Upload
akbar-yudishtira
View
227
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PHI
Citation preview
TUGAS PENGANTAR HUKUM INDONESIA
“HUKUM TATA NEGARA”
DISUSUN OLEH :
NAMA:
1. M. ALIF MAREZA ( 02011281520343)2. M. ALDIANSYAH P.H (02011181520419)3. MUHAMMAD TIARA (02011281520391)
4. WILLY SANDI (02011181520016)5. HIZKIA PRAMANA (02011281520378)
DOSEN PENGASUH:
WAHYU ERNANINGSIH, SH. M.HUM. AMIR SYARIFUDDIN, S.H. M.HUM.
INDAH FEBRIANI, S.H. M.H. THETA MURTI, S.H. M.H.
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SRIWIJAYA
KAMPUS INDRALAYA2015 / 2016
1
DAFTAR ISI
BAB I
1. PENDAHULUAN
1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara...……………………………..……1-2
1.2. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Tata Negara....……………………..2-3
1.3. Asas-asas Hukum Tata Negara...……………………………………………….3-5
1.4. Sumber-sumber Hukum Tata Negara....…………………………………………6
1.5. Keluarga Ilmu Kenegaraan ....7-9
1.5.1 Keluarga Ilmu Hukum Kenegaraan pada Umumnya........
1.5.2 Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik serta Ilmu Sosial Lainnya.....
1.5.3 Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara....
1.5.4 Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.....
1.5.5 Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional.....
BAB II
2. MASALAH………………….……………………………………………………10-11
2.1. Judul Permasalahan.......2.2. Deskripsi.......2.3. Fakta Umum.....2.4. Isu Hukum2.5. Sumber Hukum......
BAB III
PEMBAHASAN………………………………………………………………….12-16
BAB IV
2
KESIMPULAN………………………………………………………………..….17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara
Istilah hukum tata negara dalam Bahasa Belanda yaitu Staatsrecht atau
Hukum Negara.Dalam Istilah staatsrecht terkandung dua pengertian yaitu staatsrecht
in rumeire zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit).
Hukum tata negara dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum Tata
Negara atau Verfassngungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas
dan yang sempit. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup hukum tata negara
dalam arti sempit dan hukum administrasi negara.1
Istilah hukum tata negara dapat dianggap identik dengan pengertian “hukum
konstitusi” yang merupakan terjemahan langsung dari perkataan Constitutional Law.
Dari segi bahasa, istilah Constitutional Law dalam bahasa inggris memang biasa
diterjemahkan sebagai “hukum konstitusi”. Namun, istilah hukum tata negara itu
sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, niscaya perkataan yang dipakai
adalah Constitutional Law.2 Oleh karena itu, hukum tata negara dapat dikatakan
identik dengan istilah lain belaka dari “hukum konstitusi”.3
1Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, 1983
2Sri Soemantri, Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan Politik Indonesia, 1993
3Bagir Manan, Perkembangan UUD 1945, 2004
4
1.2. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Tata Negara
Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Dimana negara dipandang dari
sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Artinya obyeknya terikat pada tempat, keadaan dan
waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan cabang ilmu hukum yang membahas tatanan,
struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antara struktur organ atau struktur kenegaraan
serta mekanisme hubungan antara struktur negara dan warga negara.
Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi,
yaitu:
1. Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi)
2. Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik)
3. Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
4. Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
5. Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, meliputi jumlah,dasar, cara
dan hubungan antara pusat dan daerah)
6. Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana (peradilan, pemerintahan,perundangan)
7. Wilayah Negara (darat, laut, udara)
8. Hubungan antara rakyat dengan Negara (abdi Negara, hak dan kewajibanrakyat
sebagai perorangan/golongan, cara-cara pelaksanaan hak danmenjamin hak dan
sebagainya)
9. Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan (hak politik, systemperwakilan,
Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/penyampaian pendapat secara
tertulis dan lisan)
5
10. Dasar Negara (arti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidahhukum,
hubungan Pancasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi, budaya
dan berbagai paham yang ada dalam masyarakat)
11. Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara (Lagu Kebangsaan, Bahasa Nasional, Lambang,
Bendera, dan sebagainya)4
1.3. Asas – asas Hukum Tata Negara
Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum
Tata Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas Hukum Tata
Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD
karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas kenegaraan bersangkutan.
Asas-asas Hukum Tata Negara yaitu:
1. Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari
keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber hukum
materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya
dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut. Pancasila sebagai Azas
Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
2. Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi
Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat
dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam
4OBYEK DAN LINGKUP KAJIAN HUKUM TATA NEGARA http://manusiapinggiran.blogspot.com/2012/01/obyek- dan-lingkup-kajian-hukum-tata.html#ixzz3zBcVciAC di akses pada tanggal 2016-02-04 pukul 15.35
6
kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan
dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan
hukum.
3. Asas Negara Hukum
Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang
memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua adanya pembagian kekuasaan,
diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.
Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaatadalah :
a. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan.
b. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu
kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
c. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
d. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan
antara penguasa dengan rakyat.
4. Asas Demokrasi
Suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung
maupun tak langsung. Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas
kekeluargaan.
7
5. Asas Kesatuan
Suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa adanya
perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi. Asas Negara
kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap
berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi, sistem pemerintahan di Indonesia yang salah
satunya menganut asas Negara kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya
tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang
melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan.
6. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances
pembagian kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai
fungsinya.
Beberapa bagian seperti dikemukakan oleh John Locke yaitu :
a. Kekuasaan Legislatif
b. Kekuasaan Eksekutif
c. Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias
Politica :
a. Eksekutif
b. Legislatif
c. Yudikatif
8
7. Asas legalitas
Asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa berdasarkan
undang-undang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man dengan dasar
hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip demokrasi5.
1.4. Sumber – Sumber Hukum Tata Negara
Sumber Hukum dapat dibedakan antara yang bersifat Formal ( source of law in formal
sense ), dan Sumber Hukum yang bersifat Material (source of law in Material sense ).
Sumber Hukum dalam arti Formal itu adalah sumber hukum yang dikenali dari bentuk
formalnya. Dengan mengutamakan bentuk formalnya itu, sumber norma hukum itu harusla
memiliki bentuk hukum tertentu yang bersifat mengikat secara hukum.
Oleh karena itu, sumber hukum formal itu haruslah mempunyai salah satu bentuk
antara lain :
a. Bentuk produk legislasi ataupun produk regulasi tertentu (regels) ;
b. Bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat antar pihak (contract,treaty) ;
c. Bentuk Putusan hakim tertentu (Vonnis) ; atau
d. Bentuk – bentuk keputusan administratif (beschikking) tertentu dari pemegang
kewenangan administrasi negara.
Sudah tentu, setiap bidang hukum mempunyai sumber-sumber hukumnya sendiriyang
berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Dalam bidang hukum tata negara (constitutional
law), dapat dibedakan lagi antara hukum tata negara umum dan hukum tata negara positif.
Disamping itu, dimasing-masing negara juga berlaku sistem hukumnya secara sendiri-sendiri
5ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA http://manusiapinggiran.blogspot.com/2012/01/asas-asas-hukum-tata-negara.html#ixzz3zSzC9Wbi Diakses pada tanggal 2016-02-07 pukul 15.05
9
yang berbeda – beda pula pengertiannya tentang sumber hukum itu. Belum lagi jika masing-
masing negara itu memiliki tradisi hukum yang berbeda pula satu dengan yang lainnya, tentu
sumber hukum yang diakui berbeda-beda.
Namun demikian, diseluruh dunia keempat bentuk formal norma hukum tersebut
diatas, yaitu produl-produk yang berbentuk regelling, contract atau treaty, vonnis, dan
beschikking diakui sebagai sumber hukum yang penting. Disamping itu, seperti yang
dikemukakan diatas ada pula yang bersifat tidak tertulis. Oleh karena itu, didalam berbagai
bidang hukum selain keempat bentuk formal, tertulis, dikenal pula adanya bentuk-bentuk lain
yang tidak tertulis.
Khusus dalam bidang hukum tata negara pada umumnya (versfassungrechtslehre)
yang biasa diakui sebagai sumber hukum adalah :
1. Undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis;
2. Yurisprudensi peradilan;
3. Konvensi ketatanegaraan atau constitutional conventions;
4. Hukum internasional tertentu;
5. Doktrin ilmu hukum tata negara tertentu.
Dalam kelima sumber hukum tata negara tersebut, tercakup pula pengertian-
pengertian yang berkenaan dengan:
1. Nilai-nilai dan norma hukum yang hidup sebagai kontitusi yang tidak tertulis;
2. Kebiasaan-kebiasaan yang bersifat normatif tertentu yang diakui baik dalam lalu
lintas hukum yang lazim;
3. Doktri-doktrin ilmu pengetahuan hukum yang telah diakui sebagai ius comminis
opinio doctorum dikalangan para ahli otoritas di kalangan umum.
10
Dalam sistem hukum ketiga hal ini biasa juga dianggap sebagai sumber hukum yang
dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam membuat keputusan hukum.
Hukum tata negara dapat memperoleh sumber hukum dari tujuh bentuk. Namun,
Adler menyebutkan adanya unsur-unsur yang dinamakan sebagai basic principle, general
politica, moral values, policial practice sebagai sumber hukum tat negara di Inggris. Bahkan,
the rule of policial parties juga dimasukkan dalam daftar sumber hukum. Terlebih lagi costum
of the parliament juga ia kategorikan sebagai stricht law yang sejajar dengan hukum tertulis
serta keputusan pengadilan. Prinsip-prinsip dasar yang tidak tertulis serta nilai-nilai moral
dan politik yang dianggap ideal juga termasuk kedalam pengertian konstitusi tidak tertulis
sehingga sudah seharusnya pula dijadikan sebagai sumber hukum yang tidak tertulis. Inilah
sebenarnya yang disebut sebagai the living contitutional values di tengah-tengah kehidupan
kolektif warga negara.6
Oleh sebab itu, tujuh macam sumber hukum tata negara yag kita maksudkan itu adalah :
1. Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis;
2. Undang-undang dasar baik pembukaannya maupung pasal-pasalnya;
3. Peraturan perundang-undangan tertulis;
4. Yurisprudensi peradilan;
5. Konvensi ketatanegaraan atau constitutional conventions;
6. Doktrin ilmu hukum yang telah dijadikan ius opinio doctorum;
7. Hukum internasional yang diratifikasi atau telah berlaku sebagai hukm kebiasaan
internasional7.
6Jimly asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers), Hal.127-134.7Khusus mengenai international law ini, diakui juga menjadi bagian sistem hukum nasional Inggris, tetapi harus melalui diratifikasi terlebih dahulu sebelum menjadi hukum nasional dengan acts of parliament. Menurut Alder, secara formal, hukum internasional baru mengikat setelah diratifikasi menjadi hukum nasional, tetapi Internasional baru mengikat setelah diratifikasi menjadi hukum nasional, tetapi International Custumary Law berdasarkan yirisprudensi kasus Macleine-Watson vs DoT (1988) dianggap langsung mengikat secara hukum. Lihat John Alder, Ibid.,hlm.24.
11
1.5. Keluarga Ilmu Kenegaraan
1.5.1. Keluarga Ilmu Hukum Kenegaraan pada Umumnya
Ilmu Hukum Tata Negara termasuk Keluarga Ilmu Hukum kenegaraan (Staatlehre).
Seperti dikemukakan diatas, Staatlehre atau theorie der staat dapat dibagi dua, yaitu teori
negara dalam arti luas dan teori negara dalam arti luas dan sempit.
Dalam bukunya yang terkenal berjudul allgemeine Staatslehre, Gorg Jellinek, ahli
hukum kenamaan dari Australia menguraikan pohon ilmu kenegaraan atau staatswissenschaft
dalam arti luas yang mencakup cabang – cabang dan ranting – ranting ilmu pengetahuan
sebagai berikut. Staatswissenschaft mencakup staatwissenshaft dalam arti sempit dan
rechtwissenschaft. Staatwissenschaft dalam arti yang sempit meliputi :
a. Beschreidende staatswissenschaft, yaitu staatenkunde
b. Tehoritische staatswissenschaft atau staatsleer ; dan
c. Pratktische staatswissenschaft atau angewandte staatwissenschaft.
Sementara itu, cabang ilmu pengetahuan hukum yang biasa disebut dengan istilah
rechtwissenschaft meliputi :
a. Verfassungsrecht
b. Verwaltungsrecht
c. Internationale recht
Sedangkan Theoritische Staatwissenschaft atau Staatsleer dibagi ke dalam :
a. Allgemeine staatslehre atau ilmu negara umum; dan
b. Besondere staarslehre atau ilmu negara khusus.
Apabila yang dijadikan penekanan utamanya adalah recht atau hukum, Hukum Tata
Negara (Constitutional Law) yang kita pahami dewasa ini dapat dilihat dalam pengertian
verfasungsrecht. Akan tetapi, apabila yang diutamakan adalah aspek keilmuannya, Hukum
12
Tata Negara (Constitutional Law) itu dapat pula dipahami dalam pengertian allgemeine
staatslehre atau Hukum Tata Negara Umum8.
1.5.2. Hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik serta Ilmu sosial
lainnya
Ibarat tubuh manusia maka ilmu hukum tata negara diumpamakan oleh Barent
sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging-daging yang
melekat disekitarnya (het vlees er omheen beziet). Oleh karena itu untuk mempelajari hukum
tata negara, terlebih dahulu kita memerlukan ilmu politik, sebagai pengantar untuk
mengetahui apa yang ada dibalik daging-daging disekitar kerangka tubuh manusia yang
hendak diteliti. Dalam hal ini, negara sebagai objek studi ilmu hukum tata negara dan ilmu
politik juga dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia yang terdiri dari daging dan tulang.
Bagaimanapun juga organisasi negara itu sendiri merupakan hasil konstruksi tentang
peri kehidupan bersama dalam suatu komunitas hidup bermasyarakat. Oleh karena itu. Ilmu
hukim yang mempelajari dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin memisahkan
diri secara tegas dengan peri kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, menurut Prof.
Wirjono Prodjodikoro:
“...seorang sarjana hukum, untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang hukum
tata negara ada baiknya mempelajari juga ilmu sosiologi sebagai ilmu penunjang
(hulpwetenschap) bagi ilmu tata negara.”9
Bagi sarjana hukum tata negara disamping sosiologi, ilmu sosial lainnya juga sangat
penting sebagai penunjang, seperti ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropolodi, dan
sebagainya. Karena eratnya hubungan antara hukum dan negara disatu pihak dengan
masyarakat pada umumnya studi tentang gejala kemasyarakatan itu tumbuh dan berkembang
8Jimly asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers), Hal.35-36.9Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit.,hlm.3.
13
sesuai dengan kebutuhan sehingga melahirkan ilmu sosial pada umumnya. Ilmu yang
menyelidiki gejala-gejala pada kemasyarakatan pada umumnya disebut sosiologi dan yang
mengkhususkan kajiannya mengenai gejala kekuasaan disebut ilmu politik. Bahkan
diperguruan tinggi, dibentuk program-program studi ilmu sosial dan ilmu politik yang berdiri
sendiri di program studi Ilmu Hukum yang sudah berkembang sebelumnya10
1.5.3. Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara
Ilmu Negara adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas – asas pokok dan
pengertian – pengertian pokok mengenai negara dan Hukum Tata Negara11. Oleh karena itu,
ilmu negara merupakan ilmu pengantar dalam mempelajari Hukum tata Negara, Ilmu
Administrasi negara, dan juga Hukum Internasional Publik.
Dalam ilmu negara yang diutamakan adalah nilai teoritis ilmiahnya, sedangkan ilmu
Hukum Tata Negaradan Hukum Administrasi Negara terkait pula dengan norma
hukumnyadalam arti positif. Oleh karena itu, ilmu negara disebut sebagai seinwissenschaft,
sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan
Normwissenschaft.
Dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan pengantar bagi Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara, Ilmu negara tidak memiliki nilai yang praktis yang
langsung dapat digunakan dalam praktik. Sedangkan mempelajari Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara dapat langsung menghasilkan sesuatu pengetahuan yang
bernilai praktis.
10Jimly asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers), Hlm. 37.11Kusnadi dan Saragih, Op.Cit.,hlm.8.
14
Dalam segi manfaatnya, hubungan antara Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara
sebagai ilmu, jika dipelajari, dapat dikaitkan dengan pendapat Rengers Horra siccama yang
membedakan antara kebenaran hakikat dari kenyataan sejarah.12
Disamping itu, perbedaan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara juga dapat
dilihat dari segi Objek penyelidikannya. Jika Ilmu Negara mengacu pada Asas – asas dan
pengertian pokok tentang negara, Hukum Tata Negara mengacu kepada hukum positif yang
berlaku di waktu tertentu dan di suatu tempat.
1.5.4. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
Diberbagai negara, kedua cabang ilmu hukum ini sering kali disebutkan secara
bersama-sama secara berantai. Namun demikian, keduanya tetap dapat dibedakan antara satu
dengan yang lain. Dalam arti luas, Hukum Tata Negara itu sendiri mencakup juga pengertian
hukum tata negara dalam arti sempit dan hukum administrasi negara. Bagi mereka yang
menyetujui pendapat Oppenheim, perbedaan diantara keduanya dikaitkan dengan perbedaan
objek negara yang dikaji, yaitu negara dalam keadaan diam atau negara dalam keadaan
bergerak. Akan tetapi, hukum tata negara disamping mempelajari aspek statisnya juga
mempelajari tentang berbagai aspek dinamis dari negara. Dengan istilah yang berbeda, Frizt
Werner menyatakan, “ verwaltungsrecht als kongkretisierties Verfassungsrecht,”13 yaitu
bahwa hukum administrasi negara itu adalam hukum tata negara yang diletakkan dalam
keadaan yang kongkret.14
Menurut van Vollenhoven, Hukum Tata Negara adalah rangkaian peraturan hukum
yang mendirikan badan- badan sebagai alat suatu negara dengan memberikan wewenang
12Rengers Hora Siccama, naturlijke waarheid en historisce bepaaldheid, zwolld, 1985;ibid., “Au Commencement”, de la theorie du droit, dalam Revue Internationale de la theorie du droit, 1938, hlm.22.13Frizt Werner, Deutsches Verwaltungsblatt,1959,hlm.527
14Meinhard Schroder, “Administrative Law in germany” dalam Rene its Member states and the United States, (Groningen : Intersentia Uitgevers Antwerpen, 2002),hlm.91-92
15
kepada badan-badan itu, dan membagi-bagi pekerjaan pemerintah kepada banyak alat negara,
baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya. Sementara itu, Hukum Tata Usaha
Pemerintahan digambarkan olehnya sebagai serangkaian ketentuan yang mengikat alat – alat
negara, baik yang tinggi maupun yang rendah pada waktu alat-alat negara itu mulai
menjalankan pekerjaan dalam menunaikan tugasnya seperti yang ditetapkan dalam Hukum
Tata Negara.15
Jika kita menelaah perbedaan di kalangan ahli mengenai lingkup masing-masing
kedua cabang ilmu Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara itu, Menurut Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pendapat – pendapat tersebut di atas pada garis besarnya
dibedakan dalam dua kelompok. Kelompokpertama membedakan ilmu Hukum Tata Hukum
Administrasi Negara secara prinsipil karena menurut mereka kedua ilmu pengetahuan ini
dapat dibagi secara tajam baik mengenai sistematikanya maupun isinya. Sedangkan, banyak
ahli hukum lain yang beranggapan bahwa antara Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara tidak terdapat perbedaan yang bersifat asasi, melainkan hanya karena
pertimbangan manfaat praktisnya saja. Hukum Administrasi Negara tidak lain merupakan
Hukum Tata Negara dalam arti luas dikurangi dengan Hukum Tata Negara dalam arti sempit.
Inilah yang disebut sebagai teori residu dalam memahami dan membedakan definisi ilmu
hukum administrasi negara dari ilmu hukum tata Negara.16
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, yang termasuk ke dalam golongan yang
membedakan kedua cabang ilmu hukum ini secara prinsipil antara lain adalah Christian van
Vollenhoven. Tulisannya mengenai hal tersebut yang pertama adalah “Thorbecke en het Ad-
ministratiefrecht”. Dalam buku ini, van Vollenhovenmendefinisikan Hukum Tata Negara
sebagai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan
serta memberi wewenang kepadanya, dan bahwa kegiatan suatu pemerintahan modern adalah
15Prodjodikoro, Op.cit.,hlm.816Kusnadi dan Ibrahim, Op.Cit.,hlm.35
16
membagi-bagikan wewenang itu kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai
yang terendah. Sesuai dengan pandangan Oppenheim, Hukum Tata Negara diibaratkan
sebagai kondisi negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust). Sedangkan, Hukum
Administrasi Negara sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengikat badan-badan
negara baik yang tinggi maupun yang rendah jika badan-badan itu mulai menggunakan
wewenangnya yang ditentukan dalam Hukum Tata Negara.17
1.5.5. Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional Publik
Baik hukum tata negara maupun hukum internasional publik, sama-sama merupakan
cabang ilmu hukum publik. Akan tetapi, objek perhatian hukum internasional publik sangat
berbeda dari objek perhatian hukum tata negara. Hukum Tata Negara hanya mempelajari
negara dari struktur internalnya saja, sedangkan Hukum Internasional Publik mempelajari
hubungan hukum antarnegara itu sendiri,disamping itu, Hukum Internasional itu sendiri ada
yang bersifat privat (perdata) di samping ada yangbersifat publik. Tentunya yang mempunyai
hubungan erat dengan ilmu Hukum Tata Negara ada Internasional Publik.
Keduanya sama-sama menelaah ngenai organisasi negara. Akan tetapi,
Hukuminternasional Publik mempelajari dan mengatur mengenai hubungan eksternal dari
negara, sedangkanHukum Tata Negara berurusan dengan aspek-aspek yang bersifat internal
dalam Negara.18
17Van Vollenhoven, “Thorbecke en het Administratiefrecht” dalam J.Oppenheim bundel, Nederlandsch Administratiefrecht, 1921,hlm.2118Jimly asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers), Hlm. 53.
17
BAB II
MASALAH
2.1. Judul Permasalahan
“Yusron Ihza Melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Calon Gubernur (Pilgub) Provinsi Bangka Belitung (Babel)”
2.2. Deskripsi
Yusron menuding terjadi kecurangan dalam perhitungan suara Pemilihan Gubernur
(Pilgub) di daerah Bangka Belitung. Kuasa Hukum Yusron, Muhammad Asrun mengatakan
18
pihaknya memiliki bukti yang kuat adanya penyimpangan dalam perhitungan suara kubu
Yusron.
“Pelanggaran Hukum dan Konstitusi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Babel secara
terstruktur, sistematis, dan massif,” Ujar Asrun dalam keterangannya di Jakarta, Senin
(19/2/2012).
Ditambahkannya, pemilukada Provinsi Babel menurutnya dilakukan tanpa adanya
sosialisasi meliputi tata cara pencoblosan, teknis pelipatan suara yang mengakibatkan PPS,
dan PPK tidak memiliki pengetahuan khusus. “Sehingga menjebak para pemilih dan masih
banyak beberapa kecurangan lainnya.” Imbuhnya.
Kubu Yusron mengajukan 20 Saksi untuk bersaksi perihal dugaan praktik Politik
Uang yang dilancarkan oleh pasangan Cagub – Cawagub (incumbent) nomor urut 3, Eko
Maulana dan Rustam Effendy.
Moch. Syamsyudin seorang saksi mengungkapkan bahwa pasangan Eko dan Rustam
menjanjikan honor sebesar 5-10 juta untuk merekrut relawan dari setiap desa di 2 kabupaten
untuk mensosialisasikan, dan memberikan pencitraan pada pasangan tersebut. “Saya
koordinator tim relawan untuk 2 Kabupaten.Di Bangka Selatan 1.200 lebih relawan,”
ujarnya.19
2.3. Fakta Hukum
a. KPU kurang jelas dan kurang tegas dalam menerbitkan persyaratan dan teknik verifikasi
pemilu kada serta KPU juga kurang tegas dalam memastikan prosedur terkait pernyataan
kelengkapan berkas oleh KPU. Hal inilah yang menjadi titik rawan terjadinya pelanggaran
dan kecurangan.
19 http://feelinbali.blogspot.com/2013/02/contoh-kasus-htn-dan-analisanya.html#ixzz3zVGbM524 Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 00.35
19
b. Pemilukada Provinsi Babel dilakukan tanpa adanya sosialisasi meliputi tata cara
pencoblosan, teknis pelipatan surat suara yang mengakibatkan PPS, dan PPK tidak memiliki
pengetahuan khusus. Sehingga memungkinkan untuk menjebak pemilih.
c. Adanya dugaan praktik politik uang yang dilancarkan pasangan Cagub-Cawagub
(incumbent) nomor urut 3, Eko Maulana Ali dan Rustam Effendy.
2.4. Isu Hukum
a. Bagaimana sebenarnya mekanisme dan tata cara pengadaan PEMILU ?
b. Bagaimana pengaturan dan larangan - larangan terkait dengan pengadaan PEMILU?
c. Bagaimana penetapan calon pasangan terpilih dalam PEMILU?
d. Bagaimana bila terjadi sengketa baik dalam proses PEMILU maupun hasil PEMILU?
2.5. Sumber Hukum
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur
mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan
Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa
wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai
lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa
jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum
bebas dari pengaruh pihak mana pun.20
20https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemilihan_Umum Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 00.40.
20
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta
pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah
orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang
membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004.21
Pelanggaran tindak pidana pemilu dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 yang
terbagi atas pelanggaran dan kejahatan.Mulai dari Pasal 273 s/d Pasal 321. Jika dicermati
beberapa ketentuan dalam Pasal tersebut, sesungguhnya ada potensi pelanggaran terhadap
tindak pidana pemilu yangtersurat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 meliputi:
1. Penyelenggara pemilu yang meliputi anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/
Kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupten Kota, Panwas
Kecamatan, dan Petugas Pelaksana Lapangan lainnya.
2. Peserta pemilu yaitu pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD dan tim
kampanye.
3. Pejabat tertentu, seperti PNS, anggota TNI, anggota POLRI, pengurus BUMN/ BUMD,
Gubernur/ Pimpinan Bank Indonesia, perangkat Desa dan badan lain yang anggarannya
bersumber dari keuangan Negara.
4. Profesi media cetak/ elektronik, pelaksana pengadaan barang, dan distributor.
5. Masyarakat pemilih, pelaksana survei/ hitungan cepat, dan umum yang disebut sebagai
setiap orang.22
21https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 00.49.22http://www.negarahukum.com/hukum/tindak-pidana-pemilu.html Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 00.53.
21
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Bagaimana sebenarnya mekanisme dan tata cara pengadaan
PEMILU ?
PILKADA Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tahapan
Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan.
22
a) Tahap Persiapan meliputi :
1. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah (KDH) dan KPUD mengenai
berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud KDH berkewajiban untuk menyampaikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD.
3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan
Pemilihan KDH dan WKDH yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan
PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara
(PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan
pendaftaran pemantau.
4. DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari
Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat. . Dalam tahap
persiapan tugas DPRD semenjak memberitahukan berakhirnya masa jabatan Kepala
Daerah, DPRD paling lambat 20 hari setelah pemberitahuan tersebut, sudah membentuk
Panitia pengawas (panwas) sampai dengan tingkat terendah. Misal untuk pemilihan
Gubernur Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan. Hal ini agar
Panwas dapat mengawasi proses penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai dengan
Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses pencalonan, kampanye sampai dengan
pemungutan dan penghitungan suara. Kepada KPUD, dalam penetapan jadwal pelaksanaan
Pilkada khususnya terhadap hari pemungutan suara, diminta kepada KPUD untuk
memperhitungkan waktu penetapan hari pemungutan suara jangan terlalu cepat, karena
Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih baru dapat dilantik sesuai dengan tanggal
berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah yang lama. Walaupun dalam ketentuan tidak
23
diatur batasan waktu paling cepat untuk hari pemungutan suara.
2) Tahap pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih, pengumuman pendaftaran dan
penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara,
penetapan pasangan calon terpilih serta pengusulan pasangan calon terpilih.
Dalam kasus Pilgub Bangka Belitung ini ada dugaan dan indikasi terjadinya
kecurangan dan pelanggaran dari KPU dalam menjalankan tahapan pelaksanaan Pilgub
tersebut , indikasi ini muncul karena KPU kurang jelas dan kurang tegas dalam menerbitkan
persyaratan dan teknik verifikasi pemilu kada tersebut.23
3.2. Bagaimana pengaturan dan larangan - larangan terkait dengan
pengadaan PEMILU?
1. Pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram secara lisan maupun kepada
masyarakat.
2. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara sopan, tertib dan bersifat
edukatif.
3. Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik atau
kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan
pemerintah daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan
kaki atau dengan kendaraan di jalan raya.
4. Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS,
TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan.
23http://feelinbali.blogspot.com/2013/02/contoh-kasus-htn-dan-analisanya.html#ixzz3zVGbM524 Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 01.03
24
5. Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil Kepala daerah dalam
melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya
dan harus menjalankan cuti.
Dalam kasus ini ada indikasi dan dugaan bahwa peserta kampanye lain menghasut
atau mengadu domba partai politik atau kelompok masyarakat, sehingga menyebabkan
salah satu peserta kampanye kehilangan suara. Selain itu ada dugaan praktik politik uang
yang dilancarkan pasangan Cagub-Cawagub (incumbent) nomor urut 3, Eko Maulana Ali
dan Rustam Effendy.24
3.3. Bagaimana penetapan calon pasangan terpilih dalam PEMILU?
Penetapan pasangan Calon Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang memperoleh suara lebih dari 50% jumlah suara sah langsung ditetapkan sebagai
pasangan terpilih. Apabila perolehan suara itu tidak terpenuhi, pasangan calon yang
memperoleh suara terbesar lebih dari 25% dari suara sah dinyatakan sebagai pasangan calon
terpilih. Dalam hal pasangan calon tidak ada yang memperoleh 25% dari jumlah suara sah
maka dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah putaran kedua. Sesuai
dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1808/SJ tanggal 21 Juli 2005,
pelaksanaan Pilkada putaran kedua rentang waktu pelaksanaannya dilaksanakan selambat-
lambatnya 60 hari terhitung mulai tanggal berakhirnya masa waktu pengajuan keberatan
hasil penghitungan suara, apabila terdapat pengajuan keberatan terhadap hasil penghitungan
suara selambat-lambatnya 60 hari dihitung mulai tanggal adanya keputusan Mahkamah
Agung/Pengadilan Tinggi tentang sengketa hasil pemungutan suara.25
24http://feelinbali.blogspot.com/2013/02/contoh-kasus-htn-dan-analisanya.html#ixzz3zVGbM524 Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 01.11.25http://feelinbali.blogspot.com/2013/02/contoh-kasus-htn-dan-analisanya.html#ixzz3zVGbM524 Diakses pada tanggal 2016-02-08 pukul 01.15.
25
3.4. Bagaimana bila terjadi sengketa baik dalam proses PEMILU
maupun hasil PEMILU?
Sengketa dalam penyelenggaraan Pemilu ada 2 (dua) jenis, yaitu Sengketa
Pelaksanaan Pemilu dan Sengketa Hasil Pemilu.
1. Sengketa Pelaksanaan Pemilu adalah sengketa yang terjadi antara para pihak yang
disebabkan oleh suatu obyek tertentu dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilu.
Sengketa Pemilu ini diselesaikan oleh Panwaslu dengan melakukan mediasi terhadap
para pihak yang bersengketa.
2. Sengketa Hasil Pemilu adalah sengketa yang berkaitan dengan perbedaan hasil
penghitungan suara hasil Pemilu. Sengketa hasil Pemilu diselesaikan oleh Mahkamah
Konstitusi.
Jadi apabila dilihat dari kasus diatas seharusnya sengketa menyangkut dugaan
kecurangan pada proses PEMILU sehingga mempengaruhi hasil PEMILU harus
diselesaikan melalui Panwaslu dan MK. Jadi tidak melulu penyelesaian pada MK saja.
26
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
4.1. Kesimpulan
Istilah hukum tata negara dapat dianggap identik dengan pengertian “hukum
konstitusi” yang merupakan terjemahan langsung dari perkataan Constitutional Law.
Dari segi bahasa, istilah Constitutional Law dalam bahasa inggris memang biasa
diterjemahkan sebagai “hukum konstitusi”. Namun, istilah hukum tata negara itu
sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, niscaya perkataan yang dipakai
adalah Constitutional Law. Oleh karena itu, hukum tata negara dapat dikatakan
identik dengan istilah lain belaka dari “hukum konstitusi”.
Sengketa Pemilukada merupakan salah satu ruang lingkup yang dikaji dalam
Hukum Tata Negara, Karena dalam sengketa tersebut, melibatkan lembaga negara
yang merupakan struktur dari negara. Rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan
27
tertinggi dalam negeri ini, memilih perwakilannya untuk duduk dalam kursi
pemerintahan merupakan salah satu yang dikaji dalam ilmu negara yang merupakan
dasar dari Hukum Tata Negara.
Dalam Hal sengketa pemilukada di Bangka Belitung tersebut Mahkamah
Konstitusi sebagai Pengadilan tertinggi dalam Negeri ini merupakan pihak yang
berwenang dalam mengatasi permasalahan tersebut, yang telah dicantumkan tanggung
jawab, tugas, hak, dan wewenangnya dalam UUD dan UU serta Peraturan lainnya.
Apabila dilihat dari adanya pelanggaran yang terjadi dalam pemilu tersebut,
maka apabila pelanggaran tersebut menimbulkan sengketa pihak yang disebabkan
oleh suatu objek tertentu dalam pelaksanaa pemilu tersebut, sengketa pemilu ini dapat
diselesaikan oleh Panwaslu dengan melakukan mediasi terhadappihak yang
bersengketa. Dan apabila sengketa tersebut mengenai hasil maka Mahkamah
Konstitusi lah yang berwenang memutuskan Final dari sengketa tersebut.
4.2. Saran
Untuk menghindari terjadinya sengketa dalam PEMILU maka KPU sudah seharusnya
untuk bersikap netral terjauh dari unsur-unsur politik dan bersifat mengintervensi proses dan
hasil dalam PEMILU. Untuk menghindari kecurigaan terhadap kecurangan dalam PEMILU
maka KPU hendaknya melakukan tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dengan benar.
28
DAFTAR PUSTAKA
29