38
1 LAPORAN PENELITIAN PERMASALAHAN HUKUM BENTUK BADAN USAHA KOPERASI PADA BANK Oleh: Dian Cahyaningrum Pusat Penelitian Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat 2016

PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

1

LAPORAN PENELITIAN

PERMASALAHAN HUKUM

BENTUK BADAN USAHA KOPERASI PADA BANK

Oleh: Dian Cahyaningrum

Pusat Penelitian Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat

2016

Page 2: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

2

EXECUTIVE SUMMARY

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Bank memiliki peran yang sangat penting sebagai sumber pembiayaan untuk

mendukung pembangunan perekonomian nasional guna mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur. Untuk itu bank harus dikelola dengan baik. Salah satu faktor

penting yang mempengaruhi pengelolaan bank agar bank dapat maju dan

berkembang adalah bentuk badan usaha bank. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat

(2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU

No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan), baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan terbatas (PT), dan

perusahaan daerah. Selain ketiga bentuk tersebut, bentuk usaha BPR dapat berupa

bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dibukanya kemungkinan

bagi BPR untuk memiliki bentuk lain karena usaha BPR lebih terbatas dibandingkan

bank umum. Tujuannya adalah untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan

perbankan yang lebih kecil seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, bank

pasar, bank pegawai, lembaga perkreditan kecamatan, dan sebagainya.1

Dari ketiga bentuk usaha bank tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh

Gatot Supramono, bentuk usaha yang paling menonjol dan banyak digunakan dalam

praktik adalah PT dibandingkan dengan koperasi atau perusahaan daerah. PT

dianggap sebagai bentuk ideal bagi bank karena kedudukan dan sifatnya yang

memperlancar usaha bank. PT merupakan badan hukum yang memiliki tujuan utama

mencari keuntungan atau profit oriented sehingga harus diurus oleh pengurus yang

profesional. Selain itu, pertanggungjawaban PT berada pada badan hukumnya dan

pendiri hanya bertanggung jawab terbatas pada modal yang dimasukkan.2

Gatot Supramono juga berpendapat bahwa berbeda dengan PT, koperasi pada

1 Lihat: Penjelasan Pasal 21 ayat (2) huruf d UU Perbankan 2 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 53-54.

Page 3: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

3

umumnya merupakan perusahaan yang kurang berani bersaing dengan

perusahaan-perusahaan lainnya. Koperasi berstatus sebagai badan hukum yang

modalnya berasal dari simpanan para anggota. Meskipun koperasi sebagai

perusahaan bertujuan untuk mencari keuntungan, namun tujuan utama koperasi

adalah untuk mensejahterakan anggotanya. Selain itu pengurus dan anggota

kebanyakan koperasi yang ada di Indonesia kurang menguasai cara menjalankan

koperasi sebagai perusahaan. Pengurus koperasi juga kurang profesional selaku

pengusaha. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang ragu-ragu untuk mendirikan

bank yang berbentuk koperasi. Bank berbentuk koperasi dianggap kurang atau tidak

akan berhasil menjalankan tugasnya melayani masyarakat.3

Senada dengan Gatot Supramono, Bank Indonesia (BI) pada saat Rapat Dengar

Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka penyusunan RUU Perbankan di Komisi XI

DPR RI Periode 1999-2014 juga berpandangan bahwa PT dianggap sebagai bentuk

usaha bank terbaik karena modal sewaktu-waktu dapat ditambah melalui penjualan

saham, bank dipimpin oleh direksi yang profesional dan berkualitas, adanya Dewan

Komisaris yang mengawasi Direksi dalam melakukan pengurusan pada bank, bank

tunduk pada aturan OJK dan juga diawasi oleh OJK, dan keputusan dapat diambil

secara cepat karena pemegang saham mayoritas memegang peranan yang besar

dalam pengambilan keputusan. Dengan kelebihannya tersebut, bentuk usaha PT ini

jugalah yang berlaku dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,

sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi

“bentuk badan hukum Bank Syariah adalah perseroan terbatas”.

BI juga sependapat dengan Gatot Supramono bahwa bentuk usaha koperasi

memiliki banyak kelemahan apabila diterapkan pada bank. Beberapa kelemahan

dimaksud adalah: 1) kurang kuatnya permodalan; 2) kurangnya sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas yang dapat menjadi pengurus atau duduk sebagai jajaran

manajerial bank karena pengurus diambil dari anggota koperasi; 3) adanya dualisme

pengaturan pelaksanaan dan pengawasan perbankan antara OJK4 dan Kementerian

3 Ibid. 4 Berdasarkan UU Perbankan, bank diawasi oleh Bank Indonesia. Namun setelah UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk maka pengawasan bank dilakukan

Page 4: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

4

Koperasi; 4) sulitnya mengambil keputusan pada bank yang berbadan usaha koperasi,

khususnya apabila jumlah anggota koperasi cukup banyak karena rapat anggota

koperasi sebagai organ tertinggi koperasi sulit diselenggarakan sewaktu-waktu; dan

5) beralihnya bank berbadan usaha koperasi menjadi koperasi simpan pinjam

apabila dibubarkan oleh BI karena suatu alasan, misalnya terkena sanksi sehingga

dikhawatirkan dapat merugikan nasabah.5

Berbeda dengan BI, beberapa anggota Komisi XI DPR RI Periode 2009-2014

berpandangan bahwa RUU Perbankan seharusnya membuka ruang untuk

membentuk bank yang berbentuk koperasi. Ditutupnya ruang untuk membentuk

bank berbadan usaha koperasi merupakan pelanggaran terhadap Pasal 33 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) yang menyebutkan

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Sebagaimana dikemukakan oleh Mohammad Hatta yang dikenal sebagai bapak

Koperasi Indonesia, bentuk usaha yang sesuai dengan usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (1) UUD Tahun

1945 adalah koperasi. Dengan demikian tidak diakomodasinya bentuk badan usaha

koperasi pada bank dalam RUU Perbankan dikhawatirkan dapat mengakibatkan RUU

tersebut diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah disahkan

menjadi UU.

Selain argumen tersebut, pada kenyataannya berdasarkan data dari

International Co-operative Alliance (ICA, 1998) menunjukkan bahwa pangsa pasar

dari bank-bank koperasi di negara-negara maju seperti Perancis, Austria, Finlandia,

dan Siprus cukup besar yaitu mencapai sekitar sepertiga dari total bank yang ada.

Sebagai contoh dua bank terbesar di Eropa, yaitu “Credit Agricole” di Perancis dan

“RABO-Bank” di Netherlands dimiliki oleh koperasi. Begitupula di Jepang, peran

koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi

sering disebut sebagai “bank rakyat” karena koperasi di Jepang beroperasi dengan

menerapkan sistem perbankan. Bahkan salah satu bank besar di Jepang adalah

oleh OJK 5 Rapat Penyusunan RUU Perbankan antara Komisi XI DPR RI Periode 1999-2014 dengan Bank Indonesia pada tahun 2013 di Hotel Continental Jakarta, .

Page 5: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

5

koperasi, yakni “Nurinchukin Bank”.6

Sehubungan dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, dalam diskusi

penyusunan RUU Perbankan di Komisi XI DPR RI Periode 2009-2014 akhirnya

diputuskan bahwa Bank Umum harus berbadan hukum Indonesia yang berbentuk PT,

sedangkan untuk BPR dapat berbadan hukum Indonesia yang berbentuk PT atau

Koperasi (Pasal 21 RUU Perbankan).7 Dasar pertimbangan dari keputusan tersebut

adalah pada saat keputusan diambil, belum ada bank umum yang berbadan usaha

koperasi dan ada sejumlah BPR yang berbadan usaha koperasi sehigga perlu

diakomodasi keberadaannya dalam RUU Perbankan. Berdasarkan data, jumlah BPR

yang berbadan usaha koperasi sampai dengan Maret 2013 ada sebanyak 29 BPR yang

tersebar di 21 kabupaten dan 2 kota di tujuh provinsi.8

RUU Perbankan pada masa DPR RI Periode 2009-2014 memang belum

disahkan menjadi UU dan baru disetujui Paripurna DPR RI untuk menjadi RUU

Perbankan inisiatif DPR. Selain itu politik hukum perbankan, khususnya yang

berkaitan dengan bentuk badan usaha bank pada masa DPR RI Periode 2014-2019

juga dimungkinkan berubah dan berbeda dengan DPR RI Periode 2009-2014. Namun

kenyataan bahwa hingga saat ini belum ada bank umum yang berbadan usaha

koperasi, selain juga pendapat BI adanya berbagai kelemahan dalam bank yang

berbentuk koperasi sangatlah menarik. Untuk itu, penting untuk melakukan

penelitian mengenai permasalahan hukum bentuk usaha koperasi pada bank.

Mengingat sampai saat belum ada bank umum yang berbentuk koperasi, maka

penelitian ini membatasi pada permasalahan hukum bentuk usaha koperasi pada

BPR.

B. Permasalahan

Di era globalisasi akan terjadi persaingan yang cukup ketat antar bank seiring

6 “Membangun “Koperasi Modern” Indonesia dengan UU No. 17 Tahun 2012, www.kspintidana.com, diakses tanggal 21 April 2016. 7 RUU Perbankan ini telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI Periode 2009-2014 sebagai RUU Perbankan inisiatif DPR, yang selanjutnya dikirim ke Pemerintah untuk dibahas. Namun karena masa jabatan DPR RI Periode 2009-2014 telah berakhir maka RUU Perbankan belum memasuki tahap pembahasan dengan pemerintah. 8 Koperasi Simpan Pinjam Intidana, “Rancu Bank Perkreditan Rakyat Berbadan Hukum Koperasi”, www.kspintidana.com, diakses tanggal 25 Februari 2014.

Page 6: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

6

dengan dibukanya peluang untuk mendirikan bank atau membuka cabang bank di

lintas batas negara, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu bentuk badan usaha bank

harus benar-benar mendukung pengelolaan bank yang baik sehingga bank

berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi dengan bank lainnya. Sehubungan

dengan hal ini, pendapat BI bahwa bentuk badan usaha koperasi pada bank

menimbulkan berbagai permasalahan sangatlah menarik mengingat koperasi

merupakan bentuk usaha yang dianggap sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) UUD Tahun

1945. Koperasi juga telah diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

(UU Perkoperasian) yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi berlaku lagi setelah

UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan oleh MK melalui Putusan

MK No. 28/PUU-XI/2013.

Sehubungan dengan hal itu maka permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah apakah bentuk badan usaha koperasi tidak tepat untuk

diterapkan pada bank. Permasalahan tersebut dapat dijabarkan dalam pertanyaan

sebagai berikut:

1. Permasalahan hukum apa saja yang terjadi pada BPR yang berbadan usaha

koperasi? Dan bagaimana permasalahan tersebut terjadi?

2. Bagaimana upaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah selain untuk mengetahui berbagai

permasalahan hukum yang terjadi pada BPR yang berbadan usaha koperasi, juga

untuk mengetahui upaya menyelesaikan permasalahan tersebut.

Penelitian ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Secara teoritis,

penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan hukum di

bidang koperasi dan perbankan. Sedangkan pada tataran praktis, penelitian ini dapat

menjadi bahan masukan bagi legislator (pembuat peraturan perundang-undangan)

untuk merevisi ketentuan atau membentuk peraturan perundang-udangan yang

berkaitan dengan koperasi dan perbankan. Penelitian ini juga dapat menjadi masukan

bagi pengawas koperasi dan pengawas bank (OJK) dalam melaksanakan tugas

Page 7: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

7

pengawasannya terhadap bank, khususnya bank yang berbadan usaha koperasi.

D. Kebaruan

Penelitian mengenai “Permasalahan Hukum Bentuk Badan Usaha Koperasi

Pada Bank” ini merupakan penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh peneliti

di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Berdasarkan penelusuran juga belum

ditemukan penelitian yang sama yang dilakukan oleh peneliti lain di luar Pusat

Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Namun ada beberapa penelitian atau kajian terkait

yang telah dilakukan, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dessy Lina Oktaviani Suendra dari Program

Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dalam tesisnya yang berjudul

“Pertanggungjawaban Pidana Koperasi dalam Tindak Pidana Perbankan Tanpa

Ijin”. Dalam tesisnya tersebut, Desy meneliti mengenai pertanggunggungjawaban

pidana koperasi simpan pinjam yang melakukan kegiatan perbankan yang

seharusnya tidak boleh dilakukannya. Kegiatan perbankan dimaksud adalah

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada calon anggota

koperasi.9

2. Senada dengan Dessy Lina Oktaviani Suendra, M. Muhtarom dari Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta juga melakukan penelitian yang

hampir sama, yaitu mengenai “Harmonisasi Hukum Perbankan dan

Perkoperasian dalam Pengaturan tentang Peghimpunan Dana Simpanan

Masyarakat.” Dalam penelitiannya tersebut, M. Muhtarom melihat adanya

inkonsistensi pelaksanaan atau ketidakefektifan UU Perbankan dan UU

Perkoperasian sehingga menjadi persoalan terhadap nilai keadilan dan kepastian

hukum lembaga keuangan. Banyak koperasi simpan pinjam yang menghimpun

dana dari masyarakat, padahal berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun

1998 yang dapat melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat

adalah bank (bank umum dan BPR). Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya

9 Dessy Lina Oktaviani Suendra, “Pertanggungjawaban Pidana Koperasi dalam Tindak Pidana Perbankan Tanpa Ijin”, Tesis dalam Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2015, www.pps.unud.ac.id, diakses tanggal 20 April 2016.

Page 8: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

8

adalah 1) perbedaan faktor historis; 2) kebutuhan masyarakat terhadap layanan

jasa keuangan yang bervariasi; dan 3) politik hukum ekonomi negara yang

bersifat ganda. Solusi untuk permasalahan tersebut adalah: 1) solusi melalui model

pendekatan hukum positif normative yaitu dengan melakukan sinkronisasi

peraturan perundang-undangan; dan 2) solusi melalalui pendekatan hukum

sosiologis karena kegiatan tersebut telah memperoleh legitimasi sosial atau diakui

secara yuridis sosiologis.10

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ana Fitrotul Mu’arofah mengenai “Analisis

Komparasi Biaya Transaksi Pada lembaga Keuangan Mikro Model Grameen Bank

dan Model Koperasi Kredit (Studi pada PT “A” dan Koperasi Kredit “B” di

Kabupaten Malang). Dalam penelitian tersebut, peneliti membandingkan

besarnya biaya transaksi antara PT “A” yang merupakan LKM yang menggunakan

model Grameen Bank di Bangladesh dan Koperasi Kredit “B”. Berdasarkan hasil

penelitian biaya transaksi Koperasi Kredit “B” lebih tinggi dari PT “A”. Ini

mengindikasikan PT “A” yang menerapkan system Grameen Bank lebih efisien

dari pada Koperasi Kredit “B” yang menerapkan sistem koperasi kredit. Biaya

transaksi yang tinggi mengindikasikan bahwa desain kelembagaan yang

digunakan tidak efisien, sebaliknya biaya yang rendah menunjukkan bahwa

desain kelembagaan yang digunakan telah efisien.11

E. Kerangka Pemikiran

1. Koperasi

Koperasi berasal dari kata co dan operation yang mengadung arti bekerjasama

untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang

beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan untuk

masuk dan keluar sebagai anggota; dengan bekerja sama secara kekeluargaan

10 M. Muhtarom, “Harmonisasi Hukum Perbankan dan Perkoperasian dalam Pengaturan tentang Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat, SUHUF, Vol.25, No. 1, Mei 2013: 30-45, www.publikasiilmiah.ums.ac.id., diakses tanggal 21 April 2016. 11 Ana Fitrotul Mu’arofah, Analisis Komparasi Biaya Transaksi pada Lembaga Keuangan Mikro Model Grameen Bank dan Model Koperasi Kredit (Studi pada PT “A” dan Koperasi Kredit “B” di Kabupatan Malang, Jurnal Ilmiah, Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, 2015, www.jimfeb.ub.ac.id, diakses tanggal 21 April 2016.

Page 9: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

9

menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggota.12

Pengertian lainnya adalah perusahaan koperasi merupakan badan hukum yang

melakukan kegiatan usaha didirikan orang perseorangan yang memiliki usaha

sejenis, yang mempersatukan dirinya secara sukarela, dimiliki bersama, dan

dikendalikan secara demokratis untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di

bidang ekonomi. Sebagai wadah kumpulan usaha sejenis yang memiliki kepentingan

yang sama baik untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas yang penuh dengan

nilai-nilai universal yang merupakan kekuatan dasar membangun modal sosial.13

Berpijak pada pengertian tersebut terlihat bahwa sebagai suatu perkumpulan,

koperasi merupakan suatu bentuk badan usaha yang mengutamakan kepentingan

para anggotanya, dan bukan keuntungan semata. Koperasi dilaksanakan sesuai

dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat Indonesia yaitu gotong royong, tolong

menolong, dan bekerja sama secara kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan

bersama. Oleh karena itu, sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Mohammad Hatta,

bentuk usaha koperasi inilah yang sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) UUD Tahun 1945

yang menyebutkan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas

asas kekeluargaan”. Kesesuaian koperasi dengan Pasal 33 UUD Tahun 1945 juga

disebutkan dalam Penjelasan Pasal 33 UUD Tahun 1945, yang berbunyi:

“Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi…”

Sebagai bentuk badan usaha yang mengutamakan kepentingan

12 Pandji Anoraga dan Ninik Widiyati, Dinamika Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hal. 1-2. 13 Muslimin Nasution, Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional, Jakarta : Pusat Informasi Perkoperasian, 2008, hal. 6

Page 10: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

10

anggotanya, maka muncul berbagai jenis koperasi diantaranya:14

a. Koperasi konsumsi adalah jenis koperasi konsumen. Anggota koperasi

konsumsi memperoleh barang dan jasa dengan harga lebih murah, lebih

mudah, lebih baik dan dengan pelayanan yang menyenangkan.

b. Koperasi produksi disebut juga koperasi pemasaran. Koperasi produksi

didirikan oleh anggota yang bekerja di sektor usaha produksi seperti petani,

pengrajin, peternak, dan sebagainya.

c. Koperasi jasa didirikan bagi calon anggota yang menjual jasa. Misalnya

usaha distribusi, usaha perhotelan, angkutan, restoran, dan lain-lain.

d. Koperasi simpan pinjam didirikan untuk mendukung kepentingan anggota

yang membutuhkan tambahan modal usaha dan kebutuhan finansial lainnya.

e. Single purpose dan multipurpose. Koperasi single purposes adalah koperasi

yang aktivitasnya terdiri dari satu macam usaha. Misalnya koperasi

kebutuhan pokok, alat-alat pertanian, koperasi simpan pinjam, dan lain-lain.

Sedangkan koperasi multi purpose adalah koperasi yang didirikan oleh para

anggotanya untuk dua atau lebih jenis usaha. Misalnya, koperasi simpan

pinjam dan konsumsi, koperasi ekspor dan impor, dan lain-lain.

Sedangkan menurut jenjang hierarki organisasinya, maka koperasi dapat

dibagi menjadi dua, yaitu:15

a. Koperasi primer ialah koperasi yang anggotanya adalah orang-orang yang

memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan melakukan kegiatan usaha

yang langsung melayani para anggotanya tersebut.

b. Koperasi sekunder, yaitu koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum

koperasi karena kesamaan kepentingan ekonomis mereka berfederasi

(bergabung) untuk tujuan efisiensi dan kelayakan ekonomis dalam rangka

melayani para anggotanya. Jenjang penggabungan ini dapat

bertingkat-tingkat atau hanya setingkat saja. Semua itu didasarkan kepada

pertimbangan-pertimbangan kelayakan dan efisiensi usaha dan pelayanan

14 Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, Jakarta: Margaretha Pustaka, 2010, hal. 75-76. 15 Ninik Widiyati dan Y.W. Sunindhia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta bekerjasama dengan Bina Adiaksara, 2003, hal. 76

Page 11: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

11

kepada para anggotanya.

Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang memiliki perbedaan

dengan perusahaan konvensional. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut:16

Tabel 1

Perbedaan-perbedaan antara Koperasi dan Perusahaan Konvensional

Koperasi Perusahaan

Anggota Keanggotaan terbuka untuk

semua pemakai

Terbuka untuk para

penanam modal tertentu

Modal Jumlahnya kecil tidak

merupakan halangan bagi

para anggota. Pemasukan

modal sebanding dengan

pemanfataannya atas

pelayanan koperasi

Penanam modal diperoleh

dari pembelian saham

yang ditawarkan dengan

harga pasar. Menambah

jumlah anggota sebanyak

jumlah penanam modal

sesuai yang diperlukan.

Pemilik Pemakai adalah pemilik Penanam modal adalah

pemilik

Berada pada anggota atas

dasar yang adil dan sama

Penanam modal

sebanding dengan modal

yang ditanamkan oleh

tiap-tiap penanam modal.

Manfaat Anggota memperoleh manfaat

sebanding atas jasa yang

diberikan baginya oleh

koperasi. Tingkat bunga yang

dibayarkan untuk modalnya

terbatas.

Penanam modal

memperoleh bagian laba

sebagai hasil dari modal

yang ditanamkannya

sebanding dengan modal

yang ditanamkannya.

16 Tiktik Sartika Partomo, Ekonomi Koperasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, hal. 18

Page 12: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

12

Meskipun memiliki perbedaan, koperasi juga memiliki persamaan dengan

perusahaan (badan usaha) lainnya, yaitu yang ada hubungannya sebagai kegiatan

usaha yang otonom, yang harus bertahan secara berhasil dalam persaingan pasar dan

dalam usahanya menciptakan “efisiensi ekonomis” dan “kemampuan hidup

keuangannya”. 17 Dalam menghadapi persaingan pasar tersebut, prinsip-prinsip

kerja koperasi dapat menjadi kekuatan yang membedakannya dengan badan usaha

lain sehingga diharapkan koperasi dapat bertahan (survive) dalam menghadapi

persaingan. Adapun prinsip-prinsip koperasi berdasarkan ICA Identity Cooperative

statement (IICS) adalah:18

1. Voluntary and Open Membership (Sukarela dan Terbuka).

Koperasi adalah organisasi sukarela, terbuka kepada semua orang untuk dapat

menggunakan pelayanan yang diberikannya dan mau menerima tanggung jawab

keanggotaan, tanpa membedakan jenis kelamin, sosial, suku, politik, atau agama.

2. Democratic Member Control (Kontrol Anggota Demokratis)

Koperasi adalah organisasi demokratis yang dikontrol oleh anggotanya, yang aktif

berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan dan membuat keputusan.

3. Member Economic Participation (Partisipasi Ekonomi Anggota)

Anggota berkontribusi secara adil dan pengawasan secara demokrasi atas modal

koperasi.

4. Autonomy and Independence (Otonomi dan Independen)

Koperasi adalah organisasi mandiri yang dikendalikan oleh anggota-anggotanya.

Walaupun koperasi membuat perjanjian dengan organisasi lainnya termasuk

pemerintah atau menambah modal dari sumber luar, koperasi harus tetap

dikendalikan secara demokrasi oleh anggota dan mempertahankan otonomi

koperasi.

5. Education, Training, and Information (Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi)

Koperasi menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk anggota, wakil-wakil yang

dipilih, manager, dan karyawan sehingga mereka dapat berkontribusi secara

17 Ibid 18 Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemy, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hal. 22-25.

Page 13: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

13

efektif untuk perkembangan koperasi.

6. Cooperation among Cooperatives (Kerja Sama Antar Koperasi).

Koperasi melayani anggota-anggotanya dan memperkuat gerakan koperasi

melalui kerja sama dengan struktur koperasi lokal, nasional, dan internasional.

7. Concern for Community (Perhatian terhadap Komunitas). Koperasi bekerja untuk

perkembangan yang berkesinambungan atas komunitasnya.

Untuk dapat survive dan bahkan berkembang dengan baik, koperasi tidak

hanya cukup memiliki prinsip-prinsip kerja yang menjadi kekuatannya, melainkan

juga harus dikelola dengan baik berdasarkan pada tata kelola perusahaan yang baik

(good corporate governance). Adapun yang dimaksud dengan Good Corporate

Governance (GCG) menurut the Organization for Economic Cooperation and

Development (OECD) adalah:19

“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, the managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedure for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”,

Berpijak pada definisi GCG dari OECD tersebut, GCG pada koperasi dasarnya

merupakan suatu sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan

kegiatan usaha koperasi. GCG mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka

yang berkepentingan terhadap kehidupan koperasi, diantaranya anggota koperasi,

pengurus koperasi, badan pemeriksa, dewan penasehat koperasi, dan stakeholders

koperasi lainnya. GCG pada koperasi juga mengetengahkan ketentuan dan prosedur

yang harus diperhatikan Pengurus Koperasi dalam mengambil keputusan yang

bersangkutan dengan kehidupan koperasi. Dengan adanya pembagian tugas, hak, dan

kewajiban serta ketentuan dan prosedur pengambilan keputusan maka koperasi

19 Siswanto Sutojo dan E John Aldridge, Good Corporate Governance, Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2005, hal. 2.

Page 14: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

14

mempunyai pegangan untuk menentukan sasaran usaha dan strategi untuk mencapai

sasaran tersebut. Pembagian tugas, hak, dan kewajiban tersebut juga berfungsi

sebagai pedoman untuk mengevaluasi kinerja pengurus koperasi.

Agar GCG dapat diselenggarakan dengan baik maka ada beberapa prinsip yang

penting untuk diperhatikan. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance, ada 5

prinsip GCG yang juga dapat diterapkan di koperasi yaitu:20

1. Akuntabilitas mencakup unsur-unsur antara lain:

a. Bentuk pertanggungjawaban. Akuntabilitas merupakan bentuk

pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan

wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ koperasi, termasuk anggota

koperasi itu sendiri sebagai pemegang saham.

b. Prasyarat pencapaian kerja. Prinisip akuntabilitas adalah prasyarat yang

diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Akuntabel

artinya apa pun tindakan yang sudah dilakukan dalam hubungan dengan tugas

yang diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan agar koperasi dapat

berkembang secara profesional.

c. Kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban. Dalam koperasi,

prinsip akuntabilitas berhubungan dengan konteks kejelasan fungsi, struktur,

sistem, dan pertanggungjawaban organ yang ada di dalamnya sehingga

pengelolaan koperasi terlaksana secara efektif.

2. Pertanggungjawaban mencakup unsur-unsur antara lain:

a. Terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk menjaga keberlanjutan atau

kesinambungan sebuah usaha bersama dalam jangka panjang, koperasi

hendaknya memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap masyarakat dan

lingkungan di sekitar.

b. Terhadap peraturan perundang-undangan. Koperasi juga harus menaati

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Memiliki tanggung jawab yang sama. Sebagai bagian dari masyarakat,

koperasi memiliki tanggung jawab yang sama seperti perusahaan pada

20 Disarikan dari Doli D. Siregar, “Manajemen Aset” dalam Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, Jakarta: Margaretha Pustaka, 2010, hal. 190-195.

Page 15: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

15

umumnya kepada masyarakat umum, terlebih kepada para anggotanya.

3. Keterbukaan mencakup unsur-unsur antara lain:

a. Informasi kinerja perusahaan. Transparansi adalah keterbukaan dalam

melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan.

b. Sebagai syarat manajemen yang sehat. Transparansi merupakan syarat yang

mesti diberlakukan dalam manajemen koperasi. Prinsip ini perlu diterapkan

untuk menjaga objektivitas koperasi dalam menjalankan bisnisnya. Proses

pengambilan keputusan harus terbuka dan memiliki akses yang sama

terhadap segala informasi kepada segenap anggotanya.

4. Kewajaran mencakup unsur-unsur antara lain:

a. Melindungi kepentingan stakeholders minoritas. Prinsip ini bermaksud agar

adanya perlindungan kepentingan stakeholders minoritas dari penipuan,

kecurangan, perdagangan, dan penyalahgunaan oleh orang dalam koperasi

(pengurus dan pengelola koperasi).

b. Menghindari penyalahgunaan wewenang orang dalam. Koperasi harus

senantiasa memperhatikan kepentingan pihak-pihak terkait berdasarkan asas

kesetaraan dan kewajaran.

5. Kemandirian mencakup unsur-unsur antara lain:

a. Bebas dari tekanan pihak luar. Kemandirian adalah suatu kondisi dimana

perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai

dengan mekanisme koperasi.

b. Bebas dari dominasi pihak luar. Koperasi harus dikelola secara independen.

Setiap pengurus koperasi tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat

diintervensi oleh pihak lain.

2. Bank

Bank memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung kegiatan

perekonomian. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan, bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Page 16: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

16

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Penggunaan istilah

badan usaha dan bukan lembaga keuangan sebagaimana digunakan dalam UU

Perbankan sebelumnya yaitu UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

menunjukkan bahwa bank berkedudukan sebagai perusahaan yang bertujuan

mencari keuntungan. Sedangkan istilah lembaga keuangan bukan merupakan

perusahaan yang non profit oriented dan lebih tampak sebagai lembaga pemegang

kas dan bersifat sosial.21

Keuntungan utama dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip

konvensional diperoleh dari selisih bunga simpanan yang diberikan kepada

penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan. Keuntungan dari

selisih bunga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suatu bank mengalami

suatu kerugian dari selisih bunga, dimana suku bunga simpanan lebih besar dari suku

bunga kredit maka istilah ini sering dikenal dengan nama negatif spread.22 Selain

menyalurkan kredit, bank juga melakukan kegiatan jasa-jasa pendukung lainnya.

Jasa-jasa tersebut diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan

menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung maupun yang tidak langsung

dengan kegiatan simpanan dan kredit.23

Sehubungan dengan kegiatan usaha bank dimaksud, maka berdasarkan

fungsinya, bank dibedakan menjadi 2 jenis yaitu bank umum dan BPR. Bank umum

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam

lalulintas pembayaran. Sedangkan BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

bukan memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.24

Berdasarkan Pasal 21 UU Perbankan, bentuk hukum bank umum dapat

berupa PT; koperasi; dan perusahaan daerah. Sedangkan BPR dapat berbentuk

hukum berupa perusahaan daerah, koperasi, PT, dan bentuk lain yang ditetapkan

21 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 45 22 Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, hal. 25 23 Ibid, hal. 26 24 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Cetakan 1, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, hal. 47.

Page 17: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

17

dengan peraturan pemerintah. BPR dapat ”berbentuk lain” yang bukan perseroan

terbatas, koperasi, atau perusahaan daerah karena usaha bank ini lebih terbatas

dibandingkan bank umum. Tujuannya adalah untuk memberikan wadah bagi

penyelenggaraan perbankan yang lebih kecil seperti bank desa, lumbung desa, badan

kredit desa, bank pasar, bank pegawai, lembaga perkreditan kecamatan, dan

sebagainya.25

Berpijak pada pengaturan tersebut terlihat bahwa baik bank umum maupun

BPR dapat berupa koperasi, yang berdasarkan Pasal 9 UU No. 25 Tahun 1992

memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh

Pemerintah. Setelah memperoleh status badan hukum (natuurlijk persoon), bank

berbentuk koperasi merupakan subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan

melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Artinya, bank dimaksud

dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan

perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hakim, singkatnya

diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.

Sedangkan dilihat dari kepemilikannya, bank dibedakan sebagai berikut:26

a. Bank milik negara, yaitu bank yang modalnya merupakan penyertaan modal

negara. Misalnya, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dsb.

b. Bank swasta, yaitu bank yang modalnya sepenuhnya berasal dari pemodal swasta.

Bank ini dapat dibagi dalam 3 kelompok:

1. Bank-bank milik swasta nasional

2. Bank-bank milik swasta asing, bank-bank yang seluruh sahamnya dimiliki

oleh pihak swasta asing baik oleh warga negara asing maupun badan hukum

yang pimpinan dan pesertanya warga negara asing.

3. Bank-bank milik campuran atau kerjasama antara swasta nasional dan swasta

asing, yaitu bank yang berdiri di Indonesia yang modal sahamnya merupakan

gabungan antara pihak swasta Indonesia dan swasta asing.

c. Bank milik pemerintah daerah, yaitu bank-bank milik pemerintah daerah yang

25 Ibid, hal. 53 26 H.M. Syarif Arbi, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, Jakarta: Djambatan, 2003, hal. 19-21.

Page 18: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

18

keberadaannya sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1962 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

d. Bank milik koperasi, yaitu bank-bank yang didirikan dengan modal yang

dihimpun dari perkumpulan koperasi.

Agar bank menghasilkan keuntungan, sangatlah penting untuk mengelola

bank dengan berpijak pada asas yang disebut guided principles yang meliputi:27

1. Likuiditas (kelancaran), yaitu kondisi kemampuan suatu bank untuk memenuhi

kewajiban utang-utangnya, segera dapat membayar kembali semua deposannya,

serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi

penangguhan.

2. Solvabilitas (kekayaan), yaitu kemampuan bank untuk memenuhi seluruh

kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dengan melikuidasi

seluruh miliknya. Jadi membandingkan antara seluruh kekayaan bank dan seluruh

utangnya.

3. Rentabilitas (keuntungan), yaitu kemampuan suatu bank untuk mendapatkan

keuntungan melalui jasa yang dapat diberikannya atau kegiatan usaha lainnya

yang dapat dilakukannya.

4. Bonafiditas (dapat dipercaya). Bonafiditas dan reputasi merupakan modal moral

yang wajib dimiliki bank untuk memperoleh kepercayaan masyarakat, serta

menghindarkan opini negatif atas kegagalan jasa yang diberikannya. Bonafiditas

dan reputasi sangat penting karena industri perbankan memiliki karakteristik

melandaskan kegiatan operasionalnya pada suatu kepercayaan dari masyarakat

atau pun reputasi.

Asas guided principles tersebut dalam pelaksanaannya harus diterapkan dalam

manajemen yang berlandaskan pada prinsip antara lain kehati-hatian (prudential),

keamanan (safety), keuntungan (profitability), dan efisiensi.28

Tidak ditaatinya asas dan prinsip tersebut dapat mengakibatkan kredit yang

disalurkan bank mengalami kemacetan atau sering disebut dengan kredit macet.

27 Muhamad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 156-177. 28 Ibid, hal. 156

Page 19: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

19

Kredit macet di sini dapat diberi pengertian kredit atau utang yang tidak dapat

dilunasi oleh debitur karena sesuatu alasan sehingga bank selaku kreditur harus

menyelesaikan masalahnya kepada pihak ketiga atau melakukan eksekusi barang

jaminan.29 Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit

oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat

dikemukakan sebagai berikut:30

1. Self dealing yang terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi

kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit

yang tidak layak dengan harapan mendapatkan kompensasi dari nasabah.

2. Anxiety for income: ambisi atau nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba

bank melalui penerimaan bunga kredit sehingga menimbulkan pertimbangan

yang tidak sehat dalam pemberian kredit.

3. Compromise of credit principles: pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan

bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial

menjadi kredit yang bermasalah.

4. Incomplete credit information: terbatasnya informasi seperti data keuangan dan

laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit,

perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kredit.

5. Failure to obtain or enforce liquidation agreements: sikap ragu-ragu dalam

menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan.

6. Complacency: sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan

mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kredit yang diberikan.

7. Lack of supervising: kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan

setelah pemberian kredit.

8. Technical incompetence: tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisa

permohonan kredit dari aspek keuangan maupun aspek lainnya.

9. Poor selection of risk: risiko tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pejabat kredit mampu mendeteksi kemampuan nasabah dalam membiayai

29 Gatot Supramono, op.cit. hal. 269. 30 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 194-196.

Page 20: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

20

usahanya, selain yang diperoleh dari bank.

b. Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang

sesungguhnya.

c. Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai taksasi jaminan yang

mengcover kredit yang diberikan.

d. Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan risiko yang

dihadapi dengan pemberaian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.

e. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi risiko pemberian kredit yang

mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moral kurang

menguntungkan bagi bank.

f. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan

menimbulkan masalah di kemudian hari.

10. Overlending: pemberian kredit yang besarnya melampaui batas kemampuan

pelunasan kredit oleh nasabah.

11. Competition: risiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang

memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif-empiris. Penelitian

yuridis normatif dilakukan dengan meneliti peraturan perundang-undangan di bidang

perbankan dan perkoperasian yang terkait. Beberapa peraturan

perundang-undangan dimaksud, diantaranya UU No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan beserta perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998, UU No. 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

beserta aturan pelaksanaannya.

Sedangkan penelitian secara empiris dilakukan dengan meneliti pelaksanaan

dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan perkoperasian

dimaksud pada tataran praktis untuk melihat apakah peraturan perundang-undangan

tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan apakah peraturan perundang-undangan

Page 21: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

21

tersebut menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.

Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer (primary sources) dan bahan hukum

sekunder (secondary sources). Primary sources yang dimaksudkan adalah peraturan

perundang-undangan dibidang perkoperasian dan perbankan yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti. Sedangkan secondary sources yang dimaksudkan

adalah buku, artikel, jurnal baik dalam bentuk cetak maupun yang diperoleh dari

internet.

Sedangkan data primer diperoleh dari informan terkait di lapangan. Untuk itu

wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara dilakukan dengan

pihak-pihak yang berkompeten yaitu: Pejabat/pegawai Otoritas Jasa Keuangan,

Direksi/pegawai BPR yang berbentuk koperasi, Dinas Koperasi dan UMKM, dan

akademisi/pakar yang kompeten di bidang perbankan dan perkoperasian. Selain

wawancara, pengumpulan data secara langsung direncanakan dengan melaksanakan

Focus Group Discussion (FGD) sesuai dengan kemampuan dan anggaran yang ada.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat pada bulan Juli 2016 dan Jawa

Timur pada bulan Juli-Agustus 2016. Penelitian di Jawa Barat didasarkan pada

pertimbangan ada 2 BPR yang berbentuk koperasi. Selain itu juga ada PT BPR

Koperasi Jabar yang salah satu pemegang sahamnya adalah Pusat Koperasi Pedagang

Kaki Lima Panca Bhakti (Puskopanti), yang cukup menarik untuk diteliti atau

dijadikan narasumber penelitian. Sedangkan pemilihan Jawa Timur sebagai lokasi

penelitian didasarkan pada pertimbangan di Jawa Timur terdapat BPR berbentuk

koperasi yang paling banyak, yaitu ada sebanyak 22 BPR berbentuk koperasi dari

total sebanyak 31 BPR yang berbentuk koperasi di seluruh provinsi di Indonesia.

4. Penyajian Data dan Analisis

Page 22: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

22

Kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif yang lebih menekankan analisis terhadap kualitas data daripada kuantitas

data itu sendiri untuk mengungkapkan karakternya yang khas, pengertiannya,

konteks sosialnya, dan relasinya satu sama lain melalui deskripsi dan interpretasi. Data

yang diperoleh, baik data sekunder maupun data primer disusun dan dianalisis secara

kualitatif sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Langkah analisis kualitatif

yang akan dilakukan adalah langkah menguraikan data, menggolongkan data

berdasarkan pertimbangan tertentu, dan menghubungkan data yang ada sebagai

upaya mencari hubungan logis antara data yang satu dengan data yang lain.

II. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Permasalahan Hukum BPR Koperasi

Berdasarkan hasil penelitian, baik di Jawa Barat maupun di Jawa Timur tidak

ada bank umum yang berbentuk koperasi. Semua bank umum berbentuk PT. Bentuk

koperasi hanya ada pada BPR, baik yang berupa koperasi primer maupun koperasi

sekunder. Di Jawa Barat ada sebanyak 3 BPR yang berbentuk koperasi (BPR Koperasi)

yaitu BPR Koperasi Tanjung Raya, BPR Koperasi Artos Parahyangan, dan BPR

Koperasi Bara Ujungberung.31 Sedangkan di Jawa Timur ada sebanyak 21 BPR yang

berbentuk koperasi.32 Selain BPR koperasi, baik di Jawa Barat maupun di Jawa

Timur juga terdapat koperasi simpan pinjam. Meskipun sama-sama memberikan

kredit, BPR koperasi dan koperasi simpan pinjam memiliki perbedaan.

Perbedaan tersebut diantaranya ada dua bidang peraturan

perundang-undangan yang mengatur BPR Koperasi yaitu peraturan

perundang-undangan di bidang perbankan dan bidang perkoperasian. Sementara

koperasi simpan pinjam hanya diatur dalam peraturan perundang-undangan di

bidang perkoperasian. Bentuk badan hukum koperasi harus mendapatkan

pengesahan dari Pemerintah (Kementerian Koperasi), sedangkan usaha

31 Gusria (Kabag Pengawas OJK Regional 2 Jawa Barat), wawancara dilakukan di Kantor OJK Regional 2 Jawa Barat

pada tanggal 28 Juli 2016. 32 Budi Soesatio (Deputi Direktur Pengawasan OJK Regional 3 Jawa Timur), wawancara dilakukan di Kantor OJK

Regional 3 Jawa Timur pada tanggal 9 Agustus 2016.

Page 23: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

23

perbankannya harus mendapatkan ijin dari OJK. Sedangkan untuk koperasi simpan

pinjam, baik badan hukumnya maupun kegiatan usahanya harus mendapatkan ijin

dari Kementerian Koperasi (Dinas Koperasi). BPR Koperasi dapat menghimpun dana

dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kembali ke masyarakat dalam

bentuk kredit. Sedangkan koperasi simpan pinjam hanya dapat menghimpun dana

dan menyalurkannya ke anggotanya, calon anggotanya, koperasi lain dan/atau

anggotanya. Pengawasan bentuk badan usaha BPR Koperasi dilakukan oleh

Kementerian Koperasi, sedangkan pengawasan kegiatan usaha perbankannya

dilakukan oleh OJK. Untuk koperasi simpan pinjam, baik pengawasan bentuk badan

usaha maupun kegiatan usahanya dilakukan oleh Kementerian Koperasi. Perbedaan

lainnya adalah laporan kinerja BPR Koperasi disampaikan kepada Dinas Koperasi dan

OJK, sedangkan laporan kinerja koperasi simpan pinjam hanya disampaikan kepada

Dinas Koperasi. Untuk lebih jelasnya, perbedaan BPR Koperasi dan koperasi simpan

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:33

Tabel 1

Perbedaan BPR Koperasi dan Koperasi Simpan Pinjam

Subyek BPR Koperasi Koperasi Simpan Pinjam

Landasan yuridis Tunduk pada peraturan

perundang-undangan di bidang

perkoperasian dan perbankan.

Tunduk pada peraturan

perundang-undangan di

bidang perkoperasian.

Perijinan Ijin bentuk usaha koperasi dari

Kementerian Koperasi,

sedangkan ijin usaha

perbankannya dari OJK

Ijin bentuk usaha dan

kegiatan usaha simpan

pinjamnya dari

Kementerian Koperasi

Kegiatan Usaha Menjalankan kegiatan usaha

perbankan, yaitu menghimpun

Menjalankan kegiatan

usaha koperasi simpan

33 Diolah dari informasi yang diperoleh dari berbagai informan, diantaranya Budi Soesatio (OJK Regional 3 Jawa

Timur), Agus (Dosen Hukum Perusahaan UNAIR), dan Eni (Direksi BPR Koperasi Semanding, Tuban).

Page 24: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

24

dan menyalurkan dana (kredit)

ke anggota koperasi dan

masyarakat.

pinjam, yaitu menghimpun

dan menyalurkan dana

(kredit) ke anggota

koperasi.

Pengawasan Badan usaha koperasi diawasi

oleh Kementerian Koperasi

(Dinas Koperasi), sedangkan

kegiatan usaha perbankannya

diawasi oleh OJK

Badan usaha koperasi dan

kegiatan usaha simpan

pinjam diawasi oleh

Kementerian Koperasi

(Dinas Koperasi)

Laporan kinerja Laporan kinerja disampaikan

ke Dinas Koperasi dan OJK.

Laporan kinerja

disampaikan ke Dinas

Koperasi.

Sumber: diolah dari informasi yang diperoleh dari para informan di lapangan.

Pada tataran empiris, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa informan34,

koperasi simpan pinjam juga menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya ke masyarakat seperti halnya BPR koperasi, dengan dalih

masyarakat dimaksud adalah calon anggotanya. Tindakan koperasi simpan pinjam

tersebut didasarkan pada Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1) PP No. 9 Tahun

1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang

membolehkan koperasi simpan pinjam untuk menghimpun dana dan menyalurkan

kredit kepada masyarakat yang menjadi calon anggotanya. Meskipun Pasal 18 ayat (2)

PP No. 9 Tahun 1995 mengatur calon anggota dimaksud dalam waktu 3 bulan setelah

melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota koperasi, namun Pasal 18 ayat (2)

PP No. 9 Tahun 1995 dimungkinkan untuk dilanggar karena tidak ada ketentuan

sanksi yang diancamkan untuk dapat menegakkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) PP No.

9 Tahun 1995.

Tindakan koperasi simpan pinjam yang menghimpun dana dari masyarakat

34 Beberapa informan dimaksud adalah Agus (Dosen Hukum Perusahaan UNAIR) wawancara dilakukan di Fakultas

Hukum UNAIR pada tanggal 16 Agustus 2016; dan Eni (Direksi BPR Koperasi Semanding), wawawancara dilakukan

di Kantor BPR Koperasi Semanding pada tanggal 15 Agustus 2016.

Page 25: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

25

juga tersebut bertentangan dengan Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Berdasarkan Pasal 16 ayat

(1) UU No. 10 Tahun 1998, setiap pihak yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai bank

umum atau BPR dari pimpinan BI (setelah dibentuknya UU No. 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan mengeluarkan ijin usaha bank umum

atau BPR beralih dari BI ke OJK). Bahkan berdasarkan Pasal 46 UU No. 10 Tahun

1998, pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 diancam dengan

hukuman pidana penjaran sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun

serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, untuk melindungi masyarakat, perlu

kiranya untuk melakukan kajian dan merevisi PP No. 9 Tahun 1995 apalagi PP

tersebut bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang secara hirarkhis

peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan PP No. 9 Tahun 1995.

Ditinjau dari historisnya, keberadaan BPR Koperasi tidak terlepas dari

kebijkan deregulasi perbankan yang dilakukan oleh Pemerintah dan BI yaitu dengan

dikeluarkannya paket kebijakan 27 Oktober 1988 (Pacto 88). Pacto 88 memberikan

kemudahan untuk dapat mendirikan bank.35 Berdasarkan Pacto 88, minimum modal

disetor untuk mendirikan bank umum hanya Rp10 miliar. Sedangkan minimum

modal disetor untuk mendirikan BPR hanya sebesar Rp50 juta. Pembukan kantor

cabang baru hingga tingkat kecamatan baik untuk bank umum maupun BPR juga

cukup mudah.36 Dengan modal disetor hanya Rp50 juta, banyak koperasi simpan

pinjam yang beralih usaha menjadi BPR Koperasi. Dasar pertimbangannya adalah

agar lebih leluasa untuk menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam. Ini disebabkan

BPR Koperasi tidak hanya dapat menghimpun dan menyalurkan dana ke anggotanya,

melainkan juga dapat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit.

35 Budi Soesatio (Deputi Direktur Pengawasan OJK Regional 3 Jawa Timur), wawancara dilakukan di Kantor OJK

Regional 3 Jawa Timur pada tanggal 9 Agustus 2016 dan Nur Wahyuni (Dosen Hukum Perbankan Fakultas Hukum

UNAIR), wawancara dilakukan di Fakultas Hukum UNAIR pada tanggal 16 Agustus 2016. 36 Adi Wikanto, “Pakto 88 dan Booming Perbankan Indonesia”, www.lipsus.kontan.co.id., diakses 30 November 2016.

Page 26: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

26

Pacto 88 mengakibatkan industri perbankan nasional meningkat tajam.

Berdasarkan catatan dari BI, jumlah perbankan nasional pada September 1988 hanya

108 bank umum yang terdiri dari 6 bank pemerintah, 64 bank swasta, 27 BPD, dan 11

bank campuran. Total kantor bank umum pada saat itu ada sebanyak 1.359 unit.

Namun setelah adanya Pacto 88, pada akhir tahun buku 1998/1999 jumlah bank

meningkat menjadi 1.525 unit. Jumlah bank meningkat tajam pada tahun 1994,

dimana jumlah bank swasta mencapai 166 unit, bank campuran 40 unit, dan BPR

9.196 unit.37

Terkait dengan bentuk usaha bank, sebagaimana dikemukakan oleh Gusria,

OJK tidak mempermasalahkan bentuk badan usaha bank, apakah berbentuk koperasi

ataukah PT. OJK hanya menekankan bahwa semua bank baik yang berbentuk PT

maupun koperasi harus sesuai dan mentaati peraturan perundang-undangan. 38

Pendapat Gusria tersebut dapat dipahami karena PT dan koperasi merupakan

bentuk-bentuk badan usaha bank yang dilegalkan dalam Pasal 21 UU No. 7 Tahun

1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan). Oleh

karena itu yang terpenting bagi OJK sebagai pengawas bank adalah bank memiliki

kinerja yang baik, sehat, dan prudent (hati-hati dan terpercaya) dalam menjalankan

kegiatan usahanya.

Namun dalam perkembangannya, jumlah BPR yang berbentuk koperasi

mengalami penurunan. Bahkan di Mojokerto saat ini hanya ada 1 BPR yang

berbentuk koperasi yaitu BPR Koperasi Sejahtera. 39 Menurunnya jumlah BPR

Koperasi disebabkan selain ada yang tutup karena merugi, juga banyak BPR Koperasi

yang mengubah bentuk usahanya menjadi PT. Dasar pertimbangan perubahan

bentuk tersebut adalah bentuk PT dirasa lebih tepat karena BPR tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan pemiliknya semata atas dana, melainkan juga berorientasi pada

keuntungan (profit oriented). Pertimbangan lainnya, pengelolaan BPR dalam bentuk

37 Ibid. 38 Gusria (Kabag Pengawas OJK Regional 2 Jawa Barat), wawancara dilakukan di Kantor OJK Regional 2 Jawa Barat

pada tanggal 28 Juli 2016.

39 Budi Soesatio (Deputi Direktur Pengawasan OJK Regional 3 Jawa Timur), wawancara dilakukan di Kantor OJK

Regional 3 Jawa Timur pada tanggal 9 Agustus 2016 dan Rahmaida (Direksi BPR Koperasi Sejahtera, Mojokerto, Jawa

Timur), wawancara dilakukan di Kantor BPR Koperasi Sejahtera pada tanggal 10 Agustus 2016.

Page 27: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

27

PT dirasa lebih mudah dibandingkan dalam bentuknya sebagai koperasi karena tidak

ada dualisme pengaturan yaitu perbankan dan perkoperasian. Kemudahan

pengelolaan BPR dalam bentuk PT juga disebabkan peraturan perundang-undangan di

bidang perbankan termasuk peraturan OJK lebih banyak mengatur dan memberikan

pedoman untuk bank yang berbentuk PT jika dibandingkan koperasi. Dualisme

pengaturan dan sedikitnya aturan yang mengatur BPR Koperasi mengakibatkan

pengurus BPR Koperasi sering mengalami kesulitan atau kebingungan dalam

mengelola BPR koperasinya karena ketidakjelasan aturan.

Ketidakjelasan aturan untuk BPR Koperasi diantaranya adalah terkait dengan

kepengurusan. Nomenklatur kepengurusan bank yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan di bidang Perbankan40 adalah Direksi dan Komisaris yang

notabene adalah kepengurusan untuk PT. Selain itu berdasarkan Pasal 4 POJK

No.4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat,

BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar wajib memiliki paling

sedikit 3 orang anggota direksi, sedangkan BPR yang memiliki modal inti kurang dari

Rp 50 miliar wajib memiliki paling sedikit 2 orang anggota direksi. Ketentuan

tersebut kurang sesuai untuk diterapkan pada BPR Koperasi karena bentuk usaha

koperasi tunduk pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan UU

No. 25 Tahun 1992, nomenklatur kepengurusan yang digunakan untuk koperasi

adalah pengurus dan pengawas. Koperasi juga sulit untuk memenuhi ketentuan Pasal

4 POJK No.4/POJK.03/2015 karena pengurus terdiri dari ketua, wakil ketua, dan

sekretaris koperasi.

Permasalahan hukum lainnya terkait dengan kepengurusan adalah pengurus

BPR Koperasi diharapkan adalah orang-orang yang kredibel dan profesional. Untuk

itu Pasal 7 ayat (1) POJK No.4/POJK.03/2015 mengatur Anggota Direksi harus

memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan kemampuan sebagaimana diatur

dalam Peraturan OJK mengenai BPR. Selain itu berdasarkan Pasal 7 ayat (2) POJK No.

4/POJK.03/2015, Anggota Direksi harus lulus uji kemampuan dan kepatutan sesuai

40 Peraturan perundang-undangan dimaksud diantaranya adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta

perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992, dan Peraturan OJK No.

4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat.

Page 28: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

28

dengan ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and

proper test) yang berlaku bagi BPR. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) POJK No.

4/POJK.03/2015 tersebut sulit untuk dipenuhi oleh BPR Koperasi. Ini disebabkan

berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992, pengurus dipilih dari dan oleh

Anggota koperasi dalam Rapat Anggota. Berdasarkan pada ketentuan tersebut,

pengurus BPR Koperasi adalah anggota koperasi yang belum tentu memiliki

pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan kemampuan di bidang perbankan.

Seperti halnya direksi, Pasal 24 ayat (1) POJK No.4/POJK.03/2015 juga

mengatur BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar wajib memiliki

paling sedikit 3 orang anggota Dewan Komisaris dan paling banyak sama dengan

jumlah anggota Direksi. Sedangkan BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp 50

miliar wajib memiliki paling sedikit 2 orang anggota Dewan Komisaris dan paling

banyak sama dengan jumlah anggota Direksi (Pasal 24 ayat (2) POJK No.

4/POJK.03/2015). Selain itu, berdasarkan Pasal 25 ayat (1) POJK No.4/POJK.03/2015,

BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 80 miliar wajib memiliki Komisaris

Independen paling sedikit 50% dari jumlah anggota Dewan Komisaris. Sedangkan

BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar dan kurang dari Rp 80

miliar wajib memiliki paling sedikit 1 orang Komisaris Independen (Pasal 25 ayat (2)

POJK No.4/POJK.03/2015).

Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) POJK No.4/POJK.03/2015, Anggota Dewan

Komisaris tersebut harus lulus uji kemampuan dan kepatutan sesuai dengan

ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper

test) yang berlaku bagi BPR. Seperti halnya direksi, ketentuan Pasal 26 ayat (2) POJK

No.4/POJK.03/2015 juga akan sulit untuk dipenuhi oleh BPR Koperasi. Ini

disebabkan Pasal 38 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992 mengatur pengawas koperasi

dipilih dari dan oleh Anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Dengan demikian

Komisaris BPR Koperasi adalah anggota koperasi yang belum tentu lulus uji

kemampuan dan kepatutan karena tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman

tentang perbankan (kurang capable).

Pada tataran praktis, BPR koperasi mengambil solusi yang berbeda-beda

Page 29: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

29

terkait kendala pengangkatan Direksi dan Komisaris. Pada BPR Koperasi Tanjung

Raya di Bandung, Direktur utama diambil dari orang luar yang memiliki pengehuan

dan pengalaman di bidang perbankan. Selanjutnya Direktur Utama tersebut menjadi

anggota koperasi agar selaras dan tidak melanggar UU No. 25 Tahun 1992. 41

Sedangkan pada BPR Koperasi Artos Parahyangan di Bandung, Ketua Koperasi

menjadi Direktur Utama, sedangkan Bendahara dan Sekretaris Koperasi menjadi

anggota Direksi BPR Koperasi Artos Parahyangan.42 Berbeda dengan kedua BPR

Koperasi tersebut, Direksi BPR Koperasi Semanding di Jawa Timur diambil dari

orang luar yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perbankan dan

dicalonkan oleh anggota koperasi untuk menjadi Direksi.43 Sementara Komisaris

pada BPR Koperasi umumnya adalah pengawas koperasi. Pengawas koperasi ini

biasanya adalah anggota koperasi yang memiliki tabungan sukarela paling besar di

koperasi karena dia dianggap memiliki kepentingan terbesar dengan kemajuan

koperasi.

Tidak seperti bank yang berbentuk PT, pada BPR Koperasi tidak terlihat

secara jelas siapa yang menjadi pemegang saham pengendali karena kepemilikan

koperasi adalah sama untuk semua anggota koperasi. Oleh karena itu apabila BPR

Koperasi mengalami kesulitan likuiditas yang mengancam kesehatan bank (BPR

Koperasi dalam masalah), semua anggota koperasi memiliki tanggung jawab yang

sama untuk menyelamatkan bank. Pada kondisi tersebut, ada beberapa upaya yang

dapat dilakukan oleh BPR Koperasi untuk menambah modal. Upaya dimaksud

diantaranya meminjam dana dari pihak ketiga (bank lain) atau anggota koperasi yang

memiliki dana. Upaya lainnya adalah menambah jumlah anggota koperasi sehingga

modal koperasi bertambah karena mendapatkan simpanan wajib dari anggota baru

koperasi. Selain upaya-upaya tersebut, anggota koperasi yang memiliki dana besar

juga dapat menempatkan uangnya sebagai simpanan sukarela di BPR koperasi. Dari

beberapa upaya tersebut, upaya yang biasa dilakukan BPR Koperasi adalah

41 Ferry Hidayat (Direktur Utama BPR Koperasi Tanjung Raya Bandung), wawancara dilakukan di BPR Koperasi

Tanjung Raya pada tanggal 27 Juli 2016. 42 Wulan (Direksi BPR Artos Parahyangan Bandung), wawancara dilakukan di BPR Artos Parahyangan Bandung pada

tanggal 29 Juli 2016. 43 Eni (Direksi BPR Koperasi Semanding Tuban Jawa Timur), wawancara dilakukan di BPR Koperasi Semanding

Jawa Timur, pada tanggal 15 Agustus 2016.

Page 30: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

30

mendapatkan tambahan modal baru dari simpanan sukarela anggota koperasi yang

memiliki dana. Pada tataran empiris, anggota koperasi yang memiliki simpanan

sukarela terbesar di BPR Koperasi dianggap sebagai pemilik bank.

Sebagai contoh, 99% modal BPR Koperasi Artos Parahyangan berasal dari

Artohadi yaitu anggota sekaligus pendiri BPR Koperasi Artos Parahyangan. Artohadi

dianggap sebagai pemilik karena dia yang menempatkan simpanan sukarelanya

paling besar di BPR Koperasi, sementara simpanan sukarela anggota koperasi lainnya

jumlahnya tidak seberapa. Anggota koperasi yang lain juga tidak menyerahkan

simpanan wajib setiap bulannya. Sebagai orang yang dianggap pemilik, Artohadi

paling didengar suaranya di Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi. Bahkan suara

Artohadi sangat menentukan keputusan RAT.44 Hal ini bertentangan dengan prinsip

koperasi yaitu dari semua dan untuk semua sehingga semua anggota koperasi

memiliki suara yang sama di RAT.

Sehubungan dengan berbagai permasalahan tersebut, agar BPR Koperasi

berkembang seperti halnya bank yang berbentuk PT maka perlu ada upaya serius

untuk memperbaiki kondisi bank berbentuk koperasi. Perbaikan tidak hanya

dilakukan pada BPR untuk lebih professional dalam mengelola banknya, melainkan

juga perlu ada perbaikan yuridis agar benar-benar ada peraturan

perundang-undangan yang dapat dijadikan pedoman untuk mengelola BPR koperasi

dengan baik.

B. Beberapa Upaya untuk Mengembangkan BPR Koperasi

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, bentuk usaha yang paling sesuai

dengan Pasal 33 UUD Tahun 1945 adalah koperasi. Ironisnya sampai dengan saat ini

bentuk usaha koperasi khususnya di bidang perbankan kurang bisa berkembang di

Indonesia. Banyak orang yang tidak berminat untuk mendirikan bank dengan bentuk

usaha koperasi dan cenderung untuk memilih bentuk usaha PT yang dianggap bentuk

usaha yang mudah pengelolaannya dan sesuai untuk menjalankan bank yang

berorientasi pada profit. Inilah yang menjadi penyebab tidak ada bank umum yang

44 Wulan (Direksi BPR Artos Parahyangan Bandung), wawancara dilakukan di BPR Artos Parahyangan Bandung pada

tanggal 29 Juli 2016.

Page 31: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

31

berbentuk koperasi, sedangkan BPR yang berbentuk koperasi sebagian besar

merupakan pengembangan dari koperasi simpan pinjam. Ironisnya sebagian besar

peraturan perundang-undangan di bidang perbankan yang dibentuk oleh OJK sebagai

otoritas yang berwenang untuk mengawasi bank berorientasi pada bentuk usaha PT

dan kurang mengakomodasi bentuk koperasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Agus (Dosen Hukum Perusahaan UNAIR),

penyebab utama bentuk usaha koperasi pada bidang perbankan tidak berkembang

adalah tidak ada pembedaan antara badan usaha koperasi dan bidang usaha koperasi.

Selama ini, sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di

bidang perbankan, badan usaha koperasi dan bidang usaha koperasi menyatu.

Pengurus koperasi dianalogkan sebagai direksi pada bank yang berbentuk PT,

sedangkan pengawas koperasi dianalogkan sebagai komisaris padahal belum tentu

pengurus dan pengawas koperasi tersebut memiliki kemampuan dan pengetahuan di

bidang perbankan. Selain itu, usaha koperasi linear dengan kegiatan usaha anggota

karena koperasi berpegang pada prinsip dari anggota, oleh anggota, dan untuk

anggota. Inilah yang mengakibatkan koperasi tidak bisa fleksibel menjalankan

kegiatan usahanya seperti halnya PT.45

Pendapat Agus tersebut dapat dibenarkan karena UU No. 25 Tahun 1992

mengaturnya demikian. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 46 , pengurus dan

pengawas koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam Rapat Anggota.

Pengurus koperasi memiliki tugas-tugas dan wewenang seperti halnya Direksi pada

PT, oleh karenanya wajar jika pengurus dianalogkan dengan direksi pada PT. Seperti

halnya direksi, tugas pengurus koperasi dalam UU No. 25 Tahun 1992 adalah sebagai

berikut:47

a. Mengelola koperasi dan usahanya;

b. Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran

pendapatan dan belanja koperasi;

c. Menyelenggarakan Rapat Anggota;

45 Agus (Dosen Hukum Perusahaan UNAIR), wawancara dilakukan di Fakultas Hukum UNAIR pada tanggal 16 Agustus 2016 46 Lihat Pasal 29 dan Pasal 38 UU No. 25 Tahun 1992 47 Pasal 30 UU No. 25 Tahun 1992

Page 32: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

32

d. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;

e. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

f. Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

Sedangkan wewenang pengurus koperasi adalah sebagai berikut:48

a. mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;

b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian

anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;

c. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi

sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

Seperti halnya pengurus, pengawas koperasi juga memiliki tugas dan

wewenang yang sama dengan komisaris pada PT sehingga pengawas koperasi dapat

dianalogkan dengan komisaris. Berdasarkan Pasal 39 UU No. 25 Tahun 1992, tugas

pengawas koperasi adalah: a) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi; dan b) membuat laporan tertulis tentang

hasil pengawasannya. Sedangkan wewenang pengawas koperasi berdasarkan Pasal

39 UU No. 25 Tahun 1992 adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi dan membuat laporan tertulis tentang hasil

pengawasannya.

Pengelolaan BPR koperasi oleh orang-orang yang kurang profesional dan

mengerti tentang perbankan dapat berdampak buruk pada bank. Bank kurang

berkembang dengan baik atau bahkan terjadi fraud yang merugikan bank dan dapat

mengakibatkan bank collapse. Hal ini pernah terjadi pada beberapa BPR Koperasi,

diantaranya BPR Semanding Tuban pada tahun pertama berdiri yaitu tahun 1995.

Fraud dilakukan oleh Account Officer dengan modus “kredit tempilan”, yaitu dengan

meminjam sebagian uang kredit debitur. Misalnya, debitur pinjam Rp 5 juta, dipinjam

oleh terpidana Rp 1 juta. Dalam kasus tersebut ada sekitar 27 debitur, dengan total

dana yang dipinjam Rp 24 juta. Kasus tersebut dapat diselesaikan dengan baik, yaitu

terpidana menjual rumahnya untuk membayar kredit dan akhirnya yang

bersangkutan mengundurkan diri.49

48 Pasal 30 UU No. 25 Tahun 1992 49 Eni (Direksi BPR Semanding Tuban Jawa Timur), wawancara dilakukan di BPR Semanding Tuban Jawa Timur pada

Page 33: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

33

Berpijak pada hal tersebut, agar BPR koperasi dapat dikelola dengan baik

maka bank harus dikelola oleh orang yang benar-benar profesioal dan

berpengalaman di bidang perbankan. Untuk itu perlu dipisahkan antara badan usaha

koperasi dan bidang usaha koperasi. Sebagai bentuk badan usaha, koperasi

merupakan wujud dari demokrasi ekonomi yang diatur dalam Pasal 33 UUD Tahun

1945. Badan usaha koperasi tersebut seharusnya dapat menjalankan bidang usaha

apa saja, termasuk perbankan seperti halnya PT. Koperasi yang menjalankan bidang

usaha perbankan harus mendapatkan ijin dari OJK dan bidang usaha perbankan

harus dicantumkan secara tegas dalam anggaran dasar koperasi sehingga ada

kejelasan dan membedakan bank koperasi dengan koperasi simpan pinjam (KSP).

Dalam menjalankan kegiatan usaha atau bisnis perbankannya tersebut, koperasi

tunduk pada UU di bidang perbankan.

Badan usaha koperasi tersebut dikelola berdasarkan peraturan

perundang-undangan di bidang Koperasi. Pengurus dan pengawas koperasi berasal

dari dan oleh anggota koperasi yang dipilih berdasarkan Rapat Anggota Koperasi.

Koperasi tersebut dapat berupa koperasi primer maupun koperasi sekunder.

Pengurus koperasi tidak merangkap jabatan sebagai direksi bank, melainkan

merekrut seseorang yang profesional dan berpengalaman di bidang perbankan untuk

menjadi direksi bank. Direksi inilah yang nantinya mengurus bisnis bank dan

mempertanggungjawabkan kepengurusannya tersebut kepada pengurus koperasi.

Sementara pengurus koperasi mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Rapat

Anggota Koperasi. Dengan demikian pengurus bank tidak harus pengurus koperasi.

Melalui mekanisme tersebut, diharapkan bank dikelola oleh orang yang benar-benar

professional sehingga dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan keuntungan.

Keuntungan bank koperasi selanjutnya dapat dibagi sebagai Sisa Hasil Usaha (SHU)

diantara anggota koperasi sesuai dengan jasanya masing-masing kepada bank.

Anggota koperasi yang memiliki simpanan sukarela besar, juga akan mendapat SHU

lebih besar dibandingkan dengan anggota koperasi lainnya.

Meskipun anggota koperasi dapat dianggap sebagai pemilik bank koperasi,

tanggal 15 Agustus 2016.

Page 34: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

34

anggota koperasi tidak dapat seenaknya meminjam uang bank (mengambil kredit)

melainkan harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

perbankan. Anggota koperasi tersebut harus diperlakukan sama dengan nasabah

bank lainnya pada saat mengambil kredit, yaitu harus melalui analisa kredit dan

kredit yang diambil juga tidak boleh melewati Batas Maksimum Pemberian Kredit

(BMPK). Hal ini disebabkan sebagai bank, koperasi harus memberikan pelayanan

kepada masyarakat luas, tidak seperti KSP yang hanya mengakumulasi dana dari

anggota koperasi dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit hanya kepada

anggota koperasi.

Seperti halnya pemegang saham pada PT, anggota koperasi juga memiliki

tanggung jawab yang besar terhadap bank koperasinya khususnya pada saat bank

mengalami kesulitan likuiditas atau collapse. Pada kondisi yang demikian maka ada

beberapa upaya yang dapat dilakukan koperasi untuk meningkatkan likuiditas bank.

Upaya dimaksud diantaranya menambah anggotanya untuk mendapatkan dana

berupa simpanan wajib. Koperasi juga dapat mencari pinjaman baik dari internal

yaitu dari anggota koperasi sendiri atau pun dari eksternal yaitu pihak ketiga

misalnya bank lain dengan jaminan asset bank karena asset bank adalah milik

koperasi. Pinjaman yang berasal dari anggota koperasi tetap harus dikembalikan

meskipun bank merugi. Pengembalian pinjaman tersebut dapat disertai dengan

bunga sesuai yang diperjanjikan.

Selain pinjaman, anggota koperasi juga dapat membantu meningkatkan

likuiditas bank dengan menyimpan dananya dalam bentuk simpanan sukarela.

Sebagai kompensasi dari dana sukarela yang disimpan di koperasi, anggota yang

bersangkutan mendapatkan SHU. Makin besar simpanan sukarela, makin besar SHU

yang diterima anggota koperasi yang bersangkutan. Mengingat koperasi merupakan

perkumpulan orang dan bukan perkumpulan modal, maka besarnya simpanan

sukarela tidak mempengaruhi besarnya suara anggota koperasi dalam RAT. Semua

anggota koperasi termasuk yang memiliki simpanan sukarela paling besar memiliki

satu suara (one man one vote) karena dalam koperasi kebersamaanlah yang

diutamakan.

Page 35: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

35

Dengan adanya pemisahan badan usaha koperasi dengan bidang usahanya

sebagaimana dipaparkan diharapkan koperasi dapat menjadi badan usaha yang

professional dalam menjalankan kegiatan usaha perbankan seperti halnya PT. Dengan

struktur yang demikian maka koperasi yang anggotanya petani tembakau misalnya,

dapat memiliki koperasi yang menjalankan kegiatan usaha apa saja termasuk

perbankan karena pengurus koperasi yang notabene petani tembakau yang tidak

tahu masalah perbankan dapat mengangkat seseorang untuk menjadi direksi dan

mengurus bank dengan baik.

Penutup

A. Kesimpulan

Koperasi merupakan bentuk usaha yang sesuai dengan Pasal 33 UUD Tahun

1945. Berdasarkan demokrasi ekonomi, koperasi merupakan salah satu pelaku usaha

yang seharusnya diberi ruang untuk melakukan kegiatan usaha perbankan seperti

halnya PT. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan judicial

review apabila ada ketentuan dalam UU Perbankan nantinya yang menghapus

peluang koperasi untuk dapat menjalankan kegiatan usaha perbankan karena

dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD Tahun 1945, apalagi sampai saat ini

masih ada BPR yang berbentuk usaha koperasi.

Sampai saat ini tidak ada bank umum yang berbentuk koperasi. Namun masih

ada BPR yang berbentuk koperasi meskipun jumlahnya menurun karena berubah

bentuk menjadi PT atau dilikuidasi karena bangkrut. Dalam hal ini ada beberapa

permasalahan yang menyebabkan koperasi yang menjalankan kegiatan usaha

perbankan tidak berkembang. Beberapa permasalahan dimaksud adalah badan usaha

koperasi dan bidang usaha koperasi masih menjadi satu. Dengan demikian direksi

bank adalah pengurus koperasi, dan komisaris bank adalah pengawas koperasi

padahal pengurus dan pengawas koperasi belum tentu orang-orang yang profesional

dan berpengalaman di bidang perbankan. Pada tataran empiris terjadi pelanggaran

terhadap UU Koperasi. Anggota koperasi yang memiliki simpanan sukarela paling

besar dianggap sebagai pemilik koperasi (pemegang saham terbesar pada PT).

Page 36: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

36

Anggota dimaksud paling didengar suaranya, sementara koperasi adalah kumpulan

orang yang memiliki hak, kewajiban, dan suara yang sama di koperasi. RAT juga sulit

untuk diselenggarakan karena jumlah anggota koperasi yang hadir dalam RAT tidak

signifikan. Akibatnya pengambilan keputusan sulit untuk dilakukan secara cepat.

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan koperasi tersebut, perlu ada

redesign peraturan perundang-undangan di bidang koperasi. Redesign dilakukan

untuk mengakomodasi restrukturisasi koperasi yaitu memisahkan badan usaha

koperasi dengan perbankan sebagai bidang usaha koperasi. Dalam restrukturisasi

tersebut, badan usaha koperasi tunduk pada peraturan perundang-udangan di bidang

koperasi, sedangkan bidang usaha perbankan tunduk pada peraturan

perundang-undangan di bidang perbankan. Pengurus dan pengawas koperasi

diangkat oleh RAT dan bertanggung jawan kepada RAT. Sedangkan direksi dan

komisaris bank diangkat oleh pengurus koperasi, oleh karenanya harus bertanggung

jawab pada pengurus koperasi. Melalui restrukturisasi tersebut diharapkan koperasi

dapat dikelola dan berkembang dengan baik.

B. Saran

Koperasi merupakan badan usaha yang sesuai dengan Pasal 33 UUD Tahun

1945 oleh karenanya sebaiknya tetap diakomodasi dalam UU Perbankan sebagai

badan usaha yang dapat menjalankan kegiatan usaha perbankan. Agar koperasi dapat

dikelola dan berkembang dengan maka perlu ada restrukturisasi koperasi untuk

memisahkan badan usaha koperasi dengan bidang usahanya.

Page 37: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

37

Page 38: PERMASALAHAN HUKUM BANK BERBADAN USAHA KOPERASIberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-66.pdf · Rakyat (BPR) dapat berbentuk badan usaha koperasi, perseroan

38