91
PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN (STUDI KASUS NOMOR 5/PDT.SUS- PAILIT/2016/PN.MDN) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh ANDIKA PRIBADI WARUWU NIM: 140200508 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM

PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI

KEPAILITAN (STUDI KASUS NOMOR 5/PDT.SUS-

PAILIT/2016/PN.MDN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDIKA PRIBADI WARUWU

NIM: 140200508

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM

PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI

KEPAILITAN (STUDI KASUS NOMOR 5/PDT.SUS-

PAILIT/2016/PN.MDN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDIKA PRIBADI WARUWU

NIM: 140200508

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H

NIP. 195603291986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. Detania Sukarja, SH, LL.M

NIP. 196302151989032002 NIP. 198309112006042002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Andika Pribadi Waruwu

Nim : 140200508

Adalah mahasiswa pada departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis

dengan judul : “Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan

Komanditer Yang Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-

Pailit/2016/PN.Mdn)”.

Adalah hasil penulisan saya sendiri, saya bersedia menanggung segala akibat yang

ditimbulkan jika skripsi ini sebagian atau seluruhnya adalah hasil karya orang

lain.

Medan, Januari 2018

Andika Pribadi Waruwu

140200508

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T berkat

limpahan rahmat dan karunian-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang,

penulis dapat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

di Fakultas Hukum Sumatera Utara dengan judul penelitian yaitu,

“Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan Komanditer Yang

Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat

penulis harapkan demi kebaikan karya penulis dimasa yang akan dating. Dalam

menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bukan hanya bersandar pada

kemampuan penulis semata tetapi tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang

diberikan kepada penulis. Terkhusus kepada kedua orang tua Penulis, Ayahanda

Syamsuddin Waruwu dan Ibunda Nisma Warni Mendrofa atas segala jerih payah

dan pengorbanannya yang tiada terhingga dalam mengasuh, mendidik,

membimbing Penulis sejak lahir, serta senantiasa mengiringi Penulis dan keluarga

dengan doa yang tiada putus.. Dan tidak lupa pula dengan kerendahan hati yang

tulus dan ikhlas, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.

Budiman Ginting, S.H., M.Hum dan sekaligus selaku pembimbing I yang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan sangat

mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini;

2. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak

Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum

3. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu

Puspa Melati, S.H., M.Hum

4. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak

Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum

5. Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H

6. Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H

7. Terima kasih kepada Pembimbng I Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum

yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan

sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini.

8. Terima kasih kepada Pembimbng II Ibu Dr. Detania Sukarja, S.H, LL.M

yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan

sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini.

9. Bapak/ Ibu dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah berjasa menyumbangkan Ilmunya yang sangat berarti

bagi masa depan saya,

10. Kakak dan adik yang Penulis sayangi yaitu Putri Desi Perdana, Indra Febri

Tri Syaputra dan Natasya Salsabila atas kasih sayang dan dukungan

semangat yang diberikan kepada Penulis;

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

11. Kepada sahabat terbaik, Luthfiya Nazla Marpaung yang selalu menjadi

teman dalam suka dan duka, yang memberikan dukungan, motivasi, kasih

sayang dan mendengarkan keluh kesah Penulis serta membantu Penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada sahabat WR, Prasetyo, Aldrian, Hanif, Mahdi, Dias, Michael,

Ilham, Rahmad, Rifqy, Reno, Dt Ananda, Rachwi, Ajir, Juli, Fajar, sayyid,

dan Aris atas semangat, canda tawa, kebersamaan dan dukungan yang

telah diberikan kepada Penulis.

13. Kepada Sahabat Penulis, Fachri Huseini, Rizky, Ardiansyah Marbun atas

dukungan, semanagat dan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

14. Teman-teman seperjuangan pada Grup D Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara 2014, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

15. Seluruh keluarga besar alumni/senioren Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) Komisariat Fakultas Hukum USU yang memberikan semangat,

canda tawa, serta motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi

Penulis.

16. Seluruh keluarga Besar BTM Alladinsyah, S.H., yang telah meberikan

semangat serta motivasi kepada Penulis.

17. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu Penulis dalam menyelesesaikan skripsi.

Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini

memberi manfaat bagi semua pihak dalam menambah dan memperkaya wawasan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis, mudah-mudahan dapat memadukan

dan mengimplementasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan atas

perkembangan hukum yang ada dalam maasyarakat.

Penulis menyadari pula, bahwa substansi Skripsi ini tidak luput dari

berbagai kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa

bantuan, nasehat, bimbingan, arahan, kritikan. Oleh karenanya, apapun yang

disampaikan dalam rangka penyempurnaan Skripsi ini, penuh sukacita Peneliti

terima dengan tangan terbuka.

Semoga Skripsi ini dapat memenuhi maksud penulisannya, dan dapat

bermanfaat bagi semua pihak, sehingga Ilmu yang telah diperoleh dapat

dipergunakan untuk kepentingan bangsa.

Medan, Januari 2018

Penulis,

Andika Pribadi Waruwu

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI .............................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 5

D. Keaslian Penulisan ................................................................. 6

E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 7

F. Metode Penelitian .................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ............................................................ 11

BAB II KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN KOMANDITER

DALAM KEPAILITAN

A. Kedudukan Hukum mengenai Badan Usaha ......................... 13

1. Bentuk Badan Usaha ......................................................... 15

2. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer ................... 19

B. Kepailitan Badan Usaha ......................................................... 27

C. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer Apabila

Terjadinya Pailit ..................................................................... 36

BAB III AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI

KEPAILITAN

A. Akibat Hukum dari Kepailitan ............................................... 39

1. Akibat Hukum terhadap Putusan Pengadilan .................... 40

2. Akibat Hukum terhadap Harta Kekayaan ......................... 50

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

ii

B. Tanggung Jawab atas Terjadinya Kepailitan

1. Tanggung Jawab Sekutu atas Kepailitan Persekutuan

Komanditer ........................................................................ 56

BAB IV ANALISA PUTUSAN HUKUM DALAM KEPAILITAN

CV OLEH PUTUSAN PENGADILAN (PUTUSAN

NO. 5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN)

A. Duduk Perkara

1. Perkara Nomor 5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN....... 62

2. Pertimbangan Hakim ......................................................... 64

3. Putusan .............................................................................. 65

B. Analisa ................................................................................... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 73

B. Saran ...................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

iii

ABSTRAK

Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan Komanditer Yang

Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn)

Andika Pribadi Waruwu *

Sunarmi **

Detania Sukarja ***

Dalam kepailitan terhadap CV, maka akan ada pengurus CV yang akan

bertanggungjawab atas pailitnya CV. Dalam pertanggungjawabannya terdapat dua

(2) sekutu yang akan bertanggungjwab atas pailitnya CV. Adapun sekutu tersebut

adalah sekutu koplementer (aktif) yaitu sekutu yang bertanggungjawab samapi

kepada harta pribadi atas pailitnya CV sedangkan sekutu komanditer (pasif) yaitu

sekutu yang bertanggungjawab hanya sebatas modal yang diberikan kepada CV.

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana kedudukan hukum

CV terhadap kepailitan dan sistem hukum di Indonesia, Bagaimana akibat hukum

dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitan CV, Bagaimana putusan hukum

dalam kepailitan CV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini

adalah penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka.

Adapun pengumpulan secara studi pustaka yaitu dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder serta mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis

yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini misalnya buku-buku ilmiah,

peraturan perundang-undngan, tesis, jurnal hukum dan internet dan lainlain yang

memiliki keterkaitan dengan skripsi ini.

Di dalam institusi yang berbentuk CV, diantara kedua macam sekutu

hanya sekutu komplemeter atau pengurus saja yang dapat mengadakan hubungan

hukum ekstern dengan pihak luar, sedangkan sekutu komanditer tidak mempunyai

kewenangan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Perbedaan

kewenangan ini mewakili dan tanggung jawab yang ada pada kedua sekutu.

Sehingga dalam pertanggungjawab antara sekutu komanditer dan komplementer

atas kepailitan CV ialah berbeda. Akibatnya sekutu komplementer akan

menanggung atas pailitnya CV sampai kepada harta pribadi, berbeda dengan

sekutu komanditer hanya sebatas modal yang diberikan.

Kata Kunci : Kepailitan , Tanggung Jawab, Sekutu

*) Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***) Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang hidup memerlukan uang atau dana untuk membiayai keperluan

hidupnya. Demikian halnya juga dengan suatu badan usaha, uang diperlukan

untuk membiayai perusahaannya. Sebelum orang mengenal uang sebagai alat

pembayaran, apabila seseorang memerlukan sesuatu dari alam maka orang itu

akan mendapatkannya secara langsung. Namun apabila barang tersebut tidak

dapat diperoleh juga, maka orang akan melakukan barter yaitu menukar barang

yang dimilikinya dengan barang yang diperlukan orang lain. Setelah orang

mengenal uang sebagai alat pembayaran, ia tidak lagi melakukan barter dan

berusaha untuk memperoleh uang sebagai alat pembayaran bagi barang yang

dibutuhkannya.1

Dewasa ini perkembangan perekonomian dan perdagangan di Indonesia

mengakibatkan adanya persoalan di dalam masyarakat. Masyarakat untuk

memenuhi suatu kebutuhan hidup memerlukan nilai tukar atau yang disebut

“uang” untuk dapat membeli sesuatu agar dapat melangsungkan kegiatan

berkehidupan. Dalam melakukan kegiatan usaha tentu ada kebutuhan yang harus

dipenuhi, yang mana kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan usaha yang

dijalankan. Jadi sama halnya dengan orang, usaha juga memerlukan uang untuk

dapat menggerakkan suatu kegiatan usahanya agar usaha tersebut tetap berjalan.

1 Sutan Remi Sjahdeini, “Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 tahun

2004 tentang Kepailitan”, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 2

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

2

Sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Belanda pernah menjalakan

usaha di Indonesia dalam bentuk badan usaha yang bermacam-macam. Bentuk-

bentuk badan usaha tersebut pun menjadi salah satu peninggalan pemerintah

Belanda yang masih ada hingga saat ini. Di antaranya ada yang telah berganti

nama kedalam bahasa Indonesia dan masih ada juga yang mempergunakan nama

aslinya. Nama-nama yang masih asli dan terus digunakan sesuai fungsinya yaitu

Maatschap (Persekutuan Perdata), Firma, dan Persekutuan Komanditer(“CV”).

Nama yang sudah diubah menjadi bahasa Indonesia seperti Perseroan Terbatas

(“PT”) yang berasal dari Naamloze Vennootschapatau yang disebut (“NV”).2

Selama menjalankan usaha, suatau badan usaha terkadang tidak mencapai

tujuan dalam mencari keuntungan sesuai harapan kadang kala membuat akibat

yang mana badan usaha mengalami kerugian. Apabila suatu badan usaha

mengalami kerugian, maka para pengurus berupaya sedapat mungkin

meminimalisir kerugian sehingga tidak mengalami kerugian yang lebih besar.

Adapun upaya-upaya tersebut yaitu :3

1. Pergeseran bidang usaha yang dijalankan

2. Fokus menjalankan satu bidang usaha

3. Efisiensi kerja dan tenaga kerja

4. Efisiensi permodalan dibeberapa bidang (missal untuk bidang

pemasaran ataupun produksi); dan

5. Meminjam (modal uang atau barang) dari pihak lain atau pihak ketiga

guna menunjang keberlangsungan usaha.

2I.G. Rai Widjaya, “Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana

Undang-Undang di Bidang Usaha)”, (Bekasi: Kesain Blanc, 2005), hlm. 1 3 Firman Gusri, Tesis : “Tanggung Jawab Sekutu Commanditaire Venootschap dalam

Kepailitan” (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang, 2010), hlm 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

3

Suatu keadaan dimana si pengusaha tidak mampu lagi membayar utang-

utangnya, apabila keadaan seperti itu terjadi maka baik atas kesadaran pihak

pengusaha ataupun atas perkarsa dari pihak lain dapat meminta pengembalian

utang dengan kompensasi sesuai dengan kesepakatan kedua pihak, namun jika hal

itu tidak tercapai maka pihak yang memberikan pinjaman (kreditor) dapat

menempuh jalur lain yaitu mengajukan permohonan pernyataan pailitperusahaan

yang berutang (debitor).4 Selain hal tersebut, lembaga kepailitan juga

menyediakan mekanisme yang terbuka, baik oleh pihak debitur maupun kreditur,

sehingga dapat dicapai suatu putusan yang adil, cepat, dan efektif dalam

penyelesaian utang piutang.5

Di Indonesia, CV telah dikenal badan usaha untuk menjalankan suatu

bisnis. Dalam menjalankan usaha maka perlu seseorang atau beberapa orang

untuk menjalakannya yaitu pengusaha. CV masih memiliki eksistensi di kalangan

pengusaha di Indonesia, karena sistem kerja yang ramah terutama untuk

pengusaha yang baru menapaki jejak di dunia usaha. Meskipun begitu, CV juga

tidak kalah bernilai jika dibandingkan dengan PT. Namun, tidak semua kalangan

pengusaha maupun orang awam terbiasa dengan perbedaan antara CV dengan PT.

Secara yuridis, CV dan persekutuan firma memiliki persamaan sifat dan

karakteristik, baik dari sisi pendirian, hubungan antar sekutu, maupun persamaan

dari sisi pembubaran badan usaha. Perbedaannya hanya terletak pada adanya

keberadaan sekutu komanditer sebagai sekutu yang hanya memberikan modal

kepada persekutuan tanpa ikut serta dalam pelaksanaan kegaiatan usaha.

4Ibid., hlm 16.

5 R.Anton Suyatno, “Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, (Jakarta:

Kencana, 2012), hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

4

Sekutu komanditer tersebut tidak ikut serta dalam mengurus jalannya CV,

melainkan hanya sekutu komplementer sebagai sekutu aktif yang mengurus

jalannya CV tersebut. Sekutu komplementer juga diartikan sebagai sekutu aktif

yang mengurus dan menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan hukum

dengan pihak ketiga, sedangkan sekutu komanditer dapat diartikan juga sebagai

sekutu yang tidak memiliki wewenang dalam menjalankan perusahaan tetapi

memiliki kewajiban memberi pemasukan modal kepada perusahaan.6

Status hukum seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan

seseorang yang meminjamkan atau menanamkan modal pada suatu perusahaan.

Yang diharapkan dari penanaman modal tersebut yaitu hasil keuntungan dari

modal yang ditanamnya. Sekutu komanditer sama sekali tidak ikut terlibat

mencampuri pengurusan dan pengelolaan CV yakni seolah-olah tidak berbeda

dengan pelepas uang.7

Sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatannya dalam bidang

ekonomi, CV juga dapat mengalami kepailitan. Kepailitan dalam CV dapat terjadi

oleh beberapa sebab, misalnya CV yang mempunyai banyak utang sehingga jatuh

pailit, dan harta benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utangnya.

Dalam hal CV mengalami kepailitan, terdapat pertanggungjawaban dari para

sekutu, baik dari sekutu komplementer maupun sekutu komanditer.8

Namun adakalanya ketika sekutu komanditer bertindak lebih jauh untuk

mencampuri kegiatan pengurusan, ia ikut bertanggung jawab secara pribadi

6 Rr. Dijan Widijowati, “Hukum Dagang”, (Yogyakarta: Andi Offset, 2012), hlm. 62

7 Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 17

8 Novita Diana Safitri dan Made Mahartayasa, “Pertanggungjawaban Sekutu Dalam

Persekutuan Komanditer Yang Mengalami Kepailitan”, diakses dari ojs.unud.ac.id pada tanggal

10 Januari 2018 pukul 17.10

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

5

memikul seluruh utang CV secara solider.9Berdasarkan uraian diatas, maka studi

kasus dalam skripsi ini adalah pailitnya sekutu komanditer pada CV sesuai

putusan pengadilan Negeri Medan Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan sistem hukum di

Indonesia?

2. Bagaimana akibat hukum dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitanCV ?

3. Bagaimana putusan hukum dalam kepailitanCVoleh putusan nomor

5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini

adalah :

a. Untuk kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan sistem hukum di

Indonesia

b. Untuk mengetahui tentang akibat hukum dan tanggungjawab sekutu

dalam kepailitanCV

c. Untuk mengetahui dan menganalisaputusan hukum dalam

kepailitanCV boleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.

9Indonesia (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 21, LN Tahun 1938

Nomor 276.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

6

2. Manfaat Penulisan

Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan

skripsi ini adalah:

a. Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan

memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu

hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan

khususnya di bidang kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan

sistem hukum di Indonesia

b. Secara praktis uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan

secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang

akibat hukum dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitanCV

c. Sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang

ingin Universitas Sumatera Utara mengadakan penelitian yang lebih

mendalam lagi mengenai akibat hukum dan putusan hukum terhadap

kepailitan CV

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan, belum ada

penelitian tentang Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam CV Yang Mengalami

Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn),sesuai dengan

judul skripsi ini. Telah dilakukan juga pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

7

Arsip Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU/ Pusat

Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum USU, yang menyatakan bahwa

”Tidak Ada Judul yang Sama”. Maka berdasarkan hal itu wajarlah bila penelitian

terhadap judul skripsi tersebut tetap dilanjutkan. Diadakan juga penelusuran

mengenai berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang

penelusuran yang dilakukan belum ada yang pernah mengangkat topik tersebut.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian dan Pengaturan tentang Debitur dan Kreditur

Pengertian kreditor dan debitor yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 dan

3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (“UUKPKPU”) yaitu Pertama, Pasal 1 angka 2

yang berbunyi kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian

atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kedua, Pasal 1

angka 3 yang berbunyi debitor adalah orang yang mempunyai uang karena

perjanjian atau Undang-Undang yang dapat pelunasannya dapat ditagih dimuka

pengadilan.10

2. Pengertian dan Pengaturan Tentang Kepailitan

Hukum kepailitan di Indonesia diatur dalam Faillismentsverordening (S.

1905 No. 217 jo S. 1906 No. 438) kemudian diubah dan ditambah dengan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 yang

kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan

10

Indonesia (Kepailitan), Undang-Undang tentang Kepailitan Undang-Undang No.

37/2004 tentang Kepailitan, Pasal 1, LN Tahun 2004 Nomor 131, TLN Nomor 4443.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

8

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998Tentang

Perubahan atas Unadang-Undang Tengang Kepailitan Menjadi Undang-Undanng,

yang kemudian diganti dengan UUKPKPU.

Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata “pailit”. Bila ditelusuri

lebih mendasar, istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda,

Prancis, Latin, dan Inggris, dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam Bahasa

Belanda, pailit berasal dari istilah “failliet” yang mempunyai arti ganda yaitu

sebagai kata bendadan kata sifat. Dalam Bahasa Prancis, pailit berasal dari kata

“failliet” yaitu pemogokan atau kemacetan pembayaran; sedangkan orang yang

mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Prancis dinamakan “lefali”. Kata

kerja “failir” berarti gagal. Dalam bahasa Inggris dikenal kata “to fail” dengan

arti yang sama; dalam bahasa Latin disebut “failure”. Didalam Negara-negara

yang berbahasa Inggris pailit dan kepailitan dikenal dengan kata ”bankrupt” dan

“bankruptcy”.11

Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau “Bankrupt adalah “the state or

condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is

unable to pay its debt as they are or become due”. The term includes a person

against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary

petition, or who has been adjudged a bankrupt.12

Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila

harta seluruh harta debitor tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya

kepada seluruh kreditornya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah proses

11

Rachmadi Usman, “Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia”, (Jakarta: PT. Gramedia

Pusataka Utama, 2004), hlm, 11. 12

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, “Seri Hukum Bisnis dalam Kepailitan”, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Pustaka, 1999) hlm. 11

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

9

pembagian harta kekayaan dari debitor terhadap para kreditornya. Kepailitan

merupakan jalan keluar untuk pendistribusian hartake kayaan debitor yang

nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil. Kepailitan merupakan exit

from financial distress yaitu suatu jalan keluar dari persoalan yang membelit yang

secara finansial tidak bisa diselesaikan.13

Kepailitan adalah sita umum atas harta

kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh

kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas.14

Sementara itu, menurut UUKPKPU tujuan kepailitan ialah :

a. Memberikan forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai

penagih terhadap asset debitor yang tidak mencukupi untuk membayar

utang.

b. Menjamin pembagian yang sama dan seimbang terhadap harta debitor

sesuai dengan asas ”paripassu”.

c. Mencegah agar debitor tidak melakukan tindakan yang merugikan para

kreditor.

d. Melindungi kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka.

e. Memberikan kesempatan pada debitor dan pada kreditornya untuk

melakukan restrukturisasi utang debitor.

f. Memberikan perlindungan pada debitor yang beritikad baik dengan cara

pembebasan utang.15

13

Sunarmi, “Hukum Kepailitan”, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 19 14

Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 1 15

Titik Tejaningsih, “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Separatis Dalam

Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Yogyakarta: FH UII PRESS, 2016), hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

10

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode

penelitian hukum normatif, dengan menggunakan menggunakan penelitian hukum

kepustakaan (library research) yang mengacu pada data sekunder. Penelitian ini

bersifat deksriptif bermaksud untuk menjabarkan secara detail aturan-aturan

hukum yang ada, dan mengkaitkannya dengan realita yang sedang terjadi. Data

sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari masyarakat atau

berupa bahan-bahan kepustakaan. Dilihat dari segi kekuatan hukumnya, maka

data sekunder yang dipakai dalam penulisan ini berupa :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang

terkait, antara lain Kitab Hukum Undang-undang Dagang (“KUHD”),

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Per”),UUKPKPU.

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan

judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-

laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang

diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia,

dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk

melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

11

G. SistematikaPenulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa

tahapan yang disebut dengan bab. Dimana masing-masing bab dibagi dalam

beberapa sub bab yang masing-masing bab diuraikan masalahnya secara

tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan

yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan

keseluruhan kedalam 5 (lima) bab terperinci. Adapun sistematika penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

BAB I ini Memuat latar belakang pembuatan penelitian,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian

dan sistematika penulisan penelitian ini.

BAB II : KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN

KOMANDITER DALAM KEPAILITAN

BAB II ini terdiri dari tiga sub-bab, yaitu: kedudukan

hukum mengenai badan usaha di Indonesia, kepailitan

badan usaha, dan kedudukan Hukum Persekutuan

Komanditer Apabila Terjadinya Pailit. Kedudukan hukum

mengenai badan usaha di Indonesia terdiri dari; bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

12

badan usaha dan kedudukan hukum persekutuan

komanditer.

BAB III : AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI

KEPAILITAN CV

BAB III ini terdiri dari dua sub-bab, yaitu: akibat hukum

dari kepailitan, dan tanggung jawab atas terjadinya

kepailitan. Sub-bab 1 terdiri dari akibat hukum terhadap

putusan pengadilan dan terhadap harta kekayaan, sub-bab 2

terdiri dari tanggung jawab sekutu atas kepailitan Perseroan

Komanditer

BAB IV : ANALISA PUTUSAN HUKUM DALAM

KEPAILITAN CV OLEH PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI MEDAN (PUTUSAN NO. 5/PDT.SUS-

PAILIT/2016/PN.MDN)

BAB IV ini membahas dari tiga sub yaitu tentang duduk

perkara yaitu terdiri dari perkara no. 5/PDT.SUS-

PAILIT/2016/PN.MDN dan pertimbangan hakim, serta

analisis putusan

BAB V : PENUTUP

BAB V Merupakan bab penutup yang membahas

kesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran-saran.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

13

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

14

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN KOMANDITER DALAM

KEPAILITAN

A. Kedudukan Hukum mengenai Badan Usaha di Indonesia

Badan usaha adalah suatu organisasi yang merupakan kesatuan yuridis

(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba/keuntungan.16

Badan

usaha merupakan perusahaan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan

penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki kepentingan,

kehendak, dan usaha yang sama diantara pendiri perusahaan.17

Badan usaha sering kali disamakan dengan perusahaan, padahal badan

usaha dengan perusahaan merupakan wadah yang berbeda. Perusahaan adalah

setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan,

bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk

memperoleh keuntungan atau laba.18

Ketika badan usaha adalah lembaga atau

organisasi, maka perusahaan adalah tempat dimana badan usaha mengolah faktor-

faktor produksi.19

Berkaitan dengan pengertian perusahaan ada dua aliran yang berbeda,

pertama, membedakan pengertian “Perusahaan” dan “Badan usaha” sedangkan

yang kedua, aliran yang tidak membedakanhal tersbut.20

Bagi yang menganut

aliran pertama, maka pengertian badan usaha adalah suatu badan organisasi yang

16

Endra Murti Sagoro, “Bentuk Badan Usaha”, diakses dari staffnew.uny.ac.id pada

tanggal 11 Januari 2018 pukul 18.24 WIB. 17

Rr. Dijan Widiojawati, op.cit, hlm. 20 18

Indonesia (Wajib Daftar Perusahaan), Undang-Undang tentang wajib Daftar

Perusahaan, Undang-Undang No. 3/1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal 1 huruf b, LN

Tahun 1982 Nomor 7, TLN Nomor 3214 19

Rr. Dijan Widiojawati, op.cit, hlm. 19. 20

HMN. Purwosutjipto,op.cit, hlm. 15-16

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

15

dengan mempergunakan factor-faktor produksi berusaha mencari laba sedangkan

perusahaan adalah tempat dimana factor-faktor produksi tersebut dipadukan

dengan mana dapat diprodusir hasil atau jasa. Maka apabila ada badan usaha tanpa

perusahaan berarti hanya ada organisasi formil, tetatpi tidak melakukan kegiatan

yang produktif dan dengan demikian usaha untuk mencari laba tidak dijalankan.

Sebaliknya apabila perusahaan tanpa badan usaha berarti ada kegiatan produktif

tetapi tidak ada organisasi yang menentukan kebijakan (policy), dan yang

mengaturnya.21

Aliran kedua tidak membedakan pengertian seperti pada pendapat yang

pertama. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang bertujuan mencari laba

dengan mempergunakan faktor-faktor produksi menghasilkan barang atau jasa

untuk keperluan masyarakat.22

Dengan kata lain badan usaha adalah suatu lembaga, sedangkan

perusahaan adalah tempat badan usaha tersebut beroprasi untuk mencapai tujuan.

Sebuah badan uaha bisa memiliki lebih dari satu perusahaan untuk

memaksimalkan laba. Sederhananya, perbedaan badan usaha dengan

perusahaan:23

a. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa, sedangkan badan usaha

akan menghasilkan untung/rugi.

b. Perusahaan bisa dalam bentuk instansi, toko, pabrik, sedangkan badan

usaha bentuknya CV, PT, Firma, Koperasi, Yayasan.

21

Komarudin, “Ekonomi Perusahaan dan Menejemen” ( Bandung : Alumni, 1979), hlm.

72. 22

Ibid., 23

Max Manroe, “Pengertian Badan Usaha”, diakses dari

http://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-badan-usaha.html pada tanggal 11 Januari 2018

pukul 19.10

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

16

c. Perusahaan adalah alat yang digunakan oleh badan usaha untuk

memperoleh barang dan jasa yang dapat menghasilkan laba atau

kerugian

1. Bentuk badan Usaha

Badan usaha ada dua yaitu badan usaha yang berbadan hukum dan badan

usaha yang tidak berbadan hukum. Sebelum menjelaskan pengertian keduanya,

suatu badan usaha dapat dilakukan oleh perseorangan atau beberapa orang sebagai

suatu perkumpulan. Perkumpulan berarti kumpulan tersebut terdiri dari beberapa

orang. Perkumpulan di sini mempunyai arti luas dan mempunyai empat unsur

yaitu :24

a. adanya unsur kepentingan bersama

b. adanya unsur kehendak bersama

c. adanya unsur tujuan

d. adanya unsur kerjasama yang jelas

Keempat unsur ini selalu ada pada tiap-tiap perkumpulan baik yang

berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Perbedaan yang sangat

mencolok antara bentuk usaha yang berbadan hukum dan bentuk usaha yang tidak

berbadan hukum, tampak sekali dari prosedur pendirian badan usaha tersebut.

Untuk mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan dari

pemerintah, misalnya dalam hal mendirikan PT, mutlak diperlukan pengesahan

akta pendirian dan anggaran dasarnya oleh pemerintah (Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia cq. Direktorat Perdata).Sementara bentuk usaha yang tidak

24

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Bisnis (Edisi Revisi), (Jakarta:Rineka Cipta,

2007), hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

17

berbadan hukum,syarat adanya pengesahan akta pendirian oleh pemerintah tidak

diperlukan. Misalnya untuk mendirikan CV walaupun didirikan dalam sebuah

aktanotaris, di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tetapi tidak

diperlukan adanya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia cq.

Direktorat Perdata.25

Secara teoritis badan usaha dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu

badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk

badan hukum. Secara sepintas kedua golongan badan usaha ini tidak memiliki

perbedaan, namun jika dilihat dari perspektif hukum perusahaan maka kedua

golongan badan usaha ini memiliki perbedaan yang mendasar yaitu mengenai

tanggung jawab.26

Tanggung jawab badan usaha dibedakan antara badan usaha yang

berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum.

Namun menurut Komarudin, jika dilihat dari tanggung jawab peserta badan usaha

yakni dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Badan usaha yang anggota-anggotanya bertanggung jawab penuh

dengan seluruh harta bendanya, yang termasuk kedalam golongan ini

adalah usaha seseorang (eenmanszaak) dan Firma

2. Badan usaha yang anggota-anggotanya tidak bertanggung jawab

dengan seluruh kekayaannya, yang termasuk dalam golongan ini

adalah PT

3. Bentuk peralihan, yang termasuk dalam golongan ini adalah CVyaitu

CV memiliki 2 jenis kemitraan yaitu mitra yang dapat disamakan

25

Ibid, hal 3 26

Mulhadi, “Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia”, (Bogor :

Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

18

dengan PT yaitu adanya sekutu pasif, dan adanya sekutu aktif yang

bertanggung jawab hingga kepada harta kekayaan pribadinya. 27

Badan usaha yang berbentuk badan hukum memiliki unsur yaitu28

Pertama, harta kekayaan sendiri, artinya adanya pemisahan harta kekayaan antara

para pendiri badan usaha dengan para pengurus badan usaha. Ketika terjadinya

utang dari badan usaha ini kepada pihak ketiga, para pihak tidak bertanggung

jawab hingga ke harta pribadinya melainkan hanya sebatas seluruh jumlah harta

kekayaan badan usaha tersebut meskipun tidak mencukupi pembayaran utang

yang ada. Kedua, badan usaha ini memiliki hak dan kewajiban yang jelas tertuang

dalam Anggaran Dasar maupun Peraturan Perundang-Undangan yang ada di

Indonesia, misalnya kewajiban direksi yang ada dalam Undang-Undang Nomor

40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Ketiga, dapat melakukan

perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum

(rechtsbetrekking), yaitu misalnya dapat digugat dan menggugat di depan

pengadilan. Yaitu Perusahaan Terbatas, Perusahaan Umum, Perusahaan

Perseroan, Perusahaan Daerah, Koperasi, dan Yayasan.

Sedangkan untuk badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum yaitu29

Pertama, tidak dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum karena

bukan merupakan subjek hukum. Adapun subjek hukum yaitu manusia dan badan

hukum.30

Manusia sebagai pembawa hak sejak ia dilahirkan hingga ia meninggal

dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum, bagi yang belum atau tidak cakap

hukum dapat diwakili oleh orang lain. Badan hukum sebagai subjek hukum adalah

27

Komarudin,op.cit, hlm. 74. 28

Law File, “Perbedaan Bentuk Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum”

diakses dari lawfile.blogspot.id pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 11.00 WIB. 29

Ibid, 30

Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

19

pembawa hak yang tak berjiwa tetapi dapat melakukan persetujuan-persetujuan,

memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.

Kedua, kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum diletakkan pada mitra

atau sekutu dari badan usaha tersebut, dengan pembatasan peraturan yang

ditetapkan oleh undang-undang. Ketiga, harta kekayaan perusahaan dan pribadi

tidak terpisah dengan jelas atau pada prinsipnya usaha ini tidak memiliki

kekayaan sendiri. Berbeda dengan badan usaha berbentuk badan hukum yang

pembayaran utang kepada pihak ketiga tergantung pada harta kekayaan yang ada,

namun pada badan usaha bentuk ini dapat melibatkan harta kekayaan pribadi dari

pengurusnya hingga lunasnya utang tersebut. Keempat, tidak mempunyai hak dan

kewajiban. Kelima, tidak dapat digugat dan menggugat bada usaha ini tetapi dapat

dilakukan pada pemilik atau pengurusnya karena merekalah secara tidak langsung

yang melakukan hubungan hukum. Yaitu Perusahaan Perseorangan, Persekutuan

Perdata, Firma, dan CV.31

Dalam menentukan badan hukum untuk sebuah bisnis ada hal-hal yang

perlu diperhatikan Pertama, perlu dilihat kebutuhan dari pemilik bisnis. Karena

ada bisnis yang membutuhkan badan usaha yang spesifik, sehingga harus riset

terlebih dahulu usahanya, kemudian perlu badan usaha yang spesifik atau tidak.

Kalau perlu, maka ia tidak memiliki aturan lain selain mengikuti aturan tersebut.

Misalnya rumah sakit harus PT atau Yayasan, berarti tidak boleh CV atau

Yayasan. Sehingga harus mengikuti aturan yang mengatur mengenai usaha yang

dijalankannya dalam bisnis yang sedang dijalankan. Keduapahami perlu adanya

hukum atau tidak. Jika sebuah usaha berbadan hukum akan ada pemisah yang

31

C.S.T Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1996), hlm. 118.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

20

menghalangi antara bisnis dengan pribadi. Karena apabila ada transaksi dengan

pihak ketiga maka yang dilihat bukan lagi tanggung jawab pribadi. Ketiga, budget

merupakan hal yang sangat penting dalam pendirian sbuah PT atau CV. Bentuk

usaha bisnis berbadan hukum atau tidak cukup berpengaruh terhadap kemajuan

dari sebuah bisnis. Salah satunya ketika pihak tersebut melakukan kerjasama

dengan pihak ketiga, juga ketika suatu usaha berbentuk badan hukum maka lebih

terkesan professional dan bonafit.32

2. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer

Sesuai dengan penjelasan mengenai bentuk badan usaha, maka CV

merupakan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum. Dasar hukum dari

CV hanya ada pada KUHDPasal 19-21. Dilihat dari Pasal 19 ayat (2), CV

memiliki hubungan hukum secara internal sebagai CVdan hubungan hukum

sebagai persekutuan firma secara internal.33

CV merupakan perseroan firma yang mempunyai satu atau lebih persero

sebagai pemberi pinjaman uang, ini diuraikan dalam Pasal 19 KUHD :34

Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut

juga perseroan komanditer, didirikan antara seseorang atau beberapa orang

persero yang bertanggung jwab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya,

dan satu orang atau lebih sebagai pemberi pinjaman uang. Suatu perseroan dapat

sekaligus berwujud perseroan firma terhadap perseroan-perseoan firma di

dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang.

Rumusan Pasal 19 KUHD mendapat perhatian khusus dari kalangan ahli

hukum berkenaan dengan istilah “Geldschieters” terhadap pengertian

32

HAG, “Menentukan Badan Usaha Untuk Bisnis”, diakses dari

http://m.hukumonline.com/berita/baca/it575022048e656/3-hal-ini-perlu-diperhatikan-sebelum-

sebelum-menentukan-badan-hukum-untuk-bisnis pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 08.00 33

Indonesia (KUHD),op.cit, Pasal 19. 34

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

21

“Commanditaire” yang memberikan suatu pengertian bahwa komanditer adalah

identik dengan tiap-tiap orang yang meminjamkan uang (gelduittener), oleh sebab

itu ia akan menjadi seorang penagih (schuldeiser). Pada hal pengertian

komanditer dalam CV bukanlah menjadi seorang penagih atas uang yang telah

dilepaskannya. Seorang komanditer adalah sebagai peserta dalam suatu

perusahaan yang memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh keuntungan dan

pembagian sisa dari harta kekayaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.

Disamping itu memikul resiko apabila perusahaan mengalami kerugian sesuai

dengan jumlah modal yang dimasukkannya. Sebaliknya ia juga tidak

diperbolehkan menarik modal yang telah diserahkan selama perusahaan masih

berjalan/berlangsung.35

Para pakar hukum mengatakan bahwa KUHD telah “salah” mengunakan

perkataan “Geldschieter” untuk menunjuk sekutu komanditer.36

Digunakannya

istilah geldschieter untuk sekutu komanditer telah menimbulkan kesalahpahaman

yang cukup prinsipil, oleh karena perbuatan hukum dari kedua istilah tersebut

mempunyai akibat hukum yang berbeda. CV juga bisa dikatakan mempunyai

bentuk yang mirip dengan firma sehingga dianggap merupakan bentuk khusus

dari firma, kekhususan ini karena adanya sekutu komanditer di mana sekutu ini

tidak terdapat dalam konstruksi firma.37

Sumber modal CV dalam menjalankan usahanya dapat ditinjau dari segi

internal maupun eksternal CV itu sendiri. Sumber modal internal yaitu dari

pemasukan modal (inbreng) para pengurus dan sumber modal eksternal misalnya

35

Soekardono, “Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua”, (Jakarta: Rajawali

Pers, 1991), hal 102 36

Ibid, hal 101 37

Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Perusahaan Indonesia”, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1999), hlm. 55

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

22

melalui pinjaman dari lembaga perbankan maupun lembaga non perbankan

dengan jaminan tertentu. Apabila pinjaman tersebut ternyata tidak dapat

dikembalikan saat jatuh tempo dan telah dapat ditagih maka CV tersebut dapat

diajukan pailit ke Pengadilan Niaga baik oleh Kreditor maupun oleh Debitor.38

Pembentukan CV diawali dengan adanya sekutu komplementer (sekutu

aktif) sebagai pendiri baik seorang maupun beberapa orang yang telah saling

kenal dan percaya, kadangkala para sekutu komplementer ini merupakan suatu

keluarga atau kerabat. Oleh karena dominannya unsur kekeluargaan di dalam

konstruksi CV sehingga turut mempengaruhi sistem yang ada dalam perusahaan.

Secara ekonomis hal ini berarti sebagai suatu institusi bisnis, perasaan, emosional

dan mentalitas para pribadi cenderung turut memberi pengaruh pada penentuan

kendali usaha. Secara yuridis, walaupun unsur kekeluargaan dominan tetapi tidak

berarti jika terjadi kerugian bisa melepaskan tanggung jawab.39

Undang-undang hanya menganggap adanya hubungan internal dari suatu

CV karena adanya keterbatasan hubungan sekutu komanditer yang tidak

berhubungan kepada pihak ketiga. Sekutu komanditer hanya memiliki hubungan

secara internal terhadap CV, yaitu adanya sejumlah pemasukan yang disepakati

olehnya dan persekutuan.40

Maka sekutu komanditer wajib menanggung

pelunasan seluruh kewajibannya terhadap perseroan. Karena hanya memiliki

hubungan secara internal, sekutu komanditer juga tidak memikul kerugian yang

38

Muhammad Reza, “Analisa Terhadap Kepailitan Persekutun Komanditer dan Akibat

Hukumnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailita dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Medan Nomor :

(01/PAILIT/2006/PN.Niaga.Mdn), diakses dari https://media.neliti.com/media/publictions/13953-

ID-analisis-terhadap-kepailitan-persekutuan-komanditer-dan-akibat-hukumnya-berdasa.pdf. pada

tanggal 13 Januari 2018 pukul 15.00 WIB. 39

Hexxy Nurbaiti Ariesi, ”Tanggung Jawab Pengurus Persekutuan Komanditer dalam

Keadaan Pailit”, diakses dari eprints.undip.ac.id pada tanggal 11 Januari 2018 pukul 19.20 40

Gunawan Widjaja, “Seri Aspek Hukum dalam Bisnis”, (Jakarta:Prenada Media, 2004),

hlm. 247

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

23

lebih dari jumlah uang yang telah dimasukkan olehnya sebagai modal dalam

persekutuan dan tidak mengembalikan keuntungan yang dinikmati sebagai harta

pribadinya.41

CV merupakan persekutuan firma dengan memiliki bentuk khusus, yaitu

terletak pada keberadaan sekutu komanditer yang tidak ada pada persekutuan

firma.42

Persekutuan firma hanya memiliki sekutu aktif (persekutuan firmant),

sedangkan CV memiliki sekutu aktif (sekutu komplementer) dan sekutu pasif

(sekutu komanditer atau sleeping partner). Hal ini selaras dengan Pasal 19

KUHD43

yang menyebutkan “perseroan secara melepas uang yang juga

dinamakan persekutuan komanditer, didirikan antara satu orang atau beberapa

orang yang secara tanggung-menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya

pada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak

lain”.44

Ciri khusus dari persekutuan komanditer adalah keberadaan sekutu

komanditer sebagai sekutu pemberi modal yang tidak ikut serta dalam mengurus

jalannya CV, selain sekutu komplementer sebagai sekutu yang aktif dalam

mengurus jalannya CV. Sekutu komplementer dapat diartikan juga sebagai sekutu

yang aktif mengurus dan menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan

hukum dengan pihak ketiga, sedangkan sekutu komanditer dapat diartikan juga

sebagai sekutu yang tidak memiliki wewenang dalam menjalankan perusahaan,

tetapi hanya mempunyai kewajiban memberi pemasukan modal kepada

perusahaan. Dengan kata lain, sekutu komanditer berfungsi seolah-olah sebagai

41

Mulhadi, op.cit, hlm. 62. 42

Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 58 43

Indonesia (KUHD),op.cit, Pasal 19 44

Indonesia (KUHD), loc.cit

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

24

pemegang merek pada bentuk CV, sehingga CV yang tidak memiliki sekutu

komanditer bukan merupakan CV. 45

Dari penjelasan diatas dapat kita tarik unsur-unsur dari Sekutu Pasif, yaitu:

tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha

perusahaan dan jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab

sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung. Sekutu pasif

(komanditer) mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :46

a. Wajib menyerahkan uang atau kekayaan lainnya kepada CV;

b. Wajib bertanggungjawab atas kewajiban persekutuan terhadap pihak

ketiga terbatas pada jumlah pemasukan yang telah disetor untuk modal

persekutuan;

c. Berhak memperoleh pembagian keuntungan; dan

d. Sekutu komanditer dilarang untuk melakukan pengurusan meskipun

dengan menggunakan surat kuasa. Akan tetapi, sekutu komanditer

boleh melakukan pengawasan jika ditetapkan dalam akta pendirian.

Apabila sekutu komanditer melakukan pengurusan persekutuan maka

tanggungjawabnya diperluas menjadi sama dengan sekutu

komplementer, yaitu tanggungjawab secara renteng.

Sekutu Pasif bertugas47

:

a. Wajib menyerahkan uang, benda ataupun tenaga kepada persekutuan

sebagaimana yang telah disanggupkan;

b. Berhak menerima keuntungan;

c. Tanggung jawab terbatas pada jumlah pemasukan yang telah

disanggupkan; dan

d. Tidak boleh campur tangan dalam tugas sekutu aktif (Pasal 20

KUHD), bila dilanggar maka tanggung jawabnya menjadi tanggung

jawab secara pribadi untuk keseluruhan (tanggung jawab sekutu aktif)

berdasarkan pasal 21 KUHD.

Sekutu aktif atau sekutu Komplementer (Pengurus), merupakan sekutu

yang menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak

45

Sentosa Sembiring, “Hukum Dagang”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.

52-53 46

Sugi Arto, “Jenis, Tanggungjawab, Hak, dan Kewajiban Sekutu Pada Persekutuan

Komanditer”, diakses dari aritonang.blogspot.co.id pada tanggal 14 Januari 2018 pukul 11.00 47

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

25

ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu

aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus atau sekutu

aktif adalah sekutu yang bertanggung jawab penuh terhadap jalannya perusahaan

termasuk bertanggungjawab atas utang piutang (harta pribadinya).48

Jadi unsur-

unsur dari Sekutu Aktif (Persero Pengurus)adalah berhak menjalankan perusahaan

dan melakukan perjanjian dengan pihak ketiga, semua kebijakan perusahaan

dijalankan oleh sekutu aktif dan jika perusahaan menderita rugi, tanggung jawab

persero aktifnya sampai dengan harta pribadi.

Sekutu aktif (komplomenter) mempunyai hak dan kewajiban sebagai

berikut :49

a. Wajib mengurus CV;

b. Wajib bertanggungjawab secara tanggung-renteng atas kewajiban CV

terhadap pihak ketiga;

c. Berhak memasukan uang atau kekayaan lainnya kepada CV; dan

d. Berhak menerima pembagian keuntungan.

Sekutu Aktif bertugas :50

a. Mengurus CV;

b. Berhubungan hukum dengan pihak ketiga; dan

c. Bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan

Sekutu dalam CV yang bertindak ke luar adalah anggota yang melakukan

pengurusan. Mereka inilah yang disebut ”Sekutu Komplementaris” (daden van

beheer). Sekutu Komplementaris berbeda kedudukannya dengan Sekutu

Komanditer. Dimana bahwa Sekutu Komplementaris dapat bertindak ke luar dan

48

Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 18 49

Sugi Arto, op.cit. 50

Ibid,

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

26

sebagai pengurus CV sedangkan Sekutu Komanditer hanya sebagai penanam

modal. Sehubungan dengan itu, dapat dikemukakan beberapa patokan51

:

a. Hanya anggota penguruslah yang dapat bertindak ke luar dari CV

yang disebut dengan ”Sekutu Komplementaris”

b. Apabila anggota Sekutu Komanditer ikut mencampuri pengurusan

CV, maka anggota tersebut harus mamikul akibat hukumnya yakni

dianggap dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua

tindakan pengurusan CV. Oleh karena itu, anggota tersebut ikut

bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh utang CV secara

solider; dankepada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaan

Firma (Fa), sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang

dilakukan anggota Fa lainnya sebab mereka mencampuri pengurusan

itu.

Tidak ada ketentuan yang jelas di dalam KUHD mengenai tata cara

pendirian CV. Landasan berdirinya suatu badan usaha adalah perjanjian, yaitu

para pihak yang membuat perjanjian dapat membuat apa yang mereka inginkan

sepanjang tidak melanggar undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dalam praktik pendirian CV, yakni dibuat dalam kerangka anggaran dasar

perseroan atas acuan dibuatnya akta autentik sebagai akta pendirian oleh notaris.52

Meskipun boleh dengan tidak menggunakan akta autentik melalui notaris, tetapi

demi mencapai kepastian hukum maka lebih baik digunakan akta autentik.

51

Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 21 52

Ibid, hlm. 47

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

27

CV merupakan perseroan pasif, nama persero komanditer tidak boleh

digunakan sebagai nama perseroan. Ini menjadikan persero komanditer tidak

boleh mengelola dan mengurus perseroan tersebut secara aktif, meskipun

mendapat surat kuasa sekalipun. Dan juga apabila seorang persero komanditer

ditunjuk menjadi komisiaris maka sekutu tersebut tetap berstatus sebagai

komanditaris, hal ini tetap membuat persero komanditer dilarang untuk campur

dalam pengelolaan dan pengurusan persero yang dijalankan oleh komplementaris.

Batas kerugian persero komanditer tidak akan melebih modal yang

dimasukkannya.53

ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 20 KUHD sebagai

berikut :54

Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea

kedua, maka nama persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma.

Persero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja

dalam perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa

sekalipun. Ia tidak ikut memikul kerugian lebih dari pada jumlah uang

yang telah dimasukkanya dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya

tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah

dinikmatinya.

CV dapat berakhir disebabkan faktor-faktor yang sama dengan faktor-

faktor yang mengakibatkan suatu persekutuan perdata dan persekutuan firma

berakhir, yaitu :55

1. Jangka waktu yang telah berakhir sesuai dengan yang telah ditentukan

dalam akta pendirian

53

Ibnu Khayat, “Badan Usaha Perseroan, Firma, dan Komanditer” diakses dari

http://ibnukhayathfarisanu.files.wordpress.com/2017/03/03-badan-usaha-perseroan-firma-

komanditer.pdf pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 18.30 WIB. 54

Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 20. 55

Indonesia (Burgelijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad

Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1646.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

28

2. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang menjadi tujuan

CV

3. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu

4. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada dibawah

pengampuan atau dinyatakan pailit.

Bentuk usaha CV ada 3 (tiga) macam yaitu :56

1. CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya dengan

terang-terangan kepada pihak ketiga.

2. CV terang-terangan, yaitu CV yang dengan terang-terangan

menyatakan dirinya sebagai CV kepada pihak ketiga.

3. CV dengan saham, yaitu CV terang-terangan yang modalnya terdiri

dari saham-saham. Persekutuan bentuk ini sama sekali tidak diatur

dalam KUHD.

B. Kepailitan Badan Usaha

Dasar hukum kepailitan yaitu ada pada Pasal 1131 dan Pasal 1132KUH

Per,Faillissements Verordening stbl 1905 jo.stbl 1906;348, UUKPKPU, UUPT,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (“UUPM”), Undang-

Undang Nomor. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (“UUHT”).

1. Azas Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdataEropa, sebagai

realisasi dua asas hukum yang terkandungdalam Pasal 1131 dan Pasal 1132KUH

Per.

56

H.M.N. Purwositjipto, “Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 : Bentuk- Bentuk

Perusahaan”, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 76

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

29

Pasal 1131 KUH Per, bahwa:57

“Segala kebendaan si berhutang, baik yangbergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yangsudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian

hari, menjadi tanggungan untuk segalaperikatan perseorangan”.

Pasal 1132 KUH Perdata, bahwa:58

“Benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminanbagi para kreditornya

bersama-sama dan hasilpenjualan benda-benda itu akan dibagi di

antaramereka secara seimbang, menurutimbangan/perbandingan tagihan-

tagihan merekakecuali bilamana di antara para kreditor terdapatalasan-

alasan pendahulu yang sah”

Kepailitansebagai perwujudan dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Per,

memiliki azas-azas yaitu:59

1. Apabila debitur tidak mebayar utangnya dengan sukarela walaupun

telah ada putusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi

utangnya, atau karena tidak mampu untuk membayar seluruh

hutangnya, maka seluruh harta bendanya disita untuk dijual dan hasil

penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua krediturnya menurut besar

kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah

untuk didahulukan

2. Semua kreditur mempunyai hak yang sama

3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas

timbulnya piutang mereka

Adapun azas-azas yang terdapat pada hukum kepailitan menurut

UUKPKPU60

yaitu Pertama adanya azas keseimbangan, yaitu fungsi kepailitan

adalah dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan

oleh debitur yang tidak jujur, dan di lain pihak dapat mencegah kreditur yang

tidak beritikad baik. Kedua, azas kelangsungan usaha, dimaksudkan memberi

kesempatan yang memungkinkan perusahaan debitur yang memiliki prospektif

tetap dilangsungkan. Ketiga, azas keadilan,ketentuan mengenai kepailitan dapat

57

Indonesia (Burgerlijk Wetboek), op.cit, Pasal 1131. 58

Ibid, Pasal 1132. 59

Materi Mata Kuliah Hukum Kepailitan oleh Bu Tri Murti, 2017 60

Sutan Remi Sjahdeini, op.cit, hlm. 51

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

30

memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Azas ini mencegah

terjadi kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran

atas tagihan-tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak

memperdulikan krediturnya. Keempat, azas integrasi, undang-undang kepailitan

mengintegrasikan sistem hukum formil dan materilnya merupakan kesatuan yang

utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Prinsip hukum merupakan ratio legis dari norma hukum. Prinsip hukum

merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling

luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang berarti bahwa peraturan hukum

tersebut pada akhirnya bisa dikembalikan kepada prinsip-prinsip hukum

tersebut.61

Prinsip hukum juga merupakan parameter untuk mengukur suatu

norma yang sudah pada jalur yang benar. Tak terkecuali dengan hukum

kepailitan, ada 3 prinsip hukum kepailitan yang menjadi prinsip utama

penyelesaian utang dari debitur terhadap krediturnya, yaitu :

1. Prinsip Paritas Creditorium, yaitu adanya keseteraan kedudukan para

kreditur yang menentuka bahwa kreditur mempunyai hak yang sama

terhadap semua harta benda debitur. Apabila debitur tidak mampu

membayar utangnya, maka harta kekayaan debitur menjadi sasaran

kreditur.62

2. Prinsip Pari Pasu Pronata Parte, yaitu harta kekayaan tersebut

merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasil-hasilnya

harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara

para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan

dalam menerima pembayaran tagihannya.63

3. Prinsip Structured Pronata, yaitu prinsip yang mengklasifikasikan dan

mengelompokkan berbagai macam debitur sesuai dengan kelasnya

masing-masing.64

Adanya dikenal kreditur preferen, yaitu kreditur

yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran

piutangnya seperti pemegang hak previlege, pemegang hak retensi,

61

M. Hadi Shubhan, “Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan”,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 25 62

Ibid., hlm. 27 63

Ibid., hlm. 29 64

Ibid., hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

31

dan lain sebagainya. Sedangkan kreditur yang memiliki jaminan

kebendaan diklasifikasikan sebagai kreditur separatis.

Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa kepailitan antara lain ditujukan

untuk menghindari dan menghentikan perebutan harta baik saling mendahului

maupun yang saling adu kekuatan, sehingga dengan adanya putusan pailit ini,

maka saling mendahului atau saling adu kekuatan dapat dihindari dan bahkan jika

hal itu sudah terlanjur terjadi, maka dapat dihentikan dengan putusan pailit ini.

Makna dari filosofis ini adalah demi perlindungan baik terhadap debitor pailit itu

sendiri maupun terhadap kreditornya.65

Perlindungan terhadap debitor akan

bermakna bahwa dengan adanya putusan pailit, maka eksekusi yang tidak legal

(unlawfull execution) dapat dihindari dan bahkan bisa dihentikan, demikian pula

eksekusi harta debitor yang kendatipun dalam koridor hukum akan tetapi dapat

lebih menguntungkan salah satu kreditor saja pun dapat dihindari misalnya,

dengan lebih dahulu melakukan aksi hukum terhadap debitor dibanding dengan

kreditor lain. 66

Sedangkan perlindungan terhadap para kreditor akan bermakna bahwa

kondisi masing-masing kreditor dapat bermacam-macam ada kreditor yang

memiliki piutang yang sangat besar akan tetapi, dari segi kondisi lain (misalnya,

power) ia lemah, ada kreditor yang memiliki piutang yang sangat besar dan

sekaligus memiliki kondisi (power) yang besar pula, ada kreditor yang

memilikipiutang kecil akan tetapi, memiliki kekuatan lain yang besar, dan ada

pula kreditor yang memiliki piutang kecil sekaligus hanya memiliki kekuatan

(power) yang kecil. Kondisi kreditor yang beraneka raga mini akan menimbulkan

65

Ibid, hlm. 168. 66

Ibid,

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

32

suatu keadaan chaotic (kacau), jika tidak ada rezim hukum yang menetralisasinya,

yakni hukum kepailitan ini. Bayangkan seorang kreditor yang memiliki utang

yang sangat besar akan tetapi, dia memiliki kekuatan (power) apa-apa seperti

kekuatan fisik, kekuatan lobi, dan kekuatan akses informasi, maka akan sangat

dirugikan kreditor lainnya yang memiliki kekuatan tersebut.67

2. Syarat Pengajuan Pailit

Syarat pengajuan pailit sesuaiUUKPKPU,yaitu :68

1. Debitur mempunyai 2 (dua) orang atau lebih kreditur. Berarti kalau

debitur mempunyai seorang kreditur saja, tidak dapat menggunakan

ketentuan kepailitan

2. Debitur tidak membayar sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh

tempo dan dapat ditagih. Pengertian utang yang telah jatuh tempo dan

dapat ditagih memiliki makna yang berbeda.69

Utang yang telah jatuh

tempo (expired) adalah utang yang telah sampai kepada tempo yang

diperjanjikan dalam perjajian dengan sendirinya menjadi utang yang

dapat ditagih. Tetapi utang yang dapat ditagih belum tentu telah jatuh

tempo.

3. Pihak-Pihak dalam Kepailitan

Dalam pengajuan permohonan kepailitan, UUKPKPUmengatur tidak

hanya subjek hukum yaitu orang perseorangan dan badan hukum yang dapat

67

Ibid, hlm. 169. 68

Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 2 69

Sunarmi, op.cit, hlm. 37

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

33

mengajuakan permohonan pailit dan yang dapat dinyatakan pailit. Yang dapat

mengajukan permohonan pailit yaitu:70

1. Debitur sendiri

2. Seorang atua beberapa orang kreditur

3. Kejaksaan demi kepentingan umum

4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur merupakan bank,

Badan Pengawas Pasar Modal dalam hak merupakan Perusahaan

Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Lembaga Penjaminan,

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

5. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi,

perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha negara yang

bergerak dibidang kepentingan publik

Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam

permohonan pailit berdasaarkan analisis peran Bank Indonesia ketika legal

standing permohonan pernyataan pailit terhadap bank tetap berada pada Bank

Indonesia. OJK hanya memberikan pertimbangan status bank apakah memiliki

dampak sistematik ketika bank yang dapat dimohonkan pernyataan pailit. Karena

pengaturan substansial bahwa bank yang dapat dimohonkan pernyataan pailit

adalah bank yang tidak berdampak sistemik. Sehingga OJK dalam hal ini dapat

memberikan pertimbangan atau berkoordinasi dengan BI dalam penentuan damak

sistemik suatu bank gagal. Hal ini berdasar bahwa BI masih memiliki kewenangan

di bidang macroprudentials. Sehingga kepastian hukum tentang kewenangan

untuk mempailitkan bank ada di Bank Indonesia sedangkan OJK hanya

memberikan pertimbangan status bank apakah memiliki dampak sistemik atau

tidak.71

70

Indonesia (Kepailitan),loc.cit 71

Rikki Josua Silitonga, “Kedudukan Bank Indonesia sebagai Pemohon Pailit Bank

setelah Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan”, diakses dari media.neliti.com pada tanggal 22 Januari

2018 pukul 13.34 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

34

Sedangkan pihak yang dapat dinyatakan pailit yaitu :72

1. Orang perseorangan, yaitu baik orang yang telah menikah atau belum

menikah. Untuk perseorangan yang telah menikah, UUKPKPU

mencampurkan harta kekayaan antara suami dan istri kecuali telah

ditentukan lain dalam perjanjian pemisahan harta kekayaan

2. Badan hukum, yaitu badan usaha yang berbadan hukum yang memiliki

pemisahan harta kekayaan dan pengurusannya sendiri. Seperti PT,

Yayasan, Koperasi

3. Badan usaha tidak berbentuk badan hukum, yaitu dalam pengajuan

permohonan pailitnya harus memuat nama dan tempat kediaman

masing-masing sekutu yang secara tanggung renteng terikat pada

seluruh utang

4. Harta peninggalan, terkhusus bagi orang meninggal yang memiliki

utang kepada pihak ketiga namun hingga ia meninggal utang tersebut

tidak dapat terlunasi.

Dalam kepailitan badan usaha, maka badan usaha berbentuk badan

hukumlah yang dapat dinyatakan pailit secara ke-organisasi-an atau ke-lembaga-

an. Adanya pemisahan harta kekayaan badan usaha berbentuk badan hukum yang

mengisyaratkan bahwa ketika dinyatakan pailit, badan usaha berbentuk badan

hukum tersebut tidak dapat melanjutkan segala kegiatan perusahaan. Tidak lagi

adanya perusahaan dengan nama yang sama dan anggaran dasar yang sama.

Sedangkan untuk badan usaha tidak berbentuk badan hukum, karena tidak adanya

72

Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

35

pemisahan harta kekayaan, maka yang diajukan permohonan pailit bukanlah

perusahaannya melainkan para sekutunya.73

Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus (daden van

behooren) dan melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking)

terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam kepailitan.74

Kehilangan hak

bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap

status diri pribadinya. Debitor yang dalam status pailit tidak hilang hak-hak

keperdataan lainnya serta hak-hak lain selaku warga negara seperti hak politik dan

hak privat lainya.75

Menurut Pasal 21 UUKPKPU, kepailitan meliputi seluruh kekayaan

debitor baik yang sudah ada pada saat pernyataan pailit diucapkan oleh majelis

hakim pengadilan niaga serta segala sesuatu yang baru akan diperoleh oleh

debitor selama berlangsungnya kepailitan.76

Pengertian yang dimaksudkan dengan

"selama berlangsungnya kepailitan" adalah sejak putusan pailit diucapkan oleh

majelis hakim pengadilan niaga sampai dengan selesainya tindakan pemberesan

atau likuidasi oleh kurator sepanjang putusan pengadilan niaga itu tidak diubah

sebagai akibat upaya hukum berupa kasasi atau peninjauan kembali.

Lengkapnya bunyi Pasal 21 UUKPKPU adalah sebagai berikut:

“Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat

putusanpernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang

diperolehselama kepailitan.”

Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU tersebut merupakan pelaksanaan dari dan

oleh karena itu sejalan dengan, ketentuanPasal 1131 KUH Perdata.

73

Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 25. 74

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 24 ayat (1) 75

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hlm. 190. 76

Indonesia (Kepailitan), op.cit., Pasal 21

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

36

Mengingat ketentuan Pasal 1131 KUH Per tersebut, harta kekayaan

debitor bukan saja terbatas kepada harta kekayaan berupa barang-barang tetap

seperti tanah, tetapi juga barang-barang bergerak, seperti perhiasan, mobil, mesin-

mesin, bangunan, Oleh karena berlakunya asas pemisahan horisontal dalam

hukum pertanahan (agraria) Indonesia, maka bangunan merupakan barang

bergerak. Sebagai konsekuensinya terhadap bangunan dapat dibebani dengan hak

jaminan berupa fidusia. Terhadap bangunan bahkan dapat pula dibebani dengan

hak jaminan berupa gadai asalkan bangunan tersebut diserahkan ke dalam

kekuasaan kreditor pemegang hak gadai yang bersangkutan.77

Termasuk pula barang-barang yang berwujud maupun yang tidak

berwujud seperti piutang atau tagihan. Termasuk bila di dalamnya terdapat

barang-barang, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang berada di dalam

penguasaan orang lain yang terhadap barang-barang itu debitor memiliki hak.

Barang-barang tersebut misalnya berupa barang-barang debitor yang disewa oleh

pihak lain atau yang dikuasai oleh orang lain secara melawan hukum atau tanpa

hak.

Setiap permohonan kepailitan, baik yang diajukan oleh debitur sendiri

maupun oleh pihak ketiga diluar debitur harus diajukan melalui pengacara yang

memiliki ijin beacara dipengadilan. Bahwa didalam ketentuan pasal 4 ayat (1)

menyatakan bahwa setiap permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada

pengadilan melalui panitera, untuk selanjutnya diproses berdasarkan ketentuan

yang berlaku.78Didalam UUKPKPU menyatakan bahwa “khusus untuk perkara-

perkara yang berhubungan dengan masalah kepailitan dan penundaan kewajiban

77

Sutan Remy Sjahdeni, op.cit, hlm.180. 78

Indonesia (Kepailitan), op.cit. Pasal 4 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

37

pembayaran utang, pengadilan niaga memeriksa dan memutuskan perkara pada

tingkat pertama dengan hakim majelis”.79

Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan,

setiap yang kreditur atau kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada

pengadilan. Walaupun demikian, permohonan penyitaan tesebut akan dikabulkan

oleh pengadilan jika penyitaan tersebut ternyata dikabulkan.80

Dalam undang-

undang kepailitan juga mengenal hak banding yang diberikan sesuai dengan pasal

8 UUKPKPU, sehingga hanya upaya hukum kasasi yang dapat diajukan oleh

pihak yang keberatan atau tidak puas dengan putusan peradilan tingkat pertama

(Pengadilan Niaga). Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan

oleh pengadilan, debitur yang dinyatakan pailit tidak lagi diperkenankan untuk

melakukan pengurusan atas harta kekayaan yang dinyatakan pailit.81

C. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer Apabila Terjadinya Pailit

CV sebagai badan usaha tidak berbentuk badan hukum memiliki

pertanggungjawabannya hingga ke harta kekayaan para sekutunya. Termasuk

kedalam pailit, yang dinyatakan pailit dalam CV adalah para pengurusnya bukan

badan usaha CV tersebut. Artinya CV yang dinyatakan pailit oleh keputusan

Pengadilan Niaga bukan berarti persekutuan tersebut berhenti sama sekali dalam

urusan persekutuan. Dalam kepailitan CV tentunya CV tidak dapat dinyatakan

pailit karena CV bukanlah badan hukum. Dalam CV terjadinya kepailitan

79

Bernadette Waluyo, “Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang”, (Bandung: Mandar Maju, 1999) hlm.94. 80

Sunarmi, op.cit, hlm. 72. 81

Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 8

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

38

dikarenakan sekutu yang ada pada CV tersebut. Sekutu yang meminjam utang-

utang kepada para kreditor menyebabkan CV dikatakan pailit.82

Karena suatu CV bukanlah badan hukum, jadi tidak mungkin dinyatakan

pailit. Kepailitan CV berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari persekutuannya.

Para sekutu masing-masing bertanggung jawab sepepnuhnya terhadap perikatan-

perikatan persekutuan komanditernya. Utang-utang yang tidak dibayar oleh CV

adalah utang-utang dari para pengurus CV tersebut. 83

Adapun yang bertanggung jawab penuh atas pailitnya suatu CV adalah

sekutu komplementer karena sekutu komplementer yang melaksanakan tugas

kepengurusan dalam persekutuan. Dan sekutu komplementer dalam bertanggung

jawab atas kepailitan suatu CV sampai dengan kekayaan yang dimiliki dan harta

kekayaan pribadi. Berbeda dengan sekutu komanditer, tanggung jawab sekutu

komanditer terhadap pailitnya suatu CV hanya sebatas modal yang

dimasukkannya.84

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan

usaha adalah suatu organisasi yang menjadi tempat suatu perusahaan dalam

melakukan kegiatan demi mencapai tujuan. Badan usaha terbagi atas 2 (dua) yaitu

badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang tidak berbentuk

badan hukum. Untuk mendirikan badan usaha yang berbadan hukum diperlukan

pengesahan dari pemerintah seperti akta pendirian dan anggaran dasar dari

pemerintah (Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia) sedangkan dalam pendirian

82

Adrian Sutedi, “Hukum Kepailitan”, (Bogor:Ghalia Indonesia,2009), hlm. 26 83

Novita Diana Safitri dan Made Mahartayasa, loc.cit 84

Mulhadi, “Hukum Perusahaan : Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia”, (Bogor:

Ghalia Indonesia,2010), hlm 59.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

39

badan usaha tidak berbadan hukum akta pendirian tidak diperlukan dalam

persyaratannya.

CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dimana memiliki

sekutu didalamnya. Yang membedakan CV dengan persekutuan lainnya dalam

badan usaha tidak berbadan hukum yaitu adanya sekutu komanditer selain adanya

sekutu komplementer sebagai pengurus aktif dalam CV tersebut. Sekutu

komplementer betugas menjalankan kepengurusan pada CV sedangkan sekutu

komanditer hanya bertugas memberikan modal yang telah diperjanjikan kepada

CV. Termasuk dengan kerugian yang akan dihadapi CV, sekutu komplementer

akan menanggung kerugian tersebut hingga ke harta kekayaan pribadinya.

Berbeda dengan sekutu komanditer sebagai pemberi modal, sekutu komanditer

hanya dapat menanggung kerugian sebesar modal yang ia berikan kepada CV

tersebut. Berikut juga dengan keadaan apabila mengalami kepailitan yang

disebabkan tidak dibayarnya utang-utang minimal 2 (dua) kreditur dan telahjatuh

tempo, maka yang bertanggungjawab atas kepailitan tersebut adalah para sekutu

baik yaitu sekutu komplementer. Sekutu komplementer juga bertanggung jawab

sepenuhnya sampai dengan harta kekayaan pribadi sedangkan sekutu komanditer

tidak dapat dinyatakan pailit namun ia juga tetap tidak dapat meminta kembali

modal yang telah ia serahkan kepada CV sebagai pemberi modal.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

40

BAB III

AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI KEPAILITAN

A. Akibat Hukum dari Kepailitan

Kepailitan sebagai keadaan yang secara umum memiliki akibat hukum

kepada para pihak pailitnya sebuah badan usaha tersebut. Akibat hukum tersebut

dapat berupa akibat yuridis yaitu secara khusus. Akibat yuridis berlaku kepada

debitur dengan 2 (dua) metode pemberlakuan, yaitu sebagai berikut:85

1. Berlaku demi hukum

Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum baik setelah

pernyataan pailit maupun sesudah berakhirnya kepailitan maka pernyataan pailit

masih tetap mempunyai kekuatan hukum. Dalam hal seperti ini, pengadilan niaga,

hakim pengawas, curator, kreditur, dan siapapun yang terlibat dalam proses

kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat

yuridis tersebut.

2. Berlaku secara Rule of Reason

Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of

Reason. Maksudnnya adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku,

tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah

mempunyai alasan-alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti

mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut, misalnya

curator, pengadilan niaga, hakim pengawas, dan lain-lain.86

85

Munir Fuady, “Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek”, (Bandung:PT.Citra Adytia

Bakti, 2005), hlm. 61 86

Ibid,

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

41

1. Akibat Hukum terhadap Putusan Pengadilan

Adanya putusan pailit yang diucapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri setempat memiliki akibat hukum sebagai berikut :

a. Putusan Pailit Serta Merta

Pada asasnya, putusan kepailitan adalah serta-merta dan dapat

dijalankan terlebih dahulu meskipun pada pada putusan tersebut masih

dilakukan upaya hukum lebih lanjut. putusan pailit secara serta-merta

adalah kepailitan yang pada dasarnya sebagai alat untuk mempercepat

likuidasi terhadap harta debitor untuk pembayaran utangnya. Dalam

hal ini akibat-akibat pailit mutatis mutandis berlaku walaupun sedang

ditempuh upaya hukum lebih lanjut. kurator yang didampingi oleh

Hakim pengawas dapat langsung melakukan pengurusan dan

pemberesan pailit.87

Sebagaimana yang telah diterangkan diatas bahwa ratio legis dari

pemberlakuan putusan pailit secara serta-merta adalah sebagai alat

untuk mempercepat likuidasi terhadap harta-harta debitor untuk

pembayaran utang-utangnya. Kepailitan adalah sarana untuk

menghindari perebutan harta kekayaan debitor pailit dari eksekusi

yang tidak legal dari para kreditor serta menghindari dari perlombaan

memperoleh harta kekayaan debitor siapa cepat ia dapat dan kreditor

yang datang terlambat tidak akan kebagian harta kekayaan tersebut,

dan untuk mengindari penguasaan harta kekayaan debitor dari kreditor

yang memiliki kekuatan fisik dan kekuasan yang membuat kreditor

87

M. Hadi Shubhan, op,cit, hlm. 163

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

42

yang lemah tidak kebagian harta debitor tersebut. Disamping itu,

pemberlakuan putusan pailit secara serta-merta tidak memiliki

implikasi negative yang dalam berkaitan dengan pembesaran harta

kekayaan untuk membayar utang-utang kreditor terhadap debitor.

Misalnya, putusan pailit sudah dijalankan secara serta-merta da nada

sebagian kreditor yang sudah dibayar utang-utangnya, dan kemudian

putusan pailit tersebut dibatalkan dalam suatu upaya hukum, maka

debitor tidak dalam posisi rugi Karena baik dalam keadaan pailit atau

tidak pailit suatu utang adalah tetap dibayar.88

b. Terhadap Gugatan

Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan-

gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta

kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.89

Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti debitor yang

bersangkutan dikatakan tidak cakap lagi unruk melaukan perbuatan

hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam

hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat

anak, dan sebagainya. Debitor pailit dapat diatakan tidak cakap lagi

dalam melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan

penguasaan dan pengurusaan harta kekayaannya. Karena dengan

sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan

kewajiban kekayaan debitor pailit harus diurus oleh kuratornya.

Selanjutnya, bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau

88

Ibid, hal 163 89

Sunarmi, op.cit, hlm. 97

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

43

dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan

penghukuman debitor pailit, menurut Pasal 24UUKPKPU

penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta

kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam pernyataan pailit. Begitu

pula ditentukan dalam Pasal 25 UUKPKPU, segala gugatan hukum

dengan tujuan memenuhi perikatan harta pailit selama dalam kepailitan

walaupun diajukan kepada debitor pailit sendiri hanya dapat diajukan

dengan laporan untuk pencocokan.90

Ketentuan dalam Pasal 25 UUKPKPU tidak hanya meliputi perikatan

yang timbul dari perjanjian saja, tetapi juga yang timbul dari undang-

undang. Sudah tentu termasuk yang timbul dari putusan hakim, baik

hakim perdata untuk membayar ganti rugi maupun putusan hakim

pidana untuk membayar pidana denda (kepada negara). Perikatan

tersebut hanya meliputi perikatan yang terbit sesudah pernyataan pailit

diucapkan. Frasa tidak lagi dibayar dari harta pailit, yaitu hanya

meliputi perikatan yang menimbulkan kewajiban debitur untuk

membayar utang dan tidak meliputi hak debitur pailit untuk

memperoleh sesuatu atau memperoleh pembayaran dari pihak lain

karena hak tersebut bukan merupakan utang debitur tetapi piutang

debitur91

seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang-

UUKPKPUyaitu :

“kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang

baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,

yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib

90

Rachmadi Usman, op. Cit, hal. 32 91

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 25

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

44

dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan

Debitor”92

Sebagai konsekuensi hukum dari Pasal 25 UUKPKPU tersebut, maka

apabila setelah putusan pernyataan pailit debitur masih juga tetap

melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta kekayaannya

yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit, maka perbuatan hukum

itu tidak mengikat kecuali apabila perikatan-perikatan yang dibuatnnya

itu mendatangkan keuntungan bagi harta pailit tersebut.93

Demikian, maka jika pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan

ada terdapat ;94

a. Perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian

dilaksanakan, maka pihak dengan siapa debitor tersebut memuat

perjanjian dapat diminta kepastian pada curator tentang kelanjutan

pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati

olrh curator dan pihak tersebut. Jika tidak tercapai kesepakatan

mengenai jangka waktu tersebut.95

Selanjutnya apabila ukurator

tidak membri jawaban atau menyatakan tidak bersedia ememenuhi,

maka perjanjian tersebut berakhir dan pihak yang membuat

perjanjian dengan debitor dapat menuntut ganti rugi dan

diperlakukan sebagai kreditor konkuren.96

Namun apabila kreditor

menyanggupi untuk perjanjian tersebut, pihak lawan dapat meminta

kurator menyediakan jaminan untuk itu.97

Hal tersebut diatas, tidak

menyediakan jaminan terhadap perjanjian yang mewajibkan debitor

pailit melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikannya.

b. Perjanjian dengan janji penyerahan barang di kemudian hari (future

traiding), yang penyerahannya akan jatuh pada waktu setelah

pernyataan pailit atau selama kepailitan berlangsung, maka

perjanjian tersebut menjadi hapus dan pihak yang meras dirugikan

dapat mengajukan diri sebagai kredit or konkuren.98

Hal ini, karena

pasar barang komoditas mensyaratkan suatu kepastian mengenai

berakunya perjanjian masa mendatang. Namun bila karena

92

Ibid, Pasal 1 angka 6 93

Sutan Remi Syahdeni, op.cit, hlm. 195. 94

Titik Tejaningshi, op.cit, hlm. 66. 95

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 36 ayat (3 ). 96

Ibid, Pasal 36 ayat (4 ). 97

Ibid, Pasal 36 ayat (5 ). 98

Ibid,Pasal 37 ayat (2 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

45

hapusnya persetujuan tersebut harta pailit akan dirugikan, maka

pihak lawan wajib mengganti kerugian tersebut;

c. Perjanjian sewa menyewa dengan debitor sebagai penyewa mak

pihak yang menyewakam maupun kurator dapat menghentikan sewa

menyewa tersebut sesuai adat kebasaan setempat, tapi

menghentikan 90 (sembila puluh)hari sebelumnya selalu dainggap

cukup. Dalam hal melakukan penghentian harus pula diindahkan

pemberitahuan penghentian menurut perjanjian atau menurut

kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 (sembila puluh)

hari.99

Sejak tanggal putusan pailit diucapkan, uang sewa menjadi

utang harta pailit.

c. Terhadap Eksekusi

Pasal 32 UUKPKPUmenegaskan bahwa putusan pernyataan pailit

akan membawa akibat : segala keputusan hakim yang menyangkut

setiap bagian harta kekayaan debitor yang telah diadakan sebelum

diputuskan pernyataan pailit harus dihentikan ; sejak saat yang sama

tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan yang dapat

dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan baik yang sudah

dilaksakan maupun belum dilaksanakan dibatalkan demi hukum. Bila

dianggap perlu, hakim pengawas bisa memerintahkan untuk

melakukan pencoretan. Sejak putusan pernyataan kepailitan

ditetapkan, eksekusi-eksekusi putusan hakim yang menyangkut harta

kekayaan debitor pailit harus dihentikan. Demikian pula dengan

penyitaan yang dilakukan ; hal ini harus dibatalkan demi hukum dan

debitor yang sedang ditahan harus dilepaskan seketika itu juga. Dalam

hal debitor yang dipenjarakan dia harus dilepaskan seketika itu, setelah

putusan pernyataan pailit memperoleh kekuatan hukum tetap.100

99

Ibid, Pasal 38 ayat (2 ). 100

Titik Tejaningsih, op.cit, hlm. 72

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

46

d. Pembayaran Piutang Debitur Pailit

Pembayaran piutang dari si pailit setelah adanya putusan pailit tidak

boleh dibayarkan kepada si pailit. Semua transaksi hukum baik yang

memberikan nilai kurang (debit) maupun yang memberikan nilai

tambah (kredit) tidak dapat ditujukan kepada debitur pailit, melainkan

kepada harta kekayaan pailit yang sejak putusan pailit tersebut

diucapkan penguasaannya berada dibawah kurator.101

Putusan

pernyataan pailit memiliki akibat hukum terhadap gugatan-gugatan

yang sedang berjalan, baik dalam kapasitas Debitur sebagai Penggugat

maupun Tergugat, yaitu gugatan ditunda atau ditangguhkan, kurator

mengambil alih perkara dengan menggantikan kedudukan debitur,

perkara digugurkan, dan gugatan diteruskan.

Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan

pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur

yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan dan sejak saat

itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk juga

dengan menyandera debitur. Semua penyitaan yang telah dilakukan

menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus

memerintakan pencoretannya. Debitur yang sedang dalam penahanan

harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.

e. Hubungan dengan Pekerja

Didalam perusahaan sudah pasti adanya pekerja yang bekerja pada

perusahaan tersebut. Dengan adanya pekerja tersebut tentu pihak

101

M. Hadi Shubhan, op.cit, hlm. 167.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

47

perusaah yang mengalami kepailitan harus dipikirkan nasibnya.

Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja.

Dalam pemberhentinyaa sidebitor harus memberitahu kepada para

pekerja sebelum 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya bahwa

hubungan kerja diputuskan.102

Dalam UUKPKPUsecara tersurat

menyamakan PHK oleh pengusahan dengan PHK oleh buruh padahal

didalam KUHPer sudah diubah. Dalam pemutusan hubungan kerja

terdapat mcam-macam ragamnya yaitu:

Didalam hukum perburuhan pemutusan hubungan kerja dibedakan

menjadi empat macam :

1) Pemutusan hubungan kerja demi hukum.

2) Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha.

3) Pemutusan hubungan kerja oleh buruh, dan

4) Pemutusan hubungan kerja oleh hakim

Sedangkan pemutusan hubungan kerja karena putusan pengadilan

adalah terjadi jika mempekerjakan pekerja anak dibawah umur dengan

tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Masing-masing

pemutusan hubungan kerja tersebut memiliki konsekuensi yuridis yang

berbeda. Kosekuensi yuridis tersebut berupa prosedur PHK serta hak-

hak normative yang diterima oleh pekerja/buruh. Antara pekerja/buruh

yang mengundurkan diri dengan pekerja yang di PHK karena

perusahan dinyatakan pailit hak-hak normative yang diterimanya akan

berbeda. Apabila pekerja mengundurkan diri dimana perusahaan

102

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 39 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

48

sedang dinyatakan pailit atau tidak sedang dinyatakan pailit maka

pekerja atau buruh akan mendapatkan uang penggantian hak dan uang

pisah.103

Dan apabila pekerja/buruh di PHK dengan alasan perusahan

pailit maka perlu penetapan dari lembaga berwenang dan pekerja/buruh

memperoleh uang pasongan, uang penghargaan dan hak-hak lainnya.104

Jika terjadi perselisihan terhadap PHK yang ada kaitannya dengan

kepailitan, maka penyelesaiannya adalah melalui hakim pengawas dan

sejauh mana perlu melalui Pengadilan Niaga. Maka dari itu perlu

dipahami juga bahwa pekerja suatu perusahaan pailit juga merupakan

kreditur preferen, karena persoalan pemenuhan hak-hak pekerja adalah

persoalan pendistribusian harta pailit kepada para krediturnya.105

f. Action Paulina dalam Kepailitan

Action paulina adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada

seorang kreditor untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan

untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk

dilakukan oleh debitor perbuatan terhadap harta kekayaannyan yang

diketahui oleh debitor perbuatan tersebuut merugikan kreditor. Hak

tersebut merupakan prtlindungan yang diberikan oleh hukum kepada

kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditror. Hak

tersebut diatur oleh KUHPer dalam Pasal 1341.Action paulina berasal

dari bahas Romawi yang menunjukkepada semua upaya hukum yang

dapat menghasilkan batalnya perbuaan debitor yang meniadakan

103

Indonesia (Ketenagakerjaan), Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan,Undang-

Undang Nomor 13/2003, Pasal 162 ayat (1) jo. 156 ayat (4). LN Tahun 2003 Nomor 39, TLN

Nomor 4279 104

Ibid, Pasal 165 105

M. Hadi Shubhan, op.cit, hlm. 172.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

49

tujuan Pasal 1131 KUHPer. Adapun yang berkaitan dengan kepailitan

misalnya, tindak debitor, yang mengetahui akan dinyatakan pailit,

melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas

sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan

tersebut dapat merugikan para kreditornya.106

Lembaga action paulina diadakan untuk melindungi hak kreditor dari

perbuatan hukum yang dilakukan debitor yang dapat merugikan

kepentingannya. Pengaturannya terdapat didalam Pasal 1341 KUHPer

yang menentukan bahwa segala perbuatan hukum yang dilakukan

debitor yang dapat merugikan kepentingan debitor dapat dibatalkan

oleh kreditornya. Kreditor harus dapat membuktikan bahwa perbuatan

hukum yang dilakukan debitor tersbut merupakan perbuatan hukum

yang tidak wajib dilakukan debitor dengan nama apapun juga, yang

merugikan kreditor. Debitor dan pihak ketiga mengaetahui perbuatan

tersebut akan mendatangkan kerugian bagi para kreditornya. Lembaga

action paulinadiatur lebih khusus didalam hukum kepailitan didalam

Pasal 41 samapai Pasal 44 UUKPKPU. Ketentuan action pauliana

yang dimaksud inijauh lebih menyeluruh dibandingkan dengan

KUHPer dan ketentuan kepailitan yang lama.107

Syarat suatu action

paulina dapat dilakukan dengan adanya suatu “perbuatan hukum” yang

dilakukan oleh debitur. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah setiap

tindakan dari debitur yang mempunyai akibat hukum. Misalnya,

debitur menjual hartanya dan melakukan hibah atas hartanya, baik

106

Sutan Remy Sjahdeny, op.cit, hal. 248. 107

Rachmadi Usman,op.cit, hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

50

perbuatan tersebut bersifat timbal balik (seperti jual beli) atau bersifat

unilateral (seperti hibah atau waiver). Agar perbuatan tersebut

dikatakan perbuatan hukum maka ada 2 (dua) elemen yang harus

dipenuhi. Pertama, berbuat sesuatu dan kedua, mempunyai akibat

hukum. Dan ada tindakan yang tidak dapat dibatalkan dengan action

paulina karena tidak memenuhui elemen “suatu perbuatan hukum”

yaitu pertama, debitor memusnahkan asetnya, kedua, Debitormenolak

menerima sumbangan atau hibah, ketiga, Debitur tidak mengeksekusi

(tidak memfinalkan) suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu

diperjanjikan.108

Sedangkan dalam UUKPKPU, action paulina daiatur dalam Pasal 4-

47 UUKPKPU. Berbeda dengan action paulina dalam KUHPer yang

diajukan oleh kreditor, maka action paulina dalam kepailitan diajukan

oleh curator dan kurator hanya dapat mengajukan gugatan action

paulina atas persetujuan hakim pengawas. Adapun kriteria yang harus

dipenuhi untuk gugatan action paulina dalam kepailitan yaitu :109

1. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang dilakukan

dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pailit;

2. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yangtidak wajib

dilakukan oleh debitor pailit.

3. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang merupakan

perjanjian perbuatan di mana kewajiban debitor jauh melebihi

kewajiban pihak dengan sisapa perjanjian itu dibuat.

4. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang merupakan

pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum

jatuh tempo dan/atau belum dapat ditagih.

5. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang dilakukan

terhadap pihak terafiliasi. Pihak yang terafiliasi ditentukan

sebagaiman dalam Pasal 42 UUKPKPU.

108

Munir Fuady,op.cit, hal. 89. 109

M. Hadi Shubhan, op.cit, hal. 176.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

51

2. Akibat Hukum terhadap Harta Kekayaan

Akibat hukum kepailitan CV terhadap harta kekayaan adalah sitaan umum,

kehilangan wewenang dalam pengurusan harta kekayaan, diberikannya hak

eksekusi pada kreditur separatis setelah masa tangguh 90 (sembilan puluh) hari

sejak putusan pailit, dan dilakukan pengurusan dan pemberesan oleh kurator yang

didampingi hakim pengawas.

a. Sitaan umum

Pada prinsipnya, kepailitan terhadap seorang debitur berarti meletakkan

sitaan umum terhadap seluruh aset debitur.110

Artinya, penyitaan

tersebut berlaku untuk siapapun bukan hanya berlaku bagi pihak

tertentu seperti halnya sita jaminan yang diputuskan oleh hakim perdata

berkenaan dengan permohonan penggugat dalam sengketa perdata

karena sitaan-sitaan yang lain kalau ada harus dianggap gugur karena

hukum.111

UUKPKPU mengecualikan beberapa hal yang tidak

termasuk dalam harta pailt yakni:112

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur

sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis

yang digunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya

yang digunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan

untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya, yang

terdapat di tempat itu

2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sebagai

penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah pensiun, uang

tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim

Pengawas, atau

3. Utang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu

kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang

110

Munir Fuady, op.cit, hlm. 66-67. 111

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hlm. 193. 112

M. Hady Subhan, op.cit, hlm. 164.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

52

b. Kehilangan wewenang dalam pengurusan harta kekayaan

Salah satu konsekuensi hukum yang cukup fundamental dari kepailitan

adalah bahwa debitur pailit kehilangan haknya untuk menguasai dan

mengurus kekayaannya terhitung sejak pukul 00.00 dari hari putusan

pailit diucapkan.113

Penguasaan dan pengurusan atas harta kekayaan

debitur pailit dialihkan kepada kurator yang nantinya akan melakukan

tindakan atas harta kekayaan debitur pailit tersebut. Namun demikian,

sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan debitur pailit masih

memungkinkan untuk melakukan perikatan dari harta pailit miliknya.

Tidak segala perikatan dapat dilaksanakan, melainkan perikatan yang

dapat memberikan keuntungan bagi harta kekayaan pailit tersebut.114

Dalam Pasal 1133 KUHPer dinyatakan bahwa hak untuk didahulukan

di antara orang-orang yang berpiutang yang diistimewakan, gadai an

hipotek.115

Kemudian dalam Pasal 1137 KUHPer dinyatakan bahwa hak

kas Negara, kantor lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk

oleh pemerintah, harus didahulukan.116

Tata tertib untuk melaksanakan

hak tersebut dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur

dalam berbagai undang-undang khusus mengenai hal-hal-hal tersebut.

Setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak

agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-

olah tidak terjadi kepailitan. Namun, bila penagihan dilakukan dengan

syarat tangguh atau suatu piutang yang masih belum tentu kapan boleh

113

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 24. 114

Ibid., Pasal 25. 115

Indonesia (Burgerlijk Wetboek), op.cit, Pasal 1133. 116

Ibid., Pasal 1137.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

53

ditagih, mereka diperkenankan berbuat demikian hanya sesudah

penagihan mereka dicocokkan, dan tidak dimanfaatkan untuk tujuan

lain selain mengambil pelunasan jumlah yang diakui dan penagihan

tersebut. Setiap pemegang ikatan panenan juga diperbolehkan

melaksanakan haknya, seolah-olah tidak ada kepailitan. Pada dasarnya,

para kreditor berkedudukan sama dan mereka mempunyai hak yang

sam atas eksekusi harta kepailitan, sesuai dengan besar tagihan masing-

masing. Hal ini hanya berlaku bagi para kreditor yang konkuren saja.117

c. Diberikannya hak eksekusi pada kreditur separatis setelah masa

tangguh 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan pailit

Para kreditur separatis yaitu kreditur yang memegang hak jaminan atas

utang, dapat memenuhi sendiri piutangnya dengan mengeksekusi

jaminan utang tersebut seolah-olah tidak terjadi kepailitan.118

Namun,

hak eksekusi ini tidak setiap saat dapat dilaksanakan oleh kreditur

separatis. Ada yang dikenal dengan penangguhan eksekusi jaminan ata

yang disebut dengan stay selama 90 (sembilan puluh) hari yaitu masa-

masa tertentu bagi kreditur separatis untuk tidak dapat mengeksekusi

jaminan utang yang ada ditangan kreditur separatis tersebut.119

Selama jangka waktu penangguhan berlangsung, segala tuntutan hukum

untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan

dalam sidang badan peradilan. Bnaik kreditur maupun pihak ketiga

117

Titik Tejaningsih, op.cit, hlm. 3. 118

Indonesia (Kepailitan), op,cit,Pasal 55. 119

Ibid, Pasal 56 ayat (1) .

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

54

yang dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas

barang yang dijadikan jaminan.120

Waktu sebelum kreditor separatis atau pihak ketiga

tersebutmengeksekusi, harus diperhatikan Pasal 56 ayat (1)

UUKPKPUyang menentukan bahwa hak eksekusi kreditordan hak

pihak ketiga untuk menuntut hartanya yangberada dalam penguasaan

Debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untukjangka waktu paling

lama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailitdiucapkan.

penangguhan ini bertujuan, antara lain untuk:

1. memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau

2. memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau

3. memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.

d. Harta Kekayaan Suami Istri

Meskipun Pasal 23 UUKPKPUmenentukan bahwa meliputi seluruh

harta persatuan perkawinan, namun pasal ini mengatur beberapal hal

yang cukup penting yang berkaitan dengan barang-barang yang tidak

jatuh persatuan harta, ketentuan tersebut ialah;

1. Apabila suami atau isteri dinyatakan pailit maka istri atau suami

berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak

bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan

harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan.

2. Jika benda milik isteri atau suami telah dijual oleh suami atau istri

dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum

120

Rachmadi Usman, op,cit, hlm. 56-57.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

55

tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak

mengambil kembali uang hasil tersebut.

3. Untuk tagihan yang bersifat pribadi terhadap istri atau suami maka

kreditor terhadap harta pailit adalah suami atau istri.121

Istri atau suami tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan

dalam perjanjian perkawinan terhadap harta suami atau istri yang

dinyatakan pailit, demikian juga kreditor suami atau istri yang

dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan

dalam perjanjian perkawinan kepada suamit atau istri yang dinyatakan

pailit.122

e. Dilakukan Pengurusan dan Pemberesan oleh Kurator yang Didampingi

Hakim Pengawas

Kurator mulai bertugas sejak kepailitan diputuskan, karena debitor tidak

berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya.

Kurator merupakan satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh

kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Adapun tahap-tahap

dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit yaitu :

Tahap pengurusan :

1) Mengumumkan ikhwal kepailitan, yaitu melalui Berita Negara RI

paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh

Hakim Pengawas

2) Melakukan penyegelan harta pailit, yang dilakukan oleh jurusita

dengan dihadiri 2 (dua) saksi yaitu salah satunya adalah wakil dari

Pemerintah Daerah setempat

3) Pencatatan/pendaftaran harta pailit, yaitu pencatatan harta pailit

oleh kurator paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat

pengangkatan sebagai kurator. Kurator perlu memanggil debitur

pailit untuk memberikan keterangan-keterangan dan melibatkannya

memberikan petunjuk dalam pendaftaran harta tersebut.

121

Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 63. 122

Sunarmi, op.cit, hlm. 119.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

56

4) Melanjutkan usaha debitur, yaitu atas persetujuan panitia kreditur

sementara atau memerlukan izin dari Hakim Pengawas

5) Membuka surat-surat dan telegram debitur pailit, yaitu untuk

menguasai dan mengurus harta pailit maka pembukuan, catatan,

rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang bersangkutan

beralih kepada kurator

6) Mengalihkan harta pailit, yaitu untuk menutup biaya kepailitan atau

apabila penahanannya mengakibatkan kerugian pada harta pailit

7) Melakukan penyimpanan, yaitu penyimpanan seluruh aset debitur

pailit oleh kurator. Terkhusus untuk uang disimpan dalam bank,

dan efek atau surat berharga disimpan oleh kustodian dengan

menggunakan nama debitur pailit

8) Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang

sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara

9) Melakukan pemanggilan kepada kurator, yaitu hakim pengawas

akan menentukan batas akhir pengajuan tagihan kreditur untuk

mengadakan pencocokan piutang

10) Mendaftarkan tagihan para kreditur, yaitu kurator akan

mencocokkan dengan catatn yang telah dibuat oleh debitur pailit

dengan merundingkannya bersama kreditur

11) Menghadiri rapat pencocokan piutang, yaitu nantinya akan dikenal

dengan “daftar piutang yang diakui sementara” dan “daftar tagihan

yang dibantah” oleh kurator beserta alasan-alasannya. Juga

kedudukan para kreditur sebagai preferen atau konkuren

12) Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditur

Tahap pemberesan :

1) Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit, yaitu dalam

melaksanakan penjualan harta pailit ini, kurator harus terlebih

dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas. Izin ini nantinya akan

dituangkan dalam suatu penetapan, setelah itu mengajukan

permohonan untuk melaksanakan penjualan harta pailit di depan

umum maupun dibawah tangan. Penjualan harta pailit di bawah

tangan adalah untuk menghemat waktu dan dana yang akan

dibebankan kepada harta pailit

2) Membuat daftar pembagian, yaitu daftar pembagian yang memuat

rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah

kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap

piutang dan bagian yang wajib diterima diberikan kepada kreditur.

Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan

mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada panitera

pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan paling lambat

dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari majelis hakim sudah

memberikan putusan pengadilan. Setelah kurator selesai

melaksanakan pembayaran kepada masing-masing kreditur

berdasarkan daftar pembagian maka dianggap berakhirlah

kepailitan dan harus diumumkan dalam Berita Negara RI dan surat

kabar

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

57

3) Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan

dan pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas, yaitu

menyerahkan segala buku dan dokumen paling lama 30 (tiga

puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Pertanggungjawaban

kurator tidak hanya sebatas laporan tersebut, apabila ada kesalahan

dan kelalaian dalam melaksanakan tugas maka kurator harus

bertanggungjawab atas kerugian yang timbul. 123

B. Tanggung Jawab atas Terjadinya Kepailitan

1. Tanggung Jawab Sekutu atas Kepailitan Perseroan Komanditer

Kemampuan bertanggung jawab sebagai keadaan batin orang yang normal

dan sehat. Dalam kemampuan bertanggung jawab harus ada kemampuan untuk

membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk. Kemudian

perbuatan yang sesuai hukum dan melawan hukum. Di samping itu kemampuan

tersebut juga menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan

buruknya perbuatan tersebut.124

Tanggung jawab pengurus CV erat kaitanya dengan hubungan hukum

yang terjadi pada CV, baik secara intern maupun secara ekstern. Hubungan

hukum secara intern yang terjadi pada adalah hubungan hukum yang mengenai

perikatan-perikatan yang ada di antara sekutu komplementer dan sekutu

komanditer. Hubungan ini didasari dari hal-hal yang telah disepakati para sekutu

baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer yang dimuat dalam Anggaran

Dasar CV sehingga nantinya akte pendirian tersebut dapat dijadikan sebagai

aturan intern yang mengikat para sekutu.125

123

Sunarmi, op.cit, hlm. 133-140. 124

Moeljatno, “Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hlm. 178. 125

Mulhadi, op.cit, hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

58

Pengaturan dalam hubungan intern terdapat dalam Buku III KUHPer Bab

VIII yaitu :

a. Pemasukan Modal

Diatur dalam pasal 1625 KUHPer, benda pemasukan dapat berupa

benda fisik, uang dan tenaga manusia (fisikdan/ataupikiran).126

b. Pembagian Untung Rugi

Diatur dalam pasal 1633 dan 1634 KUHPer, mengatur mengenai

perjanjian pendirian persekutuan. Kalau dalam perjanjian pendirian

persekutuan tidak diatur barulah aturan diatas tersebut dapat

berlaku.127

Sekutu komplementer merupakan sekutu yang bertugas mengurus

perusahaan dan bertanggungjawab tidak terbatas atas harta pribadi. Sekutu

komplementer memiliki tugas yang sama seperti tugas dari anggota direksi,

karena sekutu komplementer memiliki tanggung jawab tidak terbatas pada tiap-

tiap anggota secara tanggung-menanggung dan bertanggungjawab untuk

seluruhnya atas perikatan perusahaan.128

Sekutu komanditer merupakan sekutu yang hanya bertugas untuk

menitipkan modalnya pada suatu perusahaan dan dalam modal yang dititipkannya

tentunya sekutu komanditer rmengharapkan keuntungan yang akan

didapatkannya. Hal inilah yang dinantikan oleh sekutu komanditer. Sekutu

komanditer merupakan peserta dalam suatu perseroan komanditer yang memiliki

hak dan kewajiban untuk mendapatkan keuntungan dan pembagian sisa dari harta

kekayaan, apabila persekutuan komanditer dilikuidasi, selain CV menanggung

126

Indonesia (Burgelijk Wetboek),op.cit, Pasal 1625 127

Ibid, Pasal 1633 dan 1634. 128

Farida Hasyim, “Hukum Dagang”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 144.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

59

resiko, apabila CV mengalami kerugian sesuai dengan jumlah modal yang

dimasukkannya dan tidak boleh menarik modal yang telah diserahkan selama CV

masih berjalan.129

Apabila CV mengalami kerugian maka para sekutu komanditer juga akan

menanggung beban kerugian itu tetapi tidak perlu membayar kerugian sampai

melebihi batas pemasukannya, berbeda dengan sekutu komplementer, beban

tersebut sampai menjangkau harta kekayaan pribadinya dapat digunakan sebagai

jaminan pelunasan hutang-hutang persekutuan.130

Di Indonesia, CV belumlah merupakan badan hukum, artinya bahwa

badan usaha tersebut dalam lalu lintas hukum belum merupakan suatu subjek

hukum tersendiri terlepas dari anggota persero pengurusnya, yang dapat

melakukan perbuatan hukum tersendiri. Melainkan yang dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum dalam perdagangan adalah anggota-anggota

pengurusnya. Sehingga dengan demikian, dalam hal CV akan menggugat di

pengadilan atau juga bila digugat, maka yang menggugat bukanlah CVnya, tetapi

anggota pengurusnya. 131

Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer (Tidak Kerja), merupakan sekutu

yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita

rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu

juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang

mereka berikan. Status Sekutu Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang

menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil

129

Mulhadi, op.cit, hlm. 62. 130

Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1131-1132. 131

Sentosa Sembiring, op.cit, hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

60

keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam

kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan132

Kedudukan sekutu komanditer mengenai keuntungan dan kerugian

perusahaan, tidak diperbolehkan dituntut agar menambah pemasukannya serta

tidak berhak meminta kembali keuntungannya yang telah diterimanya.133

Sedangkan kedudukan sekutu komplementer dapat disamakan dengan kedudukan

para firmant dalam persekutuan firma, yaitu mempunyai beban tanggungjawab

saling tanggung-menanggung secara penuh diantara para sekutu firma.134

Rasio adanya ketentuan tersebut adalah untuk menjaga kemungkinan

apabila terjadi salah paham antarasekutu komanditer dengan sekutu komplementer

bilamana sekutu komanditer diperkenankan melakukan tugas kepengurusan.

Tanggung jawab yang ada pada sekutu komanditer adalah tanggung jawab yang

terbatas sifatnya, dengan begitu pihak ketiga akan rugi atas perbuatan dari sekutu

komanditer. Apabila sekutu komanditer tetap menjalankan kepengurusan

perusahaan maka tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada modal yang

ditanamkan, akan tetapi sampai dengan kekayaan yang dimiliki bahkan harta

kekayaan pribadi.135

Kepailitan CV berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari

persekutuannya. Para sekutu masing-masing bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap perikatan-perikatan CV. Dalam hal CV mengalami kepailitan yang

bertanggung jawab secara hukum adalah sekutu komplementer, artinya sampai

kepada harta kekayaan pribadi, karena sekutu komplementer merupakan sekutu

132

Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 21. 133

Indonesia (Burgelijk Wetboek),op.cit, Pasal 1625. 134

Mulhadi, op.cit, hlm. 58. 135

Indonesia (KUHD), loc.cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

61

pengurus yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan. Apabila sekutu

komplementer lebih dari satu, maka tanggung jawab menjadi tanggung renteng.

Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang

disetorkan saja.136

Dari pembahasan BAB ini, dapat ditarik kesimpulan bahwayang

dinyatakan pailit ketika diajukannya permohonan pailit terhadap CV bukanlah

pailitnya CV sebagai Badan Usaha, melainkan pailitnya sekutu CV secara

perorangan. Akibathukum terhadap pailitnya sekutu CV yaitu memiliki dampak

terhadap putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan atas hubungan

hukumnya terhadap pihak-pihak yang lain seperti putusan pailit bersifat serta

merta, gugatan yang diajukan kepada debitur yang telah pailit harus melalui

kurator, eksekusi selain berhubugan dengan kasus pailit tersebut harus dihentikan,

pembayaran piutang debitur, hubungan dengan pekerja, dan pembatalan segala

perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh debitur atas harta kekayaannya yang

memiliki kemungkinan dikemudian hari untuk dapat merugikan kreditur (action

paulina). Selain itu akibat hukum tersebut juga berdampak terhadap harta

kekayaan debitur, yaitu mengenai sita umum, pengambil alihan kekuasaan harta

kekayaan debitur kepada kurator, penangguhan eksekusi jaminan kreditur

separatis, harta kekayaan suami istri, dan pemberesan harta pailit oleh kurator.

Mengenai pertanggungjawaban sekutu atas kepailitan, para sekutu masing-

masing bertanggungjawab terhadap perikatan-perikatan CV tersebut. Yang

bertanggungjawab disini artinya sekutu komplementer sebagai pengurus,

sedangkan sekutu komanditer terbatas pada modal yang disetornya dan tidak

136

Novita Diana Sari dan Made Mahartayasa, loc.cit

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

62

berhak meminta kembali keuntungan yang telah diterimanya. Kecuali apabila

sekutu komanditer ikut melakukan perikatan dan perbuatan yang dapat disamakan

dengan sekutu komplementer seperti dalam Pasal 21 KUHD, maka sekutu

komanditer pun harus ikut bertanggungjawab secara tanggung renteng dengan

sekutu komplementer lainnya. Sekutu komplementer bertanggung jawab sampai

kepada harta pribadinya secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer

lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

63

BAB IV

PUTUSAN HUKUM DALAM KEPAILITAN CV OLEH PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR

5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN

A. Duduk Perkara

1. Perkara Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn

Bahwa Kreditur dengan surat Permohonannya tertanggal 21 April 2016,

mengajukan permohonan pailit terhadap Debitur yang telah didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 21 April

2016 dengan Register Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Niaga.Mdn. Kreditur yaitu

LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (EKSIMBANK), adalah

sebuah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Republik

Indonesia No. 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Eksport

Indonesiaberkedudukan di Jakarta dan beralamat di Gedung Bursa Efek

Indonesia, Menara II, lantai 8, Kawasan Sudirman Central Business District, Jalan

Jendral Sudirman, Kav. 52-53 Jakarta.Dalam hal pengajuan permohonan pailit

tersebut, Kredituryaitu Arif Setiawan dan Omar Baginda Pane, yang keduanya

masing-masing selaku Direktur Pelaksana IV dan Direktur Pelaksana V Lembaga

Pembiayaan Eksport Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa dari Direktur Eksekutif

Nomor KU.0002//DE/2015 Tanggal 04 Maret 2015 yang dalam hal ini memberi

kuasa kepada Nartojo, S.H, M.H., Indra Kusuma, SH, LLM, masing-masing

Advokat dan Pengacara berkantor pada Firma Hukum Nartojo & Co. beralamat di

Plaza Basmar, Lt 2 Suite 2-12, Jl Mampang Prapatan Raya No 106 Jakarta Selatan

12760, berdasarkan Surat Kuasa NO.KU.0039/DP/04/2016, tertanggal 07 April

2016.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

64

Kreditur Pailit telah memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja Ekspor

sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyah Rupiah) kepada CV. ANUGRAH

PRIMA selaku Debitur dan dijamin oleh Debitur Pailit – II berdasarkan bukti-

bukti berupa Akta Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor tertanggal 13April 2012

dan Surat Sanggup No 0639/AP/IV/2012 tertanggal 13 April 2012, yang

keduanya dibuat dihadapan notaris bernama H. Marwansyah Nasution, SH.

Kemudian adanya Akta Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor dan

Akta Personal Guarantee yang ditanda tangani oleh Debitur Pailit I dan Debitur

Pailit II pada tanggal 11 April 2013. Akta Perubahan Perjanjian Kredit Modal

Kerja Eksportersebut telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan hingga pada tanggal

12 Juni 2013, keseluruhan akta perubahan tersebut dilakukan dihadapan notaris

bernama Lila Meutia, SH.

Dengan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada Pasal 3 angka 4 Akta

Perubahan Ketiga Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor tertanggal 12 Juni 2013,

Jatuh Tempo utang Fasilitas Kredit CV. ANUGRAH PRIMA yang dijamin oleh

Debitur Pailit - II kepadaKreditur adalah tanggal 13 Juni 2014. Keseluruhan

Utang CV. ANUGRAH PRIMA/ Debitur Pailit - I adalah sebesar Rp.

2.714.458.188,00,- (Dua milyar tujuh ratus empat belas juta empat ratus lima

puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan) hingga pada tanggal 18 April

2016.

setelah adanya tanggal jatuh tempo yang telah lewat berdasarkan akta

tersebut, Kreditur telah memberikan teguran secara tertulis kepada para Debitur

pailit sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 17 April 2014, 05 Mei 2014, dan

22 Agustus 2014. Namun tidak adanya itikad baik dari para Debitur pailit untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

65

membayar hutang CV. ANUGERAH PRIMA hingga diberikan Somasi

Pembayaran Hutang Pinjaman CV Anugrah Prima kepada Lembaga Pembiayaan

Ekspor Indonesia atau Indonesia Eksimbank 14 April 2016, akan tetapi Para

Debitur Pailit tetap tidak melaksanakan kewajibannya tersebut.

2. Pertimbangan Hakim

Berdasarkan pertimbangan hakim, bahwa benar Kreditur mempunyai

tagihan piutang terhadap CV. ANUGERAH PRIMA yang telah jatuh tempo pada

tanggal 13 Juni 2013, namun sampai permohonan ini diajukan di Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Medan CV. ANUGERAH PRIMA belum

membayar utangnya tersebut yang per tanggal 18 April 2016 keseluruhannya

sebesar Rp. 2.714.458.188,00,- (dua miliar tujuh ratus empat belas juta empat

ratus lima puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan rupiah). Maka sesuai

dengan Pasal 18 KUHD, Debitur pailit-I selaku persero pengurus dari CV.

ANUGERAH PRIMA berkewajiban untuk melunasi utang CV. ANUGERAH

PRIMA tersebut kepada Kreditur.

Berdasarkan pertimbangan lain, bahwa sesuai Akta Personal Guarantee

tertanggal 11 April 2013 yang ditanda tangani oleh Debitur Pailit- II, maka

dengan ini Debitur Pailit-II telah mengikatkan diri sebagai penanggung

(guarantor) utang CV. ANUGERAH PRIMA. Berdasarkan Pasal 1831 dan 1832

KUHPer maka dapat dinyatakan bahwa Debitur Pailit-II sebagai penanggung

utang CV.ANUGERAH PRIMA secara tegas telah menyatakan melepas dan

mengesampingkan hak-hak istimewanya sebagai penanggung utang. Maka dapat

disimpulkan bahwa secara hukum pemohon pailit berhak untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

66

penagihan utang terlebih dahulu kepada para termohon pailit, maka Debitur pailit-

I dan Debitur pailit-II dinyatakan sebagai debitor.

kemudian, bahwa berdasarkan bukti- bukti yang ada, DebituPailit-I

memiliki piutang kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp. 7.675.596.509,89- (tujuh

miliar enam ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sembilan puluh enam rupiah

delapan puluh sembilan sen). Selain itu Debitur Pailit-I memiliki piutang kepada

PT. Bank Syariah Mandiri dengan masing-masing memiliki piutang sebesar Rp.

252.390.140,36 (dua ratus lima puluh dua juta tiga ratus sembilan puluh ribu

seratus empat puluh rupiah tiga puluh enam sen) dan Rp. 284.197.440,45 (dua

ratus delapan puluh empat juta seratus sembilan puluh tujuh ribu empat ratus

empat puluh ribu empat puluh lima sen). Maka dari itu unsur adanya 2 (dua)

kreditur atau lebih telah terpenuhi.

lalu, CV. ANUGERAH PRIMA tidak membayar utangnya tersebut yang

telah jatuh tempo pada tanggal 18 April 2016 dengan jumlah keseluruhannya

sebesar Rp. 2.714.458.188,00,- (dua miliar tujuh ratus empat belas juta empat

ratus lima puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan rupiah). Dengan

terpenuhinya unsur 2 (dua) kreditur atau lebih dan CV. ANUGERAH PRIMA

tidak membayar hutang yang telah jatuh tempo, maka unsur tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tepat ditagih juga terpenuhi.

3. Putusan

Berdasarkan uraian-uraian mengenai duduk perkara dan pertimbangan

hukum hakim di atas, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Medan yang memeriksa dan mengadili perkara a-quo memutuskan putusan yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

67

Pertama, mengabulkan pailit yang diajukan oleh Kreditur untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan Debitur Pailit – I, H. Prima Kurniawan sebagai Persero

Pengurus atau disebut juga sebagai Pesero Firma dari CV. ANUGRAH PRIMA,

dahulu beralamat di Jl. Senam No 10 Medan, kelurahan Pasar Merah Barat,

kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, sekarang tidak

diketahui lagi keberadaannya di wilayah hukum NKRI, Dan Debitur Pailit – II,

Tuan Dedi Novianto, sebagai Sekutu pasif CV Anugrah Prima wiraswasta, dahulu

beralamat di Jl Senam No 10, Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan

Kota, Medan Sumatera Utara, sekarang tidak diketahui lagi keberadaannya di

wilayah hukum NKRI, Debitur Pailit – I, H. Prima Kurniawan, dan Debitur Pailit

- II Tuan Dedi Novianto masing – masing sebagai Personal Gurantee dari CV.

ANUGRAH PRIMA, berada dalam keadaan PAILIT dengan segala akibat

hukumnya. Ketiga, menunjuk dan mengangkat Saudara : Didik. S. Handono, SH.

M.H, .sebagai Hakim Pengawas untuk mengawasi proses Pailit Debitur Pailit - I

dan Debitur Pailit – II. Keempat, menunjuk dan mengangkat, Saudara : Marolop

Tua Sagala, SH., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang tercatat dengan Surat Bukti

Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor: AHU.AH.04.03-13 tanggal 24 Maret

2014 berkantor pada Kantor Klinik Hukum Merdeka beralamat kantor Komplek

Bina Marga Jalan Pramuka Raya No. 56 Jakarta 13140 dan Setia Budi Business

Point Blok BB No. 7, Jalan Setia Budi Medan –Sumut, selaku Kurator dalam

proses Pailit dari Debitur Pailit – I dan Debitur Pailit – II. Kelima, menghukum

Para Debitur Pailit untuk membayar biaya perkara ini, yang sampai saat ini

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

68

ditaksir sebesar Rp 17.373.100,- (Tujuh belas juta tiga ratus tujuh puluh tiga ribu

seratus rupiah).

B. Analisis

Di dalam institusi yang berbentuk CV, diantara kedua macam sekutu

hanya sekutu komplemeter atau pengurus saja yang dapat mengadakan hubungan

hukum ekstern dengan pihak luar, sedangkan sekutu komanditer tidak mempunyai

kewenangan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Perbedaan

kewenangan ini mewakili dan tanggung jawab yang ada pada kedua sekutu.

Mengenai sekutu komanditer diatur secara khusus dalam KUHD yang

menentukan bahwa sekutu komanditer tidak boleh menggunakan namanya

sebagai nama CV tersebut, kemudian dinyatakan bahwa sekutu komanditer tidak

boleh melaksanakan tugas pengurusan atau bekerja dalam CV tersebut walaupun

dengan menggunakan surat kuasa. Dalam KUHD juga tercantum penjelasan

khusus mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh sekutu komanditer yaitu

melakukan tindakan kepengurusan, maka sekutu komanditer harus bertanggung

jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan

perikatan yang ada. 137

Seiring berjalannya CV maka CV akan menghadapi rintangan dan

keperluan CV yang harus dipenuhi oleh para sekutu baik sekutu komplementer

maupun sekutu komanditer. Termasuk salah satunya membutuhkan kredit dana

dari lembaga pembiayaan. Dalam kasus tersebut, pihak termohon dari CV.

ANUGERAH PRIMA melakukan kredit dana dari Lembaga Pembiayaan Ekspor

137

Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 20-21

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

69

Indonesia (EKSIMBANK). Dalam melakukan kredit dana tersebut, sekutu

komplementer yaitu Termohon I menjadi debitur, dan Termohon II menjadi

Penanggung Pribadi (Personal Guarantee) yang mana Termohon II ini

merupakan sekutu komanditer. Adapun tindakan melakukan kredit dana dari

lembaga pembiayaan merupakan tindakan wajar yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan persero.

Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan nama seorang pihak ketiga

guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si

berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.138

Penanggung sebagai

jaminan dari debitur kepada kreditur mengenai utangnya kepada kreditur.

Penanggungan dalam perkembangannya dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Pertama,

penanggungan yang diberikan oleh perorangan disebut penanggung pribadi

(personal guarantee), penanggungan yang diberikan oleh perusahaan disebut

penanggung perusahaan (corporate guarantee), dan penanggungan yang diberikan

oleh bank disebut penanggungan bank (bank guarantee). 139

Penanggung utang baik secara pribadi, korporasi maupun bank memiliki

hak istimewa yang disebut dengan hak untuk menuntut terlebih dahulu (voorrecht

van uitwinning). Hak istimewa ini bermaksud untuk menuntut benda-benda

debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi pinjaman debitur yang

bersangkutan.140

Namun, tidak dalam setiap penanggungan hak istimewa ini dapat

diberlakukan. Adakalanya dalam sebuah perikatan, hak istimewa ini dilepaskan

138

Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1820. 139

BEM UI, “JAMINAN PERORANGAN” diakses dari bem.law.ui.ac.id, pada tanggal

11 Januari pukul 00.52 140

Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1831 .

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

70

dan debitur dinyatakan tidak dapat dituntut apabila ditentukan secara khusus

dalam surat jaminannya.

Pada jaminan perorangan jika terjadi kepailitan, kreditur mempunyai hak

menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur yang utama juga kepada

penanggung atau dapat menuntut pemenuhan kepada debitur lainnya. Jaminan

perorangan demikian dapat terjadi jika kreditur mempunyai seorang penjamin

(borg) atau jika ada pihak ketiga yang mengikatkan diri secara tanggung

menanggung dalam debitur. Hal ini terjadi jika ada perjanjian penanggungan

(borgtocht) atau pada perjanjian tanggung menanggung sekutu pasif. Kecuali

karena adanya perjanjian yang sengaja diadakan, pihak ketiga juga dapat

mengikatkan diri secara perorangan pada kreditur untuk pemenuhan perutangan

berdasarkan ketentuan undang-undang. 141

Penanggung yang telah melepaskan hak-hak istimewanya terlebih dahulu

maka dalam kedudukan hukumnya disamakan dengan debitur karena telah

mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur secara tanggung

menanggung.142

Termasuk dalam kasus tersebut yang memandang Termohon II

sebagai penanggung pribadi yang kedudukan hukumnya disamakan dengan

debitur.

Kedudukan sekutu komanditer yang melakukan tindakan diluar

kewenangannya atau dianggap menjalankan perusahaan maka harus bertanggung

jawab secara tanggung renteng. Termohon II tidak seharusnya melakukan

141

Meiska Veranita, “Kedudukan Hukum Penjamin Perseorangan (Personal Guarantee)

dalam Hal Debitur Pailit menurut Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, diakses dari Jurnal.hukum.uns.ac.id pada tanggal 10

Januari 2018 pukul 08.15 WIB 142

Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1832 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

71

perikatan keluar dengan pihak ketiga (kreditur/lembaga pembiayaan ekspor

Indonesia) yang bukan menjadi kewenangannya dan melanggar aturan dalam

KUHD. Maka sesuai dengan Pasal 20 KUHD, sekutu komanditer yaitu Termohon

II harus bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan Termohon I. Tidak

adanya asas atau norma hukum yang bertolak belakang antara kedua norma

hukum tersebut. Maka menurut penulis, penulis sepakat dengan pertimbangan

hakim yang menyatakan bahwa penanggung pribadi kedudukan hukumnya

disamakan dengan debitur (Termohon II disamakan dengan Termohon I).

Namun berdasarkan analisa penulis, meskipun norma hukum antara

hukum penanggungan dalam KUHPer dan hukum mengenai sekutu komanditer

dalam KUHD tidak bertentangan atau bertolak belakang, dianggap tidak memiliki

batasan yang terang antara kedudukan sekutu komanditer dengan sekutu

komplementer dalam hukum penanggungan. Artinya, bahwa dengan melanggar

sebuah norma hukum dan menuruti hukum pengecualiannya, siapapun baik sekutu

komanditer dengan sekutu komplementer dapat melakukan perbuatan

penanggungan. Pada dasarnya hal ini tidak sesuai mengingat adanya pemisahan

tanggung jawab sekutu yang terdapat dalam CV khususnya. Maka dari itu

menurut penulis, pemerintah harus memberikan batasan yang jelas mengenai

tanggung jawab para sekutu baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer

bukan hanya dalam tanggung jawab internal dalam CV tersebut melainkan dengan

tanggung jawab eksternal kepada pihak ketiga dan lainnya. Disamping memang

kurangnya aturan yang ada terkhusus mengatur CV, tetapi perlu adanya suatu

peraturan perundang-undangan yang akan membatasi tanggung jawab para sekutu

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

72

terutama dengan hubungan hukum yang akan timbul dalam kegiatan yang

dilakukan CV tersebut.

Selain itu juga membenahi peraturan yang telah ada yang mungkin akan

mendukung tanggung jawab para sekutu dalam melakukan mitra kerja mengingat

hubungan hukum tersebut masih belum menunjukkan batasan tanggung jawab

para sekutu yang jelas. Misalnya, adanya aturan dalam hukum penanggungan

yang melarang pihak untuk menjadi penanggung secara pribadi dengan keadaan

pihak yang akan menjadi penanggung tersebut tidak dalam kuasanya untuk

melakukan penanggungan. Termasuk orang yang menjadi sekutu komanditer

dalam sebuah CV yang seharusnya dilarang untuk menjadi penanggung pribadi

dalam Perseroannya tersebut karena bukan kekuasaannya dan kewenangannya

untuk melakukan penanggungan tersebut, melainkan oleh sekutu

komplementernya saja.

Dari pembahasan BAB ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Putusan

hukum dalam kepailitanCV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn

telah menetapkan debitur pailit II selaku sekutu komanditer dapat dinyatakan

pailit karena dianggap berkedudukan hukum yang sama dengan debitu pailit I

selaku sekutu komplementer. Sekutu komanditer berlaku sebagai penjamin

perorangan pada perjanjian tersebut yang pada asasnya jaminan perorangan jika

terjadi kepailitan, kreditur mempunyai hak menuntut pemenuhan piutangnya

selain kepada debitur yang utama juga kepada penanggung atau dapat menuntut

pemenuhan kepada debitur lainnya. Dengan ketentuan yang telah termuat dalam

surat tersebut untuk mengenyampingkan hak-hak khusus untuk dimintakan

pertanggung jawaban debitur atau sekutu komplementer terlebih dahulu, maka

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

73

sekutu komanditer tersebut dinyatakan bertanggung jawab secara tanggung

renteng atas segala akibat hukum atas kepailitan tersebut. Debitur Pailit - II selaku

sekutu komanditer telah melanggar ketentuan Pasal 21KUHD dengan cara

menandatangani Akte-Akte Perjanjian Kredit dan Akta Penanggungan Pribadi

/Akta Personal Guarantee, yang mana pada hakikatnya hal tersebut tidak dapat

dilakukan oleh seorang sekutu komanditer.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dimana memiliki

sekutu didalamnya. Yang membedakan CV dengan persekutuan lainnya

dalam badan usaha tidak berbadan hukum yaitu adanya sekutu komanditer

selain adanya sekutu komplementer sebagai pengurus aktif dalam CV

tersebut. Sekutu komplementer betugas menjalankan kepengurusan pada

CV sedangkan sekutu komanditer hanya bertugas memberikan modal yang

telah diperjanjikan kepada CV. Termasuk dengan kerugian yang akan

dihadapi CV, sekutu komplementer akan menanggung kerugian tersebut

hingga ke harta kekayaan pribadinya. Berbeda dengan sekutu komanditer

sebagai pemberi modal, sekutu komanditer hanya dapat menanggung

kerugian sebesar modal yang ia berikan kepada CV tersebut. Berikut juga

dengan keadaan apabila mengalami kepailitan yang disebabkan tidak

dibayarnya utang-utang minimal 2 (dua) kreditur dan telah jatuh tempo,

maka yang bertanggungjawab atas kepailitan tersebut adalah para sekutu

baik yaitu sekutu komplementer. Sekutu komplementer juga bertanggung

jawab sepenuhnya sampai dengan harta kekayaan pribadi sedangkan

sekutu komanditer tidak dapat dinyatakan pailit namun ia juga tetap tidak

dapat meminta kembali modal yang telah ia serahkan kepada CV sebagai

pemberi modal.

2. Akibat hukum terhadap pailitnya sekutu CV yaitu memiliki dampak

terhadap putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan atas hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

75

hukumnya terhadap pihak-pihak yang lain seperti putusan pailit bersifat

serta merta, gugatan yang diajukan kepada debitur yang telah pailit harus

melalui kurator, eksekusi selain berhubugan dengan kasus pailit tersebut

harus dihentikan, pembayaran piutang debitur, hubungan dengan pekerja,

dan pembatalan segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh debitur

atas harta kekayaannya yang memiliki kemungkinan dikemudian hari

untuk dapat merugikan kreditur (action paulina). Selain itu akibat hukum

tersebut juga berdampak terhadap harta kekayaan debitur, yaitu mengenai

sita umum, pengambil alihan kekuasaan harta kekayaan debitur kepada

kurator, penangguhan eksekusi jaminan kreditur separatis, harta kekayaan

suami istri, dan pemberesan harta pailit oleh kurator. Mengenai

pertanggungjawaban sekutu atas kepailitan, para sekutu masing-masing

bertanggungjawab terhadap perikatan-perikatan CV tersebut. Yang

bertanggungjawab disini artinya sekutu komplementer sebagai pengurus,

sedangkan sekutu komanditer terbatas pada modal yang disetornya dan

tidak berhak meminta kembali keuntungan yang telah diterimanya.

Kecuali apabila sekutu komanditer ikut melakukan perikatan dan

perbuatan yang dapat disamakan dengan sekutu komplementer seperti

dalam Pasal 21 KUHD, maka sekutu komanditer pun harus ikut

bertanggungjawab secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer

lainnya. Sekutu komplementer bertanggung jawab sampai kepada harta

pribadinya secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer lainnya.

3. Putusan hukum dalam kepailitanCV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-

Pailit/2016/PN.Mdn telah menetapkan debitur pailit II selaku sekutu

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

76

komanditer dapat dinyatakan pailit karena dianggap berkedudukan hukum

yang sama dengan debitu pailit I selaku sekutu komplementer. Sekutu

komanditer berlaku sebagai penjamin perorangan pada perjanjian tersebut

yang pada asasnya jaminan perorangan jika terjadi kepailitan, kreditur

mempunyai hak menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur

yang utama juga kepada penanggung atau dapat menuntut pemenuhan

kepada debitur lainnya. Dengan ketentuan yang telah termuat dalam surat

tersebut untuk mengenyampingkan hak-hak khusus untuk dimintakan

pertanggung jawaban debitur atau sekutu komplementer terlebih dahulu,

maka sekutu komanditer tersebut dinyatakan bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas segala akibat hukum atas kepailitan tersebut.

Debitur Pailit - II selaku sekutu komanditer telah melanggar ketentuan

Pasal 21 KUHD dengan cara menandatangani Akte-Akte Perjanjian Kredit

dan Akta Penanggungan Pribadi /Akta Personal Guarantee, yang mana

pada hakikatnya hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang sekutu

komanditer.

B. Saran

1. Pemerintah harus memberikan batasan yang jelas mengenai tanggung

jawab para sekutu baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer

bukan hanya dalam tanggung jawab internal dalam CV tersebut melainkan

dengan tanggung jawab eksternal kepada pihak ketiga dan lainnya. Dan

pemerintah seharus membuat aturan hukum lebih khusus mengenai

tanggung jawab sekutu dalam CV

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

77

2. Mengingat masih besarnya eksistensi CV dalam kegaitan bisnis para

pengusaha, dan kurangnya aturan hukum mengenai CV selain dalam

KUHD, maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan khusus

yang mengatur tentang CV. Sama halnya seperti UU PT, maka pemerintah

khususnya bidang eksekutif membuat peraturan perundang-undangan

tentang CV.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Fuady, Munir. 2005. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Harahap, Yahya. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.

Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.

Kansil, C.S.T. 1996. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indaonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Komarudin. 1979. Ekonomi Perusahaan dan Menejemen. Bandung: Alumni.

Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Purwosijipto, H.M.N. 2005. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 :

Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan

Sembiring, Sentosa. 2008. Hukum Dagang. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Shubhan, M. Hadi. 2008. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik

Peradilan. Jakarta: Prenada Media Group.

Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum Bisnis (Edisi Revisi). Jakarta:

Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

Sjahdeini, Sutan Remi. 2009. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang

No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti.

Soekardono. 1991. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Sunarmi. 2010. Hukum Kepailitan. Jakarta: PT. Sofmedia.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suyatno, R Anton. 2012. Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang. Jakarta: kencana.

Tejaningsih, Titik. 2016. Perlidungan Hukum Terhadap Kreditor Separatis

dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Yogyakarta: FH UII

PRESS

Usman, Rachmadi. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Waluyo, Bernadette. 1999. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju.

Widjaya , I.G Rai.2005. Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha. Bekasi: Kesain

Blanc.

Widijowati, Rr Dijan. 2012. Hukum Dagang. Yogyakarta: Andi Offset.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 1999. Seri Hukum Bisnis dalam

Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undnag Hukum Dagang

Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Lembaga

Negara Tahun 2004, Nomor 131. Sekretaris Negara Republik

Indonesia. Jakarta.

Repulik Indonesia. 1982. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan. Lembaga Negara Tahun 1982, Nomor 7.

Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia.

C. Tesis

Gusri, firman. 2010. “Tanggung Jawab Sekutu Commanditaire Venootschap

dalam Kepailtan”. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

D. Jurnal

Safitri, Novita Diana dan Made Mahartayasa. 2017. “Pertanggungjawaban

Sekutu dalam Persekutuan Komanditer Yang Menglami Kepailitan”,

Volume 02

Reza, Muhammad. 2014. “Analisis Terhadap Kepailitan Persekutuan

Komanditer dan Akibat Hukumnya Berdasarkan Undang-Undang No.

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM PERSEKUTUAN

Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Medan

Nomor : 01/PAILIT/2006/PN.Niaga.Mdn).

E. Website

Sagoro Endra Murti. Bentuk Badan Usaha. (staffnew.uny.ac.id, diakses pada

tanggal 11 Januari 2018)

File Law. Perbedaan Bentuk Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan

Hukum. (lawfile.blogspot.id, diakses pada tanggal 13 Januari 2018)

HAG. Menentukan Badan Usaha Untuk Bisnis.

(http://m.hukumonline.com/berita/baca/it575022048e656/3-hal-ini-

perlu-diperhatikan-sebelum-menentukan-badan-hukum-untuk-bisnis,

diakses pada tanggal 13 Januari 2018)

Khayat Ibnu. Badan Usaha Perseroan, Firma, dan Komanditer.

(http://ibnukhayatfarisanu.files.wordpress.com/2017/03/03-badan-

usaha-perseroan-firma-komanditer.pdf, diakses pada tanggal 13

Januari 2018)

Arto, Sugi. Jenis Tanggung Jawab Hak, dan Kewajiban Sekutu pada Persekutuan

Komanditer. (aritonang.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 14

Januari 2018)

Safitri, Novita Diana dan Made Mahartayasa. 2017. “Pertanggungjawaban

Sekutu dalam Persekutuan Komanditer Yang Menglami Kepailitan”,

Volume 02

Universitas Sumatera Utara