Upload
rahmah-farida
View
1.004
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 1
Perkembangan Desa, Kecamatan dan Kabupaten pada Masyarakat
Sekitar TNRAW
Sejarah Pembentukkan Provinsi dan Kabupaten
Pasca Indonesia merdeka tahun 1945, Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi satu-kesatuan dengan wilayah di Sulawesi lainnya dalam cakupan administrasi Provinsi Sulawesi. Perubahan terjadi pada era demokrasi terpimpin tahun 1960, ketika dilakukan pemekaran wilayah provinsi yang terlalu luas tersebut menjadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Pada saat itu, Sulawesi Tenggara masih menginduk pada Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara Provinsi Sulawesi Tengah masih menginduk pada Provinsi Sulawesi Utara.
Baru pada tahun 1964, Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Provinsi tersendiri dengan ibukota di Bau-bau. Provinsi ini berpisah dari Provinsi Sulawesi Selatan dengan
dikeluarkannya Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Sebagai Gubernur pertama ditunjuk J. Wayong. Untuk menghormati namanya, Wayong ditetapkan sebagai salah satu nama jalan di Kota Kendari.
Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun yang sama ibu kota Sulawesi Tenggara berpindah dari Bau-bau ke Kendari. Sebagai daerah yang baru mekar, Sultra hanya terdiri atas 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Kendari (ibu kota di Unaaha), Kabupaten Kolaka (ibu kota di Kolaka), Kabupaten Muna (ibu kota di Raha) dan Kabupaten Buton (ibu kota di Bau-bau).
Wilayah yang saat ini ditempati oleh TN Rawa Aopa Watumohai dahulu sangat dikenal oleh masyarakat karena berada pada segitiga Bukari (Buton-Kolaka-Kendari). Ketiga kabupaten tersebut bertemu di satu titik yaitu di puncak gunung Mendoke (790 mdpl). Gunung Mendoke adalah gunung tertinggi di TN Rawa Aopa Watumohai.
Sebelum TN Rawa Aopa Watumohai terbentuk, khususnya pada era 1980-an, TNRAW dikenal sebagai kawasan PPA (Perlindungan dan Pelestarian Alam). Penyebutan itu hingga kini masih bertahan, bahkan bagi sebagian orang lebih dikenal daripada nama TN Rawa Aopa Watumohai itu sendiri.
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 2
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, kawasan di sekitar hutan PPA saat itu masih berpenduduk sangat jarang. Sebagian kawasan di sekitar PPA lalu dikembangkan sebagai kawasan transmigrasi. Penduduk transmigran didatangkan terutama dari suku Bali, Jawa dan Sunda. Mereka membangun pemukiman yang sebelumnya hanya ditempati oleh suku asli Sulawesi Tenggara (Moronene dan Tolaki) serta sebagian suku Bugis.
Wilayah yang baru mereka tempati itu dikenal sebagai wilayah SP (satuan Pemukiman). Begitu banyak wilayah transmigrasi dibangun di sekitar PPA (TNRAW) saat itu, hingga kini kawasan TNRAW sendiri hampir terkelilingi oleh pemukiman masyarakat transmigran dan juga penduduk pendatang berasal dari Sulawesi Selatan (terutama suku Bugis).
Tidak semua warga transmigran mampu bertahan hingga sekarang, sebagian memilih menjual lahan yang diperuntukkan bagi mereka atau bahkan dengan sukarela mereka tinggalkan untuk memilih kembali hidup di daerah asalnya. Namun demikian, program transmigrasi di sekitar PPA (TNRAW) secara umum cukup berhasil. Wilayah transmigrasi yang dahulu dibangun di daerah-daerah sulit dan sepi berdekatan dengan kawasan PPA (TNRAW), kini telah berkembang menjadi daerah yang ramai. Bahkan sebagian diantaranya telah menjadi ibu kota kecamatan. Sebagai contoh adalah Desa Atari Jaya yang telah menjadi ibu kota Kecamatan Lalembuu atau Desa Lantari sebagai ibu kota Kecamatan Lantari Jaya.
Wilayah administrasi dengan komposisi 3 Kabupaten masih bertahan hingga penetapan kawasan TN Rawa Aopa Watumohai tahun 1990 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 756 tahun 1990 dengan luas 105.194 ha. Kawasan TNRAW sebenarnya bukan merupakan kawasan yang baru ditunjuk sebagai kawasan hutan. Sebelumnya, kawasan ini telah difungsikan sebagai kawasan hutan/ kawasan lindung. Status sebelumnya adalah kawasan Suaka Margasatwa, Taman Buru dan Cagar Alam.
Pasca Reformasi tahun 1997/1998, dikeluarkannya UU Otonomi daerah tahun 1999. Eforia pemekaran wilayah menjadi marak di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2003, terjadi pemekaran wilayah kabupaten di bumi anoa ini. Kawasan TNRAW yang pada mulanya berada pada 3 kabupaten (Buton, Kolaka, Kendari) mekar menjadi 4 Kabupaten (Bombana, Kolaka, Konawe dan Konawe Selatan). Kabupaten Bombana (ibu kota Rumbia) merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Buton. Sedangkan Kabupaten Konawe Selatan (ibu kota Andoolo) dimekarkan dari Kabupaten Kendari.
Kabupaten Kendari sendiri akhirnya berubah nama menjadi Kabupaten Konawe dengan ibu kotanya masih di Unaaha. Perubahan nama Kabupaten Kendari ini mulai berlaku pada tanggal 28 September 2004 dengan dikeluarkannya PP Nomor 26 tahun 2004. Sementara untuk pembentukkan Kabupaten Konawe Selatan menggunakan dasar hukum UU Nomor 4 tahun 2003 dan Kabupaten Bombana dengan UU nomor 29 tahun 2003.
Sejarah Perkembangan Kecamatan dan Desa
Sampai pemekaran wilayah kabupaten tahun 2003, telah terbentuk 10 kecamatan di sekitar kawasan TN Rawa Aopa Watumohai. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 3
Tinanggea, Angata, Puriala, Lambuya, Tirawuta, Ladongi, Lambandia, Tanggetada, Watubangga, dan Rarowatu.
Dengan berkembangnya waktu dan kebutuhan pengembangan wilayah, sampai tahun 2012 telah terjadi kembali pemekaran wilayah kecamatan di sekitar TNRAW. Saat ini teridentifikasi 16 kecamatan bersinggungan langsung dengan kawasan TN Rawa Aopa Watumohai. Diantara kecamatan-kecamatan tersebut, kecamatan terluas adalah Kecamatan Mata Usu (456,17 km2) sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Polinggona (46,65 km2). Daftar luas masing-masing kecamatan tersebut selengkapnya sebagaimana tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan di Sekitar TN Rawa Aopa Watumohai
KABKOT No KECAMATAN IBU KOTA LUAS (km2)
BOMBANA 1. Lantari Jaya Lantari 285,01
2. Matausu Kolumbi Mata Usu 456,17
KOLAKA
3. Ladongi Atula 194,43
4. Lambandia Penanggo Jaya 308,63
5. Loea Loea 107,94
6. Polinggona Polinggona 46,65
7. Tanggetada Anaiwoi 409,91
8. Tirawuta Rate-rate 206,80
9. Watubangga Watubangga 388,79
KONAWE 10. Onembute Onembute 99,13
11. Puriala Watundehoa 236,85
KONAWE SELATAN
12. Angata Motaha 330,00
13. Basala Basala 106,00
14. Benua Benua 138,31
15. Lalembuu Atari Jaya 204,82
16. Tinanggea Tinanggea 354,74
Sumber : KCDA BPS Provinsi Sulawesi Tenggara (2012)
Pada radius kurang lebih 3 km, teridentifikasi setidaknya 96 desa memiliki posisi cukup dekat dengan kawasan TN Rawa Aopa Watumohai. Terdapat pula desa-desa berlokasi cukup jauh namun masih masuk dalam katagori desa penyangga bernilai penting karena memiliki interaksi cukup erat dengan kawasan taman nasional khususnya melalui jalur laut, seperti Desa Akuni dan Desa Bungin Permai. Keduanya berada pada wilayah administratif Kecamatan Tinanggea. Apabila digabungkan, maka secara keseluruhan desa terkait erat dengan kawasan taman nasional karena kedekatannya berjumlah 98 desa, yang terletak pada 16 kecamatan dan 4 kabupaten.
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 4
Berdasarkan data Kecamatan Dalam Angka BPS Sulawesi Tenggara tahun 2012, total penduduk pada 98 desa di sekitar TNRAW berjumlah 100.622 jiwa dan terbagi ke dalam 24.226 KK. Desa Ladongi Jaya tercatat sebagai desa dengan penduduk terbanyak, yaitu 3.976 jiwa dari 882 kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk terendah dimiliki oleh Desa Ahuawali dengan total penduduk 245 jiwa dari 59 kepala keluarga. Data nama-nama desa sekitar TNRAW selengkapnya disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Daftar Nama Desa-desa Sekitar Kawasan TN Rawa Aopa Watumohai
KABUPATEN KECAMATAN NO DESA
BOMBANA
MATAUSU 1. Morengke
2. Lamuru
LANTARI JAYA
3. Lantari
4. Passare Apua
5. Lomba Kasih
6. Langkowala
7. Rarongkeu
8. Watu-Watu
9. Tinabite
KOLAKA
WATUBANGGA 10. Mataosu
TANGGETADA
11. Tondowolio
12. Popalia
13. Pewisoa Jaya
POLINGGONA 14. Plasma Jaya
LADONGI
15. Gunung Jaya
16. Lembah Subur
17. Dangia
18. Raraa
19. Welala
20. Ladongi Jaya
21. Wande
22. Wungguloko
23. Pombeyoha
LAMBANDIA
24. Penanggoosi
25. Mokupa
26. Lowa
27. Atolanu
28. Aere
29. Bou
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 5
30. Lere Jaya
31. Iwoi Mea Jaya
32. Pekorea
33. Taore
TIRAWUTA
34. Tumbudadio
35. Lara
36. Roko-Roko
LOEA 37. Iwoikondo
38. Peatoa
KONAWE
PURIALA
39. Puriala
40. Watusa
41. Tetehaka
42. Poanaha
43. Ahuawali
44. Watandehoa
45. Sonai
46. Wonua Morome
47. Puusangi
48. Lalonggatu
49. Tetewatu
50. Mokaleleo
51. Unggulino
52. Puuhopa
53. Lalo Onaha
54. Wawo Sanggula
ONEMBUTE
55. Trimulya
56. Napoosi
57. Kasumeia
58. Suka Maju (Ulu Meraka)
59. Mataiwoi
KONAWE SELATAN ANGATA
60. Pudambu
61. Matabondu
62. Angata
63. Mataiwoi
64. Aopa
65. Pewutaa
66. Puulipu
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 6
67. Boloso
BASALA
68. Lere
69. Tombekuku
70. Iwoi Mendoro
71. Epeesi
72. Basala
73. Lipu Masagena
74. Polo-Pololi
BENUA
75. Uelawa
76. Puunggawu Kawu
77. Horodopi
78. Benua Utama
79. Puosu
80. Lamara
81. Waworaha
82. Tapundoi
LALEMBUU
83. Atari Indah
84. Atari Jaya
85. Lambodi Jaya
86. Potuho Jaya
87. Makupa Jaya
88. Sumber Jaya
89. Lambandia
90. Mandoke
91. Padaleu
TINANGGEA
92. Tinanggea
93. Bungin Permai
94. Lanowulu
95. Roraya
96. Telutu Jaya
97. Tatangge
98. Akuni
Ke depan, komposisi kabupaten di sekitar TNRAW masih berpotensi berubah dengan adanya usulan pemekaran wilayah pada Kabupaten Kolaka. Calon kabupaten baru tersebut direncanakan bernama Kabupaten Kolaka Timur dengan anggota Kecamatan Lambandia, Loea, Ladongi dan sekitarnya. Pemekaran juga dapat terjadi pada level pemerintahan desa maupun kecamatan. Dari sisi tujuan, pemekaran merupakan salah satu cara untuk lebih
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 7
meningkatkan pelayanan pada masyarakat, mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah serta meningkatkan taraf hidup warganya.
Referensi :
1. BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012.
2. www.id.wikipedia.org, diakses tanggal 4 Nopember 2012.