Upload
aris-kuslianto
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/22/2019 pro09-37
1/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
263
KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE
LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI
PENINGKATAN KUALITAS PAKAN
(Thermoregulation in Dairy Cattle During Lactation Period by
Introducing Improved Feed Quality)
B.UTOMO,D.P.MIRANTI danG.C.INTAN
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Ungaran 50501
ABSTRACT
The environment may affect productivity and livelihood of dairy cattle. The purposes of this study wereto investigate the effects of improved feed quality on thermoregulation of dairy cattle during lactation period.
The study used 8 heads of Friesian Holstein crossbred of postpartum and second period of lactation. Theanimals were divided into two groups including 4 heads fed on a diet containing 10% protein (introductionpattern). The ration is containing concentrate and Elephant grass. The assessment was carried out following a
participatory approach involving farmers in Kembang Manunggal Farmer Group in Kembang Village,Ampel Subdistrict of Boyolali District. Observation was conducted every week for 4 weeks and data
including: blood pulse, respiration rate, rectal temperature, room temperature and humidity. The variable wasmeasured from 06.00 to 08.00 with an interval of 2 hours. The data were analysed using the mean value and
standard deviation using T-test. The results showed that room temperature and humidity were 23.94 1.21 Cand 84.13 2.22% respectively. The pulse and respiration rate of dairy cattle was significantly higher in
introduction pattern than farmers pattern. The pulse rate of introduction pattern was 79.49 0.56 per minuteand farmers pattern was 70.54 3.02 per minute, while the respiration rates were 31.29 0.62 per minute and
26.82 1.70 per minute respectively. The rectal temperatures were 36.33 0.77C (farmers) and 37.09
0.19C (introduction). It is concluded that ration containing 12% protein did not lead to an excessive heat and
thermoregulation in dairy cattle of lactation period was not affected.
Key Words: Dairy Cattle, Lactation, Thermoregulation, Ration
ABSTRAK
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penampilan produksi dan kelangsungan hidup sapi perahadalah lingkungan (iklim), dimana iklim yang nyaman bagi kehidupan ternak akan menampilkan produksi
yang optimal. Tujuan dari kajian adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan kualitas ransum terhadapperubahan termoregulasi sapi perah periode laktasi. Sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) post partus
periode laktasi kedua sebanyak 8 ekor digunakan sebagai materi kegiatan kajian dan dialokasikan kedalamdua perlakuan yaitu 4 ekor diberi ransum dengan kandungan protein 10% (pola petani) dan 4 ekor diberi
ransum dengan kandungan protein 12% (pola intoduksi). Ransum yang diberikan berupa konsentrat danrumput gajah. Kegiatan kajian melibatkan secara partisipatif anggota kelompok tani yang tergabung dalam
Gabungan Kelompok Tani Kembang Manunggal Desa Kembang Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali selama 4 minggu dan data yang diambil meliputi: frekuensi denyut
nadi, pernafasan, suhu rektal sapi perah dan suhu udara serta kelembaban di dalam kandang. Variabel tersebutdiukur mulai pukul 06.00 sampai dengan 18.00 WIB dengan interval waktu pengukuran 2 jam sekali. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan nilai rataan dan simpangan baku dan selanjutnya
diuji dengan uji t. Hasil kajian yang diperoleh yaitu suhu udara dan kelembaban adalah 23,94 1,21 C dan84,13 2,22%. Frekuensi denyut nadi dan pernafasan sapi perah nyata lebih tinggi pada pola intoduksi
dibandingkan dengan pola petani. Frekuensi denyut nadi sapi perah pada pola intoduksi yaitu 79,49 0,56kali per menit dan pola petani sebanyak 70,54 3,02 kali per menit, sedangkan pada pernafasan sapi perah
31,29 0,62 kali per menit dan 26,82 1,70 kali per menit. Suhu rektal pola petani dan pola intoduksi adalah
36,33 0,77C dan 37,09 0,19C. Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa ransum yang diberikan
8/22/2019 pro09-37
2/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
264
dengan kandungan protein 12% tidak menimbulkan beban panas berlebih dan termoregulasi pada sapi perahperiode laktasi tidak mengalami gangguan.
Kata Kunci: Sapi Perah Laktasi, Termoregulasi, Ransum
PENDAHULUAN
Kegiatan budidaya sapi perah ditujukanterutama untuk mencapai produksi susu dalamjumlah yang tinggi. Produksi susu sendiri
merupakan hasil resultan antara faktor genetikdan lingkungan serta interaksi antara keduanya
(MASON dan BUVANENDRAN, 1982). Faktorlingkungan diantaranya adalah suhu dankelembaban ruang kandang sapi yang dapat
mempengaruhi status faali dan berlanjutterhadap performans tubuh. Dilaporkan olehSINURAT et al (1991), bahwa untuk
mengurangi pengaruh negatif suhu udara panasdapat dilakukan dengan empat cara, yaitudilakukan seleksi pada suhu lingkungan yangpanas, penyesuaian tatalaksana pemeliharaan,
memanipulasi gizi pakan dan memodifikasimikroklimat. Lingkungan yang baik yaitu iklim
yang nyaman untuk kehidupan ternak,sehingga penampilan produktivitas sapi perahdapat optimal. Faktor iklim utama yangberpengaruh terhadap produksi antara lain suhu
udara, kelembaban dan radiasi matahari.Iklim tropik khususnya di daerah
lingkungan lahan kering merupakan salah satumasalah didalam upaya optimalisasi produksiternak. Tingginya intensitas matahari diwilayah Indonesia menyebabkan suhu udarameningkat, hal ini dapat mengakibatkan sapiperah yang dipelihara akan terkena cekaman
panas dan cekaman panas yang ditimbulkanakan berpengaruh negatif terhadap proses faali,produksi maupun reproduksi (YOUSEF, 1982).Cekaman panas pada sapi perah ditandaidengan meningkatnya denyut jantung,
pernafasan, suhu tubuh, konsumsi air minumdan menurunnya konsumsi pakan. Kondisinormal sapi perah dapat tercipta apabila terjadikeseimbangan panas antara produksi danpelepasan panas. Suhu lingkungan yang tinggidapat menambah beban panas pada ternak
selain panas yang berasal dari prosesmetabolisme pakan. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan ternak mengalami kesulitandalam pelepasan panas (SANTOSO, 1996).Upaya untuk mengurangi cekaman panasdengan cara memanipulasi pakan dan
lingkungan. Manipulasi pakan dapat dilakukandengan memperbaiki tatalaksana pemberianpakan. Pemberian pakan dengan mengaturkomposisi pakan yang tepat sehingga kualitas
gizi yang terkandung didalamnya tinggi dandapat meningkatkan produktivitas ternak
secara optimal. Pemberian pakan denganpeningkatan protein dapat menghasilkan energiyang lebih baik dan yang akan berperan dalamproses metabolisme tubuh untuk proses
pertumbuhan, produksi dan menjaga kondisitubuh agar sesuai dengan panas lingkungansekitar (TILLMANet al., 1989). Berdasarkan haltersebut maka dilakukan kegiatan kajianintroduksi teknologi peningkatan kualitaspakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
perubahan termoregulasi sapi perah periodelaktasi.
MATERI DAN METODE
Sapi perah Peranakan Friesian Holstein(PFH) post partus periode laktasi kedua
sebanyak 8 ekor digunakan sebagai materikegiatan kajian dan dialokasikan kedalam duaperlakuan yaitu 4 ekor diberi ransum dengankandungan protein 10% (pola petani) dan 4ekor diberi ransum dengan kandungan protein12% (pola introduksi). Ransum yang diberikan
berupa konsentrat dan rumput gajah.Pemberian dilakukan dua kali sehari yaitu padapagi dan sore hari. Air minum diberikan secaraad libitum. Kandang sapi perah model setengahterbuka, tipe sejajar, lantai semen, atap gentingdan dilengkapi tempat pakan serta minum
secara terpisah. Pengamatan dilakukan setiap 7hari sekali selama 4 minggu dan data yangdiambil meliputi: frekuensi denyut nadi,pernafasan, suhu rektal sapi perah dan suhuudara serta kelembaban di dalam kandang.Variabel tersebut diukur mulai pukul 06.00sampai dengan 18.00 WIB dengan interval
waktu pengukuran 2 jam sekali. Data yangdiperoleh kemudian dianalisis denganmenggunakan nilai rataan dan simpangan bakudan selanjutnya diuji dengan uji t (SOEPENO,1997). Kegiatan kajian melibatkan secara
8/22/2019 pro09-37
3/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
265
partisipatif anggota kelompok tani yangtergabung dalam Gabungan Kelompok TaniKembang Manunggal Desa KembangKecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
Ketinggian Desa kembang sekitar 900 m dpl.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi lingkungan kajian
Produktivitas sapi perah dipengaruhi olehfaktor lingkungan karena menyebabkan
perubahan keseimbangan panas, keseimbanganenergi, keseimbangan air dan tingkah laku.Unsur lingkungan yang langsung berpengaruh
pada ternak adalah suhu lingkungan,kelembaban udara, kecepatan angin dan radiasi(WILLIAMSON dan PAYNE, 1993). Hasil kajian
yang diperoleh terlihat bahwa perubahan suhuudara di dalam kandang selama pengamatanmenunjukkan peningkatan dan mencapaipuncak pada waktu pukul 12.00 WIB,kemudian menurun waktu pukul 14.00 WIB.Keadaan ini menunjukkan bahwa beban panas
yang terjadi pada waktu siang hari karenaadanya peningkatan suhu udara. Suhulingkungan yang lebih tinggi dari suhu tubuhternak, maka panas akan dialirkan dari
lingkungan ke dalam tubuh ternak (GUYTON,1990).
Tabel 1. Rataan suhu udara dan kelembaban dalam
kandang
Uraian Hasil pengamatan
Suhu udara (C) 23,94 1,21
Kelembaban (%) 84,13 2,22
Rataan suhu udara dalam kandang adalah
23,94 1,21C, seperti terlihat pada Tabel 1.
Hasil yang diperoleh ini lebih tinggi dari suhuudara netral bagi kehidupan sapi perah. Suhuudara yang sesuai untuk pemeliharaan sapi
perah didaerah tropis berkisar antara 18 21Cdan di Indonesia lingkungan tersebut terdapatdiwilayah dengan ketinggian serendah-rendahnya 500 m dpl (SUTARDI, 1981). Hal inimenyebabkan ternak menerima tambahanpanas, sehingga ternak berusaha melepaskan
beban panas melalui proses termoregulasi.Menurut COLLIER et al (1982), bahwa ternakhomeoterm dalam kondisi suhu udara yang
tinggi akan mengadakan penyesuaianmetabolisme sehingga dicapai kondisi yangseimbang. Ternak mempunyai daerah nyamanyang berbeda-beda tergantung pada spesies dan
tingkat produktivitasnya, dimana ternakbanyak menggunakan energinya untukmengoptimalkan pertumbuhan, produksi danreproduksi (JOHNSON, 1985). Pertumbuhan danproduktivitas ternak yang hidup didaerahnyaman dapat maksimal serta tidak banyak
energi yang dikeluarkan untuk mengaturkeseimbangan panas tubuhnya, sedangkan biladiluar daerah nyaman maka ternakmemerlukan energi untuk memeliharakeseimbangan panas tubuh yang lebih besar
sehingga energi yang dihasilkan metabolismepakan tidak mencukupi untuk produksi dan
reproduksi (YOUSEF, 1985).Rataan hasil pengamatan kelembaban
dalam kandang adalah 84,13 + 2,22% (Tabel1), lebih tinggi dari kelembaban udara idealuntuk lingkungan hidup sapi perah.Penampilan produktivitas sapi perah akan
optimal, apabila dipelihara pada suhu berkisar
antara 18 21C dan kelembaban udara 55%(SUTARDI, 1981). Hal ini akan menambahbeban panas, karena proses penguapan daritubuh ternak terganggu dengan adanya
kejenuhan udara oleh kandungan air.Perubahan kelembaban mulai menurun sampaititik kelembaban terendah yaitu waktu pukul
14.00 WIB dan kemudian terjadi peningkatanlagi pada pukul 16.00 WIB. Rendahnyakelembaban udara di waktu siang hari,kemungkinan disebabkan semakin tingginyaradiasi matahari dan suhu udara sehinggapenguapan air semakin banyak. Kelembaban
udara akan mengakibatkan peningkatanpenambahan panas dan pengurangan jumlahpanas yang dikeluarkan melalui jalur evaporasidari permukan kulit dan saluran pernafasan
(PURWANTOet al., 1995).
Frekuensi denyut nadi sapi perah
Rataan hasil frekuensi denyut nadi sapiperah periode laktasi yang diperoleh adalah70,54 3,02 kali per menit dan 79,49 0,56kali per menit, masing-masing untuk pola
petani dan pola introduksi, seperti terlihat padaTabel 2. Hasil frekuensi denyut nadi lebihtinggi apabila dibandingkan hasil yang
8/22/2019 pro09-37
4/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
266
dilaporkan PURWANTO et al. (1995) yaitu 64
dan 67 kali per menit pada suhu 18C dan
32C. Tingginya frekuensi denyut nadi,kemungkinan disebabkan tingginya beban
panas dari dalam dan luar tubuh. Pakan dengankualitas rendah menyebabkan prosesfermentasi didalam rumen lebih lambat,
sehingga panas yang dihasilkan dari energiuntuk proses metabolisme tubuh lebih kecil,
sedangkan pemberian pakan dengan kualitasbaik akan terjadi sebaliknya. Hal ini akanberpengaruh terhadap peningkatan denyut nadi,mengingat salah satu fungsi protein adalahuntuk menyediakan energi bagi prosesmetabolisme tubuh (SUDONO, 1999).
Tabel 2. Rataan denyut nadi sapi perah laktasi
selama 4 minggu post partus
UraianFrekuensi denyut nadi
(kali/menit)
Pola petani 70,54 3,02
Pola introduksi 79,49 0,56
Pembuangan beban panas sapi perahlaktasi, terlihat pada peningkatan frekuensi
denyut nadi yang merupakan usaha ternakuntuk menyeimbangkan produksi panas. Panasyang tinggi akan dilepaskan ke lingkungandengan cara melakukan peningkatan denyutnadi dalam upaya pengangkutan aliran darahyang membawa panas dari dalam keluar tubuh
sehingga jantung bekerja lebih cepat. Hal inisesuai dengan pendapat PARAKKASI (1995),bahwa peningkatan denyut jantung merupakanupaya penyebaran panas ke seluruh tubuh danpada akhirnya dibuang melalui jalur evaporasi.
Perubahan denyut nadi sapi perah periodelaktasi, terjadi peningkatan dan mencapai
puncak pada pukul 12.00 WIB kemudianberangsur menurun setelah pukul 14.00 WIB.
Peningkatan denyut nadi seiring denganmeningkatnya suhu udara, hal ini akanberdampak terhadap naiknya produksi panasdidalam tubuh ternak sehingga ternak berusaha
mempercepat frekuensi denyut nadi untukmembuang panas. Peningkatan suhu udaradengan diikuti peningkatn denyut nadimerupakan mekanisme fisiologis ternak(PURWANTOet al., 1995). Peningkatan tersebutjuga merupakan peningkatan fungsi jantung
untuk melakukan aktivitas makan,mendistribusikan hasil metabolisme pakan dan
upaya menjaga keseimbangan panas tubuh(GANONG, 1983).
Frekuensi pernafasan sapi perah
Rataan hasil pengamatan frekuensi
pernafasan sapi perah 26,82 1,70 kali per
menit dan 31,29 0,62 kali per menit, masing-masing untuk pola petani dan pola introduksi(Tabel 3). Menurut SUBRONTO (1995), bahwapernafasan sapi dalam keadaan normal berkisarantara 10 sampai 30 kali tiap menit. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa pada polaintroduksi, frekuensi pernafasan sapi perah
lebih tinggi bila dibanding pola petani. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perbedaankualitas pakan yang diberikan. Pada polaintroduksi diduga proses fermentasi didalamrumen menyebabkan panas dari hasilmetabolisme dalam tubuh lebih tinggi bila
dibandingkan pola petani, sehingga ternakmenerima beban panas tinggi. Metabolismepakan akan menghasilkan energi yangdipergunakan oleh ternak untuk menjalankanfungsi fisiologis seperti pernafasan danpengaturan keseimbangan tubuh, dimana hal
tersebut akan menghasilkan panas tambahanbagi tubuh. Beban panas yang besar pada tubuhternak akan dipindahkan oleh aliran darahkepermukaan tubuh yang menyebabkan tingkatevaporasi melalui pernafasan meningkat,sehingga frekuensi pernafasan meningkat pula
(JOHNSON, 1985).Perubahan frekuensi pernafasan mulai
meningkat setelah pukul 06.00 WIB danmencapai puncak pukul 12.00, kemudianmengalami penurunan setelah pukul 14.00WIB. Perubahan frekuensi pernafasan sejalandengan peningkatan suhu udara, hal tersebut
menyebabkan ternak meningkatkan frekuensipernafasan untuk melepaskan panas.Disamping itu, ada perbedaan frekuensipernafasan dengan pemberian ransum dengankualitas yang berbeda. Hal ini menunjukkanbahwa dengan peningkatan kualitas ransum
yang diberikan pada ternak menambah bebanpanas. Keadaan ini kemungkinan disebabkanadanya aktivitas ternak dalam mencerna pakan,karena proses pencernaan menghasilkan energiyang diubah menjadi panas. Aktivitas dalamtubuh yang semakin besar membutuhkan
oksigen lebih banyak dan kebutuhan oksigen
8/22/2019 pro09-37
5/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
267
didapat dari luar tubuh dengan jalanpeningkatan frekuensi pernafasan (GUYTON,1983).
Tabel 3. Rataan frekuensi pernafasan sapi perahlaktasi selama 4 minggu post partus
UraianFrekuensi pernafasan
(kali/menit)
Pola petani 26,82 1,70
Pola introduksi 31,29 0,62
Suhu rektal sapi perah
Hasil suhu rektal yang diperoleh adalah
36,33 0,77C dan 37,09 0,19C, untuk polapetani dan pola introduksi (Tabel 4). Subronto(1995), melaporkan bahwa suhu rektal sapi
dalam kondisi normal adalah 38,5C dan suhu
kritis 39,5C. Suhu rektal sapi perah denganpemberian ransum yang berbeda, tidakmenunjukkan adanya perbedaan. Hal inikemungkinan disebabkan ternak berhasil
melakukan proses termoregulasi melaluimekanisme homeostatis di dalam tubuh.Respon yang menunjukkan adanya cekamanpanas pada tubuh ternak ditandai dengan
peningkatan suhu rektal dan apabilapeningkatan denyut nadi serta frekuensipernafasan mampu mengatasi cekaman panas
maka suhu rektal sedikit sekali mengalamipeningkatan. Menurut PURWANTO et al.(1995), bahwa pengaturan keseimbangan panasmerupakan upaya ternak mempertahankansuhu tubuhnya relatif konstan terhadapperubahan suhu lingkungan yang merupakan
perwujudan kerja organ-organ tubuh untukmempertahankan proses homeostatis.
Tabel 4. Rataan suhu rektal sapi perah laktasi
selama 4 minggu post partus
Uraian Suhu rektal (C)
Pola petani 36,33 0,77
Pola introduksi 37,09 0,19
Perubahan suhu rektal mulai menunjukkanpeningkatan setelah pukul 06.00 WIB danmencapai puncak setelah pukul 12.00 WIB,
kemudian berangsur-angsur menurun.Perubahan suhu rektal tersebut sejalan denganperubahan suhu udara yang semakin
meningkat. Tingginya suhu rektal ternak padasiang hari kemungkinan juga disebabkan panashasil metabolisme di dalam tubuh. Produksipanas pada ternak dipengaruhi oleh tingkah
laku, jumlah konsumsi pakan dan suhulingkungan (SUDARMOYO, 1995). Perubahansuhu rektal juga sama perubahan denyut nadidan frekuensi pernafasan. Menurut SARIKIN(1998), bahwa ternak yang diberi pakandengan kualitas tinggi pada siang hari maka
ternak akan mengalami beban panas tubuhyang tinggi, tetapi suhu rektalnya stabil. Hal inidisebabkan ternak berhasil melakukanpembuangan panas melalui peningkatanfrekuensi denyut nadi dan pernafasan.
KESIMPULAN
Hasil kajian yang diperoleh dapat diambilkesimpulan bahwa pola introduksi peningkatankualitas pakan dengan kandungan protein 12%tidak menimbulkan beban panas yang berlebih
dan tidak terjadi gangguan termoregulasi padasapi perah periode laktasi.
DAFTAR PUSTAKA
COLLIER, R.J., D.K. BEEDE, W.W. THATCHER, L.A.ISRAEL dan C.J.WILCOX. 1982. Influences ofenvironmental and its modofication on dairy
animal health production. J. Dairy Sci. 65:2213 2227.
GUYTON,A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran II. Edisi
Ke-5. E.G.C. Penerbit Buku Kedokteran,Jakarta.
JOHNSON, H.D. 1985. Physiological responses andproductivity of cattle. Dalam: YOUSEF, M.K.
(Ed). Stress Physiology of Livestock. Vol II.CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.
KOMARUDIN, M., MARIYONO, U. UMIYASIH, L.
AFFANDHY dan ARYOGI. 1992. Evaluasiperkandangan sapi perah : Perkandangan sapiperah rakyat pada beberapa daerah dataran
rendah dan tinggi di Jawa Timur. LapPenyelesaian DIP. Sub Balitnak Grati.
MASON, L.L. and BUVANENDRAN. 1982. Breeding
Plans foe Ruminant Livestock in Tropis. FAOAnimal Production and Health Paper No. 34
Rome.
PARAKKASI, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak Ruminan. Penerbit Aneka Ilmu,Semarang.
8/22/2019 pro09-37
6/6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
268
PURWANTO, B.P., A.B. SANTOSO dan A. MURFI.1995. Fisiologi Lingkungan. FakultasPeternakan. Institut Pertanian Bogor.
SANTOSO, A.B. 1996. Pengaruh Lingkungan Mikro
Terhadap respon Fisiologis Sapi DaraPeranakan Fries Holand. Tesis Magister Sains.
Fakultas Pascasarjana Institut PertanianBogor.
SARIKIN. 1998. Perubahan Respon TermoregulasiSapi Dara Peranakan Friesian Holstein Akibat
Pemberian Pakan dengan Tingkat EnergiBerbeda. Skripsi. Sarjana Peternakan. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
SINURAT,A.P.,E.KUSNADI,R.WIJAYAKESUMA danD. SASTRAPRADJA. 1991. Pengaruh cekaman
suhu dingin dan panas terhadap responspertumbuhan dan fisiologis kelinci Rex. ProcSeminar Nasional. Usaha Peningkatan
Produktivitas Peternakan dan Perikanan.Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
Semarang.
SUDARMOYO, B. 1995. Ilmu Lingkungan TernakFakultas Peternakan Universitas DiponegoroSemarang (unpublished).
SUDONO, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah.
Jurusan Ilmu Produksi Ternak. FakultasPeternakan Institut Pertanian Bogor
(unpublished).
SUTARDI, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian
Makanannya. Departemen Ilmu MakananTernak Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor (unpublished).
TILLMAN, A.D., H. HARTADI., S. REKSOHADIPROJO.,
S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO.
1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. GadjahMada University Press, Yogyakarta.
WILLIAMSON,G.danW.J.A.PAYNE. 1993. PengantarPeternakan di Daerah Tropis. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
YOUSEF, M.K. 1982. Animal Production in theTropics. Praeger Publish, New York.