kriteria tabel Guilford, dapat dikatakan bahwa koefisien

reliabilitas tersebut termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sangat tinggi. Dengan

demikian, alat ukur dukungan sosial reliabel.

HASIL KORELASI SKOR TOTAL GANJIL DAN SKOR TOTAL GENAP DALAM UJI RELIABILITAS TERHADAP ALAT UKUR RESILIENSI MENGGUNAKAN PROGRAM SPSS 17 BESERTA PERHITUNGAN

KOEFISIEN RELIABILITAS

Correlations SKOR TOTAL

GENAP Spearman's rho SKOR TOTAL

GANJIL Correlation Coefficient .928**

Sig. (1-tailed) .000N 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

rtt 2xrtt 1+rtt rtot0,928 1,856887 1,928 0,962894

Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap item-item yang valid dari alat ukur Resiliensi

dengan menggunakan alat bantu program SPSS, dapat terlihat bahwa korelasi antar

belahan diperoleh sebesar 0,928, sehingga diperoleh koefisien reliabilitasnya sebesar

0,962894. Dengan melihat kriteria tabel Guilford, dapat dikatakan bahwa koefisien

reliabilitas tersebut termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sangat tinggi. Dengan

demikian, alat ukur resiliensi reliabel.

FREKUENSI

KRITERIA IDEAL DUKUNGAN SOSIALa. Nilai Maksimal : 50 x 4 = 200 b. Nilai Minimal : 50 x 1 = 50 c. Rentang : 200 – 50 = 150 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 150/2 = 75 f. Nilai Median : 50 + 75 = 125 g. Interval Kelas : - Rendah : 50 – 124 - Tinggi : 125 – 200 �KRITERIA IDEAL SUMBER DUKUNGAN KELUARGAa. Nilai Maksimal : 19 x 4 = 76 b. Nilai Minimal : 19 x 1 = 19 c. Rentang : 76–19 = 57 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 57 / 2 = 28,5 f. Nilai Median : 19 + 28,5 = 47,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 19 – 47 - Tinggi : 47,5– 76

KRITERIA IDEAL SUMBER DUKUNGAN TEMANa. Nilai Maksimal : 16 x 4 = 64 b. Nilai Minimal : 16 x 1 = 16 c. Rentang : 64–16 = 48 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 48 / 2 = 24 f. Nilai Median : 16 + 24 = 40 g. Interval Kelas : - Rendah : 16 – 40 - Tinggi : 41 – 64

KRITERIA IDEAL SUMBER DUKUNGAN KAKAK PENGASUH a. Nilai Maksimal : 15 x 4 = 60 b. Nilai Minimal : 15 x 1 = 15 c. Rentang : 60–15 = 45 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 45 / 2 = 22,5 f. Nilai Median : 15 + 22,5 = 37,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 15 – 37,5 - Tinggi : 38 – 60 �KRITERIA IDEAL ASPEK EMOTIONAL SUPPORT a. Nilai Maksimal : 14 x 4 = 56 b. Nilai Minimal : 14 x 1 = 14 c. Rentang : 56 – 14 = 42 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 42/2 = 21 f. Nilai Median : 14 + 21 = 35 g. Interval Kelas : - Rendah : 14 – 34

- Tinggi : 35 – 56

KRITERIA IDEAL ASPEK ESTEEM SUPPORT a. Nilai Maksimal : 15 x 4 = 60 b. Nilai Minimal : 15 x 1 = 15 c. Rentang : 60 – 15 = 45 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 45/2 = 22,5 f. Nilai Median : 15 + 22,5 = 37,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 14 – 37

- Tinggi : 37,5 – 60

KRITERIA IDEAL ASPEK INSTRUMENTAL SUPPORT a. Nilai Maksimal : 8 x 4 = 32 b. Nilai Minimal : 8 x 1 = 8 c. Rentang : 32 – 8 = 24 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 24/2 = 12 f. Nilai Median : 8 + 12 = 20 g. Interval Kelas : - Rendah : 8 – 19

- Tinggi : 20 – 32

KRITERIA IDEAL ASPEK INFORMATIONALSUPPORT a. Nilai Maksimal : 6 x 4 = 24 b. Nilai Minimal : 6 x 1 = 6 c. Rentang : 24 – 6 = 18 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 18/2 = 9 f. Nilai Median : 6 + 9 = 15 g. Interval Kelas : - Rendah : 6 – 14

- Tinggi : 15 – 24

KRITERIA IDEAL ASPEK NETWORKING SUPPORT a. Nilai Maksimal : 7 x 4 = 28 b. Nilai Minimal : 7 x 1 = 7 c. Rentang : 28 – 7 = 21 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 21/2 = 10,5 f. Nilai Median : 7 + 10,5 = 17,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 7 – 17

- Tinggi : 17,5 – 28

KRITERIA IDEAL RESILIENSIa. Nilai Maksimal : 75 x 4 = 300 b. Nilai Minimal : 75 x 1 = 75 c. Rentang : 300 – 75 = 225 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 225/2 = 112,5 f. Nilai Median : 75 + 112,5 = 187,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 75 – 187

- Tinggi : 187,5 – 300

KRITERIA IDEAL SOCIAL COMPETENCEa. Nilai Maksimal : 23 x 4 = 92 b. Nilai Minimal : 23 x 1 = 23 c. Rentang : 92 – 23 = 69 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 69/2 = 34,5 f. Nilai Median : 23 + 34,5 = 57,5 g. Interval Kelas : - Rendah : 23 – 57

- Tinggi : 57,5 – 92

KRITERIA IDEAL PROBLEM SOLVINGa. Nilai Maksimal : 16 x 4 = 64 b. Nilai Minimal : 16 x 1 = 16 c. Rentang : 64 – 16 = 48 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 48/2 = 24 f. Nilai Median : 16 + 24 = 40 g. Interval Kelas : - Rendah : 16 – 40

- Tinggi : 41 – 64

KRITERIA IDEAL AUTONOMYa. Nilai Maksimal : 22 x 4 = 88 b. Nilai Minimal : 22 x 1 = 22 c. Rentang : 88 – 22 = 66 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 66/2 = 33 f. Nilai Median : 22 + 33 = 55 g. Interval Kelas : - Rendah : 22 – 55

- Tinggi : 56 – 88

KRITERIA IDEAL SENSE OF PURPOSEa. Nilai Maksimal : 14 x 4 = 56 b. Nilai Minimal : 14 x 1 = 14 c. Rentang : 56 – 14 = 42 d. Banyaknya Kelas (Tinggi dan Rendah) : 2 e. Panjang Kelas : 42/2 = 21 f. Nilai Median : 14 + 21 = 35 g. Interval Kelas : - Rendah : 14 – 35

- Tinggi : 36 – 56

TABEL 1.1 DATA SKOR DAN KRITERIA DUKUNGAN SOSIAL

Subjek Emotional Support

Esteem Support

Instrumental Support

Informational Support

Networking Support

SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA 1 45 TINGGI 49 TINGGI 31 TINGGI 22 TINGGI 22 TINGGI 2 52 TINGGI 51 TINGGI 28 TINGGI 19 TINGGI 22 TINGGI 3 44 TINGGI 45 TINGGI 26 TINGGI 14 RENDAH 21 TINGGI 4 35 RENDAH 39 TINGGI 17 RENDAH 13 RENDAH 15 RENDAH 5 52 TINGGI 41 TINGGI 29 TINGGI 19 TINGGI 23 TINGGI6 34 RENDAH 34 RENDAH 22 TINGGI 14 RENDAH 16 RENDAH 7 42 TINGGI 45 TINGGI 28 TINGGI 14 RENDAH 24 TINGGI 8 42 TINGGI 37 RENDAH 22 TINGGI 13 RENDAH 25 TINGGI 9 47 TINGGI 52 TINGGI 25 TINGGI 18 TINGGI 25 TINGGI 10 42 TINGGI 46 TINGGI 30 TINGGI 22 TINGGI 17 RENDAH 11 43 TINGGI 52 TINGGI 30 TINGGI 19 TINGGI 22 TINGGI 12 39 TINGGI 36 RENDAH 24 TINGGI 14 RENDAH 16 RENDAH 13 44 TINGGI 42 TINGGI 22 TINGGI 14 RENDAH 21 TINGGI 14 54 TINGGI 54 TINGGI 28 TINGGI 23 TINGGI 26 TINGGI 15 50 TINGGI 53 TINGGI 29 TINGGI 20 TINGGI 22 TINGGI

TABEL 1.2 HASIL PERHITUNGAN FREKUENSI DUKUNGAN SOSIAL

SUBJEK TOTAL KRITERIA1 169 TINGGI 2 172 TINGGI 3 150 TINGGI 4 119 RENDAH 5 164 TINGGI6 120 RENDAH 7 153 TINGGI 8 139 TINGGI 9 167 TINGGI10 157 TINGGI 11 166 TINGGI 12 129 TINGGI 13 143 TINGGI 14 185 TINGGI 15 174 TINGGI

TABEL 1.3 DATA SKOR ASPEK EMOTIONAL SUPPORT

TABEL 1.4 DATA SKOR ASPEK ESTEEM SUPPORT

Subjek Esteem Support TOTAL 08 16 17 27 28 33 38 40 47 50 51 56 62 66 681 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 2 3 492 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 51 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 454 4 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 4 2 2 2 39 5 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 41 6 2 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 3 2 2 2 34 7 2 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 2 2 45 8 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 2 379 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 2 52

10 3 4 4 3 3 4 3 3 4 2 2 3 3 2 3 46 11 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 52 12 3 2 2 2 4 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 36 13 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 4214 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 3 3 54 15 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 53

Subjek Emotional Support TOTAL 01 02 03 04 07 21 31 37 39 43 46 54 55 64 1 3 2 3 4 3 4 2 3 4 3 4 3 3 4 45 2 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 52 3 3 3 4 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 44 4 3 3 3 1 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 35 5 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 52 6 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 3 34 7 3 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 42 8 3 3 3 3 2 4 3 3 4 3 3 3 2 3 42 9 3 3 4 4 4 2 2 3 4 3 4 4 3 4 47 10 3 3 3 4 3 2 3 3 4 2 3 2 3 4 42 11 3 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 4 43 12 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 4 39 13 3 3 4 2 2 3 3 3 4 3 4 3 4 3 44 14 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 54 15 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 50

TABEL 1.5 DATA SKOR ASPEK INSTRUMENTAL SUPPORT

Subjek Instrumental Support TOTAL 13 19 20 34 35 45 52 651 4 4 4 3 4 4 4 4 31 2 4 3 3 3 4 4 4 3 28 3 4 2 3 3 4 4 3 3 26 4 2 2 1 3 2 2 3 2 175 4 4 3 3 4 4 4 3 29 6 3 2 1 2 4 3 3 3 22 7 4 3 3 3 4 4 4 3 28 8 3 3 2 2 3 4 3 2 22 9 4 3 3 1 4 4 3 3 2510 4 4 4 3 4 4 3 4 30 11 4 3 4 4 3 4 4 4 3012 3 3 2 3 4 4 3 2 24 13 3 4 2 2 3 3 3 2 22 14 2 4 4 3 4 4 4 3 28 15 4 4 3 3 4 4 4 3 29

TABEL 1.6 DATA SKOR ASPEK INFORMATIONAL SUPPORT

Subjek Informational Support TOTAL 12 24 36 41 44 601 3 4 4 4 3 4 222 3 3 4 3 3 3 19 3 2 3 3 2 2 2 144 2 3 2 2 2 2 13 5 3 1 4 4 4 3 19 6 1 3 3 1 3 3 147 1 3 3 2 3 2 14 8 2 2 3 1 2 3 139 3 2 4 3 3 3 18 10 4 4 4 4 3 3 22 11 3 4 4 2 3 3 1912 2 3 3 1 2 3 14 13 2 1 3 2 4 2 1414 3 4 4 4 4 4 23 15 3 4 4 3 3 3 20

TABEL 1.7 DATA SKOR ASPEK NETWORKING SUPPORT

Subjek Networking Support TOTAL 11 15 18 25 29 42 491 3 3 3 4 2 3 4 22 2 3 3 3 3 3 3 4 22 3 4 3 3 3 3 2 3 21 4 2 2 2 1 3 2 3 155 4 4 4 3 3 3 2 23 6 3 2 3 1 3 1 3 16 7 4 3 4 2 4 3 4 24 8 4 4 4 3 4 2 4 25 9 4 4 2 4 4 3 4 2510 3 2 2 2 2 3 3 17 11 4 4 2 3 3 2 4 2212 3 2 3 2 2 1 3 16 13 4 3 3 2 3 2 4 21 14 4 4 4 3 4 3 4 26 15 3 3 3 3 3 3 4 22

TABEL 1.8 DATA SKOR SUMBER DUKUNGAN SOSIAL

RESPONDEN KELUARGA TEMAN PENGASUH

SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA1 67 Tinggi 55 Tinggi 47 Tinggi2 60 Tinggi 57 Tinggi 55 Tinggi3 57 Tinggi 48 Tinggi 47 Tinggi4 38 Rendah 41 Tinggi 38 Tinggi5 55 Tinggi 57 Tinggi 52 Tinggi6 35 Rendah 41 Tinggi 45 Tinggi7 54 Tinggi 51 Tinggi 52 Tinggi8 45 Rendah 51 Tinggi 45 Tinggi9 57 Tinggi 55 Tinggi 55 Tinggi10 64 Tinggi 49 Tinggi 45 Tinggi11 62 Tinggi 51 Tinggi 53 Tinggi12 43 Rendah 44 Tinggi 44 Tinggi13 44 Rendah 55 Tinggi 46 Tinggi14 65 Tinggi 61 Tinggi 59 Tinggi15 62 Tinggi 58 Tinggi 54 Tinggi

TABEL 1.9 DATA SUMBER DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA

SUBJEK KELUARGA TOTAL 04 07 12 17 20 24 25 27 33 34 37 38 41 42 43 60 62 65 681 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 67 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 60 3 4 2 2 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 55 4 1 2 2 2 1 3 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 385 4 4 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 2 55 6 2 2 1 2 1 3 1 2 1 2 2 2 1 1 2 3 2 3 2 35 7 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 2 50 8 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 3 3 3 2 2 43 9 4 4 3 4 3 2 4 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 5710 4 3 4 4 4 4 2 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 3 63 11 4 2 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2 2 3 3 4 4 3 6212 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 1 1 3 3 2 2 2 41 13 2 2 2 3 2 1 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 42 14 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 2 3 3 65 15 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 62

TABEL 1.10 DATA SUMBER DUKUNGAN SOSIAL DARI TEMAN

SUBJEK TEMAN TOTAL 2 8 13 15 16 18 19 21 39 44 45 46 49 51 55 561 2 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 55 2 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 57 3 3 3 4 3 3 3 2 3 4 2 4 3 3 3 3 2 484 3 4 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 4 41 5 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 2 3 4 3 576 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 41 7 3 2 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 518 3 3 3 4 2 4 3 4 4 2 4 3 4 3 2 3 51 9 3 4 4 4 3 2 3 2 4 3 4 4 4 4 3 4 55

10 3 3 4 2 4 2 4 2 4 3 4 3 3 2 3 3 49 11 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 5112 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 4 3 3 2 3 2 44 13 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 5514 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 61 15 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 58

TABEL 1. 11 DATA SUMBER DUKUNGAN SOSIAL DARI PENGASUH

SUBJEK PENGASUH TOTAL 01 03 11 28 29 31 35 36 40 47 50 52 54 64 661 3 3 3 3 2 2 4 4 3 3 4 4 3 4 2 472 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 55 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 47 4 3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 385 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 2 52 6 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 2 3 2 457 3 4 4 4 4 2 4 3 4 3 4 4 3 4 2 52 8 3 3 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 459 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 3 55 10 3 3 3 3 2 3 4 4 3 4 2 3 2 4 2 4511 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 2 4 3 53 12 3 3 3 4 2 2 4 3 3 3 3 3 2 4 2 4413 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 46 14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5915 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 54

TABEL 2.1 DATA SKOR DAN KRITERIA RESILIENSI

RESPONDEN Social Competence Problem Solving Autonomy Sense of PurposeSKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA

1 70 TINGGI 53 TINGGI 71 TINGGI 47 TINGGI 2 73 TINGGI 53 TINGGI 77 TINGGI 45 TINGGI 3 56 RENDAH 46 TINGGI 72 TINGGI 40 TINGGI4 63 TINGGI 37 RENDAH 54 RENDAH 32 RENDAH 5 69 TINGGI 58 TINGGI 81 TINGGI 34 RENDAH 6 47 RENDAH 37 RENDAH 51 RENDAH 36 TINGGI 7 75 TINGGI 45 TINGGI 69 TINGGI 40 TINGGI 8 54 RENDAH 49 TINGGI 60 TINGGI 33 RENDAH9 84 TINGGI 47 TINGGI 71 TINGGI 44 TINGGI 10 62 TINGGI 39 RENDAH 62 TINGGI 46 TINGGI 11 80 TINGGI 52 TINGGI 84 TINGGI 51 TINGGI 12 65 TINGGI 38 RENDAH 57 TINGGI 34 RENDAH 13 73 TINGGI 38 RENDAH 74 TINGGI 44 TINGGI 14 86 TINGGI 60 TINGGI 84 TINGGI 53 TINGGI 15 72 TINGGI 48 TINGGI 73 TINGGI 48 TINGGI

TABEL 2.2 HASIL PERHITUNGAN FREKUENSI RESILIENSI

RESPONDEN SKOR KRITERIA1 241 TINGGI 2 248 TINGGI 3 214 TINGGI 4 186 RENDAH 5 242 TINGGI6 171 RENDAH 7 229 TINGGI 8 196 TINGGI 9 246 TINGGI 10 209 TINGGI11 267 TINGGI 12 194 TINGGI 13 229 TINGGI 14 283 TINGGI 15 241 TINGGI

TABEL 2.3 DATA SKOR ASPEK SOCIAL COMPETENCE

SUBJEK Social Competence TOTAL 01 02 03 05 08 16 18 33 34 50 59 60 63 78 87 92 94 95 96 97 99 101 102 1 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 2 3 70 2 3 3 4 4 2 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 2 4 4 3 3 3 4 3 73 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 56 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 63 5 3 3 4 4 4 1 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 2 3 2 3 696 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 1 3 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 557 3 3 4 4 2 3 4 3 3 4 3 2 4 3 4 2 4 4 3 3 3 4 3 758 2 3 2 3 2 1 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 1 3 2 2 2 3 549 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 8410 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 62 11 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 2 3 80 12 4 3 3 4 2 3 4 3 3 4 3 2 3 2 2 1 4 3 3 2 3 2 2 65 13 3 2 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 2 4 4 3 3 4 2 3 73 14 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 86 15 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 4 3 4 4 3 3 3 2 3 72

TABEL 2.4 DATA SKOR ASPEK PROBLEM SOLVING

SUBJEK Problem Solving TOTAL 09 12 15 32 35 36 51 56 57 58 82 86 88 100 103 1051 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 532 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 53 3 2 2 3 2 3 3 4 3 2 3 4 3 4 3 2 3 464 1 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 37 5 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 586 1 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 377 1 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 45 8 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 499 2 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 2 3 47 10 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3911 2 4 3 3 3 4 4 4 2 3 3 4 3 4 3 3 52 12 2 3 3 2 3 3 1 3 2 2 2 1 2 3 3 3 38 13 1 2 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3814 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 60 15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 48

TABEL 2.5 DATA SKOR ASPEK ASPEK AUTONOMY

SUBJEK Autonomy TOTAL 13 21 24 27 37 38 46 48 55 66 67 68 75 76 79 80 81 89 106 108 109 1111 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 71 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 77 3 4 4 3 2 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 3 72 4 2 2 3 3 1 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 54 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 4 4 3 3 81 6 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 51 7 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 4 4 2 3 4 3 3 3 698 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 4 3 3 3 2 2 3 3 609 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 7110 2 2 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 6211 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 84 12 3 4 3 3 3 2 2 2 3 4 3 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 57 13 4 3 3 4 4 4 3 3 4 2 3 4 4 2 4 3 4 3 4 3 3 3 74 14 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 84 15 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 73

TABEL 2.6 DATA SKOR ASPEK SENSE OF PURPOSE

SUBJEK Sense of Purpose TOTAL 22 23 25 28 43 52 70 71 72 73 74 83 90 1071 4 4 2 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 47 2 4 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 45 3 3 3 3 4 2 3 4 3 1 3 3 3 2 3 404 3 3 2 3 1 2 2 2 1 3 2 3 2 3 32 5 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 346 3 3 2 4 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 36 7 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 40 8 2 2 3 3 3 2 3 2 1 2 3 2 3 2 339 4 3 3 4 3 3 3 3 1 3 3 4 3 4 44 10 4 4 3 4 2 4 4 3 2 4 3 3 2 4 4611 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2 4 51 12 3 4 2 3 2 2 3 2 2 2 3 3 1 2 34 13 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 2 3 2 4 4414 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 53 15 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 48

TABEL 3 Data Sumber Dukungan dan Bentuk Dukungan yang Dibutuhkan Anak Jalanan

Subjek Dukungan Sosial yang Dibutuhkan Anak Jalanan

A 1. Keluarga : Emosional dan Instrumental2. Teman : Instrumental 3. Kakak Pengasuh : Instrumental dan Informasi

B 1. Keluarga : Emosional2. Teman : Penghargaan3. Kakak Pengasuh : Emosional dan Jaringan

C 1. Keluarga : Instrumental 2. Teman : Instrumental 3. Kakak Pengasuh : Informasi

D 1. Keluarga : Jaringan2. Teman : Penghargaan3. Kakak Pengasuh : Instrumental dan Informasi

E 1. Keluarga : Instrumental2. Teman : Jaringan 3. Kakak Pengasuh : Emosional

F 1. Keluarga : Emosional2. Teman : Informasi3. Kakak Pengasuh : Penghargaan dan Instrumental

G 1. Keluarga : Instrumental dan Jaringan 2. Teman : Penghargaan 3. Kakak Pengasuh : Informasi

H 1. Keluarga : Instrumental2. Teman : Instrumental dan Informasi 3. Kakak Pengasuh : Informasi

I 1. Keluarga : Emosional2. Teman : Jaringan3. Kakak Pengasuh : Instrumental

J 1. Keluarga : Instrumental2. Teman : Penghargaan3. Kakak Pengasuh : Informasi dan Jaringan

K 1. Keluarga : Penghargaan2. Teman : Informasi 3. Kakak Pengasuh : Emosional

L 1. Keluarga : Informasi2. Teman : Emosional3. Kakak Pengasuh : Instrumental

M 1. Keluarga : Informasi 2. Teman : Emosional dan Instrumental 3. Kakak Pengasuh : Instrumental dan Jaringan

N 1. Keluarga : Emosional2. Teman : Penghargaan, Informasi, dan Jaringan3. Kakak Pengasuh : Informasi

O 1. Keluarga : Instrumental2. Teman : Jaringan3. Kakak Pengasuh : Emosional

Tabel 4 Sumber Dukungan yang Dibutuhkan Anak Jalanan

Subjek Sumber Dukungan Sosial yang Diterima

Sumber Dukungan Sosial yang Dibutuhkan

A Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Teman dan Keluarga B Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh C Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Teman dan Kakak Pengasuh D Kakak pengasuh Teman E Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Teman dan Kakak Pengasuh F Teman dan Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh G Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh H Teman dan Kakak Pengasuh Teman I Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh J Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Keluarga K Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh L Teman dan Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh M Teman dan Kakak Pengasuh Teman N Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Teman Kakak Pengasuh O Keluarga, Teman, Kakak Pengasuh Kakak Pengasuh

ANGKET

Nama :

Umur :

Lama di HRF :

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan penerimaan adik

terhadap dukungan yang diperoleh dari orang-orang disekeliling adik. Pernyataan

tersebut terdiri dari 68, setiap pernyataan menggambarkan keadaan yang adik rasakan

saat ini. Pada setiap pernyataan terdapat 4 alternatif jawaban :

SS : Apabila pernyataan Sangat Sesuai dengan keadaan adik

S : Apabila pernyataan Sesuai dengan keadaan adik

KS : Apabila pernyataan Kurang Sesuai dengan keadaan adik

TS : Apabila pernyataan Tidak Sesuai dengan keadaan adik

Tugas adik adalah memilih salah satu diantara alternatif pilihan jawaban yang

paling menggambarkan keadaan adik-adik. Caranya adalah dengan memberi tanda silang

(X) pada kolom disamping pernyataan.

Contoh :

No. Pernyataan SS S KS TS 1. Orang tua mengizinkan saya bekerja sebagai pengamen x

Berarti jawaban adik untuk pernyataan tersebut adalah sangat sesuai karena orang tua

mengizinkan adik untuk bekerja sebagai pengamen.

Bekerjalah dengan teliti. Isilah secara berurutan dan jangan ada pernyataan yang

terlewati. Semua jawaban yang saudara berikan benar dan terjaga kerahasiannya. Oleh

karena itu kakak mengharapkan kejujuran adik-adik dalam menjawab setiap pernyataan

yang ada.

Atas perhatian dan kerjasamanya, kakak ucapkan terima kasih.

SELAMAT BEKERJA

No. Pernyataan SS S KS TS 1. Kakak pengasuh memberi waktu istirahat berlatih jika saya

harus mencapai target setoran

2. Teman-teman mendengarkan cerita saya ketika saya bertengkar dengan orang lain

3. Kakak pengasuh mengabaikan saya ketika saya sedang bercerita mengenai keluarga saya

4. Keluarga memaksa saya tetap bekerja di jalanan walaupun sedang hujan deras

5. Teman-teman menawarkan makanan pada saya ketika saya belum mendapatkan uang dari mengamen

6. Keluarga menilai kemampuan bermain gitar saya lebih jelek dibandingkan orang lain

7. Keluarga membolehkan saya untuk tidak bekerja di jalanan ketka sedang hujan deras

8. Teman-teman mendengarkan pendapat saya mengenai pembagian hasil mengamen

9. Kakak pengasuh meminjamkan alat musik untuk latihan di rumah

10. Kakak pengasuh mengabaikan saya ketika saya mengalami kesulitan untuk menentukan cita-cita saya

11. Kakak pengasuh malas mengajak saya untuk menjadi relawan korban banjir

12. Keluarga mengingatkan saya untuk berlatih musik 13. Teman-teman malas untuk mengajarkan alat musik yang

mereka kuasai

14. Kakak pengasuh menghargai pendapat saya mengenai lagu yang akan dipakai untuk pentas

15. Teman-teman mengajak saya untuk olahraga bersama 16. Teman-teman mengakui kemampuan saya dalam bermusik 17. Keluarga mendukung keinginan saya untuk menjadi musisi 18. Teman-teman malas mengajak saya untuk menjadi panitia

hari kemerdekaan

19. Teman-teman mengajarkan alat musik ketika saya kesulitan untuk memainkannya

20. Keluarga membolehkan saya untuk mengikuti latihan musik

21. Teman-teman malas mengajak saya untuk mengamen bersama-sama ketika saya belum mendapatkan uang

22. Kakak pengasuh menolak memberikan uang ketika saya tampil dalam acara pentas musik

23. Teman-teman memotong pembicaraan ketika saya memberikan pendapat mengenai pembagian tim dalam mengamen

24. Keluarga “cuek” terhadap masa depan saya

No. Pernyataan SS S KS TS 25. Keluarga beranggapan bahwa mengikuti kegiatan gerakan

anti narkoba hanya membuang-buang waktu untuk bekerja

26. Kakak pengasuh mengajak saya untuk menjadi guru musik di tempat lesnya

27. Keluarga mengatakan bahwa cita-cita saya tidak bisa terwujud

28. Kakak pegasuh “cuek” ketika saya berpendapat mengenai atraksi panggung

29. Kakak pengasuh mengajak saya untuk terlibat aktif dalam kegiatan donor darah

30. Keluarga mendengarkan keluhan yang saya hadapi ketika berada di jalanan

31. Kakak pengasuh memberikan saran mengenai kesulitan keuangan yang saya hadapi

32. Keluarga mendukung kegiatan saya di jalanan 33. Keluarga meremehkan keinginan saya untuk menjadi

seniman

34. Keluarga enggan memberikan uang untuk biaya pendaftaran perlombaan musik

35. Kakak pengasuh melarang saya ketika saya meminjam alat musik untuk latihan

36. Kakak pengasuh memberikan informasi mengenai jadwal acara pentas seni

37. Keluarga mengabaikan saya ketika saya mengeluh mengenai pekerjaan saya di jalanan

38. Keluarga menghargai pekerjaan yang saya lakukan 39. Teman-teman menyalahkan saya ketika saya memiliki

masalah keuangan dengan keluarga saya

40. Kakak pengasuh mengabaikan pendapat saya mengenai gerakan-gerakan dalam bermain perkusi

41. Saudara memberikan saran mengenai alat musik apa yang baik untuk saya kembangkan

42. Keluarga mengizinkan saya untuk mengikuti kegiatan pencegahan HIV AIDS

43. Keluarga menanyakan kondisi kesehatan saya ketika muka saya terlihat pucat

44. Teman-teman mengingatkan saya ketika saya jarang mengikuti latihan musik

45. Teman-teman menolak ketika saya pinjam buku musik 46. Teman-teman memperlihatkan raut wajah kurang senang

ketika saya menceritakan masalah di jalanan

47. Kakak pengasuh setuju dengan saran saya dalam bermain biola

48. Kakak pengasuh memberikan ongkos pengganti datang ke tempat latihan musik

No. Pernyataan SS S KS TS 49. Teman-teman malas mengajak saya olahraga bersama 50. Kakak pengasuh meremehkan kemampuan saya dalam

bermain musik

51. Teman-teman memberikan dukungan terhadap ide saya dalam bermain musik di jalanan

52. Kakak pengasuh diam saja ketika saya kesulitan dalam memainkan alat musik

53. Kakak pengasuh menuntut saya untuk terus berlatih walaupun saya sedang sakit

54. Kakak pengasuh menyediakan waktu untuk mendengarkan masalah saya

55. Teman-teman menghibur hati saya ketika saya bertengkar dengan keluarga saya

56. Teman-teman mengejek saya ketika bermain musik 57. Teman-teman melibatkan saya menjadi panitia hari

kemerdekaan

58. Keluarga marah jika saya pulang telat untuk latihan musik bersama teman-teman

59. Saudara saya meminjamkan alat musik untuk tampil di café

60. Keluarga diam saja ketika saya meminta saran dalam menentukan kehidupan saya

61. Teman-teman meminjamkan uang ketika saya sangat memerlukannya

62. Keluarga mengeluh dengan penghasilan saya di jalanan 63. Teman-teman menyembunyikan informasi mengenai

tempat diadakannya perlombaan musik

64. Kakak pengasuh “cuek” ketika saya kesulitan dalam belajar musik

65. Keluarga melarang saya untuk membeli alat musik 66. Kakak pengasuh memberikan ongkos lebih ketika saya

rajin latihan musik

67. Teman-teman meremehkan ide-ide saya dalam penampialn musik di jalanan

68. Keluarga memberi dukungan dalam menentukan masa depan saya

ANGKET

Nama :

Umur :

Lama di HRF :

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan keadaan adik.

Pernyataan tersebut terdiri dari 112, setiap pernyataan menggambarkan keadaan yang

adik-adik rasakan saat ini. Pada setiap pernyataan terdapat 4 alternatif jawaban :

SS : Apabila pernyataan Sangat Sesuai dengan keadaan adik

S : Apabila pernyataan Sesuai dengan keadaan adik

KS : Apabila pernyataan Kurang Sesuai dengan keadaan adik

TS : Apabila pernyataan Tidak Sesuai dengan keadaan adik

Tugas adik adalah memilih salah satu diantara alternatif pilihan jawaban yang

paling menggambarkan keadaan saudara. Caranya adalah dengan memberi tanda silang

(X) pada kolom disamping pernyataan.

Contoh :

No. Pernyataan SS S KS TS 1. Saya senang mendengarkan musik x

Berarti jawaban adik untuk pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan adik saat ini

Bekerjalah dengan teliti. Isilah secara berurutan dan jangan ada pernyataan yang

terlewati. Semua jawaban yang saudara berikan benar dan terjaga kerahasiannya. Oleh

karena itu kakak mengharapkan kejujuran adik-adik dalam menjawab setiap pernyataan

yang ada.

Atas perhatian dan kerjasamanya, kakak ucapkan terima kasih.

SELAMAT BEKERJA

No. Pernyataan SS S KS TS 1. Saya menjawab dengan jujur ketika ada orang yang

bertanya mengenai kehidupan saya

2. Saya mendengarkan masukan dari orang lain mengenai pekerjaan saya di jalanan

3. Saya terganggu ketika ada orang yang bertanya mengenai kehidupan saya di jalanan

4. Saya langsung memukul teman saya ketika pembagian hasil mengamen tidak sesuai

5. Saya berkata kasar ketika ada orang yang bertanya mengenai pekerjaan saya di jalanan

6. Saya berani mengeluarkan ide dalam bermusik ketika sedang berdiskusi bersama teman-teman

7. Saya menanggapi teman yang sedang bercerita mengenai masalah pribadinya

8. Saya malu bertanya kepada kakak pengasuh tentang materi musik yang belum saya pahami

9. Saya menetapkan target setoran untuk membeli barang yang diinginkan

10. Saya tetap mengamen ketika melihat teman saya dipukuli oleh anak jalanan lain

11. Saya mau menolong teman saya jika ada imbalannya 12. Saya malas untuk datang latihan musik ketika di HRF

akan diadakan ujian keterampilan musik

13. Saya malas untuk mencoba menguasai alat musik lain 14. Banyak teman-teman lawan jenis yang mendekati

saya

15. Saya tertantang untuk lebih berkreasi ketika banyak saingan dalam mengamen

16. Saya memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan kepada saya

17. Saya “cuek” ketika teman saya sedang bersedih 18. Saya malas untuk mendengarkan masukan dari orang

lain tentang pekerjaan saya di jalanan

19. Saya diam saja meski sedang butuh uang lebih 20. Saya ragu mendapat tempat mangkal baru untuk

mengamen

21. Saya tergantung pada teman ketika mengamen di jalan

22. Saya yakin anak jalanan mempunyai kesempatan untuk menjadi artis

23. Saya berdoa kepada Tuhan agar diberi kemudahan dalam rezeki

24. Saya mengabaikan ajakan teman-teman untuk menggunakan obat-obat terlarang

No. Pernyataan SS S KS TS 25. Saya bekerja sampai larut malam untuk

menghasilkan uang lebih banyak

26. Saya menjaga perkataan saya ketika berbicara dengan orang lain

27. Saya kehilangan selera humor ketika berada di jalanan

28. Menurut saya, cerita anak jalanan yang akhirnya menjadi orang sukses hanya terdapat di film saja

29. Saya merusak fasilitas umum seperti mencoret-coret tembok, merusak telepon umum,dll

30. Saya malas berusaha mengembangkan kemampuan saya dalam bernyanyi

31. Saya malas menyimpan alat musik pada tempatnya setelah selesai latihan walaupun telah ditegur oleh kakak pengasuh

32. Saya mengkolaborasikan alat musik agar dapat menarik perhatian pengguna jalan untuk memberikan uangnya

33. Saya mau membagikan makanan saya kepada teman 34. Saya menghibur teman saya yang sedang sedih 35. Saya melatih kemampuan saya dalam bermain gitar

agar bisa bermain di café-café

36. Saya berusaha untuk lebih giat berlatih ketika gagal dalam audisi pentas musik

37. Saya ragu dapat mengembangkan kemampuan bermain kendang yang saya miliki

38 Saya marah tanpa alasan yang jelas ketika berada di jalanan

39. Saya malas mengamen sampai larut malam meskipun sedang membutuhkan uang lebih

40. Saya malas beribadah ketika sedang menghadapi masalah keuangan

41. Kesempatan untuk bisa sekolah sampai perguruan tinggi adalah hal yang tidak mungkin bagi anak jalanan

42. Saya terpengaruh teman-teman untuk menggunakan narkoba

43. Saya menyenangi musik sehingga saya dapat menciptakan nada-nada musik dari barang-barang bekas

44. Saya mampu membuat suasana disekitar saya menjadi ceria

45. Saya bisa mewujudkan keinginan saya untuk membahagiakan orang tua

No. Pernyataan SS S KS TS 46. Saya berusaha memisahkan teman saya yang sedang

berkelahi dengan teman “geng” lain

47. Saya berlatih di luar jam latihan agar lebih cepat menguasai musik

48. Saya berusaha menyelesaikan sendiri permasalahan keuangan saya

49. Saya sulit melaksanakan rencana yang telah saya buat 50. Saya menyalahkan keluarga atas keadaan saya

sebagai anak jalanan

51. Saya ragu dapat menjadi seorang musisi 52. Saya pasrah dengan keadaan saya sebagai anak

jalanan

53. Saya mudah tersinggung mendengar lelucon orang lain mengenai keadaan saya

54. Saya malas mengamen ketika matahari sangat terik 55. Saya takut gagal untuk mencoba pekerjaan lain selain

mengamen

56. Saya lebih berhati-hati menggunakan alat musik yang dipinjamkan HRF setelah ditegur oleh kakak pengasuh

57. Saya disiplin dalam mengikuti latihan musik di HRF 58. Saya lebih giat berlatih ketika orang lain

menyepelekan kemampuan saya dalam bermusik

59. Saya menolong teman saya ketika dipukul oleh anak jalanan lain

60. Saya mengatakan ketidaksukaan saya ketika diejek teman tanpa harus memukulnya

61. Saya bernyanyi sambil menari untuk menarik perhatian pengguna jalan

62. Saya malas bila ada orang lain yang menceritakan masalahnya kepada saya

63. Saya mengabaikan keluhan teman saya yang sedang bermasalah

64. Saya kesulitan bersaing dengan teman-teman dalam bermain musik di jalanan

65. Saya menggunakan alat musik dengan cara kasar sehingga mudah rusak

66. Saya menutupi identitas saya sebagai anak jalanan 67. Saya tetap sopan saat mengamen di jalanan 68. Saya terbawa ajakan teman-teman saya untuk bolos

latihan musik di HRF

69. Saya tidak memiliki hobi apapun 70. Saya ragu dapat keluar dari pekerjaan saya sebagai

anak jalanan

No. Pernyataan SS S KS TS 71. Saya berlatih sungguh-sungguh agar kemampuan

menyanyi saya menjadi lebih baik

72. Saya dapat memperbaiki alat musik yang rusak sehingga teman-teman banyak yang meminta tolong pada saya

73. Dengan kemampuan musik yang saya miliki, saya yakin bisa seperti tokoh idola saya

74. Saya berdoa kepada Tuhan sebelum pergi untuk mengamen di jalanan

75. Saya bisa mengembangkan kemampuan saya dalam bermain biola menjadi lebih baik

76. Saya orang yang tidak berguna 77. Saya bersedia meminjamkan uang kepada teman

yang sangat membutuhkan

78. Saya takut untuk mengeluarkan ide dalam bermusik ketika sedang berdiskusi bersama teman

79. Saya menggunakan obat-obat terlarang untuk menghadapi masalah

80. Saya mudah terpengaruh oleh perkataan teman-teman saya

81. Saya ragu dapat meraih cita-cita dengan kemampuan yang saya miliki

82. Saya malas berlatih ketika orang lain menyepelekan kemampuan saya dalam bermusik

83. Saya malas untuk mencari bakat yang saya miliki 84. Saya mencoba sendiri dalam mengulik lagu 85. Saya mengamen sambil menjadi tukang parkir 86. Saya mengikuti perkembangan informasi mengenai

peluang untuk manggung

87. Saya malas untuk berbagi makanan dengan teman saya

88. Saya malu untuk mencoba tampil di suatu acara pentas musik

89. Saya tetap datang latihan di HRF walaupun teman-teman mengajak bermain

90. Saya bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah melalui jalur seni

91. Saya lupa berdoa ketika akan tampil di pentas musik 92. Saya berani bertanya kepada kakak pengasuh tentang

materi musik yang belum saya pahami

93. Saya mendengarkan keluhan teman saya ketika hasil mengamennya tidak mencapai target

94. Saya diam saja ketika melihat orang lain tertabrak motor di jalan

No. Pernyataan SS S KS TS 95. Saya sulit memberikan maaf pada orang yang

melakukan kesalahan pada saya

96. Saya memberitahu teman-teman ketika ada pembagian makanan gratis

97. Saya mengikuti saran yang diberikan orang lain mengenai penampilan saya bermusik di jalanan

98. Saya akan menjelaskan ketika kakak pengasuh bertanya mengenai “pacar” saya

99. Saya susah menerima saran dari orang lain mengenai kemampuan musik saya

100. Saya bingung akan masa depan saya 101. Saya memberitahukan kekesalan saya jika pembagian

hasil mengamen tidak adil tanpa melakukan pertengkaran

102. Saya menerima keadaan saya sebagai anak jalanan tanpa menyalahkan keluarga saya

103. Saya mencari pekerjaan sambilan ketika sedang butuh uang lebih

104. Saya tetap mengamen walaupun cuaca sangat panas 105. Saya mengecek kelengkapan alat musik sebelum

pergi pentas agar bisa bermain musik dengan baik

106. Saya malu datang sendiri untuk latihan musik 107. Saya bolos latihan ketika akan diadakan pentas musik 108. Saya senang bercanda dengan teman-teman saya 109. Saya berusaha untuk tetap bersemangat dalam

menjalani kehidupan

110. Saya menghindari obat-obat terlarang 111. Saya menerima keadaan saya sebagai anak jalanan 112. Saya merusak barang teman saya ketika dia

menghina saya

Documents

PERINGATAN - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/Irmasarirestini_10050005094_skr_2011... · Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila ... STUDI DESKRIPTIF MENGENAI