Upload
siska-akia
View
96
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Toxoplasma
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya kedokter karena belum
bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan,
berat lahir 2300 gram. Kenaikan berat badan selama ini cukup. Lingkar kepala 39 cm
(mikrosefali). Pada pemeriksaan didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap
toxoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan-makanan yang dimasak tidak
sempurna seperti lalapan dan sate.
1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah
1. Khorioretinitis: Peradangan retina yang menyerang tempat apa saja di retina
2. Toxoplasma: Penyakit yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang ditularkan
melalui daging dan kotoran hewan yang terinfeksi
3. Mikrosefali: Tidak tumbuhnya jaringan otak untuk lingkar kepala lebih dari
standar deviasi
4. Titer antibodi: Test laboratorium yang berfungsi untuk mengukur keberadaan dan
jumlah antibodi di dalam darah
Kata Kunci
1. Belum bisa tengkurap
2.Mikrosefali
3. Bayi laki-laki
4. Toxoplasma positif
5. Khorioretinitis
1.3 Rumusan Masalah
Bayi laki-laki berusia 6 bulan belum bisa tengkurap, belum dapat mengangkat
kepala 39 cm dan berat lahir 2300 gram dengan hasil titer antibodi toxoplasma positif.
1
1.4 Analisis Masalah
1.5 Hipotesis
Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh
toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna
ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh
kembang pada bayi tersebut.
1.6 Pertanyaan Diskusi
1. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?
2. Berapa ukuran normal lingkar kepala bayi dari umur 0-12 bulan?
3. Bagaimana cara mengukur lingkar kepala?
4. Apa saja yang termasuk dalam aspek perkembangan?
5. Milestone perkembangan anak dari 0 sampai dengan 12 bulan?
6. Apa yang Menyebabkan Keterlambatan Perkembangan Motorik?
7. Bagaimana penatalaksanaan anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir rendah?
2
Bayi laki-laki 6 bulan
Pemeriksaan
Anamnesis
Lingkar kepala 29 cm, Khorioretinitis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis
2. Terbiasa makan sate dan lalapan
Titer antibodi toxoplasma
1. Berat lahir 2300 gram, usia 6 bulan, belum bisa tengkurap, belum bisa mengangkat kepala
Toxoplasmosis
Pemeriksaan Antibodi
Etiologi Epidemiologi Pencegahan Tata laksana
9. Upaya pencegahan gangguan tumbuh kembang pada saat janin sampai lahir?
10. Upaya preventif infeksi intra uterin?
11. Siklus Hidup Toxoplasma gondii?
12. Toksoplasmosis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Patologi
e. Patogenesis
f. Manifestasi klinis
g. Diagnosis
h. Tata laksana
i. Prognosis
13. Khorioretinitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Pengaruh terhadap penglihatan bayi
14. Apa saja infeksi intrauterine yang mempunyai gejala klinik mikrosefali dan
khorioretinitis?
15. Apakah ada hubungan antara toksoplasmosis dengan gangguan keterlambatan
tumbuh kembang?
16. Apakah ada hubungan antara mikrosefali dengan keterlambatan tumbuh kembang
bayi?
17. Bagaimana toksoplasmosis mengganggu perkembangan mata?
18. Bagaimana perkembangan penglihatan bayi yang terinfeksi toxoplasma gondii?
19. Apa hubungan toksoplasmosis dengan khorioretinitis?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
Faktor-faktor tumbuh kembang antara lain, Infeksi/Penyakit, Genetik,
Hormonal, Obat-obatan dan Makanan/Gizi.
1) Infeksi/Penyakit
Infeksi atau penyakit dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit dan
jamur.
a. Infeksi virus
- Sitomegalovirus (CMV)
Infeksi CMV pada ibu hamil merupakan penyebab resiko tinggi
bayi baru lahir untuk mengalami gangguan perkembangan di kemudian
hari. Resiko CMV pada kehamilan adalah sebagai berikut:1. Penularan
dari ibu ke janin bila terinfeksi selama kehamilan adalah 40%, 2. Janin
yang terinfeksi dan lahir disertai dengan gejala 10-15%, 3.sekitar 90%
bayi lahir disertai dengan gejala (ringan-berat) menimbulkan sekuele,
sedangkan tanpa gejala 5-15%.1
Gambaran CMV kongenital sangat mirip sekali dengan
toksoplasmosis kongenital. Hampir semua manifestasi pada CMV juga
di dapat pada toksoplasmosis. Perbedaan diantara keduanya masih belum
banyak diketahui. Kalsifikasi pada toksoplasmosis biasanya terdapat
pada korteks serebri, hal ini tidak terjadi pada CMV.1
- Poliomyelistis
Adalah penyakit kelumpuhan akut yang menular disebabkan oleh
virus polio.2
b. Infeksi Bakteri
- Tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan tanda kekauan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.1
c. Infeksi Parasit
- Toksoplasmosis
4
Toksopalmosis pada manusia khususnya pada bayi dan anak, dapat
menimbulkan beberapa masalah kesehatan. Cara penularannya dapat
terjadi beberapa jalur, yaitu kongenital, transmisi melalui makanan dan
lain-lain (transfusi darah, alat suntik terkontaminasi).1
d. Infeksi Jamur
- Kandidiasis
Merupakan penyakit akibat infeksi kandida baik primer maupun
skunder terhadap penyakit lain. Penyebab utamanya adalah Candida
albicans.1
2) Genetik2
a. Sindrom down
Ciri2: keterbelakangan pertumbuhan, mata miring katas, wajah
mendatar, telinga kecil cacat jantung.
b. Sindrom klinefelter
Ciri2: hanya pada pria diketahui saat pubertas, atropi testis,
kemandulan, kebanyakan ginekomastia.
c. Sindrom turner
Ciri2: tidak ada ovarium, tubuh pendek, dada lebar.
3) Hormonal3
a. Hipotiroidsme
Ciri: bicara lambat,gangguan mengingat, perlambatan reflesks dan
kemampuan mental
b. Hipertiroidisme
Ciri: Penurunan berat badan walaupun nafsu makan besar tapi proses
metabolismenya meningkat.
4) Obat-Obatan
Bebrapa jenis antimikroba dapat mempengaruhi status gizi anak. Secara
umum telah dikenal antibiotik berspektrum luas untuk waktu yang cukup lama
dapat menyebabkan diare, berkurangnya sintesis vitamin K (derivat ampisilin,
kloramfenikol). INH dapat menimbulkan gejala defisiensi piridoksin.4
5
5) Makanan/ Gizi3
Berikut beberapa gangguan tumbuh kembang yang disebabkan oleh
pengaruh gizi:
a. Obesitas
b. MEP (Malnutrisi Energi Protein)
c. Marasmus
d. Kwashiorkor
2.2 Ukuran Normal Lingkar Kepala Bayi dari Umur 0-12 Bulan
a. Lingkar kepala anak laki-laki5
b. Lingkar kepala anak perempuan5
6
2.3 Cara Mengukur Lingkar Kepala6
1. Bebaskan kepala bayi/anak dari topi, ikat rambut dan
sebagainya
2. Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati
dahi, menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian
belakang kepala yang paling menonjol, tarik agak
kencang
3. Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
4. Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak
5. Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala
menurut umur dan jenis kelamin anak/bayi
6. Buat garis yang menghubungkan antara ukuran lalu
dengan ukuran sekarang
7. Penilaian lingkaran kepala anak berada dilakukan dengan
menandai ukuran lingkar kepala bayi/anak sesuai umur
dan jenis kelamin pada kurve lingkar kepala Nellhaus
2.4 Aspek Perkembangan
Aspek-aspek perkembangan, yaitu5:
• Motorik Kasar
• Motorik Halus-Adaptif
• Bahasa
• Personal-Sosial
7
2.5 Milestone Perkembangan Anak dari 0-12 Bulan5
8
a. Motorik Kasar
Berikut garis besar skrining perkembangan motorik kasar menurut
Denver II:5
Gerakan Seimbang (sejak lahir hingga 0,5 bulan)
Mengangkat Kepala (20 hari - belum genap sebulan).
Duduk dengan Kepala Tegak (1,5 bulan - 3 bulan 3 minggu)
Menumpu Badan pada Kaki (1,2 bulan - 4 bulan 3 minggu)
Dada Terangkat Bertumpu pada Lengan (2,5 bulan - mendekati 5 bulan)
Tengkurap Sendiri (1 bulan 3 minggu - 5,5 bulan)
Ditarik untuk Duduk Kepala Tegak (2 bulan 3 minggu - 6 bulan)
Duduk Tanpa Pegangan (5 bulan 1 minggu - 7 bulan)
b. Aspek Komunikasi Bicara5
Bulan 1,5‐3: mengoceh
Bulan 3,5‐8: menoleh ke arah suara
Bulan 9‐13: bicara Mama atau Dada
Bulan 14‐24: Kombinasi 2 kata berbeda
Bulan 21‐36: Menggunakan kata majemuk
c. Aspek Sosial Emosional
Pada usia 0-1 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:
1. Bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam per hari. Tetapi mereka
melakukannya tidak sekaligus melainkan secara berseri dengan
periode tidur yang pendek.5
2. Mereka lebih suka digendong dan diayun-ayun.
3. Mereka mulai menunjukkan karakter awal kepribadiannya.
4. Mereka mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya.
9
Pada usia 1-4 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi5:
1. Bayi mulai merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya.
2. Mereka sudah mulai dapat diajak bermain, misalkan permainan cilukba.
Ajaklah mereka bermain, meskipun responnya minimal, tetapi
permainan itu sangat penting untuk mereka.
3. Mereka menyukai digelitik.
4. Suara yang mereka kenali (terutama dari pengasuh utamanya) dapat
menenangkannya ketika mereka menangis.
Pada usia 4-8 bulan bayi akan merasakan hal ini5:
1. Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang sering
mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu
bundanya ataupun bibi yang mengasuh mereka.
2. Mereka mengenali pengasuh utamanya, keluarganya, dan bayangan
mereka di cermin.
3. Mereka sudah mengerti ketika mereka terpisah dari pengasuhnya,
mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya menangis.
4. Mereka mulai menunjukkan kecemasan ketika mereka berada di
tengah-tengah orang dewasa yang tidak mereka kenali.
5. Mereka akan marah jika mainan yang dipegangnya direbut.
Pada usia 8-12 bulan bayi akan merasakan hal ini5:
1. Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan pengasuh utamanya
dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat maka
mereka akan cemas dan sedih.
2. Bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu.
3. Bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka inginkan,
mereka sudah dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak kepada
10
pengasuhnya jika mereka marah.
4. Mereka mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi yang lain karena
sesama bayi juga ada interaksi.
5. Mereka mengerti arti kata “tidak”.
2.6 Penyebab Keterlambatan Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik pada anak biasanya dinilai melalui milestones. Berdasarkan
riwayat pasien dan pemeriksaan fisik maka keterlambatan motorik dikategorikan
dalam temporal profile, muscle tone dan distribusi. Pengkategorian ini dapat
membantu dalam menentukan kemungkinan diagnosis dan tahap-tahap evaluasi.
Beberapa penyebab dari keterlambatan perkembangan motoik dapat dilihat pada tabel
dibawah. 7
11
2.7 Tata laksana Anak yang Mengalami Gangguan Tumbuh Kembang
Penanganan Anak Berkelainan
Jika orang tua terlanjur memiliki anak yang terlahir cacat, cacat pada masa
kanak-kanak, tidak sengaja menjadi cacat karena jatuh atau infeksi maka tidak usah
berkecil hati. Anak tetap harus dirawat dan dijaga dnegan baik untuk mencegah
kecacatan yang lebih parah dan menjaga kesehatannya supaya dapat dididik untuk
menjadi orang yang berguna setidaknya tidak merepotkan keluarga dan masyarakat.8
a. Hidrosefalus8
- Tindakan pembedahan (operasi)
- Kontrol rutin
b. Autis8
1. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan/perjalanan gangguan
autis, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik, seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas, & gangguan tidur.
Terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial & komunikasi.
2. Terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi, sensori integrasi
(pengorganisasian informasi melalui semua indera), latihan integrasi
pendengaran utk mengurangi hipersensitivitas thd suara, intervensi keluarga,
dan lain lain.
3. Terapi biomedis untuk gangguan saluran cerna pengaturan diet dengan
menghindari zat-zat yg menimbulkan alergi (kasein, gluten), pemberian
suplemen vitamin, pengobatan thd jamur & bakteri di dinding usus.
c. Retardasi Mental8
1. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.
2. Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
- Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
- Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
- Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
3. Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
12
-Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri,
kebersihan badan.
- Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
- Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan
sosial.
- Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang
tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai
dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.
d. Down Sindrom8
Penanganan tergantung dari gejala penyakit yang menyertainya antara lain :
Gangguan Tiroid, gangguan pendengaran, penyakit jantung bawaan, gangguan
penglihatan, kejang, gangguan sistem tulang-otot-syaraf, leukemia, dsb. Gangguan
tiroid dan kejang dapat diatasi dengan obat-obatan, penyakit jantung jika
memungkinkan dapat dioperasi. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang
riskan diderita seperti infeksi saluran napas kronik, Infeksi telinga tengah (otitis
media), Tonsilitis rekuren , dan pneumonia.
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah
Penyebab dan dampak BBLR sangat kompleks. Nutrisi yang jelek dimulai dari
pertumbuhan janin dalam rahim akan mempengaruhi seluruh siklus kehidupan. Hal
ini memperkuat risiko terhadap kesehatan individu dan meningkatkan kemungkinan
kerusakan untuk generasi masa depan. Gizi buruk, yang terlihat dengan rendahnya
tinggi badan ibu (stunting), dan berat badan di bawah normal sebelum hamil dan
kenaikan berat badan selama hamil merupakan salah satu dari prediktor terkuat
persalinan dengan BBLR. Secara ilmiah intervensi nutrisi seperti suplemen makanan
selama kehamilan pada remaja, wanita usia subur dan selama hamil terbukti efektif
dalam mencegah BBLR.9
Perkembangan janin yang tidak optimal dapat disebabkan oleh beberapa faktor
potensial yang terbagi dalam beberapa kategori yaitu faktor genetik meliputi ras/etnik,
haemoglobinopathies, gangguan kelainan genetik lainnya dan thrifty genes
hypothesis. Karakteristik ibu terdiri dari tinggi badan, umur, paritas, jarak, ukuran
uterus dan partner baru. Paritas ibu ~ 5 akan meningkatkan risiko untuk terjadinya
13
BBLR dan IUGR sebesar 5,88 kali dan 4,88 kali. Jarak kelahiran yang terlalu dekat
kurang dari 18 bulan dan lebih dari 59 bulan mempunyai hubungan yang signifikan
dalam meningkatkan risiko yang merugikan terhadap luaran. Sementara faktor nutrisi
yang berpengaruh, terdiri dari keseimbangan energi, komposisi tubuh, kenaikan berat
badan, anemia, antioksidan, pola dan pemberian asam amino, diet lipids, dan
hypertropi plasenta.9
Rendahnya asupan kalori pada trimester III dan berat badan ibu sangat erat
kaitannya dengan berat bayi lahir. Kenaikan berat badan ibu selama hamil pada status
gizi normal dan kurang akan meningkatkan risiko berat bayi lahir ~ 4000 gram
apabila kenaikan berat badan berada di atas yang direkomendasikan. Terbalik apabila
kenaikan berat badan berada di bawah yang direkomendasikan maka akan
meningkatkan risiko untuk berat bayi lahir di bawah 3000 gram.9
2.9 Upaya Pencegahan Gangguan Tumbuh Kembang pada Saat Janin-Lahir
1. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan: 10
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat
b. Peningkatan gizi
c. Pemeliharaan kesehatan perseorangan
d. Pemeliharaan kesehatan lingkungan
e. Olahraga secara teratur
f. Rekreasi
g. Pendidikan seks
2. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui
kegiatan: 10
a. Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas
maupun kunjungan rumah.
14
c. Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas ataupun di
rumah.
d. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui.
2.10 Upaya Preventif Infeksi Intra Uterin
Infeksi pada janin dan neonates mungkin diperoleh melalui serviks atau
transplasenta. Infeksi transerviks atau asendens adalah penyebaran infeksi dari kanalis
serkovagina dan mungkin terjadi in utero atau saat lahir, secara umum janin terinfeksi
karena menghirup cairan amnion yang terinfeksi kedalam paru atau karena jalan lahir
yang terinfeksi saat persalinan. 11
Infeksi transplasenta biasanya disebabkan oleh virus, parasit, maupun bakteri.
Mikroba penginfeksi memperoleh akses kealiran darah janin melalui vilus korion.
Efek infeksi transplasenta lebih besar daripada efek infeksi asendens. Infeksi
transplasenta terpenting dapat diingat dengan kependekan TORCH. (Toxoplasma (T),
rubella (R), sitomegalovirus (C), herpes virus(H) dan dari mikroba lain (O).11
Beberapa infeksi yang terjadi selama masa intra uterine dapat dicegah
misalnya Toksoplama dapat dicegah dengan cara mencuci bersih sayuran dan buah
yang akan dikonsumsi dan menghindari makan daging yang dimasak tidak matang,
infeksi Rubella dapat dicegah dengan memberikan vaksin pada ibu sebelum
memasuki kehamilan, sedangkan infeksi Herpes simplex dapat dicegah dengan
melakukan skrining infeksi TORCH sebelum dan selama kehamilan, menghindari
persalinan melalui jalan lahir untuk ibu yang menderita herpes genitalis dan juga
menghindari kontak dengan penderita penyakit tersebut. Sitomegalo virus dapat
dicegah dengan tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencegah transfusi
darah dari donor dan melakukan skrining dengan pemerikasaan infeksi TORCH
sebelum dan selama kehamilan.11
2.11 Siklus Hidup Toxoplasma gondii
T. gondii adalah spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel
epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual
(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja.
Ookista bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2 sporokista
15
yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista tertelan oleh mamalia lain
atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara ini
dibentuk kelompok trofozoit yang membelah secara aktif dan disebut takizoit
(tachizoit = bentuk yang membelah cepat). Kecepatan takizoit toxoplasma membelah
berkurang secara berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit
(bentuk yang membelah perlahan); masa ini adalah masa infeksi klinis menahun yang
biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium
seksual, tetapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan.12
Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi,
maka terbentuk lagi sebagai stadium seksual di dalam sel epitel usus halusnya. Bila
hospes perantara mengandung kista jaringan toxoplasma, maka masa prapaten
biasanya 5-10 hari. Bila ookista langsung tertelan kucing, maka masa prapaten adalah
20-24 hari. Kucing lebih mudah terinfeksi kista jaringan daripada oleh ookista.12
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan trofozoit dan kista jaringan.
Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang
berinti. Takizoit pada manusia adalah parasit obligat intraselular. Takizoit
berkembangbiak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan takizoit, maka
sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel-sel di sekitarnya atau difagositosis oleh
sel makrofag. Kista jaringan dibentuk didalam sel hospes bila takizoit yang membelah
telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda; ada kista kecil yang
mengandung beberapa organisme dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kurang
lebih 3000 organisme. Kista jaringan dapat ditemukan di dalam hospes seumur hidup
terutama di otak, otot jantung dan otot bergaris.12
13
16
2.12 Toksoplasmosis
2.12.1 Definisi
Toksoplasmosis adalah penyakit hewan dan manusia yang akut atau
kronis, tersebar luas disebabkan oleh Toksoplasma gondii dan ditularkan oleh
ookista dalam kotoran kucing.14
2.12.2 Etiologi
1. Pada toksoplasmosis kongenital transmisi toxoplasma kepada janin terjadi in
utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.
2. Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah
atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung kista
jaringan atau takizoit toxoplasma. Pada orang yang tidak makan dagingpun
dapat terjadi infeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan.
3. Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang yang bekerja dengan
binatang percobaan yang diinfeksi T. gondii, melalui jarum suntik dan alat
laboratorium lain yang terkontaminasi dengan T. gondii. Ibu hamil tidak
dianjurkan bekerja dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T. gondii juga
pernah terjadi waktu mengerjakan otopsi.
4. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita
toksoplasmosis laten.
5. Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.12
2.12.3 Epidemiologi
25-30% populasi manusia di dunia terinfeksi oleh toxoplasma. Negara-
negara tropis dengan iklim hangat dan lembab memiliki tingkat kejadian infeksi
toxoplasma yang lebih tinggi dibandingkan Negara-negara yang kering atau
suhu yang lebih dingin. Tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang rendah ada di
Negara-negara amerika utara, asia tenggara, eropa utara dengan persentase
kejadian sekitar 10-30%. Negara-negara eropa tengah dan selatan dikategorikan
ke dalam tingkat kejadian sedang dengan persentase 30-50%. Sedangkan
17
amerika latin dan Negara-negara tropis di afrika masuk ke dalam kategori
tinggi.15
Prevalensi toksoplasmosis kongenital di beberapa negara diperkirakan
sebagai berikut: Belanda 6.5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1.3 dari 1000
kelahiran hidup, Paris 3 dari 1000 kelahiran hidup, dan Vienna 6-7 dari 1000
kelahiran hidup.16
2.12.4 Patologi
Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit memasuki
sel berinti atau difagositosis. Sebagian besar parasit mati setelah difagositosis,
sebagian lain berkembang biak dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah dan
menyerang sel-sel lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag dan limfosit,
maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh tubuh mudah
terjadi. Parasitemia berlangsung selama beberapa minggu. T. gondii dapat
menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali sel darah merah
(tidak berinti).12
Kista jaringan dibentuk bila sudah ada kekebalan dan dapat ditemukan di
berbagai alat dan jaringan, mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang
terjadi pada jaringan tubuh, tergantung pada:12
1. Umur, pada bayi kerusakan lebih besar daripada orang dewasa;
2. Virulensi strain Toxoplasma;
3. Jumlah parasit; dan
4. Organ yang diserang.
Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan
permanen, oleh karena jaringan ini tidak mempunyai kemampuan untuk
regenerasi. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai
dengan kalsifikasi. Pada toksoplasmosis kongenital, nekrosis pada otak lebih
sering di korteks, ganglia basal dan daerah periventrikular. Penyumbatan
akuaduktus sylvii atau foramen monro oleh karena ependimitis mengakibatkan
hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan
18
lokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan
total dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi
retina dan koroid, disertai pigmentasi.12
Diotot jantung dan otot bergaris dapat ditemukan T. gondii tanpa
menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti limpa dan hati, parasit
lebih jarang ditemukan.12
2.12.5 Patogenesis
Toksoplasma gondii merupakan anggota dari filum Apicomplexa, kelas
Sporozoa, subkelas Coccidia, orde Eucoccidia dan suborde Eimeria. Hospes
definitif T. gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya (Felidae). Hospes
perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Dalam sel epitel
usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual
(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista immatur yang dikeluarkan
bersama tinja. Ookista immatur yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5μ
akan mengalami maturasi selama beberapa hari menjadi matang menghasilkan 2
sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bentuk kista ini dapat
bertahan hidup selama beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun. Bila
ookista ini tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka
pada berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok
tropozoit yang membelah secara aktif/ cepat dan disebut takizoit, fase ini
disebut fase infeksi akut. Akibat adanya respon imun tubuh yang efektif
kecepatan takizoit toksoplasma berkurang secara berangsur dan terbentuklah
kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan); masa ini
adalah masa infeksius klinis menahun (fase infeksi kronik) yang biasanya
merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual,
tapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan (bradizoit).17
Kucing sebagai hospes definitif apabila memakan hospes perantara yang
terinfeksi (mengandung kista), maka akan terbentuk lagi berbagai stadium
seksual di dalam sel epitel usus kecilnya. Bila kista ini termakan maka enzim
proteolitik gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya
bradizoit. Kista akan pecah dan melepaskan parasit yang masuk kedalam sel
19
epitel usus halus kucing. Di dalam sel tersebut parasit mengalami fase
reproduksi aseksual secara singkat, dan membentuk takizoit. Takizoit akan
berproliferasi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan dan pecahnya sel
epitel. Beberapa takizoit akan mengalami fase reproduksi seksual, dimana
gamet betina dan jantan bersatu dan membentuk ookista immatur. Kista ini akan
dilepaskan bila sel epitel pecah dan dikeluarkan bersama feses kucing. Kucing
lebih mudah terinfeksi oleh bradizoit daripada oleh ookista.17
Toksoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang dewasa karena
memakan makanan yang mengandung kista atau yang terkontaminasi ookista.
Pada banyak daerah di dunia, sekitar 5-35% daging babi, 9-60% daging
kambing, dan 0-9% daging sapi mengandung T. gondii. Ookista ditelan melalui
bahan yang terkontaminasi oleh tinja kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga
dapat dipindahkan ke makanan oleh lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan,
bradizoit terlepas dari kista atau sporozoit dari ookista, dan organisme kemudian
masuk ke sel saluran pencernaan. Bila kista ini termakan maka enzim proteolitik
gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya hematogen ke
seluruh tubuh dan dapat menginfeksi hampir semua sel tubuh hospes, terutama
pada jaringan limfoid, otot skeletal, miokardium, retina, plasenta, dan susunan
saraf pusat. Akibat pengaruh respons imun(humoral dan seluler) yang efektif,
takizoit akan menghilang dari jaringan dan berubah menjadi bradizoit, kista ini
biasa ditemukan di otak, otot, dan hepar.18
Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati,
sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi
didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin
terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total
transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu ke-
13 menjadi 72% pada minggu ke-36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi pada
fetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun, gejala
klinis berat pada bayi lebih sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi di
awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran
darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan kemampuan
imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu dengan
20
infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi, seperti
khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa neonatus.18
Infeksi toksoplasmosis pada individu dengan sistem imun yang baik
umumnya adalah asimtomatik. Infeksi ini tidak disadari pada 80-90% pasien
toksoplasmosis. Hal inilah yang menyebabkan infeksi akut sulit terdiagnosis,
terutama pada wanita hamil. Diagnosis toksoplasmosis sangat bergantung pada
pemeriksaan penunjang. Bila simptomatis, maka gejala dapat berupa satu atau
beberapa limfadenopati servikal yang tidak nyeri, keras, dan berbatas tegas.
Limfadenopati juga dapat ditemukan pada daerah suboksipital, supraklavikula,
inguinal, dan mediastinal. Kurang lebih 20-40% pasien dengan limfadenopati
juga mengeluhkan adanya sakit kepala, lemah, dan demam. Sebagian kecil
penderita juga mengeluhkan adanya mialgia, nyeri tenggorok, nyeri abdomen,
ruam makulopapular, menigoensefalitis, dan konfusi. Gejala akan hilang dalam
beberapa minggu. Fetus yang mengalami infeksi kongenital dapat
memperlihatkan gejala berupa komplikasi neurologis (hidrosefalus, mikrosefali,
retardasi mental, dan korioretinitis), kerusakan multi organ, dan kematian.
Sebagian bayi dengan infeksi kongenital dapat asimtomatik saat lahir, namun
seiring dengan pertumbuhannya, tiga per empat bayi tersebut akan
menunjukkan gejala mental retardasi berat dan/atau gangguan pendengaran dan
sebanyak 90% akan menderita masalah mata.19
Pada individu dengan imunodefisiensi dan beberapa penderita yang
tampak secara imunologis normal, infeksi akut dapat berkembang dan dapat
menyebabkan keterlibatan yang mungkin mematikan seperti pneumonitis,
miokarditis, atau ensefalitis nekrotikan. Bentuk kista terjadi secepatnya 7 hari
sesudah infeksi dan menetap sepanjang hidup hospes. Kista sedikit atau tidak
menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan penyakit berulang pada
penderita dengan gangguan imun atau menyebabkan dapat korioretinitis pada
anak yang lebih tua yang telah mendapatkan infeksi secara kongenital.19
2.12.6 Manifestasi klinis
a. Toksoplasmosis kongenital
21
Kebanyakan infeksi ada ibu tidak bergejala. Pada wanita yang terinfeksi
selama kehamilan, 40-60% melahirkan bayi yang terinfeksi. Semakin lanjut usia
kehamilan pada saat terjadi infeksi, semakin mungkin janin akan terinfeksi,
tetapi penyakitnya tidak terlalu berat. Janin yang terkena dengan berat akan
lahir mati. Pada bayi, penyakit dapat terjadi pada saat lahir dan dimanifestasikan
dengan nafsu makan yang buruk, demam, ruam, petekie, limfadenopati,
hepatomegali, ikterus, hidrosefalus atau mikrosefali, mikroftalmia, kejang,
kalsifikasi serebral, dan korioretinitis. Penyakit ini harus dibedakan dari infeksi
kongenital lain yang termasuk dalam sindrom TORCH (rubela, CMV, HSV,
sifilis, hepatitis, dan VVZ). Pada 67-75% bayi yang tidak bergejala pada saat
lahir, defek selanjutnya, seperti korioretinitis, retardasi, dan ketidakmampuan
neurologis, akan berkembang beberapa tahun sesudah lahir.20
b. Toksoplasmosis didapat (akuisita)
Toksoplasmosis didapat biasanya merupakan infeksi yang tidak
bergejala. Infeksi bergejala ditandai sebagai sindrom mononukleosis heterofil-
negatif yang meliputi limfadenopati, demam, dan hepatosplenomegali. Infeksi
diseminata, termasuk miokarditis, pneumonia, dan ensefalitis lebih umum pada
pasien imunosupresi, terutama pengidap AIDS. Limfadenopati terlokalisasi
yang sukar dibedakan dengan penyakit Hodgkin merupakan salah satu dari
manifestasi toksoplasmosis yang lebih umum. Toksoplasmosis SSP ditemukan
pada pasien sesudah transplantasi sel induk atau yang lain.20
2. 12.7 Diagnosis
Pada toksoplasmosis yang mengenai SSP, parasit dapat ditemukan
pada CSS dengan preparat cytocentrifuge atau dengan pertumbuhan pada bayi
tikus yang diinokulasi. Histopatologi atau kista khas dapat diidentifikasi dalam
spesimen biopsi paru, otak, atau kelenjar getah bening yang terkena. Diagnosis
serologis dapat ditegakkan dengan beberapa uji antibodi yang berbeda.
Kenaikan empat kali lipat titer antibodi atau serokonversi dari negatif ke positif
menunjukkan adanya infeksi. Pada infeksi kongenital, diagnosis dikomplikasi
dengan adanya antibodi transplasental yang berasal dari ibu. Jika status antibodi
ibu negatif, diagnosis toksoplasmosis kongenital disingkirkan; jika kadar ibu
dan neonatus positif, penelitian serial selama beberapa bulan diperlukan untuk
22
membedakan antibodi transplasental (kadar akan menurun) dari infeksi
kongenital (kadar akan tetap stabil atau meningkat). Beberapa laboratorium
penelitian dapat melakukan pemeriksaan IgM/Antibodi anti-toxoplasma atau
PCR untuk uji T. gondii pada leukosit perifer, CSS, serum, atau cairan
amnion.20
Pemeriksaan IgG dan IgM anti-toksoplasma
Metode pemeriksaan IgM dan IgG anti-toksoplasma dapat menggunakan
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Enzyme-linked immunosorbent
assay untuk mendeteksi antibodi memiliki prinsip pemeriksaan mereaksikan
antibodi dalam sampel dengan antigen. Kompleks ini akan dideteksi dengan
menggunakan antibodi yang dilabel enzim. Kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk kemudian dipisahkan dari antigen dan antibodi bebas, lalu diinkubasi
dengan substrat kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi kemudian
menjadi berwarna bila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas warna yang terbentuk
dapat diukur dan merupakan parameter untuk antibodi yang diuji.21
Pemeriksaan IgM anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip
capture immunoassay. Imunoglobulin M yang terdapat dalam serum penderita
akan ditangkap oleh antibodi anti-IgM. Untuk mendeteksi IgM spesifik T.
gondii, ke dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah
dilabel dengan enzim, sehingga terjadi ikatan antar antibodi anti-IgM, IgM anti-
toksoplasma, dan antigen toksoplasma yang berlabel. Penambahan substrat akan
menyebabkan enzim bekerja dan menghasilkan perubahan warna yang dapat
dideteksi dengan fotometer.21
Pemeriksaan IgG anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip
sandwich immunoassay. Serum penderita yang mengandung IgG anti-
toksoplasma direaksikan dengan antigen toksoplasma yang terikat pada fase
padat membentuk kompleks antigen-antibodi. Kemudian ke dalam reaksi
tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah dilabel dengan enzim.
Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja dan menghasilkan
perubahan warna yang dapat dideteksi dengan fotometer.21
23
Pola hasil pemeriksaan serologi toksoplasma IgG dan IgM pada wanita
hamil dapat dilihat pada tabel 2.1.
Pola Hasil
Pemeriksaan
Interpretasi Komentar Saran
IgG – IgM - Rentan infeksi akut Rentan infeksi akut Pencegahan dan
pemeriksaan
berkala
IgG + IgM - Infeksi lama Tidak ada risiko
infeksi kongenital
Bila terjadi pada
trimester pertama
dan kedua
umumnya
mengindikasikan
infeksi akut
sebelum konsepsi
IgG – IgM +
a. Infeksi akut
b. Antibodi alami
c. Positif palsu
a. Berisiko infeksi
kongenital
b-c. Tidak ada
risiko infeksi
kongenital
Lakukan tes
konfirmasi
IgG + IgM +
a. Infeksi akut atau
lama
b. Positif palsu
a. Berisiko infeksi
kongenital
b. Tidak ada risiko
infeksi kongenital
Perhatikan usia
kandungan,
lakukan tes
konfirmasi
Dikutip dari: Montoya JG22 dan Sensini A.23
Bila hasil pemeriksaan IgG positif dan IgM negatif, hal ini menunjukkan
adanya infeksi lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Bila terjadi pada usia
kehamilan <18 minggu menunjukkan infeksi terjadi sebelum kehamilan, tidak
ada risiko infeksi kongenital kecuali pada keadaan imunokompromais. Bila
24
terjadi pada usia kehamilan ≥18 minggu maka sulit untuk menetukan apakah
infeksi terjadi selama atau sebelum kehamilan. Pada keadaan ini hasil
laboratorim serologi sebelumnya termasuk sebelum kehamilan diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.22
Hasil pemeriksaan dengan IgM dan IgG positif harus dikirim ke
laboratorium rujukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan. Hasil IgM positif
dapat terjadi karena adanya infeksi akut, adanya infeksi lama, dan hasil positif
palsu. Hal ini disebabkan karena IgM dapat terdeteksi lama setelah infeksi akut.
Pemeriksaan aviditas IgG direkomendasikan sebagai pemeriksaan konfirmasi
pada wanita dengan IgM dan IgG positif. Bila didapatkan hasil aviditas IgG
tinggi, maka infeksi akut dapat disingkirkan. Bila didapatkan hasil aviditas IgG
rendah kemungkinan terjadi infeksi akut selama kehamilan belum dapat
disingkirkan. Pada keaadaan ini janin berisiko mengalami toksoplasmosis
kongenital, wanita hamil dianjurkan untuk memulai pengobatan dan
pemeriksaan dilanjutkan untuk mengetahui risiko pada janin dengan
pemeriksaan PCR cairan amnion dan ultrasound, alur pemeriksaan dapat dilihat
pada gambar 2.3.22-23
2. 12.8 Tata Laksana
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoit
T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat
memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun,
yang dapat menjadi aktif kembali. Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara
sinergistik, maka dipakai sevagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan.
Pirimetamin menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan trombositopenia
dan leukopenia. Untuk mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan asam
folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini tidak
dianjurkan untuk wanita hamil. Sulfonamid dapat menyebabkan
trombositopenia dan hematuria. Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang
tidak menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di
plasenta. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi
primer, sebagai obst profilaktik untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin
dalam kandungannya.24
25
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat
menyebabkan colitis pseudomembranosa atau colitis ulserativa, maka tidak
dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil. Kortikosteroid
digunakan untuk mengurangi peradangan pada mata, tetapi tidak dapat
diberikan sebagai obat tunggal. Obat macrolide lain yang efektif terhadap
T.gondii adalah klaritomisin dan azitromisin yang diberikan bersama
pirimetamin pada penderita AIDS dengan ensefelitis toksoplasmik. Obat yang
baru adalah hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi dengan
sulfadiazine atau obat lain yang aktif terhadap T.gondii, dapat membunuh kista
jaringan pada mencit. Tetapi hasil penelitian pada manusia masih ditunggu.
Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan.
Seorang ibu yang hamil dengan infeksi primer harus diberikan pengobatan
profilaktik. Toksoplasmosis kongenital harus diberikan pengobatan selama
sedikitnya 1 tahun. Penderita imunokompromais (AIDS, keganasan) yang
terjangkit toksoplasmosis akut harus diberi pengobatan.24
2. 12.9 Prognosis
Toksoplasmosis akuisita biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat
dihilangkan dengan pengobatan adekuat. Parasit dalam kista jaringan tidak
dapat dibasmi dan dapat menyebabkan eksaserbasi akut bila kekebalan
menurun. Bayi yang dilahirkan dengan toksoplasmosis kongenital yang berat
biasanya meninggal atau tetap hidup dengan infeksi menahun dan gejala sisa
yang sewaktu-waktu dapat mengalami eksaserbasi akut. Pengobatan spesifik
tidak dapat menghilangkan gejala sisa, hanya mencegah kerusakan lebih lanjut.
Seorang ibu yang melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital untuk
selanjutnya akan melahirkan anak normal, oleh karena ibu tersebut sudah
mempunyai zat anti.16
2.13 Khorioretinitis
2.13.1 Definisi
Khorioretinitis adalah peradangan koroid dan retina. Khorioretinitis bisa
berkaitan dengan semua bentuk, tetapi biasanya merupakan sekuele lambat
penyakit kongenital.25
26
2.13.2 Etiologi
Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh26:
a. Penyakit Infeksi
- Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus epstein
barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut.
- Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemic,
nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium aviumintracellulare, yersinia,
dan borrelia (penyebab penyakit Lyme).
- Fungi
Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
- Parasit
Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
b. Penyakit Non Infeksi
- Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis nodosa,
oftalmia simpatis, vaskulitis retina.
- Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik.
- Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid multifokal
akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigmen retina.
27
2.13.3 Pengaruh Terhadap Penglihatan Bayi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roizen et al27 mengenai
hubungan chorioretinitis toxoplasmosis dengan gangguan fungsi kognitif pada
anak, didapatkan bahwa gangguan penglihatan akibat chorioretinitis
toxoplasmosis merupakan penyebab utama dari gangguan fungsi kognitif yang
terjadi. Pada anak dengan chorioretinitis toksoplasmosis, didapatkan hasil yang
rendah dibandingkan dengan anak berpenglihatan normal dalam tes
membedakan garis yang berpotongan. Didapatkan pula bahwa anak-anak
dengan chorioretinitis toxoplasmosis ini memiliki kemampuan verbal yang lebih
tinggi, namun skor verbalnya tetap lebih rendah dibandingkan dengan anak-
anak berpenglihatan normal. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan penglihatan
dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam pengujian kognitif yang
merupakan penilaian dari perkembangan anak.27
2.14 Infeksi Intra Uterine yang Mempunyai Gejala Klinik Mikrosefali dan
Khorioretinitis
Singkatan TORCH merujuk pada toksoplasmosis, agen penyakit lain (seperti
HIV, parvovirus, enterovirus, dan Treponema pallidum), rubela, cytomegalovirus
(CMV), dan herpes simpleks (HSV).2 Infeksi TORCH dikelompokkan karena
kelompok infeksi ini memunculkan gejala klinis dan patologi yang serupa yang
meliputi demam, ensefalitis, khorioretinitis, hepatosplenomegali, pneumonitis,
miokarditis, anemia hemolitik, dan lesi pada kulit.17
2.15 Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Keterlambatan Tumbuh
Kembang
a. Trimester I
Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi toxoplasma
akan dihasilkan interferon γ yang berfungsi untuk mengontrol multiplikasi parasit. Di
lain pihak, terlalu banyak interferon γ dapat menyebabkan kematian fetus yang
diakibatkan reaksi imunopatologis. Hal ini terjadi pada saat pembentukan fetus.
Biasanya terjadi pada masa awal gestasi.28
28
b. Trimester II
Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang
dan retardasi mental, di mana pada minggu ke 5–10 kehamilan adalah proses
terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di mana pada bulan 2–5 masa kehamilan
terjadi proses migrasi neuron dari germinal ke korteks. Gangguan pada migrasi
termasuk heterotopia, agyria–pakegiria, polimikrogiria dan gangguan histogenesis. Di
mana berhubungan dengan pembentukan gray matter di otak. Retardasi mental dapat
disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi DNA. Trisomi 21, Trisomi 18,
Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa kelainan kromosom ini meningkat
seiring dengan meningkatnya usia ibu.28
c. Trimester III
Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun biasanya
bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari terapi. Secara
patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-sel mononuclear, limfosit
makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini mengakibatkan retinal vaskulitis yang
menyebabkan rupturnya barrier pembuluh darah retina sehingga fungsi retina
menurun dimana terjadi destruksi dan penipisan selaput retina. Mikroftalmia juga
dapat terjadi pada ibu dengan toxoplasmosis dimana ukuran mata terlalu kecil dan
volume bola mata berkurang sampai dengan ⅔ dari normal dan biasanya disertai cacat
mata lainnya.28
Spektrum klinis dan riwayat alamiah toxoplasmosis congenital yang tidak
diobati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama. Lebih dari 80% anak-anak ini
memiliki IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta
penglihatan yang terganggu berat. Pemberian awal pengobatan spesifik pada bayi
yang terinfeksi secara kongenital biasanya menyembuhkan gejala toksoplasmosis
seperti khorioretinitis akut, meningitis, ensefalitis , dan splenomegali. Tanpa terapi,
khorioretinitis sering kambuh. Anak dengan keterlibatan yang besar pada saat lahir
dapat berfungsi secara normal dikemudian harinya atau menderita gangguan ringan
sampai berat pada penglihatan, pendengaran, fungsi kognitif serta fungsi-fungsi
neurologis lainnya.29
29
Keterlambatan diagnosis dan terapi, akan menyebabkan hipoglikemia
perinatal, hipoksia, hipotensi, infeksi pirau (shunt) berulang, dan gangguan
penglihatan berat yang dihubungkan dengan prognosis yang lebih jelek. Mikrosefali
biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan
mikrosefali karena toksoplasmosis kongenital yang telah diobati, tampak berfungsi
secara normal pada umur tahun-tahun pertama. Toksoplasmosis kongenital yang tidak
diobati dan bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang
banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan.29
2.16 Hubungan Mikrosefali dengan Keterlambatan Tumbuh Kembang Bayi
Mikrosefali merupakan manifestasi beberapa kelainan yang terjadi di dalam
otak seperti infeksi TORCH, disgenesis serebral atau anomali otak lainnya yang
mengganggu pertumbuhan dan maturasi otak. Berdasarkan penelitian Suwarba dkk di
RSCM Jakarta periode Januari 2006 – Juli 2008, didapatkan bahwa karakteristik
klinis terbanyak yang ditemukan pada pasien keterlambatan perkembangan global
adalah mikrosefali.30
2.17 Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Perkembangan Mata
Lesi pada susunan saraf pusat dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih
berat dan bersifat permanent sebab jaringan – jaringan tersebut tidak mempunyai
kemampuan untuk melakukan regenerasi. Kelainan – kelainan pada Susunan Saraf
Pusat umumnya berupa nekrosis yang disertai dengan kalsifikasi. Infeksi yang bersifat
akut pada retina akan mengakibatkan reaksi peradangan fokal dengan oedema dan
infiltrasi leucocyte yang dapat menyebabkan kerusakan total pada mata serta pada
proses penyembuhannya akan terjadi cicatrix. Akibat dari pembentukan cicatrix ini
maka akan dapat terjadi atrophi retina dan coroid disertai pigmentasi.24
2.18 Perkembangan Penglihatan Bayi yang Terinfeksi
Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak diobati
akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita
gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat
pada individu dengan infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan
30
retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk makula.
Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toxoplasma yang melibatkan proyeksi jalur
visual dalam otak atau korteks visual juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang.
Menyebabkan eritema pada mata luar.31
Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli
anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada iris, dan pembentukan
neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan
intra okuler dan perkembangan glaukoma. Otot-otot ekstraokuler juga dapat terlibat
secara langsung, bermanifestasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan
mikro-oftalmia. Diagnosis banding lesi yang menyerupai toksoplasmosis okuler
meliputi cacat kolobomatosa kongenital dan lesi radang lain karena sitomegalovirus,
treponema pallidum, mycobacterium tuberculosis, atau vaskulitis. Toksoplasmosis
okuler adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan pemberian
terapi multipel. Couvrer et al mempunyai data terbatas, yang memberi kesan bahwa
kejadian lesi pada tahun-tahun awal kehidupan dapat dicegah dengan memberi
pengobatan anti mikroba (dengan pirimentamin dan sulfonamid selang sebulan
dengan spiramisin) selama tahun pertama kehidupan.31
2.19 Hubungan Toksoplasmosis dengan Khorioretinitis
Toksoplasmosis dapat menimbulkan lesi pada mata. Manifestasi klinis pada mata
yang sering terjadi adalah khorioretinitis. Penyakit ini disebabkan parasit protozoa
yang berkembang biak di dalam sitoplasma sel, akhirnya memecah dan menyebarkan
isi atau membentuk kista.32
Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan lokal dengan edema
dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses
penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai
pigmentasi.12
31
BAB III
KESIMPULAN
HIPOTESIS DITERIMA :
Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh
toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna
ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh
kembang pada bayi tersebut.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. S. Sumarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis: Infeksi Intra Uterin. Edisi
2. Jakarta: IDAI; 2010. h. 277-284.
2. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman: Gametogenesis. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2010. h. 20-24.
3. Lauralee Sheerwood. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem: Endokrinologi. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2011. h. 474-476.
4. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Berbagai Topik Khusus. Edisi 10.
Jakarta: EGC; 2010. h. 1018.
5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku
Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.
6. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak: Beberapa
Cara Pengukuran. Edisi 2. Jakarta: PT Sagung Seto; 2003. h. 180.
7. Bale JF, Bonkowsky JL, Filloux FM, Hedlund GL, Larsen PD, Nielsen DM.
Pediatric Neurology: Disorders of development. London: Manson Publishing Ltd;
2012. h. 84-85.
8. Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas:
Gangguan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Diva Press; 2005. h. 25-26.
9. Rao BT, Aggarwal AK, Kumar R. Dietary intake in third trimester of pregnancy
and prevalence of LBW. Vol. 32. indian journal of comunity medicine. 2007; h. 272-
276.
10. Hardjono S, Moersintowati BN. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja buku ajar
II: Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto;
2005. h. 3-4.
11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi: Penyakit dan Genetik
Anak. Edisi 7. Vol. 1. Jakarta: EGC; 2007. h. 272-273.
12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.
33
13. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang: Penyakit Parasit pada Organ Reproduksi. Jakarta: EGC; 2009. h. 237.
14. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011.
h. 1107.
15. Gangneux FR, Darde ML. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for
Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews; 2012. h. 264-96.
16. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 170.
17. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.153-8.
18. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam: Gillespie SH, Pearson RD, editor.
Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons Ltd.;
2001. h. 113-38.
19. Male D, Brostoff J, Roth D, Roitt I. Immunology. Edisi ke-7th ed. Canada: Mosby
Elsevier; 2006. h. 247-298.
20. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Penyakit Infeksi. Edisi 4.
Jakarta: EGC; 2010. h. 501-502.
21. Stanley J. Essentials of immunology and serology. Australia: Delmar Thomson
Learning; 2002. h. 406-16.
22. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during
Pregnancy. Clinical Infectious Diseases. 2008; 47:554–66.
23. Sensini A. Toxoplasma gondii infection in pregnancy: opportunities and pitfalls of
serological diagnosis. Clin Microbiol Infect. 2006;12:504-12.
24. Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2004. h. 202-204.
25. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011.
h. 221.
34
26. Mirza A, Guinazu DE. Pediatric Infectious Diseases: Chorioretinitis Etiology.
Florida: University of Florida College of Medicine Jacksonville; 2009. h. 147.
27. Roizen N, Kasza K, Karrison T, Mets M, Noble AG, Boyer K, Swisher C, Meier
P, Remington J, Jalbrzikowski J, McLeod R. Impact of Visual Impairment on
Measures of Cognitive Function for Children With Congenital Toxoplasmosis:
Implications for Compensatory Intervention Strategies. Pediatrics. 2006
Aug;118(2):e379-e390.
28. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya: Makanan Tambahan Untuk
Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi
Khusus; Desember 2011. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya; 2011. h. 2-3.
29. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2 Edisi 15.
Jakarta: EGC; 1999. h.1206- 1214.
30. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil Klinis dan Etiologi Pasien
Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Sari Pediatri; 2008 Desember;10(4):255-61.
31. Arvin BK. Ilmu Kesehatan Anak Nelson: Penyakit Infeksi. Edisi 15. Jakarta:
EGC; 2000. h.1208.
32. Jegaratnam J, Koh D. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja: Gangguan Mata. Edisi
1. Jakarta: EGC; 2009. h. 275.
35