Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA
DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN
PEMBIAYAAN MIKRO
(Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh:
SATRIA LAKSONO NIM : 106046103539
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2011 M
POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA
DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN
PEMBIAYAAN MIKRO
(Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh :
SATRIA LAKSONO
NIM : 106046103539
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hendra Kholid, MA M. Maksum S.Ag., MA
NIP : 197807152003121007
KONSENTARSI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
143I H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA
DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Februari 2011. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah
(S.E.Sy.) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 1 Februari 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M. Ag (......................................)
NIP. 197107011998032002
Sekretaris : Mu’min Roup, S. Ag., MH (......................................)
NIP. 150281979
Pembimbing I : Dr. Hendra Kholid, MA (......................................)
Pembimbing I : M. Maksum S.Ag., MA (......................................)
NIP : 197807152003121007
Penguji I : Dr. Euis Amalia, M. Ag (......................................)
NIP. 197107011998032002
Penguji II : Nahrowi, SH, M.H (......................................)
NIP. 197302151999031002
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayaullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2011
Satria Laksono
i
ABSTRAK
“Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam
Penyaluran Pembiayaan Mikro” Oleh Satria Laksono, 106046103539
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan (Bank dan
LKMS) menyebabkan masih rendahnya kapasitas pembiayaan yang diberikan
perbankan maupun LKMS kepada UMKM dan masyarakat. Untuk itu, kemitraan
antara lembaga keuangan menjadi salah satu solusi bagi lembaga keuangan yang ada
dalam mengatasi permasalahan rendahnya kapasitas pembiayaan kepada UMKM dan
masyarakat sehingga memiliki fungsi intermediasi yang optimimal.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Teknik penelitian yang dilakukan penulis yaitu penelitian kepustakaan
(library research) dari beberapa literatur tertulis. Selain itu, penulis juga
menggunakan penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan
penelitian secara langsung ke objek penelitian.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemitraan yang terjalin antara
BMI dengan LKMS BMT Shar-E ini terjadi dalam beberapa pola hubungan yang
strategis bagi kemajuan dan perkembangan kedua belah pihak. Hal ini tercermin
dalam beberapa pola hubungan yakni pola hubungan kelembagaan, operasional serta
pola hubungan dalam penyaluran pembiayaan linkage program kepada BMT.
Kemitraan ini menurut penulis menjadi sinergi yang positif dengan beberapa
pengaruh yang positif pula bagi BMT dalam penguatan, pengembangan serta
peningkatan peran BMT bagi masyarakat.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap
atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas
kehendak-Nya, begitupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kemudahan
dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skiripsi dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia
dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Strata Satu
(S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada penghuni surga, yang telah
membawa umatnya kepada zaman pengetahuan ilmu dunia dan akhirat, kepada
baginda terbesar yang ada dimuka bumi ini yaitu Habibina wa syafina wa maulana
Muhammad SAW. Yang memberikan inspirasi pada penulis dalam mencapai
kegigihan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Mu’min Roup, M.A selaku Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Hendra Kholid, MA selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang
telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk
memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak. M. Maksum M. Ag selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang juga
telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk
memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa
kuliah.
7. Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan
Utama serta Staf TU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berbaik hati
memberikan reference kepada penulis dan kemudahan dalam surat menyurat.
8. Orang Tua saya yang teristimewa dan sangat berjasa dalam hidup saya, yaitu
Sardianto dan Welas Asih, terima kasih atas segalanya yang tidak pernah
henti-hentinya mendoakan penulis dalam menuntaskan studi demi meraih
cita-cita.
9. Adik Unggul R.N, Rino Samiaji dan Tyas Nur Safitri yang senantiasa
memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
iv
10. Bapak Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI), Ibu Emma S dan Ibu Rika
(Pengelola BMT El Wahida), Ibu Ria (Pengelola BMT El Qayyum), Bapak
Eko dan Dadan.S (Pengelola BMT El Muchtar), terima kasih atas
kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan data bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan, keluarga besar penghuni PS A angkatan 2006
khususnya Muhammad Nasir, Ahmad Fauzi, Ahmad Zamahsari dan
Hasanudin yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
12. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selalu ceria terima kasih untuk
doa dan motivasinya hingga penulis bisa bangkit menyelesaikan skripsi ini.
Penulis dengan segala keterbatasan yang ada tidak akan mampu membalas
segala budi baik semua pihak yang telah diutarakan diatas. Dengan tulus penulis
memohon kehadirat Allah SWT kiranya berkenan dalam memberikan ganjaran yang
berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berkenan berpartisipasi.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 11
D. Metode Penelitian 12
E. Review Studi Terdahulu 15
F. Sistematika Penulisan 19
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam 21
1. Pengertian 21
2. Manfaat 23
3. Pola kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam 24
B. Konsep Penyaluran Pembiayaan Melalui Linkage Program 37
1. Pengertian linkage program 37
2. Bentuk linkage program 42
3. Ketentuan linkage program 53
vi
BAB III PENERAPAN LINKAGE PROGRAM PADA BANK MUAMALAT
INDONESIA
A Sejarah Visi, Misi, serta Tujuan Bank Muamalat Indonesia 58
B. Struktur Organisasi, Produk-produk dan jasa Bank Muamalat
Indonesia 60
C. Profil BMT Jayakarta El Qayyum 63
D. Profil BMT El Wahida 65
E. Profil BMT El Muchtar 69
F. Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan
LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro 71
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS
BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro 73
B. Analisis manfaat penerapan linkage program BMI terhadap LKMS
BMT Shar-E 122
BAB V PENUTUP 129
A. Kesimpulan 129
B. Saran 130
DAFTAR PUSTAKA 131
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sektor UMKM memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia.
Pemberdayaan, pengembangan serta penguatan UMKM akan memperkokoh struktur
perekonomian Indonesia. Tak hanya sampai disini, ternyata UMKM (Usaha Mikro
Kecil dan Menengah) memiliki potensi yang besar dalam peningkatan taraf hidup
rakyat banyak.
Peran UMKM yang sangat besar ini ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap
3 hal yakni ; produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan
tenaga kerja.1 Berdasarkan data yang bersumber dari Kementerian Negara Koperasi
dan UKM Republik Indonesia, Bagian Data-Biro Perencanaan bahwa dari segi
kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada tahun
2008, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga yang berlaku tercatat
sebesar Rp. 2.609,37 Triliun atau 55,56% dari total PDB Nasional, terdiri dari
kontribusi skala usaha mikro sebesar Rp. 1.505,31 Triliun (32,05%), skala usaha kecil
sebesar Rp. 473,27 Triliun (10,08%), dan skala usaha menengah sebesar Rp. 630,79
1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, (Jakarta : CV. Eko
Jaya 2001), Cet pertama, hal. 279.
2
Triliun (13,43%). Sisanya kontribusi skala usaha besar yakni Rp. 2.087,12 Triliun
(44,44%).
Sedangkan pada tahun 2007, kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional
menurut harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,13 Triliun atau 56,23% dari
total PDB Nasional. Sedangkan kontribusi usaha besar sebesar Rp. 1.638,84 Triliun
(43,77%).2
Dari segi perkembangan jumlah UMKM, pada tahun 2008 jumlah UMKM
yang ada sebesar 51.257.537 unit usaha atau 99,99% dari jumlah seluruh unit usaha,
yang terdiri dari usaha mikro sebesar 50.697.659 unit (98,90% pangsa usaha), jumlah
usaha kecil sebesar 520.221 unit (1,01% pangsa usaha), dan usaha menengah sebesar
39.657 unit (0,08% pangsa usaha). Sedangkan posisi jumlah usaha besar sebesar
4.372 unit (0,01% dari seluruh jumlah pangsa usaha). Jumlah UMKM ini mengalami
peningkatan/perkembangan yakni sebesar 1.433.414 unit atau 2,88% dari jumlah
UMKM pada tahun 2007 yang hanya sebesar 49.824.123 unit. Sedangkan posisi
jumlah usaha besar sebesar 4.463 unit (,01% dari pangsa usaha yang ada).3
Dari segi kontribusi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja nasional, pada
tahun 2008 UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang
atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, dengan komposisi
penyerapan tenaga kerja yang terdiri dari usaha mikro sebesar 83.647.711 orang
2 Kementerian Koperasi dan UMKM, “Leaflet Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistikukm2009/
224-leaflet-data-kumkm 2009.html, hal. 2. 3 Ibid., hal. 2.
3
(89,30%), usaha kecil sebesar 3.992.371 orang (4,26%), dan usaha menengah sebesar
3.256.118 orang (3,48%). Sedangkan usaha besar pada tahun 2008 hanya mampu
menyerap tenaga kerja sebesar 2.776.214 orang (2,96%). Jumlah penyerapan tenaga
kerja ini meningkat sebesar 2.156.526 orang atau 2,43% dibandingkan dengan tahun
2007.
Pada tahun 2007, UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar
88.739.744 orang atau 96,95% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada.
Sedangkan usaha besar pada tahun 2007 hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 2.788.518 orang (3,05%).4
Dari semua potensi serta implikasi positif lainnya yang dimiliki oleh UMKM,
ternyata UMKM memiliki permasalahan-permasalahan serius yang harus diatasi agar
tidak mengganggu dan menghambat perkembangan UMKM.
Permasalahan yang dialami UMKM tersebut diantaranya adalah 1. rendahnya
produktivitas, 2. terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif terutama
terhadap akses permodalan, teknologi, informasi dan pasar. 3. kurang kondusifnya
iklim usaha5
Terkait dengan permasalahan terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya
produktif, bisa kita lihat bahwa dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan
4 Kementerian Koperasi dan UMKM, “Buku Statistik Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistik-ukm-
2009/216-buku-statistik-ukm-2009.html, hal. 48. 5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Cet pertama, hal.
279-280.
4
sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi
sangat terbatas. Keadaan ini bagi UMKM dinilai sulit untuk meningkatkan kapasitas
usaha ataupun pengembangan produk-produk yang bersaing. Permasalahan lainnya
adalah persyaratan pinjaman/pembiayaan yang tidak mudah untuk dipenuhi bagi
UMKM. Meskipun usahanya dinilai layak tetapi jumlah jaminan yang ada harus
memadai dan cukup menurut penilaian bank. Disamping itu, dunia perbankan yang
merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan
yang beresiko tinggi sehingga perbankan cenderung untuk berhati-hati dalam
pemberian pembiayaan/pinjaman kepada UMKM.6
Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka optimalisasi
peran perbankan menjadi sangat penting karena fungsi utama perbankan di Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.7 Disamping itu, perbankan
juga berperan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara
penyimpan dan peminjam dana.8
6 Ibid., hal. 280.
7 Bank Indonesia, “Institusi Perbankan Indonesia”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam
10.32 dari http:www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+Stabilitas+Keuangan/Arsitektur+Per
bankan+Indonesia/api2.htm. 8 A. Riawan Amin, Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato
Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah, Sidang Senat
Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 11 Juli 2009.
5
Peran sebagai lembaga intermediasi harus dijalankan secara baik dan
maksimal oleh perbankan. Hal ini bertujuan agar permasalahan-permasalahan yang
dihadapi sektor UMKM bisa berkurang dan terselesaikan. Bila fungsi intermediasi
perbankan baik dan maksimal maka akses sektor riil UMKM terhadap
permodalan/pendanaan bisa terpenuhi dan hal ini berimplikasi pada perkembangan
sektor riil UMKM kearah yang semakin baik. Namun sebaliknya, bila fungsi
intermediasi perbankan tidak berjalan dengan baik dan maksimal maka akses sektor
riil UMKM terhadap permodalan/pendanaan tidak bisa terpenuhi dan hal ini akan
berimplikasi pada terhambatnya perkembangan sektor riil UMKM.
Namun faktanya, sampai saat ini fungsi intermediasi yang dilakukan oleh
perbankan nasional masih kurang maksimal. Berdasarkan data Bank Indonesia, dari
jumlah bank secara keseluruhan per Januari 2010 yakni 121 bank - terdiri dari 4 Bank
Persero (State Owned Banks), 35 BUSN Devisa (Foreign Exchange Commercial
Banks), 30 BUSN Non Devisa (Non-Foreign Exchange Commercial Banks), 26 BPD
(Regional Development Banks), 16 Bank Campuran (Joint Venture Banks), 10 Bank
Asing (Foreign Owned Banks)9 - tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum
yang lebih dari sama dengan 50% hanya 108 bank. Sedangkan sisanya 13 bank
memliki LDR (Loan to Deposit Ratio) kurang dari 50%. Kinerja LDR Bank Umum
secara keseluruhan per Januari 2010 hanya sebesar 72,13%, kredit yang disalurkan
9 Bank Indonesia, “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.85 Perkembangan
Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum (Growth of Total Banks and Bank Offices)”, di akses pada
tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Sta
tistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm hal. 88.
6
hanya sebesar Rp. 1.405.640 Miliar dari Rp. 1.948.890 Miliar dana pihak ketiga
(DPK) yang berhasil dihimpun. Non Performing Loan (Nominal) Bank Umum per
Januari 2010 sebesar Rp.48.830 Miliar atau sekitar 3,47%.10
Dibandingkan dengan bank umum, fungsi intermediasi perbankan syariah
menunjukan kinerja yang mengagumkan. Ini bisa dilihat dari tahun ke tahun besarnya
fungsi intermediasi bank syariah mendekati 100 persen, bahkan pernah
melampauinya. Dengan kata lain, hampir 100 persen dana pihak ketiga yang ada di
bank syariah disalurkan kembali kepada masyarakat. Sementara bank konvensional
paling tinggi mendekati angka 70 persen.11
Per Januari 2010, dari 6 bank umum
syariah dan 25 unit usaha syariah yang ada, tercatat bahwa pembiayaan (financing)
bank umum syariah dan unit usaha syariah sebesar Rp. 47.140 Miliar dengan Non
Performing Financing (Nominal) Rp. 2.053 Miliar atau sekitar 4,36 %. Tingkat FDR
(Financing to Deposit Ratio) sebesar 88.67%. Dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun per Januari 2010 sebesar Rp. 50.109 Miliar.12
Fakta ini menunjukkan, bank
syariah lebih pro dalam pengembangan sektor riil.
Dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan memperluas
penyaluran pembiayaan/kredit oleh perbankan, maka Bank Indonesia membuat
10
Bank Indonesia, “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.22 Kinerja Bank
Umum (Commercial Banks Performance)”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm
, hal. 25. 11
A. Riawan Amin, Buku Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato
Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah , hal. 77. 12
Bank Indonesia, ”Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 2.5 Aktiva Produktif
Perbankan Syariah (Earning Assets of Syariah Banks)”, diakses pada 15 April 2010 jam 10.40 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm
, hal. 96.
7
kebijakan linkage program. Linkage program merupakan perluasan pola pembiayaan
perbankan dengan membangun kerjasama kemitraan dengan lembaga keuangan
lainnya, baik BPR/S, BMT, Koperasi, Koperasi Syariah, dan lembaga keuangan
lainnya. Linkage Program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan
kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum,
terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK).13
Beberapa pola linkage
yang bisa dilakukan oleh perbankan yakni executing, channeling, dan joint financing.
Daftar Bank Umum pelaku penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1
April 2009, tercatat sebanyak 19 bank umum diantaranya adalah PT. Bank Muamalat
Indonesia sebesar Rp. 66.586.747.138 (mitra program BPRS dan BMT), PT. Bank
Syariah Mandiri sebesar Rp. 27.000.000.000 (mitra program BPR dan BPRS ), PT.
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp. 512.000.000.000 (mitra program
BPR dan Koperasi), dan PT. Bank Mega Tbk sebesar Rp. 15.000.000.000 (mitra
program BPR). Total plafon kredit linkage program (BPR/S) periode Juli 08 – Maret
09 (16 Bank Umum) sebesar Rp. 1.538.000.000.000, sedangkan total plafon kredit
linkage program (Koperasi, BMT) periode Juli 08 – Maret 09 (12 Bank Umum)
sebesar Rp. 1.928.000.000.000.14
13
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, diakses pada tanggal 15 April
10.45 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media/ Siaran+Pers/sp_1111109.htm, hal .1. 14
Ibid., hal. 2.
8
Menurut Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan BI Halim Alamsyah,
penyaluran kredit linkage program mencapai Rp 6 Triliun pada 2008 dari Rp 2,8
Triliun pada 2006. Sedangkan per Februari 2009 mencapai Rp.6,4 Triliun.15
Salah satu bank umum syariah yang melakukan linkage program dalam
pembiayaan mikro adalah Bank Muamalat Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi, yakni memperluas pembiayaannya kepada sektor-
sektor ekonomis dan UMKM, maka disamping melakukan pembiayaannya sendiri,
Bank Muamalat Indonesia juga menjalankan kerjasama linkage program dengan
mitra program BPRS dan LKMS BMT.
Per Februari 2010, Bank Muamalat memiliki jaringan kantor individual
perbankan syariah (Individual Islamic Banking Network) terluas yakni 1 kantor pusat,
75 kantor cabang, 35 kantor cabang pembantu, dan 92 kantor kas.16
Kinerja keuangan
Bank Muamalat pun dari tahun ke tahun terlihat baik. Pada tahun 2009, Bank
Muamalat Indonesia memiliki total aktiva sebesar RP. 16.027,18 Miliar, total dana
pihak ketiga (DPK) sebesar Rp. 13.316,90 Miliar, dan total pembiayaan yang
disalurkan sebesar Rp. 11.428,01 Miliar. Sementara itu, Tingkat FDR pembiayaan
(Dana Pihak III) BMI sebesar 85,82 %, dan tingkat rasio pembiayaan bermasalah
(Bersih)/ NPF sebesar 4,10 %.17
17
Media Center Koperasi dan UKM, “Perkuat Kinerja BPR dan UMKM”, diakses pada
tanggal 18 April 2010 jam 14.10 dari http://www.depkop.go.id/detail-berita.php.htm. 16
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Februari 2010, (Jakarta : Direktorat Perbankan
Syariah), hal. 2. 17
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal. 5.
9
Dalam penyaluran pembiayaan melalui linkage program, per 1 April 2009
Bank Muamalat Indonesia telah melakukan penandatangan linkage program dengan
menyalurkan pembiayaan kemitraan kepada mitra program BPRS dan BMT dengan
plafon pembiayaan sebesar Rp. 66.586.747.138.18
Disamping itu, dalam rangka mendukung pengembangan usaha mikro maka
Bank Muamalat juga bekerjasama dengan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK)
dengan cara membuat dan mengembangkan BMT Shar-E. Bank Muamalat bersama
dengan PINBUK menargetkan memberi dukungan pengembangan 500 BMT dengan
layanan Shar-E di seluruh Indonesia. Hingga saat ini baru terdapat sebanyak 349
BMT Shar-E. Dan sisanya dapat beroperasi di semester kedua tahun ini tahun 2009.19
Dalam kemitraan tersebut, BMT memiliki modal Rp 100 juta, sekitar Rp 15
juta dari Bank Muamalat, Rp 10 juta dari PINBUK dan Rp 75 juta dari swadaya
masyarakat. Dari porsi tersebut Bank Muamalat berkomitmen menyiapkan dukungan
hardware, standarisasi counter, warkat administrasi, penyelenggaraan pelatihan, biaya
pendampingan, dan fasilitasi EDC dan PC Banking. Sementara PINBUK mempunyai
peran mendorong swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan
standar prosedur manajemen dan standar prosedur operasional, software aplikasi
BMT Online, fasilitasi pelatihan pengurus dan pengelola dan pendampingan BMT.20
18
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, hal. 1. 19
Republika Newsroom, “Bank Muamalat Dukung Pengembangan BMT Share-E”, diakses
pada tanggal 28 Juli 2010 jam 10:15 dari www.republika.co.id 20
Ibid.,
10
Berdasarkan penjelasan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas
permasalahan ini dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia
dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
A. Pembatasan Masalah
Mengingat pembahasan permasalahan ini memiliki cakupan yang sangat luas
dan kompleks, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan
masalah terhadap objek yang dikaji yaitu “Pola Hubungan Bank Muamalat
Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis kembangkan dalam penyusunan
skripsi ini antara lain:
1. Bagaimana pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E
dalam penyaluran pembiayaan mikro ?
2. Bagaimana manfaat pola hubungan kemitraan ini terhadap BMT Shar-E ?
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan penelitian
a. Mengetahui dan memahami pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan
BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
b. Mengetahui dan menganalisis manfaat penerapan kemitraan ini terhadap
LKMS BMT Shar-E
2. Manfaat/Kegunaan Penelitian
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman aplikatif penulis tentang pola hubungan kemitraan perbankan syariah
dengan lembaga keuangan mikro syariah terutama Bank Muamalat Indonesia
dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran masukan yang positif
dan bermanfaat dalam mengembangkan pola hubungan linkage program Bank
Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E ke arah yang lebih baik. Dengan hal
tersebut diharapkan BMT Shar-E dapat memberikan kemanfaatan optimal yang
lebih baik bagi UMKM.
12
c. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah literatur ilmu
pengetahuan ekonomi Islam yang informatif sebagai referensi dan bahan bacaan
yang berkaitan tentang masalah tersebut.
D. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sifat penelitiannya adalah
deskriptif yang menjelaskan data-data yang diperoleh apa adanya secara
sistematis.
Teknik penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara penelitian
kepustakaan (library research), yakni penulis mengkaji dan memahami secara
lebih mendalam literatur tertulis yang ada serta berkaitan dengan masalah yang
penulis teliti baik berupa dokumen dan data yang diperoleh dari objek penelitian,
buku, catatan, jurnal, artikel, maupun laporan hasil penelitian terdahulu. Tujuan
dilakukan penelitian kepustakaan ini adalah sebagai referensi, sumber informasi
serta kekayaan literatur yang dapat membantu penulis dalam melakukan
penelitian.
Selain itu, dilakukan pula teknik penelitian lapangan (field research),
dimana penulis melakukan penelitian secara langsung ke objek penelitian yakni
pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E .
13
2. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :
a. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen,
literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber data-data lainnya
yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi.
b. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pertanyaan, diskusi dan wawancara yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka dalam pengumpulan data
skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan laporan yang diterima
dari perusahaan yang diteliti dan laporan lainnya yang berkaitan dengan
masalah penelitian ini.
b. Wawancara (Interview), yaitu dengan melakukan wawancara terhadap
pihak-pihak yang terkait dalam penelitian, yaitu kepada :
Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia dan Manager BMT Shar-E
beserta pegawainya yang dianggap perlu bagi penulis untuk mendukung dan
melengkapi data serta informasi yang dibutuhkan terkait materi skripsi ini.
14
c. Observasi/Pengamatan Objek yaitu metode pengumpulan data dengan cara
peneliti mengamati secara langsung objek penelitian yang diteliti (Bank
Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E). Kemudian setiap gejala yang bisa
memberikan informasi dari pengamatan tersebut dicatat sesuai dengan yang
disaksikan selama penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh penulis dari wawancara terhadap Manager
LKMS Bank Muamalat Indonesia yang terkait dengan materi skripsi dan
Pimpinan LKMS BMT Shar-E beserta pegawai lainnya, dan dokumentasi data-
data yang telah didapatkan dari LKMS BMT dan data-data lainnya, serta data
informasi yang diperoleh dari hasil observasi/pengamatan kemudian diolah
dengan pendekatan deskriptif analisis.
Pendekatan deskriptif analisis yaitu data penelitian yang berupa kata-kata,
dan uraian kalimat baik; wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Setelah
itu data dikumpulkan, diolah, dan dijelaskan sesuai apa adanya.
Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali (editing) mengenai
kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban serta
kebenaran dan relevansi dari informasi dan data yang diperoleh.
Kemudian dilakukan analisis terhadap semua data yang ada untuk menarik
suatu kesimpulan terkait penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini yang penulis
analisis adalah pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT
15
Shar-E. Dan menganalisis manfaat positif kemitraan yang dilakukan BMI
terhadap LKMS BMT Shar-E.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. REVIEW STUDI TERDAHULU
Adapun review studi terdahulu yang digunakan dari penulisan ini adalah:
N0 Judul Skripsi Pembahasan dan kesimpulan
1. Skripsi pada tahun 2009
atas nama Jubaedah
dengan judul “Peran
Strategis Linkage Program
Bank Syariah terhadap
Penguatan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah”
(Studi Pada Bank
Muamalat Indonesia).
Skripsi tersebut membahas tentang implementasi
linkage program yang dilakukan oleh BMI
terhadap BPRS, mengidentifikasi permasalahan
yang dihadapi BMI dalam pelaksanaan linkage
program, serta strategi BMI dalam menyelesaikan
permasalahan yang muncul dalam linkage program
kepada BPRS.
Hasil Penelitian : BMI melakukan kerjasama
dengan 43 BPRS. Hubungan BMI dengan BPRS
tersebut mulai dari hanya menempatkan dana
dalam bentuk deposito hingga ikut dalam
16
penyertaan modal. Pola kerjasama linkage BMI
dengan BPRS umumnya dilakukan dalam bentuk
executing dimana keputusan pembiayaan ada di
tangan BPRS. Namun BMI berhak mengecek
calon nasabah.
Dalam hal ini juga dijelaskan peluang, tantangan,
kekuatan dan kelemahan dari program linkage
yang dilakukan Bank Muamalat.
2. Skripsi pada tahun 2009
atas nama A. Fauzan
dengan judul “Alokasi
Penyaluran Dana
Pembiayaan pada UKM
oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah
Cabang Tangerang”
Kebijakan Bank berkenaan dengan alokasi dana
pembiayaan pada UKM yang dilakukan oleh BRI
Syariah cabang Tangerang yakni dalam bentuk, A.
Penggunaan dana PKBL (Pembiayaan Kemitraan
dan Bina Lingkungan) B. Linkage program
dengan lembaga keuangan mikro, yakni perluasan
pembiayaan syariah melalui pola kemitraan
dengan lembaga terkait misalnya lembaga
keuangan mikro seperti BPRS, BMT, Koperasi.
Pola yang dilakukan yakni executing, channeling,
joint financing. C. Asset Buy yakni pembelian
asset bank berupa pembiayaan oleh bank lain,
transaksi ini disebabkan bank kelebihan likuiditas
17
atau karena sebuah kebijakan tertentu untuk
menyalurkan dananya. D. Model penjaminan cash
collateral
3 Penelitian lembaga yang
dilakukan oleh lembaga
penelitian (LP3I)
Universitas Padjajaran
(2007) yang berjudul
Dampak Pelaksanaan
Linkage Program terhadap
Peningkatan Penyaluran
Kredit Perbankan kepada
Usaha Mikro dan Kecil
(UMK) dan terhadap
peningkatan kinerja BPR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan
pelaksanaan linkage program serta menganalisis
dampak pelaksanaan linkage program terhadap
penyaluran kredit perbankan kepada UMK dan
peningkatan kinerja BPR.
Hasil penelitian terlihat bahwa kebijakan
kerjasama linkage belum berdampak pada
perbaikan kinerja BPR. Efek kerjasama hanya
signifikan terhadap peningkatan portofolio
penyaluran kredit BPR. Efek terhadap kinerja BPR
tampaknya belum dapat dibuktikan, karena jumlah
pinjaman linkage yang masih relatife kecil
sehingga efeknya memerlukan kurun waktu
tertentu.21
21
Jubaedah, Skripsi berjudul “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah terhadap
Penguatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”, (Skripsi S1
fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009).
18
Perbedaan dengan judul skripsi yang penulis teliti yaitu skripsi pertama diatas
membahas tentang implementasi linkage program Bank Muamalat dengan beberapa
pola linkage yang dilakukan baik pola executing, channeling, dan joint financing.
Serta kelebihan dan kekurangan dari berbagai bentuk pola tersebut. Kemudian skripsi
kedua membahas kebijakan BRI Syariah berkenaan dengan alokasi dana pembiayaan
pada UKM dilakukakan dengan beberapa bentuk salah satunya disinggung sedikit
tentang linkage program. Sedangkan penelitian yang dilakukan diataas menganalisis
dampak pelaksanaan linkage program terhadap penyaluran kredit perbankan kepada
UMK dan peningkatan kinerja BPR. Model Panel Logit digunakan untuk menguji
apakah benar linkage program menguntungkan bagi bank umum dan BPR.
Perbedaannya dengan skripsi penulis yakni dalam skripsi ini, penulis
membahas pola luas linkage bank syariah dengan LKMS BMT, yakni pola hubungan
linkage Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT yang bernama BMT Shar-E.
Serta implikasi penerapan pola hubungan linkage program ini terhadap LKMS BMT.
Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan pola hubungan kemitraan yang terjadi dari
2 sisi, yakni BMI dan LKMS BMT Shar-E sehingga hasil penelitian yang dilakukan
diharapkan memberikan kondisi gambaran yang menyeluruh dari implementasi pola
hubungan tersebut.
19
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulis dalam penyusunan skripsi ini membagi sistematika penulisan kedalam
5 bab dan setiap bab terdiri dari sub bab dengan sistematika pembahasan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan/manfaat penelitian, metode penelitian, review
studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Membahas mengenai konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam,
(meliputi : Pengertian, Manfaat, dan Pola pembiayaan dalam Islam),
Konsep penyaluran pembiayaan melalui linkage program, meliputi :
(Pengertian linkage program, Bentuk linkage program, dan Ketentuan
linkage program)
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Membahas mengenai sejarah Bank Muamalat Indonesia dan LKMS
BMT , Visi Misi Tujuan Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT,
Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E,
Produk-produk serta jasa Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT
20
Shar-E, Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan
LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
BAB IV HASIL PENELITIAN
Membahas analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan
LKMS BMT Shar-E dalam kerjasama penyaluran pembiayaan mikro,
pengaruh penerapan linkage program BMI terhadap LKMS BMT
Shar-E
BAB V PENUTUP
Berisi Kesimpulan dan Saran dari Penulis.
21
BAB II
KONSEP KERJASAMA PEMBIAYAAN DALAM ISLAM
A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam
1. Pengertian
Untuk mendefinisikan pengertian kerjasama pembiayaan dalam Islam
secara tepat, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari masing-
masing kata pembentuknya, yakni definisi kerjasama, pembiayaan, dan Islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional
edisi ketiga tahun 2005 yang dimaksud kerjasama adalah kegiatan atau usaha
yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk
mencapai tujuan bersama.22
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga.23
Sedangkan definisi Islam menurut Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin adalah
kepatuhan terhadap kehendak dan ketentuan Allah SWT serta taat kepada hukum
dan aturannya.24
Jadi dari ketiga definisi masing-masing kata pembentuknya, maka dapat
dipahami bahwa kerjasama pembiayaan Islam adalah kegiatan atau usaha yang
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Edisi Ketiga Tahun 2005 23
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN, 2005), hal. 17. 24
M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta : PKES Publising,
2009).
22
dilakukan oleh beberapa orang, lembaga, pemerintah dan sebagainya terkait
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak tersebut kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan demi mencapai tujuan bersama
berdasarkan ketentuan dan aturan syariah yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Dalam pelaksanaan kerjasama pembiayaan dalam Islam, maka harus
memenuhi beberapa aspek berikut, yakni :25
1. Aspek syar’i
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak lain harus
tetap berpedoman pada syariat Islam antara lain tidak mengandung unsur maisir,
gharar, tadlis dan riba serta bidang usaha yang dilakukan harus halal.
2. Aspek ekonomi
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak
lain, disamping mempertimbangkan hal-hal syariah, kerjasama pembiayaan juga
harus tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi pemberi
pembiayaan maupun bagi penerima pembiayaan.
3. Aspek sosial
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan juga harus
mempertimbangkan dan memenuhi aspek sosial bagi pihak lain, antara lain tolong
menolong, kemanfaatan, kesejahteraan, kemaslahatan serta membantu pemenuhan
jaminan sosial.
25
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, hal. 16.
23
Konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam haruslah berdasarkan hal-hal
yang diperbolehkan dalam syariah dan dilaksanakan dengan mengandung prinsip
keadilan, kesejajaran, kejujuran, amanah, tanggung jawab, keterbukaan,
kemanfaatan dan tolong menolong diantara para pihak yang bekerjasama.
2. Manfaat Kerjasama Pembiayaan Islam
Secara umum manfaat kerjasama pembiayaan Islam dapat dibedakan menjadi
2 kelompok, yakni manfaat pembiayaan untuk tingkat makro dan manfaat
pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro kerjasama pembiayaan mempunyai manfaat, yakni :26
1. Peningkatan ekonomi umat
2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha
3. Meningkatkan produktifitas
4. Membuka lapangan kerja baru
5. Terjadinya distribusi pendapatan
Adapun secara mikro, kerjasama pembiayaan memiliki manfaat, yakni :27
1. Upaya memaksimalkan laba
1. Upaya meminimalisir risiko
2. Pendayagunaan sumber ekonomi
3. Penyaluran kelebihan dana
26
Ibid., hal. 17-18. 27
Ibid., hal. 18.
24
3. Pola Kerjasama Pembiayaan Usaha dalam Islam
Kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam ada 2, yakni :
a. Pembiayaan Musyarakah
1). Pengertian
Secara etimologi, asy-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran),
yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain sehingga tidak bisa
dibedakan antara keduanya.28
Secara terminologi ada beberapa definisi syirkah yang dikemukakan
oleh para ulama fiqh, diantaranya :29
Menurut ulama Malikiyah, as-syirkah
adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang
bekerjasama terhadap harta mereka. Menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah, as-syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih
pada sesuatu yang mereka sepakati. Menurut ulama Hanafiyah, as-syirkah
adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam
modal dan keuntungan.
Berdasarkan definisi syirkah yang dikemukakan diatas, maka dapat
dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah ikatan kerjasama
yang dilakukan antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang
keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
28
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004) 29
Nasrun Haroen, Fiqh muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal. 165-166.
25
Pembiayaan musyarakah adalah penyediaan atau penanaman dana dari
dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha
tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah
pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sedangkan pembagian kerugian
berdasarkan proporsi modal masing-masing.30
2). Dasar Hukum Syirkah
Akad asy-syirkah dibolehkan, menurut ulama fiqh berdasarkan kepada
firman Allah dalam surat an-Nisa 4 :12 yang berbunyi :
…
Artinya : ....... tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan
tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Penyantun”.
30
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : Direktorat Perbankan
Syariah, 2008), hal. B-4.
26
Dalam surat Shaad, 38 : 24, yang berbunyi :
...
Artinya : ... dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh;
dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami
mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat”.
Disamping ayat-ayat diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah yang
membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadist qudsi Rasulullah
SAW mengatakan :
قالع ريرة رضي اهلل عى ل اهلل :ن ابي سهم قالقال رس اهلل : صم اهلل عهي
ما صاحب فإرا خان, تعانى أوا ثانث انشريكيه ما نم يخه أحذ خرجت مه ي صاحب
ما ( ال حاكمراي اب داد)بيى
Artinya; “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Beliau berkata bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda Allah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama salah satu dari keduannya tidak mengkhianati
temannya, maka apabila dia mengkhianati temannya maka Aku keluar dari
antara mereka berdua”. (HR. Abu Daud dan Hakim)
31
Abi Daud Sulaiman As-Sajastani, Sunan Abu Daud, (Beirut : Darul Fikr, 1994) jilid 3,
h.226 no. 3383.
27
Dalam musyarakah/syirkah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam
tentang ta’awun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan.
Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian
keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh
faktor lain selain modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu
dan sebagainya. Selain itu, keuntungan yang dibagikan kepada pemilik
modal merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nominal yang telah
ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa
ketika orang yang punya modal lebih besar akan menaggung resiko
financial yang juga lebih besar.32
Dimensi keadilan yang terwujud dalam syirkah selaras dengan
tuntutan untuk berlaku adil yang terdapat dalam surat QS. Al-Maidah (5)
ayat 8 yang berbunyi 33
:
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
32
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat,
2008), hal. 135. 33
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, (Jakarta : Raja Grafindo, 2008), hal. 306
28
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Maidah (5) ayat 8)
3). Bentuk-Bentuk Syirkah :34
Syirkah secara umum terbagi dalam tiga bentuk, yaitu :
A. Syirkah ibahah, yaitu persekuatuan hak semua orang untuk dibolehkan
menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan
seseorang.
B. Syirkah amlak (perserikatan dalam pemilikan)35
, adalah dua orang atau
lebih yang memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh
akad syirkah. Secara garis besar syirkah dalam katagori ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu :
1. Syirkatu Al-Milk yaitu hak milik. Dalam kitab perundang-undangan
biasa disebut syarikah ijbariyah (paksaan).36
Syarikah ijbariyah
adalah sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih
tanpa kehendak. Artinya perserikatan tersebut terjadi secara
terpaksa bukan atas keinginan orang yang berserikat. Contohnya
menerima warisan dari orang yang meninggal dunia.37
34
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media
Kencana, 2005), hal. 118-119. 35
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, (Jakarta :
Renaisan, 2005), hal. 44. 36
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004), hal. 3877. 37
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 44.
29
2. Transaksi, dalam kitab perundang-undangan biasa disebut dengan
syarikah ikhtiyariyah (pilihan).38
Syarikah ikhtiyariyah adalah
perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang
berserikat, seperti dua orang yang bersepakat membeli suatu
barang, atau mereka menerima hibah, wasiat atau wakaf dari orang
lain. Dimana mereka menerima pemberian hibah, waqaf ataupun
wasiat tersebut dan menjadi milik mereka secara berserikat.39
C. Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul
dengan adanya perjanjian.
Syirkah akad terbagi tiga, yaitu :
1. Syirkah Amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam
modal/harta. Syirkah Amwal terbagi menjadi dua yaitu :
a. Syirkah al‟Inan, adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak berbagi keuntungan
dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka.
Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun
38
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3877. 39
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal 44.
30
kerja atau bagi hasil, berbeda sesuai dengan kesepakatan
mereka.40
b. Syirkah al-Mufawadhah adalah persekutuan antara dua orang
atau lebih dalam modal dan keuntungannya, dengan syarat besar
modal masing-masing yang disertakan harus sama, hak
melakukan tindakan hukum terhadap harta syirkah harus sama
dan setiap anggota adalah penanggung dan wakil dari anggota
lainnya.
2. Syirkah ‟Amal/abdan (persekutuan kerja/fisik), yaitu perjanjian
persekutuan antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan
dari pihak ketiga yang akan dikerjakan bersama dengan ketentuan
upah dibagi diantara para anggotanya sesuai dengan kesepakatan
mereka.
3. Syirkah Wujuh, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dengan
modal harta dari pihak luar untuk mengelola modal bersama-sama
tersebut dengan membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
Syirkah ini berdasarkan kepercayaan yang bersifat kredibilitas.41
40
Ibid., hal. 45. 41
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hal. 118-119.
31
4). Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah
Penetapan nisbah dalam akad musyarakah dapat ditentukan melalui 2
cara, yaitu 42
:
A. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai modal yang disetor tanpa memandang apakah
jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama atau tidak.
Ini adalah pandangan mazhab Maliki dan Syafi’i. Menurut mereka
keuntungan adalah hasil modal. Karenanya, pembagian keuntungan
itu harus proposional.43
B. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, penentuan nisbah yang dipertimbangkan
bukan hanya didasarkan atas modal yang disetorkan, tetapi juga
didasarkan atas tanggung jawab, pengalaman, kompetensi, atau
waktu kerja yang lebih panjang.
Mahzab Hanafi dan Mazhab Hanabilah menyetujui pembagian
keuntungan yang tidak proposional terhadap modal bila para mitra
membuat syarat-syarat tertentu dalam kontrak. Argumen ini
didasarkan pada pandangan bahwa keuntungan adalah bukan hasil
modal saja, melainkan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila
42
Ibid., hal. 141. 43
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 53.
32
salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari yang lain,
dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu
bagian tambahan dari keuntungan sebagai pengganti dari sumbangan
kerja yang lebih banyak.44
Ibnu Qudamah mengatakan : ” pilihan dalam keuntungan
dibolehkan dengan adanya kerja, karena seseorang dari mereka
mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih
kuat ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan.
Karenanya ia diizinkan untuk menuntut lebih bagian
keuntungannya.45
5). Pembagian Kerugian
Sedangkan tentang pembagian kerugian para ulama sepakat
bahwa kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proposional terhadap
saham masing-masing dalam modal. Mereka mendukung pendapat ini
dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra :”Keuntungan harus sesuai dengan
yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proposional dengan modal
mereka”46
44
Ibid., hal. 53. 45
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal. 141 46
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 54.
33
b. Pembiayaan Mudharabah
1). Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara bahasa
adalah bepergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang
berasal dari al-qardhu yang berarti al-qath‟u (potongan), karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungannya.47
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath‟u
(potongan), berjalan dan atau berpergian.
Sedangkan menurut istilah, mudharabah atau qiradh yang
dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:48
Menurut para Fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak
(orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada
pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari
keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Menurut ulama Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua
pihak yang berakad dan berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta
diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta
tersebut.
47
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 135. 48
Ibid., hal. 136-137.
34
Menurut Malikiyah, mudharabah adalah akad perwakilan, dimana
pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan
dengan pembayaran yang ditentukan.
Menurut Syafi’iyah, mudharabah adalah akad yang menentukan
seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
Menurut Hanabilah, mudharabah adalah ibarat pemilik harta
menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang
dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
Menurut Wahbah Zuhaili, mudharabah adalah pemilik modal
menyerahkan hartanya kepada pekerja (amil) untuk diperdagangkan dan
mereka berkongsi keuntungan dengan syarat-syarat yang telah mereka
sepakati bersama. Adapun kerugian dijamin sendirian oleh pemilik modal.
Dan mudharib (orang yang diberi modal) tidak menanggung atau menjamin
kerugian tetapi ia rugi tenaga dan fikiran.49
Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua belah
pihak untuk salah satu pihak mengelurkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan, dengan syarat keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian.50
Setelah mengetahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para
ulama diatas, maka dapat didefinisikan bahwa mudharabah atau qiradh adalah
akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut dengan
49
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3875-3964. 50
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hal. 136-137.
35
syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dua belah pihak dibagi sesuai
dengan jumlah kesepakatan.51
Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian
hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.52
2). Dasar Hukum
Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang kebolehan bentuk
kerjasama mudharabah ini adalah firman Allah dalam surat al-Muzzammil,
73:20 yang berbunyi :
...
...
Artinya :”.... dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ....”.
51
Ibid., hal. 138. 52
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. B-1 dan B-2.
36
Dalam QS. Al-baqarah (2),198 :
Artinya: ” Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat”. (QS. Al-baqarah (2), 198)
Kemudian dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda :
سهم قم ، قم رس ل اهلل صهي اهلل عهي يب عه ابي عه صانح به ص
ه انبركت إخال ط انبر بانشعير نهبيت : ثالث في انمقارضت انبيع اني اجم
(راي ابه ماج)نا نهبيع
Artinya : “Dari Shalih bin Suhaib, Rasulullah SAW bersabda : Tiga
hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh,
muqhradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah)
53
Al-Hafizh Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut :
Darul Fikr), t.th., juz 2, h.786 Hadits no. 2289.
37
3). Bentuk-Bentuk Mudharabah
Bentuk mudharabah ada 2 jenis, yakni :54
A. Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang
cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
B. Mudharabah muqayyadah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang
cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis
sesuai permintaan pemilik dana.
B. KONSEP PENYALURAN PEMBIAYAAN MELALUI LINKAGE
PROGRAM
1. Pengertian linkage program
Linkage program adalah kerjasama penyaluran dana dari bank umum
kepada atau melalui BPR/BPRS dalam rangka pembiayaan kepada nasabah mikro
dan kecil.55
Linkage tidak dikenal didalam literatur Islam, namun jika dilihat dari
maknanya yaitu mengaitkan dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan dengan cara
sharing resource, maka linkage memiliki kedekatan dengan pengertian ukhuwah
yang artinya persaudaraan sebagai lawan dari khushuwah atau permusuhan.56
54
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. B-1. 55
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 309. 56
Bank Indonesia, Linkage Antar LKS, (Jakarta :Bank Indonesia, 2004), hal. 22.
38
Sebagaimana dalam surat al-Hujuraat (49) ayat 10 :
Artinya : ”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Linkage program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan
kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum,
terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK). Dengan linkage program
ini, maka pembiayaan bank umum kepada UMK diharapkan lebih optimal karena
BPR/BPRS memiliki keahlian dan pengalaman dalam menangani pembiayaan UKM.
Dan juga, diharapkan bisa menjadi sinergi berkesinambungan antara bank umum dan
BPR/BPRS untuk menggerakkan sektor riil.57
Selain Linkage Program antara Bank Umum dengan BPR, Bank Indonesia
juga telah memfasilitasi penandatanganan SP3K antara Bank Umum dengan Koperasi
dan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sejak bulan Agustus 2007. Melalui Linkage
Program, keterbatasan jaringan yang dialami oleh bank umum dalam menyalurkan
kreditnya dapat diatasi. Sedangkan keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh
BPR/S, Koperasi, BMT dan lembaga keuangan lainnya dapat pula teratasi melalui
57
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”.
39
program ini, sehingga melalui Linkage Program dapat tercipta sinergi yang akhirnya
mampu mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dan mengembangkan potensi
UMK. 58
Linkage program BUS dengan koperasi ini dilatarbelakangi oleh kendala
yang dihadapi UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usaha yakni masalah
permodalan baik keterbatasan kepemilikan modal maupun kesulitan dalam
mengakses sumber pembiayaan yang sampai saat ini masih merupakan kendala bagi
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh UMK di bidang pembiayaan antara
lain: a). Masih rendahnya kredibilitas UMK dari sudut analisis perbankan; b).
Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan usulan pembiayaan yang rumit dan
birokratis; c). Adanya persyaratan kesediaan jaminan berupa agunan yang sulit untuk
dipenuhi oleh UMK; d). Informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan
perbankan dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh UMK, serta e)
keterbatasan jangkauan pelayanan dari lembaga keuangan, khususnya perbankan.59
Untuk mengatasi kendala di bidang pembiayaan tersebut, maka perlu
dilakukan upaya peningkatkan dan perluasan akses kepada sumber-sumber
pembiayaan, dengan mensinergikan lembaga keuangan bank termasuk bank umum
peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan Koperasi, melalui Linkage Program
58
Ibid., 59
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi, hal. 1.
40
antara Bank Umum dengan Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP-Koperasi) dan Koperasi Jasa Keuangan
Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (KJKS/UJKS-Koperasi), yang saling
mendukung, memperkuat serta menguntungkan, baik dengan pola konvensional
maupun pola syariah.60
Tujuan dari linkage program bank umum dengan koperasi ini adalah :61
1. Memperluas dan meningkatkan akses UMK terhadap fasilitas kredit/pembiayaan
modal kerja dan atau investasi melalui Linkage Program antara bank umum
dengan koperasi;
2. Mengembangkan kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta
KUR dengan koperasi;
3. Meningkatkan peran KSP/USP-Koperasi dan KJKS/UJKS-Koperasi sebagai
lembaga keuangan mikro yang mampu melayani UMK dalam mendukung upaya
perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk daerah-
daerah yang jauh dari layanan perbankan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam linkage program bank umum
dengan koperasi ini yakni :62
1. Tersalurnya kredit/pembiayaan untuk modal kerja dan atau investasi dari bank
umum termasuk bank umum peserta KUR kepada UMK melalui Linkage
Program antara bank umum dengan koperasi;
2. Terwujudnya kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR
dengan koperasi;
3. Terwujudnya peningkatan modal kerja dan atau investasi bagi UMK yang
disalurkan melalui koperasi;
4. Terwujudnya peningkatan produktivitas koperasi, usaha mikro dan kecil anggota
koperasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
60
Ibid., hal. 1. 61
Ibid., hal. 2 62
Ibid., hal. 2.
41
2. Manfaat Linkage Program
Ada dua implikasi manfaat dalam pelaksanaan linkage program ini, yakni :
a. Manfaat bagi bank umum63
Program linkage ini tidak saja memberikan manfaat bagi pengguna jasanya,
tetapi juga memberikan manfaat bagi bank umum itu sendiri, yaitu:
1). Diversifikasi portofolio kredit (jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah)
2). Profitable, karena pinjaman diberikan dengan suku bunga pasar untuk
konvensional dan bagi hasil untuk bank syariah
3). Potensi pasar cukup besar dan nasabah UKM dapat naik kelas menjadi nasabah
baru bank umum
4). Overhead dan handling cost relatif rendah
5). Salah satu alternatif merealisasikan bussiness plan untuk pembiayaan usaha
mikro
b. Manfaat bagi BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT
Manfaat linkage program bagi BPR/S, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT
diantaranya :
1). Meningkatkan kapasitas penyaluran kredit/pembiayaan BPR/BPRS,
Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya
dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK)
2). Teratasinya keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR/BPRS,
Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya64
63
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 308. 64
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”.
42
3. Bentuk Linkage Program
Modal linkage program yang dilakukan antara bank umum dengan koperasi/
KJKS sama dengan model linkage program yang dilakukan antara BUS dengan
BPRS. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang :
Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, model
linkage program yang dilakukan ada 3 bentuk, yakni : Executing, Channeling dan
Joint Financing
Model-Model Linkage Program BUS/UUS-Koperasi65
Executing Channeling Joint Financining
BUS/UUS BUS/UUS BUS/UUS KOP/KJKS/BMT
KOP/KJKS/BMT KOP/KJKS/BMT
UMK UMK UMK
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing pola linkage program :
a. Executing
Executing adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada
koperasi dalam rangka pinjaman/pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota
65
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, (Jakarta : Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia).
43
koperasi dimana Koperasi/KJKS/BMT memiliki kewenangan memutus
pembiayaan ke UMK. Pencatatan di Bank Umum sebagai pembiayaan kepada
koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman kepada anggota
koperasi.66
Aqad yang terjadi antara BUS dengan KJKS/BMT adalah mudharabah
sedangkan aqad antara KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan
kebutuhan UMK. Dalam hal resiko pembiayaan, apabila kegagalan pembiayaan
karena kerugian bisnis secara normal (normal business loss), maka risiko
ditanggung oleh KJKS/UJKS-Koperasi.67
Bentuk executing ini relatif paling banyak dipilih oleh bank yang
menyediakan dana dengan pertimbangan untuk mengurangi resiko yang
disebabkan yakni adanya pembiayaan bermasalah. Mengingat resiko menjadi
beban bagi bank penyalur, maka bank penyalur harus bekerja keras agar
pembiayaan yang disalurkan tidak macet. Meskipun tidak selalu terjadi, namun
pola executing menempatkan bank penyedia dana lebih tinggi posisi tawar
menawarnya dibandingkan bank penyalur.68
66
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi, hal. 8. 67
Ibid., hal. 11. 68
Bank Indonesia, Linkage Antar LKS, hal. 31.
44
Model Linkage Program antara BUS dan KJKS/BMT dengan pola Executing69
Laporan
Bank Umum Syariah Bank Indonesia
Supervisi
KJKS/BMT
UMK
Perjanjian pembiayaan Bank Umum & KJKS/BMT
Pembukuan pembiayaan BUS : pembiayaan ke KJKS/BMT
KOP/KJKS/BMT: Pembiayaan kepada anggota
Risiko KJKS/BMT KJKS/BMT
b. Channeling
Channeling adalah pinjaman/pembiayaan yang diberikan oleh bank umum
kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan
tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayan kecuali mendapat surat
kuasa dari Bank Umum. Pencatatan di Bank Umum sebagai
pinjaman/pembiayan kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di
koperasi pada off balance sheet.70
69
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 309. 70
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi, Hal. 8.
45
Aqad yang terjadi antara BUS/UUS dengan Koperasi/KJKS/BMT
adalah waqalah. Sedangkan aqad antara Koperasi/KJKS/BMT dengan UMK
disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Risiko pembiayaan kepada anggota
koperasi, apabila kegagalan pembiayaan karena kerugian bisnis secara normal
(normal business loss), maka risiko ditanggung oleh BUS/UUS.71
Pola channeling financing adalah pengimplementasian syirkah
mudharabah dan dapat pula digunakan dengan akad wakalah. Mudharabah
berarti yang dihasilkan adalah bagi hasil sedangkan wakalah medapatkan fee.
Berikut adalah skema pada masing-masing bentuk kerjasama dengan
pola channeling financing.72
SKEMA 173
Akad Mudharabah
0 % Dana bank 100 %
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
Akad mudharabah/bagi hasil
Nisbah KOP/KJKS/BMT : Pengusaha = 25 : 75
Proyeksi
Usaha Yield 15%
Proyeksi keuntungan (100%)
Pengusaha
Nisbah 40% Proyeksi Nisbah Bagi hasil Nisbah 60%
KOP/KJKS/BMT 25%
71
Ibid., hal. 12. 72
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 312-315. 73
Ibid., hal. 312.
46
Keterangan:
Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling
dengan akad mudharabah (bagi hasil) dengan dengan jangka waktu tertentu.
Porsi dana yang berasal dari BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Pengembalian dana kepada BUS sesuai dengan
angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima
tersebut kemudian akan dibagihasilkan antara BUS dengan KOP/KJKS/BMT
sesuai kesepakatan. Pencatatan dalam skema ini di BUS/UUS sebagai
pembiayaan kepada KOP/KJKS/BMT, sedangkan pencatatan di
KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UKM.
SKEMA 274
Akad mudharabah
0 % Dana bank 100 %
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
Akad murabahah
Ekuivalent
Yield 15%
Nasabah (Usaha)
Nisbah 40% Keuntungan Nisbah 60%
Harga jual 25%
Keterangan :
Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling
dengan akad mudharabah (bagi hasil) dengan jangka waktu tertentu. Porsi dana
yang berasal dari BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT
74
Ibid., hal. 313.
47
sebesar 0%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada
para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim murabahah (jual
beli).
Dalam hal ini, nasabah melakukan pembayaran melalui
KOP/KJKS/BMT sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama.
KOP/KJKS/BMT kemudian mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan
angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima
oleh KOP/KJKS/BMT selanjutnya akan dibagihasilkan antara BUS dengan
KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatan. Pencatatan di BUS/UUS sebagai
pembiayaan ke KOP/KJKS/BMT dan pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai
pembiayaan ke UKM.
SKEMA 375
Akad wakalah
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
O% Akad Murabahah Dana Bank 100%
Ekivalent Nasabah (Usaha) Ekuivalent
Yield 10% Yield 15%
Fee/Ujrah 40% Keuntungan Fee/ujrah 40%
Harga Jual 25%
Keterangan:
Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling
dengan akad pembiayaan wakalah. Porsi dana yang berasal dari BUS sebesar
100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Selanjutnya
75
Ibid., hal. 314.
48
KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah
disetujui BUS/UUS dengan skim murabahah (jual beli).
Dalam hal ini, nasabah melakukan pembayaran melalui
KOP/KJKS/BMT sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama.
KOP/KJKS/BMT kemudian mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan
angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima
seluruhnya untuk BUS, sedangkan KOP/KJKS/BMT diberikan fee/ujrah sesuai
kesepakatan. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UKM 100% dan
pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai rekening administratif
KOP/KJKS/BMT secara off B/S.
SKEMA 476
Akad wakalah
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
O% Akad Mudharabah Dana Bank 100%
Nisbah KOP/KJKS/BMT : Pengusaha = 25 : 75
Ekuivalent Ekuivalent
Yield 10% Usaha dengan Yield 15%
proyeksi keuntungan
100%
Fee/Ujrah 40% Pembagian keuntungan Fee/ujrah 40%
BUS/UUS =25%
Keterangan :
Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola
channeling dengan akad pembiayaan wakalah. Porsi dana yang berasal dari
76
Ibid., hal. 315.
49
BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%.
Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah
yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim mudharabah (bagi hasil).
Nasabah melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT sesuai
ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT kemudian
mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang
diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya untuk BUS,
sedangkan KOP/KJKS/BMT diberikan fee/ujrah sesuai kesepakatan. Pencatatan
di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UKM 100% dan pencatatan di
KOP/KJKS/BMT sebagai rekening administratif KOP/KJKS/BMT secara off
B/S.
Kesimpulannya, kerjasama channeling antara BUS/UUS dengan
KOP/KJKS/BMT ini dapat dilakukan dengan akad mudharabah ataupun
wakalah. Porsi dana BUS/UUS sebesar 100% sedangkan porsi dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Bila dilakukan dengan akad mudharabah,
KOP/KJKS/BMT akan mendapatkan bagi hasil dari pendapatan yang diperoleh
sedangkan bila menggunakan akad wakalah maka KOP/KJKS/BMT akan
mendapatkan imbalan berupa fee/ujrah sesuai kesepakatan bersama.
c. Joint Financing
Joint financing adalah pembiayaan bersama oleh bank umum dan
koperasi terhadap anggota koperasi. Kewenangan memutus pembiayaan ada
50
pada BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT. Pencatatan outstanding credit bagian
Bank Umum dan bagian Koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota
koperasi.77
Aqad yang terjadi antara BUS/UUS dengan KOP/KJKS/BMT adalah
musyarakah sedangkan aqad antara KOP/KJKS/BMT dengan UMK
disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Risiko pembiayaan kepada anggota
Koperasi, apabila kegagalan pembiayaan karena kegagalan bisnis secara normal
(normal business loss), maka risiko ditanggung bersama antara BUS/UUS dan
KJKS/UJKS-Koperasi sesuai dengan porsinya.78
Model linkage program dengan pola joint financing dilakukan dengan
skema sebagai berikut :
SKEMA 179
Akad Musyarakah
Partial dana 20% Partial dana 80%
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
Akad mudharabah
Nisbah KOP/KJKS/BMT: Pengusaha = 24:76 Proyeksi
Usaha Proyeksi laba (100%)/tahun Yield 15%
Nisbah KOP/KJKS/BMT: BUS/UUS = 50:50
Nisbah 50% Proyeksi Nisbah Bagi hasil Nisbah 50%
KOP/KJKS/BMT 25%
77
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi, hal. 8. 78
Ibid., hal. 12-13. 79
Ibid., hal. 317-318.
51
Keterangan :
Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola joint
financing dengan akad pembiayaannya adalah musyarakah (bagi hasil). Porsi
dana yang berasal dari BUS sebesar 80% sedangkan porsi dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 20%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan
pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim
mudharabah (bagi hasil).
Nasabah kemudian melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT
sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT selanjutnya
mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang
diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya kemudian akan
dibagihasilkan antara BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatannya.
Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya dan
pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya.
Sedangkan pembiayaan dari BUS/UUS dicatat di rekening administratif
KOP/KJKS/BMT secara off B/S.
52
SKEMA 280
Akad Musyarakah
Partial dana 20% Partial dana 80%
KOP/KJKS/BMT BUS/UUS
Akad Murabahah
Proyeksi
Yield
Nasabah
(Usaha)
Nisbah 50% Keuntungan Nisbah 50%
Harga jual 24 %
Keterangan :
Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola joint
financing dengan akad pembiayaannya adalah musyarakah (bagi hasil). Porsi
dana yang berasal dari BUS sebesar 80% sedangkan porsi dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 20%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan
pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim
murabahah (jual beli).
Nasabah kemudian melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT
sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT selanjutnya
mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang
diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya kemudian akan
dibagihasilkan antara BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatannya.
80
Ibid., 317-318.
53
Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya dan
pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya.
Sedangkan pembiayaan dari BUS/UUS dicatat di rekening administratif
KOP/KJKS/BMT secara off B/S.
Berikut adalah rangkuman ketentuan linkage program BUS/UUS dengan
Koperasi-KJKS81
No Kriteria Executing Channeling Joint Financing
1. Definisi Pinjaman yang diberikan oleh
bank umum kepada koperasi
dalam rangka pinjaman/pembiayaan untuk
disalurkan kepada anggota Koperasi.
Pencatatan di Bank Umum
sebagai pinjaman kepada
Koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman
kepada anggota koperasi.
Akad antara BUS/UUS dengan
KOP/KJKS/BMT adalah mudharabah
Akad antara
KOP/KJKS/BMT dengan
UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK
Pinjaman/pembiayaan yang
diberikan oleh bank umum
kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak
sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan
memutus pembiayan kecuali
mendapat surat kuasa dari Bank Umum.
Pencatatan di Bank Umum
sebagai pinjaman/pembiayan
kepada anggota koperasi,
sedangkan pencatatan di
Koperasi pada off balance sheet.
Aqad antara BUS/UUS dengan
Koperasi/KJKS/BMT adalah Waqalah.
Aqad antara
Koperasi/KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan
kebutuhan UMK.
Pembiayaan bersama oleh
bank umum dan koperasi
terhadap anggota koperasi.
Kewenangan memutus pembiayaan ada pada
BUS/UUS dan
KOP/KJKS/BMT.
Pencatatan outstanding credit
bagian Bank Umum dan bagian Koperasi sebesar porsi
pembiayaan kepada anggota
koperasi.
Aqad antara BUS/UUS
dengan KOP/KJKS/BMT adalah Musyarakah
Aqad antara Koperasi/KJKS/BMT dengan
UMK disesuaikan dengan
kebutuhan UMK.
2. Resiko kredit
kepada
nasabah
Apabila kegagalan pembiayaan karena normal bussiness loss, maka resiko ditanggung oleh :
KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS
Bersama antara BUS/UUS
dengan KOP/KJKS/BMT
sesuai dengan porsinya
3. Distribusi
pendapatan
sesuai dengan nisbah yang
disepakati antara BUS/UUS dan
BUS/UUS memperoleh pendapatan dari nisbah bagi hasil/margin yang disepakati
BUS/UUS memperoleh pendapatan dari nisbah bagi hasil/margin yang
81
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi.
54
KJKS/UJKS-Koperasi dengan UMK;
KJKS/UJKS-Koperasi mendapatkan fee yang besarnya disepakati antara BUS/UUS dengan KJKS/UJKS-Koperasi;
disepakati dengan UMK;
Pembagian pendapatan antara BUS/UUS dengan KJKS/UJKS-Koperasi sesuai dengan porsi yang disepakati;
4. Penentuan
besarnya
nisbah bagi
hasil/margin
bagi anggota
koperasi,
merupakan kesepakatan bersama dengan mempertimbangkan harga pasar untuk sektor/bidang usaha UMK yang dibiayai;
5. Target nasabah
pembiayaan
Sepenuhnya wewenang
KJKS/UJKS-Koperasi
Sepenuhnya wewenang
BUS/UUS
Kesepakatan antara
BUS/UUS dengan
KJKS/UJKS-koperasi
6. Limit plafond
pembiayaan
Besar kredit/pembiayaan yang dapat disalurkan kepada Peserta Linkage Program dengan Bank Umum sesuai kesepakatan,
7. Jaminan utama
KJKS/ UJKS-
koperasi
kepada
BUS/UUS
Jaminan, sesuai Undang-undang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
--------------------------------------
-----------------------------------
8. Jaminan
anggota
Koperasi,
sesuai yang dipersyaratkan KJKS/UJKS-Koperasi;
Jaminan anggota Koperasi, sesuai Undang-undang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
Jaminan anggota Koperasi, sesuai Undang-undang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
9. Akad
pembiayan
kepada UMK
Akad Pembiayaan kepada anggota koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi;
Akad pembiayaan kepada anggota Koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi untuk dan atas nama BUS/UUS;
Akad pembiayaan kepada anggota Koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi untuk dan atas nama BUS/UUS;
10. Jangka waktu
proses
persetujuan
pembiayaan
dalam rangka
Linkage
Program,
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan dipenuhi secara lengkap.
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan lengkap dipenuhi.
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan lengkap dipenuhi.
55
4. Pola Luas Linkage Program antara Lembaga Keuangan Syariah
Pola luas linkage program yang terjadi antara lembaga keuangan syariah yang
ada, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Dalam menyalurkan pembiayaan, Bank Umum Syariah dapat bermitra dengan
BPRS untuk kemudian disalurkan kepada LKMS BMT dan LKMS BMT
menyalurkannya kepada UMKM
2. Bank Umum Syariah dapat bermitra dengan BPRS untuk kemudian langsung
disalurkan sendiri oleh BPRS kepada UMKM
3. Bank Umum Syariah dapat bekerjasama dengan IPTA (Institusi Penyedia
Technical Assistance seperti PINBUK, Permodalan BMT, dan lain-lain) untuk
bermitra dengan LKMS BMT yang kemudian dari BMT akan disalurkan
kepada UMKM
4. Bank Umum Syariah juga dapat menyalurkan pembiayaan dengan cara
membentuk unit mikro bank yang kemudian melalui unit tersebut pembiayaan
dapat disalurkan kepada UMKM.
Dibawah ini adalah bagan pola luas linkage program bank syariah :82
82
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, (Jakarta : Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia), hal. 12.
56
5. Kode Etik Peserta Linkage Program Pola Syariah
Dalam mendukung suksesnya linkage program ini, ada beberapa kode etik
yang harus dipenuhi oleh para peserta linkage program diantaranya :83
1. Bagi anggota/mitra pembiayaan KJKS/UJKS yang telah naik kelas (dari debitur
mikro menjadi kecils) dan memerlukan dana pembiayaan yang lebih besar, namun
KJKS/UJKS-Koperasi tidak mampu membiayai, maka BUS/UUS dapat
membiayai anggota KJKS/UJKS-Koperasi dimaksud dengan memperhatikan
prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat;
2. BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi harus transparan dalam memberikan dan
menyampaikan informasi yang terkait dengan Linkage Program sejauh tidak
melanggar ketentuan yang berlaku (seperti: laporan keuangan, struktur pendanaan
dan profil kopersi/ company profile);
3. Bagi KJKS/UJKS-Koperasi, satu jaminan hanya untuk dijaminkan kepada satu
sohibul maal mitra pembiayaan (BUS/UUS);
4. BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi yang melaksanakan Linkage Program
dengan pola joint financing dan channeling, tidak diperkenankan membebani
debitur dengan margin/nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dari harga pasar untuk
sektor usaha UMK yang dibiayai;
83
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum
Dengan Koperasi. hal 13-14.
57
5. KJKS/UJKS-Koperasi yang mengikuti Linkage Program harus memelihara
predikat penilaian kesehatan;
6. Setiap pelanggaran kode etik di atas oleh BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi
dilaporkan kepada Bank Indonesia dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Sedangkan norma yang diperlukan untuk kesuksesan linkage program ini
diantaranya :84
1. Niat segala aktivitas sebagai ibadah
2. Kesejajaran
3. Kejujuran
4. Amanah
5. Keterbukaan
6. Orientasi pada proses
7. Orientasi pada jangka panjang
8. Orientasi pada kualitas
9. Konsisten
10. Tolong menolong
11. Saling mengingatkan
12. Keteladanan
13. Pertanggungjawaban sampai hari akhir
84
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, hal .20.
58
BAB III
PROFIL BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BMT SHAR-E
A. Profil Bank Muamalat Indonesia
1. Sejarah Bank Muamalat Indonesia85
Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia
yang didirikan pada tanggal 24 Rabiuts Tsani 1412H/ 1 November 1991.
Pendirian BMI ini digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dengan dukungan Pemerintah
Republik Indonesia. Modal awal BMI diperoleh dari sejumlah pribadi,
pengusaha serta pejabat muslim dengan nominal sebesar Rp 84 Miliar.
Tambahan modal awal diperoleh dari masyarakat, sehingga melengkapi
jumlah modal awal menjadi total sebesar Rp 106 Miliar. Acara pengumpulan
modal dilaksanakan di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat.
BMI mulai beroperasi pada tanggal 27 Syawwal 1412 H/1Mei 1992.
Sejak mulai beroperasi pada tahun 1992, Bank Muamalat secara aktif ikut
mempromosikan pendirian dan pengembangan industri perbankan dan bisnis
keuangan syariah lainnya seperti : Asuransi syariah pertama (Takaful), Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), PINBUK, Bisnis pegadaian syariah (Al-
rahnu), Muamalat Institute (MI), Dana Pensiun Lembaga Keuangan
Muamalat (DPLK Muamalat), dan Baitulmaal Muamalat (BMM).
85
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal 4-7.
59
Pada tahun 2004, BMI Meluncurkan produk Shar-E, produk tabungan
instant pertama. Shar-E terjual di seluruh wilayah Indonesia melalui jaringan
Bank Muamalat serta ribuan jaringan online Kantor Pos (SOPP). Shar-E
kemudian menjadi produk bank dengan pertumbuhan tercepat dengan
pencapaian lebih dari 2 juta pemegang kartu dalam 4 tahun. Saat ini (2009),
total jumlah nasabah Bank Muamalat telah mencapai sekitar 3 juta nasabah.
Dan pada tahun 2009 ini, BMI membuka cabang internasional pertama
di Kuala Lumpur, Malaysia dan tercatat sebagai bank pertama dari Indonesia
yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. Pada tahun ini pula BMI
melaksanakan pergantian manajemen pada bulan Juli 2009. Dari sisi
keuangan, berdasarkan laporan keuangan (audited), pada akhir 2009 total aset
mencapai Rp 16.027,18 miliar atau tumbuh 27,09% (yoy), yang berasal dari
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 13.316,90 miliar, dan disalurkan pada
aktivitas pembiayaan sebesar Rp 11.428,01 miliar serta investasi syariah
lainnya.
2. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia86
VISI
Visi Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar
spiritual, dikagumi dipasar rasional.
86
Ibid., hal. 1.
60
MISI
Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan
orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada
stakeholder.
3. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia87
87 Ibid., hal. 96.
61
4. Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia
Produk
Penghimpunan
Dana88
Produk
PEMBIAYAAN89
Produk Jasa90
Jasa Layanan91
1. Shar-E
2. Tabungan
Ummat
3. TabunganKu
4. Tabungan
Haji Arafah
dan Arafah
Plus
5. Deposito
Mudharabah
6. Deposito
Fulinves
7. Giro
Wadi’ah
8. Kas Kilat
9. Dana
Pensiun
Muamalat
1. Pembiayaan
Jual Beli
Murabahah
Salam
Istishna’
Musyarakah
Musyarakah
Mutanaqisah
Mudharabah
2. Pembiayaan
Sewa
Ijarah
Ijarah Muntahia
Bittamlik
(IMBT)
Qardh
1. Perwakilan
(Wakalah)
2. Penjaminan
(Kafalah)
3. Penanggungan
(Hawalah)
4. Gadai (Rahn)
1. ATM
2. SalaMuamalat
3. Pembayaran
Zakat, Infaq
dan Sedekah
(ZIS)
4. Jasa-jasa lain
Bank seperti
transfer,
collection,
standing
instruction,
bank draft,
referensi
bank.
88
Ibid., hal. 106-108. 89
Ibid., hal. 109-111. 90
Ibid., hal. 111-112. 91
Ibid., hal. 112.
62
5. Ikhtisar Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Beberapa Tahun
Terakhir92
92
Ibid., hal. 9.
1
B. PROFIL BMT Shar-E
1. BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM
a. VISI dan MISI BMT Jayakarta El-Qayyum
Visi
Menjadi lembaga keuangan mikro yang sehat dan sesuai syariat Islam,
berkembang dan terpercaya, yang mampu melayani anggota dan masyarakat
dalam rangka mencapai kehidupan yang penuh keselamatan, kedamaian dan
kesejahteraan lahir maupun batin.
Misi
Mengembangkan BMT sebagai gerakan pembebasan umat Islam dari
sistem perekonomian ribawi, gerakan pemberdayaan masyarakat, dan gerakan
keadilan sehingga terwujud kualitas umat Islam dan masyarakat yang penuh
keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan lahir maupun batin.
b. Latar Belakang Pendirian BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM
Pendirian BMT Jayakarta El-Qayyum dilatar belakangi oleh penerimaan
dana-dana dari masyarakat melalui zakat, infaq, shodaqoh, kotak tromol (Jumat
maupun hari keagamaan lainnya), dan lain-lain kepada Masjid JAYAKARTA
yang perlu dilakukan tata kelola yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan maupun prinsip-prinsip syariat Islam.
64
Ketua Christiono
Wakil ketua( Anas F.)
Kemudian keberadaan para pedagang didalam lingkungan Masjid
JAYAKARTA telah banyak memberikan kontribusi kepada masjid dalam
konteks memakmurkan masjid demi kemaslahatan masyarakat. Pada sisi lain,
terdapat potensi yang tidak dapat dikatakan kecil dari para pedagang tersebut
karena adanya transaksi perekonomian usaha mikro yang baik, dan bahkan
saat ini telah terbentuk forum atau paguyuban diantara pedagang tersebut.
Potensi ini perlu memperoleh perhatian yang serius agar tetap dapat berjalan
dan berputar serta mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bagi
para pelakunya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan latar belakang tersebut diatas,
Pengurus Masjid JAYAKARTA Periode Tahun 2009-2012 (SK Direksi PT.
JIEP Nomor 05 Tahun 2009 Tgl. 2 Maret 2009) memprogramkan pendirian
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Masjid Jayakarta, bekerjasama dengan
JAMSOSTEK (Program Jamsostek Informal), BMI, dan PINBUK.93
c. Struktur Organisasi BMT Jayakarta El-Qayyum
93
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum
Tahun 2009
BMI Masyarakat pendiri PINBUK
Bendahara
Wakil BMI
Sekretaris
Wakil PINBUK
65
Manajer
Staff Penggalangan
Dana dan Hubungan /
Pelayanan Masyarakat
Pembukuan dan
Kasir
Bu.Ria
Staff Pembiayaan dan
Pengembangan Usaha
Mikro dan Kecil serta
Staff Administrasi
d. Produk BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM94
BMT Shar-E El-Jayakarta ini bergerak dibidang kegiatan usaha dan
karenanya memiliki produk berupa :
1). Berbagai bentuk simpanan
TAMASHA : Tabungan Masyarakat Shar-E,
TADIKA : Tabungan Pendidikan Anak,
TAHAJUD : Tabungan Haji Terwujud,
IMAN : Investasi Mudarobah Andalan
2). Berbagai bentuk pembiayaan
INVESTAMA : Mudharobah dan Musyarokah,
MULTIGUNA : Ba’I al-Murobahah, as-Salam-, al-Istishna’, Ijaroh,
dsb.
BAITI JANNATI : Linkage BMI
2. Baitul Maal Wat Tamwil EL WAHIDA (BMT El-Wahida)
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) EL WAHIDA menyelenggarakan
program layanan simpanan dana bebas riba dan pembiayaan modal kerja halal
dengan sistem bagi hasil. Layanan jasa keuangan syariah tersebut diperuntukkan
94
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum
Tahun 2009
66
bagi anggota perorangan dan non-perorangan, baik pedagang kecil, pengusaha
mikro, pelajar/mahasiswa, majelis ta’lim maupun karyawan.95
a. Visi dan Misi
VISI
Ekonomi Syariah menuju ibadah yang kaffah
MISI
1. Menjalankan muamalah berdasarkan ekonomi syariah
2. Membangun umat yang sehat
3. Menumbuhkan jiwa kepercayaan dan kewirausahaan
4. Melayani umat yang berorientasi pada maslahat dan manfaat
b. Struktur Organisasi BMT El-Wahida
Pengurus :
Ketua : Ir. Hj. Nurul hayati Tsabits Lutfi
Bendahara : Septiani Rusalno
Sekretaris : Ronny Poerwoko
Pengelola :
Teller dan pembukuan : Rika Ratna
Pembiayaan dan markrting : Emma S
Pengawas syariah : Sholahuddin
Pengawas keuangan : Trisno Nugroho, SE, Mba
95
Penjelasan produk BMT El-Wahida, hal 1.
67
c. PRODUK DAN PROGRAM96
BMT Shar-E El Wahida memiliki 2 (dua) jenis produk yaitu :
1). Simpanan Sukarela (Investasi halal bebas riba)
TAMARA : Tabungan Mandiri Sejahtera (Fleksibel)
TADIKA : Tabungan Pendidikan Anak
TADURI : Tabungan Idul Fitri & Qurban
TAHAJUD : Tabungan Haji Terwujud
TAJAKA Peduli Usaha Mikro : Tabungan Berjangka
2). Pembiayaan (Penyaluran dana halal modal kerja & konsumtif dengan sistem
bagi hasil)
MURABAHAH : Pembiayaan modal kerja atau konsumtif dengan
prinsip jual beli
MUDHARABAH : Pembiayaan modal kerja penuh dengan sistem bagi
hasil
MUSYARAKAH : Pembiayaan modal kerja sebagian dengan sistem
bagi hasil
IJARAH : Pembiayaan modal penyediaan sewa barang atau
pembayaran jasa
QARDHUL HASAN : Pembiayaan kebajikan*
3). Kartu
Beli starter pack dari Bank Muamalat Indonesia seharga
Rp.125.000,- Dengan saldo awal rekening Rp.100.000,-.
Dikelola dan diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil
kompetitif
Mudah menambah saldo via kantor pos online/SOPP yang tersebar
diseluruh Indonesia
Tarik tunai bebas biaya di seluruh ATM di Indonesia
Fasilitas debit di semua merchant debit BCA/PRIMA
96
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Wahida
68
Transfer dana antar bank ATM Bersama, antar rekening BMI dan dari/ke
rekening BCA
4). Penyaluran ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh, Donasi Peduli Pendidikan
Yatim dan Wakaf) 97
d. SYARAT KEANGGOTAAN98
1. Perorangan dan non-perorangan; baik pengusaha mikro, pelajar, instansi
pendidikan, majelis ta’lim maupun karyawan
2. Menyertakan fotokopi KTP/SIM
3. Membayar Biaya pendaftaran anggota Rp.10.000,-
4. Membayar Simpanan Keanggotaan Pokok & Wajib pertama minimum
Rp.20.000,-
5. Membayar Kartu Shar-E* Bank Muamalat Indonesia Rp.125.000,-. Dengan
saldo Rp.100.000,-
6. Menyetor awal simpanan sukarela yang dipilih, dengan administrasi
pembukaan Rp.10.000,-
e. SYARAT PEMBIAYAAN99
1. Telah menjadi Anggota BMT EL WAHIDA
2. Mengisi formulir pengajuan dan melengkapi persyaratan data diri; usaha
yang dibutuhkan
3. Memiliki usaha atau pekerjaan yang tidak keluar dari nilai syariah dan
produktif
4. Memiliki simpanan di BMT EL WAHIDA minimal 10% dari ajuan
pembiayaan
97
Penjelasan Produk BMT El-Wahida, hal 2. 98
Penjelasan Produk BMT El-Wahida, hal 3. 99
Ibid., hal 3.
69
3. Baitul Maal Wat Tamwil EL MUCHTAR
BMT El Muchtar dengan slogan jujur, amanah, dan istiqomah ini
beroperasi pertama kali pada bulan Januari 2010. Dalam operasionalnya, BMT
ini telah menerima pembiayaan linkage program dari Bank Muamalat Indonesia
sebesar Rp. 250 juta. Pemberian dana linkage dari BMI ini dilakukan dalam 2
tahap pemberian yakni pada bulan Mei sebesar Rp. 140 juta dan bulan Juni 2010
sebesar Rp. 110 juta. Jangka waktu pengembalian pembiayaan linkage ini
dilakukan selama 3 tahun. Total pembiayaan yang telah disalurkan BMT El
Muchtar sampai saat ini yakni Rp.400 Juta.
a. Produk dan Jasa100
BMT El Muchtar ini memiliki beberapa produk dan jasa dalam
melayani masyarakat, diantaranya :
1). Simpanan Sukarela (Investasi halal bebas riba)
TAMARA : Tabungan Mandiri Sejahtera (Fleksibel)
TADIKA : Tabungan Pendidikan Anak
TADURI : Tabungan Idul Fitri & Qurban
TAHAJUD : Tabungan Haji Terwujud
TAJAKA Peduli Usaha Mikro : Tabungan Berjangka
2). Pembiayaan (Penyaluran dana halal modal kerja & konsumtif dengan
sistem bagi hasil)
MURABAHAH : Pembiayaan modal kerja atau konsumtif dengan
prinsip jual beli
MUDHARABAH : Pembiayaan modal kerja penuh dengan sistem bagi
hasil
100
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
70
MUSYARAKAH : Pembiayaan modal kerja sebagian dengan sistem
bagi hasil
IJARAH : Pembiayaan modal penyediaan sewa barang atau
pembayaran jasa
QARDHUL HASAN : Pembiayaan kebajikan*
3). Penyaluran ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf)
b. Struktur Organisasi BMT El- MUCHTAR
Pengurus
Ketua : Ibu. Hj. Novi Herawati
Sekretaris : Ibnu Supanta
Bendahara : Appriliawati
Pengelola
Manager : Bpk. Eko
Pembiayaan (Account Officer) : Bpk. Dadan S
Dewan Pengawas : 1. KH. Ishomuddin Muchtar
2. Muchtar Manto
3. Ibu Yeni
c. SYARAT KEANGGOTAAN101
1. Mengisi formulir pembukaan simpanan
2. Menyerahkan identitas diri fotokopi KTP/SIM, dan lain-lain
3. Melunasi SIMPOK Rp. 50.000
4. Membayar SIMWA/ bulan Rp.10.000,-
5. Membayar administrasi pendaftaran Rp. 10.000
101
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
71
d. SYARAT PEMBIAYAAN102 1. Telah menjadi Anggota BMT EL MUCHTAR
2. Mengisi formulir pengajuan dan melengkapi persyaratan data diri; usaha
yang dibutuhkan
3. memiliki usaha yang layak
4. Memiliki usaha atau pekerjaan yang tidak keluar dari nilai syariah dan
produktif
5. Memiliki simpanan di BMT EL MUCHTAR minimal 10% dari ajuan
pembiayaan
C. Mekanisme Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT
Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro
Pola hubungan kerjasama kemitraan yang terjalin antara BMI dan
BMT Shar-E ini dilakukan dalam 3 hal yakni :
1. Inisiasi pendirian BMT Shar-E dan membantu penguatan BMT Shar-E dalam
perjalanan operasionalnya.
2. Sinergi produk BMI yakni BMT Shar-E sebagai agen penjual tabungan Shar-E
BMI dengan mendapatkan ujrah/fee.
3. Penyaluran pembiayaan melalui linkage program
Dalam kerjasama ini ada beberapa pola hubungan yang terjadi antara
Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E. Dan dalam skripsi ini, penulis
membagi pola hubungan tersebut menjadi beberapa bagian umum yang
menggambarkan secara keseluruhan dari pola hubungan ini diantaranya yakni :
102
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
72
1. Pola hubungan kelembagaan yang terdiri dari Pendirian BMT Shar-E,
Permodalan, dan Struktur organisasi dari BMT Shar-E.
2. Pola hubungan operasional
3. Pola hubungan dalam penyaluran pembiayaan mikro
Mekanisme pola hubungan yang terjadi antara Bank Muamalat
Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
yakni : tahap pertama, BMI dengan BMT Shar-E melakukan kerjasama perjanjian
pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah. Jika BMT telah
bekerjasama dengan BMI, maka tahap selanjutnya nasabah (usaha kecil & mikro)
dapat mengajukan pembiayaan kepada BMT Shar-E. Pengajuan pembiayaan oleh
nasabah/ anggota tersebut kemudian dianalisa oleh BMT. Jika memenuhi
persyaratan maka akan disetujui namun bila tidak memenuhi persyaratan maka
pengajuan pembiayaan tersebut ditolak. Setelah seluruh daftar nominatif
pengajuan pembiayaan dibuat dengan analisa usaha ringkasnya, maka kemudian
BMT mengajukan pembiayaan kepada BMI. Tahap selanjutnya, BMI melakukan
analisa terhadap pengajuan pembiayaan yang diajukan BMT. Setelah disetujui,
BMI mendropingnya/ memberikan pembiayaan tersebut ke BMT untuk
kemudian BMT mendropingnya ke anggota (nasabah UK & Mikro).
Dalam hal pembayaran angsuran, nasabah membayar angsuran
pembiayaan ke BMT. Setelah itu, BMT membayar angsuran pembiayaan nasabah
ke BMI.
73
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Pola Hubungan BMI dengan BMT Shar-E
BMT Shar-E adalah merupakan nama BMT produk kerjasama dan kemitraan
antara BMI dengan PINBUK untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha jasa
keuangan syariah melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan
sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan
yang lebih luas.103
BMT Shar-E sebagai koperasi, tunduk dan berlandaskan hukum pada :104
1. Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam,
3. Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor
351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam oleh Koperasi;
4. Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Bunga (Interest / Faidah) Tgl. 24 Januari 2004;
5. Keputusan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
103
Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 2-3. 104
Ibid., hal.1.
74
Latar belakang pendirian BMT Shar-E ini didasarkan atas beberapa
permasalahan yang terjadi dalam dinamika ekonomi Indonesia, yakni kemiskinan dan
pengangguran yang masih menjadi masalah utama di Indonesia. Kemudian potensi
UMKM yang sangat besar sebagai pelaku usaha terbesar di Indonesia yang memiliki
beberapa permasalahan serius yang harus diatasi, salah satunya adalah terhadap akses
sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Disamping itu, pendirian BMT
Shar-E ini didasarkan atas keinginan BMI sebagai bank pertama syariah yang ingin
berperan menjadi sosial capital yang berharga.105
Kesemua hal tersebut kemudian mendorong BMI untuk bekerjasama dengan
PINBUK dalam rangka menginisiasi dan memodernisasikan lembaga keuangan
mikro melalui pendirian BMT Shar-E.
Konsep kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memiliki
perbedaan dengan bank-bank lainnya. Dalam melakukan penyalurkan pembiayaan
mikro, bank lain melakukannya secara organik yakni membuat unit atau divisi
pembiayaan mikro yang merupakan bagian dari struktur usaha bank106
. Cara seperti
ini contohnya dilakukan oleh Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjamnya
(DSP), Bank Syariah Mega Indonesia dengan Mega Mitra Syariahnya dan lain-lain.
Disamping itu, bank-bank lain tersebut juga menyalurkan pembiayaan mikro secara
langsung kepada LKMS seperti BMT/Koperasi yang telah mandiri.
105
Wawancara Pribadi dengan Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010. 106
Ibid.,
75
Berbeda dengan konsep bank-bank lain tersebut, dalam penyaluran
pembiayaan mikro kepada UMKM serta menumbuh kembangkan lembaga keuangan
mikro syariah di masyarakat, maka BMI melakukannya dengan konsep non-
organik107
yakni menginisiasi pendirian BMT Shar-E dengan ikut serta didalam
kepengurusan BMT Shar-E. Tak hanya itu, BMI juga mensupport fasilitas
insfrastruktur operasional BMT serta berkomitmen dalam pemberian fasilitas
pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Dengan kata lain, konsep
pendirian BMT Shar-E ini didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat secara
alamiah, sedangkan BMI dalam hal ini hanya menstimulir/menginisiasi pertumbuhan
BMT Shar-E.
Untuk membedakannya dengan BMT lain, maka program BMT Shar-E ini
menamakan BMT dengan awalan kata El sebagai kharakteristik yang menandakan
identitas serta membedakannya dengan BMT lainnya, misalnya BMT Jayakarta El
Qayyum, BMT El Wahida, dan lain-lain.108
Adapun tujuan dari adanya KJKS BMT Shar-E ini adalah :109
1. Mensosialisasikan & mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi syariah
melalui kegiatan usaha lembaga keuangan mikro (LKM), untuk meminimalisir
praktek / kegiatan perekonomian ribawi yang berkembang di masyarakat.
2. Mendukung pertumbuhan usaha mikro dalam rangka peningkatan kesejahteraan
umat Islam dan masyarakat pada umumnya.
107
Wawancara Pribadi dengan Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22
Oktober 2010. 108
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT
Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008). 109
Anggaran Dasar BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 5.
76
3. Memperkuat kelembagaan dan memperluas jaringan kerja melalui penggalian
potensi umat Islam dan masyarakat di sekitar lembaga.
4. Mengoptimalkan linkage program dengan Bank Muamalat Indonesia untuk
mencapai tujuan pemberdayaan dan kesejahteraan.
5. Membangun jaringan kerja BMT Shar-E di seluruh Indonesia, untuk
menghasilkan :
a. Sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia yang
lebih luas.
b. Volume transaksi keuangan yang lebih besar.
c. Kecepatan dan keamanan transaksi yang lebih baik.
d. Efisiensi dan optimalisasi usaha yang lebih tinggi.
f. Kontrol yang lebih baik dalam pengelolaan dana.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka KJKS BMT Shar-E berperan
sebagai :110
1. Penggerak ekonomi mikro dan kecil di tengah masyarakat.
2. Pelopor penerapan sistem ekonomi syariah di masyarakat.
3. Lembaga intermediasi antara masyarakat pemodal / investor dengan usaha
mikro dan kecil .
4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah
dengan senantiasa menjalankan pelayanan terbaik (ahsanu „amala-service
excellence), penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan (salaam)
melalui Komunikasi ilahiyah (dzikir qalbiyah ilahiah).
Sedangkan dalam rangka pencapaian tujuannya, maka KJKS BMT Shar-E
berfungsi :111
1. Mensosialisasikan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi
syariah di masyarakat.
110
Ibid., hal. 5. 111
Ibid., hal. 5.
77
2. Membantu mengenalkan dan mendekatkan produk-produk ekonomi syariah
kepada masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas hidup anggota, pengelola dan pengurus menjadi lebih
profesional, adil dan sejahtera.
4. Mengorganisir dan memobilisasi dana masyarakat sehingga termanfaatkan
secara optimal melalui pola ekonomi syariah untuk kepentingan masyarakat
secara luas.
5. Mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha anggota dan membantu
mencari peluang pengembangan pasar produk –produk anggota.
6. Meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil dan kesempatan kerja.
7. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga – lembaga ekonomi dan
sosial masyarakat.
KJKS BMT Shar-E merupakan lembaga keuangan yang bersifat terbuka,
independen dan tidak partisan. Serta berorientasi pada penerapan ekonomi syariah
untuk mendukung bisnis ekonomi produktif anggota dan kesejahteraan sosial
masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan kecil di sekitarnya.112
Prinsip bisnis yang menjadi standar operasional BMT Shar-E ini dibuat
seefisien mungkin dengan tetap memperhatikan aspek manajemen resiko dan prinsip
kehati-hatian. Proses utama operasional BMT Shar-E adalah menyelenggarakan
simpanan, simpanan berjangka, serta pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Sedangkan proses pendukung (supporting process) dari BMT Shar-E ini adalah
112
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT
Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
78
proses manajemen SDM, proses manajemen insfrastuktur, proses manajemen
keuangan dan yang terakhir proses manajemen sistem teknologi dan dokumen.113
Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E memiliki 2 pola hubungan,
yaitu pertama sebagai mitra aliansi dalam kerjasama usaha. Kedua sebagai shahibul
maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dalam hal penyaluran
pembiayaan mikro.
Berdasarkan data per April 2010, Jumlah BMT Shar-E yang ada terdapat
sebanyak 245 BMT Shar-E diseluruh wilayah Indonesia dengan klasifikasi katagori
sebagai berikut : sangat baik sebanyak 34 BMT, katagori cukup sebanyak 82 BMT,
katagori membutuhkan pembinaan lebih lanjut sebanyak 106 BMT, dan dalam
katagori kurang sebanyak 23 BMT. Sedangkan pembiayaan yang telah disalurkan
BMI kepada BMT Shar-E per April 2010 mencapai sebesar Rp.4,299 Miliar.114
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa BMT Shar-E, maka dapat
dijelaskan bahwa pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMT Shar-E dan
BMI dapat penulis bagi kedalam 3 pola hubungan, yakni : pola hubungan
kelembagaan, pola hubungan operasional dan pola hubungan penyaluran
pembiayaan mikro.
113
Ibid.,
114
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22
Oktober 2010.
79
1. Pola Hubungan Kelembagaan
Pola hubungan kelembagaan ini tergambar dalam beberapa bagian utama
sebagai berikut :
a. Pendirian BMT Shar-E
Berbeda dengan BMT-BMT lain yang ada, BMT Shar-E ini diinisiasi
pendiriannya oleh Bank Muamalat Indonesia, PINBUK, dan masyarakat dalam
rangka untuk pemberdayaan usaha mikro, serta sosialisasi dan implementasi
ekonomi syariah. Pendirian BMT Shar-E didirikan oleh minimal 20 orang dari
masyarakat sebagai anggota pendiri, dan secara khusus diprakarsai pendiriannya oleh
PINBUK dan BMI, serta didirikan oleh masyarakat di Kabupaten/Kota setempat
dengan lokasi strategis yang profit oriented seperti pasar, sekolah, masjid dan tempat
lainnya yang dianggap potensial bagi perkembangan BMT serta kemanfaatan bagi
masyarakat.
Inisiasi pembentukan BMT Shar-E ini, dapat dilakukan dengan dua cara :115
1. BMI dan Pinbuk sebagai pemrakarsa melakukan inisiasi, sosialisasi serta
penawaran pendirian BMT Shar-E ini kepada tokoh masyarakat, agnia (hartawan
setempat di masyarakat), dan Kelompok Usaha Muamalah (POKUSMA) untuk
mendirikan BMT Shar-E.
115
Wawancara Pribadi dengan Emma. S (Account Officer BMT El Wahida). Bekasi, 2
September 2010.
80
2. BMI dan PINBUK sebagai pemrakarsa menawarkan program pendirian BMT
Shar-E ini kepada BMT-BMT yang sudah terbentuk dan beroperasi untuk
kemudian beralih menjadi BMT Shar-E.
Berikut adalah skema pendirian BMT Shar-E :116
Kerjasama pendirian BMT Shar-E yang terjadi antara masyarakat, BMI dan
PINBUK ini terjadi karena proaktif dari masing-masing pihak. Baik BMI, PINBUK
serta masyarakat pendiri sama-sama berkeinginan untuk melakukan kerjasama
kemitraan ini.117
BMI yang mempunyai misi menjadi role model lembaga keuangan
syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan
116 Amin Aziz, Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book, (Jakarta : PKES Publising, 2008),
hal. 10.
117
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
2010.
Pemrakarsa
&
pendamping
Tokmas, agnia,
dan pokusma P3B
Pengurus
terbentuk
Dukungan
Pendiri
Modal
Perangsan
g
Sertifikasi
Kemitraan PINBUK
Calon
Pengelola Modal Awal
Simwa, Simpok,
Simpoksus
Pelatihan
dan
magang
Siapkan sarana
prasarana
operasional dan
badan hukum
Koperasi
BMT
beroperasi
81
manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada
stakeholder ini118
- membuat kebijakan/program yang mendorong dan menginisiasi
pertumbuhan lembaga keuangan mikro dengan memberikan pelayanan kepada
masyarakat luas untuk dapat mengakses produk Bank Muamalat melalui mitra BMI.
Salah satunya dengan cara mendirikan dan mengembangkan BMT Shar-E. BMI
kemudian bekerjasama dengan PINBUK yakni sebuah lembaga yang salah satu
fokus kompetensinya melakukan pendirian, pembinaan dan pengembangan BMT di
seluruh Indonesia - untuk kemudian kedua lembaga ini menginisiasi masyarakat
dalam pendirian BMT Shar-E di berbagai wilayah. Disisi lain, keinginan yang kuat
dari masyarakat sendiri untuk membentuk BMT. Hal inilah yang kemudian
dipertemukan sehingga terjalinlah kerjasama yang erat antara ketiga pihak tersebut
dalam pendirian dan operasional BMT Shar-E.
Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dari masyarakat untuk
berkerjasama menjalin kemitraan dalam pendirian BMT Shar-E, yakni adanya
kemudahan serta kelebihan yang akan didapatkan oleh masyarakat dalam pendirian
BMT Shar-E bila dibandingkan dengan mendirikan BMT sendiri. Beberapa
pertimbangan tersebut adalah :
1. Brand (nama) besar dari Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank pertama syariah
dan salah satu bank syariah terbesar di Indonesia.119
118
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal. 1.
119
Wawancara Pribadi dengan Emma. S (Account Officer BMT El Wahida). Bekasi, 2
September 2010.
82
Hal ini menimbulkan keinginan, dan kepercayaan dari masyarakat pendiri
untuk bekerjasama menjalin kemitraan dengan BMI. Disamping itu, dengan nama
besar (brand) dari BMI ini diharapkan akan menyebabkan kepercayaan yang
tinggi dari masyarakat sekitar lokasi BMT Shar-E untuk menggunakan jasa BMT
Shar-E.
2. Pendirian BMT yang dilakukan oleh masyarakat akan lebih ringan bila
dibandingkan dengan mendirikan BMT sendiri, karena permodalan BMT Shar-E
ini dihimpun dari masyarakat pendiri, BMI dan PINBUK secara bersama.
3. Untuk mendapatkan Legalitas badan hukum BMT lebih mudah dan cepat karena
legalitas BMT akan diurus oleh PINBUK dan BMI dengan jangka waktu kurang
lebih 3 bulan bisa mendapatkan badan hukum. Dibandingkan dengan mendirikan
BMT sendiri yang akan memerlukan jangka waktu kurang lebih 1 tahun untuk
bisa memperoleh legalitas badan hukum BMT.120
4. Fasilitas insfrastruktur yang diperlukan dalam operasional BMT diperoleh dari
BMI dan PINBUK.
BMI memiliki peranan untuk menyiapkan dukungan hardware,
standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan
(akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking,
120 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
2010.
83
support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja
kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.121
PINBUK memiliki peranan untuk menggalang swadaya masyarakat pada
pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM),
Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas
pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT
Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan
dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan
luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan
jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.122
Sedangkan dari pihak masyarakat hanya berperan dalam modal
operasional awal, biaya sewa tempat, biaya perizinan dan meyiapkan pengelola
yang akan mengoperasionalkan BMT.
5. Dalam operational BMT, BMI berkomitmen dalam memberikan bantuan dana
dalam bentuk simpanan serta penyaluran dana linkage program sebagai
pembiayaan ke BMT Shar-E dalam rangka meningkatkan kapasitas pembiayaan
kepada anggota dan masyarakat.
121
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum
Tahun 2009 122
Ibid.,
84
Dengan pertimbangan ini maka masyarakat pendiri menjalin kerjasama
pendirian BMT Shar-E ini dengan BMI dan PINBUK sebagai pemrakarsa.
Pendirian BMT Shar-E yang di inisiasi oleh BMI dan PINBUK kepada
masyarakat ini menurut penulis sangat positif. Karena inisiasi ini memiliki
konsep, mekanisme dan implementasi yang baik disertai dengan kelebihan yang
ada. Ditambah lagi pendirian BMT Shar-E ini ditargetkan mencapai jumlah 500
unit di seluruh wilayah Indonesia sehingga hal ini menumbuh kembangkan BMT
yang memiliki kualitas layanan dan operasional modern yang baik diberbagai
wilayah Indonesia.
Kerjasama antara BMI dengan BMT Shar-E ini tidak hanya sebatas pada
linkage program saja, tetapi hal tersebut dilakukan secara lebih luas lagi yakni
membangun jaringan kerja BMT Shar-E di seluruh Indonesia, untuk
menghasilkan :
a. Sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia yang
lebih luas.
b. Volume transaksi keuangan yang lebih besar.
c. Kecepatan dan keamanan transaksi yang lebih baik.
d. Efisiensi dan optimalisasi usaha yang lebih tinggi.
f. Kontrol yang lebih baik dalam pengelolaan dana.
Jaringan kerja yang dibangun ini diharapkan terjadi secara aktif, efektif
dan optimal dengan system hubungan 2 arah ( BMI-BMT Shar-E atau sebaliknya
BMT Shar-E – BMI). Serta tidak hanya sebatas pada hubungan pasif satu arah
85
yakni dari BMI kepada BMT Shar-E. Sehingga dengan demikian akan terjalin
kerjasama simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan antara kedua belah
pihak.
b. Permodalan
Terkait dengan permodalan, pendirian BMT Shar-E memiliki modal awal
sebesar Rp.100 juta. Permodalan BMT Shar-E ini terdiri dari simpanan pokok,
simpanan wajib dan simpanan pokok khusus yang berasal dari anggota pendiri.
Anggota pendiri adalah adalah anggota yang selain membayar Simpanan Pokok dan
Simpanan Wajib, juga membayar Simpanan Pokok Khusus pada awal pendirian
KJKS BMT, yang besarnya simpanan tersebut dianggap mampu menjamin
keberlangsungan perkembangan KJKS BMT Shar-E.123
Komposisi modal pendirian BMT Shar-E secara khusus memiliki simpanan
pokok khusus yang terdiri dari :124
123
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 6. 124
Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 3.
86
1. Masyarakat pendiri sebesar Rp.75.000.000 (hal ini termasuk modal dari BMT
mitra dan PINBUK daerah pendamping bila ikut serta dalam pendirian BMT
Shar-E).
2. Bank Muamalat Indonesia senilai Rp.15.000.000
Komposisi simpanan pokok khusus BMI dalam pendirian BMT Shar-
E ini tidak/bukan dalam bentuk uang, tetapi diberikan dalam bentuk dukungan
peranan fasilitas dan insfrastruktur yang memiliki kesetaraan nilai sebesar Rp.
15.000.000.
Peran dukungan BMI dalam permodalan BMT Shar-E diantaranya
yakni menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat-warkat
administrasi, menyelenggarakan pelatihan (akomodasi dan konsumsi), biaya
pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking, support pembiayaan BMT
Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja kantor yang layak dan
memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
Standarisasi luas counter yakni minimal 20 M2 (dua puluh meter
persegi), plus halaman minilai 9 M2 (sembilan meter persegi). Perlengkapan
kantor, brankas kecil, cash box, filling cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu,
passbook, lampu ultraviolet, kalkulator, stempel, telefax, perangkat computer
87
dan printer (menggunakan sistem infus) keseluruhannya dipersiapkan dan
didanai oleh BMI.125
3. PINBUK pusat sebesar Rp. 10.000.000
Seperti halnya BMI, komponen simpanan pokok khusus PINBUK
dalam pendirian BMT Shar-E ini juga tidak diberikan dalam bentuk uang
tetapi dalam bentuk dukungan peranan yang memiliki kesetaraan nilai sebesar
Rp.10.000.000. Dukungan peranan PINBUK tersebut yakni menggalang
swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar
Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP),
software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan
pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT Shar-E, sehingga BMT
Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan dukungan teknologi
modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan luas, didukung
oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan jasa
keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional
Prosedur (SOP), Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, software aplikasi
BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta
125
Ibid., hal. 3.
88
pendampingan (selamanya) BMT Shar-E keseluruhannya dipersiapkan dan
didanai oleh PINBUK.
Dari 3 pihak tersebut secara keseluruhan modal awal BMT Shar-E
adalah sebesar Rp. 100.000.000.
Berikut adalah komposisi modal pendirian BMT Shar’E :
Modal Awal Modal Awal Modal Awal
Simpanan pokok Khusus Simpanan pokok Khusus Simpanan pokok Khusus
Rp. 15.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. 10.000.000
BMI Tokoh masyarakat PINBUK
menyiapkan dukungan hardware,
standarisasi counter, warkat-warkat
administrasi, menyelenggarakan
pelatihan (akomodasi dan
konsumsi), biaya pendampingan,
fasilitas EDC dan PC Banking,
support pembiayaan BMT Shar’e,
sehingga BMT Shar’e segera
memiliki kinerja kantor yang layak
dan memperoleh kepercayaan dari
Modal operasional sebesar
RP.75.000.000
Sewa tempat
Biaya perijinan dan badan
hukum
Biaya pengelola
Dan lain-lain
menggalang swadaya masyarakat
pada pendirian BMT Shar’e,
menyiapkan Standar Operasional
Manajemen (SOM), Standar
Operasional Prosedur (SOP),
software aplikasi BMT online,
fasilitas pelatihan untuk pengurus
dan pengelola serta pendampingan
(selamanya) BMT Shar’e, sehingga
BMT Shar’e tumbuh dan
berkembang sesuai target, dengan
BMI Tokoh
masyarakat
PINBUK
BMT Shar-E
89
masyarakat.
Luas counter minimal 20 M2 (dua
puluh meter persegi), plus halaman
minilai 9 M2 (sembilan meter
persegi). Perlengkapan kantor,
brankas kecil, cash box, filling
cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu,
passbook, lampu ultraviolet,
kalkulator, stempel, telefax,
perangkat computer dan printer
(menggunakan sistem infus)
keseluruhannya dipersiapkan dan
didanai oleh BMI.
dukungan teknologi modern dan
mencapai tingkat pelayanan yang
berjangkauan luas, didukung oleh
sumber daya insani yang terampil
di bidang penyelenggaraan jasa
keuangan mikro syariah sehingga
dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Standar Operasional Manajemen
(SOM), Standar Operasional
Prosedur (SOP), Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
software aplikasi BMT online,
fasilitas pelatihan untuk pengurus
dan pengelola serta pendampingan
(selamanya) BMT Shar’e
keseluruhannya dipersiapkan dan
didanai oleh PINBUK.
Komposisi modal seperti ini menjadikan 3 pihak tersebut (Masyarakat pendiri,
BMI dan PINBUK) sebagai mitra aliansi yaitu sebagai anggota pendiri yang
bermusyarakah dalam usaha pendirian BMT. Sebagai anggota pendiri, maka 3 pihak
ini memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut :126
126
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 2.
90
Hak anggota pendiri :
1. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus KJKS BMT Shar-E
2. Memberikan suaranya dalam pemungutan suara.
3. Mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan.
4. Mendapat kesempatan ikut serta dalam semua kegiatan-kegiatan KJKS BMT
Shar-E.
5. Mendapatkan SHU sesuai dengan keterlibatannya dalam Simpoksus,
Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib.
Kewajiban anggota pendiri :
1. Turut serta dalam memajukan usaha KJKS BMT Shar-E baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Menghadiri rapat-rapat yang dipandang perlu diadakan Pengurus.
3. Mengikuti secara aktif program KJKS BMT Shar-E terutama dalam
peningkatan sumber daya insani.
4. Mematuhi dan melaksanakan semua peraturan dan beban yang menjadi
tanggung jawabnya.
5. Mengantisipasi dan memantau perkembangan usaha KJKS BMT Shar-E dan
keaktifan Pengurus dalam mengendalikan bisnis dan kelembagaan KJKS
BMT Shar-E.
6. Menambah jumlah Simpanan Pokok Khusus untuk lebih menyeimbangkan
antara modal KJKS BMT Shar-E dengan simpanan Anggota dan aset KJKS
BMT Shar-E.
Penyertaan modal simpanan pokok khusus yang tidak berbentuk uang ini
dikarenakan keinginan dari BMI yang ingin melakukan standarisasi BMT Shar-E
diseluruh wilayah Indonesia. Standarisasi BMT Shar-E ini dilakukan baik dari segi
layout counter, teknologi, SOP, dan lainnya sehingga menjadikan BMT Shar-E
selaras satu sama lain.127
127 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22
Oktober 2010.
91
Dengan penyertaan modal simpanan pokok khusus BMI dan PINBUK yang
bukan berupa uang tetapi berupa investasi sarana dan prasarana fasilitas penunjang
BMT menurut penulis dinilai tepat sasaran dalam peruntukannya, karena saling
melengkapi dan mendukung dalam operasional awal BMT Shar-E. BMI dalam hal
fasilitas sarana dan prasarana operasional serta dukungan dana linkage program
BMT. PINBUK dalam hal fasilitas teknis, pelatihan, manajemen, serta peningkatan
mutu SDM. Sedangkan masyarakat pendiri berkontribusi dalam hal modal kerja
operasional BMT. Semua kontribusi ini menjadi sinergi yang akan memperkuat
kelembagaan dan memperluas jaringan kerja BMT Shar-E bagi pemberdayaan
masyarakat dan UKM.
Namun yang perlu menjadi perhatian dalam hubungan permodalan ini adalah
masalah perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang didasarkan atas SIMPOKSUS yang
diberikan oleh para masing-masing pihak. Modal BMI dan PINBUK yang berupa
pemberian fasilitas operasional dan biaya-biaya pendampingan dan pelatihan ini
menurut penulis terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Dalam praktek
yang terjadi, SIMPOKSUS yang diberikan ini memiliki jumlah nominal yang tetap
dan tidak berubah.
Kemudian dari SIMPOKSUS yang tetap ini BMI dan PINBUK memperoleh
SHU BMT. Padahal fasilitas operasional baik hardware, software, fasilitas EDC, PC
Banking serta fasilitas lainnya, menurut penulis bisa saja mengalami kerusakan dan
penyusutan nilai asset. Dalam ketentuan, bila dalam operasionalnya terjadi kerusakan
92
pada fasilitas tersebut maka hal tersebut menjadi tanggungan dari BMI dan PINBUK.
Namun dalam prakteknya terkadang hal ini menjadi tanggungan atau biaya BMT.
Menurut penulis, seharusnya kerusakan dan penyusutan nilai asset yang
terjadi selama operasional BMT tersebut menjadi tanggungan/beban dari BMI dan
PINBUK. Karena fasilitas operasional tersebut merupakan investasi dari BMI dan
PINBUK, maka kedua lembaga tersebut seharusnya melaksanakan komitmen dalam
menjaga dan memelihara investasi tersebut. Serta seharusnya penyusutan dan
kerusakan yang terjadi dari fasilitas yang diberikan tersebut mempengaruhi
perhitungan nilai SHU yang didapat oleh BMI maupun PINBUK.
Kemudian, dari SIMPOKSUS yang diberikan dalam bentuk barang, maka
hendaknya barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value)
yang berlaku pada periode tertentu dan dinyatakan secara jelas jumlahnya. Karena
dasar harga pasar (net realizable value) setiap periode waktu tertentu berbeda dengan
periode waktu yang lain misalnya dasar harga pasar (net realizable value) 5 tahun
yang lalu berbeda dengan yang sekarang. Jadi menurut penulis harus ada penyesuaian
penilaian dari waktu ke waktu terhadap investasi yang dilakukan dalam pendirian
BMT Shar-E.
Begitu pula dengan jasa pelatihan dan pendampingan yang diberikan,
hendaknya juga harus memiliki kejelasan dalam hal biaya dan kuantitasnya. Tidak
ada kekurangan dalam penilaian SIMPOKSUS yang merugikan salah satu pihak
sehingga terjadi kesesuaian antara SIMPOKSUS yang disertakan dengan fasilitas
(barang dan jasa) yang di berikan.
93
Ketua Wakil mayarakat
Menjalankan tugas-tugas memimpin Rapat Anggota dan Rapat Pengurus, tugas-tugas
kepemimpinan di antara anggota Pengurus, membina kepemimpinan antara Pengelola, ikut
menandatangani surat-surat berharga serta surat-surat lain yang bertalian dengan
penyelenggaraan keuangan KJKS BMT, menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan oleh
ketentuan AD/ART KJKS BMT , khususnya mengenai pencapaian tujuan, visi, misi, fungsi dan
prinsip-prinsip utama KJKS BMT.
c. Struktur organisasi
Berdasarkan kontribusinya dalam komponen pokok khusus sebagai anggota
pendiri, dan juga berdasarkan SOP/SOM serta AD/ART yang ditetapkan, maka
kepengurusan BMT ini dilakukan oleh :
1. Ketua, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan para pendiri
2. Sekretaris, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan PINBUK
3. Bendahara, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan BMI
4. Pengawas (sekurang-kurangnya 1 orang), yang ditunjuk dan/atau mewakili
kepentingan para pendiri
Uraian tugas dan peran dari masing-masing jabatan pengurus tersebut sebagai
berikut:128
128
Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 3.
BMI Masyarakat pendiri PINBUK
Bendahara
Wakil BMI
Sekretaris
Wakil PINBUK
94
Dalam kepengurusan BMT Shar-E ini ada beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi pengurus diantaranya sebagai berikut :129
1. Pengurus dipilih dari Anggota Pendiri melalui mekanisme Rapat Anggota.
2. Pengurus dipilih untuk mewakili seluruh Anggota dalam menjalankan,
mengendalikan dan mengawasi usaha dan kelembagaan KJKS BMT.
3. Pengurus dipilih berdasarkan kemampuannya untuk mengawasi dan
mengendalikan jalannya KJKS BMT.
4. Pengurus dipilih untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat dipilih kembali apabila
selesai masa jabatannya berakhir.
5. Pengurus KJKS BMT terdiri dari satu orang Ketua, satu orang Sekretaris, dan
satu orang Bendahara.
Adapun ketentuan pemilihan pengurus dalam BMT Shar-E, yakni :130
1. Anggota Pendiri mengajukan calon-calon untuk setiap posisi Pengurus yang
berasal dari unsur Bank Muamalat, PINBUK dan Anggota Pendiri.
2. Setelah calon-calon untuk setiap posisi Pengurus diperoleh, rapat Anggota
Pendiri mensahkan dan menetapkan calon-calon tersebut sebagai Pengurus.
3. Tiap-tiap pemilihan diputuskan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka pemilihan dilakukan
dengan cara voting (suara terbanyak), apabila ada dua calon atau lebih
mendapat suara yang yang sama maka pemungutan suara diulangi, kecuali
diantara mereka menyatakan pengunduran diri dari calon.
4. Pencalonan maupun pemilihan dilakukan dalam jumlah ganjil 3 (tiga) sampai
dengan 11 (sebelas) orang untuk calon pengurus.
129
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. hal. 7. 130
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyum Tahun 2009, hal. 5.
Menjalankan tugas – tugas pengawasan
kebendaharaan, lebih utama dalam
memberikan catatan-catatan keuangan
KJKS BMT, memverifikasi dan
memberikan saran pada ketua tentang
berbagai situasi dan mengatur efektifnya
pengamanan kekayaan, rekening Bank atas
nama KJKS BMT, dan komite pembiayaan.
Bertugas membuat serta memelihara
Berita Acara yang asli dan lengkap dari
rapat-rapat Anggota dan rapat-rapat
Pengurus. Sekretaris bertanggung jawab
atas pemberitahuan kepada Anggota
sebelum rapat diadakan sesuai dengan
ketentuan bidang AD/ART.
95
5. Jumlah anggota Pengurus adalah 3 sampai dengan 5 orang yang terdiri unsur
Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
Dalam kepengurusan ini maka pengurus mempunyai hak dan kewajiban yang
harus dilaksanakaan. Hak dan kewajiban pengurus secara umum yakni :131
Kewajiban Hak 1. Bertanggung jawab dalam pengelolaan dan usaha-usaha
yang diselenggarakan oleh KJKS BMT.
2. Menyelenggarakan pembukuan keuangan, inventaris dan pencatatan-pencatatan lain yang dianggap perlu secara tertib
dan teratur.
3. Membuat rencana kerja, anggaran pendapatan dan pengeluaran, arus tunai KJKS BMT untuk setiap tahun,
tengah tahunan dan kuartalan (tiga bulanan).
4. Memantau pelaksanaan rencana kerja, mendiskusikan pencapaian dan penyimpangannya, serta kebijakan
operasional lanjutan yang akan diterapkan.
5. Menyelenggarakan Rapat Anggota.
6. Pengurus bertanggung jawab kepada Rapat Anggota, dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas organisasi maupun keuangan.
7. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama
KJKS BMT, serta mewakili KJKS BMT dihadapan dan diluar Pengadilan.
8. Memilih, menunjuk dan menetapkan Pengelola KJKS
BMT.
9. Pengurus bersama Pengelola KJKS BMT mengadakan
Kajian Ruhiyah (Spiritual Communication - Qolbiah
Ilahiyah) dengan Anggota dan atau kelompok-kelompok Anggota secara berkala.
1. Dalam menjalankan tugasnya Pengurus menyeleksi dan
mengangkat Pengelola, guna mensukseskan program dan
pengembangan KJKS BMT.
2. Pengurus mendapat bagian Sisa Hasil Usaha (SHU) tahunan yang besarnya ditentukan dalam Anggaran Dasar.
3. Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran
Dasar.
Terkait kewajiban pengurus, pengurus juga berkewajiban dalam menyusun
dan menggariskan Pola Kebijakan Umum dan Rencana Kerja KJKS BMT Shar-E
131
Ibid., hal. 7.
96
tahunan, tengah tahunan dan kuartalan. Pengurus mengesahkan laporan dan tingkat
kesehatan KJKS BMT, keuangan KJKS BMT dan selalu mendapat sehelai tembusan
laporan bulanan keuangan dan tingkat kesehatan KJKS BMT yang terakhir. Serta
Pengurus harus memberikan saran-saran yang diperlukan pengelola untuk
memperbaiki posisi keuangan dan tingkat kesehatan KJKS BMT.
Selain itu dalam kaitannya dengan lembaga lain, maka pengurus berkewajiban
memberikan laporan kegiatan, laporan keuangan dan analisa kesehatan KJKS BMT
Shar-E kepada pemerintah dan dinas terkait, serta PINBUK dan BMI, mengenai
keadaan dan perkembangan organisasi serta usaha-usaha yang diselenggarakan oleh
KJKS BMT Shar-E sekurang-kurangnya satu tahun sekali.132
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat kita analisis bahwa pola
hubungan BMT Shar-E dengan BMI dan PINBUK dalam struktur organisasi sangat
erat dan menjadi sinergi yang baik bagi kordinasi kelembagaan, serta dalam
menjalankan operasional kepengurusan bagi keberlangsungan BMT Shar-E.
Ada beberapa kelebihan dengan adanya struktur kepengurusan seperti ini,
diantaranya:
1. Kepentingan masing-masing pihak baik masyarakat pendiri, BMI dan PINBUK
terwakili oleh masing-masing wakil mereka di kepengurusan.
132
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 3-4.
97
2. Struktur organisasi kepengurusan ini menjadi sinergi yang kuat karena struktur
kepengurusan di isi oleh wakil masing-masing pihak yang memiliki kompetensi,
kemampuan dan keahlian di bidangnya sehingga dapat menjalankan fungsional
kepengurusan dengan baik.
Wakil dari BMI di BMT Shar-E merupakan orang terpercaya yang
ditunjuk oleh BMI untuk menjadi pengurus (bendahara) di BMT Shar-E. Orang
yang ditunjuk menjadi bendahara pada BMT Shar-E ini bisa merupakan personal
yang selama ini sudah bekerjasama baik dengan BMI, contohnya Da’i Muamalat,
personel BMM. Selain itu, penunjukan bendahara pada BMT Shar-E bisa juga
berasal dari internal Bank Muamalat sendiri seperti Account Officer, marketing
dan lain-lain.133
Namun biasanya yang menjadi bendahara BMT Shar-E pada
umumnya adalah Account Officer terpercaya yang memiliki pengetahuan,
pengalaman dan keahlian dalam bidang keuangan pada BMI cabang di daerah
lokasi BMT Shar-E itu berada.
Tujuan dari penempatan wakil BMI sebagai bendahara di BMT Shar-E ini
yakni dalam rangka memudahkan BMI untuk memonitoring/mengawasi
perkembangan (progres) pendirian dan operasioanal BMT Shar-E.134
133 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22
Oktober 2010.
134
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22
Oktober 2010.
98
Wakil dari Pinbuk di BMT Shar-E merupakan seseorang yang
ditunjukoleh PINBUK dengan kompetensi, kemampuan dan pengalaman yang
baik dalam hal pengembangan, manajerial, dan pendampingan bagi kemajuan
BMT.
Sedangkan wakil dari masyarakat pendiri di BMT Shar-E merupakan
seseorang yang ditunjuk dan dipercaya karena memiliki kemampuan, kompetensi
dan keahlian serta pengaruh dalam memimpin BMT Shar-E.
3. Dengan menempatkan wakil mereka di kepengurusan maka memudahkan
berbagai pihak (masyarakat pendiri, BMI, dan PINBUK) untuk saling
berkoordinasi dalam menentukan keputusan strategis serta menjalankan
kepengurusan BMT.
4. Melalui wakil mereka di kepengurusan, maka memudahkan masing pihak
khususnya BMI dan PINBUK dalam mengetahui kondisi serta perkembangan
BMT secara utuh dan menyeluruh. Bukan hanya sebatas pada laporan/data semata
diluar kelembagaan, tetapi ikut terjun langsung didalam kepengurusan
kelembagaan sehingga dapat mengetahui permasalahan, perkembangan dan
kondisi BMT secara menyeluruh.
Dari penjelasan/uraian diatas, maka dapat diketahui dan dipahami secara jelas
bahwa pola hubungan kelembagan antara BMT Shar-E, BMI dan PINBUK
menunjukkan pola hubungan yang erat, kuat dan bersinergi satu sama lain. Baik
99
dalam hal pendirian, permodalan, insfrastruktur (sarana dan prasarana) operasional
serta dalam struktur kepengurusan BMT Shar-E sehingga peran dan fungsi BMT
Shar-E menjadi optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
2. Pola Hubungan Operasional
Seperti halnya lembaga keuangan lainnya, maka fungsi utama BMT Shar-E
adalah sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara masyarakat
pemodal/investor dengan masyarakat yang membutuhkan dana termasuk UKM.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi maka BMT
Shar-E ini melakukan berbagai usaha dan kegiatan operasional diantarnya, sebagai
berikut :135
A. Usaha Ekonomi Produktif
(1). Menggalang dan menghimpun dana melalui simpanan Anggota yang
dipergunakan untuk melayani pembiayaan usaha-usaha Anggota dan Calon
Anggota.
(2). Menggalang dan menghimpun dana masyarakat secara umum baik Anggota
maupun non Anggota melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat, dimana dana
tersebut akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan ke KJKS BMT dan
dipergunakan oleh KJKS BMT untuk pembiayaan kepada Anggota dan Calon
Anggota.
(3). Memberikan pembiayaan kepada usaha produktif Anggota melalui cara
pelayanan yang cepat, layak, aman dan tepat sasaran.
135
Anggaran Dasar (AD)) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 5-6.
100
(4). Aturan dan jenis pembiayaan dituangkan dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART).
(5). Membantu mengembangkan usaha-usaha sektor riil yang menunjang usaha
Anggota.
(6). Menyalurkan dana lingkage program yang berasal hanya dari Bank Muamalat
Indonesia dan dana program pemerintah.
(7). Mengelola usaha tersebut secara profesional berdasarkan prinsip syari’ah.
B. Pendidikan dan Sosial136
(1) Melaksanakan pendidikan dan bimbingan kepada Anggota yang menerima
pembiayaan agar mereka mampu mengembangkan usahanya sehingga bisa
mempertanggung-jawabkan pembiayaan yang diterimanya.
(2) Melaksanakan pendidikan dan bimbingan pemanfaatan hasil usaha yang
diperoleh Anggota sehingga benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan
kesejahteraan Anggota dan keluarganya.
(3) Melakukan pendidikan dan pembinaan ruhiyah Pengurus, Pengelola dan
Anggota KJKS BMT untuk membentuk kepribadian/akhlak Islami yang utuh,
tangguh dan mampu dalam beribadah menghadapi tantangan global.
(4) Memberikan pinjaman dalam bentuk al-Qardul-Hasan.
(5) Bekerjasama dengan Baitul Maal Muamalat (BMM) dalam menghimpun dan
menyalurkan dana zakat, Infaq dan Shadaqah.
136
Ibid., hal. 5-6.
101
Berikut adalah mekanisme operasional BMT Shar-E :137
Usaha dan kegiatan operasional sehari-hari tersebut, secara fungsional
dilakukan oleh pengelola. Pengelola adalah pelaksana usaha KJKS BMT Shar-E yang
dipilih, ditunjuk, dan ditetapkan oleh pengurus untuk mengelola dan mengembangkan
bisnis dan asset KJKS BMT Shar-E. Pengelola yang dipilih dan ditetapkan oleh
pengurus ini merupakan tenaga terlatih dan professional sesuai dengan kemampuan
137 Amin Aziz, Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book, (Jakarta : PKES Publising, 2008),
hal. 29. (diolah)
Penghiumpunan
dana
Mudharabah
Pembiayaan
Operasional
BMT
Qardhu
hasan
Bai tsaman
Ajil
Murabahah
Musyarakah
S
I
S
A
H
A
S
I
l
U
S
A
H
A
Dana Internal :
Modal dasar : Simpanan
pokok, simpanan pokok
khusus, dan simpanan
wajib
Penjualan kartu shar-E
Bank Muamalat
Dana tabungan :
tabungan wadiah dan
mudharabah
Biaya
operasional
Pool
Pendapatan
Dana eksternal :
Dana linkage program
Bank Muamalat
Dana investasi terikat : Dana penyertaan dari
pemerintah dan sumber
investasi non bank
lainnya
SHU
dibagikan
Bagi hasil
dan bonus
Fee/Bonus
Bagi hasil
Margin
Infaq
Bagi hasil
102
dan latar belakang pendidikannya serta memiliki standar pengelolaan lembaga
keuangan mikro syariah.138
Dalam tahap awal pendirian BMT Shar-E, pengelola BMT ini terdiri dari
Manajer, Staff Penggalangan Dana dan Hubungan / Pelayanan Masyarakat, Staff
Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil serta Staff Administrasi,
Pembukuan dan Kasir. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, tenaga pengelola
KJKS BMT Shar-E dapat mengalami penambahan yang disesuaikan dengan
kebutuhan atas ususlan manager serta atas pertimbangan pengurus.
Dalam hal operasional yang dilakukan oleh pengelola, pengelola diharuskan
melaksanakan semua kebijakan pengurus dan mempertanggung jawabkannya kepada
pengurus. Tugas pengelola yang utama adalah merancang rencana kerja, mengelola
dan menjalankan usaha sehari hari. Pengelola juga berkewajiban dalam membuat
laporan tentang : Penjualan kartu Shar-E, Keuangan (Neraca, L/R), Perkembangan
pembiayaan dan penilaian aktiva produktif (NPL), dan Perkembangan tabungan.
Selain itu, pengelola juga berkewajiban dalam membuat laporan terkait kegiatan
usaha dan tingkat kesehatan BMT.139
138
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 8. 139
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 5-6.
Manajer
Staff Penggalangan Dana
dan Hubungan / Pelayanan Masyarakat
Pembukuan dan
Kasir
Staff Pembiayaan dan
Pengembangan Usaha Mikro
dan Kecil serta Staff Administrasi
103
Pengelolaan serta pengambilan keputusan yang bersifat operasional diatas
dilakukan oleh pengelola secara independent tanpa ada intervensi kepentingan dari
pengurus, BMI serta PINBUK yang cenderung menguntungkan kepentingan sendiri,
keluarga atau pihak tertentu sehingga dapat berpotensi merugikan KJKS BMT Shar-
E.
Dalam menjalankan operasional BMT, pengelola juga melakukan koordinasi
dengan pihak lain baik secara internal yakni dengan pengurus maupun secara
eksternal yakni dengan pihak BMI dan PINBUK. Tujuan koordinasi ini adalah untuk
memaksimalkan fungsional pengelolaan BMT sehingga dapat memberikan pelayanan
yang maksimal dan produktif bagi masyarakat khususnya anggota. Selain itu,
koordinasi ini juga bertujuan agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
pengelolaan BMT bisa diatasi dan terselesaikan dengan baik melalui koordinasi ini.
Koordinasi internal BMT yang dilakukan yakni berupa pertemuan rutin
(rapat) yang dilakukan oleh dewan pengawas syariah, pengurus, pengelola dan staff
BMT. Rapat atau pertemuan ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil dan pemutusan
langkah-langkah taktis maupun strategis dalam operasional BMT.140
Rapat –rapat yang dilakukan antara lain :
1. Rapat pengurus
2. Rapat manajemen
3. Rapat DPS
4. Rapat Badan Pengawas Manajemen
5. Rapat pengurus dan Badan Pengawas Manajemen
6. Rapat evaluasi harian (antara manajer dan staff)
140
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT
Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
104
7. Rapat evaluasi bulanan ( antara pengurus dan pengelola BMT)
8. Rapat koordinasi mingguan (antara pengurus dan manajer)
Rapat Pengurus dilaksanakan minimal 1 bulan sekali dengan dipimpin oleh
Ketua, dan dihadiri oleh Sekretaris dan Bendahara. Dalam rapat pengurus apabila
diperlukan dapat menghadirkan Pengelola untuk meminta penjelasan Laporan
Keuangan, seperti Neraca dan Rugi/Laba (R/L), Penilaian Kesehatan, Penilaian
Aktiva Produktif (NPL) dan kebijakan-kebijakan operasional yang perlu dilakukan.
Rapat Pengurus juga berkewajiban membuat risalah rapat yang terdokumentasi
dengan tertib dan ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.141
Sedangkan Rapat Pengelola dilaksanakan minimal 1 (satu) bulan sekali dan
dihadiri oleh seluruh staf KJKS BMT. Rapat Pengelola dipimpin oleh Manajer,
apabila berhalangan dapat digantikan oleh salah satu staf di bawahnya.142
Rapat Pengelola terdiri atas :143
1 Rapat Pengelola harian, rapat koordinasi yang dilaksanakan Pengelola secara
rutin setiap hari sebelum operasional, untuk mengetahui kesiapan staf,
lembaga serta pemberian motivasi dan doa.
2 Rapat Pengelola Mingguan, yaitu rapat koordinasi yang dilaksanakan rutin
pekanan untuk menilai pekerjaan selama satu pekan dan menyiapkan rencana
kerja pekan berikutnya.
3 Rapat Pengelola bulanan, yaitu rapat koordinasi yang menilai kinerja
Pengelola, Laporan Keuangan, Neraca dan Rugi/Laba (R/L), Penilaian
Kesehatan KJKS BMT, Penilaian Aktiva Produktif (NPL) dari tiap penerima
pembiayaan dan sosialisasi kebijakan-kebijakan operasional yang perlu
dilakukan.
141
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT
Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008). 142
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. hal. 10. 143
Ibid., hal. 10-11.
105
4 Rapat Pengelola mingguan dan bulanan menyiapkan notulensi rapat yang
terdokumentasi dengan tertib dan ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.
Koordinasi BMT dengan pihak eksternal dilakukan BMT Shar-E dengan BMI
cabang, BMT Existing/Pendamping, Pinbuk dan lainnya.
Berikut adalah skema koordinasi yang dilakukan :144
: Garis Komando
: Garis Koordinasi
Dalam menjalankan operasionalnya, Penulis menilai bahwa BMT Shar-E
yang ada biasanya selalu menggunakan pembiayaan dengan akad murabahah maupun
ijarah multijasa dengan porsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan akad
mudharabah. Hal ini memang menjadi kebijakan dari BMT dan memang
diperbolehkan. Tetapi penulis berpendapat bahwa alangkah lebih baik bila BMT
144
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT
Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
BMI
Pusat
PINBUK
Pusat
BMT Existing/
Pendamping
BMI
Cabang
KORWIL/Asisten
KORWIL
BMT Shar-E
PINBUK
Provinsi
PINBUK
Kab/Kota
Tim Manajemen
Program
106
Shar-E yang ada menggunakan akad mudharabah dengan porsi yang lebih besar
dibandingkan dengan akad lainnya.
Walaupun penerapan akad mudharabah ini memiliki kesulitan yang lebih
besar dari akad lainnya, namun akad mudharabah ini lebih adil baik dari sisi
keuntungan maupun kerugian bagi kedua belah pihak. Untuk itu, perlu ada upaya
menggalangkan penerapan akad mudharabah dalam setiap transaksi yang sesuai
dengan kebutuhannya. Salah satunya adalah membuat kebijakan penerapan akad
mudharabah minimal dalam operasional BMT Shar-E baik kebijakan itu dari BMI
maupun dari pihak intern BMT Shar-E sendiri.
Kemudian terkait struktur organisasi yang ada, penulis menilai bahwa
beberapa BMT Shar-E yang ada tidak memiliki struktur organisasi yang lengkap.
Struktur organisasi pengelola yang tidak lengkap tersebut mengakibatkan terjadinya
rangkap jabatan bagi pengelola yang ada sehingga mengganggu optimalisasi kinerja,
tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan.
Selain itu, koordinasi yang dilakukan BMT baik secara internal (antara
pengurus, pengelola dan anggota), dan terutama dengan pihak ekternal (BMI dan
PINBUK) masih kurang optimal serta perlu lebih ditingkatkan lagi. Hal ini terjadi
karena kesibukan dari masing-masing pihak yang memiliki tanggung jawab dan
pekerjaan lain disamping bekerjasama dalam mensukseskan BMT sehingga
menyebabkan koordinasi yang terjadi kurang optimal. Untuk itu, penulis berpendapat
agar dibuat sistem koordinasi yang efektif dan secara berkala agar terjalin koordinasi
serta silahturahmi yang baik antar internal BMT dan terutama pihak ekternal BMT.
107
3. Pola Hubungan Penyaluran Pembiayaan
Untuk menghasilkan sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank
Muamalat Indonesia yang lebih luas, maka BMI membangun jaringan kerja BMT
Shar-E diseluruh Indonesia. Jaringan kerja BMT Shar-E ini dibangun dengan tujuan
memberikan pelayanan kepada masyarakat luas untuk dapat mengakses produk bank
muamalat melalui mitra BMI. Salah satunya melalui BMT Shar-E. Sebagai mitra
aliansi, BMI menjadikan BMT Shar-E sebagai jaringan kerja dalam mengakses
produk-produk BMI. Produk BMI yang bisa diakses oleh masyarakat umum tersebut
adalah tabungan (kartu Shar-E).145
BMT Shar-E dalam hal ini berperan sebagai agen
yang menjual kartu tabungan Shar-E dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga
dari anggota maupun masyarakat luas.
Selain itu BMT Shar-E juga menjadi jaringan bagi BMI untuk menyalurkan
dana dari masyarakat pemodal yang telah dihimpun BMI untuk kemudian disalurkan
kepada usaha-usaha produktif masyarakat, lembaga dan UMKM melalui pembiayaan
linkage program.
Kerjasama kemitraan yang terjalin antara BMI dan BMT Shar-E ini dilakukan
dalam 3 hal yakni :146
1. Inisiasi pendirian BMT Shar-E dan membantu penguatan BMT Shar-E
dalam perjalanan operasionalnya.
2. Sinergi produk BMI yakni BMT Shar-E sebagai agen penjual tabungan
Shar-E dengan mendapatkan ujrah/fee.
145 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010. 146
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010.
108
3. Penyaluran pembiayaan melalui linkage program.
Fasilitas pembiayaan dari bank umum syariah bagi BMT merupakan salah
satu hal penting dalam membantu penguatan dan pemberdayaan BMT. Fasilitas
pembiayaan ini memiliki peran dalam menjaga likuiditas, penguatan permodalan
serta meningkatkan kapasitas pembiayaan usaha BMT.
Menyadari pentingnya fasilitas pembiayaan ini, maka program kemitraan
yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E juga dilakukan dalam hal kerjasama
akses pemberian fasilitas pembiayaan dari BMI kepada BMT Shar-E. Dalam hal
kerjasama pembiayaan, BMI berkomitmen dalam melakukan pembiayaan linkage
program kepada BMT Shar-E. Komitmen ini tertuang dalam MOU perjanjian antara
BMI dengan BMT Shar-E diawal kerjasama yakni bahwa BMI akan memberikan
akses fasilitas pembiayaan kepada BMT Shar-E dan BMT Shar-E hanya akan
menyalurkan dana linkage program yang berasal dari Bank Muamalat dan dana
program pemerintah selain bank.147
Penyaluran dana linkage program yang hanya berasal dari Bank Muamalat ini
dinilai sebagai sebagai hal yang baik dan positif bagi BMT Shar-E, karena memiliki
beberapa keuntungan bagi BMT Shar-E jika dibandingkan dengan BMT non Shar-E.
Beberapa keuntungan tesebut yakni :
1. Akses untuk mendapatkan pembiayaan linkage program dari BMI lebih mudah
karena terdapat komitmen perjanjian diawal serta adanya unsur bank yakni
147
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 6.
109
bendahara yang merupakan perwakilan BMI di BMT. Sedangkan akses
pembiayaan bagi BMT non Shar-E lebih sulit, karena BMT non Shar-E harus
mencari bank yang bersedia melakukan pembiayaan ke BMT tersebut, akses ke
bank sulit karena tidak ada unsur bank yang membantu dan kemungkinan ditolak
bila tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan.148
2. Kepercayaan Bank Muamalat kepada BMT Shar-E lebih baik bila dibandingkan
dengan BMT non Shar-E, karena program BMT Shar-E ini merupakan program
kemitraan yang diprakarsai Bank Muamalat dan Bank Muamalat ikut
menempatkan wakilnya sebagai bendahara. Serta Bank Muamalat mendapat
laporan keuangan berkala dari BMT Shar-E sehingga BMI mengetahui kondisi
dari BMT Shar-E yang akan dibiayai.
3. Persyaratan pengajuan pembiayaan yang lebih mudah karena BMT Shar-E
mendapat perlakukan khusus dalam memperoleh akses pembiayaan.149
Sebagai
contoh misalnya tidak ada batasan mengenai umur BMT Shar-E yang dibiayai.
Sedangkan untuk BMT non Shar-E diharuskan telah beroperasi selama 2 tahun.
Strategi yang terjalin ini memberikan kemudahan bagi BMI dalam
menyalurkan dana yang dimilikinya kepada masyarakat luas melalui jaringan BMT
Shar-E. Disisi lain, pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E ini, dapat
148
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
2010 149
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010.
110
menguatkan permodalan BMT dan meningkatkan kapasitas pembiayaan BMT Shar-E
kepada anggota UMKM dan masyarakat luas. Hal ini kemudian menjadikan kinerja
BMI dan BMT Shar-E dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi menjadi
maksimal dan produktif bagi pemberdayaan UMKM dan masyarakat luas.
Pembiayaan BMI sendiri kepada BMT Shar-E per April 2010 telah mencapai
sebesar Rp.4,299 Miliar.150
Pembiayaan tersebut dilakukan bisa dengan pola
executing maupun channeling. Namun dari ke dua pola tersebut, BMI dalam
penyaluran pembiayaannya kepada BMT Shar-E hampir semuanya menggunakan
pola executing.151
Proses aliansi pembiayaan BMI dengan BMT Shar-E dilakukan dalam skema
sebagai berikut :
Proses aliansi pembiayaan BMI dan BMT Shar-E:152
9
1. Akad Mudharabah/ musyarakah
5 4 3
6
7 2
8
Keterangan :
1. Kerjasama perjanjian pembiayaan BMI-BMT Shar-E dengan akad mudharabah
dan musyarakah
150 Ibid.,
151
Ibid., 152
Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar
oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 3.
BMI BMT
Shar-E
UK &
Mikro
111
2. Nasabah (usaha kecil & mikro) mengajukan pembiayaan kepada BMT Shar-E
3. BMT melakukan analisa terhadap pengajuan pembiayaan anggota
4. BMI mengajukan pembiayaan kepada BMI
5. BMI melakukan analisa terhadap pengajuan pembiayaan yang diajukan BMT
6. BMI droping ke BMT
7. BMT droping ke anggota (nasabah UK & Mikro)
8. Nasabah membayar angsuran ke BMT
9. BMT membayar angsuran ke BMI
Proses aliansi pembiayaan BMI dan BMT Shar-E ini dilakukan dengan
konsep penyaluran pembiayaan melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat. Hal ini
dilakukan dengan cara menggalang dan menghimpun dana masyarakat secara umum
baik anggota maupun non anggota melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat, dimana
dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan ke KJKS BMT Shar-E dan
dipergunakan oleh KJKS BMT Shar-E untuk pembiayaan kepada anggota dan calon
anggota.153
Dari posisinya sebagai agen penjual ini, maka ada beberapa manfaat yang
diterima BMT Shar-E dari bank muamalat, diantaranya yakni BMT Shar-E mendapat
keuntungan fee 1 % dari akumulasi penjualan tabungan Shar-E. Keuntungan lain
BMT dari penjualan kartu Shar-E adalah BMT mendapatkan selisih dari harga
pembelian dengan harga penjualan kartu Shar-E. Sebagai contoh, BMT membeli
kartu Shar-E di BMI dengan harga Rp. 116.000 kemudian BMT menjualnya kepada
nasabah dengan harga Rp. 125.000 dengan keuntungan sebesar Rp. 9000,-. Selain itu,
Bank Muamalat Indonesia berkomitmen untuk memberikan pembiayaan kepada
BMT Shar-E dari dana akumulasi penjualan tabungan Shar-E yang berhasil
153
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 5-6.
112
dihimpun. Sedangkan keuntungan BMI adalah terjualnya produk tabungan Shar-E
kepada masyarakat sehingga dana masyarakat tersebut terhimpun di BMI dan juga
nasabah pengguna layanan BMI menjadi bertambah.
Permasalahan lain yang perlu menjadi perhatikan dalam kerjasama ini adalah
terkait fee 1 % dari akumulasi penjualan tabungan Shar-E yang diperoleh BMT.
Dalam hai ini, terjadi keluhan atau komplain dari salah satu ketua pengurus BMT
Shar-E yang mempertanyakan tentang mekanisme dan waktu memperoleh fee 1 %
tersebut kepada pihak BMI. Untuk itu, maka diawal kerjasama ini hendaknya realisasi
dan implementasi program dilakukan dengan transparan disertai dengan penjelasan
program secara detail diawal, baik kelemahan maupun kelebihan yang diperoleh dari
kemitraan ini sehingga masing-masing pihak mengetahui fungsi, tugas, hak serta
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak agar tidak terjadi
kesalah pahaman, perselisihan dan kekecewaan dalam pelaksanaan kemitraan ini.
Berikut adalah Konsep Aliansi BMI-BMT terkait tabungan Shar-E :154
Shar-E Anggota UK& Mikro
3 2 5 6
1
4
7
Keterangan :
1. BMT membeli Shar-E rabat ke Bank Muamalat
2. BMT menjual Shar-E ke anggota free income
154
Presentasi Bali Mei 2009, Microfinancing Acceleration Throught Alliance Program ppt,
oleh Bpk. Agus Khalifatullah, hal. 16.
BMI BMT Shar-E
113
3. Dana Shar-E terakumulasi di DP3 BMI, dalam hal ini BMT mendapat fee 1% dari
akumulasi dana Shar-E yang dihimpun
4. BMI Financing kepada BMT dengan akad mudharabah atau musyarakah
5. BMT financing kepada anggota BMT
6. Anggota membayar angsuran kepada BMT
7. BMT membayar angsuran anggota kepada BMI
Dalam melakukan pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E, Skim
penanaman dana yang digunakan antara BMI dengan BMT Shar-E adalah dengan
akad mudharabah atau musyarakah dengan pola executing atau channeling.
Sedangkan hubungan pembiayaan BMT Shar-E dengan anggotanya menggunakan
akad murabahah, mudharabah atau musyarakah. Namun hampir seluruh pembiayaan
linkage program yang dilakukan BMI kepada BMT Shar-E menggunakan pola
executing dibandingkan dengan pola channeling. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan yakni analisis pembiayaan dengan pola executing menurut bank lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pola channeling. Disamping itu, pola executing
yang dilakukan memiliki perhitungan resiko yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan pola channeling, karena dalam pola executing Bank tidak berhadapan
langsung dengan nasabah BMT155
terkait pembiayaan yang disalurkan, tetapi Bank
hanya berurusan dengan BMT sebagai pihak yang menerima pembiayaan dari BMI.
Dalam optimalisasi peran linkage program BUS kepada BMT, penulis
berpendapat hendaknya BMI tidak hanya sebatas menggunakan pola executing, tetapi
juga sebaiknya dilakukan pula dengan pola channeling. Walaupun menurut
155 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010.
114
BMI
Modal 100% BMT/KOP
Modal 0%
Dealer
motor
Anggota
BMT/KOP Akad jual beli
murabahah
Modal
Bagi hasil keuntungan jual
beli 40 Juta
KOP beli 20
motor
perhitungan resiko pola executing lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola
channeling. Namun pola channeling ini lebih memperlihatkan komitmen BMI untuk
lebih bermanfaat bagi masyarakat kecil dan UMKM. Hal ini dikarenakan, dalam pola
channeling ini, BMI akan berhubungan secara langsung dalam melakukan penyaluran
pembiayaan kepada masyarakat dan UMKM melalui perantara BMT. Resiko
kerugian dan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan ini pun secara langsung
dapat dirasakan oleh BMI.
Selain itu, pola ini juga memberikan kemudahan resiko dan keuntungan fee
yang baik bagi BMT karena BMT dalam hal ini hanya sebagai agen yang
menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan UMKM.
Berikut adalah skema aliansi executing dan channeling yang dilakukan
BMI- BMT Shar-E :156
Skema Aliansi Executing BMI-BMT dengan akad mudharabah
Akad mudharabah
200 jt
Kirim 20 motor Rp 240 juta
Nisbah 75 % Nisbah 25 %
Rp. 30 Juta Rp. 10 Jt
Pengambilan modal
pokok 100% Rp. 200 Jt
156
Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar
oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 9-10.
115
BMI Modal 80%
Rp. 400 Jt BMT/KOP
Modal 20%
Rp. 100 Jt
Developer/KSU
Anggota BMT/KOP Akad jual beli
murabahah
Modal
Bagi hasil
keuntungan jual beli
Rp 300 Juta JW 5 thn
KOP beli 10
Rumah
BMI
Rp. 900 Jt
BMT/KOP
Developer/lainnya
Anggota BMT/KOP
Bagian sewa
nasabah
keuntungan
sewa Untuk
BMI 15 %
100 juta
Skema aliansi (Executing) dengan akad musyarakah
Akad Musyarakah
Rp. 500 Jt
Kunci Rumah Rp. 800 Jt
Margin ALCO Nisbah 50%
Nisbah 50 % Rp. 150 Jt Rp. 150 Jt
Pengambilan Modal Pengambilan Modal
pokok 80 % Rp. 400 Jt pokok 20% Rp. 100 Jt
Skema aliansi (Channeling)157
Referensi
Akad syirkatul
Milk
Margin
KPR 13 % Ujroh 2 %
U/ akuisisi
Porsi BMI
157
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-
E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
116
Bank Muamalat
Rek. Giro
Escrow BMT
Shar-E
BMT Shar-E
Anggota Rek. Aktif
Anggota
Rek.
Aktif
BMT
Shar-E
Alur/proses reaslisasi dan pembayaran angsuran kewajiban pembiayaan
linkage program BMI dan BMT dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :158
1
4
3
2 3 2
Keterangan :
: Alur realisasi dan pembayaran angsuran secara garis besar
: Alur realisasi dan pembayaran angsuran secara teknis
Realisasi dari Bank Muamalat Indonesia ke BMT Shar-E adalah melalui
rekening giro berdasarkan daftar nominatif anggota dari BMT Shar-E yang telah
ditandatangani oleh pengurus dan diverifikasi oleh BMI dengan dibubuhi stempel
verifikasi, maka Bank Muamalat Indonesia kemudian melakukan pemindah bukuan
rekening giro escrow BMT Shar-E ke rekening masing-masing anggota.
Pembayaran angsuran/ kewajiban dari anggota langsung disetor/ ditransfer ke
rekening giro Escrow BMT. Bank Muamalat mendebet rekening giro Escrow BMT
sebesar kewajiban dari BMT Shar-E. BMT Shar-E juga wajb mengaktifkan mutasi
keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif BMT Shar-E
158
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-
E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
117
Catatan :
Rekening giro Escrow adalah rekening giro penampungan untuk merealisasi
penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian pembiayaan,
tanpa dilengkapi dengan cek dan bilyet giro, sehingga mutasi transaksi rekening giro
Escrow terutama pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI.
Adapun kebijakan umum pembiayaan BMI terhadap BMT sebagai berikut :
159
1. BMT telah beroperasi minimal 2 tahun
2. BMT harus sudah berbadan hukum
3. BMT telah memiliki perizinan terkait lainnya
4. BMT melampirkan daftar nominatif pengajuan dari anggota dan harus sama
dengan plafond pengajuan ke BMI
5. BMT yang telah memilki asset lebih dari 5 Miliar maka laporan keuangannya
harus sudah diaudit oleh akuntan publik
6. NPF BMT maksimal 5 % dan BMT dalam keadaan sehat atau tidak dalam
pengawasan pihak terkait
7. BMT harus melakukan mutasi di BMI
8. Nominal pengajuan minimal 40 juta
9. Jangka waktu pembiayaan max 5 tahun
10. Jaminan BMT ke BMI berupa fixed asset An. Salah satu pengurus, minimal
25 % dari plafond pengajuan.
Sedangkan ketentuan umum bagi BMT Shar-E adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penggunaan untuk modal kerja penyaluran pembiayaan kepada anggota
2. Skim penanaman dana :
A. BMI dengan BMT Shar-E : dengan akad mudharabah atau musyarakah dengan
pola executing atau channeling.
B. BMT Shar-E dengan anggota : menggunakan akad murabahah, mudharabah
atau musyarakah.
3. Sumber pengembalian berasal dari anggota yang telah dievaluasi dan di seleksi
oleh BMT Shar-E dengan porsi bagi hasil sesuai kesepakatan antara BMI dengan
BMT Shar-E.
159
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-
E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
118
Ketentuan khusus bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan memperoleh
pembiayaan sebagai berikut :160
1. Usia BMT Shar-E tidak dibatasi
2. BMT Shar-E yang lebih dari 1 tahun memiliki nilai kesehatan cukup sehat
3. Manajemen BMT Shar-E tertib administrasi dan memiliki skill dan track
record yang baik.
4. BMT Shar-E yang meilki asset lebih dari 5 Miliar wajib diaudit oleh akuntan
publik
5. Pengurus BMT Shar-E membuat pernyataan kesanggupan untuk melakukan
penagihan secara maksimal dari anggota yang menunggak
6. Pernyataan dari pengurus BMT Shar-E apabila ada pelunasan dari anggota
maka harus dibayarkan ke BMI sebagai pelunasan juga
7. Pernyataan dari pengurus BMT Shar-E memberikan fidusia/cessie dari
anggota yang dibiayai BMI dan BMT sebagai jaminan
8. BMT Shar-E wajib melakukan cross selling dengan model “close loop
transaction”
Persyaratan pembiayaan yang harus di penuhi, yakni :161
1. Surat permohonan
2. Fotocopy NPWP, SIUP, TDP
3. AD/ART Koperasi (sesuai dengan AD/ART pedoman BMT Shar-E)
4. Surat pengesahan dari Departemen Koperasi
5. Susunan pengurus yang disahkan Dinas Koperasi
6. Laporan keuangan terakhir
7. Laporan RAT bagi yang telah RAT
8. Proyeksi cash flow selama masa pembiayaan
9. Data jaminan dan dokumen lainnya yang menunjang usaha
10. BMT El (Shar-E) harus melakukan mutasi keuangan di Bank Muamalat
11. Telah menjual Shar-E minimal 100 kartu
12. Telah memilki modal (Simpoksus, Simpok, Simwa) minimal Rp. 75 Juta
13. Menyerahkan daftar nominatif dan analisa ringkas anggota yang akan dibiayai
160
Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar
oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 5. 161
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-
E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
119
Ketentuan Umum anggota yang dibiayai sebagai berikut :162
1. Target market disesuaikan dengan BMI
2. Tujuan penggunaan untuk modal kerja, investasi, atau konsumtif
3. Lama usaha minimal 1 tahun
4. Memiliki performance usaha yang baik
5. Kebutuhan anggota sudah jelas di nominatif yang diajukan BMT dan telah
diseleksi BMT
6. Bukti pembelian barang/ penggunaan dana diserahkan ke BMT Shar-E dan
BMT Shar-E membuat surat pernyataan telah menerima bukti dari anggota
kepada BMI
7. Kewajiban anggota tidak melebihi 40 % dari take home pay untuk pegawai
(Konsumtif) serta 70% dari laba usaha untuk usaha
8. Untuk pembiayaan karyawan harus ada MOU dengan perusahaan tempat
anggota bekerja dibuktikan dengan MOU
9. Anggota wajib membuat SK potong gaji yang ditandatangani oleh bendahara
dan atasan bendahara perusahaan
10. Anggota yang mendapat pembiayaan harus dicover asuransi
Persyaratan terkait hubungan dengan lembaga lainnnya, yakni :163
1. BMT Shar-E dilarang membiayai anggota yang terbukti atau diketahui
memiliki pembiayaan bermasalah baik dari BMT atau lembaga lainnya
2. BMT Shar-E dilarang memiliki dan mengaktifkan rekening di bank atau
lembaga keuangan lainnya
Ketentuan jangka waktu pembiayaan :
164
1. Jangka waktu pembiayaan dari BMI ke BMT maksimal 5 tahun
2. Jangka waktu pembiayaan dari BMT ke anggota tidak boleh melebihi fasilitas
dari BMI ke BMT
3. Jangka waktu anggota yang akan dibiayai tidak boleh melebihi masa usia
pensiun bagi karyawan/pegawai
162
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-
E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009. 163
Presentasi Bali Mei 2009, Microfinancing Acceleration Throught Alliance Program.ppt,
oleh Bpk. Agus Khalifatullah, hal. 18. 164
Ibid., hal. 18.
120
Ketentuan jaminan :165
1. Fidusia atau tagihan kewajiban/piutang atas anggota yang dibiayai BMI- BMT
2. Cash collateral bila diperlukan
3. Fixed asset bila diperlukan (harta pengurus yang di jaminkan)
4. Asuransi penjaminan
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa pola hubungan penyaluran pembiayan
yang terjalin antara BMI dan BMT Shar-E dilakukan dengan beberapa ketentuan dan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh BMT Shar-E. Ketentuan dan persyaratan diatas
harus dipenuhi oleh BMT Shar-E dengan tujuan agar BMT memperoleh pembiayaan
linkage program dari BMI. Dan dari sisi BMI, ketentuan dan persyaratan tersebut
menjamin dana pembiayaan yang diberikan oleh BMI agar tetap aman dalam
pengelolaannya dan memperoleh keuntungan dari bagi hasil usaha yang dikelola oleh
BMT Shar-E. Disamping itu, penulis menilai bahwa persyaratan yang harus dipenuhi
BMT Shar-E lebih mudah bila dibandingkan dengan BMT non Shar-E karena BMT
Shar-E diberikan perlakukan khusus dalam pengajuan pembiayaan kepada BMI.
Namun yang perlu menjadi perhatian dalam hal penyaluran pembiayaan
linkage program ini yakni pembayaran angsuran BMT kepada BMI dimana dilakukan
dengan system pembayaran angsuran diawal yang besar melebihi nisbah bagi
hasilnya dan selanjutnya mengalami penurunan pembayaran angsuran setiap
bulannya. Sistem seperti ini menurut penulis agak memberatkan BMT Shar-E dalam
pembayaran angsuran diawal, karena harus mengeluarkan biaya angsuran yang besar
165
Ibid., hal. 19.
121
melebihi keuntungan bagi hasil yang diperoleh BMT dari nasabah. Walaupun untuk
bulan-bulan selanjutnya mengalami penurunan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam linkage program antara BMI
dengan BMT shar-E diantaranya adalah paradigma BMT terkait kerjasama ini yang
dalam pendiriannya biasanya ingin dibiayai oleh BMI. Sedangkan BMI memberikan
pembiayaan jika sesuai dengan juknis/syarat-syarat yang dibuat. Sehingga kemudian
ada kesan sulit bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan mendapatkan pembiayaan
BMI.166
Hal ini disebabkan karena kendala intern BMT Shar-E sendiri yang belum
bisa memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah ditentukan BMI dalam
memperoleh pembiayaan linkage program diantaranya belum memiliki legalitas
badan hukum, kondisi keuangan BMT yang kurang baik dan lain-lain. Sedangkan
permasalahan dari pihak BMI sendiri yakni pemberian pembiayaan kepada BMT
terkadang tidak cepat (lama) proses dan jangka waktunya karena harus melalui
prosedur yang telah ditetapkan.
166
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22
Oktober 2010.
122
B. Analisis Manfaat Pola Hubungan BMI-BMT Shar-E Terhadap
Perkembangan BMT Shar-E
Sebagai lembaga Intermediasi, BMT memiliki fungsi dalam menghimpun
dana masyarakat pemodal yang memiliki kelebihan dana untuk kemudian disalurkan
kepada masyarakat peminjam yang membutuhkan dana. LKMS BMT ini merupakan
lembaga keuangan mikro yang ideal, menjangkau dan menjadi andalan dalam
mengatasi terbatasnya akses UMKM terhadap sumber daya produktif terutama
permodalan.
Bila dibandingkan dengan perbankan, maka LKMS BMT memiliki beberapa
kelebihan dalam melakukan penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM.
Kelebihan BMT tersebut diantaranya adalah :
1. Lokasi LKMS BMT yang strategis, menjangkau, dan tersebar di lokasi-lokasi
potensial UMKM
2. Memiliki spesialisasi fungsi dalam menangani penyaluran pembiayaan mikro
kepada UMKM sehingga pelayanan pendanaan UMKM menjadi unsur utama
UMKM
3. Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan usulan pembiayaan yang lebih
mudah dan ringan
4. Persyaratan ketersedian akan jaminan berupa agunan yang lebih mudah untuk
dipenuhi UMKM
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki BMT, namun ada beberapa
permasalahan utama yang harus diatasi oleh LKMS BMT, diantaranya yakni :
123
Kondisi Internal :
1. Jumlah SDM yang terbatas dan kompetensi SDM yang rendah
2. Tidak memiliki sistem prosedur yang standar dan baik
3. Rendahnya inovasi dalam produk
4. Kurang memanfaatkan teknologi
5. Tidak memiliki rencana bisnis
6. Tidak ada internal kontrol167
7. Permasalahan dalam permodalan LKMS BMT yang masih lemah baik pada
saat awal pendirian maupun saat operasional
8. Permasalahan insfrastruktur atau fasilitas operasional BMT yang kurang
memadai
9. Permasalahan kapasitas pembiayaan LKMS BMT kepada UMKM yang masih
terbatas
Sedangkan kelemahan kondisi eksternal yang dialami BMT diantaranya :
1. Kelembagaan legalitas
2. Tidak adanya daya saing
3. Kurang jelasnya lembaga yang melakukan supervisi dan pembinaan
4. Tidak didukung regulasi yang mendukung kondisi usaha
5. Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah
6. Supervisi dan monitoring prinsip syariah
7. Badan hukum koperasi yang sebagian lainnya masih Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM)168
Pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini
merupakan salah satu solusi yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan utama yang dihadapi oleh BMT diatas.
167
Dali SM Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani, “Artikel : Baitul Maal Wat
Tamwil Hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat”, Majalah Sharing, (Edisi
Januari 2007), hal. 10-11. 168
Ibid., hal. 10-11.
124
Dari pola hubungan tersebut ada beberapa manfaat positif yang diterima oleh
BMT Shar-E. Manfaat pola hubungan ini terhadap BMT Shar-E diantaranya :
1. Insfrastruktur/fasilitas operasional BMT Shar-E menjadi lebih memadai, lengkap
dan modern dalam mendukung operasional pelayanan BMT.
Hal ini didasarkan atas :
a. Standarisasi counter/outlet BMT yang baik dengan tata letak (lay out) yang
tertata rapi, nyaman, dan memberi pelayanan kepada nasabah.
b. Perlengkapan dan peralatan kantor yang lengkap, diantaranya : Perlengkapan
kantor, brankas kecil, cash box, filling cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu,
passbook, lampu ultraviolet, kalkulator, stempel, telefax, perangkat computer
dan printer (menggunakan sistem infus).
c. Penggunaan teknologi modern yakni dengan menggunakan system IT yang
baik berupa komputer dan software yang modern, software bernama B-Ware
dari BMI dan Software USSI dari PINBUK sehingga menciptakan efisiensi
dan kemudahan dalam operasional BMT.
Walaupun pengelola merasakan kemudahan dalam mengoperasikan
software USSI ini, namun ada beberapa kelemahan yang perlu di perhatikan.
Diantaranya, system ini dioperasikan secara manual oleh pengelola BMT
dalam membuat laporan keuangan dan ada beberapa kelemahan system yakni
dapat dengan mudah dihapus sehingga membuat laporan keuangan yang
dibuat kurang accountable. Selain itu, juga ada pembebanan iuran yang harus
dibayarkan oleh pihak BMT setiap bulan sebesar Rp. 50.000,- selama 2 tahun.
125
Berbeda dengan USSI, software dari Bank Muamalat yang bernama B-
Ware ini juga digunakan dalam operasional BMT. B-Ware ini memiliki
beberapa kelebihan diantaranya memiliki program yang lengkap (akuntansi,
jurnal keuangan dan lain-lain) dalam membuat laporan keuangan sehingga
memudahkan pengelola dalam membuat laporan keuangan. Selain itu,
software ini diberikan kepada BMT secara gratis dan ada pelatihan untuk
mengoperasikannya dari pihak BMI. Walaupun, terdapat beberapa kelebihan
yang ada, namun kebanyakan pengelola BMT Shar-E tidak menggunakan
software ini dikarenakan software ini dinilai sulit untuk dioperasikan. Hal ini
terjadi karena pengelola kurang memahami cara mengoperasikan software
tersebut.
2. Kondisi permodalan awal BMT Shar-E menjadi ideal dalam menjalankan usaha
yakni dengan posisi modal awal sebesar Rp. 100 Juta.
Dengan posisi modal ini, BMT Shar-E bisa melakukan operasional usaha
dengan baik. Serta BMT juga sudah bisa mengajukan legalitas untuk
mendapatkan badan hukum. Semakin besar modal yang dimiliki BMT maka
operasional BMT diawal juga akan semakin baik.
126
3. SDM BMT Shar-E menjadi lebih berpengetahuan, berkemampuan dan
professional dalam menjalankan operasional BMT baik dalam hal teknis
manajemen maupun aspek syariah.
Hal ini didasarkan atas :
a. Pelaksanaan perekrutan SDM BMT Shar-E yang dilakukan dengan
persyaratan dan kualifikasi yang baik yakni orang-orang yang memiliki
pendidikan D3/S-1 dengan latar belakang kemampuan yang baik, terlatih dan
professional serta memiliki standar pengelolaan lembaga keuangan mikro
syariah.
b. Adanya pelatihan, pendidikan dan magang sebelum dan sesudah BMT
beroperasi
c. Adanya sertifikasi kompetensi dari PINBUK
d. Adanya pendampingan yang dilakukan oleh pendamping atau BMT Existing
4. Manajemen operasional BMT menjadi lebih baik, tersusun dan lebih terarah.
Hal ini didasarkan atas :
a. Adanya SOP dan SOM yang dijadikan panduan dalam operasional BMT,
diantaranya SOP operational, simpanan, pembiayaan, pengadaan barang dan
jasa, keuangan, serta kebijakan SDM.
b. Adanya rencana kerja yang menjadi acuan operasional
c. Adanya job description yang jelas dan diketahui oleh masing-masing
pengurus dan pengelola
d. Adanya tata tertib kerja SDM yang meliputi disiplin kerja serta didukung
sarana kerja yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan
e. Adanya sistem pengamanan yang baik terhadap semua dokumen penting
127
5. Keuangan BMT Shar-E menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan
(Accountable).
Hal ini didasarkan atas :
a. Adanya format/bentuk standar laporan keuangan yang harus dipenuhi BMT
dalam penyusunan laporan keuangan
b. Penyusunan laporan keuangan yang dilakukan mengharuskan tertib
administrasi
c. Adanya pengawasan yang dilakukan oleh pengurus dan juga pihak dari BMI
dan PINBUK terkait laporan keuangan yang dirilis setiap bulannya
Dalam hal pembiayaan linkage program yang diberikan BMI kepada BMT
ada beberapa manfaat yang didapat oleh BMT Shar-E diantaranya :
1. Bertambahnya modal operasional BMT Shar-E sejumlah pembiayaan yang
diterima
2. Bertambahnya kapasitas pembiayaan BMT Shar-E sejumlah pembiayaan yang
diterima
3. Dari kedua hal tersebut, nantinya juga akan menyebabkan bertambahnya laba
yang diperoleh BMT Shar-E
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan penulis di salah satu BMT Shar-E
yakni BMT El-Muchtar yang menerima dana linkage dari BMI sebesar Rp. 250 juta.
Dari dana yang diperoleh tersebut, menyebabkan modal operasional BMT El-
Muchtar menjadi bertambah yaitu modal yang dimiliki ditambah dengan modal
128
pembiayaan dari BMI. Dana linkage tersebut seluruhnya kemudian digunakan untuk
membiayai para anggota BMT sebesar Rp. 250 juta. Hal ini menyebabkan kapasitas
pembiayaan yang dilakukan oleh BMT El-Muchtar bertambah menjadi Rp. 400 juta
selama bulan Januari hingga November 2010.169
Dari pembiayaan yang telah diberikan, menyebabkan laba yang diterima oleh
BMT El-Muchtar menjadi bertambah. Sebelum mendapat dana linkage, laba yang
diperoleh BMT El-Muchtar hanya sebesar kurang lebih Rp. 1 juta. Sedangkan setelah
mendapatkan dana linkage dari BMI, laba yang diterima oleh BMT El-Muchtar
sampai saat ini menjadi kurang lebih sebesar Rp. 8 juta.170
Berikut adalah manfaat pola hubungan kemitraan BMI dengan BMT Shar-E :171
Manajemen Competency Competitive
Capacity
IT & System Tech.Assistance Financial Support
Dari penjelasan diatas, memberikan bukti bahwa kerjasama kemitraan yang
terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memberikan kemanfaatan yang positif
bagi kedua lembaga. Dan hal ini menjadi sinergi yang baik dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kedua lembaga.
169
Wawancara dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November 2010. 170
Ibid., 171
Dali SM Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani, “Artikel : Baitul Maal Wat
Tamwil Hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat”, hal. 10-11.
Operational Bussiness Linkage
Excelence Develepment Program
129
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bedasarkan analisis yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pola hubungan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E terjadi dalam
berbagai aspek diantaranya pola hubungan dalam aspek kelembagaan,
operasional, dan dalam aspek penyaluran pembiayaan mikro melalui linkage
program. Pola hubungan ini saling menguntungkan satu sama lainnya sehingga
menyebabkan sinergi operasional yang positif bagi kedua lembaga. Namun
dalam pola hubungan ini juga ada beberapa kelemahan dan kendala yang perlu
diperbaiki dalam upaya menciptakan kerjasama yang baik sehingga terjalin
kerjasama yang bersih, ridho, adil dan tidak saling mendzolimi diantara masing-
masing pihak sehingga tercapai keuntungan bersama.
2. Pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini
memberikan kemanfaatan yang positif bagi kedua lembaga baik dalam hal
insfrastruktur, permodalan, SDM, manajemen dan keuangan. Dan hal ini menjadi
sinergi yang baik dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami
oleh kedua lembaga serta memberikan beberapa manfaat yang positif bagi BMT
dalam penguatan, pengembangan serta peningkatan peran BMT bagi masyarakat.
130
B. SARAN
1. Karena kemitraan ini melibatkan tiga pihak yang bekerjasama maka dalam
realisasi dan implementasi program ini hendaknya dilakukan dengan transparan
disertai dengan penjelasan program secara detail diawal, baik kelemahan maupun
kelebihan yang diperoleh dari kemitraan ini sehingga masing-masing pihak
mengetahui fungsi, tugas, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pihak agar tidak terjadi perselisihan dan kekecewaan dalam
pelaksanaan kemitraan ini.
2. Komitmen, perjanjian serta kewajiban yang telah disepakati bersama harus di
implementasikan dan di aplikasikan secara baik dalam kemitraan yang telah
dilakukan.
3. Koordinasi yang terjalin pada masing-masing pihak harus dievaluasi secara
berkala dan ditingkatkan dengan baik agar terjalin sinergi yang optimal.
4. Setelah BMT Shar-E ini berdiri hendaknya harus ada pengontrolan, pembinaan,
pendampingan dan pengawasan secara berkala (tidak terputus pada periode waktu
tertentu), serta menyeluruh baik dalam hal teknis operasional maupun dalam hal
syariah. Sehingga BMT Shar-E yang didirikan menjadi kuat (berkatagori BMT
yang sehat dan baik), berkembang, mengalami kemajuan, dan bermanfaat bagi
anggota BMT dan masyarakat sekitar.
5. Ketentuan dan mekanisme yang merugikan dan memberatkan salah satu pihak baik
bagi BMI, PINBUK dan terutama BMT hendaknya dievaluasi dan dilakukan
pembenahan agar terjalin kerjasama yang bersih, ridho, dan tidak saling
mendzolimi diantara masing-masing pihak sehingga tercapai keuntungan bersama.
131
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM
dan UKM. Jakarta : Raja Grafindo, 2008.
Amin, A. Riawan. Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato
Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan
Syariah. Sidang Senat Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 11 Juli
2009.
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT JAYAKARTA
EL-QAYYUUM
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Shar-E
Aziz, M.Amin dkk. SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur
BMT Shar-E. Jakarta : PINBUK Press, 2008.
-------. Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book. Jakarta : PKES Publising, 2008.
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Wahida
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
Bank Indonesia. Linkage Antar LKS. Jakarta : Bank Indonesia,2004.
-------------------. Generic Model Linkage Program. Jakarta : Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia.
------------------. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Jakarta : Direktorat
Perbankan Syariah, 2008.
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009.
Dewi, Gemala dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada Media
Kencana, 2005.
Dali SM (Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani). Artikel : Baitul Maal
Wa Tamwil hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat.
Jakarta, Penerbit Cahaya Group : Majalah Sharing Edisi Januari, 2007.
Ghufron, Sofiniyah (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah.
Jakarta : Renaisan, 2005.
132
Haroen, Nasrun. Fiqh muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007.
Hosen, M. Nadratuzzaman dkk. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Jakarta : PKES
Publising 2009.
Jubaedah. “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah Terhadap Penguatan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah” (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”.
Jakarta : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Edisi Ketiga Tahun
2005.
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,. Yogyakarta : Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2005 .
Muhammad Ibnu Yazid Al-qazwini, Al-Hafizh Abi Abdullah. Sunan Ibnu Majah.
Beirut : Darul Fikr. t.th., juz 2, h.786 Hadits no. 2289.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba
Empat, 2008.
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT
Shar-E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Jakarta : CV.
Eko Jaya, 2001. Cet pertama
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Sulaiman As-Sajastani, Abi Daud. Sunan Abu Daud. Beirut : Darul Fikr, 1994. jilid 3,
h.226 no. 3383.
Zuhaili, Wahbah. Fiqhul Islam Wa Adillatuha. Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004.
Khalifatullah, Agus. Presentasi Bali Mei 2009 : Microfinancing Acceleration
Throught Alliance Program.ppt.
Siswoyo, Muchtar MD. BMI Seminar : Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi
Peluang dan Tantangan.ppt.
133
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum
Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi.
Bank Indonesia. “Arsitektur Perbankan Indonesia : Generic Model Linkage Program
Antara Bank Umum Konvensional/Syariah/Unit Usaha Syariah dan BPR
Konvensional/Syariah”, diakses pada tanggal 15 April 2010 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+Stabilitas+Keuangan/A
rsitektur+Perbankan+Indonesia/api2.htm
-----------. “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas. Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”. diakses
pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media
/Siaran+Pers/sp_1111109.htm
-----------. “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010”. di akses pada tanggal 15
April 2010 di ambil dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Per
bankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm
-----------. “Institusi Perbankan Indonesia”.diakses pada tanggal 15 April 2010diambil
dari http: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/PerBankan+dan+Stabilitas+Keuang
an/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/api2.htm
Kementerian koperasi dan UMKM. “Buku Statistik Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 dari
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-
ukm/212-statistik-ukm-2009/216-buku-statistik-ukm-2009.html, hal 48.
------------. “Leaflet Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun
2007-2008”, diambil dari http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-
statistik/37-statistik-ukm/212-statistikukm2009/224-leaflet-data-kumkm
2009.html
Media Center Koperasi dan UKM. “Perkuat Kinerja BPR dan UMKM”. diakses
pada tanggal 18 April 2010 diambil dari http://www.depkop.go.id/detail-
berita.php.htm
Republika Newsroom. “Bank Muamalat Dukung Pengembangan BMT Share-E”.
diakses pada tanggal 28 Juli 2010 dari www.republika.co.id
134
PEDOMAN WAWANCARA
POLA HUBUNGAN LINKAGE PROGRAM BANK MUAMALAT
INDONESIA DENGAN LKMS BMT DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN
MIKRO
Profil Narasumber
Nama : Bpk. Agus Khalifatullah
Jabatan : Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia
Lama bekerja : 5 Tahun
Kerjasama Kerjasama BMI dengan LKMS BMT Shar-E
1. P : Kapan Program kemitraan BMI dengan BMT Shar-E ini dilakukan ?
J : Pada tahun 2008
2. P : Apa alasan yang melatarbelakangi BMI untuk menginisiasi dan
bekerjasama dengan BMT Shar-E?
J : Masalah kemiskinan dan pengangguran yang menjadi masalah utama yang ada
di Indonesia, UMKM merupakan mayoritas pelaku usaha terbesar di
Indonesia, masih banyak permasalahan yang dihadapi UMKM terutama
terhadap sumber pembiayaan lembaga keuangan formal, BMI sebagai Bank
pertama murni syariah yang berdiri tahun 1992, ingin berperan menjadi social
capital yang berharga, jumlah BMT yang ada saat ini sekitar 3.000 BMT
masih jauh dari kebutuhan.
3. P : Apa tujuan dari kerjasama BMI- BMT Shar-E ?
J : Mengembangkan LKMS di akar rumput sehingga menjadi landasan
pengembangan ekonomi syariah, sebagai agen dalam menjangkau umat di
tingkat mikro atau ditingkat paling bawah, menhyediakan lembaga yang
memungkinkan masyarakat yang berpenghasilan rendah menabung dan
berhubungan dengan perbankan melalui lembaga yang menjadi milik mereka,
melaksanakan misi Bank Muamalat yang bermanfaat untuk masyarakat.
4. P : Dalam hal apa saja kerjasama yang dilakukan antara BMI dengan BMT
Shar-E?
J : Kerjasama BMI dengan BMT Shar-E dalam hal : 1. Terkait linkage program
BMI kepada sektor mikro melalui BMT, 2. Karena BMT diinisiasi oleh BMI
maka dalam perjalanan BMT Shar-E, BMI membantu dalam inisiasi dan
penguatan BMT, 3. Selain kerjasama dalam fasilitas pembiayaan BMI kepada
BMT, sinergi produk perbankan yakni BMT menjual produk BMI berupa
135
tabungan Shar-E dan dari penjualan tersebut BMT mendapatkan ujrah. BMI
bekerjasama dengan PINBUK dalam eksekusi dilapangan. PINBUK dalam
hal ini melakukan sosiaslisasi program dan pendampingan sampai BMT
cukup baik dan layak untuk mendapatkan pembiayaan. Sedangkan kontribusi
BMI yakni dalam hal support insfrastruktur peralatan-peralatan operasional
BMT Shar-E bentuknya yaitu berupa pelatihan, computer, standarisasi outlet,
warkat-warkat administrasi, pendampingan selama setahun dan lain-lain.
5. P : Bagaimana prosedur/mekanisme pendirian (inisiasi) BMT Shar-E ?
J : Lihat dalam lampiran
6. P : Dalam kerjasama ini, kemudahan / keuntungan apa saja yang didapat
oleh BMT Shar-E ?
J : Keuntungan yang diperoleh BMT Shar-E ini adalah perlakukan special dalam
pembiayaan linkage program, karena diinisiasi oleh BMI maka ada
pengecualian terkait kemudahan dalam akses financing. Salah satunya bahwa
BMT Shar-E jika dipandang cukup layak walaupun BMT belum 2 tahun
berdiri bisa diberikan pembiayaan oleh BMI (standar umumnya 2 tahun).
Minimum pricing dalam nisbah pembiayaan kepada BMT.
7. P : Peran dukungan apa saja yang diberikan BMI dalam pendirian BMT
Shar-E ?
J : Peran dukungan yang diberikan BMI adalah support insfrastruktur (fasilitas)
operasional BMT dan juga support pembiayaan linkage.
8. P : Kenapa pemberian dukungan tidak dalam bentuk uang tetapi dalam
bentuk fasilitas pendukung dalam operasional ?
J : Pemberian dukungan diberikan dalam bentuk fasilitas dan tidak dalam bentuk
uang karena BMI ingin menstandarisasikan/ menyelaraskan semua BMT
Shar-E yang ada di Indonesia baik dari lay out, teknologi IT, SOP dan lain-
lain.
9. P : Bagaimana pola hubungan kerjasama yang terjadi antara BMI dengan
LKMS BMT Shar-E ?
J : Dalam hal kerjasama usaha pola hubungan BMI dengan BMT Shar-E sebagai
mitra usaha yang menjalankan usaha secara bersama-sama. Sedangkan dalam
hal pemberian linkage program, pola hubungan BMI dengan BMT Shar-E
sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana).
10. P : Model linkage apa saja yang dilakukan dalam penyaluran pembiayaan
mikro ini ?
136
J: Model linkage program yang dilakukan bisa dengan pola executing,
channeling, maupun joint financing.
11. P : Dari semua model yang dilakukan, mana model linkage yang paling
banyak dilakukan? Alasannya apa?
J : Pola yang paling sering digunakan kebanyakan dengan pola executing,
alasannya pertama, analisis pembiayaannya lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pola lainnya, kedua, resiko pembiayaan yang lebi
rendah karena langsung berhadapan dengan BMT sedangkan BMT
berhadapan langsung dengan nasabah BMT.
12. P : Bagaimana Skema dari executing, channeling, dan joint financing yang
dilakukan antara BMI dengan BMT Shar-E ?
J : Lihat dalam lampiran
13. P : Bagaimana mekanisme/prosedur pengajuan dan pemberian dana linkage
BMI kepada BMT ?
J : Lihat dalam lampiran
14. P : Berapa jumlah BMT Shar-E yang ada sekarang ?
J : Per April 2010, jumlah BMT Shar-E yang existing ada 245 BMT diseluruh
Indonesia. Dengan klasifikasi sangat baik ada 34 BMT, katagori cukup ada 82
BMT, katagori pembinaan lebih lanjut ada 106 BMT dan yang dalam katagori
kurang ada 23 BMT.
15. P : Berapa banyak penyaluran pembiayaan yang telah dilakukan?
J : Pembiayaan yang telah dilakukan BMI kepada BMT Shar-E sampai bulan
April 2010 sebesar Rp. 4,299 Miliar.
16. P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT untuk bisa bekerjasama
dengan BMI dalam linkage program ?
J : Lihat dalam lampiran
17. P : Bagaimana kebijakan pembiayaan BMI kepada BMT Shar-E ?
J : Lihat dalam lampiran
18. P : Dalam struktur kerjasama, posisi/kedudukan BMT seperti apa? Dan apa
alasan BMI ikut serta dalam kepengurusan BMT Shar-E ?
137
J : Posisi kedudukan BMI dalam kepengurusan BMT Shar-E adalah sebagai
Bendahara, tujuan ikut serta dalam kepengurusan adalah agar BMT Shar-E
bisa lebih mudah terpantau, termonitoring oleh BMI dalam proses pemdirian
dan perkembangannya.
19. P : Siapa orang yang ditunjuk oleh BMI untuk menempati posisi bendahara
di BMI ? J : Orang yang dipercaya oleh BMI, bisa merupakan personel yang selama ini
sudah bekerjasama baik dengan BMI contohnya Da’I Muamalat, BMM atau
internal BMI seperti account officer atau marketing yang ditunjuk
20. P : Apa perbedaan linkage program BMI- BMT Shar-E dibandingkan
dengan BMT biasa ?
J : Konsep kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memiliki
perbedaan dengan bank-bank lainnya. Dalam melakukan penyalurkan
pembiayaan mikro, bank lain melakukannya secara organik yakni membuat
unit atau divisi pembiayaan mikro yang merupakan bagian dari struktur usaha
bank. Cara seperti ini contohnya dilakukan oleh Bank Danamon dengan
Danamon Simpan Pinjamnya (DSP), Bank Syariah Mega Indonesia dengan
Mega Mitra Syariahnya dan lain-lain. Disamping itu, bank-bank lain tersebut
juga menyalurkan pembiayaan mikro secara langsung kepada LKMS seperti
BMT/Koperasi yang telah mandiri.
Dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM serta
menumbuh kembangkan lembaga keuangan mikro syariah di masyarakat,
maka BMI melakukannya dengan konsep non-organik yakni menginisiasi
pendirian BMT Shar-E dengan ikut serta didalam kepengurusan BMT Shar-E.
Tak hanya itu, BMI juga mensupport fasilitas insfrastruktur operasional BMT
serta berkomitmen dalam pemberian fasilitas pembiayaan linkage program
kepada BMT Shar-E. Dengan kata lain, konsep pendirian BMT Shar-E ini
didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat secara alamiah, sedangkan
BMI dalam hal ini hanya menstimulir/menginisiasi pertumbuhan BMT Shar-
E.
21. P : Apa saja Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam linkage program
dengan BMT shar-E ini?
J : Kendala yang dialami yakni : Paradigma BMT terkait kerjasama ini yang
dalam pendiriannya biasanya ingin dibiayai oleh BMI. Sedangkan BMI
memberikan pembiayaan jika sesuai dengan juknis/syarat-syarat yang dibuat.
Sehingga kemudian ada kesan sulit bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan
mendapatkan pembiayaan BMI.
138
Pedoman Wawancara A. Profil Narasumber
1. Nama : Bpk Eko
2. Jabatan : Manager BMT El Muchtar
3. Alamat : Jln. KH. Muchtar Tabrani, Bekasi Utara
Kerjasama BMT Shar-E dengan BMI
1. P : Apa latar belakang BMT Shar-E ini didirikan?
J : Latar belakang BMT Shar-E ini didirikan yaitu ingin membantu
perekonomian masyarakat kecil, membantu menyalurkan permodalan kepada
usaha kecil, kemudian profit oriented (keuntungan) bagi BMT. Selain itu, juga
dilatarbelakangi oleh keinginan social.
2. P : Kenapa BMT ini bekerjasama dengan BMI? Kenapa tidak mendirikan
BMT ini sendiri?
J : Ada beberapa alasan BMT Shar-E bekerjasama dengan BMI, diantaranya
yakni : 1. Dari segi modal pendirian BMT akan lebih ringan karena permodalan
BMT dihimpun dari berbagai pihak yakni masyarakat pendiri, PINBUK, dan
BMI. 2. Dari segi legalitas badan hukum BMT lebih mudah, karena legalitas
dapat diurus oleh PINBUK dengan proses yang cepat yakni dalam jangka waktu
kurang lebih 3 bulan dibandingkan dengan mengurus badan hokum sendiri yang
memerlukan waktu yang lebih lama. 3. Dari segi pengadaan fasilitas infrastruktur
lebih mudah. 4. Komitmen BMI untuk menyalurkan pembiayaan linkage
program kepada BMT Shar-E.
Kenapa tidak mendirikan BMT sendiri tetapi bekerjasama karena dengan
kerjasama ini akan lebih terarah baik hak dan juga kewajibannya.
3. P : Dalam pendirian BMT, hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMT ?dan
hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMI?
J : Yang disediakan oleh masyarakat pendiri (pihak BMT) hanyalah membentuk
susunan kepengurusan dan menghimpun dana dari masyarakat untuk
berpartisipasi menanamkan modal serta menentukan lokasi dan biayanya.
Kemudian mencari pengelola yang siap dan tepat untuk dilatih dalam
pengelolaan BMT .
Sedangkan hal-hal yang disediakan oleh BMI dan PINBUK adalah menyediakan
fasilitas BMT. BMI memiliki peranan untuk menyiapkan dukungan hardware,
standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan
(akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking,
139
support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki
kinerja kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
PINBUK memiliki peranan untuk menggalang swadaya masyarakat pada
pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM),
Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas
pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT
Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan
dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan
luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan
jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
4. P : Apa tujuan dari kerjasama BMT-BMI?
J : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil sesuai dengan fungsi BMT
dengan lebih modern dan menjalankan BMT dengan lebih syariah. Perangkat
dalam mensosialisasikan ekonomi syariah dalam perekonomian masyarakat.
5. P : Dalam hal apa saja kerjasama dilakukan antara BMT dengan BMI?
J : Sejauh ini kerjasama yang dilakukan baru dalam hal permodalan yakni dalam
pendirian BMT Shar-E modal BMT berasal dari masyarakat pendiri, PINBUK
dan BMI. Kerjasama yang dilakukan tidak hanya sebatas pada pendirian BMT,
tetapi kerjasama juga dilakukan secara berkelanjutan (continue) dalam
operasional BMT kedepan seperti dalam hal pemberian pembiayaan linkage bagi
permodalan BMT. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kerjasama BMI-
BMT bisa dilakukan dalam bentuk lain.
6. P : Pola hubungan BMT dan BMI yang terjadi seperti apa ?
J : Pola hubungan yang tejadi antara BMI dengan BMT Shar-E ada 2 posisi.
Pertama, dalam kerjasama usaha BMI dan BMT sebagai mitra aliansi. Kedua,
dalam hal pemberian pembiayaan linkage program, BMI dalam hal ini sebagai
shahibul maal (pemilik dana) dan BMT sebagai Mudharib (pengelola dana).
Secara Fungsional kepengurusan, BMI menempatkan wakilnya sebagai
bendahara BMT Shar-E, PINBUK menempatkan wakilnya sebagai sekretaris dan
masyarakat pendiri menenpatkan wakilnya sebagai ketua BMT Shar-E.
7. P ; Bagaimanakah Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam
kerjasama ini?
J : Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam kepengurusan BMT
sesuai dengan job description jabatan dari masing-masing pihak.
140
8. P : Bagaimanakan Kebijakan BMT dalam penguatan dan pengembangan
kerjasama antara BMT dengan BMI seperti apa?
J : Penguatan dan pengembangan kerjasama antara BMI dengan BMT Shar-E
dilakukan dengan adanya pertemuan/ agenda penguatan solidalitas, baik dalam
bentuk pertemuan arahan maupun kajian. Bagi sesama BMT Shar-E penguatan
dan pengembangan juga dilakukan dengan membentuk BMT link, yakni
pertemuan antar BMT-BMT Shar-E yang berada dalam pendampingan PINBUK
(pertemuan pihak PINBUK dengan pengurus-pengurus BMT)
Linkage Program BMT-BMI
1. P : Dalam linkage program antara BMT-BMI, bahwa BMT hanya
menyalurkan linkage program dari Bank Muamalat. Apa alasannya? Dan
seperti apa pendapat BMT mengenai hal tersebut?
J : Alasannya sudah merupakan ketentuan dan tertuang dalam MOU perjanjian
antara BMI dengan BMT Shar-E. pendapat kami, tidak masalah.
2. P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT dalam linkage
program?
J : 1. Data-data keuangan neraca, laba rugi yakni dalam keadaan sehat (tidak
rugi). NPF kurang lebih 4 % diatas itu dalam BMT berkatagori bermasalah. 2.
Profil BMT Shar-E, 3. Data-data anggota yang dibiayai, 4. Legalitas BMT seperti
NPWP, SIUP, TDP.
3. P : Pola linkage program apa saja yang digunakan? Akad apa saja yang
digunakan kepada nasabah linkage?
J : Bisa Executing, channeling, atau joint financing. Akad yang digunakan antara
BMI dengan BMT Shar-E adalah mudharabah. Sedangkan BMT Shar-E kepada
nasabah disesuaikan dengan kebutuhan.
4. P : Berapa besarnya dana linkage yang diperoleh dari BMI untuk BMT ini?
Dan berapa banyak dana linkage yang telah disalurkan? Dana tersebut
digunakan untuk apa saja?
J : Dana linkage yang diperoleh oleh BMT El Muchtar ini yakni sebesar 250 juta
selama 3 tahun. Pemberian pembiayaan dilakukan dalam 2 tahap periode yaitu
pada bulan Mei sebesar Rp. 140 juta dan bulan Juni 2010 sebesar Rp. 110 juta.
Dari dana yang diperoleh tersebut semua digunakan untuk pembiayaan modal
141
kerja dan konsumtif kepada nasabah BMT dengan akad murabahah dan ijarah
(multijasa). Nisbah bagi hasil dari pembiayaan linkage program ini adalah
60,66% BMI sedangkan 39,34% BMT. Angsuran dibayar setiap bulan dengan
sisitem angsuran bertahap yakni pembayaran angsuran besar diawal kemudian
mangalami penurunan. Dalam pembiayaan linkage ini, BMT diharuskan
mengirimkan laporan setiap bulannya kepada BMI. Apabila BMT dinilai baik
dan bagus oleh BMI maka belum selesai masa pembiayaan BMT dapat
mengajukan pembiayaan kembali dengan catatan kondisi keuangan baik dan
memiliki kolektivitas lancar.
5. P : Tanggapan BMT terhadap adanya kerjasama linkage program ini
seperti apa?
J : Bagus, karena hal ini bias menjadi pengauatan modal bagi BMT. Dan juga
dalam akses memperoleh pembiayaan ini mudah karena sudah ada komitmen
diawal perjanjian. Jika BMT lainnya akses untuk memperoleh pembiayaannya
tidak mudah, karena tidak ada penjaminnya (tidak adanya unsur bank didalam
kepengurusan seperti halnya BMT Shar-E sehingga kepercayaan bank kurang).
6. P : Pengaruh dari kerjasama antara BMT dengan BMI bagi penguatan dan
pengembangan BMT seperti apa?
J : Keuangan : menjadi accountable dan dapat dipertanggungjawabkan,
Manajemen: tersusun rapi, karena mengharuskan adanya laporan kepada BMI
setiap bulan, SDM : diupgrade pengetahuan dan skill nya serta adanya
pendampingan dalam operasional awal BMT, Insfrastruktur : menjadi lebih
modern dan memadai.
7. P : Apa saja permasalahan yang dihadapi BMT dalam mengajukan
pembiayaan kepada BMI?
J : Kendalan intern BMT sendiri yakni belum memiliki legalitas badan hokum
dan juga kondisi keuangan BMT yang kurang baik. Dari pihak BMI sendiri
pemberian pembiayaan kepada BMT terkadang tidak cepat (lama) karena harus
melalui prosedur yang telah ditetapkan.