37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningoencephalitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit, jamur, dan riketsia. Angka kesakitan dan kematian masih cukup banyak terutama di Negara-negara berkembang. Gangguan ini berupa terjadinya penurunan kesadaran yang didahului tanda-tanda gangguan neurologis dan infeksi akut maupun kronis. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien. 1

Laporan Kasus Neuro 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

meningo encephalitis

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Neuro 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningoencephalitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan

beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit, jamur, dan riketsia. Angka

kesakitan dan kematian masih cukup banyak terutama di Negara-negara berkembang.

Gangguan ini berupa terjadinya penurunan kesadaran yang didahului tanda-tanda

gangguan neurologis dan infeksi akut maupun kronis.

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung

dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan

ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.

Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan

penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui

pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan

yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam

cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga

menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Infeksi-infeksi

pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan

pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang

serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien.

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya

meningitis. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada

bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-

anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.

Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di

Negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan,

sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.

1

Page 2: Laporan Kasus Neuro 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.

Nama lain dari meningoencephalitis adalag cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan

meningocerebritis.

2.2. Struktur anatomi

Meninges

Sistem saraf pusat dikelilingi oleh lapisan pembungkus yaitu meninges, berfungsi sebagai

pelindung otak dan corda medulla dari kerusakan mekanis serta memberi suplai nutrisi pada

sel-sel saraf. Meninges dari luar ke dalam terdapat 3 lapisan yaitu duramater, arachnoidea,

dan piamater.

a. Duramater

Duramater melekat pada dinding tengkorak, membentuk periosteum. Pada duramater

dijumpai dua lipatan besar yang terdapat pada muka interna yaitu falx cerebri dan tentorium

cerebelli. Pertemuan dua lipatan tersebut membentuk protuberantia occipitalis interna fibrossa.

b. Arachnoidea

Arachnoidea merupakan membran lunak hampir transparan, terdapat diantara

duramater dan piamater, mempunyai trabekula sampai ke piamater. Piamater merupakan

2

Page 3: Laporan Kasus Neuro 1

membran tipis yang terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah, berguna untuk menyuplai

nutrisi.Arachnoid dan piamater saling melekat dan seringkali dipandang sebagai satu

membrane yang disebut pia-arachnoid.

c. Piamater

lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang. Mengikuti tiap

sulkus dan gyrus. Merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan dan terdiri jaringan

penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan

saraf. Astrosit susunan saraf pust mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet

dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia. Selaput ini berfungsi untuk mrncrgah

masuknya zat tertentu yang tak perlu kedalam ssp.

Encephalon

a. Cerebrum

              Cerebrum terdiri dari dua hemispherium cerebri, merupakan bagian terbesar dari

encephalon. Kedua hemispherium cerebri dipisahkan oleh celah yang dalam yang

disebut fisura longitudinale.Cerebrum terdiri dari beberapa lobus sesuai letak tulang yang

berada di atasnya, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus occipitalis

(Gambar 3), serta lobus pyriformis yang terletak di ventral. Hemispherium cerebri dipisahkan

dari cerebellum  dengan adanya fissura transversa. Pada permukaan dorsal terdapat banyak

lipatan konveks yang disebut gyri. Gyri merupakan tonjolan-tonjolan yang dipisahkan oleh

parit-parit yang dinamakan fisura atausulki. b.Cerebellum Terletak diatas medula oblongata,

berbentuk oval. Terdiri atas vermis (di tengah), dua hemispherium di lateralis dipisahkan oleh

fissuresagital.c.BrainstemTerdiridari:

1)    Medulla Oblongata : Pars posterior dari brainstem, bentukkerucut

2)   Pons : Korpus ujung anterior dari medulla oblongata.

3)   Pedenculli cerebri, permukaannya:

- Corpora quadrigemina : Corpus yang bulat berjumlah empat

-Thalamus : Corpus yang berbentuk oval

- Posterior hemispherium cerebrid.

Hipothalamus Diantara thalamus dan pedenculi cerebri. Berdekatan dengan :

- Corpusmammilaris

3

Page 4: Laporan Kasus Neuro 1

-  Tubercinerium : bentukan ovaldiujunganteriorbrainstem   - Chiasma nervi optici : berbentuk

X yang disusun oleh n. opticus dan tractus opticus.

Ventrikel dalam Encephalon:

a.Ventrikel lateral Terdiri atas ventrikel I dan II, terdapat di hemispherium cerebri. Berisi

corpus callosum, hippocampus, plexus choroideus, dan nucleus caudatus. Ventrikel lateral

dengan ventrikel III dihubungkan oleh foramen interventri cularis atau nama

lainnya foramenMonro.

b.Ventrikel III Mengelilingi thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikel IV

melalui aquaductuscerebri.c.Ventrikel IV Diantara brainstem dan cerebellum. Di dorsal

medulla oblongata membentang ke anterior dan posterior.

4

Page 5: Laporan Kasus Neuro 1

3.MedullaSpinalis

-  Medulla spinalis merupakan lanjutan dari batang otak (medulla oblongata). Medulla spinalis

juga diselubungimeninges

-   Mengisi canalis vertebralis dr cervicalis I sampai lumbar V-VII (pada anjing) atau sacralis

III(padakucing) -  Tersusun dari substansia grisea pada bagian tengah dan substansia alba pd

bagian perifer dan terdapat canalis centralis

2.3. Epidemiologi

Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai

kelompok usia. Namun angka kejadian meningoencephalitis lebih tinggi pada usia

anak-anak 0-14 tahun.

2.4. Etiologi

Meningosencephalitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,

jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan

bakteri. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang

disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukkan gambaran

yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme

desease, sifilis, dan tuberkulosis). Infeksi para meningeal (abses otak,

abses epidural, dan venous sinus empyema), pajanan zat kimia (obat

NSAID, immunoglobulin intravena), kelainan autoimun dan penyakit

lainnya.

Meningioencephalitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih

fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme

kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun

produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis purulenta

mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan

neonates paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan

Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)

disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus.

Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia

5

Page 6: Laporan Kasus Neuro 1

dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,

Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.

Penyebab Meningosencephalitis serosa yang paling banyak

ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang

disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung

jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling

sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus ,

sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang

menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).

2.5. Patofisiologi

Meningosencephalitis pada umumnya sebagai akibat dari

penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus /

bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya

pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan

Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat

selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis

sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat

trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23

Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi

radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem

ventrikulus.24 Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan

sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi

penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang

subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi

pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel

plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar

mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan

dalam terdapat makrofag.24 Proses radang selain pada arteri juga terjadi

pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark

otak, edema otak dan degenerasi neuron neuron. Trombosis serta

6

Page 7: Laporan Kasus Neuro 1

organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan

kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan

serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan

oleh bakteri.

2.6. Gejala Klinis

Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada meningoencephalitis adalah :

a.     Panas badan meningkat.

b.    Sakit kepala.

c.     Muntah-muntah lethargi.

d.    Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

e.     Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.

f.     Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

2.7. Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik hingga

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita

meningoencephalitis diantaranya :

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal :

Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi

dan

rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan

tahanan

pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu

tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi

dan rotasi

7

Page 8: Laporan Kasus Neuro 1

kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada

sendi

panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh

mengkin tanpa rasa

nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai

sudut 135°

(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha

biasanya diikuti

rasa nyeri.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya

dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan

fleksi

kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I

positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi

panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)

bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut

kontralateral.

Pemeriksaan Penunjang Meningitis

Pemeriksaan Pungsi Lumbal

8

Page 9: Laporan Kasus Neuro 1

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan

protein

cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan

tekanan

intrakranial.

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,

sel

darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,

jumlah

sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)

beberapa

jenis bakteri.

Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.

Disamping itu,

pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Radiologis

a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

dilakukan CT Scan.

b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus

paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

2.8. Diagnosa Banding

Menigoencephalitis dapat didiagnosa banding dengan kejang demam,

meningitis, encephalitis.

2.9. Penatalaksanaan

9

Page 10: Laporan Kasus Neuro 1

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :

a.    Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan

pencegahan.

b.    Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :

         Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.

         Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.

         Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan

dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara

intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk

mencegah kekambuhan (Victor, 2001).

         Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.

c.    Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak

      Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan

tergantung keadaan anak.

      Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk

menghilangkan edema otak.

      Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan

edema otak.

d.   Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.

Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.

         Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.

         Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.

         Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis

5 mg/kgBB/24 jam.

10

Page 11: Laporan Kasus Neuro 1

e.    Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan

(2-3l/menit).

f.     Penatalaksanaan shock septik.

g.    Mengontrol perubahan suhu lingkungan.

h.    Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang

mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,

daerah proksimal betis dan di atas kepala.  Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2

mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi

dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol

bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Hassan, 1997).

2.10. Prognosis

Prognosis meningoencephalitis sangat buruk, mengingat infeksi yang sudah mengenai

selaput otak dan bagian otak. Kematian merupakan komplikasi terbanyak.

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama/ No MR : Tn. H / 078563

Umur : 21 tahun

Suku : Ocu

Alamat : Ait tiris

Tgl Masuk : 13/09/2015. Jam 13.00 wib

11

Page 12: Laporan Kasus Neuro 1

ANAMNESIS (Alloanamnesis)

KU : Penurunan kesadaran

RPS :

Keluarga pasien mengeluhkan pasien tidak sadarkan diri 1 hari smrs. 1 hari smrs

dikatakan pasien pernah meracau-racau tidak jelas, namun masih mengenali anggota

keluarga. 2 hari smrs menurut penjelasan keluarga pasien pernah mengalami sakit

kepala hebat yang berdenyut-denyut, demam, dan mual muntah. Riwayat trauma tidak

ada.

RPD :

Tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya, Riwayat DM (-),

hipertensi (-), asma (-), alergi (-), riwayat demam tinggi, riwayat batuk pilek, riwayat

trauma, riwayat mencret maupun muntah lama tidak di ketahui keluarga.

RPK : Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Pribadi dan sosial :

Pasien bekerja sebagai buruh bangunan dan buruh tani. Merokok (+), minum alkohol (+),

mengkonsumsi obat terlarang (-), tattoo (+) setelah tamat pendidikan SMP. Pasien sering

keluar malam dengan teman-temannya hingga larut malam.

A. PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Coma

Tanda Vital

12

Page 13: Laporan Kasus Neuro 1

- Tekanan darah : 150/80 mmHg

- Frekuensi nadi : 131 x/menit, ireguler.

- Frekuensi Pernafasan : 38 x/menit

- Suhu : 40,3 oC

Kepala

Mata : Seklera tidak kuning, konjungtiva pucat (+), refleks pupil +/+.

Hidung : Sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada.

Mulut : Bibir kering (+).

Telinga : dbn

Leher : spasme otot-otot leher (+) otot bahu (-), nyeri (-)

Kelenjar Getah Bening

- Leher : tidak ada pembesaran

- Aksila : tidak ada pembesaran

- Inguinal : tidak ada pembesaran

Thoraks

a. Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada.

Palpasi : Fremitus suara +/+, simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.

b. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

13

Page 14: Laporan Kasus Neuro 1

Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.

Perkusi :

- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.

- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : Bentuk datar, ascites tidak ada.

Auskultasi : Bising usus positif.

Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien, turgor kulit kembali cepat.

Perkusi : Timpani.

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada

kelemahan.

Inferior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada. Tidak ada

kelemahan tungkai.

II. Status Neurologis

A. Tanda Rangsang Selaput Otak:

Kaku Kuduk : Positif

Brudzinski I : Positif

Brudzinski II : Positif

Kernig Sign : Positif

B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:

Pupil : Isokor

14

Page 15: Laporan Kasus Neuro 1

Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:

N.II (N. Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Tidak dinilai Tidak dinilai

Lapang pandang Tidak dinilai Tidak dinilai

Melihat warna Tidak dinilai Tidak dinilai

Funduskopi Tidak dinilai Tidak dinilai

N.III (N. Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Normal Normal

Ptosis Tidak dinilai Tidak dinilai

Gerakan bulbus Doll eyes (+) Doll eyes (+)

Strabismus Tidak dinilai Tidak dinilai

Nistagmus Tidak dinilai Tidak dinilai

Ekso/Endophtalmus Tidak dinilai Tidak dinilai

Pupil :

Bentuk

Refleks cahaya

Normal Normal

15

Page 16: Laporan Kasus Neuro 1

Rrefleks akomodasi

Refleks konvergensi

Positif

Normal

Normal

Positif

Normal

Normal

N. IV (N. Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Negatif Negatif

Sikap bulbus Tidak dinilai Tidak dinilai

Diplopia Tidak dinilai Tidak dinilai

N. V (N. Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

Membuka mulut

Menggerakkan rahang

Menggigit

Mengunyah

Negatif Negatif

Sensorik :

Divisi Optalmika

Refleks kornea

Sensibilitas

Divisi Maksila

Refleks masseter

Sensibilitas

Divisi Mandibula

Ada (lemah)

Ada (lemah)

Ada (lemah)

Ada (lemah)

16

Page 17: Laporan Kasus Neuro 1

Sensibilitas

tidak dinilai Tidak dinilai

N. VI (N. Abduscen)

Kanan Kiri

Gerakan mata lateral Doll eyes (+) Doll eyes (+)

Sikap bulbus Tidak dinilai Tidak dinilai

Diplopia Tidak dinilai Tidak dinilai

N. VII (N. Facialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Negatif Negatif

Sekresi air mata Negatif Negatif

Fisura palpebra Tidak dinilai Tidak dinilai

Menggerakkan dahi Tidak dinilai Tidak dinilai

Menutup mata Tidak dinilai Tidak dinilai

Mencibir/bersiul Tidak dinilai Tidak dinilai

Memperlihatkan gigi Tidak dinilai Tidak dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dinilai Tidak dinilai

Hiperakusis Tidak dinilai Tidak dinilai

17

Page 18: Laporan Kasus Neuro 1

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Tidak dinilai Tidak dinilai

Detik arloji Tidak dinilai Tidak dinilai

Renne test Tidak dinilai Tidak dinilai

Scwabach test Tidak dinilai Tidak dinilai

Webber test :

Memanjang

Memendek

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Nistagmus :

Pendular

Vertikal

Siklikal

Tidak dinilai Tidak dinilai

Pengaruh posisi kepala Tidak dinilai Tidak dinilai

N. IX (N. Glossopharingeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dinilai Tidak dinilai

Refleks muntah/Gag reflek Tidak dinilai Tidak dinilai

N. X (N. Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Tidak dinilai Tidak dinilai

18

Page 19: Laporan Kasus Neuro 1

Uvula Tidak dinilai Tidak dinilai

Menelan Tidak dinilai Tidak dinilai

Artikulasi Tidak dinilai Tidak dinilai

Suara Tidak dinilai Tidak dinilai

Nadi Tidak dinilai Tidak dinilai

N. XI (N. Assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Tidak dinilai Tidak dinilai

Menoleh ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai

Mengangkat bahu ke kanan Tidak dinilai Tidak dinilai

Mengangkat bahu ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai

N. XII (N. Hipoglossus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di

dalam

Tidak dinilai Tidak dinilai

Kedudukan lidah

dijulurkan

Tidak dinilai Tidak dinilai

Tremor Tidak dinilai Tidak dinilai

Fasikulasi Tidak dinilai Tidak dinilai

19

Page 20: Laporan Kasus Neuro 1

Atrofi Tidak dinilai Tidak dinilai

D. Pemeriksaan Koordinasi

Cara berjalan Tidak dinilai Tidak dinilai

Romberg test Tidak dinilai Tidak dinilai

Ataksia Tidak dinilai Tidak dinilai

Rebound phenomen Tidak dinilai Tidak dinilai

Tes tumit-lutut Tidak dinilai Tidak dinilai

E. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan Tidak dinilai Tidak dinilai

Tremor Tidak dinilai Tidak dinilai

Atetosis Tidak dinilai Tidak dinilai

Mioklonik Tidak dinilai Tidak dinilai

Khorea Tidak dinilai Tidak dinilai

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Negatif Negatif Negatif Negatif

Kekuatan 1111 1111 1111 1111

20

Page 21: Laporan Kasus Neuro 1

Trofi Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai

Tonus Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai

F. Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas taktil Tidak dinilai

Sensibilitas nyeri Tidak dinilai

Sensibilitas termis Tidak dinilai

Sensibilitas kortikal Tidak dinilai

Stereognosis Tidak dinilai

Pengenalan 2 titik Tidak dilakukan

Pengenalan rabaan Tidak dilakukan

G. Sistem Refleks

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Ada (lemah) Ada (lemah)

Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai

Laring Tidak dinilai Tidak dinilai

Masseter Negatif Negatif

Dinding perut

Atas Normal Normal

Bawah Normal Normal

Tengah Normal Normal

Biseps Normal Normal

21

Page 22: Laporan Kasus Neuro 1

Triseps Normal Normal

APR Normal Normal

KPR Normal Normal

Bulbokavernosus - -

Kremaster -

Sfingter Normal

Refleks Patologis Kanan Kiri

Lengan

Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Tungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim N Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi Luhur

22

Page 23: Laporan Kasus Neuro 1

Kesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara Tidak dinilai Reflek glabella Tidak ada

Fungsi intelek Tidak dinilai Reflek snout Tidak ada

Reaksi emosi Tidak dinilai Reflek menghisap Tidak ada

Reflek memegang Tidak ada

Refleks palmomental Tidak ada

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah lengkap

Hb : 12.4 gr (13-18)

Leukosit : 22.4 mm3 (5-11)

Hematocrit : 33% (37-47)

Trombosit : 164 mm3 (150-450)

Fungsi hati

SGOT : 15 UL (normal : <40)

SGPT : 11 UL (normal : <42)

HbsAg : Negatif

Fungsi ginjal

Creatin : 0,7 mg/dl (0,5-1.4)

Ureum : 30 mg/dl (10-50)

Diabetes

Glukosa darah sewaktu : 169 mg/dl

Urin rutin

23

Page 24: Laporan Kasus Neuro 1

Warna : kuning pekat (n : jernih – kuning)

Berat jenis : 1.020 (n : 1,020-1,030)

Ph : 5 (n : 6.8-8.0)

Leukosit : 1+ (n : negatif)

Nitrit : positif (n : negatif)

Protein : 2+ (n : negatif)

Glukosa : 1+ (n: negatif)

Keton : 2+ (n: negatif)

Urobilonogen : 3+ (n : negatif)

Bilirubin : positif (n: negatif)

Darah : 4+ (n : negatif)

Sedimen Urin

Eritrosit : 10-15 LPB (0-5)

Leukosit : 1-3 LPB (0-5)

Epithel : 1-3 LPB (0-5)

Kristal : negatif (n : negatif)

Candida : negatif (n : negatif)

Bakteri Urin : Positif

C. MASALAH

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Meningoensefalitis

Diagnosis Topik : terjadinya inflamasi karena proses infeksi pada

meningens dan encephalon yang mengakibatkan penurunan fungsi sistem

neurologi.

24

Page 25: Laporan Kasus Neuro 1

Diagnosis Etiologi : Proses inflamasi

Diagnosis Sekunder : -

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Foto thorax

- Lumbal fungsi

TERAPI

Terapi awal :

IVFD RL loading 500 cc 20 tpm

Drip fenitoin 1 ampul/500 mg dalam Nacl 0,6% 100cc 10 tpm

Injeksi Diazepam 10 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam

Injeksi asam traneksamat 500 mg

Injeksi citicoline 500 mg / 12 jam

Injeksi omeprazole 40 mg / 12 jam

Injeksi mavikel 100 mg / 6 jam

Pemasangan nasogastrictube

Pemasangan catheter

Medikamentosa :

Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam

Injeksi asam traneksamat 500 mg

Injeksi citicoline 500 mg / 12 jam

Injeksi omeprazole 40 mg / 12 jam

Injeksi mavikel 100 mg / 6 jam

Paracetamol infus 500 mg / 8 jam

PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad functionam : Dubia ad malam

Quo Ad Sanationam : Dubia

25

Page 26: Laporan Kasus Neuro 1

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien, perempuan usia 21 tahun dengan keluhan utama

penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.

Diagnosis meningoencephalitis

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.

Nama lain dari meningoencephalitis adalag cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan

meningocerebritis.

26

Page 27: Laporan Kasus Neuro 1

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,

sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias

ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang

disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran

dan penglihatan. (Mansjoer,2000).

Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :

1.      Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia

2.      Kesadaran dengan cepat menurun

3.      Muntah

4.      Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di

muka)

5.     Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal

paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).

            Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan

gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri

refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot

wajah.

Pemeriksaan penunjang :

Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas:

1.      Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk

mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis

kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.

2.      Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji

teutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat

dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

27

Page 28: Laporan Kasus Neuro 1

3.      Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit.

4.      Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang- kadang

ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

5.      EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah

sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf,

bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari

pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).

6.      CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga

didapat hasil edema diffuse.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Samuels MA (2009). Bell's palsy section of Diseases of the cranial

nerves. In Adams and Victor's Principles of Neurology, 9th ed., pp. 1330-1331. New

York: McGraw-Hill.

2. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar,

5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.

3. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department o

Medicine.Mayo Clinic College of Medicine. www.emedicine.com/med/topic2613.htm

4. Mardjono. Mahar. Neurologi klinis dasar. Dian rakyat. 2010.

5. Lumbantobing. S,M. neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. 2001

28

Page 29: Laporan Kasus Neuro 1

29