Upload
aprianto-budi-nugroho
View
55
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cok ancok
Citation preview
BAB I
PRESENTASI PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Skm
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Tani
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Tempel 25/6 ds.Plumbon. kec. Suruh. Kab. Semarang
No. RM : 13-14-237392
B. Anamnesa
Keluhan Utama : kedua kaki tidak bisa digerakkan
Lokasi : kaki kanan kiri mulai dari pangkal paha
Onset : ± 4 hari yang lalu, semenjak sehabis mondok di RS
Kualitas : kedua kaki dirasakan lemas, kadang nyeri
Kuantitias : sensasi dirasakan terus menerus
Kronologis :
Pasien mengeluh kedua kakinya tidak bisa digerakkan, kadang – kadang
kaki dirasakan nyeri. Keluhan tersebut muncul pertama kali saat masih mondok
di RS, semenjak saat itu pasien tidak bisa menggerakkan kakinya. 2 minggu yang
lalu pasien mondok di rumah sakit karena kedua tungkai dirasakan lemas sehabis
terjatuh dengan posisi terduduk saat berada dikamar mandi, kemudian saat
dirumah sakit lama – kelamaan kaki tambah lemas dan tidak bisa digerakan.
Pasien mondok dirumah sakit selama 5 hari. Pasien kemudian dipulangkan tetapi
saat pulang kaki pasien masih lemas. Saat dirumah pasien terkadang merasakan
nyeri pada kedua tungkai.
1
Pasien juga mengeluhkan pinggang bagian belakang dirasakan nyeri, nyeri
dirasakan menjalar sampai ke kedua tungkai, nyeri pinggang dirasakan sejak
setalah terjatuh 3 minggu yang lalu hingga sekarang, sempat membaik dan hilang
saat masih mondok dirumah sakit. Pasien tidak mengeluhkan ada gangguan
berkemih dan defekasi.
1. Faktor yang memperberat : -
2. Faktor yang memperingan : -
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : Tidak ada
b. Riwayat penyakit asma : Tidak ada
c. Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
d. Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
e. Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
f. Riwayat penyakit alergi : Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : Tidak ada
b. Riwayat penyakit asma : Tidak ada
c. Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
d. Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
e. Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
f. Riwayat penyakit alergi : Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Tanda Vital
Tekanan darah : 125/80 mmHg
Denyut nadi : 88 x/m
Respirasi : 24 x/m
Suhu : 36,5 oC
2
- Status Generalisata
a. Pemeriksaan Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor
- Hidung : simetris, discharge (-)
- Telinga : simetris, discharge (-)
- Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan Leher
- Lnn tidak membesar
- JVP tidak meningkat
c. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-),
ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, terdapat ronkhi basah kasar (-/-)
wheezing (-/-), S1&S2, reguler, bising (-), gallop (-)
d. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
- Perkusi : Timpani, pekak beralih (-), undulasi (-)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa tekan (-), undulasi (-),
hepar dan lien tidak teraba
e. Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior : Edema (-/-), turgor baik, akral hangat
- Inferior : Edema (-/-), turgor baik, akral hangat
1. Status Neurologis
- Kesadaran : GCS : E4M6V5 (Compos mentis)
- Pemeriksaan Nervus Kranialis
3
- Pemeriksaan Motorik
Gerak B B Kekuatan 5 5 Tonus N N
B B 5 5 N N
- Pemeriksaan Sensorik
Rangsangan Raba + + Rangsangan Nyeri + +
+ + + +
Reflek Fisiologis + +
+ +
- Reflek Patologis
Oppenheim -/- Gordon -/-
Chadok -/- Babinsky -/-
Rosolimo -/- Mendel -/-
Schaefer -/- Gonda -/-
Hofman -/- Tromer -/-
- Fungsi SSO : BAB (+), BAK (+), Keringat (+)
4
D. Diagnosis
- Diagnosis Klinis : hemiparesis nervus fasialis dextra
- Diagnosis Topiks : N. fasialis perifer dextra
- Diagnosis Etiologi : Bell’s Palsy
E. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
- Methyl Prednison mg 7
B1 tab 1/3
Diazepam 0,1
Mfla pulv dtd da in caps No XV
∫ 2 dd caps 1
- Sohobion 500 No VI
∫ 1 dd tab 1
- Ranitidin No XV
∫ 2 dd tab 1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem
neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti
motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya
untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan
ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut
mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini
yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang
lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah
tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
verte brae 2.
6
Gambar 1. Tulang belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran
sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula
spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan
jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf
yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-
organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem
saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer 3,4.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum
sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis
berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.
Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh
menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus
descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan
mengontrol fungsi tubuh) 3,4.
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai
hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis
7
dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis
posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria
interkostalis 5.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari
medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang
nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:
a. nervus servikal :
(nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan perabaan pada
lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak :
(nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral :
(nervus didaerah punggung bawah) yang mempersarafi tungkai, kandung
kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
8
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
Gambar 3. Peta Dermatomal sistem sensorik saraf
9
Upper Motor Neuron (UMN)Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel
motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala
dan leher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi
sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi
untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik
gangguan traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa
parese/paralisis spastis disertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus,
refleks patologis positif, tak ada atrofi. 1 Kelainan traktus piramidalis setinggi :
o Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika
o Setinggi batang otak : hemiparese alternans.
o Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.
Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit
meliputi berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal
yang terdiri dari :
o Korteks serebri area 4s, 6, 8
Ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus
pallidus, nucleus Ruber, formasio retikularis, serebellum. susunan
ekstrapiramidal dengan formasio retukularis :
o Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks
maupun ke motor neuron.
o Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron.
o Pusat kesadaran
Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot
tonik, pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal.
Gangguan pada susunan ekstrapiramidal berupa :
o Kekakuan / rigiditas
o Pergerakan-pergerakan involunter: Tremor, Atetose, Khorea,
Balismus
Lower Motor Neuron (LMN)
10
Merupakan neuron yang langsung berhubungan dengan otot, dapat
dijumpai pada batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada
LMN memberikan kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid,
arefleksi, tak ada refleks patologis, atrofi cepat terjadi.2
Susunan Somestesia
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
maupun otot dikenal sebagai somestesia.2 Terdiri :
o Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
o Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar,
rasa tekan, rasa gerak dan rasa sikap.
o Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional
Gangguan Motorik
Biasanya timbul kelumpuhan yang sifatnya paraparese / tetraparese
o Paraparese UMN
lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula spinalis
lumbosakral (L2-S2).
o Paraparese LMN
lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra nuklear.
o Tetraparese UMN
lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula spinalis servikal IV.
o Tetraparese
ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN
Gangguan Sensibilitas
o Gangguan rasa eksteroseptif
o Gangguan rasa proprioseptif
- Gangguan sensibilitas segmental :
• Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
• Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
• Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
• Saddle Anestesia : lesi pada konus
11
- Gangguan sensibilitas radikuler :
• Gangguan sensibilitas sesuai dengan radiks post
- Gangguan sensibilitas perifer :
• Glove/stocking anestesia
Gangguan Susunan Saraf Otonom
o Produksi keringat
o Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.
- Autonomic bladder/ spastic bladder → lesi medula spinalis
supranuklear terhadap segmen sakral.
- Flaccid bladder/ overflow incontinence → lesi pada sakral medula
spinalis.
Lesi pada Medula Spinalis
Lesi medula spinalis dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak
langsung yang dapat mengenai jaras motorik baik di tingkat neuron motorik
atas, neuron motorik bawah dan jaringan otot atau ujung neuromuskuler,
gangguan sensorik, gangguan otonom, biasanya akan memberikan suatu tanda
klinis yang khas.1 Namun pada penulisan ini hanya dibahas khusus mengenai
kelainan neuron motorik atas (UMN). Kerusakan pada kolumna putih lateralis
medula spinalis dapat menimbulkan tanda-tanda lesi neuron motorik atas
(UMN). Tanda ini meliputi paralisis atau paresis yang sifatnya spastik, kadang
disertai oleh otot-otot yang atrofi, reflek tendon heperaktif, reflek superfisial
berkurang atau menghilang, dan reflek patologik sebagai reaksi terhadap
penarikan diri (withdrawal) terutama reflek plantar ekstensor (babinski) dapat
ditemukan.1,6
Penegakan diagnosis pada lesi medula spinalis meliputi anamnesis riwayat
trauma, serta keluhan-keluhan yang dirasakan penderita, lamanya berlangsung
keluhan tersebut, pola keluhan yang dirasakan apakah semakin sehari semakin
berat. Kelainan berdasarkan gejala dan tanda klinis untuk kasus-kasus trauma
medulla spinalis sering digunakan ASIA scale, berdasarkan tipe dan lokasi lesi
atau trauma.1
12
Skala kerusakan berdasarkan American spinal injury association/International medical society of Paraplegia (IMSOP)1
Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA/IMSOPA Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai
segmen sakral S4 – S5C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot
motorik utama masih punya kekuatan < 3D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot
motorik utama punya kekuatan > 3E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
Berdasarkan tipe dan lokasi trauma1 :
Complete spinal cord injury (Grade A)
o Unilevel
o Multilevel
Incomplete spinal cord irjury (Grade B, C, D)
o Cervico medullary syndrome
o Central cord syndrome
o Anterior cord syndrome
o Posterior cord syndrome
o Brown Sequard syndrome
o Gonus Medullary Syndrome
Complete Cauda Equina Injury (Grade A)
Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C daa D)
Jenis lesi medula spinalis2
Lesi sentral yang kecil, hampir selalu mengenai traktus spinotalamikus di
kedua sisi pada daerah dekusasi.
Lesi sentral yang besar, dapat mengenai jaras nyeri dan bagian-bagian dari
traktus yang berdekatan, zat kelabu yang berdekatan atau kedua-duanya.
Lesi perifer yang tidak beraturan, misalnya luka tusuk, kompresi dari medula
spinalis,dapat mengenai jaras panjang dan jaras dari kolumna kelabu (gray
13
mater), biasanya semua fungsi dibawah tingkat lesi menghilang.
Hemiseksi sempurna, menyebabkan sindroma Brown-Sequard.
Tumor dari akar dorsalis misalya neurofibroma atau schanoma, dapat
mengenai neuron sensorik golongan pertama dari suatu segmen
Tumor dari mening atau tulang dapat menekan medula spinalis, seningga
dapat menyebabkan gangguan fungsi serabut asenden dan desenden.
Diagnosa banding dari disfungsi medula spinalis7:Trauma or mechanical Contusion
CompressionDisc herniationDegenerative disorders of verterbral bonesDisc embolus
Vascular Anterior spinal artery infarctSpinaldural AVM (arteriovenus malformation)Epidural hematoma
Nutritional deficiency Vitamin B12Vitamin E
Infections myelitis Viral, including HIVLyne diseaseTertiary syphilisTropical spastic paraparesis
Inflammatory myelitis Multiple sclerosisLupusPostinefectious myelitisNeoplasms
Epidural metastasis MeningomiaSchawannomaCarcinomatous meningitisAstrocytomaEpendymomaHemangioblastoma
Degenarative / developmental
Spina bifidaChiari malformationSyringomyeliaEpidural ebscessSchistosomiasis
14
Sindroma trauma spinal1
Sindroma Kauasa Utama Gejala & tanda klinisHemicord (Brown Sequad Syndrome)
Trauma tembus, Dekompresi ekstinsik
Paresis UMN ipsilateral dibawah lesi dan LMN setinggi lesi
Gangguan eksteroseptik (nyeri & suhu) kontra lateral
Gangguan proprioseptik (raba & tekan) ipsilateral
Sindroma Spinalis Anterior
Cedera yang menyebabkan HNP pada T4-T6
Paresis LMN seringgi lesi & UMN dibawah lesi
Dapat disertai disosiasi sensibilitas Gangguan eksteroseptik
proprioseptik normal Disfungsi spinkter
Sindroma spinalis sentral servikal
HematomieliaTrauma spinal (fleksi-ekstensi)
Paresis lengan lebih berat dari tungkai
Gangguan sensorik bervariasi(disestesia/hiperestesia)
Disosiasi sensibilitas Disfungsi miksi, defekasi & seksual
Sindroma spinalis posterior
Trauma, Infark, spinalis posterior
Paresis ringan Gangguan eksteroseptik
(nyeri/parastesia) pada punggung, leher dan bokong
Gangguan proprioseptik bilateralSindroma konus medularis
Trauma lower sacral cord
Gangguan motorik ringan, simetris,tidak ada atrofi
Gangguan sensorik saddle anestesi, muncul lebih awal, bilateral, disosiasi sensibilitas
Nyeri jarang relatif ringan,simetris, bilateral pd daerah perineum & paha
Refleks achilles (-) Refleks patella (+) Disfungsi sphincter terjadi lebih
dini & berat Refleks bulbocavernosus & anal (-) Gangguan ereksi & ejakulasi
Sindroma Cauda Equina
Cedera akar saraf lumbosakral
Gangguan motorik sedang s/d berat, asimetris, atrofi(+)
Saddle anestesi, asimetris, timbul lebih lambat, disosiasi sensibilitas (-)
15
Nyeri menonjol,hebat,lebih dini,radikuler, asimetris
Gangguan refleks bervariasi Gangguan spinkter lebih lambat,
jarang berat, refleks jarang terganggu, disfungsi seksual jarang
Tujuan pengobatan pada lesi medulla spinalis1:
Menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari kerusakan lanjut.
Eliminasi kenmakan akibat proses patogenesis sekunder
Mengganti sel saraf yang rusak.
Menstimulasi perrumbuhan akson dan koneksitasnya.
Memaksimalkan penyembuhan defisit neurologis.
Stabilisasi vertebrata
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tubuh.
Prognosis tergantung pada1 :
Lokasi lesi (lesi servikal atas prognosis lebih buruk).
Luas lesi (komplit / inkomplit).
Tindakan dini (prehospital dan hospital).
Trauma multipel.
Faktor penyulit (komorbiditas).
Nucleus and nerve roots for bladder, bowel and sexual function8:Function Nuclei for Motor
PathwaysNerve &
RootsBledderDetrusor and urethral afferents - S2,S3,S4Somatic innervation of urethral spincter
Onuf’s nucleus S3,S4
Somatic innervation of pelvic floor muscles
Anterior horn S2,S3,S4
Parasympathetic innervation of detrusor
Sacral parasymphatetic nucleus
S2,S3,S4
Sympathetic(α and β) innervation of bledder neck, urethra, and bladder dome
Intermediolateral cell column
T11,T12,L1
BowelRectal and pelvic floor afferents - S2,S3,S4Somatic innervation of external anal Onuf”s nucleus S3,S4
16
sphincterSomatic innervation of floor muscles Anterior horn S2,S3,S4Parasympathetic innervation of internal anal sphincter, descending colon, rectum
Sacral parasymphatetic nucleus
S2,S3,S4
Parasymphatetic innervation of gut above the splenic flexure
Dorsal motor nucleus of vagus
CN X
Sexual FunctionGenital afferents - S2,S3,S4Parasymphatetic innervation of bartholin’s glands
Sacral parasymphatetic nucleus
S2,S3,S4
Sympathetic innervation of vaginal wall
Intermediolateral cell column
T11,T12,L1
Parasymphatetic erectile pathways Sacral parasymphatetic nucleus
S2,S3,S4
Sympathetic erectile and ant-erectile pathways
Intermediolateral cell column
T11,T12,L1
Sympathetic ejaculatory pathways Intermediolateral cell column
T11,T12,L1
Somatic motor pathways for ejection of semen
Anterior horn and Onuf’s nucleus
S2,S3,S4
SPINAL CORD INJURY7
1. Mekanisme Spine dan Spinal Cord Injury
Meskipun trauma mungkin melibatkan sumsum tulang belakang saja,
kolom vertebral hampir selalu terluka pada saat yang sama. Sebuah klasifikasi
yang berguna dari cedera tulang belakang adalah salah satu yang membagi
mereka ke fraktur-dislokasi, fraktur murni, dan dislokasi murni. Frekuensi relatif
dari jenis ini adalah sekitar 3:01:01. Kecelakaan kendaraan bermotor, merupakan
penyebab paling umum dari paraplegia traumatis dan tetraplegia. Pasien dalam
kelompok ini (yaitu, mereka yang terlibat dalam kecelakaan motor tunggal dan
beberapa kendaraan, kecelakaan sepeda motor, dan melukai pejalan kaki),
menyumbang sekitar 48% dari semua kasus baru SCI. Penyebab lainnya adalah
jatuh (21%), dan cedera olahraga rekreasi (13%), kecelakaan industri (12%), dan
tindak kekerasan (16%). Pada orang tua, jatuh adalah penyebab semakin umum
SCI. Ada perbedaan regional dalam penyebab (yaitu, dikota-kota besar, luka
tembak dan penusukan terlihat lebih sering) dan frekuensi relatif penyebab
17
berbeda dalam masyarakat yang berbeda. Cedera lahir, khususnya dalam
pengiriman sungsang, dapat mengakibatkan saraf tulang belakang diregangkan
atau dikompresi disebabkan oleh traksi dan hiperekstensi dari tulang belakang
leher.15
Kecuali untuk luka tembak, pecahan peluru, dan menusuk, pukulan
langsung ke tulang belakang adalah penyebab relatif jarang cedera tulang
belakang yang serius. Ketiga jenis cedera tulang belakang yang disebutkan
sebelumnya diproduksi oleh sejenis mekanisme, biasanya kompresi vertikal
kolom tulang belakang yang antero flexion ditambahkan, atau, mungkin salah
satu mekanisme kompresi vertical dan retroflexion (sering disebut sebagai
hyperextension). Yang paling penting variable dalam mekanika cedera tulang
belakang adalah struktur tulang pada tingkat dari cedera dan intensitas, arah,
dan sudut dampak memaksa. Dalam kasus cedera parah fleksi ke depan, kepala
dibengkokkan tajam kedepan ketika gaya diterapkan. Yang berdekatan serviks-
vertebra dipaksa bersama-sama pada tingkat tegangan maksimum. tepi
anteroinferior dari bagian atas tubuh vertebral mendorong ke bawah, kadang-
kadang membelah menjadi dua. Bagian posterior tubuh retak dipindahkan ke
belakang. Bersamaan, ada robeknya interspinous an posterior yg membujur
ligamen. derajat cedera anteroflexion kurang parah menghasilkan dislokasi saja.
Kerentanan terhadap efek anteroflexion meningkat oleh kehadiran spondylosis
serviks atau ankylosing spondylitis atau oleh kongenital stenosis dari kanal tulang
belakang. Contoh kerusakan saraf tulang belakang, yang dapat tetap mendalam
dan permanen, disebabkan oleh tonjolan ke dalam tiba-tiba ligamentum flavum
atau dislokasi tulang belakang transien diikuti oleh penataan kembali
spontan.Jenis kerusakan saraf tulang belakang, tanpa bukti radiologis fraktur
atau dislokasi, sangat umum pada anak-anak. Yang pecah dari elemen ligamen
pendukung telah terjadi tetap dapat diungkapkan oleh fleksi lembut dan
perluasan leher bawah pengawasan radiologis yang menunjukkan sedikit
dislokasi vertebra (tulang belakang ketidakstabilan).
18
2. Patofisiologi Spinal Cord Injury
Sebagai hasil dari geseran sumsum tulang belakang, ada penghancuran
abu-abu dan putih materi dan sejumlah variabel perdarahan, terutama dalam
bagian vaskular pusat. Perubahan ini, ditunjuk sebagai nekrosis traumatis dari
sumsum tulang belakang, yang maksimal pada tingkat cedera dan satu atau dua
segmen atas dan dibawahnya. Jarang adalah pia-arachnoid terkoyak. Pemisahan
konstituen patologisentitas-seperti hematomyelia, gegar otak, memar, dan
hematorrhachis (perdarahan kedalam kanal tulang belakang) - adalah nilai yang
kecil secara klinis atau patologik.Sebagai lesi menyembuhkan, ia meninggalkan
fokus gliotic atau kavitasi dengan jumlah variabel hemosiderin dan besi pigmen.
Progresif kavitasi (siringomielia traumatis) dapat berkembang setelah selang
beberapa bulan atau tahun dan karena meluas atas lesi utama.Tidak ada
perubahan histologis, baik oleh cahaya atau mikroskop elektron,dapat dideteksi
selama beberapa menit setelah dampak. Perubahan yang paling awal jaringan
terdiri dari hiperemi dan perdarahan kecil dalam materi abu-abu pusat. Pada 1
jam pertama, perdarahan yang mikroskopis menyatu dan terlihat menjadi
makroskopik. Saturasi oksigen berkurang di wilayah tersebut. Dalam waktu 4
jam, bagian tengah membengkak kabel dan edema menyebarkan meliputi materi
putih di sekitarnya, namun, nekrosis mungkin tidak jelas hingga 8 jam, sebuah
observasi yang telah menyebabkan berbagai strategi dirancang untuk cadangan
saluran panjang.
3. Manifestasi Klinis
Ketika sumsum tulang belakang tiba-tiba dan hampir atau sama sekali
terputus, tiga gangguan fungsi yang sekaligus jelas:
1) semua gerakan otonom di bagian dari tubuh bawah lesi segera dan
hilang secara permanen;
2) semua sensasi dari (aboral) bagian bawah dihapuskan
3) fungsi refleks di semua segmen dari sumsum tulang belakang
terisolasi ditangguhkan.
19
Efek terakhir, disebut kejutan tulang belakang, melibatkan tendon serta
sebagai refleks otonom. Ini adalah durasi variabel (1 sampai 6 minggu tapi
kadang-kadang jauh lebih lama) dan begitu dramatis yang digunakan Riddoch
sebagai dasar untuk membagi efek klinis transeksi medula spinalis menjadi dua
tahap, yaitu shock belakang dan areflexia diikuti oleh tahap aktivitas refleks
tinggi.
Tahap Syok Spinal atau Areflexia
Hilangnya fungsi motorik pada saat injury-tetraplegia dengan lesi C4-C5
atau di atasnya, paraplegia dengan lesi T1-10 disertai dengan kelumpuhan atonic
langsung kandung kemih dan usus, lambung atonia, hilangnya sensasi di bawah
tingkat yang sesuai dengan lesi sumsum tulang belakang, otot keadaan normal.
Kontrol fungsi otonom di segmen bawah lesi terganggu. Vasomotor tone,
berkeringat, dan piloerection di bagian bawah tubuh sementara dihapuskan.
Hipotensi sistemik dapat menjadi parah dan berkontribusi terhadap kerusakan
saraf tulang belakang. Semakin rendah ekstremitas kehilangan panas jika
dibiarkan terbuka, dan mereka membengkak jika tergantung. Kulit menjadi
kering dan pucat, dan ulcerations tulang dapat berkembang lebih prominences.
M. detrusor kandung kemih dan otot polos dari rektum yang lemah. Urine
terakumulasi sampai tekanan intravesicular cukup untuk mengatasi sphincters,
kemudian driblets escape (inkontinensia overflow).
Ada juga distensi pasif usus, retensi kotoran, dan tidak adanya peristaltik
(ileus paralitik). Genital reflex (Ereksi penis, bulbokavernosus refleks, kontraksi
otot dartos) dihapuskan atau mendalam tertekan. Lamanya tahap syok spinal
dengan flexia lengkap adalah bervariasi seperti yang disebutkan, permanen, atau
hanya fragmentaris aktivitas refleks yang kembali bertahun-tahun setelah
cedera.
Pada pasien lain, minimal genital dan fleksor aktivitas refleks dapat
dideteksi dalam beberapa hari dari cedera. Dalam mayoritas, ini aktivitas refleks
minimal muncul dalam jangka waktu 1 sampai 6 minggu. Biasanya bulbo
kavernosus tersebut refleks adalah yang pertama untuk kembali. Kontraksi
20
sfingter anal dapat ditimbulkan oleh rangsangan plantar atau perianal, dan
lainnya genital refleks muncul kembali pada sekitar waktu yang sama.
Tahap peningkatan reflek
Muncul dalam beberapa minggu atau bulan setelah cedera tulang
belakang. Biasanya, setelah beberapa minggu, respon reflex stimulasi, yang
awalnya minim dan unsustained, menjadi lebih kuat
Secara bertahap pola khas refleks fleksi tinggi muncul: dorsofleksi dari
jempol kaki (Babinski tanda), mengipasi jari-jari kaki lainnya, dan kemudian, fleksi
atau lambat penarikan gerakan kaki, kaki, dan paha dengan kontraksi dari otot
fascia lata tensor , Stimulasi taktil, Achilles refleks dan kemudian kembali refleks
patela. Retensi urin menjadi kurang lengkap, dan pada interval teratur urin
dikeluarkan oleh kontraksi spontan otot detrusor. Reflex Buang air besar juga
dimulai. Setelah beberapa bulan kejang, dan bisa disertai dengan berkeringat
banyak, piloerection,
Setiap sisa gejala yang bertahan setelah 6 bulan cenderung permanen,
meskipun pada sebagian kecil pasien beberapa kembalinya. Fungsi (terutama
sensasi) dimungkinkan setelah waktu ini. Kehilangan motorik dan fungsi sensorik
di atas lesi, datang bertahun-tahun setelah trauma, terjadi kadang-kadang dan
karena rongga memperbesar di segmen proksimal dari kabel ("siringomielia").
4. Pemeriksaan dan Pengelolaan Pasien
Tingkat lesi sumsum tulang belakang dan vertebral dapat ditentukan dari
temuan klinis. Kelumpuhan diafragma terjadi dengan lesi dari tiga segmen atas
serviks (transien yang berhubungan penangkapan pernapasan umum cedera
kepala berat). kelumpuhan pada lengan dan kaki biasanya menunjukkan fraktur
atau dislokasi di tulang leher keempat untuk kelima. Jika kaki yang lumpuh dan
lengan masih bisa diculik dan tertekuk, lesi kemungkinan berada di kelima
vertebra serviks keenam. Kelumpuhan kaki dan hanya tangan menunjukkan lesi
serviks pada tingkat keenam ketujuh.
21
Tingkat (rasa nyeri dan suhu) di bawah tingkat lesi dalam semua kasus
sumsum tulang belakang dan cauda equina cedera, prognosis untuk pemulihan
lebih menguntungkan jika ada gerakan atau sensasi selama 48 sampai 72 jam
pertama.
Skala Frankel untuk menetapkan cedera sensori.
Lengkap: motor dan sensorik loss di bawah lesi
Tidak lengkap: beberapa pelestarian sensorik di bawah zona cedera
Tidak lengkap: sensorik motorik dan hemat, namun pasien
nonfunctional
Tidak lengkap: sparing motor dan sensorik dan pasien fungsional
(berdiri dan berjalan)
Pemulihan lengkap fungsional: refleks mungkin abnormal
Jelas, kelompok 2, 3, dan 4 memiliki prognosis yang lebih menguntungkan
untuk pemulihan daripada kelompok 1.
Setelah derajat cedera pada tulang belakang dan kabel telah dinilai,
beberapa pusat mengelola dengan metilprednisolon di dosis tinggi (bolus 30
mg / kg diikuti dengan 5,4 mg / kg setiap jam), dimulai dalam 8 jam waktu dari
22
cedera dan dilanjutkan selama 23 jam. Menurut Cord multicenter Nasional Spinal
akut Studi (Bracken et al) menghasilkan sedikit perbaikan tapi signifikan di kedua
motorik dan fungsi sensorik.
Juga, dalam serangkaian kecil pasien, administrasi GM1 ganglioside (100
mg intravena setiap hari dari saat kecelakaan) ditemukan untuk meningkatkan
pemulihan akhir untuk tingkat sederhana (Geisler et al) namun temuan ini belum
telah dikuatkan.
MRI cocok untuk menampilkan proses ini, tetapi jika tidak myelography
tersedia dengan CT scan merupakan alternatif. Ketidakstabilan elemen tulang
belakang bisa sering disimpulkan dari dislokasi atau dari fraktur tertentu dari
pedikel, articularis pars, atau proses melintang,
Risiko terbesar bagi pasien dengan cedera tulang belakang dalam 10 hari
pertama ketika lambung dilatasi, ileus, syok, dan infeksi merupakan ancaman
terhadap kehidupan. Menurut Messard dan rekan, mortalitas Tingkat jatuh cepat
setelah 3 bulan, di luar waktu ini, 86 persen dari paraplegics dan 80 persen
lumpuh akan bertahan selama 10 tahun atau lebih.
Pasien dengan paraplegia, selain psychologic dukungan, berkaitan dengan
pengelolaan kandung kemih dan usus gangguan, perawatan kulit, pencegahan
emboli paru, dan pemeliharaan gizi. Nyeri kronis (hadir dalam 30 sampai 50
persen dari kasus) membutuhkan penggunaan obat anti-inflamasi, suntikan
anestesi lokal, dan stimulasi saraf transkutan. Kombinasi dari clonazepam
karbamazepin atau gabapentin dan salah satu atau antidepresan trisiklik, Nyeri
bandel memerlukan suntikan epidural dari analgesik atau kortikosteroid atau
ditanamkan stimulator saraf tulang belakang yang diterapkan pada kolom dorsal,
tetapi sering bahkan langkah-langkah ini tidak efektif. Kelenturan dan kejang
fleksor mungkin sulit, baclofen oral, diazepam, atau Tizanidine
Dalam paraplegia spastik permanen dengan kekakuan dan kejang yang parah
adduktor dan fleksor kaki, intratekal baclofen, disampaikan oleh pompa otomatis
dalam dosis 12 sampai dengan 400 mg / hari, juga telah membantu. Obat ini
diyakini bertindak pada sinapsis refleks tulang belakang (Penn dan Kroin).
23
BAB III
PEMABAHASAN
Dari anamnesis ditemukan permasalahan :
Keluhan lumpuh kedua kaki tidak bisa digerakkan ± sejak 2 minggu yang
lalu, (paraplegia inferior tipe flacsid)
Pada awalnya 3 minggu yang lalu, pasien sempat terjatuh dengan posisi
terduduk, kemudian mersakan bagian punggung terkadang terasa nyeri
Gampang lemes dan capek, kemudian lama-kelamaan kaki terasa berat,
kemudaian pasien mondok di rumah sakit.
Tidak ditemukan riwayat angkat junjung beban berat
Ditemukan riwayat trauma punggung/trauma fisik lainnya
Tidak ditemukan tanda TB primer/focus primer, tidak ada gejala riwayat
yang menunjukkan ke arah infeksi TB pulmonal.
Tidak terdapat keluhan sensibilitas, miksi dan defekasi
Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
Pemeriksaan Ekstremitas Superiror (Dx/Sn)
Ekstremitas Inferior (Dx/Sn)
Gerakan N/N N/N
Sesitibilitas +/+ +/+
Kekuatan 5/5 1/1
Tonus N/N N/N
Klonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
24
Reflek (Dx/Sn)
Biseps +/+
Triseps +/+
Patella /
Achiles +/+
Reflek (Dx/Sn)
Babinski +/+
Chaddock +/-
Openheim -/-
Gordon +/+
Schaeffer -/-
Gonda -/-
Dari pemeriksaan penunjang berupa foto Ro Lumbosakral :
Kesan fraktur kompresi Thoracal 11
Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang berupa :
Diagnosis klinis : Paraplegi inferior tipe flacsid grade B
Diagnosis topik : Fraktu kompresi vertebra thoracal 10-11
Diagnosis etiologi: ?
Penatalaksanaan pada kasus tersebut berupa :
Farmakologi
- Methil Prednisolon 8mg 2x1
- Neurodex 2x1
- MAD 2x1
25
- ??? 2x1
Fisioterapi
- Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur
- Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan mencegah
atropi otot-otot
- ROM exercise aktif dan pasif
Okupasi Terapi
- Latihan ADL (melatih kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari)
Sosiomedik
- Edukasi keluarga mangenaipenyakit yang diderita pasien serta
motivasi untukmembantu dan merawat pasien dan selalu
berusahamenjalankan program di RS dan home program
Psikologi
- Psikoterapi suportif kepada pasien,menurunkan kecemasan,
meningkatkan kepercayaandiri pasien dan pengawasan status
psikologis pasien.Memberikan motivasi agar penderita dan
keluargamau menjalankan program rehabilitasi
26