Upload
princess-mira
View
43
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
n
Citation preview
REFERAT
ANATOMI, PATOFISIOLOGI DAN TERAPI
CARPAL TUNNEL SYNDROME
Disusun oleh :
Mira Andhika
1102009173
Pembimbing
dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, SpS, M.Kes
Bagian Kepanitraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas YARSI
RSUD ArjawinangunJuli 2013
BAB I
LEMBAR KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Ny. SJ
- Jenis kelamin : Perempuan
- Usia : 50 tahun
- Alamat : Kebon Pringkidul
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Agama : Islam
- Status perkawinan : Menikah
II. ANAMNESIS (alloanamnesis 2 April 2013)
Keluhan Utama : Nyeri kepala 1 minggu
Keluhan Tambahan : Sakit kepala, mual, dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri kepala hebat yang dirasakan 1
minggu yang lalu. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami
penurunan kesadaran. Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Demam yang dirasakan pasien
naik dan turun. Keluarga pasien menyangkal adanya kelumpuhan anggota gerak badan dan kejang
yang terjadi pada pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada keluhan riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat hipertensi, kencing
manis, dan kejang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga tidak ada, kencing manis dalam keluarga tidak
ada, keluhan hipertensi dalam keluarga tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
I. OBYEKTIF
1. Status Present
Kesadaran : Somnolen
GCS : E1 M5 V2
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)
Mata : Exopthalmus (-), edema palpebra (+), pupil bulat, isokor,
conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
THT : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-)
Thoraks : Jantung : BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, lembut, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
2. Status Neurologis
A. Saraf Cranial :
N I (Olfaktorius)
Subyektif : Tidak dilakukan
Dengan bahan : Tidak dilakukan
N II (Optikus)
Refleks cahaya langsung : +/+
Tajam penglihatan : Tidak dapat dinilai
Lapang penglihatan : Tidak dilakukan
Melihat warna : Tidak dilakukan
Fundus okuli : Tidak dilakukan
N III (Occulomotor)
Pergerakan bola mata
(Medial, Atas, Bawah, Atas Dalam) : Tidak dapat dinilai
N IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(Bawah Dalam) : Tidak dapat dinilai
N V (Trigeminus)
Membuka mulut : Tidak dapat dinilai
Menguyah : Tidak dapat dinilai
Menggigit : Tidak dapat dinilai
Refleks kornea : Tidak dapat dinilai
Sensabilitas wajah : Tidak dapat dinilai
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(Lateral) : Tidak dapat dinilai
N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : Tidak dapat dinilai
Menutup mata : Tidak dapat dinilai
Memperlihatkan gigi : Tidak dapat dinilai
Perasaan lidah
(2/3 bagian depan lidah) : Tidak dilakukan
N VIII (Vestibulocohlear)
Test Schwabach : Tidak dilakukan
Test Rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
N IX dan N X (Glossofaringeus dan Vagus)
Refleks batuk : Tidak dapat dinilai
Refleks muntah : Tidak dapat dinilai
Posisi uvula : Tidak dapat dinilai
N XI (Asesorius)
Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu (M. Trapezius) : Tidak dapat dinilai
N XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah : Tidak dapat dinilai
Lidah deviasi : Tidak dapat dinilai
B. Badan dan Anggota Gerak :
1. Anggota gerak atas
Motorik : Baik
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 2/2
Tonus : Normal
Atrofi : (-)
Refleks fisiologis : Biceps : (+)/(+)
Triceps : (+)/(+)
Refleks Patologis : Refleks Hoffman : -/-
Refleks Trommer : -/-
Sensabilitas : Tidak dapat dinilai
2. Anggota gerak atas
Motorik : Baik
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 2/2
Tonus : Normal
Atrofi : (-)
Refleks fisiologis : Patella : (+)/(+)
Achilles : (+)/(+)
Refleks patologis : Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Gorda : -/-
Gondon : -/-
Oppenheim : -/-
Schiffer : -/-
Sensabilitas : Tidak dilakukan
Meningeal sign : Kaku kuduk (-)
Tes kernig : (-)
Tes Lasegue : (-)
Tes Brudzinksy I-II : (-)
C. Koordinasi dan Keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Tes Roomberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Finger to nose : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Heel to knee : Tidak dilakukan
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT Scan kepala :
- Tampak massa berbentuk lobulated isohipintens pada T1 W1 pada lobus periontotemporalin
kanan yang menjadi hiperhipoin pada T2 W1. T2 GRE dan FLAIR yang menyangat heterogen
dengan batas tegas disertai dengan intratumoral cyst dan dural tail sesudah pemberian kontras.
- Massa tampak mendesak sulci, gyri, sistem nucleus, ganglia basalis dan sistem ventrikel
lateralisasi kanan dan menyebabkan midline shift ke kiri serta edema perifocal dan obstructive
hydrocephalus mild kiri. Tampak pula migrasi trasependymal CSF pada ventrikel lateralisasi
kiri. Tampak vascukal flow voids pada perifer massa.
Kesan :
Massa di lobus perintotemporalis kanan dengan intratumoral cyst dan dural tail yang menyebabkan
mass effect dan midline shift ke kiri serta peritumoral vasogenic edema menyolong adanya suatu
meningioma.
Tidak menunjukkan tanda-tanda infark/perdarahan di kedua hemisphere serebri dan serebelli.
Cerebellum dan batang otak baik.
III. DIAGNOSA KERJA
Space Occupying Lession (SOL)
IV. DIAGNOSA BANDING
- Abses Cerebri
- Neurofibroma
- Hemangiofibroma
V. PENATALAKSANAAN
1. IVFD 2A/8 jam
2. Dexametasone 3x1
3. Ranitidine 1x1
4. Neurobion 5000 1x 1
5. Ikaneuron 1x1
V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanam : ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Berdasarkan data-data ‘Surveillance Epidemiology & End Result Registry’ USA dari tahun
1973- 1995 dilaporkan bahwa; setiap tahunnya di USA dijumpai 38.000 kasus- kasus baru tumor
otak primer, dan pada tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus tumor otak, dimana 38.000
diantaranya adalah tumor primer dengan 18.000 bersifat ganas dan selebihnya, 150.000 adalah
tumor sekunder yang merupakan metastase dari tumor paru, tumor payudara, tumor prostate dan
tumor-tumor lainnya. Insidens tumor otak lebih sering dijumpai pada laki-laki (6,3 dari 100.000
penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000 penduduk), dengan kelompok usia terbanyak
sekitar 65 – 79 tahun. (R. Soffieti, 2003).
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26
persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri
dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita
tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen)
tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase
(sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-
tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor
terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis
tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan. (Hakim. AA, 2005)
1.2 Definisi
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. Karena
cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara
mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan
gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai
naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan
serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan
gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinalatau yang
langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi akan tergantung
pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh
lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat
tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum. Pungsi lumbal tidak boleh dilakukan
pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada
timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam fossa cranii
posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat ini
CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnosa.
1.3 Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
Herediter: Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest). Bangunan-bangunan embrional berkembang
menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma.
Virus: Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan
perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
Substansi-substansi Karsinogenik: Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama
dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada
hewan.
1.4 Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
a. JinakAcoustic neuroma
a. Meningioma
b. Pituitary adenomaAstrocytoma ( grade I )
b. MalignantAstrocytoma ( grade 2,3,4 )
a. Oligodendroglioma
b. Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural Ekstramedular
a. Cleurofibroma
b. Meningioma intramedural
c. Apendimoma
d. Astrocytoma
e. Oligodendroglioma
f. Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.
1.5 Gejala Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya
menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya berjalan progresif.
Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan
atau otak mendapat penekanan.
Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul gejala yang
berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker
paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada kanker payudara.
Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan
lokasinya.Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar
sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun
bisa menimbulkan efek yang fatal.
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
1. Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang
2. Gejala tekanan tinggi intrakranial
3. Gejala tumor otak yang spesifik
Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh
keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas
mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi.
Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.
a. Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak
adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi
dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari
dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi
intrakranial. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2
arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan
dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium
sejenak karena batuk, bersin, coitus dan mengejan akan memperberat nyeri kepala.
Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.
Adanya nyeri kepala dengan psicomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak. Nyeri kepala pada
tumor otak, terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Pada anak
kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di
daerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa
posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat
tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri
kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
b. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan
nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat
bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk
sementara waktu.
c. Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor
otak.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
- Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
- Mengalami post iktal paralisis
- Mengalami status epilepsi
- Resisten terhadap obat-obat epilepsi
- Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa
posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)
mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri
dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan
difossa posterior. Bangkitan kejang ditemukan pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan
astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
- CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
- MRI : Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
- Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosisi.
- Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
- Elektroensefalografi ( EEG ) : Mendeteksi gelombang otak abnormal.
1.7 Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan :
Infus 2A yang isinya glukosa 5% dan natrium klorida 0,45% yang berguna untuk
mengatasi dehidrasi, menambah kalori, dan mengembalikan keseimbangan elektrolit.
Dexamethasone merukapan steroid untuk mengurangi edema di sekitar tumor. Dexamathasone 10
mg IV/ p.odilanjutkan dengan 4mg setiap 6 jam
Ranitidine Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat kerja histamin
secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Kadar dalam
serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung
adalah 36 – 94 mg/ml. kadar tersebut bertahan selama 6 – 8 jam setelah pemberian dosis
50 mg IM/IV.
Neurobion 5000 Drip berisi Vitamin B1 yang berperan sebagai koenzim pada
dekarboksilasi asam keto dan berperan dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6
didalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat
membantu dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam
sintesa asam nukeat dan berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas
jaringan saraf.
Ikaneuron 1 beisi Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200 µg.
indikasinya untuk Polineuritis (degenerasi saraf-saraf tepi secara serentak dan simetris),
neuralgia (nyeri pada saraf)
Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.Jika memungkinkan, maka
tumor diangkat melalui pembedahan.Pembedahan kadang menyebabkan kerusakan otak yang bisa
menimbulkan kelumpuhan parsial, perubahan rasa, kelemahan dan gangguan intelektual. Tetapi
pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.
Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi
ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu menentukan jenis tumor serta pengobatan
lainnya. Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka terus tumbuh di
dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih parah atau kematian.
Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya diangkat melalui pembedahan. Setelah
pembedahan kadang dilakukan terapi penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa.
Tumor ganas diobati dengan pembedahan, terapi penyinaran dan kemoterapi. Terapi penyinaran
dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran
tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor
dapat dikendalikan.
Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker otak. Kanker otak primer
maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi. Jika terjadi
peningkatan tekanan di dalam otak, diberikan suntikan mannitol dan kortikosteroid untuk
mengurangi tekanan dan mencegah herniasi. Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada
sumber kankernya. Sering dilakukan terapi penyinaran. Jika penyebarannya hanya satu area, maka
bisa dilakukan pembedahan.
Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak
berefek langsung terhadap tumor. Dosis pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d.
sering mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa hari
pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.
Tumor seller atau paraseller kadang-kadang tampil dengan insufisiensi steroid. Pada pasien ini
perlindungan steroid merupakan sarat mutlak tindakan anestetik atau operatif.
Tindakan Operatif
Kebanyakan pasien dengan tumor intrakranial memerlukan satu atau lebih pendekatan bedah-saraf.
Contohnya antara lain sebagai berikut:
Kraniotomi: Flap tulang dipotong dan dibuka dengan melipat.
Burr hole: Untuk biopsi langsung atau stereotaktik.
Pendekatan Transsfenoid: Melalui sinus sfenoid kefossa pituitari.
Pendekatan Transoral: Membuang arkus atlas, peg odontoid dan klivus memberikan jalan
mencapai aspek anterior batang otak dan cord servikal atas. Jarang digunakan. Biasanya untuk
tumor letak depan seperti neurofibroma, khordoma.
Kraniektomi: Burr hole diikuti pengangkatan tulang sekitarnya untuk memperluas bukaan, rutin
digunakan untuk pendekatan pada fossa posterior.
Prosedur biopsi, pengangkatan tumor parsial/ dekompresi internal atau pengangkatan total
tumor tergantung asal dan lokasi tumor. Tumor ganas primer yang infiltratif mencegah
pengangkatan total dan sering operasi dilakukan terbatas untuk biopsi atau dekompresi tumor.
Prospek pengangkatan total membaik pada tumor jinak seperti meningioma atau kraniofaringioma;
bila banyak tumor yang terabaikan, atau bagian tumor mengenai struktur dalam, bisa berakibat
rekurensi.
Radioterapi
Saat ini tindakan terhadap tumor intrakranial menggunakan salah satu dari cara berikut:
- sinar-x megavoltase
- sinar gama dari kobalt60
- berkas elektron dari akselerator linear
- partikel yang dipercepat dari siklotron, seperti neutron, nuklei dari helium, proton
Sebagai alternatif, tumor ditindak dari dalam (brakhiterapi) dengan mengimplantasikan
butir radioaktif seperti ytrium90. Kontras dengan metoda tua dengan 'terapi sinar-x dalam', tehnik
modern memberikan penetrasi jaringan lebih dalam dan mencegah kerusakan radiasi terhadap
permukaan kulit. Efek radioterapi tergantung dosis total, biasanya hingga 6.000 rad, dan durasi
pengobatan. Harus terdapat keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar.
Umumnya, makin cepat sel membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama
bernilai pada pengelolaan tumor ganas; astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma dan
germinoma, namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak; adenoma pituitari,
kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui jalur CSS seperti medulloblastoma,
iradiasi seluruh aksis neural menekan risiko terjadinya rekurensi dalam selang waktu singkat.
Komplikasi Radioterapi: Setelah tindakan, perburukan pasien bisa terjadi karena beberapa hal:
- selama tindakan: peningkatan edema, reversible
- setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
- enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua tahun)
Komplikasi serupa mungkin mengenai cord spinal setelah iradiasi tumor spinal.
Sensitiser sel hipoksik: Saat radioterapi, bagian dari proses destruktif adalah konversi oksigen ke
ion hidroksil. Adanya area hipoksik didalam jaringan tumor menambah radioresistensi.
Penggunaan sensitiser sel hipoksik seperti misonidazol, bertujuan meningkatkan sensitivitas
didalam regio ini. Manfaat zat ini masih dalam pengamatan.
Khemoterapi
Manfaatnya belum jelas. Yang biasanya digunakan adalah BCNU, CCNU, metil CCNU,
prokarbazin, vinkristin dan metotreksat. Obat khemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor
secara selektif; namun respon sel tumor berkaitan langsung dengan dosis. Tak dapat dihindarkan,
dosis tinggi menyebabkan toksisitas 'bone marrow'. Dalam praktek, kegagalan menimbulkan
tanda depresi 'marrow' (antara lain leukopenia) menunjukkan dosis yang tidak adekuat.
Efek samping merintangi pemakaian khemoterapi pada tumor jinak atau 'derajat rendah'.
Pada pasien dengan tumor ganas, beberapa penelitian menunjukkan terapi tunggal atau
kombinasi menghasilkan beberapa remisi tumor, namun penelitian terkontrol acak
memperlihatkan hasil yang tak sesuai. Pada astrositoma maligna, BCNU mungkin bermanfaat
sedang. Pada medulloblastoma, terapi kombinasi CCNU dan vinkristin mungkin memperlambat
rekurensi.
Antibodi Monoklonal
Tehnik produksi antibodi monoklonal memberi harapan yang lebih baik dalam mengelola
tumor ganas, walau pengangkutan dan lokalisasinya masih merupakan masalah. Antibodi
monoklonal berperan sebagai karier, yang membawa obat sitotoksik, toksin atau radionuklida
langsung kedaerah tumor.
Komplikasi Penatalaksanaan
1. herniasi otak (sering fatal)
2. herniasi unkal
3. herniasi Foramen magnum
4. kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar
5. kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
6. efek samping medikasi, termasuk kemoterapi
7. efek samping penatalaksanan radiasi
8. rekurensi pertumbuhan tumor
1.8 Prognosis
Tergantung jenis tumor spesifik. Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker
otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma
dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah
pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
Berdasarkan data di Negara-negara maju dengan diagnosis dini dan juga penangan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahan hidup 5 tahun (5 years
survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-
40%. Beberapa hal yang merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia lanjut,
gejala-gejala muncul kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan kesadaran.
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
- Penderita yang berusia dibawah 45 tahun
- Penderita astrositoma anaplastik
- Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L. J. Diagnosa keperawatan. 1997. Ed. 6. Jakarta: EGC
2. Doenges, M. E. , et al. Rencana asuhan keperawatan. 1997.Jakarta: EGC
3.Herainy, H. (2008). Tumor otak. Diperoleh pada tanggal 12 April 2012 dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.pdf/
11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.html
4. Long, B. C. Perawatan medikal bedah. 1996. Jakarta: EGC
5. Price, S. A., & Wilson, L. M. Patofisiologi; konsep klinik proses- proses penyakit. (Ed. 4).
1995.Jakarta: EGC
6. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Ed.8).2001. Jakarta: EGC