1
Permintaan KPR pada Triwulan IV Bakal Melonjak Tahun 2017 Bangkit, 2018 Booming layouter: nuryono RADAR SURABAYA l JUMAT, 28 OKTOBER 2016 HALAMAN 14 SURABAYA –Sektor properti yang lesu diprediksi akan bangkit lagi. Ini dipicu kebijakan Loan to Value (LTV) yang dikeluarkan BI pada Agustus lalu. Dimana kini uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya sebesar 15 persen dari total harga. Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Ita Rulina mengaku, pada tri- wulan I dan II pertumbuhan KPR cenderung landai. Bahkan, melambat. Hal itu dipicu kon- disi ekonomi global yang masih saja terpuruk. “Selain itu, kredit rumah tinggal tipe 21 mengalami penurunan hingga 32,6 persen. Hal itu jelas menggerus per- tumbuhan KPR pada triwulan II. Padahal, triwulan I penu- runannya hanya 4,56 persen,” katanya kepada Radar Sura- baya, Rabu (26/10). Namun, hal itu tak berlanjut di triwulan III. Dimana bisnis KPR mulai menunjukan tren positif. Pada triwulan III, per- tumbuhan pembelian KPR mencapai 7 persen. Meski ti- pis, Ita menyebut kenaikan permintaan KPR dipicu kebijakan LTV yang melong- garkan uang muka. “Angka tujuh persen me- mang masih jauh dari per- tunbuhan ideal. Pada tahun 2014 permintaan KPR pernah melesat dan mengalami per- tumbuhan hingga 40 persen. Namun, ini sudah indikasi yang bagus,” ujarnya. Ita menyebut, pertumbuhan KPR biasanya sejalan dengan naiknya penjualan korporasi di sektor properti. Misal, hunian vertikal atau perumahan elit. Hal itu otomatis bakal menge- rek harga di sektor properti yang pada triwulan I dan II sempat terjun bebas. “Kami harap pelonggaran LTV juga terus berdampak positif bagi hunian vertikal dan lain- nya. Dengan begitu, pertum- buhan pembiayaan akan terus melambung. Sehingga, otomatis bakal mengerek pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjut Ita. Ita memprediksi, pertumbu- han lebih tinggi bakal terjadi pada triwulan IV. Sebab, kor- porasi tak akan lagi menahan pengeluaran di akhir tahun. Hal itu memicu pemasukan yang besar bagi karyawan. Sehingga membuat permintaan KPR melonjak. “Terlebih saat ini uang muka yang dipatok juga sangat ter- jangkau. Karena itu pertum- buhan lebih besar akan terjadi pada KPR di segmen bawah. Per- mintaan akan lebih besar. Di- mana harga juga sesuai dengan kelas menengah,” beber Ita. Namun, uang muka yang ter- jangkau juga berpotensi me- nimbulkan permasalahn lain. Yakni naiknya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Hingga Juli 2016, rata-rata NPL di sektor KPR mencapai 3,18 persen. Sementara NPL pada hunian vertikal juga tak jauh beda. Yakni, 3,16 persen. Hak itu menunjukan jika perbankan harus tetap waspada. Sebab, angka tersebut sangat riskan. Mengingat batas ideal NPL adalah 4 persen. “Karena itu, jika NPL me- ningkat maka pihak perbankan akan merugi. Jadi, saya mewanti-wanti agar perbankan bisa menerapkan prinsip kehati-hatian dan selektif saat memilih konsumen. Dengan begitu, pertunbuhan KPR dan hunian vertikal yang lancar akan menggerakkan roda per- ekonomian nasional,” pung- kasnya. (gus/rak) SURABAYA–Turunnya sektor Loan To Value (LTV) yang berdampak pada penuru- nan uang muka diperkirakan akan ber- dampak di sektor properti. Begitu pula de- ngan program tax amnesty yang berdampak terhadap likuidasi bank yang cukup bagus. Ditambah dengan penguatan rupiah yang terjadi secara signifikan. Kondisi inilah yang membuat pada 2017, sektor properti akan kembali bangkit dan 2018 akan booming kembali. “LTV memang turun tapi banyak yang per- lu disiapkan oleh pengembang, kemudian proses periodesasi pemerintah serta pemenuhan target pemerintah, selain itu ada 170 sektor bisnis lain bersangkutan dengan properti, sehingga tidak dapat langsung booming sekarang,” ujar ketua Real Estate Indonesia (REI) Jatim, Totok Lusida. Dia mengapresiasi positif terhadap ke- berhasilan program tax amnesty. Totok me- nggambarkan, jika sebelumnya orang lebih menyukai untuk menyimpan hartanya di rumah atau di bawah bantal, saat ini mulai percaya ke perbankan sehingaa aliran dana likuidasi lancar dan berpengaruh terhadap banyak aspek. “Masyarakat pun mulai memperbaiki taraf hidup, salah satunya disektor properti, nah dengan permintaan yang mulai banyak, maka secara otomatis harga properti akan naik,” terangnya. Menurut perkiraan pria yang juga memi- liki bisnis farmasi ini, tahun 2018 mendatang harga properti akan naik dua kali lipat dari harga jual. Meskipun begitu, kenaikan properti akan bertahap karena masih banyak yang perlu dibenahi. Di antaranya seperti peraturan terhadap pembeli asing misalnya yang harus diperketat dan diperjelas. Sedangkan terkait dengan potensi per- tumbuhan properti di Surabaya Barat dan di Surabaya Timur, menurut Totok kedua- nya memiliki potensi yang sangat tinggi. Apalagi seiring dengan pembangunan in- frastruktur yang dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya. Serta adanya dua akses besar yakni Jalan Lingkar Luar Timur (JLLT) dan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) yang akan terintegrasi dengan akses strategis Surabaya. Ini selain menarik investor, juga akan me- narik masyarakat tingkat atas untuk ber- tempat tinggal di sana. “Potensi keduanya tinggi, dan yang paling mengalami perkembangan yang keduanya khususnya untuk vertical house, karena Surabaya sudah tidak ada lagi landed house,” terangnya. (dia/rak) ABDULLAH MUNIR/RADAR SURABAYA VERTICAL HOUSE: Apartemen The Via and The Vue milik Ciputra yang ada di kawasan Mayjen Sungkono Surabaya.

RADAR SURABAYA l JUMAT, 28 OKTOBER 2016 HALAMAN 14 ... · Agustus lalu. Dimana kini uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya sebesar 15 persen dari total harga. ... proses periodesasi

Embed Size (px)

Citation preview

Permintaan KPR pada Triwulan IV Bakal Melonjak

Tahun 2017 Bangkit, 2018 Booming

layouter: nuryono

RADAR SURABAYA l JUMAT, 28 OKTOBER 2016 HALAMAN 14

S U R A B A Y A – S e k t o r properti yang lesu diprediksi akan bang kit lagi. Ini dipicu kebijakan Lo an to Value (LTV) yang dike luar kan BI pada Agustus lalu. D i ma na kini uang muka Kredit Pemi likan Rumah (KPR) hanya se be sar 15 persen dari total harga.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Ita Rulina mengaku, pada tri­wulan I dan II pertumbuhan KPR cenderung landai. Bahkan, melambat. Hal itu dipicu kon­disi ekonomi global yang ma sih saja terpuruk.

“Selain itu, kredit rumah ting gal tipe 21 mengalami penu ru nan hingga 32,6 persen. Hal itu jelas menggerus per­tumbuhan KPR pada triwulan II. Padahal, tri wulan I penu­runannya ha nya 4,56 persen,” katanya kepa da Radar Sura­baya, Rabu (26/10).

Namun, hal itu tak berlanjut di triwulan III. Dimana bisnis KPR mulai menunjukan tren positif. Pada triwulan III, per­tum buhan pembelian KPR men capai 7 persen. Meski ti­pis, Ita menyebut kenaikan per min taan KPR dipicu kebijakan LTV yang melong­garkan uang muka.

“Angka tujuh persen me­mang masih jauh dari per­tunbuhan ideal. Pada tahun 2014 permin taan KPR pernah melesat dan mengalami per­tumbuhan hingga 40 persen. Namun, ini sudah indikasi yang bagus,” ujarnya.

Ita menyebut, pertumbuhan KPR biasanya sejalan dengan naiknya penjualan korporasi di sektor properti. Misal, hunian vertikal atau perumahan elit. Hal itu otomatis bakal menge­rek harga di sektor properti yang pada triwulan I dan II sem pat terjun bebas.

“Kami harap pelonggaran LTV juga terus berdampak po sitif bagi hunian vertikal dan lain­nya. Dengan begitu, per tum­buhan pembiayaan akan terus melambung. Sehingga, otomatis bakal mengerek per tumbuhan ekonomi nasional,” lanjut Ita.

Ita memprediksi, pertum bu­han lebih tinggi bakal terjadi pada triwulan IV. Sebab, kor­porasi tak akan lagi menahan pengeluaran di akhir tahun. Hal itu memicu pemasukan yang besar bagi karyawan. Sehingga membuat permintaan KPR melonjak.

“Terlebih saat ini uang muka yang dipatok juga sangat ter­jangkau. Karena itu per tum­buhan lebih besar akan terjadi pada KPR di segmen bawah. Per­mintaan akan lebih besar. Di­mana harga juga sesuai de ngan kelas menengah,” beber Ita.

Namun, uang muka yang ter­jangkau juga berpotensi me­nimbulkan permasalahn lain. Yakni naiknya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Hingga Juli 2016, rata­rata NPL di sektor KPR mencapai 3,18 persen.

Sementara NPL pada hunian vertikal juga tak jauh beda. Yakni, 3,16 persen. Hak itu menunjukan jika perbankan harus tetap waspada. Sebab, angka tersebut sangat riskan. Mengingat batas ideal NPL adalah 4 persen.

“Karena itu, jika NPL me­ningkat maka pihak perbankan akan merugi. Jadi, saya mewanti­wanti agar perbankan bisa menerapkan prinsip kehati­hatian dan selektif saat memilih konsumen. Dengan begitu, pertunbuhan KPR dan hunian vertikal yang lancar akan menggerakkan roda per­ekonomian nasional,” pung­kasnya. (gus/rak)

SURABAYA–Turunnya sektor Loan To Value (LTV) yang berdampak pada penuru­nan uang muka diperkirakan akan ber­dam pak di sektor properti. Begitu pula de­ngan program tax amnesty yang berdampak terhadap likuidasi bank yang cukup bagus.

Ditambah dengan penguatan rupiah yang terjadi secara signifikan. Kondisi inilah yang membuat pada 2017, sektor properti akan kembali bangkit dan 2018 akan booming kembali.

“LTV memang turun tapi banyak yang per­lu disiapkan oleh pengembang, kemu dian proses periodesasi pemerintah serta pemenuhan target pemerintah, selain itu ada 170 sektor bisnis lain bersangkutan dengan properti, sehingga tidak dapat langsung booming sekarang,” ujar ketua Real Estate Indonesia (REI) Jatim, Totok Lusida.

Dia mengapresiasi positif terhadap ke­berhasilan program tax amnesty. Totok me­nggambarkan, jika sebelumnya orang lebih menyukai untuk menyimpan hartanya di rumah atau di bawah bantal, saat ini mulai percaya ke perbankan sehingaa aliran dana likuidasi lancar dan berpengaruh terhadap banyak aspek. “Masyarakat pun mulai memperbaiki taraf hidup, salah satunya disektor properti, nah dengan permintaan yang mulai banyak, maka secara otomatis harga properti akan naik,” terangnya.

Menurut perkiraan pria yang juga me mi­liki bisnis farmasi ini, tahun 2018 men datang harga properti akan naik dua kali lipat dari harga jual. Meskipun begitu, ke naikan properti akan bertahap karena masih banyak yang perlu dibenahi. Di an taranya seperti peraturan terhadap pembeli asing misalnya

yang harus diperketat dan diperjelas.Sedangkan terkait dengan potensi per­

tum buhan properti di Surabaya Barat dan di Surabaya Timur, menurut Totok kedua­nya memiliki potensi yang sangat tinggi. Apalagi seiring dengan pembangunan in­frastruktur yang dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya. Serta adanya dua akses be sar yakni Jalan Lingkar Luar Timur (JLLT) dan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) yang akan terintegrasi dengan akses strategis Surabaya. Ini selain menarik investor, juga akan me­narik masyarakat tingkat atas untuk ber­tempat tinggal di sana.

“Potensi keduanya tinggi, dan yang paling mengalami perkembangan yang keduanya khususnya untuk vertical house, karena Surabaya sudah tidak ada lagi landed house,” terangnya. (dia/rak)

ABDULLAH MUNIR/RADAR SURABAYA

VERTICAL HOUSE: Apartemen The Via and The Vue milik Ciputra yang ada di kawasan Mayjen Sungkono Surabaya.