102
POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN HALAMAN JUDUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Grevia Nanda Charisma Anie 129114063 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK

TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH

SELATAN

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Grevia Nanda Charisma Anie

129114063

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK

TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH

SELATAN

Disusun oleh:

Grevia Nanda Charisma Anie

129114063

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Tanggal :

Prof. A. Supratiknya, Ph.D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK

TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH

SELATAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Grevia Nanda Charisma Anie

129114063

Telah dipertahankan dan dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 29 Juli 2019

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama lengkap Tanda tangan

Penguji 1 : Prof. A. Supratiknya, Ph.D. _________________

Penguji 2 : Dr. Aquilina Tanti Arini _________________

Penguji 3 : Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si., Ph.D. _________________

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(Dr. Titik Kristiyani, M.Psi, Psi.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

iv

HALAMAN MOTTO

“Carpe Diem!”

~~~

Bersukacitalah dalam Pengharapan, Sabarlah dalam Kesesakan, dan

Bertekunlah dalam Doa!

(Roma 12:12)

---

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang

memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)

• • •

~ Grateful Every day Grateful Every way ~

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur dan sukacita, ku persembahkan Skripsi ini bagi Kemuliaan

Tuhan Yesus Kristus yang memberi kemampuan bagiku untuk memaknai setiap

Karya dan Kasih-Nya yang tak berkesudahan. Karena IA setia di sisiku dan

memeluk ketidaksempurnaanku. Tanpa tuntunan-Nya, jalanku tak bertuju,

langkahku sesat, dan tapakku tak ada yang berarti. Bagi DIA, segalaku.

dan Teruntuk yang terkasih :

Bapak Aba L Anie, Ibu Istri Murwati, & Adik Dika Putri Vindi Santika Anie,

ini kado kecil bagi kebesaran hati Bapa, Mama, Put yang sangat sabar menanti dan

senantiasa menyemangati. Maaf untuk keresahan dalam waktu yang lama,

Terima Kasih untuk Cinta tak bersyarat yang selalu meneguhkan dan meneduhkan

dalam segala situasi, serta tak lelah menerima kekurangan yang melampaui

kelebihanku,

Sahabat, Saudara, Kerabat, & Semua Penyintas kerasnya Kehidupan yang tak

pernah berhenti berjuang dengan pikiran dan perasaan positif.

Terima Kasih untuk banyak pelajaran hidup terutama tentang

bertumbuh dalam iman dan pengharapan,

sebab tak ada Sukacita yang abadi atau Penderitaan yang kekal maka

ucapan syukurlah yang harus memenuhi sanubari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya

ilmiah.

Yogyakarta, 19 Juli 2019

Penulis

Grevia Nanda Charisma Anie

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

vii

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK

TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH

SELATAN

Grevia Nanda Charisma Anie

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bertujuan untuk

mengeksplorasi gambaran pengalaman posttraumatic growth pada penyintas

konflik. Informan dalam penelitian ini adalah 4 orang penyintas konflik Timor

Timur 1999 yang telah menetap di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pengambilan

data dilakukan dengan metode wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode

analisis isi kualitatif (AIK). Hasilnya menunjukkan bahwa penyintas konflik Timor

Timur memiliki pengalaman trauma namun berhasil mengatasinya dan mampu

mencapai posttraumatic growth dalam lima dimensinya (kekuatan pribadi,

kemungkinan baru, hubungan dengan oran lain, penghargaan terhadap hidup, dan

perubahan spiritual). Hal yang diduga mendukung pencapaian tersebut adalah

terpenuhinya rasa aman, keinginan meningkatkan kondisi ekonomi, dan kewajiban

memenuhi tanggung jawab yang semakin besar.

Kata kunci: Trauma, Posttraumatic growth, penyintas konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

viii

POSTTRAUMATIC GROWTH of EAST TIMOR 1999

CONFLICT’S SURVIVORS in SOUTH CENTRAL TIMOR

Grevia Nanda Charisma Anie

ABSTRACT

This study is a qualitative research and aims to explore the idea of

posttraumatic growth experienced by the conflict’s survivors. The informants in

this study are four East Timor 1999 conflict’s survivors who lives in South Central

Timor. The data is conducted from the interview. Further, in analyzing this study,

the researcher uses qualitative content analysis method. The result shows that the

survivors have trauma experience but the survivors can overcome the situation and

they can reach the posttraumatic growth in the five aspects (personal strengths, new

possibilities, relating to others, appreciations of life, and spiritual changes). Things

that are suspected of supporting these accomplishments are the sense of security

can be achieved, the enthusiasm to improve the economic condition, and the

obligation to fulfill the responsibility which gets bigger.

Keywords: Trauma, Posttraumatic Growth, Conflict’s Survivor.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Grevia Nanda Charisma Anie

Nomor Mahasiswa : 129114063

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK

TIMOR TIMUR 1999 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH

SELATAN

Beserta perangkat yang diperlukan (bila perlu). Dengan demikian, saya

memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 Juli 2019

Yang menyatakan,

(Grevia Nanda Charisma Anie)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

x

KATA PENGANTAR

Pada titik tak terduga saat segalanya hanyalah mungkin, waktu turut rapuh

dan menjadikan setiap detik sebagai akhir sekaligus awal. Semestapun mengambil

bagian berkonspirasi untuk mencapai sesuatu yang semestinya. Seperti ketika karya

ini akhirnya dapat terselesaikan dari proses panjang yang tampak berlarut-larut.

Karya ini bukan sekedar formalitas dalam memenuhi tanggung jawab untuk meraih

gelar Sarjana Psikologi (S. Psi) namun juga merupakan saksi bisu dari perjuangan

berdamai dengan banyak hal terutama diri sendiri. Selesainya karya ini

menandakan akhir dari perjuangan yang lalu dan awal dari perjuangan baru. Semua

proses pun tidak terlepas dari banyak sekali pihak yang berpartisipasi dan

berkontribusi, oleh karena itu dengan tulus hati penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1. Allah Tri Tunggal Maha Kudus yang selalu dan akan terus menyertai sepanjang

hidup saya termasuk juga dalam penyelesaian skripsi ini. Terima Kasih untuk

memampukan saya mengalami semua proses hidup yang senantiasa terjadi

dengan penuh makna.

2. Bapak Prof. Augustinus Supratiknya, Ph. D selaku dosen pembimbing yang

senantiasa meluangkan waktu dan perhatian sepanjang penulisan skripsi ini.

Terima Kasih untuk kesabaran Bapak dalam menghadapi banyak kekurangan,

juga untuk mengingatkan agar jangan pernah berhenti berproses bukan hanya

dengan baik tetapi dengan benar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xi

3. Ibu Monica E. Madyaningrum, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu berusaha meluangkan waktu memotivasi dan memberi banyak

pertimbangan bagi saya serta teman-teman untuk terus berjuang di sisa-sisa

waktu kami yang terbatas.

4. Ibu Dr. Titik Kristiyanti, M.Psi., Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan seluruh jajaran dekanat.

5. Semua Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang tidak

hanya memberi pengajaran tetapi juga inspirasi dalam banyak hal.

6. Bapa, Mama, Put, tiga orang yang nomer satu bagi saya. Terima Kasih untuk

cinta kasih tulus dalam segala situasi dan kondisi. Semangat, pengertian, serta

kesabaran tak terbatas dari kalian adalah penyangga kuat yang memampukan

saya bertahan bahkan ketika hampir berputus asa. Semoga Tuhan senantiasa

mengabulkan pergumulan kita bersama sesuai rancangan terbaik-Nya.

7. Bapa Mama Para Penyintas Konflik Timor Timur di TTS. Terima kasih untuk

kisah pengalaman hidup yang memberi banyak pelajaran tentang senantiasa

bertahan, berjuang, bersyukur, dan berpengharapan. Semoga dapat menjadi

inspirasi dan motivasi bagi lebih banyak orang di segala situasi hidup mereka.

8. Sisters by soul: Le, Jen, Amel; Kiw-Kiw: Rini, Nikur, Kak Gue, Pipi; Jibaz

Crews: Sekkar, Kak Devi, Ochi, Momo, Gek Tri, Karin, B.M; Anak-anak Prof:

Deva, Mang Indah, Reka, Ko Rikjan, Lenny, Citra, Kakak-kakak & Adik-adik

lainnya; Teman-Teman Psikologi Sadhar 2012; Penghuni “Rumah Tante

Anna”: Tante Anna, Clara, Tari, Dian, Itha, Age, Thea. Anggota Keluarga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xii

Kontrakan Cemara: Manon, Ka Mira, Cik Dian, Ratna, Ka Risty, Febby, Ipo;

Burjoz’ Fam: Kak Ertim dan Kak Kristin, Andrew, Mega; Saudara setanah

Timor di Jogja: Ka Resty, Merry, Mega, Selly, Cindy, Aresi, AP, Itho, Dus,

Iky, Roy, Usu, Edwin, dan lainnya; Star’s Girls: Vita, Adisa, Nindy, Ce

Meyllan, Erlyn, Nessa, Henny, Avi; Sisir Ijo: Bu Iky, Bu O, Nolas, Raka,

Chype, Neko, Kakak Adik smua; Keluarga Besar Alor & Jawa; Supporter

Jauh di Mata dekat di Jiwa: Suster Lid, Nida, Yeye, Inda, Destin, Golin, Lili,

Dewi, Elsa, Diczon, Ka Eka, Ka Yayuk, Ka Putri, Ester, Guido dan masih

banyak lagi orang-orang yang “diutus” Tuhan hadir dalam hidup saya terutama

di sepanjang proses penulisan skripsi ini. Semua datang dengan cara masing-

masing, mengetuk lalu menetap di hati; ada yang begitu setia menemani,

menyemangati, tertawa, dan menangis bersama; ada yang tak selalu dapat

bersua, tapi merangkul dalam doanya; ada yang menegur bahkan berpamitan,

sekedar untuk menyadarkan pentingnya kehadiran. Untuk apapun yang kalian

semua sajikan sebagai hidangan bagi perjuangan kehidupan saya, TERIMA

KASIH TAK TERHINGGA DARI LUBUK HATI YANG TERDALAM.

KIRANYA TUHAN MEMBALAS TIAP “SENTUHAN” KALIAN SEMUA

DENGAN “DEKAPAN” PALING HANGAT BAGI HIDUP KALIAN.

9. Teristimewa bagi diri sendiri yang bersedia bertahan dan berjuang dalam segala

situasi tak terkendali, juga saat dihadapkan dengan peliknya semua proses

pendewasaan. Terima kasih untuk berupaya tetap menghargai saya dan tanpa

putus asa memahami kita. Mari melanjutkan dan menikmati hidup!!!

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI .......................... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ............................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................... vii

ABSTRACT .............................................................................................................. viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .................... ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................... x

DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 12

A. Trauma Paska Konflik Timor Timur 1999 ................................................... 12

B. Penyintas Konflik Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan

15

C. Posttraumatic Growth ................................................................................... 18

D. Kerangka Konseptual ................................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 24

A. Jenis dan Desain Penelitian .......................................................................... 24

B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 26

C. Informan ....................................................................................................... 27

D. Peran Peneliti ................................................................................................ 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xiv

E. Metode Pengambilan Data ........................................................................... 30

F. Analisis dan Interpretasi ............................................................................... 33

G. Kredibilitas Data .......................................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 38

A. Pelaksanaan Penelitian ................................................................................. 38

B. Latar Belakang Informan dan Dinamika Proses Wawancara ....................... 39

C. Hasil Penelitian ............................................................................................ 55

1. Trauma ..................................................................................................... 56

a. Hyperarousal ...................................................................................... 56

b. Intrusion .............................................................................................. 57

c. Constriction ........................................................................................ 58

2. Posttraumatic Growth ............................................................................. 60

a. Kekuatan Pribadi (Personal Strength) ................................................ 60

b. Kemungkinan Baru (New Possibilities) .............................................. 62

c. Hubungan Dengan Orang Lain (Relating to Others) .......................... 64

d. Penghargaan Terhadap Hidup (Appreciation of Life) ......................... 67

e. Perubahan Spiritual (Spiritual Change) .............................................. 70

D. Pembahasan .................................................................................................. 72

BAB V PENUTUP................................................................................................... 78

A. Kesimpulan ................................................................................................... 78

B. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 79

C. Saran ............................................................................................................. 79

DAFTAR ACUAN .................................................................................................. 81

Lampiran .................................................................................................................. 84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Koding Trauma ........................................................................... 34

Tabel 2. Kriteria Koding Posttraumatic Growth ..................................................... 35

Tabel 3. Lokasi dan Tempat Pelaksanaan Wawancara ........................................... 38

Tabel 4. Data Demografi Informan ......................................................................... 39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian ............................................................ 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent ................................................................................ 84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasca tumbangnya rezim Orde Baru, Presiden B.J. Habibie memberi

pilihan untuk menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor Timur melalui

jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999. Jajak pendapat

tersebut diikuti oleh sekitar 450.000 rakyat Timor Timur atau 98,5%

penduduk yang terdaftar. Hasilnya adalah kemenangan bagi 78,5% pemilih

atau kurang lebih 344.580 orang yang menginginkan kemerdekaan Timor

Timur. Banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut, termasuk kaum

militer Indonesia yang marah dan kecewa. Kemudian pecahlah konflik baru,

bahkan perang tak terelakkan antara rakyat Timor Timur pendukung

kemerdekaan dengan yang menginginkan integrasi/otonomi khusus.

Akibat pecahnya perang di berbagai wilayah Timor Timur yang

mengakibatkan situasi kacau dan tidak lagi kondusif, maka terjadilah

gelombang pengungsian dari masyarakat yang berusaha mencari rasa aman.

Beberapa daerah di Tanah Air khususnya wilayah Timor Barat, Nusa

Tenggara Timur menjadi tujuan bagi sekitar 250.000 orang pengungsi

termasuk anggota TNI dan POLRI beserta keluarga. Salah satu Kabupaten

yang menjadi tujuan para penyintas adalah Timor Tengah Selatan yang

berjarak kurang lebih 175KM dari Timor Timur. Berdasarkan data yang

dihimpun pemerintah daerah, terdapat 4.920 atau sekitar 1.396 kepala

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

2

keluarga. Jumlah tersebut sudah dikurangi 61 kepala keluarga yang memilih

kembali ke Timor Timur saat situasi kondusif. Dengan demikian, yang tetap

tinggal adalah mereka yang memilih untuk tetap menjadi Warga Negara

Indonesia.

Sebelum akhirnya memiliki status tetap sebagai Warga Negara

Indonesia setelah kurang lebih 3 tahun mengungsi yaitu pada tahun 2002,

para penyintas ini telah meninggalkan tempat tinggal, sanak saudara,

pekerjaan, dan harta benda di tempat asal mereka Timor Timur. Berdasarkan

wawancara awal yang dilakukan pada pertengahan tahun 2017, salah satu

penyintas menuturkan bahwa sejak masih berada dalam situasi panas di

wilayah Timor Timur hingga pasca referendum, mereka selalu dihinggapi

rasa tak berdaya karena seolah menjadi sasaran penghancuran, dan terpaksa

menyaksikan kekerasan, kematian, serta tindakan keji lainnya. Bahkan dalam

perjalanan keluar dari wilayah Timor Timur, mereka terus dihadapkan pada

perasaan penuh tekanan dan ketakutan. Para penyintas juga merasa terbeban

dengan pikiran tentang kehidupan baru yang harus dijalani tanpa harta benda

bahkan sanak keluarga lengkap.

Pada masa awal mengungsi, mereka juga harus menyaksikan pengungsi

lain yang meninggal dunia di “tempat tinggal” baru mereka masa itu.

Dikisahkan salah seorang penyintas, mereka yang meninggal dunia bukan

disebabkan oleh kekurangan makanan maupun terserang penyakit namun

akibat beban pikiran yang tak bisa dikendalikan. Sebab banyak di antara

mereka yang masih dihinggapi rasa cemas dan selalu merasa tidak aman saat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

3

teringat kembali situasi mengerikan di daerah asal maupun ketika melakukan

perjalanan untuk mengungsi. Hal tersebut berarti bahwa para penyintas ini

mengalami trauma, penyebabnya ialah extreme stressor yang dialami. Bahkan

hasil penelitian Arthayani (2005) pada pengungsi anak Timor Timur,

menunjukkan bahwa subjek mengalami post traumatic stress disorder

(PTSD). Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala PTSD seperti

muncul kembali ingatan traumatis, penghindaran terhadap orang, tempat dan

pembicaraan yang mengingatkan pada traumanya, serta muncul gangguan

yang secara khas dialami anak pengungsi korban perang.

Atas dasar berbagai alasan, banyak pula dari antara mereka yang

mampu berjuang untuk melawan rasa trauma dan bertahan hingga sekarang.

Hal ini sejalan dengan penelitian empiris yang menunjukkan bahwa suatu

kejadian traumatis dapat pula memberikan dampak positif atau juga disebut

dengan posttraumatic growth (PTG) yang pertama kali dicetuskan Tedeschi,

Park, & Calhoun (1998) setelah melakukan penelitian mengenai hal positif

dari trauma.

Penelitian mengenai PTG bertujuan melihat adanya kemungkinan

pertumbuhan dan peningkatan secara positif setelah pengalaman buruk atau

penderitaan secara pribadi. Tedeschi & Calhoun (2004) mengemukakan

bahwa PTG merupakan variabel hasil yang prosesnya berupa suatu peristiwa

traumatis yang mengakibatkan kehancuran pada individu dan memunculkan

tantangan serta tujuan lebih tinggi yaitu untuk mengelola tekanan emosional.

Individu juga tidak mengakhiri gejala traumatis yang mereka alami, namun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

4

menunjukkan bahwa mereka sudah beradaptasi dengan trauma dan mampu

meningkatkan fungsi psikologis pada dimensi-dimensi PTG (Tedeschi &

Colhoun, 2004; Zoellner & Maercker, 2006).

Tedeschi & Calhoun (2004) menjelaskan mengenai dimensi-dimensi

yang berfungsi mengukur PTG tersebut, yaitu: (1) Kekuatan Pribadi

(Personal Strength), yaitu kemampuan mengatasi trauma dan bangkit menjadi

individu yang lebih kuat, mandiri, percaya diri, serta lebih dewasa dalam

menjalani hidup; (2) Kemungkinan Baru (New Possibilities), yaitu keinginan

untuk mengubah tujuan hidupnya, menjadi fokus pada di sini dan saat ini

(here and now), dan juga bersemangat untuk menemukan hal baru sebagai

kesempatan, peran, maupun hubungan baru dalam hidup; (3) Hubungan

dengan Orang lain (Relating to Others), yaitu peningkatan kemampuan

individu menjalin relasi dengan orang lain dalam hubungan kekeluargaan,

persahabatan, maupun kekerabatan; (4) Perhargaan terhadap Hidup

(Appreciation of Life), yaitu kemampuan merefleksikan secara mendalam

mengenai hidup dan kehidupan bahkan juga kematian, menjadi lebih

menikmati hidup, dan memiliki filosofi hidup baru yang lebih bermakna; (5)

Perubahan Spiritual (Spiritual Change), yaitu kemampuan memaknai secara

positif mengenai dimensi transendental dalam hal ini terkait religiositas

sehingga individu menjadi lebih mendekatkan diri dan aktif berpartisipasi

pada hal-hal rohani (Fatiyyah, 2016).

Penelitian ini bertujuan melihat pengalaman PTG individu penyintas

konflik Timor Timur 1999 yang telah menjadi Warga Negara Indonesia dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

5

berdomisili di Kabupaten Timor Tengah Selatan melalui dimensi-dimensi

PTG untuk kemudian membantu individu menyadari berbagai perubahan

positif yang secara signifikan terjadi dalam diri mereka setelah melalui

keadaan buruk dengan tingkat perjuangan yang tinggi. Penelitian ini dianggap

penting untuk dilaksanakan karena diharapkan mampu menggambarkan atau

mengungkapkan pengalaman penyintas konflik Timor Timur menghadapi

peristiwa traumatis hingga menunjukkan berbagai perubahan positif setelah

pengalaman tersebut.

Beberapa penelitian mengenai PTG telah dilakukan pada beragam

subjek atau informan, namun belum ada penelitian terkait variabel tersebut

pada penyintas konflik Timor Timur. Penelitian yang memilih subjek atau

informan tersebut sering berasal dari cabang ilmu lain, misalnya sosial politik

dan bidang hukum dengan menyorot mengenai status kewarganegaraan

penyintas konflik Timor Timur yang berdomisili di wilayah Timor Barat

bagian perbatasan Timor Timur khususnya Kabupaten Belu. Penelitian lain,

berasal dari bidang kesehatan misalnya yang dilakukan oleh Astin Nur

Hanifah dan Kusyogo Cahyo (2012) mengenai perilaku seksual pra nikah

pada siswa SLTP pengungsi eks Timor Timur di wilayah Kabupaten Kupang.

Penelitian yang mengambil eks pengungsi Timor Timur sebagai subjek

atau informan berasal dari bidang ilmu antropologi terkait eksistensi anak di

tengah berbagai intervensi dan perlakuan yang secara spesifik diberikan oleh

sekolah dalam situasi pengungsian. Penelitian yang dilakukan pada tahun

2008 ini menggunakan desain metode etnografi, riset lapangan selama 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

6

bulan dengan melakukan observasi dan in depth interview. Informan

utamanya adalah para pengajar dan murid-murid dari kelompok pengungsi di

Kabupaten Timor Tengah Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa sekolah

mampu memberikan warna berbeda dalam keseharian anak-anak bahkan

hingga sampai pada fase memecah kekakuan hubungan warga eks Timor

Timur dengan warga lokal. Eksistensi anak yang terlihat dari daya hidup dan

kegembiraan menjadi semu karena gugatan orang dewasa yang merasa

otoritas mereka terancam.

Terdapat pula penelitian dari bidang ilmu hubungan internasional

mengenai masalah proses integrasi nasional dalam aspek sosial, ekonomi,

politik, dan budaya. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode wawancara

tidak hanya dengan warga eks Timor Timur tetapi juga pihak pemerintah, dan

warga lokal. Data lain yang juga dikumpulkan adalah berupa laporan

organisasi-organisasi terkait masalah integrasi nasional. Hasilnya adalah

proses integrasi yang melibatkan berbagai pihak tesebut belum sepenuhnya

berjalan baik akibat ikatan kelompok yang kuat, prasangka terhadap warga

kelompok lain, dan kecemburuan sosial. Sedangkan penelitian yang berasal

dari bidang Ilmu Psikologi adalah terkait dengan Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD) oleh Sintia Novi Arthayani (2005) pada pengungsi anak

Timor Timur yang menunjukkan bahwa subjek mengalami PTSD. Hal

tersebut terlihat dengan adanya gejala-gejala PTSD seperti kembali

munculnya ingatan traumatis, penghindaran terhadap orang, tempat dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

7

pembicaraan yang mengingatkan pada traumanya, serta muncul gangguan

yang secara khas dialami anak pengungsi korban perang.

Beberapa penelitian terdahulu seperti yang disebutkan di atas, juga

memiliki kesamaan yang bisa dianggap sebagai defisiensi. Dari segi konsep,

penelitian mengenai PTG masih jarang dilakukan terutama pada penyintas

konflik. Penelitian-penelitian lain yang dilakukan sebelumnya cenderung

memilih subjek atau informan dengan latar belakang pengalaman traumatis

akibat penyakit kronis atau kecelakaan fisik lainnya.

Penelitian tersebut antara lain, oleh Mahleda I.P dan Hartini (2012)

yang memaparkan gambaran dinamika PTG pada wanita dewasa madya

penderita kanker payudara pasca mastektomi yang menggunakan metode

studi kasus dengan melakukan wawancara pada informan dan significant

others. Penelitian lainnya oleh Rachmawati dan Halimah (2015) mengenai

PTG pada wanita penyandang kanker payudara yang melakukan mastektomi

menggunakan metode berbeda yaitu studi deskriptif dengan sampel berjumlah

12 orang dari 20 populasi dan alat ukur kuisioner Posttraumatic Growth

Inventory yang telah diadaptasi.

Hasil dari kedua penelitian tersebut kurang lebih sama yaitu para

informan mampu mencapai PTG. Seluruh dimensi PTG yang dicapai

cenderung tinggi, meskipun diawali dengan reaksi yang cenderung bersifat

negatif. Akan tetapi, emosi negatif tersebut dapat berubah menjadi emosi

positif yang juga bisa meningkatkan secara positif beberapa aspek psikologis

seperti persepsi diri, hubungan dengan orang lain, dan falsafah hidup.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

8

Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh faktor internal, di mana wanita

dewasa madya memiliki emosi yang stabil sehingga dapat menghasilkan

emosi positif ketika melakukan perenungan dan pengungkapan diri.

Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian dengan subjek atau

informan berlatar belakang pengalaman traumatis lain seperti tahanan dan

veteran perang yang seluruhnya termasuk dalam tahap perkembangan dewasa

madya dan atau dewasa akhir. Hal ini mendukung kemampuan perenungan

dan pengungkapan diri dalam proses pertumbuhan setelah pengalaman

trauma. Dari segi metode, hampir semua penelitian melakukan wawancara

mendalam dan skala untuk mengumpulkan data.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dipaparkan, maka penulis

menemukan beberapa hal yang menjadi defisiensi dari penelitian-penelitian

sebelumnya. Pertama, penelitian untuk mengungkapkan gambaran PTG pada

penyintas konflik Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan

belum pernah dilakukan. Kedua, meskipun sejauh ini ada beberapa penelitian

dengan topik sejenis di Indonesia namun belum ada penelitian dengan fokus

penyintas konflik melainkan pada penyintas masalah fisik.

Berangkat dari defisiensi tersebut, maka penelitian ini akan

mengungkapkan gambaran PTG berdasarkan pengalaman penyintas konflik

Timor Timur 1999. Dengan kata lain, informan dalam penelitian ini adalah

mereka yang memiliki pengalaman traumatis berupa konflik sosial dan

termasuk dalam extreme stressor yang telah terjadi lebih dari 18 tahun.

Maercker dan Zoellner (2004) mengungkapkan bahwa semakin panjangnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

9

periode PTG maka akan memunculkan hasil yang lebih positif, artinya adalah

semakin korban aktif dalam berdamai dengan pengalaman traumatis yang ada

maka akan semakin menghilangkan posttraumatic stress sindrom (Guidici,

2011). Literatur tersebut mendukung bahwa penelitian ini masih relevan

untuk dilakukan. Mengingat cukup banyak penyintas konflik Timor Timur

yang telah menetap di beberapa wilayah Timor Barat sehingga perlu untuk

melihat konstruksi perubahan psikologis yang positif sebagai hasil dari

perjuangannya dengan pengalaman yang sangat menantang, tekanan, dan

trauma mereka (Calhoun & Tedeschi, 2006). Para penyintas yang dipilih

peneliti merupakan orang Timor Timur asli yang telah menjadi Warga Negara

Indonesia khususnya yang berdomisili di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Penelitian akan dilakukan menggunakan desain penelitian kualitatif dengan

metode pengambilan data wawancara semi terstruktur dan terbuka untuk

memunculkan pandangan dan opini dari para informan (Creswell, 2009).

Wawancara yang semi terstruktur bersifat luwes dan dapat disesuaikan

dengan kebutuhan serta kondisi partisipan, sehingga proses wawancara

berjalan sesuai konteks dan terbuka. Hal tersebut membantu kedua belah

pihak dalam memperoleh informasi, keterangan, dan data yang lebih kaya

(Almanshur Fauzan & M. D Ghony, 2012). Selanjutnya, Analisis Isi

Kualitatif (AIK) akan dipilih sebagai metode analisis data dengan

menggunakan pendekatan deduktif yaitu analisis terarah dengan cara

menggumpulkan data wawancara menjadi satu, kemudian ditafsirkan dengan

memberikan coding yang ditetapkan di awal sebagai satu unit analisis dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

10

tidak dianalisis setiap bagian atau setiap kasus, berdasarkan kriteria coding

yang dikembangkan dari dimensi-dimensi PTG (Hsieh dan Shannon, dalam

Supratiknya, 2015).

B. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pengalaman trauma yang dialami penyintas konflik

Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan gejala

trauma menurut Herman (1992)?

2. Sejauh mana pencapaian posttraumatic growth individu penyintas konflik

Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan

dimensi-dimensi posttraumatic growth Tedeschi & Calhoun (2004)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi dan memahami gambaran

pengalaman posttraumatic growth pada penyintas konflik Timor Timur di

Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan kemunculan dimensi-dimensi

posttraumatic growth Tedeschi & Calhoun.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan di bidang Psikologi, khususnya terkait dengan dampak positif

dari peristiwa traumatis terutama akibat konflik. Penelitian ini juga dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

11

memberi sumbangsih baru bagi keberagaman subjek atau informan dalam

penelitian mengenai posttraumatic growth.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

untuk kebijakan pemerintah dan atau pihak yang terkait dalam penyediaan

layanan seperti rehabilitas psiko-sosial korban konflik untuk

memperhatikan determinan posttraumatic growth seperti optimalisasi

dukungan secara psikologis, koping yang tepat, dan pengembangan diri

bagi penyintas konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, pertama-tama penulis akan memaparkan mengenai trauma

paska konflik Timor Timur 1999. Kemudian, penulis akan menjelaskan terkait

penyintas di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagaimana dimaksud dalam

penelitian ini. Selanjutnya, penulis juga akan mengemukakan tentang

Posttraumatic Growth (PTG) beserta dimensi-dimensinya. Di akhir bab, penulis

akan memaparkan kerangka konseptual penelitian ini.

A. Trauma Paska Konflik Timor Timur 1999

Sejarah mencatat bahwa bukan hanya sekali dua kali konflik pecah di

Timor Timur (sekarang Timor Leste). Dahulu, sebelum bergabung menjadi

provinsi termuda NKRI pada 1975, rakyat Timor Timur telah terpecah dalam

beberapa partai politik dengan berbagai dasar haluan, tujuan, dan kebutuhan

yang berbeda-beda. Keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih di saat

bersamaan sangat berpotensi menimbulkan pertentangan yang disebut

konflik. Oleh karena itu, ketika permintaan sebagian rakyat Timor Timur

dikabulkan untuk berintegrasi dengan NKRI, tetap saja ada sebagian lainnya

yang kontra sehingga menimbulkan konflik bahkan perang saudara rakyat

Timor Timur dan berlangsung dalam kurun waktu lama. Hal tersebut

memunculkan reaksi keras dan intensitas kecaman dari dunia intenasional,

sampai akhirnya pilihan untuk melepaskan diri kembali dari Indonesia

menjadi hasil referendum yang diumumkan pada 4 September 1999.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

13

Hasil referendum yang diawali dengan pemungutan suara tersebut

menimbulkan kekacauan, peningkatan eskalasi konflik dan kekerasan di

Timor Timur (Marpaung, 2009). Perusakan infrastruktur fisik, kekerasan

dengan dan tanpa senjata, serta penjarahan harta benda semakin membuat

situasi hampir di seluruh wilayah Timor Timur tidak kondusif. Ranimpi

(2002) memaparkan bahwa situasi peperangan terbuka seperti yang terjadi di

Timor Timur ini dapat dikategorikan sebagai extreme stressor. Segala

dimensi kekerasan yang tercipta dari konflik Timor Timur menempati salah

satu posisi sebagai stressor yang mampu menimbulkan trauma bagi semua

orang yang berhadapan dengan konflik ini. Intimidasi pada rakyat terkait

pilihan saat pemungutan suara turut terjadi dan mengakibatkan suasana

ketakutan bahkan terror luar biasa yang merajalela secara luas di wilayah

Timor Timur. Hampir semua orang melewatkan hari-hari dengan ketakutan

akan terancamnnya hidup dalam situasi tersebut (Nevins, 2008). Hal tersebut

berarti bahwa apa yang dihadapi sungguh menyebabkan rasa tidak berdaya

dalam menyatasi kecemasan, ketakutan, dan perasaan terancam akibat bahaya

yang dirasakan mereror dan itu adalah kondisi mula-mula terjadinya trauma

psikis (Eth & Pynoos, dalam Sukmaningrum, 2001).

Trauma psikologis sendiri didefinisikan oleh American Psychological

Association (APA) sebagai respon emosional seseorang akibat peristiwa

traumatis seperti kecelakaan serius atau bencana alam, pemerkosaan atau

tindakan kriminal yang disertai kekerasan, peperangan terbuka, menyaksikan

peristiwa menegangkan atau kehilangan orang yang dicintai (Fatiyyah, 2016).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

14

Kondisi yang disebut peristiwa traumatis itu tentu saja dialami oleh ratusan

ribu orang Timor Timur kala itu, karena setelah pemungutan suara, milisi

dengan bersenjatakan senapan otomatis mulai menjelajahi jalanan untuk

meneror penduduk dengan bunyi-bunyian bahkan penodongan yang

menakutkan (Nevins, 2008). Standar umum dari trauma psikologis

berdasarkan Comprehensive Textbook of Psychiatry adalah perasaan takut

yang berlebihan, ketidakmampuan untuk memberi bantuan, kehilangan

kendali, dan kecenderungan untuk menghancurkan (Herman, 1992). Seperti

yang pada akhirnya dijalani ratusan ribu penyintas untuk melawan sekaligus

mengungsi secara sukarela maupun terpaksa, selain ke gunung-gunung yang

cenderung lebih aman tetapi juga hingga harus meninggalkan Timor Timur ke

Timor Barat dan bagian lain Indonesia (Nevins, 2008).

Herman, (1992) juga mengkategorikan secara ringkas gejala trauma

paska konflik sebagai berikut:

1. Hyperarousal atau waspada yang berlebihan, yaitu orang yang mengalami

trauma menjadi mudah terkejut, bereaksi sangat peka atau lebih sensitive

terhadap gangguan kecil, dan tidur yang tidak lelap, serta jantung berdegub

kencang ketika diberi stimulus yang berkaitan dengan peristiwa traumatis.

2. Intrusion atau mudah terganggu, ialah individu tidak dapat menghapuskan

dan melupakan peristiwa traumatis. Individu tidak dapat menjalani

kehidupan normal tanpa ingatan mengenai peristiwa tersebut baik berupa

flash back ketika dalam keadaan sadar, maupun mimpi buruk ketika dalam

keadaan tidur. Symptom ini juga muncul dalam bentuk menarik diri dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

15

keterikatan dengan orang lain serta memiliki perasaan marah dan

keinginan seperti ingin membalas atau melawan.

3. Constriction atau bersikap pasrah, yang mencerminkan kepasrahan pada

reaksi dengan cara mematikan rasa. Orang yang mengalami trauma

terkadang merasa benar-benar tidak mampu melawan atau tidak memiliki

kekuatan, serta merasa bahwa segala pertahanan yang dilakukan adalah

sia-sia sehingga menjadi pasrah. Dalam hal ini, orang yang mengalami

trauma berupaya untuk menempatkan diri seolah-olah peristiwa traumatis

tersebut tidak pernah terjadi kepadanya atau itu hanyalah mimpi buruk.

B. Penyintas Konflik Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah

Selatan

Ratusan ribu penyintas berpindah ke berbagai wilayah Indonesia

melalui jalur darat, laut, dan udara. Tentu saja daerah sedaratannya yaitu

Timor Barat (wilayah Nusa Tenggara Timur) adalah yang terbanyak menjadi

tujuan dari para penyintas (Klinken, 2014). Sebagian besar penyintas yang

bergeser ke wilayah Timor Barat awalnya berlabuh di Kupang dan tinggal

beberapa waktu di sana sebelum akhirnya menyebar ke beberapa daerah yang

kemudian menjadi lokasi-lokasi pengungsian tetap. Salah satunya adalah

Kabupaten Timor Tengah Selatan yang berjarak kurang lebih 110KM dari

Kupang dan sekitar 175KM dari perbatasan Timor Timur. Setidaknya

terdapat 3 titik utama lokasi pengungsian yang dihuni oleh lebih dari 5.000

orang penyintas asli Timor Timur seperti dimaksud dalam penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

16

Selama kurang lebih tiga tahun yaitu antara tahun 1999 hingga 2002,

pemerintah bersama UNCHR memfasilitasi pemulangan bertahap terhadap

para pengungsi yang memilih untuk kembali ke Timor Timur saat dilakukan

semacam pemungutan suara sehingga di Kabupaten Timor Tengah Selatan

kurang lebih 61 kepala keluarga memilih untuk pulang. Data terakhir dari

Kantor Perlindungan Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan sampai

dengan tahun 2012 ada sebanyak 1.396 kepala keluarga atau 4.920 jiwa yang

per tanggal 1 Januari 2002 tidak lagi diperlakukan sebagai pengungsi

melainkan Warga Negara Indonesia dan hal itu berbarengan dengan

dihentikannya bantuan keuangan khusus dari pemerintah pusat.

Berdasarkan data yang diperoleh, berbekal berkas dan surat berharga

yang sempat dibawa saat mengungsi serta bantuan kebijakan pemerintah

maka cukup banyak yang dapat memperoleh pekerjaan seperti sedia kala.

Apabila ditotal secara keseluruhan, terdapat sejumlah 201 orang anggota TNI

dan POLRI, termasuk purnawirawan. Kemudian, sebanyak 130 orang PNS

termasuk pensiunan serta sebanyak 6 orang pegawai BUMN dan 12 pegawai

honorer. Sebagian lainnya yang berjumlah 446 orang mengusahakan

kehidupan dari bertani dan terbanyak adalah para penyintas yang

berwiraswasta seperti berdagang, tukang kayu, sopir dan ojek yaitu 561

orang. Sedangkan, 40 orang lainnya tidak bekerja termasuk ibu rumah tangga.

Hal tersebut berarti bahwa para penyintas di Kabupaten Timor Tengah

Selatan ini telah memperoleh mata pencaharian kembali, meski pada awalnya

para penyintas memilih tetap tinggal di kamp pengungsian atau tempat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

17

relokasi yang telah ditentukan dan kemudian membangun semacam ghetto di

mana mereka hidup dan cenderung menutup diri terhadap pergaulan dengan

masyarakat sekitar termasuk membatasi lahan mencari nafkah yang serba

terbatas (ICG, 2011).

Lebih dari sebagian jumlah kepala keluarga yang terdata kala itu

menempati kamp-kamp pengungsian di wilayah Kecamatan Amanuban Barat,

sebelum akhirnya sebagian besar para penyintas “berpencar” untuk

membangun kehidupan baru mereka saat pemerintah provinsi menerapkan

kebijakan relokasi serta penutupan kamp-kamp pengungsian tersebut. Dengan

pertimbangan banyaknya penyintas yang menempati wilayah Kecamatan

Amanuban Barat, maka peneliti memilih informan yang dahulu menempati

lokasi penampungan di wilayah Kecamatan Amanuban Barat. Informan yang

dimaksud adalah penyintas yang merupakan orang asli Timor Timur, berusia

antara 40-60 tahun yang berarti mampu menunjang kemampuan perenungan

akan pengalaman traumatis yang dialami, serta memiliki kehidupan sosial

yang baik. Artinya, para informan yang akan terlibat dalam penelitian ini

dinilai cukup mampu menjalin relasi yang baik tidak hanya dengan sesama

penyintas konflik Timor Timur tetapi juga masyarakat lokal. Sebab pada awal

kedatangan para penyintas, pola interaksi berjalan kurang seimbang antara

para penyintas dengan warga lokal yang cenderung melihat warga baru ini

sebagai kelompok yang bertemperamen kasar, kurang berpendidikan, dan

suka menuntut macam-macam. Tidak ada data pasti terkait seberapa sering

konflik yang melibatkan warga penyintas ini, tetapi berdasarkan penuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

18

pemimpin himpunan Timor Timur dan pemerintah setempat bahwa ada

perubahan yang cukup signifikan antara tahun-tahun awal dengan beberapa

tahun belakangan ini.

C. Posttraumatic Growth

Posttraumatic Growth (PTG) mula-mula dikenalkan oleh Tedeschi &

Calhoun setelah melakukan penelitian mengenai dampak positif dari trauma.

Sebelumnya, banyak penelitian yang melihat dampak dari suatu kejadian

trauma namun cenderung mengarah ke sisi negatif. PTG didefinisikan sebagai

sebuah perubahan psikologis yang positif dan merupakan hasil dari

perjuangan untuk mengatasi keadaan hidup yang sangat menantang atau krisis

yang menimpa individu (Tedeschi & Calhoun, 2004). PTG menggambarkan

individu tidak hanya pulih dari trauma tapi kembali ke keadaan pra-trauma

bahkan melampauinya dengan mampu mengembangkan diri menjadi lebih

produktif setelah melewati periode yang menyebabkan tekanan emosional

(Tedeschi & Calhoun, 2004).

PTG dapat terjadi pada individu yang mengalami tingkat stress tinggi

atau pengalaman penuh tekanan dan tidak menyenangkan dalam hidupnya.

Perubahan positif tersebut dapat dicapai ketika individu berjuang untuk lepas

dari trauma. Tedeschi & Calhoun (2004) mengemukakan bahwa PTG

merupakan variabel hasil yang prosesnya adalah sebuah peristiwa traumatis

dan menyebabkan kehancuran dalam diri individu. Seperti beberapa catatan

yang dikemukakan oleh Joseph & Linley (2008) dalam Fatiyyah (2016) yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

19

1) PTG biasanya terjadi pada individu yang secara khusus mengalami level

stress yang tinggi. 2) PTG terjadi disertai dengan transformasi perubahan

hidup individu. 3) PTG merupakan hasil dari pengalaman traumatis, bukan

sebuah bentuk koping. 4) PTG dapat dikatakan sebagai perubahan dari

kehidupan seseorang yang mengalami trauma.

Tedeschi & Calhoun (2004) juga memaparkan dimensi-dimensi PTG

sebagai berikut:

1. Kekuatan Pribadi (Personal Strength) ialah kemampuan menerima secara

positif pengalaman trauma tersebut dan dapat mengatasi tantangan hidup,

serta mampu bangkit menjadi lebih kuat, mandiri, percaya pada

kemampuan diri sendiri, juga lebih dewasa dalam menjalani hidup.

Individu yang mengalami posttraumatic growth akan lebih yakin pada diri

sendiri dalam mengatasi berbagai hal yang dialami dan memiliki pola pikir

bahwa ia dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih baik termasuk

dalam menyelesaikan permasalahan hidup. Dalam dimensi ini, individu

mampu merefleksikan bahwa bila dirinya dapat mengatasi hal buruk yang

terjadi (pengalaman traumatis) maka ia akan mampu untuk mengatasi

tantangan dalam hidupnya.

2. Kemungkinan Baru (New Possibilities) adalah keinginan untuk mengubah

tujuan hidup sesuai kemungkinan baru yang ditemui, menjadi individu

yang fokus pada di sini dan saat ini (here and now), juga bersemangat

untuk menemukan dan menjalani berbagai kesempatan, peran, maupun

hubungan baru dalam hidup. Dalam dimensi ini, individu mengusahakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

20

perubahan yang lebih baik bagi kehidupannya setelah menemukan

kesempatan atau peluang baru setelah melewati pengalaman traumatis.

Individu juga mampu untuk memahami sesuatu yang dapat menjadi

peluang bagi dirinya dalam melanjutkan kehidupannya.

3. Hubungan dengan Orang lain (Relating to Others) yaitu peningkatan

kedalaman hubungan yang lebih baik dengan orang lain dalam hubungan

kekeluargaan, persahabatan, maupun kekerabatan. Individu menjadi lebih

dekat, lebih intim, dan hubungannya terasa lebih bermakna dengan orang

lain. Mereka mampu untuk memaknai pentingnya relasi dengan orang lain

di sekitarnya dan menjadi lebih empati pada siapa saja yang mengalami

hal yang buruk atau tidak menyenangkan.

4. Penghargaan terhadap Hidup (Appreciation of Life) adalah kemampuan

merefleksikan secara lebih mendalam mengenai hidup dan kehidupan

bahkan juga kematian, menjadi lebih menikmati hidup, dan memiliki

filosofi hidup baru yang lebih bermakna. Dalam dimensi ini, individu

menjadi lebih memaknai setiap waktu yang dilaluinya. Mereka menjadi

sangat menghargai setiap pengalaman, atau apapun yang dimiliki dan

dilaluinya, sekecil apapun itu akan terasa sangat berarti.

5. Perubahan Spiritual (Spiritual Change) ialah kemampuan memaknai

secara positif mengenai dimensi transcendental dalam hal ini terkait

dengan religiositas sehingga individu menjadi lebih mendekatkan diri dan

aktif berpartisipasi pada hal-hal rohani. Individu memiliki peningkatan

rasa syukur atas kehidupan personalnya disertai dengan penguatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

21

keyakinan terhadapan kehidupan rohaninya. Hal tersebut muncul saat

individu mencoba memahami dan memaknai peristiwa traumatis yang

dialami. Mereka akan merasa penting dan butuh untuk lebih baik dalam

kehidupan dan nilai-nilai spiritual, juga diiringi dengan usaha

mendekatkan diri dalam segala sesuatu yang terkait dengan hal rohani

sesuai iman dan kepercayaannya dengan tujuan lebih memaknai hidup

yang dijalani sesuai dengan agama yang diyakini.

Dimensi-dimensi tersebut yang kemudian menjadi dasar untuk

mengetahui pencapaian PTG pada individu setelah melalui peristiwa

traumatis. Apabila seorang individu mengalami perubahan menuju ke arah

lebih baik atau lebih positif maka ia telah mencapai PTG. Individu akan

cenderung merasa bahwa penderitaan dari peristiwa buruk yang dialami tidak

perlu mempunyai implikasi negatif untuk masa depannya, dan individu

mampu menemukan beberapa elemen seperti dimensi-dimensi PTG sebagai

pertumbuhan personal dalam dirinya (Foa et al, 1999).

D. Kerangka Konseptual

Puncak dari konflik berkepanjangan di Timor Timur adalah setelah

keluar keputusan mengenai hasil jajak pendapat yang dilakukan untuk

penentuan nasib provinsi termuda Indonesia kala itu. Para penyintas melalui

berbagai tragedi yang memaksa mereka mencari tempat lain demi

memperoleh rasa aman. Wilayah paling memungkinkan untuk menjadi tujuan

mengungsi adalah Timor Barat, bagian dari provinsi Nusa Tenggara Timur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

22

Setelah menghadapi extreme stressor di kampung halaman, para penyintas

terutama yang merupakan orang asli Timor Timur masih harus melalui

peliknya perjuangan memulai hidup yang baru. Meninggalkan kampung

halaman, harta benda, bahkan sanak saudara dan keluarga, lalu melakukan

perjalanan panjang dengan penuh kecemasan semakin memperburuk keadaan

psikis mereka. Tidak sedikit yang akhirnya menyerah pada keadaan penuh

tekanan dan jatuh sakit bahkan meninggal dunia, sedangkan yang mampu

bertahan pun terus diliputi trauma. Mereka enggan kembali ke Timor Timur

karena ada ketakutan akan menghadapi situasi yang sama dengan

sebelumnya. Adapula yang sering merasa takut apabila mendengar atau

menyaksikan kekerasan bersenjata.

Permasalahan yang dihadapi tidak hanya sampai di situ saja, kesulitan

ekonomi, relasi cenderung buruk dengan warga lokal maupun sesama

penyintas yang kadang berkonflik turut menambah catatan panjang

penderitaan mereka. Peneliti menduga peristiwa trauma yang dihadapi dan

menimbulkan kehancuran tersebut menjadi proses bagi mereka yang bertahan

untuk terus memperjuangkan kesejahteraan dan memulai hidup baru sembari

berupaya damai dengan rasa traumanya. Keberhasilan mereka untuk

mempertahankan hidup dan kehidupannya juga memungkinkan para

penyintas mencapai PTG.

PTG merupakan hasil positif dari perjuangan seseorang setelah

menghadapi pengalaman buruk atau penderitaan secara pribadi, sedangkan

prosesnya berupa suatu peristiwa traumatis yang mengakibatkan kehancuran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

23

pada individu dan memunculkan tantangan serta tujuan lebih tinggi yaitu

mengelola tekanan emosional (Tedeschi & Calhoun, 2004). Individu juga

tidak mengakhiri gejala traumatis yang mereka alami, namun menunjukkan

bahwa mereka sudah beradaptasi dengan trauma dan mampu meningkatkan

fungsi psikologis pada dimensi-dimensi PTG (Tedeschi & Calhoun, 2004;

Zoellner & Maercker, 2006).

Melalui penelitian ini, peneliti berharap mampu melihat pengalaman

penyintas konflik Timor Timur yang telah menjadi Warga Negara Indonesia

melalui dimensi-dimensi PTG yang selanjutnya dapat menunjukkan

gambaran sejauh mana para penyintas ini telah mencapai PTG. Dengan

demikian, penelitian ini pun sebisa mungkin membantu para penyintas

tersebut menyadari berbagai perubahan positif yang secara signifikan terjadi

dalam diri dan kehidupan mereka meskipun dengan proses serta perjuangan

yang berat.

Kesulitan di

Tempat

Pengungsian

Timbul

Konflik dan

Kekacauan

Referendum

Timor

Timur 1999

Masyarakat

Mengalami

Persekusi &

Mengungsi Posttraumatic

Growth Trauma

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ialah

penelitian yang mencoba mendeskripsikan dan menafsirkan aneka

pengalaman orang atau kelompok orang sebagaimana orang-orang itu sendiri

menghadapi, menggeluti, dan menghayati aneka situasi kehidupan

(Supratiknya, 2018). Penelitian Kualitatif melibatkan penggunaan dan

pengumpulan berbagai bahan empiris (studi kasus, pengalaman pribadi,

intropeksi, riwayat, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksi, dan

visual) yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya

dalam kehidupan individual atau kolektif (Salim, 2001 dalam Prastowo,

2014). Metode ini mengungkapkan pengalaman dengan menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari partisipan terkait (Bodgen

& Taylor, 1975 dalam Basrowi & Suwandi, 2008). Pengalaman tersebut

berfokus pada proses pemaknaan yang disampaikan oleh para partisipan

mengenai isu penelitian (Creswell, 2014).

Desain penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif (AIK) dengan

pendekatan deduktif terarah yaitu metode penelitian untuk menafsirkan secara

subjektif isi data yang berupa teks melalui proses klasifikasi sistematik

berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian aneka tema atau pola

(Hsieh & Shannon, 2005 dalam Supratiknya, 2015). Peneliti memilih model

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

25

pendekatan tersebut karena cocok diterapkan apabila telah ada teori maupun

hasil-hasil penelitian tertentu tentang suatu fenomena (Supratiknya, 2015).

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk memahami dunia informan

berdasarkan pemaknaan idiosinkratik sebagai ‘personal life world’ atau

pengalaman pribadi mengenai trauma menggunakan kategori gejala menurut

Herman dan sejauh mana pencapaian posttraumatic growth berdasarkan teori

Tedeschi & Calhoun.

Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat pengalaman trauma dan

gambaran pencapaian posttraumatic growth dalam konteks dan informan baru

yaitu penyintas konflik Timor Timur 1999 yang telah menjadi Warga Negara

Indonesia dan berdomisili atau menetap di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Dengan demikian, peneliti akan menggunakan prosedur pengambilan data

berupa wawancara semi terstruktur dan diharapkan bisa mendorong informan

agar bersedia mengungkapkan pengalamannya secara personal serta

mendalam. Peneliti juga berharap melalui proses wawancara yang dilakukan,

dapat ditemukan wilayah-wilayah pengalaman yang lebih luas sehingga

memperkaya data. Analisis data diawali dengan mentranskripsikan data lisan

atau rekaman elektronik menjadi teks tertulis atau dokumen. Selanjutnya

dengan analisis isi kualitatif (AIK), teks atau kata-kata tersebut

dikelompokkan dalam beberapa kategori. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan deskripsi yang padat dan kaya tentang fenomena yang diteliti

(Supratiknya, 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

26

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah gambaran Posttraumatic Growth

pada penyintas konflik Timor Timur 1999 yang telah menetap di Kabupaten

Timor Tengah Selatan. Posttraumatic Growth merupakan perubahan positif

individu sebagai hasil dari perjuangan yang tinggi untuk mengatasi situasi

hidup yang menantang akibat pengalaman traumatis (Tedeschi & Calhoun,

2004). Penelitian ini diharapkan mampu menemukan seperti apa trauma yang

dialami penyintas konflik berdasarkan gejala trauma oleh Herman (1992)

yaitu hyperarousal atau kewaspadaan yang berlebihan, intrusion atau kondisi

mudah terganggu, dan constriction atau bersikap pasrah. Selanjutnya, akan

diuangkap sejauh mana pengalaman penyintas mencapai posttraumatic

growth dalam dimensi-dimensi Posttraumatic Growth yang dikemukakan

oleh Tedeschi & Calhoun (2004) antara lain: (1) Kekuatan pribadi

(personal strength) yaitu kemampuan bangkit dari trauma dan menjadi

individu yang lebih kuat, (2) Kemungkinan baru (new possibilities) yaitu

keinginan mengubah tujuan hidup dan berfokus pada di sini dan saat ini, (3)

Hubungan dengan orang lain (relating to others) yaitu peningkatan

kemampuan berelasi dengan orang lain, (4) Penghargaan terhadap hidup

(appreciation of life) yaitu kemampuan merefleksikan secara mendalam

mengenai hidup dan kehidupan serta memiliki filosofi hidup baru yang lebih

bermakna, dan (5) Perubahan spiritual (spiritual chance) yaitu kemampuan

memaknai secara positif mengenai dimensi transcendental dalam hal ini

terkait religiositas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

27

C. Informan

Peneliti memilih informan yang berdomisili di wilayah Kabupaten

Timor Tengah Selatan, di mana terdapat kurang lebih 5 lokasi yang

merupakan kamp pengungsian utama pada masa awal paska Referendum

Timor Timur 1999. Peneliti melakukan wawancara dengan ketua

Perhimpunan Timor Timur Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk

menghimpun data sebagai gambaran umum dari informan. Kemudian

diperoleh gambaran umum bahwa para penyintas yang telah menetap di

wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan telah tersebar di hampir semua

kecamatan di Kabupaten tersebut. Akan tetapi yang terbanyak adalah pada 2

Kecamatan yang dulunya terdapat kamp-kamp pengungsian utama yaitu,

Kecamatan Amanuban Barat dan Kecamatan Mollo Barat. Berdasarkan

informasi yang diperoleh, total kurang lebih sebanyak 200KK yang

merupakan penyintas asli Timor Timur berusia antara 40-65 tahun sesuai

kriteria informan dalam penelitian ini. Semua penyintas tersebut pun

merupakan orang-orang yang mengungsi paska referendum tanpa persiapan,

dengan kata lain para penyintas ini mengungsi untuk mencari rasa aman

akibat tak lagi mampu menghadapi ketakutan akibat konflik di daerah asal

mereka.

Ketua Perhimpunan kemudian merekomendasikan 10 orang yang dirasa

sesuai untuk menjadi informan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dari 10

orang yang disarankan, peneliti menetapkan 4 orang sebagai informan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

28

dasar bahwa jumlah tersebut telah cukup memadai untuk mencapai titik

redundansi. Peneliti pun merasa jumlah tersebut sesuai dengan kemampuan

peneliti dalam melakukan pengumpulan data, sebab yang terpenting adalah

bagaimana sampel diperoleh serta kualitas, panjang dan kedalaman data

wawancara, juga tersedianya evidensi yang beragam bukan besarnya sampel

(Supratiknya, 2018). Pemilihan sample yang dilakukan ialah dengan

criterion-based atau berdasarkan kriteria tertentu (Morrow, 2005, dalam

Supratiknya, 2018). Kriteria tersebut adalah (1) merupakan orang asli Timor

Timur yamg lahir dan tinggal di Timor Timur pra referendum kemudian

mengungsi dan menetap di wilayah Timor Tengah Selatan paska referendum,

(2) meninggalkan harta benda dan sanak saudara di Timor Timur, (3)

dirundung ketakutan saat konflik maupun mengungsi, (4) berusia antara 40-

65 tahun, (5) memiliki kehidupan sosial-ekonomi yang berkembang

(berdasarkan pengamatan ketua perhimpunan), serta (6) mampu

berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Indonesia.

D. Peran Peneliti

Peneliti berperan sebagai instrumen kunci dalam penelitian ini. Hal

tersebut berarti bahwa peneliti memainkan peranan penting dalam

pengambilan data. Dalam penelitian ini penelitilah yang menjalin kontak

secara intensif dengan informan, kemudian turun sendiri ke lokasi penelitian

untuk mengumpulkan data dengan mewawancarai informan berbekal sebuah

protokol, yaitu instrumen pengumpulan data berupa pedoman wawancara atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

29

pedoman observasi (Supratiknya, 2015). Dengan demikian, peneliti pula yang

berperan menangkap suara informan kemudian mengolahnya. Penelitian ini

juga menekankan peneliti memperoleh data yang kredibel berdasarkan sudut

pandang informan, sehingga peneliti harus berusaha menyerap dan atau

menangkap makna mengenai isu yang diteliti sebagaimana diyakini dan

dihayati oleh para informan (Supratiknya, 2015).

Dalam penelitian ini peneliti memilih kediaman informan sebagai lokasi

penelitian karena peneliti merasa bahwa rumah informan merupakan tempat

yang nyaman untuk menceritakan pengalamannya secara lebih terbuka dan

bebas. Potensi paling buruk yang bisa terjadi dari penelitian ini adalah

munculnya rasa sedih atau perasaan-perasaan lain ketika mengingat kembali

peristiwa dan atau pengalaman yang menggugah perasaan informan saat

berada dalam situasi konflik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, peneliti

melakukan rapport yaitu dengan pendekatan atau pertemuan yang intens

sebagai upaya memastikan bahwa kondisi informan memungkinkan untuk

proses pengambilan data. Pada saat proses pengambilan data berlangsung,

ketika informan mengalami perasaan sedih karena mengingat pengalaman

kurang menyenangkan maka peneliti memberi jeda waktu bagi informan untuk

menenangkan diri. Selanjutnya, peneliti akan mengonfirmasi pada informan

untuk melanjutkan proses wawancara atau menundanya. Peneliti mencoba

memahami kehidupan sehari-hari dari informan dengan tujuan dapat

mengalihkan pokok pembahasan lain sebelum akhirnya menutup proses

wawancara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

30

E. Metode Pengambilan Data

Metode utama pengambilan data dalam penelitian ini adalah

wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu dan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan serta terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut (Moleong, 2015). Metode wawancara yang dilakukan

adalah semi terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan wawancara

yang disusun dan dapat dimodifikasi berdasarkan respon atau jawaban

informan sehingga memungkinkan peneliti serta informan melakukan dialog.

Di samping itu, peneliti dapat menyelidiki lebih jauh tentang hal-hal menarik

dan penting yang mungkin muncul dalam wawancara.

Sebelum wawancara dilakukan, ada beberapa langkah yang digunakan

agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahapan pelaksanaan

wawancara tersebut adalah:

1. Mencari informan yang sesuai dengan kriteria dan bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian. Pencarian informan ini dimulai dengan

menghubungi pihak-pihak yang terkait, kemudian menjalin komunikasi

agar menemukan informan yang tepat.

2. Membangun rapport, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang

akan dilakukan, serta memastikan kembali kesediaan informan untuk turut

serta dalam penelitian.

3. Menyusun kesepakatan jadwal dilaksanakannya wawancara antara peneliti

dan informan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

31

4. Melaksanakan wawancara sesuai kesepakatan peneliti dan informan,

dalam hal ini peneliti menggunakan alat bantuan yaitu perekam digital

(digital recorder). Peneliti juga mencatat perilaku nonverbal dari informan

selama proses wawancara berlangsung. Setelah semua data terkumpul,

peneliti melakukan transkrip wawancara dari hasil rekaman tersebut.

Di samping itu, sebelum pelaksanaan wawancara, peneliti

mempersiapkan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk

diajukan peneliti pada informan dan pedoman tersebut berdasarkan rumusan

masalah serta teori yang digunakan oleh peneliti. Berikut adalah pedoman

wawancara yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Pertanyaan Utama

a. Coba ceritakan perjalanan dan perubahan hidup yang Bapak/Ibu alami

sejak masih di Timor Timur hingga saat ini memilih menjadi Warga

Negara Indonesia dan menetap di wilayah Timor Tengah Selatan?

2. Pertanyaan Probing

a. Trauma

Bagaimana situasi yang Bapak/Ibu hadapi saat terjadi konflik

Timor Timur hingga proses perjalanan sampai menetap di sini?

Apakah hal tersebut merupakan salah satu pengalaman terburuk

dalam hidup Bapak/Ibu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

32

b. Posttraumatic Growth

Kekuatan Pribadi (Personal Strength)

Bagaimana Bapak/Ibu menerima semua pengalaman yang terjadi

sejak konflik 1999 hingga saat ini?

Kemungkinan Baru (New Possibilities)

Apakah Bapak/Ibu memiliki keinginan-keinginan baru dan merasa

lebih mampu untuk melihat banyak peluang baru dalam hidup

Bapak/Ibu setelah konflik 1999?

Hubungan dengan Orang lain (Relating to Others)

Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terkait relasi saudara dengan

keluarga, sahabat, dan kerabat sebelum konflik Timor Timur

terjadi?

Penghargaan terhadap Hidup (Appreciation of Life)

Bagaimana Bapak/Ibu memaknai kehidupan Bapak/Ibu hari lepas

hari terutama setelah konflik 1999 terjadi?

Perubahan Spiritual (Spiritual Change)

Bagaimana kehidupan spiritual dan religiusitas Bapak/Ibu setelah

konflik hingga saat ini?

3. Pertanyaan Penutup

a. Apakah ada hal lain yang ingin diceritakan mengenai pengalaman

hidup Bapak/Ibu?

b. Bagaimana Bapak/Ibu menilai diri dan kehidupan yang dijalani saat

ini?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

33

F. Analisis dan Interpretasi

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kualitatif (AIK) dalam

melakukan analisis data. Analisis isi kualitatif merupakan metode untuk

menganalisis pesan-pesan komunikasi yang bersifat lisan, tertulis, atau visual

(Supratiknya, 2015). Penelitian ini menghasilkan data berupa transkripsi dari

hasil wawancara. Setelah ditranskripsi maka data akan dikumpulkan menjadi

satuan analisis. Data-data hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan

berdasarkan kesamaan makna sehingga diperoleh suatu deskripsi yang padat

terhadap fenomena yang sedang diteliti (Elo & Kyngas, 2008 dalam

Supratiknya, 2015).

Analisis isi kualitatif (AIK) dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan deduktif terarah dengan proses analisis yang dilakukan mengikuti

langkah-langkah berikut (Supratiknya, 2018):

1. Membaca secara berulang-ulang corpus data berupa transkripsi

verbatim informan yang dikumpulkan melalui wawancara semi

terstruktur;

2. Melakukan initial coding atau menemukan kode-kode tertentu dalam

transkripsi verbatim secara induktif baris demi baris (inductive, line-by-

line approach);

3. Mengelompokkan kode-kode ke dalam tema/kategori/kriteria yaitu

sejenis konsep besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan

kode, dan bertujuan menemukan sejenis narasi analitik yang koheren

dari keseluruhan corpus data;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

34

4. Memperhalus atau mempertajam analisis dengan cara menempatkan

tema-tema dalam susunan hierarkis tertentu menjadi tema-tema besar

dan sub-sub tema yang selanjutnya diberi label atau nama, masing-

masing sub tema dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang dicuplik dari

transkripsi verbatim sebagai bukti atau pendukung, sehingga diperoleh

narasi yang utuh mengenai fenomena yang diteliti.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, berikut kategori/kriteria yang

digunakan dalam koding (Tabel 1 & Tabel 2):

Tabel 1.

Kriteria Koding Trauma

Trauma

a. Hyperarousal Mudah terkejut

Bereaksi sangat peka atau sensitive terhadap gangguan

kecil

Mengalami tidur yang tidak lelap

Merasakan jantung berdegub kencang ketika dihadapkan

pada stimulus yang terkait peristiwa traumatis

b. Intrusion Mudah terganggu atau flash back pada ingatan akan

peristiwa traumatis

Mengalami mimpi buruk

Memiliki keinginan melawan atau membalas

Menarik diri dari relasi atau keterikatan dengan orang lain

c. Constriction Pasrah akan pengalaman traumatis yang dialami

Seolah menolak terjadinya peristiwa traumatis

Muncul magical thinking yang mempengaruhi rencana

masa depannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

35

Tabel 2.

Kriteria Koding Posttraumatic Growth

Posttraumatic Growth

a. Kekuatan Pribadi

(Personal Strength)

Menerima secara positif pengalaman trauma

yang dialami

Mengatasi tantangan hidup dan menjadi lebih

kuat, mandiri, serta percaya pada kemampuan

diri sendiri

Merasa lebih baik dalam melakukan banyak hal

Memiliki keyakinan dalam diri untuk mengatasi

kesulitan-kesulitan hidup setelah mampu

menghadapi peristiwa traumatis

b. Kemungkinan

Baru

(New Possibilities)

Memiliki keinginan mengubah tujuan hidup

sesuai kemugkinan baru yang ditemui

Fokus pada keadaan di sini dan saat ini

Memiliki semangat untuk menemukan dan

menjalani berbagai kesempatan, peran, maupun

hubungan baru yang datang dalam hidup

Mengusahakan perubahan yang lebih baik bagi

kehidupannya setelah menemukan kesempatan

atau peluang baru

Memahami sesuatu yang dapat menjadi peluang

untuk menjalani hidup

c. Hubungan Dengan

Orang lain

(Relating to Others)

Memiliki kedalaman hubungan yang lebih baik,

lebih dekat dan atau intim dengan orang lain

(keluarga, sahabat, kerabat)

Mengalami peningkatan dalam berempati pada

orang lain di sekitarnya

Memahami kebermaknaan hubungan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

36

saling membutuhkan dengan orang

d. Penghargaan

Terhadap Hidup

(Appreciation

of Life)

Mampu merefleksikan mengenai hidup dan

kehidupan secara lebih mendalam

Menikmati hari-hari hidup

Memiliki filosofi hidup baru yang lebih

bermakna

Menghargai dan memaknai setiap pengalaman

yang dialami sekecil apapun itu

e. Perubahan

Spiritual

(Spiritual Change)

Memaknai secara positif mengenai dimensi

transcendental (religiositas)

Mengalami peningkatan dalam rasa syukur dan

keyakinan yang lebih baik dalam kehidupan

rohani

Mendekatkan diri pada berbagai hal yang

bersifat religi untuk memperkuat iman serta

keyakinan

G. Kredibilitas Data

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa cara untuk memastikan data

yang diperoleh dapat dipercaya atau kredibel. Pertama, dengan melakukan

member checking atau pengecekan bersama informan setelah data dirumuskan

ke dalam tema-tema. Peneliti menanyakan kembali kepada informan untuk

mengetahui apakah tema-tema yang telah dirumuskan tersebut sudah akurat

atau sesuai dengan diri informan. Kedua, peneliti menggunakan thick

description, yaitu deskripsi mendalam dengan memaparkan secara rinci setting

mulai dari latar belakang informan hingga kondisi lokasi penelitian dan

dinamika ketika melakukan wawancara. Dengan demikian, hasil-hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

37

penelitian menjadi lebih realistik dan dapat dipercaya (Supratiknya, 2015).

Dalam penelitian ini, peneliti juga terlibat dan mengenal informan dalam waktu

cukup lama (prolonged engagement). Peneliti juga menggunakan bantuan peer

debriefer, yaitu review oleh teman sejawat untuk proses akurasi laporan

penelitian.

Penelitian ini juga menggunakan dua strategi dalam pengujian

konsistensi hasil. Strategi pertama yang dilakukan adalah dengan memeriksa

berulang kali transkrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak ada

kekeliruan maupun kesalahan dalam proses transkripi. Strategi kedua yang

dilakukan adalah membandingkan data dengan kode-kode yang telah

dirumuskan. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergeseran makna kode-kode

yang bisa saja terjadi selama proses transkripsi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 dan bulan

November 2019. Proses pengumpulan data menggunakan metode wawancara

yang dilakukan oleh peneliti sendiri pada keempat penyintas konflik Timor

Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wawancara dilaksanakan

secara terpisah yang bertujuan untuk tidak menyulitkan informan. Durasi

waktu wawancara bervariasi antara 1 sampai dengan 2 jam. Berikut ini

merupakan rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara yang

disajikan dalam Tabel 3 :

Tabel 3.

Lokasi dan Tempat Pelaksanaan Wawancara

No. Informan Waktu Lokasi

1 Inf. I 19 Agustus 2018

11 November 2018

Rumah Informan I

Rumah Informan I

2 Inf. II 20 Agustus 2018

12 November 2018

Rumah Informan II

Rumah Informan II

3 Inf. III 21 Agustus 2018

17 November 2018

Rumah Informan III

Rumah Informan III

4 Inf. IV 21 Agustus 2018

18 November 2018

Rumah Informan IV

Rumah Informan IV

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

39

B. Latar Belakang Informan dan Dinamika Proses Wawancara

Berikut merupakan data demografi informan yang disajikan dalam Tabel 4:

Tabel 4.

Data Demografi Informan

No Keterangan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

1 Inisial Inf. I Inf. II Inf. III Inf. IV

2 Usia 44 tahun 47 tahun 48 tahun 46 tahun

3 Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki

4 Agama Katolik Katolik Protestan Katolik

5 Pendidikan

Terakhir

SMA SMP SMA SMP

6 Pekerjaan Wiraswasta Petani Wiraswasta Petani

7

Status

Perkawinan

Menikah Menikah Menikah Menikah

8 Asal Laga Baucau Viqueque Baucau

Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menemui langsung para

informan secara personal. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan

secara garis besar mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diketahui oleh

para informan. Masing-masing informan telah menyetujui untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini yang dibuktikan dengan surat pernyataan persetujuan

(informed consent). Surat pernyataan tersebut mencakup pemberian informasi

lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini, termasuk resiko-

resiko dan kesediaan informan untuk berpartisipasi setelah mengetahui informasi-

informasi terkait yang perlu untuk diketahui.

Informan Pertama berinisial Inf. I adalah seorang perempuan berusia 44

tahun, merupakan orang asli Timor Timur yang mengungsi ke Timor bagian Barat

tepatnya Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan paska

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

40

jajak pendapat tahun 1999. Setelah kurang lebih 2 tahun di tempat pengungsian,

Pemerintah kembali membuat kebijakan yaitu hak memilih tetap sebagai Warga

Negara Indonesia atau dipulangkan ke Timor Timur. Inf. I beserta sang suami

kemudian memilih untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia yang berarti

bahwa tidak ingin kembali ke kampung halaman. Alasannya saat itu ialah Inf. I

merasa lebih aman dan kondusif berada di wilayah tempat tinggal yang baru

dibandingkan dengan sebelumnya. Situasi yang harus dihadapi saat berada di

Timor Timur menimbulkan perasaan yang tidak aman dan nyaman sehingga Inf. I

enggan untuk kembali karena takut akan terulang lagi. Pasalnya kondisi kerusuhan

di Timor Timur sangat membekas dalam ingatan Inf. I yang kala itu harus

memilih mengungsi demi keselamatannya beserta anak balita dan bayi yang masih

dalam kandungan. Kehamilan yang telah berada di trimester akhir memang

menjadi pertimbangan utama Inf. I untuk mengungsi. Sebabnya adalah fasilitas

kesehatan yang jelas tak lagi memadai akibat menjamurnya kerusuhan hampir di

seluruh wilayah Timor Timur saat itu. Terlebih, suami dari Inf. I bekerja

membantu para TNI dan termasuk dalam kelompok pro integrasi sehingga

memantapkan keputusan keluar dari Timor Timur.

Meninggalkan Timor Timur menjadi suatu keputusan yang sulit bagi Inf. I

karena bagaimanapun juga di sanalah tanah kelahiran sekaligus tanah leluhur. Inf.

I pun sadar benar bahwa kemenangan kelompok pro kemerdekaan dalam jajak

pendapat menjadi ancaman baginya dan keluarga. Meskipun tidak secara langsung

berhadapan dengan keberingasan orang-orang yang saling serang, namun Inf. I

mengaku terus dirundung ketakutan. Menurut Inf. I, dari banyaknya konflik yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

41

terus menerus terjadi di Timor Timur selama masa hidupnya di sana, situasi paska

jajak pendapat tahun 1999 tersebut adalah yang terparah. Hal tersebut membuat

Inf. I merasa kehilangan rasa aman dan nyaman, yang pada akhirnya

mengantarkan pada keputusan mengungsi dengan harapan dapat memperoleh

kehidupan yang lebih terjamin dalam segala aspek. Nyatanya Inf. I menuturkan

bahwa ia dan keluarga masih terus mengalami kesulitan hidup pada masa awal

mengungsi. Mengorbankan harta benda bahkan meninggalkan keluarga ternyata

tak lantas terbayar dengan kehidupan yang layak. Tiba di tempat pengungsian, Inf.

I harus tinggal bersama dengan belasan kepala keluarga lainnya dengan fasilitas

seadanya dan berhadapan dengan sesama pengungsi yang mengalami stress berat,

bahkan meninggal dunia. Semua hal tersebut sempat membuat Inf. I hampir putus

asa, namun dengan dukungan sang suami serta anak-anaknya yang masih kecil

menjadi alasan Inf. I untuk bangkit dari keterpurukan dan rasa traumanya.

Bersama sang suami, Inf. I membangun komitmen untuk menjalani hidup

baru yang optimis. Keduanya bersepakat hidup dalam damai dengan semua orang,

baik sesama warga Ex Timor Timur maupun warga lokal. Inf. I sangat menjaga

relasi dengan orang-orang di sekitarnya karena menyadari pentingnya kehidupan

sosial yang saling membutuhkan. Di masa awal saat berupaya membangun

kehidupannya yang sulit, Inf. I juga tidak segan mengajak tetangga dan kerabat

bergotong royong memulai usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inf. I

selalu berupaya melihat peluang apa yang dapat dilakukannya sehingga tidak

hanya terpaku pada satu sumber penghasilan. Terlebih lagi, seiring berjalannya

waktu, Inf. I dikaruniai 6 buah hati sehingga masa depan anak-anaknya menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

42

motivasi utama dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Diakuinya, dalam

hal materi, Inf. I merasa jauh lebih cukup saat berada di Timor Timur. Meskipun

demikian, hal tersebut juga membuatnya menjadi kurang berinovasi dan tetap

berada di zona nyaman. Sedangkan dengan adanya pengalaman mengungsi di

tempat baru, ia merasa menjadi jauh lebih kreatif dan inovatif bahkan lebih

mampu menghadapi berbagai persoalan hidup.

Tahun-tahun berlalu, Inf. I kini semakin merasa nyaman dalam

kehidupannya bersama keluarga. Bukan hanya secara materi, Inf. I mengaku

bangga dengan hidup yang dijalani saat ini. Terutama anak-anaknya yang dapat

memperoleh pendidikan yang baik dan tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung

jawab serta prihatin dengan kondisi keluarga. Bagi Inf. I, hal tersebut juga tidak

terlepas dari kehidupan rohaninya yang senantiasa mengandalkan Tuhan. Saat

harus berhadapan dengan kesulitan hidup, Inf. I percaya bahwa ada kekuatan lain

yaitu kekuatan dari Tuhan yang seolah menjadi mujizat tak terduga baginya

beserta keluarga. Meski demikian, Inf. I juga tidak terus berserah menanti mujizat

karena baginya ia dan keluarga tetap harus berjuang dalam hidup, tidak boleh

menyerah karena selalu ada jalan keluar bagi setiap persoalan.

Wawancara dengan Inf. I dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 19

Agustus 2018 dan 11 November 2018. Wawancara pertama dilakukan di ruang

tamu rumah Inf. I dan berlangsung selama kurang lebih dua jam. Pada wawancara

pertama ini, Inf. I mengenakan baju kaos yang ditutupi jaket berwarna hitam

dengan celana cokelat selutut. Situasi wawancara sangat kondusif karena hanya

ada dua orang anak Inf. I yang sedang tidur, sedangkan sang suami sedang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

43

melakukan perjalanan kerja ke Timor Leste dan anak-anak lainnya sedang

menuntut ilmu di luar kota. Inf. I tampak antusias untuk wawancara ini yang

ditandai dengan sangat memperhatikan sembari mengangguk pertanda beliau

paham saat peneliti menjelaskan tujuan serta mengenai proses yang akan

berlangsung hingga saat peneliti mulai mengajukan pertanyaan. Inf. I sangat jelas

dalam menjawab pertanyaan dan bercerita sehingga peneliti tidak perlu

mengulang maupun memperjelas pertanyaan, kecuali untuk mengkonfirmasi apa

yang disampaikan oleh Inf. I.

Wawancara kedua berlangsung selama kurang lebih satu jam dua puluh

menit juga di ruang tamu rumah Inf. I. Saat proses wawancara, Inf. I mengenakan

baju kaos berwarna cokelat dan celana jeans 7/8. Kondisi di tempat wawancara

cukup kondusif meskipun sesekali dilalui oleh anak-anak Inf. I yang masih

berusia di bawah 10 tahun, dan di salah satu sudut ruangan terdapat seorang nenek

yang adalah ibu dari Inf. I sedang menonton televisi namun dengan volume yang

kecil sehingga tidak mengganggu wawancara. Sama seperti sebelumnya, Inf. I

tampak antusias untuk wawancara ini dan lebih tenang dalam berbicara, peneliti

pun tidak perlu mengulangi pertanyaan. Wawancara berlangsung lancar dan

setelah informasi yang diperoleh dirasa cukup, peneliti mengakhirnya namun

dilanjutkan dengan berbincang hal-hal lain yang tidak lagi berkaitan dengan

penelitian ini.

Informan Kedua berinisial Inf. II seorang perempuan berusia 47 tahun

yang merupakan orang asli Timor Timur yang mengungsi paska jajak pendapat

tahun 1999 dan menetap di Nulle, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

44

Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Bersama ribuan kepala keluarga lainnya,

Inf. II turut memilih tetap sebagai Warga Negara Indonesia saat diberikan pilihan

oleh pemerintah pada tahun 2001. Sama halnya dengan Inf. I, Inf. II memiliki

suami yang bekerja membantu para TNI dan termasuk dalam kelompok pro

integrasi. Pada masa perjuangan tersebut, sang suami bekerja sebagai supir untuk

kendaraan para TNI sehingga sering untuk bepergian. Paska jajak pendapat yaitu

bulan September 1999, kerusuhan mulai gencar di beberapa wilayah Timor Timur

tak terkecuali di desa tempat tinggal Inf. II. Meskipun tidak sebrutal di ibukota,

namun Inf. II mengaku sering mendengar suara tembakan dan bunyi-bunyian

kendaraan yang saling serang. Hal tersebut menimbulkan rasa ketakutan yang luar

biasa, terlebih saat sang suami sedang bekerja. Oleh karena itu, Inf. II pernah

memboyong anak-anaknya yang masih balita kala itu untuk bersembunyi di hutan.

Hingga pada akhirnya, sang suami datang menjemput untuk mengungsi terlebih

dahulu melalui jalur udara sedangkan suami dari Inf. II menyusul melalui

perjalanan darat.

Inf. II melakukan perjalanan untuk mengungsi tanpa didampingi suami,

bahkan tanpa membawa barang apapun kecuali sejumlah uang dan panci untuk

memasak bubur bagi anak balitanya. Kala itu, Inf. II ikut bersama rombongan

pengungsi menempati penampungan sementara di Kabupaten Kupang selama

kurang lebih 1 minggu sebelum akhirnya dijemput sang suami menuju Kabupaten

Timor Tengah Selatan. Tiba di tempat yang sama sekali belum pernah

dikunjunginya dengan keadaan yang memprihatinkan semakin menambah beban

pikiran Inf. II yang membuatnya sering menangis. Bahkan diakui Inf. II, ia sampai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

45

kesulitan mengontrol pikiran dan tidurnya pun terganggu saat harus memulai

kembali kehidupan di tempat baru. Masih merasa bimbang antara menetap dan

kembali ke tanah kelahiran juga menjadi hal yang terus dipikirkan Inf. II, hingga

ia hanya mengurung diri di dalam rumah dan tak ingin berinteraksi dengan orang-

orang sekitar.

Hidupnya mulai berubah ketika anaknya mengalami sakit parah dan Inf. II

menyadari bahwa ia harus bangkit dari keterpurukannya. Terlebih, bantuan

pemerintah yang akan segera dihentikan membuatInf. II berupaya menemukan

solusi untuk memulai hidup baru di tempat tinggal barunya tersebut. Inf. II juga

mulai menerima kondisi hidup yang harus dimulai dari nol dan tak lagi ingin

kembali ke Timor Timur. Bagi Inf. II keamanan yang terjamin di wilayah Timor

Tengah Selatan dapat membantunya dan keluarga mengupayakan kehidupan yang

lebih baik untuk masa depan anak-anaknya. Inf. II pun memilih untuk

mengerjakan apa saja yang dapat dikerjakan dan menjadi peluang yang

menghasilkan. Hingga pada akhirnya, Inf. II beserta sang suami memilih bertani.

Meskipun bukan di ladang sendiri, Inf. II merasa cukup untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya. Sebab tidak hanya itu, Inf. II juga sangat memanfaatkan

waktu serta peluang untuk memperoleh penghasilan tambahan. Hal tersebut pun

kini menjadi kebanggaan bagi Inf. II, sebab hampir semua jenis pekerjaan yang

digeluti belum pernah dilakukan sebelumnya saat masih di Timor Timur.

Alasan utama yang mendorong Inf. II dan sang suami memaksimalkan

waktu untuk bekerja adalah karena prestasi anak-anaknya. Inf. II bertekad untuk

mengantarkan semua anak-anaknya memperoleh pendidikan yang baik. Ia juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

46

bersyukur bahwa hal tersebut didukung oleh kemampuan akademik anak-anaknya

yang memadai, sehingga ia berharap dengan kerja keras yang dilakukannya

mereka dapat lebih termotivasi. Semua hal tersebut membuatnya bersyukur

dengan keputusannya tetap menjadi Warga Negara Indonesia. Inf. II merasa

bahwa banyak hal baru yang mampu dipelajarinya, sekaligus memperoleh

terutama rasa aman dan nyaman dalam menjalani hidup. Relasi dengan orang lain

yang sebelumnya juga terhambat akibat rasa traumanya pada masa awal

kedatangan pun telah membaik. Inf. II bahkan tidak segan mengajak orang lain

untuk mengambil bagian dalam pekerjaan yang menurutnya positif daripada

hanya mengisi waktu dengan hal lain yang kurang penting.

Wawancara dengan Inf. II dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal

20 Agustus 2018 dan 12 November 2018 dan kedua proses wawancara dilakukan

di rumah Inf. II. Wawancara pertama berlangsung kurang lebih satu jam dengan

kondusif karena anggota keluarga lain yang sedang tidak berada di rumah. Pada

saat wawancara, Inf. II mengenakan setelan pakaian bermotif senada dan antusias

untuk proses tersebut. Inf. II menjawab pertanyaan dan bercerita dengan penuh

semangat sekaligus emosional. Terkadang Inf. II tertawa terbahak-bahak, kadang

menunjukkan ekspresi wajah yang memelas terkenang pengalaman yang

diceritakan. Inf. II pun sempat meneteskan air mata walau langsung ditimpa tawa,

dan beberapa kali mengucapkan kata kasihan sebagai tanggapan atas kisahnya

sendiri. Dalam penyampaiannya, Inf. II juga sering menggerakkan tangan bahkan

mencotohkan beberapa adegan yang diceritakannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

47

Pada wawancara kedua, Inf. II mengenakan baju kaos berwarna abu-abu dan

celana kain bermotif selutut. Wawancara berlangsung selama kurang lebih satu

jam empat puluh menit di ruang tamu rumah Inf. II. Kondisi di tempat wawancara

cukup kondusif meskipun sempat terhenti sejenak karena Inf. II harus menjawab

panggilan telepon di ponsel. Seperti wawancara sebelumnya, Inf. II sangat

antusias selama proses wawancara ini. Meskipun demikian, situasi pada

wawancara kedua tidak begitu ekspresif karena Inf. II tidak lagi mencontohkan

adegan dari ceritanya. Inf. II hanya meneteskan air mata dan beberapa kali

memberi jeda memikirkan apa yang akan dikatakan selanjutnya namun emosi

yang ditunjukkan Inf. II pada wawancara pertama maupun kedua tidak menjadi

kendala bagi proses wawancara. Inf. II juga sangat komunikatif dan mampu

menyampaikan cerita atau jawaban dengan jelas.

Informan Ketiga berinisial Inf. III, laki-laki berusia 48 tahun merupakan

orang asli Timor Timur yang telah dulunya memiliki peran aktif sebagai pejuang

pro integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Inf. III memilih berpindah ke

wilayah Timor Barat dan tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebagai prinsip

sekaligus pilihan politik. Inf. III juga mengaku turut serta dalam situasi perang di

Timor Timur sehingga merasa perlu untuk berpindah dengan tujuan mengurangi

konflik yang dapat menyebabkan lebih banyak korban paska jajak pendapat 1999.

Pasalnya selama aktif dalam gerakan pro integrasi, Inf. III telah menyaksikan

sendiri jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit. Inf. III juga mengalami

pengalaman yang sangat sulit dilupakannya, bahkan membekas hingga kini saat

menyaksikan salah seorang teman yang tertembak. Apa yang disaksikannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

48

menyebabkan ia semakin pantang merasa takut bahkan ingin untuk melawan. Di

sisi lain, Inf. III juga menganggap bahwa konflik yang berlangsung dalam kurun

waktu lama di Timor Timur takkan usai bila tidak ada yang mengalah. Oleh sebab

itu, sejak awal bahkan sebelum pelaksanaan jajak pendapat Inf. III telah yakin

untuk berpindah ke wilayah lain Indonesia. Kemudian Inf. III berpindah dan

menetap di Nulle, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah

Selatan, tetap menjadi Warga Negara Indonesia. Inf. III menikah dengan warga

lokal pada tahun 2004 dan dikaruniai 5 orang anak. Sebelum menikah, Inf. III

memutuskan untuk berpindah keyakinan dari Katolik ke Kristen Protestan dan

mengaku tanpa paksaan atau bujukan dari orang lain, melainkan Inf. III

mengalami pengalaman spiritual yang kemudian membuatnya mengambil

keputusan tersebut.

Sejak menetap di wilayah Timor Tengah Selatan dan memulai hidup yang

baru dengan peran yang baru, Inf. III mengalami banyak perubahan dalam dirinya.

Sebelumnya, saat berada di Timor Timur hampir seluruh hidupnya ada di medan

pertempuran. Dalam situasi tersebut, ia harus memilih meninggalkan kedua

orangtua bahkan sangat jarang memikirkan kondisi keluarganya. Tak berhenti

sampai di situ, Inf. III sangat jarang peduli akan kehidupan rohaninya. Hal

tersebut sangat jauh berbeda setelah Inf. III memutuskan kembali menjalani hidup

sebagai warga sipil tanpa perlindungan senjata di tempat tinggalnya yang baru.

Inf. III kembali mendekatkan diri pada pencipta dengan banyak berdoa dan ia

merasa diberikan karunia untuk melayani sesama yang membutuhkan. Hal

tersebut kemudian diwujudnyatakan oleh Inf. III dengan menampung orang-orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

49

terlantar terutama yang mengalami gangguan kejiwaan untuk dirawat. Meskipun

dengan fasilitas dan kemampuan yang terbatas dari penghasilannya

berwiraswasta, namun Inf. III dan sang istri tetap berupaya memberi pelayanan

bagi orang-orang tersebut. Inf. III pun mengatakan bahwa apa yang dilakukannya

ini juga menjadi bentuk penebusan atas sikap hidupnya dahulu yang jarang

mempedulikan keluarga dan orang lain. Bagi Inf. III keputusannya berpindah dan

memulai hidup yang baru juga merupakan petunjuk Tuhan untuknya agar belajar

pentingnya saling melayani dan mengasihi. Hal tersebut pun secara tidak

langsung telah memperbaiki kehidupannya secara pribadi terutama spiritual.

Semua itu tidak mudah dilewatinya karena perubahan pola hidup yang dirasakan

cukup signifikan. Inf. III perlu berjuang dengan cara yang berbeda dengan

perjuangan di masa perang untuk mencapai tahap hidupnya kini.

Apabila dahulu, Inf. III hanya memikirkan bagaimana mempertahankan

hidup dan prinsip politiknya maka saat ini tujuannya telah berubah. Selain untuk

melayani orang-orang yang membutuhkan, Inf. III juga mengusahakan pendidikan

terbaik bagi anak-anaknya. Inf. III pun berusaha menanamkan iman kepercayaan

yang kuat bagi anak-anaknya agar hanya berpedoman pada Tuhan yang

dipercayai. Bagi Inf. III iman yang kuat juga memberikan kekuatan serta

kemampuan untuk bertahan dalam kondisi hidup apapun. Hal tersebut juga

dibuktikannya melalui bentuan yang diperoleh dalam upaya memberi pelayanan

dan perawatan bagi orang-orang terlantar. Inf. III yakin bahwa Tuhanlah yang

menggerakkan hati orang-orang yang bersedia memberi bantuan baik dalam

bentuk materi maupun moril. Inf. III juga memiliki keinginan untuk dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

50

membangun tempat yang lebih layak bagi orang-orang yang dirawatnya. Oleh

karenanya, Inf. III juga terus berupaya menjalin komunikasi dan diskusi mengenai

wacana tersebut pada pemerintah dengan harapan akan ada kerjasama untuk

mewujudkan harapannya tersebut. Kemudian, untuk menjangkau lebih banyak

orang yang sekiranya membutuhkan, Inf. III juga memiliki rencana menjadi

bagian dari kepengurusan Desa. Baginya, dengan terlibat dalam pemerintahan

dirinya dapat lebih memahami kebutuhan orang-orang di sekitarnya.

Wawancara dengan Inf. III dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal

21 Agustus 2018 dan 17 November 2018 di tempat yang sama yaitu rumah Inf.

III. Pada wawancara pertama, Inf. III mengenakan baju kaos putih berkerah biru

dengan celana panjang hitam. Wawancara berlangsung dengan didampingi sang

istri yang sesekali menambahi apa yang disampaikan Inf. III. Beberapa kali sang

istri meninggalkan Inf. III dan peneliti untuk kemudian menyajikan minum

maupun sekedar ke ruangan yang lain. Situasi selama proses wawancara cukup

kondusif, karena meskipun terdengar suara anak-anak dari luar ruangan namun

suara Inf. III pun cukup keras sehingga tetap terdengar jelas. Inf. III juga

menceritakan mengenai latar belakang dirinya dengan padat dan mudah dipahami

sehingga wawancara ini hanya berlangsung kurang lebih empat puluh lima menit.

Pada wawancara kedua, Inf. III mengenakan baju kemeja berwarna coklat

dan celana kain berwarna hitam. Wawancara berlangsung selama kurang lebih

satu jam dua puluh menit di ruang tamu rumah Inf. III. Wawancara kedua ini lebih

kondusif karena didukung dengan kondisi ruangan yang cukup tenang tanpa

gangguan suara dari luar. Inf. III sangat komunikatif dan memiliki suara yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

51

lantang serta mampu memberikan jawaban atau bercerita dengan sangat jelas.

Selama wawancara berlangsung, Inf. III juga tampak tenang dalam

memperhatikan setiap pertanyaan yang diajukan peneliti. Hingga proses

wawancara berakhir, baik peneliti maupun Inf. III dapat saling memahami apa

yang disampaikan masing-masing.

Informan Keempat berinisial Inf. IV adalah seorang laki-laki berusia 48

tahun yang merupakan orang asli Timor Timur. Inf. IV sudah berhadapan dengan

konflik di Timor Timur jauh sebelum pelaksanaan jajak pendapat 1999.

Menurutnya, konflik telah berlangsung sejak puluhan tahun sebelumnya bahkan

pada tahun 1975 Inf. IV kehilangan anggota keluarga yang menjadi korban

konflik saat itu. Terpecahnya kubuh pro integrasi dan pro kemerdekaan pun

menimbulkan kewaspadaan yang terus ditingkatkan karena hal kecil dapat

memicu kerusuhan antar kedua belah pihak. Sekalipun tidak sedikit pula dari

kubuh pro kemerdekaan yang memilih mengasingkan diri ke hutan dan gunung.

Semakin mendekati proses jajak pendapat pada 1999, perasaan terancam semakin

dirasakan Inf. IV terlebih saat seorang kakak lelakinya turut menjadi korban jiwa

penembakan. Meskipun demikian, situasi konflik yang berlangsung lama secara

tidak langsung memaksa Inf. IV mengikis rasa takutnya. Menurut Inf. IV, rasa

takut bahkan bisa menjadi pembunuh apabila tidak mampu dilawan atau dikontrol.

Menyadari ketidakmampuannya menghadapi perasaan terancam dan

kemungkinan pecahnya konflik semakin besar, Inf. IV dengan yakin memilih

untuk mengungsi ke Timor Barat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

52

Inf. IV yang masih berstatus lajang paska jajak pendapat tersebut, akhirnya

memilih berangkat menuju Timor Barat melalui jalur laut. Nahas baginya,

perjalanan selama dua hari itu dijalaninya dengan hanya berdiri dan tanpa makan

karena kondisi kapal yang berdesakan. Tanpa membawa harta benda apapun, Inf.

IV terus dirundung kecemasan bagaimana ia memulai hidup di tempat yang baru.

Belum lagi, banyak keluarga yang terpaksa ditinggalkannya di Timor Timur yang

entah kapan dapat ditemuinya lagi. Meskipun di sisi lain, Inf. IV juga merasa

optimis mengenai situasi yang lebih aman di tempat tujuannya nanti. Setibanya di

Kupang, Inf. IV bertemu dengan kerabat yang telah lebih dulu berada di sana dan

ia memutuskan ikut ke wilayah Timor Tengah Selatan. Pernah mendengar bahwa

pemerintah telah menyediakan tempat yang layak dan kebutuhan sehari-hari yang

memadai di tempat pengungsian, Inf. IV kecewa karena kenyataannya tak sesuai.

Kondisi tempat pengungsian yang harus ditinggalinya bersama para pengungsi

lainnya kala itu sama sekali tidak nyaman dan membuatnya stress. Hal tersebut

semakin berat baginya karena setelah beberapa waktu, pemerintah harus

memberhentikan bantuan bagi mereka.

Menyadari bahwa dirinya tak dapat terus bergantung baik pada pemerintah

maupun kelompok, Inf. IV kemudian mencoba melakukan pekerjaan demi

menyambung hidup. Dengan keahlian yang dimilikinya, Inf. IV terus berusaha

mencari pekerjaan yang baik meskipun penghasilannya hanya cukup untuk makan

sehari-hari. Inf. IV mensyukuri apa yang dikerjakannya terutama bersyukur atas

rasa aman yang sulit diperolehnya di Timor Timur dahulu. Inf. IV juga

mengatakan bahwa bertemu dan menikahi seorang warga lokal juga merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

53

salah satu titik balik hidupnya. Inf. IV merasa sejak menikah, dirinya semakin

menjadi pribadi yang bertanggung jawab terlebih saat dikaruniai anak yang saat

ini berjumlah 4 orang. Baginya, masa depan anak-anaknya merupakan hal paling

utama. Inf. IV yang kini bekerja sebagai petani dan tukang kayu terus mendorong

anak-anaknya mencapai cita-cita yang kelak berguna bagi mereka.

Inf. IV saat ini menjadi semakin bertanggung jawab pada keluarga dan jauh

lebih menghargai relasi dengan orang-orang sekitarnya. Inf. IV memiliki prinsip

hidup yang bersedia membantu orang lain meskipun dalam keterbatasan. Inf. IV

juga melibatkan diri pada berbagai kegiatan bersama, bahkan tergabung menjadi

pengurus dalam salah satu kelompok tani. Hal yang menurutnya sulit terjadi bila

ia masih berada di Timor Timur. Oleh karenanya, dengan memutuskan

meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarga, Inf. IV bertekad membina

hubungan baik dan menjadikan orang-orang terdekat layaknya keluarga. Proses

beradaptasi dan membina hubungan baik dengan banyak orang di tempat baru

juga lantas mengingatkannya untuk kembali menemui keluarga yang telah lama

ditinggalkan. Hal tersebut pun dapat terwujud dan menjadi kebanggaan bagi Inf.

IV, ia merasa sangat senang dapat kembali ke Timor Leste dan bertemu serta

berbagi kisah kehidupan dengan keluarganya di sana. Inf. IV sama sekali tidak

menyesali keputusannya pergi dari tanah leluhur, jusru baginya pengalaman yang

dilalui menjadi cerita mengesankan yang dapat dibagikan pada keluarganya di

sana. Bagi Inf. IV tempat tinggalnya kini, dan semua orang di sekitarnya juga

telah menjadi keluarga sehingga dirinya tak ingin kembali menetap di Timor

Leste. Pun di sisi lain, Inf. IV terkadang merasa jauh lebih aman di tempat saat ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

54

dan ada sedikit ketakutan bila kembali ke Timor Leste akan terjadi kekacauan

seperti dulu.

Saat ini, Inf. IV hanya berdoa semoga di kampung halamannya maupun di

tempat tinggalnya kini tetap aman dan terhindar dari segala macam konflik. Inf.

IV juga merasa bahwa memang apa yang telah terjadi merupakan rencana dari

Tuhan untuk memulihkan hidup dan kehidupan banyak orang termasuk dirinya.

Bahwasannya, banyak perubahan positif dalam diri yang dialaminya termasuk

dalam kehidupan rohani. Inf. IV merasa jauh lebih tekun dalam melakukan

kegiatan-kegiatan rohani, juga lebih percaya akan kuasa Tuhan yang menguatkan

atau membantu lewat orang lain. Istri yang terus mendukung, anak-anak yang baik

juga merupakan berkat besar dari Tuhan yang memberinya banyak pelajaran

hidup. Saat ini hal utama yang menjadi harapannya adalah keberhasilan anak-

anak, dan bisa terus menjadi saluran berkat bagi sesama walau dalam

keterbatasan. Terlebih ia dipercaya sebagai ketua lingkungan gereja yang

membuatnya lebih bersyukur dengan kesempatan yang menurutnya diberikan

Tuhan, sekaligus takjub dengan perubahan dirinya. Bagi Inf. IV, apa yang mampu

dicapainya kini belum tentu terjadi bila ia tidak memutuskan mengungsi paska

jajak pendapat 1999 lalu.

Wawancara dengan Inf. IV dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal

21 Agustus 2018 dan 18 November 2018. Kedua wawancara dilaksanakan di

rumah Inf. IV. Pada wawancara pertama yang berlangsung kurang lebih satu jam,

Inf. IV mengenakan switer biru dan celana panjang hitam. Kondisi ruangan cukup

tenang dan kondusif, hanya saja volume suara Inf. IV cukup pelan sehingga agak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

55

sulit didengar peneliti. Beberapa kali peneiliti meminta Inf. IV untuk menaikkan

volume suaranya agar lebih jelas. Meskipun demikian, Inf. IV dapat memahami

setiap pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti dan mampu menjawabnya

dengan baik. Istri dan anak-anak Inf. IV hanya bersalamanan dengan peneliti di

awal pertemuan, selanjutnya tidak turut mendampingi Inf. IV selama wawancara

berlangsung.

Pada wawancara kedua, Inf. IV yang mengenakan baju kaos berwarna putih

dan celana kain bermotif garis-garis. Proses wawancara selama kurang lebih satu

jam lima menit tersebut berlangsung cukup kondusif. Meskipun demikian, sama

seperti wawancara sebelumnya peneliti harus beberapa kali meminta Inf. IV untuk

menaikkan volume suaranya agar nantinya terdengar lebih jelas pada alat

perekam. Inf. IV cukup komunikatif dan memberikan jawaban yang jelas selama

proses wawancara berlangsung, namun menjawab dengan tempo yang cukup

perlahan. Selama diwawancarai, Inf. IV juga tampak tenang baik saat

mendengarkan pertanyaan yang diajukan peneliti maupun saat menjawabnya.

Hingga proses wawancara berakhir, baik peneliti maupun Inf. III dapat saling

memahami apa yang disampaikan masing-masing.

C. Hasil Penelitian

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, peneliti akan

mengeksplorasi secara keseluruhan mengenai trauma dan posttraumatic

growth penyintas konflik Timor Timur 1999 yang telah menetap di Kabupaten

Timor Tengah Selatan berdasarkan kedua wilayah tersebut. Wilayah trauma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

56

terdiri dari tiga yaitu hyperarousal, intrusion, dan constriction sedangkan pada

wilayah posttraumatic growth terdapat lima dimensi yaitu Personal Strength,

New Possibilities, Relating to Others, Appreciation of Life, dan Spiritual

Change.

1. Trauma

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya gejala trauma yang dialami

oleh para informan pada masing-masinng kategori. Berikut pemaparannya:

a. Hyperarousal

Individu yang mengalami trauma dalam kategori ini memiliki

kewaspadaan yang berlebihan, bereaksi sangat peka atau lebih

sensitive terhadap gangguan kecil, tidur tidak lelap, maupun jantung

berdegub kencang ketika diberi stimulus yang berkaitan dengan

peristiwa traumatis. Dalam penelitian ini ditemukan pengalaman yang

menggambarkan individu mengalami reaksi yang sensitif terhadap

pertanyaan mengenai kondisi hidup paska jajak pendapat 1999. Inf. II

sangat mudah terpancing emosi kesedihannya (mudah menangis)

yang tampak nyata saat proses wawancara berlangsung. Inf. II

beberapa kali menangis saat menceritakan pengalaman yang

dialaminya baik di Timor Timur maupun saat masa-masa awal

mengungsi.

Terdapat juga temuan lain yang termasuk kategori hyperarousal

yaitu mudah terganggu pada stimulus kecil (Inf. I). Informan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

57

langsung berdebar mengingat situasi konflik bila berhadapan dengan

peristiwa atau stimulus kecil yang mirip. Hal tersebut dibuktikan dari

kutipan berikut:

Inf. I

Di sana senjata babunyi, kita datang di sini apa sedikit kita kaget

ke masih dengar ambil itu bunyi dong. Bunyi-bunyi seperti apa

mobil polisi ambulance begitu, saya bulu badan bediri. Periuk

jatuh juga mungkin kita agak kaget begitu, hehehe, pas di barak

itu.

b. Intrusion

Individu yang mengalami trauma dalam kategori ini sangat

mudah terganggu dan tidak dapat menghapuskan atau melupakan

peristiwa traumatis yang dapat terjadi melalui flash back maupun

adanya mimpi buruk. Mereka bahkan cenderung menarik diri dari

keterikatan dengan orang lain, serta memiliki perasaan marah dan

keinginan seperti ingin membalas atau melawan. Dalam penelitian ini,

ditemukan pengalaman menarik diri (Inf. II) karena situasi sulit yang

dihadapi membuatnya enggan bergaul dengan orang dewasa di

sekitarnya. Hal tersebut dibuktikan dari kutipan berikut:

Inf. II

Itu dulu tu saya terlalu pikiran sampai sa tidak mau bergaul

dengan sa punya kawan ibu-ibu, saya teman dengan anak-anak

dong, kadang sa panggil datang ko tutup pintu, hehhehe, abis

menyanyi, kumpul anak kecil-kecil ini ko bermain dengan

mereka, sa ajak ko rame-rame di sini sedangkan orangtua dong

sa tidak mau bergaul dengan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

58

Terdapat juga temuan lain yang termasuk kategori intrusion yakni

memiliki keinginan membalas atau melawan (Inf. III) yaitu pada saat

situasi penuh ancaman, informan justru berani terlibat dan melawan

bahkan saling membunuh tanpa takut. Hal tersebut dibuktikan dari

kutipan berikut:

Inf. III

Mau ke bom ke mau bunyi senjata seperti apapun artinya kita

tidak ada rasa takut, dulu itu, karena sudah dilatih untuk

menghadapi perang, justru semakin maju ada tapi untuk mundur

tidak ada sehingga ee mau dibilang rasa takutnya tidak ada,

hanya pingin untuk mau membunuh dan artinya itu bisa terjadi.

c. Constriction

Individu yang mengalami trauma dalam kategori ini

mencerminkan kepasrahan pada reaksi dengan cara mematikan rasa.

Terkadang mereka merasa benar-benar tidak mampu melawan atau

merasa pertahanan yang dilakukan akan sia-sia kemudian menempatkan

diri seolah-olah peristiwa traumatis tersebut tak pernah terjadi. Dalam

penelitian ini ditemukan pengalaman reaksi pasrah (Inf. IV) terhadap

situasi yang dihadapi. Informan merasa bahwa apa yang dialaminya

merupakan konsekuensi dari pilihan politik sehingga kepindahannya

dari daerah asal adalah untuk rasa aman. Hal tersebut dibuktikan dari

kutipan berikut:

Inf. IV

Iya dan memang banyak perang ini itu dan kalau kita dengan

Indonesia bisa lebih aman. Lalu karena memang pada saat itu kita

sudah terbagi, su terbagi jadi kalau kita tidak menuju ke sini

berarti kita tidak tahu selamat atau tidak, ini yang dia pu

kuncinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

59

Terdapat juga temuan lain yang termasuk dalam kategori

constriction yaitu merasa tidak mampu melawan (Inf. I). Situasi konflik

yang mengancam terasa mustahil untuk dihadapi. Hal tersebut dibuktikan

dari kutipan berikut:

Inf. I

Itu kan ini yang dari hutan dong pro kemerdekaan su turun, belum

yang tetap mau Indonesia, pasti kayak perang itu nona. Baru ini

apa, sa takut kalo makin kacau ini kita sulit mau melahirkan atau

apa dong sudah pikiran ini itu, takut lagi nanti di kampung baik ko

ada dokter atau bidan di sana, tidak ada kita bisa mati. Semua ada

di pikiran abis nok, mati na apa lagi begitu. Jadi sa bilang lebih

baik ambil keputusan untuk ke Kupang.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi peristiwa konflik Timor

Timur 1999, para informan mengalami trauma pada kategori yang berbeda-

beda. Situasi sulit dan tertekan membuat Inf. II menarik diri (intrusion) dari

pergaulan di masa transisi paska konflik yang diduga semakin

mempengaruhinya menjadi mudah menangis atau lebih emosional

(hyperarousal) saat membicarakan pengalaman traumatis tersebut. Berbeda

dengan Inf. III yang juga mengalami trauma pada kategori intrusion namun

cenderung tampak dari keinginannya (secara tidak langsung) membalas atau

melawan. Inf. I dan Inf. IV menampakkan pengalaman trauma pada kategoti

constriction yang cenderung pasrah dan atau merasa tidak mampu melawan.

Perbedaan kategori trauma yang dialami para informan diduga turut

dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya saat berhadapan dengan situasi

konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

60

2. Posttraumatic Growth

Pada wilayah posttraumatic growth ditemukan pula pengalaman-

pengalaman para informan yang menggambarkan keberhasilan dalam tiap

dimensinyaa. Berikut pemaparannya:

a. Kekuatan Pribadi (Personal Strength)

Individu yang berhasil mencapai Posttraumatic Growth pada

dimensi ini mampu menerima secara positif pengalaman trauma dan dapat

bangkit menjadi lebih kuat, serta memiliki pola pikir bahwa dirinya akan

lebih mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup. Dalam penelitian

ini ditemukan pengalaman yang tergolong dalam kekuatan pribadi

(personal strength) di antaranya menerima kondisi secara positif (Inf. I,

Inf. II, Inf. III, dan Inf. IV). Penerimaan secara positif kondisi hidup

menandakan individu mampu merefleksikan pengalaman traumanya. Hal

ini dibuktikan dari kutipan berikut:

Menerima kondisi secara positif

Inf. II

Di sini lebih (baik) dari di sana sedikit, hahaha, susah tapi

pengalaman banyak yang diambil begitu, pengalaman banyak,

kami di sana hanya usaha ini paling musim hujan kami di sana

kami selama saya kawin dengan saya punya suami kami hanya

usaha kacang tanah, --- (sedangkan) di sini itu banyak. Saya pung

suami di sana hanya bawa oto, usahanya kacang tanah, di sini

saya pung suami bisa bawa sensor, kalo mau horo kayu, bisa

usaha sawah, bisa usaha jagung musim panas musim hujan, bisa

usaha lain kacang ijo begitu.

Inf. III

Iya nona ee, artinya untuk yang saya mengalami ee positif di sini

ya mungkin yang saya rasakan ee kehidupan saya antara dulu

dengan sekarang itu beda, hm artinya terlalu jauh berbeda, karena

dulu saya di sana artinya saya dilengkapi dengan kemewahan dan

lain sebagainya, tetapi ee sekali pun saya di sini dengan berbagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

61

kekurangan, saya sehat aa sehingga itu yang menjadi kebanggaan

buat saya, ternyata saya di dalam kehidupan saya sekarang ini

artinya saya dipelihara, aa saya terpelihara itu karena bukan

siapa-siapa tapi karena Tuhan,sehingga kehidupan saya yang

dulu itu artinya saya kaitkan kembali dengan kehidupan saya

sekarang artinya terlalu jauh, dari ee apa yang saya alami di sana,

sehingga saya lebih cenderung untuk pelayanan dan saya tidak

memikirkan lagi hal duniawi yang di sananya saya pung

kejahatan, saya pung kebiasaan saya tinggalkan, saya tidak mau

lagi itu hmm, tetapi saya ada di sini saya mau harus kehidupan

saya itu harus artinya ee saya dibaharui kembali saya harus hidup

baru, dan ini yang saya alami dalam pengalaman setelah konflik

itu dan menjadi hal paling positif buat saya dalam hidup ini.

Terdapat juga temuan lain yang termasuk dalam pencapaian

posttraumatic growth dalam dimensi kekuatan pribadi (personal

strength) yaitu lebih yakin pada diri (Inf. I, Inf. II, dan Inf. III).

Keyakinan pada diri sendiri menggambarkaan kemampuan bangkit untuk

mengatasi persoalan dalam hidup secara mandiri sehingga membuat

individu lebih mampu memahami dan percaya pada kemampuan dirinya.

Hal ini dibuktikan dari kutipan berikut:

Lebih yakin pada diri

Inf. I

Inf. III: Biar memang susah ee tapi kita ju harus berusaha terus,

karena saya bilang begini nona, Tuhan itu sudah tahu. Burung

saja, dia masih dapat makan, apalagi yang seperti kita, biar satu

hari untuk kita, maka biar lain hari untuk orang lain kalo soal

berkat itu tadi nona. Jadi kita jangan menyerah, karena semua

ada jadi kita jangan menyerah. Pasti ada jalan, kita harus jalan

terus, jangan takut lagi begitu, di sini su aman.

Peneliti: Tidak boleh menyerah dan takut lagi ya tante?

Inf. III: Iya, tidak boleh menyerah, takut juga, itu dulu saja begitu

makanya mau aman abis kita sudah datang sini. Biar mau sampai

bagaimana juga kita harus tetap usaha, karena hidup sudah

begini, kita mau ini apa, mulai dari awal kita sudah usaha begini,

masa kita mau lepas itu. Na kita usaha ini kan tidak pasti, jadi

jang ko hanya karena kita mau berlomba-lomba jadi kita lepas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

62

Inf. III

Salah 1 komitmen yang saya ambil ee di dalam lingkup desa Nulle

ini ee saya juga mungkin berpeluang untuk di pemerintahan desa

ini dalam hal ini 2019 pasti saya ikut, oh iya iya, saya ikut untuk

calon kepala desa, karena saya percaya Tuhan akan membantu

niat untuk perubahan baik to nona ee, mungkin kalo jadi kan bisa

lebih membuka jalan untuk melayani lebih banyak orang begitu.

Dapat disimpulkan, pada dimensi kekuatan pribadi (personal

strength) informan Inf. I, Inf. II, Inf. III, dan Inf. IV mampu mencapai

posttraumatic growth dengan cenderung menerima kondisi secara positif.

Hal ini diduga sesuai dengan latar belakang para informan yang memiliki

pandangan adanya perubahan ke arah yang lebih baik pada berbagai

aspek kehidupannya. Banyaknya pengalaman baru yang ditemui paska

peristiwa traumatis membuat para informan menjadi lebih mampu

menghadapi persoalan hidup. Hal tersebut kemudian diduga

meningkatkan pemahaman kemampuan diri secara pribadi sehingga lebih

yakin pada diri sendiri untuk menjalani kehidupannya.

b. Kemungkinan Baru (New Possibilities)

Pencapaian posttraumatic growth pada dimensi ini tercermin dari

keinginan individu untuk mengubah tujuan hidup sesuai kemungkinan

baru yang ditemui, fokus pada di sini dan saat ini (here and now), dan

bersemangat menemukan serta menjalani berbagai kesempatan, peran,

maupun hubungan baru dalam hidup. Pada penelitian ini, ditemukan

beberapa pengalaman individu yang mampu memahami sesuatu yang

dapat menjadi peluang bagi dirinya membuat perubahan (Inf. I, Inf. II,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

63

dan Inf. III) dalam tindakan positif untuk kesempatan baru. Hal ini

tergambar dari kutipan berikut:

Membuat Perubahan

Inf. II

Mulai bantuan berhenti itu kami pinjam koperasi ko buat modal

jualan, setor sebagian, ada untung itu kami simpan untuk anak.

Mulai bantuan berhenti, kami beli beras, beli sayur, kami begitu.

Mulai kami kerja di Naibonat, beras sa tidak beli, tinggal beli

sayur dong minyak, garam, fitsin dong begitu.

Inf. III

Aa baik, mungkin yang tadi saya katakan bahwa dengan adanya

seperti ini, artinya itu dan memang Tuhan sudah perintahkan saya

untuk segera kerjakan itu, yang pertama nanti saya akan bangun

dia punya gedung, dia pu ruangan untuk aa apa itu bisa ambil

mereka-mereka yang sementara ini, di jalan-jalan, itu ee harus

diambil, oh, harus diambil dan itu perintah Tuhan, mereka yang

terlantar, harus diambil, tampung dan rawat begitu, sehingga

rencana kedepan, dan sedang dalam pergumulan untuk itu. Ini pun

saya sudah sampaikan ee ke pemerintah daerah juga, dalam hal

ini Dinas Sosial supaya bagaimana caranya pemerintah daerah ini

bisa membangun 1 dia pung gedung, artinya untuk kita bisa

melayani,

Pencapaian posttraumatic growth dalam dimensi kemungkinan

baru (new possibilities) juga tergambar oleh keinginan untuk

memperbaiki diri (Inf. III dan Inf. IV). Hal tersebut merupakan upaya

membenahi diri secara pribadi dalam rangka menghadapi kehidupan baru

setelah peristiwa traumatis. Gambaran ini dapat terlihat dari kutipan

berikut:

Memperbaiki Diri

Inf. III

Jadi awal pas 99 itu susah sekali, tapi saya belajar berbaur pelan-

pelan, mengerti sedikit-sedikit lingkungan sini dengan bahasa juga

sampai mulai agak 2000an itu mungkin sudah membaur, sudah

menyesuaikan cukup baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

64

Inf. IV

Iya nona, di sana dulu itu tidak bisnis atau horo kayu terus

mungkin saya tidak pernah ini itu tapi saya di sini berusaha harus

aa cari nafkah di situ untuk bisa aa mendapatkan 1 rejeki aa untuk

bisa dapat mempertanggung jawabkan kepada anak istri saya.

Dapat disimpulkan bahwa pada dimensi kemungkinan baru (new

possibilities) Inf. III dan Inf. IV memiliki upaya memperbaiki diri secara

pribadi setelah menemui peluang baru dalam kehidupannya. Hal ini

diduga sesuai dengan latar belakang Inf. III dan Inf. IV yang sebelumnya

memiliki situasi hidup yang sama sekali berbeda. Kedua informan secara

langsung berhadapan dengan konflik yang juga menjadi pengalaman

traumatis bagi keduanya. Oleh karenanya, usaha membenahi diri yang

dilakukan informan turut mendorong untuk membuat perubahan dalam

tindakan yang lebih nyata. Hal yang juga dilakukan oleh Inf. II dengan

mengubah pola keseharian hidup menjadi lebih bermakna.

c. Hubungan Dengan Orang Lain (Relating to Others)

Pada dimensi ini, pencapaian posttraumatic growth individu

tergambar dari kedalaman hubungan dengan orang lain di sekitarnya yang

menjadi lebih baik. Individu lebih mampu memaknai hubungan tersebut

dan cenderung lebih mampu berempati. Dalam penelitian ini ditemukan

pengalaman yang mencerminkan pencapaian dimensi ini, di antaranya

memiliki hubungan yang semakin baik (Inf. I, Inf. II, Inf. III, dan Inf.

IV) dengan orang lain. Peningkatan kedalaman hubungan tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

65

mencerminkan kemampuan individu beradaptasi dengan kondisi hidupnya

setelah peristiwa trauma. Hal ini dibuktikan dari kutipan berikut:

Hubungan yang semakin baik

Inf. II

Ini tidak te di sana kita ada ke keluarga ma di sini tidak ada

keluarga, iya, hahaha pikir itu sa saya duduk menangis sama ke

anak kecil ee datang pertama itu, iya, padahal saya pung suami

tidak bakalai, tidak marah tidak ini ma kalau saya ingat saya pu

keluarga tuh ih sa pu menangis sama ke anak kecil, itu dulu? Iya,

dulu.sekarang su tidak. Ini su keluarga dong ju di sini, hahaha,

aduh itu dulu sa tukang menangis, hahaha, awal itu bagaimana

begitu, berat, tapi sekarang ke lebih baik begitu, tahu lai te dulu

itu bagaimana begitu dengan orang lain. Hehehe, ini kami dengan

orang lokal itu pokoknya ada jalan baik apa begitu kami ajak ko

sama-sama.

Inf. III

Awalnya saya punya kejahatan yang artinya kita ada di medan

perang dan saling ini ternyata yang sekarang saya lakukan adalah

saya harus memilih untuk memberi kasih terhadap semua orang,

aa itu yang mungkin saya alami di sini sehingga untuk rasa gelisah

seperti dulu apalagi menyesal itu tidak ada.

Terdapat pula temuan lain sebagai gambaran dimensi hubungan

dengan orang lain yakni individu lebih memaknai hubungan saling

membutuhkan dan lebih berempati (Inf. III dan Inf. IV). Hal tersebut

dapat dibuktikan dalam kutipan berikut:

Memaknai hubungan saling membutuhkan

Inf. III

Kita andalkan Tuhan tapi Tuhan juga menjawab itu lewat orang

lain, jadi harus lewat orang lain juga, kalau contohnya kalau saya

pung pribadi belum tentu saya tahu nona, ada yang orang lain

yang bisa tahu saya pung pribadi seperti apa, dan di balik itu juga

sama.

Peneliti: Ooh iya, berarti bapak juga merasa sebaiknya

menerima orang-orang lain dengan segala timbal baliknya ya?

Inf. III: Artinya kita harus ini ee contohnya, saya di sini memiliki

persekutuan doa, na ini artinya saya punya badan pengurus dan

itu pasti kita saling membutuhan, begitu yang saya pegang, sulit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

66

untuk selalu ini dengan semua orang tapi dengan Tuhan, bisa

dilalui.

Inf. IV

Kita kan sudah pernah di medan apa keadaan perang yang bisa

bikin ini basodara saling benci, sehingga sekarang sangat merasa

orang sekitar ini jadi saudara yang bisa untuk saling bantu

membantu. Saya rasa ini sangat sangat perlu yang namanya

tetangga ini nona sangat-sangat perlu saling membutuhkan dan aa

apabila ada saya mendapat kesulitan apa pasti saya minta tolong

sama mereka pasti akan bisa bantu dan tolong saya, begitu

sebaliknya juga mereka juga kalau ada keslitan atau minta

bantuan pasti mereka minta bantuan, kami selalu untuk berusaha

bantu.

Lebih Berempati

Inf. III

Iya artinya kan saya lebih memiliki itu belas kasih dan untuk

pelayanan, ee kalau saya tidak memiliki rasa belas kasihan pasti

saya memikirkan saya pung diri belum tentu juga saya aa tampung

ke hal hal seperti ini, tapi karena saya memliki rasa kemanusiaan

itu juga ada dan bagi saya semua orang itu segambar dengan

Tuhan, hanya saja mungkin dengan kondisi keadaan berbeda-beda

sehingga mungkin dari pribadinya itu yang mungkin seperti itu

tapi itu bisa kita selesaikan bersama dengan melayani ini.

Inf. IV Oh iya iya, ini sekarang kami ada di atas sini tapi ini memang ada

banyak ya ada yang susah, lebih susah dari kami juga ada begitu,

memang ada dan kita tahu sekali susah ini yang tidak bisa apa-apa

bagaimana sehingga berusaha untuk kita saling baku lihat begitu

dan pokoknya ada apa-apa kami juga sama-sama, ke di mereka

dapat duka atau ada apa kami ke situ kami dapat juga mereka

bantu kami. Iya, saling membantu ya, saling membantu, seperti ya

kami kios ini kan selalu layani masyarakat banyak juga, jadi

mereka seperti uang sudah tidak ada aa pasti kalau mereka ini

sore mau masak tapi kalau uang tidak ada atau tidak cukup kami

layani mereka suruh ambil dulu, Oh nanti baru bayar, nanti ini

apa baru bayar, jadi itu nanti bayar, tapi agak lama baru bayar

juga ada, rugi tapi itu yang di sini ini selalu untuk mau bantu-

membantu sa jadi kami lakukan ikhlas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

67

Dapat disimpulkan, pencapaian posttraumatic growth pada dimensi

ini tergambar dari adanya peningkatan kualitas hubungan dengan orang

lain, serta kemampuan informan dalam memaknai hubungan saling

membutuhkan dan lebih mampu berempati. Keberhasilan tersebut diduga

sesuai dengan latar belakang informan, khususnya Inf. III dan Inf. IV

yang merasakan kontrasnya perubahan lingkungan keseharian. Awalnya

kedua informan menghabiskan keseharian hidup mereka dalam situasi

pertahanan perang sehingga membatasi relasi dan interaksi dengan orang

lain. Sedangkan kehidupan yang dijalani paska konflik hingga saat ini di

tempat yang baru telah berubah dan meningkatkan interaksi dengan

orang lain dalam situasi normal atau umum. Hal tersebut turut

mempengaruhi perubahan kualitas relasi serta bagaimana informan

memaknainya.

d. Penghargaan Terhadap Hidup (Appreciation of Life)

Pencapaian posttraumatic growth pada dimensi ini dapat terlihat dari

individu yang merefleksikan secara lebih mendalam mengenai hidup dan

kehidupannya. Individu menjadi lebih menghargai setiap pengalaman dan

memaknainya sekecil apapun pengalaman tersebut. Dalam penelitian ini

ditemukan pengalaman yang mencerminkan pencapaian dimensi

penghargaan terhadap hidup (appreciation of life) di antaranya mampu

berefleksi dan memiliki pandangan hidup baru (Inf. I, Inf. III, dan Inf.

IV). Setelah mampu melewati peristiwa traumatis yang menjadi

pengalaman berat, indvidu cenderung lebih merefleksikan mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

68

hidupnya yang juga memberikan pandangan baru. Hal tersebut dibuktikan

dari kutipan berikut:

Mampu berefleksi

Inf. I

Iya itu sudah nona, tidak bisa dilupakan. Baru kan kita duduk kan

kita merenungkan, kadang pikir coba itu hari jang begini pasti

hidup tidak seperti ini, (Tertawa) jangan ada perang pasti ini

tidak apa ketakutan juga. Tapi kita mau bilang apa, sudah yang

penting di mana-mana aman, tidak takut lagi kita bisa kerja untuk

mendorong anak-anak untuk tidak mau sekolah ya tidak usah, tapi

kalo ingin sekolah ya kita dorong mereka biar mereka juga tau

berjuang, berani, pokoknya itu no.

Inf. IV

Iya saya rasa rasa itu karena memang manusia hidup ini memang

mungkin sudah ditakdirkan seperti itu jadi aa saya juga tidak tahu

mungkin di Kitab apa ayat berapa, saya juga kurang hafal nona,

tapi itu bilang memang Tuhan Yesus juga pernah merantau jadi ya

mungkin, Ohh iya, hehehe, mungkin kita harus, ditakdirkan seperti

itu juga.

Memiliki pandangan hidup baru

Inf. III

Artinya aa sukacita pasti tetap ada, dari hari ke hari mengalami

sukacita karena saya diajarkan untuk selalu berdamai dengan

orang, bersukacita dengan orang baik itu di saat suka pun ada

susah ju saya ada, iya, jadi artinya kami dalam keluarga ee selalu

sepakat untuk artinya kami bisa ada di mana saja kami

dibutuhkan, yang lebih utama adalah kami harus ee

mengorbankan banyak waktu untuk melayani yang seperti ini

dong, yang ke jadi kadang-kadang saya pu aa istri deng anak-anak

bilang rumah ini sepertinya rumah persinggahan, dan saya lebih

banyak di luar, pergi ke Atambua, Kefa, aa Kupang, Rote, Sabu,

pokoknya semua saya jalan, layani saja orang sakit.

Inf. IV Iya, ini karena saya mulai kawin sama saya punya istri ya itu

artinya sebelum anak ada, saya masih belum ada beban, lalu anak

pertama mungkin sedikit sudah ada, anak kedua juga sudah ada,

ketiga sampai keempat apa lagi sekarang sudah maju ke SMP ini

jadi membuat saya mau tidak mau fokus itu. Jadi saya rasa untuk

benar-benar harus bertanggung jawab kepada mereka seperti ya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

69

saya harus pi cari uang di mana, kerja di mana untuk mereka,

pendidikan dan yang lain.

Terdapat temuan lain yang termasuk dalam dimensi ini yaitu

menikmati dan menghargai hal-hal kecil (Inf. I dan Inf. IV). Pernah

berada dalam situasi yang terlampau sulit dan tak terkendali membuat

individu lebih mampu menikmati maupun menghargai hal-hal sederhana.

Hal ini dibuktikan dari kutipan berikut:

Menikmati dan menghargai hal-hal kecil

Inf. I

Iya nona, kita cari uang pi datang ma orang tua sakit ni ju sama sa

to nok. Kita punya nyawa dong ini lebih berharga jadi biar ko

sambil urus mama sakit itu. Jadi biar sudah ini dapat sedikit dari

kios sa tapi bisa liat ini orang tua begitu (Tertawa).

Inf. IV

Pekerjaan yang mulia dikasihkan diserahkan oleh Tuhan itu aa,

saya bisa berhasil untuk bisa mendapat 1 rejeki di situ, ya itulah

keberhasilan itu saya rasa bahwa Tuhan memang selalu bersama

saya sekali pun saya aa bukan pekerjaan yang terlalu bagaimana

tapi saya bisa dapat sesuatu dari situ untuk saya bisa mengatasi

kebutuhan keluarga saya begitu.

Dapat disimpulkan bahwa pada dimensi penghargaan terhadap

hidup (appreciation of life) Inf. I, Inf. III, dan Inf. IV cenderung mampu

untuk berefleksi kemudian menemukan pandangan hidup yang baru

setelah melalui peristiwa traumatis. Hal ini diduga dapat dicapai karena

informan telah melewati pengalaman sulit dan menantang. Oleh

karenanya, seiring waktu, para informan dapat merenungi kembali

perjalanan hidup kemudian menemukan pandangan yang baru akan

kehidupan. Lepasnya para informan dari situasi penuh tekanan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

70

ketegangan membuat mereka lebih mampu untuk menghargai hal-hal

kecil yang kini dapat dinikmati.

e. Perubahan Spiritual (Spiritual Change)

Pencapaian posttraumatic growth pada dimensi ini tercermin dari

individu yang lebih mampu memaknai secara positif mengenai dimensi

transcendental dalam hal ini terkait dengan religiositas. Individu

mengalami peningkatan rasa syukur yang diiringi usaha mendekatkan diri

pada hal rohani berdasarkan iman dan keyakinannya. Pada penelitian ini,

ditemukan beberapa pengalaman individu yang semakin kuat dalam iman

atau keyakinan (Inf. I, Inf. III, Inf. IV). Hal tersebut dibuktikan dari

kutipan berikut:

Kuat dalam iman atau keyakinan

Inf. I

Dari dulu masih di sana juga kan kami ini, kuat sekali kalo itu

nona, apalagi sampe di sini, hidup susah dari bawah sekali,

berusaha ini itu, saya merasa seperti ke harus terus dekat Tuhan

begitu,

Peneliti: Di sini semakin kuat begitu ko tante?

Inf. I: itu nona tadi yang saya bilang karena rancangan Tuhan itu

terbaik, kita Tidak tahu hidup ini nanti bagaimana tapi berusaha

saja, Tuhan akan bantu dan kita harus lebih lagi, ke gereja,

berdoa, abis baca ambil alkitab.Biasa nona dorang, protestan

yang paling rajin baca ma saya ini juga nok, untuk penguatan

begitu to (Tertawa).

Inf. IV

Namanya kita manusia, kita hidup dibumi ni pasti ada Tuhan, iya,

aa sehingga saya merasa karena aa saya sebagai manusia saya

jatuh ke bumi aa pasti Tuhan selalu menolong saya, sampai

mungkin saya hanya pendidikan sedikit tapi saya rasa bahwa

Tuhan itu selalu ada, lalu sampai begitu konflik yang aa begitu

hebat di Timor Leste yang seperti itu saya bisa selamat, saya

melewati semua rintangan yang perang 24 tahun yang kita tidak

bisa kendalikan lagi tapi itu menjadi 1 tantangan yang betul luar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

71

biasa, tapi ya saya masih bisa lalui sehingga sangat-sangat

bersyukur karena Tuhan itu maha adil dan maha besar aa kita

berbuat sesuatu yang baik maka Tuhan itu pasti selalu damping

kita, dan mungkin kawan-kawan yang lain, aa saudara yang lain

mungkin banyak yang gugur, banyak yang mati, tapi kita masih

selamat dan sampai di Soe dan bahkan kita di sini juga kita

sekarang masih bisa bertemu lai mereka di Timor Leste, na itulah

saya sangat bangga,

Terdapat pula temuan lain yang termasuk dalam dimensi perubahan

spiritual yaitu meningkatnya aktivitas rohani (Inf. I, Inf. III, Inf. IV).

Hal ini tercermin dari semakin aktifnya individu terlibat maupun

melaksanakan berbagai aktivitas atau kegiatan kerohanian. Hal ini dapat

dilihat dari kutipan berikut:

Meningkatnya aktivitas rohani

Inf. III

Iya saya yang prioritas dalam kehidupan saya itu Tuhan sudah

sejak itu tadi, Tuhan lebih dahulu jadi saya mau buat apapun mau

kerja sekecil apapun itu pasti saya harus mendahului Tuhan, ya

Tuhan lebih dahulu dari saya baru saya ikut jadi artinya ini itu

pengalaman ee.

Inf. IV

Kami di sini selalu aa menurut agama katolik ya kami ada Doa

Rosarionya, ada Doa mingguannya, lalu ada Doa keluarga khusus

jadi itu kami terus usaha untuk taat begitu, rutin karena memang

kita kesulitan hanya bisa minta di Tuhan dan Tuhan pasti

menjamin kita punya permintaan, kita minta dan juga sebelum

kesulitan pun juga kita secara pribadi sebelum mendapat kesulitan

atau tantangan juga kita selalu aa sudah melangkah dari rumah

ini kita sudah pasti aa hati dan pikiran itu sudah berada di ee Dia.

Dapat disimpulkan, pada dimensi perubahan spiritual (spiritual

change) Inf. I, Inf. II, maupun Inf. III cenderung mampu menjadi semakin

kuat dalam iman dan keyakinan. Seiring dengan hal tersebut, para

informan juga menjadi lebih aktif dalam kegiatan maupun aktivitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

72

kerohanian. Hal ini diduga sesuai dengan latar belakang Inf. I yang pada

dasarnya memiliki prinsip iman kuat sehingga saat mampu melewati

pengalaman traumatis menjadi semakin yakin adanya pertolongan dari

Tuhan. Sedangkan Inf. III dan Inf. IV, diduga mengalami perubahan

positif tersebut karena dipengaruhi pula oleh perasaan syukur yang juga

meningkat setelah mampu melepas hidup sekaligus pengalaman traumatis

yang pernah dihadapi.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa para informan dalam

penelitian ini terindikasi mengalami trauma dalam kategori yang berbeda-

beda. Gejala trauma dalam kategori hyperarousal dialami oleh Inf. I dan Inf.

II. Hal ini diduga karena saat masih berada di kampung halaman, Inf. I dan

Inf. II tidak langsung berhadapan dengan situasi perang. Inf. I dan Inf. II baru

mengalami saat pecah konflik besar pasca jajak pendapat. Hal ini berbeda

dengan Inf. III dan Inf. IV yang memang telah terbiasa bahkan terlatih

menjalani keseharian dalam medan peperangan. Meskipun demikian, Inf. III

turut mengalami gejala trauma intrusion dalam hal ini memiliki keinginan

melawan karena pernah menyaksikan kematian orang terdekat saat di medan

perang. Selanjutnya, gejala trauma dalam kategori constriction dialami oleh

Inf. I dan Inf. IV. Hal tersebut diduga disebabkan oleh keinginan kedua

informan untuk segera memasuki situasi hidup yang baru sehingga cenderung

pasrah dan tidak mampu untuk melawan, hanya berharap situasi buruk

tersebut segera berakhir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

73

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa para informan telah mampu

atau berhasil mencapai posttraumatic growth. Hal tersebut dibuktikan dari

temuan penelitian yang menunjukkan bahwa para informan memiliki

pengalaman paska konflik yang menggambarkan pencapaian posttraumatic

growth pada tiap dimensi. Inf. I, Inf. III, dan Inf. IV menunjukkan

keberhasilan mencapai posttraumatic growth yaitu dengan adanya perubahan

positif pada kelima dimensinya. Masing-masing informan mengalami

perubahan yang signifikan dalam dimensi-dimensi tertentu. Inf. I cenderung

memiliki pengalaman yang menggambarkan perubahan dalam dimensi

kekuatan pribadi, sedangkan Inf. III mengalami peningkatan pada kehidupan

religiositas yang termasuk dalam dimensi perubahan spiritual, dan Inf. IV

yang tampak lebih positif dalam hal penghargaan terhadap hidup. Demikian

pula pengalaman Inf. II yang meskipun cenderung tidak menunjukkan

perubahan dalam dimensi perubahan spiritual, namun juga mengalami

perubahan yang cukup signifikan dalam dimensi hubungan dengan orang

lain.

Keberhasilan penyintas mencapai posttraumatitc growth menandakan

bahwa mereka telah mampu mengatasi dan atau berdamai dengan pengalaman

traumanya. Dalam penelitian ini, setidaknya terdapat 3 hal penting yang

menjadi tolok ukur bagi peneliti untuk memahami pengalaman informan

terkait perubahan dalam dimensi-dimensi posttraumatic growth. Ketiga hal

tersebut adalah pengalaman masa lalu, kondisi hidup saat ini, dan harapan

akan masa depan. Adanya perubahan antara situasi yang dialami di masa lalu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

74

dengan yang dijalani saat ini diduga mempengaruhi pandangan para informan

pada poin-poin yang termasuk dimensi posttraumatic growth dan turut

menumbuhkan harapan akan masa depan. Lebih jauh, ditemukan setidaknya 3

faktor yang diduga menentukan keberhasilan informan mencapai

posttraumatic growth antara lain (1) rasa aman; (2) kondisi ekonomi; dan (3)

relasi dan dukungan sosial.

1. Rasa Aman

Pada pengalaman masa lalu, para informan seolah terjebak dalam

situasi konflik berkepanjangan yang puncaknya terjadi paska jajak

pendapat tahun 1999. Situasi mencekam yang tercipta kala tersebut

menimbulkan perasaan terancam. Rasa aman seperti mustahil diperoleh

hingga akhirnya memilih mengungsi demi mempertahankan hidup dan

kehidupannya. Dalam masa transisi usai memutuskan tetap menjadi Warga

Negara Indonesia masih banyak pergolakan batin yang dialami termasuk

karena meninggalkan tanah leluhur. Pengalaman informan berhadapan

dengan situasi konflik membuat mereka mampu memaknai rasa aman

sebagai kekuatan memperjuangkan hidup baru yang lebih baik. Rasa aman

yang dahulu dirindukan kini telah terwujud sehingga mendukung para

informan lebih nyaman dan termotivasi untuk mengeksplorasi serta

memaksimalkan kemampuan dirinya. Di daerah tempat tinggal saat ini,

rasa aman dari para informan sangatlah terjamin sehingga membuat

informan leluasa dalam aktivitas kesehariannya. Situasi tempat tinggal kini

yang jauh lebih kondusif daripada saat di tempat asal pun membuat para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

75

informan dapat menikmati hari-hari kehidupan mereka. Kondisi ini juga

membantu informan untuk semakin terasah dalam melihat peluang baru

dalam hidupnya dan menjadi lebih yakin mampu mengatasi berbagai

persoalan hidup di masa mendatang.

Maslow dalam Schultz (1977) memaparkan kesesuaian bahwa rasa

aman menjadi salah satu dari hierarki kebutuhan utama manusia.

Kebutuhan akan rasa aman yang meliputi kebutuhan individu akan

jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan dan

kecemasan sangat penting bagi individu sebelum akhirnya mencapai suatu

tingkat tertentu dan beralih memenuhi kebutuhan selanjutnya.

2. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi yang kritis paska peristiwa traumatis menjadi

faktor penting yang mendukung tercapainya posttraumatic growth. Pada

masa transisi, hal ini merupakan salah satu yang gigih diperjuangkan oleh

para informan. Harus memulai hidup dari nol membantu para informan

terus berupaya dan berpikir kreatif agar mampu mensejahterakan

kehidupan ekonominya. Usaha yang terus menerus dilakukan tanpa

menyerah dengan selalu memperbaharui ide menjadi pedoman dalam

menangangi kesulitan ekonomi. Jerih payah mereka pun tidak sia-sia,

sebab kondisi ekonomi para informan cukup mengalami perubahan yang

signifikan dibandingkan pada masa awal mengungsi. Meskipun ada

informan yang merasa bahwa secara materi, kehidupan di daerah asalnya

lebih berkecukupan tanpa usaha yang melelahkan. Kini informan tak lagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

76

berambisi terhadap hal-hal bersifat materi tersebut. Perjuangan yang

dilakukan sejak masa awal mengungsi semata-mata merupakan cara

memenuhi kebutuhan hidup sekaligus mengatasi persoalan yang dapat

timbul karenanya. Para informan mengalami perubahan pandangan positif

bahwa apa yang telah dimiliki kini juga merupakan bagian yang harus

dimanfaatkan untuk berbagi.

Pemaparan di atas didukung oleh Kaplan, Shema, dan Leite (2008)

yang menyatakan bahwa pendapatan ekonomi sangat berkaitan dengan

kesejahteraan psikologis. Pendapatan ekonomi yang semakin baik akan

meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan hal ini sangat menunjang para

individu untuk mencapai posttraumatic growth.

3. Relasi dan Dukungan Sosial

Relasi dan dukungan sosial dari keluarga serta lingkungan diduga

mempengaruhi para informan untuk mencapai posttraumatic growth. Pada

pengalaman hidup masa lalu, para informan memiliki tanggung jawab

yang lebih kecil karena belum terikat pernikahan dan atau karena baru

memiliki anggota keluarga yang sedikit. Berbeda dengan saat ini, adanya

perubahan status perkawinan dan atau jumlah anak yang bertambah. Hal

ini tidak terlepas dari hubungan yang kian lekat dan mendalam sehingga

memupuk rasa tanggung jawab para informan menjadi lebih besar. Rasa

tanggung jawab ini kemudian turut mengiring informan lebih optimis serta

menghargai relasi dengan orang lain. Dengan kata lain, relasi dan

dukungan sosial turut memfasilitasi informan mengalami perubahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

77

positif dalam dimensi posttraumatic growth melalui relasi dan dukungan

sosial.

Pemaparan di atas kiranya sesuai dengan Tedeschi & Coulhoun

(2004) yang meyakini bahwa dukungan sosial memiliki peran dan potensi

yang bermanfaat terhadap tercapainya posttraumatic growth. Adanya

relasi lekat yang saling mendukung akan membantu individu menemukan

perspektif baru dalam hidup, memperkuat keyakinan, dan menjadi tempat

menceritakan pengalaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat diambil beberapa

kesimpulan mengenai posttraumatic growth pada penyintas konflik, yaitu:

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para informan mengalami gejala

trauma pada kriteria-kriteria tertentu. Pengalaman trauma tersebut tidak

sama antara satu dan lainnya diduga karena perbedaan latar belakang serta

pengalaman hidup masa lalu dari masing-masing informan.

2. Meskipun para informan mengalami gejala trauma, namun ditemukan pula

bahwa mereka mampu mencapai posttraumatic growth dilihat dari 5

dimensinya. Masing-masing informan memiliki pengalaman yang

dominan pada dimensi tertentu, dan hal tersebut berbeda antar informan.

3. Munculnya pengalaman pada dimensi posttraumatic growth menandakan

keberhasilan informan mengatasi gejala traumanya dan bangkit menjadi

lebih baik serta positif dalam kehidupannya.

4. Setidaknya terdapat 3 hal yang diduga menjadi tolok ukur dalam melihat

perubahan positif para informan pada tiap dimensi posttraumatic growth

yaitu pengalaman masa lalu, kondisi hidup saat ini, dan harapan akan masa

depan.

5. Faktor yang diduga menentukan pencapaian posttraumatic growth antara

lain rasa aman yang membantu informan lebih optimis dan yakin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

79

terhadap kemampuan diri; kondisi ekonomi yang mendorong informan

terus berupaya, dan relasi dan dukungan sosial yang semakin luas

membuat informan lebih membuka diri.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain:

1. Eksplorasi berkaitan dengan trauma belum sepenuhnya komprehensif

karena penelitian ini lebih berfokus pada posttraumatic growth.

2. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang tidak secara lengkap

mengeksplorasi proses perubahan dari pengalaman trauma hingga

pencapaian posttraumatic growth.

C. Saran

Bertolak dari kesimpulan dan keterbatasan di atas, peneliti mengajukan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi penelitian selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih mengeksplorasi terkait trauma

dengan menggunakan konsep yang lebih luas sehingga dapat

memperoleh data yang komprehensif.

b. Diharapkan untuk dapat mengembangkan penelitian terkait

posttraumatic growth pada penyintas konflik ini dengan penelitian

lanjutan yang juga melihat proses secara rinci dan lengkap.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

80

2. Bagi pemerintah

Diharapkan dalam menangani konflik sosial terutama bila

menyebabkan adanya pengungsian, maka perlu memperhatikan kondisi

psikologis penyintas agar tidak larut dalam keterpurukan tetapi juga

termotivasi untuk bangkit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

81

DAFTAR ACUAN

Arthayani, S.N. (2005). Studi kasus tentang post traumatic stress disorder (PTSD)

pada pengungsi anak Timor Timur di asrama taman bina anak bangsa,

Wonosari-Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi Faklutas Psikologi Universitas

Sanata Dharma.

Cordova, M. J., Cunningham, L. L. C., Carlson, C. R., & Andrykowsky, M. A.

(2001). Posttraumatic growth following breast cancer: A controlled

comparison study. Health Psychology, 20, 176-185.

Creswell, J. W. (2009). Research design. Qualitative, quantitative, and mixed

methods approaches (3rd ed.). Los Angeles: Sage.

Fatiyyah, Titi. (2016). Posttraumatic growth pada korban kecelakaan lalu-lintas.

Dalam Seminar Asean 2nd Psychology & Humanity, Copyright: Psychology

Forum UMM, 19-20 Februari 2016. 449-455.

Ghony, D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi penelitian kualitatif. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media.

Hanifah, A.N., & Cahyo, K. (2012). Perilaku seksual pranikah pada siswa SLTP

pengungsi eks Timor Timur di Kecamatan Kupang Tengah dan Kupang

Timur Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Promosi

Kesehatan Indonesia, 7 (2), 116-125.

Hefferon, K., & Boniwell, I. (2011). Positive psychology theory, research and

applications. USA: Mc Graw hill.

Herman, J. 1992. Trauma and recovery. New York: Basic Books.

Joseph, S., & Linley, A. (2005). Positive and negative changes following

occupational death exposure. Journal of Traumatic Stress, 18 (6), 751-758.

Joseph, S., & Linley, A. (eds). (2008). Trauma, recovery, and growth: Positive

psychological perspectives on posttraumatic stress. Hoboken, NJ: John

Wiley & Sons, Inc.

Kaplan, G. A., Shema, S. J., & Leite, C. M. (2008). Socioeconomic determinants

of psychological well-being: The role of income, income change, and

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

82

income sources during the course of 29 years. Annals of Epidemiology, 18

(7), 531-537.

Klinken, H.V. (2014). Anak-anak Tim-Tim di Indonesia. Jakarta: KPG.

Mahleda, M., & Hartini, N. (2012). Post-traumatic growth pada pasien kanker

payudara pasca mastektomi usia dewasa madya. Jurnal Psikologi Klinis dan

Kesehatan Mental, 1 (2), 67-71.

Maercker, A., & Zoellner, T. (2004). The janus face of self-perceived growth:

toward a two-component model of posttraumatic growth. Psychological

inquiry, 15, 41-48.

Marpaung, H. (2009). Timor Timur menyerang Indonesia. Yogyakarta:

Galangpress.

Nevins, J. (2008). Pembantaian Timor Timur. Yogyakarta: Galangpress.

Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. (2013). Himpunan Hasil

Pendataan Eks Pengungsi Tim-Tim di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Soe: Kantor Perlindungan Masyarakat.

Rachmawati, N., & Halimah, L. (2015) Studi deskriptif mengenai gambaran post

traumatic growth (PTG) pada wanita penderita kanker payudara pasca

mastektomi di Bandung Cancer Society (BCS). Prosiding Penelitian Sivitas

Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora).

Ranimpi, Y, S. (2002). Konflik sosial dan posttraumatic stress disorder (gangguan

stress pasca trauma): suatu pendekatan pustaka. Program Profesional.

Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Schultz, D., (1977). Growth psychology:models of the healthy personality. New

York: Van Nostrand Company.

Smith, J. A. (2008). Qualitative psychology: A practical guide to research

methods. London: SAGE Publications.

Supratiknya, A. (2007). Kiat merujuk sumber acuan dalam penulisan karya

ilmiah. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam

psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

83

Supratiknya, A. (2018). Diktat metodologi penelitian. Yogyakarta: Fakultas

Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Syahnakri, K. (2013). Timor Timur the untold story. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.

Tedeschi, R.G. (2004). Posttraumatic Growth: Conceptual Foundations and

Empirical Evidence. Psychological Inquiry, 15 (1), 1-18.

Tedeschi, R.G., & Calhoun, L.G. (1996). The Posttraumatic Growth Inventory:

Measuring the positive legacy of trauma. Journal of Traumatic Stress, 9,

455-471.

Tedeschi, R. G., & Kilmer, R.P. (2005). Assessing strengths, resilience, and

growth to guide clinical interventions. Professional Psychology: Research

and Practice, 36, 230-237.

Urcuyo, K. R., Boyers, A. E., Carver, C. S., & Antoni, M.H. (2005). Finding

benefit in breast cancer: relations with personality, coping, and concurrent

well-being, Psychology and Health, 20, 175-192.

Woodward, C., & Joseph, S. (2003). Positive change processes and post-traumatic

growth in people who have experienced childhood abuse: Understanding

vehicles of change. Psychology and Psychotherapy: Theory, Research and

Practice, 76, 267-283.

Zoellner, T., & Maercker, A. (2006). Posttraumatic growth in clinical psychology

– A critical review and introduction of two component model. Clinical

Psychology Review, 26, 626-653.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

84

Lampiran

Lampiran 1. Informed Consent

Kesepakatan Partisipasi Penelitian

Saya menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai informan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Grevia Nanda Charisma Anie dari Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Saya paham bahwa penelitian ini bertujuan

memperoleh informasi tentang Posttraumatic Growth Pada Penyintas Konflik

Timor Timur 1999 di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Saya adalah salah satu

dari 4 orang yang akan dilibatkan sebagai informan dalam penelitian ini. Oleh

karena itu, saya setuju untuk menyepakati hal-hal sebagai berikut :

1. Partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat suka rela. Saya paham bahwa

sebagai informan, saya tidak akan memperoleh imbalan materi. Saya bisa

membatalkan dan tidak melanjutkan partisipasi saya sebagai informan tanpa

sanksi apa pun. Jika saya memutuskan membatalkan dan tidak melanjutkan

partisipasi saya sebagai informan, tidak seorang pun akan tahu selain peneliti.

2. Saya paham bahwa apa yang akan saya lakukan dalam penelitian ini penting

dan mungkin menarik. Namun bila ternyata saya merasa tidak nyaman

melakukannya maka saya berhak menolak memberikan jawaban atau

melakukan tugas yang diminta.

3. Saya paham bahwa partisipasi yang dibutuhkan dari saya adalah menjalani

wawancara yang dilaksanakan oleh peneliti. Kegiatan tersebut membutuhkan

waktu selama kurang lebih 2 jam. Peneliti mungkin akan membuat catatan-

catatan, membuat rekaman audio-video saat kegiatan berlangsung dan

melakukan tanya-jawab pada akhir kegiatan.

4. Saya paham bahwa peneliti tidak akan menyebutkan nama saya dalam laporan

yang disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian ini, dan

bahwa kerahasiaan saya sebagai informan dalam penelitian ini dijamin

sepenuhnya. Data dan informasi lain yang diperoleh dari penelitian ini hanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS KONFLIK TIMOR …

85

akan digunakan untuk kepentingan ilmiah yang menjamin kerahasiaan

individu dan institusi yang menjadi sumbernya.

5. Saya paham bahwa Prof. Dr. A. Supratiknya, Ph.D. atau pihak lain di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tidak akan pernah

mengetahui jawaban atau hasil pengerjaan tugas saya dalam penelitian ini.

Dengan demikian saya tidak akan pernah mengalami akibat negatif apa pun

dari apa yang saya katakan atau lakukan dalam penelitian ini.

6. Saya paham bahwa penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Dewan

Penilai Kelayakan Penelitian di kampus. Jika ada masalah atau pertanyaan

terkait informan dalam penelitian ini, saya bisa menghubungi Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Saya telah membaca dan memahami penjelasan yang diberikan kepada saya.

Saya telah memperoleh jawaban yang memuaskan terhadap semua pertanyaan

saya, dan secara suka rela saya menyatakan sepakat berpartisipasi sebagai

informan dalam penelitian ini.

8. Saya telah memperoleh salinan Kesepakatan Partisipasi Penelitian ini.

Soe,

Mengetahui,

Peneliti Informan

(Grevia Nanda Ch. Anie) ( )

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI