Purpura Trombositopenia Autoimun Power Point

Embed Size (px)

Citation preview

DI SUSUN OLEH : NURUL PAKUNDUS SEFTIANA STEFANI SURYA SUSANA

Trombositopenia

adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Kelainan ini berkaitan dengan resiko pendarahan hebat, bukan hanya dengan cedera ringan atau pendarahan spontan kecil (Corwin, 2009). Trombositopenia didefenisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 10.000 / mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit.

Idiopathic

Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan kelainan autoimun akibat adanya pengikatan trombosit oleh autoantibodi sehingga menyebabkan destruksi trombosit secara dini oleh sistem retikuloendotelium yang mengakibatkan trombositopenia (Purwanto, 2009). Idiopatik sendiri berarti bahwa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopenia adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh perdarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi perdarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit.

ITP,

terutama pada wanita muda bermanifetasi sebagai trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit kurang dari 10000/mm3. Antibody igG yang ditemukan pada membrane trombosit, menyebabkan gangguan pada agregasi trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. Idiopathic (Autoimmune) Thrombocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoantibody IgG dibentuk untuk mengikat trombosit. Meskipun antibody antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insiden tersering pada usia 20-50 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding oleh laki-laki 2:1.

Penyebab

dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008) ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun.

1. ITP Akut Kejadiannya kurang atau dengan 6 bulan (umumnya pada anak-anak) 2. ITP Kronis Kejadiannya lebih dari 6 (umumnya terjadi pada dewasa).

sama terjadi

bulan orang

Menurut Smeltzer & Bare, 2001: Petekia Perdarahan mukosa menstruasi hebat pada wanita. ITP Kronis dapat tjadi pdarahan intrakranial Menurut Mansjoer, 2000: perdarahan mukosa dan kulit epistaksis, perdarahan mulut, menoragia, purpura dan petekia

Berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit (Purwanto, 2009) yaitu: 1. AT > 50.000/mL, biasanya asimtomatik. 2. AT 30.000-50.000/mL, biasanya terdapat luka memar/hematom. 3. AT 10.000-30.000/mL, terdapat perdarahan spontan, menoragia, dan perdarahan memanjang apabila ada luka. 4. AT < 10.000/mL, terjadi perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gastrointestinal, dan genitourinaria

Mulanya glikoprotein IIb/IIIa yang terdapat pada membran trombosit yang dianggap sebagai antigen oleh autoantibodi (IgG) akan diopsonisasi, pada tahap ini belum ada antibodi yang mengenali glikoprotein lainnya seperti Ib/IX. Trombosit yang telah dilingkupi oleh autoantibodi ini akan berikatan dengan sel penyaji antigen (APC) misalnya makrofag atau sel dendritik pada reseptor Fc dan mengalami internalisasi dan degradasi.

Selain merusak glikoprotein IIb/IIIb, APC juga akan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit lainnya. APC yang teraktivasi akan mengekspresikan peptida baru pada permukaan selnya dengan bantuan konstimulasi (interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang fungsinya memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4+ T Cell clone (T-Cell clone-1) dan spesifitas tambahan (T-Cell clone-2).

Sel B sebagai reseptor sel immunoglobulin, selain meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi (oleh B-Cell clone-1) juga akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibodi (oleh B-Cell clone-2). Dan Tbentuklah autoantibody terhadap glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit iniPenghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti autoantibody ini.

1. Pemeriksaan darah rutin Pada pemeriksaan darah rutin sering terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) antara 10.000 50.000/mmk (Bakta, 2007) 2. Morfologi darah tepi Pemeriksaan pada darah tepi sering ditemukan gambaran trombosit berukuran besar (megatrombosit) 3. Pemeriksaan sumsum tulang Pada sumsum tulang dijumpai peningkatan jumlah megakariosit imatur dan agranuler yang tidak mengandung trombosit

4. Uji penapisan koagulasi Pada uji penapisan koagulasi ditemukan masa perdarahan (bleeding time) memanjang, tetapi masa pembekuan (clotting time), activated partial thromboplastin time (APTT), dan plasma prothrombin time (PPT) normal (Alpers, 2007; Latief 2005) 5. Pemeriksaan imunologi Pada pemeriksaan imunologi dapat pula ditemukan adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum, yang lebih spesifik yaitu antibodi terhadap Gp IIb/IIIa dan Gp Ib (Bakta,2007)

Prednisone 1-2 mg/kg BB

SplenektomiImunoglonbulin dosis tinggi iv (400mg/kg BB)

selama 3-5 hari Bila tidak berespon thdp prednison dan splenektomi dbrikan danazol 600 mg/hari. Imunosupresif seperti vinkristin, azatioprin, dan siklofosfamid Transfusi trombosit

1. Pengkajian a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000. b. Tanda-tanda perdarahan : 1) Petekie terjadi spontan. 2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor. 3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan. 4) Menoragie. 5) Hematuria. 6) Perdarahan gastrointestinal (melena) c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.

d. Aktivitas / istirahat. Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum, toleransi terhadap latihan rendah. Tanda : takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat, kelemahan otot dan penurunan kekuatan. e. Sirkulasi. Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat, palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil. f. Integritas ego. Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah. Tanda : DEPRESI.

g. Eliminasi. Gejala : Hematemesis (jarang), feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi. Tanda : distensi abdomen. h. Makanan dan cairan. Gejala : penurunan masukan diet, mual dan muntah. Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas. i. Neurosensori. Gejala : sakit kepala, pusing, kelemahan, penurunan penglihatan. Tanda : epistaksis, mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).

j. Nyeri / kenyamanan. Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala. k. Pernafasan. Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas Tanda : takipnea, dispnea. l. Keamanan Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya. Tanda : petekie, ekimosis.

a. Ketidak seimbangan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. d. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

a. Ketidak seimbangan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 1) Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas. 2) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. 3) Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari. 4) Lakukan konsultasi dengan ahli diet. 5) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi.

b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. 1) Awasi TTV, kaji pengisian kapiler. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. 3) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang. 4) Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. 1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan. 2) Awasi TD, nadi, pernafasan. 3) Berikan lingkungan tenang. 4) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

d. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi. 1)Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP. 2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic 3) Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.