Upload
sartika-laelasari
View
96
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TEKNIK PERTANIAN
Citation preview
TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI
BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN
KOMERING ULU TIMUR
Oleh
SARTIKA LAELASARI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2012
TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI
BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN
KOMERING ULU TIMUR
Oleh
SARTIKA LAELASARI
PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN
Sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2012
Proposal Praktek Lapangan
TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI
BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN
KOMERING ULU TIMUR
Oleh
SARTIKA LAELASARI
05091002010
telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Indralaya, Oktober 2012
Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
Pembimbing, Ketua Jurusan,
Hilda Agustina, S.TP., M.Si Dr. Ir. Hersyamsi, M.Agr
NIP. 197708232002122001 NIP. 196008021987031004
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal praktek
lapangan yang berjudul Tinjauan Efisiensi Penyaluran Air pada Sistem Irigasi di
Bendung Perjaya Kecamatan Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Proposal praktek lapangan ini merupakan salah satu syarat untuk melakukan
penelitian.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Hilda Agustina, S. TP., M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan
arahan serta bimbingan dan bantuan beliau sehingga proposal ini dapat
diselesaikan.
Dalam penyusunan proposal praktek lapangan ini, penulis menyadari
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu diharapkan saran
dan kritik dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan laporan penelitian
ini. Penulis mengharapkan semoga proposal praktek lapangan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Indralaya, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
A. Sejarah Irigasi................................................................................. 3
B. Macam-macam Irigasi.................................................................... 3
C. Efisiensi Pengairan ........................................................................ 6
D. Pengertian dan Tujuan Irigasi ....................................................... 8
E. Analisis Kebutuhan Air Irigasi ..................................................... 11
F. Sistem Jaringan Irigasi ................................................................... 23
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN ...................................... 35
A. Tempat dan Waktu ...................................................................... 35
B. Metode Pelaksanaan .................................................................... 35
IV. SISTEMATIKA PENULISAN ........................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija ............................ 20
Tabel 2. Nilai Koefisien Tanaman Tebu ......................................................... 21
Tabel 3. Tipe-tipe medan ................................................................................ 28
Tabel 4. Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran .......................... 30
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air memiliki peranan penting dalam kehidupan semua makhluk hidup, baik
manusia, hewan, dan tumbuhan. Air sangat membantu kehidupan makhluk hidup
baik untuk mencuci, memasak, mandi, bahkan sebagai sarana irigasi di persawahan.
¾ dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup tanpa air
4-5 hari. Air telah digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia dari zaman
prasejarah, sejarah, dan modern seperti saat ini. Kehidupan manusia memang tidak
dapat dipisahkan dari air. Sebagai salah satu komponen abiotik dari lingkungan, air
memang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan makhluk hidup dan penyeimbang
ekosistem di alam yang sampai saat ini diketahui keberadaannya di bumi.
Dari segi kuantitasnya air yang dibutuhkan oleh tanaman tidak boleh
berlebihan juga tidak boleh kekurangan, keduanya dapat merusak pertumbuhan
tanaman. Oleh karena itu pemanfaatan air dalam sistem pengairan untuk tanaman
perlu mendapatkan perhatian yang cukup. Dari segi kualitasnya air yang dibutuhkan
oleh tanaman harus mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman,
tidak beracun dan berbahaya bagi tanaman.
Bertambahnya permintaan akan bahan pangan menyebabkan meningkatkan
peranan irigasi dan drainase di daerah tropis. Pengendalian air yang lebih baik
memegang peranan yang penting bagi pendapatan produksi yang maksimum dan
merupakan alat yang paling menentukan dalam meningkatkan produksi bahan
pangan (Pasandaran dan Taylor, 1984).
Peningkatan pengelolaan air merupakan potensi besar upaya untuk
terciptanya pengaturan lingkungan air yang lebih baik. Akan tetapi cara-cara sesuai
dan efektif bagi peningkatan ini belum tampak jelas dan harus dikembangkan melalui
penelitian-penelitian terapan.
Daerah irigasi kerap kali terletak pada jarak yang jauh dari sumber persediaan
airnya. Air yang diperoleh dari aliran alam kemudian di salurkan menuju petak-petak
yang membutuhkan. Saluran induk irigasi yang digunakan untuk menyalurkan air ini
memiliki panjang yang berbeda-beda, dari yang hanya beberapa kilometer sampai
yang ratusan kilometer jaraknya. Sehingga diperlukan beberapa hari untuk
menyalurkan air dari tempat penyadapan air ke tempat pemakai (Israelsen et al.,
1979).
B. Tujuan
Tujuan praktik lapangan ini adalah untuk mengetahui tentang efisiensi
penyaluran air pada sistem irigasi di Bendung Perjaya Kecamatan Martapura
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Irigasi
Menurut sejarah, peradaban di Mesir telah mengikuti perkembangan irigasi.
Peradaban telah meningkat pada daerah beririgasi, peradaban juga telah
menghancurkan dan merusakkan daerah beririgasi. Sebagian besar kebudayaan kuno
di Mesir yang tergantung pada irigasi telah mengalami kemunduran karena tidak
adanya stabilitas politik dan lingkungan yang demikian berpengaruh terhadap
pertanian beririgasi (Israelsen et al., 1986).
Bangsa Mesir Kuno dengan keterampilan teknik hidrauliknya yang primitif
telah memanfaatkan banjir Sungai Nil secara menguntungkan. Terusan, tanggul dan
waduk yang mereka bangun telah membantu mereka meningkatkan hasil panen
(Dumairy, 1992).
Sebelum datangnya peradaban Hindu di Indonesia, menurut para ahli nenek
moyang Bangsa Indonesia telah mengusahakan tanaman padi beririgasi secara
primitif dan tidak teratur, mereka menanam padi di tanah yang becek atau di muara-
muara sungai kecil di antara delta (Arsyad et al., 1981).
B. Macam-macam Irigasi
Tipe atau jenis irigasi bermacam-macam. Berdasarkan cara pemberian air
pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu: 1) irigasi permukaan
(surface irrigation), 2) irigasi curah (sprinkle irrigation), 3) irigasi bawah tanah (sub
surface irrigation) (Dumairy, 1992).
1. Irigasi Permukaan
Irigasi permukaan (surface irrigation) adalah metode irigasi yang pemberian
air pada tanaman dilakukan dengan cara penggenangan atau pengaliran di permukaan
tanah. Dengan cara penggenangan, petak-petak sawah digenangi sampai batas
ketinggian tertentu. Pada tipe irigasi permukaan dengan cara pengaliran, pemberian
airnya dapat dilakukan dengan jalan mengalirkan air di antara bedeng-bedeng
tanaman atau di antara baris tanaman.
2. Irigasi Curah
Pemberian air dengan cara ini juga disebut sprinkle irrigation, yaitu cara
pemberian air yang dilakukan dari bagian atas tanaman dalam bentuk yang
menyerupai butir-butir air hujan. Pemberian air dapat dilakukan dengan cara manual
atau mekanis. Secara mekanis, digunakan pompa sebagai sumber tenaga dan
distribusi air dilakukan dengan menggunakan alat sprinkler. Sedangkan secara
manual sebagai sumber tenaga adalah manusia dan distribusi air dilakukan dengan
menggunakan alat yang umum digunakan, yaitu gembor.
Menurut James (1988), sistem sprinkle memberikan air secara efisien dan
dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah dan lahan dengan topografi berbukit.
Adapun keuntungan-keuntungan dari pemberian air dengan cara curah (sprinkle) ini
adalah:
a. Dapat digunakan untuk tanah-tanah dengan permeabilitas yang tinggi dimana
cara pemberian air yang lain sulit untuk diterapkan.
b. Dapat diterapkan pada lahan-lahan dengan topografi yang tidak teratur, tingkat
kemiringan tinggi dan erodibilitas yang besar.
c. Dapat digunakan pada lahan-lahan dengan lapisan olah yang dangkal.
d. Dapat digunakan untuk keperluan pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit.
Sedangkan kerugian dari sistem ini adalah:
a. Biaya permulaan yang cukup tinggi.
b. Rancangan dan tata letak yang cukup rumit.
c. Biaya operasi yang cukup tinggi, antara lain untuk pompa.
d. Tidak sesuai diterapkan pada daerah yang bersuhu tinggi atau berangin kencang.
3. Irigasi Bawah Tanah
Irigasi bawah tanah merupakan cara pemberian air melalui pergerakan air
kapiler dalam profil tanah dari aliran air yang berada beberapa puluh sentimeter di
bawah permukaan tanah (Hakim et al., 1984).
Tingkat efisiensi pemakaian air dengan cara ini cukup tinggi dan sebagian
besar areal dapat ditanami. Di sisi lain, pemberian air dengan cara bawah permukaan
tanah juga menimbulkan beberapa kerugian seperti bahaya akan kejenuhan air,
akumulasi garam di zone perakaran tanaman, lapisan bawah tanah yang terlalu kedap
akan menyebabkan zone perakaran tanaman menjadi jenuh dan mengganggu
sirkulasi udara, dan kemungkinan adanya penyumbatan lubang-lubang pada pipa
pengeluaran air yang besar (Arsyad et al., 1981).
C. Efisiensi Pengairan
Menurut Dumairy (1992), efisiensi pengairan merupakan rasio atau
perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang
diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau diberikan, dinyatakan dalam
satuan persentase. Dalam hal ini dikenal ada 3 macam efisiensi yaitu: 1) efisiensi
penyaluran air, 2) efisiensi pemberian air, dan 3) efisiensi penyimpanan air.
1. Efisiensi Penyaluran Air
Efisiensi penyaluran air (water conveyance efficiency) merupakan
perbandingan antara jumlah air yang sampai di petak persawahan terhadap jumlah air
yang dialirkan dari sumber melalui pintu penyadapan:
Ec = WfWr
x 100%
Dengan,
Ec = Efisiensi penyaluran air (%)
Wf = Jumlah air yang sampai ke petak persawahan (l/dt)
Wr = Jumlah air yang dialirkan dari sumber (l/dt)
Efisiensi penyaluran air (Ec) dipengaruhi oleh beberapa factor (Dumairy,
1992), yaitu:
a. Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya, kehilangan air pada waktu
pengaliran, baik karena penguapan maupun karena peresapan.
b. Adanya penyadapan liar oleh petani.
2. Efisiensi Pemberian Air
Efisiensi pemberian air (water application efficiency) merupakan
perbandingan antara air yang tersimpan di dalam zone perakaran selama periode
pemberian air terhadap jumlah air yang sampai di petak persawahan.
Ea = WsWf
x 100%
Dengan,
Ea = Efisiensi pemberian air (%)
Ws = Jumlah air yang tersimpan di dalam zone perakaran selama periode pemberian
air.
Efisiensi pemberian air (Ea) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Metode irigasi atau cara pemberian air pada tanaman.
b. Sifat tanah dan topografi petani.
c. Luas areal tanaman.
d. Kualitas air irigasi.
3. Efisiensi Penyimpanan Air
Efisiensi penyimpanan air (water storage efficiency) merupakan
perbandingan antara jumlah air yang tersimpan di zone perakaran selama periode
pemberian air terhadap jumlah air yang diperlukan pada zone perakaran tersebut
menjelang pemberian air.
Es = WsWn
x 100%
Dengan,
Es = Efisiensi penyimpanan air (%)
Wn = Jumlah air yang diperlukan pada zone perakaran menjelang pemberian air.
Efisiensi penyimpanan air (Es) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Tata air tanah
b. Permeabilitas dan kapasitas lapang tanah
c. Kapasitas tanah untuk menahan air (water holding capacity).
D. Pengertian dan Tujuan Irigasi
1. Pengertian Irigasi
Secara umum yang dimaksudkan dengan pengairan adalah segala usaha yang
berhubungan dengan pemanfaatan air. Dalam Undang-Undang RI No. 11-1974
dibedakan antara irigasi dan pengairan. Irigasi menurut undang-undang tersebut
adalah pengairan dalam arti sempit, yakni sebagaimana ditegaskan dalam definisi di
atas. Sedangkan pengairan selain mencakup irigasi, meliputi pula pengembangan
rawa, pengendalian banjir serta pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan,
air industri, dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran lingkungan. Jadi
merupakan pengelolaan sumber daya air dalam arti luas (Dumairy, 1992).
Menurut Israelsen et al., (1984) irigasi adalah suatu upaya penggunaan air
pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Sedangkan menurut Arsyad et al., (1981), irigasi didefinisikan sebagai
upaya pemberian air pada tanaman dengan tujuan pokok penyediaan kelembaban
yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan
air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa,
perikanan. Usaha tersebut terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana
untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air
kelebihan yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan pertanian. Masih sering
kita jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan". Untuk sementara
istilah irigasi kita anggap punya pengertian yang sama dengan istilah pengairan.
2. Tujuan Irigasi
Dalam tujuan irigasi dibahas tujuan irigasi secara langsung dan secara tidak
langsung.
a. Tujuan Irigasi secara Langsung
Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu
kondisi tanah yang baik untuk pertmbuhan tanaman dalam hubungannya dengan
prosentase kandungan air dan udara diantara butir-butir tanah. Pemberian air dapat
juga mempunyai tujuan sebagai pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan
tanah.
b. Tujuan Irigasi secara Tidak Langsung
Tujuan irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat
menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain:
1) Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan
tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan
dengan cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
2) Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya
unsur-unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya penggenangan air di
sawah untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan
dialirkan ke tempat pembuangan.
3) Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka lubang tikus
bisa direndam dan tikus keluar sehingga lebih mudah dibunuh.
4) Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya dengan perembesan melalui
dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat dipertinggi dan
memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar meskipun
permukaan tanah tidak dibasahi.
5) Membersihkan buangan air kota (penggelontoran), misalnya dengan prinsip
pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan
berpengaruh sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.
6) Kolmatasi, yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan mengalirkan air
berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah tersebut menjadi cukup tinggi
sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam kemudian
dimungkinkan adanya usaha pertanian.
E. Analisis Kebutuhan Air Irigasi
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting
yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi. Kebutuhan air
tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu
periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk
areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan
untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air,
serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan
sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990) :
KAI = ET + KA + KK
Dengan,
KAI = Kebutuhan Air Irigasi
ET = Evapotranspirasi
KA = Kehilangan air
KK = Kebutuhan Khusus
Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu
periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per
hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari, maka
kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
KAI = 5 + 2 + 3
KAI = 10 mm perhari
Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama,
yaitu Pernberian Air Irigasi (PAI) dan Hujan Efektif (HE). Disamping itu terdapat
sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah
perakaran serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian air irigasi dapat
dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.
PAI = KAI – HE – KAT
Dengan,
PAI = Pemberian air irigasi
KAI = Kebutuhan air
HE = Hujan efektif
KAT = Kontribusi air tanah
Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah
dihitung sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga
telah dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per
hari, maka air yang perlu diberikan adalah :
PAI = 10 - 3 - 1
PAI = 6 mm per hari
1. Kebutuhan Air Padi di Sawah
Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut ini:
a. Pengolahan lahan
b. Penggunaan konsumtif
c. Perkolasi
d. Penggantian lapisan air
e. Sumbangan hujan efektif
Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4,
sedangkan kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor
hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari
ataupun lt/dt.
a. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan Padi
Periode pengolahan lahan membutuhkan air yang paling besar
jika dibandingkan tahap pertumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan
lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1) Karakteristik tanah
2) Waktu pengolahan
3) Tersedianya tenaga dan ternak
4) Mekanisasi pertanian
Kebutuhan air untuk penyiapan dapat ditentukan berdasarkan
kedalaman tanah dan porositas tanah di sawah, seperti diusulkan pada Kriteria
Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut:
PWR = (Sa−Sb ) N . d
104 + Pd + F1
Dengan,
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = Porositas tanah, dalam % rata-rata per kedalaman tanah
d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empiris sebesar
250 mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal
setelah transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuk lahan yang
sudah lama tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat
ditentukan sebesar 300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Analisis kebutuhan air selama pengolahan
lahan dapat menggunakan metode seperti diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra
(1968) sebagai berikut:
Dengan,
IR = Kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di
sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
k = Konstanta
T = Jangka waktu pengolahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)
e = Bilangan eksponen: 2,7182
b. Penggunaan Konsumtif
Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat
didekati dengan menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi
oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai
evapotranspirasi merupakan jumlah dari evaporasi dan transpirasi. Yang dimaksud
dengan evaporasi adalah proses perubahan molekul air di permukaan menjadi
molekul air di atmosfer. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah
pada tanarnan, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman
dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh
dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan
perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto)
yaitu evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk
tanaman adalah nilai Eto dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.
ET = kc x Eto
Dimana :
ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)
ETo = Evaporasi tetapan atau tanaman acuan (mm/hari)
kc = Koefisien tanaman
Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat
pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air
konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat
pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung
beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif
akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap
kebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc). Nilai koefisien pertumbuhan
tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama
juga berbeda menurut varietasnya. Sebagai contoh padi dengan varietas unggul masa
tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa.
Yang dimaksud ETo adalah evapotranspirasi tetapan yaitu
laju evaportranspirasi dari suatu permukaan luas tanaman rumput hijau setinggi 8
sampai 15 cm yang menutup tanah dengan ketinggian seragam dan
seluruh permukaan teduh tanpa suatu bagian yang menerima sinar secara langsung
serta rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan air. Evapotranspirasi tetapan
disebut juga dengan evapotranspirasi referensi atau keluar. Terdapat beberapa cara
untuk menentukan evapotranspirasi tetapan, salah satunya seperti yang diusulkan
oleh Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut:
ETo = Epan . kpan
Dengan :
ETo = Evaporasi tetapan atau tanaman acuan (mm/hari)
Epan = Pembacaan panci Evaporasi
kpan = Koefisien panci
c. Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai
perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka diperlukan
penyelidikan kelulusan tanah. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik
pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Untuk menentukan
laju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya. Sedangkan rembesan
terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.
d. Penggantian Lapisan Air
Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan mengganti lapisan air
menurut kebutuhan. Penggantian diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50
mm satu bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3 mm/hari selama 1/2
bulan).
e. Hujan Efektif
Untuk menentukan besar sumbangan hujan terhadap kebutuhan air
oleh tanaman, terdapat beberapa cara, diantaranya secara empirik dan simulasi.
Kriteria perencanaan irigasi mengusulkan hitungan hujan efektif berdasarkan data
pengukuran curah hujan di stasiun terdekat, dengan panjang pengamatan selama 10
tahun.
f. Hitungan Kebutuhan Air untuk Padi di Sawah
Tahapan yang dilakukan untuk analisis kebutuhan air untuk padi di
sawah adalah:
1) Analisis hujan efektif
2) Analisis kebutuhan air di lahan
2. Kebutuhan untuk Tanaman Selain Padi
Tanaman selain padi yang dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa
palawija. Yang dimaksudkan dengan palawija adalah berbagai jenis tanaman yang
dapat ditanam di sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air.
Biasanya tanaman palawija ditanam di lahan tegalan.
Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
a) Palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.
b) Palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan kedelai.
c) Palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.
Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk
mengetahui luas lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija
berkaitan dengan ketersediaan air pada bangunan pengambilan sehingga kegagalan
usaha pertanian dapat dihindari. Dengan kata lain hitungan kebutuhan air untuk
palawija digunakan sebagai dasar untuk melakukan usaha pertanian sesuai dengan
jumlah air yang tersedia.
Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas lapang,
lalu berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu. Analisis
kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman padi, namun
ada dua hal yang membedakan, yaitu pada tanaman palawija tidak memerlukan
genangan serta koefisien tanaman yang digunakan sesuai dengan jenis palawija yang
ditanam.
a. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan Palawija
Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk
menciptakan kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian tanaman. Jumlah
air yang dibutuhkan tergantung pada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan.
Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 -
120 mm untuk tanaman ladang dan 100 - 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika
terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada tanaman lain yang segera ditanam
setelah tanaman padi.
b. Penggunaan Konsumtif Tanaman Palawija
Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti pada
tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai koefisien beberapa jenis
tanaman yang direkomendasikan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi seperti terlihat
pada Tabel 1. Sedangkan nilai koefisien tanaman tebu diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija
Setengah
bulan ke
Koefisien Tanaman
Kedelai Jagung Kac. Tanah Bawang Buncis Kapas
1 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
2 0,75 0,59 0,51 0,51 0,64 0,50
3 1,00 0,96 0,66 0,69 0,89 0,58
4 1,00 1,05 0,85 0,90 0,95 0,75
5 0,82 1,02 0,95 0,95 0,88 0,91
6 0,45 0,95 0,95 - - 1,04
7 - - 0,55 - - 1,05
8 - - 0,55 - - 1,05
9 - - - - - 1,05
10 - - - - - 0,78
11 - - - - - 0,65
12 - - - - - 0,65
13 - - - - - 0,65
Sumber Kriteria Perencanaaan Irigasi, KP – 01
Tabel 2. Nilai Koefisien Tanaman Tebu
Umur
Tanaman Tahap
Pertumbuhan
RH < 70%
Min
RH < 20%
Min
12
bulan
24
bulan
Angin kecil
s/d sedang
Angin
kencang
Angin kecil
s/d sedang
Angin
kencang
0-1 0-2,5 Saat tanam sd
0,25 rimbun*)
0,35 0,6 0,4 0,45
1-2 2,5-
3,5
0,25-0,5
rimbun
0,8 0,85 0,75 0,8
2-2,5 3,5-
4,5
0,5-0,75
rimbun
0,9 0,95 0,95 1,0
2,5-4 4,5-6 0,75 - rimbun 1,0 I’1 I’1 1,2
4-10 6-17 Penggunaan
air puncak
1,05 1,25 1,25 1,3
10-11 17-22 Awal berbunga 0,8 0,95 0,95 1,05
11-12 22-24 Menjadi masak 0,6 0,7 0,7 0,75
Sumber Kriteria Perencanaaan Irigasi, KP – 01
Keterangan :
*) rimbun = full canopy = mencapai tahap berdaun rimbun
c. Analisis Kebutuhan Air Untuk Tanaman Palawija
Apabila telah tersedia data (1) evaporasi rerata setengah bulanan, (2) data
jenis tanah, (3) jenis (varietas) padi dan (4) hasil analisis curah hujan efektif, maka
analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dapat dilakukan.
3. Kebutuhan Air di Bangunan Pengambilan
Kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama tidak terlepas dari
kebutuhan air di sawah. Untuk memenuhi jumlah air yang harus tersedia di pintu
pengambilan guna mengairi lahan pertanian dinyatakan sebagai berikut :
DR = ( IR . A ) / Ef
Dengan,
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (1/dt)
IR = Kebutuhan air irigasi (l/det/ha)
A = Luas areal irigasi (ha)
EF = Efisiensi irigasi (%)
Data yang diperlukan dalam analisis kebutuhan air di bangunan pengambilan
adalah :
a) Jumlah petak
b) Luas tanaman padi untuk MT 1, 2 dan 3 (dalam hektar)
c) Luas tanaman palawija untuk MT 1, 2 dan 3 (dalam hektar)
d) Efisiensi masing-masing petak ke bending
e) Kebutuhan dasar tanaman padi (lt/dt/ha)
f) Kebutuhan dasar tanaman palawija (lt/dt/ha)
F. Sistem Jaringan Irigasi
1. Petak Irigasi
Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu
peta yang biasanya disebut peta petak. Peta petak ini dibuat berdasarkan peta
topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1 : 2500.
Peta petak tersebut memperlihatkan :
a. Bangunan-bangunan utama
b. Jaringan dan trase saluran irigasi
c. Jaringan dan trase saluran pembuang
d. Petak-petak primer, sekunder dan tersier
e. Lokasi bangunan
f. Batas-batas daerah irigasi
g. Jaringan dan trase jalan
h. Daerah-daerah yang tidak diairi (misal : desa-desa)
i. Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dst.)
Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu :
a) Petak Primer
Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil aimya
langsung dari sumber air, biasanya sungai.
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran
primer, ini menghasilkan dua petak primer.
b) Petak Sekunder
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang
kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi
yang jelas, misal saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda
tergantung pada situasi daerah.
c) Petak Tersier
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap
(off take) tersier. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan langsung dengan
saluran sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petak tersier tidak secara
langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak tersier
mempunyai batas-batas yang jelas misalnya: parit, jalan, batas desa dan sesar medan.
Untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan:
1) Luas petak tersier
2) Batas-batas petak tersier
3) Bentuk petak tersier yang optimal
4) Kondisi medan
a. Petak Tersier yang Ideal
Dikatakan ideal jika masing-masing pemilik sawah memiliki pengambilan
sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan pembuang. Juga
para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternak mereka
ke dan dari sawah melalui jalan petani yang ada. Untuk mencapai pola pemilikan
sawah yang ideal di dalam petak tersier, para petani harus diyakinkan agar
membentuk kembali petak-petak sawah mereka dengan cara saling menukar bagian
bagian tertentu dari sawah mereka atau dengan cara-cara lain.
b. Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan
irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan. Ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 - 100 ha. Ukurannya
dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa
demikian.
Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi lebih
tinggi karena:
1) Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air.
2) Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih
sedikit.
3) Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja sama lebih baik.
4) Pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman.
5) Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa.
Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum
pembuatan saluran, jalan dan box bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari
satu saluran tersier, maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan
dua saluran tersier untuk areal yang sama, maka panjang total jalan dan saluran akan
bertambah. Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air
menjadi sulit pada petak tersier berbentuk memanjang.
Ukuran petak kuarter bergantung kepada ukuran sawah, keadaan topografi,
tingkat teknologi yang dipakai, kebiasaan bercocok tanam, biaya pelaksanaan, sistem
pembagian air dan efisiensi.
Ukuran optimum suatu petak kuarter adalah 8 - 15 ha. Lebar petak akan
bergantung pada cara pembagian air, yakni apakah air dibagi dari satu sisi atau kedua
sisi saluran kuarter.
Di daerah-daerah datar atau bergelombang, petak kuarter dapat membagi air
ke dua sisi. Dalam hal ini lebar maksimum petak akan dibatasi sampai 400 m (2 x
200 m). Pada tanah terjal, dimana saluran kuarter mengalirkan air ke satu sisi saja,
lebar maksimum diambil 300 m. Panjang maksimum petak ditentukan oleh panjang
saluran kuarter yang diisikan (500 m).
Kriteria untuk pengembangan petak tersier :
a) Ukuran petak tersier ………………………………………………… 50 - 100 ha
b) Ukuran petak kuarter …………………………………………………... 8 - 15 ha
c) Panjang saluran tersier ……………………………………………….... < 1500 m
d) Panjang saluran kuarter ………………………………………………… < 500 m
e) Jarak antar saluran & pembuang ……………………………………….. < 300 m
c. Batas Petak
Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah ini
hendaknya diatur sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier
terletak dalam satu daerah administrasi desa agar E & P jaringan lebih baik. Jika ada
dua desa di petak tersier yang sangat luas, maka dianjurkan untuk membagi petak
tersier tersebut menjadi dua petak sub-tersier yang berdampingan sesuai dengan
daerah masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang
kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang
tersier atau primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini
bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah. Jika batas-batas ini belum tetap dan
jaringan masih harus dikembangkan, dipakai kriteria umum.
d. Kondisi Medan
Tipe-tipe medan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tipe Medan Kemiringan
Medan terjal Di atas 2%
Medan bergelombang 0,25 – 2%
Medan berombak 0,25 – 2%, pada umumnya kurang dari 1%. Di tempat
tertentu mungkin lebih besar
Medan sangat datar < 0,25%
Tabel 3. Tipe-tipe medan
2. Saluran Irigasi
a. Saluran Irigasi
1) Jaringan Saluran Irigasi Utama
Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan
bagi yang terakhir.
Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada
bangunan sadap terakhir.
Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama) ke jaringan irigasi primer. Saluran muka
tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di
seberang petak tersier lainnya.
2) Jaringan Saluran Irigasi Tersier
Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
box bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah.
3) Jaringan Saluran Pembuang Utama
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai atau ke laut.
Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan
membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan
keluar daerah irigasi.
4) Jaringan Saluran Pembuang Tersier
Saluran pembuang tersier terletak diantara petak-petak tersier yang termasuk
dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuangan
kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang
sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari saluran pembuang
kuarter yang menampung air langsung dari sawah.
b. Dimensi Saluran
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampung trapesium adalah
bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Saluran tanah sudah
umum dipakai untuk saluran irigasi karena biayanya jauh lebih murah dibandingkan
dengan saluran pasangan. Untuk merencanakan kemiringan saluran mempunyai
asumsi-asumsi mengenai parameter perhitungan, yang terlihat seperti tabel berikut
ini :
Tabel 4. Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran
Q (m3/dt) M n k
0,15 – 0,30 1,0 1,0 35
0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35
0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35
0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35
1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40
1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40
3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40
4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40
5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5
6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5
7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5
9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5
10,00 – 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45
11,00 – 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45
15,00 – 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45
25,0 – 40,00 2,0 6,5 – 9,6 45
Dimana : k = koefisien kekasaran Strickler
m = kemiringan talud
n = perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air
Dengan informasi ini dimensi saluran dapat dihitung dengan cara dibawah ini:
Rumus Strickler : V = k . R2 . I
Dimana : Q = debit rencana, m3/dt
V = kecepatan pengaliran, m/dt
k = koefisien kekasaran strickler
I = kemiringan dasar saluran (rencana)
m = kemiringan talud
n = b/h
A = bh + m h2
= h2 (n + m)
P = b + 2h √1+m2
= h (n + 2 √1+m2
R = A/P
b = lebar dasar saluran, m
h = tinggi air, m
Untuk menghitung h dan b digunakan cara coba-coba.
3. Bangunan Irigasi
a. Bangunan Bagi
Bangunan bagi dilengkapi dengan pintu dan alat ukur. Waktu debit kecil
muka air akan turun. Pintu diperlukan untuk menaikkan kembali muka air sampai
batas yang diperlukan, supaya pemberian air ke cabang saluran sekunder dapat
dilakukan. Pada cabang saluran dibuat alat ukur guna mengukur debit yang akan
dialirkan melalui saluran yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan air disawah
yang akan diairi.
1) Pintu dan Alat Ukur
Pintu terbuat dari :
a) Susunan kayu yang satu sama lain terlepas (skot balk).
b) Pintu kayu atau besi yang dilengkapi dengan stang pengangkat. Alat ukur yang
umum dipakai.
i. Pintu ukur Romijn
ii. Pintu sorong Crump-de Gruyter
2) Bentuk Hidrolis dan Kriteria
a) Skot balk: pengalirannya merupakan pengaliran tidak sempurna. Dibuat dari
susunan balok-balok persegi yang terlepas satu sarna lain. Susunan dibuat sesuai
kebutuhan. Lebar skot balk ditetapkan dengan mengarnbil kehilangan tekanan z
= 0,05 m dan skot balk dilepaskan seluruhnya. Disarankan lebar b < 1,5 m, agar
mudah memasang dan mengambil skot balk.
b) Pintu kayu dan besi dengan perlengkapan stang pengangkat, pengalirannya
merupakan pengaliran lewat lubang. Pintu bisa dibuat dari kayu atau besi. Bila
lebar pintu b < 1,0 m lebih baik dibuat dari besi. Lebar pintu diarnbil < 2,5 m
supaya tidak terlalu berat untuk mengangkat.
c) Alat ukur ulur.
d) Percabangan pada bangunan bagi dibuat dengan sudut < 90° dan pada belokan
dibuat jari-jari > 1,0 m.
b. Bangunan Sadap
1) Bangunan Sadap Tersier
Bangunan sadap tersier harus diberi pintu Romijn karena kehilangan
energinya terbatas. Karena tipe pintu harus sarna maka bangunan sadap sekunder
juga harus diberi pintu Romijn.
Agar pintu Romijn mampu memberikan keuntungan ekonomis dimensinya
harus distandarisasi. Dimensi standar yang penting adalah lebar alat ukur itu dan
kedalaman aliran maksimum pada muka air rencana.
Debit rencana untuk contoh petak tersier 140 lt/dt akan dipakai tipe I alat
ukur Romijn. Muka air rencana pada alat ukur tersebut adalah Q70.
Elevasi dasar (BL) pintu dapat ditentukan sebagai berikut :
BL = hQ70 - (0,81 + V)
= hQ70 - (0,81 + 0,31)
Dimana :
hQ70 = Tinggi M.A. rencana pada Q70
2) Bangunan Sadap Sekunder
Debit rencana ke saluran sekunder lebih kurang 2,88 meter kubik per detik.
Lebar standar pintu diambil 1,25 m. Debit maksimum setiap pintu romijn adalah 0,75
meter kubik per detik. Jadi diperlukan empat pintu (Q =4 x 0,75 = 3 meter kubik per
detik).
Sesuai dengan prosedur yang sebelumnya elevasi pintu pada posisi terendah
adalah = hQ70- 0,50 = 15,06 m
Elevasi dasar pintu adalah = hQ70 - (1,15 + V)
= hQ70 - (1,15 + 0,31)
Bentuk hidrolis dan kriteria pada prinsipnya sama seperti bangunan bagi.
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
Praktik Lapangan ini akan dilakukan di Bendung Perjaya OPSDA II Balai
Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Bulan Oktober 2012.
B. Metode Pelaksanaan
Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktik lapangan di Balai
Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Martapura ini adalah metode wawancara, studi
pustaka dan observasi langsung ke lapangan. Berdasarkan metode-metode tersebut
akan dilakukan pengolahan data dan analisis data.
1. Metode Wawancara (Interview)
Metode ini dilakukan melalui wawancara dengan pihak pegawai yang
berhubungan dengan masalah kehilangan air dan pihak-pihak lain yang dianggap
mengetahui banyak tentang data yang dibutuhkan yang didukung dengan adanya
kuisioner.
2. Metode Pengamatan (Observasi)
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan
dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi saluran primer dan menganalisis hasil
pengamatan, yang didapat dari saluran primer tersebut maupun lingkungan
sekitarnya serta ikut dalam proses kerja.
3. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka ini dilakukan untuk menambah dan menunjang data-
data yang diperoleh dari metode wawancara (interview) dan metode pengamatan
(observasi).
4. Praktik Lapangan
Praktik lapangan dilakukan di Bendungan Perjaya dan dibimbing oleh staf
atau karyawan yang menangani bidangnya masing-masing maupun masyarakat yang
ada di daerah tersebut agar penulis dapat lebih memahami keadaan yang ada di
daerah Bendungan Perjaya sehingga data-data yang diperlukan untuk laporan praktek
lapangan ini dapat lebih akurat.
IV. SISTEMATIKA PENULISAN
Rencana penulisan laporan praktik lapangan yang berjudul “Tinjauan
Efisiensi Penyaluran Air pada Sistem Irigasi Di Bendung Perjaya Kecamatan
Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur” adalah sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Praktik Lapangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
B. Metode Praktik Lapangan
C. Data-data yang diamati
IV. KEADAAN UMUM
A. Lokasi Daerah
B. Keadaan Iklim dan Topografi
C. Keadaan Operasi dan Pemeliharaan Saluran Sekunder
D. Kinerja Jaringan Irigasi
V. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan
B. Pembahasan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN