16
PTERIGIUM 1. Definisi Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap. 2. Epidemiologi Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.

PTERIGIUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang penyakit mata

Citation preview

Page 1: PTERIGIUM

PTERIGIUM

1. Definisi

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga

yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.

Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium

adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.

2. Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim

panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang

sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak

kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di

daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400

Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah

ekuator, yaitu 13,1%.

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi

pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.

Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering

pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan

berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di

luar rumah.

Page 2: PTERIGIUM

3. Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi

ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor

herediter.

1.Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,

penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium

dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan

pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3.Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal

defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga

menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan

pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah,

dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga

penyebab dari pterygium.

Page 3: PTERIGIUM

4. Patogenese

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih

sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran

yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor

lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi,

daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari

kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan

pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden

pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal

stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam

jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel

bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan

terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi

degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian

menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman

oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan.

Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan

defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada

permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke

kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan

pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena

itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari

Page 4: PTERIGIUM

defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet

terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan

phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan

konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan

fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada

fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks

ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah

bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke

stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

5. Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.

Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang

terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di

daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris.

Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi

sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada

konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada

bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat

dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.

Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus

Page 5: PTERIGIUM

disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A

subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir

pterygium.

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,

yaitu :

- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala

pterygium (disebut cap pterygium).

- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk

membran tetapi tidak pernah hilang.

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan

terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme

karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga

menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Pembagian lain pterygium yaitu :

1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat

dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis

meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa

kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,

berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.

3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang

luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang

meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.10

Page 6: PTERIGIUM

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :

1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea.

3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

6. Diagnosa Banding

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama

yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa

kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura

interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak

diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.

Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada

laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab

pinguekula.

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk

sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration.

Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut

fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan

pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya

seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus

Page 7: PTERIGIUM

perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada

limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian

bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada

pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body

dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda

dengan true pterygium.

7. Penatalaksanaan

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani

dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,

vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama

pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti

menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi

adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm

dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya

gangguan pergerakan bola mata.

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang

licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan

menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus.

Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang

dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot.

Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

Page 8: PTERIGIUM

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan

suatu daerah sklera yang terbuka.

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya

defek konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva

digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi

sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,

mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru

mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.

Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi

rekuren tetapi jarang digunakan.

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi

baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.

8. Komplikasi

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva

dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral

berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia.

Page 9: PTERIGIUM

Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas

pterygium yang ada.

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem,

graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma

konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea dan

astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren

pterygium post operasi.

9.Prognosa

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak

nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah

48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah

sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan

dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.

Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan

konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi

terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga

atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata

sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari11.

Page 10: PTERIGIUM

TEKNIK BARE SCLERA

- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.

- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.

- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.

- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir

limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah

badannya dengan menggunakan gunting1-6.

TEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT

- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.

- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih

besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.

- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi

konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.

- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan

digraft.

- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan

vicryl 8.0.