PRURITUS

Embed Size (px)

Citation preview

PRURITUS A. Definisi Sensasi tidak nyaman yang memicu keinginan untuk menggaruk. B. Etiologi 1. Penyebab dari dermatologi a. Xerosis Pruritus merupakan gejala yang tidak nyaman yang paling sering terjadi pada kondisi klinis dermatologis. Rasa gatal pada kulit kering, dalam keadaan lain dikenal sebagai xerosis atau eczema asteatotic yang sering terjadi pada dewasa tua. Xerosis banyak terjadi selama musim dingin. pasien dengan xerosis menderita pruritus yang sering. Biasanya meliputi betis bawah anterolateral. Daerah lainnya yang terlibat yaitu punggung, panggul, pinggang, perut. Kulit kering dan bekas garukan menimbulkan fissure plak kemerahan dengan gambarannya mirip porcelain yang retak (eczema zraquele).

b. Dermatitis atopic Dermatitis atopic dapat menyebabkan pruritus dan sering dideskripsikan sebagai rasa gatal yang akan menjadi merah ketika digaruk. Dermatitis atopic diderita oleh 10% anak dan meningkat sebelum usia 6 bulan, menetap pada orang dewasa dan mungkin terjadi kekambuhan selama masa kehamilan. Pasien dengan dermatitis atopic biasanya memiliki asma dan rhinitis alergi pada riwayat keluarganya. Pada bayi dengan dermatitis atopic, eczema biasanya mengenai wajah, kulit kepala, badan, lengan atas dan tungkai. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, rasa panas dan berkeringat pada daerah lipatan tubuh dan pada permukaan lipatan seperti pada antecubiti dan fossa popliteal, begitu juga dengan lipatan pergelangan tangan dan

pergelangan kaki. Pada orang dewasa mungkin dapat terjadi juga pada daerah tangan, kelopak mata atas dan regio anogenital.

c. Dermatitis kontak alergi Dermatitis kontak alergi mungkin dapat disebabkan oleh pajanan zat/bahan seperi nikel, karet, kosmetik, racun tanaman dan pengobatan topical seperti benzokain dan neomisin. Xerosis dan dermatitis atopic, sama seperti dermatitis kontak alergi yang merupakan sebuah reaksi eczematous, tetapi reaksinya itu lebih terlokalisir pada area yang terpajan alergen. Hal ini dapat menyulitkan untuk membedakan antara dermatitis kontak alergi dengan dermatitis kontak iritan, yang mana reaksinya itu sering terjadi pada penggunaan sabun atau cairan organic atau sabun. Bagaimanapun, dermatitis kontak alergi cenderung untuk berkembang dengan cepat, dan batas lesinya lebih tegas daripada dermatitis kontak iritan.

d. Scabies atau lice Pada scabies, pruritus merupakan keluhan utama. Berbeda dengan tanda patognomonis yang berupa lorong pada sela jari, aksila dan genital, papul pruritis nonspesifik mungkin satu-satunya tanda dari scabies.

2. Penyebab sistemik a. Pruritus renalis Pruritus renalis dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan sering terlihat pada pasien yang menerima hemodialysis. Istilah tersebut diatas mirip dengan pruritus uremia. Namun, kondisi ini tidak dikarenakan peningkatan ureum serum.

Pruritus kadang tidak diderita oleh pasien dengan gagal ginjal akut; oleh karena itu mediator serum selain ureum dan kreatinin juga terlibat. Teori lain antara lain yaitu peningkatan histamin pada pasien yang menerima hemodialysis. Para peneliti telah mememukan peningkatan jumlah sel Mast pada beberapa system organ. Hormone paratiroid pada umumnya meningkat pada pasien yang menderita gagal ginjal kronis. Peningkatan secara dramatis dari pruritus renal setelah dilakukan subtotal paratiroidektomi telah dijelaskan, dan temuan dari suatu penelitian telah dikonfirmasi oleh laporan kasus sebelumnya. Namun, penelitian-penelitian lain telah menunjukkan tidak adanya korelasi antara hormone paratiroid dalam sirkulasi dan intensitas dari pruritus. Peningkatan ion divalent seperti kalsium, magnesium, dan fosfat, dapat berperan. Hasil dari peningkatan pruritus, berasal dari kalsium dialisat yang rendah, dan konsentrasi magnesium telah dilaporkan. Peningkatan jumlah dari ion-ion tersebut dapat kulit pasien yang menderita pruritus. Pruritus pada gagal ginjal kronis, manifestasi yang mungkin terjadi adalah neuropati perifer.

b. Pruritus kolestasis Kolestasis, penurunan atau berhentinya aliran bilier, berhubungan dengan pruritus. Deposisi dari garam empedu di kulit telah menjadi penyebab secara langsung dari efek pruritogenik, tetapi teori tersebut terbukti salah. Sebagai tambahan, hiperbilirubinemia indirek tidak memicu pruritus Akumulasi dari opioid endogen dan peningkatan opioidergic tone pada otak, merupakan ketertarikan yang baru-baru ini menarik karena antagonis opioid sebagian telah menunjukkan penurunan pruritus kolestasis.

Kemungkinan beberapa kombinasi dari bahan-bahan pruritogenik yang telah tersebut diatas (seperti: garam empedu, histamine, opioid) menginduksi kolestasis.

c. Pruritus hematologis Besi merupakan faktor penting pada banyak reaksi enzimatik. Meskipun defisiensi besi tidak membuktikan menjadi penyebab pruritus, tetapi hal tersebut mungkin terlibat pada pruritus yang melalui beberapa macam jalur metabolik. Pasien dengan pruritus dan defisiensi besi mungkin tidak menjadi anemis; observasi tersebut menyarankan bahwa pruritus mungkin berhubungan dengan besi namun tidak berhubungan dengan hemoglobin. Pasien dengan polisitemia vera memiliki peningkatan jumlah basophil dan kulit sel mast, yang berhubungan dengan gatal. Sensasi gatal biasanya muncul selama pendinginan setelah mandi dengan air hangat.prostaglandin mast sel dan peningkatan degranulasi platelet yang mengarah pada lepasnya serotonin dan prostanoid yang merupakan mediator penting dari gatal, bersama dengan defisiensi besi yang mungkin menjadi faktor yang terlibat.

d. Pruritus endocrine Hipertiroidisme telah dihubungkan dengan pruritus. Peningkatan hormon tiroid mungkin mengaktifkan kinin dari peningkatan metabolism jaringan atau mungkin menurunkan ambang batas sensasi gatal sebagai hasil dari rasa hangat dan vasodilatasi. Hipotiroidisme juga terlibat karena pruritus kemungkinan merupakan gejala sekunder setelah sirosis. DM mungkin juga merupakan penyebab yang lain, tetapi hubungan sebab-akibatnya belum terbukti. Abnormalitas metabolisme, disfungsi autonom, anhidrosis, neuropati diabetikum mungkin ikut terlibat.

e. Pruritus dan keganasan Beberapa laporan telah menunjukkan pruritus muncul pada hampir pada seluruh tipe dari keganasan. Pelepasan racun dan sistem imun berperan pada pruritus yang berhunbungan dengan keganasan. Pada pasien dengan penyakit Hodgkin, leukopeptidase, dan braikinin muncul sebagai mediator pruritogenik. Mediator ini dilepaskan sebagai respon autoimun dan ditingkatkan untuk melawan sel limfoid malignan.

C. Terapi 1. Terapi spesifik Dengan pemberian obat meliputi antihistamin topical dan sistemik, kortikosteroid, dan anestetik local. a. Antihistamin Gatal terjadi karena histamine keluar sehingga menyebabkan kemerahan, bengkak, panas, dan gatal. Antihistamin atau antagonis H1 bekerja dengan memblok histamine. Contoh antihistamin yang digunakan misalnya chlorpheniramine maleat, hydroxyzine hydrochloride, terfenadin, dll. b. Kortikosteroid Kortikosteroid bekerja dengan mengontrol respon inflamasi. Tujuan pemberian kortikosteroid pada terapi pruritus ialah untuk mengurangi inflamasi pada kulit dan juga mengurangi gatal. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk jangka panjang karena dapat menyebabkan atrofi kulit. Kortikosteroid yang dapat digunakan contohnya prednisolon. c. Lokal anesthetic

Anestetik topikal bekerja dengan mengganggu transmisi impuls sepanjang serabut saraf sensori. Obat yang mengganggu transmisi adalah benzocain, diperodo, dan lidocain.

2. Terapi nonspesifik Terapi nonspesifik secara umum digunakan pada dermatitis alergi dan xerosis, tetapi juga efektif untuk beberapa jenis pruritus. Pelembab kulit dapat digunakan secara sering sepanjang hari, dan sesegera mungkin setelah mandi. Pasien harus menghindari mandi yang berlebihan, penggunaan sabun yang sering, lingkungan yang kering, zat iritan topikal (contohnya pakaian sintetik atau woll), dan vasodilator (seperti cafein, alkohol, dan pajanan dengan air panas).