Polymerase Chain Reaction
Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode
enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan
cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis
seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak
digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya
metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian
dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan
melakukan kuantitasi molekul mRNA (Yuwono, 2006).
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara in vitro untuk memperbanyak target sekuen
spesifik AN untuk analisis cepat atau karakterisasi, walaupun material yang digunakan pada awal
pemeriksaan sangat sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga perlakuan yaitu:denaturisasi,
hibridisasi dari "primer" sekuen DNA pada bagian tertentu yang diinginkan, diikuti dengan
perbanyakan bagian tersebut oleh Tag polymerase; dikerjakan dengan mengadakan campuran
reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram
pada seri temperatur yang diinginkan (Prijanto, 1992).
Prinsip Kerja PCR
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA
template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai
tunggal. Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas (950C) selama 1-2 menit,
kemudian suhu diturunkan menjadi 550C sehingga primer akan “menempel” (annealing) pada
cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hidrogen
dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplomenter dengan sekuen primer. Suhu 550C yang
digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan
lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (370C) tetapi biasanya akan terjadi
mispriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi (550C)
spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan
menurun. Reaksi ini dilakukan berulang-ulang sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir
siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam
jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono,
2006).
Komponen PCR
Ada 2 komponen terpenting dari reaksi PCR, yaitu sekuen DNA pendek atau sisi area
yang akan dikopi. Tindakan utama adalah untuk mengidentifikasi atau menentukan target dari
cetakan DNA yang akan dikopi. Yang mengendalikan reaksi PCR adalah oligonukleotida yang
diciptakan secara kimiawi dan ditambahkan dalam konsetrasi yang tinggi ke dalam cetakan
DNA. Beberapa pengetahuan tentang rangkaian DNA yang tercetak dibutuhkan untuk rangkaian
primer yang sesuai. Komponen lain dari reaksi PCR terdiri dari kerangka DNA yang akan
dicetak, membangun blok dengan membentuk ke empat nukleutida, dan DNA polimerase
bergabung dengan blok pada dasar dari rangkaian kerangka DNA. Ketika menset sample yang
berisi beberapa primer dan reaksi komponen, ini biasa untuk mempersiapkan campuran
sempurna yang dapat memberikan kuantitas sama pada PCR lain. Prosedur ini membantu untuk
memastikan adanya homogenitas di antara sampel-sampel. Dalam melakukan percobaan
terhadap sampel yang berbeda-beda, utamanya harus memeriksa variasi dari sampel DNA
dengan tidak ada perbedaan pada reaksi komponen dan cara pengolahan sampel (Anonim, 2011).
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang
dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25
basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida
trifosfat (dNTP) terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polymerase yaitu
enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting
adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006)
Permasalahan Dalam Metode PCRDalam metode PCR dapat juga ditemukan adanya kendala yang dapat menyebabkan
kegagalan dalam metode tersebut. Salah satu yang terjadi di Laboratorium Kesehatan Ikan dan
Lingkungan Sekotong adalah masalah tegangan listrik yang tidak stabil. Tegangan listrik yang
tidak stabil ini berpotensi dalam merusak laju amplifikasi dimana akan berpengaruh dalam
pengaturan suhu. Menurut Puspaningrum (2008), penyebab kegagalan PCR yang biasanya terjadi
adalah proses denaturasi DNA target atau amplikon yang tidak lengkap oleh suhu yang tidak
tepat. Tidak lengkapnya proses denaturasi akan menyebabkan renaturasi secara cepat sedangkan
waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mempengaruhi kerja taq polymerase. Masalah listrik
ini tidak terlalu menjadi masalah yang pokok dalam metode PCR ini hal ini dapat ditanggulangi
dengan menggunakan stavol.
ELISA
Keuntungan Kerugian
ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen
dan antibodi dalam suatu sampel, karenanya
merupakan metode yang sangat berguna untuk
mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam
serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk
mendeteksi kehadiran antigen. Metode ini juga
bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan
untuk mendeteksi allergen potensial dalam
makanan seperti susu, kacang, walnut, almond,
dan telur. ELISA juga dapat digunakan dalam
bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat
pada berbagai kelas obat
Kerugian utama dari metode indirect ELISA
adalah metode imobilisasi antigennya non-
spesifik, sehingga setiap protein pada sampel
akan menempel pada lubang plate mikrotiter,
sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam
sampel harus berkompetisi dengan protein
serum lain saat pengikatan pada permukaan
lubang.
PCR
Keuntungan Kerugian
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara
in vitro untuk memperbanyak target sekuen
spesifik AN untuk analisis cepat atau
karakterisasi, walaupun material yang
digunakan pada awal pemeriksaan sangat
sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga
perlakuan yaitu:denaturisasi, hibridisasi dari
"primer" sekuen DNA pada bagian tertentu
yang diinginkan, diikuti dengan perbanyakan
bagian tersebut oleh Tag polymerase;
dikerjakan dengan mengadakan campuran
reaksi dalam tabung mikro( Yuwono, 2006)
Penyebab kegagalan PCR yang biasanya
terjadi adalah proses denaturasi DNA target
atau amplikon yang tidak lengkap oleh suhu
yang tidak tepat. Tidak lengkapnya proses
denaturasi akan menyebabkan renaturasi secara
cepat sedangkan waktu denaturasi yang terlalu
lama dapat mempengaruhi kerja polymerase.
(Puspaningrum, 2008),
IHC
Keuntungan Kerugian
Proses mengidentifikasi protein spesifik pada
jaringan atau sel dengan menggunakan
antibodi. Tempat pengikatan antara antibodi
dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi
dan bisa divisualisasi secara langsung atau
dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat
berfluoresensi, logam berat, label radioaktif,
atau enzim.(Joel,2007)
prosedur diagnostik banyak tahap yang
melibatkan pemilihan, pengolahan, pemrosesan
dan pewarnaan jaringan yang tepat. Interpretasi
akhir dari hasil-hasil tersebut adalah tanggung
jawab dari ahli patologi berpengalaman. Hal
ini berdasarkan keberadaan, pola, dan
intensitas dari hasil-hasil kromogen yang
berwarna, yang tersimpan dalam jaringan
tersebut sebagai hasil dari reaksi antigen-
antibodi yang spesifik dalam sel-sel tersebut.
Pola yang dihasilkan dari pewarnaan dapat
berupa terpusat atau menyebar, nuklear,
sitoplasmik, atau membranous (menyerupai
selaput). Ketika hasil-hasil yang diharapkan
tidak diperoleh, seseorang harus memecahkan
masalah tersebut dengan cara yang sistematis,
dan setiap variabel tunggal dari prosedur
diagnostik banyak tahap ini harus diselesaikan
secara terpisah, satu per satu.