Upload
dima-fitria-febriani
View
66
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pembelajaran
Citation preview
Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh MOCH. WHILKY RIZKYANFI, S.Pd., M.Pd.
Oleh:
Sella Alfathya Winadi 112130260
Sakina Nur Fitria 112130255
Wulandaru 112130277
Program Studi Desain Komunikasi Visual
STISI Telkom Bandung
2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB 1.....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang Masalah.........................................................................................................2
1.2. Rumusan masalah..................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................2
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................................................2
2.1. Minat Belajar Bahasa Indonesia..................................................................................................2
2.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama dan Kedua........................................2
2.3. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia...................................2
BAB III....................................................................................................................................................2
KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................................................2
3.1. Simpulan................................................................................................................................2
3.2. Saran......................................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
karuniaNyalah, karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun waktunya agak
terlambat. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia, pada semester I, di tahun ajaran 2012, dengan judul Permasalahan
dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengerti tentang
permasalahan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya proses pembelajaran
di Kampus Universitas Telkom, Bandung. Sumber yang kami peroleh dalam penulisan
makalah ini didapat dari dosen Bahasa Indonesia dan para dosen lainnya ketika sedang proses
belajar-mengajar. Demikian juga sumber dari beberapa situs tentang pelajaran Bahasa
Indonesia yang kami peroleh dari internet.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama dalam
menuangkan tulisan, karena kami baru pertama kali membuat makalah proses pelajaran
Bahasa Indonesia dengan segala permasalahannya. Namun, berkat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bpk. Moch. Whilky Rizkyanfi, yang tidak lelah dan bosan untuk memberikan arahan
dan bimbingan kepada kami setiap saat.
2. Orang tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memberikan motivasi dan
dorongan serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual.
3. Narasumber terpecaya dalam pembuatan makalah ini dan semua pihak yang ikut
membantu dalam pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan karya
ilmiah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di
masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga karya ilmiah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri
bagi generasi muda, khususnya tentang pentingnya pelajaran Bahasa Indonesia, sebagai
bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Bahwa kita adalah bagian dari keluarga besar bangsa
Indonesia tercinta, sesuai dengan sumpah pemuda yang berbunyi : Pertama, Kami putra dan
putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, Kami putra
dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan Ketiga, Kami putra
dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bandung, Desember 2012
Tim Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangs Indonesia adalah
Bahasa Indonesia. Bilamana dilihat dari sudut pandang linguistik, bahasa
Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu, terutama bahasa
Melayu Riau di abad 19, yang menjadi wilayah Kepulauan Riau sekarang.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda,
28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama
bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa
Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau
maupun Semenanjung Malaya. Bahasa Indonesia hingga saat ini merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan siswa/mahasiswa
masih dirasakan sangat kurang, khususnya pada saat pembelajaran Bahasa
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kosakata bahasa Indonesia yang
dimiliki oleh siswa/mahasiwa. Kebiasaan siswa/mahasiswa menggunakan bahasa
daerah atau bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari masih terbawa ke dalam
proses pembelajaran.
Kesalahan dalam bahasa tulis seperti penggunaan tanda baca, huruf besar,
paragraf. dan lain-lain disebabkan oleh siswa/mahasiswa kurang mengetahui
kaidah-kaidah yang benar. Dalam tugas makalah ini kami membahas mengenai
“Permasalahan dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia” karena
sebagian besar siswa/mahasiswa beranggapan bahwa mata kuliah Bahasa
Indonesia membosankan, dan sulit juga rumit dipengerjaannya, tetapi di sisi lain
mereka mempunyai pandangan bahwa mata kuliah bahasa Indonesia harus
dimengerti. Oleh karena itu diharapkan dalam makalah ini kami dapat
menemukan penyebab dan solusi atas kurangnya minat belajar siswa terhadap
Bahasa Indonesia. Diharapkan melalui solusi ini dapat membuat siswa/mahasiswa
lebih tertarik dalam mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Hal ini juga diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan
siswa/mahasiswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal,
khususnya dalam proses belajar bahasa Indonesia.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan
masalah sebagai dapat berikut :
1. Apakah permasalahan siswa dan mahasiswa dalam berbahasa Indonesia?
2. Apakah yang menyebabkan siswa malas untuk belajar Bahasa Indonesia?
3. Apa yang menyebabkan mata kuliah Bahasa Indonesia kurang diminati oleh
siswa/mahasiswa?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap mata kuliah Bahasa
Indonesia?
2. Mencari cara agar mahasiswa tertarik terhadap mata kuliah Bahasa Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1. Agar siswa/mahasiswa lebih tertarik terhadap mata kuliah Bahasa Indonesia.
2. agar mahasiswa lebih mengerti dan menghargai bahasanya sendiri yaitu bahasa
Indonesia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Minat Belajar Bahasa Indonesia
Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan
kepada para siswa di sekolah. Tak heran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak
masih di bangku SD hingga lulus SMA. Dari situ diharapkan siswa mampu menguasai,
memahami, dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa. Seperti membaca,
menyimak, menulis, dan berbicara.
Kemudian pada saat SMP dan SMA siswa juga mulai dikenalkan pada dunia kesastraan. Di
mana dititikberatkan pada tata bahasa, ilmu bahasa, dan berbagai apresiasi sastra. Logikanya,
telah 12 tahun mereka merasakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di bangku sekolah.
Selama itu pula mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah absen menemani mereka.
Namun, luar biasanya, kualitas berbahasa Indonesia para siswa yang telah lulus SMA masih
saja jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya, yaitu untuk dapat berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini masih terlihat dampaknya pada saat mereka
mulai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Indonesia baik secara lisan apalagi tulisan yang klise
masih saja terlihat. Seolah-olah fungsi dari pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tidak
terlihat maksimal. Saya pernah membaca artikel dosen saya yang dimuat oleh harian Pikiran
Rakyat. Di mana dalam artikel tersebut dibeberkan banyak sekali kesalahan-kesalahan
berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para mahasiswa saat penyusunan skripsi.
Hal ini tidak relevan, mengingat sebagai mahasiswa yang notabenenya sudah mengenyam
pendidikan sejak setingkat SD hingga SMU, masih salah dalam menggunakan bahasa
Indonesia. Lalu, apakah ada kesalahan dengan pola pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah?
Selama ini pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah cenderung konvensional, bersifat hafalan,
penuh jejalan teori-teori linguistik yang rumit. Serta tidak ramah terhadap upaya
mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Hal ini khususnya dalam kemampuan
membaca dan menulis. Pola semacam itu hanya membuat siswa merasa jenuh untuk belajar
bahasa Indonesia. Pada umumnya para siswa menempatkan mata pelajaran bahasa pada
urutan buncit dalam pilihan para siswa/mahasiswa, yaitu setelah pelajaran-pelajaran eksakta
dan beberapa ilmu sosial lain. Jarang siswa yang menempatkan pelajaran ini sebagai favorit.
Hal ini semakin terlihat dengan rendahnya minat siswa untuk mempelajarinya dibandingkan
dengan mata pelajaran lain. Saya menyoroti masalah ini setelah melihat adanya metode
pengajaran bahasa yang telah gagal mengembangkan keterampilan dan kreativitas para siswa
dalam berbahasa. Hal ini disebabkan karena pengajarannya yang bersifat formal akademis,
dan bukan untuk melatih kebiasaan berbahasa para siswa itu sendiri.
Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak kelas 1 SD. Seperti ulat
yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mereka memulai dari nol. Pada masa
tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakup membaca, menulis sambung
serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan
ilustrasi gambar. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis
tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan
gejala kejenuhan akan belajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku
paket yang menjadi buku wajib. Sementara itu isi dari materinya terlalu luas dan juga
cenderung bersifat hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat
menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu
saja.
Sebagai contoh, dari data tes yang dilakukan di beberapa SD di Indonesia tentang gambaran
dari hasil pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SD. Tes yang digunakan adalah tes yang
dikembangkan oleh dua Proyek Bank Dunia, yaitu PEQIP dan Proyek Pendidikan Dasar
(Basic Education Projects) dan juga digunakan dalam program MBS dari Unesco dan Unicef.
Dari tes menulis dinilai berdasarkan lima unsur,yaitu:
a. tulisan tangan (menulis rapi),
b. ejaan,
c. tanda baca,
d. panjangnya karangan,
e. kualitas bahasa yang digunakan.
Bobot dalam semua skor adalah tulisan (15%), ejaan (15%), tanda baca (15%), panjang
tulisan (20%), dan kualitas tulisan (35%).Hanya 19% anak bisa menulis dengan tulisan tegak
bersambung dan rapi. Sedangkan 64% bisa membaca rapi tetapi tidak bersambung.
Perbedaan antarsekolah sangat mencolok. Pada beberapa sekolah kebanyakan anak menulis
dengan rapi, sementara yang lain sedikit atau sama sekali tidak ada. Ini hampir bisa
dipastikan guru-guru pada sekolah-sekolah yang pertama yang bagus tulisannya secara
reguler mengajarkan menulis rapi. Sementara itu, sekolah-sekolah yang belakangan tidak.
Hanya 16% anak menulis tanpa kesalahan ejaan dan 52% anak bisa menulis dengan ejaan
yang baik (sebagian besar kata dieja dengan benar), sementara lebih dari 30% dari kasus
menulis dengan kesalahan ejaan yang parah atau sangat parah. 58 % anak memberi tanda
baca pada tulisan mereka dengan baik (dikategorikan bagus atau sempurna), sementara itu
lebih dari 35% kasus anak yang menulis dengan kesalahan tanda baca dan dikategorikan
kurang atau sangat kurang. 58% siswa menulis lebih dari setengah halaman dan 44% siswa
isi tulisannya yang dinilai baik, yaitu gagasannya diungkapkan secara jelas dengan urutan
yang logis. Pada umumnya anak kurang dapat mengelola gagasannya secara sistematis.
Alasan mengapa begitu banyak anak yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan
dengan kualitas dan panjang yang memuaskan serta dengan menggunakan ejaan dan tanda
baca yang memadai ialah anak-anak di banyak kelas jarang menulis dengan kata- kata
mereka sendiri. Mereka lebih sering menyalin dari papan tulis atau buku pelajaran. Dari data
tersebut menggambarkan hasil dari KBM Bahasa Indonesia di SD masih belum maksimal
walaupun jam pelajaran Bahasa Indonesia sendiri memiliki porsi yang cukup banyak.
Setelah lulus SD dan melanjutkan ke SMP, ternyata proses pengajaran Bahasa Indonesia
masih tidak kunjung menunjukan perubahan yang berarti. Ulat pun masih menjadi
kepompong. Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD ternyata masih dijumpai di
SMP. Bahkan ironisnya, belajar menulis sambung yang mati-matian diajarkan dahulu
ternyata hanya sebatas sampai SD saja. Pada saat SMP penggunaan huruf sambung seakan-
akan haram hukumnya karena banyak guru dari berbagai mata pelajaran yang mengharuskan
muridnya untuk selalu menggunakan huruf cetak. Lalu apa gunanya mereka belajar menulis
sambung?
Seharusnya pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan dunia menulis
(mengarang) yang lebih hidup dan bervariatif. Di mana seharusnya siswa telah dilatih untuk
menunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis: esai, cerita pendek, puisi, artikel,
dan sebagainya. Namun, selama ini hal itu dibiarkan mati karena pengajaran Bahasa
Indonesia yang tidak berpihak pada pengembangan bakat menulis mereka. Pengajaran
Bahasa Indonesia lebih bersifat formal dan beracuan untuk mengejar materi dari buku paket.
Padahal, keberhasilan kegiatan menulis ini pasti akan diikuti dengan tumbuhnya minat baca
yang tinggi di kalangan siswa.
Beranjak ke tingkat SMA ternyata proses pembelajaran Bahasa Indonesia-pun masih setali
tiga uang. Sang ulat kini hanya menjadi kepompong besar. Kecuali dengan ditambahnya
bobot sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia, materi yang diajarkan juga tidak jauh-jauh
dari imbuhan, masalah ejaan, subjek-predikat, gaya bahasa, kohesi dan koherensi paragraf,
peribahasa, serta pola kalimat yang sudah pernah diterima di tingkat pendidikan sebelumnya.
Perasaan akan pelajaran Bahasa Indonesia yang dirasakan siswa begitu monoton, kurang
hidup, dan cenderung jatuh pada pola-pola hafalan masih terasa dalam proses KBM.
Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuat pelajaran ini menjadi pelajaran yang
kalah penting dibanding dengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minat
baca, maupun minat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia semakin tampak menurun.
Padahal, bila kebiasaan menulis sukses diterapkan sejak SMP, seharusnya saat SMA siswa
telah dapat mengungkapkan gagasan dan ''unek-unek'' mereka secara kreatif. Baik dalam
bentuk deskripsi, narasi, maupun eksposisi yang diperlihatkan melalui pemuatan tulisan
mereka berupa Surat Pembaca di berbagai surat kabar. Dengan demikian, apresiasi dari
pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi jelas tampak praktiknya dalam kehidupasn sehari-
hari. Bila diberikan bobot yang besar pada penguasaan praktik membaca, menulis, dan
apresiasi sastra dapat membuat para siswa mempunyai kemampuan menulis jauh lebih baik.
Hal ini sangat berguna sekali dalam melatih memanfaatkan kesempatan dan kebebasan
mereka untuk mengungkapkan apa saja secara tertulis, tanpa beban dan tanpa perasaan takut
salah.
Setelah melihat pada ilustrasi dari pola pengajaran tersebut saya melihat adanya kelemahan -
kelemahan dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah. KBM belum sepenuhnya
menekankan pada kemampuan berbahasa, tetapi lebih pada penguasaan materi. Hal ini
terlihat dari porsi materi yang tercantum dalam buku paket lebih banyak diberikan dan
diutamakan oleh para guru bahasa Indonesia, sedangkan pelatihan berbahasa yang sifatnya
lisan ataupun praktek hanya memiliki porsi yang jauh lebih sedikit. Padahal, kemampuan
berbahasa tidak didasarkan atas penguasaan materi bahasa saja, tetapi juga perlu latihan
dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Selain itu, pandangan atau persepsi sebagian guru, keberhasilan siswa lebih banyak dilihat
dari nilai yang diraih atas tes, ulangan umum bersama (UUB) terlebih lagi pada Ujian Akhir
Nasional (UAN). Nilai itu sering dijadikan barometer keberhasilan pengajaran. Perolehan
nilai yang baik sering menjadi obsesi guru karena hal itu dipandang dapat meningkatkan
prestise sekolah dan guru. Untuk itu, tidak mengherankan jika dalam KBM masih dijumpai
guru memberikan latihan pembahasan soal dalam menghadapi UUB dan UAN. Apalagi
dalam UUB dan UAN pada pelajaran bahasa Indonesia selalu berpola pada pilihan ganda.
Dimana bagi sebagian besar guru menjadi salah satu orientasi di dalam proses pembelajaran
mereka. Akibatnya, materi yang diberikan kepada siswa sekedar membuat mereka dapat
menjawab soal-soal tersebut, tetapi tidak punya kemampuan memahami dan
mengimplementasikan materi tersebut untuk kepentingan praktis dan kemampuan berbahasa
mereka. Pada akhirnya para siswa yang dikejar-kejar oleh target NEM-pun hanya berorientasi
untuk lulus dari nilai minimal atau sekadar bisa menjawab soal pilihan ganda saja. Perlu
diingat bahwa soal-soal UAN tidak memasukan materi menulis atau mengarang (soal esai).
Peran guru Bahasa Indonesia juga tak lepas dari sorotan, mengingat guru merupakan tokoh
sentral dalam pengajaran. Peranan penting guru juga dikemukakan oleh Harras (1994).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara berkembang, termasuk
Indonesia, dilaporkannya bahwa guru merupakan faktor determinan penyebab rendahnya
mutu pendidikan di suatu sekolah. Begitu pula penelitian yang dilakukan International
Association for the Evaluation of Education Achievement menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara tingkat penguasaan guru terhadap bahan yang diajarkan
dengan pencapaian prestasi para siswanya.
Sarwiji (1996) dalam penelitiannya tentang kesiapan guru Bahasa Indonesia, menemukan
bahwa kemampuan mereka masih kurang. Kekurangan itu, antara lain, pada pemahaman
tujuan pengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran, dan penyusunan serta
penyelenggaraan tes hasil belajar. Guru Bahasa Indonesia juga harus memerhatikan prinsip-
prinsip pembelajaran bahasa yang langsung berhubungan dengan aspek pembelajaran
menulis, kosakata, berbicara, membaca, dan kebahasaan .Rupanya guru juga harus selalu
melakukan refleksi agar tujuan bersama dalam berbahasa Indonesia dapat tercapai.
Selain itu, siswa dan guru memerlukan bahan bacaan yang mendukung pengembangan minat
baca, menulis dan apreasi sastra. Untuk itu, diperlukan buku-buku bacaan dan majalah sastra
(Horison) yang berjalin dengan pengayaan bahan pengajaran Bahasa Indonesia. Kurangnya
buku-buku pegangan bagi guru, terutama karya-karya sastra mutakhir (terbaru) dan buku
acuan yang representatif merupakan kendala tersendiri bagi para guru. Koleksi buku di
perpustakaan yang tidak memadai juga merupakan salah satu hambatan bagi guru dan siswa
dalam proses pembelajaran di sekolah perpustakaan sekolah hanya berisi buku paket yang
membuat siswa malas mengembangkan minat baca dan wawasan mereka lebih jauh.
Menyadari peran penting pendidikan bahasa Indonesia, pemerintah seharusnya terus berusaha
meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Apabila pola pendidikan terus stagnan dengan pola-
pola lama, maka hasil dari pembelajaran bahasa Indonesia yang didapatkan oleh siswa juga
tidak akan bepengaruh banyak. Sejalan dengan tujuan utama pembelajaran Bahasa Indonesia
supaya siswa memiliki kemahiran berbahasa diperlukan sebuah pola alternatif baru yang
lebih variatif dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Agar proses KBM di kelas yang
identik dengan hal-hal yang membosankan dapat berubah menjadi suasana yang lebih
semarak dan menjadi lebih hidup.
Dengan lebih variatifnya metode dan teknik yang disajikan diharapkan minat siswa untuk
mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia meningkat dan memperlihatkan antusiasme yang
tinggi. Selain itu, guru hendaknya melakukan penilaian proses penilaian atas kinerja
berbahasa siswa selama KBM berlangsung. Jadi, tidak saja berorientasi pada nilai ujian
tertulis. Perlu adanya kolaborasi baik antar guru Bahasa Indonesia maupun antara guru
Bahasa Indonesia dengan guru bidang studi lainnya. Dengan demikian, tanggung jawab
pembinaan kemahiran berbahasa tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bahasa
Indonesia melainkan juga guru bidang lain. Apabila sistem pembelajaran Bahasa Indonesia
yang setengah-setengah akan terus begini, metamorfosis sang ulat hanyalah akan tetap
menjadi kepompong. Awet dan tidak berkembang karena pengaruh formalin pola pengajaran
yang masih berorientasi pada nilai semata
Pembelajaran Bahasa Indonesia sampai saat ini masih saja mengalami kendala-kendala.
Kendala-kendala ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya faktor guru dan siswa itu
sendiri. Satu hal yang sangat memprihatinkan, pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa
Indonesia tidak dianggap berhasil (Widharyanto,1999:71). Salah satu indikatornya adalah
nilai mata kuliah Bahasa Indonesia yang kadang masih rendah dan tidak jarang pula masih
tertinggal jauh dari mata kuliah eksak dan bahasa asing.
Pada tingkat perguruan tinggi, jurusan Bahasa Indonesia juga tampak lesu. Minat calon
mahasiswa untuk masuk ke jurusan Bahasa Indonesia masih sangat rendah. Masyarakat pun
masih memandang sebelah mata terhadap jurusan Bahasa Indonesia. Alasan masyarakat
beragam, di antaranya jurusan Bahasa Indonesia tidak bermutu, ilmunya tidak banyak
mendatangkan manfaat praktis (dari segi materi tidak banyak mendatangkan manfaat), tidak
bergengsi, dan para sarjana Bahasa Indonesia banyak mengalami kesulitan dalam mencari
pekerjaan.
Melihat keterpurukan kedudukan mata pelajaran Bahasa Indonesia ataupun jurusan Bahasa
Indonesia di beberapa tempat ini, sudah saatnya para akademisi dan orang-orang yang peduli
terhadap masalah ini mengoreksi dan meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia. Berawal
dari perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia inilah diharapkan dapat mengubah pandangan
para siswa maupun mahasiswa terhadap mata pelajaran atau mata kuliah Bahasa Indonesia
dan pandangan masyarakat terhadap jurusan Bahasa Indonesia.
Makalah ini akan sedikit menguraikan solusi yang mungkin berguna bagi pembelajaran
Bahasa Indonesia. Makalah ini hanya dibatasi pada pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai
bahasa pertama dan kedua, mengingat pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertama dan kedua dinilai belum berhasil atau belum begitu memuaskan.
2.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama dan Kedua
Pembelajaran bahasa pada umumnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu
pembelajaran bahasa pertama atau bahasa ibu, pembelajaran bahasa kedua, dan pembelajaran
bahasa asing.
Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama terjadi apabila siswa merupakan
penutur asli bahasa Indonesia. Proses pembelajaran yang terjadi dalam pembelajaran bahasa
pertama ini adalah pemerolehan dan belajar.
Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua terjadi apabila Bahasa Indonesia
mempunyai fungsi komunikatif dalam masyarakat di mana penutur tinggal. Dalam hal ini,
komunikasi dalam masyarakat dipilah-pilah menurut konteksnya. Dalam konteks keluarga,
bahasa yang dipakai oleh siswa adalah bahasa pertama dan dalam konteks lingkungan bahasa
yang dipakai adalah bahasa Indonesia.
Sementara itu, pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing apabila bahasa Indonesia
tidak memiliki fungsi komunikatif yang mantap dalam lingkungan masyarakat yang belajar
bahasa Indonesia.
Siswa atau pembelajar bahasa Indonesia yang berbahasa ibu bahasa Indonesia menggunakan
bahasa Indonesia tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di rumah dan lingkungan
masyarakatnya.
Dengan demikian, bahasa Indonesia menjadi sangat dominan dalam interaksi keseharian
pembelajar atau siswa sementara pembelajar (siswa) bahasa Indonesia yang berbahasa ibu
bahasa daerah menggunakan bahasa daerah di rumah dan lingkungan masyarakatnya, dan
sedikit sekali mempunyai kesempatan menggunakan bahasa daerah di lingkungan atau situasi
formal.
Dari perbedaan ini strategi pembelajaran Bahasa Indonesia yang dipersiapkan oleh pengajar
tentu berbeda. Dalam hal ini pengajar harus benar-benar mengetahui latar belakang
pembelajar (siswa) agar strategi yang diterapkannya benar-benar efektif.
2.3. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Metode mengajar guru akan memengaruhi belajar siswa. Untuk itu, guru harus berani
mencoba metode-metode atau teknik-teknik baru yang dapat membantu meningkatkan
kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa. Sampai saat ini (sepanjang
pengetahuan penulis) belum ada metode pembelajaran yang benar-benar sempurna. Untuk
itu, tidak ada salahnya jika guru mempertimbangkan saran yang disampaikan Soenjono
Dardjowidjojo, yaitu guru harus bisa memetik dan memakai mana yang unggul dan
membuang mana yang busuk. Artinya, guru harus berani memadukan beberapa metode
pembelajaran dalam rangka menuju ‘kesempurnaan’ pembelajaran.
Sebagai contoh, guru menggunakan pendekatan komunikatif sekaligus menggunakan
pendekatan longitudinal. Dari kedua pendekatan ini, guru dapat mengambil sisikeunggulan
kedua pendekatan tersebut. Dalam hal ini guru menyampaikan struktur bahasa yang benar
(tetapi tidak melulu mengajarkan struktur) dan disertai memberikan kesempatan pada
pembelajar (siswa) untuk mempraktikkan bahasa yang diperolehnya agar lebih komunikatif.
Ketika pembelajar (siswa) mempraktikkan bahasanya, guru membetulkan kesalahan yang
dibuat oleh pembelajar (siswa). Dengan demikian pembelajar akan terampil menggunakan
bahasanya dengan meminimalkan kesalahan.
Selain itu, guru harus mengingat apa yang dikatakan Widdowson (dalam Dardjowidjojo,
2003:5) yaitu sudah saatnya kita meninggalkan model pembelajaran yang berorientasi
pada language usage, sebab yang diperlukan pembelajar (sisiwa) sebenarnya adalah
language use.
Dalam hal ini guru hendaknya lebih menekankan pada penggunaan bahasa, artinya
pembelajar (siswa) ditunjukkan tentang aplikasi bahasa dan ragam bahasa yang ada di tengah
masyarakat. Hal ini bertujuan agar pembelajar (siswa) dapat menggunakan bahasa dengan
baik dan benar jika ia nantinya terjun ke masyarakat.
Keputusan tentang metode pembelajaran mana yang akan dipakai harus mempertimbangkan
latar belakang pembelajar (siswa), antara lain latar belakang sosial budaya dan bahasa ibu
yang dipergunakan. Sebagai ilustrasi, berikut contoh situasi yang dapat dipertimbangkan guru
dalam mengambil keputusan tentang metode pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa ibu.
Apabila pembelajar (siswa) mempunyai ibu berupa bahasa daerah, sangat dimungkinkan
pembelajaran bahasa keduanya sangat dipengaruhi bahasa pertamanya.
BAB 3
PENUTUP
2.1. Simpulan
Melalui penelitian yang dilakukan dalam bab sebelumnya, penelitian mencoba untuk
menjawab masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya. Simpulan dari permasalah dalam
proses pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Perihal yang menjadi permasalahan siswa dan mahasiswa dalam berbahasa Indonesia
adalah para para siswa dan mahasiswa kerap melakukan kesalahan-kesalahan dalam
berbahasa Indonesia baik secara lisan apalagi tulisan. Seolah-olah fungsi dari
pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tidak terlihat maksimal. Hal ini diperparah
dengan minat siswa baik yang menyangkut minat baca, maupun minat untuk
mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia semakin tampak menurun.
2. Hal yang menyebabkan siswa malas untuk belajar mata kuliah Bahasa Indonesia
adalah karena mereka beranggapan bahwa pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan
di sekolah tidak bermutu, ilmunya tidak banyak mendatangkan manfaat praktis, dari
segi materi tidak banyak mendatangkan manfaat, tidak bergengsi, dan para sarjana
Bahasa Indonesia banyak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
3. Semenjak SD sampai dengan kuliah pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakup
membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan
bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai ke tingkat-tingkat
selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya
mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut
diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib, sementara isi dari
materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang membosankan. Inilah
yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia
karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja. Hal ini lah yang menyebabkan
kurangnya minat belajar dalam mata kuliah Bahasa Indonesia.
3.2 Saran
Berdasarkan penelitian berikut ini, saran yang bisa penulis berikan adalah sebagai berikut :
1. Metode mengajar guru akan memengaruhi belajar siswa. Untuk itu, guru harus berani
mencoba metode-metode atau teknik-teknik baru yang dapat membantu meningkatkan
kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa.
2. Siswa atau pembelajar Bahasa Indonesia yang berbahasa ibu Bahasa Indonesia
menggunakan Bahasa Indonesia tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di rumah dan
lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian, Bahasa Indonesia menjadi sangat
dominan dalam interaksi keseharian pembelajar atau siswa. Sementara pembelajar
(siswa) bahasa Indonesia yang berbahasa ibu bahasa daerah menggunakan bahasa
daerah di rumah dan lingkungan masyarakatnya, dan sedikit sekali mempunyai
kesempatan menggunakan bahasa daerah di lingkungan atau situasi formal. Dari
perbedaan ini, strategi pembelajaran Bahasa Indonesia yang dipersiapkan oleh
pengajar tentu berbeda. Dalam hal ini pengajar harus benar-benar mengetahu latar
belakang pembelajar (siswa) agar strategi yang diterapkannya benar-benar efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://dt87.student.umm.ac.id/download-as-doc/student_blog_article_14.doc
id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
http://re-searchengines.com/0106achmad.html
http://www.papantulisku.com/2010/05/permasalahan-proses-belajar-mengajar.html
http://www.pelitakarawang.com/2012/06/pelatihan-bahasa-indonesia-dan.html
http://www.pelitakarawang.com/2010/04/apa-manfaat-belajar-bahasa-indonesia.html
http://www.hariansumutpos.com/2011/02/56/bahasa-dan-sastra-indonesia-di-sekolah#axzz2HxZPFA8L
http://purwatianggraini.staff.umm.ac.id/2010/01/26/problematika-pembelajaran-bahasa-indonesia/