36
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru , agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.Dalam ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya. Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan

Profesionalisme Guru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas kuliah

Citation preview

Page 1: Profesionalisme Guru

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang

sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan

dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya

secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga

ia menaruh harapan terhadap guru , agar anaknya dapat berkembang secara optimal

(Mulyasa, 2005:10).Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan

berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.Dalam ini guru perlu memperhatikan

peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga

mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna

menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).Ironisnya

kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar

pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas

bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya.

Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap

siswanya.

Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk

belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan

dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi

pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum

pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa

dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya

untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi

guru.Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya

fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang

tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan

siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat

memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. .

Page 2: Profesionalisme Guru

2

B. BATASAN MASALAH

Bertolak dari rumusan masalah di atas maka masalah yang akan dibahas dalam

makalah ini hanya di batasi pada : Membumikan Dan Proses-Proses Serta Peran

Dalam Pengembangan Guru Yang Profesional”.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka permasalahan yang

hendak dikaji adalah:

1. Bagaimana membumikan guru yang professional dengan sertifikasi?

2. Bagaimana proses pengembangan profesionalisme guru ?

3. Bagaimana meningkatkan upaya profesionalisme guru?

4. Bagaimana prinsip-prinsip profesionalisme guru ?

5. Bagaimana penegmbangan peran guru terhadap peserta didik?

6. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang professional?

D. TUJUAN DAN MANFAAT

- Tujuan

Tujuan penyusun makalah ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya peran

dan prinsip-prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan

peserta didik.

- Manfaat

Page 3: Profesionalisme Guru

3

Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa yang bergerak

dibidang pendidikan bisa lebih mengetahui pentingnya peran dan prinsip-

prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan peserta didik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. MEMBUMIKAN GURU YANG PROFESIONAL DENGAN SERTIFIKASI

Profesionalisme guru merupakan komponen vital yang dapat menjamin

kualitas pendidikan sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Meskipun pengembangan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan sangat

menentukan terhadap peningkatan kualitas pendidikan, akan tetapi kenyataan yang

ada pengembangan profesi masih dilakukan secara sporadik dan sentralistik.

Dikatakan sporadik karena upaya pengembangan guru dan tenaga kependidikan tidak

dilakukan secara berkelanjutan, serta tidak diikuti evaluasi yang sistemik dan

terencana. Dikatakan sentralistik karena upaya pengembangan diwarnai usaha

penyeragaman pola dan materi tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi spesifik

guru dan tenaga kependidikan, sekolah maupun daerah.Dengan mempertimbangkan

berbagai kelemahan yang melekat pada sistem yang ada, perlu dicarikan alternatif

pemecahan supaya guru dan tenaga kependidikan dapat meningkatkan profesi dan

harkat diri secara wajar sesuai dengan akumulasi pengalaman hidup dan keahlian

profesionalnya. Kegiatan yang dapat direalisasikan untuk menjamin profesionalisme

guru agar senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kualitas layanan

profesionalnya dari waktu kewaktu adalah dengan program sertifikasi yang

berkelanjutan. Idealnya peningkatan profesionalisme diikuti oleh perbaikan sistim

imbalan dan penjejangan karier dengan memperhitungkan imbalan progresif secara

wajar sehingga dapat meningkatkan harkat diri guru sebagai pendidik.

Meskipun terdapat berbagai jenis perumusan tentang tugas dan kompetensi

guru, akan tetapi secara nasional telah disepakati bahwa tugas tugas guru adalah

seperti tercantum pada Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003

(pasal 39) bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

Page 4: Profesionalisme Guru

4

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Peran strategis guru sebagai pendidik berpengaruh langsung pada proses

belajar mengajar siswa. Kualitas proses hasil belajar ini, pada akhirnya ditentukan

oleh kualitas pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu serta keterampilan yang

dimilikinya akan menjadi alat pendewasaan anak didiknya, sehingga kualitas

pendidikan lulusan suatu sekolah sering kali dipandang tergantung kepada peranan

gurunya dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses KBM.

Tuntutan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan di Indonesia bersifat internal

dan eksternal, baik fasilitas maupun kegiatan. Diakui atau tidak bahwa kekurangan-

kekurangan itu pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun berkaitan dengan

kurangnya pihak sekolah dalam pengembangan profesionalisme para guru.

Permasalahan ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan merugikan pembangunan

pendidikan nasional.Berbagai gambaran dari struktur kepangkatan, pendidikan serta

melaksanakan tugas, memberikan isyarat pentingnya upaya manajemen yang terus-

menerus untuk meningkatkan profesionalisme guru pada lembaga pendidikan.

Sekalipun demikian, keberhasilan upaya manajemen tersebut terkait erat dengan

sikap, perilaku, motivasi dan pribadi guru itu sendiri. Dalam dunia kerja,

profesionalisme lebih banyak ditentukan oleh individu profesi yang bersangkutan.

Berbeda dengan masa pendidikan, saat profesionalisasi lebih banyak ditentukan oleh

lembaga pendidikan melalui aturan atau kaidah akademik yang digunakan sebagai

standar oleh lembaga pendidikan.Pengembangan profesionalisme guru dimulai dari

kondisi objektif yang merupakan peta kemampuan profesional menuju ke arah standar

kompetensi profesional guru dengan jaminan tertulis dalam bentuk sertifikat.

Rasionalisasi perlunya sertifikasi bagi guru adalah Undang-undang No. 20 Tahun

2003 pasal 39 sampai dengan No 44, globalisasi pendidikan dan pemberlakuan

standar nasional pendidikan (PP. No. 15 Tahun 2005). Ruang lingkup sertifikasi guru

sebagaimana ditegaskan dalam PP. No. 19 Tahun 2005 pada bab VI pasal 28

sebagaimana berikut: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi

sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memeiliki kemampuan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ayat 1). Kualifikasi akademik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang yang

harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijzah dan/atau sertifikat

Page 5: Profesionalisme Guru

5

keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

(ayat 2).

Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Sertifikasi

memberikan jaminan akan kinerja dan kemampuan guru dalam melakukan pekerjaan

mengajar dan mendidik secara profesional. Tanpa sertifikasi akan semakin banyak

orang merasa bisa menjadi guru tanpa melalui pendidikan yang disyaratkan.

Anggapan bahwa pekerjaan guru dapat dilakukan oleh siapa saja asal memiliki bekal

kemampuan materi yang diperlukan harus segera diluruskan. Hakekat mengajar tidak

sekedar transformasi ilmu semata tetapi ada unsur-unsur paedagogis sehingga terjadi

perubahan perilaku anak didik baik dalam aspek kognitif, afektif maupun

psikomotorik.

Guru merupakan titik sentral kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas

proses belajar mengajar. Oleh itu profesionalisme guru merupakan suatu keharusan.

Guru profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode, tapi

juga harus mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan

wawasan yang luas akan dunia pendidikan. Tetapi guru profesional juga harus

memiliki pemahaman yang mendalam tentang makna hidup dan kehidupan dalam

masyarakat. Pemahaman ini akan melandasi pola pikir dan pola kerja guru serta

loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Dalam implementasi proses belajar

mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim

organisasi pengajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis

sehingga menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan tuntutan Undang-Undang

Sisdiknas (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat 2 a).Guru yang profesional

dipersyaratkan.Pertama, dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap

masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. Kedua,

penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan paktis pendidikan yaitu ilmu

pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.

Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset

pendidikan hendaknya diarahkan pada paktis pendidikan masyarakat Indonesia.

Terakhir, pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi

guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan erkesinambungan antara

LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan

Page 6: Profesionalisme Guru

6

disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service training karena

pertimbangan birokrasi yang kaku atau manajemen pendidikan yang masih lemah

belum menyentuh dan mengangkat permasalahan di lapangan.

Melalui kegiatan sertifikasi dapat diketahui mana guru yang baik dan mana

yang belum baik dilihat dari hasil penilaian terhadap kinerja guru termasuk

kemampuan profesionalnya. Guru yang baik perlu dipertahankan keberadaannya jika

perlu diberi penghargaan atau dipromosikan. Untuk guru yang belum baik perlu

ditingkatkan kemampuannya melalui program penyetaraan, bimbingan, pelatihan dan

penataran.

Profesionalisme guru secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting

dari kualitas pendidikan. Dalam studi-studi itu, guru yang profesional mampu

membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan

lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas

yang mudah. Lebih-lebih untuk lembaga pendidikan yang bertugas mengembangkan

ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal perkembangan profesionalisme guru. Guru

merupakan komponen yang layak mendapat perhatian karena baik ditinjau dari segi

posisi yang ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas

yang diemban, guru merupakan pelaksana terdepan yang menentukan dan mewarnai

proses belajar mengajar serta kualitas pendidikan umumnya.Untuk itulah, melalui

program sertifikasi ini dimungkinkan guru-guru profesional akan terlahir sebagai

bentuk keinginan kita bersama dan bukan dimaknai sebagai program sporadik dan

tidak sustainable. Melainkan sebagai program yang terencana yang pada gilirannya

akan meningkatkan profesionalisme guru

http://sismanto.com/2013/05/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi

B. PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu

pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister

(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi

dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih

dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki

suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan

dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat

Page 7: Profesionalisme Guru

7

pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang

dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar

standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A

adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi

sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para

guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat

penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan

fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi

untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran,

pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains.

Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana

mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari

konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada

tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan

representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan

profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan

pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru

yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah

berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan

sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi

D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan

terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-

kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru

sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia

Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian

di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational

Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional

seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada

siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata

pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru

bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4)

Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari

pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar

Page 8: Profesionalisme Guru

8

dalam lingkungan profesinya.Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang

profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai

pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di

abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan

yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep

belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah,

serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat

Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi

guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan

antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu

pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena

pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.Dengan

adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk

melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki

kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat;(3)

keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan

(4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut

merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan

usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.

Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara

perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;(2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon

guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;(4)

meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6)

peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management

(TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match;

(8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan

masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar

melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan

pemberian kesejahteraan yang layak.

Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran

guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis.

Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan

persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator

yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan

Page 9: Profesionalisme Guru

9

lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan

mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator,

informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator,

dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena

guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu

bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar

mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan

yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-

aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.

Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi

muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap

eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Faktor-faktor Penyebab

Rendahnya profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak

secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan

perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada

kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang

kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan

perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan

seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional

khususnya dan kehidupan kita umumnya.

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati

nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena

tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para

guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak

adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai

pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru

tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol

melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah

memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola

belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka

waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya

Page 10: Profesionalisme Guru

10

Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah

yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan

kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan;

1) Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya.

Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2)profesionalismeguru masih

rendah.

2) Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme

guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni

profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di

luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga

waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;

3) Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara

maju;

4) Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai

pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya

kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh

terhadap etika profesi keguruan;

5) Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak

dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di

perguruan tinggi.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya

profesionalisme guru;

(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan

rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan

terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan

kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya

kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-

nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon

guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya

secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama

untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan

profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang

Page 11: Profesionalisme Guru

11

menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari

alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

C. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru

diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih

tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.

Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru

SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan

ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya

untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain

yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah

dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua)

melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang

telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah

propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan

Selatan (Pantiwati, 2001).

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk

meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG

(Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman

dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan

mengajarnya (Supriadi, 1998).

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam

proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran,

pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap

profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon

guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme

seseorang termasuk guru. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme

guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru,

instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI

dan masyarakat

Page 12: Profesionalisme Guru

12

Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang

paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan

menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan

diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi

kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau

dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam

Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan

profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru

diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama

berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola

anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman

kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini

dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi

lainnya seperti dokter, jaksa, dll.

http://re-searchengines.com/amhasan.html

D. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALISME GURU

Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus

memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;

”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan

prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme

b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai

dengan bidang tugasnya.

c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.

d. Mematuhi kode etik profesi.

e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.

g. Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara

berkelanjutan.

h. Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas

profesisionalnya.

i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.

Page 13: Profesionalisme Guru

13

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan

tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:

Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang

menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya

(menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu

membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan

baik.Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan

sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi

profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru

sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi

organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai

dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata

dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja

anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.

PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a)

menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu

kesatuan langkah dan tindakan, (c) melindungi kepentingan anggotanya, (d)

menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e)

menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan

profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan

pelanggaran baik administratif maupun psychologis.

Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru

dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh

pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga

masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada

beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a)

sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b)

pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan

kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi

mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran

guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan

teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada

panggilan hati untuk melayani orang lain.Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai

jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan

Page 14: Profesionalisme Guru

14

dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan

yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau

pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu

oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan

moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode

etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan

meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.Memiliki

otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri,

berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya.

Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk

membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan

dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.Memiliki rasa

pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun

masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki

peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru

dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam

membelajarkan anak didik.Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan

tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan

hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat

mencerdakan anak didik.

Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi

pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan

mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3)

kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi

profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam

kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi

sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)

menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi

pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum

maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran,

kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar,

mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4)

kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.

|http://chrisna.blogdetik.com/2013/07/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi-

Page 15: Profesionalisme Guru

15

dalam-implementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/

E. PENGEMBANGAN PERAN GURU TERHADAP PESERTA DIDIK

Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga

persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006:7), yaitu kualifikasi

pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Ketiga persyaratan untuk

menjadi guru sesuai dengan Pasal 1 butir (12) UUGD yang menyebutkan bahwa

sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada

guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sementara itu, pada Pasal 11 ayat (1) juga

disebutkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi

persyaratan. Untuk itu, guru dapat memperoleh sertifikat pendidik jika telah

memenuhi dua syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimum yang ditentukan

(diploma-D4/sarjana S1) dan terbukti telah menguasai kompetensi tertentu. Untuk itu,

sebenarnya syarat untuk menjadi guru bila dicermati lebih dalam hanya ada dua, yaitu

kualifikasi akademik minimum (ijazah D4/S1) dan penguasaan kompetensi minimal

sebagai guru yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal dari

pemenuhan dua syarat di atas, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan

kompetensi minimal sebagai guru.

Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan

sumberdaya pendidikan lain yang memadai seringkali kurang berarti apabila tidak

disertai dengan kualitas guru yang memadai. Begitu juga yang terjadi sebaliknya,

apabila guru berkualitas kurang ditunjang oleh sumberdaya pendukung yang lain yang

memadai, juga dapat menyebabkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru

merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil

pendidikan. Dalam berbagai kasus, kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan

berkaitan dengan kualitas guru (Beeby, 1969). Untuk itu, peningkatan kualitas

pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru. Namun,

kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif

rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan

minimal.

Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun

2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak

memenuhi kualifikasi pendidikan minimal.Guru adalah pendidik profesional dengan

Page 16: Profesionalisme Guru

16

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan

yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu

atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat

pokok pekerjaan profesional menurut Wina Sanjaya (2005:142-143): (1) pekerjaan

profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin

didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan

kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;

(2) suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang

spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan

yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas; (3) tingkat kemampuan dan keahlian

suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang

diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik

sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian

semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya; (4) suatu profesi selain

dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan,

sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang

ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan

kompetensi sosial kemasyarakatan.

Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi

pendidikan, guru berperan sebagai :

1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;

2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara

dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;

3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus

diajarkannya;

4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik

melaksanakan disiplin;

5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar

pendidikan dapat berlangsung dengan baik;

Page 17: Profesionalisme Guru

17

6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan

perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi

pewaris masa depan; dan

7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan

berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan

sebagai :

1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan

pelayanan kepada masyarakat;

2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus

menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;

3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap

peserta didik di sekolah;

4. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh

oleh para peserta didik; dan

5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan

merasa aman berada dalam didikan gurunya.

F. SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas

guru antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui

pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih

tinggi. Kendatipun dalam pelakansanannya masih jauh dari harapan, dan banyak

penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang

menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang

pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan

dengan faktor lain yang mempengaruhi.Walaupun dalam kenyataannya banyak guru

yang melakukan kesalahan-kesalahan.

Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam

pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,

2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif,

3. Menggunakan destruktif discipline,

Page 18: Profesionalisme Guru

18

4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik

merasa diri paling pandai di kelasnya,

5. Tidak adil (diskriminatif), serta

6. Memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang

profesionalisme harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang

dalam Undang-Undang Dosen dan guru, yakni:

1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran pesrta

didik

2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,

berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan pesrta didik

3. Kompetensi professional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas

mendalam,

4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan

berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru orang

tua/wali peserta didik,dan masyarakat sekitar.

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul,

apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi

individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasidalam diri individu yang memberi

kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati,

menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi

reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15). Sedangkan perilaku merupakan bentuk

tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut

Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak

menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata

seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan

oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.

Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada

beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang

dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga

Page 19: Profesionalisme Guru

Saling menanamkan nilai-nilai

moral

Saling mengingatkan dengan

ketulusan hati

Saling menularkan antusiasme

Saling menggali potensi diri

Saling mengajari dengan

kerendahan hati

Saling menginsiprasi

Saling menghormati perbedaan.

19

pendidik yang benar-benar professional yang dapat menghormati siswa secara utuh.

Kedua,guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru

siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan.

Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan

berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat,

adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa,guru (sekolah), dan orang

tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari

sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah

karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi

teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang

bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap

modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses

belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan

semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.Menurut

Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati.

Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik

untuk mengembangkan potensi peserta didik Enam belas pilar pembentukan karakter

yang harus dimiliki seorang guru , antara lain:

Kasih sayang

Penghargaan

Pemberian ruang untuk mengembangkan diri

Kepercayaan

Kerjasama

Saling berbagi

Saling memotivasi

Saling mendengarkan

Saling berinteraksi secara positif

Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar

pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa

kepada masyarakat dan negaranya.

Page 20: Profesionalisme Guru

20

Page 21: Profesionalisme Guru

21

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang

professional adalah mampu menjadi teladan bagi, para peserta didik mampu

mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi

para peserta didik Sikap dan perilaku guru yang professional mencakup enam belas

pilar dalam pembangun karakter.

Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian

ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling

memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling

menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling

menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan

kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.Sikap dan

perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya

berupa faktor Eksternal dan Internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu

mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.

B. SARAN

Saran yang dapat kita berikan untuk para pembaca ataupun para guru khususnya

dan pemerintah pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Untuk Guru bekerjalah penuh tanggung jawab dengan ihklas, sehingga apa

yang kita lakukan mudah-mudahan menjadi berkah. Karena guru sekarang

sudah diakui sebagai profesi dan mendapatkan tunjangan profesi, hak tersebut

harus sebanding kinerja kita selaku guru.

2. Guru juga harus lebih aktif dalam menulis buku ataupun penelitian, sehingga

diharapkan guru bisa mandiri dalam membuat membuat karya ilmiah.

3. Kepada pemeritah selain harus selalu memperhatikan kesejehteraan guru tetapi

juga harus melakukan berbagai pelatihan kepada guru dengan demikian akan

tercipta harmonisasi dan pendidikan kita akan semakin baik kedepannya.

Page 22: Profesionalisme Guru

22

DAFTAR PUSTAKA

Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://chrisna.blogdetik.com/2013/04/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi

dalam-implementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/. Diakses pada tanggal 29-04-

2013.

http://re-searchengines.com/amhasan.html. Diakses pada tanggal 29-04-2013.

http://sismanto.com/2013/04/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi

Diakses pada tanggal 29-04-2013.

Mar’at, 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Mulyasa, 2005. Menjadi Guru professional Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media

Komputindo.

R. Tantiningsih, 2005.Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14

Mei 2005.

Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media

Pustaka Mandiri.

Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan

Penerbitan Fakultas Psikologi UGM