Upload
tranbao
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN GUNUNGKIDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Yustinus Bambang Trijatmiko Isdaryatmo
NIM : 038114027
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN GUNUNGKIDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Yustinus Bambang Trijatmiko Isdaryatmo
NIM : 038114027
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Diajukan oleh : Yustinus Bambang Trijatmiko Isdaryatmo
NIM : 038114027
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Sulasmono, Apt. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.
Tanggal : 21 Januari 2008 Tanggal : 21 Januari 2008
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Ketika kita benar-benar yakin bahwa kita mampu mencapai suatu target,
Tuhan akan mengalirkan kekuatanNYA ke dalam darah kita. Sehingga kita
akan berpikir, berbicara, dan bertindak layaknya kita sudah mencapainya.”
(Imam Munadhi)
“Ada kalanya cahaya dalam hidup kita padam namun dinyalakan kembali
oleh seseorang. Setiap dari kita berutang terima kasih yang terdalam bagi
mereka yang menyalakan kembali cayaha kita”.
Trima kasih kupersembahkan tuk…
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan inspirasi kepadaku…
Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang tanpa lelah memberikan
dukungan dan semangat kepadaku…
Sahabat-sahabat yang selalu menyalakan cahaya dalam hidupku
I love you all…
Almamaterku tercinta…
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Berdasarkan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek-apotek Kabupaten
Gunungkidul”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata
Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan
saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang juga telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan
kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini dan
selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji. Terima kasih atas
kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang telah memberikan izin sehingga
penelitian ini dapat terlaksana.
7. Bapak dan Ibu Apoteker Kabupaten Gunungkidul yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
8. Keluarga, terutama kedua orang tua, Bapak J.A.Supangkat dan Ibu Susana
Letsoin atas segala dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan. Kakak
dan Adik atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan : Momon, Adi, Totok, dan Bangun atas kerjasama,
bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
10. Teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma angkatan 2003 kelas A atas
kebersamaan dan keceriaan selama empat tahun ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak
atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu
dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang
membangun.
Yogyakarta, 21 Januari 2008
Penyusun
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner yang merupakan instrumen penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apotek.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pharmaceutical care orientation has changed from drug oriented to patient oriented which refers to pharmaceutical care. The Pharmaceutical care activities has, which previously only focused on the drugs management as a commodity, become more focused in to a comprehensive care that aimed at increasing the quality of patient’s life. The consequences of the orientation change, pharmacist are demanded to improving their knowledge, skill and attitude in the course of direct interaction with patient. Pharmacist also have to understand and realize the possibility of medication error in Therefore the pharmacist, in their practices, has to conform with the specified standard in order to prevent injurious event.
This research aimed at knowing the description of the implementation of Pharmaceutical Care Standards based on the Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Dispensaries in Gunungkidul his respondent’s were Administrator Pharmacist or Co-Pharmacist who willing to fills the questionnaire, which was instruments of the research. The analysis performed was descriptive statistic.
Result of the study suggesting that the Pharmaceutical Care Standards based on the Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Dispensaries Gunungkidul was not well performed yet by pharmacists in dispensaries in Gunungkidul.
Key words : Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004, Dispensary.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv
PRAKATA………………………………………………………………… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... vii
INTISARI………………………………………………………………….. viii
ABSTRACT……………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xx
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1. Rumusan masalah………………………………………………….. 3
2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 4
3. Manfaat penelitian………………………………………………….. 7
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Apotek………………………………………. 9
B. Tinjauan Umum Tentang Apoteker…………………………………….. 10
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Peraturan perundang-undangan……………………………………. 10
2. Apoteker sebagai suatu profesi…………………………………….. 13
3. Peran apoteker……………………………………………………… 14
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek…………………………….. 17
1. Asuhan kefarmasian………………………………………………... 17
2. Akuntabilitas praktek farmasi……………………………………… 17
3. Manajemen praktis farmasi………………………………………… 17
4. Komunikasi farmasi……………………………………………….. 18
5. Pendidikan dan pelatihan farmasi…………………………………. 19
6. Penelitian dan pengembangan kefarmasian……………………….. 19
7. Peraturan perundang-undangan…………………………………… 19
D. Sumpah Apoteker……………………………………………………… 23
E. Kode Etik Apoteker……………………………………………………. 24
F. Etika Bisnis……………………………………………………………. 25
G. Keterangan Empiris……………………………………………………. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 28
B. Batasan Operasional Penelitian………………………………………… 28
C. Instrumen Penilitian…………………………………………………….. 29
D. Populasi dan Sampel……………………………………………………. 30
1. Populasi…………………………………………………………….. 30
2. Sampel……………………………………………………………… 30
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Tata Cara Penelitian………...………………………………………….. 31
1. Pembuatan kuesioner………………………………………………. 31
2. Pengujian kuesioner………………..………………………………. 31
3. Penyebaran kuesioner……………………………………………… 33
4. Pengumpulan kuesioner……………………………………………. 34
5. Wawancara………………………………………………………… 34
F. Tata Cara Analisis Data………………………………………………… 34
G. Kesulitan Penelitian……………………………………………………. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden……...………………………………………... 36
1. Usia responden…………..…………………………………………. 36
2. Lama kerja di apotek…….…………………………………………. 37
3. Posisi responden di apotek……………………………..…………... 38
4. Pekerjaan Lain selain sebagai Apoteker …………………………… 39
5. Waktu kerja di apotek dalam seminggu……..……………......…..… 40
6. Waktu kerja di apotek dalam satu hari…..……………………......... 41
B. Pengelolaan Sumber Daya……………………………………...…….... 42
1. Sumber daya manusia……………………………………………..... 42
2. Sarana dan prasarana………………………………..…………........ 44
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya....... 53
4. Administrasi………………………………………………….....…. 59
C. Pelayanan…………………………………………………………........ 67
1. Skrining resep…………………………………………………........ 67
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Penyiapan obat………………………………………………......…. 72
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi……………......…………. 80
D. Evaluasi Mutu Pelayanan…………………………………………….... 82
1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………….. 82
2. Dimensi waktu……………………………………………………... 83
3. Prosedur tetap………………………………………………...……. 84
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Karakteristik Responden…………………………………. 88
1. Usia responden…………..…………………………………………. 88
2. Lama bekerja di apotek……………………………………………. 92
3. Posisi responden di apotek……………………………..…………... 96
4. Pekerjaan lain selain sebagai apoteker ………………………….… 99
5. Waktu kerja di apotek dalam seminggu……..…………........……… 103
6. Waktu kerja di apotek dalam satu hari…..…………………............ 106
F. Rangkuman Pembahasan………………………………………………… 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 111
B. Saran…………………………………………………………………… 111
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 114
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 118
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………….. 151
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel I Lama Kerja Responden di Apotek …………………... 37
Tabel II Pekerjaan Responden Selain Sebagai Apoteker di
Apotek……………………………………………….. 39
Tabel III Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Satu Hari... 41
Tabel IV Ketersediaan Papan Petunjuk Apotek…….......……… 45
Tabel V Ketersediaan Ruang Tunggu Bagi Pasien……………. 47
Tabel VI Ketersediaan Informasi Bagi Pasien…………………. 48
Tabel VII Ketersediaan Tempat Khusus untuk Mendisplay
Informasi....................................................................... 48
Tabel VIII Ketersediaan Ruang Racikan di Apotek……………... 50
Tabel IX Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien 51
Tabel X Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan
Farmasi di Apotek…………………………………… 54
Tabel XI Sumber Perolehan Obat di Apotek………………….. 55
Tabel XII Ketersediaan Tempat Penyimpanan Khusus.............. 58
Tabel XIII Pencatatan dan Pengarsipan Transaksi Pembelian...... 60
Tabel XIV Pencatatan Transaksi Penjualan Dalam Buku
Penjualan....................................................................... 62
Tabel XV Pencatatan Penjualan Narkotika dan Psikotropika....... 63
Tabel XVI Pengisian Medication Record Secara Konstan………. 65
Tabel XVII Skrining Resep Persyaratan Administratif………........ 67
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XVIII Skrining Resep Kesesuaian Farmasetik…………........ 68
Tabel XIX Skrining Pertimbangan Klinis………………………. 69
Tabel XX Konsultasi Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada
Resep...................................................................…….. 70
Tabel XXI Adanya Keluhan Tentang Etiket Oleh Pasien………... 72
Tabel XXII Pengecekan Resep Sebelum Diserahkan ke Pasien.…. 73
Tabel XXIII Informasi Obat yang Diberikan Apoteker…………… 75
Tabel XXIV Pemberian Konseling Secara Berkelanjutan…….…… 78
Tabel XXV Apoteker yang Melakukan Tindak Lanjut Terapi …… 81
Tabel XXVI Apoteker yang Pernah Melakukan Survey…………... 83
Tabel XXVII Penetapan Prosedur Tertulis dan Tetap......................... 85
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Usia Responden………...………………………………… 38
Gambar 2. Posisi Responden di Apotek...……………………………... 38
Gambar 3. Waktu Kerja Responden di Apotek Dalam
Seminggu...………………………………………………… 40
Gambar 4. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan
Persetujuan APA…………………………………………… 43
Gambar 5. Diagram Sumber Daya Manusia...........................…………. 43
Gambar 6. Pemisahan Produk Kefarmasian dengan Produk
Lainnya…….......................................................................... 46
Gambar 7. Ketersediaan Ruang Tertutup untuk Konseling….....……… 49
Gambar 8. Diagram Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek....... 52
Gambar 9. Pemindahkan Isi Obat ke Wadah Lain……….......………… 57
Gambar 10. Diagram Pelaksanaan Pengelolaan Sedian Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan Lainnya…………………………….. 59
Gambar 11. Penyertakan Faktur/Nota Penjualan…................................... 61
Gambar 12. Penyimpan Resep Secara Urut.........….................................. 64
Gambar 13. Diagram Pelaksanaan Kegiatan Administrasi……………... 66
Gambar 14. Diagram Pelaksanaan Skrining Resep…………………….. 71
Gambar 15. Keterlibatan Apoteker Dalam Penyerapan Obat ke
Pesien.................…………………………………………… 74
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 16. Ketersediaan Jam Koseling Setiap Hari di
Apotek……………………………………………............… 76
Gambar 17. Diagram Pelaksanaan Penyiapan Obat…………………….. 79
Gambar 18. Apoteker yang Pernah Melakukan Desiminasi
Informasi Kesehatan………………………………………… 80
Gambar 19. Diagram Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut
Terapi………………………………………………………. 82
Gambar 20. Apoteker yang Menetapkan Lama Pelayanan……………… 85
Gambar 21. Diagram Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan…………... 85
Gambar 22. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul……………....... 87
Gambar 23. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Usia
Responden secara umum……………...……..................... 90
Gambar 24. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Usia
Responden secara spesifik…………...…….......................... 91
Gambar 25. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Lama
Kerja di Apotek Secara Umum…………………………… 94
Gambar 26. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Lama
Kerja di Apotek Secara Spesifik…………………………… 95
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 27. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Posisi Responden di Apotek Secara Umum.......................... 97
Gambar 28. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Posisi Responden di Apotek Secara Spesifik........................ 98
Gambar 29 Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Adanya Pekerjaan Lain Selain Sebagai Apoteker Secara
Umum..................................................................................... 101
Gambar 30 Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Adanya Pekerjaan Lain Selain Sebagai Apoteker Secara
Spesifik................................................................................... 102
Gambar 31. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja Responden Dalam Satu Minggu Secara
Umum.......………….............................................................. 104
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 32. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja Responden Dalam Satu Minggu Secara
Spesifik......…………............................................................. 105
Gambar 33. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja Responden Dalam Satu Hari Secara
Umum…............................................................................. 107
Gambar 34. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja Responden Dalam Satu Hari Secara
Spesifik…............................................................................. 108
Gambar 35. Jalur Distribusi Obat………….......................................... 136
Gambar 36. Alur Pelayanan Resep….................................................... 141
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 118
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 119
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 125
Lampiran 4. Tabulasi Data……...……………………………………….. 126
Lampiran 5. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 131
Lampiran 6. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 133
Lampiran 7. Jalur Distribusi Obat……………………............................. 136
Lampiran 8. Hasil Wawancara…………………………………………... 137
Lampiran 9. Contoh Angket/Kuesioner Mengenai Tingkat Kepuasan
Konsumen…………………………………………………. 140
Lampiran 10. Contoh Alur Pelayanan Resep.…………………………….. 141
Lampiran 11. Contoh Prosedur tetap……….…………………………….. 142
Lampiran 12. Contoh Job description……………………………………. 147
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasiaan pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan
perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi , monitoring penggunaan
obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan
baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab
itu, apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk
menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga medis dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan
obat yang rasional (Anonim, 2004a).
Pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian berdampak terhadap tugas
seorang apoteker tidak hanya meracik obat tetapi juga diharapkan mampu
memberikan informasi yang berkaitan dengan obat yang tanpa disadari profesi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
apoteker harus mempunyai suatu kemampuan baru seperti communicator,
educator, serta advisor (Harding,1993).
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia sebagai satu-satunya organisasi profesi
apoteker di Indonesia bersama dengan Dinas Kesehatan RI mencoba untuk
menanggapi perubahan peran apoteker dengan cara merumuskan suatu standar
pelayanan kefarmasian di apotek seperti termuat dalam KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
Standar tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman praktik
apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan
yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik
kefarmasian. Peningkatan kualitas pelayanan farmasi yang berasaskan
pharmaceutical care di apotek dibutuhkan apoteker yang profesional.
Ditetapkannya standar pelayanan kefarmasian di apotek ini diharapkan tujuan
pelayanan kefarmasian dapat dicapai secara maksimal (Anonim, 2004a).
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencoba
mewujudkan masyarakat sehat demi tercapainya Indonesia sehat 2010 dengan
menetapkan beberapa program salah satunya yaitu peningkatan mutu pelayanan
kesehatan. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu
meningkatkan mutu pelayanannya dengan melaksanakan Sandar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek di seluruh wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
sesuai dengan KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Gunungkidul
sebagai bagian dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai peran yang
sama dalam mewujudkan masyarakat sehat, sehingga apotek-apotek di Kabupaten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Gunungkidul perlu dilakukan standarisasi. Hal inilah yang menjadi daya tarik
bagi peneliti untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di
apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul. Selanjutnya diharapkan hasil penilitian
ini dapat membantu Kabupaten Gunungkidul khususnya dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta umumnya dalam mewujutkan masyarakat sehat.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Parameter manakah dari Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan dengan baik, cukup,
dan kurang dengan persentase masing-masing?
b. Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara
menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul?
c. Apakah karakteristik responden memberikan perbedaan dalam
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten
Gunungkidul?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui pernah dilakukan penelitian sejenis mengenai
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, yaitu :
a. Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek
Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di
Apotek-Apotek Kota Yogyakarta (Tobondo, 2000).
Penelitian dari Tobondo ini menekankan pada pemahaman apoteker
tentang pelayanan apoteker dalam praktek kefarmasian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan apoteker
di apotek. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada penelitian
Tobondo tidak mengkhususkan diri atau berpedoman pada suatu undang-
undang tertentu, sedangkan pada penelitian ini berpedoman pada
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
b. Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah
Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) (Regziana, 2007).
Penelitian dari Regziana ini menekankan pada penerimaan dokter umum
terhadap peran apoteker berdasarkan Kepmenkes Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 dan harapan dokter umum terhadap peran
apoteker di masa mendatang. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
pada penelitian Regziana subyek penelitian merupakan dokter umum,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
sedangkan pada penelitian ini subyek penelitian adalah apoteker di apotek.
Penelitian Regziana meneliti mengenai peran apoteker di Rumah Sakit
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, sedangkan penelitian ini
meneliti mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
c. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta
(Sukmajanti, 2007).
Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah:
• Wilayah penelitian Sukmajati (2007) berada pada Kota Yogyakarta
dengan periode September-November 2006, sedangkan wilayah
penelitian ini berada pada Kabupaten Gunungkidul dengan periode
Februari-Mei 2007.
• Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan alasan Apoteker
belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, sedangkan pada penelitian ini dilengkapi
dengan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan
menitikberatkan pada persentase pelaksanaan di bawah 50% serta tiga
aspek penting yaitu ruangan tertutup untuk konseling, medication
record, dan tindak lanjut terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
• Penelitian Sukmajati (2007) belum melihat hasil pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan karakteristik
responden, sedangkan penelitian ini telah menampilkan hasil
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
karakteristik responden.
d. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman
(Soedarsono, 2007).
Perbedaan penelitian Soedarsono dengan penelitian ini adalah:
• Wilayah penelitian Soedarsono (2007) berada pada Kabupaten Sleman
dengan periode Oktober-Desember 2006, sedangkan wilayah
penelitian ini berada pada Kabupaten Gunungkidul dengan periode
Februari-Mei 2007.
• Penelitian Soedarsono (2007) telah mencantumkan alasan Apoteker
belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, tetapi hanya menitikberatkan tiga aspek
penting yaitu ruangan tertutup untuk konseling, medication record, dan
tindak lanjut terapi, sedangkan penelitian ini selain menitikberatkan
tiga aspek penting yaitu ruangan tertutup untuk konseling, medication
record, dan tindak lanjut terapi, juga mencantumkan alasan Apoteker
belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek yang persentasenya di bawah 50%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
• Penelitian Soedarsono (2007) belum melihat hasil pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan karakteristik
responden, sedangkan penelitian ini telah menampilkan hasil
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
karakteristik responden.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberi gambaran mengenai Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1) Bahan evaluasi bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam
pengelolaan apotek
2) Bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang
tertarik dalam pelayanan perapotekkan
3) Bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui parameter manakah dari Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan dengan baik, cukup, dan
kurang dengan persentase masing-masing.
2. Untuk mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara
menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.
3. Untuk mengetahui apakah karakteristik responden memberikan perbedaan
dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten
Gunungkidul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Apotek
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 pasal 1 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan apotek ialah suatu tempat dimana dilakukan usaha-usaha
dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian. Pasal 2 menyebutkan bahwa
tugas dan fungsi apotek, ialah :
a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi : obat, obat asli Indonesia, kosmetika, alat-alat kesehatan dan sebagainya.
(Anonim, 1965)
Pada perkembangannya fungsi apotek yang diatur pada Peraturan
Pemerintah tersebut mengalami perubahan. Hal ini terlihat dengan adanya
Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 1965.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur
tugas dan fungsi apotek yaitu :
a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
(Anonim, 1980)
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Pasal 3 Permenkes tersebut menyebutkan bahwa apotek tidak lagi sebagai
badan usaha yang hanya dapat diusahakan oleh lembaga Pemerintahan atau
perusahaan milik negara saja, namun ijin apotek diberikan pada apoteker yang
telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh ijin kerja dari Menteri
Kesehatan.
Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 10 menyebutkan, yang
dimaksud dengan pengelolaan apotek adalah meliputi :
a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. layanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan pelayanan informasi pada butir c pasal
10 di atas adalah meliputi :
a. pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat
b. pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat, dan perbekalan farmasi lainnya.
(Anonim, 1993b)
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apotek adalah
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a).
B. Tinjauan UmumTentang Apoteker
1. Menurut peraturan perundang-undangan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker
(Anonim, 2004a).
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Apoteker
pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek. Apabila
apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping.
Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal
tertentu berhalangan melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek
menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang
menggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker pengelola apotek
tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dan
telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak sebagai apoteker pengelola
apotek di apotek lain (Anonim, 2002).
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien
(Anonim, 1992). Hal ini juga ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 1996 pasal 22 ayat 1 (c) yang menyebutkan bahwa bagi tenaga
kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban
untuk :
a. menghormati hak pasien b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan e. membuat dan memelihara rekam medis.
(Anonim, 1996)
Penjelasan pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996
menyebutkan yang dimaksud dengan standar profesi tenaga kesehatan adalah
pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesinya secara baik.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen menyatakan bahwa hak konsumen dalm hal ini dapt diartikan
sebagai hak pasien adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (Anonim, 1999).
Berdasarkan hal tersebut maka apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan
terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim,
2004a).
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 15 menyebutkan bahwa
apoteker wajib memberikan informasi :
a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien
b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat
Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 7 juga menyatakan bahwa
seorang apoteker hendaknya menjadi sumber informasi sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
profesinya, selanjutnya pada lafal sumpah/janji apoteker nomor 4
menyebutkan apoteker akan menjalankan tugasnya dengna sebaik-baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 35 menyatakan
berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan barang siapa dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (1); dipidana denda paling banyak
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Apoteker sebagai suatu profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan
dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang
bersifat teoritis dan praktek dan diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan
kepada yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan
konsumen atau kliennya (Harding, 1993). Banyak kriteria untuk menentukan
suatu pekerjaan adalah suatu profesi, menurut Sulasmono (1997) antara lain :
1. unusual learning, yaitu di didik dan menerima pengetahuan yang khas dan
merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di
tempat lain atau bidang yang berbeda.
2. pelayanannya bersifat motivasi altruistik (tidak mementingkan diri sendiri
dan mementingkan kepentingan orang lain).
3. telah mengucapkan sumpah.
4. memiliki kode etik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
5. memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992).
6. memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan
peraturan perundang-undangan lain).
7. memiliki perijinan (Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja).
8. memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional
9. bersifat otonomi dan independensi.
10. bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita.
11. confidential relationship dalam pelayanannya.
Menurut ISFI (2004) profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.
2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.
3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian.
4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.
5. memberlakukan kode etik keprofesian.
6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.
7. proses pembelajaran seumur hidup.
8. mendapat jasa profesi.
3. Peran apoteker
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 bahwa
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang
apoteker yang profesional dan dalam pengelolaan apotek tersebut, apoteker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
harus senantiasa memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam
situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu
belajar sepanjang karier, membantu memberi pendidikan dan memberi
peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Anonim, 2004a).
Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah
“Seven Star of Pharmacist” meliputi :
1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan
dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh
penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan
kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai
tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk
kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan
pelatihan yang diperlukan.
3. Communicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam
berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar
dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan
kebutuhan.
4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,
fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date)
dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara
belajar yang efektif.
7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan
melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam
berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan
memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.
(Anonim, 2004b)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun dengan tujuan sebagai
pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional serta melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefamasian (Anonim, 2004a)
1. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan
kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal
b. memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri
c. memberikan pelayanan informasi obat d. memberikan konsultasi obat e. melakukan monitoring efek samping obat f. melakukan evaluasi penggunaan obat.
(Anonim, 2004b)
2. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas
praktek farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi b. merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan
mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku c. bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil d. melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak
mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat e. melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan
berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. (Anonim, 2004b)
3. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal manajemen
praktis farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional
b. merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action)
c. merancang, membuat ,melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan
d. merancang organisasi kerja yang meliputi : arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen
e. merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian
f. memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah kepada kepuasan konsumen.
(Anonim, 2004b)
4. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal komunikasi
farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
b. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat
c. memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat kefarmasian
d. memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
(Anonim, 2004b)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
5. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal pendidikan dan
pelatihan farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian
b. merencanakan dan melakukan aktifitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan
c. berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian
e. mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
(Anonim, 2004b)
6. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal penelitian dan
pengembangan kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di
apotek adalah:
a. melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain
b. menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
(Anonim, 2004b)
7. Menurut peraturan perundang-undangan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan sumber daya 1) Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional . Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2) Sarana dan prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.
3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4) Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1. Administrasi umum.
Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.2. Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
b. Pelayanan
1) Pelayanan resep. 1.1. Skrining resep.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1. Persyaratan administratif :
- Nama,SIP dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2. Penyiapan obat.
1.2.1. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5. Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes ,TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2) Promosi dan edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi . Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3) Pelayanan residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
c. Evaluasi mutu pelayanan
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1) Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket
atau wawancara langsung. 2) Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan). 3) Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang
telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan
lain yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang
dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan
dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk
penerapan standar. • Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
(Anonim, 2004)
D. Sumpah Apoteker
Sumpah adalah ikrar yang diucapkan dengan sungguh-sungguh dan akan
melaksanakannya sesuai dengan yang telah diucapkan (Salim, 1991). Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1962 pasal 1 sebelum seorang apoteker
melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut cara agama
yang dipeluknya, atau mengucapkan janji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan
bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau
pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,
sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan
membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun
akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada
lampiran 5.
E. Kode Etik Apoteker
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-
rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan
keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker
dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184
tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan
yang melanggar Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu
memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini, 2006). Kode Etik Apoteker dapat
dilihat pada lampiran 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
F. Etika Bisnis
Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)
Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam
menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai
penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan
sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus
mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan
memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya
yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang
ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan
lainnya.
2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)
Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi
keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer
untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan
bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri.
(Anief, 1995)
Apotek sebagai sarana bisnis maka dalam menjalankan praktiknya apotek
senantiasa berpedoman pada etika bisnis. Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip etika dalam mengkaji dan
memecahkan berbagai masalah moral yang kompleks. Meski belum ada definisi
terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul konsensus bahwa etika bisnis adalah
studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik berdasarkan atas prinsip
maupun kepercayaan dalam proses pengambilan keputusan dalam
menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap tuntutan sosial dan
kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).
Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis adalah :
1. prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai dengan
tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada pemilik
perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan mayarakat
yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.
2. prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,
mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.
3. prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).
Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,
minimal tidak merugikan orang lain.
4. prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan
sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
5. prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan
orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi lain.
(Isdaryadi, 2005)
Etika biasanya dirumuskan oleh asosiasi atau organisasi yang bersangkutan
dan dilaksanakan secara sukarela oleh para anggotanya. Jika ada anggota yang
melanggar etika, sanksi paling berat yang diterima adalah dikeluarkan dari
keanggotaan asosiasi tersebut (Wahyuni, 2005).
G. Keterangan Empiris
Standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mempunyai tiga parameter utama yaitu : pengelolaan
sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Dari hasil penelitian
diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Gunungkidul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang
observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa
adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001).
Sedangkan rancangan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada
perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kontour, 2003).
Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
B. Batasan Operasional Penelitian
1. Kajian adalah studi yang dilaksanakan untuk memperdalam atau mengetahui
dengan lebih jelas suatu hal.
2. Pelaksanaan adalah penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menurut
pendapat responden.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah ukuran tertentu yang digunakan
sebagai patokan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, dalam penelitian
ini berdasarkan pada Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
4. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
5. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan telah dilaksanakan secara menyeluruh
apabila persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50%
maka dikatakan belum dilaksanakan secara menyeluruh.
6. Apotek adalah 9 apotek sampel yang berada di Kabupaten Gunungkidul.
7. Responden adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping
yang bersedia mengisi kuisioner.
8. Periode adalah periode penelitian untuk pengambilan data, yaitu dilakukan
selama bulan Februari – Mei 2007.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang :
1. karakteristik responden.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia, benda-
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam
suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dari penelitian ini adalah Apoteker
Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping di semua apotek yang ada di
Kabupaten Gunungkidul. Pemilihan Apoteker Pengelola Apotek atau
Apoteker Pendamping sebagai responden dalam penelitian ini adalah dengan
tujuan sebagai bahan introspeksi diri atau perenungan bagi Apoteker Pengeloa
Apotek atau Apoteker Pendamping pada saat pengisian kuisioner.
Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Gunungkidul, diketahui bahwa jumlah apotek di Kabupaten Gunungkidul
sebanyak 9 apotek (periode Februari – Mei 2007).
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data
sebenarnya dalam penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh populasi yang ada. Jadi dalam penelitian ini, tidak dilakukan
teknik sampling. Dengan kata lain, penelitian ini disebut juga dengan
penelitian populasi.
Apotek yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu : 1. Apotek
Anindita, 2. Apotek Asri Agung, 3. Apotek Saras, 4. Apotek Andayani, 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Apotek Sambipitu, 6. Apotek Farmasari, 7. Apotek Arga Nirmala, 8. Apotek
Istana, 9. Apotek Moro Sehat.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan kuisioner
Kuisioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam
penelitian sosial. Dengan kuisioner tersebut peneliti menggali informasi dari
responden (orang yang menjadi subyek penelitian) (Adi, 2004).
Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang
di dalamnya memuat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis
oleh responden. Kuisioner terbagi menjadi empat bagian yaitu : deskripsi
responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan.
2. Pengujian kuisioner
a. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana
bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner
dapat dipahami oleh responden, termasuk di dalamnya kesalahan
pengetikan, pengejaan kata-kata dan susunan kalimat. Uji pemahaman
bahasa dilakukan dengan cara menyebar kuesioner tersebut kepada apotek
di luar populasi penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
b. Uji validitas isi
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003).
Suatu alat ukur dikatakan valid (benar/sahih) jika alat ukur tersebut jitu
untuk mengukur konsep/variabel yang diukur (Adi, 2004).
Validitas yang diukur dalam kuisioner ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi
pengukuran terhadap konsep (pengertian) variabel sebagaimana
dirumuskan (Praktiknya, 1991). Validitas isi kuesioner ini diuji dengan
analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi
validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan
hanya dengan analisis teoritik. Maka tidaklah diharapkan setiap orang
akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana validitas isi kuesioner
akan tercapai.
c. Uji reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) jika alat ukur
tersebut mantap, tepat dan homogen. Suatu alat ukur dikatakan mantap
apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut
memberikan hasil yang sama, dengan syarat kondisi pengukuran tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
berubah. Suatu pertanyaan (alat ukur) dikatakan tepat apabila pertanyaan
tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu alat ukur dikatakan
homogen apabila pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur
suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004).
Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena
pertanyaan dalam angket/kuisioner berupa pertanyaan yang langsung
terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas
data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden
menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan
asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang
mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi
reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran kuisioner
Kuisioner langsung disebarkan kepada responden dan peneliti akan
mendampingi dalam pengisian kuisioner agar dapat menjelaskan kepada
responden jika responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuisioner
tersebut. Jika responden berhalangan mengisi saat itu juga, maka kuisioner
tersebut akan ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil
kembali setelah diisi oleh responden. Periode penyebaran kuesioner dilakukan
pada bulan Februari – Mei 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Pengumpulan kuisioner
Kuisioner langsung dikumpulkan saat itu juga dan ada yang diambil
setelah ditinggal selama beberapa waktu. Jumlah kuisioner yang dikembalikan
sama dengan jumlah kuisioner yang disebarkan yaitu sebanyak 9 buah sesuai
jumlah populasi yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Wawancara
Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula (Nawawi, 1985).
Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh (Mardalis,
2006). Pada penelitian ini, wawancara yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan menitikberatkan pada
persentase pelaksanaan di bawah 50% serta tiga aspek penting yaitu ruangan
tertutup untuk konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.
Wawancara dilakukan terhadap beberapa responden yang bersedia untuk
diwawancarai dan hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 8.
F. Tata Cara Analisis Data
Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada
penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik
(Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif
dalam bentuk persentase dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik/diagram.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga
parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 kemudian
menghitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Dikatakan telah
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh apabila persentasenya
lebih dari 50% dan jika kurang dari 50% maka dikatakan belum melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2007 secara menyeluruh..
G. Kesulitan Penelitian
Kesulitan dalam penelitian ini, yaitu tidak dilakukannya wawancara secara
mendalam kepada responden berkaitan dengan alasan responden terhadap tiap
jawaban yang diberikan. Wawancara hanya menitikberatkan pada persentase
pelaksanaan di bawah 50% serta tiga aspek penting yaitu ruangan tertutup untuk
konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengisian kuisioner dari 9 responden kemudian diolah dengan
menggunakan metode statistik-deskriptif di mana jawaban yang sama
dikelompokkan dan dihitung persentasenya kemudian hasilnya disajikan dalam
bentuk tabel atau gambar (diagram). Berikut hasil dari rekapitulasi data.
A. Karakteristik Responden.
1. Usia responden
Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Usia Responden
78%
22%
21-35 thn>50 thn
Gambar 1. Usia Responden
Gambar di atas menunjukkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 78%
responden berusia antara 21-35 tahun dan sebanyak 22% responden berusia di atas
50 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan mereka memiliki pengetahuan dan
pengalaman kerja yang cukup dalam pelayanan kefarmasian khususnya pelayanan
kefarmasian di Apotek, sehingga akan membantu dalam pengisian kuisioner.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2. Lama kerja di apotek
Data yang diperoleh menunjukkan 11% responden telah bekerja di apotek
selama kurang dari satu tahun; 45% responden telah bekerja antara 1-5 tahun;
11% responden bekerja selama 6-10 tahun; dan sebesar 33% responden bekerja
lebih dari 10 tahun.
Tabel I. Lama Kerja Responden di Apotek
No Lama bekerja di apotek Jumlah Persentase (%) n = 9
1 < 1 tahun 1 11
2 1 - 5 tahun 4 45
3 > 6 – 10 tahun 1 11 4 > 10 tahun 3 33 Total 9 100
Terlihat bahwa sebagian besar responden baru bekerja di apotek selama 1-
5 tahun bahkan ada yang kurang dari 1 tahun. Meskipun tidak dapat dinyatakan
secara mutlak, dengan pengalaman kerja kurang dari 5 tahun belum bisa dikatakan
bahwa apoteker tersebut memahami tugas dan tanggung jawabnya sepenuhnya.
Dengan begitu Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek tidak dapat
dilakukan secara maksimal.
Persentase terbesar kedua yaitu 33% responden telah bekerja di apotek
selama lebih dari 10 tahun dan 11% responden telah bekerja selama 6-10 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki
pengalaman kerja, dengan pengalaman kerja yang dimiliki responden diharapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
responden benar-benar memahami Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek dan
selanjutnya akan membantu dalam pengisian kuisioner.
3. Posisi responden di apotek
Gambaran mengenai posisi responden di apotek, dapat dilihat pada gambar
2 di bawah ini.
Posisi Responden di Apotek
11%
89%
ApotekerPengelolaApotek
ApotekerPendamping
Gambar 2. Posisi Responden di Apotek
Dari 9 responden, 89% bekerja sebagai Apoteker Pengelola Apoteker dan
11% lainnya bekerja sebagai Apoteker Pendamping di Apotek. Adanya responden
yang bekerja sebagai Apoteker Pendamping di apotek karena Apoteker
Pendamping yang menggantikan tugas Apoteker Pengelola Apotek bersedia untuk
menjadi responden menggantikan Apoteker Pengelola Apotek. Selain itu
penelitian ini pun sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada Apoteker Pengelola
Apotek saja melainkan seluruh Apoteker yang bekerja di apotek di kabupaten
Gunungkidul, jadi baik Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker
Pendamping (jika di Apoteker Pengelola Apotek sedang tidak berada di tempat)
merupakan populasi dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
4. Pekerjaan lain selain sebagai Apoteker
Tabel II berikut memberikan gambaran mengenai jumlah responden yang
memilki pekerjaan lain selain apoteker di apotek yang bersangkutan.
Tabel II. Pekerjaan Responden Selain Sebagai Apoteker di apotek
No Pekerjaan lain selain sebagai apoteker Jumlah Persentase (%)
n = 9
1 Memiliki 4 44
2 Tidak memiliki 5 56
Total 9 100
Dari tabel II terlihat bahwa sebanyak 44% responden memiliki pekerjaan
lain selain sebagai apoteker di apotek yang bersangkutan. Pekerjaan yang digeluti
antara lain sebagai pegawai negeri, wiraswasta, apoteker pendamping di apotek
lain dan apoteker di rumah sakit. Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Berdasarkan keterangan tersebut, apoteker
diharapkan dapat tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai
apoteker di apotek walaupun memiliki pekerjaan lainnya sehingga tugas dan
tanggung jawabnya di apotek tidak terbengkalai atau tidak ditinggalkan.terutama
dalam Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Tabel II juga memperlihatkan sebanyak 56% responden tidak memilki
pekerjaan lain selain sebagai apoteker di apotek yang bersangkutan. Pada
umumnya, responden ini merupakan apoteker-apoteker yang baru saja
menyelesaikan pendidikan program profesi apoteker. Dengan kondisi demikian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
diharapkan mereka dapat berkonsentrasi pada tugas dan tanggung jawabnya di
apotek sehingga Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dapat dilakukan secara
optimal.
5. Waktu kerja di apotek dalam seminggu
Waktu Kerja di Apotek Dalam Seminggu
44%
56%
3-5 hari6-7 hari
Gambar 3. Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Seminggu
Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar, yaitu sebanyak
56% responden berada di apotek dalam seminggu. Hal ini sesuai dengan
Permenkes No. 26/Menkes/Per/1/1981 bahwa Apoteker Pengelola Apotek
harus berada di Apotek selama apotek dibuka. Selain itu, menurut pasal 77
ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
waktu kerja adalah 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dan sebagian besar responden bekerja 6-7 hari sehingga dapat
disimpulkan bahwa responden telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
Gambar 3 juga memeperlihatkan sebanyak 44% responden berada di
apotek selama 3–5 hari dalam kurun waktu satu minggu. Hal ini menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
bahwa ada hari-hari tertentu dimana apoteker tidak berada di apotek. Tetapi
tugas apoteker dapat digantikan oleh apoteker pendamping.
6. Waktu kerja di apotek dalam satu hari
Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam 1 (hari). Dari
tabel di bawah dapat dilihat bahwa kehadiran responden tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, padahal kehadiran respoden, dalam hal ini apoteker di
apotek dapat memastikan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
sepenuhnya dilaksanakan.
Tabel III. Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Satu Hari
No
Waktu Kerja Responden di
Apotek dalam Satu hari
Jumlah Persentase (%) n = 9
1 < 4 jam 3 34
2 4 – 6 jam 3 33
3 > 6 jam 3 33 Total 9 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
B. Pengelolaan Sumber Daya
1.a. Sumber daya manusia
Dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker di apotek harus mampu
mengambil keputusan yang tepat. Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan
kesehatan adalah sebagai leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan
untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi
keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
untuk mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas praktek
farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek salah satunya adalah
merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan
standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku dan bertanggung jawab
terhadap setiap keputusan profesional yang diambil.
Berdasarkan Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20, Apoteker
Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam
pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh
dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten
apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Karena itulah
sudah seharusnya keputusan yang diambil di apotek selalu berdasarkan
persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pengambilan Keputusan Di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA
89%
11%
Ya
Tidak
Gambar 4. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan
Persetujuan APA
Gambar 4 menunjukkan bahwa pengambilan keputusan di Apotek
berdasarkan persetujuan APA sebesar 89% dan 11% sisanya tidak selalu
berdasarkan persetujuan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan
persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan dan
penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
b Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sumber daya manusia.
11%
89%
0%
50%
100%
YaTidak
Gambar 5. Diagram Sumber Daya Manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sumber daya manusia
telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di
atas 50%, yaitu sebesar 89%.
2. Sarana dan prasarana
a. Papan petunjuk apotek
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek menyebutkan bahwa “Apotek berlokasi
pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman
terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek
harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat”. Dalam
lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan
papan nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan
tulisan hitam di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm.
Pada pasal 6 ayat 1 dan 3 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981
tentang persyaratan apotek menyebutkan bahwa “Setiap Apotik harus
memasang papan nama pada bagian muka Apotik, yang terbuat dari papan,
seng atau bahan lain yang memadai”. Selanjutnya ayat 3 menyebutkan
“Papan nama harus memuat : nama apotek, nama Apoteker Pengelola
Apotek, nomor surat izin apotek, alamat apotek dan nomor telepon, kalau
ada”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel IV. Ketersediaan Papan Petunjuk Apotek
No Papan yang tertulis kata apotek Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ada 9 100
2 Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Tabel IV menunjukkan bahwa semua apotek (100%) telah memilki
papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek, selain itu letak
papan petunjuk cukup strategis sehingga sangat mudah dikenali dan
diakses oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek seperti yang termuat dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 6 tentang “Persyaratan
Apotek” ayat 2 disebutkan bahwa sarana apotek dapat didirikan pada
lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi dan ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Selanjutnya pada Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 diberi batasan antara produk
kefarmasian dengan produk lainya dengan menyebutkan bahwa pelayanan
produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan.
Pemisahan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya
78%
22%
Ya
Tidak
Gambar 6. Pemisahan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya
Gambar 6 menunjukkan bahwa apoteker yang menempatkan produk
kefarmasian terpisah dari produk lainnya sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 78% dan sisanya 22% menempatkan
produk kefarmasian tidak terpisah dari produk lainnya. Adapun penjualan
produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha apotek, di
mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan bidang
kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual adalah makanan
bayi, susu, dan food supplement.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
apotek di Gunungkidul telah menerapkan Standar Kefarmasian Di Apotek
khususnya mengenai pemisahan produk kefarmasian dengan produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
lainnya seperti yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
c. Ruang tunggu bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien,
yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Hal ini
juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 ayat 2 yang
pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki
ruang tunggu.
Tabel V. Ketersediaan Ruang Tunggu Bagi Pasien
No Ruang tunggu bagi pasien Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Ada 9 100
2 Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Tabel V menunjukkan bahwa semua apotek (100%) memiliki ruang
tunggu bagi pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004. Fungsi ruang tunggu sangat penting bagi
pasien, yaitu memberikan rasa nyaman bagi pasien sambil menunggu obat
ditebus, bahkan untuk lebih memberikan rasa nyaman bagi pasien apotek
biasanya menyediakan koran, majalah maupun layanan televisi sebagai
sumber informasi dan hiburan bagi pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
d. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplay informasi bagi
pasien, termasuk penempatan brosur / materi informasi. Informasi disini
contohnya berupa brosur, leaflet atau poster yang berisi informasi tentang
misalnya obat-obat baru.
Tabel VI. Ketersediaan Informasi Bagi Pasien
No Brosur/informasi mengenai kesehatan Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ada 9 100
2 Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Tabel VII. Ketersediaan Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi
No Tempat khusus untuk mendisplay Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ada 9 100
2 Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Tabel VI menunjukkan bahwa semua apotek (100%) tersedia brosur /
informasi mengenai dan selanjutnya pada tabel VII menunjukkan bahwa
dari apotek yang menyediakan informasi bagi pasien tersebut, juga telah
memiliki tempat khusus untuk mendisplay informasi tersebut. Informasi
tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat membaca
brosur-brosur tersebut.
e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi
pasien. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga privacy dan kenyaman pasien
selama melakukan konseling.
Ruang Tertutup untuk Konseling
56%
44%Ada
Tidak Ada
Gambar 7. Ketersediaan Ruang Tertutup untuk Konseling
Gambar 7 menunjukkan bahwa 56% apotek yang mempunyai
ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien dan sisanya sebesar 44%
belum mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Alasan
yang dikemukakan adalah keterbatasan ruangan sehingga apotek tidak
menyediakan ruang tertutup untuk konseling bagi pasien, selanjutnya
konseling dilakukan secara langsung/bersamaan dengan penerimaan resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
f. Ruang racikan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang peracikan.
Tabel VIII. Ketersediaan Ruang Racikan di Apotek
No Ruang racikan Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Kering 3 33 2 Basah+kering 6 67
Total 9 100
Tabel VIII menunjukkan bahwa 67% apotek memiliki ruang racikan
kering dan hanya 33% apotek yang belum memiliki ruang racikan basah.
Alasan yang dikemukan oleh Apoteker pengelola atau Apoteker
pendamping adalah hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan
meminta racikan basah dan keterbatasan ruang/efisiensi tempat karena
apotek yang dikelola cukup kecil sehingga ruang racikan kering dan basah
dijadikan satu. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan
untuk memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan
juga mempermudah proses pembersihannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf
maupun pasien. Pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun
2002 disebutkan bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta
memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan
salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga
dengan baik.
Tabel IX. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien
No Keranjang sampah Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Staf saja 0 0 2 Pasien saja 0 0 3 Staf +pasien 9 100
Total 9 100
Tabel IX menunjukkan bahwa semua apotek (100%) mempunyai
keranjang sampah untuk staf dan pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana
dan prasarana
100% 78% 100% 100%56% 67%
100%
0%
50%
100%
papan petunjuk apotektempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnyaruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutupruang racikankeranjang sampah untuk staf+pasien
Gambar 8. Diagram Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan
prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan
sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan dengan baik memiliki
persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi adanya papan petunjuk
apotek (100%), tersedianya ruang tunggu (100%), tersedianya tempat
display informasi (100%), tersedianya ruang konseling tertutup (56%),
tersedianya ruang racikan (67%) dan tersedianya keranjang sampah untuk
staf dan pasien (100%). Walaupun persentase pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek lebih dari 50% tetapi tetap perlu
ditingkatkan lagi terutama dalam penyediaan ruang konseling tertutup.
Karena dengan peningkatan persentase penyediaan ruang konseling
diharapkan masyarakat dapat benar-benar merasakan pelayanan keeshatan
dari seorang apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari
kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dalam
membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang perlu diperhatikan
adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.
1) Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit
yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
2) Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat di
sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-
obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian
menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang
harganya terjangkau seperti obat generik berlogo. Demikian pula
sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian
menengah keatas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering
diresepkan.
3) Budaya masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-
obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan
budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek
perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter
tersebut (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Tabel X. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek
No Latar Belakang Perencanaan Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat 1 11
2 Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat
8 89
Total 9 100
Tabel X menunjukkan bahwa apoteker yang memperhatikan pola
penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat dalam
perencanaan pengadaan sediaan farmasi sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 89%, sisanya sebesar 11% hanya
memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat, tanpa melihat
budaya masyarakat sekitar apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
b. Pengadaan
Persediaan barang di apotek dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada.
Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan penerimaan
barang (Hartini dan Sulasmono, 2006). Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
melalui jalur resmi.
Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan
obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika
dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (pasal
3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi) maupun apotek lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pengadaan sediaan
farmasi yang resmi hanya melalui pabrik farmasi, PBF dan apotek lain.
Tabel XI. Sumber Perolehan Obat di Apotek
No Sumber Perolehan Obat Jumlah Persentase (%) n = 9
1 PBF+apotek lain 3 34 2 PBF+pabrik farmasi+apotek lain 2 22 3 PBF+apotek lain+toko obat 2 22
4 PBF+apotek lain+toko obat+swalayan 1 11
5 PBF+pabrik farmasi+apotek lain+toko obat+swalayan 1 11
Total 9 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel XI menunjukkan bahwa apotek yang memperoleh obat-obatan
melalui jalur resmi sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 56%, sisanya memperoleh obat
melalui jalur tidak resmi Obat yang diperoleh melalui jalur tidak resmi,
pada umumnya adalah obat bebas. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat
pada lampiran 7.
c. Penyimpanan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah
lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Pencantuman nomor batch bertujuan untuk penelusuran obat, apabila
ada obat yang sudah beredar namun tidak memenuhi syarat, sehingga
mempermudah penarikan dari peredaran untuk segera dimusnahkan.
Sedangkan pencantuman tanggal kadaluarsa bertujuan untuk menjamin
kepercayaan masyarakat terhadap apoteker, bahwa obat yang dibelinya
dari apotek tersebut bermutu baik, dalam hal ini belum melewati tanggal
kadaluwarsanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Pemindahan Isi Obat ke Wadah Lain
11%
89%
Ya Tidak
Gambar 9. Pemindahan Isi Obat ke Wadah Lain
Gambar 9 menunjukkan bahwa 89% apoteker selalu menyimpan
obat/bahan obat dalam wadah asli dari pabrik, dan hanya 11% apotek yang
pernah memindahkan isi obat dari wadah asli ke wadah lain. Pada
umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam jumlah
tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan dokter
meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan mempercepat
pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari wadah baru
tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat dalam
jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat dalam
wadah asli. Pemindahan yang dilakukan apotek juga telah menyertakan
informasi yang jelas pada wadah baru yaitu produsen (pabrik), nomor
Batch, tanggal kadaluarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan.
Selanjutnya Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 juga
menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang
penyimpan obat.
Tabel XII. Ketersediaan Tempat Penyimpanan Khusus
No Tempat penyimpanan khusus Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Ada 9 100
2 Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Tabel XII menunjukkan bahwa semua apotek (100%) memiliki
tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Tempat
penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya
adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika (pasal 7 Kepmenkes
Nomor 278 tahun 1981) dan lemari pendingin yang digunakan untuk
menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu
kamar seperti serum dan vaksin (pasal 9 Kepmenkes RI Nomor 278 tahun
1981). Dengan mengetahui adanya tempat penyimpanan khusus di apotek
tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan apakah apotek
tersebut memperhatikan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan
kestabilan obat pada saat penyimpanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
89%56%
89%
0%
50%
100%
perencanaan meliputi : pola penyakit+kemampuan masyarakat+budayamasyarakatpengadaan melalui jalur resmi
penyimpanan dalam wadah asli pabrik
Gambar 10. Diagram Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan
baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang
telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas
50%, meliputi perencanaan (89%), pengadaan (56%), dan penyimpanan
dalam wadah asli pabrik (89%).
4. Administrasi
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan
administrasi pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
a) Administrasi umum
Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
1. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
Tabel XIII. Pencatatan dan Pengarsipan Transaksi Pembelian
No Selalu disertai bukti/faktur pembelian dan dicatat Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 9 100
Tabel XIII menunjukkan bahwa semua apoteker (100%) selalu
menyertakan bukti/faktur pembelian untuk setiap obat yang mereka
pesan/beli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan.
Faktur pembelian harus disertakan pada saat transaksi obat. Hal
ini berfungsi untuk menghindari kemungkinan adanya pemalsuan obat
bila pembelian obat tidak melalui jalur distribusi yang resmi. Faktur
tersebut akan menjamin keaslian obat sehingga khasiat dan keamanan
obat terjamin. Selain itu, adanya faktur pembelian akan mempermudah
proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah
dibelinya. Apabila obat yang sudah diterima tidak sesuai dengan
permintaan apotek, maka dengan adanya faktur pembelian akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
mempermudah komplain dan meretur obat tersebut kembali,
sedangkan buku penerimaan berfungsi untuk kelengkapan administrasi
apotek, jadi apotek mengetahui obat apa saja yang sudah masuk ke
dalam apotek.
2. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan
KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 pasal 13(d) menyatakan
bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota
penjualan. KepMenKes RI Nomor 280 tahun 1981 Pasal 12 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota
penjualan. ayat (3) menyatakan bahwa dalam nota penjualan, harus
dicantumkan jenis, jumlah, harga, tanggal penyerahan, dan paraf yang
menyerahkan. Nota penjualan berfungsi sebagai bukti resmi bahwa
obat sudah diterima oleh pasien dan pasien sudah membayar dengan
lunas.
Gambar 11. Penyertaan Faktur/Nota Penjualan
Penyertakan Faktur/Nota Penjualan
89%
11%
Ya Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 11 menunjukkan bahwa apoteker yang selalu
menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan
yang mereka lakukan sebanyak 89% dan 11% sisanya tidak selalu
menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan
yang mereka lakukan. Dalam hal pemberian nota tiap penjualan, masih
terdapat apotek yang hanya memberikan nota apabila pasien
memintanya.
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan
obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak setiap transaksi
penjualan selalu dicatat dalam buku penjualan.
Tabel XIV. Pencatatan Transaksi Penjualan Dalam Buku Penjualan
No Dicatat dalam buku penjualan Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 9 100 Tabel XIV menunjukkan bahwa semua apoteker (100%) selalu
mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi. Pencatatan ini
berguna untuk kelengkapan administrasi, yaitu untuk mengetahui obat
apa saja yang telah terjual dan untuk melacak kembali apabila ada
pihak-pihak yang berkepentingan membutuhkannya di kemudian hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
3. Pengeluaran narkotika dan psikotropika
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan
psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997
menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada
pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa
apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran
narkotika. Undang-Undang No. 9 tahun 1976 menyebutkan bahwa
pencatatan narkotika dilakukan dengan menggunakan buku register
narkotika (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Tabel XV. Pencatatan Penjualan Narkotika dan Psikotropika
No Dicatat dalam buku pencatatan Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 9 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apoteker (100%)
selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan
psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
b) Administrasi pelayanan
Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan
obat.
1. Pengarsipan resep
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 Pasal 17 ayat (2)
menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek
dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pasal 7 Kepmenkes
Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola
Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal
dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-
kurangnya selama tiga tahun. Gambaran mengenai pengarsipan resep
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 12. Penyimpanan Resep Secara Urut
Penyimpanan Resep Secara Urut
89%
11%
Ya Tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 89% apoteker selalu
menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep dan hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
11% apoteker yang tidak selalu menyimpan resep menurut urutan
tanggal dan nomor resep.
2. Medication record
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Pencatatan
pengobatan setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber
bagi apoteker untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care).
Tabel XVI. Pengisian MedicationRecord Secara Konstan
No Selalu melakukan pengisian medication record Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 3 33
2 Tidak 6 67
Total 9 100
Hasil penelitian menunjukkan hanya 33% apoteker yang selalu
melakukan pengisian medication record dan selebihnya sebesar 67%
apoteker yang tidak selalu melakukan pengisian medication record.
Alasan yang dikemukan adalah keterbatasan waktu dan tenaga.
Responden menjelaskan sebelumnya medication record selalu
dilakukan, tetapi dengan semakin banyaknya pasien dan keterbatasan
tenaga pengisian medication record tidak dilakukan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
3) Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
administrasi
100% 89% 100% 100% 89%33%
0%50%
100%
pencatatan&pengarsipan pembelianpenyertaan bukti/faktur penjualanpencatatan penjualanpencatatan narkotika&psikotropikapengarsipan reseppelaksanaan pengisian medication record
Gambar 13. Diagram Pelaksanaan Kegiatan Administrasi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi
administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah
dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan,
dengan baik memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi
pencatatan dan pengarsipan pembelian (100%), pencatatan narkotika dan
psikotropika (100%), pencatatan penjualan (100%), pengarsipan resep
(899%), penyertaan bukti/faktur penjualan (89%). Namun demikian, masih
terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan dengan baik yaitu
persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi pengisian medication
record (33%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
C. Pelayanan
1. Skrining resep
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker
melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep dilakukan dengan tujuan
untuk melihat keabsahan resep. Di apotek ada prosedur tetap untuk pelayanan
resep, ketika resep datang kemudian dilakukan skrining untuk melihat apakah
resep asli atau palsu. Selain itu juga skrining resep dilakukan untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
a. Persyaratan administratif
Hasil penelitian menunjukkan 100% apoteker selalu melakukan
skrining resep persyaratan administratif. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
XVII berikut.
Tabel XVII. Skrining Resep Persyaratan Administratif
No Persyaratan administratif Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 0 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter; tanggal
penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat,
umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Gambaran mengenai
pelaksanaan skrining resep kesesuaian farmasetik dapat dilihat pada Tabel
XVIII berikut.
Tabel XVIII. Skrining Resep Kesesuaian Farmasetik
No Skrining kesesuaian farmasetik yang dilakukan Jumlah
Persentase (%) n=9
1 Bentuk sediaan+dosis+potensi+cara pemberian+lama pemberian 2 22
2 Bentuk
sediaan+dosis+potensi+stabilitas+inkompatibilitas+cara pemberian+lama pemberian
7 78
Total 9 100
Tabel XVIII menunjukkan bahwa apoteker yang melakukan skrining
resep kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian sesuai
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 78%, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
sisanya sebesar 22% belum melakukan skrining resep kesesuaian
farmasetik secara keseluruhan yaitu pada item stabilitas dan
inkompatibilitas.
c. Pertimbangan klinis
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan
jumlah obat.
Tabel XIX. Skrining Pertimbangan Klinis
No Skrining pertimbangan klinis yang dilakukan Jumlah
Persentase (%)
n = 9
1 Alergi+efek samping+ dosis+ jumlah obat 1 11
2 Alergi+efek samping +dosis+durasi+jumlah obat 1 11
3 Alergi+efek
samping+interaksi+dosis+durasi+jumlah obat
7 78
Total 9 100
Tabel XIX menunjukkan bahwa apoteker yang melakukan skrining
resep pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi , durasi
dan jumlah obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 78%, dan sisanya sebesar 22% belum
melakukan skrining resep pertimbangan klinis yaitu pada item interaksi
dan durasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
d. Konsultasi dengan dokter penulis resep
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 16 ayat 1 “Apabila
Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep”.
Selanjutnya Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyatakan bahwa jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Konsultasi dengan dokter
penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pasal 13 Kode Etik Apoteker Indonesia.
Tabel XX. Konsultasi Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep
No Selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep Jumlah
Persentase (%)
n = 9
1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 9 100
Tabel XX menunjukkan bahwa semua apoteker (100%) selalu
melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
ketidakjelasan dalam penulisan resep. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
skrining resep
100%78% 78%
100%
0%
50%
100%
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberianpertimbangan klinis meliputi : alergi, efek samping, interaksi, durasi danjumlah obatkonsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 14. Diagram Pelaksanaan Skrining Resep
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep sebagian besar
telah dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining resep yang telah
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%,
meliputi skrining resep persyaratan administratif (100%), konsultasi
dengan dokter penulis resep (100%), skrining resep kesesuaian farmasetik
(78%) dan. skrining resep pertimbangan klinis (78%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2. Penyiapan obat
a. Etiket
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 bahwa
etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat
menyebabkan kesalahan pasien dalam membaca atau mengartikan isi
etiket, sehingga dapat terjadi medication error.
Tabel XXI. Adanya Keluhan Tentang Etiket Oleh Pasien
No Pernah terjadi keluhan tentang etiket Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 0 0
2 Tidak 9 100
Total 9 100
Tabel XXI menunjukkan bahwa semua apoteker (100%) tidak pernah
menerima keluhan tentang etiket oleh pasien sehingga dapat disimpulkan
bahwa etiket yang dibuat jelas dan dapat dibaca.
b. Penyerahan obat
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Pemeriksaan akhir
(medication review) dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
terjadinya medication error terutama dispensing error yang merupakan
tanggung jawab pihak farmasis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Tabel XXII. Pengecekan Resep Sebelum Diserahkan ke Pasien
No Selalu melakukan pengecekan sebelum diserahkan ke pasien Jumlah
Persentase (%)
n = 9
1 Ya 9 100
2 Tidak 0 0
Total 9 100
Tabel XXII menunjukkan bahwa semua apoteker (100%) selalu
melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Hal ini
juga tertera pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan
kefarmasian yang menyebutkan bahwa salah satu standar prosedur
operasional apoteker di apotek adalah memberikan pelayanan informasi
obat dan memberikan konsultasi obat. Menurut WHO, salah satu peran
Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah care-giver, yaitu Apoteker
bertindak sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis,
analisis, dan teknis. Dalam memberikan pelayanan, Apoteker harus
berinteraksi langsung dengan pasien secara individu maupun kelompok
(Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu
kewajiban apoteker adalah memberikan informasi mengenai obat kepada
pasien sehingga apoteker sebaiknya selalu terlibat langsung dalam
penyerahan obat kepada pasien agar dapat menjalankan kewajiban
tersebut.
Gambar 15. Keterlibatan Apoteker Dalam Penyerahan Obat ke Pasien
Keterlibatan Apoteker Dalam Penyerahan Obat Ke Pasien
78%
22%
Ya
Tidak
Gambar 15 menunjukkan bahwa apoteker yang selalu terlibat
langsung dalam penyerahan obat ke pasien sebesar 78% dan 22% sisanya
tidak selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat. Untuk responden
yang tidak selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat, tanggung
jawab penyerahan obat diserahkan kepada apoteker pendamping.
Penyerahan obat yang dilakukan apoteker pendamping juga disertai
informasi kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor
1332 tahun 2002 bahwa apabila APA behalangan melakukan tugasnya
pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk seorang Pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
c. Informasi obat
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-
kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan
aktivitas yang harus dihindari.
Dalam Permenkes Nomor 922 tahun 1993 Pasal 15 ayat (4),
disebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan
dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan
obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Pasal 7
Kode Etik Apoteker Indonesia menyatakan bahwa seorang Apoteker harus
menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 1996 pasal 35 juga menyebutkan bahwa jika apoteker
tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan informasi kepada
pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Tabel XXIII. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker
No Informasi Obat yang diberikan Jumlah Persentase (%) n = 9
1
Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu pengobatan+aktivitas yang harus
dihindari
1 11
2
Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu
pengobatan+ makanan dan minuman yang harus
dihindari+aktivitas yang harus dihindari
8 89
Total 9 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Tabel XXIII menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan
informasi kepada pasien meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus
dihindari dan aktivitas yang harus dihindari sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 89%, sisanya sebesar 11% belum
memberikan informasi secara menyeluruh kepada pasien.
Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh apoteker
karena melalui pemberian informasi apoteker dapat meminimalisasi
terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada saat
pasien mengkonsumsi obat.
d. Konseling
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya.
Selain konseling kita mengenal pula konsultasi. Kedua kata ini
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 Konseling adalah suatu proses komunikasi
dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dan pengobatan, sedangkan konsultasi merupakan proses komunikasi satu
arah.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak memberikan batasan mengenai
pengertian konseling. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
antara pemahaman apoteker dengan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mengenai pengertian konseling. Dari hasil
wawancara sebagian besar responden berpendapat bahwa konseling dan
konsultasi mempunyai pengertian yang sama. Dari sini terlihat bahwa
apoteker mempunyai pemahaman yang berbeda/tidak sesuai dengan yang
tertera pada Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Gambar 16. Ketersediaan Jam Konseling di Apotek
Gambar 16 di atas menunjukkan bahwa apoteker yang menyatakan
bahwa mereka selalu menyediakan jam konseling bagi pasien setiap
harinya di apotek sebesar 89%, sisanya sebesar 11% belum menyediakan
jam konseling setiap hari.
Ketersediaan Jam Konseling Setiap Hari Di Apotek
89%
11%
Ya
Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes,
TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan. Gambaran mengenai pelaksanaan
pemberian konseling secara berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel XXIV
berikut.
Tabel XXIV. Pemberian Konseling Secara Berkelanjutan
No Memberikan konseling secara berkelanjutan Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 5 56
2 Tidak 4 44
Total 9 100
Tabel XXIV menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan
konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit tertentu seperti
cardiovascular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya hanya
sebesar 56% dan apoteker yang tidak memberikan konseling secara
berkelanjutan sebesar 44%. Pemberian konseling secara berkelanjutan
bertujuan untuk mengontrol kepatuhan pasien dalam meminum obat yang
diberikan, karena penyakit yang diderita membutuhkan jangka waktu
pengobatan yang cukup panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
penyiapan obat
100% 100%78% 89%
56%89%
0%
50%
100%
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
informasi yang diberikan meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan aktivitasyang harus dihindari
Gambar 17. Diagram Pelaksanaan Penyiapan Obat
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan
penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase
pelaksanaan di atas 50%, maliputi penulisan etiket yang jelas dan dapat
dibaca (100%), pengecekan resep sebelum diserahkan kepada pasien
(100%), adanya jam konseling setiap hari (89%), pemberian informasi
oleh apoteker kepada pasien (89%), keterlibatan apoteker secara langsung
dalam penyerahan obat (78%), dan konseling secara berkelanjutan (56%).
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
a. Diseminasi informasi kesehatan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, dalam
rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lainnya.
Diseminasi informasi kesehatan ini sangat berguna untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, di mana masyarakat dapat
mengetahui informasi lebih banyak tentang kesehatan.
Gambar 18. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan
Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan
33%
67%
Ya
Tidak
Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar (67%) apoteker
belum pernah melakukan diseminasi (penyebaran) informasi kesehatan.
dan hanya 33 % yang pernah melakukan diseminasi (penyebaran)
informasi kesehatan.
b. Tindak lanjut terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah (pelayanan residensial),
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya.
Tabel XXV. Apoteker yang Melakukan Tindak Lanjut Terapi
No Melakukan tindak lanjut terapi Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 3 33
2 Tidak 6 67
Total 9 100
Tabel XXV menunjukkan bahwa sebagian besar (67%) apoteker
tidak melakukan tindak lanjut terapi, misalnya dengan mengunjungi pasien
atau komunikasi melalui telepon untuk memantau keadaan pasien dan
hanya 33% yang melakukan tindak lanjut terapi.
Tindak lanjut terapi merupakan salah satu bentuk perhatian yang
seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker. Tindak lanjut terapi dengan
kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon akan sangat banyak
membantu pasien, terutama bagi pasien lansia atau pasien yang karena
penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk datang dan
melakukan konseling secara langsung ke apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
Gambar 19. Diagram Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi
33% 33%
0%
50%
100%
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak
lanjut terapi belum dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh.
Pelayanan promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi yang belum
dilaksanakan dengan baik memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%,
meliputi diseminasi informasi kesehatan (33%) dan pelayanan tindak
lanjut terapi (33%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket atau
wawancara langsung.
diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek belum pernah melakukan
survey mengenai tingkat kepuasan konsumen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
XXVI berikut.
Tabel XXVI. Apoteker yang Pernah Melakukan Survey
No Pernah melakukan survey tingkat kepuasan konsumen Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ya 0 0
2 Tidak 9 100
Total 9 100
Survey ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat pasien/pengunjung
apotek mengenai kinerja di apotek dan dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi oleh APA agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di apotek
mereka. Contoh angket/kuisioner mengenai tingkat kepuasan konsumen dapat
dilihat pada lampiran 9.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
Penetapan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien)
bertujuan agar apoteker cepat tanggap dalam melayani pasien sehingga pasien
tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat. Salah satu caranya
adalah dengan menetapkan lama waktu untuk tiap pembuatan dan
pengambilan setiap sediaan, misalnya salep, puyer, kapsul, sirup, baik dalam
sediaan tunggal maupun campuran sehingga pasien mendapatkan kepastian
waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Apoteker yang Menetapkan Lama Pelayanan
89%
11%
Ya
Tidak
Gambar 20. Apoteker yang Menetapkan Lama Pelayanan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 11% apoteker yang
menetapkan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien) dan 89%
sisanya belum menetapkan lama pelayanan per pasien.
3. Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 prosedur
tetap ini antara lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik
dapat tercapai setiap saat dan adanya pembagian tugas dan wewenang di
apotek (contoh job description dapat dilihat pada lampiran 12), sehingga
pelayanan dapat berjalan dengan baik karena tidak terjadi tumpang tindih
tugas dan wewenang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Tabel XXVII. Penetapan Prosedur Tertulis dan Tetap
No Ada prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien Jumlah Persentase (%)
n = 9 1 Ada 3 33
2 Tidak ada 6 67
Total 9 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 33% apoteker yang
mempunyai prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien dan 67%
sisanya belum mempunyai prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien.
Contoh prosedur tetap dapa dilihat pada lampiran 11.
4. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi
mutu pelayanan
Gambar 21. Diagram Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan
0%11%
33%
0%
50%
100%
survey tingkat kepuasan konsumenwaktu pelayanan per pasienprosedur tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum
dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di bawah
50%, yaitu untuk pelaksanaan survey tingkat kepuasan konsumen belum
pernah dilaksanakan, penetapan waktu pelayanan per pasien sebesar 11% dan
untuk penetapan prosedur tetap sebesar 33%, sehingga perlu ditingkatkan
pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul
0%
50%
100%
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek (89%)papan petunjuk apotek (100%)penempatan produk yang terpisah (78%)ruang tunggu (100%)tempat display informasi (100%)ruang konseling tertutup (56%)ruang racikan (67%)keranjang sampah (100%)perencanaan (89%)pengadaan (56%)penyimpanan (89%)informasi pada wdah baru (100%)pencatatan&pengarsipan pembelian (100%)penyertaan bukti/faktur penjualan (89%)pencatatan penjualan (100%)pencatatan narkotika&psikotropika (100%)pengarsipan resep (89%)pengisian medication record (33%)persyaratan administratif (100%)kesesuaian farmasetik (78%)pertimbangan klinis (78%)konsultasi dengan dokter (100%)etiket jelas dan dapat dibaca (100%)pengecekan resep sebelum diserahkan (100%)keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (78%)jam konseling setipa hari (89%)konseling secara berkelanjutan (89%)informasi yang diberikan kepada pasien (56%)desiminasi informasi kesehatan (33%)tindak lanjut terapi (33%)survei tingkat kepuasan pasien (0%)waktu pelayanan per pasien (11%)prosedur tetap (33%)
Gambar 22. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefamasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Karakteristik Responden
1. Usia responden
Menurut penelitian yang dilakukan Harvard Growth Study, proses
pertumbuhan dan perkembangan intelegensi diawali pada usia remaja dan
mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa
sebagian besar responden berada pada usia 21-35 tahun Pada usia tersebut
seseorang mampu berpikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik berbagai
penjelasan mengenai kejadian-kejadian tertentu dan dapat memahami prinsip-
prinsip abstrak yang berlaku (Azwar, 1999). Sisanya responden berada pada usia
lebih dari 50 tahun.
Jika dilihat secara umum pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek untuk responden yang berusia 21-35 tahun lebih baik dibandingkan
dengan responden yang berusia lebih dari 50 tahun. Pelaksanaan pengelolaan
sumber daya untuk responden yang berusia 21-35 tahun sebesar 86,51%,
sedangkan untuk responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebesar 83%,
pelaksanaan pelayanan untuk responden yang berusia 21-35 tahun sebesar 79%,
sedangkan untuk responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebesar 79%,
pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan untuk responden yang berusia 21-35 tahun
sebesar 19,23%, sedangkan untuk responden yang berusia lebih dari 50 tahun
belum dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa semakin tingginya usia tidak menjamin Pelaksanaan Standar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Pelayanan kefarmasian di Apotek lebih baik, walaupun jika dilihat dari segi usia
kelompok ini memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman kerja di bidangnya.
Jika dilihat secara spesifik pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian,
responden dengan usia lebih dari 50 tahun pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasiannya labih baik dibandingkan dengan responden yang berusia 21-35
tahun. Gambar juga menunjukkan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek oleh responden yang berumur lebih dari 50 tahun lebih merata
dibandingkan dengan responden yang berusia 21-35 tahun. Namun jika dilihat
dari pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan, responden yang berusia 21- 35 tahun
lebih baik dibandingkan responden yang berusia lebih dari 50 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Usia Responden
86.51%79%
19.23%
83% 79%
0.00%0%
50%
100%
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
21 - 35 tahun (n=7) > 50 tahun (n=2)
Gambar 23 Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Usia Responden Secara Umum
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Usia Responden
0%
50%
100%
Pengelolaan SumberDaya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
Pengelolaan SumberDaya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
21 - 35 tahun (n=7) > 50 tahun (n=2)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 24. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Usia Responden Secara Spesifik
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
2. Lama kerja di apotek
Secara umum pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
untuk responden dengan pengalaman kerja 6-10 tahun lebih baik dibandingkan
dengan kelompok pengalaman kerja yang lain. Pelaksanaan pengelolaan sumber
daya untuk responden dengan pengalaman kerja kurang dari 1 tahun sebesar
100%, untuk responden dengan pengalaman kerja 1-5 tahun sebesar 79%, untuk
responden dengan pengalaman kerja 6-10 tahun sebesar 94%, dan untuk
responden dengan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun sebesar 91%. Pelaksanaan
pelayanan untuk responden dengan pengalaman kerja kurang dari 1 tahun sebesar
83%, untuk responden dengan pengalaman kerja 1-5 tahun sebesar 67%, untuk
responden dengan pengalaman kerja 6-10 tahun sebesar 92%, dan untuk
responden dengan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun sebesar 83%. Pelaksanaan
evaluasi mutu pelayanan untuk responden dengan pengalaman kerja kurang dari 1
tahun belum dilaksanakan, untuk responden dengan pengalaman kerja 1-5 tahun
sebesar 8,33%, untuk responden dengan pengalaman kerja 6-10 tahun sebesar
66,67%, dan untuk responden dengan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun
sebesar 11%. Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa semakin tinggi pengalaman kerja tidak menjamin Pelaksanaan Standar
Pelayanan kefarmasian di Apotek lebih baik, walaupun jika dilihat dari segi
pengalaman kerja kelompok ini memiliki banyak pengetahuan dan telah
menguasai bidangnya.
Jika dilihat secara spesifik, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan pengalaman kerja responden, responden dengan pengalamam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
kerja 6-10 tahun lebih baik dibandingkan dengan kelompok pengalaman kerja
yang lain. Dilihat dari pengalaman kerja seharusnya responden dengan
pengalaman kerja lebih dari 10 tahun, pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasiannya lebih baik. Tetapi dari gambar, pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian untuk kelompok pengalaman kerja lebih dari 10 tahun tidak lebih
baik dibandingkan dengan kelompok pengalaman kerja 6-10 tahun. Dari data
diketahui bahwa kelompok pengalaman kerja lebih dari 10 tahun , pada umumnya
berada pada usia lebih dari 50 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lama Kerja di Apotek100%
83%
0.00%
79%67%
8.33%
94% 92%
66.67%
91%83%
11.00%
0%
50%
100%
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
< 1 tahun (n=1) 1 - 5 tahun (n=4) 6 - 10 tahun (n=1) > 10 tahun (n=3)
Gambar 25. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Lama Kerja di Apotek Secara Umum
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lama Kerja di Apotek
0%
50%
100%
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
< 1 tahun (n=1) 1 - 5 tahun (n=4) 6 - 10 tahun (n=1) > 10 tahun (n=3)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 26. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Lama Kerja di Apotek Secara Spesifik
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
3. Posisi responden di apotek
Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993, apoteker di apotek ada yang
disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Apoteker
Pengganti. Secara umum pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian oleh
Apoteker Pendamping lebih baik dibandingkan Apoteker Pengelola Apotek.
Pelaksanaan pengelolaan sumber daya oleh Apoteker Pendamping sebesar 100%,
sedangkan pengelolaan sumber daya oleh Apoteker Pengelola Apotek sebesar
85,42%. Pelaksanaan Pelayanan oleh Apoteker Pendamping sebesar 92%,
sedangkan pelayanan oleh Apoteker Pengelola Apotek sebesar 77%. Pelaksanaan
evaluasi mutu pelayanan oleh Apoteker Pendamping belum dilaksanakan,
sedangkan pengelolaan evaluasi mutu pelayanan oleh Apoteker Pengelola Apotek
sebesar 16,67%.
Secara spesifik, pelakanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping lebih baik dibandingkan Apoteker
Pengelola Apotek. Hal ini disebabkan karena Apoteker Pengelola Apotek
memiliki pekerjaan lain selain apoteker sehingga dapat menyebabkan terlalu lelah,
berkurangnya konsentrasi sehingga tidak optimal dalam pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Gambaran hubungan adanya pekerjaan lain
dengan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dapat dilihat pada
gambar berikutnya). Namun pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan oleh Apoteker
Pengelola Apotek lebih baik dibandingkan Apoteker Pendamping. Hal ini
disebabkan Apoteker Pengelola Apotek Lebih memiliki tanggungjawab terhadap
perkembangan dan kemajuan apotek yang dikelolanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Posisi Responden di Apotek
85.42%77%
16.67%
100%92%
0.00%0%
50%
100%
PengelolaanSumberDaya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumberDaya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
Apoteker Pengelola Apotek (n=8) Apoteker Pendamping (n=1)
Gambar 27. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Posisi Responden di Apotek Secara Umum
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Posisi Responden di Apotek
0%
50%
100%
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
Apoteker Pengelola Apotek (n=8) Apoteker Pendamping (n=1)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 28. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Posisi Responden di Apotek Secara Spesifik
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
4. Adanya pekerjaan lain selain sebagai Apoteker
Ada tidaknya pekerjaan lain selain sebagai apoteker di apotek, apa pun
jenis pekerjaannya, sedikit banyak akan berpengaruh pada jam kehadiran dan
kinerja apoteker di apotek. Menurut Surat Kepmenkes RI Nomor 831/Ph/64/b
apotek-apotek yang didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang
dikeluarkan sesudah tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang
apoteker yang bekerja penuh (full-time). Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Berdasarkan keterangan tersebut, apoteker
diharapkan dapat tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai
apoteker di apotek walaupun memiliki pekerjaan lainnya.
Secara umum, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian oleh
apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai apoteker lebih baik
dibandingkan dengan apoteker yang memiliki pekerjaan lain. Pelaksanaan
pengelolaan sumber daya oleh apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain selain
sebagai apoteker sebesar 90%, sedangkan apoteker yang memiliki pekerjaan
sebesar 83%. Pelaksanaan pelayanan oleh apoteker yang tidak memiliki pekerjaan
lain selain sebagai apoteker sebesar 82%, sedangkan apoteker yang memiliki
pekerjaan sebesar 73%. Pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan oleh apoteker yang
tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai apoteker sebesar 20%, sedangkan
apoteker yang memiliki pekerjaan sebesar 8,33%.
Secara spesifik, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
oleh apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain selain apoteker lebih baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dibandingkan apateker yang mempunyai pekerjaan lain. Hal ini dikarenakan,
dengan tidak adanya pekerjaan lain, fokus perhatian responden terpusat pada satu
objek yaitu apotek dan segala aspek di dalamnya. Selain itu, apoteker yang tidak
memiliki pekerjaan lain pada umumnya berada pada kelompok umur 21-35 tahun
dan memiliki pengalaman kerja 1-5 tahun dan responden ini merupakan apoteker-
apoteker yang baru saja menyelesaikan pendidikan program profesi apoteker.
Dengan demikian mereka dapat berkonsentrasi pada tugas dan tanggung jawabnya
di apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adanya Pekerjaan Lain Selain Sebagai Apoteker
83%73%
8.33%
90%82%
20%
0%
50%
100%
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
Ada Pekerjaan Lain (n=4) Tidak Ada Pekerjaan Lain (n=5)
Gambar 29. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Adanya Pekerjaan Lain selain sebagai Apoteker Secara Umum
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adanya Pekerjaan Lain Selain Sebagai Apoteker
0%
50%
100%
Pengelolaan SumberDaya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
Pengelolaan SumberDaya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
Ada Pekerjaan Lain (n=4) Tidak Ada Pekerjaan Lain (n=5)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 30. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Adanya Pekerjaan Lain selain sebagai Apoteker Secara Spesifik
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
5. Waktu kerja di apotek dalam seminggu
Secara umum, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian oleh
responden dengan waktu kerja 3-5 hari lebih baik dibandingkan dengan responden
dengan waktu kerja 6-7 hari. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya oleh
responden dengan waktu kerja 3-5 hari sebesar 88%, sedangkan responden dengan
waktu kerja 6-7 hari sebesar 81%. Pelaksanaan pelayanan oleh responden dengan
waktu kerja 3-5 hari sebesar 79%, sedangkan responden dengan waktu kerja 6-7
hari sebesar 75%. Pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan oleh responden dengan
waktu kerja 3-5 hari sebesar 8,33%, sedangkan responden dengan waktu kerja 6-7
hari sebesar 20%.
Secara spesifik tidak ada perbedaan yang begitu besar antara dua
kelompok perbedaan waktu kerja dalam satu minggu. Pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian untuk parameter sumber daya dan pelayanan tidak terlalu
berbeda jauh, sedangkan untuk parameter evaluasi mutu pelayanan, responden
dengan waktu kerja 6-7 hari dalam seminggu lebih baik dibandingkan responden
dengan waktu kerja 3-5 hari. Selain itu responden dengan waktu kerja 6-7 hari
dalam seminggu pada umumnya bekerja dalam sehari lebih panjang (rata-rata
waktu kerja dalam sehari lebih dari 6 jam). Gambaran hubungan pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan perbedaan waktu kerja dalam
sehari dapat dilihat pada gambar berikutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Waktu Kerja di Apotek Dalam Seminggu
88%79%
8.33%
81%75%
20%
0%
50%
100%
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
3 - 5 hari (n=4) 6 - 7 hari (n=5)
Gambar 31. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Waktu Kerja di Apotek dalam Seminggu Secara Umum
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Waktu Kerja di Apotek Dalam Seminggu
0%
50%
100%
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
3 - 5 hari (n=4) 6 - 7 hari (n=5)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 32. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja di Apotek dalam Seminggu Secara Spesifik
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
6.Waktu kerja di apotek dalam satu hari
Secara umum, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian untuk
responden dengan waktu kerja lebih dari 6 jam dalam 1 hari lebih baik
dibandingkan dengan responden dengan waktu kerja yang lain. Pelaksanaan
pengelolaan sumber daya untuk responden dengan waktu kerja lebih dari 6 jam
sebesar 89%, responden dengan waktu kerja 4-6 jam sebesar 85%, dan responden
dengan waktu kerja kurang dari 4 jam sebesar 87%. Pelaksanaan pelayanan untuk
responden dengan waktu kerja lebih dari 6 jam sebesar 88,89%, responden
dengan waktu kerja 4-6 jam sebesar 70%, dan responden dengan waktu kerja
kurang dari 4 jam sebesar 81%. Pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan untuk
responden dengan waktu kerja lebih dari 6 jam sebesar 11%, responden dengan
waktu kerja 4-6 jam sebesar 22%, dan responden dengan waktu kerja kurang dari
4 jam sebesar 11%.
Secara spesifik dapat disimpulkan bahwa apoteker dengan waktu kerja lebih
dari 6 jam dalam 1 hari lebih baik dibandingkan apoteker dengan waktu kerja
dibawah 6 jam dalam 1 hari. Hal ini disebabkan karena apoteker tersebut tidak
memiliki pekerjaan lain atau secara full time bekerja di apotek, sehingga
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian dapat dilakukan secara optimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Waktu Kerja di Apotek Dalam Satu Hari
87%81%
11%
85%
70%
22%
89% 88.89%
11%
0%
50%
100%
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
PengelolaanSumber
Daya
Pelayanan EvaluasiMutu
Pelayanan
< 4 jam (n=3) 4 - 6 jam (n=3) > 6 jam (n=3)
Gambar 33. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan Waktu Kerja di Apotek dalam Satu Hari Secara Umum
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Waktu Kerja di Apotek Dalam Satu Hari
0%
50%
100%
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
PengelolaanSumber Daya
Pelayanan Evaluasi MutuPelayanan
< 4 jam (n=3) 4 - 6 jam (n=3) > 6 jam (n=3)
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada w adah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan informasi yg diberikan pada pasien diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen w aktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 34. Diagram Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek-Apotek Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan
Waktu Kerja di Apotek dalam Satu Hari Secara Spesifik
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
F. Rangkuman Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh
apoteker di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul karena masih terdapatnya
persentase pelaksanaan di bawah 50%. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya
yang masih di bawah 50% yaitu pengisian medication record (34%). Pelaksanaan
pelayanan yang masih di bawah 50% yaitu diseminasi informasi kesehatan (34%),
dan pelaksanaan tindak lanjut terapi (33%). Semua aspek dalam pelaksanaan
evaluasi mutu pelayanan masih memiliki persentase di bawah 50%, yaitu
pelaksanaan survei tingkat kepuasan konsumen tidak dilaksanakan, penetapan
lama pelayanan tiap pasien (11%), dan adanya prosedur tertulis dan tetap (34%).
Urutan persentase pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dari persentase
terbesar ke persentase terkecil yaitu pelaksanaan pengelolaan sumber daya,
pelaksanaan pelayanan, dan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan. Persentase
terbesar dimiliki oleh pengelolaan sumber daya sedangkan persentase terkecil
dimiliki oleh evaluasi mutu pelayanan, sehingga evaluasi mutu pelayanan perlu
diberi perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
Selain itu juga dapat dilihat bahwa usia, pengalaman kerja, posisi, adanya
pekerjaan lain, waktu kerja dalam sehari maupun dalam seminggu berpengaruh
dalam pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian. Dari parameter tersebut dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
disimpulkan apoteker dengan usia muda atau apoteker-apoteker yang baru
menyelesaikan program studi apoteker dengan pengalaman kerja yang minim
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasain di Apotek lebih baik dibandingkan
dengan apoteker yang memiliki usia dan pengalaman kerja yang lama.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan introspeksi/perenungan diri
bagi Apoteker baik Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker Pendamping
dalam meningkatkan kinerja pelayanan kefarmasian, juga Dinas Kesehatan
Kabupaten Gunungkidul, ISFI sebagai organisasi sarjana farmasi serta BPOM
sebagai instansi pengawasan dan pembinaan mampu meningkatkan kinerjanya
sehingga dapat melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
1. Parameter dari Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah
terlaksana dengan baik, cukup dan kurang secara berurutan adalah
pengelolaan sumber daya manusia (85%), pelayanan (77,83%) dan evaluasi
mutu pelayanan (14,67%).
2. Apoteker di apotek-apotek di Kabupaten Gunungkidul belum melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh.
3. Karakteristik responden memberikan perbedaan dalam pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.
Perbedaan itu terletak pada pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia,
pelayanan.serta belum dilaksanakannya evaluasi mutu pelayanan.
4. Standar Pelayanan Kefamasian yang telah dilaksanakan sepenuhnya adalah
papan petunjuk apotek, ruang tunggu, tempat display informasi, keranjang
sampah, informasi pada wadah baru, pencatatan dan pengarsipan pembelian,
pencatatan penjualan, pencatatan narkotika dan psikotropika, persyaratan
administrasi, konsultasi dengan dokter, etiket jelas dan mudah dibaca, serta
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
pengecekan resep, sedangkan Standar Pelayanan Kefamasian yang belum
dilaksanakan sepenuhnya adalah survey tingkat kepuasan pasien.
B. Saran
1. Dalam rangka menindak lanjuti hasil penelitian ini, diharapkan adanya respon
positif dari pihak Departemen Kesehatan, ISFI dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Gunungkidul untuk mensosialisasikan pelaksanaan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan mengadakan penyuluhan dan seminar
sehingga Apoteker Pengelola Apotek di Kabupaten Gunungkidul dapat
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul bekerja sama dengan ISFI serta
BPOM melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/IX/2004.
3. Perlu peningkatan kesadaran Apoteker di apotek-apotek Kabupaten
Gunungkidul akan pentingnya pemahaman perundang-undangan mengenai
Keputusan Menteri tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
terutama pengisian medication record, desiminasi informasi kesehatan, tindak
lanjut terapi dan evaluasi mutu pelayanan.
4. Perlu adanya peran dari Perguruan Tinggi dalam mempersiapkan calon
apoteker sehingga lulusan apoteker memiliki kualitas yang bisa diandalkan
terutama dalam medication record dan pelayanan residensial (Home Care).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
5. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar
seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
6. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengacu pada pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian dengan responden yang berbeda yaitu Apoteker di
Rumah Sakit.
7. Perlu diadakannya wawancara yang lebih mendalam pada penelitian
selanjutnya, mengenai alasan responden untuk tiap jawaban yang diberikan
sehingga dapat diketahui latar belakang sudah dilaksanakan maupun belum
dilaksanakannya Standar Pelayanan Kefarmasian tersebut.
8. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan responden adalah pengguna jasa
apotek, misalnya pasien atau pengunjung apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta
Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/ PER/I/1981, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, Balai Pustaka, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, Depkes RI, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti da Izin Kerja Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2001, Draft Hasil Rapat Kerja Nasional I, Badan Pimpinan Pusat Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, Semarang
Anonim, 2002, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesua, Jakarta
Harding, 1993, Sociology for Pharmacists; an Introduction, The Macmillan, London
Hartono, 2003, Manajemen Apotek, edisi baru, Depot Informasi Obat, Jakarta.
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Isdaryadi, F. Wisnu., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11
Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105, PPM, Yogyakarta
Mardalis, 2006, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, 24-69, Bumi Aksara, Jakarta.
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 67-68, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Salim, P. dan Yenny Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi III, Modern English Press, Jakarta
Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Sukmajati, M.A., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Soedarsono, A.K., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Trisna, Y., 2007, Mencegah Medication Error, Makalah Seminar Patient Safety
and Drug Information, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Wahyuni, B., 2005, Publik Tidak Boleh Ditipu Lagi, Ombudsman, No.II, 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Kepada Yth
Apoteker Pengelola Apotek
Kabupaten Gunungkidul
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Gunungkidul”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk
menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan hati nurani
Bapak/Ibu. Karena jawaban yang saya butuhkan adalah jawaban yang paling
sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu, dan jawaban tidak mendapat penilaian benar
atau salah. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiannya
demi kepentingan ilmiah.
Atas bantuan Bapak/Ibu mengisi daftar pertanyaaan berikut saya
mengucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Yustinus Bambang T.I
NIM: 038114027
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
I. Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar
No Pertanyaan Jawaban
1. Berapakah umur Anda? a. 21-35 tahun
b. 36-50 tahun
c. >50 tahun
2. Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA
b. Apoteker Pendamping
c. Apoteker Pengganti
3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
Apoteker di apotek yang sekarang?
a. <1 tahun
b. 1-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >10 tahun
4. Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya
b. Tidak
5. Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam seminggu?
a. <3 hari
b. 3-5 hari
c. 6-7 hari
6. Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam satu hari?
a. <4 jam
b. 4-6 jam
c. >6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat
papan yang tertulis kata apotek?
2 Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi
pasien?
a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa
brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan
(misalnya obat-obat baru)?
3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk
mendisplay informasi tersebut (misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)?
4 Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien?
Apakah apotek Anda memiliki :
a. ruang racikan kering? 5
b. ruang racikan basah?
6 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk staf?
7 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk pasien?
Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan
farmasi Anda memperhatikan :
a. pola penyakit?
b. kemampuan masyarakat?
8
c. budaya masyarakat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan?
a. PBF
b. Pabrik farmasi
c. Apotek lain
d. Toko obat
e. Swalayan
2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
disertai bukti/faktur pembelian?
9
3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
dicatat dalam buku penerimaan?
10
Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum,
vaksin)?
1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat
dari wadah asli ke wadah lain?
2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan
pada wadah baru tersebut?
a.Produsen (pabrik)
b.Nomor batch
c.Tanggal kadaluarsa
d.Aturan pakai
11
e.Cara penyimpanan
12
Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya
obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan
produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
kontrasepsi, popok bayi)?
13 Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan
faktur atau nota penjualan?
14 Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku
penjualan?
15
Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan
psikotropika?
16 Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
tanggal dan nomor urut resep?
17 Apakah Anda selalu melakukan medication record?
III. Kuesioner Tentang Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi :
1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF
2. KESESUAIAN FARMASETIK :
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
3. PERTIMBANGAN KLINIS :
18
a. Alergi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
b. Efek samping
c. Interaksi
e. Durasi
f. Jumlah obat
19
Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam
penulisan resep?
20
Apakah anda selalu melakukan pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien?
21 Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
penyerahan obat kepada pasien?
Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai:
a. Cara pemakaian obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Makanan dan minuman yang harus dihindari
22
e. Aktivitas yang harus dihindari
23 Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai
etiket (tidak jelas/sulit dibaca)?
24
Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup
perencanaan, pegadaan dan penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu
berdasarkan persetujuan APA ?
25 Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari
bagi pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
26
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara
berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit
tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya?
27
Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau
mengunjungi pasien)?
28
Apakah Anda pernah melakukan diseminasi
(penyebaran) informasi kesehatan (misalnya
penyebaran brosur dan poster, melakukan
penyuluhan)?
IV. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
29 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
kepuasan konsumen?
2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa:
a.Angket
b.Wawancara
30 Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu
pelayanan maksimal per pasien)?
31 Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam
pelayanan pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Lampiran 4. Tabulasi Data
DATA RESPONDEN
NO DATA RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 JUMLAH %
a 21-35 tahun √ √ √ √ √ √ √ 7 77,77778 b 36-50 tahun - - 1 c > 50 tahun √ √ 2 22,22222 a < 1 tahun √ 1 11,11111 b 1-5 tahun √ √ √ √ 4 44,44444 c 6-10 tahun √ 1 11,11111 2
d > 10 tahun √ √ √ 3 33,33333
a Apoteker Pengelola
Apotik √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,88889
b Apoteker Pendamping √ 1 11.11111 3
c Apoteker Pengganti - -
a Ya √ √ √ √ 4 44,44444 4 b Tidak √ √ √ √ √ 5 55,55556 a < 3 hari - - b 3-5 hari √ √ √ √ 4 44,44444 5 c 6-7 hari √ √ √ √ √ 5 55,55556 a < 4 jam √ √ √ 3 33,33333 b 4-6 jam √ √ √ 3 33,33333 6 c > 6 jam √ √ √ 3 33,33333
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
DATA PENGELOLAAN SUMBER DAYA
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 JUMLAH % YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
1 TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 2
TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
a TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 3
b TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ 5 55,564
TIDAK √ √ √ √ 4 44,44YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
a TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ 6 66,675
b TIDAK √ √ √ 3 33,33
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 6
TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
7 TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 a
TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
b TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89
8
c TIDAK √ 1 11,11
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 a
TIDAK - - YA √ √ √ 3 33,33
b TIDAK √ √ √ √ √ √ 6 66,67
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 c
TIDAK - - YA √ √ √ √ 4 44,44
d TIDAK √ √ √ √ √ 5 55,56
YA √ √ 2 22,22
9 1
e TIDAK √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
2 YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 3
TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
10 TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 1
TIDAK - - YA √ 1 11,11
2 TIDAK √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89
YA √ 1 11,11 a
TIDAK - - YA √ 1 11,11
b TIDAK - -
YA √ 1 11,11 c
TIDAK - - YA √ 1 11,11
d TIDAK - -
YA √ 1 11,11
11
3
e TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78 12
TIDAK √ √ 2 22,22 YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89
13 TIDAK √ 1 11,11
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 14
TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
15 TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89 16
TIDAK √ 1 11,11 YA √ √ √ 3 33,33
17 TIDAK √ √ √ √ √ √ 6 66,67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
DATA PELAYANAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 JUMLAH % YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 1 TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 a TIDAK -- - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 b TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 c TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78 d TIDAK √ √ 2 22,22 YA √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78 e TIDAK √ √ 2 22,22 YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 f TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
2
g TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 a TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
3 b TIDAK - -
YA √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78 c TIDAK √ √ 2 22,22 YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 d TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89 e TIDAK √ 1 11,11 YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
18
f TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 19 TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 20 TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ 7 77,78 21 TIDAK √ √ 2 22,22 YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 a TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 b TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
22
c TIDAK - - YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89 d TIDAK √ 1 11,11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
YA √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 e TIDAK - - YA - - 23 TIDAK √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100 YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89 24 TIDAK √ 1 11,11 YA √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,89 25 TIDAK √ 1 11,11 YA √ √ √ √ √ 5 66,67 26 TIDAK √ √ √ √ 4 44,44 YA √ √ √ 3 33,33 27 TIDAK √ √ √ √ √ √ 6 55,56 YA √ √ √ 3 33,33 28 TIDAK √ √ √ √ √ √ 6 66,67
DATA EVALUASI MUTU PELAYANAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 JUMLAH %
YA - - TIDAK √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 100
YA - - a TIDAK - - YA - -
29
b TIDAK - - YA √ 1 11,11 30
TIDAK √ √ √ √ √ √ √ √ 8 88,88 YA √ √ √ 3 33,33 31
TIDAK √ √ √ √ √ √ 6 66,66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Lampiran 5. Sumpah/Janji Apoteker
LAFAL SUMPAH/JANJI APOTEKER
PERATURAN PEMERINTAH NO.20 TAHUN 1962 TANGGAL 20
SEPTEMBER 1962
Pasal 1
(1) Sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus
mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah”
bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian
kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-
masing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Lampiran 6. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER/FARMASIS INDONESIA
KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL XVII ISFI NO.007/KONGRES
XVII/ISFI/2005 TANGGAL 18 JUNI 2005
Mukadimah
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
Kewajiban Umum
Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani.
BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan
Lainnya
Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V Penutup
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Lampiran 7. Jalur Distribusi Obat
JALUR DISTRIBUSI OBATJALUR DISTRIBUSI OBAT
INDUSTRI FARMASI
PBF/DISTRIBUTOR
SUB-DISTRIBUTOR
RS TANPA INSTALASI FARMASI
APOTEK INSTALASI FARMASI RS
TOKO OBAT BERIJIN
OBAT KERAS OBAT BEBAS VAKSIN
Gambar 35. Jalur Distribusi Obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Lampiran 8. Hasil Wawancara
(P) : Peneliti
(R) : Responden
Responden 1
P : menurut Anda, apakah pengertian dari medication record?
R : medication record itu adalah catatan pengobatan pasien.
P : setiap pasien atau hanya pasien tertentu saja?
R : Seharusnya setiap pasien, tetapi disini kami baru melakukan pada pasien
tertentu saja kayak yang udah lansia atau yang punya penyakit tertentu yang butuh
dikontrol, selain itu juga bagi paien tetap (langganan). Untuk pasien yang tidak
tetap (tidak langganan) dalam arti tidak sering membeli obat di apotek ini, tidak
kami masukkan dalam medication record.
P : keterangan apa saja yang terdapat dalam medication record?
R : semuanya tentang pasien. Nama pasien, macam-macam obat yang rutin di
pakai, terutama untuk pasien yang lansia, yang punya penyakit seperti TBC itu
harus dikontrol, misalnya dengan di telepon pada akhir bulan untuk mengetahui
perkembangannya.
P : menurut Anda, apakah pengertian dari konseling?
R : konseling itu proses tanya jawab antara pasien dengan apoteker.
P : pasien tanya dan anda menjawab?
R : iya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
P : menurut Anda, konseling dan konsultasi memiliki pengertian yang sama atau
berbeda?
R : kalau konseling itu lebih spesifik, kita memberi tahu mereka tentang
semuanya.
P : maksud Anda prosesnya searah?bagaimana dengan konsultasi?
R : iya. Kalau konsultasi itu dua arah,
P : Apakah ada ruang terpisah antara ruang konseling dengan ruang konsultasi?
R : iya.
Responden 2
P : menurut Anda, apakah pengertian dari medication record?
R : medication record itu catatan mengenai data-data tentang pasien, penyakitnya,
pola pengobatannya.
P : setiap pasien? keterangan apa saja yang terdapat dalam medication record?
R : iya, setiap pasien. Ada nama pasien, nomor resep, alamat pasien, alamat
dokter terutama untuk resep yang ada narkotikanya, riwayat penyakit.
P : menurut Anda, apakah pengertian dari konseling?
R : konseling itu proses dimana kalau pasien tanya mengenai obat-obatan dan
penyakit.
P : maksud Anda proses tanya jawab?
R : iya. Jika pasien bingung bisa tanya terus kita beri penjelasan.
P : hanya pasien saja yang bertanya dan Anda hanya menjawab?
R : gak juga. Kadang kita juga harus bertanya untuk mengetahui kondisi pasien
yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
P : menurut Anda, konseling dan konsultasi memiliki pengertian yang sama atau
berbeda?
R : menurut saya konseling dan konsultasi berbeda tetapi biasanya pada saat
pasien melakukan konseling, bisanya dibarengi dengan konsultasi, atas dasar itu
kami tidak menyediakan tempat/ruang terpisah. Jadi proses konseling dan
konsultasi terjadi dalm satu ruang/ruangnya jadi satu.
Responden 3
P : menurut Anda, apakah pengertian dari medication record?
R : medication record itu data atau catatan yang memuat data pasien.
P : setiap pasien atau hanya pasien tertentu saja?
R : setiap pasien yang datang.
P : keterangan apa saja yang terdapat dalam medication record?
R : data pribadi pasien ; nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, terus obat yang
dikonsumsi, data dokter, pemberian obat. Tetapi untuk saat ini kami tidak
melakukan secara full, karena keterbatasan tenaga.
P : menurut Anda, apakah pengertian dari konseling?
R : konseling itu penyebaran informasi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang
ditanyakan pasien, penyakit, obat, efek samping.
P : menurut Anda, konseling dan konsultasi memiliki pengertian yang sama atau
berbeda?
R : sama, hanya beda istilah. Kai tidak menyediakan tempat khusus untuk proses
ini, karena keterbatasan ruang/ tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Lampiran 9. Contoh Angket/Kuesioner Mengenai Tingkat Kepuasan Konsumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Lampiran 11. Contoh Prosedur Tetap
PROSEDUR TETAP
Tujuan : Untuk Menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditentukan.
Ruang Lingkup :
• Pengadaan dan Penyimpanan barang
• Pelayanan resep
• Pelayanan OWA
• Pelayanan OTR
Hasil :
• Pelayanan memuaskan konsumen dengan waktu yang relatif singkat.
• Pelayanan sesuai standar yang telah ditentukan.
Indikator :
• Lama waktu pelayanan resep obat jadi ± 10 menit.
• Lama waktu pelayanan resep obat racikan/ramuan ± 25 menit (untuk racikan per
30 puyer atau 30 kapsul)
• Survei berupa angket atau wawancara langsung untuk melihat Customer
satisfication.
Persyaratan :
• Karyawan yang terdidik, yang selalu belajar/menambah ilmu, baik yang
diperolehnya sendiri maupun dari orang lain (penyuluhan,seminar,dll).
• Ketersediaan barang/obat, tidak berlebihan, tidak banyak yang kadarluarsa.
• Ketersediaan peralatan penunjang, dengan penambahan jenis produk penjualan
seperti jamu, kosmetik dan alat kesehatan rumah tangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
1. Pengadaan dan Penyimpanan Barang
Perancanaan pengadaan barang (dengan melihat buku defacta)
↓
Membuat surat pesanan/ pengadaan barang yang ditandatangani oleh Apoteker
↓
Melakukan pemesanan melalui telepon atau lewat sales dari Pedagang Besar Farmasi
(PBF) resmi yang datang ke apotek dengan memberikan surat pesanan
↓
Barang datang dari PBF, Apoteker atau AA menerima barang sekaligus mengecek
kesesuaian barang dengan pesanan
↓
Dilakukan pembayaran jika pesanan cash on delivery (COD), atau akan ditagih saat
tanggal jatuh tempo
↓
Barang dan faktur didokumentasi :
• Barang diberi etiket nama PBF dan tanggal penerimaan barang
• Barang distok dalam kartu stok dan atau kartu stelling
• Tanggal kadaluarsa (ED) barang dicatat dalam buku ED
• Cek harga obat dengan daftar harga
• Barang dicatat dalam buku pembelian
↓
Barang disimpan sesuai dengan :
• Aturan penyimpanan
• Bentuk sediaan
• Urutan alfabetis dan golongan
↓
Faktur disimpan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
2. Skema Mekanisme Alur Pelayanan Resep
Petugas (Apoteker atau Asisten Apoteker) tersenyum dan memberi ucapan sambutan saat pasien datang sebelum pasien mendahului
↓ Resep diterima oleh Apoteker atau AA dan dilakukan pengecekan keabsahan resep
↓ Apoteker melakukan skrining resep jika resep tersebut sah
• Mengecek persyaratan administratif • Mengecek kesesuaian farmasetik obat
• Pertimbangan klinis antara obat dengan pasien ↓
Jika ada keraguan dari hasil skrining resep, Apoteker melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep
↓ Pengecekan/penyipanan ketersediaan barang/obat oleh Apoteker atau AA
↓ Resep diberi nomor dan obat dalam resep dihitung/diberi harga
↓ Jika pasien menyetujui dan selanjutnya melakukan pembayaran obat, dilakukan
penyiapan obat • Peracikan • Etiket • Pengemasan • Pemeriksaan akhir (dapat dilakukan oleh AA atu petugas lain (cross check))
↓ Apoteker melakukan penyerahan obat yang disertai konseling dan pemberian
informasi ↓
Apoteker menanyakan alamat jelas dan nomor telepon yang bisa dihubungi jika ada untuk mengatisipasi adanya kesalahan pelayanan dan untuk kepentingan monitoring
atau home care ↓
Apoteker atau petugas lain membuatkan copy resep, kuitansi, dan atau nota jika pasien meminta/membutuhkan
↓ Saat pasien telah jelas dan mohon diri, Apoteker dan petugas lain memberikan ucapan
“terimakasih”,”semoga lekas sembuh”, atau “selamat jalan” yang tulus ↓
Resep didokumentansi ↓
Monitoring penggunaan obat atau home care
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
3. Skema Mekanisme Alur Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)
Petugas (Apoteker atau Asisten Apoteker) tersenyum dan memberi ucapan sambutan
saat pasien datang sebelum pasien mendahului
↓
Pelayanan OWA dilakukan oleh Apoteker
↓
Apoteker melakukan konseling serta pengumpulan informasi dari pasien
↓
Apoteker melakukan assessment dan memberikan alternatif pilihan obat dengan
mempertimbangkan 4TIW (tepat indikasi, tepat dosis, tepat obat, tepat pasien, dan
waspada efek samping obat)
↓
Setelah disepakati, petugas melakukan kalkulasi harga obat yang dibeli dan pasien
melakukan pembayaran
↓
Obat dikemas dan Apoteker menyerahkan kepada pasien dengan disertai pemberian
informasi
↓
Apoteker melakukan pendokumentasi OWA sesuai peraturan perundang-undangan
(sekurang-kurangnya nama pasien, alamat pasien, keluhan pasien, obat dan jumlah
obat yang diberikan)
↓
Saat pasien telah jelas dan mohon diri, Apoteker dan petugas lain memberikan ucapan
“terimakasih”,”semoga lekas sembuh”, atau “selamat jalan” yang tulus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
4. Skema Mekanisme Alur Pelayanan Obat Bebas (Over the Counter/ OTC)
Petugas (Apoteker atau Asisten Apoteker) tersenyum dan memberi ucapan sambutan
saat pasien datang sebelum pasien mendahului
↓
Petugas mengambil obat sesuai dengan permintaan pasien dan dilakukan diagnosa
sederhana
↓
Petugas memberikan informasi mengenai obat, minimal mengenai aturan pakai,
kontra indikasi, serta pantangan yang harus dihindari jika ada
↓
Petugas menginformasikan harga obat serta memberikan alternatif pilihan obat lain
jika diminta atau diperlukan oleh pasien dengan sepengetahuan/pengawasan Apoteker
↓
Petugas mengemas obat dan pasien membayar obat
Obat diserahkan kepada pasien dengan ucapan “terimakasih”,”semoga lekas
sembuh”, atau “selamat jalan” yang tulus
↓
Petugas melakukan pendokumentasian penjualan obat bebas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Lampiran 12. Contoh Job Description
JOB DESCRIPTION
Tujuan : Untuk mendeskripsikan tugas dan tanggungjawab setipa karyawan
apotek. Ruang Lingkup :
• Apoteker Pengelola Apotek (APA) • Apoteker Pendamping • Asisten Apoteker (AA) • Juru resep (Reseptir) • Bagian Keuangan • Bagian Administrasi • Bagian Gudang
Hasil : Setiap karyawan melkukan tugas dan tanggungjawab sesuai jobdescription masing-masing.
A. APOTEKER PENGELOLA APOTEK (APA)
1. Tugas dan tanggungjawab APA adalah : a. Memimpin seluruh jalannya kegiatan apotek, termasuk mengkoordinir dan
mengawasi pekerjaan pada karyawan di bawahnya, mengatur daftar jaga dinas termasuk mengatur pembagian tugas dan tanggungjawab sekaligus wewenang tiap bidang pekerjaan.
b. Meningkatkan semua bidang yang ada dalam apotek dalam rangka meningkatkan hasil usaha apotek sesuai dengan rencana kerja yaitu peningkatan omzet dan pengadaan barang yang sehat.
c. Mengatur dan mengawasi penyimpanan sediaan farmasi sesuai dengan syarat-syarat teknis farmasi terutama di ruang racikan.
d. Melakukan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai dengan kebijakan harga yang telah ditetapkan.
e. Membina serta memberikan petunjuk teknis kefarmasian kepada karyawan, terutama dalam memberikan informasi kepada pasien.
f. Menyusun laporan manajemen dan pertanggungjawaban bersama bagian administrasi.
g. Memperbaiki pelayanan dan kemajuan apotek serta mempertimbangkan usul dan saran dari karyawan.
h. Pengadaan dan penyediaan barang termasuk diantaranya kerapian, kebersihan, ketertiban, penyimpanan, pemeliharaan, dan keamanannya dalam rangka suplai barang.
i. Melakukan konseling kepada pasien. j. Pencatatan Medication Record yang sementara disusun oleh Apoteker
Pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
k. Melayani pasien dengan pengobatan Obat Wajib Apotek (OWA) dan melakukan pencatatannya.
l. Melakukan pembayaran pajak yang berhubungan dengan perapotekan sesuai dengan Undang-Undang.
m. Bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan RI berdasarkan Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku.
2. Wewenang APA adalah :
a. Memimpin sejumlah karyawan. b. Menambah dan melakukan pengurangan karyawan. c. Melakukan komunikasi dengan pihak luar demi kepentingan kemajuan
apotek. d. Memimpin seluruh kegiatan apotek.
B. APOTEKER PENDAMPING
1. Tugas dan tanggungjawab Apoteker Pendamping adalah : a. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/1993
Pasal 21 yang menyebutkan bahwa Apoteker Pendamping bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek.
b. Tugas dan tanggungjawab Apoteker Pendamping sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/1993 BAB VI tentang Pelayanan Kefarmasian di apotek.
c. Mengembangkan dan meningkatkan pelayanan kefarmasian, sumber daya manusia (SDM) di apotek, administrasi dan kemajuan apotek.
d. Melakukan konseling kepada pasien. e. Melakukan pencatatan Medication Record. f. Melayani pasien dengan pengobatan Obat Wajib Apoteker (OWA) dan
melakukan pencatatannya. g. Bertanggungjawab kepada APA, dan melakukan pembelian (nempil), serta
menandatangani surat pesanan obat atas persetujuan atau permintaan APA. h. Bertanggungjawab terhadap pencatatan obat kadaluarsa (seperti saat stock
opname).
2. Wewenang Apoteker Pendamping adalah : Berwenang mengelola seluruh kegiatan di apotek sesuai dengan petunjuk dan atau instruksi dari APA.
C. ASISTEN APOTEKER (AA)
Tugas dan tanggungjawab AA adalah : a. Membantu APA dalam kegiatan pelayanan resep, serta pelayanan OWA di
bawah pengawasan APA/Apoteker Pendamping dan pelayanan obat bebas. b. Melakukan pencatatan dan laporan keluar masuknya obat generik dan
psikotropika. c. Melaporkan obat habis dengan mencatat dalam buku defecta (buku barang
habis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
d. Mencatat keluar masuknya obat dan menyusun obat-obatan di gudang secara alfabetis.
e. Dalam keadaan darurat dapat menggatikan posisi petugas lain seperti kasir atau resep.
f. AA bertanggungjawab dan berwenang melaksanakan tugas kefarmasain dan membantu APA dalam mengelola keuangan, kegiatan penjualan, dan pengelolaan barang.
g. AA bertanggungjawab atas pencatatan obat yang hampir kadaluarsa sesuai saat stock opname.
h. Melakukan pembukuan resep. i. Mempertanggungjawabkan kepada APA atas seluruh tugas yang diserahkan
tanpa ada kesalahan, kehilangan atau pun kerusakan.
D. JURU RESEP (RESEPTIR) Tugas dan tanggungjawab reseptir adalah : a. Menyelesaikan pelayanan obat racikan sesuai petunjuk APA atau Apoteker
Pendamping atau AA b. Membantu monitoring, bertanggungjawab terhadap obat yang kadaluarsa
sesuai saat stock opname. c. Mengirim laporan bulanan (laporan narkotik, psikotropika, statistik resep, dll). d. Membantu pembayaran pajak, rekening listrik, air, dll. e. Bertanggungjawab terhadap kebersihan ruang racikan dan almari obat.
E. BAGIAN KEUANGAN 1. Tugas dan tanggungjawab bagian keuangan adalah :
a. Mencatat pengeluaran uang setelah terlebih dahulu di kalkulasi disertai dengan lampiran-lampiran yang dibutuhkan seperti kuitansi, nota, tanda setoran ataupun lampiran lain yang diperlukan dengan disertai paraf APA/pejabat lain telah ditunjuk.
b. Menyetorkan uang/mengambil uang dari kasir maupun bank. c. Melakukan kegiatan yang menyakut masalah keuangan dan tidak terlepas dari
petunjuk APA. d. Membuat laporan bulanan mengenai realisasi data kepada APA, membuat
daftar gaji, upah dan pajak. e. Membuat laporan tahunan pembukuan dan administrasi dan keuangan (neraca
rugi-laba). f. Membuat laporan hasil penjualan, penjualan kredit dan tagihan serta
pengeluaran setip hari.
2. Wewenang bagian keuangan adalah : Melaksanakan kegiatan keuangan sesuai dengan petunjuk APA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
F. BAGIAN ADMINISTRASI 1. Tugas dan tanggungjawab bagian administrasi adalah :
a. Membuat laporan harian mengenai pembelian barang yang dicocokkan dengan penerimaan barang di gudang, hasil penjualan, penjualan kredit, dan tagihan serta pengeluaran setiap hari.
b. Bertanggungjawab terhadap administrasi surat menyurat berupa laporan bulanan psikotropika, narkotika, obat generik berlogo, dll.
c. Mengurus perpajakan. d. Membuat laporan bulanan mengenai realisasi data untuk APA, membuat
daftar gaji, upah dan pajak. e. Membuat laporan tahunan tutup tahun (neraca rugi laba) f. Melakukan surat-menyurat mengenai tagihan piutang g. Bertanggungjawab terhadap APA sesuai tugas yang diberikan kepadanya. h. Mengikuti dan memantau harga obat terbaru dari PBF.
2. Wewenang bagian administrasi adalah :
Melaksanakan kegiatan administrasi, pembukuan sesuai dengan petunjuk APA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
G. BAGIAN GUDANG Tugas dan tanggungjawab bagian gudang adalah : a. Mencatat keluar masuknya barang b. Melakukan pengecekan terhadap obat-obatan yang mendekati tanggal
kadaluarsa. c. Melakukan realisasi pengambilan obat d. Menyusun rencana pengadaaan dan pembelian obat sesuai kebutuhan untuk
diajukan kepada APA (dengan menulis di buku defacta). e. Bertanggungjawab terhadap kebersihan ruang, kerapian penyimpanan dan
penataan produk di ruangan. f. Bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan kebersihan fasilitas pelayanan
resep terutama resep racikan seperti : botol, alkohol, kapas, mortar, dll.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
BIOGRAFI PENULIS
Penulis yang mempunyai nama lengkap Yustinus
Bambang Trijatmiko Isdaryatmo ini dilahirkan di
Manokwari pada tanggal 7 Oktober 1985. Terlahir dari
pasangan Johanes Avila Supangkat S.H dan Susana Letsoin
S.Pd sebagai anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis mengawali masa pendidikan di TK Kurcaci Manokwari. Mengenyam
pendidikan Sekolah Dasar di SD YPPK Padma I Manokwari dan lulus pada tahun
1997. menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5
Manokwari, kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Stella Duce Bantul.
Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta (2003-2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI