Upload
asep-suryatna
View
10
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang penyakit mata
Citation preview
PTERIGIUM
1. Definisi
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium
adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.
2. Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang
sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak
kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di
daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400
Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah
ekuator, yaitu 13,1%.
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi
pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.
Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering
pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan
berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di
luar rumah.
3. Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi
ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter.
1.Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,
penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.
3.Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga
menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah,
dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga
penyebab dari pterygium.
4. Patogenese
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi,
daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari
kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan
pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden
pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal
stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam
jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman
oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan.
Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke
kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena
itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari
defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet
terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan
konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan
fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks
ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah
bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke
stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
5. Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium
Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang
terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di
daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris.
Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi
sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.
Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada
bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat
dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).
Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.
Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus
disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A
subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir
pterygium.
Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,
yaitu :
- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan
terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme
karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga
menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.
Pembagian lain pterygium yaitu :
1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis
meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang
luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang
meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.10
Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :
1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
6. Diagnosa Banding
Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura
interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak
diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.
Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada
laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab
pinguekula.
Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk
sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration.
Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut
fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya
seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus
perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada
limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian
bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada
pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body
dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda
dengan true pterygium.
7. Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani
dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,
vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama
pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi
adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm
dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya
gangguan pergerakan bola mata.
Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang
licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan
menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus.
Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang
dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot.
Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.
Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk
melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan
suatu daerah sklera yang terbuka.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya
defek konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva
digeser untuk menutupi defek.
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah
konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi
sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,
mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru
mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.
Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi
rekuren tetapi jarang digunakan.
7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi
baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.
8. Komplikasi
Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva
dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral
berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia.
Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas
pterygium yang ada.
Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem,
graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma
konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea dan
astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren
pterygium post operasi.
9.Prognosa
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah
48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.
Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah
sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan
dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.
Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi
terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga
atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata
sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari11.
TEKNIK BARE SCLERA
- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.
- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.
- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.
- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir
limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah
badannya dengan menggunakan gunting1-6.
TEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT
- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.
- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih
besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.
- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi
konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan
digraft.
- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan
vicryl 8.0.