106
POLITIK EKONOMI HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASIA Agung Yuriandi Medan 2011 A. SISTEM POLITIK Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Presiden dipilih langsung oleh rakyat. 1 Sistem presidensil yang diterapkan di Indonesia memiliki corak dan karakteristik tersendiri di setiap masa dan rezim pemerintahan. Karakteristik itu disebabkan faktor sistem politik yang sedang berlaku maupun faktor corak kepemimpinan saat itu. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, sistem presidensial lebih diposisikan sebagai sistem percobaan bagi negara yang sedang mencari bentuk dan menjalankan demokrasi yang sangat fluktuatif. Bahkan berdasarkan konsensus para elite politik saat itu, sistem presidensial sempat diganti dengan sistem parlementer. Era pemerintahan Presiden Soeharto, sistem presidensial 1 Marwati Djoened Poesonegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, Cetakan 2, Edisi Pemutakhiran, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), hal. 1-82.

Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Arah persaingan menekan Indonesia ke arah globalisasi. Dengan begitu, siap tidak siap, mampu tidak mampu Indonesia harus bisa menghadapi segala hambatan-hambatan yang ada, salah satunya infrastruktur yang masih carut marut.

Citation preview

Page 1: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

POLITIK EKONOMI HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASIA

Agung Yuriandi

Medan 2011

A.

SISTEM POLITIK

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, di mana kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana

Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Presiden

dipilih langsung oleh rakyat.1

Sistem presidensil yang diterapkan di Indonesia memiliki corak dan

karakteristik tersendiri di setiap masa dan rezim pemerintahan. Karakteristik itu

disebabkan faktor sistem politik yang sedang berlaku maupun faktor corak

kepemimpinan saat itu. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, sistem

presidensial lebih diposisikan sebagai sistem percobaan bagi negara yang sedang

mencari bentuk dan menjalankan demokrasi yang sangat fluktuatif. Bahkan

berdasarkan konsensus para elite politik saat itu, sistem presidensial sempat diganti

dengan sistem parlementer. Era pemerintahan Presiden Soeharto, sistem presidensial

1 Marwati Djoened Poesonegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V :

Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, Cetakan 2, Edisi Pemutakhiran, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), hal. 1-82.

Page 2: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

2

diterapkan secara pincang tanpa disertai checks and balances antara Presiden dan

parlemen.2

Di antara perubahan yang paling nyata adalah semakin menguatnya peran

partai politik dalam melakukan rekrutmen terhadap pemimpin-pemimpin politik. Ini

jelas sangat berbeda jika dibandingkan pada masa Orde Baru. Partai-partai politik

pada masa Orde Baru yang jumlahnya hanya dua partai politik karena satu partai

menolak dirinya disebut partai juga tidak mempunyai konstituen di tingkat bawah.

Dalam kaitan ini, seorang pengamat mengatakan bahwa pemerintahan Soeharto

mempunyai sifat autocratic yang diantaranya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

pemerintahannya bersifat sentralistik dan dengan demikian tidak demokratis, sangat

menekankan pada orientasi kekuasaan politik, dan tidak efisien. Partai politik

menjadi lemah dan pasif, dan tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi politiknya,

termasuk fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan.3

Dari fungsi-fungsi politiknya, maka hak-hak sipil dan politik warga negara

adalah meliputi hak atas jaminan yang sama terhadap warga Negara dalam berbagai

bidang. Serta dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 Undang-Undang No. 39 Tahun

2 Checks and Balances disini berkaitan dengan pembagian kekuasaan antara Legislatif

(sebagai perwakilan rakyat dan pembuat Undang-Undang), Yudikatif (lembaga Peradilan), dan Eksekutif (sebagai Pemerintah). Antara setiap lembaga harus saling mengawasi sesuai dengan sistem pemerintahan. Mengutip Lord Ackton, tujuan dari checks and balances “karena pemusatan kekuasaan pemerintahan di satu cabang akan memperbesar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan hegemoni atas cabang-cabang kekuasaan pemerintah lainnya”. Pembuatan peraturan bersifat top down dan bottom up. Top Down berarti peraturan berasal dari atas sedangkan Bottom Up peraturan berasal dari bawah ke atas. Artinya dari atas ke bawah adalah dari pemerintah ke rakyat sedangkan dari bawah ke atas adalah dari perwakilan rakyat ke atas untuk dijadikan undang-undang. Lihat Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 53 yang menyatakan bahwa : “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah”.

3 Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, (Yogjakarta : Media Pressindo, 2007), hal. 86.

Page 3: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

3

1999 tentang Hak Azasi Manusia mengemukakan bahwa hak atas tunjangan

ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial sebagai suatu standar bagi kehidupan dan

pendidikan yang layak. Hak-hak tersebut menegaskan semua orang mempunyai hak

atas pelayanan-pelayanan dari negara kesejahteraan (welfare state).4

Untuk mengatur seluruh hak-hak sipil warga negara maka pemerintahan

membutuhkan berbagai tipe aparatur Negara untuk menjamin efektivitas

terselenggaranya hak-hak sipil tersebut. Aparatur Negara sebagai unsur pelaksana

penyelenggara pemerintahan negara mempunyai peran sentral dan strategis terhadap

keberhasilan pembangunan nasional. Kinerja aparatur negara dari waktu ke waktu

terus mengalami penyempurnaan dan peningkatan seirama dengan tuntutan dan

perubahan lingkungan strategis yang berkembang begitu cepat, baik nasional,

regional maupun global. 5

Di bidang peradilan, para hakim dalam menangani perkara sesuai dengan

tuntutan dan aspirasi masyarakat masih belum optimal. Hal ini antara lain

disebabkan oleh kurangnya kemandirian hakim sebagai akibat dari dualisme

pembinaan antara yudikatif (Mahkamah Agung) dengan eksekutif (Departemen

Kehakiman) pada masa lalu. Di bidang kelembagaan, masih terdapat kecenderungan

pengembangan organisasi dalam Jabatan Struktural yang berdampak kurang efektif

dan efisiennya pelaksanaan tugas organisasi. Di lain pihak, pengembangan jabatan

fungsional yang lebih berorientasi pada profesionalisme masih belum didukung oleh

4 James W. Nickel, “Hak Azasi Manusia: Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak

Azasi Manusia”, elkhalil.files.wordpress.com/2010/05/hak-asasi-manusia.doc., diakses pada 08 April 2011.

5 Website Bappenas, “BAB VI : Reformasi Aparatur Negara”, www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6415/., diakses pada 08 April 2011.

Page 4: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

4

sikap dan perilaku birokrasi karena keterbatasan penyediaan kesejahteraan pegawai.

Sisi ketatalaksanaan belum mencerminkan prinsip efisiensi dan efektifitas, sehingga

hasil yang dicapai belum optimal.6

Pada pelayanan masyarakat masih terdapat berbagai kelemahan dan

kekurangan. Kinerja aparatur pemerintah di bidang pelayanan masyarakat masih

menjadi sorotan masyarakat. Keluhan dan kritikan masyarakat terutama berkaitan

dengan sistem dan prosedur pelayanan yang masih berbelit-belit (birokratis) yang

seolah-olah disengaja untuk memberi peluang terjadinya pungutan-pungutan yang

tidak resmi,7 jangka waktu penyelesaian pelayanan yang tidak berkepastian,

informasi pelayanan yang tidak transparan serta sikap dan perilaku aparatur yang

masih cenderung sebagai penguasa yang ingin dilayani.8

Hal tersebut terjadi dikarenakan kesadaran dan kepatuhan hukum tidak

tercipta di dalam diri seorang aparatur negara. Dikarenakan bentuk kebudayaan

hukum yang berkembang di masyarakat mencerminkan perilaku opurtunis maka

dituntut profesionalisme dan kecanggihan dari profesi hukum. Hukum juga harus

didukung dengan sarana dan prasarana yang tidak murah. Ciri-ciri profesionalisme

tersebut, antara lain : memiliki keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta

kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas yang bersangkutan; memiliki ilmu dan pengalaman serta

kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi

6 Ibid. 7 Pungutan Tidak Resmi atau Transaction Cost adalah akibat dari berbelit-belitnya birokrasi

menyebabkan tingginya pungutan-pungutan liar. 8 Website Bappenas, “BAB VI : Reformasi Aparatur Negara”, Op.cit.

Page 5: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

5

cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar

kepekaan; mempunyai sikap yang berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan

mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya; dan

mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta

terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam

memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

Salah satu kelemahan sistem politik Indonesia adalah minimnya sumber-

sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas “kekuatan” pemerintah,

di tingkat nasional ataupun daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan

untuk melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran

untuk membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif. Partai politik hanya

dijadikan motor untuk meraih kedudukan dan kedudukan otomatis mendapat

kekuasaan. Setelah kedudukan dan kekuasaan diraih maka akan mencari keuntungan

kemudian keuntungan digunakan untuk mengokohkan kedudukan dan kekuasaan.

Itulah yang disebut dengan money makes power and power makes money. Konsep

inilah yang digunakan oleh partai politik jika dilihat dari kasat mata. Hampir seluruh

anggota partai politik yang duduk di kursi pemerintahan dan lembaga legislatif juga

mencari keuntungan dengan cara mengikuti tender-tender pemerintahan (melakukan

persekongkolan tender). Tingkat korupsi juga menjadi tinggi, melihat pada PERC

2010, Indonesia adalah negara terkorup dari 16 negara di Asia Pasifik.9 Dapat dilihat

9 Kompas Online, “PERC : Indonesia Negara Paling Korup!”,

http://nasional.kompas.com/read/2010/03/08/21205485/PERC.Indonesia.Negara.Paling.Korup., diakses pada 09 April 2011.

Page 6: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

6

pada lembaga-lembaga yang terkorup justru berasal dari lembaga Kepolisian,

Kejaksaan, dan DPR.10

Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh

negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa

Indonesia. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide

bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong

adalah koperasi.11 Namun, bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan

secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar

ekonomi koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia pada saat itu,

Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika Serikat tahun 1949,

menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam ekonomi

campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah

suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang

didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.12

Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya

pernah terjadi di Indonesia, maka menurut Sila Kelima Pancasila sebagai dasar

Negara menyebutkan bahwa “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”

mencerminkan dari segala aspek kehidupan pemerintah harus menjamin dalam

10 Rezki Sri Wibowo, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2008”,

http://www.ti.or.id/index.php/publication/2009/01/21/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2008-2., diakses pada 09 April 2011.

11 Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam : Menangkap Makna Maqâshid al Syarî’ah, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 201-210.

12 Hadi Soesastro, et.al., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir : Krisis dan Pemulihan Ekonomi, (Yogjakarta : Kanisius, 2005), hal. 61-66. Lihat juga : Website Gunadarma, “Sistem Perekonomian Indonesia”, http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf., diakses pada 08 April 2011.

Page 7: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

7

kesejahteraan. Berangkat dari sila Kelima Pancasila maka perekonomian di

Indonesia berlandaskan dari Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya pada Pasal 33

yang menyatakan bahwa :

1. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan;

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”.

Dengan demikian perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya13 :

1. free fight liberalism yaitu adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali

sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi lemah dengan

akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin;

2. etatisme yaitu keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga

mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan

bersaing secara sehat;

3. monopoli yaitu suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu

kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen

untuk tidak mengikuti “Keinginan sang Monopoli”.

Pemerintah sadar pada waktu kemerdekaan dalam membuat UUD bahwa

perekonomian Indonesia pada saat itu masih lemah maka membutuhkan campur

13 Ibid.

Page 8: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

8

tangan pemerintah untuk menggerakkannya. Keikutsertaan pemerintah mengelola

perekonomian Indonesia maka etatisme sempat terjadi di Indonesia.

B.

SISTEM EKONOMI

Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut

sistem ekonomi Pancasila. Demokrasi Ekonomi, dan “mungkin campuran”, namun

bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di

Indonesia. Pada awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti

sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga

dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an

sampai dengan masa Orde Baru.14 Setelah masa Orde Baru selanjutnya adalah Masa

Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan B. J. Habibie. Pada saat itu pemerintah

belum banyak melakukan pembaruan untuk mengatasi ekonomi. Pada masa

kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid juga belum ada tindakan yang cukup

berarti untuk menyelamatkan negara dari masalah ekonomi. Padahal, ada berbagai

persoalan ekonomi yang diwariskan Orde Baru harus dihadapi, antara lain: masalah

KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme); Pemulihan Ekonomi; Kinerja BUMN;

Pengendalian Inflasi; dan Mempertahankan Kurs Rupiah.15

Pada masa kepemimpinan presiden Megawati, perekonomian Indonesia

mulai mengalami kemajuan. Pemerintah dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi

14 Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi, Cetakan Ketiga,

(Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), hal. 16. 15 Hadi Soesastro, et.al., Op.cit., hal. 210-211.

Page 9: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

9

menjadi 4,1% karena pada saat itu pemerintah membuat kebijakan privatisasi

BUMN, yaitu menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan

melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan

mengurangi beban Negara. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi karena

beberapa BUMN yang diprivatisasi ternyata dijual kepada perusahaan asing.16

Di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga

sekarang, perkembangan perekonomian Indonesia cukup signifikan yaitu

pertumbuhannya 6,1% per tahun. Hal itu disebabkan karena pemerintahan presiden

Susilo Bambang Yodhoyono membuat suatu kebijakan kontroversial yaitu dengan

mengurangi subsidi BBM dengan kata lain pemerintah menaikkan harga BBM.

Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta

bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan

kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni

Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak

sampai ke tangan yang berhak, dan distribusinya berbagai masalah sosial. Kebijakan

lain yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan

pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta

mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya

adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006

lalu, yang mempertemukan para investor dengan para kepala-kepala daerah.17

16 Ibid., hal. 237-238. 17 Fahmi Radhi, Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat, (Jakarta : Republika Press, 2008), hal. 44-

47.

Page 10: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

10

Pada tahun 2008, disaat Amerika Serikat mengalami resesi akibat kredit

macet, perekonomian Indonesia tidak mengalami imbas yang besar, itu disebabkan

tingginya pertumbuhan ekonomi dua negara yaitu China dan India. Hal itu

didasarkan pada beberapa indikasi yaitu: hubungan dagang Indonesia dengan negara-

negara regional semakin meningkat, meskipun hubungan dagang dengan Amerika

mengalami penurunan. Selain itu, yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi

nasional didominasi oleh konsumsi dan ekspor yang dibantu oleh membaiknya

investasi swasta.

Saat ini Indonesia juga dipercaya sebagai anggota G-20, dunia barat menilai

bahwa Indonesia dapat memberikan dampak yang positif bagi perekonomian dunia.

Hal ini tidak lain adalah berkat kinerja Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri

Keuangan Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu yang menerapkan dan

melaksanakan prinsip transparansi agar mendapat kepercayaan seluruh rakyat

Indonesia. Salah satu contoh18 : “para menteri yang masih berprofesi pengusaha

perlu mengumumkan kepada rakyat bahwa ia akan mengutamakan tugas dan

tanggung jawab kenegaraan ketimbang pribadi atau kelompok usahanya”.

Hal tersebut dapat dilihat dari pembaruan sistem perpajakan sehingga

meningkatkan pendapatan negara. Penyerapan pajak yang tinggi pada masa Sri

Mulyani menyebabkan Indonesia terhindar dari dampak krisis ekonomi pada tahun

2008 yang dialami Amerika Serikat. Indonesia juga sudah lama menerapkan sistem

18 Femi Adi Soempeno, Mereka Mengkhianati Saya: Sikap Anak-Anak Emas Soeharto di

Penghujung Orde Baru, Cetakan Pertama, (Yogjakarta: Galangpress, 2008), hal. 86.

Page 11: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

11

perbankan syariah. Sistem tersebut diterapkan oleh Amerika Serikat untuk mengatasi

krisis moneter pada tahun 2008.

Setiap pemimpin atau penguasa yang menjadi kepala pemerintahan dan

kepala negara pastilah memberikan penekanan yang berbeda. Dapat dilihat pada

perubahan kepemimpinan di Indonesia yang berganti maka peraturan yang

dihasilkan juga berubah. Peraturan yang berubah menyebabkan kondisi ekonomi,

politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan juga berubah. Perubahan tersebut

dapat menjadi positif ataupun negatif. Jika konsep yang dimiliki pemerintahan

sebelumnya baik, maka pemerintah selanjutnya mengikuti dan melanjutkannya.

1. Struktur dan Sifat Ekonomi Termasuk Batasan/Hambatan Masuk (Peraturan Hukum dan Ekonomi)

Kita ketahui bahwa ada kecenderungan bahwa sistem ekonomi suatu Negara

berkaitan erat dengan sistem politik suatu Negara. Negara yang berideologi politik

liberal, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan

ekonomi berdasarkan mekanisme pasar.19 Sedangkan Negara-negara yang

berideologi politik komunisme, ideologi ekonominya cenderung sosialisme, dengan

pengelolaan ekonominya berdasarkan perencanaan terpusat.20 Namun tidak ada satu

negarapun di dunia ini menerapkan secara mutlak kedua sistem tersebut.

Dari beberapa sistem ekonomi tersebut di atas mempunyai struktur yang

berbeda dalam penerapan di masing-masing Negara. Struktur ekonomi tersebut dapat

19 Sarbini Sumawinata, Politik Ekonomi Kerakyatan, Cetakan Pertama, (Jakarta : Gramedia,

2004), hal. 107-114. 20 William Ebenstein, Isme-isme yang Mengguncang Dunia : Komunisme, Fasisme,

Kapitalisme, Sosialisme, Cetakan Kedua, (Yogjakarta : Narasi, 2006), hal. 312-319.

Page 12: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

12

dilihat dari berbagai sudut tinjauan antara lain tinjauan makro-sektoral, tinjauan

keuangan, tinjauan penyelenggaraan Negara, dan tinjauan birokrasi dan pengambilan

keputusan. Tinjauan makro-sektoral dan tinjauan keuangan merupakan tinjauan

ekonomi murni, sedangkan tinjauan penyelenggaraan negara dan tinjauan birokrasi

adalah pengambilan keputusan. Pada dasarnya suatu struktur ekonomi merupakan

jembatan atau implementasi dari sistem-sistem ekonomi yang ada dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan

pertumbuhan pendapatan nasional. Hal ini berakibat pada perubahan mendasar

struktur ekonomi.21

Hambatan masuk (barriers to entry) pasar adalah faktor yang menghambat

atau mencegah pelaku usaha baru masuk ke dalam suatu industri apabila pelaku

usaha yang ada (incumbent) memperoleh keuntungan berlebih. Terdapat dua jenis

hambatan secara luas, yaitu: hambatan struktur (structural) dan hambatan strategis

(strategic). Hambatan masuk timbul apabila pelaku usaha harus menanggung biaya

yang tidak ditanggung oleh pelaku usaha yang sudah ada. Disamping itu ada juga

konsep sunk cost sebagai hambatan masuk. Hal ini mengingatkan bahwa sunk cost

harus ditanggung oleh pelaku usaha baru, namun sudah dikeluarkan oleh pelaku

usaha yang ada. Selain sunk cost mengurangi kemungkinan keluar masuk pasar,

sehingga menambah risiko tambahan bagi pelaku usaha potensial untuk masuk.22

21 Soetrisno P. H., Kapita Selekta Ekonomi Indonesia : Suatu Studi, Edisi II, (Yogjakarta :

Andi Offset, 1992), hal. 157-164. 22 M. Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol :Bagaimana Cara

Memenangkan?, Cetakan Pertama, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007), hal. 215-219.

Page 13: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

13

Sunk cost disini adalah biaya yang telah dikeluarkan dan tidak dapat diambil

kembali. Sunk cost timbul karena beberapa kegiatan membutuhkan asset tertentu

yang tidak dapat diubah dengan cepat guna keperluan lain. Sunk cost adalah selalu

biaya tetap namun tidak semua biaya tetap adalah sunk. Hambatan masuk strategik

menimbulkan semacam pre-emptive behaviour oleh pelaku usaha yang telah ada.

Misalnya pre-emption facilities yang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah ada

dengan melakukan investasi yang berlebih dalam upaya mengancam perang harga

apabila pelaku usaha baru masuk ke dalam pasar.23

Di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menciptakan hambatan masuk dilarang

di dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b. yang berbunyi : “pelaku usaha patut diduga atau

dianggap melakukan penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan atau jasa

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila mengakibatkan pelaku usaha lain

tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama”.

Pasal 25 ayat (1) huruf c., Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, mengatakan

bahwa24 : “Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi

menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan”.

23 John Sutton, Sunk Costs and Market Structure, (Hong Kong: Trade Typeseting Ltd., Tanpa

Tahun), hal. 99-102. Lihat juga kasus : Arthur K. Young dalam Cary L. Cooper dan Chris Argyris, The Concise Blackwell : Encyclopedia of Management, (Massachusetts: Blackwell Publishers Inc., 1998), hal. 646.

24 Ibid.

Page 14: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

14

Hambatan masuk ke pasar menyebabkan berkurangnya persaingan bagi

perusahaan yang sudah ada sehingga mengurangi insentif munculnya inovasi dan

keinginan meningkatkan produktifitas. Di industri perbankan masalahnya terletak

pada ketidaksimetrisan informasi. Sedangkan persoalan infrasastruktur terletak pada

kekuatan pasar yang terkait dengan skala ekonomi. Intervensi yang dilakukan

pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar pada industri perbankan justru

menyebabkan industri perbankan tertekan dan terdistorsi.25

Kondisi ini umumnya lebih keras menghantam pengusaha kecil. Industri

perbankan menyediakan jasa sistem pembayaran, memobilisasi tabungan dan

mengalokasikan pembiayaan kepada perusahaan yang ingin dan layak melakukan

investasi. Apabila industri keuangan bekerja baik, maka sumber dana untuk

melakukan investasi tersedia bagi berbagai jenis usaha. Pasar keuangan yang sehat

mendorong dunia usaha disiplin, memperbaiki kinerja, mendorong efisiensi secara

langsung termasuk penyediaan fasilitas bagi masuknya pemain baru ke pasar.26

Demikianlah dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hambatan

masuk pasar yang faktual dilarang. Apakah suatu pelaku usaha telah melakukan

hambatan masuk pasar perlu investigasi kasus per kasus yang harus dilakukan oleh

KPPU.27 Hambatan masuk ke pasar lambat laun akan dihapus dan BUMN yang

25 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat Liberalisasi”,

http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/88-investasi-asing-di-indonesia-memetik-manfaat-liberalisasi.html., diakses pada 10 April 2011.

26 Ibid. 27 KPPU adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sebuah lembaga pengawas yang berdiri

sejak diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Page 15: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

15

melakukannya akan diprivatisasi.28 Hambatan masuk ke pasar tersebut dapat dilihat

pada berbagai sektor, antara lain:

a.

Sektor Pertanian

Pada era milenium ketiga, setiap kegiatan atau proses produksi, termasuk

hasil pertanian, diikat oleh ketentuan-ketentuan dalam perjanjian GATT (General

Agreement on Tariffs and Trade) dan WTO (World Trade Organization). Implikasi

dari GATT/WTO adalah disepakatinya untuk memenuhi ketentuan SPS (Sanitary

and Phytosanitary Measurement). Dalam SPS ini, setiap negara, termasuk Indonesia,

diharuskan mampu melaksanakan instrumen-instrumen yang diciptakan diantaranya

sistem produksi pertanian yang baik atau GAP (Good Agricultural Practices), sistem

pengemasan yang baik atau GMP (Good Manifacturing Practices), dan sistem

kontrol terhadap bahaya/risiko yang kritis atau HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point). Dengan demikian, setiap hasil atau produk pertanian dapat dikenakan

sanksi atau pencekalan untuk masuk ke pasar global jika tidak memenuhi ketentuan

yang telah disepakati oleh dunia internasional. Dalam konteks ini, pemanfaatan

sumber daya didukung oleh sumber daya manusia dan teknologi yang memadai.

Penguasaan pengetahuan dan teknologi pemanfaatan, baik untuk pertanian,

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Atau dengan kata lain, undang-undang anti monopoli adalah substansinya sedangkan KPPU adalah struktur hukumnya (Lawrence M. Friedman).

28 M. Udin Silalahi, Op.cit., hal. 221.

Page 16: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

16

kehutanan, industri maupun energi listrik, merupakan syarat mutlak untuk

menunjang pembangunan berkelanjutan (sustainable development).29

Pembangunan pertanian secara umum di masa mendatang menghadapi

tantangan dengan diberlakukannya mekanisme pasar bebas.30 Berbagai tantangan

sektor pertanian di masa depan, antara lain: kebebasan akses barang, termasuk hasil

pertanian; pengurangan subsidi dan tarif; dan bincangan (issue) lingkungan.

Kebebasan akses barang menuntut daya saing yang tinggi dari produk yang

dihasilkan, baik dari segi harga maupun mutu. Pengurangan subsidi yang dikenakan

pada sarana-sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida akan menambah

berat beban biaya yang ditanggung petani sehingga dapat menurunkan daya saing

produk pertanian di pasar global. Issu lingkungan sangat berhubungan dengan

mekanisme pasar yang banyak dikenal dengan istilah green marketing.31

b.

Sektor Bahan Galian

Hambatan yang terdapat dalam sektor bahan galian adalah sulitnya masuk

sains teknologi dalam sistem produksi. Pekerjaan yang semula dilakukan oleh tenaga

manusia beralih pada tenaga mesin dan dan selama ini sector ini dikuasai

pemerintah.32 Pemerintah mengadakan Joint Venture Entreprise yang umumnya

perusahaan asing untuk menggali sumber daya alam tersebut. Contohnya dapat

29 Muhammad Noor, Pertanian Lahan Gambut : Potensi dan Kendala, Cetakan Kedelapan,

(Yogjakarta : Kanisius, 2011), hal. 11. 30 Maamun et.al., 1996, dalam Ibid. 31 Loc.cit., hal. 10-11. 32 M. Sahari Besari, Teknologi di Nusantara : 40 Abad Hambatan Inovasi, (Jakarta : Salemba

Teknika, 2008), hal. 9-10.

Page 17: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

17

dilihat pada PT. Freeport Indonesia yang bergerak dalam bidang biji besi dan emas.

Bentuk kerjasama tersebut adalah Build Operate Transfer yang setelah beberapa

tahun maka pihak asing akan menyerahkan seluruhnya kepada Indonesia baik itu

infrastruktur, cara pengolahan, dan lain sebagainya. Tapi masalahnya adalah saat

pengalihan pemerintah Indonesia tidak dapat mengoperasikan sebagian peralatan

berteknologi maju.33

Pemerintah kesulitan karena karyawan-karyawan pada perusahaan tersebut

hanya diajarkan know-how (cara mengoperasikan peralatan) sedangkan knowledge

(cara membetulkan peralatan) tidak diajarkan. Dengan demikian, teknologi yang

sudah disediakan tidak optimal. Sehingga pemerintah mengadakan perjanjian

kembali dengan pihak asing untuk mengoperasikannya. Hal ini lebih menekankan

pada daya saing sumber daya manusia. Apa yang terjadi adalah perusahaan Negara

menjadi dikuasai pihak asing. Sementara itu, perusahaan swasta nasional dilarang

untuk mengelolanya karena dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

c.

Sektor Manufaktur

Selama lebih dari dua puluh tahun, peran industri manufaktur dalam

perekonomian Indonesia telah meningkat secara substansial, dari 19% terhadap PDB

tahun 1990 menjadi 26% tahun 2009 (Grafik Kiri). Walaupun selama tahun 1990-

2008, sektor industri mengalami penurunan pertumbuhan akibat adanya krisis. Di

sisi lain, peningkatan lapangan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 %

33 Sidney M. Levy, Build Operate Transfer : Paving The Way For Tomorrow’s Infrastructure, (John Wiley & Sons, Inc., 1996).

Page 18: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

18

menjadi 12 %. Dinamika sektor industri secara umum bergerak sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi. Ketika krisis Asia melanda Indonesia tahun 1997/1998, PDB

tahun 1998 tumbuh negatif sebesar 13.3 % yang juga diikuti oleh penurunan

pertumbuhan sektor manufaktur sebesar 15.4 % (Grafik Kanan). Penurunan yang

tajam pada output manufaktur tahun 1998 ini juga diikuti oleh penurunan tajam

lapangan kerja di sektor manufaktur yaitu 9%.34

Grafik 1. Grafik Kiri : Kontribusi Sektor Utama terhadap Perekonomian Grafik Kanan : Pertumbuhan PDB dan Sektor Manufaktur Tahun 1994-2009

Sumber : Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, (Bank Indonesia : Buletin

Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2002). Kontribusi sektor manufaktur yang besar terhadap perekonomian

menyebabkan siklus perekonomian tidak terlepas dari dinamika sektor manufaktur.

Jumlah perusahaan yang masuk dan keluar juga menjadi pengaruh bagi fluktuasi

makro-ekonomi karena: pertama, struktur ekonomi sedang menghadapi guncangan

atau perubahan kebijakan; kedua, jumlah perusahaan yang masuk dan keluar berguna

untuk melihat bagaimana implikasi guncangan positif (boom) atau negatif (bust).

Bariers to entry juga mempengaruhi keputusan perusahaan untuk masuk atau keluar

34 Yati Kurniati dan Yanfitri, “Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus Bisnis”, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, (Bank Indonesia: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2002), hal. 136.

Page 19: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

19

dari industri manufaktur. Dalam persaingan sempurna, hambatan ini tidak ada, akan

tetapi untuk pasar tidak sempurna, hambatan berupa biaya iklan, UU dan lain-lain

menyebabkan biaya untuk memasuki pasar bertambah.35

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai

daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia

(comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk

serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya

kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia

(competitive advantage).

d.

Sektor Jasa

Pada sektor jasa, di bidang ekonomi, berawal dari putaran Uruguay yang

dimulai pada tahun 1986 hingga tahun 1993, akhirnya lahir kesepakatan-kesepakatan

di bawah naungan GATT (General Agreement on Trade and Tariffs) dan WTO

(World Trade Organization). Cakupan dari kesepakatan-kesepakatan itu sangat luas,

meliputi pembukaan akses pasar barang dan mulai diaturnya isu-isu baru di sektor

jasa, hak milik intelektual, aturan main perdagangan, penggunaan standar teknis,

serta aturan pemberian subsidi terutama bagi negara-negara berkembang. Pada tahun

1980-an, akibat rasa ketidakpastian yang diakibatkan perjanjian multilateral, setiap

wilayah mulai mengagendakan kerjasama ekonomi regional. Untuk kawasan Asia

Pasifik dibentuklah APEC (Asia Pasific Economic Coorperation) pada tahun 1989,

35 Ibid., hal. 138.

Page 20: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

20

dan untuk wilayah ASEAN dibentuk AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun

1992. APEC bertujuan merealisasikan arus perdagangan dan investasi bebas di

kawasan Asia Pasifik paling lambat pada tahun 2010 untuk negara maju dan tahun

2020 untuk negara sedang berkembang. Sedangkan AFTA bertujuan menurunkan

tarif masuk berbagai produk dan jasa antara 0-5% pada tahun 2003.36

Akibat terjadinya hal di atas akan terjadilah proses liberalisasi dan deregulasi

di semua sektor kegiatan ekonomi, dan selanjutnya akan terciptalah persaingan ketat,

baik dalam pemasaran produk-produk domestik, penanaman modal, dan penggunaan

teknologi.37 Dalam beberapa tahun terakhir ini, yang terjadi adalah persaingan ke

arah dominasi kekuatan dan kekuasaan. Negara berkembang, seperti Indonesia, yang

pada awalnya sangat optimis dapat mengimbangi persaingan produk dengan negara-

negara lainnya, ternyata menghadapi berbagai kendala internasional.

Hambatan-hambatan dari berbagai sektor tersebut dapat diukur melalui GDP

Nasional dan GDP Perkapita. GDP (Gross Domestic Product) adalah penghitungan

yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian

nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur volume produksi dari suatu

wilayah (negara) secara geografis.

36 Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2007), hal. 14-15. 37 Dirangkum dari artikel Anggito Abimanyu, dalam Jurnal Tahunan Cides No. 2 Tahun

1996.

Page 21: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

21

2.

GDP Nasional dan GDP Perkapita

Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar

6,1% dibanding tahun 2009. Nilai PDB atas dasar harga konstan pada tahun 2010

mencapai Rp. 2.310,7 triliun, sedangkan pada tahun 2009 dan 2008 masing-masing

sebesar Rp. 2.177,7 triliun dan Rp. 2.082,5 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga

berlaku, PDB tahun 2010 naik sebesar Rp. 819,0 triliun, yaitu dari Rp. 5.603,9 triliun

pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp. 6.422,9 triliun pada tahun 2010.38

Tabel 1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 – 2010

Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun 2010

Sumber : Berita Resmi Statistik No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011

Selama tahun 2010, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang

38 Badan Pusat Statistik, “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari

2011.

Page 22: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

22

mencapai 13,5%, diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,7%, Sektor

Konstruksi 7,0%, Sektor Jasa-jasa 6,0%, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa

Perusahaan 5,7% , Sektor Listrik , Gas dan Air Bersih 5,3%, Sektor Pengolahan

4,5%, Sektor Pertambangan dan Penggalian 3,5%, dan Sektor Pertanian 2,9%.

Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2010 mencapai 6,6% yang berarti lebih

tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,1%.39

Grafik 2. Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2010 (Persen)

Sumber : Berita Resmi Statistik No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011.

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang mengalami pertumbuhan

sebesar 8,7% memberikan sumbangan terhadap total pertumbuhan PDB yaitu

sebesar 1,5%. Selanjutnya diikuti oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan

39 Ibid., hal. 6.

Page 23: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

23

Sektor Industri Pengolahan yang memberikan peranan masing-masing sebesar 1,2%.

(Tabel 1).40

PDB/PNB per kapita merupakan PDB/PNB (atas dasar harga berlaku) dibagi

dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2010, nilai PDB per kapita

diperkirakan mencapai Rp. 27,0 juta (US$. 2.267,3) pada tahun 2009 menjadi

Rp.26,3 juta (US$.2.920,1) pada tahun 2010 atau terjadi peningkatan sebesar 13,9%.

Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini41 :

Tabel 2. PDB dan PNB Per Kapita Indonesia Tahun 2008 – 2010

Sumber : Berita Resmi Statistik No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011.

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara

pada suatu periode tertentu yang biasanya satu tahun. Konsep pendapatan yang biasa

dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita adalah Pendapatan Domestik Bruto

(PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Pendapatan per kapita Indonesia jika

dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, ternyata masih rendah.

40 Ibid. 41 Kompas Online, “Pendapatan Per Kapita 2010 Rp. 27 juta”,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/07/1449472/Pendapatan.Per.Kapita.2010.Rp.27.Juta.diakses pada 10 April 2011.

Page 24: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

24

3.

Keanggotaan WTO

Indonesia secara resmi menjadi anggota WTO sejak organisasi perdagangan

dunia tersebut terbentuk pada awal Januari 2005. Indonesia telah meratifikasi

Persetujuan Pembentukan WTO (Agreement on Establishing the World Trade

Organization) melalui UU No. 7 Tahun 1994. Ratifikasi ini mengandung pengertian

bahwa Indonesia terikat dengan seluruh hasil kesepakatan yang dihasilkan dalam

Perundingan Uruguay.

Misi yang diemban serta yang harus diperjuangkan oleh keikutsertaan

Indonesia di WTO tidak lain adalah melaksanakan amanat dalam Garis-Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, khusunya menyangkut bidang ekonomi dan

politik luar negeri yang mengamanatkan bahwa perkembangan dunia dapat

menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu

dimanfaatkan sebaik-baiknya melalui ekspor khususnya komoditi non migas,

meningkatkan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri. Dalam

kaitannya dengan GATT, keikutsertaan Indonesia merupakan wujud nyata dari usaha

pemerintah untuk memanfaatkan peluang yang ada pada perkembangan tatanan

ekonomi dunia dan sistim perdagangan internasional di masa yang akan datang.

Sementara itu, secara politik upaya ini merupakan perwujudan dari politik

luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Sebagaimana diamanatkan dalam GBHN

1993 bahwa salah satu konsekuensi politik luar negeri Indonesia adalah usaha secara

aktif untuk mengikuti perkembangan, perubahan dan gejolak dunia baik di bidang

politik, ekonomi dan sosial budaya maupun militer guna dapat melakukan

Page 25: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

25

identifikasi dan antisipasi terhadap potensi-potensi dari perkembangan dunia tersebut

yang mungkin dapat muncul sebagai kendala bagi pembangunan nasional.

Keanggotaan Indonesia di WTO banyak mempengaruhi kebijakan dan

hukum ekonomi di Indonesia. Hal ini didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan

potensi keterbukaan akses pasar yang lebih luas yang dijanjikan oleh WTO. Oleh

karena itulah Indonesia aktif mengikuti perkembangan WTO, salah satunya adalah

dalam Doha Development Agenda (DDA). Keterlibatan dan posisi Indonesia dalam

proses perundingan DDA didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka

mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Indonesia

bergabung dalam koalisi negara berkembang seperti G-33, G-20, NAMA -11 yang

kurang lebih memiliki kepentingan yang sama. Indonesia terlibat aktif dalam

merumuskan posisi bersama untuk mencapai developmental objectives dari DDA.

Di Kelompok G-33, selaku Koordinator, Indonesia terus melaksanakan

komitmen dengan mengadakan serangkaian dan berbagai pertemuan tingkat pejabat

teknis dan Duta Besar/Head of Delegations, Senior Officials Meeting dan Tingkat

Menteri secara rutin demi tercapainya kesepakatan negara berkembang melindungi

petani kecil dan miskin. Sebagai koalisi negara berkembang, G-33 berkembang

menjadi kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam perundingan pertanian dan

anggotanya saat ini bertambah menjadi 46 negara.

Disamping itu, Indonesia juga menjadi anggota Cairns Group dan aktif

berpartisipasi. Menteri Perdagangan RI menjadi tuan rumah Pertemuan Cairns Group

pada tanggal 7-9 Juni 2009 di Bali, memberikan momentum dan dorongan politis

Page 26: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

26

bagi dimulainya kembali perundingan DDA secara penuh. Diharapkan bahwa

komitmen politis yang muncul di Bali dapat mendorong penyelesaian perundingan

DDA yang meningkat urgensinya di dalam upaya mengatasi krisis ekonomi dan

keuangan dunia saat ini serta mencegah kebijakan perdagangan yang proteksionis.

Menghadapi rangkaian kegiatan mendatang Pemerintah berupaya untuk

melaksanakan tugas berlandaskan pada prinsip-prinsip kebijakan selama ini. Pokok-

pokok pelaksanaan tugas antara lain mencakup42 :

1. Melanjutkan peningkatan peluang ekspor komoditi pertanian;

2. Melanjutkan perlindungan sektor pertanian RI dari persaingan tidak sehat dan

lonjakan impor yang merusak ketahanan pangan, livelihood security dan

pembangunan pedesaan;

3. Memperjuangkan kepentingan ekspor dan perlindungan sektor industri;

4. Memperjuangkan kepentingan ekspor dan perlindungan sektor jasa;

5. Meningkatkan profil RI sebagai anggota G-20 yang berkomitmen memerangi

proteksionisme dan memelihara kepercayaan pada sistem perdagangan

multilateral maupun global governance;

6. Memperjuangkan peningkatan peran WTO dalam kepentingan sektoral RI,

termasuk hak kekayaan intelektual (HKI), perlindungan/pemanfaatan sumber

daya genetik/pengetahuan tradisional, lingkungan, special & differential

treatment, bantuan pembangunan/aid for trade, trade financing, transfer

teknologi, subsidi perikanan dan ketahanan energy;

42 “Indonesia dan WTO”, http://www.mission-indonesia.org/modules/WTO.pdf., diakses

pada 10 Mei 2011.

Page 27: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

27

7. Meningkatkan pemanfaatan bantuan teknis WTO;

8. Aktif memberi masukan dan berpartisipasi dalam Timnas PPI serta dalam

perumusan posisi runding nasional;

9. Aktif memanfaatkan Organisasi Internasional, LSM nasional dan

internasional, serta kapasitas riset dan analisis Pusat/Lembaga Kajian

nasional maupun internasional dalam mendukung posisi runding RI;

10. Aktif mengupayakan penghapusan regulasi dan NTB (non-tariff barriers)

yang merugikan ekspor RI.

Indonesia juga pernah menjadi negara yang digugat oleh negara anggota

WTO lainnya, yaitu Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pada saat itu

masalahnya adalah kebijakan Indonesia dalam program Mobil Nasional yang

dianggap telah memberikan kemudahan bagi industri mobil nasional merupakan

bentuk diskriminasi dan dengan demikian telah melanggar ketentuan WTO yang

terkait dan Persetujuan Trade Related Investment Measures (TRIMs). Dalam tahap

DSB, Panel memutuskan agar Indonesia menyesuaikan peraturannya agar selaras

dengan peraturan WTO. Indonesia juga memiliki pengalaman menjadi pihak ketiga

(third party) bersama dengan beberapa anggota WTO dalam sengketa antara Uni

Eropa menghadapi Argentina (tergugat) dimana dalam kasus ini Argentina dianggap

melakukan diskriminasi dengan menetapkan tindakan safeguard berupa pembatasan

impor produk alas kaki (footwear) yang berasal dari beberapa negara anggota

WTO4, termasuk Indonesia. Indonesia yang merupakan eksportir utama produk alas

kaki ke Argentina merasa dirugikan karena dikenakan tambahan bea masuk (specific

Page 28: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

28

duty) sedang-kan negara-negara Brazil, Uruguay, Paraguay tidak dikenakan tindakan

safeguard. Argentina akhirnya melakukan penyesuaian aturannya mengenai

safeguard.43

Di samping itu, Indonesia bersama-sama dengan beberapa anggota WTO

lainnya yaitu Canada, Mexico, Jepang, Brasil, India, Thailand, Chile, Korea Selatan

dan European Union menggugat Amerika Serikat dalam kasus US – Continued

Dumping and Subsidy Offset Act of 2000” (US – CDSOA)5. Dalam kasus tersebut

Indonesia bersama dengan negara lainnya menganggap kebijakan yang diterapkan

Amerika Serikat dalam US – CDSOA bertentangan dengan prinsip-prinsip yang

disepakati dalam Agreement WTO tentang anti dumping (Anti Dumping

Agreement/AD Agreement) dan anti subsidi (Subsidy and Countervailing Measures

Agreement/ASCM Agreement). Kasus ini kemudian dibawa ke sidang Panel pada

tahun 2001.44

Dalam keputusannya Panel merekomendasikan kepada DSB untuk meminta

AS agar menyesuaikan peraturannya dengan persetujuan-persetujuan WTO dengan

cara mencabut kebijakan US – CDSOA. Terhadap keputusan Panel tersebut, AS

mengajukan banding ke Appelate Body. Dalam keputusannya di tahun 2003,

Appelate Body juga merekomendasikan AS agar melakukan penyesuaian dengan

mengadakan perubahan kebijakan terkait dengan US–CDSOA atau yang juga

dikenal dengan Byrd Amendment agar konsisten dengan ketentuan WTO. Hal ini

43 Ibid. 44 Ibid.

Page 29: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

29

dilakukan karena Appelate Body juga memutuskan bahwa Byrd Amendment tidak

konsisten dengan persetujuan-persetujuan WTO.45

4.

Keterbukaan terhadap Perdagangan Internasional

Kebijakan liberalisasi (deregulasi) perdagangan telah dilakukan pemerintah

sejak awal 1980-an. Secara gradual pemerintah membuka perekonomian dengan

mengeluarkan serangkaian kebijakan penurunan tarif dan menghilangkan kebijakan

non-tarif yang menghambat masuknya barang impor secara bertahap. Di samping itu,

Indonesia melakukan kerjasama perdagangan regional melalui ASEAN Free Trade

Area (AFTA). Selanjutnya kebijakan liberalisasi perdagangan makin meningkat

sejalan dengan masuknya Indonesia dalam kerjasama internasional melalui World

Trade Organization (WTO). Sementara itu, krisis nilai tukar yang berlanjut menjadi

krisis finansial pada 1997 mewajibkan kebijakan perdagangan sejalan dengan

komitmen dalam Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF.

Dengan masuknya Indonesia dalam WTO pada tahun 1995, pemerintah

mengeluarkan kebijakan Mei 1995 yang secara umum berisi jadwal penurunan tarif.

Penurunan tarif yang dilakukan berbeda dari tahun ke tahun tergantung tingkat tarif

yang ada sebelum 1995. Sebagai hasil Pakmei 95, tarif rata-rata Indonesia telah turun

dari 20% di 1994 menjadi kurang dari 8% di tahun 2000.46

45 Ibid. 46 Siti Astiyah, et.al., “Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan

Harga Produk Industri melalui Structure – Conduct Performance Model, Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2005, hal. 527.

Page 30: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

30

Selanjutnya sejak 18 April 2011, Kementerian Keuangan mengubah tarif atas

190 produk. Sebanyak 182 produk diantaranya, yang tergolong bahan baku dan

barang modal, memperoleh penurunan tarif bea masuk dari lima persen menjadi nol

persen. Perubahan tarif bea masuk itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan

No. 80/PMK.011/2011 tentang tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Menteri

Keuangan No. 110/PMK.01 0/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan

Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. PMK ini diterbitkan pada 13

April 2011 dan berlaku sejak 18 April 2011.

Peraturan ini menetapkan perubahan tarif bea masuk atas 190 produk (pos

tarif) yang meliputi lima sektor industri, yaitu Industri kimia dasar, Industri

makanan, Industri mesin, Industri elektronika (di dalamnya termasuk peralatan film),

dan Industri maritim (perkapalan). Seluruh produk tersebut dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu Bahan Baku, Barang Modal, dan Barang Konsumsi. Dari 190

produk itu, 182 pos tarif, tarif bea masuknya diturunkan dari sebelumnya 5% (lima

persen) menjadi 0% (nol persen). Ke-182 pos tarif yang turun bea masuknya dibagi

atas lima kelompok, yakni pertama, Industri kimia dasar sebanyak 59 pos tariff.

Kedua, Industri makanan sebanyak satu pos tarif, yaitu minyak kacang kedelai

sebagai bahan baku pembuatan margarin, shortening minyak kacang kedelai sebagai

bahan baku pembuatan margarin, shortening minyak salad. Ketiga, Industri mesin

sebanyak 91 pos tarif. Keempat, Industri elektronika sebanyak 16 pos tarif. Kelima,

Page 31: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

31

Industri perkapalan sebanyak 13 pos tarif dalam rangka program pemutihan kapal

guna memenuhi asas cabotage. 47

Pada sektor perdagangan jasa, kebijakan Indonesia pun lebih terbuka untuk

merespon liberalisasi perdagangan multilateral maupun bilateral. Setelah

menyepakati General Agreement on Trade in Services (GATS) Pemerintah banyak

melakukan penyesuaian peraturan di sektor perdagangan jasa seperti mengubah UU

Perbankan, UU Telekomunikasi, UU Minyak dan Gas Bumi, UU Perikanan, dan

terakhir UU Penanaman Modal.

5.

Infrastruktur : Masalah dan Hambatan

Salah satu hambatan pertumbuhan industri dan masuknya investasi ke dalam

negeri adalah lambannya pengembangan infrastruktur nasional. Percepatan

pembangunan infrastruktur akan menjadi kunci kemajuan perekonomian Indonesia

di masa depan. Menurut J. Sanchez di Jakarta sebagai Wakil Menteri Perdagangan

Amerika Serikat mengatakan bahwa48 :

“Banyak peluang investasi dari kalangan investor AS yang tertunda atau bahkan dialihkan ke negara lain akibat masalah infrastruktur Indonesia. Kami sering menerima keluhan terkait masih kurangnya infrastruktur Indonesia. Padahal bila dilihat dari pasar yang besar dan potensi kekayaan alam serta tenaga kerja yang berlimpah, Indonesia bisa menjadi pilihan utama investasi global. Karena itu, Kementerian Perdagangan AS mendorong investor asal AS untuk membantu percepatan pembangunan investasi di Indonesia.

47 “190 Tarif Diubah; Menuju Indonesia Tersenyum”, www.kompas.com, diakses pada

tanggal 10 Mei 2011. 48 Jajang Sumantri, “Amerika Keluhkan Infrastruktur Indonesia Jadi Hambatan”, Harian

Media Indonesia, Minggu 03 April 2011, http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/04/215071/4/2/ Amerika-Keluhkan-Infrastruktur-Indonesia-Jadi-Hambatan., diakses pada 11 April 2011. Lihat juga : Harian Bisnis Indonesia, “Banyak Regulasi yang Membuat Sulit Berbisnis di Indonesia”, diterbitkan Rabu, 03 November 2010.

Page 32: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

32

Prasyarat masuknya investasi adalah kesiapan infrastruktur pelabuhan, jalan, bandara, maupun energi. Investor AS siap berinvestasi namun tentu mereka juga butuh adanya kepastian hukum supaya investasi yang ditanamkan berkelanjutan”.

Salah satu hambatan dalam kegiatan investasi dan dunia usaha pada

umumnya di Indonesia adalah masalah keterbatasan infrastruktur, antara lain yang

cukup penting adalah masalah pasokan listrik dan akses jalan yang terbatas.

Sejak tahun 2008, hampir seluruh wilayah Indonesia menghadapi krisis

energi listrik, termasuk juga wilayah Jawa dan Bali yang merupakan pusat kegiatan

ekonomi utama. Akibatnya berbagai sektor ekonomi terutama industri mengalami

kerugian besar karena terpaksa harus menghentikan kegiatannnya ketika terjadi

pemadaman listrik. Sejumlah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) pernah

menyuarakan ancaman akan meninggalkan Indonesia jika pasokan listrik belum

segera diatasi, antara lain pada akhir tahun 2008 perusahaan-perusahaan Jepang di

sekitar Jakarta dan Banten terutama yang bergerak di bidang industri petrokimia dan

bahan baku plastik tersebut mengaku rugi Rp. 41 miliar dalam dua bulan akibat

pemadaman listrik. Terutama industri kecil menengah yang tidak memiliki

pembangkit listrik cadangan untuk menghadapi pemadaman listrik.

Masih banyaknya masalah dibidang kelistrikan ini menyebabkan iklim

investasi untuk sektor industri manufaktur masih terus terkendala. Ketidak pastian

jadwal selesainya pembangkit listrik dan tersedianya pasokan listrik menyebabkan

proyek investasi harus menghadapi risiko berlebih. Jika mereka harus menyediakan

pembangkit sendiri, investasinya mahal, padahal dalam dua tiga tahun mendatang

Page 33: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

33

kemungkinan pasokan listrik dari PLN sudah mampu memenuhi permintaan,

sehingga tidak perlu lagi memiliki pembangkit listrik yang sudah terlanjur dibeli.

Kondisi dilematis ini menyebabkan iklim investasi kurang menarik di Indonesia.

Selain listrik, infrastruktur yang juga menghambat investasi adalah

pembangunan jalan raya. Masalah pembebasan tanah terkait masalah pembiayaan,

penanggung jawab dan jadwal pelaksanaannya. Ketidak jelasan dalam aturan

menganai pembebasan tanah selama ini meyebabkan investor sulit membuat rencana

pembangunan jalan tol.49 Saat ini pemerintah dan DPR RI tengah menyelesaikan

RUU Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Umum.

6.

Sumber Daya Manusia

a. Sebagaimana ditentukan oleh Human Development Index (HDI)

UNDP Tahun 2010 menggunakan metode dan indikator baru untuk

menghitung HDI negara-negara di dunia. Gender-Related Human Development

Index (GDI) juga diganti dengan Gender Inequality Index (GII) dengan metode dan

indikator baru. Tahun 2010, menurut UNHDR, nilai HDI Indonesia naik dari tahun

sebelumnya dan berada pada ranking 108 dari 169 negara. Karena metode dan

indikatornya berbeda, tidak bisa dibandingkan dengan HDI dan GDI tahun-tahun

49 “Masalah Infrastruktur Masih Menghambat Investasi, Indonesian Commercial

Newsletter”, diakses dalam http://www.datacon.co.id/Tekstil-2009Fokus.html, tanggal 10 Mei 2011. Lihat juga : Harian Kompas, “Sektor Riil : Infrastruktur Harus Bisa Memacu Pertumbuhan”, diterbitkan Rabu, 20 Oktober 2010. Lihat juga : Harian Kompas, “Kakao : Minat Investor Terhalang Infrastruktur”, diterbitkan Kamis, 30 September 2010.

Page 34: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

34

sebelumnya. Untuk nilai GII, pada tahun 2010 ini masih menggunakan data tahun

2008.50

Grafik 3. HDI dan GII Indonesia 2000, 2005, 2009 – 2010

Sumber : United Nation Human Development Reports 2010 (Perubahan Metode dan

Indikator).

Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia di bawah Singapura

(rank: 27, nilai: 0,846), Brunei (rank: 37, nilai: 0,805), Malaysia (rank: 57, nilai:

0,744), Thailand (rank: 92, nilai: 0,654), Filipina (rank: 97, nilai: 0,638); di atas:

Vietnam (rank: 113, nilai: 0,572), Laos PDR (rank: 122, nilai: 0,497), Cambodia

(rank: 124, nilai: 0,494), Myanmar (rank: 132, nilai: 0,451).51

50 Online Data dan Informasi Kesejahteraan Rakyat, “HDI Indonesia 2010 (Metode dan

Indikator Baru)”, http://data.menkokesra.go.id/content/hdi-indonesia-2010-metode-dan-indikator-baru., diakses 11 April 2011.

51 Ibid.

Page 35: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

35

b.

Tingkat Pendidikan dan Tidak Buta Huruf

Tingkat pendidikan dan tidak buta huruf masyarakat Indonesia tahun 2010

sudah mencapai 92%. Namun hal tersebut belum cukup untuk menjadikan pondasi

kuat bagi peningkatan dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Masih banyak langkah

yang harus dilakukan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Anies Baswedan,

mengatakan bahwa52 :

“Meningkatnya tingkat melek huruf masyarakat tidak bisa menjadi satu-satunya acuan dan bukti suatu bangsa bahwa pendidikannya maju. Tingkat melek huruf hanya bisa digunakan sebagai pondasi agar pendidikan dan kecerdasan masyarakat sebuah bangsa semakin berkembang. Tetapi, proses perubahan masyarakat melalui pendidikan harus terus didorong. Salah satu proses perubahan tersebut yaitu dengan terus menambah jumlah anak-anak yang mengenyam bangku sekolah. Agar masyarakat bisa mengenyam pendidikan, maka akses pendidikan harus semakin dibuka dan dipermudah. Sayangnya, selama ini pemerintah sering melupakan nasib anak-anak yang belum bisa mengenyam bangku sekolah. Pemerintah misalnya lebih banyak fokus pada berapa banyak anak-anak yang sudah tuntas lulus kuliah. Jumlah mahasiswa di Indonesia tahun 2009 misalnya mencapai 4,1 juta. Tapi, yang sering dilupakan itu adalah anak-anak dan pemuda yang belum bisa masuk sekolah”.

52 Republika Online, “Tingkat Melek Huruf Tinggi Pendidikan di Indonesia Belum Maju”,

Harian Republika, Rabu 12 Januari 2011, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/01/11/157847-tingkat-melek-huruf-tinggi-pendidikan-di-indonesia-belum-maju., diakses pada 11 April 2011.

Page 36: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

36

Tabel 3. Indeks Pembangunan Pendidikan Negara Asia Tenggara

Negara Indeks

Pembangunan Pendidikan

Angka Partisipasi Pendidikan

Dasar

Angka Melek

Huruf Usia 15 thn keatas

Angka menurut gender

Angka Bertahan

hingga kelas 5 SD

Brunei Darrussalam

0,965 0,969 0,927 0,967 0,995

Malaysia 0,945 0,954 0,904 0,938 0,984 Indonesia 0,935 0,983 0,904 0,959 0,895 Vietnam 0,899 0,878 0,903 0,945 0,868 Filipina 0,893 0,944 0,926 0,955 0,749 Myanmar 0,866 0,902 0,899 0,963 0,699 Kamboja 0,807 0,989 0,736 0,871 0,631 Laos 0,750 0,836 0,714 0,820 0,630

Sumber : EFA Global Monitoring Report 2008, dalam Kompas 31 Desember 2007:14.

Menurut sistem penilaian EDI yang membagi tiga kategori skor yaitu:

kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 keatas), sedang (0,800

sampai dibawah 0,950) dan rendah (dibawah 0,800). Maka menempatkan Indonesia,

Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar dan Kamboja, berada di kelompok negara

dengan kategori EDI sedang. Sementara Indeks Pendidikan Brunei Darussalam

menempati peringkat tinggi.53

Posisi negara Indonesia yang berada pada kategori sedang, ini terkait dengan

beberapa realita. Realita-realita tersebut, yang akan diuraikan pada pembahasan

berikut ini yang terdiri dari angka buta huruf di beberapa daerah, rendahnya rata-rata

lama studi dan kesenjangan Angka Partsipasi Sekolah (APS) antara laki-

laki dan perempuan.54

53 Kompas 31 Desember 2007:14 dalam Dyah Ratih Sulistyastuti, “Pembangunan Pendidikan

dan MDGs Di Indonesia : Sebuah Refleksi Kritis”, Volume II, Nomor 2, (Yogjakarta : Jurnal Kependudukan Indonesia, 2007).

54 Ibid.

Page 37: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

37

Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan sejak Repelita I tahun 1969,

hendaknya telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan. Meskipun pembangunan nasional telah dilaksanakan sejak Repelita I

ternyata masih menyisakan sejumlah masalah diantaranya bidang pendidikan. Salah

satu indikatornya adalah kemampuan baca tulis yang merupakan ketrampilan

minimal yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai hidup sejahtera.

Kemampuan baca tulis tercermin dari angka melek huruf yaitu persentase penduduk

diatas 10 tahun yang dapat membaca dan menulis. Pada tahun 2005, memang

proporsi penduduk yang masih buta huruf secara nasional sudah jauh

menurun dan tinggal sebesar 8,09% (Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2005:70).

Namun beberapa propinsi masih memiliki proporsi buta huruf yang relatif tinggi,

seperti Papua (26,43%), NTB (18,27%), Sulawesi Selatan (13,71%), NTT (13,32%),

Jawa Timur (12,79%), DIY (12,11%), Jawa Tengah (11,13%) dan Kalimantan Barat

(10,89%). Disparitas angka melek huruf tersebut bukan hanya di propinsi saja, tetapi

terjadi antara desa-kota dan laki-laki-perempuan. Menurut Statistik Pendidikan 2006,

persentase penduduk buta huruf 10 tahun keatas di daerah pedesaan (10,24%)

mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibanding perkotaan (4,24%). 55

Rata-rata lama masa sekolah merupakan indikator lainnya yang

diformulasikan oleh UNDP pada tahun 1990 untuk menyusun Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Program Wajib Belajar 9 tahun telah dicanangkan pemerintah sejak

tahun 1994 melalui Inpres I tahun 1994. Rata-rata lama sekolah di Indonesia pada

tahun 2006 baru mencapai 7,44. Angka ini menunjukkan bahwa rata-

55 Ibid.

Page 38: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

38

rata pendidikan penduduk Indonesia baru mencapai jenjang pendidikan kelas 1 SMP.

Realita itu menuntut pembangunan bidang pendidikan terutama pendidikan dasar

merupakan kebutuhan mendesak.56

7.

Struktur dan Properti dari Sektor Industri, Kepemilikan Terdiversifikasi dibandingkan dengan Kepemilikan Terkonsentrasi, Tingkat Kepemilikan Negara Secara Langsung Atau Tidak Langsung

Tantangan utama yang dihadapi oleh industri nasional saat ini adalah

kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar internasional. Penyebabnya

antara lain adalah meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan

serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan berikutnya adalah kelemahan

struktural sektor industri itu sendiri, seperti masih lemahnya keterkaitan antar

industri, baik antara industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan

industri kecil menengah, belum terbangunnya struktur klaster (industrial cluster)

yang saling mendukung, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan

komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan

kemampuan ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa

komoditi tertentu.57

Sementara itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi industri masih rata-rata di

bawah 70%, dan ditambah dengan masih tingginya impor bahan baku, maka

kemampuan sektor industri dalam upaya penyerapan tenaga kerja masih terbatas. Di

56 Statistik Pendidikan 2006:57 dalam Ibid. 57 Fahmi Idris, ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri”, Sekretariat Negara

Republik Indonesia. Diterbitkan Jum’at, 23 Maret 2007.

Page 39: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

39

sisi lain, industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi dalam

penyerapan tenaga kerja ternyata masih memiliki berbagai keterbatasan yang masih

belum dapat diatasi dengan tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama yang

dihadapi oleh IKM adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan

sumber daya manusia yang siap, kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis,

serta terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang pasar serta

mensiasati perubahan pasar yang cepat.58

Dalam rangka lebih menyebarkan industri untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi daerah, maka investasi di luar Pulau Jawa masih kurang menarik bagi

investor karena terbatasnya kapasitas infrastruktur ekonomi, terbatasnya sumber

daya manusia, serta kecilnya jumlah penduduk sebagai basis tenaga kerja dan

sekaligus sebagai pasar produk. Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus

mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang

punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor

industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur

yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar

internasional. Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing,

pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya

pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada

kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut,

58 Ibid.

Page 40: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

40

industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-

menengah tertentu.59

Pemerintah pun menyadari bahwa industri manufaktur masa depan adalah

industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya

kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang

wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga

berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme

sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). Bahkan telah ditetapkan

bahwa bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor

penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan

perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut

dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki

daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.60

Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing,

pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya

pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada

kelompok industri prioritas masa depan, yaitu industri agro, industri alat angkut,

industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-

menengah tertentu.

Sebagai gambaran, sejak memasuki awal tahun 2000 Pemerintah sudah

menetapkan sepuluh kelompok industri inti, yaitu industri makanan dan minuman,

59 Ibid. 60 Bataviase, “Sektor Industri Perlu Pembenahan yang Terstruktur dan Terukur”,

http://bataviase.co.id/node/338569., diakses pada 13 Juni 2011.

Page 41: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

41

industri pengolahan hasil laut, industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki,

industri kelapa sawit, industri barang kayu (termasuk rotan), industri karet dan

barang karet, industri pulp dan kertas, industri mesin listrik dan peralatannya, serta

industri petrokimia. Tetapi lagi-lagi dalam perkembangannya Pemerintah tidak

melihat tumbuhnya klaster-klaster industri inti tersebut yang mampu membuat

industri-industri tersebut berkembang pesat dan memiliki daya saing yang kuat.61

Berlakunya perjanjian perdagangan bebas ACFTA memperlihatkan semua itu

di mana tidak ada satu industri pun yang nyata-nyata menyatakan siap bersaing

menghadapi produk impor kendati di dalam pasar dalam negeri sendiri. Bahkan

sebelum perjanjian tersebut diberlakukan pun, sejumlah industri dalam negeri sudah

nampak "terengah-engah" karena harus bersaing dengan produk impor. Dalam

kondisi kalah bersaing, harapan-harapan yang muncul dari pihak industri pun lebih

pada permintaan penundaan pemberlakukan perdagangan bebas untuk sejumlah

komoditi dan harapan agar pemerintah memberikan insentif dalam berbagai

bentuknya. Ketika insentif tersebut diberikan, ternvata Insentif /tupun tidak mampu

dimanfaatkan secara maksimal tanpa alasan yang jelas.62

Sebagai contoh insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

(BMDTP) yang diberikan sejak tahun lalu temyata yang terserap jumlahnya sangat

minim. Tahun inipun penyerapannya tetap minim. Berdasarkan data Direktorat

Jenderal Bea Cukai sampai akhir Juli 2010, tercatat insentif BM DTP yang tidak

terpakai mencapai Rp. 1,49 triliun dari alokasi pagu anggaran sebesar Rp. 1,5 triliun

61 Ibid. 62 Ibid.

Page 42: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

42

atau baru terealisasi 2,36 %, yakni Rp. 36,152 miliar. Dalam data itu juga disebutkan

lima sektor industri dari 14 Industri tidak memakai insentif tersebut. Sementara

sektor industri yang paling banyak menggunakan fasilitas tersebut adalah karpet

sebesar Rp. 3,2 miliar atau sekitar 17,26 % dari pagu anggaran Rp. 36,22 miliar.63

Memang ada yang beralasan bahwa minimnya penyerapan BMDTP juga

lantaran terdapat fasilitas fiskal lain yang bisa dimanfaatkan industri, terutama di

sektor otomotif, seperti pembebasan bea masuk lewat kerja sama Indonesia Japan

Economic Partnership Agreement (LJEPA). Tetapi itu tentu saja bukan alasan yang

tepat, karena seharusnya seluruh insentif yang diberikan dimanfaatkan untuk bisa

meningkatkan daya saing dan performa industri yang bersangkutan. Karena terbukti

bahwa akibat penyerapannya yang kecil, adanya BMDTP untuk sebuah industri,

contohnya Industri perkapalan, keberadaan BMDTP tidak bisa mendongkrak

performa industri galangan kapal nasional. Alasannya, krisis telah membuat

permintaan kapal baru merosot. Dan yang lebih menyedihkan, alasan lainnya adalah

produk kapal lokal kalah bersaing dengan produk kapal buatan China, sehingga

BMDTP untuk industri kapal menjadi tidak efektif. Dan ini terjadi karena produk

kapal impor juga mendapatkan berbagai fasilitas, seperti pembebasan Bea Masuk

(BM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).64

Dari kasus rendahnya penyerapan BMDTP yang terjadi di industri

perkapalan, terlihat bahwa persoalan yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri

sesungguhnya bukan sekedar insentif, tetapi lebih dari itu, yang benar-benar mampu

63 Ibid. 64 Ibid.

Page 43: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

43

meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri. Pemerintah sudah punya

kajiannya, tetapi bagaimana mengimplementasikannya, itu yang belum terjawab.65

Struktur kepemilikan di sektor industri di Indonesia masih terkonsentrasi.

Kepemilikan industri masih terkonsentrasi pada kelompok-kelompok usaha tertentu

(konglomerat) dan pada negara pada Badan Usaha Milik Negara BUMN. Saat ini

berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi struktur kepemilikan tersebut.

Salah satunya adalah dengan penawaran umum. Pada tahun 2010, Pemerintah akan

melakukan privatisasi BUMN pada penghujung 2010 setelah sempat vakum pada

2008 dan 2009 itu disebabkan situasi krisis ekonomi sehingga kurang tepat untuk

mengerjakan privatisasi. Bahkan Pemerintah telah berancang-ancang pula menjual

10 BUMN pada tahun depan (2011). Dari beberapa BUMN yang akan diprivatisasi

pada 2010 ini, terdapat dua bank BUMN yang terlalu penting untuk diabaikan dari

pembahasan publik, yakni Bank Mandiri dan Bank BNI.66

Kedua bank BUMN ini penting untuk dikupas karena tiga alasan pokok: (1)

Mandiri adalah bank terbesar dan BNI peringkat empat bank terbesar; (2) struktur

sektor perbankan di Indonesia secara umum telah dikuasai pemilik asing; dan (3)

perbankan masuk dalam kategori sektor strategis sehingga kepemilikan

negara/pemerintah merupakan bagian penting yang harus diperjuangkan.

Pemerintah akan meningkatkan porsi saham publik di Bank Mandiri dan BNI

hingga mendekati kisaran 40%. Kapitalisasi pasar dari 14 BUMN terbuka per 23

Desember 2009 mencapai Rp. 630,77 triliun, atau 31,98% dari total kapitalisasi pasar

65 Ibid. 66 Ahmad Erani Yustika, “Menimbang Privatisasi Bank BUMN”, Harian Kompas,

diterbitkan Rabu, 06 Oktober 2010.

Page 44: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

44

Bursa Efek Indonesia (BEI). Nilai kapitalisasi pasar sejumlah BUMN terbuka

tersebut naik lebih dari Rp. 380,77 triliun selama periode 2004 sampai 2009. Angka

itu diperkirakan akan meningkat signifikan, seiring bertambahnya jumlah perusahaan

pelat merah yang melantai di bursa, atau menambah porsi saham publiknya pada

2010. Diungkapkan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, paling tidak ada empat

BUMN yang sudah atau siap melakukan penawaran saham perdana kepada publik

(Initially Public Offering/lPO) di 2010. Di antaranya adalah PT Pembangunan

Perumahan (PP), PT Garuda Indonesia, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) ID, dan

PT Krakatau Steel. Menurutnya, IPO itu merupakan bagian dari program 100 hari

Kementerian BUMN yaitu melakukan privatisasi guna meningkatkan nilai

perusahaan. PP, kemarin, menjadi BUMN pertama yang mencatatkan diri (listing) di

BEI. Setelah PP, kata Mustafa, BUMN berikutnya yang akan menyusul adalah PT

Garuda Indonesia. Saham maskapai pelat merah itu akan dilepas pada kisaran 25%-

40%.67

Namun, sangat disayangkan yang menjadi investor terhadap perusahaan-

perusahaan BUMN tersebut kebanyakan adalah pihak asing. Lebih dari 2/3 porsi

saham yang diperdagangkan masih dikuasai investor asing.68 Rencana demutualisasi

Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan peluang bagi pemerintah dan investor asing

67 Bataviase, “Nilai Kapitalisasi Pasar BUMN Terbuka Melonjak”,

http://bataviase.co.id/node/90515., diakses pada 13 Juni 2011. 68 Infobank News, “BEI : 2011 Momentum Bagi Investor Lokal Merebut Investor Asing”,

http://www.infobanknews.com/2010/10/bei-2011-momentum-bagi-investor-lokal-merebut-porsi-investor-asing/., diakses 13 Juni 2011.

Page 45: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

45

untuk menjadi pemegang saham otoritas bursa. Namun hal ini masih menunggu

revisi Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.69

Demutualisasi BEI akan membuka kesempatan kepada berbagai pihak untuk

menjadi pemegang saham, termasuk emiten, investor asing bahkan pemerintah.

Langkah ini dilakukan agar masyarakat luas dapat menjadi shareholders sehingga

BEI lebih transparan. Adapun saat ini pemegang saham BEI hanya terdiri dari

perusahaan-perusahaan sekuritas yang menjadi anggota bursa. Kepemilikan saham

BEI, khususnya investor asing harus tetap dibatasi. Tujuannya agar tidak ada pihak-

pihak tertentu yang menguasai otoritas bursa. Realisasi demutualisasi membutuhkan

proses panjang. Sebab, untuk mewujudkannya, harus merevisi UU Pasar Modal

terlebih dahulu. Pasalnya, UU tersebut menyatakan pihak yang diizinkan menjadi

pemegang saham BEI hanyalah perusahaan sekuritas.70

Konsentrasi kepemilikan saham pemerintah pada BUMN telah menimbulkan

permasalahan yang cukup rumit dan signifikan, terutama dalam kaitannya dengan

efektivitas pengawasan internal dan eksternal. Oleh sebab itulah program privatisasi

di Indonesia pada tahapan selanjutnya harus diartikan sebagai upaya untuk

menghilangkan konsentrasi kepemilikan tersebut baik oleh negara melalui

pengelolaan pemerintah maupun pihak swasta. Tujuannya adalah agar program

privatisasi bukan semata-mata merupakan pengalihan konsentrasi kepemilikan

perusahaan, “oleh pemerintah menjadi oleh swasta”. Dalam sistem pengelolaan

69 Okezone, “Demutualisasi, Investor Asing & Pemerintah Bisa Miliki BEI”,

http://celebrity.okezone.com/read/2009/07/03/278/235453/demutualisasi-investor-asing-pemerintah-bisa-miliki-bei., diakses pada 13 Juni 2011.

70 Ibid.

Page 46: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

46

perusahaan, efektivitas pengawasan sangat terkait erat dengan bentuk dan struktur

kepemilikan perusahaan. Bentuk dan struktur kepemilikan perusahaan merupakan

bagian penting dalam upaya mewujudkan perusahaan yang sehat dan efisien.

Konsentrasi kepemilikan perusahaan memungkinkan timbulnya campur tangan

pemilik secara berlebihan dalam pengurusan dan pengelolaan perusahaan. Hal ini

antara lain mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang berfungsi.

Misalnya, komisaris yang fungsinya sebagai pengawas perusahaan menjadi tidak

efektif, padahal komisaris memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya suatu

perusahaan.71

Inefisiensi dan ketidaksehatan suatu perusahaan antara lain disebabkan oleh

dominasi pemilik sehingga komisaris bersikap pasif dalam melakukan pengawasan

terhadap kegiatan perusahaan. Penyebaran kepemilikan saham dengan cara

pemecahan ”kepemilikan terkonsentrasi” agar menjadi ”kepemilikan tersebar” untuk

menciptakan perusahaan yang sehat dan efisien, setidak-tidaknya berdasarkan empat

alasan72 :

1. Privatisasi tidak menjamin peningkatan kinerja perusahaan;

2. Pemusatan kepemilikan pemerintah pada suatu perusahaan cenderung

membuat kinerja perusahaan jelek;

3. Kepemilikan mutlak oleh swasta jauh lebih riskan (berbahaya) dari

kepemilikan mutlak pemerintah;

71 Parluhutan Sagala, “Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) Untuk Menciptakan Perusahaan yang Sehat dan Efisien”, (Medan : Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 1.

72 Ibid.

Page 47: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

47

4. Kinerja perusahaan dapat meningkat dengan kepemilikan tersebar karena

dengan kepemilikan tersebar oleh masyarakat akan menciptakan pengawasan

yang efektif (market discipline) dan perusahaan akan dikelola secara

profesional dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG).

Dalam hal ”kemampuan menguasai” (retained power), pada kasus-kasus

tertentu, menetapkan hak tetap memiliki ”saham emas” (golden share) maksimal

sebesar 10%,73 namun terbatas untuk hal-hal tertentu atau transaksi di mana

kebijakan pemerintah untuk memiliki hak veto, dan/atau menetapkan suatu

mekanisme untuk membuat kebijakan pengaturan penting dan kewenangan untuk

73 Singapore Technologies Telemedia (ST Telemedia) banding atas putusan KPPU mengenai investasinya di Indosat. ST Telemedia dan anak perusahaannya menyangkal telah melanggar Pasal 27 huruf a., UU No. 5 Tahun 1999 dan mengulang bahwa temuan dari KPPU tidak berdasar dan tidak pantas. KPPU mengabaikan fakta dimana pada tahun 2002 Pemerintah Indonesia mengundang ST Telemedia untuk berpartisipasi dalam penawaran saham Indosat. Dalam White Paper saat divestasi Indosat dinyatakan bahwa tidak ada kepemilikan saham mayoritas oleh SingTel ataupun ST Telemedia dan industri telekomunikasi di Indonesia dan industri ini merupakan industri teregulasi, dan juga saat itu tidak ada isu mengenai Undang Undang Anti Persaingan. Sejak saat itu, ST Telemedia tidak pernah menaikkan persentase saham di Indosat. ST Telemedia lewat anak perusahaannya, Asia Mobile Holdings (AMH), memiliki sekitar 41% dari Indosat. 25% dari AMH dimiliki oleh Qatar Telecom, salah satu operator telekomunikasi terbesar di Timur Tengah. Porsi terbesar dari Indosat, sekitar 45%, dimiliki oleh pembeli domestik dan internasional dan juga investor institusi. Pemerintah Indonesia memiliki 14% saham dan juga Saham Emas (”Golden Share”) pada Indosat yang memiliki hak istimewa. Walaupun Pemerintah Indonesia hanya memiliki 14% dari saham Indosat, Pemerintah selalu menominasikan mayoritas Direksi, termasuk CEO atau Presiden Direksi. Terdapat juga 4 Komisioner dari Indonesia yang dinominasikan oleh Pemerintah Indonesia. ST Telemedia beroperasi secara independen dengan memiliki tim manajemen sendiri dan anggota Dewan. Tidak ada Dewan Direksi dan Manajemen Senior dari ST Telemedia yang merupakan pejabat Temasek dan SingTel. KPPU telah gagal dalam membuktikan dugaan atas sikap Indosat dalam Anti-Persaingan yang secara bersemangat berkompetisi dengan PT Telkom (Telkom), PT Telkomsel, PT Excelcomindo dan operator telekomunikasi lainnya di Indonesia. KPPU telah mengabaikan bukti yang diberikan oleh beberapa pihak dari Indonesia dan ahli internasional yang menyatakan bahwa sektor telekomunikasi di Indonesia sangat kompetitif dan tidak ada bukti adanya kerugian konsumen (“Consumer Loss“). ST Telemedia adalah firma dengan advokasi yang transparency dan teliti tata kelola perusahaan (“Corporate Governance“) dan sepenuhnya taat pada hukum dan peraturan dalam beroperasi diseluruh dunia. ST Telemedia secara tegas akan mempertahankan posisi dan mengajukan banding atas kecacatan dan ketidakbenaran dalam kesimpulan dari KPPU. ST Telemedia bertanggung jawab atas korporat penduduk (“Corporate Citizen”) dan selalu memberikan dukungan kepada komunitas dimana perusahaan kamu beroperasi. Dalam : ST Telemedia, “Pernyataan dari ST Telemedia Dalam Banding Atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha”, http://www.sttelemedia.com/content.asp?ContentId=1609., diakses pada 13 Juni 2011.

Page 48: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

48

membatasi penyimpangan kekuatan monopoli. Dengan demikian jumlah saham

pemerintah yang disebar kepada publik minimal sebesar 90 %.

Konsentrasi kepemilikan Negara pada BUMN telah menciptakan stigma

negatif terhadap BUMN di Indonesia. Konsentrasi kepemilikan Negara mendorong

terjadinya dominasi aparatur Negara pada BUMN, tingginya kepentingan politik

dalam pengurusan BUMN, terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.74 Upaya yang

dilakukan adalah dengan mengupayakan penyebarluasan kepemilikan saham BUMN

kepada masyarakat melalui program privatisasi. Dengan privatisasi diharapkan

konsentrasi kepemilikan Negara atas BUMN dapat dikurangi.75

8.

Tingkat Penanaman Modal Asing (PMA)

Upaya menarik minat modal asing telah dilakukan secara serius sejak

diundangkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal. Liberalisasi

perdagangan dan investasi dan masuknya Indonesia sebagai anggota WTO

berdasarkan UU No. 7 Tahun 1994 kemudian mempengaruhi perkembangan

peraturan penanaman modal di Indonesia. Beberapa kesepakatan dalam WTO, antara

lain Agreement on Trade Related Investment Measures, General Agreement on

Trade in Services dan ketentuan tentang Domestic Regulation mendorong

pemerintah melakukan penyesuaian terhadap UU Penanaman Modal.

74 Aliran dana korupsi pejabat diberikan kepada perusahaan yang menanamkan modalnya ke Pasar Modal Indonesia sebesar Rp. 200 Miliar. Dalam : Pos Kota, “Melinda Kelola Dana 27 Pejabat”, http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/04/28/melinda-kelola-dana-27-pejabat., diakses pada 13 Juni 2011.

75 Pandu Patriadi, “Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia”, Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2004. Lihat juga : Parluhutan Sagala, Op.cit., hal. 1.

Page 49: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

49

Indonesia pada saat ini telah memiliki sebuah undang-undang penanaman

modal yang baru dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (UUPM) pada tanggal 29 Maret 2007. UU ini disusun dengan

memperhatikan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam

berbagai kerjasama internasional, sehingga perlu didorong terciptanya iklim

penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan

dan efesien dengan tetap mengacu pada kepentingan ekonomi nasional.76 Setidaknya

ada tiga hal penting yang diperintahkan oleh konsideran UU ini, yakni:

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penataan penanaman modal adalah

kepentingan ekonomi nasional;

2. Terciptanya iklim penanaman modal yang kondusif dan berkepastian hukum;

3. Harmonisasi peraturan penanaman modal dengan perubahan perekonomian

global dan kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama

internasional dengan tetap mengacu kepada kedaulatan politik dan ekonomi

nasional.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah meluncurkan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi

Secara Elektronik (SPIPISE) atau National Single Window for Investment (NSWI)

yang tujuannya tidak hanya mengurangi jumlah prosedur dan dokumentasi yang

diperlukan untuk berinvestasi di Indonesia, namun juga meniadakan kewajiban untuk

hadir secara tatap muka guna memperoleh berbagai layanan tertentu. Sistem baru ini

76 Bagian Menimbang huruf a., Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Page 50: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

50

telah memperbaiki proses internal dan mengoreksi hambatan sumber daya manusia

sehingga mempercepat dan memperbaiki mutu layanan kepada para investor. Sistem

ini pertama kali diluncurkan bulan Januari 2010 di Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Batam.77

Kepala BKPM, Gita Wirjawan, menyatakan penanaman modal di Indonesia

semakin mengalami peningkatan. Arus penanaman modal memberikan gambaran

yang membanggakan, diharapkan pertumbuhan PMTB (pembentukan modal tetap

bruto) terus bergulir disekitar 10,5% per tahun, artinya PMTB sebesar Rp10.000-

12.500 triliun dalam periode 2009-2014.78

Dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mencapai

US$.550 milyar di tahun 2009, Indonesia adalah perekonomian dengan laju

pertumbuhan tercepat nomor tiga di Asia dan perekonomian terbesar di seluruh Asia

Tenggara. Sebagai negara yang tidak terkena dampak krisis keuangan global separah

negara tetangganya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 4,5% di tahun

2009. Angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 5,6% di tahun 2010 dan 6% di

tahun 2011, sehingga Indonesia seringkali disandingkan dengan negara-negara BRIC

(Brazil, Rusia, India dan Cina). Menurut laporan Standard Chartered, pertumbuhan

perekonomian Indonesia di masa depan diharapkan lebih inklusif, mengingat PDB

nominal per-kapita diperkirakan menjadi berlipat empat di tahun 2020.

77 BKPM, “Iklim Investasi”, http://www.bkpm.go.id/contents/general/6/iklim-investasi,

diakses pada 12 Mei 2011. 78 Depkominfo, “BKPM Klaim Pertumbuhan Penanaman Modal Membanggakan”,

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/bkpm-klaim-pertumbuhan-penanaman-modal-membanggakan/., diakses tanggal 11 Mei 2011.

Page 51: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

51

Sebagian besar keberhasilan ekonomi Indonesia adalah berkat pengelolaan

fiskal atau keuangan negara yang baik, dengan fokus pada penurunan beban hutang.

Rasio hutang Indonesia terhadap PDB menurun terus dari 83% di tahun 2001 hingga

29% pada akhir tahun 2009; ini merupakan angka terendah di antara negara ASEAN,

kecuali Singapura yang tidak memiliki hutang pemerintah. Menurut Standard &

Poor’s, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk pengelolaan neraca fiskal

terbaik di antara negara-negara di wilayah Asia-Pasifik.

Pada Januari 2010, lembaga pemeringkatan Fitch Ratings telah meningkatkan

peringkat kredit Indonesia menjadi BB+ dengan prospek ke depan yang stabil.

Peningkatan peringkat kredit ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia

yang kuat dan berkelanjutan, serta posisi fiskal yang semakin membaik. Hal ini

menunjukkan peningkatan kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia, karena

menempatkan Indonesia hanya satu tingkat di bawah peringkat “investment grade”.

Dengan perubahan peringkat ini, Indonesia semakin berpeluang untuk menarik

investasi dan arus modal dalam jumlah besar, serta dapat menarik dana-dana yang

selama ini hanya bisa diinvestasikan ke dalam negara yang memiliki peringkat

“investment grade”. Dilihat dari perekonomiannya yang kuat, situasi politik yang

stabil dan upaya reformasi yang berkelanjutan, maka Indonesia merupakan sebuah

kekuatan besar yang sedang berkembang di Asia.

Page 52: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

52

Grafik 4. Pertumbuhan PDB Riil Total Hutang/PDB

Grafik 5 Penanaman Modal Asing (PMA/FDI) yang telah Direalisasi

Page 53: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

53

9.

Luasnya Daya Saing Perekonomian

Daya saing Indonesia makin merosot dari tahun ke tahun. Menurut laporan

International Institute for Management Development (IMD) dalam World

Competitiveness Yearbook, daya saing Indonesia menempati urutan ke-52 pada 2006,

menurun menjadi 54 pada 2007 dan bahkan pada 2008 ini peringkat Indonesia anjlok

menjadi 51 dari 55 negara. Indonesia jauh di bawah negara ASEAN seperti

Singapura (2), Malaysia (19), Filipina (40).

Penilaian versi World Economic Forum juga menunjukkan daya saing

Indonesia (54) masih lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Menurunnya daya saing diakibatkan oleh rendahnya kualitas pelayanan birokrasi,

tidak efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, rendahnya kualitas infrastruktur,

dan tingginya biaya investasi di Indonesia. Laporan yang sedikit berbeda muncul

pada survei dan data Departemen Perindustrian (2008).

Selama kurun waktu satu dekade ini, sektor industri Indonesia dilaporkan

terus mengalami peningkatan daya saing. Secara umum, produk-produk Indonesia

yang memiliki daya saing kuat di pasar ASEAN meningkat dari 1.537 produk pada

periode 1993-1999 menjadi 1.820 produk pada periode 2000-2007. Dari sisi

pertumbuhannya, industri mesin merupakan industri yang memiliki pertumbuhan

daya saing yang paling tinggi,yaitu sebesar 134,62%. Disusul industri teknologi

informasi dan elektronika sebesar 93,90%, industri lain-lain 28,57%, industri kimia

hulu 24,19%. Namun, perlu dicatat juga bahwa ada industri yang mengalami

pertumbuhan daya saing yang negatif, yaitu industri maritim dan jasa teknologi.

Page 54: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

54

Sementara industri tekstil dan produk tekstil merupakan jenis industri yang daya

saingnya paling kuat. Patut dicatat, ada dua industri yang mengalami masa bonanza

selama pemerintahan SBY-JK, yaitu industri alat angkut-mesin-peralatan yang laju

pertumbuhannya mencapai 12,9%. Industri pupuk-kimia-barang dari karet menjadi

cabang industri dengan laju pertumbuhan tertinggi kedua, sebesar 6,23%.

Dilihat dari indeks RCA (revealed comparative advantage) ternyata tidak

berubah. Indeks RCA menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas

atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut

di dunia. Sejak 1982 keunggulan komparatif Indonesia meningkat pesat dengan

pertumbuhan rata-rata 19% per tahun hingga 1994. Tidak berubahnya RCA

Indonesia selama 1965-1982 besar kemungkinan karena ekspor masih didominasi

minyak dan produk pertanian yang padat sumber daya alam (agricultural and

resource-based industries).

Setelah 1982, sejalan dengan upaya pengembangan broad-base industry,

produk ekspor nonmigas Indonesia semakin beragam. Namun beberapa studi

berdasarkan RCA menunjukkan bahwa komoditas industri manufaktur Indonesia

yang meningkat pangsa pasarnya di dunia masih didominasi produk berteknologi

sederhana seperti karet, plastik, tekstil, kulit, kayu dan gabus. Kendati demikian,

yang cukup memprihatinkan adalah ada indikasi mulai melemahnya daya saing

Indonesia sejak 1992. Salah satu sebab utamanya adalah masih terkonsentrasinya

produk ekspor nonmigas yang tergolong hasil dari industri yang padat sumber daya

alam (natural resource intensive/NRI) dan berbasis tenaga kerja yang tidak terampil

Page 55: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

55

(Unskilled Labour Intensive – ULI). Agaknya Indonesia harus mulai bersiap-siap

menyongsong tahapan keunggulan komparatif yang lebih tinggi, yaitu ke sektor

padat teknologi (TI) dan padat tenaga ahli (HCI). Ini terbukti di kala pertumbuhan

ekspor nonmigas mengalami penurunan selama 1993-1995. Produk yang justru

menanjak pertumbuhannya (setidaknya pertumbuhan nilai ekspornya 50% dan nilai

ekspornya minimum USD100 juta) adalah produk dari industri TI dan HCI. Di antara

produk ekspor yang naik daun adalah barang-barang elektronik, kimia, dan mesin

nonelektronik, termasuk peralatan telekomunikasi, komputer dan komponennya.79

10.

Peringkat Daya Saing WEF

World Economic Forum (WEF) adalah organisasi internasional independen

berkomitmen untuk memperbaiki keadaan bisnis, pemimpin politik, akademis dan

masyarakat lain untuk membentuk agenda global, regional dan industri.80 Menurut

WEF, peringkat daya saing investasi Indonesia naik dari peringkat 54 tahun 2009

dunia menjadi 44 dunia pada awal tahun 2011.81 Pengukuran daya saing indikatornya

berdasarkan seperti kelembagaan, infrastruktur yang mendukung investasi, kesehatan

dan pendidikan, besarnya pasar serta lingkungan makro ekonomi. Kenaikan

79 Mudrajat Kuntjoro, “Mendongkrak Daya Saing’, www.okezone.com., diakses tanggal 11

Mei 2011. 80 World Economic Forum Website, “World Economic Forum”, http://www.weforum.org/.,

diakses pada 11 April 2011. 81 World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2010-2011, (Geneva : SRO-

KUNDIG, 2010), hal. 15.

Page 56: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

56

peringkat Indonesia karena terdorong oleh lingkungan makro ekonomi yang lebih

sehat dan membaiknya indikator-indikator pendidikan.82

Untuk kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kelima setelah

Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand. GCR (Global Competitiveness Report)

periode 2010-2011 juga menilai ditengah banyak negara mengalami defisit anggaran

yang cukup besar, Indonesia berhasil mengatasi masalah defisit dengan baik.

Laporan ini bahkan mencatat perbaikan di hampir seluruh sektor yang terkait dengan

ekonomi. Menurut Silmy Karim, sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda

Indonesia (HIPMI), mengatakan bahwa83 :

“sebenarnya Indonesia mampu berada di peringkat yang lebih baik lagi jika pemerintah melakukan beberapa perbaikan terutama masalah infrastruktur. Karena penduduk indonesia itu ada 250 juta jiwa. Ini adalah pasar yang besar, tetapi (dalam sektor) infrastruktur, institusi, teknologi dan tenaga kerja, jadi ada empat faktor yang harus diperbaiki agar Indonesia bisa lebih baik”.

Menko Perekonomian RI, Hatta Radjasa mengakui persoalan infrastruktur

masih banyak yang harus diperbaiki. Hal tersebut dapat dilihat pada pernyataannya

di bawah ini84 :

“Pemerintah dan DPR-RI sedang menggodok RUU mengenai pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Menko berharap RUU tersebut dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang. Jika undang-undang sudah dimiliki maka akan menambah kepercayaan investor dan menambah percepatan dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. 28 ruas jalan tol Indonesia terhambat,

82 Kompasiana, “Peringkat Daya Saing Investasi Negara Indonesia Meningkat”,

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/04/07/peringkat-daya-saing-investasi-negara-indonesia-meningkat/., diakses pada 11 April 2011.

83 VOA News, “Laporan World Economic Forum : Peringkat Daya Saing Indonesia Naik”, Sabtu, 23 Oktober 2010. Lihat : Harian Kompas, “Infrastruktur : Kemampuan Dana Pemerintah Hanya 20 Persen”, diterbitkan Kamis, 30 September 2010. Lihat juga : Harian Bisnis Indonesia, “RI Janji Perbaiki Infrastruktur : Kebijakan Investasi Sebaiknya Ditata Ulang”, diterbitkan Senin, 20 September 2010.

84 Ibid.

Page 57: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

57

salah satu faktor utamanya karena masalah belum diundangkan RUU tersebut. Regulasi lain dapat dilihat begitu banyak di bottle-necking process yang dilakukan, tinggal konsistensi menjalankannya”.

Pada tahun 2011, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar

6,5%. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, pemerintah butuh meningkatkan

investasi untuk menciptakan lapangan kerja sehingga infrastruktur menjadi hal yang

sangat penting untuk diperhatikan.

C.

KEBIJAKAN HUKUM PERSAINGAN

Indonesia mengatur persaingan usaha melalui Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang

disahkan dan diundangkan tanggal 5 Maret 1999. Secara konstitusional UU ini

diarahkan untuk melaksanakan amanah UUD 1945 yaitu terwujudnya kesejahteraan

rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Konsideran UU No.5/1999 dengan

tegas menyebutkan bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya

kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara untuk berpartisipasi di dalam

proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat,

efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya

ekonomi pasar yang wajar. Untuk itu setiap orang yang berusaha di Indonesia harus

berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan

adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak

Page 58: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

58

terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia

terhadap perjanjian-perjanjian internasional.

Tujuan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana yang termaktub dalam

Pasal 3, yaitu85 :

1. “Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kepastian berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha”.

Azas Demokrasi Ekonomi yang dimaksud yaitu Azas Ekonomi Pancasila86 :

1. Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan-perusahaan negara

dan perusahaan-perusahaan swasta. Semua bentuk badan usaha didasarkan

pada azas kekeluargaan dan prinsip harmoni dan bukan azas kepentingan

pribadi dan prinsip konflik kepentingan;

2. Memandang manusia secara utuh. Manusia bukan semata-mata

homooikonomikus tetapi juga social man and religious man, dan sifat

manusia terakhir ini dapat dikembangkan setaraf dengan sifat yang pertama

sebagai motor penggerak kegiatan duniawi (ekonomi);

85 Pasal 3, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. 86 Mubyarto dan Boediono, Ekonomi Pancasila, (Yogjakarta : Universitas Gadjah Mada,

1981), hal. 10-11, sebagaimana dikutip Soetrisno P. H., Op.cit., hal. 115.

Page 59: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

59

3. Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau pemerataan

sosial;

4. Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang

tangguh. Konsep perekonomian nasional berfungsi sebagai pupuk ketahanan

nasional untuk mencapai suatu perekonomian yang mandiri, tangguh dan

terhormat di arena internasional, dan didasarkan atas azas solidaritas.

Sehingga, maksud dan tujuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini menggunakan

azas ekonomi Pancasila yang berlandaskan koperasi yaitu tolong-menolong dan azas

kekeluargaan. Masyarakat adalah motor penggerak perekonomian bangsa dengan

semangat keadilan sosial dalam konteks kesejahteraan sebagai pupuk ketahanan dan

pertahanan nasional yang mencapai perekonomian yang mandiri, tangguh dan

terhormat di dunia didasarkan atas azas kebersamaan. Maksudnya sama-sama

bergerak ke arah yang lebih baik pada golongan kelas, kelas menengah, dan kelas

bawah. Jika hal itu terwujud maka perbedaan kelas tersebut akan hilang dengan

sendirinya. Inilah sebenarnya tujuan dari ekonomi sosialis, tidak ada orang kaya

maupun miskin, semua sama di mata pemerintah karena pemerintah yang berkuasa.

1.

Sifat Kebijakan Persaingan

Dua hal yang menjadi unsur penting bagi penentuan kebijakan (policy

objectives) yang ideal dalam pengaturan persaingan di negara-negara yang memiliki

Page 60: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

60

undang-undang persaingan adalah kepentingan umum (public interest) dan efisiensi

ekonomi (economic efficiency). Ternyata dua unsur penting tersebut (Pasal 3 huruf

a.) juga merupakan bagian dari tujuan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999.

Pasal 2 dan 3 UU No.5/1999 menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama UU

No. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan

membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang

bebas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem

perekonomian yang efisien (Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian

pembukaan UUD 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun

1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan perealisasian kesejahteraan nasional

menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang menuju pada system

persaingan bebas dan adil dalam pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999. Hal

ini menandakan adanya pemberian kesempatan yang sama kepada setiap pelaku

usaha dan ketiadaan pembatasan persaingan usaha, khususnya penyalahgunaan

wewenang di sektor ekonomi.

Sebagai asas dan tujuan, Pasal 2 dan 3 tidak memiliki relevansi langsung

terhadap pelaku usaha, karena kedua pasal tersebut tidak menjatuhkan tuntutan

konkrit terhadap perilaku pelaku usaha. Walaupun demikian, kedua pasal tersebut

harus digunakan dalam interpretasi dan penerapan setiap ketentuan dalam UU No. 5

Tahun 1999. Misalnya, sehubungan dengan penerimaan dan jangkauan dari rule of

Page 61: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

61

reason 87 dalam rangka ketentuan tentang perjanjian-perjanjian yang dilarang (Pasal

4-16), harus diperhatikan bahwa Pasal 2 dan 3 tidak menetapkan tujuan-tujuan yang

dilaksanakan dalam bidang sumber daya manusia, kebijakan struktural dan

perindustrian.

Relevansi pertimbangan efisiensi bagi kebijakan kompetisi adalah bahwa

penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dengan kata lain, akan mengakibatkan

harga tinggi, output rendah, kurangnya inovasi dan pemborosan penggunaan sumber

daya. Bila perusahaan bersaing satu sama lain untuk mengidentifikasikan kebutuhan

konsumen, memproduksi apa yang dibutuhkan konsumen pada harga yang paling

rendah yang dapat dihasilkannya dan terus menerus berusaha meningkatkan dan

melakukan inovasi untuk meningkatkan penjualan, sumber daya digunakan secara

lebih produktif dan konsumen mendapatkan apa yang dibutuhkannya.88

Penggunaan sumber daya yang ada dengan lebih produktif akan memberikan

konsekuensi output yang lebih besar dan kemudian menjadikan pertumbuhan

ekonomi dan kekayaan yang lebih besar bagi negara. Harga yang rendah akan

memberikan konsumen pendapatan yang lebih tinggi untuk dibelanjakan pada

87 Glossary of Industrial Organization Economics and Competition Law, English Version,

OECD, Paris, 1996, page 51, Rule of Reason is a legal approach by competition authorities or the courts where an a ttempt is made to evaluate the pro-competitive features of a restrictive business practices against its anticompetitive effects in order to decide whether or not the practice should be prohibited. Some market restrictions which prima facie give rise to competition issues may on further examination be found to have valid efficiency-enhacing benefits. For example, a manufacturer may restrict supply of a product in different geographic markets only to existing retailers so that they earn higher profits and have an incentive to advertise the product and provide better service to customers. This may have the effect of expanding the demand for the manufacturer’s product more than the increase in quantity demanded at a lower price. The opposite of the Rule of Reason approach is to declare certain business practices per se illegal, that is always illegal.

88 Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia : Indonesian Competition Report, (Elips, 2000) sebagaimana dikutip dalam Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha : Antara Teks dan Konteks, (Jakarta : KPPU, GTZ, Kerjasama RI dan Republik Federal German, 2009), hal. 17.

Page 62: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

62

pembelian lain, investasi atau untuk ditabung. Total surplus, atau kekayaan dari

konsumen maupun produsen bertambah besar. Oleh sebab itu kebijakan persaingan

yang mengurangi hambatan terhadap persaingan akan membantu usaha mencapai

tujuan bermanfaat bagi masyarakat.

Perlindungan konsumen dan persaingan merupakan dua hal yang saling

berhubungan dan saling mendukung. Harga murah, kualitas tinggi dan pelayanan

yang baik merupakan tiga hal yang fundamental bagi konsumen dan persaingan

merupakan cara yang terbaik untuk menjaminnya. Oleh karena itu, hukum

persaingan tentu harus sejalan atau mendukung hukum perlindungan konsumen.

Efisiensi ekonomi meningkatkan kekayaan, termasuk kekayaan konsumen,

konsumen dalam arti luas adalah masyarakat, melalui penggunaan sumber daya yang

lebih baik. Beberapa ahli berpendapat bahwa maksimalisasi kesejahteraan konsumen

harus menjadi satu satunya tujuan utama dari kebijakan persaingan, yang mereka

maksudkan biasanya adalah perusahaan seharusnya tidak dapat menaikkan harganya

serta bahkan seharusnya mencoba untuk menurunkannya supaya lebih kompetitif

(yaitu dapat menjual produknya). Konsumen pun biasanya lebih diuntungkan apabila

mutu, ketersediaan dan pilihan barang dapat ditingkatkan. Fokus terhadap

kesejahteraan konsumen mungkin berasal dari pemahaman bahwa konsumen harus

mampu diproteksi dari produsen dan pemindahan kekayaan dari konsumen kepada

produsen, seperti yang tampak kalau dibandingkan antara monopoli dan persaingan

sempurna, adalah hal yang tidak adil. Banyak ekonom berkeyakinan pengalihan

kesejahteraan tersebut adalah peristiwa ekonomi yang ”netral”, karena menentukan

Page 63: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

63

siapa seharusnya yang ”memiliki” surplus bukanlah merupakan bagian ilmu

ekonomi.

Bagi Indonesia sebagaimana tercermin pada tujuan dari UU No. 5 Tahun

1999 maka tujuan tidak sekedar memberikan kesejahteraan kepada konsumen namun

juga memberikan manfaat bagi publik. Dengan adanya kesejahteraan konsumen

maka berdampak pada terciptanya kesejahteraan rakyat. Pasal 3 itulah yang

membedakan dengan UU Persaingan di negara lain yang tidak sekedar menjamin

adanya kesejahteraan konsumen tetapi juga menjaga kepentingan umum dan

meningkatkan efisiensi ekonomi nasional. Walaupun hal ini terasa kontroversial

dengan tujuan UU negara lain dan bahkan sering menimbulkan masalah dalam

interpretasi dalam menentukan prioritas mana yang lebih diutamakan.

2.

Komitmen Pemerintah terhadap Kebijakan yang Mendukung Persaingan

Idealnya Pemerintah harus memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung

terwujudnya persaingan usaha usaha yang sehat. Kompleksitas permasalahan dunia

usaha di Indonesia, seperti iklim usaha yang kurang kondusif, praktek persaingan

yang tidak sehat, struktur pasar yang cenderung monopolis, daya saing rendah dan

lain sebagainya harus diatasi dengan pendekatan yang terintegral dan komprehensif,

salah satunya adalah penegakan hukum persaingan. Hukum persaingan ditegakkan

tidak saja secara represif tetapi juga secara preventif dengan mengimplementasikan

Page 64: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

64

norma-norma hukum persaingan dalam kebijakan dan regulasi yang dibuat

pemerintah.

Namun demikian KPPU ternyata pandangan KPPU dan pemerintah terhadap

hukum persaingan usaha dalam kurun 10 tahun ini belum sama. Selama 10 tahun

KPPU memberikan pemahaman dan kesamaan persepsi dan menempatkan hukum

dan kebijakan persaingan usaha dalam sistem perekonomian nasional. Karena itu

diperlukan adanya harmonisasi antara kebijakan pemerintah dan kebijakan

persaingan. Sekaligus memberi pemahaman tentang apa itu KPPU serta fungsi dan

peranannya.

Lebih lanjut dikatakan tentang penyebab kurang harmonisnya pandangan

Pemerintah dan KPPU pada beberapa hal89 :

“Saya kira ada dua alasan. Pertama, tidak perduli. Kedua, tidak paham. Ketidakperdulian menyebabkan ketidaktahuan dan berujung pada ketidakpahaman. Sebaliknya ketidakpahaman mengakibatkan ketidakperdulian. Ini terjadi karena hukum persaingan usaha adalah sesuatu yang baru. Berbeda dengan lembaga persaingan di negara lain yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu yang nilai-nilai persaingan sehat sudah terinternalisasi dalam kebijakan hukum dan kebijakan ekonominya. Di tanah air, KPPU masih menjadi momok bagi pelaku usaha tertentu yang terbiasa menerima fasilitas khusus dari pembuat kebijakan. Mengapa? Karena KPPU-lah yang mengawasi pemberian fasilitas tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan benturan. Oleh karena itu, kita harus menegaskan bahwa kehadiran UU Nomor 5 Tahun 1999 dan KPPU bukan untuk menghambat jalannya bisnis, namun untuk mengatur kegiatan bisnis tersebut berjalan dengan adil dan bersih”.

Pandangan lain menyatakan bahwa mengingat hukum persaingan usaha

masih merupakan hal yang baru, maka banyak pihak yang belum begitu menyadari

89 KPPU, “Putusan KPPU Untuk Kepentingan Konsumen”,

http://www.kppu.go.id/id/putusan-kppu-untuk-kepentingan-konsumen/., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 65: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

65

peran, fungsi dan aturan main dari undang-undang ini. KPPU (Komisi Pengawas

Persaingan Usaha) sebagai lembaga independen yang mempunyai kewenangan untuk

menegakan hukum persaingan usaha seringkali menemui hambatan baik dari

kalangan swasta maupun dari kalangan pemerintah sendiri. Hal ini antara lain terlihat

dari masih adanya peraturan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pejabat negara

justru bertentangan dengan prinsip persaingan usaha. Selain itu dengan telah

diberlakukannya undang-undang otonomi daerah membawa pengaruh terhadap

kebijakan persaingan di daerah. Kewajiban pemerintah daerah untuk mencari sumber

pendanaannya sendiri, disamping juga adanya pemberian kewenangan yang relatif

lebih besar membawa akibat banyaknya kebijakan-kebijakan daerah yang membatasi

ruang gerak pelaku usaha dari daerah lain. Kebijakan-kebijakan yang lebih

mengutamakan BUMD atau pengusaha lokal dengan menutup kemungkinan pelaku

usaha dari daerah lain untuk masuk ke dalam pasar, kemungkinan melanggar prinsip-

prinsip persaingan usaha yang sehat.90

Sejak tahun 2007 sampai dengan 2009 anggaran KPPU justru terus

dipangkas, yakni di tahun 2007 anggaran KPPU sebesar Rp. 89 miliar, yang

kemudian menyusut di tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 84 miliar dan di tahun 2009

menjadi berkisar Rp. 82 miliar.91 Secara keseluruhan anggaran KPPU selama 9 tahun

adalah sebesar Rp. 471 miliar, sementara sumbangan KPPU ke negara melalui sanksi

90 Mardiharto Tjokrowarsito, “Kebijakan Persaingan pada Industri Jasa Penerbangan Dilihat

dari Perspektif perlindungan Konsumen”, www.bewppenas.go.id., diakses pada 16 Mei 2011. 91 Hukum Online, “Komisi Yang Jatuh Ketika Sedang Bersinar : Catatan Akhir Tahun

KPPU”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20819/komisi-yang-jatuh-ketika-sedang-bersinar., diakses pada 12 Juni 2011

Page 66: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

66

denda mencapai Rp. 1 triliun. Pandangan ini juga banyak ditentang karena kinerja

KPPU bukanlah dilihat dari besaran denda yang disumbangkan ke kas negara.92

Adapun perbandingan anggaran KPPU selama 5 tahun terakhir adalah

sebagai berikut93 :

1. Tahun 2005 sebesar Rp. 42.300.000.000,-

2. Tahun 2006 sebesar Rp. 80.000.000.000,-

3. Tahun 2007 sebesar Rp. 89.000.000.000,-

4. Tahun 2008 sebesar Rp. 84.000.000.000,-

5. Tahun 2009 sebesar Rp. 82.000.000.000,-

Selain melakukan fungsi penegakan hukum persaingan, KPPU melakukan

harmonisasi kebijakan yang terkait dengan isu persaingan usaha. Harmonisasi

kebijakan dapat dilakukan sebelum atau pada saat regulasi dibuat atau setelah

regulasi ditetapkan (yang biasa disebut evaluasi kebijakan). Hasil kajian mengenai

kebijakan pemerintah akan mengerucut pada ada tidaknya hal yang bertentangan

dengan prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun

1999. Jika ada hal yang bertentangan, maka KPPU dapat memberikan saran dan

pertimbangan kepada Pemerintah. Untuk tahun 2010, KPPU telah memberikan saran

pertimbangan sebanyak 13 saran pertimbangan, yang terdiri dari 12 saran

pertimbangan yang berasal dari Evaluasi dan Kajian Dampak Persaingan Usaha

92 Hukum Online, “Catatan Akhir Tahun KPPU : Komisi yang Jatuh Ketika Sedang

Bersinar”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20819/komisi-yang-jatuh-ketika-sedang-bersinar., diakses pada 12 Juni 2011.

93 Hendra Setiawan Boen, “Mencermati Kebebasan Penyusunan Anggaran KPPU”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b482c1acc935/mencermati-kebebasan-penyusunan-anggaran-kppu-broleh-hendra-setiawan-boen., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 67: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

67

tahun 2009 dan 2010 serta satu saran pertimbangan yang berasal dari Putusan KPPU.

Dari 13 surat saran pertimbangan tersebut, terdapat tiga atau 43,3% surat yang telah

direspon oleh lembaga terkait. Hal ini telah memenuhi target rencana strategis 2012

yang menetapkan effective rate sebesar 25% dengan rincian sebagai berikut94 :

Tabel 4. Saran Pertimbangan KPPU kepada Pemerintah RI Mengenai Kebijakan Persaingan yang

Diterima dan Sudah Dilakukan Oleh Pemerintah

No.

Tgl Surat/Tujuan

Surat

Sumber, Materi Kebijakan, dan Isu Persaingan Usaha

Isi Saran Pertimbangan Keterangan

1. Surat Nomor 02/K/I/2010 tentang Pekan Raya Jakarta

Penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta (PRJ) didasarkan pada Perda No. 12 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Pekan raya Jakarta. Penyelenggara dan pemegang izin tunggal Pekan Raya Jakarta bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat karena penunjukannya tidak melalui persaingan usaha yang sehat. Regulasi tersebut menimbulkan praktek monopoli oleh PT. Jakarta International Expo.

KPPU menyarankan agar Perda No. 12 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta (PRJ) dicabut dan dibuat regulasi yang memuat ketentuan bahwa pemilihan penyelenggara Pekan Raya Jakarta dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.

Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengupayakan adanya proses pelelangan terhadap penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta.

2. Surat Nomor 11/K/I/2010 tentang Kebijakan Industri Asuransi Wajib Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia

KPPU menemukan adanya praktek pemberian asuransi tambahan selain asuransi wajib kecelakaan lalu lintas oleh PT. Jasa Raharja bagi penumpang PT. Kereta Api serta penumpang kendaraan umum di DI. Yogjakarta. Kebijakan tersebut diatur dalam Keputusan Gubernur DIY No. 050 Tahun 1995, dimana Dinas Perhubungan DIY menyatakan bahwa kebijakan yang diatur dalam Perda tersebut tidak dilaksanakan meskipun Perda masih berlaku. Analisis KPPU terkait dengan

KPPU menyarankan Pemerintah untuk : 1. Terus meningkatkan

pengawasan atas kualitas pelayanan asuransi wajib kecelakaan lalu lintas PT. Jasa Raharja;

2. Membatalkan praktek asuransi tambahan yang diwajibkan tanpa ada landasan hukumnya, yang dimonopoli oleh pelaku usaha tertentu;

3. Membatalkan Keputusan Gubernur DIY No. 050 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Asuransi Orang Dengan

Telah mendapat tanggapan resmi dari Pemerintah yaitu Sekretariat Negara, yang isinya akan menindaklanjuti surat saran dan pertimbangan KPPU kepada instansi terkait. Kebijakan di Yogja telah dicabut dan kini telah diganti dengan kebijakan yang selaras dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

94 KPPU RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta : KPPU, 2010), hal. 10-24.

Page 68: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

68

asuransi tambahan tersebut menyatakan bahwa praktek asuransi tambahan untuk kecelakaan lalu lintas namun diwajibkan kepada penumpang adalah bertentangan dengan regulasi asuransi di Indonesia. Praktek tersebut juga menghilangkan pilihan konsumen untuk memilih provider asuransi.

Kendaraan Bermotor Umum di Wilayah Provinsi DIY.

3. Surat No. 96/K/VI/2010 tanggal 3 Juni 2010 perihal Kebijakan Peredaran Unggas di Wilayah DKI Jakarta

Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas khususnya pasal 6 disebutkan bahwa unggas pangan yg memasuki wilayah DKI Jakarta melalui lokasi tempat penampungan. Dalam pelaksanaannya, pemerintah hanya menetapkan lima titik Rumah Pemotongan Ayam (RPA) untuk seluruh wilayah DKI Jakarta. Ketentuan pembatasan RPA ini menimbulkan hambatan bagi para penampung dan pemotong ayam yg tidak tertampung di lima RPA tersebut. Pembatasan jumlah RPA juga menjadi hambatan bagi pelaku usaha RPA potensial untuk membangun RPA di Jakarta.

KPPU menyarankan agar Pemerintah DKI Jakarta melakukan perbaikan terhadap regulasi pengendalian peredaran unggas dengan: 1. Menyiapkan infrastruktur

RPA yg diperlukan. 2. Menentukan pengaturan

RPA yg tidak dibatasi dalam jumlah, namun menekankan pada aspek kualitas berdasarkan SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas serta melakukan tindakan hukum yg tegas bagi pelaku usaha RPA yg melakukan pelanggaran.

3. Menerapkan prinsip competition for the market dalam menentukan operator RPA di DKI Jakarta.

4. Menjaga konsistensi pelaksanaan aturan dengan tetap menjaga kesesuaian tujuan pembuatan aturan yaitu untuk menjaga kesehatan masyarakat. Sehingga tidak ada lagi RPA yang dibangun di dekat pemukiman penduduk seperti RPA Pulo Gadung sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan tanggapan atas saran KPPU dalam harian Jurnal Nasional. Pemprov DKI menyatakan bahwa kini memberikan kebebasan kepada para pengusaha untuk mendirikan RPA di wilayah DKI Jakarta dan tidak terbatas pada 5 RPA saja. 5 RPA tersebut dibangun dengan tujuan untuk melindungi warga dari virus flu burung, bukan untuk membatasi pelaku usaha.

Sumber : Laporan Tahun 2010, Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Page 69: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

69

Dengan berangkat dari keberhasilan KPPU dalam mengawal kebijakan

persaingan sehat maka KPPU merupakan lembaga yang sangat berperan dalam

mendukung berbagai kebijakan Pemerintah yang menyalahi prinsip-prinsip anti

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

3.

Keberadaan dan Tingkat Kebijakan Industri, Tingkat Nasional Baik Pemerintah Maupun Swasta

Tingginya tingkat persaingan (rivalry) merupakan salah satu faktor utama

daya saing suatu negara karena dapat menyalurkan alokasi ekonomi secara efisien,

memicu terciptanya inovasi, murahnya harga dan peningkatan kualitas. Meskipun

demikian perusahaan cenderung untuk bersikap menghindar dari persaingan. Oleh

karena itu, perlu kelembagaan yang menjamin persaingan tetap ada. Pada tahun

2010, Pemerintah Indonesia dan Organization for Economic Cooperation and

Development (OECD) melakukan penyusunan Policy Framework for Investment

(PFI) untuk Indonesia.95 Salah satu poin penting dalam penguatan PFI adalah

keberadaan hukum persaingan usaha di Indonesia.96

95 Lampiran I, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. PER-

01/M.EKON/01/2010, tanggal 29 Januari 2010. 96 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009 :

Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat, Cetakan Pertama, (Jakarta : Sekjen DPR RI, UNDP, AusAid, Oktober 2009), hal. 59. Lihat juga : Mardiharto Tjokrowasito, “Kebijakan Persaingan Pada Industri Jasa Penerbangan Dilihat Dari Perspektif Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : Bappenas RI, 2009), hal. 1, menyatakan bahwa : “Dalam era globalisasi dan transparansi seperti sekarang ini tentunya monopoli yang dipegang oleh negara harus kembali dikaji, jangan sampai dengan alasan untuk kepentingan umum suatu sektor dimonopoli oleh negara akan tetapi hasilnya justru hanya menguntungkan orang-orang tertentu atau kelompok tertentu saja. Adanya undang-undang persaingan usaha ini pada dasarnya merupakan salah satu syarat bagi suatu negara yang akan memberlakukan ekonomi pasar. Oleh karenanya ekonomi pasar tanpa adanya aturan main yang jelas akan menimbulkan kesewenang-wenangan, dimana pelaku usaha besar akan mematikan pelaku usaha kecil yang merupakan saingannya. Pasar persaingan sempurna, merupakan struktur pasar yang paling ideal

Page 70: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

70

Terkait dengan kebijakan persaingan, tujuan dari PFI ini adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan konsumen dengan mempromosikan persaingan usaha

yang sehat dan mengendalikan perilaku yang menghambat persaingan. Keberadaan

pasar yang kompetitif dapat mengarah kepada turunnya harga konsumen,

meningkatnya partisipasi pelaku usaha baru untuk masuk ke pasar melalui investasi,

meningkatkan kualitas dan variasi produk. Dalam perkembangannya OECD juga

mengembangkan sebuah toolkit untuk mengevaluasi sejauh mana PFI tersebut

diterapkan di perekonomian. Khusus mengenai kebijakan persaingan, terdapat tujuh

pernyataan dalam toolkit yang dapat menggambarkan penerapan PFI tersebut.

Ketujuh pertanyaan tersebut antara lain tentang transparansi dan non-diskriminasi,

implementasi hukum dan kebijakan persaingan, praktik anti persaingan, evaluasi

kebijakan pemerintah dan harmonisasi kebijakan, kebijakan industri, privatisasi,

serta kerjasama internasional.97

Output dari kegiatan PFI ini kemudian dituangkan dalam laporan Investment

Policy Report Indonesia 2010 yang dapat dilihat dari situs OECD. Sejauh ini KPPU

sebagai lembaga otoritas penegak hukum persaingan di Indonesia memainkan peran

penting dalam terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan penting bagi

dalam suatu negara yang menganut sistem mekanisme pasar. Dalam pasar persaingan sempurna, produsen memiliki kemampuan yang sama antara satu dengan yang lainnya, sehingga agar dia dapat tetap bertahan atau lebih unggul dari produsen sejenisnya maka dia harus mempu menciptakan inovasi atau terobosan baru. Sebagai akibatnya ekonomi pasar yang ditandai dengan adanya persaingan antar pelaku usaha akan menciptakan efisiensi-efisiensi dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Seorang pelaku usaha yang tidak dapat menjalankan usahanya secara efisien pasti pada akhirnya akan tergilas oleh pesaingnya”.

97 Website PFI, “The Policy Framework for Investment (PFI)”, http://www.oecd.org/document/61/0,3746,en_2649_34893_33696253_1_1_1_1,00.html., diakses pada 12 Juni 2011. Lihat juga : Misuzu Otsuka, et.al., “Improving Indonesia’s Investment Climate”, http://www.oecd.org/dataoecd/52/26/47556737.pdf., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 71: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

71

peningkatan investasi. Pada akhirnya kembali mencoba menjawab seberapa penting

keberadaan hukum persaingan usaha di Indonesia dapat membantu terciptanya

peningkatan investasi. Jawabannya tentu sangat relevan bahwa hukum persaingan

usaha tidak dapat dipisahkan dari peningkatan investasi di Indonesia.98

Mengenai investasi di Indonesia, Pemerintah mengeluarkan Peraturan

Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan tujuan,

antara lain untuk : Pengembangan industri nasional dalam peningkatan daya saing

industri dan yang memiliki struktur yang sehat dan berkeadilan, berkelanjutan, serta

mampu memperkokoh ketahanan nasional; Memberikan fasilitas bagi penanaman

modal yang sesuai dengan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh

Pemerintah; dan Menetapkan kebijakan industri nasional sebagai pedoman dalam

pengembangan industri nasional dan sebagai dasar pemberian fasilitas pemerintah.99

Departemen Perindustrian RI sebagai Dewan Pembina Industri sangat

memahami bahwa masalah energi merupakan suatu faktor yang sangat dominan

dalam kelangsungan usaha industri di Indonesia. Adapun permasalahan di bidang

energi yang terkait dengan sektor industri, antara lain100 :

1. Kebutuhan akan energi baik listrik maupun migas terus bertambah;

2. Semakin berkurangnya sumber daya alam penghasil energi;

3. Kemampuan negara yang semakin berkurang untuk terus mensubsidi sektor

energi;

98 OECD, Indonesia Investment Policy Review, (Jakarta : OECD, 2010), hal. 29. 99 Bagian Menimbang, Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri

Nasional. 100 Bataviase, “Pembangunan Sektor Industri Masih Terkendala Masalah Klasik”,

http://bataviase.co.id/node/626871., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 72: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

72

4. Semakin meningkatnya harga jual listrik dan migas sebagai konsekuensi

pengurangan subsidi.

Upaya untuk mengatasi permasalahan di bidang energi yang terkait dengan

sektor industri di atas, Pemerintah mengeluarkan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 yang disosialisasikan di Wilayah

Jawa dan Bali. Penyusunan RPJMN 2010-2014 dilakukan dengan dua pendekatan,

yaitu101 :

1. Penyusunannya difokuskan pada prioritas-prioritas nasional. Dalam RPJMN

2010-2014 kerangka visi di atas dioperasionalkan dalam pelaksanaan 11

(sebelas) prioritas nasional yang meliputi : (1) reformasi birokrasi dan tata

kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5)

ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan usaha; (8) energi;

(9) lingkungan hidup dan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar,

dan pascakonflik; serta (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.

Di samping itu, upaya pencapaian visi nasional juga akan didukung oleh

prioritas lainnya di 3 (tiga) bidang: politik, hukum dan keamanan

(polhukam), perekonomian, serta kesejahteraan rakyat.

2. Penyusunan rencana kerja yang implementatif. Dalam hal ini yang dimaksud

implementatif adalah strategi dan program-program yang disusun dengan

memperhatikan sumber daya yang tersedia (resource envelope), disertai

101 Bappenas RI, “Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN)

Tahun 2010-2014 Wilayah Jawa-Bali”, http://www.bappenas.go.id/node/116/2577/sosialisasi-rencana-pembangunan-jangka-menengah-nasional--rpjmn-tahun-2010-2014-wilayah-jawa-bali/., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 73: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

73

indikator capaian yang terukur, jelas penanggungjawabnya, dan jelas pula

biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Setiap program harus jelas

kaitannya dengan sasaran-sasaran utama.

Dokumen RPJMN 2010-2014 dijadikan pegangan bagi Pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan dalam lima tahun ke depan baik di pusat maupun di

daerah yaitu menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra)

Kementerian dan Lembaga serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD).

4.

Sifat dan Struktur Lembaga Persaingan (Eksekutif dan Yudikatif)

Lembaga persaingan di Indonesia adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) sebagai lembaga dibawah lembaga eksekutif.102 KPPU berkedudukan

sebagai lembaga independen yang berfungsi sebagai pengawas atas pelaksanaan UU

No. 5/1999. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, KPPU dibantu oleh Sekretariat

dan Kelompok Kerja. UU No. 5/1999 memberikan kewenangan kepada Komisi

untuk membentuk Sekretariat dengan struktur organisasi, tugas dan fungsi sekretariat

yang ditentukan langsung oleh Komisi. Selain itu, Komisi juga dapat membentuk

Kelompok Kerja. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditetapkanlah pembentukan, susunan organisasi,

tugas dan fungsi dari KPPU.

102 Pasal 30 ayat (3), Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 74: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

74

Dalam perkembangannya setelah melalui perjuangan yang cukup panjang

dan pembahasan dengan Pemerintah, akhirnya Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada tahun 2008 mengalami perubahan

berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2008.

Komisi dalam mengemban tugas dan wewenangnya wajib

mengejawantahkan ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maupun Keppres 75 Tahun

1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Undang-undang tersebut juga

memberi wewenang kepada Komisi untuk mengeluarkan suatu keputusan sebagai

pedoman internal kinerja KPPU dan kesekretariatan KPPU.

Salah satu tugas KPPU sebagaimana dalam Pasal 35 f. UU No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah

membuat Pedoman (Guidelines).103 Selama kurun waktu terbentuknya KPPU, maka

ada beberapa Pedoman yang telah dikeluarkan antara lain :

Tabel 5. Daftar Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tahun 2009-2010

No. Peraturan

KPPU Nomor

Tahun

Tentang

1. 1 2010 Tata Cara Penanganan Perkara 2. 2 2010 Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Persekongkolan Dalam Tender 3. 3 2010 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

4. 4 2010 Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

5. 5 2010 Pedoman Pelaksanaan Pasal 14 tentang Integrasi Vertikal Berdasarkan

103 Pasal 35 huruf f., Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 75: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

75

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6. 6 2010 Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

7. 7 2010 Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf D tentang Pengecualian Dari Ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian Dalam Rangka Keagenan

8. 8 2010 Promosi dan Mutasi Pejabat Struktural Pegawai Komisi Pengawas Persaingan Usaha

9. 9 2010 Staf Ahli Komisi Pengawas Persaingan Usaha 10. 10 2010 Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan Usaha, dan

Pengambilalihan Saham Perusahaan 11. 11 2010 Konsultasi Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan

Pengambilalihan Saham Perusahaan 12. 12 2010 Pensiun Pegawai KPPU 13. 13 2010 Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan

Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

14. 14 2010 Pedoman Keprotokolan 15. 1 2009 Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan 16. 2 2009 Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan Dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual

17. 3 2009 Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 Tentang Pasar Bersangkutan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

18. 4 2009 Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 147 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

19. 5 2009 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf A Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

20. 6 2009 Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan Dengan Waralaba

21. 7 2009 Pedoman Jabatan Rangkap Sesuai Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sumber : Website Resmi Komisi Pengawas Persaingan Usaha, www.kppu.go.id, Diakses

pada 13 Juni 2011.

Kedudukan Perkom tersebut di atas dapat dilihat pada Undang-Undang No.

10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam

Pasal 7 yang mengatur tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan,

Page 76: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

76

Perkom tidak disebutkan secara eksplisit sebagai jenis peraturan perundang-

undangan. Namun demikian, Penjelasan Pasal 7 ayat (4) menyebutkan bahwa jenis

peraturan perundang-undangan lain selain dalam ketentuan UU No. 10 Tahun 2004

salah satunya adalah Peraturan yang dikeluarkan Komisi yang dibentuk oleh

Undang-Undang atau oleh Pemerintah atas perintah Undang-Undang.104 Salah satu

kewenangan dari KPPU adalah menetapkan peraturan dirinya sendiri atau dikenal

dengan istilah self regulatory bodies.105

Kewenangan yang terlihat seperti paling utama dalam menegakkan

persaingan usaha tersebut, Komisi dapat melakukan penanganan perkara persaingan

usaha dan berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang

melanggar UU No. 5 Tahun 1999 (enforcement). Pada awalnya kewenangan ini

menimbulkan kontroversi, dimana Komisi dapat bertindak sebagaimana layaknya

seorang penuntut umum dan sekaligus sebagai hakim. Sedangkan dalam peradilan di

Indonesia, kewenangan tersebut dipisahkan dan tidak berada dalam satu tangan

kelembagaan. Oleh karenanya, hukum acara dalam menangani perkara persaingan

usaha menjadi kewenangan KPPU untuk menentukan acara pemeriksaan perkara

persaingan usaha, dengan mengeluarkan Keputusan No. 05/KPPU/Kep/IX/2000

104 Aru Armando, ”Peraturan Komisi, Sebuah Produk State Auxillary Agencies”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22468/peraturan-komisi-sebuah-produk-istate-auxilliary-agenciesi., diakses pada 13 Juni 2011.

105 Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengatur dirinya sendiri dengan mengeluarkan peraturan-peraturan komisi, dapat juga dilihat lembaga negara lain yang melakukan demikian yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). BAPEPAM-LK juga sebagai self regulatory bodies yang mengatur, mengawasi, dan membina Pasar Modal di Indonesia. Jadi, KPPU bukanlah lembaga satu-satunya yang mengatur dirinya sendiri. Lihat : Pasal 5, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Page 77: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

77

tanggal 8 September 2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan

Dugaan Pelanggaran Terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

Kemudian peraturan ini diperbaiki dengan Peraturan Komisi No. 1 Tahun

2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Kemudian KPPU memperbaiki

peraturan tersebut dan menerbitkan Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang Tata

Cara Penanganan Perkara yang dipergunakan sampai saat ini sebagai sumber hukum

acara dalam proses pemeriksaan di KPPU (dimulai dari proses pemeriksaan awal).

Peraturan ini mengharuskan KPPU untuk meningkatkan kualitas dan transparansi

dalam melaksanakan penanganan perkara.106

Sedangkan terkait dengan upaya keberatan terhadap putusan KPPU, hukum

acaranya semula merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2003

tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU,

namun pada tahun 2005, Peraturan Mahkamah Agung tersebut dianggap tidak

berlaku lagi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 03 Tahun 2005.

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah adalah gaji

dari Komisi. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Keputusan Presiden No. 6 Tahun

2002 tentang Honorarium Ketua, Wakil Ketua dan anggota Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang menggaji ketua dan wakil ketua sebesar Rp. 14.375.000,-

(empat belas juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) sedangkan anggota sebesar

Rp. 12.500.000,- (dua belas juta lima ratus ribu rupiah). Sangatlah ironis apabila

106 Bagian Menimbang huruf a., Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun

2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara.

Page 78: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

78

dibandingkan besarnya gaji dengan beban tugas yang harus dilaksanakan oleh

Komisi sebagaimana diamanahkan oleh UU No. 5 Tahun 1999.107

Selain itu, secara internal KPPU juga perlu dikembangkan untuk lebih

meningkatkan penanganan perkara selain persekongkolan tender, tentunya dengan

analisa yang lebih mendalam dan pemahaman akan struktur pasar serta pangsa pasar

atas suatu industri/bidang usaha serta dengan didukung data yang akurat, sehingga

diharapkan KPPU dapat menangani pelanggaran atas setiap pasal-pasal dalam UU

No. 5 Tahun 1999.

Lembaga yudikadif (peradilan) memainkan peran penting dalam penegakan

UU No.5/1999 yakni dalam memeriksa dan mengadili upaya hukum keberatan

diajukan para pihak di tingkat Pengadilan Negeri dan kasasi di Mahkamah Agung.

Keberatan merupakan satu-satunya upaya hukum terhadap putusan KPPU yang dapat

diajukan oleh pelaku usaha. Pasal 44 ayat (2) sebagai dasar hukum pengajuan

keberatan menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada

Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima

pemberitahuan putusan tersebut. Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan

pelaku usaha dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan

107 Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-443/MK.02/2004 tanggal 29 Desember 2004.

Berdasarkan Keputusan ini, Menteri Keuangan setuju untuk memberikan persekot gaji dan tunjangan dari bawahan sampai atasan KPK, untuk Pimpinan sebesar Rp. 36.783.000,- Wakil Ketua Rp. 34.521.000,- Penasihat/Sekjen/Deputi/Staf Ahli mendapat Rp. 22.000.000,- Direktur/Kepala Biro/Tenaga Fungsional Rp. 18.000.000,-. Jelas hal ini sangat jauh berbeda dengan KPPU yang hanya mendapatkan gaji, Untuk Ketua/Wakil Ketua Rp. 14.375.000,- dan Anggota Rp. 12.500.000,- apalagi beban pekerjaan yang dipikul sangat berat.

Page 79: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

79

tersebut108 dan harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak

dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.109

Mahkamah Agung RI sebagai badan peradilan tertinggi untuk menyelesaikan

permasalahan keberatan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma)

Republik Indonesia No. 1 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum

Keberatan terhadap Putusan KPPU. Perma No. 1 Tahun 2003 tersebut merupakan

wujud pengakuan Mahkamah Agung RI terhadap eksistensi upaya hukum keberatan.

Keberatan diajukan ke Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 (empat belas)

hari terhitung sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan dari KPPU.

Dalam hal diajukan keberatan, KPPU merupakan pihak.110 Dalam hal keberatan

diajukan oleh lebih dari satu pelaku usaha untuk putusan yang sama tetapi berbeda

tempat kedudukan hukumnya, KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada

Mahkamah Agung melalui untuk menunjuk salah satu Pengadilan Negeri memeriksa

keberatan tersebut. Setelah permohonan diterima, Mahkamah Agung segera

menunjuk Pengadilan Negeri yang memeriksa keberatan tersebut. Dalam hal terjadi

keadaan yang demikian, maka jangka waktu pemeriksaan dihitung sejak Majelis

Hakim menerima berkas perkara yang dikirim oleh Pengadilan Negeri lain yang

tidak ditunjuk oleh Mahkamah Agung.111

108 Pasal 45 ayat (1), Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 109 Pasal 45 ayat (2), Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 110 Pasal 1, Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengajuan

Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. 111 Pasal 4, Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengajuan

Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Page 80: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

80

Mahkamah Agung RI pada 14 Juli 2005 menyempurnakan Perma No. 1

Tahun 2003 dengan pertimbangan bahwa Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun

2003 tidak memadai untuk menampung perkembangan permasalahan penanganan

perkara keberatan terhadap Putusan KPPU. Perma No. 3 Tahun 2005 berupaya

menjawab berbagai ketidakjelasan dalam Perma sebelumnya.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Perma No. 3 Tahun 2005, keberatan terhadap

Putusan KPPU hanya diajukan oleh Pelaku Usaha Terlapor kepada Pengadilan

Negeri di tempat kedudukan hukum usaha Pelaku Usaha tersebut. Hal ini berarti

bahwa secara a contrario pelaku usaha pelapor tidak dapat mengajukan keberatan

terhadap putusan KPPU. Sementara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa

keberatan adalah upaya hukum bagi Pelaku Usaha yang tidak menerima putusan

KPPU. Masalahnya adalah bagaimana jika yang tidak menerima putusan KPPU

adalah pelaku usaha pelapor dengan alasan permohonan pelaku usaha pelapor

tersebut tidak diterima oleh KPPU atau pelaku usaha Terlapor dinyatakan tidak

melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Hal semacam ini bukan tidak mungkin terjadi.

Dalam hukum acara yang berlaku secara umum, pihak yang merasa tidak puas

terhadap putusan pengadilan dapat mengajukan banding, tidak terkecuali penggugat

atau penuntut umum atau pemohon. Namun dalam hukum persaingan usaha, saat ini

peluang yang masih terbuka adalah mengajukan gugatan perdata dengan

menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata melaluu perbuatan melawan hukum dengan

tujuan mendapatkan ganti rugi atas perbuatan yang dilakukan terlapor terhadap

pelapor. Hanya saja perdebatan mengenai pembuktian ekonomi yang tidak mudah

Page 81: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

81

akan membuat proses persidangan menjadi lebih rumit dari sekedar perkara perdata

biasa.

Keberatan atas Putusan KPPU diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim.

Dalam hal diajukan keberatan, KPPU merupakan pihak. Apakah dengan ditetapkan

status KPPU sebagai pihak dalam perkara, KPPU dapat dijatuhi hukuman karena

kesalahannya dalam menerapkan hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi

pelaku usaha terlapor. Penetapan KPPU sebagai pihak semestinya memberikan

kedudukan kepada KPPU untuk secara lebih leluasa mempertahankan putusannya.

Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung

sejak Pelaku Usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU dan atau diumumkan

melalui website KPPU.112 Keberatan diajukan melalui kepaniteraan Pengadilan

Negeri yang bersangkutan sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara perdata

dengan memberikan salinan keberatan kepada KPPU. Dalam hal keberatan diajukan

oleh lebih dari 1 (satu) Pelaku Usaha untuk putusan KPPU yang sama, dan memiliki

kedudukan hukum yang sama, perkara tersebut harus didaftar dengan nomor yang

sama.113

Ketentuan Pasal 4 ayat (3) ini memperjelas bahwa majelis hakim yang akan

memeriksa keberatan dari lebih dari satu pelaku usaha terlapor adalah majelis hakim

yang sama. Jadi, perkara keberatan yang diajukan lebih dari satu pelaku usaha

terlapor tidak diperiksa secara terpisah, yang dapat memungkinkan terjadinya

112 Pasal 4 ayat (2), Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. 113 Pasal 4 ayat (3), Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Page 82: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

82

perbedaan putusan atas keberatan yang diajukan. Dalam ayat (4) dinyatakan bahwa

apabila keberatan diajukan oleh lebih dari satu Pelaku Usaha untuk putusan KPPU

yang sama tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya, KPPU dapat mengajukan

permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk salah satu

Pengadilan Negeri disertai usulan Pengadilan mana yang akan memeriksa keberatan

tersebut. Apabila dikaitkan dengan ayat (3) Pasal 4, maka majelis hakim yang

memeriksa perkara keberatan ini pun adalah satu majelis hakim, karena registrasi

dari perkara tersebut dilakukan atas nomor yang sama.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), oleh KPPU ditembuskan

kepada seluruh Ketua Pengadilan Negeri yang menerima permohonan keberatan.

Pengadilan Negeri yang menerima tembusan permohonan tersebut harus

menghentikan pemeriksaan dan menunggu penunjukan Mahkamah Agung. Setelah

permohonan diterima, Mahkamah Agung dalam waktu 14 (empat belas) hari

menunjuk Pengadilan Negeri yang memeriksa keberatan tersebut. Dalam waktu 7

(tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung, Pengadilan

Negeri yang tidak ditunjuk harus mengirimkan berkas perkara disertai (sisa) biaya

perkara ke Pengadilan Negeri yang ditunjuk .

Segera setelah menerima keberatan, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk

Majelis Hakim yang sedapat mungkin terdiri dari Hakim-hakim yang mempunyai

pengetahuan yang cukup dibidang hukum persaingan usaha.114 Ketentuan Pasal ini

menunjukkan adanya komitmen Mahkamah Agung untuk menugaskan hakim-hakim

114 Pasal 5 ayat (1), Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Page 83: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

83

yang memiliki pengetahuan yang spesifik terkait hukum persaingan usaha. Dalam

hal pelaku usaha mengajukan keberatan, KPPU wajib menyerahkan putusan dan

berkas perkaranya kepada Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara keberatan

pada hari persidangan pertama. Pemeriksaan dilakukan tanpa melalui proses mediasi.

Pemeriksaan tanpa mediasi adalah ketentuan yang logis mengingat KPPU telah

menetapkan putusan dan pelaku usaha Terlapor telah mengajukan keberatan,

sehingga tujuan dari mediasi tidak relevan.

Sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (5),115 maka Majelis Hakim harus memberikan

putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan

tersebut. Masalahnya adalah jangka waktu 30 hari tersebut apakah mencukupi untuk

memeriksa berkas perkara dan penerapan hukum yang dilakukan oleh KPPU dalam

putusannya. Hal ini bisa dicapai apabila didukung oleh hakim-hakim yang memiliki

pengetahuan yang memadai dalam bidang hukum persaingan usaha, sehingga

orientasi pemeriksaan keberatan tidak hanya didasarkan pada waktu, tetapi juga

kualitas dan akurasi putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri yang

memeriksa dan mengadili keberatan pelaku usaha.

Dalam hal Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka

melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan

tambahan. Perintah majelis hakim yang demikian memuat hal-hal yang harus

diperiksa dengan alasan-alasan yang jelas dan jangka waktu pemeriksaan tambahan

yang diperlukan. Dalam hal perkara dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam

115 Pasal 5 ayat (5), Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Page 84: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

84

Pasal 6 ayat (3), dalam hal perkara dikembalikan karena diperlukan pemeriksaan

tambahan, sisa waktu pemeriksaan keberatan ditangguhkan.116 Dengan

memperhitungkan sisa waktu pemeriksaan tambahan, sidang lanjutan pemeriksaan

keberatan harus sudah dimulai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah KPPU

menyerahkan berkas pemeriksaan tambahan. Pertanyaan yang akan sering muncul

adalah bahwa Perma No. 3 Tahun 2005 hanya memberikan hak kepada KPPU untuk

melakukan pemeriksaan tambahan. Pelaku usaha terlapor tidak memiliki hak untuk

melakukan pemeriksaan tambahan.

Bagaimana jika pelaku usaha Terlapor ingin mengajukan bukti-bukti baru?

Pada tahapan mana hal ini bisa dilakukan? Idealnya pelaku usaha Terlapor juga

diberikan ruang yang sama untuk mengajukan pemeriksaan tambahan dengan

menyertakan bukti-bukti yang baru. Jadi, ada ruang bagi usaha Terlapor untuk

meyakinkan majelis hakim perlunya pemeriksaan tambahan tersebut untuk

memeriksa bukti-bukti baru yang mungkin diajukan pelaku usaha Terlapor.

Permohonan penetapan eksekusi atas putusan yang telah diperiksa melalui

prosedur keberatan, diajukan KPPU kepada Pengadilan Negeri yang memutus

perkara keberatan bersangkutan. Permohonan penetapan eksekusi putusan yang tidak

diajukan keberatan, diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan hukum

pelaku usaha.117

116 Pasal 6 ayat (3), Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. 117 Pasal 7, Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan

Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Page 85: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

85

Beberapa perkembangan terbaru yang menarik adalah dalam proses

pemeriksaan tambahan yang diperiksa kembali di KPPU. Majelis Komisi yang

memeriksa adalah anggota majelis yang baru tetapi dengan mempertahankan dua

anggota majelis komisi yang lama. Ada usulan agar proses ini dipindahkan ke ruang

sidang pengadilan sehingga akan lebih fair karena asumsi bahwa lembaga yang

sudah memutus tidak mungkin menerima dengan begitu saja keberatan terhadap

suatu putusan yang telah dijatuhkannya.

5.

Jenis dan Struktur Hukum Persaingan dan Sektor Regulasi

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat diawali dengan berbagai defenisi yang diatur dalam

Ketentuan Umum. Substansi undang-undang kemudian memuat tiga bagian utama

yaitu: Perjanjian yang Dilarang, Perbuatan yang Dilarang, Posisi Dominan dan

proses penegakan hukum, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Prosedur

Penanganan Perkara, Sanksi serta Pengecualian.

Perjanjian yang Dilarang diatur dari Pasal 4 sampai Pasal 16. Sebelumnya

patut dipahami bahwa perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat baik

merupakan perjanjian tertulis maupun tidak seperti dinyatakan dalam Bab I, Pasal 7

ayat (1). Beberapa perjanjian tersebut adalah : Perjanjian Oligopoli (Pasal 4),

Perjanjian penetapan harga (price fixing) (Pasal 5), Perjanjian Diskriminasi Harga

(Pasal 6), Perjanjian untuk menetapkan harga di bawah harga pasar (Pasal 7),

Page 86: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

86

perjanjian membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan

menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga

yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 8) atau yang lebih

dikenal Resale Price Maintenance, perjanjian Pembagian Wilayah (Pasal 9),

Pemboikotan (Pasal 10), Perjanjian Kartel (Pasal 11), Trust (Pasal 12), perjanjian

Oligopsoni (Pasal 13) , integrasi vertikal (Pasal 14), Perjanjian Tertutup (Pasal 15)

dan perjanjian dengan pihak luar negeri (Pasal 16).

Pada Bab IV diatur mengenai Kegiatan yang Dilarang sebagaimana terdapat

dalam Pasal 17 sampai Pasal 24 mengenai berbagai kegiatan yang dapat

membahayakan proses persaingan. Beberapa kegiatan yang dilarang adalah sebagai

berikut: monopoli (Pasal 17), Monopsoni (Pasal 18), Penguasaan Pasar (Pasal 19),

menjual rugi (Pasal 20), kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya

lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa (Pasal 21),

persekongkolan (Pasal 22, 23 dan 24)

Bab V mengatur tentang Posisi Dominan yang terdiri dari Pasal 25 sampai

Pasal 29. Pasal 25 melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominan untuk

menyalah gunakan kedudukannya baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Penyalahgunaan ini dapat dilakukan melalui jabatan rangkap, pemilikan saham

maupun melalui penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.

KPPU tidak mengatur ketentuan persaingan untuk setiap sector usaha.

Namun demikian, ketentuan persaingan usaha terkait dengan berbagai peraturan

Page 87: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

87

perundang-undangan teknis di berbagai sector usaha, antara lain sektor perdagangan,

jasa keuangan perbankan dan non perbankan, jasa telekomunikasi, pengangkutan

(darat, laut dan udara), pengadaan barang, sektor perdagangan ritel, dan lain-lain

6.

Penilaian Efektifitas Strategi Kompetitif dengan Contoh-Contoh Kasus, Strategi Penegakan/Pelaksanaan

Selama lebih dari dua dekade, sekitar 100 negara telah mengimplementasikan

hukum persaingan usaha. Sementara negara lainnya berlomba-lomba menjadi yang

berikutnya. Bisa dibilang,euphoria persaingan usaha sedang mewabah di seluruh

penjuru dunia. Wabah yang datang bukan tanpa sebab. Pada tahun 1997, World

Trade Organization (WTO) juga terjangkiti wabah tersebut melalui pembentukan

Working Group on the Interaction between Trade and Competition

Policy (WGTCP). Working Group ini memfokuskan diri pada empat hal, mulai

dari capacity building, perang melawan hard-core cartels, kerjasama multilateral,

hingga prinsip-prinsip dasar penegakan hukum persaingan usaha, yang merujuk

kepada penghapusan tindakan diskriminasi, serta prosedur kegiatan usaha yang lebih

transparan dan fair.118

Alasan WTO begitu concern terhadap hukum dan kebijakan persaingan usaha

tentunya bukan karena WTO mendapatkan wahyu ilahi atau hal-hal superfisial

lainnya, tapi karena WTO sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan

negara-negara yang menjadi anggotanya. Dalam hal ini, negara-negara anggota

118 KPPU Artikel, “Kebijakan Persaingan : Umpan Negara Memancing Investasi”, http://www.kppu.go.id/id/kebijakan-persaingan-umpan-negara-memancing-investasi/., diakses pada 13 Juni 2011.

Page 88: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

88

WTO sangat memperhatikan market acces dalam melakukan kegiatan usaha lintas

dunia. Market access disini berkaitan dengan ada tidaknya entry barrier untuk

memasuki pasar suatu negara, serta ada tidaknya rezim persaingan usaha yang dapat

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dari praktek anti persaingan

incumbent lokal. Atau pendek kata, yang dibutuhkan para investor adalah jaminan

bagi mereka akan adanya persaingan usaha yang sehat pada pasar yang akan mereka

masuki.119

Pada dasarnya, kebijakan persaingan adalah instrumen utama untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan meningkatkan

kesejahteraan konsumen. Kebijakan persaingan juga berperan dalam mengatur

konsentrasi pasar agar tidak mengganggu persaingan dan berperan dalam

meningkatkan fleksibilitas suatu negara untuk bertahan dalam kondisi ekonomi dunia

yang berubah-ubah. Dengan fungsi yang beranekaragam tersebut, terdapat dua

komponen utama dari kebijakan persaingan yang komprehensif. Komponen yang

pertama berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mendukung terciptanya

persaingan usaha yang sehat di pasar. Sedangkan komponen yang kedua adalah

penegakan hukum persaingan usaha yang efektif.120

Komponen yang pertama adalah kebijakan perdagangan. Kebijakan

perdagangan suatu negara memegang peranan penting dalam pembentukan kondisi

ekonomi negara tersebut. Agar persaingan usaha yang positif dan optimal dapat

tercipta, kebijakan perdagangan harus mampu mendorong tumbuhnya perusahaan

119 Ibid. 120 Ibid.

Page 89: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

89

baru sekaligus menjaga posisi perusahaan yang sudah eksis. Komponen yang kedua

adalah keterbukaan sektor industri. Tingkat persaingan di sebuah negara tercermin

dari kebijakan pemerintah dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya pemain

baru di dunia usaha. Apabila rezim persaingan usaha sebuah negara menyulitkan

perusahaan baru untuk tumbuh dan berkembang, maka tingkat investasi yang

mengalir ke negara tersebut akan rendah dan tingkat persaingan usaha yang tercipta

juga akan rendah.121

Kebijakan privatisasi pemerintah adalah komponen yang juga berpengaruh,

dimana kebijakan privatisasi yang tepat berpotensi menciptakan persaingan usaha

yang sehat dengan membentuk kondisi yang kondusif bagi pemain baru untuk

memasuki pasar. Selain itu, terdapat beberapa hal yang juga harus berjalan

beriringan dengan kebijakan persaingan usaha, yaitu regulasi tenaga kerja, prosedur

penghentian kegiatan usaha, dan kebijakan perlindungan konsumen. Rezim

persaingan usaha yang sejalan dengan ketiga hal tersebut tentunya mampu

menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif bagi investor untuk menanamkan

modalnya di suatu negara. Wajah dunia usaha negara ini jelas sudah berubah banyak

dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, terutama dengan implementasi hukum dan

kebijakan persaingan usaha yang dilaksanakan melalui Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU).122

Sebagai bentuk implementasi Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010

tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham

121 Ibid. 122 Ibid.

Page 90: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

90

Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat, KPPU telah melakukan penilaian menyeluruh terhadap

pengambilalihan saham International Power Plc oleh GDF Suez S.A. dan

pengambilalihan saham PT UOB Life Sun Assurance oleh PT Bhakti Capital

Indonesia Tbk. Pada pengambilalihan saham International Power Plc oleh GDF Suez

S.A., KPPU menilai bahwa kegiatan usaha anak perusahaan GDF Suez di Indonesia

adalah pengelolaan air bersih kepada masyarakat umum dan industri sedangkan anak

perusahaan International Power Plc bergerak dalam bidang pembangkit tenaga listrik

yang dijual kepada PT PLN (Persero), sehingga anak perusahaan masing-masing

pihak yang melakukan pengambilalihan saham tidak mengalami perubahan karena

anak perusahaan di Indonesia merupakan “Indirect Subsidiary”.123

Selain itu, kegiatan usaha kedua anak perusahaan tersebut di Indonesia tidak

berada dalam pasar yang sama sehingga tidak terdapat perubahan kondisi pasar di

Indonesia sebagai dampak pengambilalihan saham International Power Plc oleh GDF

Suez. Pendapat KPPU ini hanya terbatas pada proses pengambilalihan saham

International Power Plc oleh GDF Suez S.A melalui Electrabel S.A. Jika di

kemudian hari ada perilaku anti persaingan yang dilakukan baik para pihak maupun

anak perusahaannya, maka perilaku itu tidak dikecualikan dari Undang-undang No. 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan atau Persaingan Usaha Tidak

Sehat.124

123 KPPU Press Release, ”KPPU Meloloskan Dua Permohonan Pengambilalihan Saham”,

http://www.kppu.go.id/id/kppu-meloloskan-dua-permohonan-pengambilalihan-saham/., diakses pada 13 Juni 2011.

124 Ibid.

Page 91: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

91

Sementara itu, pada pengambilalihan saham PT UOB Life Sun Assurance

oleh PT Bhakti Capital Indonesia Tbk., Komisi berpendapat tidak ada dugaan praktik

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Pengambilalihan

(Akuisisi) Saham Perusahaan PT UOB Life Sun Assurance oleh PT Bhakti Capital

Indonesia, Tbk. karena tidak adanya pasar bersangkutan antara para pihak tersebut.

Kedepannya, KPPU berharap jejak perusahaan-perusahaan tersebut dalam

memberikan Notifikasi Pra-Merger dapat diikuti oleh perusahaan lainnya di

Indonesia. Karena pada prinsipnya, Notifikasi Pra-Merger lebih menguntungkan

pelaku usaha daripada Notifikasi Post-Merger. Proses Notifikasi dan Konsultasi

dengan KPPU ini tidak dipungut biaya sepeserpun.125

Dalam penegakan hukumnya, KPPU memutus bersalah 10 (sepuluh) Terlapor

perkara Tender Pengadaan Sarana dan Prasarana Konversi Energi di Lingkungan

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM (Energi dan

Sumber Daya Mineral). Kesepuluh Terlapor tersebut adalah PT. Gita Persada, PT.

Nusa Consultants, PT. Extensa Winaya Fakta, PT. Laras Respati Utama, Konsorsium

PT. Surveyor Indonesia dengan PT. Sucofindo, Panitia Pengadaan Sarana dan

Prasarana Konversi Energi Dirjen Migas Tahun Anggaran 2009, PT. Ciptanusa

Buana Sentosa, PT. Kencana Mandiri Uli Nusantara, PT. Data Aksara Matra dan PT.

Rasicipta Consultama. Mereka terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/ 1999 tentang

125 Ibid.

Page 92: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

92

Persekongkolan Tender. Beberapa diantara mereka dikenai sanksi denda sebesar, PT.

Gita Persada Rp 1.161.323.000,-, PT. Nusa Consultants Rp 655.662.000,-.126

Kerjasama rezim persaingan usaha dan pemerintah diperlukan, hal ini seperti

yang dikatakan oleh R.S. Khemani dalam paper-nya mengenai kebijakan persaingan

dan investasi, “The competitive process needs to be maintained, protected, and

promoted to strengthen the development of a sound market economy”. Selain itu,

Pemerintah juga tidak boleh lupa bahwa kebijakan persaingan usaha hanyalah salah

satu umpan memancing investasi. Kebijakan persaingan tersebut harus bergerak

bersama dengan kebijakan pemerintah, reformasi birokrasi, perbaikan infrastruktur,

dan political will dari pemerintah yang memahami betul manfaat kebijakan

persaingan usaha yang efektif. Apabila semua umpan tersebut dipasang bersamaan

dalam satu kail, tak diragukan lagi, banyak investor besar yang akan terpancing.127

Menurut Mantan Ketua KPPU selama 9 tahun ini telah berhasil

mengumpulkan pemasukan negara bukan pajak sebanyak Rp. 1 triliun.128 Putusan

KPPU yang menyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

berjumlah 91 Putusan per Juni 2009, Pengadilan telah menguatkan sebanyak 52 %

terhadap Putusan KPPU yang masuk keberatan dan bahkan terhadap Putusan KPPU

yang diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, sebanyak 72% dari Putusan KPPU telah

126 KPPU Press Release, “Persekongkolan Tender di Lingkungan Kementerian ESDM”,

http://www.kppu.go.id/id/., diakses pada 13 Juni 2011. 127 KPPU Press Relese, “Kebijakan Persaingan : Umpan Negara Memancing Investasi”,

Op.cit. 128 Suhendra dalam Detik Finance, “KPPU Merasa Dianaktirikan”,

http://us.detikfinance.com/read/2009/06/30/180757/1156691/4/kppu-merasa-dianaktirikan., diakses pada 13 Juni 2011

Page 93: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

93

dikuatkan. Hal ini menunjukkan bahwa Pengadilan berpendapat sama dengan KPPU

tentang kebenaran pembuktian due process of law dan penerapan hukum yang

selama ini telah dijalankan KPPU.129

Namun demikian sebenarnya banyak hal yang harus dibenahi dalam

penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1995 agar lebih efektif, antara lain struktur UU

dari batang tubuh UU tersebut, berbagai definisi, pendekatan yang dipergunakan

untuk tiap-tiap bentuk perjanjian dan kegiatan yang dilarang, hukum acara, masalah

sanksi dan hubungan dengan proses pidana, dan lain-lain

7.

Keserasian dengan Norma-Norma Internasional misalnya Pedoman ICN/OECD

Kebijakan liberalisasi (deregulasi) perdagangan telah dilakukan Pemerintah

Indonesia sejak awal 1980-an. Secara gradual pemerintah membuka perekonomian

dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan penurunan tarif dan menghilangkan

kebijakan non-tarif yang menghambat masuknya barang impor secara bertahap. Di

samping itu, Indonesia juga melakukan kerjasama perdagangan regional melalui

ASEAN Free Trade Area (AFTA). Selanjutnya, kebijakan liberalisasi perdagangan

makin meningkat sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan masuknya Indonesia

dalam kerjasama internasional melalui World Trade Organization (WTO).

Sementara itu, krisis nilai tukar yang berlanjut menjadi krisis finansial pada 1997

”membuka” kebijakan perdagangan yang harus sejalan dengan komitmen yang

129 KPPU Press Release, “72% Kasasi Putusan KPPU Dikuatkan MA”, www.kppu.go.id.,

diakses pada 12 Agustus 2009

Page 94: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

94

tertuang dalam Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF

sebagai bagian dari ”IMF Conditionalities”. Ada beberapa hal yang belum menjadi

komitmen Indonesia dalam WTO yang harus dilaksanakan sesuai dengan LoI

tersebut.130

Keuntungan yang sering dijadikan argumen dalam melakukan kebijakan

liberalisasi perdagangan antara lain untuk meningkatkan efisiensi. Peningkatan

efisiensi tersebut dilakukan melalui beberapa jalur berikut: Pertama, melalui

peningkatan produktivitas karena makin efisiennya alokasi sumber daya baik dalam

suatu industri maupun antar industri; Kedua, melalui peningkatan persaingan.

Liberalisasi berpotensi untuk meningkatkan kompetisi antara produsen domestik

dengan luar negeri, sehingga produsen domestik yang tidak efisien akan keluar dari

industri dan industri akan menjadi lebih efisien. Di samping itu, dengan demikian

efisien dan semakin meningkatnya tingkat persiangan suatu industri maka

mendorong penurunan excess profit (margin keuntungan yang berlebih) menjadi

normal profit pada produsen domestik yang sebelumnya menikmati ”proteksi” dalam

sistem pasar yang oligopolistik. Hal ini harga barang domestik dan impor menjadi

relatif lebih rendah dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi.131

Dari liberalisasi perdagangan luar negeri laporan OECD tentang ”Guiding

Principles on Regulatory Quality and Performance” menyarankan agar aturan dan

130 Siti Astiyah, et.al., “Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan

harga Produk Industri melalui Structure-Conduct Performance Model”, (Bank Indonesia Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005), hal. 524.

131 Ibid.

Page 95: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

95

regulasi yang baru dan yang lama harus ditinjau pengaruhnya pada persaingan dan

bahwa perlu dilakukan adalah132 :

”Merancang regulasi ekonomi dalam semua sektor untuk merangsang persaingan dan efisiensi, dan menghapuskannya kecuali jika terdapat bukti jelas yang menunjukkan bahwa regulasi-regulasi tersebut adalah cara terbaik dalam memenuhi kepentingan umum yang luas. ... secara berkala meninjau aspek-aspek regulasi ekonomi yang membatasi masuk, akses, keluarnya perusahaan dari pasar, penetapan harga, produk, praktek dagang normal, dan bentuk badan usaha untuk memastikan bahwa keuntungan regulasi melebihi biaya, dan yang pengaturan alternatifnya tidak dapat secara setara memenuhi sasaran regulasi dengan pengaruh yang lebih kecil pada persaingan”.

Dalam hal Hukum Persaingan Usaha, Indonesia menjadi anggota baik ICN

(International Competition Network) dimana KPPU menjadi peserta aktif dari

beberapa pertemuan tahunan yang dilakukan. Demikian juga dalam OECD

(Organization for Economic Cooperation and Development). Dari hasil keikut

sertaan dalam kedua organisasi bergengsi dalam bidang persaingan usaha ini, KPPU

berupaya mengadopsi berbagai peraturan yang diaplikasikan dalam Pedoman

(Guidelines) yang ada, misalnya dalam Pedoman Kartel. Hanya yang menjadi

perdebatan adalah konsistensi dari penerapan prinsip-prinsip yang dikeluarkan oleh

ICN atau OECD dalam beberapa kasus. Misalnya dalam beberapa kasus kartel yang

diputus oleh KPPU yang berkenaan dengan penggunaan “indirect evidence” atau

bukti tidak langsung. 133 Hal ini menjadi perhatian dari berbagai stakeholder yang

132 OECD, Op.cit., hal. 70. 133 Lihat putusan kasus Putusan KPPU No: 17/KPPU-I/2010, PT Pfizer Indonesia dan PT.

Dexa Medica dalam Industri Farmasi Obat Anti Hypertensi menggunakan zat aktif Amlodipine Besylate). “Circumstantial evidence (or indirect evidence) can be difficult to interpret, however. Economic evidence especially can be ambiguos, consistent with either concerted or independent action. The better practice is to consider circumstantial evidence in a case as a whole, giving it cumulative effect, rather than on an item-by-item basis, and to subject economic evidence to careful economic analysis”, Selanjutnya, laporan OECD tersebut menyatakan : “It is important to note that conduct described as facilitating practices is not necessarily unlawful. But where a competition

Page 96: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

96

melalukan eksaminasi untuk mengingatkan konsistensi dalam mengadopsi prinsip

hukum asing maupun ketentuan Pedoman internasional yang telah ditetapkan bahkan

diadopsi oleh KPPU sendiri.

8.

Kendala yang dihadapi dalam Rangka Perbaikan

KPPU terus melaksanakan perbaikan, khususnya perbaikan secara internal di

lingkungan KPPU. Perbaikan mendasar sangat dirasakan perlu dilakukan dalam

bentuk revisi dari UU No. 5 Tahun 1999. Telah ada beberapa putaran baik dalam

bentuk seminar, tulisan maupun dorongan kebutuhan dari dalam internal KPPU

sendiri terhadap kebutuhan amandemen UU No.5 Tahun 1999. Kebutuhan perubahan

terutama berpusat pada hukum acara dalam UU No.5 Tahun 1999, kewenangan

KPPU serta substansi pada beberapa pasalnya. Walaupun demikian, proses ini tidak

berjalan begitu lancar disebabkan proses di Program Legislasi Nasional di DPR yang

harus menjadwalkan daftar perundang-undangan yang akan diagendakan baik untuk

usulan rancangan atau perubahan. Diperkirakan proses ini akan memakan waktu

yang cukup lama semata-mata karena proses birokrasi dan politik yang berkaitan

dengan perundang-undangan.

Beberapa kendala yang mungkin dihadapi secara umum menyangkut adalah

mengenai : ketersediaan komitmen anggaran untuk KPPU, komitmen pemerintah

authority has found other circumstantial evidence pointing to the existence of a cartel agreement, the existence of facilitating practices can be an important complement”, (OECD, Prosecuting Cartels without Direct Evidence of Agreement, Policy Brief Edisi Juni 2007).”

Page 97: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

97

untuk revisi UU No. 5 Tahun 1999, birokrasi dan proses politik dalam revisi UU No.

5 Tahun 1999 dan kendala sumber daya manusia.

9.

Prospek Kedepan

Upaya perbaikan perekonomian nasional terus dilakukan di berbagai bidang.

Hukum memainkan peranan yang cukup penting saat ini dalam upaya pembangunan

ekonomi Indonesia. Berbagai upaya pembaharuan hukum tengah dilakukan untuk

mendukung pembangunan ekonomi, tidak terkecuali upaya pembaharuan hukum

persaingan usaha melalui revisi UU No. 5 Tahun 1999. Upaya perbaikan

perekonomian nasional kedepan tidak bisa dilepaskan dari peranan penting UU

Persaingan Usaha.

Dari segi eksternal, maka keberadaan undang-undang ini dirasakan

memberikan insentif bagi para investor asing karena adanya pembatasan monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat yang selama ini terjadi. UU Persaingan Usaha

diharapkan menjadi jaminan bahwa pelaku usaha akan bersaing secara fair dan

diawasi. UU Persaingan Usaha menjadikan Indonesia turut dalam jajaran negara-

negara yang masuk kedalam ekonomi pasar (market economy) yang berdasar pada

persaingan yang sehat.

Sedangkan dalam sudut pandang internal, maka diharapkan bahwa UU

Persaingan Usaha tidak saja diperlukan untuk mengawal perkembangan

pembangunan ekonomi ke depan tetapi juga untuk membangun ekonomi nasional itu

sendiri. Dengan kata lain UU Persaingan Usaha tetap akan semakin diperlukan untuk

Page 98: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

98

menjamin keadilan dan kesempatan berusaha yang bersama bagi setiap warga

Negara, menjaga kepentingan umum dan menciptakan kesejahteraan konsumen.

Dengan UU ini upaya efesiensi perekonomian nasional ke depan dapat diwujudkan.

Dalam jangka panjang, walaupun belum dapat terukur secara nyata dalam

menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat tetapi keberadaan UU No. 5 Tahun

1999 diyakini sebagai alat (tool) untuk mencapai kesejahteraan masyarakat bila

ditegakkan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abbas, Anwar., Bung Hatta dan Ekonomi Islam : Menangkap Makna Maqâshid al Syarî’ah, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010.

Badan Pusat Statistik, “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, No. 12/02/Th. XIV, 7

Februari 2011. Besari, M. Sahari., Teknologi di Nusantara : 40 Abad Hambatan Inovasi, Jakarta :

Salemba Teknika, 2008. Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi, Cetakan

Ketiga, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2009. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, “Dampak Liberalisasi Perdagangan

terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melalui Structure – Conduct Performance Model”, Jakarta : Bank Indonesia, 2005.

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, “Dinamika Industri Manufaktur dan

Respon terhadap Siklus Bisnis”, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Jakarta : Bank Indonesia, Oktober 2002.

Cooper, Cary L., dan Chris Argyris, The Concise Blackwell : Encyclopedia of

Management, Massachusetts : Blackwell Publishers Inc., 1998.

Page 99: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

99

Dewan Perwakilan Rakyat RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009 :

Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat, Cetakan Pertama, Jakarta : Sekjen DPR RI, UNDP, AusAid, Oktober 2009.

Ebenstein, William., Isme-isme yang Mengguncang Dunia : Komunisme, Fasisme,

Kapitalisme, Sosialisme, Cetakan Kedua, Yogjakarta : Narasi, 2006. Friedman, Lawrence M., A History of American Law, 3rd Edition, New York : Simon

& Schuster, Inc., 2005. ----------------------------., American Law An Introduction, 2nd Edition, diterjemahkan

oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta : Tata Nusa, 2001.

Glossary of Industrial Organization Economics and Competition Law, English

Version, OECD, Paris, 1996. H., Soetrisno P., Kapita Selekta Ekonomi Indonesia : Suatu Studi, Edisi II,

Yogjakarta : Andi Offset, 1992. KPPU RI, Laporan Tahun 2010, Jakarta : KPPU, 2010. Levy, Sidney M.., Build Operate Transfer : Paving The Way For Tomorrow’s

Infrastructure, John Wiley & Sons, Inc., 1996. Lubis, Andi Fahmi., et.al., Hukum Persaingan Usaha : Antara Teks dan Konteks,

Jakarta : KPPU, GTZ, Kerjasama RI dan Republik Federal German, 2009. Mubyarto dan Boediono, Ekonomi Pancasila, Yogjakarta : Universitas Gadjah

Mada, 1981. Noor, Muhammad., Pertanian Lahan Gambut : Potensi dan Kendala, Cetakan

Kedelapan, Yogjakarta : Kanisius, 2011. OECD, Indonesia Investment Policy Review, Jakarta : OECD, 2010. Patriadi, Pandu., “Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Melalui

Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia”, Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2004.

Poesonegoro, Marwati Djoened., dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional

Indonesia V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, Cetakan 2, Edisi Pemutakhiran, Jakarta : Balai Pustaka, 2008.

Page 100: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

100

Radhi, Fahmi., Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat, Jakarta : Republika Press, 2008. Sachari, Agus., Budaya Visual Indonesia, Jakarta : Erlangga, 2007. Sagala, Parluhutan., “Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) Untuk Menciptakan Perusahaan yang Sehat dan Efisien”, Medan : Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.

Silalahi, M. Udin., Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol :Bagaimana

Cara Memenangkan?, Cetakan Pertama, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007.

Soempeno, Femi Adi., Mereka Mengkhianati Saya: Sikap Anak-Anak Emas Soeharto

di Penghujung Orde Baru, Cetakan Pertama, Yogjakarta: Galangpress, 2008. Soesastro, Hadi., et.al., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam

Setengah Abad Terakhir : Krisis dan Pemulihan Ekonomi, Yogjakarta : Kanisius, 2005.

Sulistyastuti, Dyah Ratih., “Pembangunan Pendidikan dan MDGs Di Indonesia :

Sebuah Refleksi Kritis”, Volume II, Nomor 2, Yogjakarta : Jurnal Kependudukan Indonesia, 2007.

Sumawinata, Sarbini., Politik Ekonomi Kerakyatan, Cetakan Pertama, Jakarta :

Gramedia, 2004. Sutton, John., Sunk Costs and Market Structure, Hong Kong : Trade Typeseting Ltd.,

Tanpa Tahun. Tjokrowasito, Mardiharto., “Kebijakan Persaingan Pada Industri Jasa Penerbangan

Dilihat Dari Perspektif Perlindungan Konsumen”, Jakarta : Bappenas RI, 2009.

Winarno, Budi., Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogjakarta : Media

Pressindo, 2007. World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2010-2011, Geneva :

SRO-KUNDIG, 2010.

Page 101: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

101

ARTIKEL INTERNET DAN MASS MEDIA

“190 Tarif Diubah; Menuju Indonesia Tersenyum”, www.kompas.com, diakses pada tanggal 10 Mei 2011.

“Indonesia dan WTO”, http://www.mission-indonesia.org/modules/WTO.pdf.,

diakses pada 10 Mei 2011. “Masalah Infrastruktur Masih Menghambat Investasi, Indonesian Commercial

Newsletter”, diakses dalam http://www.datacon.co.id/Tekstil-2009Fokus.html, tanggal 10 Mei 2011.

Armando, Aru., ”Peraturan Komisi, Sebuah Produk State Auxillary Agencies”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22468/peraturan-komisi-sebuah-produk-istate-auxilliary-agenciesi., diakses pada 13 Juni 2011.

Bappenas RI, “BAB VI : Reformasi Aparatur Negara”, www.bappenas.go.id/get-file-

server/node/6415/., diakses pada 08 April 2011. ---------------., “Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional

(RPJMN) Tahun 2010-2014 Wilayah Jawa-Bali”, http://www.bappenas.go.id/node/116/2577/sosialisasi-rencana-pembangunan-jangka-menengah-nasional--rpjmn-tahun-2010-2014-wilayah-jawa-bali/., diakses pada 12 Juni 2011.

Bataviase, “Nilai Kapitalisasi Pasar BUMN Terbuka Melonjak”,

http://bataviase.co.id/node/90515., diakses pada 13 Juni 2011. -----------., “Pembangunan Sektor Industri Masih Terkendala Masalah Klasik”,

http://bataviase.co.id/node/626871., diakses pada 12 Juni 2011. -----------., “Sektor Industri Perlu Pembenahan yang Terstruktur dan Terukur”,

http://bataviase.co.id/node/338569., diakses pada 13 Juni 2011. BKPM, “Iklim Investasi”, http://www.bkpm.go.id/contents/general/6/iklim-investasi,

diakses pada 12 Mei 2011. Boen, Hendra Setiawan., “Mencermati Kebebasan Penyusunan Anggaran KPPU”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b482c1acc935/mencermati-kebebasan-penyusunan-anggaran-kppu-broleh-hendra-setiawan-boen., diakses pada 12 Juni 2011.

Depkominfo, “BKPM Klaim Pertumbuhan Penanaman Modal Membanggakan”,

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/bkpm-klaim-

Page 102: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

102

pertumbuhan-penanaman-modal-membanggakan/., diakses tanggal 11 Mei 2011.

Detik Finance, “KPPU Merasa Dianaktirikan”,

http://us.detikfinance.com/read/2009/06/30/180757/1156691/4/kppu-merasa-dianaktirikan., diakses pada 13 Juni 2011

Gunadarma, “Sistem Perekonomian Indonesia”,

http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf., diakses pada 08 April 2011.

Harian Bisnis Indonesia, “Banyak Regulasi yang Membuat Sulit Berbisnis di

Indonesia”, diterbitkan Rabu, 03 November 2010. ------------------------------., “RI Janji Perbaiki Infrastruktur : Kebijakan Investasi

Sebaiknya Ditata Ulang”, diterbitkan Senin, 20 September 2010. Harian Kompas, “Infrastruktur : Kemampuan Dana Pemerintah Hanya 20 Persen”,

diterbitkan Kamis, 30 September 2010. -------------------., “Kakao : Minat Investor Terhalang Infrastruktur”, diterbitkan

Kamis, 30 September 2010. -------------------., “Sektor Riil : Infrastruktur Harus Bisa Memacu Pertumbuhan”,

diterbitkan Rabu, 20 Oktober 2010. Hukum Online, “Komisi Yang Jatuh Ketika Sedang Bersinar : Catatan Akhir Tahun

KPPU”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20819/komisi-yang-jatuh-ketika-sedang-bersinar., diakses pada 12 Juni 2011

------------------., “Catatan Akhir Tahun KPPU : Komisi yang Jatuh Ketika Sedang

Bersinar”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20819/komisi-yang-jatuh-ketika-sedang-bersinar., diakses pada 12 Juni 2011.

Idris, Fahmi., ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri”, Sekretariat Negara

Republik Indonesia. Diterbitkan Jum’at, 23 Maret 2007. Infobank News, “BEI : 2011 Momentum Bagi Investor Lokal Merebut Investor

Asing”, http://www.infobanknews.com/2010/10/bei-2011-momentum-bagi-investor-lokal-merebut-porsi-investor-asing/., diakses 13 Juni 2011.

Kompasiana, “Peringkat Daya Saing Investasi Negara Indonesia Meningkat”,

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/04/07/peringkat-daya-saing-investasi-negara-indonesia-meningkat/., diakses pada 11 April 2011.

Page 103: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

103

Kompas Online, “Pendapatan Per Kapita 2010 Rp. 27 juta”,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/07/1449472/Pendapatan.Per.Kapita.2010.Rp.27.Juta.diakses pada 10 April 2011.

----------------------., “PERC : Indonesia Negara Paling Korup!”,

http://nasional.kompas.com/read/2010/03/08/21205485/PERC.Indonesia.Negara.Paling.Korup., diakses pada 09 April 2011.

KPPU Artikel, “Kebijakan Persaingan : Umpan Negara Memancing Investasi”,

http://www.kppu.go.id/id/kebijakan-persaingan-umpan-negara-memancing-investasi/., diakses pada 13 Juni 2011.

KPPU Press Release, “72% Kasasi Putusan KPPU Dikuatkan MA”,

www.kppu.go.id., diakses pada 12 Agustus 2009. ------------------------------., ”KPPU Meloloskan Dua Permohonan Pengambilalihan

Saham”, http://www.kppu.go.id/id/kppu-meloloskan-dua-permohonan-pengambilalihan-saham/., diakses pada 13 Juni 2011.

------------------------------., “Persekongkolan Tender di Lingkungan Kementerian ESDM”, http://www.kppu.go.id/id/., diakses pada 13 Juni 2011.

KPPU RI, “Putusan KPPU Untuk Kepentingan Konsumen”,

http://www.kppu.go.id/id/putusan-kppu-untuk-kepentingan-konsumen/., diakses pada 12 Juni 2011.

Kuntjoro, Mudrajat., “Mendongkrak Daya Saing’, www.okezone.com., diakses

tanggal 11 Mei 2011. Nickel, James W., “Hak Azasi Manusia: Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal

Hak Azasi Manusia”, elkhalil.files.wordpress.com/2010/05/hak-asasi-manusia.doc., diakses pada 08 April 2011.

Okezone, “Demutualisasi, Investor Asing & Pemerintah Bisa Miliki BEI”,

http://celebrity.okezone.com/read/2009/07/03/278/235453/demutualisasi-investor-asing-pemerintah-bisa-miliki-bei., diakses pada 13 Juni 2011.

Online Data dan Informasi Kesejahteraan Rakyat, “HDI Indonesia 2010 (Metode dan

Indikator Baru)”, http://data.menkokesra.go.id/content/hdi-indonesia-2010-metode-dan-indikator-baru., diakses 11 April 2011.

Otsuka, Misuzu., et.al., “Improving Indonesia’s Investment Climate”,

http://www.oecd.org/dataoecd/52/26/47556737.pdf., diakses pada 12 Juni 2011.

Page 104: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

104

Policy Framework for Investment, “The Policy Framework for Investment (PFI)”,

http://www.oecd.org/document/61/0,3746,en_2649_34893_33696253_1_1_1_1,00.html., diakses pada 12 Juni 2011.

Pos Kota, “Melinda Kelola Dana 27 Pejabat”, http://www.poskota.co.id/berita-

terkini/2011/04/28/melinda-kelola-dana-27-pejabat., diakses pada 13 Juni 2011.

Republika Online, “Tingkat Melek Huruf Tinggi Pendidikan di Indonesia Belum

Maju”, Harian Republika, Rabu 12 Januari 2011, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/01/11/157847-tingkat-melek-huruf-tinggi-pendidikan-di-indonesia-belum-maju., diakses pada 11 April 2011.

Sitompul, Zulkarnain., “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat Liberalisasi”,

http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/88-investasi-asing-di-indonesia-memetik-manfaat-liberalisasi.html., diakses pada 10 April 2011.

ST Telemedia, “Pernyataan dari ST Telemedia Dalam Banding Atas Putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha”, http://www.sttelemedia.com/content.asp?ContentId=1609., diakses pada 13 Juni 2011.

Sumantri, Jajang., “Amerika Keluhkan Infrastruktur Indonesia Jadi Hambatan”,

Harian Media Indonesia, Minggu 03 April 2011, http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/04/215071/4/2/ Amerika-Keluhkan-Infrastruktur-Indonesia-Jadi-Hambatan., diakses pada 11 April 2011.

Tjokrowarsito, Mardiharto., “Kebijakan Persaingan pada Industri Jasa Penerbangan

Dilihat dari Perspektif perlindungan Konsumen”, www.bappenas.go.id., diakses pada 16 Mei 2011.

VOA News, “Laporan World Economic Forum : Peringkat Daya Saing Indonesia

Naik”, Sabtu, 23 Oktober 2010. Wibowo, Rezki Sri, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2008”,

http://www.ti.or.id/index.php/publication/2009/01/21/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2008-2., diakses pada 09 April 2011.

World Economic Forum Website, “World Economic Forum”,

http://www.weforum.org/., diakses pada 11 April 2011.

Page 105: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

105

Yustika, Ahmad Erani., “Menimbang Privatisasi Bank BUMN”, Harian Kompas, diterbitkan Rabu, 06 Oktober 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara.

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengajuan

Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan

Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. PER-

01/M.EKON/01/2010, tanggal 29 Januari 2010. Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Putusan KPPU No. 17/KPPU-I/2010, PT Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica

dalam Industri Farmasi Obat Anti Hypertensi menggunakan zat aktif Amlodipine Besylate).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The

World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-

Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389.

Page 106: Politik Ekonomi Hukum Persaingan Usaha Di Asia_Agung Yuriandi

106

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608.