31
REFERAT ANATOMI, PATOFISIOLOGI DAN TERAPI CARPAL TUNNEL SYNDROME Disusun oleh : Mira Andhika 1102009173 Pembimbing dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, SpS, M.Kes

Presentasi Kasus Neuro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n

Citation preview

Page 1: Presentasi Kasus Neuro

REFERAT

ANATOMI, PATOFISIOLOGI DAN TERAPI

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun oleh :

Mira Andhika

1102009173

Pembimbing

dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, SpS, M.Kes

Bagian Kepanitraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas YARSI

RSUD ArjawinangunJuli 2013

Page 2: Presentasi Kasus Neuro

BAB I

LEMBAR KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Ny. SJ

- Jenis kelamin : Perempuan

- Usia : 50 tahun

- Alamat : Kebon Pringkidul

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Agama : Islam

- Status perkawinan : Menikah

II. ANAMNESIS (alloanamnesis 2 April 2013)

Keluhan Utama : Nyeri kepala 1 minggu

Keluhan Tambahan : Sakit kepala, mual, dan muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri kepala hebat yang dirasakan 1

minggu yang lalu. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami

penurunan kesadaran. Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Demam yang dirasakan pasien

naik dan turun. Keluarga pasien menyangkal adanya kelumpuhan anggota gerak badan dan kejang

yang terjadi pada pasien.

Page 3: Presentasi Kasus Neuro

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada keluhan riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat hipertensi, kencing

manis, dan kejang disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan yang sama pada keluarga tidak ada, kencing manis dalam keluarga tidak

ada, keluhan hipertensi dalam keluarga tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK

I. OBYEKTIF

1. Status Present

Kesadaran : Somnolen

GCS : E1 M5 V2

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 26 x/menit

Suhu : 36,5˚C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)

Mata : Exopthalmus (-), edema palpebra (+), pupil bulat, isokor,

conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-

THT : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-)

Thoraks : Jantung : BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Page 4: Presentasi Kasus Neuro

Abdomen : Datar, lembut, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Bising usus (+) Normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

2. Status Neurologis

A. Saraf Cranial :

N I (Olfaktorius)

Subyektif : Tidak dilakukan

Dengan bahan : Tidak dilakukan

N II (Optikus)

Refleks cahaya langsung : +/+

Tajam penglihatan : Tidak dapat dinilai

Lapang penglihatan : Tidak dilakukan

Melihat warna : Tidak dilakukan

Fundus okuli : Tidak dilakukan

N III (Occulomotor)

Pergerakan bola mata

(Medial, Atas, Bawah, Atas Dalam) : Tidak dapat dinilai

N IV (Troklearis)

Pergerakan bola mata

(Bawah Dalam) : Tidak dapat dinilai

N V (Trigeminus)

Membuka mulut : Tidak dapat dinilai

Menguyah : Tidak dapat dinilai

Page 5: Presentasi Kasus Neuro

Menggigit : Tidak dapat dinilai

Refleks kornea : Tidak dapat dinilai

Sensabilitas wajah : Tidak dapat dinilai

N VI (Abdusen)

Pergerakan bola mata

(Lateral) : Tidak dapat dinilai

N VII (Facialis)

Mengerutkan dahi : Tidak dapat dinilai

Menutup mata : Tidak dapat dinilai

Memperlihatkan gigi : Tidak dapat dinilai

Perasaan lidah

(2/3 bagian depan lidah) : Tidak dilakukan

N VIII (Vestibulocohlear)

Test Schwabach : Tidak dilakukan

Test Rinne : Tidak dilakukan

Test weber : Tidak dilakukan

N IX dan N X (Glossofaringeus dan Vagus)

Refleks batuk : Tidak dapat dinilai

Refleks muntah : Tidak dapat dinilai

Posisi uvula : Tidak dapat dinilai

N XI (Asesorius)

Page 6: Presentasi Kasus Neuro

Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : Tidak dapat dinilai

Mengangkat bahu (M. Trapezius) : Tidak dapat dinilai

N XII (Hipoglossus)

Pergerakan lidah : Tidak dapat dinilai

Lidah deviasi : Tidak dapat dinilai

B. Badan dan Anggota Gerak :

1. Anggota gerak atas

Motorik : Baik

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 2/2

Tonus : Normal

Atrofi : (-)

Refleks fisiologis : Biceps : (+)/(+)

Triceps : (+)/(+)

Refleks Patologis : Refleks Hoffman : -/-

Refleks Trommer : -/-

Sensabilitas : Tidak dapat dinilai

2. Anggota gerak atas

Motorik : Baik

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 2/2

Tonus : Normal

Atrofi : (-)

Refleks fisiologis : Patella : (+)/(+)

Page 7: Presentasi Kasus Neuro

Achilles : (+)/(+)

Refleks patologis : Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Gorda : -/-

Gondon : -/-

Oppenheim : -/-

Schiffer : -/-

Sensabilitas : Tidak dilakukan

Meningeal sign : Kaku kuduk (-)

Tes kernig : (-)

Tes Lasegue : (-)

Tes Brudzinksy I-II : (-)

C. Koordinasi dan Keseimbangan

Cara berjalan : Tidak dilakukan

Tes Roomberg : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

Finger to nose : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

Heel to knee : Tidak dilakukan

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan kepala :

- Tampak massa berbentuk lobulated isohipintens pada T1 W1 pada lobus periontotemporalin

kanan yang menjadi hiperhipoin pada T2 W1. T2 GRE dan FLAIR yang menyangat heterogen

dengan batas tegas disertai dengan intratumoral cyst dan dural tail sesudah pemberian kontras.

- Massa tampak mendesak sulci, gyri, sistem nucleus, ganglia basalis dan sistem ventrikel

Page 8: Presentasi Kasus Neuro

lateralisasi kanan dan menyebabkan midline shift ke kiri serta edema perifocal dan obstructive

hydrocephalus mild kiri. Tampak pula migrasi trasependymal CSF pada ventrikel lateralisasi

kiri. Tampak vascukal flow voids pada perifer massa.

Kesan :

Massa di lobus perintotemporalis kanan dengan intratumoral cyst dan dural tail yang menyebabkan

mass effect dan midline shift ke kiri serta peritumoral vasogenic edema menyolong adanya suatu

meningioma.

Tidak menunjukkan tanda-tanda infark/perdarahan di kedua hemisphere serebri dan serebelli.

Cerebellum dan batang otak baik.

III. DIAGNOSA KERJA

Space Occupying Lession (SOL)

IV. DIAGNOSA BANDING

- Abses Cerebri

- Neurofibroma

- Hemangiofibroma

V. PENATALAKSANAAN

1. IVFD 2A/8 jam

2. Dexametasone 3x1

3. Ranitidine 1x1

4. Neurobion 5000 1x 1

5. Ikaneuron 1x1

V. PROGNOSIS

Page 9: Presentasi Kasus Neuro

Quo ad vitam : ad malam

Quo ad functionam : ad malam

Quo ad sanam : ad malam

Page 10: Presentasi Kasus Neuro

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Berdasarkan data-data ‘Surveillance Epidemiology & End Result Registry’ USA dari tahun

1973- 1995 dilaporkan bahwa; setiap tahunnya di USA dijumpai 38.000 kasus- kasus baru tumor

otak primer, dan pada tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus tumor otak, dimana 38.000

diantaranya adalah tumor primer dengan 18.000 bersifat ganas dan selebihnya, 150.000 adalah

tumor sekunder yang merupakan metastase dari tumor paru, tumor payudara, tumor prostate dan

tumor-tumor lainnya. Insidens tumor otak lebih sering dijumpai pada laki-laki (6,3 dari 100.000

penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000 penduduk), dengan kelompok usia terbanyak

sekitar 65 – 79 tahun. (R. Soffieti, 2003).

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26

persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri

dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita

tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen)

tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase

(sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-

tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,

cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor

terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis

tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan. (Hakim. AA, 2005)

1.2 Definisi

Page 11: Presentasi Kasus Neuro

SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada

ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi

pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. Karena

cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan

meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara

mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan

gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai

naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan

serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan

gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinalatau yang

langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial

dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi akan tergantung

pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh

lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat

tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum. Pungsi lumbal tidak boleh dilakukan

pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada

timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam fossa cranii

posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat ini

CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnosa.

1.3 Etiologi

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak

penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

Herediter: Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada

meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota

Page 12: Presentasi Kasus Neuro

sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai

manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.

Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest). Bangunan-bangunan embrional berkembang

menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam

tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,

menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.

Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami

perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu

glioma.

Virus: Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya

neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan

perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

Substansi-substansi Karsinogenik: Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama

dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti

methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada

hewan.

1.4 Klasifikasi

Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :

a. JinakAcoustic neuroma

a. Meningioma

b. Pituitary adenomaAstrocytoma ( grade I )

b. MalignantAstrocytoma ( grade 2,3,4 )

a. Oligodendroglioma

b. Apendymoma

Page 13: Presentasi Kasus Neuro

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :

a. Tumor intradural Ekstramedular

a. Cleurofibroma

b. Meningioma intramedural

c. Apendimoma

d. Astrocytoma

e. Oligodendroglioma

f. Hemangioblastoma

b. Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer.

1.5 Gejala Klinis

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya

menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya berjalan progresif.

Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan

atau otak mendapat penekanan.

Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul gejala yang

berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker

paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada kanker payudara.

Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan

lokasinya.Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar

sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun

bisa menimbulkan efek yang fatal.

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

1. Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang

Page 14: Presentasi Kasus Neuro

2. Gejala tekanan tinggi intrakranial

3. Gejala tumor otak yang spesifik

Gejala serebral umum

Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh

keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas

mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi.

Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

a. Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak

adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi

dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari

dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi

intrakranial. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2

arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan

dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium

sejenak karena batuk, bersin, coitus dan mengejan akan memperberat nyeri kepala.

Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.

Adanya nyeri kepala dengan psicomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak. Nyeri kepala pada

tumor otak, terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Pada anak

kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di

daerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa

posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat

tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri

kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.

b. Muntah

Page 15: Presentasi Kasus Neuro

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan

nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat

bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk

sementara waktu.

c. Kejang

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih

dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor

otak.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

- Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

- Mengalami post iktal paralisis

- Mengalami status epilepsi

- Resisten terhadap obat-obat epilepsi

- Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa

posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)

mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri

dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan

difossa posterior. Bangkitan kejang ditemukan pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan

astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

- CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan

meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.

Page 16: Presentasi Kasus Neuro

- MRI : Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah

hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan

- Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar

pengobatan serta informasi prognosisi.

- Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

- Elektroensefalografi ( EEG ) : Mendeteksi gelombang otak abnormal.

1.7 Penatalaksanaan

Dasar penatalaksanaan :

Infus 2A yang isinya glukosa 5% dan natrium klorida 0,45% yang berguna untuk

mengatasi dehidrasi, menambah kalori, dan mengembalikan keseimbangan elektrolit.

Dexamethasone merukapan steroid untuk mengurangi edema di sekitar tumor. Dexamathasone 10

mg IV/ p.odilanjutkan dengan 4mg setiap 6 jam

Ranitidine Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat kerja histamin

secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Kadar dalam

serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung

adalah 36 – 94 mg/ml. kadar tersebut bertahan selama 6 – 8 jam setelah pemberian dosis

50 mg IM/IV.

Neurobion 5000 Drip berisi Vitamin B1 yang berperan sebagai koenzim pada

dekarboksilasi asam keto dan berperan dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6

didalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat

membantu dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam

sintesa asam nukeat dan berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas

jaringan saraf.

Ikaneuron 1 beisi Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200 µg.

indikasinya untuk Polineuritis (degenerasi saraf-saraf tepi secara serentak dan simetris),

Page 17: Presentasi Kasus Neuro

neuralgia (nyeri pada saraf)

Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.Jika memungkinkan, maka

tumor diangkat melalui pembedahan.Pembedahan kadang menyebabkan kerusakan otak yang bisa

menimbulkan kelumpuhan parsial, perubahan rasa, kelemahan dan gangguan intelektual. Tetapi

pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.

Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi

ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu menentukan jenis tumor serta pengobatan

lainnya. Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka terus tumbuh di

dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih parah atau kematian.

Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya diangkat melalui pembedahan. Setelah

pembedahan kadang dilakukan terapi penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa.

Tumor ganas diobati dengan pembedahan, terapi penyinaran dan kemoterapi. Terapi penyinaran

dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran

tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor

dapat dikendalikan.

Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker otak. Kanker otak primer

maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi. Jika terjadi

peningkatan tekanan di dalam otak, diberikan suntikan mannitol dan kortikosteroid untuk

mengurangi tekanan dan mencegah herniasi. Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada

sumber kankernya. Sering dilakukan terapi penyinaran. Jika penyebarannya hanya satu area, maka

bisa dilakukan pembedahan.

Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak

berefek langsung terhadap tumor. Dosis pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d.

sering mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa hari

Page 18: Presentasi Kasus Neuro

pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.

Tumor seller atau paraseller kadang-kadang tampil dengan insufisiensi steroid. Pada pasien ini

perlindungan steroid merupakan sarat mutlak tindakan anestetik atau operatif.

Tindakan Operatif

Kebanyakan pasien dengan tumor intrakranial memerlukan satu atau lebih pendekatan bedah-saraf.

Contohnya antara lain sebagai berikut:

Kraniotomi: Flap tulang dipotong dan dibuka dengan melipat.

Burr hole: Untuk biopsi langsung atau stereotaktik.

Pendekatan Transsfenoid: Melalui sinus sfenoid kefossa pituitari.

Pendekatan Transoral: Membuang arkus atlas, peg odontoid dan klivus memberikan jalan

mencapai aspek anterior batang otak dan cord servikal atas. Jarang digunakan. Biasanya untuk

tumor letak depan seperti neurofibroma, khordoma.

Kraniektomi: Burr hole diikuti pengangkatan tulang sekitarnya untuk memperluas bukaan, rutin

digunakan untuk pendekatan pada fossa posterior.

Prosedur biopsi, pengangkatan tumor parsial/ dekompresi internal atau pengangkatan total

tumor tergantung asal dan lokasi tumor. Tumor ganas primer yang infiltratif mencegah

pengangkatan total dan sering operasi dilakukan terbatas untuk biopsi atau dekompresi tumor.

Prospek pengangkatan total membaik pada tumor jinak seperti meningioma atau kraniofaringioma;

bila banyak tumor yang terabaikan, atau bagian tumor mengenai struktur dalam, bisa berakibat

rekurensi.

Radioterapi

Saat ini tindakan terhadap tumor intrakranial menggunakan salah satu dari cara berikut:

- sinar-x megavoltase

- sinar gama dari kobalt60

Page 19: Presentasi Kasus Neuro

- berkas elektron dari akselerator linear

- partikel yang dipercepat dari siklotron, seperti neutron, nuklei dari helium, proton

Sebagai alternatif, tumor ditindak dari dalam (brakhiterapi) dengan mengimplantasikan

butir radioaktif seperti ytrium90. Kontras dengan metoda tua dengan 'terapi sinar-x dalam', tehnik

modern memberikan penetrasi jaringan lebih dalam dan mencegah kerusakan radiasi terhadap

permukaan kulit. Efek radioterapi tergantung dosis total, biasanya hingga 6.000 rad, dan durasi

pengobatan. Harus terdapat keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar.

Umumnya, makin cepat sel membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama

bernilai pada pengelolaan tumor ganas; astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma dan

germinoma, namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak; adenoma pituitari,

kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui jalur CSS seperti medulloblastoma,

iradiasi seluruh aksis neural menekan risiko terjadinya rekurensi dalam selang waktu singkat.

Komplikasi Radioterapi: Setelah tindakan, perburukan pasien bisa terjadi karena beberapa hal:

- selama tindakan: peningkatan edema, reversible

- setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi

- enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua tahun)

Komplikasi serupa mungkin mengenai cord spinal setelah iradiasi tumor spinal.

Sensitiser sel hipoksik: Saat radioterapi, bagian dari proses destruktif adalah konversi oksigen ke

ion hidroksil. Adanya area hipoksik didalam jaringan tumor menambah radioresistensi.

Penggunaan sensitiser sel hipoksik seperti misonidazol, bertujuan meningkatkan sensitivitas

didalam regio ini. Manfaat zat ini masih dalam pengamatan.

Khemoterapi

Page 20: Presentasi Kasus Neuro

Manfaatnya belum jelas. Yang biasanya digunakan adalah BCNU, CCNU, metil CCNU,

prokarbazin, vinkristin dan metotreksat. Obat khemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor

secara selektif; namun respon sel tumor berkaitan langsung dengan dosis. Tak dapat dihindarkan,

dosis tinggi menyebabkan toksisitas 'bone marrow'. Dalam praktek, kegagalan menimbulkan

tanda depresi 'marrow' (antara lain leukopenia) menunjukkan dosis yang tidak adekuat.

Efek samping merintangi pemakaian khemoterapi pada tumor jinak atau 'derajat rendah'.

Pada pasien dengan tumor ganas, beberapa penelitian menunjukkan terapi tunggal atau

kombinasi menghasilkan beberapa remisi tumor, namun penelitian terkontrol acak

memperlihatkan hasil yang tak sesuai. Pada astrositoma maligna, BCNU mungkin bermanfaat

sedang. Pada medulloblastoma, terapi kombinasi CCNU dan vinkristin mungkin memperlambat

rekurensi.

Antibodi Monoklonal

Tehnik produksi antibodi monoklonal memberi harapan yang lebih baik dalam mengelola

tumor ganas, walau pengangkutan dan lokalisasinya masih merupakan masalah. Antibodi

monoklonal berperan sebagai karier, yang membawa obat sitotoksik, toksin atau radionuklida

langsung kedaerah tumor.

Komplikasi Penatalaksanaan

1. herniasi otak (sering fatal)

2. herniasi unkal

3. herniasi Foramen magnum

4. kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar

5. kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi

6. efek samping medikasi, termasuk kemoterapi

7. efek samping penatalaksanan radiasi

Page 21: Presentasi Kasus Neuro

8. rekurensi pertumbuhan tumor

1.8 Prognosis

Tergantung jenis tumor spesifik. Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker

otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma

dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah

pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.

Berdasarkan data di Negara-negara maju dengan diagnosis dini dan juga penangan yang

tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahan hidup 5 tahun (5 years

survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-

40%. Beberapa hal yang merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia lanjut,

gejala-gejala muncul kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan kesadaran.

Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:

- Penderita yang berusia dibawah 45 tahun

- Penderita astrositoma anaplastik

- Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui pembedahan.

Page 22: Presentasi Kasus Neuro

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L. J. Diagnosa keperawatan. 1997. Ed. 6. Jakarta: EGC

2. Doenges, M. E. , et al. Rencana asuhan keperawatan. 1997.Jakarta: EGC

3.Herainy, H. (2008). Tumor otak. Diperoleh pada tanggal 12 April 2012 dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.pdf/

11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.html

4. Long, B. C. Perawatan medikal bedah. 1996. Jakarta: EGC

5. Price, S. A., & Wilson, L. M. Patofisiologi; konsep klinik proses- proses penyakit. (Ed. 4).

1995.Jakarta: EGC

6. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Ed.8).2001. Jakarta: EGC