156
PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan) SRI ARMA SEPRIANI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM … · Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat ... merupakan Ketua 1

Embed Size (px)

Citation preview

PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN

DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA

(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)

SRI ARMA SEPRIANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

i

ABSTRACT

SRI ARMA SEPRIANI Stakeholders’ perception of Partnership Program and

Community Development of Government-owned Corporation and the

effectiveness of the implementation. Supervised by FREDIAN TONNY

NASDIAN

This study is about the stakeholders’ perception of partnership program

and community development (PKBL) and the effectiveness of the implementation

which doing by PT. Pertamina in Seberang Ulu II community, South Sumatera.

This study use qualitative and quantitative approach with triangulation and

survey method. Informant is the staff from External Relation, Human Resources

and Environment function. Respondent is people who are the employee of PT.

Pertamina Retail Region II, the local government staffs and Seberang Ulu II

community, both participants and non participants of PKBL. This study focused

on the assessment of the effectiveness of PKBL according to guidelines of ISO

26000, and also the correlation between stakeholders’ perceptions and PKBL

success rate for identifying the effectiveness of PKBL implementation.

Based on result, PKBL implementation can only fill two of ISO 26000

core subjects, namely good governance organizations issue, and also community

involvement and community development issue. It means that according to ISO

26000, the effectiveness of PKBL implementation is low. Beside that, the majority

of stakeholders’ perception is Corporate Social Responsibility and the success

rate of PKBL implementation is low. There’s significant correlation between

perception of Corporate Citizenship and Corporate Social Responsibility with

success rate of PKBL, but not in Corporate Philantrophy. Therefore, the

effectiveness of the implementation of PKBL is directly proportional to success

rate of PKBL, then the effectiveness of PKBL implementation is low too.

.

Keywords: PKBL, Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy, Corporate

Social Responsibility, Perception, Effectiveness, ISO 26000

ii

RINGKASAN

SRI ARMA SEPRIANI. PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN

TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN

DAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina

(Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan

Fredian Tonny Nasdian.

Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki definisi yang beragam

sehingga wujudnya pun diartikan beragam. Tanggung jawab sosial perusahaan

pada BUMN umumnya diwujudkan dalam bentuk Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL). Pertamina UPMS II di Seberang Ulu, Sumatera Selatan pun

menerapkan PKBL sebagai tanggung jawab sosialnya. Oleh karena itu, menjadi

menarik untuk mengkaji sejauh mana efektivitas PKBL sebagai tanggung jawab

sosial perusahaan bila ditilik dari tujuan internal tanggung jawab sosial

perusahaan dengan memperhatikan persepsi pemangku kepentingannya serta dari

pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial ISO 26000. Pemangku kepentingan

perlu diperhatikan sebab mereka yang terpengaruh atau mempengaruhi keputusan

dan aktivitas bisnis perusahaan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi implementasi PKBL yang

diterapkan oleh Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh mana implementasi

PKBL Pertamina UPMS II memenuhi „standar kinerja‟ Social Responsibility

menurut pedoman ISO 26000. Pedoman pelaksanaan tersebut difokuskan pada

tujuh subjek inti ISO 26000, yaitu isu tata kelola organisasi yang baik, isu hak

asasi manusia, isu tenaga kerja, isu lingkungan, isu konsumen, isu praktik operasi

yang adil serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Penelitian ini juga

bertujuan mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat

dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan kemudian mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku

kepentingan tersebut dengan efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II.

Persepsi pemangku kepentingan tersebut dikategorikan menjadi Corporate

Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi PKBL Pertamina

UPMS II belum merangsang partisipasi aktif sasaran programnya. Sasaran

program juga belum tergolong mandiri. Keberlanjutan suatu program dari PKBL

pun sangat bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.

Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan

bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Menurut pedoman

ISO 26000, implementasi PKBL baru memenuhi subjek inti tata kelola organisasi

yang baik serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Artinya, menurut

pedoman ISO 26000, implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial belum

efektif.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi mayoritas persepsi

seluruh responden pemangku kepentingan berada pada kategori Corporate Social

Responsibility. Persepsi pada masing-masing pemangku kepentingan yang

diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah setempat berupa Corporate

Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat dan karyawan berupa

iii

Corporate Social Responsbility. Tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara

pemerintah lapisan pimpinan dengan lapisan staf serta karyawan pengambil

keputusan dengan karyawan nonpengambil keputusan mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan. Sementara itu, terdapat perbedaan persepsi pada masyarakat

peserta dengan karyawan non peserta dan pada penggolongan masyarakat menurut

pekerjaannya.

Tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan menunjukkan bahwa

mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Hasil uji

Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penilaian tingkat

keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji korelasi Spearman‟s

rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate Citizenship dan tingkat

keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan tingkat keberhasilan yang

memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan data Corporate

Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Oleh karena efektivitas implementasi

PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL, maka efektivitas

implementasi PKBL adalah rendah. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan

kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta karyawan dan

kecenderungan penilain citra negatif oleh pemerintah. Hasil temuan di lapang,

masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II negatif, tetapi

tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa

penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak disumbangkan oleh kategori

masyarakat non peserta.

iv

PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN

DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA

(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)

SRI ARMA SEPRIANI

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

v

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Sri Arma Sepriani

NIM : I34061168

Judul Skripsi : Persepsi Pemangku Kepentingan Terhadap Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta Efektivitas

Implementasinya

(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang

Ulu II, Sumatera Selatan)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS

NIP. 19580214 198503 1 004

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S

NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:

vi

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM

KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN SERTA EFEKTIVITAS

IMPLEMENTASINYA (STUDI KASUS PT. PERTAMINA (PERSERO) DI

KOMUNITAS SEBERANG ULU II, SUMATERA SELATAN)” BELUM

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG

PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI

SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA

DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN

INI.

Bogor, Mei 2011

Sri Arma Sepriani

I34061168

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, pada tanggal 25

September 1988 di Palembang. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara,

putri bungsu dari Bapak Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibu Muslimah, S.Pd. Penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Muhammadiyah 3 Plaju

(1994-2000), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 20

Palembang (2000-2003), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4

Palembang (2003-2006). Selama menempuh pendidikan, penulis aktif dalam

beberapa kegiatan organisasi, seperti Pramuka dan Paskibra. Penulis juga

merupakan Ketua 1 OSIS SLTPN 20 Palembang periode 2001-2002, Sekretaris 1

Perwakilan Kelas (PK) SMAN 4 Palembang periode 2003-2004, Ketua 1 PK

SMAN 4 Palembang periode 2004-2005 serta Sekretaris Umum English Debate

Club (EDC) SMAN 4 Palembang periode 2004-2005.

Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur

USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Mayor Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif

dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai

staf divisi Sosial dan Lingkungan Hidup Kabinet Laskar Pelangi periode 2007-

2008 dan Kabinet Heroik periode 2008-2009. Penulis juga menjadi Ketua Panitia

Seminar Nasional “Let‟s CSR on Campus” tahun 2009, Ketua Panitia pelatihan

“CSR Training on Campus” tahun 2009 dan anggota divisi Humas dan Danus

kepanitiaan Indonesian Ecology Expo 2009 (INDEX 2009). Selain aktif di

organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah

Sosiologi Umum pada tahun 2008 dan 2009.

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

mencurahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Persepsi Pemangku

Kepentingan Terhadap Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta

Efektivitas Implementasinya (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas

Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)” dapat terselesaikan. Penulis juga

mengucapkan terimakasih untuk Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan berbagai saran dan

masukannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, baik melalui kritik, saran,

maupun dukungan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini membahas mengenai PKBL sebagai bentuk tanggung jawab

sosial BUMN. Fokus skripsi ini adalah mengkaji efektivitas implementasi PKBL

menurut pedoman pelaksanaan ISO 26000 dan pencapaian tujuan internal

tanggung jawab sosial Pertamina dengan melihat persepsi tiga pemangku

kepentingan. Penulisan Skripsi ini merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan masukan dan perbaikan yang dapat membantu

penyempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak

banyak.

Bogor, Mei 2011

Penulis

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan rahmat-Nya dan kemudahan dalam segala hal sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan

ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas

bimbingan, arahan, serta sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi ini;

2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama, Heru Purwandari,

S.P, M.Si selaku dosen penguji wakil Departemen SKPM dan Martua

Sihaloho, S.P, M.Si selaku dosen uji petik skripsi, terimakasih atas masukan,

kritik dan arahannya yang sangat berharga dalam penulisan skripsi;

3. Ayahanda Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibunda Muslimah, S.Pd, serta kakek dan

nenekku tersayang: H. Mat Tjik (alm), Hj. Tjik Iba (alm), H. Harun Djakfar

(alm) dan Hj. Rosidah, terimakasih untuk untaian doa, dukungan dan

semangat yang tak henti diberikan pada penulis;

4. Saudara-saudaraku: Eka Armawati, S.Pd, Bandarsa, S.Pd, Archimedes, S.E,

Dwi Armasusanti, S.E, Muhammad Yusuf Fikri, S.E, terimakasih untuk

semangat dan doanya;

5. Papa H. Agusman Bargal, Mama Hj. Mastoh, Tante „Ria‟ Nur Mulia, Kak Uli,

Kak Helmi, Ayuk Mara, Mas Basuki dan keponakan lucuku: Bima,

terimakasih untuk dukungan dan doanya;

6. Muhammad Rizki Allgusma, S.S yang selalu mendukung dan mendoakan

kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi. Terimakasih untuk

enam tahun kebersamaan yang berharga.

7. Mas Robert, Mbak Vega Pita, Mas Habibie, Mas Untung, Pak Kumis dari

Fungsi External Relation Pertamina UPMS II, Mas Kerangga Jaya „SDM‟,

Pak Toyib „PKBL‟, Pak Welly „K3LL‟, seluruh karyawan Pertamina UPMS

II yang menjadi responden penelitian, Winda „Universitas Bidar‟ sesama

x

mahasiswa magang di fungsi ER, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya

dalam penelitian dan magang di Pertamina UPMS II;

8. Pemerintah di Kecamatan SU II: Bapak Camat Heri A. Rasuan, S.H, Bapak

Sekcam M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si, Bapak dan Ibu Lurah di wilayah

Kecamatan SU II, serta seluruh staf di kantor kecamatan dan ketujuh

kelurahan yang telah membantu dan bekerjasama dalam penelitian untuk

skripsi ini;

9. Para responden penelitian di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II yang sudah

meluangkan waktunya untuk „diganggu‟ oleh penulis, terimakasih untuk

bantuan dan kerjasamanya;

10. Mas Mahmudi Siwi dan Mas Reza Ramayana, terimakasih untuk dukungan

moral, buku-buku dan diskusi yang sangat membantu proses penulisan skripsi

ini;

11. My Bestie: Rinaldy Yusuf, S.KPM, terimakasih atas doa, semangat, sindiran,

saran, kritik dan bantuannya dari awal hingga akhir proses penulisan skripsi

ini;

12. Wisma Pelangi 73: Kak Lia, Linda, Ita, Nunu, terimakasih atas semangatnya.

Nunu „Nurul Qomariasih‟, terimakasih pula atas bantuannya dalam

pengolahan data penelitian;

13. Quadra Pop Girls: Na, Mpit, Niaw, Dion, Ami, terimakasih untuk semangat,

dukungan, doa dan tawa-tangisnya;

14. Sahabat-sahabat sesama insomaniac: Aditya Wahyu Purnama, Ferdiansyah,

Inerema FDP, M. Idrus Alamsyah, St. Rahayu Pratami Lexianingrum,

member grup alumni PK SMAN 4, member grup alumni SLTPN 20,

terimakasih telah setia menemani penulis mengerjakan Skripsi hingga subuh;

15. Abdillah Apri Sudarmanto, Yovan Dupriliandika Zefta dan Muhammad Iqbal

Pangindoman yang setiap saat menanyakan perkembangan penulisan skripsi,

terimakasih untuk bantuan, doa dan semangatnya; dan

16. Teman-teman KPM‟43, Bu Susi, Mbak Icha, Mbak Maria serta semua pihak

yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7

1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................... 7

BAB II PENDEKATAN TEORITIS .................................................................... 9

2.1 Tinjauan Pustaka......................................................................................... 9

2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ................................. 9

2.1.2 Konsep PKBL.................................................................................. 19

2.1.3 Konsep Persepsi...................................................................................

2.1.4 Konsep Pemberdayaan ..................................................................... 22

2.1.5 Konsep Efektivitas ........................................................................... 23

2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24

2.3 Hipotesa Penelitian ................................................................................... 28

2.3.1 Hipotesa Pengarah............................................................................ 28

2.3.2 Hipotesa Uji ..................................................................................... 28

2.4 Definisi Operasional ................................................................................. 28

2.5 Definisi Konseptual .................................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 32

3.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33

3.3 Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden ...................... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 36

3.4.1 Pengamatan Berperanserta ............................................................... 37

3.4.2 Penelusuran Dokumen ..................................................................... 37

3.4.3 Wawancara Mendalam..................................................................... 38

xii

Halaman

3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 38

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN ................................... 40

4.1 Profil Komunitas....................................................................................... 40

4.2 Profil Perusahaan ...................................................................................... 44

4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER) ............................................... 45

4.3 Ikhtisar ..................................................................................................... 48

BAB V PEDOMAN PELAKSANAAN SOCIAL RESPONSIBILITY DAN

IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II ............................... 50

5.1 Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility.............................................. 50

5.2 Implementasi PKBL ................................................................................. 63

5.3 Ikhtisar ..................................................................................................... 69

BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL ........ 73

6.1 Persepsi Pemangku Kepentingan............................................................... 73

6.2 Ikhtisar ..................................................................................................... 97

BAB VII PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS

IMPLEMENTASI PKBL ................................................................... 99

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 105

8.1 Kesimpulan............................................................................................. 105

8.2 Saran ...................................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109

LAMPIRAN .................................................................................................... 112

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010 .. 41

Tabel 2. Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah

Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II ............... 41

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun

2007 ................................................................................................ 42

Tabel 4. Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007 ........................ 43

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun

2007 ................................................................................................ 43

Tabel 6. Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................................. 73

Tabel 7. Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 75

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 76

Tabel 9. Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 83

Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 84

Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS

II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .......... 85

Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 87

Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 88

Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan Tahun 2010 ......................................................... 89

Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan Tahun 2010 ................................................................... 90

xiv

Halaman

Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 93

Tabel 17. Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil Keputusan

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 95

Tabel 18. Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010... 97

Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi

Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 ................ 99

Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masing-

masing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 .. 102

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder ............ 19

Gambar 2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 27

Gambar 3. Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina ..... 46

Gambar 4. Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero) ................ 47

Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL

serta Non PKBL ............................................................................ 70

Gambar 6. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemangku

Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun

2010 .............................................................................................. 74

Gambar 7. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah

Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010 ................................................................................. 755

Gambar 8. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan

Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010 ................................................................................... 77

Gambar 9. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat

Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010 ................................................................................... 83

Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta

PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan Tahun 2010 ................................................................. 85

Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non

Peserta PKBL di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan Tahun 2010 ...................................................... 86

Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu

Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............................................ 87

xvi

Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu

Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........................... 88

Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di

Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010 ................................................................................... 90

Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........... 89

Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina

UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun

2010 .............................................................................................. 94

Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non

Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010 ................................................................................... 95

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah diwajibkan untuk

melaksanakan program pembinaan pada usaha kecil bahkan sebelum disahkannya

UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007. Pembinaan usaha kecil oleh

BUMN mulai dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun

1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan),

Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pedoman

pembinaan usaha kecil tersebut mengalami beberapa kali penyesuaian sampai

akhirnya menjadi UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang diperkuat dengan

Peraturan Menteri Negara No. 5 tanggal 27 April 2007 tentang Program

Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL)

yang berlaku hingga saat ini.

Program Kemitraan BUMN dan Bina Lingkungan atau biasa disebut

PKBL adalah program untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi

ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam rangka

mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya

pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha

dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri tentang BUMN No. 5

tahun 2007, Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan

usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari

bagian laba BUMN, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program

pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana

dari bagian laba BUMN. Besaran dana untuk dua program ini adalah masing-

masing sebesar dua persen dari laba BUMN yang dihasilkan pada tahun operasi

sebelumnya.1

1 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2007, Peraturan Menteri Negara Badan

Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan

Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan,

http://www.bumn.go.id/getRegulationDir&filename=1212555721.pdf, diakses pada 29 April 2010.

2

Tahun 2007, tahun yang sama dengan pengesahan UU tentang Perseroan

Terbatas No. 40, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

memberikan sambutan dalam sebuah Forum CSR-UKM 2007 dengan tema

“Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pengembangan

Usaha Kecil dan Menengah”. Dalam seminar dan pameran ini, Menteri Negara

Koperasi dan UKM Indonesia menyebutkan bahwa sejak tahun 1989, BUMN

telah berpartisipasi dalam program tanggung jawab sosial dengan membantu

pengusaha UKM dan program tersebut dikenal dengan Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan (PKBL).2 Ketua Panitia Khusus UU Perseroan Terbatas, Akil

Mochtar, menyebutkan juga bahwa salah satu alasan tanggung jawab sosial harus

diatur adalah karena kewajiban tanggung jawab sosial sudah diterapkan pada

BUMN dalam bentuk kewajiban menyisihkan sebagian besar laba bersihnya untuk

keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar

BUMN (Fajar 2010). Dengan kata lain, seringkali tanggung jawab sosial pada

BUMN diartikan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel

atau yang selanjutnya disebut Pertamina UPMS II merupakan salah satu unit

pemasaran dari PT. Pertamina (Persero) yang memiliki wilayah operasi pada lima

provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu dan

Lampung dengan pusat lokasinya berada di Kecamatan Seberang Ulu II,

Palembang, Sumatera Selatan. Pada awal berdirinya, perusahaan minyak yang

beroperasi di wilayah Palembang ini dikuasai oleh Belanda. Berbagai fasilitas

yang diperoleh karyawan perusahaan di masa penguasaan Belanda, baik berupa

sarana tempat tinggal maupun kemudahan memperoleh akses terhadap sarana

kesehatan dan pendidikan untuk keluarga karyawan dalam sebuah kompleks milik

perusahaan tentu memperlihatkan perbedaan yang ada antara perusahaan dan

masyarakat. Setelah Indonesia merdeka dan secara resmi mengambil alih

perusahaan tersebut, berbagai fasilitas pra kemerdekaan tersebut masih ada yang

bertahan hingga sekarang. Dengan kata lain, meski tidak semencolok seperti

2 Suryadharma Ali, 2007, Sambutan pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, http://www.latofienterprise.

com/file/pdf/Sambutan. pdf, diakses pada 6 Mei 2010

3

sebelum kemerdekaan, jarak sosial antara perusahaan dan penduduk setempat

tersebut masih terlihat.

Kota Palembang saat ini memang belum terlepas dari masalah

ketenagakerjaan dan mencoloknya kesenjangan sosial. Seperti yang ditulis dalam

website kepolisian wilayah Sumatera Selatan, mencoloknya kesenjangan sosial

serta masalah ketenagakerjaan merupakan ancaman dalam menjaga ketertiban dan

keamanan masyarakat Palembang. Sementara itu, masyarakat Palembang

cenderung temperamental dan suka membawa senjata tajam3. Kondisi ini tentu

semakin menyulut kriminalitas di Kota Palembang, termasuk Kecamatan

Seberang Ulu (SU) II.

Beroperasi di wilayah yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi dan

ketimpangan sosial yang mencolok seperti yang umumnya terjadi pada wilayah

dengan kerekatan sosial yang rendah sebenarnya bukanlah sebuah hal yang

menguntungkan bagi sebuah bisnis. Perusahaan harus berusaha keras untuk

memperoleh lisensi sosialnya dalam beroperasi di wilayah seperti ini. Pertamina

UPMS II tentu menyadari hal ini. Ketika peraturan mengenai kewajiban

melaksanakan tanggung jawab sosial bagi perseroan diberlakukan, perusahaan

yang telah lebih dulu melaksanakan Program Kemitraan dan Bina lingkungan ini

lalu mengadopsi konsep PKBL sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan

dijalankan oleh fungsi External Relation (ER). Dengan konsep PKBL sebagai

bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya, maka Pertamina UPMS II telah

mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk program tanggung jawab sosialnya.

Namun, ekspektasi pemangku kepentingan, terutama pemangku kepentingan

eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat dilakukan

perusahaan. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut

bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial

Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,

Provinsi Sumatera Selatan.

3 Polri Sumsel, 2009, Profil kewilayahan kepolisian Sumatera Selatan, http://

sumsel.polri.go.id/kewilayahan/, diakses pada tanggal 22 Mei 2010.

4

1.2 Perumusan Masalah

PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel

adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang pemasaran produk minyak dan gas

bumi. Berdasarkan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, maka perusahaan ini

harus melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah serta bina lingkungan atau

PKBL. Namun, pada tahun 2007, saat UU tentang Perseroan Terbatas No. 40

diberlakukan, Pertamina yang mengelola sumberdaya alam juga dikenai

kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam

pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di masyarakat, tanggung jawab

sosial sesungguhnya adalah jalan bagi perusahaan untuk memperoleh „izin sosial‟

(berupa dukungan) dari masyarakat dalam beroperasi (Warhurst dalam Sukada

et.al. 2007) walau utamanya pelaksanaan tanggung jawab sosial tetap diawali

dengan manajemen dampak berupa upaya meminimumkan dampak negatif dan

memaksimumkan dampak positif atas kehadiran perusahaan. Pada Pertamina

UPMS II, tanggung jawab sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk PKBL dengan

berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, serta sarana

prasana dan bencana alam.

Lokasi dimana Pertamina UPMS II beroperasi adalah wilayah dengan

ketimpangan sosial yang mencolok serta tingkat kriminalitas yang tinggi. Tentu

bukan sebuah hal yang mudah untuk memperoleh dukungan masyarakat dalam

beroperasi di wilayah seperti ini. Disamping itu, ekspektasi pemangku

kepentingan eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat

dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, secara garis besar, pertanyaan yang akan

dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai

tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II,

Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.

Terkait implementasi tanggung jawab sosial, International Organization

for Standardization (ISO) telah membuat panduan pelaksanaan tanggung jawab

sosial yang tidak hanya berlaku untuk jenis perusahaan tertentu saja, tapi berlaku

di semua jenis perusahaan. Meski tidak semua bagian dari standar internasional

yang dikenal sebagai ISO 26000 ini sesuai untuk semua jenis perusahaan, namun

semua core subejcts-nya relevan untuk setiap perusahaan. Tujuh core subjects

5

yang termasuk dalam cakupan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut antara

lain tata kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu

lingkungan, praktik operasi yang adil, isu konsumen serta keterlibatan dan

pengembangan masyarakat. Adapun komponen panduan ISO 26000 lainnya

adalah prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, isu-isu terkait tanggung jawab sosial

dan cara untuk menyatukan kegiatan tanggung jawab sosial ke dalam strategi,

sistem, praktik dan proses-proses yang telah berlangsung dalam organisasi.

Lantas, ketika konsep PKBL pada Pertamina UPMS II diadopsi untuk menjadi

bentuk tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, maka muncul pertanyaan:

bagaimana implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan sejauh mana

implementasi tersebut dapat memenuhi „standar kinerja‟ Social

Responsibility menurut panduan ISO 26000?

Stakeholder engagement adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam

tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan mengetahui kepentingan mereka

terhadap keputusan dan aktivitas perusahaan maka perusahaan dapat

mengidentifikasi serta mengatasi dampak operasinya terhadap para pemangku

kepentingan tersebut. Namun, seringkali persepsi atau cara para pemangku

kepentingan tersebut dalam memaknai tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah

sesuai dengan makna tanggung jawab sosial itu sendiri sehingga ekspektasi atau

harapan mereka terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi

perusahaan. Selisih antara harapan dan kenyataan yang terjadi ini bukanlah hal

yang menguntungkan bagi perusahaan sebab berpeluang menciptakan konflik

antara perusahaan dan pemangku kepentingannya. Pada perusahaan yang bergerak

di bidang ekstraktif seperti Pertamina UPMS II, pemangku kepentingan yang

paling rentan untuk terjadi konflik dengan perusahaan adalah komunitas lokal.

Artinya, masyarakat lokal adalah pemangku kepentingan yang penting untuk

diperhatikan persepsinya oleh Pertamina UPMS II. Selain masyarakat lokal,

pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga merupakan pemangku kepentingan

kritis yang penting untuk diperhatikan perusahaan. Kemudian, pemangku

kepentingan perusahaan tidak hanya berupa pemangku kepentingan eksternal saja

seperti masyarakat lokal dan pemerintah. Pemangku kepentingan internal seperti

karyawan perusahaan juga harus diperhatikan perusahaan. Oleh karena itu, untuk

6

mengkaji efektivitas PKBL Pertamina UPMS II, menjadi penting untuk

mengetahui terlebih dahulu bagaimana persepsi karyawan Pertamina UPMS

II, masyarakat dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri?

Pertamina UPMS II tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai dalam

implementasi tanggung jawab sosialnya. Seperti yang dituangkan dalam website

PT. Pertamina, tujuan dari Program Social Responsibility and Community

Development PT. Pertamina (Persero) adalah membangun dan mempertahankan

keharmonisan hubungan dengan komunitas lokal di wilayah operasi Pertamina

manapun serta bekerja bersama-sama pemerintah untuk memberikan keuntungan

sebesar-besarnya untuk masyarakat. Tujuan eksternal tanggung jawab sosial PT.

Pertamina (Persero) adalah untuk membantu pemerintah Indonesia memperbaiki

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia melalui pelaksanaan program-

program yang membantu pencapaian target MDG‟s. Kemudian, tujuan internal

tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah untuk membangun

hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan

untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun

reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di seluruh

wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab sosial

Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah operasi,

publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives, yaitu

pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana. Namun,

seringkali persepsi atau cara para pemangku kepentingan dalam memaknai

tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah sesuai dengan pemaknaan tanggung

jawab sosial oleh perusahaan sendiri hingga ekspektasi atau harapan mereka

terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi perusahaan. Selain itu,

ketika fokus pencapaian perusahaan mengutamakan pemerintah dan masyarakat,

seringkali pemangku kepentingan internal merasa diabaikan. Oleh karena itu,

menjadi penting untuk diungkap bagaimana hubungan antara persepsi dari

karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah kecamatan

Seberang Ulu II dan efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab

sosial Pertamina UPMS II tersebut?

7

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sejauh mana

efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang

Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan utama ini akan

dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yaitu:

1. Mengidentifikasi implementasi PKBL yang diterapkan oleh Pertamina UPMS

II.

2. Mengkaji sejauh mana implementasi PKBL Pertamina UPMS II memenuhi

„standar kinerja‟ Social Responsibility menurut panduan ISO 26000.

3. Mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan

pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan.

4. Mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan dan efektivitas implementasi dari PKBL

yang diterapkan Pertamina UPMS II.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Bagi penulis dan civitas akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan

bagi penulis sendiri, menjadi bahan rujukan untuk penelitian-penelitian

selanjutnya serta menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor di

bidang tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL.

2. Bagi instansi terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perusahaan

mengenai efektivitas implementasi PKBL menurut ISO 26000 dan persepsi

beberapa pemangku kepentingan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan itu sendiri.

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat

mengenai program tanggung jawab sosial dan kaitannya dengan para

pemangku kepentingan perusahaan.

8

4. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menentukan

kebijakan yang tepat terkait tanggung jawab sosial perusahaan dan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN).

9

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

perusahaan adalah konsep yang masih hangat dibicarakan hingga saat ini.

Berbagai perdebatan mengenai arti, standar pelaksanaan CSR serta wajib atau

tidaknya perusahaan memperhatikan kegiatan sosial dan lingkungan masih

mewarnai perkembangan konsep ini. Pengertian CSR yang muncul pun beragam

dan mempunyai penekanan pada dimensi yang berbeda-beda. Meski demikian,

hasil dari uji statistik yang dilakukan Alexander Dahlsrud terhadap tiga puluh

tujuh definisi CSR yang paling popular menunjukkan bahwa beragam definisi

tersebut memiliki konsistensi dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial,

lingkungan, pemangku kepentingan dan sifat voluntari (Dahlsrud 2008 dalam

Jalal 2009).

Seiring perkembangannya, CSR didefinisikan dengan beragam. Beberapa

mengartikan CSR sebagai komitmen bisnis, sementara yang lain menyebutkan

bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah kewajiban. Namun,

terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya berbagai perkembangan definisi dari CSR

ini semakin mendekatkan CSR dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Menurut Serageldin ([tidak bertahun]) dalam Sukada et al (2007), “pembangunan

berkelanjutan adalah suatu proses dimana generasi mendatang memperoleh modal

per kapita sebanyak yang telah diperoleh oleh generasi masa sekarang atau bahkan

lebih banyak lagi”. Modal yang dimaksud tersebut mencakup modal natural,

ekonomi, sosial, budaya, politik dan personal (Sukada et al 2007). Artinya,

tanggung jawab etis bisnis dan perusahaan mencakup dua dimensi di luar

ekonomi, yaitu aspek sosial dan lingkungan sehingga kata „social‟ dalam CSR

harus dibaca sebagai „social and environmental‟. 4 Oleh karena itu, Sukada et al

(2007) dalam buku Membumikan Bisnis Berkelanjutan pun mendefinisikan CSR

4 Sonny Sukada, et al. 2007, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Indonesia Business Links, Jakarta,

halaman 38.

10

sebagai segala upaya manajemen yang dilakukan entitas bisnis untuk mencapai

tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial

dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan

dampak positif di setiap pilar.

Kegiatan CSR pada praktiknya seringkali hanya menekankan pada salah

satu aspek saja, tergantung pada definisi mana yang dianut oleh perusahaan atau

organisasi bisnis. Berbagai standar CSR yang berkembang dan populer di dunia

memang cenderung menekankan pada salah satu aspek saja akibat keberagaman

definisi CSR ini. Selain itu, membuat sebuah standar kinerja CSR yang universal

bukanlah suatu hal yang mudah. International Organization for Standardization

(ISO) pernah mencoba memprakarsai pembentukan standar universal mengenai

kinerja CSR ini, namun akhirnya malah menurunkan targetnya hanya menjadi

guidelines of social responsibility saja.5

CSR adalah sebuah istilah yang baru merebak di Indonesia. Tahun 2007

lalu, Indonesia menjadi negara pertama yang mengatur CSR ke dalam sebuah

regulasi dengan mengesahkan UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 yang

mengatur mengenai tanggung jawab sosial atau CSR. Undang-undang Perseroan

Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 ayat satu menyatakan bahwa Perseroan

Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan

sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lalu,

Pasal 74 ayat 2 menyatakan bahwa dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan

kepatutan dan kewajaran. Ayat ketiga pada pasal ini menekankan bahwa PT yang

tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dimana ayat keempat menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut

mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.6

2.1.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Sukada et al (2007) mendefinisikan CSR sebagai segala upaya manajemen

yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan

berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan

5 Ibid., halaman 60. 6 DPR RI, 2007, Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 dan Penjelasan-nya, PT.

Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia), Jakarta Barat, halaman 122-124.

11

meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap

pilar. Definisi CSR dari Committee Draft ISO 26000 Guidance on Social

Responsibility pada tahun 2009 bahkan lebih rinci lagi, yaitu:

„Responsibility of an organization for the impacts of its decisions

and activities on society and the environment, through transparent

and ethical behaviour that contributes to sustainable development,

health and the welfare of society; takes into account the expectations

of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent

with international norms of behaviour; and is integrated throughout

the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO

26000 2009 dalam Jalal 2010)

Dari definisi tersebut, terlihat bahwa yang dimaksud dengan CSR utamanya

dimulai dengan manajemen dampak dari aktivitas bisnis atau perusahaan. Setiap

kegiatan perusahaan tentu disadari pasti memiliki dampak, baik positif maupun

negatif. Oleh karena itu, perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang turut

membantu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan harus

memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif yang

ditimbulkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang, agar tidak merugikan

masyarakat saat ini maupun di masa mendatang. CSR juga berarti bahwa

perusahaan harus taat pada regulasi kemudian berusaha melampaui regulasi

(beyond compliance) tersebut dalam arti yang positif. Pada akhirnya, CSR akan

menjamin keberlangsungan perusahaan selama mungkin bahkan dengan profit

yang tinggi sebab perusahaan telah diterima menjadi „bagian‟ dari komunitas

setempat sehingga aktivitas berbisnis menjadi lebih kondusif. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa CSR bukanlah suatu kegiatan amal dari perusahaan. CSR

merupakan bagian dari aktivitas bisnis berupa investasi sosial untuk memperoleh

profit sekaligus „lisensi sosial‟ dari para pemangku kepentingan perusahaan.

Perbedaan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial perusahaan

menyebabkan konsep CSR sering disamakan bahkan dipertukarkan dengan

berbagai konsep lain yang sebenarnya berbeda. Beberapa konsep yang sering

tertukar dengan CSR adalah sebagai berikut (Sukada et al 2007):

1. Corporate Citizenship

Konsep ini sebenarnya lebih luas daripada CSR sebab corporate

citizenship atau kewargaan perusahaan mengandung pengertian hak dan

12

kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state atau

setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga negara

yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang bersamaan,

perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya hak-hak

warga negara yang berada di wilayah jangkauan operasinya. Hal ini tentu

tidaklah dapat dipersamakan dengan konsep CSR.

2. Corporate Philanthropy

Konsep filantrofi perusahaan sesungguhnya jauh lebih sempit dibanding

CSR. CSR menuntut perusahaan bertanggung jawab meminimumkan dampak

negatif dan memaksimumkan dampak positif, sedangkan filantrofi hanya

berkenaan dengan pemberian sukarela dari perusahaan. CSR memandang

investasi sosial sebagai upaya memaksimumkan dampak positif (berkaitan

dengan pemangku kepentingan khusus bisnis perusahaan, terutama masyarakat

di wilayah dampak) sedangkan filantrofi tidak terlalu mempedulikan apakah

pemberian itu berkenaan dengan dampak operasi atau tidak.

3. Corporate Responsibility

Konsep ini dinilai terlalu luas atau tidak spesifik (ketika CSR sudah ada)

atau lebih mewakili tanggung jawab memaksimumkan keuntungan bagi

pemilik modal (ketika CSR belum ada). Konsep CR ini memang muncul

karena anggapan bahwa kata „social‟ dalam CSR dapat membawa

kesalahpahaman. Namun, penggunaan kata ini sesungguhnya dimaksudkan

menekankan bentuk tanggung jawab di luar tanggung jawab lain yang

sebelumnya sudah dijalankan. Kata „social‟ dalam CSR harus dibaca sebagai

„social and environment‟; yang bahkan juga mencakup pengertian keuntungan

ekonomi bagi pemangku kepentingan di luar pemilik modal. CSR harus

dipahami sebagai tanggung jawab pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan

pada seluruh pemangku kepentingan di luar pemilik modal.

2.1.1.2 Regulasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia

Indonesia yang menjadi negara pertama yang meregulasi kebijakan

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan menyebutkan pada UU tentang

Perseroan Terbatas No. 40 pasal 1 angka ketiga bahwa Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam

13

pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,

maupun masyarakat pada umumnya.

Terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut

Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 tersebut

memaparkan sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau

bersangkutan dengan sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab

sosial dan lingkungan,

2. Dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran,

3. Perseroan Terbatas (PT) yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan,

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan

Pemerintah.

2.1.1.3 Standar Kinerja Corporate Social Responsibility (CSR)

Standar kinerja CSR yang berkembang sangat beragam akibat berbagai

definisi yang berkembang mengenai CSR. Menurut catatan Urminsky, dari 258

standar CSR yang diidentifikasi, sebagian besar (67 persen) dibuat oleh

perusahaan sendiri, hingga pihak lain tak banyak yang mengetahui. Lalu, 11

persen dibuat oleh kumpulan perusahaan; 8 persen dibuat lewat proses multipihak;

7 persen dibuat oleh organisasi nonpemerintah; 3,5 persen dibuat asosiasi pekerja;

dan 0,4 persen dibuat oleh pemerintah. Dari sekian banyak standar CSR yang

teridentifikasi tersebut, hanya 8 persen yang menyatakan komitmen melaporkan

standar yang dipergunakan dan 6 persen saja yang tertarik pada pemantauan dan

evaluasi oleh pihak eksternal (Sukada et al 2007).

Terdapat tujuh standar CSR yang paling berpengaruh saat ini (Kathryn

Gordon dalam Sukada et al 2007). Ketujuh standar tersebut adalah Global

Reporting Initiative, Global Sullivan Principles, OECD Guidelines for

Multinational Enterprises, Principles for Global Corporate Responsibility-

Benchmarks, SA 8000 dan United Nations Global Compact. Namun, standar-

standar ini hanya menitikberatkan pada aspek tertentu saja.

14

International Organization for Standardization (ISO) pada tahun 2005

membuat suatu standar kinerja CSR yang tidak hanya menitikberatkan pada salah

satu aspek saja atau dengan kata lain standar kinerja CSR yang „menyeluruh‟.

Tetapi, hal ini tidaklah mudah. Dalam proses pembuatannya, standar kinerja CSR

yang diresmikan pada bulan November 2010 lalu ini akhirnya di„turun‟kan

menjadi hanya pedoman social responsibility saja.

Pedoman CSR atau ISO 26000 dalam draft terbarunya menyebutkan ada

tujuh core subjects yang menjadi pedoman pelaksanaan CSR7, yaitu:

1. Isu Tata Kelola Organisasi

‘Governance systems may vary, depending on the size and type of

organization and the economic, political, cultural and social

contexts in which it operates. Although governance processes and

structures take many different forms, both formal and informal, all

organizations make and implement decisions within a governance

system. The governance system within an organization is directed by

the person or group of persons having the authority and

responsibility for pursuing the organization’s objectives.’

Sistem tata kelola dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran

organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka

beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur tata kelola memiliki bentuk

yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi membuat dan

mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem tata kelola. Sistem tata

kelola dalam organisasi diarahkan oleh orang atau sekelompok orang yang

mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengejar tujuan organisasi.

2. Isu Hak Asasi Manusia

‘While the state has the primary obligation to protect, promote and

uphold human rights, the Universal Declaration of Human Rights

calls on every individual and every organ of society to play its part

in securing the observance of the rights set forth in the Declaration.

Hence an organization has a responsibility to safeguard human

rights in its operations, as well as in its wider sphere of influence.’

Bila negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi, mempromosikan

dan menegakkan hak asasi manusia, maka Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat untuk memainkan

perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak yang tercantum dalam

7 Jalal, op.cit., hal.9

15

Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi memiliki tanggung jawab untuk

menjaga hak asasi manusia dalam operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang

lebih luas.

3. Isu Praktik Ketenagakerjaan

‘The labour practices of an organization can have great impact on

society and thereby can contribute significantly to sustainable

development. The creation of jobs, as well as wages and other

compensation paid for work performed are among an organization's

most important economic impacts. Meaningful and productive work

is an essential element in human development.’

Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada masyarakat

dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap

pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah dan

kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan adalah salah

satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan organisasi. Bermakna dan

bekerja produktif adalah elemen penting dalam pembangunan manusia.

4. Isu Lingkungan

‘Addressing environmental issues is not only a precondition for the

survival and prosperity of our generation; it is a responsibility our

generation should fulfill so as to enable future generations to enjoy a

sustainable global environment. An organization should be mindful

that environmental responsibility is a part of the social responsibility

of any organization.’

Isu-isu lingkungan tidak hanya merupakan prasyarat untuk kelangsungan

hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan tanggung jawab yang

harus generasi kita harus penuhi sehingga memungkinkan generasi mendatang

untuk menikmati lingkungan global yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus

menyadari bahwa tanggung jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab

sosial dari setiap organisasi.

5. Isu Praktik Operasi yang Adil

‘Fair operating practices improve the environment in which

organization’s function by: encouraging fair competition, improving

the reliability and fairness of commercial transactions, preventing

corruption and promoting fair political processes. Organizations

should use their relative strength and position in their relationship

with other organizations to promote positive outcomes.’

16

Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi:

mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan

transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik yang

adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi dalam

hubungan mereka dengan organisasi-organisasi lain untuk mempromosikan hasil

positif.

6. Isu Konsumen

‘Consumers are among an organization's important stakeholders. An

organization's operations and output have a strong impact on those

who use its goods or services, especially when they are individual

consumers. Consumers are referees in the competitive marketplace,

and their preferences and decisions have a strong influence on the

success of most organizations.’

Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi

dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang

menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen

individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan

keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian besar

organisasi.

7. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat

‘The need for contributions to social and economic development in

order to reduce poverty and improve poor social conditions is

universally accepted. The critical need to address issues of social

and economic development is reflected in the United Nations

Millennium Declaration.’

Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk

mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin

secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalah-masalah

pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi Milenium PBB.

2.1.1.4 Definisi Stakeholder (Pemangku Kepentingan)

Menurut Sukada et al (2007), “perusahaan bertanggung jawab kepada

siapa pun yang terpengaruh operasinya”. Sukada et al (2007) juga memaparkan

bahwa pemangku kepentingan mengacu pada “persons and groups that affect or

are affected by, an organization’s decisions, policies and operations.” Kata

„stake‟ di sini bermakna kepentingan atau klaim terhadap perusahaan.

17

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menimbang derajat relevansi

pemangku kepentingan perusahaan (Mitchell et al 1997 dalam Sukada et al 2007),

yaitu kekuasaan, legitimasi dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan

pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan

unsur-unsur koersif atau pemaksaan; insentif atau disinsentif material; dan

normatif atau simbolik. Legitimasi operasional perusahaan berasal dari perilaku

yang disetujui norma-norma yang berlaku setempat. Urgensi didefinisikan sebagai

klaim pemangku kepentingan untuk tindakan segera yang didasarkan pada

sensitivitas waktu atau sejauh mana keterlambatan dapat diterima; atau sepenting

apa pemenuhan klaim itu terhadap status hubungan dengan perusahaan.

Driscoll dan Starik (2004) dalam Sukada et al (2007) menambahkan

kedekatan (proximity) menjadi kriteria keempat dalam pertimbangan derajat

relevansi tersebut. Dari sejumlah penelitian disimpulkan kedekatan spasial sama

pentingnya dengan urgensi. Artinya, komunitas yang bermukim lebih dekat

dengan perusahaan merupakan pemangku kepentingan yang harus dianggap

penting. Lalu, dengan menggunakan keempat kriteria yang telah diajukan,

disimpulkan bahwa lingkungan fisik merupakan pemangku kepentingan yang sah

dari perusahaan.

Sukada et al (2007) memaparkan bahwa organisasi bisnis memiliki dua

kategori pemangku kepentingan, yakni primer dan sekunder. Pemangku

kepentingan primer adalah pemilik, konsumen, karyawan, pemasok dan mitra

bisnis. Di luar itu, tergantung dari lingkungan di mana perusahaan beroperasi.

Semua perusahaan memiliki pemangku kepentingan sekunder kritis yang

keberadaannya berperan penting terhadap keberlangsungan operasionalnya.

Masyarakat dan pemerintahan yang berwenang merupakan dua diantaranya. Lalu,

perusahaan juga menghadapi sebarisan pemangku kepentingan sekunder khusus

yang muncul karena kepentingan tertentu, aktivitas bisnis, serta tujuan perusahaan

sendiri. Pemangku kepentingan ini termasuk diantaranya media massa, kelompok

masyarakat sipil, ornop, organisasi internasional mitra bisnis, asosiasi dagang,

maupun asosiasi industri.

Menurut Handy (2003) dalam Radyati (2008), kini tujuan keberadaan

bisnis adalah tidak hanya mencari keuntungan, tetapi melakukan sesuatu yang

18

lebih baik dengan tujuan tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang saham,

akan tetapi juga memaksimalkan nilai bagi para pemangku kepentingan

(stakeholders). Stakeholders perusahaan ada yang di dalam perusahaan (internal

stakeholders), dan ada yang berada di luar perusahaan (external stakeholders).

Internal stakeholders terdiri dari para karyawan dan seluruh anggota perusahaan,

termasuk pemegang saham. External stakeholders terdiri dari pemasok, komunitas

lokal, masyarakat luas, pesaing, pemerintah, kompitetitor dan masyarakat dunia.

Bila hubungan dengan pemangku kepentingan tidak ditangani dengan baik

oleh perusahaan, maka dapat berujung pada konflik. Konflik antara perusahaan

dan masyarakat sering terjadi terutama pada perusahaan-perusahaan yang

bergerak di bidang ekstraktif. Situasi konflik tentu bukanlah hal yang

menguntungkan bagi perusahaan. Oleh karena itu, penguatan kohesi sosial penting

untuk dilakukan perusahaan. Dengan kuatnya kerekatan sosial, sebuah masyarakat

cenderung lebih menerima perbedaan dan mengelola konflik secara rasional

sebelum berkembang menjadi perseteruan yang brutal (Amri dan Sarosa 2008).

Prayogo (2008) menetapkan tiga stakeholder penting yang sering

bermasalah dalam relasinya dengan korporasi, yaitu komunitas lokal, pekerja dan

konsumen. Dengan menggunakan indikator dan parameter yang sama, dapat

diperbandingkan tingkat dinamika konflik korporasi dengan para stakeholder-nya.

Gambar 1 berikut ini menunjukkan gambaran umum tingkat dinamika konflik

antara korporasi dan pemangku kepentingannya:

19

Gambar 1. Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder

Jenis Industri Komunitas lokal Pekerja Konsumen

Ekstraktif Tinggi: Sangat rentan terjadi

konflik hingga ke

bentuk kekerasan;

korporasi di-persepsikan

mengambil sumber

daya alam lokal.

Sedang: Tidak terlalu rentan

terjadi konflik; tingkat

upah dan fasilitas kerja

sangat baik, kalaupun terjadi konflik

berbentuk non

kekerasan.

Rendah: Hampir tidak ada

laporan konflik

karena suplai hasil

tambang terbatas, terkecuali boikot

produk karena

alasan lingkungan.

Manufaktur Sedang: Tidak terlalu rentan

terjadi konflik; terkecuali ada masalah

khusus seperti dampak

lingkung-an.

Tinggi: Sangat rentan terjadi

konflik karena marjin keuntungan korporasi

sangat terkait dengan

tingkat upah pekerja.

Rendah: Jarang terjadi

konflik, terkecuali keluhan terhadap

kualitas dan

higienitas produk. Jasa Rendah:

Tidak rentan terhadap

konflik; interaksi dan

silang kepentingan jarang terjadi.

Sedang: Tidak terlalu rentan

terjadi konflik;

terkecuali pada perusahaan yang

bermasalah dengan

manajemennya.

Tinggi: Sangat rentan terjadi

konflik karena

selisih yang tajam antara harga dan

kualitas pelayanan.

Sumber: Prayogo (2008)

Secara umum, terdapat kecenderungan bahwa tingkat dinamika konflik

tinggi dapat terjadi pada interaksi: (1) korporasi dengan komunitas lokal pada

industri ekstraktif; (2) korporasi dengan pekerja pada industri manufaktur; dan (3)

korporasi dengan konsumen pada industri jasa. Pola dinamika konflik ini dapat

diperlakukan sebagai sebuah kecenderungan, namun sangat membantu

menjelaskan variasi tingkat dinamika konflik antar jasa industri (Prayogo, 2008).

2.1.2 Konsep PKBL

Menurut UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 88, BUMN dapat

menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha

kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN (Ayat 1) dan ketentuan

lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba tersebut diatur dengan

Keputusan Menteri (Ayat 2).8

Lalu, Keputusan Menteri BUMN No. Kep-

236/MBU/2003 yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari UU no. 19 tahun 2003

8 DPR RI, 2003, Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,

http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf, diakses pada 6 Mei 2010, hal. 29.

20

menyebutkan pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Program Kemitraan

BUMN Dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah

program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan

mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Ayat 3) dan Program

Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh

BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian

laba BUMN (Ayat 4).9 Keputusan Menteri tersebut diperkuat kembali dengan

Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007.

Rincian panduan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

dipaparkan pada Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007.10

Khusus

untuk Program Bina Lingkungan, Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri ini

menyatakan bahwa dana untuk Program Bina Lingkungan bersumber dari

penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 persen serta hasil bunga

deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Bina Lingkungan. Pada ayat 3 pasal

9 ini disebutkan bahwa untuk Perum, besarnya dana Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri sedangkan untuk

Persero, besaran dana tersebut ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS). Namun, dalam kondisi tertentu, besarnya dana Program Kemitraan dan

dana Program Bina Lingkungan yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak

dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri atau RUPS (ayat 4). Dana dari

laba dikurangi pajak yang telah ditetapkan tersebut diberikan selambat-lambatnya

45 hari setelah penetapan (ayat 5). Lalu, pembukuan dana Program Kemitraan dan

Program Bina Lingkungan ini dilaksanakan secara terpisah dari pembukuan

BUMN Pembina (ayat 6).

Pada pasal 11ayat 2 Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007,

disebutkan bahwa:

9 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2003, Keputusan Menteri BUMN NO.

KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina

Lingkungan, http://202.51.31.250/id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program

%20kemitraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina%20lingkungan.pdf,

diakses pada 6 Mei 2010, halaman 2. 10 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, Op.cit., halaman 4.

21

a. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun,

penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro

dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.

b. Setiap tahun berjalan sebesar 70 puluh persen dari jumlah dana Program BL

yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.

c. Setiap tahun berjalan sebesar 30 persen dari jumlah dana Program BL yang

tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli.

d. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina

dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana

Program BL tahun berikutnya.

e. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina :

1) Bantuan korban bencana alam;

2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;

3) Bantuan peningkatan kesehatan;

4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;

5) Bantuan sarana ibadah;

6) Bantuan pelestarian alam;

f. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Peduli ditetapkan oleh Menteri.

2.1.3 Konsep Persepsi

Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna

yang berakar dari berbagai faktor , yakni:

1. latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut seseorang atau

masyarakat;

2. pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas

pendapat atau pandangannya;

3. nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai

yang berlaku di masyarakat); dan

4. berita-berita dan pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai

pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan bahwa berita-berita

yang dipublikasikan dapat menjadi pembentuk opini masyarakat.

Menurut Pareek (1996) dalam Sobur (2003), “persepsi adalah proses

menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan

22

memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”. Persepsi dalam

perspektif ilmu komunikasi dapat disebut sebagai inti komunikasi, sedangkan

interpretasi sebagai inti persepsi yang identik dengan decoding dalam proses

komunikasi (Sobur, 2003). Menurut Wenburg dan Wilmot ([tidak bertahun])

dalam Mulyana (2000) dalam Sobur (2003), “persepsi dapat didefinisikan sebagai

cara organisme memberi makna”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah

suatu proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran terhadap suatu pesan

atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-

hubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai pesan tersebut.

2.1.4 Konsep Pemberdayaan

Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan

suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik

di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki

kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada

sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasian

dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan

dilingkungannya. Dua elemen pokok pemberdayaan adalah partisipasi dan

kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu

berpartisipasi untuk mencapai kemandirian.

Menurut Nasdian (2003), “partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil

oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri,

dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana

mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif”. Titik tolak dari partisipasi

adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut

sebagai subjek yang sadar. Partisipasi dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau

dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain;

2. partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah

mereka sendiri.11

11 Fredian Tonny Nasdian, 2006, Pengembangan Masyarakat (Community Development), Bagian

Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

FEMA IPB, Bogor, halaman 57-59.

23

Nasdian (2003) lalu memaparkan bahwa “…dengan kemampuan komunitas

berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian…”.

Kemandirian sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan

materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu

krisis;

2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh

komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk

dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan

itu;

3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan

menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi

kehidupan mereka.

2.1.5 Konsep Efektivitas

Definisi efektivitas secara umum menurut Hardjana (2000) adalah

mengerjakan hal-hal yang benar, membawa hasil, menangani tantangan masa

depan, meningkatkan keuntungan atau laba, dan mengoptimalkan penggunaan

sumber daya. Emitai Etzioni (1982) dalam Muhidin (2009) mengemukakan bahwa

efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi

dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Masih dalam Muhidin (2009),

Komaruddin (1994) juga mengungkapkan efektivitas adalah suatu keadaan yang

menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Fajar (2010) menyebutkan beberapa indikator pengukuran keberhasilan

pelaksanaan tanggung jawab sosial pada beberapa BUMN. Cara pengukuran

keberhasilan terhadap pelaksanaan kewajiban tanggung jawab sosial pada PT.

TELKOM adalah dengan melakukan monitoring dan dipakai ukuran-ukuran

tertentu sebagai tolok ukur keberhasilan program yang dilakukan. Adapun tolok

ukur yang dimaksud adalah tujuan dari pelaksanaan program tersebut. Dengan

kata lain, bila tujuan program telah tercapai maka program dikatakan berhasil.

Sementara itu, PT. Bukit Asam (PTBA) menyebutkan keberhasilan implementasi

tanggung jawab sosial mereka menggunakan kriteria dalam standar internasional

24

Global Reporting Initiative (GRI), yaitu kriteria ekonomi, lingkungan, HAM,

praktik ketenagakerjaan, tanggung jawab produksi dan kemasyarakatan. Artinya,

semakin terpenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka implementasi tanggung jawab

sosial mereka semakin berhasil.

2.2 Kerangka Pemikiran

PKBL adalah program yang seringkali dipersepsikan sebagai tanggung

jawab sosial dari BUMN. Program Kemitraan adalah program untuk

meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui

pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN dan Program Bina Lingkungan adalah

program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha

BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pendanaan

untuk program PKBL berasal dari laba perusahaan pada tahun sebelumnya

sebesar 2 persen untuk masing-masing program.

Tanggung jawab sosial perusahaan pada hakikatnya adalah segala upaya

manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan,

dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di

setiap pilar (Sukada et al 2007). Seperti yang dipaparkan dalam Committee Draft

ISO 26000 Guidance on Social Responsibility pada tahun 2008, tanggung jawab

sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap dampak dari setiap

keputusan dan aktivitas perusahaan pada lingkungan dan masyarakat serta

berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan

pemangku kepentingan, mematuhi semua regulasi pemerintah yang berlaku dan

berusaha melampauinya sejauh mungkin dimana kegiatan tanggung jawab sosial

perusahaan tersebut terintegrasi ke dalam setiap aktivitas perusahaan. Namun,

seringkali konsep tanggung jawab sosial perusahaan dipertukarkan dengan

Corporate Citizenship atau Corporate Philanthropy yang sebenarnya berbeda

dengan CSR.

Pertamina UPMS II adalah salah satu perusahaan ekstraktif yang telah

membedakan fungsi PKBL dan tanggung jawab sosial dalam strukturnya sehingga

sumber dana untuk masing-masing program pun berbeda. Namun, meski

dibedakan, program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II masih serupa

25

dengan PKBL sehingga seperti menjalankan dua fungsi PKBL yang memiliki

sumber keuangan yang berbeda. Tanggung jawab sosial yang diterapkan oleh

Pertamina UPMS II mempunyai dana yang bersumber dari biaya perseroan,

sementara PKBL bersumber dari laba perusahaan yang dikurangi pajak. Akan

tetapi, fokus tanggung jawab sosialnya serupa dengan PKBL, yaitu pada bidang

pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup serta sarana-prasarana dan bencana alam

yang serupa dengan fokus pemberdayaan pada Bina Lingkungan.

Menurut Prayogo (2008), pada perusahaan ekstraktif, pemangku

kepentingan yang paling rentan mengalami konflik dengan perusahaan adalah

komunitas lokal. Sementara itu, PKBL sendiri seringkali dikritik karena hanya

menekankan pada pemangku kepentingan eksternal, padahal karyawan yang

merupakan pemangku kepentingan internal juga harus diperhatikan. Kemudian,

pemerintah lokal juga berperan penting pada pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan. Pemerintah dan masyarakat sesungguhnya adalah pemangku

kepentingan sekunder kritis perusahaan. Apalagi mengingat bahwa pemerintah

adalah pembuat kebijakan. Oleh karena itu, dalam mengkaji efektivitas PKBL

sebagai tanggung jawab sosial dalam BUMN Pertamina UPMS II, akan

diidentifikasi bagaimana PKBL diimplementasikan dan sejauh mana

implementasi tersebut memenuhi „standar kinerja‟ pedoman Social Responsibility

menurut ISO 26000. Lalu, akan diidentifikasi pula bagaimana persepsi dari

pemangku kepentingan Pertamina UPMS II yang difokuskan pada karyawan

perusahaan serta masyarakat dan pemerintah di Kecamatan Seberang Ulu II

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, apakah persepsi tersebut berupa

Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy, atau Corporate Social

Responsibility. Setelah itu, peneliti akan mengidentifikasi bagaimana hubungan

antara persepsi dari ketiga pemangku kepentingan ini dan efektivitas PKBL

tersebut dengan mengkaji sejauh mana tujuan tanggung jawab sosial perusahaan

tersebut tercapai. Terakhir, penulis akan mendeskripsikan seperti apa kajian

efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II baik menurut ISO 26000

maupun menurut keberhasilan pencapaian tujuan dari program tanggung jawab

sosial berdasar persepsi ketiga pemangku kepentingan untuk kemudian ditarik

kesimpulan, sejauh mana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab

26

sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,

Provinsi Sumatera Selatan.

27

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

1. = Hubungan

2. = Cakupan penelitian

kuantitatif

3. = Membandingkan

Implementasi PKBL sebagai Tanggung Jawab

Sosial Pertamina UPMS II Persepsi

Pemerintah

Setempat

Persepsi

Karyawan

Persepsi

Masyarakat

Tercapainya tujuan

PKBL sebagai tanggung jawab

sosial

Tujuan program tanggung

jawab sosial:

membangun & mempertahankan keharmonisan hubungan dengan

komunitas lokal di wilayah operasi

Pertamina manapun serta bekerja

bersama-sama pemerintah untuk

memberikan keuntungan sebesar-

besarnya untuk masyarakat.

Efektivitas implementasi PKBL

Pertamina UPMS II

27

28

2.3 Hipotesa Penelitian

2.3.1 Hipotesa Pengarah

1. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan diantara ketiga pemangku kepentingan.

2. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan diantara pelapisan pada masing-masing jenis responden.

2.3.2 Hipotesa Uji

Diduga ada hubungan nyata antara perbedaan persepsi mengenai tanggung

jawab sosial diantara ketiga pemangku kepentingan terhadap efektivitas

implementasi PKBL.

2.4 Definisi Operasional

1. Persepsi responden mengenai tanggung jawab sosial dikategorikan ke dalam:

a. Corporate Citizenship : tidak setuju (skor 6-15),

setuju (skor 16-24);

b. Corporate Philanthropy : tidak setuju (skor 6-15),

setuju (skor 16-24);

c. Corporate Social Responsibility : tidak setuju (skor 6-15),

setuju (skor 16-24);

2. Tingkat keberhasilan PKBL dikategorikan ke dalam:

a. keberhasilan tinggi : skor 21 – 32;

b. keberhasilan rendah : skor 8 – 20.

2.5 Definisi Konseptual

1. Pertamina UPMS II adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara berbentuk

persero yang bergerak di bidang pemasaran hasil tambang minyak bumi.

Perusahaan ini terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,

Provinsi Sumatera Selatan.

2. Pemerintah Setempat adalah aparat negara yang bertugas di kantor pemerintah

kecamatan dan tujuh kantor kelurahan di wilayah Seberang Ulu II.

3. Karyawan adalah pegawai tetap di Pertamina UPMS II, bukan pegawai kontrak

dan bukan pegawai instansi yang merupakan mitra Pertamina UPMS II.

4. Masyarakat adalah penduduk yang tinggal di Kecamatan SU II baik yang

terlibat dalam PKBL maupun tidak.

29

5. Persepsi adalah proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran

terhadap suatu pesan atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek,

peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai

pesan tersebut. Bentuk persepsi difokuskan pada tiga bentuk:

a. Corporate Citizenship (kewargaan perusahaan) mengandung pengertian

hak dan kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state

atau setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga

negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang

bersamaan, perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin

dipenuhinya hak-hak warga negara yang berada di wilayah jangkauan

operasinya.

b. Corporate Philanthropy berkenaan dengan pemberian sukarela dari

perusahaan. Filantropi tidak terlalu mempedulikan apakah pemberian itu

berkenaan dengan dampak operasi atau tidak.

c. Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan atas dampak dari setiap keputusan dan aktivitas

bisnisnya melalui perilaku etis dan transparan yang berkontribusi pada

pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat; disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; melampaui hukum

yang berlaku dan sesuai dengan norma internasional; terintegrasi dalam

perusahaan secara keseluruhan serta dilaksanakan di setiap bagian

perusahaan (Draft Committee ISO 26000).

6. Efektivitas implementasi PKBL didefinisikan menjadi tingkat keberhasilan

perusahaan, baik dalam mencapai tujuan internal program tanggung jawab

sosialnya maupun dalam pemenuhan ketujuh kriteria (isu) dalam panduan

pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000.

7. Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina adalah untuk membangun

hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan

untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun

reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di

seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab

sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah

30

operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives,

yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana.

8. Tujuh core subejcts dalam panduan ISO 26000 adalah sebagai berikut:

a. Isu Tata Kelola Organisasi

Sistem pemerintahan dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran

organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka

beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur pemerintahan memiliki

bentuk yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi

membuat dan mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem

organisasi. Sistem organisasi pemerintahan dalam organisasi diarahkan oleh

orang atau sekelompok orang yang mempunyai wewenang dan tanggung

jawab untuk mengejar tujuan organisasi.

b. Isu Hak Asasi Manusia

Sementara negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi,

mempromosikan dan menegakkan hak asasi manusia, Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat

untuk memainkan perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak

yang tercantum dalam Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi

memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak asasi manusia dalam

operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang lebih luas.

c. Isu Praktik Ketenagakerjaan

Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada

masyarakat dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan

terhadap pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah

dan kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan

adalah salah satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan

organisasi. Bermakna dan bekerja produktif adalah elemen penting dalam

pembangunan manusia.

d. Isu Lingkungan

Isu-isu lingkungan tidak hanya merupakan prasyarat untuk

kelangsungan hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan

tanggung jawab yang harus generasi kita harus penuhi sehingga

31

memungkinkan generasi mendatang untuk menikmati lingkungan global

yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus menyadari bahwa tanggung

jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab sosial dari setiap

organisasi.

e. Isu Praktik Operasi yang Adil

Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi:

mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan

transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik

yang adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi

dalam hubungan mereka dengan organisasi-organisasi lain untuk

mempromosikan hasil positif.

f. Isu Konsumen

Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi

dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang

menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen

individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan

keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian

besar organisasi.

g. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat

Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk

mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin

secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalah-

masalah pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi

Milenium PBB.

9. Efektifitas implementasi PKBL dilihat dari sejauh mana program tersebut

dapat memenuhi ketujuh kriteria atau isu dalam panduan pelaksanaan tanggung

jawab sosial menurut ISO 26000.

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian kuantitatif yang akan dilakukan merupakan penelitian survei. Metode

kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini

diharapkan dapat menjawab bagaimana sebetulnya pemangku kepentingan

perusahaan terutama karyawan, masyarakat dan pemerintah setempat memaknai

apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial serta sejauh mana hubungan

antara persepsi ketiga pemangku kepentingan dengan pencapaian tujuan PKBL

Pertamina UPMS II.

Pendekatan kualitatif merunjuk pada proses-proses dan makna-makna

yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas

ataupun frekuensi sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk mengungkap

jawaban atas pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial

dibentuk dan diberi makna (Denzin dan Lincoln 1994 dalam Sitorus 1998).

Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkap proses dalam implementasi PKBL

Pertamina UPMS II dan sejauh mana program tersebut memenuhi pedoman

pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000. Pendekatan ini juga

diharapkan dapat membantu menangkap persepsi ketiga pemangku kepentingan

beserta harapan mereka yang tidak terungkap melalui kuesioner agar dapat

mendukung data kuantitatif yang diperoleh.

Strategi yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah strategi studi

kasus. Studi kasus menurut Stake (1994) dalam Sitorus (1998) adalah memilih

suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan menerapkan berbagai metode.

Studi kasus dipilih sebagai strategi karena penelitian ini berupaya menerangkan

gejala sosial yang kontemporer dimana peneliti berpeluang sangat kecil untuk

mengontrol peristiwa atau gejala sosial tersebut (Yin 1996 dalam Sitorus 1998).

Melalui strategi ini, peneliti berusaha untuk menemukan realitas sosial mengenai

PKBL, efektivitas implementasinya sebagai tanggung jawab sosial dengan

memperhatikan persepsi pemangku kepentingan terutama masyarakat, pemerintah

33

setempat dan karyawan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial itu sendiri

serta norma internasional berupa panduan ISO 26000. Oleh karena itu, strategi

studi kasus ini merupakan studi kasus instrumental sebab strategi ini digunakan

untuk memperoleh wawasan mengenai PKBL terkait ISO 26000 dan persepsi

ketiga pemangku kepentingan perusahaan tentang tanggung jawab sosial

perusahaan yang akan menjadi instrumen untuk membantu peneliti dalam

memahami konsep implementasi PKBL yang dijalankan oleh Pertamina UPMS II

di Kecamatan Seberang Ulu (SU) II, Palembang, Sumatera Selatan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM

Retail Region II atau yang disebut Pertamina UPMS II. Penelitian ini juga

dilakukan di komunitas wilayah Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,

Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

(sengaja). Kecamatan Seberang Ulu II dipilih sebab Pertamina UPMS II berlokasi

di kecamatan tersebut sehingga pemangku kepentingan terdekatnya tentu juga

berada di wilayah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga

November 2010.

3.3 Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden

Informan adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pihak lain dan

lingkungannya atau data tentang hal-hal yang melembaga secara umum sedangkan

responden adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pandangan dirinya

mengenai suatu peristiwa atau objek yang terkait perasaan, kebiasaan, sikap, motif

dan persepsinya sendiri. Melalui informan, diharapkan peneliti dapat menentukan

subjek kasus yang valid serta keterangan tambahan mengenai fokus kajian.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah pelaksana PKBL sebagai

tanggung jawab sosial dalam Pertamina UPMS II yang tergabung dalam Fungsi

External Relation. Subjek kasus dalam penelitian ini adalah karyawan tetap

Pertamina UPMS II, aparat pemerintah dan masyarakat setempat yang dipilih

secara sengaja (purposive) berdasarkan keterangan dari informan kunci.

Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah di wilayah kecamatan

Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, serta karyawan

Pertamina UPMS II. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah pemerintah

34

kecamatan dan kelurahan di Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang

Ulu II yang menjadi peserta Pertamina Sehati dan yang tidak menjadi peserta

kegiatan PKBL Pertamina UPMS II serta karyawan tetap Pertamina UPMS II.

Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling.

Teknik stratified random sampling digunakan untuk populasi pemerintah

kecamatan Seberang Ulu II, karyawan tetap Pertamina UPMS II dan masyarakat

kecamatan Seberang Ulu II. Pada populasi pemerintah kecamatan Seberang Ulu

II, kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga diperoleh

dua lapisan, yaitu pimpinan dan bawahan. Pada karyawan, kriteria yang

digunakan adalah pengambil keputusan mengenai PKBL dalam perusahaan,

sedangkan untuk populasi masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, kriteria yang

digunakan adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang

dilaksanakan Pertamina UPMS II.

Pemerintah kecamatan Seberang Ulu II dibagi menjadi pemerintah lapisan

pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan ditujukan untuk Camat dan tujuh

Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah atasan hanya delapan orang atau

kurang dari 30 orang, maka kedelapan pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi

responden penelitian. Sedangkan pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf

pemerintahan di kantor camat dan tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan

kantor ini tanpa camat dan lurah-lurahnya adalah 67 orang. Jadi, jumlah

responden pemerintah bawahan adalah sebagai berikut:

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁. 𝑒2

=67

1+ 67 . (10%)2

= 40,12

= 41

Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 41 responden.

Penarikan sampel karyawan kemudian dibedakan menurut kriteria

pengambil kebijakan terkait PKBL. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang

menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk

karyawan nonpengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut:

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

35

=100

1+ 100 . (10%)2

= 50

Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non-pengambil keputusan Pertamina UPMS

II adalah 50 responden.

PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di Kecamatan Seberang Ul II

adalah Program Pertamina Sehati, Program Kacamata Gratis “Bright with

Pertamina” serta Program Beasiswa. Dari ketiga program tersebut, peserta dari

program Pertamina Sehati yang menjadi responden dalam penelitian. Hal ini

dikarenakan Program Kacamata Gratis “Bright with Pertamina” telah

dilaksanakan pada tahun 2009 dengan jumlah peserta penerima kacamata

sebanyak 2000 siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama se-

kota Palembang dan periode 2010 baru akan dilaksanakan saat penelitian dimulai.

Program “Bright with Pertamina” juga bukan program yang sengaja direncanakan

Pertamina UPMS II untuk masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II, akan tetapi

merupakan program yang direncanakan kantor pusat untuk dilakukan di kantor

unit. Sementara itu, Program Beasiswa untuk siswa-siswi kurang mampu di

kecamatan SU II pun masih dalam proses untuk dilaksanakan. Oleh karena itu,

hanya peserta Program Pertamina Sehati yang menjadi responden penelitian ini.

Pertamina Sehati adalah Program Pemberian Makanan Tambahan untuk

Ibu Hamil dan Balita dalam rangka mengurangi angka kematian ibu hamil dan

balita. Program tersebut dilakukan di Puskesmas Induk dan dua Puskesmas

Pembantu (Puskesmas Pembantu) dengan bantuan kader Puskesmas dan Posyandu

di wilayah Kelurahan yang menjadi lokasi Puskesmas Induk dan Pustu. Jumlah

peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk pada tanggal 2

November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Sebetulnya, jumlah

sasaran Pertamina Sehati adalah sebanyak 100 orang. Tetapi, ketika

pelaksanaannya, hanya 41 orang yang dapat hadir, sedangkan sisanya akan

mengambil sendiri di Pustu yang dekat dengan rumah mereka. Oleh karena itu,

dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden masyarakat

peserta kegiatan PKBL.

Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini

diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program

36

Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak

mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah

peserta Pertamina Sehati, yaitu:

(91.102 – 100) = 91.002 jiwa

Jadi, jumlah populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL sebanyak 91.002

jiwa.

Sampel yang diambil untuk populasi masyarakat dengan menggunakan

rumus Slovin adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

=41

1+ 41 . (10%)2

= 29,07

= 30

Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta

program adalah 30 responden.

2. Masyarakat yang tidak mengikuti program.

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

=91002

1+ 91002 . (10%)2

= 99,89

= 100

Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti

program adalah 100 responden.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah

kuesioner. Sementara itu, dalam pengumpulan data kualitatif, penelitian ini

menggunakan sejumlah metode sekaligus (metode triangulasi) yang terdiri dari

pengamatan berperanserta, penelusuran dokumen dan wawancara mendalam.

Metode-metode pengumpulan data tersebut digunakan untuk memperoleh data

primer dan sekunder yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Data primer

dari informan dan subjek kasus diperoleh melalui pengamatan berperanserta dan

wawancara mendalam. Hasil dari pengamatan dan wawancara mendalam di

37

lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan

langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data

dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian

seperti profil perusahaan dan kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL dan

tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, data sekunder juga berupa literatur-

literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai tanggung

jawab sosial perusahaan, PKBL, dan literatur-literatur lainnya yang terkait.

3.4.1 Pengamatan Berperanserta

Pengamatan berperanserta adalah “proses penelitian yang

mempersyaratkan interaksi sosial antara peneliti dengan tineliti dalam lingkungan

sosial tineliti sendiri, guna keperluan pengumpulan data dengan cara yang

sistematis dan ugahari (unobstrive)” (Taylor dan Bogdan 1984 dalam Sitorus

1998). Seperti yang diungkapkan Moleong (1989) dalam Sitorus (1998), metode

penelitian ini digunakan karena pengamatan memungkinkan peneliti melihat,

merasakan dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial

didalamnya sebagaimana tineliti melihat, merasakan dan memaknainya serta

memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan

tineliti (intersubyektifitas).

Tipe pengamatan berperan serta yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pengamatan berperanserta-terbatas. Peneliti berperanserta dalam kegiatan

sehari-hari fungsi External Relation dan implementasi Pertamina Sehati sekaligus

melakukan wawancara informal dan formal. Melalui metode ini, peneliti dapat

mengidentifikasi implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh

mana implementasi tersebut memenuhi standar dalam panduan pelaksanaan

tanggung jawab sosial perusahaan dalam ISO 26000.

3.4.2 Penelusuran Dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan untuk melengkapi kebutuhan data yang

diperoleh dari lapang. Data-data yang dimaksud antara lain data mengenai profil

perusahaan, kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL, pemangku kepentingan

eksternal yang terlibat dalam perencanaan serta pelaksanaan kegiatan dan

berbagai perannya. Data ini juga meliputi literatur yang berkaitan dengan ISO

26000, tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL.

38

3.4.3 Wawancara Mendalam

Taylor dan Bogdan (1984) dalam Sitorus (1998) menyebutkan bahwa

wawancara mendalam adalah temu-muka berulang antara peneliti dan tineliti

dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya,

ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri.

Wawancara mendalam bersifat luwes, terbuka, tidak terstruktur dan tidak baku.

Wawancara mendalam untuk konteks penelitian ini dilakukan terhadap

subjek kasus yang menjadi pemangku kepentingan perusahaan yang difokuskan

pada karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat di kecamatan Seberang Ulu II

dan pemerintah setempat. Melalui metode ini, diharapkan peneliti dapat menggali

seperti apa PKBL diimplementasikan di Pertamina UPMS II.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknis analisis data dalam penelitian kuantitatif, data primer yang

diperoleh dari kuesioner diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan pie

chart. Selanjutnya, data kuantitatif tersebut diuji dengan menggunakan uji

Kruskal-Wallis H untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat keberhasilan

pada masing-masing persepsi lalu dilakukan uji hubungan nonparamametrik

korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel persepsi dan

efektifitas.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan

proses pengumpulan data. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan

melalui tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

(Miles dan Huberman 1992 dalam Sitorus 1998). Reduksi data adalah proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan

transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan harian. Data-data tersebut di

ringkas, dikode, ditelusuri temanya dan dibuat gugus-gugus, partisi-partisi dan

memo. Melalui jalur analisis pertama ini, data ditajamkan, digolongkan, dibuang

yang tidak diperlukan serta diorganisasikan dengan cara sedemikian rupa sehingga

dapat diambil kesimpulan-kesimpulan akhir.12

Data-data yang direduksi akan

disajikan dalam bentuk teks naratif ataupun matriks yang isinya menguraikan

12 MT Felix Sitorus 1998, Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan, Kelompok Dokumentasi Ilmu-

ilmu Sosial, Bogor, halaman 60.

39

hasil identifikasi imlementasi PKBL yang dilakukan oleh Pertamina UPMS II,

sejauh mana implementasi tersebut sesuai dengan panduan ISO 26000 dan

bagaimana karyawan Pertamina UPMS II, serta masyarakat dan pemerintah

Kecamatan SU II selaku pemangku kepentingan eksternal mempersepsikan

tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, dari hasil penyajian data akan

ditarik suatu kesimpulan yang terus diuji kebenarannya, kekokohan dan

kecocokannya selama pengumpulan data berlangsung agar valid.

40

BAB IV

PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN

4.1 Profil Komunitas

4.1.1 Kondisi Geografis

Kecamatan Seberang Ulu (SU) II adalah salah satu kecamatan yang

terletak di Kota Palembang dengan sebagian wilayahnya berada di pinggir Sungai

Musi. Kecamatan ini terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas wilayah sebesar

1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan Seberang Ulu II

tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16 Ulu

dan Sentosa. Secara geografis, Kecamatan Seberang Ulu II memiliki batas-batas

wilayah sebagai berikut:

1. sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Plaju dan Kecamatan

Seberang Ulu I;

2. sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu I;

3. sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Plaju;

4. sebelah utara : berbatasan dengan Sungai musi, yaitu di Kecamatan Ilir

Timur I dan Kecamatan Ilir Timur II.

Menurut data monografi Kecamatan SU II (2007), wilayah Kecamatan SU

II memiliki kontur yang datar sampai berombak sebanyak 32 persen, sedangkan

sisanya adalah dataran yang landai. Rata-rata ketinggian wilayah kecamatan SU II

adalah 12 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 360 mm per tahun dan

suhu maksimum 34oC.

Kecamatan SU II memiliki 8 sungai dan anak sungai (kali) yang

digunakan sebagai prasarana pengairan. Lalu lintas melalui jalan darat di

kecamatan ini sebesar 80 persen, sedangkan 20 persen sisanya melalui sungai.

Terdapat dua darmaga di Kecamatan SU II dengan jumlah kapal motor sebanyak

12 buah, perahu motor tempel sebanyak 18 buah dan perahu sebanyak 82 buah.

Kantor Kecamatan SU II terletak di pinggir jalan raya. Jarak kantor

kecamatan dengan desa/kelurahan terjauh adalah 2 km, jarak dengan pusat

pemerintahan kota adalah 4 km dan jarak dengan pusat pemerintahan provinsi

adalah 9 km. Jenis jalan yang terdapat di Kecamatan SU II adalah 22 km jalan

41

negara, 8 km jalan propinsi, 12 km jalan kota dan 11 km jalan desa dengan total

jalan sepanjang 53 km.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010

adalah sebanyak 91.102 jiwa. Rincian jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu

II berdasarkan jenis kelaminnya ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010

No. Kelurahan Jumlah Penduduk Akhir (jiwa)

Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P

1 11 Ulu 3.602 3.904 7.506 2 12 Ulu 3.047 2.937 5.984 3 13 Ulu 5.740 6.145 11.885 4 14 Ulu 5.888 5.939 11.827 5 Tangga Takat 8.422 8.304 16.726 6 16 Ulu 11.210 11.187 22.397 7 Sentosa 7.563 7.214 14.777

Jumlah 45.472 45.630 91.102

Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan SU II Bulan Agustus 2010

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan

hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah

penduduk paling besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu.

Data masing-masing kelurahan yang berada di Kecamatan Seberang Ulu II

terkait luas wilayah, jumlah keluarga, RT, RW, Posyandu dan Poskamling

dipaparkan dalam Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah

Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II

No. Kelurahan Luas

Wilayah

(ha)

Jumlah

Kel Jumlah

RT Jumlah

Rw

Jumlah Poskam-

ling

Jumlah Posyan-

du

1 11 Ulu 30 1.880 21 09 2 7 2 12 Ulu 20 1.306 15 05 2 8 3 13 Ulu 120 2.494 34 08 2 10 4 14 Ulu 131 2.419 32 08 2 12 5 Tangga Takat 275 3.263 30 10 3 15 6 16 Ulu 475 4.222 60 15 4 17 7 Sentosa 237 4.078 46 12 4 13

Jumlah 1.288 19.022 238 67 19 82

Sumber: Kantor Camat SU II tahun 2009

42

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa kelurahan dengan wilayah terluas adalah 16

Ulu dan wilayah terkecil adalah 12 Ulu. Kelurahan dengan jumlah kepala

keluarga paling banyak adalah 16 Ulu dan kelurahan paling sedikit adalah 12 Ulu.

Masing-masing kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah

poskamling paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu

masing-masing 4 buah. Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan

16 Ulu.

4.1.3 Pendidikan

Menurut data kecamatan SU II tahun 2009, jumlah Kepala Keluarga (KK)

berdasarkan tingkat kesejahteraan adalah sebagai berikut:

1. keluarga pra sejahtera : 3.305 KK;

2. keluarga sejahtera I : 4.049 KK;

3. keluarga sejahtera II : 4.411 KK;

4. keluarga sejahtera III : 3.371 KK;

5. keluarga sejahtera III Plus : 0 KK.

Dari penggolongan KK berdasarkan tingkatan kesejahteraan tersebut, diperoleh

data anak usia sekolah sebagai berikut:

1. Anak Usia Sekolah dari Pra KS : 2.225 anak;

2. Anak Usia Sekolah dari KS-KS : 2.562 anak.

Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua

strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah

SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan

hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap

saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat.

Tabel 3 berikut ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk menurut pendidikan:

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun 2007

No. Pendidikan Jumlah (Jiwa)

1 Belum Sekolah 17.109 2 Tidak Tamat SD - 3 Tamat SD/Sederajat 37.364 4 Tamat SMP/Sederajat 16.400 5 Tamat SMA/Sederajat 22.741 6 Tamat Akademi/Sederajat 1.526 7 Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat 6.215

Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007

43

Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan SU II pada dasarnya sudah

cukup banyak, baik didirikan oleh pemerintah maupun swasta. Tabel 4 berikut ini

menunjukkan sebaran saran pendidikan di Kecamatan SU II:

Tabel 4. Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 Taman Kanak-Kanak 14 buah 2 SD Negeri 13 buah 3 SD Swasta 3 buah 4 Madrasah Ibtidaiyah 11 buah 5 SMP Negeri 2 buah 6 SMP Swasta 5 buah 7 SMA Negeri 0 buah 8 SMA Swasta 7 buah 9 SMK Negeri 0 buah 10 SMK Swasta 1 buah 11 Perguruan Tinggi 2 buah

Jumlah 58 buah

Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007

4.1.4 Ekonomi

Kecamatan Seberang Ulu II merupakan daerah pengembangan

pemukiman, perkantoran dan daerah industri. Potensi ekonomi di Kecamatan

Seberang Ulu II antara lain industri Rumah Tangga dan perdagangan. Industri

Rumah Tangga yang berkembang berupa kerajinan songket, kerupuk kemplang,

dan pempek. Sementara potensi perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai

jenis bahan kebutuhan bangunan, terutama pasir dan batu koral. Tabel 5 berikut

ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun

2007

No. Pekerjaan Jumlah (jiwa)

1 PNS 1.311 2 TNI/Polri 727 3 Pegawai BUMN 5.606 4 Pensiunan 773 5 Wiraswasta 5.226 6 Tani 100 7 Dagang 3.269 8 Jasa 6.900 9 Pelajar/Mahasiswa 18.362 10 Lain-lain 9.508

Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007

44

Berdasarkan Tabel 5 tersebut, diketahui bahwa mayoritas penduduk merupakan

pelajar/mahasiswa. Urutan kedua pekerjaan terbanyak adalah kategori lain-lain

yang diluar sembilan jenis pekerjaan tersebut. Urutan ketiga pekerjaan terbanyak

adalah kategori jasa.

4.2 Profil Perusahaan

Pencarian minyak dan gas bumi di Sumatera Selatan telah dimulai sejak

akhir abad ke-19 saat BPM atau Shell menemukan minyak bumi di Formasi

Muara Enim dan diproduksi pada tahun 1909. Pada tahun 1912, di daerah Talang

Akar Pendopo ditemukan sumber minyak terbesar oleh Perusahaan

Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM), maka pada tahun

1925 didirikan kilang minyak di S. Gerong.

Saat tentara Jepang masuk, kilang yang berdiri di S. Gerong, Sumatera

Selatan, dibakar oleh pihak Belanda agar Jepang tidak dapat menguasai aset

pengolahan minyak bumi yang ada di Sumatera Selatan. Jepang pada saat itu

memanfaatkan sumur-sumur dan fasilitas perminyakan di seluruh Indonesia,

dikuras dengan paksa melebihi kapasitas produksi.

Setelah Jepang menyerah, para pejuang segera merebut fasilitas

perminyakan dan seluruh aset perminyakan dikuasai Indonesia. Selanjutnya,

perusahaan minyak yang akhirnya dinamakan Pertamina tersebut mulai membagi

unit kerjanya. Di wilayah Sumatera Selatan, unit kerja Pertamina terbagi menjadi

Unit Eksplorasi dan Produksi II (UEP II), Unit Pengolahan III (UP III), dan Unit

Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri II (UPPDN II) dimana masing-masing

dipimpin oleh seorang Pimpinan Unit.

Agar tidak terjadi trialisme kepemimpinan, pada 20 Agustus 1985, ketiga

unit dilebur menjadi satu dan dipimpin Pimpinan Umum Daerah Sumbagsel (PUD

Sumbagsel). Namun, kemudian kembali berubah pada 11 Mei 1994 dengan

Keputusan Direksi No. KPTS-070/00000/94 untuk membubarkan PUD dan

membentuk organisasi unit di daerah yang berada di bawah Direktorat Operasi,

yaitu:

1. operasi Unit Eksplorasi dan Produksi;

2. operasi Unit Pengolahan;

3. operasi Unit Pemasaran.

45

SK 070 tahun 1994 ini dianggap sebagai awal mula terbentuknya Unit Pemasaran.

Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990 pasal 13,

yaitu:

1. penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri;

2. pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di

dalam negeri.

4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER)

Setiap BUMN telah dikenai kewajiban untuk melakukan PKBL sejak

tahun 1983 meski dengan nama yang berbeda. Program ini dilakukan sebagai

bentuk sumbangsih BUMN dalam percepatan pembangunan di Indonesia.

Pertamina yang merupakan BUMN tentu saja ikut melaksanakan PKBL ini.

Pertamina bahkan menjadi penyumbang dana PKBL terbesar di Indonesia.

Tahun 2007, UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 diresmikan. Pada

pasal 74 UUPT no. 40 ini disebutkan bahwa setiap perseroan terbatas yang yang

menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumberdaya alam

wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan dana tanggung

jawab sosialnya dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Pertamina sendiri merupakan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas

dengan core bussiness yang mengolah Sumberdaya Alam (SDA) sehingga

Pertamina wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena

itu, sebagai tanggapan terhadap UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007

tersebut, Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial, tetapi masih

mengadopsi konsep PKBL.

Saat ini, PKBL dan tanggung jawab sosial perusahaan memang telah

dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah

sebuah program yang menjadi kewajiban BUMN dengan dana sebesar 2 persen

dari laba yang telah dipotong pajak setiap tahunnya, sedangkan tanggung jawab

sosial bersumber dana dari biaya perseroan yang dianggarkan pada awal tahun.

Dalam susunan struktur fungsi dalam organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab

sosial berada pada garis yang berbeda. Program tanggung jawab sosial di

46

Pertamina dilekatkan pada fungsi External Relation, sedangkan PKBL dijalankan

oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep tanggung jawab sosial Pertamina masih

mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi ini seperti berwajah sama dengan aliran

dana berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, konsep tanggung

jawab sosial Pertamina tetap disebut sebagai PKBL.

Fungsi External Relation di Pertamina adalah fungsi yang membangun

dan mempertahankan hubungan baik antara perusahaan dan masyarakat serta

pemangku kepentingan eksternal lainnya. Fungsi ini berada di bawah Direktur

Pemasaran. Gambar 3 berikut ini adalah struktur jabatan dalam Direktur

Pemasaran:

Gambar 3. Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina

Keputusan pelekatan pelaksanaan komitmen tanggung jawab sosial pada

fungsi ER didasarkan atas pertimbangan tertentu. Pertama, Pertamina tidak ingin

menggabungkan pelaksanaan tanggung jawab sosial pada fungsi PKBL karena

dasar hukum pelaksanaan keduanya berbeda sehingga sumber dana dan

pelaporannya juga berbeda. Kedua, sejak awal tahun 2000-an, ketika istilah

Community Development (Comdev) mulai merebak di Indonesia, Pertamina telah

42

3 4 6

1 1 1

1 1 1

1 1

Keterangan :

Wilayah I : Bandar Lampung,Lampung Selatan

Wilayah II : Metro,Lampung Timur,Lp.tengah,Tulang Bawang, 1

Tanggamus,Lampung Utara,Lampung Barat,Way Kanan

Wilayah III : Prop.Bengkulu

Wilayah IV : Plg,Muba,Banyuasin

Wilayah V : Prabumulih,OKI,OI,OKU Selatan,OKU Timur

Wilayah VI : Lahat,Pgr Alam,Muara Enim,Musi Rawas,Lb.Linggau 1

Wilayah VII : Jambi,Tanjab Barat,Tanjab Timur,Batang Hari

Muara Tebong,Bungo,Merangin Sarolangun,Kerinci,Muara Jambi

Wilayah VIII : Babel

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH VIII5

5

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH VII5

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH III6

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH VI

4

AST. COMMUNITY

DEVELOPMENT7

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH II5

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH V5

AST. CUSTOMER

RELATION6

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH I4

SALES REPRESENTATIVE

RETAIL WILAYAH IV

GM PMS. BBM RETAIL

REGION IIP1

AST. MAN. SALES ADM.

& GENERAL ACCOUNT

AST. MAN. EXTERNAL

RELATION4

SALES AREA MANAGER

LAMPUNG - BENGKULU2

SALES AREA MANAGER

SUMSEL - BABEL - JAMBI2

47

ikut menerapkan Comdev tersebut pada fungsi External Relation. Comdev

Pertamina inilah yang kemudian berubah bentuk menjadi tanggung jawab sosial

perusahaan. Meski demikian, kiblat dari bentuk Comdev yang kemudian menjadi

tanggung jawab sosial Pertamina tersebut tetap saja PKBL.

Tanggung jawab sosial Pertamina dalam pelaksanaannya bersumber dari

pusat, yaitu dari Manajer CSR langsung ke Asisten Manajer External Relation di

setiap Unit. Besaran anggaran dana tanggung jawab sosial tiap tahun pun

ditentukan oleh Manajer CSR di pusat, bukan oleh Direktur Pemasaran. Gambar 4

berikut merupakan bagan alur sumber dana tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II:

Ket: = Wilayah kerja PT. Pertamina (Persero) Pusat

= Alur dana CSR dari Pusat ke Ast. Man. External Relation masing-masing Unit.

Gambar 4. Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero)

Pertamina UPMS II memiliki wilayah kerja yang meliputi 5 provinsi, yaitu

Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka-Belitung. Di lima

provinsi tersebut, tersebar kesembilan depot milik Pertamina UPMS II serta satu

Kantor Unit. Kantor Unit Pertamina UPMS II berada di Kecamatan Seberang Ulu

II, Palembang. Sedangkan depot milik Pertamina UPMS II, empat diantaranya

berada di wilayah Sumatera Selatan, dua depot berada di Bangka-Belitung dan 3

depot lainnya masing-masing berada di Lampung, Bengkulu dan Jambi.

Mengingat wilayah operasi Pertamina UPMS II tidak hanya berada di satu lokasi,

maka pelaksanaan tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II pun disesuaikan

dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing wilayah operasi tersebut.

PUSAT

GM UNIT

Ast. Customer Relation Ast. Community Development

PUSAT

SEKRETARIS PERSEROAN

MANAJER CSR

DIT. PEMASARAN - NIAGA

DIR. PEMASARAN

Ast. Manajer External Relation

48

Meski demikian, pembiayaan kegiatan tanggung jawab sosial di sembilan depot

tersebut tetap berasal dari Kantor Unit Pertamina UPMS II.

4.3 Ikhtisar

Kecamatan Seberang Ulu II terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas

wilayah sebesar 1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan

Seberang Ulu II tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu,

Tangga Takat, 16 Ulu dan Sentosa.

Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010

adalah sebanyak 91.102 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir

sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah penduduk paling

besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu, begitu pula dengan wilayah kelurahan

terluas. Luas wilayah kelurahan yang terkecil adalah 12 Ulu. Masing-masing

kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah poskamling paling

banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu masing-masing 4 buah.

Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu.

Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua

strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah

SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan

hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap

saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat.

Selain itu, tercatat 2.225 anak usia sekolah berasal dari keluarga pra sejahtera dan

2.562 anak usia sekolah lainnya berasal dari keluarga sejahtera 1.

Sarana-prasarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga

Perguruan Tinggi dapat ditemukan di Kecamatan SU II. Mayoritas penduduk juga

merupakan pelajar/mahasiswa. Jenis pekerjaan penduduk kedua terbanyak setelah

pelajar/mahasiswa adalah kategori lain-lain yang diikuti oleh kategori jasa.

Potensi ekonomi di Kecamatan Seberang Ulu II antara lain industri Rumah

Tangga dan perdagangan. Industri Rumah Tangga yang berkembang berupa

kerajinan songket, kerupuk kemplang, dan pempek. Sementara potensi

perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai jenis bahan kebutuhan

bangunan, terutama pasir dan batu koral.

49

Pertamina UPMS II adalah salah satu Unit Pemasaran dari PT. Pertamina

(Persero). Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990

pasal 13, yaitu:

1. Penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri.

2. Pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di

dalam negeri.

Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial segera setelah UU

tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 diresmikan. Bentuk tanggung

jawab sosial Pertamina masih mengadopsi konsep PKBL. Meski demikian, PKBL

dan tanggung jawab sosial perusahaan dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda

dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah sebuah program yang menjadi kewajiban

BUMN dengan dana sebesar 2 persen dari laba yang telah dipotong pajak setiap

tahunnya, sedangkan tanggung jawab sosial bersumber dana dari biaya perseroan

yang dianggarkan pada awal tahun. Dalam susunan struktur fungsi dalam

organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab sosial berada pada garis yang berbeda.

Program tanggung jawab sosial di Pertamina dilekatkan pada fungsi External

Relation, sedangkan PKBL dijalankan oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep

tanggung jawab sosial Pertamina masih mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi

ini seperti berwajah sama dengan aliran dana berbeda. Oleh karena itu, dalam

konteks penelitian ini, konsep tanggung jawab sosial Pertamina tetap disebut

sebagai PKBL.

50

BAB V

PEDOMAN PELAKSANAAN SOCIAL RESPONSIBILITY

DAN IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II

5.1 Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility

ISO 26000 adalah suatu pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial yang

ketujuh subjek intinya dapat diterapkan secara universal di semua jenis organisasi.

Tanggung jawab sosial dalam ISO 26000 didefinisikan sebagai berikut:

„Responsibility of an organization for the impacts of its decisions

and activities on society and the environment, through transparent

and ethical behaviour that contributes to sustainable development,

health and the welfare of society; takes into account the expectations

of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent

with international norms of behaviour; and is integrated throughout

the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO

26000 2009 dalam Jalal 2010)

Dalam penerapan definisi tersebut, terdapat tujuh core subjects ISO 26000 yang

dapat dilakukan organisasi sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya, yaitu tata

kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan,

praktik operasi yang adil, isu konsumen, serta keterlibatan dan pengembangan

masyarakat. Masing-masing subjek inti dalam ISO 26000 tersebut memiliki isu-

isu yang ditekankan. Dalam pelaksanaannya, suatu perusahaan memang

diharuskan melakukan keseluruhan subjek inti tetapi tidak semua isu dalam suatu

subjek harus dilakukan.

5.1.1 Hak Asasi Manusia

Subjek inti hak asasi manusia mengandung isu-isu sebagai berikut:

1. tunduk pada hukum dan konvensi Internasional;

2. isu-isu politik dan sipil, seperti tidak ada diskriminasi, hak untuk hidup dan

kebebasan, hak dan batas-batas penggunaan „kekerasan‟ keamanan, serta hak-

hak kaum perempuan;

3. hak-hak ekonomi, kultur dan sosial, antara lain:

a. hak-hak kaum minoritas;

b. penghormatan keragaman kultur dan agama;

51

c. tidak ada eksploitasi terhadap anak-anak;

4. hak-hak fundamental pekerja, antara lain:

a. persetujuan kolektif dan kebebasan berasosiasi;

b. tak ada pekerja anak;

c. child care for working mothers;

d. tak ada pekerja paksa;

5. hak-hak komunitas, antara lain:

a. hak masyarakat adat;

b. persamaan gender;

c. pekerja migran;

d. pendidikan ;

e. trafficking.

Beberapa dari isu-isu dalam subjek inti tersebut telah dilakukan oleh Pertamina

UPMS II. KJ (28 tahun), Analyst People Development HR Area Sumbagsel PT.

Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam merekrut karyawan baru, PT.

Pertamina biasanya menggunakan media internet untuk mengumumkan

perekrutan sekaligus menerima pendaftaran sehingga siapapun bisa mendaftar dan

siapapun bisa diterima, tidak ada pengecualian untuk masyarakat lokal. Dengan

cara perekrutan yang seperti itu pula, tidak ada pembedaan dalam merekrut tenaga

kerja pria atau wanita. Artinya, baik pria maupun wanita dapat diterima menjadi

karyawan bila memenuhi kriteria yang diharapkan perusahaan. Tetapi, Pertamina

UPMS II tidak mengizinkan adanya pekerja anak dalam perusahaan.

Terdapat jenis pekerjaan tertentu yang umumnya diberikan untuk pria dan

jenis pekerjaan lain untuk wanita pada Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis

pekerjaan yang terkait operasi dilakukan oleh pria dan pekerjaan administrasi

ditangani oleh wanita. Meski demikian, tidak ada pembedaan gaji antara

karyawan pria dan wanita. Perbedaaan besaran gaji yang diterima tidak

dikarenakan oleh perbedaan jenis kelamin, tetapi karena perbedaan golongan

upah.

KJ (28 tahun) menambahkan bahwa Pertamina juga menghormati hak-hak

karyawan wanita yang hamil. Bentuk penghormatan hak tersebut adalah dengan

memberikan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah

52

melahirkan. Selain itu, Pertamina juga menghormati hak kebebasan beribadah

para karyawannya. Perusahaan meliburkan karyawannya di hari-hari besar

keagamaan. Pertamina juga memiliki rumah ibadah di lokasi perusahaan untuk

memudahkan karyawannya melaksanakan kewajiban agamanya.

5.1.2 Praktik Ketenagakerjaan

Subjek inti praktik ketenagakerjaan memiliki beberapa isu, yaitu:

1. kesehatan dan keselamatan kerja seperti pelatihan, supply chains, prevention,

security;

2. kondisi kerja yang meliputi isu diskriminasi, keberagaman, upah karyawan

atau pekerja, jam kerja, pekerja migran, dan dampak sosial restruktrisasi;

3. pengembangan sumber daya manusia seperti pendidikan, pelatihan dan

manajemen karir;

4. hak-hak pekerja seperti jaminan sosial, liburan, jam kerja, keseimbangan hidup

dan kerja, jaminan persalinan dan kesehatan.

Beberapa isu dari subjek inti ini juga telah diterapkan di Pertamina UPMS II.

Terkait isu kesehatan dan keselamatan kerja, WK (30 tahun), Asisten

Environment Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam upaya menjaga

keselamatan karyawan dalam bekerja, Pertamina memiliki HSE Golden Rules,

yaitu:

1. mematuhi semua aturan yang terkait dengan HSE (Health, Safety,

Environment);

2. segera melakukan intervensi jika ada kondisi dan tindakan yang tidak aman;

3. peduli pada orang di sekitar kita.

Panduan K3LL (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan

Lingkungan) Pertamina dikeluarkan oleh Direktur Utama atau Direktur

Pemasaran dan Niaga ataupun Senior Vice President. Panduan ini adalah dasar

acuan pembuatan TKO atau SOP keselamatan kerja pada masing-masing unit, di

samping standar umum SOP perusahaan migas. TKO atau SOP ini sifatnya hanya

memperjelas peraturan dalam panduan bila disesuaikan dengan kondisi lapang.

Selanjutnya, TKO atau SOP ini lalu diterjemahkan ke dalam bahasa operator

menjadi TKI/TKPA. Peraturan-peraturan keselamatan kerja inilah yang dimaksud

dalam HSE Golden Rules sebagai aturan yang terkait dengan HSE.

53

Sosialisasi peraturan terkait HSE terhadap karyawan baik di kantor

maupun di depot, SPBU, DPPU dan unit operasi Pertamina lainnya ditempuh

melalui dua cara, yaitu:

1. audit HSE Function ke lapang;

2. menjadikan Zero Accident sebagai Key Performance Indicators (KPI)

Operation Head (OH).

Upaya audit dilakukan selain untuk mengevaluasi keadaan di lapang, juga untuk

memberikan edukasi K3LL kepada karyawan di lokasi kerja. Melalui cara ini

diharapkan bahwa setiap lokasi kerja dapat mencapai Zero Accident. Masing-

masing Operation Head juga wajib menjadikan Zero Accident sebagai KPI-nya.

Oleh karena itu, mereka bertanggung jawab langsung atas keselamatan kerja

karyawan di lokasi yang mereka pimpin.

Selain jaminan keselamatan dalam bekerja, Pertamina UPMS II juga

memberikan jaminan kesehatan untuk karyawan. Menurut KJ (28 tahun), jaminan

kesehatan ini juga berlaku untuk istri atau suami karyawan serta tiga anaknya.

Jaminan lainnya yang diberikan kepada karyawannya adalah Jaminan Sosial

Tenaga Kerja.

Jam kerja karyawan sendiri dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 15.30

WIB, setiap hari Senin hingga hari Jumat. Namun, bila ada suatu pekerjaan yang

mesti diselesaikan hari itu dan jam kerja hari tersebut telah berakhir maka

karyawan diminta lembur dan diberikan upah lembur.

KJ (28 tahun) juga memaparkan bahwa upaya pengembangan SDM

karyawan di Pertamina UPMS II diwujudkan dalam bentuk pendidikan atau

pelatihan untuk karyawan yang disesuaikan dengan jabatan atau pekerjaan

karyawan. Artinya, kesempatan memperoleh pelatihan adalah sama tetapi bentuk

pelatihannya berbeda, sesuai dengan jabatan yang diemban karyawan. Sedangkan

untuk karyawan yang telah mencapai usia 55,5 tahun yang mulai masuk MPP

(Masa Persiapan Pensiun) diberikan pelatihan-pelatihan yang diharapkan berguna

bagi karyawan di masa mereka pensiun nantinya. Bentuk pelatihan tersebut

biasanya berupa pelatihan kewirausahaan.

54

5.1.3 Lingkungan

Subjek inti lingkungan memiliki beberapa isu, yaitu prevensi polusi,

mitigasi (pengurangan) climate change, keberlanjutan produksi, konsumsi dan

penggunaan tanah (lahan), preservasi dan restoration (perbaikan) ekosistem dan

natural environment (termasuk biodiversity) serta menghormati generasi

mendatang. Pada Pertamina UPMS II, isu lingkungan yang telah diterapkan

cenderung berupa prevensi polusi. WK (30 tahun) menjelaskan bahwa

Pertamina UPMS II memang telah diwacanakan untuk mengikuti PROPER.

Namun, limbah dari Pertamina Pemasaran seperti Pertamina UPMS II bukan

berupa limbah sisa produksi seperti pada Pertamina Pengolahan. Permasalahan

Pertamina Pemasaran adalah tumpahan minyak yang diambil dari tangki timbun

pada depot-depot penyaluran. Untuk mengatasi hal ini, disetiap depot terdapat bak

pemisah (oil catcher) sehingga tumpahan minyak dapat dialirkan ke bak pemisah

ini.

Menurut WK (30 tahun), sejauh ini tidak terdapat keluhan masyarakat

mengenai limbah dari aktivitas Pemasaran. Tidak ada koran lokal yang pernah

memuat berita yang menyoroti keluhan terkait limbah. Humas (External Relation)

pun tidak pernah menerima keluhan terkait limbah. Welly Kuswara menambahkan

bahwa isu besar yang dihadapi Pertamina Pemasaran mengenai lingkungan

bukanlah isu limbah, melainkan isu sosialnya. Berikut kutipan pernyataan WK

(30 tahun):

„Sebenarnya, isu besar yang dihadapi Pertamina soal lingkungan ini

bukan pada limbahnya, tetapi pada isu sosialnya. Pertamina

Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) merupakan unit yang

langsung berhubungan dengan masyarakat. Anda tahu bukan? Depot

penyaluran dan pemukiman penduduk seringkali bersisian,

sementara Unit Pengolahan tidak berdekatan dengan pemukiman.

Bila kilang di Unit Pengolahan terbakar, maka tidak akan banyak

masyarakat yang resah sebab lokasi kilang tidak berdekatan dengan

pemukiman. Nah, lain ceritanya kalau yang terbakar adalah depot

penyaluran milik Unit Pemasaran. Kalau terjadi kecelakaan di depot,

isu langsung menjadi besar. Bahkan pernah terjadi direktur umum

lengser akibat ada depot penyaluran yang terbakar.‟

55

5.1.4 Praktik Operasi yang Adil

Isu-isu yang ditekankan pada subjek inti praktik operasi yang adil antara

lain adalah:

1. promosi aktivitas etis dan transparensi meliputi isu conflict of interest, money

laundering, unfair contracts, improper lobbying, political contributions, dan

nepotism;

2. promosi kompetisi terbuka seperti isu patuh pada hukum, cooperate with

competition authorities, dan employee awareness programs;

3. aplikasi dari aktivitas supply and after-supply yang etis dan adil seperti isu

kontrak yang adil, jaminan, mekanisme komplain, resolusi perselisihan, privasi

nasabah, systems for recall (penarikan [perjanjian]);

4. penghormatan bagi hak-hak pribadi seperti isu tidak ada “pembajakan”,

pemalsuan, dan hak properti intelektual;

5. antikorupsi antara lain adalah isu tidak ada praktik suap, pemeliharaan aktivitas

bebas korupsi, dan kesadaran pekerja tentang budaya antikorupsi.

Beberapa dari isu praktik operasi yang tersebut tersebut telah diterapkan

Pertamina termasuk Pertamina UPMS II. Dalam sistem promosi jabatan misalnya.

KJ (28 tahun) menjelaskan bahwa setiap karyawan memiliki kesempatan yang

sama untuk dipromosikan. Tidak ada bentuk sosialisasi untuk promosi, tetapi

pihak SDM melakukan penyaringan sendiri untuk menentukan karyawan mana

yang berhak memperoleh promosi jabatan. Terkadang bila ada jabatan yang

kosong, maka Pertamina memberikan penawaran langsung untuk seluruh

karyawan yang berminat mengisi kekosongan jabatan tersebut agar mengajukan

lamaran untuk jabatan tersebut lalu diadakan seleksi. Seperti yang dijelaskan

sebelumnya, pengajuan lamaran untuk menjadi karyawan baru juga dilakukan

melalui media internet untuk menghindari penilaian subjektif dalam penyeleksian

berkas lamaran. Begitu pula dengan pengajuan tawaran tender kepada vendor.

Tender ditawarkan melalui media internet dan vendor yang berminat juga

mengajukan diri dengan merespon penawaran di laman internet tersebut.

Pertamina UPMS II juga menerapkan budaya antikorupsi dalam

perusahaannya. Setiap manajer yang baru menjabat atau dipromosikan harus

menandatangi Pakta Integritas yang menjadi simbol intregritas mereka terhadap

56

perusahaan. Simbol tanda tangan para manajer ini diletakkan di lobi utama kantor

Unit Pemasaran II sebagai pengingat para manajer maupun seluruh pegawai akan

isi dari Pakta tersebut. Pakta Intregitas sebetulnya adalah komitmen yang

ditetapkan direksi sebagai pedoman bagi seluruh jajaran perusahaan. Isi dari Pakta

Integritas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bertindak jujur

Bertindak jujur dalam berinteraksi dengan sesama pekerja maupun dengan

pihak eksternal serta selalu bertindak berdasarkan niat baik.

2. Dapat dipercaya

Tidak menyalahgunakan wewenang, informasi dan rahasia perusahaan untuk

kepentingan pribadi, pihak lain atau kegiatan politik.

3. Menghindari konflik kepentingan

Tidak terlibat atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konflik

kepentingan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

4. Tidak mentolerir suap

Tidak menerima suap dalam setiap pelaksanaan kegiatan perusahaan.

Selain Pakta Integritas, Pertamina juga mempunyai badan yang disebut

Whistle Blowing System. Badan ini adalah sebuah badan independen yang

bertugas menjadi „satpam‟ atas perilaku unsur perusahaan yang berkaitan dengan

isu korupsi. Siapapun yang menemukan indikasi korupsi harus mengadukan ke

badan independen ini. Untuk ketentuan antigratifikasi misalnya. Bila pegawai

menerima uang dari suatu pihak hingga besaran tertentu maka wajib

melaporkannya pada Whistle Blowing System dan menyerahkan uang tersebut

untuk dikembalikan. Dengan adanya badan independen Whistle Blowing System

serta komitmen dalam Pakta Integritas, Pertamina berharap dapat mencegah hal-

hal yang terkait korupsi, kolusi dan nepotisme.

Menurut VP (28 tahun), Asisten Community Relation ER, dalam

menghadapi persaingan dengan kompetitor seperti Petronas, Pertamina terbuka

pada persaingan sehat. VP (28 tahun) memaparkan bahwa Pertamina tidak

menginginkan adanya monopoli perdagangan bahan bakar minyak oleh

Pertamina. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Pertamina sebagai salah satu

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap agar sebaiknya bahan bakar yang

57

disubsidi tetap dikelola oleh Pertamina sendiri. Berikut kutipan pernyataan VP

(28 tahun):

„Sebetulnya tidak masalah kalau Petronas juga beroperasi di

Indonesia. Pertamina juga tidak menginginkan monopoli dalam

pemasaran BBM. Tapi ya kita kan perusahaan milik negara dan

Petronas itu punya asing, Ma (baca: peneliti). Harapannya sih tetap

kita (baca: Pertamina) yang kelola BBM bersubsidi.‟

5.1.5 Isu Konsumen

Isu-isu yang terkandung dalam subjek inti isu konsumen adalah sebagai

berikut:

1. penyediaan informasi yang sahih dan akurat seperti fair marketing, dan

transparensi;

2. pelayanan dan produk yang ramah sosial-lingkungan yang menyangkut

accessibility, social inclusion, akses terhadap produk-produk vital dan

pelayanan;

3. pelayanan dan produk yang aman dan reliable seperti produk yang

memperhatikan kesehatan konsumen, isu penilaian dampak, catatan kesehatan,

penarikan produk yang membahayakan konsumen, dan peniadaan dangerous

addictives;

4. privasi konsumen seperti berhati-hati dalam penyimpanan data konsumen,

melakukan pengumpulan data yang benar, tidak menjual dan membagi-bagikan

data konsumen.

Beberapa isu seperti fair marketing, pelayanan dan produk yang ramah sosial-

lingkungan serta pelayanan dan produk yang aman dan reliable telah diterapkan

oleh Pertamina UPMS II.

Isu fair marketing yang diterapkan Pertamina UPMS II antara lain

menyangkut proses penyaluran bahan bakar. Dalam penyaluran bahan bakar baik

ke SPBU maupun ke industri-industri, Pertamina menggunakan dua jalur, yaitu

laut dan darat. Untuk jalur darat, Pertamina menggunakan mobil tangki sedangkan

untuk jalur laut, digunakan kapal. Setiap kendaraan pengangkut bahan bakar yang

akan keluar dari depot Pertamina harus melewati pengecekan jumlah bahan bakar

yg diangkut lalu disegel. Hal ini dilakukan agar bahan bakar yang sampai ke

SPBU dan industri tidak kurang dari ambang batas toleransi penguapan bahan

58

bakar serta mencegah pengurangan jumlah bahan bakar oleh orang-orang yang

tidak bertanggung jawab.

Hari-hari tertentu, seperti saat-saat menjelang hari besar keagamaan,

Pertamina selalu menyiapkan satgas di depot-depotnya untuk memastikan

kebutuhan bahan bakar masyarakat tetap terpenuhi. Hal ini juga dilakukan sebagai

upaya menurunkan kemungkinan isu kelangkaan bahan bakar akibat penimbunan

oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang berusaha memperoleh

keuntungan dengan memanfaatkan kebutuhan masyarakat yang sedang

meningkat.

Terkait cara Pertamina UPMS II mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti

Pas” agar benar-benar pas dalam menyalurkan produk ke konsumen, VP (28

tahun) memaparkan ketentuan-ketentuan dalam perolehan sertifikat “Pasti Pas”

suatu SPBU. Berikut kutipan pemaparan VP (28 tahun):

„Untuk memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU mesti

memenuhi banyak kriteria seperti kualitas dan kuantitas, pelayanan

serta fisik SPBU. Penilaian atas pemenuhan kriteria tersebut

dilakukan oleh auditor independen yang mengaudit tanpa

sepengetahuan SPBU maupun Pertamina sendiri. Sertifikasi ini

diaudit secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh auditor independen.

SPBU yang mampu mempertahankan sertifikat “Pasti Pas” selama

beberapa waktu secara berturut-turut akan diberi reward berupa

gold, silver atau medal sertificate.‟

Secara umum, upaya memberikan sertifikat “Pasti Pas” pada SPBU adalah

upaya Pertamina untuk menjaga kualitas minyak yang disalurkan. Dengan adanya

audit berkala yang dilakukan auditor independen diharapkan kualitas dan

kuantitas minyak yang disalurkan tetap terjaga. Sebab, SPBU yang sudah

mendapat sertifikat “Pasti Pas” dapat dicabut lagi sertifikatnya bila penilaian

auditor independen menyatakan SPBU tersebut tidak layak memperoleh sertifikat

“Pasti Pas”. Bila SPBU mampu memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU

tersebut akan memperoleh tambahan kuota penyaluran, diutamakan dalam

penyaluran dan tentu saja peningkatan pelanggan. Oleh karena itu, penting bagi

tiap SPBU untuk memiliki sertifikat ini. Dengan kata lain, pemberian sertifikat ini

menjadi bentuk “reward and punishment” yang mengontrol kualitas dan kuantitas

minyak yang disalurkan.

59

Mengenai isu ledakan tabung gas, menurut VP (28 tahun), Pertamina

menanggapi hal tersebut dengan menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung

gas. Berikut kutipan pernyataan VP (28 tahun):

„Pertamina menanggapi isu ledakan tabung gas dengan

menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung gas yang aman, yaitu

dengan menegaskan bagian-bagian yang mesti diperhatikan saat

menggunakan tabung gas. Sosialisasi ini dilakukan baik dengan

mendatangi dari rumah ke rumah maupun melalui iklan layanan

masyarakat. Yang bertanggung jawab atas peristiwa ini tentu saja

produsen tabung gas tersebut, namun Pertamina yang secara tidak

langsung turut memasarkan tabung gas tersebut merasa wajib untuk

ikut menyelesaikan masalah ini sehingga penggalakan sosialisasi

tabung gas tersebut makin ditingkatkan.‟

5.1.6 Keterlibatan dan Pengembangan Masyarakat

Subjek inti Community Involvement and Development memiliki 4 isu

utama, yaitu sebagai berikut:

1. dampak pembangunan yang meliputi isu sumber daya lokal, kesehatan

masyarakat, warisan budaya, lapangan kerja, lingkungan, pajak dan

pembanguan ekonomi lokal;

2. keterlibatan masyarakat yang meliputi isu pembangunan infrastruktur, capacity

building, inklusifitas, pemberdayaan, dan kemitraan;

3. pengembangan masyarakat yang meliputi isu kesejahteraan sosial, infrastruktur,

pendidikan, perlindungan budaya, kemitraan, akes terhadap pendidikan, akses

terhadap barang dan jasa yang vital;

4. filantropi meliputi isu mendukung program lokal, memberdayakan masyarakat

dan program-program sukarelawan.

Untuk isu pertama, yaitu dampak pembangunan, Pertamina UPMS II adalah

perusahaan yang menghormati kewajiban membayar pajak. Asisten Manajer ER,

RMV (33 tahun), memaparkan bahwa meski perusahaan diwajibkan melakukan

tanggung jawab sosial, tidak berarti perusahaan lantas menjadi berat untuk

membayar pajak. Berikut kutipan pemaparan RMV (33 tahun):

„Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung

jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung

ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area

operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya

lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak

60

masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab

sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟

Terkait isu lapangan kerja, Pertamina UPMS II memang tidak

menyediakan kuota tertentu untuk karyawan yang berasal dari komunitas lokal.

Namun, pengumuman dan pengiriman lamaran untuk lowongan karyawan

Pertamina dilakukan melalui media internet sehingga kesempatan komunitas lokal

dan non lokal untuk menjadi karyawan sama besarnya. Berikut kutipan pemaparan

KJ (28 tahun) mengenai hal tersebut:

„Oh, ndak ada penyediaan kuota tertentu, dik. Pengumuman

lowongan kerja dan berkas lamaran kan semua dilakukan secara on-

line melalui media internet. Jadi, kesempatan masyarakat setempat

sama yang bukan ya sama besarnya.‟

Masih pada isu yang lapangan kerja, menurut VP (28 tahun), untuk vendor yang

dikontrak Pertamina untuk pengerjaan proyek tertentu memang mesti

menyertakan masyarakat lokal. Berikut pernyataan VP (28 tahun) tersebut:

„Ada ketentuannya, Arma. Jadi, vendor tersebut mesti dari

masyarakat setempat. Kalau vendor yang memenuhi syarat untuk

bertanggung jawab terhadap proyek tersebut tidak berasal dari sini,

maka ada bagian dari tim vendor tersebut yang berasal dari

masyarakat setempat. Misalnya, vendor yang menyediakan

rancangan, maka tenaga kerjanya berasal dari masyarakat setempat.

Kurang lebih seperti itu.‟

Terkait isu kesehatan masyarakat, Pertamina UPMS II menekankan pada

kesehatan ibu dan anak. Program yang diberi nama Pertamina Sehati (Sehat Ibu

dan Balita) ini bekerjasama dengan lembaga kesehatan masyarakat (Puskesmas)

dan ibu-ibu Darma Wanita Pertamina. Pendekatan melalui ibu-ibu Darma Wanita

dilakukan dengan harapan akan lebih mampu menjangkau kader Puskesmas dan

ibu-ibu sasaran program Pertamina Sehati. Selain dilakukan di Kecamatan

Seberang Ulu II, Pertamina Sehati juga diterapkan di beberapa wilayah operasi

lainnya di area Sumbagsel. Selain itu, beberapa bentuk bantuan kesehatan lain

yang diberikan Pertamina UPMS II adalah donor darah untuk wilayah Palembang

tahun 2009, khitanan missal untuk wilayah Palembang tahun 2009, bantuan

perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota Palembang 2010, serta bantuan

distribusi dua ribu kacamata di tahun 2009 dan lima ribu kacamata di tahun 2010

61

untuk siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di wilayah

Sumatera Selatan.

Beberapa isu utama pada subjek inti Community Involvement and

Development mengetengahkan isu pendidikan dan infrastruktur. Pertamina UPMS

II juga memperhatikan kedua isu ini. Bantuan kacamata yang disinggung pada

program kesehatan atau juga dikenal sebagai program “Bright with Pertamina”

juga merupakan program yang menyentuh bidang pendidikan (education). Tujuan

program pemberian kacamata ini adalah agar anak-anak usia wajib belajar yang

membutuhkan alat bantu kacamata dapat terbantu dalam belajar sehingga prestasi

mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat meningkat. Selain bergerak

di bidang pendidikan, Pertamina juga membantu pembangunan infrastruktur

sosial seperti penambahan banguan gedung sekolah dasar di Kelurahan 12 Ulu

beserta fasilitas buku-buku dan komputer untuk siswa. Infrastruktur sosial lain

yang dibangun Pertamina adalah pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan

(Puskeskel) 12 Ulu. Berikut pemaparan Ir (51 tahun), Lurah Kelurahan 12 Ulu

mengenai program pendidikan dan infrastrukturnya yang dilakukan Pertamina

Pemasaran di wilayah 12 Ulu:

„Kehadiran Pertamina Pemasaran sangat terasa sekali dampak

positifnya untuk kelurahan 12 Ulu. Di wilayah 12 Ulu ini awalnya

tidak ada Sekolah Dasar. Makanya bantuan Pertamina Pemasaran

untuk pembangunan gedung Nurul Yaqin milik warga sini sangat

terasa manfaatnya, dik. Apalagi bantuan tersebut tidak berhenti

hanya sampai pembangunan gedungnya. Beberapa kelengkapan

fasilitas seperti komputer, meja dan buku-buku juga dibantu oleh

Pertamina Pemasaran di tahun berikutnya. Saat ini, Nurul Yaqin

menjadi satu-satunya Sekolah Dasar di wilayah 12 Ulu, dik. Selain

bantuan untuk Sekolah Nurul Yaqin, Pertamina juga membantu

pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan (Puskeskel) 12 Ulu.

Nantinya, masyarakat dapat berobat gratis di Puskeskel ini di antara

pukul 08.00- 14.00 WIB. Bila warga berobat diatas jam tersebut,

maka warga dikenai biaya sekitar dua ribu rupiah saja. Begitu, dik.‟

Isu partnership yang muncul pada isu Community Involvement dan Society

Development juga merupakan salah satu isu yang dilakukan Pertamina UPMs II.

Program Kemitraan yang dilakukan perusahaan berupa program untuk

meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui

pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program ini merupakan bagian dari

62

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilakukan Badan Usaha

Milik Negara.

Isu utama Philantrophy yang mengetengahkan isu mendukung program

setempat, memberdayakan komunitas lokal dan program sukarelawan juga

dilakukan oleh Pertamina UPMS II. Kegiatan yang mendukung program setempat

misalnya berupa pembinaan kader Puskesmas Induk yang kemudian

dikembangkan menjadi Pertamina Sehati (Sehat Ibu dan Balita). Bentuk dukungan

lainnya adalah bantuan perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota

Palembang tahun 2010. Beberapa bentuk program sukarelawan yang dilakukan

antara lain adalah donor darah untuk wilayah Palembang tahun 2009, khitanan

missal untuk wilayah Palembang tahun 2009 serta bantuan dana untuk korban

gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai tahun 2010.

5.1.7 Tata Kelola Organisasi yang Baik

Tata kelola organisasi yang baik meliputi isu partisipatoris, orientasi

konsensus (consensus-oriented), accountable, transparan, responsive, efektif dan

efisien, kepatutan dan inklusif, serta mematuhi hukum. Bentuk kepatuhan hukum

yang dilakukan Pertamina UPMS II antara lain adalah antikorupsi dan mematuhi

kewajiban membayar pajak. Pertamina UPMS II memiliki badan independen yang

mengelola aduan dugaan korupsi yang terjadi dalam Pertamina UPMS II. Setiap

karyawan yang menemukan indikasi korupsi di dalam tubuh perusahaan wajib

melaporkan ke badan yang dikenal sebagai Whistle Blowing System ini. Dalam hal

antigratifikasi misalnya. Setiap karyawan disosialisasikan budaya antigratifikasi.

Karyawan yang menerima hadiah dengan besaran tertentu wajib melaporkannya

pada Whistle Blowing System sekaligus menyerahkan hadiahnya. Berikut

penjelasan VP (28 tahun) mengenai badan independen ini:

„Oh iya, Pertamina UPMS II membudayakan antikorupsi dalam

perusahaan. Jadi, siapapun yang baru menjabat sebagai manajer atau

pimpinan di perusahaan wajib menandatangani Pakta Integritas di

papan yang diletakkan di lobi kantor yang deket tangga ke ruangan

GM itu, Ma. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol komitmen mereka

untuk memimpin secara jujur dan memerangi korupsi sekaligus

pengingat bagi para karyawan untuk berkomitmen serupa. Selain itu,

ya Pertamina punya badan independen yang mengurusi aduan

indikasi korupsi. Namanya Whistle Blowing System. Nah, siapapun

yang menemukan indikasi korupsi di perusahan ya ngadunya ke

63

badan ini. Identitas dilindungi kok. Jadi ga perlu takut buat

mengadukannya. Ada aturannya juga. Misalnya untuk antigratifikasi,

ada aturan besaran berapa yang wajib diadukan dan diserahkan ke

Whistle Blowing System, diperoleh dalam kondisi apa dan

sebagainya.‟

Pertamina UPMS II juga tetap menganggap membayar pajak adalah

kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan. Berikut pemaparan RMV (33 tahun)

terkait kewajiban membayar pajak ini:

„Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung

jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung

ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area

operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya

lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak

masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab

sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟

RMV (33 tahun) memaparkan bahwa Pertamina setiap tiga bulan sekali

membuat laporan kegiatan PKBL yang telah dilakukan. Laporan ini mencakup

besaran dana yang telah dikeluarkan dan kegiatan apa yang telah dilakukan dan

sedang dilakukan. Pada akhir tahun, Pertamina UPMS II juga membuat laporan

keuangan PKBL. Pelaporan ini ditujukan untuk Sekretaris Perseroan, bukan

direksi keuangan sebab sumber dana tanggung jawab sosial perusahaan berasal

dari biaya perseroan. Dalam hal ini, laporan triwulan dan laporan keuangan adalah

bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap direksi sebagai pemangku

kepentingan. Namun demikian, pemangku kepentingan di luar direksi dan

pemegang saham, seperti pemerintah atau masyarakat bahkan karyawan UPMS II

sendiri juga berhak mengetahui bentuk kegiatan PKBL yang telah dilakukan

perusahaan. Oleh karena itu, ER seringkali memiliki kolom advertorial di koran-

koran lokal untuk menyampaikan bentuk kegiatan dan hasilnya kepada pemangku

kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga sering mengundang wartawan

untuk meliput kegiatan-kegiatan yang sebaiknya diberitakan kepada pemangku

kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga menerbitkan sendiri buletin

kantor untuk karyawan yang merupakan pemangku kepentingan internalnya.

5.2 Implementasi PKBL

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dilaksanakan di Pertamina UPMS

II sejak ditetapkannya Peraturan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang

64

mengharuskan perusahaan BUMN melakukan pembinaan usaha kecil dan

menengah serta bina lingkungan. Konsep PKBL ini akhirnya dilanggengkan

menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada awal ditetapkannya UU

PT No. 40 tahun 2007 sebab tujuan akhir PKBL yang mengharapkan

kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lokasi perusahaan dianggap sejalan dengan

tujuan dari tanggung jawab sosial itu sendiri.

Fungsi tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dilekatkan pada fungsi

ER. Fokusnya serupa dengan PKBL yaitu pada bidang pendidikan, bidang

kesehatan, bidang sarana umum, ibadah dan bencana alam serta bidang

lingkungan hidup. Dalam konteks penelitian ini, tanggung jawab sosial tersebut

tetap disebut sebagai PKBL.

Setiap awal tahun, kegiatan PKBL Pertamina UPMS II direncanakan

dengan didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang teridentifikasi pada tahun

sebelumnya dan disesuaikan pada besaran dana tanggung jawab sosial yang

dialokasikan perusahaan untuk tahun tersebut. Meski demikian, pelaksanaan

bentuk kegiatan PKBL yang telah dituangkan dalam RKAP (Rencana Kerja

Anggaran Pembiayaan) tersebut dapat berubah sewaktu-waktu, disesuaikan

dengan alokasi dana dan prioritas kebutuhan masyarakat pada tahun tersebut.

Dalam hal ini, ER terbuka untuk menerima proposal permohonan dana dari

masyarakat yang sesuai dengan fokus PKBL Pertamina UPMS II meski keputusan

mengenai kegiatan mana yang dijalankan tetap diambil oleh Pertamina UPMS II.

Sasaran dalam PKBL Pertamina UPMS II secara umum adalah masyarakat

di wilayah operasi Pertamina UPMS II, yaitu provinsi Sumatera Selatan,

Bengkulu, Lampung, Jambi dan Bangka-Belitung. Masing-masing kegiatan dalam

PKBL memiliki sasaran khusus yang berbeda-beda, bergantung pada fokus bidang

kegiatan. Seperti Kegiatan Pertamina Sehati yang berfokus pada bidang

kesehatan, sasaran programnya adalah ibu hamil dan balita yang kekurangan gizi

dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Kemudian,

kegiatan dibidang pendidikan bernama “Bright with Pertamina” yang

membagikan 21.000 kacamata gratis, memiliki sasaran yaitu siswa-siswi Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang membutuhkan alat bantu kacamata

untuk melihat dengan tujuan agar siswa-siswi tersebut dapat terbantu dalam

65

belajar sehingga prestasi mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat

meningkat. Dengan tujuan yang serupa, Program Beasiswa yang bergerak di

bidang pendidikan yang tengah dijalankan Pertamina UPMS II saat ini

mempunyai sasaran yaitu siswa-siswi sekolah dasar di Kecamatan Seberang Ulu

II yang berprestasi namun kurang mampu. Siswa-siswi SD tersebut awalnya

diprioritaskan pada anak-anak karyawan SPBU Pasti Pas di Kota Palembang,

selain Pemilik SPBU, Manajer SPBU dan Pengawas SPBU. Setelah seleksi

dilakukan, jumlah siswa-siswi yang layak menerima beasiswa ternyata masih jauh

dibawah kuota yang ditargetkan. Oleh karena itu, sisa dana dialihkan untuk

beasiswa terhadap siswa-siswi Sekolah Dasar yang berprestasi namun kurang

mampu di wilayah Kecamatan SU II yang menjadi ring 1 Pertamina UPMS II.

Pelaksanaan PKBL seringkali dilakukan ER dengan bekerjasama dengan

pemerintah setempat ataupun instansi lain yang berkaitan dengan program dan

bersedia membantu pelaksanaan program. Untuk Pertamina Sehati, ER

bekerjasama dengan para kader Puskesmas Induk di Kelurahan Tangga Takat

serta dua Puskesmas Pembantu di Kelurahan 16 Ulu dan Sentosa. Sementara

untuk Program “Brigth with Pertamina”, pendataan siswa yang membutuhkan

kacamata dibantu oleh pihak sekolah yang siswanya menjadi sasaran program.

Begitu pula dengan program beasiswa. Pendataan siswa-siswi berprestasi dan

kurang mampu tersebut dibantu oleh sekolah yang menjadi lokasi sasaran

program. Adapun untuk bantuan sepeda gratis bagi Sekolah Dasar yang baru akan

dilaksanakan awal Desember 2010 ini, ER bekerjasama dengan pemerintah

Kecamatan Seberang Ulu II untuk proses pendataannya.

Sasaran program PKBL Pertamina UPMS II tersebut berpartisipasi dalam

pelaksanaan kegiatan PKBL tersebut sebagai peserta kegiatan. Pada program

Pertamina Sehati misalnya. Para ibu hamil yang menjadi peserta kegiatan

umumnya adalah mereka yang sering atau pernah memeriksakan kehamilan

mereka baik di Puskesmas Induk maupun di Puskesmas Pembantu. Begitu pula

dengan para balita. Umumnya mereka adalah balita yang sering ditimbang dan

dicek kesehatannya di Puskesmas. Beberapa dari ibu hamil dan balita tersebut

memang ada yang tidak pernah ke Puskesmas untuk memeriksakan kehamilan

atau ditimbang berat badan balitanya, namun akhirnya dapat menjadi peserta

66

sebab mereka didatangi oleh kader Puskesmas dan kader Posyandu yang sedang

mendata dari rumah ke rumah untuk mencari peserta Pertamina Sehati sekaligus

mengevaluasi jumlah ibu hamil dan balita kurang gizi hingga gizi buruk yang

dapat mereka jangkau. Kader Puskesmas dan Posyandu untuk kegiatan Pertamina

Sehati memang berperan sangat penting. Para kader inilah yang

merekomendasikan siapa saja yang layak menjadi peserta. Mereka pula yang

menentukan apa saja bentuk makanan tambahan dan multivitaminnya. Namun,

jumlah peserta yang dapat mereka rekomendasikan tetap berdasarkan kuota

peserta yang ditetapkan Pertamina dengan merujuk pada jumlah dana yang

tersedia. Pembelian makanan tambahan yang diusulkan kader pun dilakukan oleh

Pertamina sendiri, bukan oleh kader Puskesmas atau Posyandu. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa para peserta program umumnya tidak ikut merencanakan

program tersebut. Mereka hanya berpartisipasi sebagai peserta program. Kader

Puskesmas dan Posyandu yang bekerjasama dalam perencanaan pun bekerja pada

jalur yang ditentukan oleh Pertamina dimana pengambil keputusan tetap

Pertamina.

Hal yang berbeda ditemui pada program-program yang diusulkan sendiri

oleh pemangku kepentingan eksternal Pertamina UPMS II. Bila program tersebut

muncul dari proposal yang diajukan masyarakat, umumnya pengaju proposal

bertindak sebagai pelaksana sekaligus peserta kegiatan. Pertamina UPMS II

umumnya hanya menjadi pemilik modal yang menyalurkan modalnya dengan

ketentuan tertentu yang disepakati bersama.

Bila dirunut dari awal pelaksanaan PKBL Pertamina UPMS II, jenis

kegiatan yang dilaksanakan ER dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

Community Relation (Comrel) dan Community Development (Comdev). Comrel

sesungguhnya adalah upaya menjaga keharmonisan perusahaan dan pemangku

kepentingan eksternal namun tidak dalam bentuk yang berkelanjutan. Bentuk dari

Comrel antara lain adalah bakti sosial, bantuan pembangunan rumah ibadah,

bantuan kegiatan HUT RI, sponsorship kegiatan PMI atau cerdas-cermat, serta

partisipasi pada Dies Natalis Universitas Sriwijaya. Kegiatan-kegiatan ini sangat

berguna dalam membangun kedekatan antara perusahaan dan pemangku

kepentingan sekaligus pencitraan baik perusahaan tetapi tidak bersifat

67

berkelanjutan. Sedangkan Comdev adalah kegiatan menjaga keharmonisan

perusahaan dan pemangku kepentingan eksternal yang diupayakan berkelanjutan.

Dalam konteks PKBL Pertamina, bentuk Comdev antara lain adalah donor darah

dan khitanan massal yang dilakukan setiap tahun, bantuan pendidikan seperti

fasilitas belajar dan gedung, bantuan gerobak dan tenda pedagang untuk kawasan

pantai Bengkulu, Pertamina Sehati di Jambi, Palembang, Lubuk Linggau, Lahat,

Bandar Lampung dan Bengkulu, serta penghijauan lahan, pelatihan Jurnalistik dan

sebagainya. Berbagai kegiatan ini diharapkan berkelanjutan dimana manfaat dari

kegiatan tersebut tidak hanya selesai begitu kegiatan selesai.

Menurut RMV (33 tahun), pada awalnya kedua jenis kegiatan ini tidak

dipisahkan sebab tujuan awalnya memang Comdev. Sejak awal tahun 2000-an,

ketika istilah Community Development merebak, Program Comdev diputuskan

dijalankan oleh Pertamina dan dilakukan oleh fungsi External Relation. Namun,

dalam pelaksanaannya seringkali Comdev diartikan serupa Comrel oleh

pemangku kepentingan eksternalnya hingga ekspektasi terhadap perusahaan pun

lebih banyak dari apa yang digariskan perusahaan dalam KPI-nya. Oleh karena

itu, Pertamina lalu membagi kegiatan membangun keharmonisan perusahaan

dengan pemangku kepentingan eksternalnya ini menjadi dua, yaitu Comrel dan

Comdev. Comdev inilah yang kemudian disebutkan sebagai tanggung jawab

sosial sebenarnya dari Pertamina UPMS II pada tahun 2007.

Nafas Bina Lingkungan bila merujuk definisi Bina Lingkungan menurut

Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003 adalah pemberdayaan

kondisi sosial masyarakat. Comdev atau pengembangan masyarakat yang

merupakan cikal-bakal tanggung jawab sosial pada Pertamina UPMS II pun

mengandung elemen pemberdayaan dan berkelanjutan. Artinya, keberlanjutan dan

keberdayaan kondisi sosial masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang menjadi

bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini.

Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan

suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik

di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki

kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada

sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasi

68

dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan

dilingkungannya. Nasdian (2003) juga menyebutkan bahwa dua elemen pokok

pemberdayaan adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar

warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian.

Definisi partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga

komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan

menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat

menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2003). Bila merujuk pada definisi

tersebut, maka jenis partisipasi yang dicapai sasaran PKBL Pertamina UPMS II

baru sebatas peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau

dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Selain karena kegiatan

tersebut memang dirancang oleh Pertamina UPMS II sendiri atau bersama pihak-

pihak yang bekerjasama dengan Pertamina UPMS II dalam perencanaan atau

pelaksanaan programnya, sasaran program sendiri memang belum mampu

merencanakan program yang dapat mengeluarkan mereka dari masalah mereka

dalam jangka panjang. Seringkali proposal yang masuk ke Pertamina UPMS II

adalah jenis proposal permohonan dana untuk kegiatan-kegiatan Community

Relation yang manfaatnya seringkali berhenti ketika kegiatan berhenti.

Nasdian (2003) juga memaparkan bahwa dengan kemampuan komunitas

berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian. Kemandirian

sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan

materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu

krisis;

2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh

komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk

dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan

itu;

3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan

menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi

kehidupan mereka.

69

Bila merujuk pada kategori tersebut, maka sasaran program PKBL Pertamina

UPMS II belum dapat dikatakan mandiri. Pada program Pertamina Sehati

misalnya. Bila bantuan dari Pertamina UPMS II berhenti, maka belum tentu

kegiatan ini mampu dilanjutkan. Sasaran program Pertamina Sehati bergantung

pada Kader Puskesmas dan Posyandu untuk dapat terdata dan mengikuti kegiatan,

sedangkan Kader Puskesmas dan Posyandu bergantung pada pemberi dana yang

dalam hal ini adalah Pertamina UPMS II. Jadi, dapat disimpulkan bahwa upaya

pemberdayaan melalui kegiatan PKBL Pertamina UPMS II untuk Kecamatan

Seberang Ulu II belum sepenuhnya mampu memberdayakan masyarakatnya.

Berdasarkan pemaparan keberdayaan tersebut pula, diperoleh suatu

kenyataan bahwa keberlanjutan suatu program dari PKBL sangat bergantung pada

pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II. Ketidakmandirian masyarakat

mengakibatkan mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk

meneruskan suatu kegiatan. Tanpa kucuran dana dari perusahaan, kegiatan PKBL

belum tentu dapat dilakukan lagi.

5.3 Ikhtisar

ISO 26000 memiliki tujuh subjek inti yang mesti diterapkan dalam

melakukan Social Responsibility yaitu, isu tata kelola organisasi yang baik, isu

hak asasi manusia, isu praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan, isu praktik operasi

yang adil, isu konsumen, serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat.

Dari ketujuh subjek inti tersebut, masing-masing memiliki isu-isu yang diusung.

Meski demikian, dalam implementasinya, tidak semua isu dalam setiap subjek inti

mesti dilakukan perusahaan.

Pertamina UPMS II sesungguhnya telah menerapkan semua subjek inti

dalam ISO 26000. Implementasi subjek-subjek inti tersebut melibatkan organisasi

secara keseluruhan, baik dari fungsi External Relation maupun fungsi-fungsi

lainnya. Namun, penerapan yang dilakukan oleh fungsi selain ER tersebut tidak

dipahami sebagai bentuk Social Responsibility. Berikut matriks yang

mendeskripsikan perbandingan subjek inti ISO 26000 dan lingkup implementasi

PKBL serta non PKBL:

70

Subjek Inti ISO 26000 Lingkup PKBL Lingkup Non PKBL

1. Tata Kelola

Organisasi

a. Transparansi kegiatan

tanggung jawab sosial

melalui laporan

keuangan, advertorial,

buletin dan peliputan

oleh media lokal dan

nasional.

b. Mematuhi hukum

a. Pelaporan keuangan setiap

tahunnya

b. Mematuhi hukum

2. HAM __ a. Tidak ada diskriminasi

b. Menghormati hak-hak kaum

perempuan

c. Menghormati keragaman

kultur dan agama

d. Tak ada pekerja anak

e. Tak ada pekerja paksa

f. Persamaan gender

3. Praktik

Ketenagakerjaan

__ a. Pengembangan SDM

b. Kesehatan dan keselamatan

kerja

c. Menghormati hak-hak pekerja

d. Kondisi kerja yang layak

4. Lingkungan __ Prevensi polusi

5. Praktik Operasi yang

Adil

__ a. Promosi Aktivitas Etis &

Transparensi

b. Promosi Kompetisi Terbuka

c. Antikorupsi

6. Konsumen __ a. Pelayanan dan produk yang

ramah sosial-lingkungan

b. Pelayanan dan produk yang

aman dan reliable

c. Penyediaan informasi yang

sahih dan akurat

7. Keterlibatan &

Pengembangan

Masyarakat

a. Development

impacts

b. Community

Involvement

c. Society development

d. Philanthropy

a. Kemitraan dengan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM).

Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.

Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL

serta Non PKBL

Bila merujuk pada matriks perbandingan subjek inti ISO 26000 dan

implementasi PKBL Pertamina UPMS II (lihat gambar 4), terlihat bahwa dari

71

tujuh subjek inti ISO 26000, hanya dua subjek inti yang dapat dipenuhi oleh

PKBL. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas implementasi PKBL adalah

pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility pada panduan ISO 26000,

maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan efektif.

Menurut RMV (33 tahun) selaku middle manager sekaligus pengambil

keputusan PKBL di area Sumbagsel, PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial

dari Pertamina yang dilakukan secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama,

yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk

mendukung operasi perusahaan sendiri karena tercipta suasana yang kondusif.

Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara umum dan

Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku kepentingan

eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu,

dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan pada

pemangku kepentingan eksternal sehingga hanya memenuhi dua subjek inti dari

pedoman pelaksanaan Social Responsibility menurut ISO 26000.

Konsep pengembangan masyarakat atau comdev turut memberikan

sumbangan pembentukan wujud tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II.

Comdev disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya konsep PKBL sebagai tanggung

jawab sosial perusahaan. Artinya, keberlanjutan dan keberdayaan kondisi sosial

masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang disebut sebagai tanggung jawab sosial

Pertamina UPMS II.

Pemberdayaan (empowerment) memiliki dua elemen pokok pemberdayaan

adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga

komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Pada PKBL

Pertamina UPMS II, jenis partisipasi yang dicapai sasaran program baru sebatas

peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang

oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II

juga belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat

bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.

Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan

bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Artinya, dari segi

72

pencapaian tujuan PKBL, implementasi yang telah dilakukan juga belum

sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai.

73

BAB VI

PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL

6.1 Persepsi Pemangku Kepentingan

Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna

yang berakar dari berbagai faktor latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-

istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat, pengalaman masa lalu

seseorang/kelompok nilai-nilai yang dianut serta dari berita-berita dan pendapat

yang berkembang. Persepsi pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan adalah penafsiran pemangku kepentingan tersebut mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan pengalamannya tentang program-

program tanggung jawab sosial atau hubungan-hubungan sebelumnya yang

diperoleh mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Dalam konteks

penelitian ini, pemangku kepentingan difokuskan pada pemerintah setempat,

masyarakat kecamatan Seberang Ulu II Palembang dan karyawan tetap Pertamina

UPMS II. Persepsi pemangku kepentingan dalam penelitian ini dibagi menjadi

tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate

Social Responsibility. Pengukuran persepsi dapat dilihat melalui pernyataan-

pernyataan yang mengandung komponen kategori persepsi tersebut. Tabel 6

berikut adalah perbandingan persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 6. Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 69 30.0 2 Corporate Philantrophy 65 28.3

3 Corp. Social Responsibility 96 41.7

Total 230 100.0

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa persepsi ketiga pemangku

kepentingan tersebar hampir merata di ketiga jenis kategori. Dari total 230

responden yang mewakili tiga jenis pemangku kepentingan Pertamina UPMS II,

74

diperoleh frekuensi responden berpersepsi Corporate Citizenship sebanyak 69

orang atau 30 persen, sedangkan frekuensi responden berpersepsi Corporate

Philantrophy sebanyak 65 orang atau 28,3 persen dan 96 orang sisanya atau 41,7

persen responden berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dengan demikian,

mayoritas responden dalam penelitian ini mempersepsikan tanggung jawab sosial

perusahaan sebagai Corporate Social Responsibility.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan:

Gambar 6. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemangku

Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun

2010

6.1.1 Persepsi Pemerintah Setempat

Pemangku kepentingan pemerintah setempat dalam penelitian ini meliputi

Camat, Lurah dan staf-stafnya di wilayah kecamatan Seberang Ulu II Palembang.

Persepsi pemerintah setempat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate

Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 7

berikut adalah frekuensi persepsi pemerintah setempat mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan:

75

Tabel 7. Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 33 67.3

2 Corporate Philantrophy 6 12.2

3 Corp. Social Responsibility 10 20.4

Total 49 100.0

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa persepsi pemerintah kecamatan

Seberang Ulu II sebagian besar berada pada kategori Corporate Citizenship. Dari

49 responden pemerintah setempat, frekuensi responden dengan persepsi

Corporate Citizenship sebanyak 33 orang atau 67,3 persen, sedangkan responden

dengan persepsi Corporate Philantrophy sebanyak 6 orang atau 12,2 persen dan

10 orang sisanya atau 20,4 responden termasuk kategori Corporate Social

Responsibility. Dengan demikian, mayoritas responden pemerintah kecamatan

Seberang Ulu II mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai

Corporate Citizenship.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan:

Gambar 7. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah

Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Penelitian ini menstratifikasi pemerintah setempat menurut kriteria

kedudukan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf pemerintah

76

setempat. Pimpinan dalam hal ini adalah kepala kecamatan dan kelurahan di

wilayah Seberang Ulu II sedangkan staf adalah pegawai kecamatan dan kelurahan

di luar pimpinan.

Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan pimpinan di wilayah

kecamatan SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,

Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Persepsi pemerintah

lapisan pimpinan di wilayah kecamatan Seberang Ulu II seluruhnya atau seratus

persen berada pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada satu pun dari

responden tersebut yang termasuk kategori Corporate Philantrophy atau

Corporate Social Responsibility.

Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan staf di wilayah kecamatan

SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate

Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 8 berikut adalah

frekuensi persepsi pemerintah lapisan staf mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan:

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 25 61.0 2 Corporate Philantrophy 6 14.6

3 Corp. Social Responsibility 10 24.4

Total 41 100.0

Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa sebagian besar pemerintah lapisan staf

di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II persepsinya berada pada kategori

Corporate Citizenship. Dari total 41 responden lapisan staf, 25 orang diantaranya

atau 61 persen responden berpersepsi Corporate Citizenship, 6 orang lainnya atau

14,6 persen responden berpersepsi Corporate Philantrophy dan 10 orang sisanya

atau sebanyak 24,4 persen responden persepsinya berada pada kategori Corporate

Social Responsibility. Dengan demikian mayoritas responden mempersepsikan

tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi pemerintah lapisan staf di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan:

77

Gambar 8. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan

Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas

persepsi pemerintah setempat adalah Corporate Citizenship. Selain itu, persepsi

pemerintah lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan

mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship.

Artinya, tidak ada perbedaan persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung

jawab sosial perusahaan.

Data kualitatif yang ditemukan di lapang juga mendukung kecenderungan

persepsi pemerintah setempat pada kategori Corporate Citizenship. Delapan

responden yang termasuk dalam lapisan pimpinan menunjukkan kecenderungan

tersebut dalam ekspektasi mereka mengenai bagaimana sebaiknya tanggung jawab

sosial Pertamina UPMS II dilakukan.

Camat SU II, HAR (45 tahun), memaparkan bahwa bentuk tanggung

jawab sosial yang beliau harapkan untuk dilakukan Pertamina UPMS II untuk

pemerintah misalnya berupa bantuan fasilitas yang dibutuhkan kecamatan. Beliau

menekankan bahwa bantuan tersebut sebaiknya yang memang benar-benar

dibutuhkan target program agar bermanfaat dan tepat sasaran. Berikut kutipan

pernyataan HAR (45 tahun) tersebut:

„Kita ini kan hidup berdampingan, sehingga ada baiknya turut

membantu keluarga-keluarga miskin yang berada di sekitar

perusahaan ini. Kalau untuk kecamatan sendiri, misalnya pemerintah

kecamatan belum punya komputer, ya Pertamina bisa beri bantuan

komputer, atau mungkin perbaikan gedung. Ya semacam itulah

78

bentuk-bentuknya. Dengan kata lain, bantuan Pertamina mestinya

disesuaikan dengan kebutuhan target sasarannya agar bantuan

tersebut bermanfaat dan tepat sasaran. Gunanya apa? Bila hubungan

sudah harmonis antara perusahaan dan pemerintah, khususnya

kecamatan, maka pemerintah kecamatan terbantu dana oleh

Pertamina, dan Pertamina juga lebih aman dan nyaman dalam

beroperasi.‟

Ketika dipertegas mengenai jenis kegiatan tanggung jawab sosial

Pertamina seperti apa yang diharapkan pemerintah kecamatan, Camat

mencontohkan bantuan tersebut misalnya seperti bantuan beasiswa untuk siswa-

siswi di kecamatan SU II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun):

„Baru-baru ini kan ada program Pertamina bagi sepeda untuk

sekolah-sekolah. Nah, kalau menurut saya, sepeda itu belum urgent,

belum tentu cocok juga untuk wilayah Palembang, mestinya program

untuk pendidikannya diarahkan untuk peningkatan kualitas

pendidikannya, seperti buku atau perbaikan gedung mungkin. Tapi

sekali lagi ini hanya soal koordinasi dan komunikasinya.‟

Camat SU II memaparkan bahwa hubungan pemerintah kecamatan dan

Pertamina UPMS II perlu diperbaiki dalam hal koordinasi dan komunikasi.

Terkait sentimen yang berkembang pada staf-staf kecamatan SU II bahwa

meminta bantuan dari Pertamina UPMS II adalah hal yang sulit, Camat SU II

justru menegaskan bahwa sebenarnya bukan masalah sulit untuk meminta bantuan

atau sejenisnya, tetapi mungkin kurang koordinasi saja antara kecamatan dan

Pertamina UPMS II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun):

„Oh, ndak, dik. Bukan sulit meminta bantuan. Sebetulnya banyak

bantuan yang diberikan Pertamina UPMS II langsung ke masyarakat,

tanpa melalui kecamatan lagi. Mungkin juga karena kelas Pertamina

UPMS II adalah Sumbagsel sehingga fokus program Pertamina

UPMS II juga seringkali langsung berkoordinasi dengan Pemkot

atau Dinas Kesehatan. Tetapi menurut saya, semestinya Pertamina

UPMS II berkoordinasi dengan Kecamatan terkait program-program

bantuan tersebut. Ya…ini hanya tentang komunikasi. Bagaimana

koordinasi antara Pertamina dan Kecamatan. Kalau saja Pertamina

UPMS II menjelaskan bagian yang mana saja menjadi ranah

program tanggung jawab sosial Pertamina tersebut, Kecamatan juga

tahu bantuan seperti apa yang bisa diajukan ke Pertamina UPMS II.‟

Di sisi lain, para staf kecamatan SU II justru mengeluhkan sulitnya

meminta bantuan dari Pertamina UPMS II. Beberapa staf kecamatan menyatakan

79

bahwa banyak proposal permohonan bantuan kecamatan yang ditolak. Kecuali

permohonan peminjaman gedung serba guna Pertamina UPMS II, hampir semua

proposal permohonan bantuan dari Kecamatan ditolak oleh Pertamina UPMS II.

Namun, bentuk permohonan bantuan yang diajukan kecamatan tersebut justru

semakin menguatkan kecenderungan persepsi pemerintah kecamatan pada

kategori Corporate Citizenship. Selain harapan bentuk tanggung jawab sosial

Pertamina UPMS II dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan kebutuhan pokok,

kecamatan juga mengharapkan bantuan Pertamina UPMS II untuk kegiatan-

kegiatan seperti lomba-lomba 17 Agustus yang diadakan kecamatan. Berikut

kutipan pernyataan salah satu Kepala Seksi di kecamatan SU II, Z (50 tahun):

„Apa ada Pertamina bantu pendidikan di SU II? Rasanya ndak ada.

Saya sudah hampir pensiun disini, tapi belum pernah saya dengar

ada bantuan pendidikan. Membantu korban kebakaran 16 ulu

kemarin aja Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) ga

kasih. Malah UP III (baca: Refinery Unit III) yang kasih. Tanya aja

sama ibu lurah 16 ulu-nya kalo ndak percaya. Tuh, ibunya lagi rapat

sama Pak Camat. Belum lagi kemarin, ketika kecamatan ada

kegiatan 17 Agustus-an, Pertamina cuma diminta tolong bantu

ngasih hadiah, eh proposal kita malah dikembalikan. Kita udah

ngotot ngasihin lagi ke sana, baru dikasih, cuma sejuta pula. Sejuta

cukup apa, dik? Buat beli seragam peserta lomba aja ndak cukup.‟

Pernyataan yang serupa dengan kutipan pernyataan Kasi Kecamatan juga

ditemukan pada pimpinan dan staf di tujuh kantor kelurahan. Tiga orang dari tujuh

lurah di wilayah Seberang Ulu II memang menyebutkan bahwa setiap BUMN

wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan merujuk pada

peraturan yang mewajibkan BUMN melakukan PKBL, namun wujud yang

mereka sebutkan tidak merujuk pada PKBL, tetapi hanya pada kewajiban

membantu masyarakat. Empat lurah lainnya juga menyatakan tanggung jawab

sosial wajib dilakukan Pertamina UPMS II tetapi tanpa menyebutkan landasan

wajibnya. Sementara bentuk tanggung jawab sosial yang diharapkan keempat

lurah tersebut sama-sama merujuk pada bantuan fasilitas untuk masyarakat.

Berikut pernyataan Lurah 16 Ulu, JR (41 tahun) mengenai kewajiban melakukan

tanggung jawab sosial:

„Oh iya, tentu wajib Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS

II) melakukan tanggung jawab sosial. Begitu pula dengan

80

perusahaan lainnya. Setiap perusahaan ‘kan diwajibkan untuk

menyisihkan beberapa persen keuntungannya untuk membantu

masyarakat di sekitar wilayah operasinya.‟

Harapan Lurah 16 Ulu mengenai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II

berupa bantuan terkait kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Berikut kutipan

pernyataan JR (41 tahun):

„Kalau untuk kegiatan hura-hura seperti HUT RI atau kegiatan

apalah yang mencerminkan hura-hura, saya rasa tidak apa-apa ya

kalau tidak ingin membantu, toh memang tidak mendesak. Tetapi

kalau untuk kegiatan yang musibah begitu, seperti kebakaran yang

tahun 2008 itu, ya kalau bisa dibantulah ya, dik. kegiatan-kegiatan

yang untuk kepentingan masyarakat seperti membantu Posyandu,

membantu masyarakat miskin, ya apa salahnya kalau dibantu juga.'

Bentuk bantuan yang diungkapkan Lurah 16 Ulu dilatarbelakangi pengalamannya

dalam mengajukan permohonan bantuan pada Pertamina UPMS II. Berikut

kutipan pernyataan JR (41 tahun):

„Kalau saya, sebagai Lurah 16 Ulu, belum merasakan dampak positif

dari kehadiran PT. Pertamina UPMS II. Kami (baca: kelurahan 16

Ulu) pernah mengajukan permohonan bantuan material untuk korban

kebakaran di wilayah 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran tahun

2008 yang lalu, namun hingga saat ini surat kami itu tidak mendapat

balasan. Sejujurnya kami kecewa, dik. Tidak ada balasan sama sekali

dari Pertamina Pemasaran. Padahal beberapa kali staf saya mencoba

menanyakan perihal surat permohonan tersebut ke humas (baca:

ER). Tetapi tidak ada tanggapan. Sebetulnya kami juga pernah

mencoba mengajukan permohonan bantuan lagi untuk fasilitas

Posyandu di kelurahan 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran. Bukan

berbentuk uang ya, dik. Tapi sudah berbentuk material, seperti kursi,

meja, dan sebagainya. Maksudnya agar Pertamina Pemasaran lebih

percaya untuk memberikan bantuan. Bentuk fasilitas itu pun dari

pihak Posyandunya sendiri yang mendata kebutuhannya. Tapi masih

sama saja: tidak ada respon dan tidak ada bantuan. Oleh karena itu,

kami tidak pernah mau lagi mengajukan permohonan bantuan ke

Pertamina Pemasaran.‟

Lurah 14 Ulu, lokasi di mana Pertamina UPMS II beroperasi, menyatakan

bahwa Pertamina UPMS II tentu wajib melakukan tanggung jawab sosial dengan

merujuk pada landasan kewajiban melakukan Bina Lingkungan. Terkait

bentuknya, berikut kutipan pernyataan Bd (44 tahun):

81

„Bentuk-bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II yang

saya pernah dengar selama menjabat (2007-sekarang) adalah sunatan

massal yang diselenggarakan Pertamina UPMS II untuk kelurahan

14 Ulu dan Tangga Takat, bantuan untuk pembangunan Masjid Al-

Muttaqien di 14 Ulu serta peminjaman gedung untuk acara-acara

kecamatan seperti pelantikan Camat, serah-terima jabatan Camat.

Namun, saya juga kurang paham kenapa ya, dik, tetapi sejak tahun

2007 atau 2008, tidak ada lagi bantuan yang diberikan Pertamina

Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) untuk pemerintah kelurahan,

dalam artian ketika kami yang mengajukan ya. Dulu. terakhir kami

mengajukan permohonan, waktu itu TA (staf kelurahan 14 Ulu) yang

mengantarkan proposalnya, pihak humas (ER) Pertamina UPMS II

menyatakan jenis bantuan yang kami ajukan sudah dihilangkan dari

anggaran. Untuk ke depannya, harapan saya ada bantuan yang

diberikan oleh Pertamina UPMS II. Apalagi wilayah operasi

Pertamina UPMS II berada di Kelurahan 14 Ulu. Sudah seharusnya

kelurahan 14 Ulu menjadi prioritas tanggung jawab sosial

perusahaannya. Bentuknya ya bisa berupa fasilitas umum parit-parit

dan perbaikan jalan-jalan lingkungan.‟

Berikut pernyataan TA (45 tahun) yang menguatkan pernyataan Bapak Lurah 14

Ulu tersebut:

„…waktu itu kami meminta bantuan untuk HUT RI dan fasilitas

kursi untuk Posyandu. Nah, menurut pihak humasnya, bantuan

tersebut tidak bersifat sosial kemasyarakatan dan anggaran untuk

jenis bantuan tersebut sudah dihilangkan. Padahal bantuan itu bukan

untuk kami makan, tapi untuk masyarakat. Cuma kami tidak

menanyakan hal tersebut lebih lanjut (baca: mengapa tidak tergolong

jenis bantuan sosial kemasyarakatan). Begini-begini kami ini juga

punya harga diri, dik. Kalau memang ndak mau bantu, ya sudah. Dan

sejak saat itu kami tidak pernah lagi mengajukan proposal

permohonan bantuan kepada Pertamina UPMS II.‟

Pernyataan-pernyataan mengenai harapan bentuk tanggung jawab sosial

yang sebaiknya dilakukan Pertamina UPMS II yang senada dengan yang

diungkapkan Lurah 16 Ulu dan 14 Ulu juga ditemukan di lima kelurahan lain.

Meski Lurah Tangga Takat yang menjadi lokasi beberapa kegiatan PKBL

Pertamina UPMS II berharap bahwa tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II

sebaiknya berkelanjutan, pada akhirnya beliau pun tetap menyinggung kepedulian

Pertamina dalam hal sosial kemasyarakatan terkait keluhan rekan-rekannya di

kelurahan dan kecamatan, baik sesama pimpinan maupun stafnya. Berikut kutipan

pernyataan As (41 tahun):

82

„Mengenai harapan untuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS

II, ya semoga kegiatan yang telah dilaksanakan UPMS II hendaknya

berlanjut, tidak hanya sekali datang lalu hilang. Saya juga berharap

Pertamina UPMS II lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat. Ya

saya memang secara langsung tidak pernah mengajukan permohonan

bantuan kepada UPMS II, tapi saya dengar cerita-cerita dari lurah

atau staf lain bahwa sulit untuk mengajukan permohonan bantuan

kepada UPMS II. Seringkali surat permohonan bantuan tidak

direspon, atau bahkan proposalnya dikembalikan, dan sebagainya.

Jadi, harapan saya ke depannya adalah agar Pertamina UPMS II

lebih peduli saja.‟

Berbagai kutipan pernyataan yang diungkapkan responden, baik dari

lapisan pimpinan maupun staf tersebut menguatkan pernyataan bahwa pemerintah

setempat cenderung berpersepsi tanggung jawab sosial perusahaan adalah

Corporate Citizenship. Selain Pertamina UPMS II diharuskan menjadi warga

negara yang baik yang mematuhi peraturan dan menghormati wewenang dan

kekuasaan pemerintah setempat, Pertamina UPMS II diharapkan menjadi

„penyedia‟ kebutuhan masyarakat sebagai warga negara seperti kebutuhan

lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas umum bahkan dukungan dana untuk

kegiatan yang dilakukan pemerintah setempat yang seharusnya merupakan

kewajiban negara, bukan perusahaan. Hal tersebut memenuhi definisi Corporate

Citizenship yang menempatkan perusahaan sebagai „setengah negara‟, yaitu

menjadi warga negara yang baik dan sekaligus memenuhi hak masyarakat sebagai

warga negara.

6.1.2 Persepsi Masyarakat

Pemangku kepentingan masyarakat dalam penelitian ini meliputi

masyarakat yang bermukim di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II. Persepsi

masyarakat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate

Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 9 berikut adalah

frekuensi persepsi masyarakat mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

83

Tabel 9. Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 34 26.2

2 Corporate Philantrophy 43 33.1 3 Corp. Social Responsibility 53 40.8

Total 130 100.0

Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa mayoritas persepsi responden

masyarakat termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 130

responden masyarakat, sebanyak 53 orang atau 40,8 persen termasuk ke dalam

kategori persepsi Corporate Social Respnsibility, sedangkan frekuensi responden

untuk kategori Corporate Citizenship sebanyak 34 orang atau 26,2 persen dan

untuk kategori Corporate Philantrophy sebanyak 43 orang atau 33,1 persen.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung

jawab sosial perusahaan:

Gambar 9. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Kecamatan

SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Penelitian ini menstratifikasi pemangku kepentingan masyarakat menurut

kriteria keikutsertaan dalam kegiatan PKBL Pertamina UPMS II sehingga

diperoleh dua lapisan, yaitu masyarakat peserta PKBL dan non peserta PKBL.

Masyarakat peserta PKBL dalam hal ini adalah para ibu hamil dan orangtua balita

yang menjadi peserta dalam program Pertamina Sehati yang dilakukan di

84

kecamatan Seberang Ulu II, sedangkan masyarakat non peserta PKBL adalah

masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II yang tidak mengikuti program

Pertamina Sehati.

Persepsi masyarakat peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi menjadi

tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate

Social Responsibility. Tabel 10 berikut adalah frekuensi persepsi masyarakat

peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 5 16.7 2 Corporate Philantrophy 25 83.3

Total 30 100.0

Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa mayoritas persepsi peserta program

berada pada kategori Corporate Philantrophy. Dari 30 responden peserta,

frekuensi persepsi Corporate Philantrophy adalah sebanyak 25 orang diantaranya

atau 83,3 persen responden, sedangkan 5 orang responden sisanya atau sebanyak

16,7 persen responden termasuk pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada

responden masyarakat peserta program yang persepsinya masuk ke dalam kategori

Corporate Social Responsibility.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi masyarakat peserta PKBL di Kecamatan SU II mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan:

85

Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta

PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010

Persepsi masyarakat non peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan

Corporate Social Responsibility. Tabel 11 berikut adalah frekuensi persepsi

masyarakat non peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 29 29.0

2 Corporate Philantrophy 18 18.0 3 Corp. Social Responsibility 53 53.0

Total 100 100.0

Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa mayoritas persepsi masyarakat

nonpeserta PKBL Pertamina UPMS II di wilayah Seberang Ulu II termasuk ke

dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 100 orang responden,

frekuensi persepsi Corporate Social Responsibility diperoleh sebanyak 53 orang

atau 53 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh

sebanyak 29 orang atau 29 persen dan 18 orang sisanya atau 18 persen responden

berpersepsi Corporate Philantrophy.

86

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi masyarakat non peserta PKBL di wilayah kecamatan Seberang Ulu II

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non

Peserta PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahun 2010

Responden masyarakat seluruhnya berjumlah 130 responden. Dari total

responden masyarakat tersebut, baik yang peserta maupun non peserta, diperoleh

lima kategori jenis pekerjaan responden, yaitu ibu rumah tangga, wirausaha,

swasta, PNS dan selain empat pekerjaan tersebut. Kelima jenis kategori pekerjaan

tersebut dianggap mewakili kestabilan ekonomi individu responden.

Responden ibu rumah tangga terdiri dari peserta dan non peserta PKBL.

Persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan

dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,

Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 12 berikut

adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan:

87

Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 5 16.7

2 Corp. Philantrophy 25 83.3

Total 30 100.0

Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah

tangga peserta termasuk dalam kategori Corporate Philantrophy. Dari total 30

responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 5 orang

atau 16,7 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh

sebanyak 25 orang atau 83,3 persen. Dengan demikian, mayoritas responden ibu

rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai

Corporate Philantrophy.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi responden ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan:

Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu

Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan Tahun 2010

Persepsi ibu rumah tangga non peserta mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate

Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel

88

13 berikut adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung

jawab sosial perusahaan:

Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 17 54.8

2 Corporate Philantrophy 7 22.6

3 Corp. Social Responsibility 7 22.6

Total 31 100.0

Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah

tangga non peserta termasuk dalam kategori Corporate Citizenship. Dari total 31

responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 17 orang

atau 54,8 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh

sebanyak 7 orang atau 22,6 persen dan frekuensi persepsi Corporate Social

Responsibility sebanyak 7 orang atau 22,6 persen pula. Dengan demikian,

mayoritas responden ibu rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab

sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi responden ibu rumah tangga mengenai tanggung jawab sosial

perusahaan:

Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu

Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan Tahun 2010

89

Responden wirausaha terdiri dari masyarakat yang mempunyai warung

atau toko atau usaha dagang di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Hanya ada 4

orang responden yang pekerjaannya berupa wirausaha. Persepsi responden

wirausaha mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan

Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat

orang atau seratus persen responden wirausaha memiliki persepsi berupa

Corporate Philantrophy.

Responden swasta terdiri dari masyarakat yang jenis pekerjaannya

menghasilkan gaji, bukan upah, namun di luar kategori pegawai negeri sipil.

Dalam konteks penelitian ini, swasta terdiri dari guru honorer, pengacara, perawat

dan karyawan perusahaan. Persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social

Responsibility. Tabel 14 berikut adalah frekuensi persepsi responden swasta

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 6 26.1

2 Corporate Philantrophy 4 17.4 3 Corp. Social Responsibility 13 56.5

Total 23 100.0

Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden

swasta termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 23

responden, sebanyak 13 orang diantaranya atau 56,5 persen responden termasuk

kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate

Citizenship adalah sebanyak 6 orang atau 26,1 persen responden dan frekuensi

persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 4 orang atau 17,2 persen dari

total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan

tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

90

Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di

Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Responden PNS dalam penelitian ini terdiri dari guru dan pegawai

Departemen Agama di wilayah kecamatan SU II. Persepsi responden PNS

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi

tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate

Social Responsibility. Tabel 15 berikut adalah frekuensi persepsi responden PNS

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 7 21.2 2 Corporate Philantrophy 2 6.1

3 Corp. Social Responsibility 24 72.7

Total 33 100.0

Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden

PNS termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 33

responden, sebanyak 24 orang diantaranya atau 72,7 persen responden termasuk

kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate

Citizenship adalah sebanyak 7 orang atau 21,2 persen responden dan frekuensi

persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 2 orang atau 6,1 persen dari

total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan

tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.

91

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi responden PNS mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Total responden yang kategori pekerjaannya selain empat kategori

sebelumnya adalah sembilan orang. Responden kategori „lainnya‟ ini semuanya

adalah mahasiswa yang tinggal di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Dalam

konteks penelitian ini, kategori ini disebut sebagai responden mahasiswa. Persepsi

responden mahasiswa mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam

penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,

Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sembilan orang atau seratus persen responden berpersepsi

Corporate Social Responsbility.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas

persepsi masyarakat adalah Corporate Social Responsbility. Pada lapisan peserta,

mayoritas persepsinya adalah Corporate Philantrophy sedangkan pada lapisan

non peserta, mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsbility. Artinya,

terdapat perbedaaan persepsi pada kedua lapisan ini.

Hasil penelitian pada responden masyarakat berdasarkan kategori jenis

pekerjaannya menunjukkan bahwa mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga

peserta adalah Corporate Philantrophy sedangkan ibu rumah tangga non peserta

mayoritas adalah Corporate Citizenship, persepsi responden wirausaha seluruhnya

92

adalah Corporate Philantrophy, mayoritas persepsi responden swasta adalah

Corporate Social Responsibility, mayoritas persepsi responden PNS adalah

Corporate Social Responsibility, serta seluruh persepsi responden kategori lainnya

adalah Corporate Social Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini,

mayoritas persepsi terbelah antara Corporate Philantrophy serta Corporate

Citizenship untuk responden dengan upah tidak stabil dan Corporate Social

Responsibility untuk responden dengan gaji stabil.

Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa sejumlah responden

yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka tidak terlalu mengetahui bentuk-

bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis PKBL yang

mereka ingat dan sebutkan adalah bentuk PKBL dari Pertamina RU III. Hal ini

diduga karena pada awalnya kedua unit ini tidak terpisah dan bernama Pertamina

Unit Pengolahan III. Pertamina Unit Pengolahan III atau Refinery Unit III saat ini

hanya berada di wilayah Kecamatan Plaju, sedangkan di Kecamatan SU II

menjadi Pertamina Unit Pemasaran Region II (Pertamina UPMS II). Namun,

kegiatan PKBL yang dilakukan Pertamina RU III saat ini masih sering dipahami

sebagai kegiatan PKBL Pertamina UPMS II pula.

Responden peserta dan non peserta yang diwawancarai mengenai perlu

tidaknya masyarakat mengontrol atau mengawasi pelaksanaan tanggung jawab

sosial perusahaan umumnya menjawab bahwa mereka tidak tahu. Responden

dengan upah tidak stabil yang mayoritas berpersepsi Corporate Philantrophy dan

Corporate Citizenship menyatakan bahwa mereka tidak mengerti mengenai

pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan apalagi upaya mengontrolnya.

Mayoritas responden yang diwawancarai bercerita bahwa banyak kebutuhan

mereka yang harus dipenuhi sehingga sehari-harinya mereka harus bekerja keras.

Oleh karena itu, selama kegiatan perusahaan tidak mengganggu kehidupan

ekonomi dan sosial mereka, responden dengan upah yang tidak stabil ini tidak

menganggap penting mengenai apakah kewajiban perusahaan menjalankan

tanggung jawab sosial perusahaan sudah dilakukan atau belum. Mereka juga

beranggapan bahwa lebih baik lagi bila perusahaan mau membantu mereka baik

dengan bantuan langsung seperti umumnya bentuk charity, maupun dengan

bentuk lapangan pekerjaan.Sementara itu, responden dengan gaji stabil yang

93

mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsibility juga mengaku tidak

memahami cara masyarakat mengontrol pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan. Namun, mereka berharap perusahaan dapat berbisnis dengan baik

dan peduli pada masyarakat, lingkungan dan karyawan.

6.1.3 Persepsi Karyawan

Pemangku kepentingan karyawan dalam penelitian ini adalah karyawan

tetap Pertamina UPMS II. Persepsi karyawan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social

Responsibility. Tabel 16 berikut adalah frekuensi persepsi karyawan mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan:

Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II

Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 2 3.9

2 Corporate Philantrophy 16 31.4

3 Corp. Social Responsibility 33 64.7

Total 51 100.0

Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden

karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 51

responden, sebanyak 33 orang diantaranya atau 64,7 persen responden termasuk

kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate

Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 31,4 persen responden dan frekuensi

persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 3,9 persen dari total

responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung

jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

94

Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina

UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Responden karyawan dalam penelitian ini distratifikasi menurut kriteria

kewenangan menentukan kegiatan PKBL yang dilakukan sehingga diperoleh dua

lapisan, yaitu pengambil keputusan dan non pengambil keputusan. Pengambil

keputusan dalam konteks penelitian ini hanya satu orang, yaitu Asisten Manajer

External Relation sehingga 50 karyawan lainnya digolongkan sebagai non

pengambil keputusan.

Responden karyawan lapisan pengambil keputusan hanya terdiri dari satu

responden. Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate

Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi karyawan

lapisan pengambil keputusan seratus persen termasuk dalam kategori Corporate

Social Responsibility.

Responden karyawan lapisan non pengambil keputusan terdiri dari

karyawan tetap dengan jabatan Asisten Manajer, Asisten, dan Pengawas. Persepsi

karyawan lapisan nonpengambil keputusan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social

Responsibility. Tabel 17 berikut menunjukkan frekuensi persepsi karyawan

lapisan nonpenambil keputusan:

95

Tabel 17. Tabel Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil

Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen

1 Corporate Citizenship 2 4.0

2 Corporate Philantrophy 16 32.0 3 Corp. Social Responsibility 32 64.0

Total 50 100.0

Berdasarkan Tabel 17, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden

karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 50

responden, sebanyak 32 orang diantaranya atau 64 persen responden termasuk

kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate

Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 32 persen responden dan frekuensi

persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 4 persen dari total

responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung

jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.

Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi

persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:

Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non

Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas

persepsi karyawan adalah Corporate Social Responsibility serta persepsi antara

lapisan pengambil keputusan dan non pengambil keputusan sama-sama mayoritas

berupa Corporate Social Responsibility.

96

Berdasarkan temuan di lapangan, Robert MVselaku middle manager dan

pengambil keputusan tentang PKBL di area Sumbagsel menyebutkan bahwa

PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial dari perusahaan yang dilakukan

secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan taraf

hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk mendukung operasi perusahaan

sendiri karena tercipta suasana yang kondusif. Kedua tujuan yang dipaparkan

Robert MV tersebut memang sejalan dengan misi dan tujuan tanggung jawab

sosial Pertamina. Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara

umum dan Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku

kepentingan eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh

karena itu, dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan

pada pemangku kepentingan eksternal.

Meski demikian, berdasarkan hasil penelitian, persepsi karyawan

pengambil keputusan adalah Corporate Social Responsibility. Artinya, karyawan

pengambil keputusan menilai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi banyak

bidang, bukan hanya menitikberatkan pada pemangku kepentingan eksternal.

Berdasarkan temuan di lapang, terdapat kegiatan PKBL yang dilakukan tidak

hanya untuk masyarakat. Salah satu contoh yang ditemukan peneliti adalah

pengalihan kelebihan dana beasiswa SD/SMP bulan Desember tahun 2010 untuk

wilayah Kecamatan Seberang Ulu II kepada anak-anak operator dan/atau staf di

SPBU Pasti Pas di Palembang usia SD/SMP karena beliau memandang mereka

juga patut memperoleh hal tersebut. Berikut kutipan pernyataan RMV (33 tahun)

untuk hal tersebut:

„Tanggung jawab sosial perusahaan itu kan sebetulnya untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi, ma.

Utamanya itu. Tapi kadang-kadang, ada juga dana yang saya alihkan

untuk membantu teman-teman yang masih outsourcing atau staf-staf

operator. Seperti dana beasiswa SD/SMP yang direncanakan bulan

Desember nanti. Itu kan calon penerimanya di wilayah SD/SMP

Kecamatan Seberang Ulu II, tapi ternyata kurang calonnya „kan?

Kita alihkan itu ke anak-anak operator SPBU Pasti Pas yang masih

usia SD/SMP dan memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan.

Nah, sebetulnya „kan itu tidak termasuk tanggung jawab sosial

perusahaan, tapi kita lakukan juga karena memang kita sadari

mereka sangat membantu kita, namun secara kesejahteraan yang

diperoleh bisa dikatakan agak jauh berbeda dengan yang karyawan

tetap peroleh.‟

97

6.2 Ikhtisar

Persepsi pemangku kepentingan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu

Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social

Responsibility. Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan

berada pada kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masing-

masing pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi

pemerintah setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi

masyarakat dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility.

Tabel 18 berikut ini menggambarkan sebaran persepsi ketiga pemangku

kepentingan Pertamina UPMS II mengenai tanggung jawab sosial:

Tabel 18. Tabel Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010

No. Pemangku Kepentingan Kategori Persepsi (orang)

CC1

CP2

CSR3

1. Pemerintah setempat 33 6 10

a. Lapisan pimpinan 8 - -

b. Lapisan staf 25 6 10

2. Masyarakat 34 43 53

a. Peserta 5 25 -

1. Ibu rumah tangga 5 25 -

b. Nonpeserta 29 18 53

1. Ibu rumah tangga 16 8 7

2. Wirausaha - 4 -

3. Swasta 6 4 13

4. PNS 7 2 24

5. Lainnya - - 9

3. Karyawan 2 16 33

a. Pengambil keputusan - - 1 b. Non Pengambil keputusan 2 16 32

Total 69 65 96

Keterangan: 1. CC = Corporate Citizenship 2. CP = Corporate Philantrophy

3. CSR = Corporate Social Responsibility Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.

Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa persepsi pemerintah setempat pada

lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi

pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada

perbedaan mayoritas persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung jawab

sosial perusahaan.

98

Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL

menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta

berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan

nonpeserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan

persepsi pada kedua lapisan ini.

Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa

mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy,

persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy,

mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility,

mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta

seluruh persepsi responden kategori lainnya adalah Corporate Social

Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah

antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social

Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil

keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua

lapisan.

99

BAB VII

PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS

IMPLEMENTASI PKBL

Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah

untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua

pemangku kepentingan demi mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama

dalam membangun reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal tersebut,

PT. Pertamina (Persero) di seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan

kriteria tanggung jawab sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat

dengan wilayah operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan empat

strategic initiatives, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur

dan peduli bencana. Empat strategic initiatives tersebut diwujudkan dalam bentuk

PKBL. Oleh karena itu, efektivitas implementasi PKBL dalam penelitian ini

diukur dari tingkat keberhasilan pencapaian tujuan internal tanggung jawab sosial

menurut ketiga pemangku kepentingan Pertamina UPMS II. Tingkat keberhasilan

PKBL tersebut dikategorikan menjadi keberhasilan rendah dan keberhasilan tinggi

dengan rentang skor 8 – 20 untuk keberhasilan rendah dan skor 21 – 32 untuk

keberhasilan tinggi. Dalam hal ini, efektivitas implementasi berbanding lurus

dengan tingkat keberhasilan sehingga semakin tinggi tingkat keberhasilan, maka

semakin efektif implementasi. Tabel 19 berikut ini menunjukkan distribusi

penilaian keberhasilan rendah dan tinggi pada masing-masing kategori persepsi

pemangku kepentingan:

Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi

Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010

No Kategori Persepsi Frekuensi

Keberhasilan

Rendah

Keberhasilan

Tinggi

Jumlah (orang)

Persen-tase (%)

Jumlah (orang)

Persen-tase (%)

1 Corporate Citizenship 69 57 82,61 12 17,39

2 Corporate Philantrophy 65 18 27,69 47 72,31

3 Corp. Social Responsibility 96 64 66,67 32 33,33

Total 230 139 60,43 91 39,57

100

Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa sebagian besar responden dari ketiga

pemangku kepentingan menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL adalah

rendah. Dari total 230 responden, sebanyak 91 orang atau 39,57 persen responden

menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 139 orang lainnya atau

60,43 persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL rendah. Dengan

demikian, karena mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat keberhasilan

PKBL masih rendah maka efektivitas PKBL juga masih rendah.

Tabel 19 juga menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berpersepsi

Corporate Philantrophy menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masuk ke

dalam kategori tinggi. Dari total 65 responden yang berpersepsi Corporate

Philantrophy, hanya 18 orang atau 27,69 persen responden yang menyatakan

tingkat keberhasilan PKBL rendah, sedangkan 47 orang atau sebanyak 72,31

persen sisanya menyatakan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk PKBL.

Sementara itu, responden yang berpersepsi Corporate Citizenship dan Corporate

Social Responsibility sebagian besar menyatakan bahwa tingkat keberhasilan

PKBL rendah. Dari total 69 orang responden yang berpersepsi Corporate

Citizenship, hanya 12 orang atau 17,39 responden yang menyatakan tingkat

keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 57 orang atau 82,61 persen responden

sisanya menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL rendah. Begitu pula pada

responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dari total 96

responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility, 32 orang atau 33,33

persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sementara 64

orang lainnya atau sebesar 66,67 responden menyatakan bahwa tingkat

keberhasilan PKBL rendah.

Perbedaan kecenderungan tingkat keberhasilan pada masing-masing

persepsi ini juga dikuatkan oleh hasil uji Kruskal-Wallis H. Uji Kruskal-Wallis H

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua atau lebih

kelompok data. Dalam konteks penelitian ini, perbedaaan yang ingin diketahui

adalah kecenderungan tingkat keberhasilan pada kelompok persepsi Corporate

Citizenship,Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Hipotesis uji Kruskal-Wallis H adalah:

101

Ho: Tidak ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship,

Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

H1: Ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship, Corporate

Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas

lebih besar dari 0,05. Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan signifikansi

(Asymp. Sig) kurang dari 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate

Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Uji hubungan lalu dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui

apakah persepsi dan tingkat keberhasilan memang berkorelasi atau tidak. Uji yang

digunakan adalah uji non parametrik Spearman‟s rho guna mengungkap

hubungan antara persepsi pemangku kepentingan dan tingkat keberhasilan PKBL.

Hipotesis dari uji korelasi Spearman‟s rho adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan;

Ha : Ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan.

Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas

lebih besar dari 0,05. Hasil uji hubungan ini menunjukkan bahwa terdapat dua

pasangan data yang angka probabilitasnya kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak,

yaitu antara Corporate Citizenship dengan tingkat keberhasilan PKBL dan

Corporate Social Responsibility dengan tingkat keberhasilan PKBL. Sedangkan

satu pasangan data lainnya memiliki angka propabilitas yang lebih besar dari 0,05

sehingga H0 diterima, yaitu antara Corporate Philantrophy (x2) dengan tingkat

keberhasilan PKBL (y). Artinya, persepsi Corporate Citizenship dan Corporate

Social Responsibility berkorelasi signifikan dengan efektivitas implementasi

sedangkan persepsi Corporate Philantrophy tidak.

Jadi, efektivitas implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat

keberhasilan PKBL. Bila tingkat keberhasilan PKBL menurut mayoritas

responden adalah rendah. Artinya, efektivitas implementasi PKBL adalah rendah.

Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa citra Pertamina UPMS II

menurut pemerintah setempat cenderung negatif. Mayoritas pemerintah setempat

juga menilai tingkat keberhasilan PKBL Pertamina UPMS II tergolong rendah.

102

Artinya, reputasi Pertamina UPMS II di mata pemerintah setempat cenderung

negatif. Sementara itu, citra Pertamina UPMS II di mata masyarakat peserta

PKBL cenderung positif. Menurut masyarakat non peserta, citra Pertamina UPMS

II biasa saja, tidak serta-merta menjadi negatif karena mereka tidak menjadi

peserta PKBL, tetapi mereka berharap agar Pertamina UPMS II dapat menjadi

lebih baik lagi. Walau demikian, hasil penilaian masyarakat non peserta secara

kuantitatif menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masih rendah.

Menurut karyawan Pertamina UPMS II, citra perusahaan mereka sudah baik.

Penilaian karyawan mengenai tingkat keberhasilan PKBL mereka sebagai

tanggung jawab sosial perusahaan pun cenderung tinggi. Tabel 20 berikut

menggambarkan sebaran penilaian tingkat keberhasilan menurut persepsi masing-

masing pemangku kepentingan:

Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masing-

masing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010

No. Pemangku

Kepentingan Psp

1 TKCC

3 Psp

1 TKCP

5 Psp

1 TKCSR

7

CC2

R8

T9

CP4

R8

T9

CSR6

R8

T9

1. Pemerintah setempat 33 30 3 6 3 3 10 10 -

a. Lapisan pimpinan 8 6 2 - - - - - -

b. Lapisan staf 25 24 1 6 3 3 10 10 -

2. Masyarakat 34 26 8 43 14 29 53 47 6

a. Peserta 5 1 4 25 1 24 - - -

1. Ibu rumah tangga

5 1 4 25 1 24 - - -

b. Nonpeserta 29 25 4 18 13 5 53 47 6

1. Ibu rumah tangga

16 12 4 8 7 1 7 6 1

2. Wirausaha - - - 4 4 - - - -

3. Swasta 6 6 - 4 2 2 13 10 3

4. PNS 7 7 - 2 - 2 24 23 1

5. Lainnya - - - - - - 9 8 1

3. Karyawan 2 1 1 16 1 15 33 7 26

a. PK10 - - - - - - 1 - 1

b. Non PK

10 2 1 1 16 1 15 32 7 25

Total 69 57 12 65 18 47 96 64 32

Keterangan: 1. Psp = Persepsi 5. TKCP = Tingkat Keberhasilan CP 9. T = Tinggi 2. CC = Corporate Citizenship 6. CSR = Corporate Social Responsibility 10. PK = Pengambil 3. TKCC = Tingkat Keberhasilan CC 7. TKCSR = Tingkat Keberhasilan CSR Keputusan 4. CP = Corporate Philantrophy 8. R = Rendah

Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.

103

Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa apapun jenis persepsi karyawan, penilaian

tingkat keberhasilan mereka cenderung tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh

adanya bias loyalitas para karyawan tetap tersebut pada perusahaan.

Kecenderungan penilaian tingkat keberhasilan tinggi diperoleh pada responden

ibu rumah tangga peserta dengan persepsi Corporate Philantrophy, sedangkan ibu

rumah tangga non peserta dengan kecenderungan persepsi Corporate Citizenship

menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah. Hasil temuan di lapang menunjukkan

bahwa ibu rumah tangga peserta menilai berhasil tinggi karena mereka menjadi

peserta dan merasakan bentuk bantuan dari PKBL serta berharap bentuk bantuan

tersebut tetap berlanjut, sementara ibu rumah tangga non peserta menilai berhasil

rendah karena mereka tidak merasakan bentuk bantuan dari PKBL dan berharap

dapat merasakannya. Penilaian responden pemerintah setempat, baik dari lapisan

pimpinan maupun staf, yang mayoritas menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah

diduga karena ketidakpuasan responden terhadap bentuk-bentuk PKBL Pertamina

UPMS II.

Tujuan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentu tidak

serupa dengan tujuan perusahaan swasta yang semata untuk mencari keuntungan

saja. Selain untuk mencari keuntungan yang sebagian hasilnya diberikan pada

pemerintah, keberadaan Pertamina juga diharapkan dapat membantu percepatan

pembangunan Indonesia. Asal mula munculnya kewajiban pelaksanaan PKBL

oleh BUMN adalah wujud dari harapan tersebut. Namun, yang harus dipahami

pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan

Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak

berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II

serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah

melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada

pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa

sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun

untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina

UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 20110 untuk

pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan

PKBL, Pertamina UPMS II telah menunaikan posisinya sebagai setengah negara.

104

Oleh karena itu, menurut peneliti, secara faktual Pertamina UPMS II telah berhasil

mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah.

105

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa hanya dua dari tujuh subjek

inti pedoman pelaksanaan Social Responsibility ISO 26000 yang dapat dipenuhi

oleh PKBL Pertamina UPMS II. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas

implementasi PKBL adalah pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility

pada panduan ISO 26000, maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan

efektif.

Implementasi PKBL yang telah dilakukan, dari segi pencapaian tujuan pun

juga belum sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Jenis

partisipasi yang ingin dicapai sasaran kegiatan PKBL baru sebatas peserta

program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh

orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II juga

belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat

bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.

Ketidakmandirian masyarakat tersebut mengakibatkan mereka sangat

mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan.

Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan berada pada

kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masing-masing

pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah

setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat

dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility.

Persepsi pemerintah setempat pada lapisan pimpinan seluruhnya adalah

Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah

Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara

kedua lapisan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.

Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL

menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta

berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan non

106

peserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan

persepsi pada kedua lapisan ini.

Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa

mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy,

persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy,

mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility,

mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta

seluruh persepsi responden kategori lainnya adalah Corporate Social

Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah

antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.

Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social

Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil

keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua

lapisan.

Distribusi penilaian tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan

menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL

adalah rendah. Responden dengan persepsi Corporate Citizenship dan Corporate

Social Responsibility adalah yang paling banyak menilai tingkat keberhasilan

PKBL adalah rendah, sedangkan mayoritas responden dengan persepsi Corporate

Philantrophy menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah tinggi.

Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

penilaian tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji

korelasi Spearman‟s rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate

Citizenship dan tingkat keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan

tingkat keberhasilan yang memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan

data Corporate Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Jadi, efektivitas

implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL.

Mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Artinya,

efektivitas implementasi PKBL adalah rendah pula. Hasil temuan di lapang juga

menunjukkan kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta

karyawan dan kecenderungan penilaian citra negatif oleh pemerintah. Hasil

temuan di lapang, masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II

107

negatif, tetapi tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data

menunjukkan bahwa penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak

disumbangkan oleh kategori masyarakat non peserta.

Menurut peneliti, Pertamina UPMS II secara faktual telah berhasil

mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah. Meski

pemerintah setempat dalam konteks wilayah Kecamatan Seberang Ulu II menilai

Pertamina UPMS II bercitra negatif, sesungguhnya Pertamina UPMS II telah

melakukan hal yang lebih banyak dari sekedar permohonan bantuan dana acara 17

Agustus-an yang diajukan pemerintah kecamatan SU II. Yang harus dipahami

pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan

Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak

berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II

serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah

melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada

pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa

sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun

untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina

UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 2011 untuk

pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan

PKBL sebagai tanggung jawab sosial, Pertamina UPMS II telah menunaikan

posisinya sebagai setengah negara.

8.2 Saran

Pelaksanaan PKBL baru berjalan beberapa tahun terakhir, meski

sebetulnya konsep tersebut telah dijalankan Pertamina UPMS II sejak awal tahun

2000-an dengan nama Community Development. Selama ini tanggung jawab

sosial yang dijalankan Pertamina UPMS II cenderung dipahami sebagai upaya

peningkatan kesejahteraan pemangku kepentingan eksternal demi harmonisasi

hubungan perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Namun, subjek-subjek inti

dalam ISO 26000 yang belum dipenuhi PKBL sesungguhnya telah dilaksanakan

oleh Pertamina UPMS II meski tidak dipahami sebagai bentuk tanggung jawab

sosial. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan

108

pertimbangan sehingga efektivitas implementasi tanggung jawab sosial dapat

ditingkatkan, yaitu:

1. Perbedaan persepsi antara pemerintah setempat dan Pertamina UPMS II

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan sebaiknya dijembatani melalui

sharing pemahaman diantara kedua pihak. Bantuan pihak ketiga yang

independen dan memahami tanggung jawab sosial seperti konsultan atau LSM

yang khusus bergerak di bidang tanggung jawab sosial dapat menjadi alternatif

mediator.

2. Perlu dilakukan pemetaan pemangku kepentingan lebih lanjut agar tanggung

jawab sosial Pertamina UPMS II dapat mengenai sasaran dengan lebih baik.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor pendorong

munculnya persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan guna

mengungkap lebih jauh kecenderungan perbedaan persepsi mengenai tanggung

jawab sosial perusahaan pada lapisan masyarakat, baik pada lapisan peserta

dan non peserta, maupun pada kelompok kategori berdasarkan pekerjaannya.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi mengenai tanggung

jawab sosial dan tingkat keberhasilannya pada pemangku kepentingan

karyawan outsourcing guna mengungkap lebih jauh mengenai efektivitas

implementasi tanggung jawab sosial.

5. Bila merujuk pada ISO 26000 pedoman pelaksanaan Social Responsibility,

maka sebaiknya perusahaan mengintegrasikan pemahaman mengenai tanggung

jawab sosial pada seluruh fungsi agar kewajiban menjalankan tanggung jawab

sosial tidak dibebankan pada satu fungsi saja dan titik berat sasaran tidak hanya

pada pemangku kepentingan eksternal.

109

DAFTAR PUSTAKA

Ali S. 2007. Sambutan Menteri pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. [Internet]. [diunduh 6

Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/175KB. Dapat diunduh dari:

http://www.latofienterprise.com/file/pdf/ Sambutan.pdf.

Amri M & Wicaksono S. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia

Business Links.

Committee Draft ISO 26000 2009. „Draft ISO 26000‟. dalam Jalal 2010.

[Internet]. [diunduh 24 Januari 2011]. Format/Ukuran: PDF/268KB. Dapat

diunduh dari: http://www.csrindonesia.com/data/articles/20100329054244-a.pdf.

DPR RI. 2003. Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/216KB.

Dapat diunduh dari: http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf.

DPR RI. 2007. Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 beserta

penjelasannya. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).

Fajar M. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi Tentang

Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Multi

Nasional, Swasta Nasional dan Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Jalal. 2009. Konsep dan Definisi CSR. Disampaikan dalam pelatihan “Let‟s CSR”

yang diselenggarakan BEM FEMA IPB pada periode Mei-Juni tahun 2009

Kantor Camat Seberang Ulu II Palembang. (Unpublished). Jawaban Kuesioner

Lomba Keberhasilan Camat se-Kota Palembang Periode I Tahun 2009.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara. 2003. Keputusan Menteri

BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan

Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010].

Format/Ukuran: PDF/1.056KB. Dapat diunduh dari: http://202.51.31.250/

110

id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program%20kem

itraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina%

20lingkungan.pdf.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara BUMN. 2007. Peraturan

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang

Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program

Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/ukuran: PDF/137KB.

Dapat diunduh dari: http://www.bumn.go.id/modules/common/download.php?

idBUMN=0000&idModule=REGL&constant=getRegulationDir&filename=1212

555721.pdf.

Muhidin SA. 2009. Manajemen. [Internet]. [diunduh 26 Agustus 2010]. Dapat

diunduh dari: http://sambasalim.com/manajemen/konsep-efektivitas-organisasi.

html.

Nasdian FT. 2003. Modul Pengembangan Masyarakat. Bogor: Fakultas Pertanian

IPB.

Pemerintah Kota Palembang. 2007. Buku Monografi Kecamatan Seberang Ulu II.

Palembang: Kantor Kecamatan Seberang Ulu II.

Pertamina. 2006. Pengenalan PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran II

Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS II.

Pertamina. c2009. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Region II

Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero).

Pertamina. 2010. Presentasi Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel dalam

Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS

II.

Pertamina. (n.d). Corporate Social Responsibility. [Internet]. [diunduh 22 Mei

2010]. Dapat diunduh dari: http://www.pertamina.com/index.php?option

=com_content&task=view&id=46&Itemid=17&lang=id.

111

Kepolisian Republik Indonesia Wilayah Sumatera Selatan. 2009. Profil

kewilayahan Kepolisian Sumatera Selatan. [Internet]. [diunduh 22 Mei 2011].

Dapat diunduh dari: http://sumsel.polri.go.id/ kewilayahan/.

Prayitno D. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Prayogo D. 2008. Konflik antara Korporasi dengan Komunitas Lokal: Sebuah

Kasus Empirik pada Industri Geotermal di Jawa Barat. FISIP UI Press.

Radyati MRN. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Indonesia

Business Links.

Ruslan R. 2008. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta:

Rajawali Press.

Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (Editor) 2008. Kecamatan

Seberang Ulu II Dalam Angka 2007. Palembang: BPS Kota Palembang.

Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Bogor: Kelompok

Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial.

Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sukada S et al. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Indonesia Business

Links.

Wahyuni ES. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu

Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB.

112

LAMPIRAN

113

Lampiran 1. Panduan Pertanyaan

1) Bagaimana komitmen top management terhadap tanggung jawab sosial

perusahaan? Apakah kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan pada PT.

Pertamina (Persero) mendapat dukungan dari top management?

2) Bagaimana Pertamina UPMS II mendefinisikan tanggung jawab sosial

perusahaan itu sendiri? Apakah tanggung jawab sosial perusahaan yang telah

dilakukan selama ini memberi dampak positif bagi perusahaan?

3) Human Rights

(1) Bagaimana sistem perekrutan karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS

II? Seberapa besar proporsi perekrutan karyawan dari masyarakat lokal di

perusahaan ini?

(2) Apakah ada pembedaan dalam perekrutan tenaga kerja pria dan wanita?

Apakah ada penempatan posisi tertentu yang diutamakan pria dan posisi

tertentu yang diutamakan wanita dalam perusahaan?

(3) Adakah dispensasi untuk karyawan wanita yang sedang hamil atau

melahirkan?

(4) Apakah pekerja anak diperbolehkan di perusahaan ini? Mengapa?

4) Adakah hari libur untuk hari besar keagamaan?

5) Apakah ada pembedaan gaji antara karyawan pria dan wanita? Mengapa?

6) Labour Practices

(1) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menjaga keselamatan

karyawan dalam bekerja?

(2) Apakah Pertamina UPMS II memberikan jaminan atas kesehatan

karyawan? Seperti apa bentuk jaminan tersebut? Apakah jaminan itu juga

berlaku untuk keluarga karyawan?

(3) Apakah Pertamina UPMS II juga memberikan semacam Jaminan Sosial

lainnya pada karyawannya? Mengapa? Seperti apa bentuk jaminan

tersebut?

(4) Seperti apa upaya pengembangan SDM yang dilakukan Pertamina UPMS

II terhadap karyawannya? Apakah semua karyawan dapat mengikuti

114

pendidikan/pelatihan pengembangan SDM tersebut, baik pria maupun

wanita?

(5) Jam kerja karyawan dimulai pada pukul berapa hingga pukul berapa?

Adakah tambahan gaji bila karyawan harus bekerja melebihi jam kerja

(lembur)? Adakah pemaksaaan lembur pada karyawan?

(6) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menyiapkan karyawan

menghadapi masa pensiun?

7) Consumer Issues

(1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II mengenai isu ledakan tabung

gas yang baru-baru ini merebak? Siapakah sebetulnya yang bertanggung

jawab atas peristiwa ini?

(2) Apakah semua SPBU milik PT. Pertamina (Persero) di wilayah operasi ini

telah berlogo “Pasti Pas”? Bagaimana cara Pertamina UPMS II

mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti Pas” agar benar-benar pas dalam

menyalurkan produk ke konsumen? Bagaimana tindakan PT. Pertamina

terhadap SPBU yang belum berlogo “Pasti Pas”?

(3) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II untuk mencegah terjadinya

penimbunan minyak baik pada hari-hari biasa maupun bila menjelang hari-

hari besar?

(4) Bagaimana cara Pertamina UPMS II untuk menjaga agar minyak yang

sampai ke tangan konsumen bukanlah minyak oplosan? Apakah SPBU

milik Pertamina UPMS II semuanya terjamin dari tindakan pengoplosan

minyak? Bagaimana cara Pertamina UPMS II mengontrol kualitas minyak

yang didistribusikan di SPBU miliknya?

(5) Sampai dimanakah sebetulnya Pertamina UPMS II bertanggung jawab

pada produknya? Apakah Pertamina UPMS II hanya bertanggung jawab

sampai ketika produknya telah berada di tangan konsumen atau hingga

ketika produk tersebut dihabiskan dalam proses konsumsi?

8) Environment issues

(1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola limbah yang ditimbulkan

oleh aktivitas perusahaan tersebut?

115

(2) Adakah keluhan masyarakat yang diterima perusahaan terkait limbah dari

operasi perusahaan? Bila ada, bagaimana tindakan PT. Pertamina (Persero)

dalam menganggapi keluhan tersebut? Bagaimana tingkat intensitas

keluhan tersebut saat ini? Makin bertambah atau berkurang?

(3) Bagaimana cara perusahaan untuk mengetahui ada atau tidaknya keluhan

masyarakat terkait dampak lingkungan dari operasi perusahaan? Apakah

perusahaan dan masyarakat mempunyai wadah sendiri untuk menampung

berbagai respon masyarakat ataupun pemangku kepentingan lain selain

direksi dan pemegang saham terhadap kehadiran perusahaan?

9) Fair operating practices

(1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II tentang Petronas yang

beroperasi di Indonesia? Adakah langkah antisipatif yang diambil

Pertamina UPMS II bila Petronas memperluas wilayah operasinya hingga

ke Kota Palembang?

(2) Bagaimana sistem promosi jabatan di Pertamina UPMS II? Apakah setiap

karyawan memperoleh kesempatan yang sama untuk dipromosikan?

Apakah perusahaan mensosialisasikan kriteria promosi jabatan pada

seluruh karyawannya?

10) Community Involvement and Development

(1) Seperti apa upaya perusahaan dalam mengembangkan masyarakat lokal?

11) Organizational Governance

(1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola dampak yang ditimbulkan

oleh keputusan dan aktivitas perusahaan?

(2) Perlukah sebetulnya perusahaan memetakan siapa saja pemangku

kepentingannya? Mengapa?

(3) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham

perusahaan mengetahui darimana sumber penghasilan perusahaan?

Mengapa? Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya?

(4) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham

perusahaan mengetahui kegiatan tanggung jawab sosial apa yang telah,

ingin dan akan dilakukan perusahaan, evaluasi kegiatan-kegiatan tanggung

jawab sosial perusahaan tersebut serta siapa saja pemangku kepentingan

116

yang telah dipetakan perusahaan dan proses pemetaannya? Mengapa?

Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya?

(5) Bagaimana tanggapan PT. Pertamina (Persero) UPMS II tentang

kewajiban persero membayar pajak sekaligus melakukan CSR?

117

Lampiran 2. Pertanyaan Kuesioner

1. Kuesioner Masyarakat

KUESIONER

Assalamualaikum wr.wb

Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate

Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program

Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana (S1).

Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.

Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi

semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran

penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin

kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.

Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima

kasih.

Hormat saya,

Sri Arma Sepriani

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan : Ibu rumah tangga Swasta

Wirausaha Pegawai Negeri

TNI/Polri Lainnya, ..................

A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 3 = setuju

2 = tidak setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.

2. Perusahaan wajib membayar pajak pada

negara.

Nomor Responden :

Enumerator :

Tgl. Pengumpulan Data :

118

3. Perusahaan sebaiknya membantu dalam

pembangunan infrastruktur di wilayah operasi

perusahaan.

4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan kondisi perekonomian di wilayah

operasi dan sekitarnya.

5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan kualitas pendidikan di wilayah

operasi dan sekitarnya.

6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi

dan sekitarnya.

7. Perusahaan sebaiknya memberikan

sumbangan kepada masyarakat sekitar secara

cuma-cuma.

8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada

korban bencana alam di wilayah operasi

perusahaan dan sekitarnya.

9. Sudah sewajarnya perusahaan membantu

masyarakat sebab perusahaan telah mengambil

sumber daya alam dari masyarakat setempat.

10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara

apapun asalkan perusahaan membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

wilayah operasi dan sekitarnya.

11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa

untuk membantu pendidikan masyarakat

setempat.

12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar

untuk peningkatan softskill masyarakat.

13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti

memperhatikan pengolahan limbah agar tidak

merusak lingkungan.

14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan

119

modal dan pelatihan yang dibutuhkan

masyarakat untuk pengembangan usaha

masyarakat berkelanjutan.

15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi

aturan hukum yang berlaku baik lokal,

nasional maupun internasional.

16. Perusahaan bertanggung jawab pada

konsumen atas produknya sejak proses

produksi hingga produk selesai dikonsumsi.

17. Perusahaan harus menghargai karyawan

wanita yang sedang hamil.

18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan

karyawan dalam bekerja.

B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 3 = setuju

2 = tidak setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Pelatihan dari Program Tanggung Jawab Sosial

Pertamina UPMS II menumbuhkan jiwa

kewirausahaan saya.

2. Program tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II cukup tanggap terhadap korban

bencana alam di Palembang khususnya di

wilayah SU II

3. Program tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II telah membantu memperbaiki kondisi

sarana dan prasarana umum di wilayah

kecamatan SU II.

4. Program tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II tidak membantu upaya peningkatan

kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan

120

Seberang Ulu II.

5. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,

kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di

wilayah Kecamatan SU II meningkat.

6. Program Tanggung Jawab Sosial turut

membantu melestarikan lingkungan di

Kecamatan SU II.

7. Dengan adanya Program Tanggung Jawab

Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan

sarana ibadah di kecamatan SU II tidak menjadi

lebih baik.

8. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk

menyampaikan aspirasi saya mengenai apa yang

saya butuhkan.

121

2. Kuesioner Pemerintah

KUESIONER

Assalamualaikum wr.wb

Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate

Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program

Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana (S1).

Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.

Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi

semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran

penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin

kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.

Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima

kasih.

Hormat saya,

Sri Arma Sepriani

1. Nama :

2. Jabatan :

A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 3 = setuju

2 = tidak setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.

2. Perusahaan wajib membayar pajak pada

negara.

3. Perusahaan sebaiknya membantu dalam

pembangunan infrastruktur di wilayah operasi

perusahaan.

4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

Nomor Responden :

Enumerator :

Tgl. Pengumpulan Data :

122

peningkatan kondisi perekonomian di wilayah

operasi dan sekitarnya.

5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan kualitas pendidikan di wilayah

operasi dan sekitarnya.

6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi

dan sekitarnya.

7. Perusahaan sebaiknya memberikan

sumbangan kepada masyarakat sekitar secara

cuma-cuma.

8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada

korban bencana alam di wilayah operasi

perusahaan dan sekitarnya.

9. Sudah sewajarnya perusahaan membantu

masyarakat sebab perusahaan telah mengambil

sumber daya alam dari masyarakat setempat.

10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara

apapun asalkan perusahaan membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

wilayah operasi dan sekitarnya.

11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa

untuk membantu pendidikan masyarakat

setempat.

12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar

untuk peningkatan softskill masyarakat.

13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti

memperhatikan pengolahan limbah agar tidak

merusak lingkungan.

14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan

modal dan pelatihan yang dibutuhkan

masyarakat untuk pengembangan usaha

masyarakat berkelanjutan.

15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi

123

aturan hukum yang berlaku baik lokal,

nasional maupun internasional.

16. Perusahaan bertanggung jawab pada

konsumen atas produknya sejak proses

produksi hingga produk selesai dikonsumsi.

17. Perusahaan harus menghargai karyawan

wanita yang sedang hamil.

18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan

karyawan dalam bekerja.

B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 3 = setuju

2 = tidak setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Pelatihan dari Program Tanggung Jawab

Sosial Pertamina UPMS II menumbuhkan jiwa

kewirausahaan saya.

2. Program tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II cukup tanggap terhadap korban

bencana alam di Palembang khususnya di

wilayah SU II

3. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II telah membantu memperbaiki

kondisi sarana dan prasarana umum di wilayah

kecamatan SU II.

4. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II tidak membantu upaya peningkatan

kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU

II.

5. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,

kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil

di wilayah Kecamatan SU II meningkat.

6. Program Tanggung Jawab Sosial turut

124

membantu melestarikan lingkungan di

Kecamatan SU II.

7. Dengan adanya Program Tanggung Jawab

Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan

sarana ibadah di kecamatan SU II tidak

menjadi lebih baik.

8. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk

menyampaikan aspirasi saya mengenai apa

yang saya butuhkan.

125

3. Kuesioner Karyawan

KUESIONER

Assalamualaikum wr.wb.

Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate

Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program CSR

PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel

di Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang)”. Penelitian ini dilakukan dalam

rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana (S1).

Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.

Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi

semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran

penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin

kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.

Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima

kasih.

Hormat saya,

Sri Arma Sepriani

1. Fungsi :

2. Jabatan : Penata Asisten Manajer/GM

Pengawas Asisten Manajer

A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju

3 = setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.

2. Perusahaan wajib membayar pajak pada

negara.

3. Perusahaan seharusnya membantu dalam

pembangunan infrastruktur di wilayah operasi

Nomor Responden :

Enumerator :

Tgl. Pengumpulan Data :

126

perusahaan.

4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan kondisi perekonomian di wilayah

operasi dan sekitarnya.

5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan kualitas pendidikan di wilayah

operasi dan sekitarnya.

6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya

peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi

dan sekitarnya.

7. Perusahaan mestinya mengutamakan

memberikan bantuan kepada keluarga

karyawan.

8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada

korban bencana alam di wilayah operasi

perusahaan dan sekitarnya.

9. Perusahaan mestinya memberikan insentif

kepada karyawan

10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara

apapun asalkan perusahaan membantu

meningkatkan kesejahteraan karyawan dan

keluarganya di wilayah operasi dan sekitarnya.

11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa

untuk membantu pendidikan keluarga

karyawannya.

12. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan

untuk peningkatan softskill karyawan.

13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti

memperhatikan pengolahan limbah agar tidak

merusak lingkungan.

14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan

modal dan pelatihan yang dibutuhkan

masyarakat untuk pengembangan usaha

masyarakat berkelanjutan.

127

15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi

aturan hukum yang berlaku baik lokal,

nasional maupun internasional.

16. Perusahaan bertanggung jawab pada

konsumen atas produknya sejak proses

produksi hingga produk selesai dikonsumsi.

17. Perusahaan harus menghargai karyawan

wanita yang sedang hamil.

18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan

karyawan dalam bekerja.

B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan

pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!

Keterangan:

1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju

3 = setuju 4 = sangat setuju

PERNYATAAN 1 2 3 4

1. Program tanggung jawab sosial Pertamina

UPMS II cukup tanggap terhadap korban

bencana alam di Palembang khususnya di

wilayah SU II

2. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II cukupmembantu memperbaiki kondisi

sarana dan prasarana umum di wilayah

kecamatan SU II.

3. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II cukup membantu upaya peningkatan

kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU

II.

4. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,

kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di

wilayah Kecamatan SU II meningkat.

5. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II turut membantu melestarikan

lingkungan di Kecamatan SU II.

128

6. Dengan adanya Program Tanggung Jawab

Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan

sarana ibadah di kecamatan SU II menjadi lebih

baik.

7. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina

UPMS II memberikan ruang bagi pemangku

kepentingan, baik internal maupun eksternal

untuk menyampaikan aspirasi mereka mengenai

apa yang mereka butuhkan.

129

Lampiran 3. Dokumentasi

Tampak depan gedung Pertamina

UPMS II

Pelaksanaan Program Pertamina

Sehati di Kelurahan Tangga Takat

Program Bright with Pertamina di Patra

Ogan, Pertamina Refinery Unit III

Pakta Integritas Pertamina

Kantor lurah 11 Ulu Kantor lurah 12 Ulu

130

Kantor lurah 13 Ulu Kantor lurah 14 Ulu

Kantor lurah Tangga Takat Kantor lurah 16 Ulu

Kantor lurah Sentosa Tampak depan gedung kantor

sementara Kecamatan Seberang Ulu II

131

Lampiran 4. Peta Kecamatan Seberang Ulu II

132

Lampiran 5. Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Seberang Ulu II

CAMAT

Heri A. Rasuan, S.H.

NIP. 196504051989031015 SEKCAM

M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si

NIP. 196911271990091001

KASUBAG

Umum dan

Kepegawaian

KASUBAG

Perencanaan dan

Keuangan

Pejabat Teknis

Kasi

Pemerintahan

Kasi

Tramtib

Kasi

PMK

Kasi

Kesos

Kasi

Pelayanan

Umum

Lurah 11 Ulu

Lurah 12 Ulu

Lurah 13 Ulu

Lurah 14 Ulu

Lurah Tangga Takat

Lurah 16 Ulu

Lurah Sentosa

133

Lampiran 6. Kerangka Sampel

Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling.

1. Populasi Pemerintah Seberang Ulu II

Kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga

diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan

ditujukan untuk Camat dan tujuh Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah

atasan hanya delapan orang atau kurang dari 30 orang, maka kedelapan

pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi responden penelitian. Sedangkan

pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf pemerintahan di kantor camat dan

tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan kantor ini tanpa camat dan lurah-

lurahnya adalah 67 orang. Jumlah responden pemerintah bawahan adalah sebagai

berikut:

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁. 𝑒2

=67

1+ 67 . (10%)2

= 40,12

= 41

Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 50 responden

2. Karyawan Kantor Unit Pertamina UPMS II

Pada karyawan, kriteria yang digunakan adalah pengambil keputusan

mengenai PKBL dalam perusahaan. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang

menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk

karyawan non pengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut:

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

=100

1+ 100 . (10%)2

= 50

Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non pengambil keputusan Pertamina UPMS

II adalah 50 responden

3. Masyarakat Seberang Ulu II

Kriteria yang digunakan pada populasi masyarakat kecamatan Seberang

Ulu II adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang

134

dilaksanakan Pertamina UPMS II. PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di

Kecamatan Seberang Ul II adalah Program Pertamina Sehati.

Jumlah peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk

pada tanggal 2 November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden

masyarakat peserta kegiatan PKBL.

Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini

diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program

Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak

mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah

peserta Pertamina Sehati, yaitu 91.002 jiwa.

a. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

=41

1+ 41 . (10%)2

= 29,07

= 30

Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta

program adalah 30 responden.

b. Masyarakat yang tidak mengikuti program Pertamina Sehati

𝑛 =𝑁

1+𝑁 .𝑒2

=91002

1+ 91002 . (10%)2

= 99,89

= 100

Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti

program adalah 100 responden.

135

Lampiran 7. Hasil Olah Data

1. Persepsi

PersepsiPemangkuKepentingan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 69 30.0 30.0 30.0

Corporate Philantrophy 65 28.3 28.3 58.3

Corp. Social Responsibility 96 41.7 41.7 100.0

Total 230 100.0 100.0

PersepsiPemerintah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 33 67.3 67.3 67.3

Corporate Philantrophy 6 12.2 12.2 79.6

Corp. Social Responsibility 10 20.4 20.4 100.0

Total 49 100.0 100.0

PersepsiMasyarakat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 34 26.2 26.2 26.2

Corporate Philantrophy 43 33.1 33.1 59.2

Corp. Social Responsibility 53 40.8 40.8 100.0

Total 130 100.0 100.0

PersepsiKaryawan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 2 3.9 3.9 3.9

Corporate Philantrophy 16 31.4 31.4 35.3

Corp. Social Responsibility 33 64.7 64.7 100.0

Total 51 100.0 100.0

PersepsiPemerintahLapisanPimpinan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 8 100.0 100.0 100.0

136

PersepsiPemerintahLapisanStaf

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 25 61.0 61.0 61.0

Corporate Philantrophy 6 14.6 14.6 75.6

Corp. Social Responsibility 10 24.4 24.4 100.0

Total 41 100.0 100.0

PersepsiMasyarakatPeserta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 5 16.7 16.7 16.7

Corporate Philantrophy 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

PersepsiMasyarakatNonpeserta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 29 29.0 29.0 29.0

Corporate Philantrophy 18 18.0 18.0 47.0

Corp. Social Responsibility 53 53.0 53.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PersepsiIbuRumahTanggaPeserta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 5 16.7 16.7 16.7

Corporate Philantrophy 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

137

PersepsiIbuRumahTanggaNonPeserta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 17 54.8 54.8 54.8

Corporate Philantrophy 7 22.6 22.6 77.4

Corp. Social Responsibility 7 22.6 22.6 100.0

Total 31 100.0 100.0

PersepsiWirausaha

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Philantrophy 4 100.0 100.0 100.0

PersepsiSwasta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 6 26.1 26.1 26.1

Corporate Philantrophy 4 17.4 17.4 43.5

Corp. Social Responsibility 13 56.5 56.5 100.0

Total 23 100.0 100.0

PNS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 7 21.2 21.2 21.2

Corporate Philantrophy 2 6.1 6.1 27.3

Corp. Social Responsibility 24 72.7 72.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

PersepsiLainnya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corp. Social Responsibility 9 100.0 100.0 100.0

PersepsiKaryawanPengambilKeputusan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corp. Social Responsibility 1 100.0 100.0 100.0

138

PersepsiKaryawanNonPengambilKeputusan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Corporate Citizenship 2 4.0 4.0 4.0

Corporate Philantrophy 16 32.0 32.0 36.0

Corp. Social Responsibility 32 64.0 64.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

2. Tabulasi silang

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan 230 100.0% 0 .0% 230 100.0%

PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan Crosstabulation

Count

TingkatKeberhasilan

Total Rendah Tinggi

PersepsiPemangkuKepen-

tingan

Corporate Citizenship 57 12 69

Corporate Philantrophy 18 47 65

Corp. Social Responsibility 64 32 96

Total 139 91 230

139

3. Uji Kruskal-Wallis H

Ranks

PersepsiPemangkuKepentingan N Mean Rank

TingkatKeberhasilan Corporate Citizenship 69 90.00

Corporate Philantrophy 65 153.15

Corp. Social Responsibility 96 108.33

Total 230

Test Statisticsa,b

TingkatKeberhasilan

Chi-Square 44.696

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: PersepsiPemangkuKepentingan

4. Uji Korelasi Spearman‟s Rho Correlations

x1 x2 x3 y

Spearman's

rho x1

Correlation Coefficient 1.000 -.080 -.592** .233*

Sig. (2-tailed) . .428 .000 .020

N 100 100 100 100

x2

Correlation Coefficient -.080 1.000 -.390** .139

Sig. (2-tailed) .428 . .000 .167

N 100 100 100 100

x3

Correlation Coefficient -.592** -.390** 1.000 -.293**

Sig. (2-tailed) .000 .000 . .003

N 100 100 100 100

y

Correlation Coefficient .233* .139 -.293** 1.000

Sig. (2-tailed) .020 .167 .003 .

N 100 100 100 100

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).