30
i PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA MANGROVE ECOLOGICAL BUILDING SEBAGAI SOLUSI KONSERVASI DAN EDUKASI EKOSISTEM MANGROVE BIDANG KEGIATAN : PKM GAGASAN TERTULIS Diusulkan oleh: Ketua Kelompok : Arini 201010260311004 (Angkatan 2010) Anggota : Fariid Andhika L 201010260311019 (Angkatan 2010) Restu Putri Astuti 201010260311023 (Angkatan 2010)

Pkm Gt 13 Umm Arini Rukamang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mangrove

Citation preview

vi

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWAMANGROVE ECOLOGICAL BUILDING SEBAGAI SOLUSI KONSERVASI DAN EDUKASI EKOSISTEM MANGROVEBIDANG KEGIATAN :

PKM GAGASAN TERTULISDiusulkan oleh:Ketua Kelompok : Arini

201010260311004 (Angkatan 2010)Anggota : Fariid Andhika L

201010260311019 (Angkatan 2010)

Restu Putri Astuti 201010260311023 (Angkatan 2010)

Dina Mariani

201010260311033 (Angkatan 2010)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANGMALANG2012

LEMBAR PENGESAHAN

USULAN PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA1. Judul Kegiatan

: Mangrove Ecological Building Sebagai Solusi Konservasi Dan Edukasi Ekosistem Mangrove2. Bidang Kegiatan

: ( ) PKM-AI() PKM-GT3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap

: Arinib. NIM

: 201010260311004c. Jurusan

: Budidaya Perairan

d. Universitas

: Universitas Muhammadiyah Malange. Alamat dan No. Tel/HP: Jl. Lansep 1/23D, Geluran SD Surabaya

f. Alamat Email

:

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis: 3 orang5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar

: Hariyadi, S.Pi, M.Sib. NIP

: 110.0203.0365c. Alamat Rumah dan No. Tel/HP: 081 218 752 187

Malang, 23 Desember 2012Menyetujui

Ketua Jurusan PerikananKetua Pelaksana Kegiatan

(Sri Dwi Hastuti, S.Pi, M.Aqua)(Arini) NIP.UMM. 110.9911.0353NIM. 201010260311004Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping(Dr. Diah Karmiyati, P.Si.)(Hariyadi, S.Pi, M.Si)NIP.UMM. 109 880 20064 NIP.UMM. 110.0203.0365

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis luar biasa yang berjudul Mangrove Ecological Building Sebagai Solusi Konservasi dan Edukasi Ekosistem Mangrove ini dengan perjuangan yang sangat memberikan arti bagi penulis. Karya tulis ini dibuat guna mengikuti program kreativitas mahasiswa dengan spesifikasi di gagasan tertulis. Terwujudnya karya tulis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Bapak Hariyadi, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan dukungan hingga terselesaikanya karya tulis ilmiah ini.2. Ibu Sri Dwi Hastuti, S.Pi, M.Aqua, selaku Ketua Jurusan Perikanan atas dukungannya dalam penyusunan PKM-GT ini.

3. Ibu dan Ayah serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

4. Teman-teman yang selalu memotivasi dalam pembuatan karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan pembelajaran pada khususnya dan para pembaca pada umumnya untuk aplikasi dalam budidaya udang di masyarakat.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.Malang, 23 Desember 2012

Penulis

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN iiKATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR LAMPIRAN v

RINGKASAN vi

PENDAHULUAN 1Latar Belakang 1

Tujuan 3

Manfaat 3

GAGASAN 3

PERKEMBANGAN KONSERVASI MANGROVE.................................. 5KEADAAN MANGROVE SAAT INI dan FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN KONSERVASI MANGROVE......................................... 5POTENSI PENERAPAN UNTUK KONSERVASI DAN EDUKASI EKOSISTEM MANGROVE.7Merehabilitasi Ekosistem Mangrove.. ..7KESIMPULAN 9DAFTAR PUSTAKA10LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................ 11

DAFTAR GAMBARGambar 1. Ekosistem Mangrove (Anonim, 2012)...2

Gambar 2. Mangrove Ecological Building (Anonim, 2012)........3Gambar 3. Kerusakan ekosistem mangrove (Anonim, 2012)..6DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas hutan mangrove di Indonesia (FAO, 2002).1DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar riwayat hidup anggota tim 11Lampiran 2. Daftar riwayat hidup pembimbing12

Lampiran 3. Konsep Mangrove City.13

RINGKASAN

Luasan hutan mangrove di dunia 15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). Kerusakan hutan mangrove di Indonesia mencapai 1,8 juta hektare hutan itu merupakan 58 persen dari 3,1 juta hektare seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Menurut Santoso dan H.W. Arifin (1998), fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.

Kerusakan hutan mangrove di Indonesia sebagian besar diakibatkan dari kegiatan manusia yang tidak paham arti penting ekosistem mangrove. Kondisi hutan mengrove sampai saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Dahuri, et al (1996), menyatakan kegiatan seperti tebang habis, pengalihan aliran air tawar untuk saluran irigasi, konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan, pembuangan sampah padat, pencemaran minyak akibat tumpahan minyak dalam jumlah besar dan penambangan dan ekstraksi mineral sangat berpotensi terhadap kerusakan ekosistem mangrove.

Untuk memulihkan kembali keberadaan hutan mangrove diperlukan pengemasan wilayah konservasi menjadi lebih baik lagi. Karena selama ini kawasan ekowisata masih terlihat kurang memiliki nilai jual baik untuk ekonomi dan konservasi itu sendiri. Melalui pembangunan objek wisata edukasi Mangrove Ecological Building. Penerapan Mangrove Ecological Building berorientasi terhadap terbentuknya kawasan wisata bahari yang dikemas secara modern dengan memperhatikan ekosistem mangrove.

Mangrove Ecological Building merupakan sebuah objek wisata modern dan terintegrasi dimana ekosistem mangrove dijaga, dilestarikan, dikelola serta dibudidayakan melalui perjalanan riset dan penelitian serta memberikan pemahaman kepada masyarakat luas melalui ekowisata. Mengingat pentingnya menjaga dan memperbaiki ekosistem mangrove perlu ditetapkan objek wisata modern yang bekerjasama dengan pemerintah, swasta, masyarakat dan pihak dari kalangan internasional. Dengan demikian dapat menjadi sebuah fasilitas untuk pelestarian dan pemberdayaan hutan mangrove dengan cara wisata edukasional dan sebagai sarana wisata.

PENDAHULUANLatar Belakang Luasan hutan mangrove di dunia 15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). Luasan ini penyebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan penyebaran terluas di Papua. Menurut Anonim (1996) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia sebesar 3,54 juta ha atau sekitar 18-24% hutan mangrove dunia, merupakan hutan mangrove terluas di dunia. Negara lain yang memilki hutan mangrove yang cukup luas adalah Nigeria seluas 3,25 juta ha, Meksiko 1,42 juta ha dan Australia 1,6 juta ha. Luas hutan di dunia sekitar 17,5 juta ha. Hal ini sejalan dengan Dahuri (2001) bahwa hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 seluas 5.209.543 ha, menurun menjadi 3.235.700 ha pada tahun 1987 dan menurun lagi menjadi 2.496.185 ha pada tahun 1993. Menurut Tempo (2012), Kerusakan hutan mangrove di Indonesia mencapai 1,8 juta hektare hutan itu merupakan 58 persen dari 3,1 juta hektare seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia. Tabel 1 menampilkan luas hutan mangrove di Indonesia untuk setiap wilayahTabel 1. Luas hutan mangrove di Indonesia (FAO, 2002).WilayahLuas (ha)Persen

Bali1.9500,1

Irian Jaya1.326.99038

Jawa33.8001

Jawa Tengah18.7000,5

Jawa Barat8.2000,2

Jawa Timur6.9000,2

Kalimantan1.139.46032,6

Kalimantan Barat194.3005,6

Kalimantan Tengah48.7401,4

Kalimantan Timur775.64022,2

Kalimantan Selatan120.7803,5

Maluku148.7104,3

Nusa Tenggara15.4000,4

Sulawesi256.8007,4

Sumatera570.00016,3

Indonesia3.493.110100

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Menurut Santoso dan H.W. Arifin (1998), fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.

Kerusakan hutan mangrove di Indonesia sebagian besar diakibatkan dari kegiatan manusia yang tidak paham arti penting ekosistem mangrove. Dahuri, et al (1996), menyatakan kegiatan seperti tebang habis, pengalihan aliran air tawar untuk saluran irigasi, konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan, pembuangan sampah padat, pencemaran minyak akibat tumpahan minyak dalam jumlah besar dan penambangan dan ekstraksi mineral sangat berpotensi terhadap kerusakan ekosistem mangrove.

Gambar 1. Ekosistem Mangrove (Anonim, 2012)Terdapat dua konsep utama dalam pengelolaan dan pelestarian mangrove yang dapat diterapkan. Kedua kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove (Bengen, 2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.

Dalam melakukan konservasi mangrove tentu saja diperlukan tindakan-tindakan nyata yang secara signifikan dapat mewujudkan lestarinya mangrove. Ada banyak konsep dan teknik operasional yang dapat dilakukan dalam melakukan konservasi. Salah satu sekarang yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan mangrove menjadi daerah wisata alami tanpa melakukan gangguan signifikan terhadap keberadaan mangrove itu sendiri dengan adanya ekowisata mangrove. Pengembangan objek wisata mangrove harus dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama dijalankan. Diharapkan mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui konservasi, yang berupa penambahan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan.

Untuk memulihkan kembali keberadaan hutan mangrove diperlukan pengemasan wilayah konservasi menjadi lebih baik lagi. Karena selama ini kawasan ekowisata masih terlihat kurang memiliki nilai jual baik untuk ekonomi dan konservasi itu sendiri. Melalui pembangunan objek wisata edukasi Mangrove Ecological Building yang terdiri dari bangunan terintegrasi antara ekosistem mangrove dan berbagai fasilitas penunjang seperti laboratorium, auditorium, akuarium laut, teater, dan lain-lain. Manfaat Mangrove Ecological Building bukan hanya sebagai kawasan konservasi dan ekowisata tetapi mampu merehabilitasi ekosistem mangrove. Oleh karena itu, teknologi Mangrove Ecological Building merupakan solusi yang sesuai untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem mangrove sehingga tercapainya luasan kawasan mangrove , peningkatan edukasi kepada masyarakat dan dapat menguntungkan masyarakat secara ekonomi.

Gambar 2. Mangrove Ecological Building

TUJUAN

Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) ini adalah memberikan gagasan terhadap solusi solusi yang sesuai untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem mangrove sehingga tercapainya luasan kawasan mangrove , peningkatan edukasi kepada masyarakat dan dapat menguntungkan masyarakat secara ekonomi.

MANFAAT

Manfaat yang ingin dicapai dalam pembangunan objek wisata edukasi Mangrove Ecological Building adalah peningkatan progam riset dan wisata mangrove yang lebih modern karena ditunjang dengan fasilitas bangunan yang memadai. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove serta tercapainya rehabilitasi mangrove yang akan meningkatkan luasan kawasan mangrove. GAGASANPERKEMBANGAN KONSERVASI MANGROVEEkosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).Saat ini pemanfaatan hutan mangrove dilakukan berdasarkan orientasi secara ekonomi tanpa memperhatikan fungsi ekologis dan berkelanjutan. Kegiatan manusia yang melakukan perambahan hutan mangrove untuk pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, pembukaan lahan untuk tambak ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan dan perindustian membuat terancamnya kelelestarian hutan mangrove. Semua kegiatan tersebut hanya berorientasi keapda keuntungan semata. Padahal dampak berkurangnya hutan mangrove tidak bisa dirasakan secara langsung. Akibatnya kerusakan hutan mangrove tidak bisa dihindari , berdasarkan data Kementrian Kehutanan 2011, menyebutkan dari 7,7 juta hektare hutan mangrove yang ada di Indonesia 41,9% telah mengalami kerusakan. Pembangunan wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan merupakan kebijakan penting Departemen Kelautan dan Perikanan. Kebijakan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa wilayah pesisir dan laut secara ekologis dan ekonomis sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan demi untuk kesejahteraan masyarakat. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan, namun pola pemanfaatan yang sifatnya merusak dan mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan laut masih saja terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya atau kurang tersedianya pilihan lain dalam memenuhi kebutuhannya. Pengembangan ekonomi wisata (ekowisata) merupakan salah satu alternatif pembangunan yang dapat membantu mengatasi masalah tersebut (Tuwo, 2011).Menurut Wahab (1992), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kedatangan wisatawan pada suatu obyek wisata, yang pertama adalah faktor irrasional (dorongan bawah sadar) yang meliputi lingkup pergaulan dan ikatan keluarga, tingkah laku prestise, pengaguman pribadi, perasaan-perasaan keagamaan, hubungan masyarakat dan promosi pariwisata, iklan dan penyebaran serta kondisi ekonomi (pendapatan dan biaya). Sedangkan faktor yang kedua merupakan faktor rasional, meliputi sumber-sumber wisata, fasilitas wisata, kondisi lingkungan, susunan kependudukan, situasi politik dan keadaan geografis.

Sejalan dengan semakin mengkhawatirkannya masalah kerusakan mangrove maka pembangunan objek wisata edukasi Mangrove Ecological Building menjadi solusi untuk peningkatan upaya konservasi dan rehabilitasi mangrove berbasis ekowisata yang memberdayakan masyarakat. Pembangunan mangrove ecological building dikonsep seperti green house atau rumah kaca. Menurut Wikipedia (2012), Rumah kaca (atau rumah hijau) adalah sebuah bangunan di mana tanaman dibudidayakan. Sebuah rumah kaca terbuat dari gelas atau plastik; Dia menjadi panas karena radiasi elektromagnetik yang datang dari matahari memanaskan tumbuhan, tanah, dan barang lainnya di dalam bangunan ini. Kaca yang digunakan untuk rumah kerja bekerja sebagai medium transmisi yang dapat memilih frekuensi spektral yang berbeda-beda, dan efeknya adalah untuk menangkap energi di dalam rumah kaca, yang memanaskan tumbuhan dan tanah di dalamnya yang juga memanaskan udara dekat tanah dan udara ini dicegah naik ke atas dan mengalir keluar. Oleh karena itu rumah kaca bekerja dengan menangkap radiasi elektromagnetik dan mencegah konveksi.

Mangrove Ecological Building merupakan kombinasi kompleks teknologi hijau ramah lingkungan dan penggunaan material untuk pembangunan yang disesuaikan dengan kawasan mangrove yang ada didalamnya. Mangrove Ecological Building terdiri dari turbin angin, pembuat hujan buatan, filtrasi air laut, alat pengatur cahaya harian, alat pengatur distribusi air dan energi sehingga mangrove dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, adanya panel tenaga surya sebagai suplai energi di dalam gedung yang diintegrasikan dengan ETFE film yang akan menyaring sinar matahari berlebih. Mangrove Ecological Building dirancang terdiri dari gedung utama sebagai kawasan rehabilitasi mangrove, gedung kedua sebagai function hall berisi akuarium laut beserta biota didalamnya, dan gedung ketiga sebagai hotel. Pembangunan mangrove ecological building diharapkan dapat menjadi lokasi wisata edukasi modern yang berbasis ekowisata selain itu, tujuan utamanya adalah untuk kawasan rehabilitasi dan konservasi ekosistem mangrove. Pengunjung mangrove ecological building dapat menikmati keindahan struktur bangunan yang ramah lingkungan, melihat dan merasakan secara langsung interaksi di ekosistem mangrove serta dapat menambah wawasan pentingnya menjaga ekosistem mangrove. KEADAAN MANGROVE SAAT INI dan FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN KONSERVASI MANGROVE

Berdasarkan data terbaru Badan Informasi Geospasial, luas hutan mangrove di Indonesia hanya 3,2 juta hektar (ha). Namun, jumlah itu merupakan 22 persen dari seluruh ekosistem sejenis di dunia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa posisi hutan mangrove Indonesia cukup strategis sebagai penyangga ekosistem mangrove dunia. Sungguhpun demikian, kebijakan pemerintah selama ini lebih berbasis pada pengolahan lahan darat, bukan lahan pesisir. Hutan mangrove selama ini banyak berubah fungsi menjadi lahan tambak, perkebunan sawit dalam skala besar, area pemukiman dan penebangan liar. Kedepan, perlu Perda Tata Ruang di masing-masing daerah yang menata dan mengendalikan perubahan fungsi diatas. Hal ini dipandang penting dan mendesak karena, terkait dengan skema REDD+, hutan mangrove Indonesia diproyeksikan berperan penting dalam program pengurangan emisi karbon. Walaupun luasnya hanya 2,5 persen kawasan hutan tropis, kerusakan ekosistem ini berdampak jauh lebih besar daripada kerusakan hutan konvensional. Menghancurkan 1 Ha hutan mangrove, emisinya setara dengan menebang 3-5 Ha hutan tropis.

Di sisi lain, hutan mangrove sangat berpotensi mendukung penghidupan masyarakat pesisir. Dalam kurun 30 tahun, apabila tidak ditangani secara optimal dikhawatirkan hutan mangrove akan mengalami kerusakan dan penyusutan yang luar biasa. Hal ini akan merugikan masyarakat pesisir dan ekosistem alam itu sendiri. Untuk mencegah hal ini, perlu tekad kuat seluruh elemen bangsa melalui pendekatan lintas sektor yang lebih koordinatif dengan melibatkan unsur birokrasi, akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat luas.

Keanekaragaman jenis flora dan fauna serta keunikan ekosistem mangrove dapat dilestarikan dan dikembangkan sebagai potensi untuk hutan wisata atau bahkan taman nasional. Kondisi hutan mengrove sampai saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Perluasan tambak dan lahan pertanian serta adanya penebangan yang tidak terkendali telah terbukti, bahwa penggunaan lahan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya dan melampaui daya dukungnya, sehingga terjadi kerusakan ekosistem hutan mangrove dan degradasi lingkungan pantai. Kondisi inidiperberat lagi dengan terjadinya pencemaran air sungai/air laut dan eksploitasi sumberdaya laut yang tak ramah lingkungan.

Gambar 3. Kerusakan ekosistem mangroveDampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Widigdo, 2000). Sedangkan Khazali (1999), menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24 3,73 juta hektar. Saat ini gencar dilaksanakan progam penanaman mangrove yang melibatkan aparat pemerintah, LSM, mahasiswa, pelajar dan perusahaan swasta. Namun terkadang kita sendiri tidak memikirkan apakah berhasil upaya rehabilitasi yang kita lakukan? Apakah hanya tindakan sia-sia belaka. Hal ini diindikasikan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove itu sendiri. Rehabilitasi mangrove tidak saja hanya dengan menanam ribuan bibit mangrove tanpa disertai progam pemeliharaan dan ketidaksesuaian mangrove dengan lahan penanaman. Di lain pihak, upaya konservasi tehadap hutan mangrove dengan sendirinya tidak hanya bermanfaat bagi konservasi vegetasi mangrove, melainkan juga bagi biota lain yang berasosiasi di dalamnya. Secara ekonomis, pendanaan konservasi mangrove dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mendanai konservasi biota lain.Dari sisi politis perundangan, keberadaan hutan mangrove merupakan aspek penting dalam upaya konservasi pesisir. Sejak tahun 1986, pemerintah telah melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) mendirikan Mangrove Information Center atau Pusat Informasi Mangrove (PIM) di Denpasar, Bali. Tujuan dari PIM adalah mewujudkan pengelolaan hutan mangrove in-situ yang berdasarkan kepada prinsip keberlanjutan. Bentuk-bentuk kerjasama lain yang didasarkan pada keberadaan mangrove juga ada dan disesuaikan dengan tujuan masing-masing.

Nilai kelestarian atau biasa disebut bequets value merupakan nilai tidak langsung yang berkaitan dengan kemungkinan untuk mempertahankan ekosistem, dalam hal ini mangrove, dan mewariskannya pada generasi selanjutnya (Hopkinson dan Stern, 2002). Nilai ini sangat penting atas isinya yang berkaitan dengan kesadaran untuk berupaya mempertahankan ekosistem mangrove. Artinya, jika manusia telah memiliki kesadaran akan nilai ini, diharapkan akan muncul suatu dorongan untuk melakukan upaya mempertahankan kelestariannya sehingga nilai lain yang dimiliki mangrove akan ikut lestari. Sayangnya, tidak semua dari yang menyadari pentingnya hutan mangrove memiliki kemauan, apalagi dapat berupaya untuk menjaga kelestariannya.

Natures services have always been there, free for the taking, and our expectations and economies are based on the premise that they always will be. We are like young children who think that food comes from the refrigerator, and who do not yet understand that what now seems free is not. (Abramovitz, 1998 dalam Hopkinson dan Stern, 2002). Berdasarkan pada pendapat Abramovitz tersebut, kita sebagai manusia seharusnya dapat berpikir dewasa untuk dapat memperlakukan alam, dalam hal ini hutan mangrove dengan semestinya sehingga manfaatnnya dapat diambil dan kelestariannya tetap terjaga.

Demi keberhasilan usaha ini tidak semua kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan, yang mana dapat ditentukan atas faktor-faktor berikut: - Lokasi harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau

-Perencanaan ekowisata dan persiapan oleh masyarakat untuk menjalankan ekowisata sebagai usaha bersama,

- Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata,- Interpretasi atas alam dan budaya yang baik, - Kemampuan untuk menciptakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan, dan juga usaha pembelajaran kepada wisatawan, - Menjalin hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan organisasi-organisasi lain yang terlibat.

Dalam pembangunan mangrove ecological building haruslah sesuai dengan penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :

Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya (Bengen,2001)POTENSI PENERAPAN MANGROVE ECOLOGICAL BUILDING UNTUK KONSERVASI DAN EDUKASI EKOSISTEM MANGROVEMerehabilitasi Ekosistem MangroveEkosistem mangrove mempunyai peran yang penting baik secara fisik, ekologi maupun ekonomi terhadap masyarakat namun kondisi sekarang khususnya di wilayah Wallacea telah mengalami kerusakan dan memerlukan rehabilitasi agar berfungsi kembali. Keanekaragaman mangrove merupakan kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan rehabilitasi kawasan mangrove. Pemanfaatan keanekaragaman jenis mangrove dalam kegiatan rehabilitasi/pemulihan hutan mangrove merupakan suatu tindakan pelestarian jenis yang semakin terancam dengan semakin rusaknya kawasan hutan mangrove.

Pada umumnya kegagalan pemulihan hutan mangrove yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak karena kurang memperhatikan faktor hidrologi dari ekosistem lokasi tempat pemulihan. Berdasarkan informasi dan pengalaman keberhasilan di beberapa tempat maka untuk memulihkan hutan mangrove diperlukan 6 prinsip yang perlu diperhatikan yaitu harus memahami otekologi jenis (outecology) maupun ekosistem lokasi mangrove itu sendiri, mengerti pola hidrologi, memahami sifat-sifat perkembangan jenis-jenis pohon mangrove, memilih situs dan tapak yang layak untuk direhabilitasi, menyusun rencana kerjasama dengan semua pihak, dan melakukan penanaman pada lokasi yang sulit mendapat sebaran alam.Penerapan Mangrove Ecological Building berorientasi terhadap terbentuknya kawasan wisata bahari yang dikemas secara modern dengan memperhatikan ekosistem mangrove. Diperlukanya perencanaan dan pengelolaan kawasan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu:a)Mempertahankan kelestarian lingkungannya

b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut

c) Menjamin kepuasan pengunjung

d) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat disekitar kawasan dan zona pengembangannya.

Selain keempat aspek tersebut, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan untuk pengembangan ekowisata bahari, anatara lain : Aspek Ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan maksimal suatu kawasan

Aspek Fisik, Daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas

Aspek Sosial, Daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan

Aspek Rekreasi, Daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.Potensi penerapan pembangunan objek wisata Mangrove Ecological Building yaitu

a. Menjadikan sebagai tempat riset dalam mengelola dan melestarikan hutan mangrove dengan memperhatikan aspek sosial, ekologis dan penanama lestari yang berkelanjutan

b. Menjaga dan melestarikan keanekaragaman flora dan fauna di kawasan ekosistem mangrove

c. Mendukung terciptanya objek wisata edukasi hutan mangrove

d. Memberikan edukasi eksplorasi hutan mangrove kepada masyarakat tentang bagaimana melestarikan dan menjaga mangrove

e. Pemanfaatan dari potensi hutan mangrove secara ekonomi dengan mempertimbangkan keberlanjutan

f. Adanya penghijauan kembali di hutan mangrove

g. Sebagai alternatif objek wisata edukasi yang dapat meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove. Perlunya upaya pelestarian atau rehabilitasi mangrove sebagai upaya dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan. Pengelolaan ekosistem mangrove terpadu merupakan salah satu konsep alternatif pengelolaan berbagai permasalahan tersebut dengan melibatkan seluruh komponen dan pihak terkait. Ekosistem mangrove dikatakan lestari jika fungsi ekologi dan sosial ekonominya berjalan baik secara berkelanjutan tanpa mengurangi nilai dan produktivitas di masa yang akan datang dan tanpa menimbulkan efek fisik dan sosial pada lingkungan. Mangrove Ecological Building merupakan sebuah objek wisata modern dan terintegrasi dimana ekosistem mangrove dijaga, dilestarikan, dikelola serta dibudidayakan melalui perjalanan riset dan penelitian serta memberikan pemahaman kepada masyarakat luas melalui ekowisata. Mengingat pentingnya menjaga dan memperbaiki ekosistem mangrove perlu ditetapkan objek wisata modern yang bekerjasama dengan pemerintah, swasta, masyarakat dan pihak dari kalangan internasional. Dengan demikian dapat menjadi sebuah fasilitas untuk pelestarian dan pemberdayaan hutan mangrove dengan cara wisata edukasional dan sebagai sarana wisata. Melalui pembangunan kawasan terintegrasi Mangrove Ecological Building diharapkan terdapatnya fasilitas yang memadai bagi upaya rehabilitasi dan konservasi mangrove. Mangrove Ecological Building dapat dijadikan tujuan wisata edukasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya ekosistem mangrove. KESIMPULANPembangunan Mangrove Ecological Building menjadi objek wisata edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKAArobaya, A dan A. Wanma. 2006. Menelusuri sisa areal hutan mangrove di Manokwari. Warta Konservasi Lahan Basah,14 (4): 4-5.Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber DayaWilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.Tempo. 2012. 1,8 Juta Hektare Hutan Mangrove di Indonesia Rusak. Tempo 5 November 2012. Santoso, N., H.W. Arifin. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta, Indonesia.Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.

Wetland International Indonesia Programme. Bogor, Indonesia.

Lawrence, D. 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Alih bahasa oleh T. Mack dan S. Anggraeni. The Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville, Australia.Widigdo, B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Eko-Biologis Untuk Menentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Udang. Dalam : Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir dan Coastal Resources Center University of Rhode Island. Bogor, Indonesia.LAMPIRAN I. Nama Biodata Ketua Serta Anggota Penelitian

Ketua Pelaksana

Nama

: Arini

NIM

: 201010260311004Tempat,Tanggal Lahir : Surabaya, 16 Februari 1992Fakultas/Jurusan : Fakultas Pertanian Peternakan/Perikanan

Alamat Asal

: Jl. Lansep 1/23D Geluran SD, SurabayaAlamat di Malang : Perum Landungsari A45 - MalangNomor Hand Phone : +6289 602 541 516Malang, 23 Desember 2012

Ketua Pelaksana

Arini

NIM : 201010260311004Anggota Pelaksana

Nama

: Fariid Andhika Laudza

Tempat, Tanggal Lahir : Pacitan, 14 Januari 1992

NIM

: 201010260311019

Fakultas/Program Studi : Fakultas Pertanian-Peternakan / Perikanan

Alamat Asal

: Jl. Raya Lorok, RT.18, RW.03, desa Ngadirojo Pacitan

Alamat di Malang : Jl. Kanjuruhan, No. 18, Tlogomas, Malang

Nomor Hand Phone : +6289 763 25811

Riwayat Organisasi : IMM, Lembaga Intra HMJ Perikanan, PSHT

Malang, 23 Desember 2012

Anggota Pelaksana

Fariid Andika Laudza

NIM : 201010260311019

Nama

: Restu Putri Astuti

Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 30 Juni 1991

NIM

: 201010260311023

Fakultas/Program Studi : Fakultas Pertanian-Peternakan / Perikanan

Alamat Asal : Jl. Gotong Royong No. 58 C Kebonagung Pakisaji Kab. Malang

Alamat di Malang : Jl. Gotong Royong No. 58 C Kebonagung Pakisaji Kab. Malang

Nomor Hand Phone : +6289 863 893 60Riwayat Organisasi : HMJ Perikanan, IMM, BEM, HIMAPIKANIMalang, 23 Desember 2012

Anggota Pelaksana

Restu Putri AstutiNIM : 201010260311023

Nama

: Dina Mariani

Tempat, Tanggal Lahir : Nganjuk, 2 Agustus 1992NIM

: 201010260311033

Fakultas/Program Studi : Fakultas Pertanian-Peternakan / Perikanan

Alamat Asal : Desa Ngudikan Kec. Wilangan Kab. NganjukAlamat di Malang : Tirto Utomo, Gg 4 No.36 LandungsariNomor Hand Phone : 085 707 578 680Riwayat Organisasi : HMJ Perikanan, JF, KAMMIMalang, 23 Desember 2012

Anggota Pelaksana

Dina Mariani

NIM : 20101026031133

II. Biodata Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap

: Hariyadi, S.Pi, M.Si

b. NIP / NIDN

: 110.0203.0365c. Fakultas / Program Studi : FPP / Perikanan

d. Alamat

:

e. Nomor Telepon

: + 081 218 752 187f. Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

g. Bidang Keahlian

: Malang, 23 Desember 2012

Dosen Pendamping

(Hariyadi, S.Pi, M.Si)

NIP.UMM. 110.0203.0365III. Lain LainKonsep Mangrove City

Miniatur Kota Mangrove Di Sarawak, Malaysia

Panel tenaga surya

bagian dari gedung mangrove

Desain bangunan

Sistem di bangunan mangrovei

ii

iii

iv Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping

v Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping

vi Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping

iviii