7
Polymerase Chain Reaction Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA (Yuwono, 2006). Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara in vitro untuk memperbanyak target sekuen spesifik AN untuk analisis cepat atau karakterisasi, walaupun material yang digunakan pada awal pemeriksaan sangat sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga perlakuan yaitu:denaturisasi, hibridisasi dari "primer" sekuen DNA pada bagian tertentu yang diinginkan, diikuti dengan perbanyakan bagian tersebut oleh Tag polymerase; dikerjakan dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri temperatur yang diinginkan (Prijanto, 1992). Prinsip Kerja PCR Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai tunggal.

Polymerase Chain Reaction

  • Upload
    nickmd

  • View
    35

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

atilel

Citation preview

Page 1: Polymerase Chain Reaction

Polymerase Chain Reaction

Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode

enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan

cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis

seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak

digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya

metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian

dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan

melakukan kuantitasi molekul mRNA (Yuwono, 2006).

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara in vitro untuk memperbanyak target sekuen

spesifik AN untuk analisis cepat atau karakterisasi, walaupun material yang digunakan pada awal

pemeriksaan sangat sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga perlakuan yaitu:denaturisasi,

hibridisasi dari "primer" sekuen DNA pada bagian tertentu yang diinginkan, diikuti dengan

perbanyakan bagian tersebut oleh Tag polymerase; dikerjakan dengan mengadakan campuran

reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram

pada seri temperatur yang diinginkan (Prijanto, 1992).

Prinsip Kerja PCR

Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA

template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai

tunggal. Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas (950C) selama 1-2 menit,

kemudian suhu diturunkan menjadi 550C sehingga primer akan “menempel” (annealing) pada

cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hidrogen

dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplomenter dengan sekuen primer. Suhu 550C yang

digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan

lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (370C) tetapi biasanya akan terjadi

mispriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi (550C)

spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan

menurun. Reaksi ini dilakukan berulang-ulang sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir

siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam

jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono,

2006).

Page 2: Polymerase Chain Reaction

Komponen PCR

Ada 2 komponen terpenting dari reaksi PCR, yaitu sekuen DNA pendek atau sisi area

yang akan dikopi. Tindakan utama adalah untuk mengidentifikasi atau menentukan target dari

cetakan DNA yang akan dikopi. Yang mengendalikan reaksi PCR adalah oligonukleotida yang

diciptakan secara kimiawi dan ditambahkan dalam konsetrasi yang tinggi ke dalam cetakan

DNA. Beberapa pengetahuan tentang rangkaian DNA yang tercetak dibutuhkan untuk rangkaian

primer yang sesuai. Komponen lain dari reaksi PCR terdiri dari kerangka DNA yang akan

dicetak, membangun blok dengan membentuk ke empat nukleutida, dan DNA polimerase

bergabung dengan blok pada dasar dari rangkaian kerangka DNA. Ketika menset sample yang

berisi beberapa primer dan reaksi komponen, ini biasa untuk mempersiapkan campuran

sempurna yang dapat memberikan kuantitas sama pada PCR lain. Prosedur ini membantu untuk

memastikan adanya homogenitas di antara sampel-sampel. Dalam melakukan percobaan

terhadap sampel yang berbeda-beda, utamanya harus memeriksa variasi dari sampel DNA

dengan tidak ada perbedaan pada reaksi komponen dan cara pengolahan sampel (Anonim, 2011).

Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang

dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25

basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida

trifosfat (dNTP) terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polymerase yaitu

enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting

adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006)

Permasalahan Dalam Metode PCRDalam metode PCR dapat juga ditemukan adanya kendala yang dapat menyebabkan

kegagalan dalam metode tersebut. Salah satu yang terjadi di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lingkungan Sekotong adalah masalah tegangan listrik yang tidak stabil. Tegangan listrik yang

tidak stabil ini berpotensi dalam merusak laju amplifikasi dimana akan berpengaruh dalam

pengaturan suhu. Menurut Puspaningrum (2008), penyebab kegagalan PCR yang biasanya terjadi

adalah proses denaturasi DNA target atau amplikon yang tidak lengkap oleh suhu yang tidak

tepat. Tidak lengkapnya proses denaturasi akan menyebabkan renaturasi secara cepat sedangkan

waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mempengaruhi kerja taq polymerase. Masalah listrik

ini tidak terlalu menjadi masalah yang pokok dalam metode PCR ini hal ini dapat ditanggulangi

dengan menggunakan stavol.

Page 3: Polymerase Chain Reaction

ELISA

Keuntungan Kerugian

ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen

dan antibodi dalam suatu sampel, karenanya

merupakan metode yang sangat berguna untuk

mendeterminasi konsentrasi  antibodi  dalam

serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk

mendeteksi kehadiran antigen. Metode ini juga

bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan

untuk mendeteksi allergen potensial dalam

makanan seperti susu, kacang, walnut, almond,

dan telur. ELISA  juga dapat digunakan dalam

bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat

pada berbagai kelas obat

Kerugian utama dari metode indirect ELISA

adalah metode imobilisasi antigennya non-

spesifik, sehingga setiap protein pada sampel

akan menempel pada lubang plate mikrotiter,

sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam

sampel harus berkompetisi dengan protein

serum lain saat pengikatan pada permukaan

lubang.

PCR

Keuntungan Kerugian

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara

in vitro untuk memperbanyak target sekuen

spesifik AN untuk analisis cepat atau

karakterisasi, walaupun material yang

digunakan pada awal pemeriksaan sangat

sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga

perlakuan yaitu:denaturisasi, hibridisasi dari

"primer" sekuen DNA pada bagian tertentu

yang diinginkan, diikuti dengan perbanyakan

bagian tersebut oleh Tag polymerase;

dikerjakan dengan mengadakan campuran

reaksi dalam tabung mikro( Yuwono, 2006)

Penyebab kegagalan PCR yang biasanya

terjadi adalah proses denaturasi DNA target

atau amplikon yang tidak lengkap oleh suhu

yang tidak tepat. Tidak lengkapnya proses

denaturasi akan menyebabkan renaturasi secara

cepat sedangkan waktu denaturasi yang terlalu

lama dapat mempengaruhi kerja polymerase.

(Puspaningrum, 2008),

Page 4: Polymerase Chain Reaction

IHC

Keuntungan Kerugian

Proses mengidentifikasi protein spesifik pada

jaringan atau sel dengan menggunakan

antibodi. Tempat pengikatan antara antibodi

dengan protein spesifik diidentifikasi dengan

marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi

dan bisa divisualisasi secara langsung atau

dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.

Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat

berfluoresensi, logam berat, label radioaktif,

atau enzim.(Joel,2007)

prosedur diagnostik banyak tahap yang

melibatkan pemilihan, pengolahan, pemrosesan

dan pewarnaan jaringan yang tepat. Interpretasi

akhir dari hasil-hasil tersebut adalah tanggung

jawab dari ahli patologi berpengalaman. Hal

ini berdasarkan keberadaan, pola, dan

intensitas dari hasil-hasil kromogen yang

berwarna, yang tersimpan dalam jaringan

tersebut sebagai hasil dari reaksi antigen-

antibodi yang spesifik dalam sel-sel tersebut.

Pola yang dihasilkan dari pewarnaan dapat

berupa terpusat atau menyebar, nuklear,

sitoplasmik, atau membranous (menyerupai

selaput). Ketika hasil-hasil yang diharapkan

tidak diperoleh, seseorang harus memecahkan

masalah tersebut dengan cara yang sistematis,

dan setiap variabel tunggal dari prosedur

diagnostik banyak tahap ini harus diselesaikan

secara terpisah, satu per satu.