28
Topik: Ketuban Pecah Dini Tanggal (kasus): 20 Oktober 2015 Presentan: dr. Rainhard Octovianto Tanggal presentasi: Pendamping: dr. Yolanda Desire Tempat Presentasi: RumahSakit TK IV CijantungKesdam Obyek Presentasi: Keilmuan Keterampilan Tinjauan Pustaka Penyegaran Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Perempuan, 24 tahun. Sedang hamil 39 minggu datang ke rumah sakit setelah terbangun dari tidurnya akibat keluar cairan bening yang mengalir dari kemaluannya dan perut serta pinggangnya terasa kencang seperti dililit. Tujuan: Mendiagnosa kerja pasien, memberikan penatalaksanaan, serta perawatan luka dan menurunkan kadar gula darah. Bahan- bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos Data Pasien: Nama: Ny. F NomorRegistrasi: 049587 Nama Rumah Sakit: Rumah Sakit TK IV Cijantung Kesdam Telp: 021- 87793332 Terdaftar Sejak: 22 Januari 2015 Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnostik/ Gambaran Klinis: 1

Portofolio Rain

Embed Size (px)

DESCRIPTION

belum jadi protofolio tentang KPD

Citation preview

Page 1: Portofolio Rain

Topik: Ketuban Pecah Dini

Tanggal (kasus): 20 Oktober 2015 Presentan: dr. Rainhard Octovianto

Tanggal presentasi: Pendamping: dr. Yolanda Desire

Tempat Presentasi: RumahSakit TK IV CijantungKesdam

Obyek Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Tinjauan Pustaka Penyegaran

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Perempuan, 24 tahun. Sedang hamil 39 minggu datang ke rumah sakit setelah terbangun dari tidurnya akibat keluar cairan bening yang mengalir dari kemaluannya dan perut serta pinggangnya terasa kencang seperti dililit.

Tujuan: Mendiagnosa kerja pasien, memberikan penatalaksanaan, serta perawatan luka dan menurunkan kadar gula darah.

Bahan-bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: Ny. F NomorRegistrasi: 049587

Nama Rumah Sakit: Rumah Sakit TK IV Cijantung Kesdam

Telp: 021-87793332 Terdaftar Sejak: 22 Januari 2015

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnostik/ Gambaran Klinis:Autoanamnesa dilakukan pada ruang VK (09.00 WIB tanggal 20 Oktober 2015)Pasien datang (pukul 02.30 WIB tanggal 20 Oktober 2015) ke Rumah Sakit RS TK IV Kesdam. Pasien mengeluh keluar cairan berwarna bening dan agak lengket dari jalan lahirnya yang dirasakan setelah terbangun dari tidurnya pukul 02.00 WIB. Cairan tidak disertai lendir ataupun darah. Cairan keluar secara tiba-tiba dan dirasakan merembes hingga saat ini (7 Jam dari onset).

Pasien juga mengeluh perut dan pinggangnya mulai terasa kencang yang dirasakan nyeri beberapa

1

Page 2: Portofolio Rain

saat setelah cairan keluar. Pasien mengaku kencang yang dirasakan kurang lebih dalam satu jam terasa dua hingga tiga kali dan hilang dalam waktu yang tidak lama.

Pada anamnesa lebih lanjut pasien mengatkan selama hamil dirinya tidak mengalami demam , tidak batuk pilek , tidak diare , tidak anyang-anyangan , tidak ada nyeri BAK , tidak ada BAB cair dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga. BAB dan BAK dalam batas normal.

Pasien merupakan seorang ibu hamil primi (G1P0A0) dengan usa kehamilan aterm (39 minggu), gerakan janin diarasakan sejak usia kehamilan 24 minggu. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan diri ke bidan , pasien tidak merokok , tidak mengonsumsi alcohol dan tidak menonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang.

2. RIwayat Pengobatan:Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan sudah mendapat suntikan TT sebanyak 2x Pasien pernah melakukan pemeriksaan USG kehamilan

3. Riwayat Kesehatan/PenyakitRiwayat DM disangkalRiwayat Hipertensi disangkal

4. Riwayat KeluargaRIwayat DM & HT keluarga disangkal

5. RIwayat PekerjaanIbu Rumah Tangga

Daftar Pustaka:

2

Page 3: Portofolio Rain

Hasil Pembahasan:

1. Diagnosa KPD2. Tatalaksana KPD

Rangkuman hasil pembahasan portofolio:

1. Subyektif: Pasien yang sedang hamil

erdapat luka di punggung kaki kanan sejak ± 1 bulan. Luka dibersihkan sendiri dengan alkohol dan Betadine. Demam sejak 2 hari. Nyeri perut atas. Riwayat DM sejak 5 tahun. Tidak pernah kontrol gula darah secara teratur

2. Objektif: Pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium (+). Status lokalis plantar pedis dextra didapatkan ulcus dengan diameter ± 3cm; kedalaman ± 1cm, pus(+), darah (+), nyeri tekan (-). Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, status lokalis serta pemeriksaan GDS.

3. Asessment: Pada anamnesis didapatkan terdapat luka pada punggung kaki kanan 1 bulan yang semakin memburuk serta pada pasien juga terdapat riwayat DM sejak 5 tahun namun tidak pernah kontrol berobat secara rutin. Selain itu pasien mengeluh demam sejak 2 hari serta nyeri ulu ati, pasien mengaku memiliki riwayat sakit maag. Pada pemeriksaan status lokalis plantar pedis dextra didapatkan ulcus dengan diameter ± 3cm; kedalaman ± 1cm, pus(+), darah (+), nyeri tekan (-). Hasil pemeriksaan lab GDS 258 mg/dl dengan leukosit 23500/mm3

4. Plan: Diagnosis: Ulcus diabetic plantar pedis dextra dan gastritis kronik Pengobatan: Rawat luka, tatalaksana medikamentosa, rawat gabung dokter spesialis penyakit

dalam dan dokter spesialis bedah. Pendidikan: Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk bekerjasama dengan dokter dalam

proses penyembuhan dan pemulihan. Pengobatan DM secara teratur dan berkelanjutan. Konsultasi: Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan dokter spesialis penyakit

dalam dan dokter spesialis bedah.

3

Page 4: Portofolio Rain

TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS DM

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai kematian

jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum adalah salah satu

komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai

adanya kematian jaringan setempat.

Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga gangren

panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus

diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akan

memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:

1) Pain (nyeri).

2) Paleness (kepucatan)

3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

4) Pulselessness (denyut nadi hilang).

5) Paralysis (lumpuh).

Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi enam derajat

menurut Wagner, yaitu:

1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan

kelainan bentuk kaki "claw,callus"

2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit

3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang

4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas

5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas

6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar gula darah dan

penanganan ulkus DM secara komprehensif.

4

Page 5: Portofolio Rain

1) PENGENDALIAN DIABETES

a) Terapi non farmakologis:

Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan

melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik. Diabetes

melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai

komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika

kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua

komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Dalam

mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non

farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan melakukan pengaturan pola makan

yang dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas jasmani

berupaolah raga ringan.

Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga merupakan

pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus. Perencanaan makanan

yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a).

Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi

asam lemak tidak jenuh berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat

berpengaruh akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah mengkontrol

asupan makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap hari serta mencegah

semaksimal mungkin agar penderita tidak mengalami luka yang dapat memicu

timbulnya infeksi.

b) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non

farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis yang diberikan adalah

pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan obat

anti diabetes oral yaitu:

1) Golongan sulfonilurea

2) Glinid

3) Tiazolidindion

4) Penghambat Glukosidase α

5

Page 6: Portofolio Rain

5) Biguanid

6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2). PENANGANAN ULKUS DIABETIKUM

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.

Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat

berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.

Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:

menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar

selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin

graft.

a) Debridemen

Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus

ulkus diabetika. Debridemen dapat  didefinisikan sebagai upaya pembersihkan

benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila

masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang

memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus

diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan

dressing (kompres). Tujuan dilakukan debridemen bedah adalah:

Mengevakuasi bakteri kontaminasi

Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan

Menghilangkan jaringan kalus

Mengurangi risiko infeksi lokal

Mengurangi beban tekanan (off loading)

Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu

debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen mekanik

dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan

sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen

secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada

permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein.

Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses

6

Page 7: Portofolio Rain

ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan

melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid

dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan

bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses

granulasi. Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading).

b) Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau

menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Lingkungan luka yg seimbang

kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam

matrik non selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat

dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket

dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap

gas.Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam

mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan

suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko

operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih

dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada

tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang

sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium

alginate, foam, kompres anti mikroba.

c) Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi berat

pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa

penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik

diantaranya adalah s.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus,

staphylococcus koagulase negative, Enterococcus, corynebacterium dan

pseudomonas. Pada ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan

di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman

lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus,

gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat

broadspektrum, diberikan secara injeksi.

7

Page 8: Portofolio Rain

d) Skin Graft

Gambar Skin graft

Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor

dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full thickness

dan split thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek

kulit, yang diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada

rekonstruksi setelah operasi pengangkatan keganasan kulit, mempercepat

penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi lamanya perawatan,

memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit yang

terkelupas dan menutup luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya.

Selain itu skin graft juga digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit

sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition, inosculation, dan

revascularization. Pada fase imbibition terjadi proses absorpsi nutrient ke dalam

graft yang nantinya akan menjadi sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam

pertama. Fase kedua yaitu inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh

darah donor dan resipien saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling

menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada permukaannya.

Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi diferensiasi dari pembuluh darah

pada arteriola dan venula.

e) Tindakan Amputasi

Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan

terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang

mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM

8

Page 9: Portofolio Rain

adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan

tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk

menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau

menghilangkan penyebab yang didapat.

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan sesuai dengan

pembagian menurut wanger, yaitu:

a) Tingkat 0 :

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap

alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat

mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau

adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan pengguna-an alas kaki

buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol

(exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.

b) Tingkat I

Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan

lokal luka dan pengurangan beban.

c) Tingkat II :

Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal

luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.

d) Tingkat III :

Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian,

imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan

kultur.

f) Tingkat IV :

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi

seluruh kaki.

9

Page 10: Portofolio Rain

3). EVALUASI ULKUS DIABETIKUM

Prinsip dasar yang baik pengeolaan terhadap ulkus diabetikum adalah:

a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi (benda asing,

osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non invasive).

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus. Hati-hati

apabila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal karena kadang-kadang

hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es dan pada pemeriksaan yang

seksama penetrasi itu mungkin mencapai jaringan yang lebih dalam.

b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetic

Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetic dilakukan dengan mengontrol gula

darah dan pemberian obat-obatan kausal dan simptomatik. Pengontrolan gula darah

secara terus menerus dan pengobatan DM yang intensif akan menghambat

progresitifitas neuropati sebesar 60%.

c) Kontrol metabolik

Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik. Faktor resiko

terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia, hiperinsulinemia, dislipidemia,

hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas, genetik, dan merokok. Semua faktor resiko

yang dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik-baiknya untuk

menghambat proses terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.

d) Debridemen dan pembalutan

Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu mempersiapkan

bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga proses

penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus

diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement

yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari

jaringan yang bersih. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi

pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan

terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan

debridement yang optimal sampai nampak jaringan sehat dengan cara membuang

jaringan nekrotik. Debridemen yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan

ulkus.

10

Page 11: Portofolio Rain

Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban jaringan,

perangsang penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar, serta mudah dibuka tanpa

rasa nyeri dan merusak luka. Suasana lembab membuat suasana optimal untuk

akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan.

e) Biakan kultur

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur. Pengambilan bahan

kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya apabila

pengambilan bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah debridement.

f) Antibiotika

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada

pathogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi berat lebih bersifat polimikrobial.

Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan secara injeksi.

g) Perbaikan sirkulasi

Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi

dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma,

deformibilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor

Willbrand. Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat

memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.

h) Non weight bearing

Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka lagi terhadap rasa

nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah

besar dan dalam, cara terbaik untuk mencapainya dengan mempergunakan gips.

i) Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.

Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat berpengaruh terhadap proses

penyembuhan. Perlu dilakukan monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu

minggu sekali. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen

ke jaringan. Besi juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan

vitamin C dan zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam respon

imun.

11

Page 12: Portofolio Rain

TERAPI INSULIN

Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok

pertama pasien yang memerlukan perawatan di ruang intensif, misalnya pasien ketoasidosis,

pascaoperasi, atau pasien penyakit gawat seperti sepsis. Kelompok kedua adalah pasien yang

tidak memerlukan perawatan di ruang intensif, misalnya pasien praoperatif atau pasien dengan

penyakit yang tidak gawat.

Secara umum, cara pemberian terapi insulin bagi kedua kelompok di atas memiliki

perbedaan. Pasien yang dirawat di ruang intensif umumnya memerlukan terapi intensif dengan

cara pemberian insulin infus (drip) intravena atau secara intramuskular. Cara intramuskular

jarang dilakukan dan hanya dilakukan bila fasilitas insulin drip intravena tidak tersedia. Pasien

yang dirawat di ruang biasa umumnya tidak memerlukan terapi insulin infus intravena. Terapi

untuk pasien ini cukup dengan pemberian subkutan atau dengan pompa insulin (CSII). Bahkan

pada kasus yang ringan, terapi dengan obat antidiabetik oral masih dapat diberikan untuk pasien

DM, terutama pasien DMT2.

A. Sasaran Kendali Glukosa Darah

Dulu hal yang terpenting dalam penanganan pasien DM yang dirawat di rumah sakit

adalah mencegah keadaan hipoglikemia. Oleh sebab itu muncul ungkapan bahwa sebaiknya

pasien-pasien tersebut “dipertahankan tetap sedikit manis” atau dalam Bahasa Inggris dikatakan

keep the patient a little sweet. Persepsi tersebut ternyata keliru sebab diabetes dan hiperglikemia

di rumah sakit bukan merupakan kondisi yang ringan (benign). Sementara itu, terapi insulin

intensif untuk mempertahankan kadar glukosa darah < 110 mg/dL dapat menurunkan morbiditas

dan mortalitas pasien di unit perawatan intensif. Sasaran kendali glukosa darah adalah

normoglikemi.

12

Page 13: Portofolio Rain

B. Cara Pemberian Insulin

1. Insulin Infus Intravena

a. Sasaran kadar glukosa darahSasaran kadar glukosa darah dan batas kadar glukosa darah untuk

memulai pemberian terapi insulin tergantung dari setiap kasus yang dihadapi. Pada pasien bedah

yang kritis (sakit berat/gawat), sasaran kadar glukosa darah lebih rendah daripada pasien

penyakit kritis nonbedah atau penyakit bedah tidak kritis.

b. Indikasi insulin infus intravenaPada prinsipnya, pasien penyakit berat atau kritis yang dirawat

di rumah sakit memerlukan terapi insulin. Sebagian besar dari mereka membutuhkan terapi

insulin yang diberikan secara infus intravena, misalnya pada pasien kritis/akut seperti

hiperglikemia gawat darurat, infark miokard akut, stroke, fraktur, infeksi sistemik, syok

kardiogenik, pasien transplantasi organ, edema anasarka, kelainan kulit yang luas, persalinan,

pasien yang mendapat terapi glukokortikoid dosis tinggi, dan pasien pada periode perioperatif.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya strategi untuk mencapai dosis yang tepat sebelum

konversi dari terapi insulin infus intravena ke terapi insulin subkutan.

Selain itu, hal yang juga perlu diperhatikan adalah derajat bukti manfaat penggunaan insulin

infus intravena. Hal tersebut telah disebutkan dalam jurnal yang ditulis oleh Clement et al

(2004).

c. Protokol insulin infus intravenaBagi pasien kritis pascabedah yang dirawat di ruang intensif,

protokol terapi insulin yang dapat dipakai sebagai acuan adalah protokol yang dipaparkan oleh

Van den Berghe

13

Page 14: Portofolio Rain

Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberi- kan infus D5% 100cc/jam.

Setelah itu, bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit insulin reguler (RI) dalam spuit

berukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan NaCl 0,9 % hingga mencapai 50 cc (1 cc

NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit insulin/jam, petugas tinggal mengatur kecepatan

tetesan 1,5 cc/jam. Dapat pula diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti

setiap 2 cc NaCl = 1 unit RI. Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500

cc larutan NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat juga 6 unit atau angka lain, sebab nantinya

akan diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0.9%. Bila

dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka dalam botol infus yang berisi 12 unit RI, diatur kecepatan

tetesan 12 jam/botol, sehingga 12 unit RI akan habis dalam 12 jam. Bila dibutuhkan 2 unit

perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6

jam, demikian seterusnya, tetesan diatur sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan

infus= 20 tetesan makro = 60 tetesan mikro.

14

Page 15: Portofolio Rain

Peralihan Insulin Infus Intravena Ke Insulin Subkutan

Setelah kadar glukosa darah stabil dan pasien mulai mendapatkan makanan, terapi insulin dapat

dialihkan menjadi jalur subkutan dengan tetap memperhatikan kaidah terapi insulin basal dan

bolus, serta disesuaikan dengan pola respon insulin fisiologis. Sebelum terapi insulin infus

intravena dihentikan, terapi insulin subkutan sebaiknya sudah dimulai supaya diperoleh waktu

yang cukup untuk awitan kerja insulin. Terapi insulin infus intravena dapat dihentikan 2 jam

setelah pemberian insulin subkutan. Kebutuhan insulin subkutan dihitung berdasarkan total

kebutuhan insulin infus intravena dalam 24 jam. Dosis total harian insulin subkutan adalah 80%

dari dosis total insulin infus intravena selama 24 jam. Dosis total harian tersebut dibagi menjadi

dosis insulin basal dan insulin bolus subkutan. Dosis insulin basal

adalah sebesar 50% dari dosis harian total. Jenis insulin yang diberikan biasanya long acting

insulin (lebih baik digunakan insulin yang tidak memiliki puncak kerja/peak, seperti insulin

glargine atau detemir). Dosis insulin bolus subkutan adalah 50% dari dosis harian total subkutan.

Dalam pemberiannya, dosis dibagi rata sesuai jumlah kali makan, umumnya 3 kali/hari. Jenis

insulin yang diberikan berupa short atau rapid acting insulin.

15

Page 16: Portofolio Rain

Insulin Subukutan

Program pemberian insulin terjadwal terbagi atas kebutuhan insulin basal dan insulin

prandial. Insulin basal dapat diberikan dengan menggunakan pompa insulin (CSII),

insulin kerja intermediate. Jika protokol dimulai dengan pemberian NPH (bukan

glargine/detemir), maka dosis yang diberikan 0,25 U/kgBB NPH saat makan pagi dan

sebelum tidur (0,15 U/kgBB bila kuatir terjadi hipoglikemia ; 0,35 U/kg untuk kondisi

dengan peningkatan kebutuhan insulin basal). Selain itu, tetap diberikan 0,1 U/kgBB

rapid acting insulin setiap makan. Sementara itu, kebutuhan insulin prandial dapat

dipenuhi dengan insulin kerja cepat (insulin regular atau rapid acting insulin analog).

Insulin tersebut diberikan sebelum makan atau setelah makan (hanya untuk penggunaan

rapid acting insulin analog) apabila jadwal dan jumlah asupan makanan tidak pasti.

16

Page 17: Portofolio Rain

Komplikasi Terapi Insulin

A. Hipoglikemia

Komplikasi terapi insulin yang paling penting adalah hipoglikemia. Terapi insulin

intensif untuk mencapai sasaran kendali glukosa darah yang normal atau mendekati

normal cenderung meningkatkan risiko hipoglikemia. Edukasi terhadap pasien dan

penggunaan rejimen terapi insulin yang mendekati fisiologis dapat mengurangi frekuensi

hipoglikemia.

B. Peningkatan berat badan

Pada pasien dengan kendali glukosa yang buruk, peningkatan berat badan tidak dapat

dihindari karena terapi insulin memulihkan massa otot dan lemak (pengaruh anabolik

insulin). Penyebab peningkatan berat badan yang lain adalah makan yang berlebihan serta

kebiasaan mengudap untuk menghindari hipoglikemia. Pasien yang menjalani terapi

insulin umumnya melakukan diet yang lebih longgar dibandingkan dengan diet ketat saat

terapi dengan obat antidiabetik oral. Hal tersebut juga dapat menyebabkan peningkatan

berat badan.

C. Edema insulin

Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa darah buruk (termasuk

pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang akut. Edema dapat menghilang secara

spontan dalam beberapa hari. Kadang-kadang dibutuhkan terapi diuretika untuk

menatalaksana hal tersebut.

D. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin

Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan lemak yang berlebihan akibat pengaruh

lipogenik dan growth-promoting dari kadar insulin yang tinggi di tempat penyuntikan.

Hal itu dapat muncul pada pasien yang menjalani beberapa kali penyuntikan dalam sehari

dan tidak melakukan rotasi tempat penyuntikan. Lipoatrofi adalah hilangnya jaringan

lemak pada tempat penyuntikan. Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat

murni, lipoatrofi sudah sangat jarang terjadi.

E. Alergi

Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni, alergi insulin sudah

sangat jarang terjadi.

17

Page 18: Portofolio Rain

LAMPIRAN

18