Upload
memeeeyyy
View
36
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
#analisis #farmasi
Citation preview
BAB I
Penetapan Kadar Asam Salisilat
Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan terapi topikal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal dengan khasiat utama sebagai bahan
keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis,
dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis. Penggunaannya semakin berkembang sebagai
bahan peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi, dan akne.
Asam salisilat, dikenal juga dengan 2-hydroxy-benzoic acid atau orthohydrobenzoic acid,
memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat memiliki pKa 2,97. Asam salisilat dapat
diekstraksi dari pohon willow bark, daun wintergreen, spearmint, dan sweet birch. Saat ini asam
salisilat telah dapat diproduksi secara sintetik.
Bentuk makroskopik asam salisilat berupa bubuk kristal putih dengan rasa manis, tidak berbau,
dan stabil pada udara bebas. Bubuk asam salisilat sukar larut dalam air dan lebih mudah larut
dalam lemak. Sifat lipofilik asam salisilat membuat efek klinisnya terbatas pada lapisan
epidermis. Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan
keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874.
Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme
keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselular, dan
melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik
dan menghilangkan ikatan kovalen lipid interselular yang berikatan dengan cornified envelope di
sekitar keratinosit. Mekanisme kerja zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang
menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit. Efek desmolitik asam salisilat meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi. Asam salisilat topikal dalam konsentrasi yang lebih
besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga kerap digunakan pada terapi
veruka dan kalus.
Bahan
1. Sampel salep kulit yang
mengandung asam salisilat
2. Alcohol 75%
3. Indictor fenoftalin
4. NaOH
5. Asam oksalat
6. Aquadest bebas CO2
Cara Kerja
1. Timbang secara seksama 500 mg sampel
2. Replikasi sebanyak 3 kali
3. Larutkan sampel dalam 25 ml alkohol 75% + 2 tetes indikator fenoftalin
4. Titrasi dengan larutan baku NaOH 0,1N yang sudah dibakukan
5. Titrasi blanko dilakukan dengan menyiapkan 25 ml alkohol 75% + 2 tetes indikator
fenoftalin kemudian titrasi dgn NaOH 0,1N
6. Lakukan pembakuan NaOH 0,1N
2
BAB II
Penetapan Kadar Kafein
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji
coklat (Coffeefag, 2001). Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis,
seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan
stimulasi otot jantung (Coffeefag, 2001). Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein
ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi
kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang
(Farmakologi UI, 2002). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska
(2004), dosis kafein yang diizinkan 100200mg/hari, sedangkan menurut SNI 017152-2006 batas
maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein
sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab
kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang
banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena
gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualifikasi proanalisis seperti,
1. Standar kafein, 2. kloroform, 3. kalsium karbonat, 4. alkohol,
5. amonia, 6. akuades, 7. Sampel kopi bubuk
Alat-alat yang digunakan yaitu
1. Seperangkat alat spektrofometer, 2. Evaporator (modifikasi pyrex), 3. Timbangan analitik, 4. Tabung reaksi, 5. Corong pisah, 6. Labu takar,
7. Gelas piala, 8. Erlenmeyer, 9. Pipet tetes, 10. Corong pisah, 11. Gelas ukur, 12. Hot plate.
Pembutan reagen Parry
Buat campuran Cobalt nitrat dan methanol (1:1)
Pembuatan Larutan Baku Kafein 1. Ditimbang sebanyak 250 mg kafein, dimasukkan ke dalam gelas piala, dilarutkan dengan
akuades panas secukupnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. Kemudian
diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
2. Dipipet larutan standar kafein tadi sebanyak 2,5 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
3
Penentuan Panjang Gelombang 1. Deteksi absorbansi larutan standar pada rentang panjang gelombang 250-300 nm dengan
menggunakan instrument spektrofotometer UV-Vis.
Pembuatan Kurva Standar 1. Pembuatan larutan induk 1000mg/L yang dibuat dengan melarutkan 250 mg kafein
kedalam 250 mL akuades.
2. Larutan standar dibuat dengan mengambil : 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 mL dari larutan stok, kemudian diencerkan lagi ke dalam 5 mL akuades. Konsentrasi larutan standar yang
diperoleh berturut-turut adalah : 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 mg/L.
Penentuan Kadar Sampel
1. Dibaca serapan sinar (absorbansi) dengan spketrofotometer pada panjang gelombang 275 nm
dengan blanko serapan akuades.
2. Dihitung jumLah kafein.
a. Uji kualitatif Kafein Metode Parry Sejumlah zat dilarutkan dalam alkohol, kemudian ditambahkan reagen parry dan
ammonia encer. Larutan berwarna biru tua/hijau menyatakan terdapat kafein (DepKes,
1995).
b. Uji Kuantitatif Kafein 1. Sebanyak 1 gram bubuk kopi dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan
150 mL akuades panas kedalamnya sambil diaduk.
2. Larutan kopi panas disaring melalui corong dengan kertas saring ke dalam Erlenmeyer,
kemudian 1,5 g kalsium karbonat (CaCO)dan larutan kopi tadi dimasukkan ke dalam
corong pisah lalu diekstraksi sebanyak 4 kali, masing-masing dengan penambahan 25
mL kloroform.
3. Lapisan bawahnya diambil, kemudian ekstrak (fase kloroform) ini diuapkan dengan
rotary evaporator hingga kloroform menguap seluruhnya.
4. Ekstrak difase kloroform dicuci dengan aquadest, kemudian uapkan kloroform yang
tersisa.
5. Tentukan kadarnya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 275 nm
(Fitri, 2008).
4
BAB III
Analisis karbohidrat yang terdapat didalam bahan pangan
A. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar secara konvensional terhadap senyawa
karbohidrat yang terdapat pada bahan pangan.
B. Dasar Teori
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama. Jumlah kalori yang dihasilkan oleh 1 gram
karbohidrat sebesar 4 kkal. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan
karakteristik bahan makanan, didalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk dari
beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak.
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, berupa gula sederhana yaitu heksosa,
pentose, maupun karbohidrat dengan struktur kompleks seperti pati, pectin, selulosa dan
lignin. Karbohidrat yang terdapat pada hasil ternak terutama terdii dari glikogen. Didalam
susu karbohidrat yang utama adalah laktosa, air susu sapi mengandung sekitar 5% laktosa
dan pada susu skim kering terkandung lebih dari 50% laktosa.
Berdasarkan sifat-sifat disakarida dan reaksi kimia yang terjadi pada karbohidrat,
karbohidrat dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif pada karbohidrat ditentukan pada reaksi karbohidrat dengan zat
tertentu yang akan menghasilkan warna tertentu. Beberapa uji kualitatif karbohidrat yang
dapat dilakukan yaitu Uji Antrone, Uji Barfoed, Uji Benedict, Uji Iodin, Uji Molisch dan
Uji Seliwanoff.
Analisis Kualitatif terhadap karbohidrat dapat dilakukan dengan menggunakan metode
luff-schroll dan spektrofotometri.
C. Metodologi
1. Alat
Gelas ukur
Erlenmeyer dan tutup
Corong Kaca
Biuret
Statif dan Klem
Petri disk
Labu ukur
Pengaduk
Penangas Air
2. Bahan
Asam Sitrat Na2CO3
5
CuSO4
KI
HCL
H2SO4
Metil jingga
Indikator Amilum
Aquadest
Susu Bubuk
3. Cara Kerja
a) Pembuatan Luff Schroll
50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml aquadest
13,8 g Na2CO3 dalam 350 ml aquadest mendidih, campurkan kedua larutan (+) 25%
CuSO4 dlm 100 ml aquadest di encerkan dalam aquadest sampai 1 liter
b) Preparasi sampel
timbang sebanyak 5g sampel encerkan dengan 100 ml aquadest, saring.
c) Pembuatan dan standarisasi Na2S2O3 0,1 N
- Pembuatan Na2S2O3 0,1 N
timbang sebanyak 24,82 g Na2S2O3.5H2O dalam 1 liter aquadest
- Standarisasi
25 ml KBrO3 0,1 N dalam labu tersumbat kaca + 50 ml aquadest dan 2 g KI + 5 ml
HCl tutup labu dan biarkan selama 15 menit, (+) 100 ml aquadest.
d) Penetapan kadar gula sebelum inverse
25 ml larutan sampel, masukkan dalam Erlenmeyer + 25 ml LS, dipanaskan
dengan penangas air selama 20 menit dan didinginkan +15 ml KI 20% + 25 ml H2SO4
6N titrasi dengan Na2S2O3 dengan indikator amilum.
e) Penetapan Blanko
- 25 ml aquadest + 25 ml larutan LS + 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 6N, titrasi
dengan Na2S2O3 dengan indikator amilum.
1.Data Percobaan.
Berat sampel : 1. 5,0 gram
2. 5,0 gram
Pembakuan Na2SO4 :
No Berat KBrO3 Volume Na2S2O4
1 278.4
mg
2 278.4
mg
6
Penetapan kadar karbohidrat
No Berat sampel Volume Na2S2O4
(titran)
1
5.0 gram
2 5.0 gram
Penetapan kadar karbohidrat
No Berat sampel Volume Na2S2O4
(titran)
1
5.0 gram
2 5.0 gram
Volume Blanko =
No Berat sampel Volume
blanko
Volume
titran
Volume titran
terkoreksi
1 5.0 gram
2 5.0 gram
3. Perhitungan
Pembakuan Natrium tiosulfat
BM KbrO3 = 167
3 3
2 2 3
2 2 3
KBrO KBrO
Na S ONa S O
V .NN =
V
2 2 3Na S ON =
Penetapan kadar gula sebelum Inversi
Kadar gula sebelum inversi = 1 1 100%1000
f xPx
Bx
dimana : f1 = gula invert sebelum inverse (mg)
P1 = faktor pengenceran sebelum inversi
B = berat dalam gram
7
Daftar kesetaraan mL Natrium tiosulfat 0.1 N dengan gula invert dalam mg
Volume larutan Na
Tiosulfat 0.1 N (mL)
Kadar gula invert (mg)
1.00 2.4
2.00 4.8
3.00 7.2
4.00 9.6
5.00 12
6.00 14.4
1. 1f = 2 2 3Na S O
0.1 N
Nx Volume
2 2 3Na S ON terkoreksi x kesetaraan
Kadar gula sebelum inversi (L)= 1 1 100%1000
f xPx
Bx=
2. 1f = 2 2 3Na S O
0.1 N
Nx Volume
2 2 3Na S ON terkoreksi x kesetaraan
Kadar gula sebelum inversi(L) = 1 1 100%1000
f xPx
Bx=
Kadar gula sebelum inversi rata-rata =2
=
8
BAB IV
Analisis Ca dan Mg dalam Pasta Gigi
A . Tujuan
Mahasiswa dapat menganalisis secara kualitatif dan menentukan kadar logam Ca dan Mg
pada pasta gigi.
B . Tinjauan Pustaka
Ada begitu banyak produk pasta gigi di pasaran yang menjanjikan anda gigi yang lebih
segar, lebih putih, dan mencegah lubang. Hal ini menyebabkan Anda sebagai konsumen menjadi
bingung untuk memilih yang terbaik. Kandungan apa sih, yang kita perlukan? Seberapa banyak
pasta gigi yang harus kita gunakan? Mana yang lebih baik antara bentuk gel atau pasta (Van
Houve, 1984).
Pasta gigi didefinisikan sebagai bahan semi-aqueous yang digunakan bersama-sama sikat
gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Pasta gigi yang
digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat
gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau
mengurangi bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta memelihara kesehatan gingiva
(Yudhy, 2006).
Selain tersedia dalam berbagai macam merek, pasta gigi juga memiliki kandungan yang
bermacam-macam. Ada yang bisa memutihkan, memperkuat hingga membuat nafas segar.
Rasanya pun bisa dipilih, mulai dari rasa buah-buahan hingga mint yang menyegarkan. Bahkan,
pasta gigi juga semakin spesifik. Terdapat pasta gigi untuk gusi berdarah, gigi yang sensitif,
hingga pasta gigi untuk perokok (Skoog,D,A, 2000).
Meskipun tidak ada yang memiliki kandungan lengkap, namun sebaiknya pasta gigi yang
dipilih harus mengandung tiga unsur pokok. Ketiga unsur tersebut adalah bahan abrasi, efek
detergen (fluoride), serta rasa segar. Bahan abrasi hampir ada ditiap pasta gigi, fungsinya untuk
membersihkan permukaan gigi (Svehila.G, 1985).
Ciri-ciri pasta gigi yang baik yaitu (Van Houve, 1984):
1. Mengandung banyak fluoride, kecuali untuk anak balita, banyak fluoride justru tidak baik
2. Tidak banyak berbusa
9
3. Ketika digunakan untuk sikat gigi, dapat menghilangkan partikel-partikel asing, substansi
makanan, plak dan membersihkan gigi
4. Haruslah tidak bersifat toksik, memiliki rasa yang menyenangkan dan meninggalkan
mulut dalam keadaan segar setelah penggunaannya
Komposisi pasta gigi biasanya terdiri dari (Yudhi, 2006):
a. Bahan abrasif (20-50%)
b. Air (20-40%)
c. Humectant atau pelembab (20-35%)
d. Bahan perekat (1-2%)
e. Surfectan atau Deterjen (1-3%)
f. Bahan penambah rasa (0-2%)
g. Bahan terapeutik (0-2%)
h. Bahan pemutih (0,05-0,5%)
i. Bahan pengawet (0,05-0,5%)
C. Metodologi
1. Alat
a. Timbangan analitik
b. Gelas ukur (500 cc dan 100 cc)
c. Beaker glass (100 ml, 250 ml,
1 L)
d. Gelas plastik
e. Pipet tetes
f. Pengaduk
g. pH meter
2. Bahan
a. Pasta Gigi
b. Aquadest
c. FeCl3
d. NaOH
e. HCl
f. Dinatrium EDTA
g. Indikator EBT
h. CaCO3
3. Cara Kerja
1. Identifikasi Ca
a. Ditimbang 10 gr pasta gigi
b. Larutkan dalam 3 ml aquadest
10
c. Diambil 2ml Filtrat
d. Ditambah 2 tetes FeCl3, diamati warna yang terjadi.
2. Identifikasi Mg
a. Diambil filtrat dari sampel 1
b. Ditambah NaOH , diamati endapan yang terjadi
3. Pembuatan sampel
a. Ditimbang 15 gr pasta gigi, ditambah beberapa tetes HCL encer
b. Ditambah Aquadest hingga 100 ml
4. Pembuatan Baku sekunder dinatrium edetat 0,05N
a. Ditimbang lebih kurang 1,8612 g Dinatrium Edetat (diNa EDTA atau
trilon B atau komplekson III )
b. dimasukkan ke dalam labu beaker
c. dilarutkan dalam 40-60 ml aquadest
d. dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu dan ditambahkan air sampai
100 ml. Maka diperoleh larutan 0,05 M atau 0,1 N
e. dikocok homogen
f. diberi label dan disimpan
5. Penentuan Baku Primer CaCo3 0,0500N
a.Caco3 ditambah aquadest
b.Dikocok hingga homogen.
6. Pembakuan baku sekunder dinatrium Edetat
a. Dipipet larutan baku sekunder 10 ml
b. Ditambah beberapa tetes HCL encer
c. Ditambah 15 ml larutan NAOH
d. Tambahkan indikator EBT
e. Titrasi dengan larutan dinatrium EDTA
f. Hasil
7. Penentuan Kadar Mg dan Ca Pada Pasta gigi dengan menggunakan AAS
a. Pasta gigi ditimbang 1 mg
b. Ditambahkan Aquadest 50 mg
11
c. Didiamkan selama 24 jam, lalu di saring
d. Ditambahkan Aquadest hingga 100ml
e. Dinetralisir dengan NaOH
f. Dilakukan Pengukuran dengan AAS
8. Pembuatan Kurva Larutan Standar
a. Larutan Standar Mg 1000 ppm
b. Diambil 10 ml , dimasukan dalam labu takar
c. Ditambah aquadest hingga 100 ml
d. Diambil masing-masing 1,2,3,4 ml
e. Ditambah aquadest hingga 100 ml
f. Diukur dengan AAS
12
BAB V
Analisis Tablet Piridoksin HCl
Bahan
1. sampel tablet piridoksin HCl
Cara Kerja
1. Uji Keseragaman Bobot
2. Uji identifikasi kualitatif
a. Timbang sebanyak 200 mg serbuk dari tablet piridoksin, masukkan kedalam
Erlenmeyer.
b. Tambahkan 5 ml aquadest, kocok hingga larut dan disaring dengan kertas saring.
c. Masukkan filtrate kedalam tabung reaksi
d. Tambahkan 2 atau 3 tetes FeCl3, sampai terbentuk warna jingga sampai merah tua.
3. Penetapan baku Piridoksin HCl
a. Timbang sebanyak 100,0 mg Piridoksin HCl BPFI
b. Masukkan kedalam labu ukur 100,0 ml kemudian tambahkan 50 ml HCl 0,1N
dikocok hingga larut dan diencerkan dengan HCL 0,1N sampai batas tanda (Larutan
A).
c. Ambil 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; dan 5,0 ml dari larutan A dan masukkan
masing-masing dalam labu takar 100,0 ml kemudian encerkan sampai tanda batas.
d. Ukur serapan dengan panjang gelombang maksimum 291 nm, dengan menggunakan
larutan HCl 0,1N sebagai larutan blanko.
4. Penetapan kadar Piridoksin HCl
a. Timbang sebanyak 500,0 mg serbuk tablet, masukkan dalam labu takar 100,0ml
b. Tambahkan 50 ml HCL 0,1N kocok hingga larut kemudian diencerkan dengan HCL
0,1N sampai tanda batas.
c. Ambil 2,0 ml filtrate dan masukkan dalam labu takar 100,0 ml dan encerkan dengan
HCL 0,1N sampai tanda batas.
d. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum 291 nm dengan menggunakan
larutan HCl 0,1N sebagai larutan blanko.