Upload
bambang-gastomo
View
258
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI
PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG
S U H A R J I T O
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2011
Suharjito NIM. F361070091
ABSTRACT
SUHARJITO. Intelligent decision support system modeling for corn supply chain risk management. Supervised by MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO and SUKARDI. To meet the needs of the national corn on the feed industry that requires a continuous supply of raw materials with a definite quantity throughout the year, in the national corn production conditions that is discontinuous and fluctuating, it is necessary to develop supply planning and storage methods to avoid the risk of corn supply or rising feed prices. The high complexity of the supply chain network and the characteristics of products made supply chain management of agricultural products was more susceptible to the risks emergence of loss. Inappropriate pattern of planting schedule causes the production declining and supplies inconsistency, and then it can cause the product accumulation that influences the price to decrease. That risk was not only suffered by the producer but also would influence the achievement of the other organization that connected in the supply chain network. Therefore, there should be an optimal scheduling management to be able to solve the possibility of the risks. Price negotiation modeling is an essential component to ensure benefit distribution to each stakeholder in agricultural supply chain. Generally, it is known that farmers have no bargaining power in price determination. Thus, they have to bear all the risks compare to the others. In addition, price exchange at farmer level tends to fluctuate significantly. Therefore, it is required to develop a mechanism for price negotiation which distributes the risks fairly for each stakeholder in the supply chain. In addition it is necessary to identify and evaluate supply chain risks in order to avoid continuing problems that can occur at any point in the supply chain network. The objectives of this study were to describe the model of identification and evaluation for corn supply chain risk, to formulate a fair pricing mechanism for corn supply chain using risk balancing model, to develop optimal planting schedule pattern of corn commodity using qualitative and quantitative risk measurement, and to develop intelligent decision support system for supply chain risk management. Risk identification was conducted using fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP) approach and risk evaluation was done by using fuzzy logic with data input form the opinion of several experts maize supply chain. A fairly pricing model at farmer level was developed by using stakeholder dialogue approach based on a balanced fuzzy risk utility preference that was faced by all stages of the supply chain. In addition, fuzzy risk utility optimization was used to get a consensus of the supply chain stakeholder dialogue, where basic risk utility function was derived using fuzzy regression approach. Risk mitigation for each stage of supply chain was developed using fuzzy inferences based on the risk that has been evaluated. Based on the verification results, the model could identify the level of risks for each party of the supply chain and the action that must be taken for minimizing its impacts using appropriate strategies. The model could be used by decision makers to determine optimal planting schedules based on the multi criteria of qualitative and quantitative objective function. The model could shift the risks from the farmer to the other parties to
determine the fair benefit distribution on the price negotiation.
Keywords: risk identification and evaluation, corn supply chain, supply chain risk balancing, fuzzy utility optimization, stakeholder dialogue.
RINGKASAN
SUHARJITO. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Dibawah bimbingan: MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO dan SUKARDI.
Manajemen rantai pasokan produk pertanian umumnya berbeda dengan manajemen rantai pasokan produk manufaktur, karena produk pertanian mudah rusak, ketersediaannya bergantung pada musim, bentuk dan ukurannya yang bervariasi, dan juga kamba sehingga sulit untuk ditangani. Kompleksitas yang tinggi dari jaringan rantai pasok dan karakteristik produk menjadikan manajemen rantai pasokan produk pertanian lebih rentan terhadap munculnya risiko kerugian. Untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional pada industri pakan yang membutuhkan kelangsungan penyediaan bahan baku dengan kuantitas tertentu sepanjang tahun, dalam kondisi produksi jagung nasional yang berfluktuasi, maka diperlukan perencanaan pasokan dan metode penyimpanan untuk menghindari risiko pasokan jagung berupa krisis kekurangan pangan atau kenaikan harga pakan. Ketidaksesuaian pola penjadwalan tanam akan menyebabkan penurunan produksi dan persediaan yang tidak konsisten, dan kemudian dapat menyebabkan penumpukan produk pada saat panen raya dan kelangkaan produk pada saat yang lain yang menimbulkan risiko fluktuasi harga. Risiko itu tidak hanya diderita oleh produsen, tetapi juga akan mempengaruhi pencapaian organisasi lain yang terhubung dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen pola penjadwalan yang optimal untuk dapat mengatasi kemungkinan risiko tersebut.
Pemodelan negosiasi harga merupakan komponen penting untuk menjamin distribusi keuntungan untuk masing-masing stakeholder dalam rantai pasok pertanian. Umumnya petani tidak memiliki posisi tawar dalam penentuan harga. Jadi, mereka harus menanggung semua risiko dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, harga tukar pada tingkat petani cenderung berfluktuasi secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk negosiasi harga yang mendistribusikan risiko yang seimbang untuk setiap stakeholder dalam rantai pasok. Selain itu diperlukan model untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko rantai pasok untuk menghindari masalah yang terus terjadi pada setiap titik di dalam jaringan rantai pasok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan mekanisme identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok jagung, merumuskan mekanisme penentuan harga yang wajar pada tingkat petani dengan menggunakan konsep penyeimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung dengan pendekatan stakeholder dialog, mengembangkan pola penjadwalan tanam jagung yang optimal dengan menggunakan pengukuran risiko kualitatif dan kuantitatif, dan mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok.
Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan pendekatan fuzzy AHP dan evaluasi risiko dilakukan dengan menggunakan logika fuzzy dengan input data pendapat beberapa ahli rantai pasok jagung. Model negosiasi harga yang saling menguntungkan di tingkat petani dikembangkan menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis pada penyeimbangan preferensi utilitas risiko fuzzy yang dihadapi oleh semua tingkatan rantai pasok. Selain itu, optimasi utilitas
risiko fuzzy digunakan untuk mendapatkan konsensus dalam stakeholder dialog, di mana fungsi utilitas risiko dasar diperoleh dengan menggunakan pendekatan regresi fuzzy. Mitigasi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dikembangkan dengan menggunakan inferensi fuzzy berdasarkan risiko yang telah dievaluasi.
Berdasarkan hasil verifikasi, model ini dapat mengidentifikasi sumber dan tingkat risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dan memberikan solusi tindakan pengendalian yang harus diambil untuk meminimalkan dampaknya dengan menggunakan strategi yang tepat. Model dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menentukan jadwal tanam optimal berdasarkan kriteria minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan secara kualitatif dan kuantitatif. Model ini juga dapat mengalihkan risiko dari petani ke pihak lain pada rantai pasok untuk menentukan distribusi keuntungan yang seimbang pada saat negosiasi harga. D
Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Sedangkan faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan.
alam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri. Sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor.
Dalam model ini, risiko yang mempunyai nilai sedang ke atas perlu penanganan dan antisipasi pengendalian, Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko yang diidentifikasi mempunyai kemungkinan yang merugikan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang perlu antisipasi pengendalian di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko
sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan.
Optimalisasi pola penjadwalan tanam jagung untuk dapat memberikan kepastian pasokan jagung dengan pendekatan integrasi evaluasi risiko kualitatif dan kuantitatif dengan tujuan memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan bulan yang optimal untuk penanaman jagung. Bulan tersebut terpilih sebagai bulan yang baik untuk menanam jagung, karena pada bulan tersebut merupakan akhir musim hujan dan awal musim kemarau, sehinga pada saat panen pengeringan dapat dilakukan secara efisien dengan kondisi cuaca yang mendukung. Untuk mengimplementasikan model ini perlu koordinasi antar kelompok tani dalam melakukan penanaman secara bergilir dalam suatu wilayah agar diperoleh kestabilan pasokan, sehingga diperoleh kestabilan harga di tingkat petani.
Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga rata-rata, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini.
Kata kunci: identifikasi dan evaluasi risiko, rantai pasok jagung, penyeimbangan risiko rantai pasok, optimasi fungsi utilitas risiko, stakeholder dialog.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI
PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG
S U H A R J I T O
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup :1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng Penguji pada Ujian Terbuka :1. Dr. Ir. Benni H. Sormin, MA 2. Dr. Ir. Ahmad Dimyati, MS
Judul Disertasi : Pemodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk/ Komoditi Jagung
Nama Mahasiswa : Suharjito
NRP : F361070091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc
Anggota Dr. Ir. Machfud, MS
Anggota Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si
Anggota Dr. Ir. Sukardi, MM
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 18 Januari 2011
Tanggal Lulus: .............................
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, barokah dan segala karuniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2010 ini ialah pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Machfud, MS, Dr. Ir. Sukardi, MM, dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing atas semua bimbingan, arahan dan motivasi yang tiada henti untuk mempertajam penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sebagai ilmuwan. Disamping itu ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Nyoman Pujawan, dari Fakultas Teknik Industri ITS, Dr. Desianto Budi Utomo, dari PT. Charoen Pokphand Indonesia, Drs. M. Hidayat dari Badan Ketahanan Pangan, Kab. Purwodadi, Drs. Agus Soemantri dan Dr. Setiajit dari Balai Pasca Panen Bogor, Ir. Rudy Hartoyo dari Industri pakan ternak Krian, Bapak Suaeb, Bapak Partono, Bapak Bukhori ketua Gapoktan desa Kradenan Kab. Purwodadi, dan Ir. Wahyu Eko Widodo, M.Sc dari BPPT yang telah membantu dalam proses pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Avia Brahmanita, SE, ketiga anak kami (Garindra Harvianto, Muhammad Ilham Jivaresta dan Karisma Luthfitanto) atas segala pengertian, dukungan dan cinta kasihnya, juga kepada Bapak Purboyo, ibu Sudarmi, Bapak H. Prapto Raharjo, adik-adik, dan seluruh anggota keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Program Doktor ini, khususnya kepada rekan-rekan kerja, para sahabat, para senior dan para yunior. Juga kepada Prof. Dr. Wahono Sumaryono; Ir. Henky Henanto, M.Sc; Ir. Irsan Zainudin, M.Si, dan Ir. Priyo Admaji, M.Eng yang telah memberikan kesempatan mengikuti program dimaksud. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Machfud, MS, Wakil Dekan FATETA Dr. Ir. Sugiono, M.AppSc Dekan FATETA Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Rektor IPB Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc atas arahan dan bimbingan serta kesempatan untuk menyelesaikan program ini. Selain itu ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup, Dr. Akmad Dimyati, MS dan Dr. Ir. Benni H Sormin, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan tanggapan untuk perbaikan penulisan ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Beasiswa PPKP-BPPT dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, atas dukungan biaya yang diberikan sehingga penelitian ini selesai.
Akhir kata, mohon maaf jika terdapat kekurangsempurnaan dalam penulisan disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Suharjito
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 26 Juli 1970 sebagai anak sulung dari pasangan Suharjono dan Sudarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM, lulus tahun 1994. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Teknik Informatika, pada program Pascasarjana ITS dan menamatkannya pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007, dengan menggunakan beasiswa dari Program PPKP – BPPT.
Penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda di Pusat Teknologi Agroindustri, Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi, BPPT sejak tahun 1994. Selain itu penulis juga pengajar paruh waktu di beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta, seperti Universitas Bina Nusantara dan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia pada Program Studi Teknik Informatika, sejak tahun 2001.
Selama mengikuti program S3, penulis aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Hibah bersaing DIKTI dan Hibah Kompetensi DIKTI bersama-sama dengan dosen pembimbing. Karya ilmiah yang berjudul Model kelembagaan pengembangan industri hilir Kelapa Sawit telah disajikan pada seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII di Surabaya pada tahun 2008. Sebuah artikel yang berjudul The evaluation model of the risk in each supply chain stage of the agricultural food crop products, telah dipresentasikan dalam seminar Internasional ISIEM di Bali tahun 2009. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul identifikasi dan evaluasi risiko manajemen rantai pasok komoditas jagung dengan pendekatan logika fuzzy pada Jurnal Manajemen Vol. 2 Agustus 2010. Artikel lain yang berjudul optimalisasi penentuan jadwal tanam jagung dengan menggunakan integrasi model evaluasi risiko rantai pasok telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. XX No.1 April 2010. Kemudian artikel yang berjudul stakeholder dialogue models for agricultural products supply chain risk balancing: Corn pricing negotiation telah disubmit untuk diterbitkan pada Jurnal Internasional Intelligent and Fuzzy Systems. Juga dua artikel ilmiah yang diterbitkan pada Jurnal Agritech-UGM Vol. 31 No.3 Agustus 2011, dan Jurnal Internasional OSCM (Operations and Supply Chain Management
) Vol. 3, Issue 3 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL................................................................................................ .. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ viii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... ix
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4 1.3. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5 1.4. Perumusan Masalah Penelitian.................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup............................................................................................ 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 8 2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok................................................................ . 8
2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok.............................. 13 2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ................................................................ 20 2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama ........................... 25
2.2. Komoditas Jagung ..................................................................................... 27 2.2.1. Tata Niaga Jagung................................................................................... 33 2.2.2. Rantai Pasok Jagung ............................................................................... 35
2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas........................................................ 36 2.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................... 40
3. LANDASAN TEORI ........................................................................................ 44 3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ........................................ 44 3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) ................................ ... 46 3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) .............................................. 50 3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA)................................ .. 52
3.4.1. Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA......................................................... 53 3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA ............................................................... 58
3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier ................................ . 58 3.6. Fungsi Regresi Fuzzy ................................................................................ 60 3.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ..................................................................... 63 3.8. Proses Manajemen Risiko ......................................................................... 65 3.9. Soft System Methodology .......................................................................... 68
4. METODE PENELITIAN.................................................................................. 70 4.1. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 70 4.2. Tata Laksana Penelitian ............................................................................ 72
4.2.1. Tahapan Penelitian .................................................................................. 72 4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ . 76 4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ................................ 76
4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan................................................................ 77
ii
Halaman
4.4. Langkah Pemodelan Sistem....................................................................... 79 4.5. Verifikasi dan Validasi Model................................................................ ... 80
5. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................. 83 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna................................................................ ... 83 5.2. Identifikasi Permasalahan.......................................................................... 85 5.3. Identifikasi Sistem ..................................................................................... 87 5.4. Analisis Kebutuhan Sistem........................................................................ 91
6. PEMODELAN SISTEM ................................................................................... 96 6.1. Konfigurasi Model..................................................................................... 96 6.2. Sistem Manajemen Basis Model ............................................................... 97
6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 98 6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................. 100 6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ................................................. 103 6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ..................................... 107 6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok .................... 111
6.3. Sistem Manajemen Basis Data ................................................................ 112 6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok...................................... 112 6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok .......................................... 113 6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok.............................. 113 6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok...... 114 6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 114
6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................... 114 6.5. Sistem Manajemen Dialog....................................................................... 115
7. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................... 116 7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok.............................................................. 116
7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani....................................................... 119 7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 122 7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ........................................... 124 7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 127 7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen............................................... 130 7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 132
7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ................................................................ .. 134 7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani ...................................................... 134 7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 136 7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri............................................ 137 7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 139 7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen............................................... 140 7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 142
8. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK 1448.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok .......................................................... 144
8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani .......................................... 144 8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul ..................................... 147 8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri ................................ 149
iii
Halaman
8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ...................................... 151 8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ...................................... 152
8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok...................................................... 154 8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok...................... 156 8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ........................................ 159
8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko................ 163 8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif................................ .... 163 8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ...................................... 167 8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan
Kualitatif................................................................................................ . 169
9. IMPLIKASI MANAJERIAL.......................................................................... 173 9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung.................... 173 9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........... 174 9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung ....... 175
10. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 177 10.1. Kesimpulan............................................................................................ 177 10.2. Saran...................................................................................................... 180
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 182
LAMPIRAN........................................................................................................ 189
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)................ 17
2. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) 19
3. Nilai konsekuensi risiko .................................................................................. 23
4. Produksi jagung di daerah sentra produksi...................................................... 29
5. Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi .............................. 30
6. Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia .................... 31
7. Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN.............................. 48
8. Kategori variabel input fuzzy FMEA............................................................... 55
9. Kategori variabel output fuzzy FMEA............................................................. 56
10. Penilaian dampak risiko .................................................................................. 66
11. Bobot skala pengukuran risiko ........................................................................ 66
12. Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok...................................... 102
13. Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP............. 118
14. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani ... 121
15. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul ............. 123
16. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri......... 126
17. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ........... 129
18. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen............ 131
19. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok......................... 133
20. Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan........ 134
21. Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan ... 136
22. Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan ......................................................................................................... 138
23. Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan . 140
24. Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan . 141
25. Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya...... 142
26. Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen .................................................. 165
27. Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................... 166
28. Perbandingan output model MILP dan AHP................................................. 170
29. Kombinasi alternatif, total profit dan total risk ............................................. 171
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ......................... 15
2. Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)......................... 16
3. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ......... 18
4. Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) ...................................... 27
5. Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007)................................................. 33
6. Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) ............................................................................................................... 34
7. Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung....................................... 36
8. Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ............................................................................................................... 39
9. Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ............... 53
10. Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga ................................................................ .. 54
11. Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium............................................................... 54
12. Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko.................................................... 55
13. Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ................................ ... 55
14. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN.............................................. 56
15. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002) ............................................. 57
16. Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok.............................. 71
17. Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok .......... 75
18. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem.................................................... 80
19. Diagram lingkar sebab akibat.......................................................................... 89
20. Diagram input output ...................................................................................... 91
21. Diagram analisis sistem................................................................................... 92
22. Diagram tujuan sistem .................................................................................... 93
23. Diagram peranan subsistem ............................................................................ 94
24. Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok ..................... 97
25. Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok......... 99
26. Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko .................................................. 100
27. Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko...................................................... 101
28. Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko...................................................... 101
29. Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN)........................................... 102
30. Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok........................................... 103
vi
Halaman
31. Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok.......................... 105
32. Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok .................... 106
33. Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ............................ 107
34. Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok ............................... 110
35. Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok............................ 112
36. Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok ......................... 117
37. Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 119
38. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani...................... 120
39. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani .................... 122
40. Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul .................... 123
41. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul ................... 124
42. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ............ 125
43. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri ............... 127
44. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor............... 128
45. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ................. 129
46. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen ............... 130
47. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen.............. 131
48. Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 133
49. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ........................................................... 135
50. Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul ................................ ... 137
51. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri .................................................. 138
52. Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor..................................................... 140
53. Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen..................................................... 141
54. Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung ................................ .... 143
55. Pengendalian risiko di tingkat petani............................................................. 145
56. Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani.......................................... 146
57. Pengendalian risiko di tingkat pengepul........................................................ 147
58. Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul............................................. 148
59. Pengendalian risiko di tingkat agroindustri ................................................... 149
60. Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri .................. 150
61. Pengendalian risiko di tingkat pengecer........................................................ 151
vii
Halaman
62. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer....................................... 152
63. Pengendalian risiko di tingkat konsumen ..................................................... 153
64. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen..................................... 154
65. Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ................................ . 156
66. Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung.................. 157
67. Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok 158
68. Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung......................... 159
69. Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ............... 161
70. Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP........................................ 166
71. Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ................................................... 168
72. Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ... 168
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok........................................... 189
2. Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung............................... 190
3. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ....................... 191
4. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung ............ 192
5. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ....... 193
6. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri............... 194
7. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................. 195
8. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) .......................................................................................................... 196
9. Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP ............................................................................................................... 197
10. Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP......................................................................................... 197
11. Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok....................... 198
12. Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok.............................................................................................................. 199
ix
DAFTAR ISTILAH
Agroindustri
Didefinisikan sebagai industri yang mengolah hasil pertanian menjadi barang lain bernilai tambah lebih tinggi melalui kemampuan teknologi yang melibatkan aspek fisik, kimia maupun biologi. Boleh dikatakan agroindustri sebagai revolusi nilai tambah yang menyempurnakan keberhasilan di bidang pertanian. Kegiatan agroindustri dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu daur singkat dan daur panjang. Konsep agroindustri mensimbiosakan dua bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan proses produksi dan manajemen.
AHP (Analytical Hierarchy Process) - model pengambilan keputusan yang mampu memecahkan persoalan kompleks secara kuantitatif, oleh Thomas L.Saaty
Dampak Pengaruh negatif atas suatu risiko yang terjadi
Defuzzyfisikasi Proses konversi nilai fuzzy ke nilai crips (tunggal)
FAHP Fuzzy AHP - proses pemecahan masalah dengan pendekatan AHP yang menggunakan data fuzzy
FFMEA (Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis) – proses FMEA dengan menggunakan data fuzzy
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) - metodologi untuk menganalisis potensi masalah keandalan pada awal siklus pengembangan produk untuk mengambil tindakan dalam mengatasi masalah, dengan meningkatkan kehandalan melalui desain. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, mengetahui efeknya pada pengoperasian produk, dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kegagalan
FRPN (Fuzzy Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko dengan data fuzzy
Fungsi utilitas Fungsi yang menggambarkan tingkat preferensi seorang pengambil keputusan terhadap suatu keadaan tertentu
Fuzzyfikasi Proses konversi nilai crips ke nilai fuzzy
IDSS (Intelligent Decision Support System) – Sistem pendukung pengambilan keputusan yang mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi
x
Manajemen rantai pasok
Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan
Manajemen risiko rantai pasok
Didefinisikan sebagai pendekatan formal dan terstruktur pada seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.
MILP (Mixed Integer Linear Programming) suatu kerangka kerja yang sangat umum untuk menyelesaikan masalah optimisasi dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan variabel diskrit dan kontinu.
Mitigasi risiko proses identifikasi dan pengurangan pengaruh negatif dari timbulnya risiko
Paparan Tingkat keterdeksian suatu faktor risiko oleh seorang pengambil keputusan
Penyeimbangan risiko
Proses untuk mendistribusikan risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dengan skenario tertentu untuk mendapatkan distribusi keuntungan yang sesuai
Perlakuan risiko
Tindakan yang diambil terhadap suatu risiko untuk menghindarkan dampak yang ditimbulkannya
Posibilitas Tingkat kemungkinan timbulnya suatu risiko
Rantai pasok
Merupakan pergerakan fisik bahan baku atau produk, aliran informasi, pergerakan uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual. Rantai pasokan tidak sama dengan istilah logistik karena di dalamnya akan termasuk fungsi pembelian, produksi, pemasaran, keuangan, perekayasaan dan aktivitas pengendalian.
Risiko
Didefinisikan sebagai variasi pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang diharapkan.
xi
Risiko rantai pasok
Didefinisikan sebagai kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok
RPN (Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko yang diperoleh dari hasil perkalian nilai posibilitas, dampak dan paparan dengan metode FMEA
SCRM (Supply Chain Risk Management) merupakan suatu bidang manajemen risiko yang mengidentifikasi timbulnya potensi ganguan dalam jaringan rantai pasok secara terus menerus yang menyebabkan kerugian finansial
SPK Cerdas (Sistem Pendukung Keputusan Cerdas) – sistem penunjang pengambilan keputusan yang dapat memberikan solusi alternatif dan mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi karena menggunakan metode cerdas seperti inferensi fuzzy, neural network dan intelligent sistem
SWOT (Strength Weakness Opportunity and Threat) - sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran), situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi
TFN (Triangular Fuzzy Number) merupakan representasi bilangan fuzzy dengan pendekatan bentuk segitiga
Variable risiko Parameter yang berpengaruh terhadap timbulnya risiko pada suatu faktor risiko
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung
dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan bahan baku industri. Jagung
merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang memiliki kedudukan
sangat penting setelah beras. Namun dengan pesatnya perkembangan industri
peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan.
Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk
pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya
untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit (Kasryno et al. 2008).
Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua setelah
padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis
ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional
mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun.
Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu
pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara
umum. Perluasan areal tanam dan penggunaan benih hibrida dan komposit unggul
telah meningkatkan produksi jagung dari 9,35 juta ton pada tahun 2001 menjadi
13,88 juta ton pada tahun 2008, namun belum mampu mencukupi kebutuhan
dalam negeri, sehingga impor masih diperlukan. Produksi jagung nasional
diproyeksikan tumbuh 4,63% per tahun. Pada tahun 2015 produksi jagung
diharapkan telah mencapai 17,93 juta ton. Peluang peningkatan produksi jagung
dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang
sekarang masih rendah (3,43 t/ha) maupun pemanfaatan potensi lahan yang masih
luas utamanya di luar Jawa (Zubachtirodin et al. 2007).
Namun dalam pengembangan jagung nasional, masih ditemukan beberapa
masalah antara lain: 1) Produksi tidak merata setiap bulannya, sehingga pada
waktu tertentu pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung, 2) Lemahnya
permodalan petani, terutama untuk penyediaan sarana produksi pertanian dan
2
pada waktu tertentu beberapa sarana itu sulit diperoleh, 3) Produksi jagung
sebagian besar dihasilkan pada musim hujan, sedangkan alat pengering dan
gudang sangat terbatas, menyebabkan banyak produksi jagung yang mengalami
kerusakan, 4) Belum adanya jaminan harga pada saat panen raya, 5) Lemahnya
kelembagaan petani jagung, sehingga harga ditentukan oleh konsumen, tengkulak,
dan pengumpul, 6) Masih terbatasnya benih hibrida di tingkat petani merupakan
salah satu masalah dalam upaya percepatan peningkatan produksi (Purwanto
2007).
Pasokan jagung sangat tergantung pada musim tanam sehingga tanpa
sistem penyimpanan yang baik bisa dipastikan akan terjadi pasokan berlebihan
pada saat panen raya dan kekurangan pasokan pada saat antara panen atau
gangguan cuaca buruk dan serangan hama penyakit. Tingkat harga bervariasi
tajam akibat fluktuasi pasokan tersebut, sehingga menimbulkan risiko
ketidakpastian harga dan pasokan. Pada saat panen raya, suplai melimpah
menyebabkan harga jagung dalam negri jatuh dan mendorong pedagang hasil
bumi untuk mengekspor ke luar negri. Sebaliknya pada saat paceklik, harga
jagung lokal naik dan mendorong pedagang untuk mengimpor jagung. Apabila
ikut diperhitungkan dengan faktor nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif, maka
harga jagung bisa menjadi sangat mahal, sehingga menimbulkan risiko produksi.
Daya simpan untuk menghindari variasi pasokan dan harga di kalangan produsen
masih rendah, sehubungan masih sedikit tersedianya silo penyimpanan dan
pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana
yang terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan
aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut, sehingga
menimbulkan risiko mutu produk dan penurunan harga. Oleh karena itu perlu
antisipasi keadaan ini dengan penguatan produksi jagung nasional dengan
penerapan pasca panen dan peningkatan produktifitas di tingkat petani serta
kestabilan pasokan jagung dalam negeri.
Disamping itu petani umumnya menjual hasil jagung hanya ke pedagang
pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau pengecer di pasar umum).
Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif lebih rendah dan fluktuatif.
Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab tidak adanya jaminan
3
harga yang layak (Sarasutha et al. 2007). Hal ini memunculkan sejumlah
persoalan tidak lancarnya pasokan, tidak proporsionalnya pembagian risiko, nilai
tambah dan keuntungan antar pelaku, rendahnya mutu dan keamanan produk,
tidak efisiennya biaya sepanjang rantai pasokan serta melonjaknya harga produk.
Petani, sebagai penyedia bahan baku adalah pelaku utama yang menderita
kerugian dalam distorsi tersebut, yaitu menanggung porsi risiko yang lebih besar
dan menerima porsi keuntungan dan nilai tambah yang lebih kecil. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan harga secara
bersama-sama dalam jaringan pasokan jagung sehingga tercipta distribusi risiko
yang seimbang dengan negosiasi yang adil. Salah satu mekanismenya adalah
dengan melakukan manajemen risiko dan penyeimbangan risiko rantai pasok
jagung, sehingga tercipta distribusi keuntungan yang seimbang antar tingkatan
rantai pasok.
Untuk dapat membuat mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok,
diperlukan penelitian tetang manajemen risiko rantai pasok dan distribusi jagung
nasional dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam
bisnis tersebut. Karena permasalahan manajemen risiko tersebut melibatkan
berbagai tingkatan pelaku dalam rantai pasok jagung dan bersifat probabilistik
dengan ketidakpastian yang tinggi dan dinamis serta tidak terstruktur yang
menyangkut risiko yang dihadapi oleh masing masing stakeholder maka perlu
pendekatan sistem dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini
akan dikembangkan suatu metode pengambilan keputusan cerdas dalam
manajemen risiko rantai pasok produk/ komoditas jagung dengan menggunakan
pendekatan sistem komputasi lunak (Soft Computing) seperti fuzzy logic, fuzzy
inference, optimisasi fuzzy dan kecerdasan buatan.
Manajemen risiko rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan
sebagai identifikasi dan manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko
ekternalnya melalui pendekatan koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk
mengurangi terganggunya rantai pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko
rantai pasok berfokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh
berantai ketika suatu kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik
dalam jaringan pasokan. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok
4
terdiri dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko.
Identifikasi risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses
manajemen risiko (Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Risiko rantai
pasok dapat diakibatkan dari satu perusahaan dalam rantai pasok, atau
keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan
pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara
menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena
itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat
berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan
(Karningsih et al. 2007).
Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manajemen
risiko rantai pasok adalah Hallikas et al. (2002); Jutner et al. (2003); Harland et
al. (2003); Cavinato (2004); Chopra dan Sodhi (2004); Christopher dan Peck
(2004); Wu et al. (2006); Li et al. (2007) dan Lee (2008). Kebanyakan penelitian
ini mendiskusikan manajemen risiko rantai pasok pada bidang manufaktur.
Beberapa studi manajemen risiko rantai pasok bidang agroindustri adalah Diersen
dan Garcia (1998); Diaz dan Hansel (2007); Jaffee et al. (2008); Deep dan Dani
(2009). Akan tetapi kajian tersebut belum mengidentifikasi risiko setiap tingkatan
rantai pasok dan melakukan penyeimbangan risiko antar tingkatan. Oleh karena
itu penelitian ini berfokus pada masalah tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya sistem penunjang
pengambilan keputusan cerdas untuk menajemen risiko rantai pasok produk atau
komoditas jagung yang efektif dan efisien serta responsif guna membantu
pemangku kepentingan pada setiap tingkatan rantai pasok untuk membuat
keputusan cerdas secara cepat. Adapun secara khusus tujuan antara dari
penelitian ini adalah:
a) Untuk mengembangkan model identifikasi evaluasi dan mitigasi risiko rantai
pasok yang efektif dan efisien
b) Untuk mengembangkan model manajemen risiko, khususnya dalam hal
penyeimbangan risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung.
5
c) Mengembangkan basis pengetahuan sistem manajemen risiko rantai pasok
produk atau komoditas jagung dengan fokus kajian yang bersifat
komprehensif, lintas sektoral dan multi disiplin, sehingga teridentifikasi risiko
rantai pasok yang dominan dan prioritas penanganan risiko.
d) Mengembangkan model-model cerdas untuk pengambilan keputusan
manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung melalui
pengembangan model-model yang mampu mengolah pengetahuan yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan memanfaatkan kemampuan teknik
pengambilan keputusan kriteria jamak dan multi hierarki serta soft computing
yang mencakup teknik fuzzy inferences dan fuzzy logic.
e) Membuat prototipe sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas
manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung pada berbagai
strata pengambil keputusan dan tingkatan rantai pasok.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dengan tersedianya sistem manajemen
risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung yang dihasilkan dari penelitian
ini adalah:
a) Dapat digunakan untuk menangani risiko rantai pasok dan mengetahui sumber
risiko dan dampak risiko yang ditimbulkannya.
b) Model pengukuran risiko yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kejadian risiko dan dampaknya terhadap kinerja rantai
pasok secara keseluruhan.
c) Untuk meningkatkan kewaspadaan pada semua pelaku rantai pasok terhadap
munculnya risiko yang dapat mempengaruhi kinerja rantai pasok secara
keseluruhan.
d) Dapat mempermudah melakukan pengawasan risiko dan penanganannya
sehingga menajemen risiko menjadi lebih efektif dan efisien.
e) Dapat membantu pemangku kepentingan dalam membuat perencanaan
manajemen rantai pasok dengan pertimbangan meminimalkan risiko dan
optimalisasi keuntungan.
6
f) Sistem manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung berbasis
web yang dihasilkan dapat diakses oleh setiap stakeholder rantai pasok,
sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya risiko dalam
rantai pasok untuk mengantisipasinya secara bersama dan interaktif.
g) Strategi dan tindakan penanganan risiko rantai pasok produk dan komoditas
jagung, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif solusi bagi setiap
stakeholder dalam penanganan risiko rantai pasok.
h) Memberikan gambaran pengukuran risiko rantai pasok komoditas jagung
terhadap petani, pengumpul, agroindustri dan distributor.
1.4. Perumusan Masalah Penelitian
Perancangan sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas menajemen
risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung membutuhkan analisis yang
komprehensif mengenai faktor-faktor terjadinya risiko, tingkat kejadian risiko dan
dampak risiko, pelaku yang menghadapi risiko dan bagaimana menghadapi risiko
rantai pasok sehingga diperoleh suatu model pengambilan keputusan yang
memadai bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen
risiko rantai pasok. Beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui
penelitian ini diantaranya adalah:
a) Bagaimana bentuk model manajemen risiko serta basis pengetahuan yang
diperlukan untuk mendukung manajemen risiko rantai pasok produk atau
komoditas jagung yang mudah digunakan oleh setiap pemangku kepentingan.
b) Faktor dan sumber risiko rantai pasok komoditas jagung apa saja yang perlu
dikendalikan oleh tiap tingkatan rantai pasok.
c) Bagaimana mekanisme untuk menyeimbangankan risiko rantai pasok,
sehingga tercipta distribusi keuntungan pada setiap tingkatan.
d) Tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk menangani risiko rantai pasok
produk dan komoditas jagung sehingga tercipta ditribusi risiko rantai pasok
yang seimbang
e) Bagaimana model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang
sesuai untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen risiko rantai
7
pasok produk atau komoditas jagung sehingga tercipta suatu mekanisme
penyeimbangan risiko rantai pasok.
1.5. Ruang Lingkup
Guna memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan
kendalanya maka penelitian pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan
cerdas manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung mempunyai
ruang lingkup sebagai berikut:
a) Verifikasi dan validasi model yang dihasilkan dalam penelitian ini digunakan
data manajemen risiko rantai pasok jagung di Jawa Tengah.
b) Pemodelan manajemen risiko dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang
berkaitan dengan permintaan (demand), produksi (supply), penggudangan
(stocking) dan distribusi jagung untuk mendukung program ketahanan pangan.
c) Sistem pendukung keputusan yang akan dirancang merupakan sistem
pendukung keputusan manajemen risiko rantai pasok secara vertikal.
d) Tingkatan rantai pasok yang dikaji dalam penelitian adalah petani, pengumpul,
agroindustri pakan unggas, distributor pakan unggas dan peternak unggas
sebagai konsumen.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok
Rantai pasok adalah jaringan pasokan dan permintaan yang mencakup
pemasok, produsen, pengecer besar dan konsumen akhir, dengan tujuan respon
cepat dan kerjasama yang efektif dalam pengendalian kualitas dan penurunan
biaya. Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) dipopulerkan
sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan
baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang
menyadari bahwa keunggulan bersaing perlu didukung oleh aliran barang dari
pemasok hingga pengguna akhir. Menurut Vorst (2004) manajemen rantai pasok
adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi seluruh proses, dan aktivitas
bisnis untuk menghantarkan nilai keutamaan produk kepada konsumen sebagai
keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan kepuasaan para pihak yang
berkepentingan dalam sistem rantai pasok. Rantai pasok adalah jaringan fisik dan
aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi
batas-batas perusahaan.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), rantai pasok adalah suatu
sistem tempat organisasi menyalurkan produk dan jasanya kepada para
konsumennya. Tang (2006) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai
manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja
organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang
besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan
mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan. Manajemen rantai pasok
mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi yang
berbeda, seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan,
logistik, pembiayaan, dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi.
Akhir-akhir ini, banyak perusahaan sudah mengkaji bahwa disamping
risiko tradisionalnya yang muncul dalam aktifitas bisnisnya, ada risiko baru yang
bersumber dari kolaborasi yang ketat dalam jaringan rantai pasok (Giunipero &
Eltantawy 2004). Dalam literature, istilah risiko didefinisikan sebagai suatu
ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian (Christopher & Peck
9
2004). Risiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson
2002). Risiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
baik (Borge 2001). Risiko adalah ancaman yang terjadi secara internal atau
eksternal akan berpengaruh merugikan pada kemampuan untuk mencapai sasaran
dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. kemungkinan bahwa sesuatu yang
tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek akan terjadi (Shimell 2002). Risiko
adalah setiap sumber kejadian random yang bisa mempunyai dampak berlawanan
terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada
pendapatannya dan atau arus kasnya (Culp & Christopher 2002), sedangkan dalam
kamus besar bahasa Indonesia, risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa
yang dapat merugikan perusahaan.
Dalam terori keputusan tradisional, risiko didefinisikan sebagai variasi
pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh
karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang
diharapkan. Akan tetapi, sebuah kajian empiris oleh March dan Shapira
menunjukan bahwa risiko sering menurun pada komponen yang negatif dalam
bisnis praktis, sedangkan deviasi positif dianggap sebagai kesempatan atau
peluang. Hal yang sama risiko dapat didefinisikan sebagai hasil dari kejadian
negatif yang mempunyai kemungkinan terjadi dan menghasilkan sejumlah
kerugian (March & Shapira 1987). Definisi risiko menurut Voughan (2008)
adalah (1) Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian). Chance of loss
berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat
probabilitas akan munculnya situasi tertentu. (2) Risk is the possibility of loss
(Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah possibility berarti bahwa
probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. (3) Risk is uncertainty
(Risiko adalah ketidakpastian) Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective.
Subjective uncertainty
Risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai: kerusakan yang dikaji
dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah
perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh
merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang
didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan.
10
negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok
(Kersten et al. 2007). Bagian pertama dari definisi tersebut menjelaskan dua
dimensi yang diperlukan untuk mengkaji risiko: Kemungkinan terjadinya dan
penyebab kerusakan. Akan tetapi, berbeda dengan definisi umum dari March dan
Shapira pada risiko manajemen, definisi ini tidak mencakup aturan bagaimana
kedua dimensi tersebut harus dikombinasikan.
Kombinasi dari dimemsi ini sangat bergantung pada tingkah laku individu
terhadap risiko. Oleh karena itu sangat berguna bagi pengkaji risiko praktis untuk
menggunakan suatu matrik representasi kedua dimensi kemungkinan dan
dampaknya. Bagian kedua dari difinisi tersebut berkaitan dengan perbedaan dari
risiko rantai pasok dan risiko bisnis umumnya. Oleh karena itu jangkauan risiko
yang diperkenalkan yang membedakan antara risiko rantai pasok dengan risiko
secara umum. Risiko rantai pasok merupakan risiko yang hanya berpengaruh
pada paling sedikit dua perusahaan dalam rantai pasok. Akan tetapi, tidak
dikaitkan apakah sebuah perusahaan dipengaruhi secara langsung ataupun tidak
langsung oleh risiko rantai pasok. Jika perusahaan melewatkannya sendiri,
kebanyakan risiko internal pada mitra rantai pasoknya, mitra tersebut terpengaruh
secara tidak langsung oleh risiko ini, dimana berkonsekuensi terjadinya
kerusakan. Pengaruh ini tidak terbatas pada satu tingkat pada rantai pasok.
Bahkan perusahaan yang hanya terpengaruh secara tidak langsung menyebarkan
risiko ini pada anggota lain selanjutnya dalam jaringannya. Perusahaan biasanya
tidak dapat menangani risiko rantai pasok tak langsung karena asal usul dari risiko
ini diluar dari jangkauan penglihatannya. Fenomena ini yang menyebabkan
meningkatnya portofolio risiko rantai pasok disebut dalam literature sebagai
vulnerability (penyebab terjadinya kerusakan).
Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari
rantai pasok saat ini. Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan
bergesernya philosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor
yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain.
Sebagai akibatnya rantai pasok menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Jika
suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan
mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan
11
dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi
dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang
akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan
mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian
risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat
terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan.
Manajemen risiko berarti melakukan tindakan yang disengaja untuk
merubah kemungkinan yang lebih disukai atau menambah kemungkinan hasil
yang lebih baik dan mengurangi kemungkinan hasil yang lebih jelek (Borge
2001). Manajemen risiko adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mencoba
memastikan bahwa risiko yang muncul adalah risiko yang diinginkan dan perlu
dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya. Sehingga manajemen risiko
adalah proses yang dilakukan perusahaan untuk mengidentifikasi risikonya dan
kemudian mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum atau sesudah untuk
mengendalikan deviasi timbulnya risiko nyata dari toleransi awal terhadap risiko
tersebut (Culp & Christopher 2002). Sehingga menurut Bredell (2004)
manajemen risiko rantai pasok adalah pendekatan formal dan terstruktur pada
seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian
dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi,
memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko
rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau
proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian
dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.
Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari
identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Identifikasi
risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses manajemen risiko
(Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Kebanyakan risiko potensial,
tidak hanya dalam organisasi tetapi juga antar anggota jaringan pasokan dan antar
jaringan pasokan dan lingkungannya harus diidentifikasi. Risiko yang tidak
teridentifikasi dapat menyebabkan kesalahan arah dalam proses manajemen risiko
rantai pasok (seperti: pembuatan rencana mitigasi risiko), menimbulkan tidak
12
tepatnya atau tidak sesuainya strategi untuk mengendalikan risiko-risiko ini dan
hal ini dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Peningkatan tingkat kebergantungan dan kompleksitas dari jaringan rantai
pasok saat ini menjadikan rantai pasok secara keseluruhan saat ini menjadi lebih
rentan terhadap gangguan. Setiap gangguan yang terjadi dalam salah satu pemain
rantai pasok dapat mempengaruhi jaringan rantai pasok secara keseluruhan seperti
berhentinya arus informasi dan sumber daya dari hulu ke hilir dalam rantai pasok
dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Oleh
karena itu risiko dalam rantai pasok dapat didefinisikan sebagai terganggunya arus
informasi dan sumberdaya dalam jaringan rantai pasok karena adanya penghentian
dan variasi yang tidak pasti (Juttner et al. 2003) dan sumber/faktor dari risiko
disebabkan oleh risiko yang tidak dapat diramalkan secara pasti (Niwa 1989).
Chapman et al. (2002) menyarankan bahwa risiko dalam rantai pasok
dapat terjadi dari internal (relasi antara organisasi dengan jaringan pemasok) dan
eksternal (antara jaringan pemasok dengan lingkunganya). Manajemen risiko
rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan sebagai identifikasi dan
manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko ekternalnya melalui pendekatan
koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk mengurangi terganggunya rantai
pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko rantai pasok berfokus pada
bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu
kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan.
Selanjutnya hal yang paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan
terjadi, perusahaan mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan
normal dan melanjutkan bisnisnya.
Dua metode utama untuk mengevaluasi risiko rantai pasok adalah metode
evaluasi risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode evaluasi risiko secara
statistik (Klimov & Merkuryev 2006). Metode evaluasi risiko berdasarkan
pendapat pakar biasanya disebut sebagai model evaluasi risiko kualitatif dan
metode evaluasi secara deterministic dan statistic disebut sebagai model evaluasi
risiko kuantitatif. Beberapa model evaluasi risiko kualitatif yang telah dilakukan
adalah Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008). Kemudian beberapa model
kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney
13
et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006) Li et al. (2007) dan Lee
(2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan
kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008).
Manajemen risiko rantai pasok produk pertanian berbeda dengan
manajemen risiko rantai pasok produk manufaktur lainnya karena: (1) produk
pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan
pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk
dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk
pertanian sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994). Sehingga manajemen
risiko rantai pasok produk pertanian menjadi lebih sulit dari pada produk
manufaktur karena beberapa sumber ketidakpastian dan hubungan yang kompleks
antara pelaku dalam rantai pasok yang berkaitan dengan karakteristik produknya.
2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok
Manajemen risiko rantai pasok sudah menjadi kegiatan yang diharuskan
dalam manajemen rantai pasok, agar dapat menghindari atau paling tidak
mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis yang kelihatannya menjadi hal yang
sering terjadi dalam era penuh ketidakpastian saat ini. Menurut Hallikas et al.
(2004), proses manajemen risiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri
dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi risiko, pengkajian risiko,
pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen risiko dan
pengawasan risiko.
1. Identifikasi risiko, dengan mengidentifikasi risiko, pengambil keputusan
risiko menjadi memahami tentang kejadian atau fenomena yang
menyebabkan ketidakpastian. Fokus utama dari identifikasi risiko adalah
mengenali ketidakpastian yang akan terjadi agar dapat mengendalikan
skenario ini secara proaktif.
2. Pengkajian risiko, Pengkajian risiko dan memprioritaskannya diperlukan
agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-
faktor risiko yang teridentifikasi berdasarkan situasi dan kondisi
perusahaan.
14
3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat
diperlukan untuk menggunakan metode manajemen yang dapat
memastikan pencegahan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan
terjadi atau pada saat terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi
akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok. Metode utama untuk
menanggulangi risiko, seperti dalam literature(Culp & Christopher 2002;
IRM 2003; Chapman et al. 2002) adalah:
a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang
utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi
terjadinya risiko yang dimaksud.
b) Mitigasi atau eliminasi risiko, hal ini sering disebut sebagai
pendekatan yang baik; sebagai contoh, bisa tidaknya suatu rancangan
sistem direvisi agar supaya dapat mengurangi atau mengeliminasi
kemungkinan terjadinya risiko tertentu atau konsekuensi yang
ditimbulkan jika terjadi. Sebaliknya apakah risiko dapat dieliminasi
dengan mempertahankan rancangan yang sama tetapi menggunakan
penyelesaian lain yang mungkin, seperti dalam kasus pemilihan
pemasok.
c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi
menajemen risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus
didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan
pengaturan dengan baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat
dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dengan
melakukan kontrak untuk menyediakan konpensasi terhadap seluruh
pelaku yang terpengaruh oleh risiko.
d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat
dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan
dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak
selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung
semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui
mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi
15
dalam sebuah konsursium dari kontraktor, ketika dua atau lebih
anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian dan
akibat dari risiko.
4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan
oleh karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang
dikenali harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya
kecenderungan dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya
faktor risiko penting yang baru bisa muncul.
Menurut Pinto (2006), proses manajemen risiko yang lebih rinci dapat
ditunjukkan pada Gambar 1, yang merupakan kontribusi dari IRM (2003) dan
NSW (2005).
Gambar 1 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)
Model ini menunjuk semua aspek yang berkaitan dengan manajemen
risiko, dari pengkajian risiko sampai pada perlakuan risiko dan komunikasi,
diantaranya dengan pangawasan dan tahap konsultasi, yang berinteraksi dengan
tahapan lainnya agar supaya dapat mengidentifikasi potensi peningkatan
kecenderungan dari faktor risiko yang sudah dikenali dan faktor risiko baru yang
signifikan.
Elemen yang mendominasi seluruh model ini direpresentasikan sebagai
tujuan strategis dan visi perusahaan, yang mengarahkan semua bagian dari blok
proses. Setiap keputusan melibatkan sebuah risiko dan keberhasilannya tidak
hanya dihasilkan oleh keberutungan (paling tidak dalam jangka waktu panjang):
setiap bisnis dalam perusahaan mengandung risiko, oleh karenanya risiko muncul
Tujuan strategis dan visi perusahaan
1. Menemukan kontek
2. Analisa Risiko
3. Evaluasi Risiko
4. Perlakuan Risiko Pe
ngaw
asan
Ris
iko
Pela
pora
n da
n ko
nsul
tasi
inte
rnal
Pela
pora
n da
n ko
nsul
tasi
eks
tern
al
16
sebagai isu kunci strategis yang berperan dalam perusahaan modern. Kerangka
tool manajemen risiko berdasarkan kerangka kerja ini dapat diperlihatkan pada
Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)
Penentuan dan penemuan kontek,
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendefinisikan: (1) kontek internal
untuk memastikan bahwa semua elemen penting diperhatikan dan untuk
memastikan bahwa keputusan risiko selalu mendukung tujuan umum dari
perusahaan; (2) kontek eksternal (seperti pasar, pesaing, peraturan pemerintah)
untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman (SWOT);
(3) Obyek bisnis dari proses manajemen risiko (seperti pengenalan produk baru,
pemilihan pemasok baru) dan parameter lain yang sesuai (seperti lingkup waktu,
kebutuhan sumberdaya, peran dan tanggung jawab); (4) Kriteria risiko untuk
menentukan tingkat penerimaan risiko pada kejadian dan aktifitas tertentu. Secara
rinci penjelasan dari setiap tahapan yang diperlihatkan pada Gambar 1 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Inter
face i
ntera
ktif d
an ko
labor
atif
Penentuan konteks
Identifikasi Risiko
Analisa Risiko
Evaluasi Risiko
Perlakuan Risiko
Model risiko dan mekanisme Query
Pengetahuan risiko awal (Repository)
Pengukuran kualitatif dan kuantitatif
Sistem penunjang keputusan
Rencana mitigasi risiko
Proy
ek tim
yang
berfo
kus p
ada r
isiko
17
Tabel 1 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)
No Tahapan Keterangan 1. Penentuan
kontek 1. Kontek internal: tujuan umum perusahaan dalam
mendukung keputusan risiko 2. Kontek eksternal: pasar, pesaing, peraturan politik
diidentifikasi: dengan SWOT 3. Objek bisnis dari proses manajemen risiko:
(pengenalan produk baru, pemilihan pemasok baru) yang berkaitan dengan parameter: waktu, sumber daya, peran dan tanggung jawab
4. Kriteria risiko untuk melihat tingkat penerimaan risiko untuk aktifitas dan kejadian tertentu
2. Analisis Risiko 1. Tujuan dari tahap ini: identifikasi, penjelasan dan estimasi risiko, agar dapat memilih tindakan manajemen pada faktor risiko yang teridentifikasi.
2. Cara melakukan identifikasi untuk menjawab pertanyaan:
a. Apa yang dapat terjadi b. Bagaimana hal ini dapat terjadi c. Mengapa hal ini dapat terjadi
3. Deskripsi risiko bertujuan untuk: menjelaskan struktur risiko, memfasilitasi komunikasi dan penjelasan analisis kelompok
4. Estimasi risiko dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif atau kualitatif dalam bentuk kemungkinan terjadi dan konsekuensi yang mungkin.
3 Evaluasi risiko 1. Tahapan ini melakukan perbandingan ukuran risiko dengan kritaria risiko yang ditetapkan.
2. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutuskan apakah risiko dapat diterima atau memerlukan perlakuan khusus.
3. Suatu risiko dapat diterima dengan beberapa alasan seperti biaya perlakuan melebihi keuntungan, risiko tingkat rendah, tidak terdapat metode perlakuan
4 Perlakuan risiko 1. Tahapan ini akan mengambil tindakan jika pada tahap sebelumnya risiko tidak dapat diterima
2. Tujuan dari tahap ini adalah mengidentifikasi pilihan alternatif untuk mengurangi konsekuensi atau untuk mengurangi kemungkinan akibat dari risiko
3. Strategi yang biasa dilakukan adalah: pengalihan risiko, mengambil risiko, penurunan risiko dan eliminasi risiko.
Rajamani et al. (2006) secara konseptual mengusulkan bahwa kerangka
kerja manajemen risiko mengikuti struktur tradisional dari hierarki strategis, taktis
dan operasional, dan diorganisasikan dalam lingkup proses yang berfokus pada
18
perancangan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Secara rinci kerangka
kerja manajemen risiko rantai pasok tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 3.
Metode kuantitatif yang digunakan dalam manajemen risiko rantai pasok
dengan kerangka kerja yang diperlihatkan pada Gambar 3 dapat dijabarkan
sebagaimana terlihat pada Tabel 2.
Gambar 3 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006)
Pendefinisian Tujuan Manajemen Risiko Rantai Pasok
Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai
Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani
Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok
Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko Lang
kah
stra
tegi
s
Mengidentifikasi Titik-Titik Kegagalan Pada Jaringan Rantai
Membuat Prioritas Titik-Titk Kegagalan Rantai
Mengidentifikasi Alternative Tindakan Pada Setiap Titik
Merangking Daftar Alternative Dan Membuat
Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko Lang
kah
Takt
is
Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya
Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya
Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi
Perbaikan Terus Menerus Lang
kah
Ope
rasi
onal
19
Tabel 2 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al.
2006)
Kegiatan output Metode 1. Pendefinisian Tujuan
Manajemen Risiko Rantai Pasok
2. Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai Pasok
Profile risiko Interview Quisioner dan diskusi
3. Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani Risiko
Bagan organisasi risiko dan peran, tanggungjawab
4. Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok
Analisis SWOT SWOT
5. Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko
Struktur jaringan rantai pasok optimal
Simulasi, model matematis dan probabilistik.
6. Mengidentifikasi Titik-Titik Kegagalan Pada Jaringan Rantai Pasok
Daftar kategori titik kegagalan
Brainstorming, diagram sebab akibat
7. Membuat Prioritas Titik-Titk Kegagalan Rantai Pasok
Rangking titik kegagalan
AHP
8. Mengidentifikasi Alternatif Tindakan Pada Setiap Titik Kegagalan
Daftar kategori alternatif
Brainstorming dan FMEA
9. Merangking Daftar Alternative Dan Membuat Databasenya
Rangking alternatif, database risiko
AHP, MS Project, MS excel
10. Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko
Kriteria peringatan risiko, Proses pendefinisian peringatan
Mekanisme peringatan risiko (alert)
11. Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya
Knowledge base manajemen risiko
12. Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya
e-mail, telepon
13. Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi Risiko
Groupware
14. Perbaikan Terus Menerus
Dis
ain
(Stra
tegi
s R
enca
na (T
aktis
) Pe
laks
anaa
n (o
pera
sion
al)
20
Identifikasi dan pengelompokan risiko yang terjadi dalam suatu rantai
pasok tergantung pada subject bisnis atau sudut pandang yang dihadapi oleh
pengambil keputusan. Sebagai contoh berdasarkan Clouse dan Busch (Klimov &
Merkuryev 2006) mengkategorikan risiko rantai pasok menjadi 5 yaitu risiko
strategi, risiko permintaan, risiko pasar, risiko implementasi dan risiko kinerja.
Adapun Chisthoper dan Peck (2003) mengkategorikan risiko rantai pasok sebagai
risiko permintaan, risiko pasokan, risiko lingkungan, risiko pengendalian dan
risiko proses. Sumber risiko proses adalah terjadinya ganguan pada proses
transportasi, komunikasi dan infrastruktur lainnya, sedangkan risiko pengendalian
berkaitan dengan bagaimana organisasi mengendalikan proses tersebut seperti
kuantitas pesanan, ukuran kapasitas dan kebijakan stok yang aman. Adapun risiko
pasokan adalah potensi gangguan arus barang dan arus informasi akibat dari
organisasi pemasok (hulu). Kemudian risiko permintaan adalah potensi gangguan
arus barang, arus informasi dan arus kas yang diakibatkan oleh organisasi hilir
dalam jaringan rantai pasok. Risiko lingkungan adalah dampak dari kejadian
lingkungan yang mempengaruhi jaringan hulu dan hilir serta lokasinya yang
diakibatkan oleh kejadian alam, sosial budaya, teknologi dan kebijakan
pemerintah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Xiaohui et al. (2006). Lebih
detail lagi Schoenherr et al. (2008) telah mengidentifikasi risiko yang dijadikan
faktor-faktor untuk memilih tempat offshore dengan AHP pada suatu industri
sebanyak tujuh belas (17) macam yaitu risiko komplain standarisasi, risiko
kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko biaya persaingan, risiko permintaan,
risiko pemenuhan pasokan, risiko penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim,
risiko ketepatan budget pengiriman, risiko pemenuhan pesanan, risiko salah mitra,
risiko jarak, risiko pemasok, risiko manajemen pemasok, risiko rekayasa dan
inovasi, risiko transportasi, risiko bencana, dan risiko produk asing.
2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok
Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode
pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko
secara statistik (Klimov & Merkuryev 2006). Menurut Agarwal (2005), telah
lama suatu perusahaan mendefisnisikan, memprioritaskan, memitigasi dan
21
mengaudit risiko dengan bantuan pakar dengan pendekatan pengukuran secara
subyektif, sedangkan pengukuran dengan pendekatan statistik terbukti lebih
bersifat obyektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja berdasarkan simulasi
dari probabilitas kejadian risiko dan dampak risiko sebagai variabelnya.
Pengukuran risiko secara statistik biasanya berdasarkan pada nilai rata-rata,
tingkat simpangan, tingkat probabilitas, koefisien risiko dan skala risiko, sehingga
muncul suatu nilai ukuran Value at Risk (VaR) pada pengukuran risiko keuangan,
dalam penggudangan terdapat nilai IaR (Inventory at Risk), dan DaR (Demand at
Risk) sebagai pendekatan yang serupa (Sodhi 2004).
Value at Risk (VaR) biasanya digunakan untuk mengukur risiko suatu
investasi yang sudah diketahui distribusi probabilitasnya adalah normal. Dengan
mengetahui nilai risiko (value at risk) suatu investasi maka investor dengan
mudah dapat memperkirakan kemungkinan nilai risiko yang akan ditanggung jika
suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Untuk menghitung value at risk (VaT) digunakan rumus sebagai berikut:
( )erVVaT += 10 (1)
µλ ˆˆ*65.1 +−=r (2) Dimana:
Vo = Nilai investasi awal
λ̂ = Perkiraan nilai simpangan baku investasi
µ̂ = Perkiraan nilai rata-rata investasi
Selain itu Risiko finansial dapat dinilai dengan menggunakan (1) distribusi
probabilitas yaitu model yang menghubungkan berbagai probabilitas terhadap
masing-masing hasil tertentu, (2) analisa sensitifitas yaitu pendekatan yang
menggunakan beberapa kemungkinan taksiran pendapatan untuk mengetahui
variabilitas hasil dengan mengestimasi tingkat pengembalian dari aktiva atau
tingkat keuntungan yang diperoleh yang bersifat pesimistik, yang diharapkan dan
optimistic (Sunjaya dan Barlian 2001 dalam Santoso 2005).
Risiko suatu aktiva dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan
standar deviasi dan koefisien variasi. Standar deviasi merupakan indikator yang
22
paling umum dari risiko suatu aktiva. Nilai tingkat keuntungan yang diharapkan
Ê dihitung dengan rumus:
∑=
=n
iiiEE
1Prˆ
(3)
Dimana:
Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan
Ei = Nilai keuntungan pada tahun ke -1
Pri
eλ
= Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1
n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan
Standar deviasi dari nilai Keuntungan dinyatakan dengan rumus:
( ) i
n
ie EEi Pr
1
2ˆ∑ −=
=λ (4)
Dimana:
Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan
Ei = Nilai keuntungan pada tahun ke -1
Pri
eλ
= Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1
n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan.
= Standar deviasi dari nilai keuntungan.
Koefisien variasi yaitu pengukuran dispersi relatif untuk membandingkan risiko
dari aktiva dengan berbagai harapan tingkat keuntungan yang berbeda. Semakin
tinggi koefisien variasi, maka semakin besar tingkat risikonya. Koefisien variasi
dihitung dengan rumus:
ECV e
ˆλ
= (5)
Dimana:
CV = Koefisien variasi
Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan
eλ = Standar deviasi dari nilai keuntungan
Model evaluasi risiko rantai pasok yang diusulkan Neureuther dan Kenyon
(2008), untuk mengetahui risiko yang berkaitan dengan kegagalan rantai pasok
dalam menghasilkan produk yang dijanjikan, struktur dari rantai pasok tersebut
23
beserta dengan produk bagiannya dalam struktur perlu dievaluasi. Nilai risiko ini
disebut sebagai konsekuensi risiko (α) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
(6)
Dimana:
waktu yang diperlukan suatu rantai pasok untuk menggantikan suatu
sub-produk atau, waktu yang diperlukan untuk menangani ganguan dari suatu
arus produk, dan mengembalikan pada kondisi penjadwalan normal dengan
tingkat kualitas yang sama.
= Waktu dari suatu sub-produk gagal diselesaikan sebelum rantai pasok
menderita kerugian pada suatu titik kritis pada pelayanan pasarnya.
= Konsekuensi risiko dari suatu produk dalam rantai pasok.
Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital,
dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan (Tabel 3). Sebuah konsekuensi bernilai
penting (vital) diberikan pada sub-produk jika tidak terdapat pengganti pada
barang ini, jika barang tersebut tidak ada maka rantai pasok tidak dapat
menghasilkan produk yang dimaksud. Konsekuensi bernilai dibutuhkan diberikan
pada sub-produk, jika pengganti dari produk tersebut sukar diperoleh. Suatu
konsekuensi bernilai diperlukan (necessary) diberikan pada sub-produk yang
mempunyai penggantinya, tetapi penggunaannya akan mengurangi fungsionalitas
dan kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Penggunaan dari barang
substitusi dari produk dapat menimbulkan perancangan ulang terhadap rantai
pasok produk atau jasa tersebut. Suatu nilai konsekuensi diinginkan (desired)
diberikan pada sub-produk dimana pengantian dari barang atau penggunaannya
tidak memerlukan perancangan ulang atau mengurangi fungsionalitas atau
kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok.
Tabel 3 Nilai konsekuensi risiko
konsekuensi keterangan α Penting Tidak tergantikan 1,0 Dibutuhkan Tidak mudah digantikan 0,6 Diperlukan Mudah digantikan 0,3 Diinginkan Mudah digantikan 0,1
24
Kemudian model yang diusulkan untuk mengukur indek risiko rantai
pasok pada setiap tingkatan pelaku adalah:
( )( )
−−= ∏
=
n
ixixxx sPRI
1
ˆ11βα (7)
Dimana:
RIx
Konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada
tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok.
= Indek risiko rantai pasok tingkat ke-x.
= Persentase nilai tambah yang diberikan oleh pelaku rantai pasok pada
tingkat ke-x
= Probabilitas kegagalan komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x.
Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Indeks risiko
bernilai nol jika pelaku rantai pasok tidak mempunyai risiko sama sekali,
sedangkan nilai risiko sama dengan satu artinya pelaku rantai pasok tersebut
sangat berperan dalam kelancaran rantai pasok, atau jika terjadi masalah pada
tingkatan ini maka rantai pasok secara keseluruhan akan terganggu.
Hasil perhitungan dari model ini dengan digabung dengan perhitungan
value at risk kemudian digunakan untuk menilai biaya risiko yang terjadi dan
dijadikan sebagai input model optimasi keuntungan. Kemudian model optimasi
keuntungan dengan pertimbangan minimisasi risiko pada setiap tingkatan rantai
pasok menggunakan model modifikasi dari Nagurney et al. (2005) yaitu:
Max Z = ( )∑∑==
−−−n
ixiix
n
iii QRQCFPQ
11 (8)
dengan kedala:
Qi
FFm
xx ≤∑
=1
≥ 0, 1 ≤ i ≤ n
(9)
CQCn
iii ≤∑
=1 (10)
Dimana:
Qi = Jumlah unit produksi
Pi
F
= Harga jual produk
x = Investasi per kegiatan proyek
25
Ci = Biaya penanganan setiap unit produk
Rx
2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama
(Q) = Estimasi biaya menanggung risiko
F = Total investasi yang disediakan
C = Biaya operasional yang dianggarkan.
Dalam model optimasi ini, semua unit dikonversi ke nilai finansial agar
memudahkan perhitungan untuk mengoptimalkan keuntungan dengan kriteria
jamak (maksimumkan profit dan minimumkan risiko) dikonversi menjadi fungsi
optimasi dengan kriteria tunggal (maksimumkan keuntungan).
Sebuah alat manajemen risiko rantai pasok telah diusulkan oleh Harland et
al. (2003). Alat ini dimulai dengan pemetaan jaringan pasokan, kemudian
mengidentifikasi risiko dan lokasinya pada saat ini, penilaian terhadap risiko,
penanganan risiko, membuat strategi penanganan risiko kolaboratif, dan akhirnya,
menerapkan strategi risiko jaringan pasokan. Dari alat ini dapat ditemukan bahwa
suatu strategi untuk mengelola risiko rantai pasok adalah membentuk sebuah
kolaborasi. Untuk membentuk kolaborasi untuk setiap stakeholder rantai pasok
dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengurangi adanya konflik kepentingan.
negosiasi antar stakeholder merupakan hal yang biasa digunakan untuk
menghasilkan kesepakatan terhadap konflik. Beberapa penelitian dalam
pengembangan negosiasi antara lain adalah: Moon et al. (2009) telah mengkaji
negosiasi bilateral formal dalam kontrak pasokan diantara pembeli dan penjual
dengan pendapatan dan biaya yang tidak pasti. Mekanisme negosiasi dengan
teknologi fuzzy untuk mengotomatisasi proses B2B telah disajikan oleh Rau et al.
(2009). Keuntungan dari logika fuzzy untuk mengembangkan mekanisme
negosiasi berdasarkan gabungan antara konsep negosiasi kooperatif dan
kompetitif telah dikaji oleh Jain dan Deshmukh (2009). Cheng et al. (2006) telah
mengkaji negosiasi otomatis pada pasar elektrik (e-market) dengan fungsi utilitas
menggunakan agen cerdas otonom.
Dalam arti luas, stakeholder dapat dianggap sebagai individu atau
kelompok yang memiliki kepentingan atau kepedulian di bidang isu tertentu. Ada
berbagai pemangku kepentingan potensial yang dapat sebagai pemerintah atau
26
non-pemerintah, masing-masing mengejar kepentingan baik untuk kelompoknya
secara lokal, skala nasional atau global. Dialog interaktif dalam pengambilan
keputusan secara bersama merupakan kesempatan untuk membawa keberagaman
pemangku kepentingan bersama-sama untuk berdiskusi atau penyelesaian
masalah. Stakeholder dialog memberdayakan pihak-pihak yang terlibat dan
berusaha untuk mendamaikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan untuk
mencapai kesepakatan atau konsensus. Cuppen, et al. (2010) menggunakan
stakeholder dialog untuk menyelesaikan permasalahan ekologi dan lingkungan
yang kompleks. Welp, et al. (2006) mengkaji stakeholder dialog untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap permasalahan perubahan global
dalam kerangka keberlanjutan ilmu pengetahuan.
Utilitas merupakan bagian pendapat dari pembuat kebijakan atau indeks
kuantitatif dari tanggapan terhadap nilai keuntungan atau kerugian yang
diakibatkan oleh kasus yang berisiko. Dalam banyak hal, tingkat preferensi
seseorang dapat dipetakan ke nilai utilitas, dimana utilitas yang lebih tinggi berarti
preferensinya lebih besar (Wilkes 2008). Penggunaan teori utilitas untuk
mengatasi konflik kepentingan antara pihak-pihak yang bersengketa telah
dilakukan oleh beberapa studi. Tamura (2002) membangun sebuah fungsi dua-
atribut disutility terhadap dua kelompok pengambil keputusan yang bertentangan
dalam perencanaan sebuah megakota yang aman dan terpercaya. Yang dan Qiu,
(2005) mengembangkan suatu model yang berdasarkan risiko utilitas yang
diharapkan untuk membentuk model pengambilan keputusan berdasarkan risiko.
Ding et al. (2010) telah mengusulkan model analitik yang menggabungkan dua
perilaku fungsi utilitas yaitu kualitas dan harga ditinjau dari penilaian relatif
terhadap pilihan konsumen.
Resolusi konflik untuk membuat keputusan bersama atau kelompok telah
banyak dijelaskan oleh beberapa makalah, tetapi resolusi konflik dalam
pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok belum banyak dikaji.
Penelitian ini mengkaji mekanisme penentuan harga komoditas pertanian
menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mencapai resolusi konflik
kepentingan berdasarkan menyeimbangkan risiko rantai pasok menggunakan
optimasi fungsi utilitas risiko fuzzy.
27
2.2. Komoditas Jagung
Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai posisi sangat strategis
dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah komoditas jagung. Bagi
masyarakat Indonesia, jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras,
dan merupakan bahan baku utama industri pakan ternak yang akhir-akhir ini
permintaannya meningkat pesat, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan
industri ternak. Selain itu jagung juga merupakan bahan baku industri makanan
dan industri olahan lainnya. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung
mempunyai potensi nilai ekonomis (Gambar 4).
Poho
n Ja
gung
Daun
BuahJagung
Batang
Pakan
Kompos
Kulit Kelobot
Jagung muda
Jagung pipilan
Tongkol
Rambut
Pulp
Bahan bakar
Pulp
Kompos
Bahan bakar
Pakan
Kompos
Industri rokok
Pakan
Pangan
Tepung
Pati
Minyak
GritPangan
Pakan
Pangan
Bahan BakuIndustri
Pakan
Etanol
BahanKimia lain
Pangan
Kulit Ari Bahan BakuIndustri
Dextrin
Gambar 4 Pohon industri jagung (Suryana & Hermanto 2006)
28
Biji jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku
utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan
baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai
pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian
lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang
cukup menarik.
Kebutuhan jagung di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan telah
mencapai angka 11,676 juta ton pada tahun 2003 (meningkat sebesar 4,28%/tahun
selama kurun waktu 1990-2003). Pada tahun yang sama produksi dalam negeri
baru mencapai 10,888 juta ton, sehingga masih diperlukan impor sebesar 1,346
juta ton (11,52% dari total kebutuhan jagung). Peningkatan kebutuhan jagung
tersebut terutama dipacu oleh meningkatnya kebutuhan industri pakan yang telah
mencapai pangsa sebesar 40,29% dari total kebutuhan jagung nasional pada tahun
2004 atau meningkat sebesar 5,76%/tahun (Suryana & Hermanto 2006).
Permintaan jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah
mendorong peningkatan harga jagung di dalam negeri maupun di pasar
international. Harga jagung di pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar
AS/ton, turun menjadi 98,7 dolar AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar
AS pada tahun 2006 dan mencapai 160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus
2007. Harga jagung diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya
permintaan untuk industri etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Harga
perdagangan internasional jagung pada bulan Juni 2007 mencapai 165,2 dolar
AS/ton dan turun menjadi 151,2 dolar AS/ton pada bulan Agustus 2007 (World
Bank 2007). Berdasar perkiraan yang disimulasikan oleh IFPRI (2006) dengan
berbagai skenario pertumbuhan biofuel, harga jagung diperkirakan dapat
meningkat 20-41% pada tahun 2010 dan 2020, dibandingkan dengan harga pada
tahun 2007. Kenaikan harga jagung akan mempengaruhi ketahanan pangan dan
industri pakan, dan tentunya juga mempengaruhi pendapatan petani (Kasryno et
al. 2008).
Pusat produksi jagung dewasa ini antara lain adalah jawa Timur, Jawa
Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Jawa Timur merupakan produsen
jagung utama dengan rata-rata pangsa produksi per tahun 33,99 persen atau 3,322
29
juta ton. Selanjutnya diikuti oleh jawa Tengah dengan pangsa produksi rata-rata
17,76 persen per tahun atau 1,707 juta ton. Propinsi Lampung menempati posisi
ketiga dengan pangsa produksi 10,20 persen per tahun atau 1005 ribu ton.
Sulawesi Selatan menempati urutan ke empat dengan pangsa 7,31 persen per
tahun atau 698,80 ribu ton. Pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi
Jawa timur dan Lampung, yaitu masing-masing sebesar 10,62 persen dan 17,19
persen per tahun, seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Produksi jagung di daerah sentra produksi
Tahun Lampung Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Indonesia
(000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton)
1998 1111,83 11,05 1781,85 17,71 3765,14 37,43 916,50 9,11 10058,61
1999 1176,49 12,78 1525,28 16,57 3150,87 34,23 652,22 7,09 9204,04
2000 1120,35 11,99 1633,82 17,48 3389,95 36,28 579,83 6,20 9344,83
2001 1122,67 12,01 1553,92 16,62 3529,97 37,77 515,41 5,51 9347,19
2002 989,32 10,25 1505,71 15,60 3692,15 38,24 661,01 6,85 9654,11
2003 1087,75 9,99 1926,24 17,69 4181,55 38,41 650,83 5,98 10886,44
2004 1216,95 10,84 1836,23 16,36 4133,76 36,83 674,72 6,01 11225,24
2005 1439,00 11,49 2191,26 17,50 4398,50 35,12 705,99 5,64 12523,89
2006 1183,98 10,20 1856,02 15,99 4011,18 34,55 696,08 6,00 11609,46
2007 1346,82 10,14 2233,99 16,81 4252,18 32,00 969,31 7,30 13286,17
2008 1351,62 9,74 2355,62 16,97 4415,98 31,81 967,29 6,97 13883,19
Rerata 1005,40 10,20 1707,18 17,76 3322,75 33,99 698,80 7,31 9718,13
Sumber: BPS (1998-2008)
Peningkatan produksi jagung di Indonesia belum diikuti oleh penanganan
pascapanen yang baik. Petani kurang mendapatkan informasi tentang kegiatan
panen dan pascapanen yang dapat mengurangi biaya dan menekan susut mutu
jagung. Karena itu, petani di beberapa wilayah pengembangan jagung masih
belum merasakan nilai tambah dengan meningkatnya kualitas produk biji jagung
(Firmansyah 2006).
Selama kurun waktu 1998-2008 rata-rata produktifitas usaha tani jagung
Indonesia baru mencapai 31,63 ku/ha, dengan tingkat pertumbuhan 3,43 persen
per tahun. Sementara di sentra-sentra produksi jagung, pada umumnya
produktifitas usaha tani jagung hampir berimbang, sebagaimana disajikan dalam
30
Tabel 5. Nampak dalam tabel tersebut bahwa produktifitas tertinggi dicapai oleh
usaha tani jagung di jawa Timur, yaitu sebesar 28,23 ku/ha, sedangkan yang
terendah terjadi di Sulawesi Selatan, yaitu 24,89 ku/ha. Sementara produktifitas
usaha tani jagung jawa tengah dan lampung masing-masing mencapai 28,17 ku/ha
dan 27,27 ku/ha. Namun bila dilihat dari pertumbuhan produktifitasnya, ternyata
paling pesat pertumbuhannya justru di alami oleh petani Sulawesi Selatan, yaitu
sebesar 6,01 persen per tahun, yang kemudian diikuti oleh propinsi Lampung
dengan pertumbuhan sebesar 3,55 persen/tahun. Keadaaan ini mungkin
disebabkan oleh selain jawa Timur merupakan daerah tradisionil produsen jagung,
juga telah banyak berkembang perusahaan pembibitan jagung, baik jagung
komposit maupun jagung hibrida, sehingga persediaan benih jagung unggul relatif
lebih banyak.
Tabel 5 Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi
Tahun Lampung Jawa Tengah
Jawa Timur
Sulawesi Selatan Indonesia
(Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) 1998 29,66 27,49 27,92 27,1 26,43 1999 29,42 28,04 27,82 27,04 26,63 2000 29,3 28,08 28,96 25,9 27,01 2001 29,68 29,38 31,08 26,85 28,45 2002 30,91 30,4 35,39 32,1 30,88 2003 32,88 34,4 35,76 30,44 32,42 2004 33,36 35,2 36,21 34,36 33,44 2005 34,96 36,75 36,47 34,18 34,54 2006 35,59 37,27 36,49 33,73 34,7 2007 36,4 39,12 36,86 36,97 36,61 2008 36,53 40,31 37,01 36,35 36,83
Rerata 32,61 33,31 33,63 31,37 31,63 Sumber : BPS (1998-2008)
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai
3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cenderung meningkat dengan laju 3,38% per
tahun. Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan
teknologi produksi jagung belum optimal. Dalam periode 1990 - 2006, produksi
jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju peningkatan 4,17% per tahun.
31
Terindikasi bahwa peningkatkan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan
oleh perbaikan produktivitas daripada peningkatan luas panen (laju peningkatan
0,96%) (Zubachtirodin et al. 2007).
Selanjutnya jika dibandingkan dengan negara produsen jagung lainnya,
usaha tani jagung di Indonesia masih ketinggalan jauh, dibandingkan negara
produsen utama jagung yaitu Amerika, Argentina dan MEE. Produktifitas usaha
tani jagung Indonesia baru mencapai setengahnya, bahkan dibandingkan dengan
Amerika Serikat, baru mencapai sepertiganya (Tabel 6). Selama periode 1998-
2008, rata-rata produktifitas usaha tani jagung Indonesia baru mencapai 3,21
ton/ha, sementara Amerika Serikat, Argentina dan MEE masing-masing telah
mencapai 8,84 ton/ha, 6,28 ton/ha dan 5,92 ton/ha. Rata-rata produktifitas jagung
dunia mencapai 4,53 ton/ha, jadi sedikit lebih tinggi dibanding Indonesia.
Tabel 6 Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia
Tahun Produktifitas (ton/ha)
Dunia Amerika Serikat Argentina MEE Indonesia
1998 4,42 8,44 6,08 5,63 2,65 1999 4,38 8,40 5,37 6,28 2,66 2000 4,27 8,59 5,43 5,09 2,77 2001 4,42 8,67 5,45 6,16 2,85 2002 4,37 8,16 6,52 6,24 3,09 2003 4,47 8,92 6,48 5,03 3,25 2004 4,59 9,00 6,50 6,04 3,34 2005 4,65 9,12 6,71 6,12 3,45 2006 4,65 8,97 6,30 5,88 3,47 2007 4,76 9,31 6,66 6,20 3,66 2008 4,81 9,66 7,56 6,48 4,08
Rerata 4,53 8,84 6,28 5,92 3,21 Sumber: USDA (2008)
Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar,
baik melalui peningkatan produktivitas karena masih lebarnya perbedaan
produktivitas di tingkat petani (3,1 t/ha) dengan di tingkat penelitian (4,5-8,0
t/ha), maupun perluasan areal tanam, terutama pada lahan kering di luar Jawa
(Subandi 2004). Sekitar 65% jagung ditanam pada lahan kering pada musim
32
hujan, sehingga pengeringan tongkol jagung sangat bergantung pada sinar
matahari. Panen pada musim hujan menyebabkan kadar air jagung cukup tinggi.
Kondisi demikian menyebabkan tumbuhnya cendawan Aspergillus sp. yang
memproduksi aflatoksin. Untuk mencegah menurunnya mutu biji, jagung tongkol
yang dipanen segera dikeringkan Ananto et al. (2005). Penundaan proses
pengeringan jagung tongkol menyebabkan kerusakan biji jagung. Semakin lama
penundaan proses pengeringan, semakin besar kerusakan biji jagung. Kadar air
jagung pada saat dipipil berpengaruh terhadap butir utuh, butir pecah, dan
kotoran, terutama pada saat pemipilan dengan mesin pemipil (corn sheller).
Makin rendah kadar air, makin tinggi persentase butir utuh, dan makin tinggi
persentase kotoran (Ananto et al. 2005). Pemipilan pada saat kadar air jagung
tinggi menyebabkan persentase biji pecah tinggi pula. Hasil pengujian di Kediri
menggunakan tiga mesin pemipil jagung buatan lokal menunjukkan tingkat
kerusakan biji di atas 15% bila pemipilan dilakukan pada kadar air 32,5-35% bb
(Tastra et al. 1990).
Sekitar 65% pertanaman jagung diusahakan pada lahan kering pada musim
hujan, sehingga pada saat panen kadar air biji jagung masih cukup tinggi. Kondisi
ini kondusif bagi pertumbuhan cendawan yang menghasilkan mikotoksin pada biji
jagung. Syarat umum bagi produk jagung untuk pakan maupun untuk pangan,
ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
Syarat umum:
• Bebas hama dan penyakit
• Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
• Bebas bahan kimia: insektisida dan fungisida
• Suhu normal
Syarat Khusus:
• Kadar air maksimum (mutu I < 14%, mutu II 14%, mutu III 15%, dan mutu IV 15-
17%)
• Butir rusak (mutu I < 2%, mutu II 4%, mutu III 6%, dan mutu IV 8%)
• Warna lain maksimum (mutu I < 2%, mutu II 3%, mutu III 7%, dan mutu IV 10%)
• Butir pecah maksimum (mutu I < 1%, mutu II 1%, mutu III 2%, dan mutu IV > 2%)
• Kadar aflatoksin tidak lebih dari 30 ppb.
33
2.2.1. Tata Niaga Jagung
Tiga komponen utama yang mendukung tataniaga jagung adalah produsen,
pedagang, dan konsumen. Petani sebagai produsen perlu didukung oleh paket
teknologi dan lembaga penyedia sarana produksi yang mampu menyediakan
secara lima tepat (tepat waktu, jenis, ukuran, tempat, dan harga). Anjuran paket
teknologi jagung sesungguhnya telah disadari manfaatnya oleh petani, yaitu untuk
meningkatkan produksi, namun belum sepenuhnya diterapkan karena terbentur
masalah pendanaan. Konsekuensinya, produksi belum optimal, baik jumlah
maupun mutu, sehingga akan mempersulit pemasaran hasil, terutama untuk tujuan
ekspor.
Hal lain yang dihadapi petani dalam pemasaran produksi adalah belum
dapat menjual langsung kepada pedagang besar (eksportir), PUSKUD, atau
pedagang lainnya di kota provinsi (Gambar 5). Petani umumnya menjual hasil
jagung hanya ke pedagang pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau
pengecer di pasar umum). Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif
rendah dan fluktuatif. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab
tidak adanya jaminan harga yang layak (Sarasutha et al. 2007).
Gambar 5 Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007)
Hasil jagung petani, bila dilihat dari distribusinya, sudah mengarah kepada
pasar (market oriented). Sebagian besar produksi dijual dan hanya sebagian yang
disimpan untuk konsumsi dan benih pada musim tanam berikutnya. Faktor yang
mendorong petani untuk menjual cepat hasil jagungnya antara lain adalah: (1)
mereka memerlukan uang tunai untuk membayar bunga dan angsuran pokok
kredit, (2) memenuhi kebutuhan keluarga, dan (3) keharusan membayar PBB.
34
Berdasarkan data perkembangan harga jagung, pada bulan September-
November merupakan puncak harga jual tertinggi. Pada bulan September-
Desember, kebutuhan (konsumsi) lebih besar dibanding produksi, yang
menyebabkan harga jagung naik. Periode tersebut merupakan puncak paceklik,
sehingga harga jagung tinggi. Dalam periode Januari-April, produksi lebih tinggi
dari kebutuhan sehingga terjadi kelebihan produksi, yang menyebabkan harga
jagung cenderung rendah (Nadjamuddin & Noor 1997). Pola tanam jagung di
Indonesia secara garis besar dapat diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana &
Hermanto 2006)
Dari Gambar 6 terlihat bahwa pola tanam jagung tidak merata sepanjang tahun
sehingga kemungkinan terjadinya anjlok harga sangat tinggi pada musim panen
raya. Oleh karena itu perlu adanya penjadwalan tanam jagung agar diperoleh
kestabilan harga dan kuntinuitas produk.
Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung
pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan
tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses
sarana produksi. Penyebaran penggunaan varietas pada tahun 2005 adalah 22%
hibrida, dan selebihnya komposit (unggul dan lokal). Angka ini masih di bawah
Thailand yang telah menggunakan benih jagung hibrida hingga 98%, sedangkan
Filipina sudah menggunakan benih hibrida 65%. Masih mahalnya benih hibrida
dan pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam
35
benih hibrida turunan (F2). Pemakaian benih hibrida merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan produksi jagung (Sarasutha et al. 2007).
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, petani perlu didorong untuk
memanfaatkan peluang yang ada, di antaranya meningkatkan produktivitas, nilai
tambah produksi melalui pengelolaan hasil, dan menempuh alur pemasaran yang
pendek, bahkan diupayakan untuk berhubungan langsung dengan industri pangan
dan pakan (Yonekura 1995). Alur pemasaran/tataniaga turut menentukan
pendapatan petani. Semakin panjang alur tataniaga dari produsen ke konsumen
akhir semakin menurun pendapatan yang diperoleh produsen. Untuk memenuhi
permintaan industri pengolahan pakan dan makanan, terjadi alur tataniaga jagung
antarprovinsi yaitu dari provinsi surplus ke provinsi yang mengalami kekurangan.
Pemasaran hasil jagung melibatkan banyak pihak. Karena itu perlu
dilibatkan pihak-pihak terkait dalam merumuskan program, mulai dari proses
produksi sampai pemasaran. Program tersebut menurut Bahtiar et al. (2002)
mencakup: (1) sosialisasi teknologi penyimpanan yang dapat diterapkan petani
untuk menghindari ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, (2)
penyediaan sarana produksi (KUD, PT. Pertani, Perum Sang Hyang Seri) secara
tepat (tepat jumlah dan jenis, tepat mutu, dan tepat harga dan lokasi), (3)
penyediaan kredit usahatani untuk komoditas jagung (BRI), dan (4) penyerapan
hasil berdasarkan standar mutu hasil (jaminan harga dari pemerintah/swasta).
2.2.2. Rantai Pasok Jagung
Jaringan rantai pasok produk/komoditi jagung terdiri dari produser
(petani/gapoktan), collector (pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan,
kabupaten dan propinsi), processor (industri pakan, industri makanan, dan industri
lainya seperti etanol), retailer (pengecer besar dan kecil) dan konsumen (peternak
unggas), sebagai jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung menurut
Vorst (2006) dapat diperlihatkan pada Gambar 7.
Dalam rantai pasok tersebut risiko yang sering dihadapi petani/gapoktan
jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih menggunakan varietas
lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah, penanganan paska panen
yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan jadwal tanan yang tidak tepat
36
sehingga pada waktu panen raya harga jagung merosot tajam serta gagal panen
karena lahan puso (Kasryno 2006).
Gambar 7 Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung
Adapun risiko yang sering dihadapi oleh pedagang pengumpul atau
kolektor adalah rendahnya mutu jagung karena kebanyakan jagung dipanen pada
musim penghujan sehingga proses pengeringannya tidak sempurna dan
menyebabkan tumbuhnya jamur. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah biaya
penyimpanan dan pengeringan tambahan untuk mendapatkan kualitas yang sesuai
standard (Kusumaningrum 2008).
Adapun dari sisi distributor risiko yang akan dihadapi terutama adalah
risiko turunnya kualitas jagung karena penyimpanan dan risiko karena
pengangkutan disamping kendala transportasi dan distribusi ke pihak konsumen
yaitu industri pakan dan industri pangan. Adapun risiko yang dihadapi pihak
prosesor (agroindustri) adalah ketidakpastian pasokan bahan baku sehingga
kapasitas produksi tidak tercapai untuk mendapatkan efisiensi produksi yang
tinggi. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah ketidakpastian harga bahan
baku.
2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas
Marimin (2007) menyatakan bahwa Decision Support System (DSS)
bermanfaat membantu pengambilan keputusan secara interaktif. Menurut Lucas
(1993), DSS sebagai model dari sekumpulan prosedur untuk melakukan
Petani/ Gapoktan
Pedagang pengumpul
Industri pakan
Industri Makanan
Pengecer
Konsumen
Producer Collector Processor Retailer Consumer
Importir
Eksportir
Pengecer
Petani/ Gapoktan
Pedagang pengumpul Pengecer Konsumen
37
pengolahan data dengan tujuan membantu manajer dalam pembuatan keputusan
spesifik. Penerapan DSS akan berhasil jika sistem tersebut sederhana dan mudah
digunakan, mudah melakukan pengawasan, mudah melakukan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan dan mudah melakukan kegiatan komunikasi dengan
berbagai entiti. Menurut Keen dan Morton (1978), tujuan dari Sistem Penunjang
Keputusan adalah membantu para pengambil keputusan dalam menyeleksi kriteria
untuk proses pengambilan yang pada umumnya bersifat semi struktural. Sifat ini
berarti adanya kemampuan untuk menyelaraskan keputusan struktural dengan
penilaian yang bersifat subyektif dari masing-masing struktural. Sistem ini hanya
membantu dalam proses pengambilan keputusan, keputusan terakhir tetap berada
ditangan para pengambil keputusan. Teknik pengambilan keputusan ini
dikembangkan hanya untuk meningkatkan efektifitas dalam proses pengambilan
keputusan. Efektifitas yang dimaksud mencakup pada identifikasi dari apa yang
harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang kemudian dipilih adalah
relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah
pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat
dalam mengambil keputusan. SPK juga merupakan konsep spesifik dengan
menghubungkan sistem informasi terkomputerisasi dimana penggunanya yaitu
para pengambil keputusan sehingga terciptanya keoptimalan dalam pengambilan
keputusan.
Karakterisasi pokok yang melandasi teknik sistem penunjang keputusan yaitu:
1. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan
2. Adanya dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap berganda
3. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain
ilmu komputer, ilmu sistem, psikologi, ilmu manajemen, dan intelejensi
buatan
4. Mempunyai kemampuan aditif terhadap perubahan kondisi dan
kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.
Intelligent decision support system (IDSS) merupakan pengembangan dari
sistem penunjang keputusan dengan menggunakan pengetahuan (aturan-aturan
tentang sifat dan unsur suatu masalah) seperti fuzzy systems, neural networks, dan
38
genetic algorithms / algoritma genetik (Sadly 2007). Menurut Dhar dan Stein
(1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas merupakan sebuah Sistem
Penunjang Keputusan yang menggunakan teknik-teknik yang muncul di bidang
intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti fuzzy systems, neural
networks, machine learning, dan genetic algorithms (algoritma genetik).
Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam mengakses, menampilkan,
memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat dan mudah untuk
membantunya dalam mengambil keputusan. Disamping itu sistem penunjang
keputusan intelijen adalah sistem pendukung keputusan yang dalam membuat
alternatif keputusannya menggunakan berbagai teknik yaitu penelitian operasional
lanjut dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), system engineering serta
soft computing yang terdiri dari fuzzy system, neural network, dan genetic
algorithm (Goenawan 2007). Sehingga dengan sistem penunjang keputusan
cerdas dapat digunakan untuk membuat keputusan yang optimal dengan
pendekatan kemampuan belajar dan kemampuan penalaran sebuah sistem serta
kemampuan beralasan dalam memilih solusi sebagaimana yang dilakukan oleh
seorang pakar dalam membuat keputusan sehingga akan diperoleh solusi yang
efektif dan konsisten.
Menurut Phillips-Wren et al. (2009) struktur sistem pendukung keputusan
cerdas dapat digambarkan sebagai diagram input, proses dan output, dimana input
sistem terdiri dari sub-sistem data base, sub-sistem model base dan dan sub-sistem
knowledge base. Proses sistem terdiri dari sub-sistem organisasi input, sub-sistem
strukturisasi permasalahan dan sub-sistem simulasi keadaan serta penentuan solusi
terbaik. Output dari sistem pendukung keputusan cerdas berupa laporan solusi,
dampak dari peramalan input dan rekomendasi keputusan beserta saran dan
penjelasan dampaknya. Poses input output ini mempunyai umpan balik untuk
mendapatkan solusi optimal dalam membuat rekomendasi keputusan yang efektif
dan efisien sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 8.
39
Gambar 8 Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009)
Suatu Sistem Penunjang Keputusan Cerdas diukur berdasarkan tingkat
kecerdasannya yang disebut sebagai Tingkat Kerapatan Kecerdasan (Intelligence
Density). Tingkat kerapatan kecerdasan merupakan perbandingan antara tingkat
kepuasan yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan dengan jumlah
waktu analisis yang dihabiskan seorang pembuat keputusan. Misalnya, seorang
pembuat keputusan secara konsisten membuat keputusan dengan kualitas yang
sama setelah memeriksa sumber A selama 3 menit dan sumber B selama 30 menit.
Maka sumber A dikatakan memiliki 10 kali tingkat kerapatan kecerdasan
Basis Data: Data terkait keputusan
Basis Data:
Data terkait keputusan
Basis pengetahuan:
Pengetahuan terkait masalah
Basis Model:
Model keputusan
Metode solusi
Status dan bentuk pelaporan
Input dan hasil peramalan
Keputusan yang direkomendasikan
Penjelasan hasil dan saran
Mengorganisasikan input permasalahan
Strukturisasi permasalahan
keputusan
Simulasi kebijakan dan keadaan
Penentuan solusi terbaik
Teknologi Komputer
Pembuat Keputusan
Input Proses Output
Output unpan balik
Input unpan balik
40
dibandingkan sumber B (Dhar & Stein 1997). Sehingga Sistem Penunjang
Keputusan Cerdas yang baik adalah sistem yang mampu mengasilkan keluaran
yang dapat membantu pengambil keputusan menentukan keputusan dengan cepat
tanpa mengurangi kualitas keputusan, atau dapat meningkatkan kualitas keputusan
dalam rentang waktu yang sama.
2.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian
Permintaan konsumen telah berubah secara signifikan dalam beberapa
dekade terakhir. Mereka meminta kepada pasar untuk menyediakan produk
dengan variasi yang lebih banyak dan waktu yang lebih cepat, sementara harga
yang kompetitif dan barang yang berkualitas menjadi persyaratan dasar agar
supaya dapat berkompetisi di pasar. Kecenderungan ini memaksa perusahaan
untuk meresponnya dengan produk yang berharga lebih rendah, kualitas yang
lebih baik dan waktu penyediaan yang lebih cepat. Agar supaya dapat
memenangkan kompetisi ini, perusahaan tidak hanya berfokus pada peningkatan
proses organisasi di dalam tetapi juga harus memperhatikan jaringannya secara
keseluruhan, mulai dari pemasok sampai pada konsumennya (Pujawan 2005).
Identifikasi risiko dalam jaringan rantai pasok secara keseluruhan
bukanlah pekerjaan yang mudah berkaitan dengan kompleksitasnya dan ukuran
dari jaringan. Penggunaan sistem berbasis pengetahuan telah diaplikasikan dalam
manajemen risiko rantai pasok (Karningsih et al. 2007). Beberapa penelitian yang
berkaitan dengan identifikasi risiko rantai pasok secara umum adalah Zsidisin
(2003); Harland et al. (2003); Cavinato (2004); Christopher dan Peck (2004); Wu
et al. (2006). Tetapi hanya terdapat sedikit penelitian yang mendiskusikan risiko
tiap tingkatan rantai pasok. Risiko tiap tingkatan rantai pasok perlu diidentifikasi
dan dievaluasi, karena adanya risiko tersebut bisa memunculkan risiko lain dalam
jaringan rantai pasok ataupun dalam tingkatan itu sendiri.
Masih sedikit penelitian yang berkaitan dengan integrasi risiko manajemen
kedalam skenario jaringan rantai pasok. Nagurney et al. (2005), menjelaskan
suatu mekanisme optimisasi risiko dengan keuntungan dalam transaksi elektronik
dan fisik berkaitan dengan model jaringan rantai pasok yang dipengaruhi oleh
risiko pada sisi permintaan dan risiko pada sisi pasokan. Wu et al. (2006)
41
menjelaskan model risiko pada jaringan supplier inbound dalam memilih
pemasok dengan kendala risiko menggunakan AHP. Hallikas et al. (2002)
melakukan analisis dan pengkajian risiko secara detail jaringan rantai pasok
dengan lingkungannya menggunakan studi kasus dyadic. Kull dan Closs (2008)
mengevaluasi risiko akibat kegagalan rantai pasokan dengan simulasi
penggudangan. Wu et al. (2006) mengembangkan sistem pemilihan pemasok
dengan pertimbangan risiko menggunakan AHP. Hal yang serupa dilakukan oleh
Schoenherr et al. (2008) yang membuat sistem pemilihan lokasi pemasok bahan
baku dengan pertimbangan risiko. Wu dan Olson (2008), mengevaluasi risiko
rantai pasok dengan menggunakan beberapa metode pengambilan keputusan
kelompok seperti Data envelopment Analysis (DEA), Multiobjectives
Programming (MOP), untuk membuat trade of dalam kendala biaya, mutu dan
waktu pengiriman.
Beberapa peneliti lain melakukan manajemen risiko yang dengan
pembagian informasi yang seimbang dan transparansi dalam jaringan rantai pasok
seperti ayng dilakukan oleh Xiaohui et al. (2006), menganalisis risiko perusahaan
dengan pendekatan pembagian informasi, risiko dalam pengendalian
penggudangan dalam jaringan rantai pasok perusahaan. Demirkan dan Cheng
(2008), mengkaji penggunaan strategi yang berbeda untuk mengoptimalkan
tingkat risiko dan pembagian informasi dalam layanan rantai pasok. Kersten et al.
(2007) mengusulkan metode manajemen risiko dengan transparasi informasi
menggunakan teknologi informasi sebagai alatnya.
Adapun beberapa penelitian manajemen risiko rantai pasok produk
pertanian adalah: Jaffee et al. (2008) membuat kerangka kerja manajemen risiko
produk pertanian dan teknik aplikasinya secara singkat. Diersen dan Garcia
(1998) telah melakukan penelitian risiko harga terhadap perubahan nilai pasokan
kedelai yang akan datang. Agiwal & Mohtadi (2008) memodelkan metode
mitigasi risiko rantai pasok produk makanan untuk mengoptimumkan biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengantisipasi risiko kualitas. Diaz dan Hansel (2007)
yang memodelkan pembagian risiko dalam pembiayaan agri-bisnis antara petani,
agroindustri dan lembaga keuangan dengan berbagai skenario.
42
Penelitian tentang rancang bangun sistem pendukung pengambilan
keputusan cerdas dalam agroindustri yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
terdahulu adalah: Suprihatini (2003) merancang bangun Sistem Manajemen Ahli
Techno-Marketing yang terdiri dari sistem pakar penentuan saran perbaikan
proses produksi dan pelayanan purna jual teh, model analisa trend, model
comparative performance index, model analisis daya saing, model quality
function deployment. Santoso (2005) mengembangkan SPK M-RISK untuk
manajemen risiko pengembangan agroindustri buah-buahan. Model tersebut
terdiri atas enam model utama, yaitu model penentuan produk olahan unggulan,
model analisis risiko, model kelayakan finansial, model risiko finansial, madel
manajemen risiko dan model manajemen pengendalian. Kusnandar (2006)
merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem
manajemen ahli yanag diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub model
pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model sumber
permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan
sub model sistem pakar strategi bauran pemasaran. Haris (2006) mengkaji model
aliansi strategis sistem agroindustri Crumb Rubber. Model tersebut dirancang
dalam sistem manajemen ahli yang menempatkan pengusaha agroindustri dan
petani sebagai pelaku utama dengan dukungan kelembagaan ekonomi dan
kelembagaan pendukung lainnya. Tetapi penelitian pemodelan sistem pendukung
keputusan cerdas dalam manajemen risiko rantai pasok produk pertanian belum
banyak dilakukan.
Kebaharuan dari penelitian ini dapat ditinjau dari beberapa aspek,
misalnya dari aspek metodologi, komoditas, jenis risiko, tujuan dan model
manajemen risiko rantai pasok yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian
pemodelan evaluasi risiko kualitatif pada produk manufaktur telah dilakukan oleh
Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008), sedangkan beberapa model
kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney
et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006), Li et al. (2007) dan Lee
(2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan
kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008).
Sistem penunjang pengambilan keputusan (SPK) yang ada selama ini didasarkan
43
pada pemodelan konvesional (operation research dan teknik pendukung hard
system methodology lainnya), dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem
pendukung keputusan cerdas dengan menggunakan pendekatan soft sistem
metodologi dan soft computing supaya lebih sesuai dengan sifat permasalahan
pengambilan keputusan nyata dalam membuat mekanisme penyeimbangan risiko.
Kebanyakan pengembangan sistem manajemen risiko rantai pasok
dilakukan dengan pendekatan hard system (misalnya simulasi dan sistem
dinamik) dalam penelitian ini akan dikembakan dengan pendekatan soft system.
Manajemen risiko rantai pasok (SCM) selama ini lebih banyak dikembangkan
dalam bidang manufaktur yang mempunyai sifat tingkat kerusakan sangat rendah,
sedangkan dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem manajemen risiko
rantai pasok pada produk pertanian yang mempunyai karakterisktik mudah rusak
dan musiman. Selama ini sistem manajemen risiko rantai pasok hanya
dikembangkan secara parsial atau sektoral, sedangkan dalam penelitian ini akan
dikembangkan sistem manajemen risiko rantai pasok yang terintegrasi dengan
membuat suatu sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang dapat
digunakan berdasarkan tingkatan peran pelaku dalam rantai pasok sehingga
keputusan yang diperoleh mempunyai tingkat validitas yang lebih tinggi.
Disamping itu kebaruan penelitian ini juga dapat dipandang dari segi
komoditas produk rantai pasok yang dikaji, karena selama ini belum terdapat
model manajemen risiko rantai pasok produk pertanian tanaman pangan yang
dapat digunakan untuk membantu stakeholder seperti petani, pengepul, distributor
dan agroindustri dalam melakukan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
proses bisnisnya dengan memperhatikan risiko rantai pasok, sehingga diperoleh
suatu tindakan yang efektif dan efisien dalam penanganan terhadap risiko yang
mungkin akan terjadi, sehingga tercipta suatu sistem yang dapat digunakan oleh
banyak pengguna, berbagai tingkatan rantai pasok untuk melakukan pengendalian
risiko baik secara individu ataupun secara kelompok.
44
III. LANDASAN TEORI
3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy
Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang masukan ke
dalam suatu ruang keluaran. Beberapa alasan menggunakan logika fuzzy antara
lain mudah dimengerti, sangat fleksibel, memiliki toleransi terhadap data yang
tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat kompleks,
mampu mengakomodir pengalaman para pakar dan menggunakan bahasa alami
(Kusumadewi 2003).
Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy Aµ [x]=0 berarti x tidak menjadi
anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy
Aµ [x]=1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A. Ada beberapa hal
yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:
• Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu
sistem fuzzy. Contohnya permintaan, jumlah produksi, dan sebagainya
• Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contohnya permintaan turun,
jumlah produksi normal dan sebagainya.
• Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton
dari kiri ke kanan. Contohnya semesta pembicaraan untuk variabel
permintaan [0 - 4000].
• Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Domain merupakan himpunan bilangan real.
Dalam logika fuzzy ada dikenal istilah fungsi keanggotaan. Fungsi
keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data
ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan)
yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan
45
untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.
Ada beberapa fungsi yang telah dikenal dan biasa digunakan yaitu:
• Representasi Linear. Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat
keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada 2 keadaan
himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada
nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan
menuju nilai domain yang memiliki derjat keanggotaan lebih tinggi.
• Representasi Kurva Segitiga. Pada dasarnya merupakan gabungan antara
dua garis linear yang membentuk segitiga.
• Representasi Kurva Trapesium. Pada dasarnya seperti bentuk segitiga,
hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
• Representasi Kurva Bentuk Bahu. Daerah yang terletak di tengah-tengah
suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segi tiga, pada sisi
kanan dan kirinya akan naik dan turun.
• Representasi Kurva-S. Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan
kurva-S atau sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan
permukaan secara tak linear.
• Representasi Kurva Lonceng (Bell Curve). Untuk merepresentasikan
bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva berbentuk lonceng. Kurva
berbentuk lonceng ini terbagi atas 3 kelas, yaitu:
o Kurva π . Kurva π berbentuk lonceng dengan derajat
keanggotaan 1 terletak pada pusat dengan domain (γ), dan lebar
kurva (β).
o Kurva Beta. Kuva beta didefenisikan dengan 2 parameter, yaitu
nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ), dan setengah
lebar kurva (β). Salah satu perbedaan mencolok kurva beta dari
kurva pi adalah, fungsi keanggotanya akan mendekati nol hanya
jika nilai (β) sangat besar.
o Kurva Gauss. Kurva gauss juga menggunakan (γ) untuk
menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan (k) yang
menunjukkan lebar kurva.
46
Disamping fungsi keanggotaan, ada komponen kedua dari logika fuzzy
yaitu aturan-aturan fuzzy (fuzzy rules) yaitu suatu aturan yang memungkinkan
menterjemahkan aturan-aturan fuzzy dari kecerdasan manusia menjadi program
yang dapat diimplementasikan pada komputer. Terdapat beberapa cara untuk
menurunkan aturan fuzzy (Ngai & Wat 2005) antara lain berdasarkan:
1) Pengetahuan pakar atau diturunkan dari ilmu rekayasa yang bersesuaian
2) Sifat/kemampuan operatif yang direkam dan kemudian dilakukan analisa
untuk menentukan aturan-aturan tersebut.
3) Penurunan berdasarkan model fuzzy dari sistem atau proses.
Teori gugus fuzzy pertama kali hanya dipandang sebagai teknik yang
secara matematis mengekspresikan ambiguity dalam bahasa. Teori gugus fuzzy
dikembangkan sebagai pengukuran beragam fenomena ambiguity secara
matematis yang mencakup konsep peluang.
Menurut Marimin (2007), sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang
terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak
tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering
menggunakan informasi lengiustik dan verbal. Dalam logika fuzzy terdapat
beberapa proses, yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then serta
proses inferensi fuzzy.
Selain diterapkan pada sistem pakar, sistem fuzzy juga diterapkan pada
pengambilan keputusan kelompok pada beberapa bidang (Marimin 2007). Dalam
analisa risiko, ekspresi tingkat kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang
ditimbulkan penilaiannya dinyatakan dalam sistem fuzzy (Schmucker 1986).
Anallisis risiko fuzzy tidak hanya memberikan estimasi fuzzy terhadap
kemungkinan terjadinya risiko dari sebuah komponen, namun juga memberikan
suatu estimasi fuzzy pentingnya masing-masing komponen terdapat totalitas
sistem (Schmucker 1986).
3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP)
Teori fuzzy merupakan suatu cara pengambilan keputusan menggunakan
pendekatan logika fuzzy dan sangat berguna untuk memecahkan masalah- masalah
47
yang berhubungan dengan hal-hal yang mengandung ketidakpastian
(imprecision). Dengan logika fuzzy dimungkinkan membangun sistem yang lebih
merefleksikan data sebenarnya. Pada umumnya pengembangan metode fuzzy
AHP melalui beberapa tahapan (Jagananthan et al. 2007) sebagai berikut:
1. Pembuatan struktur hierarki
Pembuatan struktur hierarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang
bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan,
menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan
dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Setelah identifikasi
sistem selesai, maka dibuat strutur hierarki dengan melakukan abstraksi antara
komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai
hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak
yang terkait, kriteria dan alternatif.
2. Penilaian alternatif dan kriteria.
Penilaian dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel
linguistik seperti: sangat baik, sedikit baik sedang, sedikit buruk dan lain-lain.
Penentuan nilai fuzzy untuk setiap alternatif dalam bentuk Triangular Fuzzy
Number (TFN) akan diperoleh tiga fungsi keanggotaan (under optimistic, most
likely dan pessimistic condition). TFN dikembangkan dengan menentukan
nilai dari fungsi keanggotaan pessimistic sebagai a, nilai dari fungsi
keanggotaan most likeky sebagai b, dan nilai dari fungsi keanggotaan
optimistic sebagai c.
3. Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian.
Menurut Marimin (2007), fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah proses
pengubahan nilai selang rating (berupa batas nilai) yang diberikan oleh penilai
menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud untuk
menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan oleh selang rating
dan bias setiap penilai. Jagananthan et al. (2007) memberikan fungsi
keanggotaan untuk setiap atribut kepentingan dengan model representasi TFN,
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.
48
Tabel 7 Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN
Atribut (A elemen baris, B elemen kolom) Fungsi Keanggotaan B Mutlak lebih penting dari A (1/9, 1/9, 1/7) B Sangat jelas lebih penting dari A (1/9, 1/7, 1/5) B Lebih penting dari A (1/7, 1/5, 1/3) B Sedikit lebih penting dari A (1/5, 1/3, 1) A Sama Penting dengan B (1/3, 1, 3) A Sedikit lebih penting dari B (1, 3, 5) A Lebih penting dari B (3, 5, 7) A Sangat jelas lebih penting dari B (5, 7, 9) A Mutlak lebih penting dari B (7, 9, 9)
4. Defuzzifikasi nilai skor fuzzy
Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy. Menurut
Marimin (2007), defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan output
fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crips). Terdapat banyak metode
defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid dan
maksimum. Di dalam metode centroid, nilai tunggal dari variabel output
dihitung dengan menemukan nilai variabel dari center of gravity suatu fungsi
keanggotaan untuk nilai fuzzy, sedangkan di dalam metode maksimum, satu
dari nilia-nilai variabel yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus
fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk variabel output.
Selain itu defuzzyfikasi dapat dilakukan dengan metode rata-rata geometrik,
adapun tahapan defuzzyfikasi tersebut adalah sebagai berikut:
• Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah (BB), batas
tengah (BT) dan batas atas (BA) dari skor penilaian masing-masing pakar
untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas agregasi
dari penilaian pakar dengan rumus:
BB = n nBB∏1 (11)
BT = n nBT∏1
BA = n nBA∏1
• Menghitung nilai tunggal (crips) dengan rata-rata geometric dari nilai di
atas dengan rumus:
cripsN = 3 ** ABTBBB (12)
49
5. Membuat matrik kriteria dan alternatif.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tunggal untuk kriteria dan alternatif dari
masing-masing kriteria, kemudian dibuat matriknya. Matrik ini nanti
digunakan untuk menghitung bobot dengan cara manipulasi matrik.
6. Menghitung bobot kriteria.
Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria
b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan
normalisasi matrik.
c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi.
d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik
normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang
ditentukan.
7. Menghitung nilai eigen setiap alternatif.
Nilai eigen dari setiap alternatif dihitung dengan cara manipulasi matrik yang
sama dengan langkah 6 di atas.
8. Menghitung Consistency ratio.
Menurut Marimin (2007), Consistency Ratio (CR) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
RICICR = (13)
)1()(
−−
=N
NPCI (14)
Dimana:
CI = Konsistensi Indeks
RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge
P = Nilai rata-rata konsistensi vektor
N = jumlah elemen alternatif atau criteria
Nilai indeks random dari tabel Oardkridge adalah:
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
RI 0,0 0,0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,56
50
9. Menghitung skor akhir.
Skor akhir dari alternatif dapat ditentukan dengan mengalikan matriks nilai
eigen alternatif dengan bobot dari setiap kriteria.
10. Menentukan rangking dari skor akhir.
Untuk merangking skor akhir delakukan dengan cara mengurutkan skor
alternatif dari nilai tertinggi sampai terendah.
3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Metode FMEA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940 untuk tujuan
militer oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat. Dan kemudian, FMEA
digunakan dalam pengembangan roket untuk menghindari kegagalan dalam
teknologi roket ketika Amerika Serikat akan mengirim orang pergi ke bulan untuk
pertama kalinya. Pengembangan lebih lanjut, metode ini disesuaikan dengan
penerapannya dalam industri otomotif seperti Toyota untuk keamanan, peraturan,
peningkatan produksi, dan desain.
Menurut Puente et al. (2002), FMEA adalah sebuah metode untuk
memeriksa penyebab cacat atau kegagalan yang terjadi selama produksi,
mengevaluasi prioritas risiko, dan membantu menentukan tindakan yang tepat
untuk menghindari masalah yang diidentifikasi. Menurut Yeh dan Hsieh (2007),
FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di
industri manufaktur. Alat ini menggabungkan pengetahuan manusia dan
pengalaman untuk: (1) mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau
mode dari suatu produk atau proses, (2) mengevaluasi kegagalan suatu produk
atau proses dan efeknya, (3) membantu perekayasa untuk melakukan tindakan
perbaikan atau tindakan preventif, dan (4) menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan terjadi kegagalan.
FMEA terdiri dari dua jenis, yaitu desain FMEA dan proses FMEA. desain
FMEA adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahwa bahan-bahan yang
benar telah digunakan, untuk mencocokkan spesifikasi pelanggan, dan untuk
memastikan bahwa peraturan dikembangkan harus dipenuhi sebelum
menyelesaikan desain produk. Sementara penggunaan proses FMEA berhubungan
dengan produksi dan proses perakitan. Di mana, proses FMEA digunakan untuk
51
mengidentifikasi beberapa potensi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses
produksi, mesin, metode produksi. Dengan kedua, potensi masalah dapat
dipelajari, cacat dapat secara akurat diketahui sebelum produk disampaikan
kepada pelanggan, efek pada seluruh sistem dapat dipelajari dan keputusan yang
tepat dapat diambil dengan benar.
Dalam metode FMEA Konvensional, tiga parameter (keparahan, kejadian,
dan deteksi) digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan
menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan (Severity rating) adalah
keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau
pelanggan. Tingkat Kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan
terjadi dengan 1 merupakan kesempatan paling tidak ada kejadian dan 10 adalah
yang ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk
mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum
dampak efek terwujud. Secara tradisional, penilaian FMEA dilakukan dengan
menggunakan nomor prioritas risiko (RPN). RPN adalah hasil perkalian dari
peringkat keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D). Mode kegagalan memiliki
RPN yang lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi
untuk tindakan korektif daripada yang memiliki RPN yang lebih rendah.
Prosedur FMEA
Ada tiga tahap yang sangat penting dalam menerapkan FMEA untuk
memastikan keberhasilan analisis. Tahap pertama adalah menentukan modus
potensi kegagalan.
1.
Tahap kedua adalah mencari data untuk menentukan tingkat
keparahan, kejadian, dan deteksi. Tahap ketiga adalah memodifikasi desain
produk atau proses. Proses detail melakukan FMEA dapat dibagi menjadi
beberapa langkah sebagai berikut (Yeh & Hsieh 2007):
2.
Identifikasi fungsi sistem atau proses dan bentuk sebuah struktur hierarki,
dengan membagi sistem atau proses menjadi beberapa subsistem atau
fungsi proses.
Tentukan mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya.
Tentukan tingkat keparahan (S) dari masing-masing mode kegagalan
masing-masing sesuai dengan efek pada sistem.
52
3.
4.
Tentukan penyebab kegagalan mode dan memperkirakan kemungkinan
setiap kegagalan terjadi. Tentukan tingkat terjadinya (O) dari masing-
masing mode kegagalan sesuai dengan kemungkinan terjadinya.
5.
Identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi
kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan
terjadi. Tentukan tingkat deteksi (D) dari masing-masing mode kegagalan.
6.
Hitung nilai risiko prioritas (RPN) dan tentukan prioritas untuk
diperhatikan.
7.
Tetapkan tindakan yang perlu disarankan untuk meningkatkan kinerja
sistem.
Tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel.
3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA)
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, FMEA
konvensional dianggap oleh banyak peneliti memiliki beberapa kelemahan
sebagai alat pengawasan mutu perencanaan. Menurut Xu et al. (2002), dan Yeh &
Hsieh (2007), beberapa kelemahannya adalah sebagai berikut: (1) pernyataan
dalam FMEA sering subyektif dan kualitatif yang dijelaskan dalam bahasa
alamiah. Tentu saja, itu sulit untuk mengevaluasi keandalan dari produk atau
proses yang tepat; (2) ketiga tingkat parameter (keparahan, kejadian, dan deteksi)
yang diasumsikan memiliki kepentingan yang sama. Sebenarnya, dalam
praktiknya bobot kepentingan dari ketiga parameter adalah tidak sama; (3) Nilai
RPN yang dihasilkan dari hasil perkalian tingkat S, O, D. Namun, nilai RPN yang
sama mungkin menyiratkan representasi risiko yang berbeda. Sebagai contoh,
perhatikan dua mode kegagalan yang berbeda masing-masing memiliki nilai 6, 3,
2 dan 3, 4, 3 untuk tingkat S, O, D. Keduanya akan diperoleh nilai RPN 36 dan
karena itu memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Tetapi dalam
kenyataannya, mungkin akan mempunyai risiko yang berbeda. Untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan itu, metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy sering
digunakan sebagai alat untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan
secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis. Sistem fuzzy adalah sistem
berbasis pengetahuan yang dibangun dari keahlian dan pengalaman dalam bentuk
53
aturan fuzzy IF-THEN. Metode inferensi fuzzy FMEA dilakukan dengan
menggunakan metode Mamdani. Metode Mamdani sering dikenal sebagai metode
Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975.
Untuk mendapatkan output fuzzy, diperlukan empat tahap yaitu:
1.
2.
Susun fungsi keanggotaan fuzzy;
3.
Buat aturan berbasis logika fuzzy;
4.
Lakukan proses inferensi fuzzy;
Tahap defuzzyfikasi
Input nilai S, O, D, Aturan inferensiFuzzyfikasi Defuzzyfikasi Output nilai
risiko
Fungsi keanggotaan
fuzzy
Aturan fuzzy
Fungsi keanggotaan
fuzzy
Pengetahuan ahli
Proses inferensi fuzzy
Gambar 9 Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007)
3.4.1. Fungsi Keanggotaan Fuzzy FMEA
Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik
input data ke dalam nilai-nilai keanggotaan (sering juga disebut tingkat
keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 ke 1. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk memperoleh nilai keanggotaan adalah melalui sebuah
pendekatan fungsi. Lebih lanjut dalam tulisan ini, fungsi keanggotaan yang
digunakan adalah fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dan trapesium. Seperti terlihat
pada Gambar 10 dan 11, domain (x) mewakili nilai tertentu dan µ(x) mewakili
nilai fungsi keanggotaannya. Dalam keanggotaan fuzzy segitiga, nilai fungsi
keanggotaan adalah nol seperti µ(a) ketika rating tidak termasuk dalam istilah
linguistik dan nilai fungsi keanggotaan adalah satu seperti µ(b) ketika rating
sepenuhnya milik istilah linguistik. Dengan demikian, fungsi keanggotaan fuzzy
segitiga dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
54
Gambar 10 Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga
Trapesium pada dasarnya seperti sebuah segitiga, kecuali bahwa ada
beberapa poin yang memiliki nilai keanggotaan 1. Oleh karena itu, fungsi
keanggotaan fuzzy trapesium dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Gambar 11 Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium
Pada FMEA konvensional, pemetaan skor keparahan (S), kejadian (O),
dan deteksi (D) dilakukan dengan menggunakan istilah linguistik. Berdasarkan
alasan itu, aplikasi dari logika fuzzy sangat tepat untuk menampung masalah yang
disebabkan FMEA konvensional. Dalam FMEA konvensional, tiga parameter
(keparahan, kejadian, dan deteksi) yang digunakan untuk menggambarkan setiap
mode kegagalan dinilai dengan variabel input dengan skala 1-10, yang
dikelompokkan menjadi lima tingkat kepentingan dari Sangat Rendah "VL" hinga
Sangat Tinggi "VH "Pada Tabel 8. Disajikan Input dari fungsi keanggotaan dalam
a c b
1
d
µ(x)
x 0
a c b
µ(x)
x 0
1
55
lima tingkatan dalam istilah linguistik untuk keparahan dengan pendekatan ini
yang dapat digambarkan pada Gambar 12. Hal yang sama untuk tingkat deteksi
atau paparan dan tingkat posibilitas terjadinya dapat ditunjukkan pada Gambar 13.
Tabel 8 Kategori variabel input fuzzy FMEA
Nilai input Kategori
Probabiltas Dampak Paparan
1 1 1 Sangat Rendah (VL)
2, 3 2, 3 2, 3 Rendah (L)
4, 5, 6 4, 5, 6 4, 5, 6 Sedang (M)
7, 8 7, 8 7, 8 Tinggi (H)
9, 10 9, 10 9, 10 Sangat Tinggi (VH)
Gambar 12
Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko
Gambar 13 Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko
56
Tabel 9
Kemudian, output variabel adalah nilai RPN, digunakan untuk mewakili
prioritas untuk tindakan koreksi dengan skala 1-1000, yang dikategorikan ke
dalam sembilan kelas interval, seperti Sangat Rendah "VL", antara Sangat Rendah
dan Rendah "VL-L", .dan seterusnya sampai skala Sangat Tinggi "VH" yang
digambarkan dalam Tabel 9. Fungsi keanggotaan fuzzy dari variabel output
tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 14.
Kategori variabel output fuzzy FMEA Nilai output Kategori
1 - 50 Sangat rendah (VL)
50 - 100 Sangat rendah-rendah (VL-L)
100 - 150 Rendah (L)
150 - 250 Rendah sedang (L-M)
250 - 350 Sedang (M)
350 - 450 Sedang – Tinggi (M-H)
450 - 600 Tinggi (H)
600 - 800 Tinggi – sangat Tinggi (H-VH)
800 - 1000 Sangat tinggi (VH)
Gambar 14 Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN
Aturan berbasis Fuzzy
Setiap aturan dalam basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan
hubungan yang kabur. Dalam aturan fuzzy IF-THEN, bagian IF sebagai variabel
57
input fuzzy, dan bagian THEN sebagai variabel keluaran fuzzy. Sebagai contoh,
aturan fuzzy IF-THEN dinyatakan sebagai berikut:
Karena masing-masing dari tiga parameter telah dikategorikan ke dalam
lima tingkat nilai linguistik, maka jumlah kombinasinya adalah 125 (5x5x5).
Semua kombinasi harus dikelompokkan untuk menghasilkan aturan berbasis
fuzzy. Basis aturan fuzzy yang diterapkan dalam tulisan ini diadaptasi dari sistem
pendukung Keputusan untuk FMEA yang diusulkan oleh Puente et al. (2002).
Basis aturan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Skema Aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002)
58
3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA
3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier
Mesin inferensi digunakan untuk menggabungkan aturan fuzzy IF-THEN
dalam basis aturan dan implikasi fuzzy. Sebelumnya telah disebutkan, bahwa
metode inferensi yang digunakan adalah metode Mamdani dalam melakukan
inferensi pengambilan keputusan. Untuk mendapatkan kesimpulan. Mesin
inferensi minimum menggunakan: (1) operator min untuk "AND" pada sisi-IF
dari aturan fuzzy dan operator maks untuk "OR" dari aturan, (2) operator
gabungan digunakan untuk mengagregasi kombinasi konsekuensi menjadi aturan
tunggal.
Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di
Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara
konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada
upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR
mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem
sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.
Keuntungan ADR mampu menyelesaikan sengketa dalam waktu singkat
dan biaya yang lebih murah, karena penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui perundingan yang secara prosedur tidak harus mengikuti jalur hukum.
Dilain pihak ADR mempunyai kelemahan yaitu memerlukan mediator yang netral
dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang berkepentingan. ADR berkembang
sebagai mekanisme penyelesaian konflik karena adanya ketidakpuasan
masyarakat terhadap proses dan kinerja pengadilan. ADR secara umum
digunakan pada resolusi konflik yang melibatkan berbagai pihak dengan
bargaining position yang relatif seimbang, melibatkan kepentingan yang bersifat
heterogen, dan memiliki komitmen dan kepercayaan berbagai pihak yang
berkepentingan. Untuk itu pelaksanaan ADR mensyaratkan “kesukarelaan” dan
“itikad baik” dengan mengesampingkan penyelesaian secara pengadilan. Hasil
dari kesepakatan, atau kompromi harus dinyatakan dalam kesepakatan tertulis dan
bersifat final yang mengikat berbagai pihak yang berkepentingan untuk taat pada
peraturan yang disahkan dari hasil kesepakatan.
59
Untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan berbagai pihak
membutuhkan persyaratan, yaitu: 1) kedua belah pihak yang tidak sejalan harus
mematuhi dan tunduk peraturan hasil kesepakatan, 2) industri bersedia
mengurangi sebagian keuntungan usaha untuk memberikan kompensasi sesuai
hasil kesepakatan, dan 3) masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang dan
bersedia menerima hasil kesepakatan.
Nilai kesepakatan diperoleh berdasarkan pendekatan hypothetical
compensation dengan menggunakan regresi non linier berdasarkan tingkat utilitas
risiko pelaku rantai pasok terhadap perubahan parameter kesepakatan. Fungsi
utilitas risiko petani dalam rantai pasok dapat dirumuskan dengan fungsi regresi
non linier sebagai berikut:
e xp xU )()( βα −= (15)
Fungsi utilitas risiko pelaku lain dalam rantai pasok dapat dirumuskan
dengan fungsi sebagai berikut:
e xn
iiA wxU )(
1)( βα∑
=
= (16)
dimana:
x = Parameter kesepakatan
wi = Bobot kepentingan setiap pelaku dalam rantai pasok yng dapat
diperoleh dengan teknik analitik hierarki proses
Up(x) = Fungsi utilitas risiko petani yang diperoleh berdasarkan penilaian
faktor-faktor risiko dengan pendekatan kemungkinan preferensi tingkat
petani.
UA(x) = Fungsi utilitas risiko agregasi dari setiap tingkatan lainnya dalam
jaringan rantai pasok.
Rumus regresi non linier tersebut digunakan untuk memodelkan tingkat
utilitas risiko setiap pelaku rantai pasok berdasarkan perubahan parameter
kesepakatan. Hasil akhir kesepakatan diperoleh berdasarkan proses interpolasi
linier yang menghasilkan tingkat kesalahan terkecil dari perpotongan fungsi Up(x)
dan UA
Lasdon dan Smith (1992) memecahkan nilai kesepakatan dua variabel dari
nilai paling bawah dan nilai paling atas melalui program optimasi non linier. Ada
(x) pada suatu nilai x tertentu.
60
beberapa langkah pokok yang harus dilakukan pada penerapan optimasi non
linear, yaitu: 1) suatu fungsi/sub routine harus tercatat pada perhitungan
komputer dari fungsi kendala dan fungsi tujuan untuk nilai variabel yang
diberikan, 2) terdiri dari sejumlah variabel kendala dengan nilai paling bawah dan
nilai paling atas pada variabel, dan 3) pada proses optimasi non linier dilakukan
interpolasi atau iterasi, sehingga variabel yang digunakan membutuhkan data
kuantitatif untuk menghasilkan data yang realistis.
Program pemecahan masalah melalui optimasi non linier dinyatakan
dengan rumus tujuan sebagai berikut:
Tujuan : Minimize U(x) = Up(x) – UA(x)
Kendala: Ulbi ≤ Ui(x) ≤ Uubi, untuk i = 1, 2, ..., m dan i ≠ p
Xlbj < Xj < Xubj, untuk j = 1,2, ..., n.
X adalah vektor pada n variabel, x1, ..., xn dan fungsi U1, ..., Um
3.6. Fungsi Regresi Fuzzy
semua
tergantung pada X.
Regresi adalah alat yang komprehensif dan kuat yang dapat digunakan
untuk menemukan dan menganalisis hubungan antara variabel dependen atau
disebut juga variabel respon, dan satu atau lebih variabel penjelas juga dikenal
sebagai variabel independen. Analisis regresi merupakan metode estimasi yang
digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel dependen dan independen
dan juga digunakan untuk mengestimasi variansi dari kesalahan pengukuran.
Analisis regresi fuzzy merupakan perluasan dari analisis regresi klasik di mana
beberapa unsur dari model yang diwakili oleh bilangan fuzzy.
Model regresi fuzzy merupakan suatu model non-parametrik yang dapat
digunakan untuk menjelaskan variasi dari variabel terikat Y dalam hal variasi dari
variabel bebas X sebagai Y = f (X) dimana f (X) adalah fungsi linear (Wang &
Tsaur 2000). Regresi Fuzzy dapat digunakan untuk menangani masalah regresi
dengan jumlah data yang kurang dan adanya hubungan yang samar-samar (vague)
antara antara variabel bebas dan variabel terikat(Xue et al. 2005). Model ini
pertama kali diperkenalkan oleh Tanaka pada tahun 1982. Analisis regresi linier
pertama dengan model fuzzy menggunakan bilangan fuzzy sebagai koefisien
61
regresi yang dinyatakan dengan interval sebagai nilai keanggotaan (Tanaka et al.
1982). Karena koefisien regresi merupakan bilangan fuzzy, maka nilai Y sebagai
variabel dependen yang diperkirakan juga bilangan fuzzy.
Chang dan Ayyub (2001) telah menjelaskan tiga pendekatan dalam regresi
fuzzy yaitu regresi possibilitas yang didasarkan pada meminimalkan
ketidakjelasan sebagai kriteria optimal, pendekatan kedua yang didasarkan pada
kesalahan kuadrat terkecil sebagai kriteria pengepasan (fitting criteria) dan
pendekatan ketiga adalah digambarkan sebagai analisis regresi interval. Untuk
pemodelan yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan algoritma
berdasarkan kesalahan kuadrat terkecil yang dikembagkan oleh Bargiela (2007).
Regresi fuzzy possibilistas dari Tanaka dapat direpresentasikan dengan
variabel terikat Y sebagai beriku:
Y = A0 + A1x1 + A2x2 + ... .. + + ... + Ajxj Akxk (17)
di mana Y adalah output fuzzy, x = [x1, x2,. . , Xk.]T , adalah vektor input variabel
bebas dengan nilai riil dan koefisien regresi masing-masing Aj, j = 0,. . , K.,
diasumsikan sebagai bilangan fuzzy segitiga simetris dengan pusat αj dan Cj
setengah lebarnya, Cj ≥ 0.
Dalam regresi fuzzy, nilai penyimpangan antara nilai yang diamati
(variabel bebas) dan nilai yang estimasi (varibel terikat) diasumsikan akibat dari
ketidakjelasan sistem atau kekaburan dari koefisien regresi (Tanaka et al. 1982).
Dengan kata lain, menurut teori regresi fuzzy, nilai residual antara pengamatan
penduga diakibatkan oleh ketidakpastian parameter dalam model dan bukan oleh
kesalahan pengukuran (Tseng & Lin 2005).
a)
Model regresi fuzzy dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai variabel
terikat dan bebas sebagai berikut:
b)
Data input dan output adalah bukan bilangan fuzzy
c)
Data input dan output adalah bilangan fuzzy
Data input adalah bukan bilangan fuzzy tetapi data output adalah bilangan
fuzzy (Choi & Buckley 2008).
Sebuah perkiraan interval biasanya terdiri dari batas atas dan batas bawah
tertentu yang akan diperkirakan nilai yang tidak diketahui berada diantaranya
dengan tingkat posibilitas yang ditentukan. Perkiraan interval berkaitan dengan
62
akurasi perkiraan sehubungan dengan target nilai yang diamati (Durga & Dimitri
2006). Penggunaan perkiraan interval dalam mesin pembelajaran adalah sesuai
ketika berhadapan dengan fungsi multivariat dimana data yang tersedia sangat
tidak tepat dan terbatas serta ketika interaksi variabel tidak pasti, keadaan yang
samar-samar. Dengan kata lain fenomena fuzzy sangat tepat dimodelkan dengan
hubungan fungsional fuzzy. Penggunaan perkiraan interval dalam mesin
pembelajaran dikatakan sebagai teknik regresi linier fuzzy.
Sayangnya, regresi linier fuzzy hanya dapat diterapkan ke fungsi linear
saja. Namun dalam kenyataannya, banyak fungsi kehidupan nyata tidak mengikuti
hubungan yang linear. Kabar baiknya adalah bahwa dimungkin untuk mengubah
fungsi non linier menjadi linier dalam beberapa kasus (Wang & Tsaur 2000).
Setelah fungsi linear diperoleh untuk membuka hubungan linier tersembunyi di
dalamnya, teknik regresi linier fuzzy dapat diterapkan. Namun demikian, output
regresi harus diinterpretasikan sesuai dengan proses transformasi yang terlibat.
Fuzzy regresi berguna untuk mengestimasi hubungan antara variabel bebas
dan terikat bila data yang tersedia sangat terbatas dan kurang tepat dan ketika
interaksi antar variabel tidak pasti atau kabur (Wang & Tsaur 2000). Para peneliti
telah menunjukkan bahwa kinerja regresi linier fuzzy menjadi relatif lebih baik
dibandingkan dengan regresi linier klasik ketika ukuran data relatif kurang dan
kecocokan model regresi kurang baik (Wang & Tsaur 2000 ).
Jadi regresi linier fuzzy menjadi alternatif yang cukup baik dari pada
regresi linier klasik dalam mengestimasi parameter regresi bila terdapat tidak
cukup data untuk mendukung analisis regresi statistik dan / atau untuk model
regresi yang kurang sesuai yang dikarenakan hubungan yang tidak jelas antara
variabel dan spesifikasi model yang kurang baik (Xue et al. 2004).
Suatu persamaan regresi linier fuzzy dengan satu variabel dependen dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = B0 + B1X (18)
Persamaan (18) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode yang
dikembangkan oleh Bargiela (2007), untuk mendapatkan nilai dari B0 dan B1
sebagai berikut:
63
xx
xy
SSSS
B+
+ =1ˆ (19)
XBYB ~ˆ~ˆ10++ −= (20)
∫+
=1
0 2)()(~ ααα dXXX
UL
Dimana:
(21)
∫+
=1
0 2)()(~ ααα dYYY
UL
(22)
2
1
1
0
22 ~2)))(())((( XndXXSSn
i
Ui
Lixx −+= ∑∫
=
ααα (23)
YXndYXYXSSn
i
Ui
Ui
Li
Lixy
~~2))()()()((1
1
0−+= ∑∫
=
+ ααααα (24)
3.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy
Fungsi utilitas merupakan nilai preferensi (preferences value) seseorang
terhadap tingkat risiko dalam membuat keputusan. Fungsi utilitas tersebut
dipetakan ke dalam nilai-nilai utilitas, dimana nilai utilitas lebih besar, berarti
tingkat preferensinya lebih tinggi (Wilkes 2008
e xk xU )()( βα=
). Fungsi utilitas risiko setiap
tingkatan rantai pasok dapat direpresentasikan sebagai fungsi regresi non-linear
sebagai berikut:
(25)
Dimana Uk
∑=
=n
iikik xRwxU
1)()(
(x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam jaringan
rantai pasok dan x adalah harga jagung di tingkat petani.
Karena setiap tingkatan rantai pasok memiliki beberapa faktor risiko,
fungsi utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dapat diperoleh dengan
menggabungkan faktor-faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasokan dengan
menggunakan rata-rata tertimbang sebagai berikut:
(26)
64
∑=
=n
iiw
11 (27)
Dimana Rik(x) adalah nilai utilitas risiko faktor ke i pada tingkat k dalam
jaringan rantai pasok. Dan wi
mm
j jikik xVxR ∏ ==
1)()(
adalah bobot masing-masing faktor risiko yang
diperoleh dari analisis dengan menggunakan proses AHP.
Nilai utility faktor risiko dapat diperoleh dari nilai utilitas variabel risiko
untuk setiap faktor risiko rantai pasok menggunakan metode geometric mean
sebagai berikut:
(28)
Dimana Vjik
)()()( xSxPxV ijkijkijk =
(x) adalah nilai utilitas dari variabel j risiko i faktor risiko
untuk tingkat k rantai pasokan dengan harga x. Utilitas nilai variabel risiko yang
diperoleh dengan mengalikan nilai kemungkinan dan dampak dari variabel risiko,
dengan fungsi sebagai berikut:
(29)
Dimana Pijk(X) adalah kemungkinan risiko dan Sijk
= ∏∑ =
=
mm
j ijkijk
n
iik xSxPwxU
11
)()()(
(x) adalah dampak
risiko i variabel risiko pada faktor-faktor risiko j dan k tingkat rantai pasokan.
Nilai dampak risiko dan kemungkinan risiko ini diukur dengan bilangan fuzzy
berdasarkan penilaian oleh para pemangku kepentingan dalam rantai pasokan
untuk menilai tingkat risiko berdasarkan perubahan harga jagung di tingkat petani.
Berdasarkan persamaan (26), (28) dan (29) akan diperoleh fungsi risiko
utilitas fuzzy sebagai berikut:
(30)
e xm
m
j ijkijk
n
ii xSxPw )(
11
)()( βα=
∏∑ =
=
Dengan mensubstitusikan persamaan (30) ke dalam persamaan (25), maka
akan mendapat persamaan berikut:
(31)
65
3.8. Proses Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko,
serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia.
Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer risiko pada pihak lain,
mengindari risiko, mengurangi efek buruk dari risiko dan menerima sebagian
maupun seluruh konsekuensi dari risiko tertentu.
a) Identifikasi risiko
Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu
aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam
manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah
mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang
dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain: Brainstorming, Survei,
wawancara, informasi historis, kelompok kerja, dana lain-lain.
b) Analisa risiko
Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah
pengukuran risiko dengan cara melihat potensi terjadinya seberapa besar severity
(kerusakan) dan posibilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan posibilitas
terjadinya suatu kejadian sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan
pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit
untuk memastikan posibilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga,
pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya
nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi
perencanaan manajemen risiko.
Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan
terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa
risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali
cukup sulit untuk asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas
yang dihasilkan suatu risiko. Beberapa contoh dampak yang dikaitkan dengan
biaya, waktu dan kualitas dapat diperlihatkan pada Tabel 10.
66
Tabel 10 Penilaian dampak risiko
Dampak Biaya Waktu Kualitas Sangat rendah Dana mencukupi agak menyimpang dari
target kualitas agak berkurang namun masih dapat digunakan
Rendah Membutuhkan dana tambahan
agak menyimpang dari target
gagal untuk memenuhi janji pada stakeholder
Sedang Membutuhkan dana tambahan
Penundaan berdampak terhadap stakeholder
beberapa fungsi tidak dapat dimanfaatkan
Tinggi Membutuhkan dana tambahan yang signifikan
gagal memenuhi deadline
gagal untuk memenuhi kebutuhan banyak stakeholder
Sangat tinggi Membutuhkan dana tambahan yang substansial
penundaan merusak proyek
proyek tidak efektif dan tidak berguna
Setelah mengetahui posibilitas dan dampak dari suatu risiko, maka kita
dapat mengetahui potensi suatu risiko. Untuk mengukur bobot risiko kita dapat
menggunakan skala dari 1-5 seperti yang disarankan oleh JISC infoNet,
sebagaimana terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Bobot skala pengukuran risiko
Skala Posibilitas Dampak 1 Sangat rendah hampir tidak mungkin terjadi dampak kecil 2 Rendah kadang terjadi dampak kecil pada biaya, waktu
dan kualitas 3 Sedang mungkin tidak terjadi dampak sedang pada biaya, waktu
dan kualitas 4 Tinggi sangat mungkin terjadi dampak substansial pada biaya,
waktu dan kualitas 5 Sangat tinggi hampir pasti terjadi mengancam kesuksesan proyek
c) Pengelolaan risiko
Jenis-jenis cara mengelola risiko, dapat dikategorikan dengan berbagai cara
sebagai berikut:
• Risk avoidance, yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang
mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya,
maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian
yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.
67
• Risk reduction, Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu
merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko
ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
• Risk transfer, yatu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui
suatu kontrak (asuransi) maupun hedging.
• Risk deferral, Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi
menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana posibilitas terjadinya risiko
tersebut kecil.
• Risk retention. Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara
mengurangi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap
diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan terhadap nilai suatu risiko dikatakan
sebagai penanganan risiko. Konsep penanganan risiko menggunakan beberapa
prinsip sebagai berikut:
• High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun
ditransfer ke pihak lain.
• Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini
adalah dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta
kembangkan contingency plan.
• High probability, low impact : respon terhadap risiko ini adalah dengan
melakukan mitigasi risiko dan mengembangkan contingency plan
• Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun
biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini
mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut.
Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu
dipersiapkan contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contingency plan
haruslah sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko tersebut. Dalam banyak
kasus seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk
mengurangi risiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika
diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa skenario memang
membutuhkan full contingency plan, tergantung pada proyeknya. Namun jangan
68
sampai tertukar antara contingency planning dengan re-planning normal yang
memang dibutuhkan karena adanya perubahan dalam proyek yang berjalan.
d) Implementasi manajemen risiko
Setelah memilih respon yang akan digunakan untuk menangani risiko,
maka saatnya untuk mengimplementasikan metode yang telah direncanakan
tersebut.
e) Monitoring risiko
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan
bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko
tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian
akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai
penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari
awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui
keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko
yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon
yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.
3.9. Soft System Methodology
Soft System Methodology (SSM) dikembangkan oleh (Checkland 1981)
sebagai suatu proses pengkajian dan penelitian tindakan untuk memperbaiki
situasi masalah yang tidak terstruktur di mana isu-isu yang samar dirasakan tapi
tidak jelas. SSM adalah cara yang terorganisasi untuk menangani situasi
permasalahan yang dirasakan (permasalahan sosial). Metode ini berorientasi pada
tindakan yang mengatur cara berpikir tentang situasi sehingga tindakan yang
dapat membawa perbaikan dapat diambil. Metodologi ini cocok untuk resolusi
konflik yang timbul dari pandangan yang berbeda, dan karenanya terdapat tujuan
yang bertentangan dari berbagai pemangku kepentingan (Daellenbach 1997).
Soft Sistem Methodology lebih menekankan pada sistem aktivitas manusia,
sebagai contoh keterlibatan manusia dalam suatu kegiatan dengan tujuan tertentu
dalam suatu organisasi. Metodologi ini menyediakan jendela sedemikian sehingga
kompleksitas interaksi manusia tersebut dapat diselidiki, dijelaskan dan dipahami
dengan mudah. Setelah pemahaman tentang situasi yang diselidiki telah tercapai
69
maka metodologi ini memungkinkan mengidentifikasi perubahan yang bersifat
sistemik sesuai dengan yang diinginkan (dalam hal ini akan mengurangi beberapa
masalah dan permasalahan) dan layak secara budaya (dengannya aktor dalam
sistem akan cenderung untuk terlibat dengan perubahan yang diusulkan dan
proses perubahan itu sendiri). SSM mendorong pembelajaran dan pemahaman
yang diharapkan akan menyebabkan perubahan yang disepakati dan penyelesaian
masalah secara bersama (Warwick 2008)
.
Dua ciri karakteristik yang penting bagi pendekatan sistem lunak (soft
system) adalah fasilitasi dan strukturisasi. Fasilitasi bertujuan untuk menyediakan
lingkungan di mana pelaku atau stakeholder dibimbing dengan benar dalam
diskusi atau perdebatan dapat disalurkan. Strukturisasi di sisi lain, berkenaan
dengan proses yang mana permasalahan manajemen diatur sedemikian sehingga
pemangku kepentingan atau pelaku dapat mengerti, dan akhirnya berpartisipasi
dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat
dicirikan sebagai non-matematis, menggunakan konsep berbasis sistem, proses
dan tekniknya lebih menekankan dialog dan partisipasi dengan klien (Coelho et
al. 2010). Kebutuhan untuk memahami interaksi yang kompleks dan dinamis
terhadap gagasan, permasalahan dan pandangan yang menjadi ciri masalah sosial
telah memunculkan SSM sebagai suatu metode solusi refleksif terhadap
permasalahan sosial. Proses model SSM mempunyai tahapan utama proses
sebagai berikut: Tahap 1 dan 2 Mencoba untuk membangun gambaran sedetail
mungkin (rich picture) terhadap situasi, tahap 3 Berusaha untuk menjelaskan
sifat-sifat dari sistem yang dipilih. Tahap 4 Membangun model konseptual dari
sistem yang didefinisikan. Tahap 5 Membandingkan model konseptual dengan
situasi aktual untuk melakukan konfirmasi pada hal yang dihasilkan dengan para
pemangku kepentingan. Tahap 6 Membuat outline kemungkinan perubahan yang
diinginkan dan analisa kelayakannya. Tahap 7 Terlibat dalam tindakan
berdasarkan hasil pada tahap 6.
70
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Kerangka Pemikiran
Manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung merupakan suatu
proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan strategis
dibuat merupakan pertimbangan utama untuk menggunakan sistem intelijen dalam
sistem pengambilan keputusan cerdas yang akan dikembangkan. Terdapat
beberapa alasan adanya kompleksitas ini yaitu: (1) adanya informasi dan
pengetahuan yang mendukung keputusan tidak lengkap, tidak pasti atau tidak
tepat atau bahkan tidak konsisten; (2) terdapat berbagai tujuan bahkan tujuan yang
bertentangan dan terdapat banyak tipe batasan yang berbeda; (3) terdapat batasan
waktu untuk pengambilan keputusan pada lingkungan yang selalu berubah; dan
(4) terdapat kecenderungan pada pengambilan keputusan kelompok dimana
berbagai tipe konsensus terjadi di dalam prosesnya. Untuk dapat menganalisis
dan memodelkan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur tersebut,
dalam penelitian ini akan digunakan metodologi soft sistem (Checkland 1981).
Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko terdiri dari dua
tahap utama, yaitu penilaian risiko (risk assessment) yang terdiri dari proses
mengidentifikasi, menganalisis, memprioritaskan dan pengendalian risiko (risk
control) yang terdiri dari perencanaan manajemen risiko, perencanaan resolusi
risiko (risk resolution) dan monitor risiko (risk monitoring), penelusuran
(tracking) dan tindakan perbaikan (corrective action). Menurut Chapman et al.
(2002) identifikasi dan penilaian risiko merupakan bagian yang paling penting
dalam seluruh proses manajemen risiko karena kualitas dari hasil sebuah analisis
tergantung sepenuhnya kepada proses identifikasi dan penilaian.
Pengukuran risiko dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Oleh karena sumber-sumber risiko mempunyai sifat yang tidak pasti,
maka di dalam analisis kualitatif dan kuantitatif selain memerlukan analisis
statistik, diperlukan juga analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis
posibilitas untuk dapat mengetahui pengaruh ketidakpastian sumber risiko.
Variabel dari masing-masing sumber risiko yang mungkin timbul dalam
manajemen risiko rantai pasok produk pertanian akan dinilai (assess) secara semi
71
kuantitatif berdasarkan tiga kelompok skala kualitas yang merupakan komponen
risiko, yaitu berdasarkan konsekuensi (severity), paparan (exposure) dan
posibilitas (likelihood) melalui pengisian kuesioner oleh responden dan
berdasarkan akuisisi pengetahuan pakar. Konsekuensi (severity) diukur dengan
empat kategori yaitu waktu (time), kualitas (quality), biaya (cost) dan keselamatan
(safety).
Kerangka kerja yang dilakukan dalam penelitian ini akan mengacu pada
kerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Rajamani et al. (2006), dengan
beberapa penyesuaian pada manajemen risiko rantai pasok produk pertanian dan
menggunakan kategori dan variabel risiko yang telah diidentifikasi oleh Xiaohui
et al. (2006). Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis risiko akan dilakukan
pada setiap pelaku rantai pasok untuk mendapatkan tingkat risiko masing-masing,
kemudian dilakukan agregasi nilai risiko total rantai pasok sehingga mendapatkan
ukuran tingkat risiko rantai pasok dan cara penanganan risiko dilakukan secara
menyeluruh untuk mendapatkan distribusi dan keseimbangan risiko rantai pasok.
Detail dari kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok dapat
diperlihatkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok
72
4.2. Tata Laksana Penelitian
4.2.1. Tahapan Penelitian
Langkah-langkah pengembangan sistem pendukung pengambilan
keputusan manajemen risiko rantai pasok adalah: identifikasi faktor-faktor
manajemen risiko rantai pasok, pembuatan model manajemen risiko rantai pasok
dengan multi objective programming, simulasi model manajemen risiko rantai
pasok dengan program dinamik, analisa berbagai skenario manajemen risiko
dengan kriteria finansial dan non finansial, pemilihan skenario manajemen risiko
dengan memperhatikan profit sharing optimum dan minimisasi risiko gobal dan
lokal, pembuatan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen
risiko rantai pasok dan pembuatan rekomendasi tindakan dan kesimpulan.
Langkah-langkah tersebut akan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap analisis,
tahap pemodelan dan tahap perancangan dan implementasi sistem (Gambar 17).
Pada tahap pertama dimulai dengan membuat tujuan penelitian dan
mempelajari sistem rantai pasok produk pertanian melalui observasi lapang dan
wawancara dengan beberapa pihak yang memahami risiko rantai pasok produk
pertanian. Studi pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
risiko rantai pasok produk pertanian dan metode yang akan digunakan dalam
penelitian. selain itu, juga dilakukan analisis kondisi manajemen risiko rantai
pasok produk pertanian yang mencakup aspek nilai tambah, penanganan risiko
dan kelembagaan pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok. Analisis
dilakukan untuk mendapatkan data kebutuhan dari setiap stakeholder dalam
manajemen rantai pasok untuk mengurangi risiko dan identifikasi konflik
kepentingan dalam rantai pasok secara vertikal. Kajian dilanjutkan dengan
perancangan model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok produk
pertanian pada aspek penyediaan, distribusi dan produksi. Output yang diharapkan
pada tahap ini adalah adanya pemetaan (mapping) risiko rantai pasok produk
pertanian mulai dari hulu sampai hilir, tersedianya informasi yang lengkap
mengenai penanganan risiko, dan kelembagaan pada rantai pasok pertanian,
adanya model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok.
Tahap kedua dari penelitian ini adalah pembuatan model sistem
pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok untuk
73
mendukung program ketahanan pangan. Model manajemen risiko akan
dikembangkan secara kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif menggunakan
fuzzy analitik hierarki proses dan fuzzy multi expert multi criteria decision making,
sedangkan model kuantitaif menggunakan value at risk dan indek risiko serta
algoritma genetika dan multi objectives programming untuk penyeimbangan
risiko. Kemudian dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi model dengan
menggunakan data simulasi pada berbagai skenario. Output dari tahap ini adalah
model sistem pendukung keputusan cerdas dengan berbagai skenario yang valid.
Tahap ketiga dari penelitian ini adalah perancangan dan implementasi
sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok. Perancangan
sistem dilakukan dengan pendekatan sistem yang berorientasi object
menggunakan alat bantu UML (Unified Modeling Language), sedangkan
implementsi sistem dilakukan dengan sistem yang berbasis web dengan
menggunakan program java. Output dari tahapan ini adalah sebuah rancangan
sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok yang
berorientasi obyek serta perangkat lunak sistem pendukung keputusan cerdas
manajemen risiko rantai pasok. Adapun rincian langkah-langkah kegiatan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari sistem rantai pasok produk/komoditas jagung melalui observasi
pendahuluan dengan beberapa pihak yang terkait dengan rantai pasok
komoditas jagung seperti petani, pengumpul dan industri apakn ternak. Selain
itu, studi pustaka dilakukan untuk pemahaman sistem nyata yang dipelajari.
Pustaka yang dipelajari berhubungan dengan manajemen risiko rantai pasok
dan teknik-teknik yang digunakan dalam manajemen risiko.
2. Wawancara mendalam dengan pengambil keputusan dan survei lapang di
obyek studi kasus. Tujuannya adalah mengetahui rangkaian kegiatan rantai
pasok dan kendala-kendal manajemen risiko rantai pasok. Pendalaman
terhadap pengetahuan para pemangku kepentingan rantai pasok jagung.
Beberapa pihak yang diwawancarai adalah petani dan kelompok tani,
beberapa pengumpul dan manajer pengadaan bahan baku jagung di industri
pakan ternak. Melalui wawancara akan diperoleh gambaran situasi secara
74
menyeluruh terhadap risiko yang dihadapi setiap pelaku dan cara
mengatasinya.
3. Merumuskan faktor-faktor risiko dan variabel penentu yang dibutuhkan dalam
penilaian tingkat risiko sesuai dengan tingkatan dalam jaringan rantai pasok.
Prosedur yang dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil
penelitian terkait. Faktor-faktor risiko yang diperoleh akan distrukturisasi
secara hierarki sehingga mendeskripsikan keterkaitan antar faktor.
4. Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko
sehingga rekomendasi dapat dikeluarkan oleh model. Rekomendasi
merupakan hasil akuisisi pengetahuan para ahli yang terdiri dari praktisi
agroindustri dan dilengkapi melalui studi pustaka penelitian yang terkait.
5. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya adalah prakiraan harga jagung pipilan
dan persayaratan mutu serta metode pasokan dan penyimpanannya Data yang
dibutuhkan adalah data masa lalu yang diperoleh melalui laporan kegiatan
industri pakan ternak dan pelaku rantai pasok di lokasi penelitian.
6. Formulasi model matematik untuk penyeimbangan risiko rantai pasok dengan
pendekatan manajemen dialog berdasarkan evaluasi risiko setiap tingkatan.
Model matematik dirumuskan melalui proses iterative untuk penentuan harga
jagung pipilan di tingkat petani dengan memeperhatikan tingkat risiko
masing-masing tingkatan dan tingkat utilitas ketersediaan jagung.
7. Merumuskan teknik-teknik penyelesaian untuk setiap formulasi model
matematik dan penilaian risiko dalam bentuk program komputer. Pada tahap
ini dibangun elemen-elemen dari basis data, basis pengetahuan dan basis
model serta hubungan masukan dan keluaran. Keterkaitan ini dibutuhkan
untuk menghasilkan keterpaduan. Keterpaduannya diwujudkan dalam bentuk
sebuah Sistem Penunjang Keputusan cerdas.
8. Verifikasi model menggunakan data dari obyek studi kasus yaitu industri
pakan ternak yang menggunakan bahan baku jagung. Nilai-nilai yang
dihasilkan model akan diperiksa kesesuaiannya berdasarkan logika dan kerja
komputasi. Pada tahap ini telah dihasilkan program komputer yang terdiri dari
basis model, basis data dan basis pengetahuan.
75
9. Validasi model untuk mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model
mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan.
Persiapan penelitian
Latar belakang dan perumusan masalah
Perumusan tujuan penelitian
Analisa kebutuhan stakeholder manajemen risiko rantai pasok (UML)
Identifikasi konflik kepentingan dan tujuan dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas Jagung
Identifikasi jenis risiko dan sumber risiko rantai pasok (fuzzy AHP)
Evaluasi risiko dan dampak risiko serta alternatif penghilangan risiko rantai pasok (fuzzy AHP)
Pengembangan model manajemen risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok (Multiobjectives programming)
Pengembangan model agregasi pengukuran risiko rantai pasok secara global (Fuzzy Agregation)
Pengembangan model penyeimbangan risiko (risk balancing) rantai pasok (stakeholder dialog dan fungsi utilitas-regresi fuzzy)
Pengembangan model perlakuan risiko rantai pasok secara lokal dan global (fuzzy inference)
Verifikasi dan validasi model Pembuatan model basis pengetahuan manajemen risiko rantai pasok
Analisa dan perancangan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (UML)
Implementasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (web programming)
pengujian dan perbaikan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok
Kesimpulan dan rekomendasi
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Identifikasi lingkup permasalahan
Gambar 17 Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok
76
4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Penelitian pemodelan
dilakukan di Laboratorium/Bagian Teknik Sistem Industri, Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB di Bogor. Penelitian
lapangan dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai sentra produksi
jagung di Indonesia.
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 – Desember 2010, untuk
mendapatkan informasi, data teknis dan diskusi dengan para narasumber yang
terkait. Tambahan data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan
model dilakukan pada rentang waktu tersebut.
4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan
Penelitian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah serta dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen
Perdagangan, Departemen Perindustrian, Balai-balai penelitian, asosiasi, data
perusahaan yang menjadi obyek kajian, dan pihak-pihak yang relevan.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut :
• Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan
manajemen risiko rantai pasok mulai dari produsen (petani), pedagang
pengumpul, prosesor (pengolah), distributor, hingga konsumen.
• Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi kendala dan risiko,
jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan
serta hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor, dari para
stakeholder manajemen risiko rantai pasok yang dikaji.
• Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petani/kelompok tani,
pedagang pengumpul, prosesor atau agroindustri, buyer/eksportir,
pemerintah (regulator), dan universitas/lembaga riset teknologi. Pada
FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi saat ini untuk memperoleh
alternatif-alternatif strategi manajemen risiko rantai pasok. FGD juga
melakukan verifikasi dan validasi terhadap model pengukuran risiko rantai
pasok.
77
• Pendapat pakar (expert judgement), dilakukan untuk memperoleh basis
pengetahuan melalui wawancara secara mendalam (indepth interview)
untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar yang terkait dalam
menentukan jenis dan sumber risiko dan pengukuran tingkat risiko dan
dampaknya serta keberhasilan penanganan risiko.
• Brainstorming dengan pakar untuk memodelkan sistem manajemen risiko
rantai pasok produk pertanian dengan Fuzzy AHP menggunakan tools
criterium decision plus.
• Pengumpulan informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode
purposive sampling untuk menentukan pakar yang dilibatkan dalam
penelitian. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk
menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar
dan track record kepakarannya. Demikian juga dalam penentuan
responden lain yang dilibatkan dalam penelitian ini seperti petani,
prosesor, distributor dan konsumen.
4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan
Fuzzy AHP
Metode Fuzzy AHP merupakan suatu metode yang dikembangkan dari metode
AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam
hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Fuzzy AHP merupakan
integrasi AHP dengan metode logika fuzzy. Fuzzy AHP digunakan untuk
menangani kekaburan vagueness, ambiguitas atau ketidakpastian atribut
kepentingan yang diberikan oleh penilai (pakar). Pada AHP konvensional
yang dikembangkan oleh Saaty, perbandingan berpasangan dilakukan dengan
menggunakan skala numerik (1 – 9) yang bersifat crisp. Fuzzy AHP dalam
penelitian ini akan digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan
mengetahui sumber risiko yang akan dihadapi pada setiap tahapan rantai
pasok produk pertanian.
Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik.
Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelejen
Fuzzy Inference System
78
dalam situasi yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi
dengan logika fuzzy yang pada dasarnya merupakan bagian dari logika
boolean yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu
nilai kebenaran antara benar dan salah. Dalam implementasinya, logika fuzzy
sering menggunakan informasi linguistik dan verbal (Marimin 2007). Dalam
penelitian ini Sistem inferensi fuzzy akan digunakan untuk menduga tingkat
risiko dan dampaknya suatu rencana tindakan managemen rantai pasok produk
pertanian sehingga dapat memberikan arahan untuk menghindari atau
menghilangkan terjadinya risiko tersebut.
Fuzzy Agregation,
Dalam penelitian ini fuzzy agregation akan digunakan untuk menghitung nilai
agregasi risiko rantai pasok dengan pendekatan fuzzy inference system
mamdamni.
Fuzzy FMEA,
Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) digunakan untuk mengukur
dan menganalisa variabel risiko setiap faktor risiko dalam setiap tingkatan
rantai pasok.
Stakeholder Dialogue,
Stakeholder dialogue digunakan untuk memodelkan proses penyeimbangan
risiko rantai pasok dengan tujuan mencari kesepakatan harga jagung di tingkat
petani dengan pendekatan fungsi regresi non linier dari tingkat utilitas risiko
setiap tingkatan rantai pasok.
Metode iterasi/interpolasi,
Metode interpolasi digunakan untuk mencari nilai kesepakatan dengan konsep
stakeholder dialogue berdasarkan parameter tertentu dengan input nilai
parameter yang diinginkan setiap tingkatan rantai pasok.
Metode sistem lunak (soft system methodology)
Metodologi ini digunakan untuk melakukan analisis sistem dan pemodelan
sistem serta verifikasi dan validasi model pada sistem interaksi sosial yang
,
79
komplek dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung.
Khususnya dalam memodelkan sistem penyeimbangan risiko yang
menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mendapatkan kesepakatan
harga jagung di tingkat petani.
4.4. Langkah Pemodelan Sistem
Secara umum, langkah-langkah utama yang harus diikuti untuk
membangun sistem dalam pengembangan sistem penunjang pengambilan
keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok adalah: menganalisa kebutuhan
user atau pelaku ditinjau dari kebutuhan setiap pelaku dan kendala yang dihadapi,
menganalisa sistem ditinjau dari fungsional dan non-fungsional sistem,
pemodelan sistem yang mencakup model basis data, model basis pengetahuan dan
model matematis solusi permasalahan, merancang bangun sistem dan
implementasi serta validasi model dan testing atau pengujian sistem.
Menurut Dhar dan Stein (1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas
merupakan sebuah Sistem Penunjang Keputusan yang menggunakan teknik-
teknik yang ada di bidang intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti
fuzzy systems, neural networks, machine learning, dan genetic algorithms
(algoritma genetik). Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam
mengakses, menampilkan, memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat
dan mudah untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Sistem penunjang
keputusan cerdas yang akan dikembangkan dalam penelitian ini terutama
menggunakan pendekatan fuzzy sistem untuk memodelkan analisis dan
pengukuran risiko rantai pasok pada setiap tahap/tingkatan rantai pasok.
Sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai
pasok yang akan dikembangkan merupakan sistem yang mencakup jenis dan
kelompok komoditas bahan pangan khususnya komoditas Jagung, yang meliputi
rantai aktivitas pasokan, struktur jaringan dan distribusinya, mekanisme
penyediaan, proses peramalan harga dan produksi serta strategi manajemen risiko
rantai pasok. Pada setiap tingkatan rantai pasok, akan dikembangkan model
analisis dan pengendalian risiko dengan pendekatan sistem intelijen untuk
80
pengambilan keputusan kelompok dalam penelitian ini. Adapun penjelasan rinci
dari pemodelan sistem tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Langkah-langkah teknik pemodelan sistem
4.5. Verifikasi dan Validasi Model
Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan
para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh
pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan
validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan
pengguna terhadap kemampuan dari model. Seluruh rangkaian dalam
menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan
Mulai
Analisa kebutuhan user
Analisa Kebutuhan Sistem
Lengkap?
Formulasi Model Sistem
Gugus solusi yang layak
Cukup?
Model Optimal
Rancang bangun Sistem
Sesuai spesifikasi?
Implementasi Sistem
Valid?
Rekomendasi operasional sistem
Selesai
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
81
penulisan program komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa
konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan.
Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses
pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung
pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada
seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum
diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja
dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model
memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil
yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran
kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap
peruntukannya (Carson 2002).
Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model
(program komputer) sesuai dengan logika diagram alur. Kalimat sederhananya,
apakah ada kesalahan dalam program? (Hoover et al. 1989). Proses verifikasi
dilakukan terhadap setiap modul untuk menguji apakah program dari modul
tersebut telah dapat berjalan dengan baik dan benar. Verifikasi dilakukan dengan
jalan memberikan data input dengan skenario tertentu kepada setiap modul
program, kemudian memeriksa outputnya dengan membandingkannya dengan
hasil perhitungan manual. Jika hasilnya masih terdapat kesalahan, maka dilakukan
perbaikan terhadap program setiap modul, kemudian dilakukan integrasi terhadap
modul untuk membentuk sistem dan kemudian dilakukan verifikasi terhadap
sistem hasil integrasi tersebut, sehingga diperoleh suatu sistem yang tepat dan
akurat.
Validasi model dilakukan untuk menguji apakah model yang sudah dibuat
dapat digunakan atau tidak di lapangan atau dalam kehidupan nyata. Validasi
adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi,
merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover et al. 1989).
Validasi model merupakan langkah untuk menguji apakah model yang telah kita
susun dapat merepresentasikan sistem nyata yang diamati secara benar. Model
dikatakan valid jika tidak memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda secara
signifikan dari sistem nyata yang diamati. Prosedur validasi model tergantung
82
dari sistem yang sedang dimodelkann dan lingkungan pemodelan. Beberapa
metode validasi adalah: (1) Metode statistik, (2) Metode Delphi, (3) Perilaku
ekstrim. Jika ukuran kinerja sistem nyata cukup tersedia, uji statistik umum
seperti uji t digunakan dimana kita menguji hipotesis kesamaan nilai rata-rata.
Kadang-kadang uji F juga dapat digunakan untuk menguji kesamaan ragam sistem
nyata dengan model. Metode Delphi dikembangkan sebagai pendekatan ke
analisis permasalahan ketika sangat sedikit data tersedia atau sistem nyata sedang
dipertimbangkan. Dalam metode Delphi, sekelompok ahli terpilih membentuk
panel yang akan menghasilkan jawaban konsensus terhadap pertanyaan yang
diajukan ke mereka. Dalam lingkungan sistem, panel mungkin terdiri dari
manager dan pengguna sistem yang sedang dimodelkan dan pertanyaan adalah
tentang perilaku atau kinerja sistem di bawah kondisi operasi tertentu. Teknik
validasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Delphi (expert’s
jugement) yaitu dengan meminta pendapat para pakar untuk memberikan
penilaian terhadap model yang dibuat dengan mengisi kuisioner dan melakukan
diskusi untuk memperbaiki dan menentukan tingkat efektifitas dari sistem dengan
mencoba sistem penunjang keputusan dengan input skenario tertentu. Adapun
beberapa pakar yang akan dilibatkan dalam proses validasi model ini adalah
beberapa pelaku atau praktisi agroindustri produk jagung seperti pakan ternak dan
tepung jagung, serta pakar akademisi dan pakar dari lembaga penelitian.
Menurut Checkland (1995) dalam Eriyatno dan Sofyar (2007), validasi
dalam model yang didekati dengan hard system harus menunjukan secara syahih
untuk menggambarkan bagian dari dunia nyata; sedangkan dalam model yang
didekati dengan soft system validasi dapat dilakukan dengan pembuktian
intelektual atau bisa dikatakan sebagai pembuktian model secara intelektual
terhadap prinsip-prinsip yang telah didefinisikan dengan struktur dan konsep
intelektual. Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan wawancara
mendalam terhadap beberapa pakar untuk membuktikan tingkat fungsionalitas
model dalam dunia nyata.
83
V. PENDEKATAN SISTEM
Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi
dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan.
Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah yang dimulai dengan
identifikasi dan analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang
dapat beroperasi secara efektif dan efisien.
Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah dengan
menggunakan abstraksi keadaan nyata atau penyederhaan sistem nyata untuk
pengkajian suatu masalah. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya
metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi disiplin
dan terorganisir, penggunaan model matematika, mampu berfikir kuantitatif,
penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan
komputer (Eriyatno 1999).
5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna
Model sistem yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan setiap
pelaku manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri dalam setiap tingkatan
jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan
setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem.
Berdasarkan hasil studi literatur dan wawancara mendalam terhadap pelaku rantai
pasok, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya
dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah:
1.) Petani
a) Kemudahan memperoleh informasi dan akses pasar yang lebih luas
b) Kemudahan memperoleh modal dengan kridit dari lembaga keuangan
c) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
d) Peningkatan kualitas dan produktivitas
e) Harga komoditas yang stabil dan layak
f) Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau
g) Kemudahan memperoleh sarana dan prasarana produksi
h) Terkendalinya risiko gagal panen
84
2.) Pedagang pengumpul (pengepul)
a) Kemudahan memperoleh informasi pasar
b) Kestabilan harga
c) Keutungan yang optimal
d) Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin
e) Peningkatan kondisi sarana dan prasarana distribusi
f) Peraturan usaha yang konsisten
g) Terkendalinya risiko transportasi
3.) Gapoktan (Gabungan kelompok tani)
a) Peningkatan potensi ekonomi masyarakat
b) Kelancaran aktifitas simpan pinjam
c) Kemudahan akses teknologi budidaya dan pascapanen
d) Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi
e) Kemudahan melakukan koordinasi antar anggota kelompok tani
f) Terkendalinya risiko pinjaman macet
4.) Agroindustri (Industri pakan ternak unggas)
a) Keberlanjutan perusahaan terjamin
b) Ketersediaan bahan baku yang stabil
c) Ketersediaan bahan baku yang berkualitas
d) Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi
e) Kontinuitas produksi
f) Margin keuntungan yang tinggi
g) Terkendalinya risiko internal dan eksternal
h) Kelayakan biaya produksi
i) Terjaminnya pemasaran produk
5.) Distributor (Pedagang pengecer)
a) Kemudahan distribusi dan pemasaran
b) Margin keuntungan yang tinggi
c) Peningkatan sarana dan prasarana distribusi
d) Terkendalinya risiko distribusi
e) Terjaminnya kualitas produk
f) Terjaminnya keberlanjutan perusahaan
85
g) Iklim usaha yang kondusif
6.) Konsumen (Peternak unggas)
a) Kemudahan akses produk yang berkualitas
b) Kestabilan harga produk
c) Pasokan produk yang stabil
d) Kemudahan akses informasi pasar dan produk
e) Produk tersedia dengan kuantitas dan kualitas yang cukup
7.) Lembaga keuangan
a) Mendapatkan kepastian usaha pemberian kridit
b) Minimnya risiko kridit macet
c) Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif
d) Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam
8.) Pemerintah pusat/daerah
a) Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
b) Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif
c) Peningkatan pendapatan asli daerah
d) Peningkatan taraf hidup masyarakat
e) Stabilisasi harga dan pasokan komoditas
f) Peningkatan kualitas produk dan komoditas
g) Peningkatan daya saing produk agroindustri
h) Peningkatan produktivitas petani
5.2. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasok produk agroindustri yang
berkaitan dengan manajemen risiko adalah:
a) Adanya variasi kualitas, jumlah dan kontinuitas pasokan bahan baku
akibat ketergantungan sektor pertanian terhadap musim. Adanya variasi
ini menyebabkan harga bahan baku berfluktuasi, mutu bahan baku
dibawah standar dan ketersediaannya tidak kontinyu. Sehingga terjadi
penurunan harga yang tajam disaat panen raya yang akan merugikan
petani serta penurunan kualitas yang akan merugikan perusahaan
agroindustri.
86
b) Adanya variasi mutu bahan baku menimbulkan variasi mutu produk
agroindustri sehingga produk agroindustri mempunyai nilai jual yang
rendah dan tidak dapat bersaing di pasar global.
c) Persaingan guna lahan dengan komoditas lain dan kesadaran penggunaan
bibit unggul yang masih rendah sehingga produktifitas jagung masih
tertinggal dibandingkan dengan negara lain serta bertani jagung masih
dianggap kurang menguntungkan.
d) Adanya distorsi informasi dalam rantai pasok sehingga menimbulkan tidak
stabilnya harga bahan baku dan produk agroindustri karena tingginya
tingkat penggudangan dan biaya penyimpanan.
e) Belum terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku
rantai pasok produk agroindustri sehingga menimbulkan setiap pihak
mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan setinggi-tingginya
tanpa memperhatikan risiko yang ditimbulkan terhadap pihak lain.
f) Posisi tawar petani dalam menentukan harga komoditas yang rendah
sehingga petani tidak mempunyai daya tawar dalam menentukan harga
karena akses informasi dan teknologi yang kurang.
g) Belum berkembangnya kesadaran petani dalam berorganisasi dan bermitra
dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan
sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen
usaha secara efektif.
h) Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadahi bagi
pengembangan produksi pertanian dan agroindustri guna meningkatkan
posisi tawar petani dengan alternatif usaha pendukung.
i) Tidak proporsionalnya distribusi risiko dan keuntungan antar pelaku dalam
jaringan rantai pasok produk agroindustri sehingga petani menghadapi
risiko dan ketidakpastian usaha yang lebih tinggi yang disebabkan oleh
gangguan alam, cuaca, hama dan penyakit. Disamping itu margin
keuntungan dari usaha produksi pertanian lebih rendah dengan usaha pada
tingkatan lain dalam rantai pasok tersebut.
j) Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kridit komersial,
karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang
87
relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum
beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.
5.3. Identifikasi Sistem
Dalam memodelkan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen
risiko rantai pasok produk/komoditas jagung perlu dikenali hubungan atau
pengaruh antara kebutuhan pelaku dengan permasalahan yang telah teridentifikasi.
Identifikasi sistem merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan
kebutuhan setiap pelaku dalam sistem dengan permasalahan yang telah
diformulasikan. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram
sebab akibat dan diagram input output.
Diagram lingkar sebab akibat pada prinsipnya menggambarkan hubungan
antara komponen di dalam sistem manajemen risiko rantai pasok produk
agroindustri. Hubungan antar komponen tersebut dapat bernilai positif atau
negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Diagram
sebab akibat ini digunakan sebagai dasar pengembangan model.
Adanya manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan
dapat mengantisipasi terjadinya risiko secara preventif dalam hal penanganan
risiko di setiap pelaku rantai pasok dan setiap tahapan jaringan rantai pasok untuk
meningkatkan kualitas produk dan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku.
Meningkatnya kualitas bahan baku produk agroindustri akan berkontribusi
terhadap peningkatan harga produk dan kualitas produk serta kepuasan konsumen,
sehingga dapat terjalin kesinambungan siklus pasokan yang kontinyu dengan
didukung penyediaan bibit unggul bagi petani sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan produksi bahan baku agroindustri. Peningkatan produktivitas
dapat berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani
sehingga petani lebih bergairah dalam penyediaan bahan baku serta memperlancar
proses pengembalian pinjaman modal terhadap lembaga keuangan.
Manajemen risiko di setiap tingkatan rantai pasok dapat digunakan untuk
mengidentifikasi, menganalisa, memprioritaskan, dan menangani risiko yang
mungkin terjadi pada pelaku di setiap tingkatan rantai pasok sehingga dapat
bertindak dengan lebih efektif dengan mempertimbangkan segala kemungkinan
88
terjadinya risiko untuk menjaga kualitas dan kontinuitas pasokan. Kesadaran
akan pentingnya manajemen risiko tersebut juga dapat mengurangi terjadinya
distorsi informasi antar pelaku dalam rantai pasok, sehingga setiap pelaku akan
bertindak dengan tingkat akurasi perkiraan kebutuhan yang lebih efektif dan
efisien dengan tersedianya informasi yang seimbang di antara pelaku rantai pasok.
Ketersediaan informasi tersebut perlu ditunjang oleh sarana infrastruktur dan
peran pemerintah yang lebih nyata dalam memberikan jaminan usaha yang lebih
kondusif sehingga tercipta usaha agroindustri baru yang dapat menyerap tenaga
kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah serta devisa negara.
Manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat
mengatasi kesenjangan risiko yang tinggi antar pelaku rantai pasok dengan konsep
penyeimbangan atau pendistribusian risiko antara pelaku rantai pasok sehingga
suatu risiko tidak ditanggung oleh suatu pihak dalam rantai pasok tetapi
ditanggung bersama guna meningkatkan kinerja rantai pasok dalam hal
peningkatan kualitas dan kontinuitas pasokan dengan pendekatan menjaga
kestabilan harga bahan baku. Dengan konsep harga yang stabil akan
memudahkan semua pihak dalam memperkirakan tindakan yang tepat dalam
perencanaan usaha sehingga kepastian usaha tercapai dan jaminan kontinuitas
agroindustri.
Konsep penyeimbangan risiko dapat dilakukan dengan pendekatan
menajemen pengambilan keputusan secara bersama dengan konsep stakeholder
dialog yang saling menguntungkan dalam menentukan harga bahan baku di
tingkat petani yang menguntungkan petani dan tidak merugikan pihak lain seperti
konsumen yaitu industri pakan ternak dan peternak. Pendekatan ini bertujuan
untuk mempertahankan kontinuitas pasokan dan meningkatkan kualitas bahan
baku dengan menyeimbangkan kepentingan yang berbeda pada setiap tingkatan
rantai pasok sebagai contoh petani menginginkan harga yang setinggi-tingginya
dengan kualitas yang rendah tetapi pihak lain penginginkan harga yang serendah-
rendahnya dengan kualitas yang tinggi.
Penyeimbangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
mengetahui risiko dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap setiap tingkatan
pelaku sehingga setiap pelaku mempunyai konsep yang sama dalam
89
mengantisipasi risiko yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Faktor
risiko tersebut perlu diidentifikasi dan dianalisa guna menentukan prioritas
tindakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sehingga
mendapatkan solusi permasalahan yang efektif.
Manajemen risiko rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram
hubungan sebab akibat yang relatif kompleks antar elemen yang perlu dikelola
secara terencana dan tepat sasaran guna tercipta suatu model manajemen risiko
rantai pasok yang efektif. Diagram lingkar sebab akibat tersebut dapat
diperlihatkan pada Gambar 19.
Gambar 19 Diagram lingkar sebab akibat
Diagram input output menggambarkan masukan (input) dan keluaran
(output) dari model yang akan dikembangkan. Input sistem terbagi menjadi dua
yaitu input yang berasal dari luar sistem atau input lingkungan dan input yang
berasal dari dalam sistem. Input dari dalam sistem merupakan perubah yang
Pasokan jagung
Produktifitas Kesejahteraan
Petani
Investor
Pinjaman Bank
Cicilan Utang
Risiko Gagal panen
Lahan Baru
Pabrik pakan & pangan
tenaga kerja
Bibit unggul
permintaan
Tarap hidup
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Produksi
+
Bibit unggul
+
+
Minat investasi
+
-
Informasi
Teknologi
-
+
+
+
+
Harga
+
+
-
90
diperlukan oleh sistem dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan keluaran
yang dikehendaki.
Input dari dalam sistem terdiri dari input terkendali dan input tidak
terkendali. Input terkendali dapat meliputi aspek manusia, bahan atau material,
energi, modal dan informasi. Input terkendali ini dapat bervariasi selama
pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja sistem atau output yang
dikehendaki. Input tidak terkendali tidak cukup penting peranannya dalam
mengubah kinerja sistem.
Input terkendali dari model yang akan dikembangkan meliputi nilai
investasi, tingkatan teknologi, sistem distribusi, sistem kemitraan, jenis produk
dan bahan baku dan jenis risiko dan faktor risiko. Pengendalian input terkendali
menjadi titik kritis keberhasilan sistem dalam mencapai output yang diinginkan
sekaligus untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki. Input ini menjadi
perhatian utama karena input terkendali merupakan input yang dapat dikelola agar
keluaran sistem sesuai dengan yang diharapkan.
Input tidak terkendali dalam sistem meliputi persaingan usaha, tingkat
suku bunga, nilai tukar rupiah, permintaan dan selera konsumen serta harga bahan
baku dan produk. Input tidak terkendali ini juga mempengaruhi sistem secara
keseluruhan.
Output dari sistem terdiri dari dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan
output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki umumnya dihasilkan
dari hasil pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada saat
dilakukan analisis kebutuhan sistem. Output yang dikehendaki dari sistem yang
dimodelkan meliputi kontinuitas pasokan bahan baku, peningkatan kualitas
produk, peningkatan produktivitas, peningkatan kesejahteraan petani, dan
menurunnya ketergantungan impor.
Output yang tidak dikehendaki merupakan hasil samping atau dampak
yang ditimbulkan secara bersama-sama dengan output yang dikehendaki. Output
tidak dikehendaki meliputi minat investasi agroindustri turun, pasokan bahan baku
tidak pasti, biaya produksi meningkat, fluktuasi harga, kridit usaha macet, dan
kualitas tidak terpenuhi. Output tidak dikehendaki ini perlu dikendalikan melalui
manajemen pengendalian terhadap input yang terkendali sehingga kinerja sistem
91
dapat berjalan seperti yang diharapkan. Diagram input output dari manajemen
risiko rantai pasok produk agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 20.
MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK AGROINDUSTRI
MANAJEMEN PENGENDALIAN
INPUT LINGKUNGAN
• Globalisasi ekonomi• Kondisi sosial budaya• Peraturan pemerintah• Kondisi politikINPUT TIDAK TERKENDALI
• Persaingan usaha• Tingkat suku bunga• Nilai tukar rupiah• Harga bahan baku dan produk• Permintaan dan selera
konsumen
OUTPUT YANG DIKEHENDAKI
• Kontinuitas pasokan bahan baku• Penigkatan kualitas • Peningkatan kesejahteraan petani• Peningkatan produktifitas• Menurunnya ketergantungan impor
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI
• Minat investasi agroindustri turun• Biaya produksi meningkat• Pasokan bahan baku tidak pasti• Fluktuasi harga• Kedit usaha macet• Kualitas tidak terpenuhi
INPUT TERKENDALI
• Nilai investasi• Tingkatan risiko dan faktornya• Sistem distribusi• Sistem kemitraan• Jenis produk dan bahan baku
Gambar 20 Diagram input output
5.4. Analisis Kebutuhan Sistem
Rantai pasok dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang mempunyai
elemen-elemen yang teratur, saling berkaitan dan mempunyai tujuan tertentu.
Rantai pasok produk/komoditas jagung mempunyai elemen pelaku yang terlibat
langsung dalam tingkatan rantai pasok yaitu petani, pengumpul, agroindustri,
distributor dan konsumen. Disamping itu terdapat juga elemen pelaku yang tidak
terlibat langsung dalam rantai pasok yaitu pemerintah, lembaga keuangan atau
bank dan pemangku kepentingan lain sebagai lingkungan dari sistem. Setiap
pelaku dalam rantai pasok tersebut mempunyai tujuan dan kepentingan masing-
masing yang kadang-kadang bersifat konflik. Untuk mengatasi dan mengelola
92
konflik kepentingan tersebut perlu adanya suatu sistem manajemen risiko,
sehingga sistem rantai pasok dapat terkendali dalam usaha mencapai tujuan.
Hasil analisis kebutuhan sistem penunjang pengambilan keputusan
manajemen risiko rantai pasok dengan pendekatan konsep sistem berorientasi
obyek dapat diperlihatkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Diagram analisis sistem
Dari Gambar 21 terlihat bahwa user dari sistem ini terdiri dari enam
kelompok pengguna yaitu chanel master yang bertindak sebagai admin dari
sistem, dan user pengguna sistem yang dikelompokkan dalam level processor,
level collector, level processor, level distributor dan level consumer. Setiap level
pengguna mempunyai user interface dan fungsionalitas yang berbeda, tetapi dapat
menggunakan sistem dalam kontek untuk mendapatkan informasi dalam
pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok secara keseluruhan
ataupun sesuai dengan levelnya.
Berdasarkan Gambar 21 terdapat empat skenario manajemen risiko rantai
pasok yaitu skenario identifikasi faktor-faktor risiko, evaluasi risiko per tingkatan
user, penentuan risiko utama, perhitungan nilai risiko agregasi dan pemberian
93
solusi mitigasi risiko baik per tingkatan ataupun secara keseluruhan dalam
manajemen risiko rantai pasok. Setiap skenario tersebut mempunyai tujuan
tertentu. Keterkaitan antar tujuan sistem penunjang pengambilan keputusan
manajemen risiko rantai pasok ini dapat diperlihatkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Diagram tujuan sistem
Dari Gambar 22 terlihat bahwa tujuan utama dari manajemen risiko rantai
pasok adalah untuk melakukan penyeimbangan risiko setiap tingkatan dalam
jaringan rantai pasok yaitu tingkat produser, tingkat collector, tingkat processor,
tingkat distributor, dan tingkat consumer. Untuk dapat memperoleh tujuan
tersebut dibutuhkan beberapa tujuan antara yaitu identifikasi risiko setiap
tingkatan, analisa faktor-faktor risiko dan pengukuran tingkat risiko berdasarkan
nilai kemungkinan terjadi risiko dan nilai dampak jika terjadi risiko, kemudian
dengan diperolehnya nilai risiko setiap tingkatan dapat diidentifikasi faktor risiko
utama yang perlu ditanggulangi atau dilakukan perlakuan tertentu dengan memilih
berbagai metode perlakuan yang tepat guna mengurangi dampak dan
kemungkinan dari risiko. Disamping itu analisis risiko juga perlu dilakukan
secara lokal untuk setiap tingkatan dan secara global dalam jaringan rantai pasok.
Analisa risiko secara global perlu mengindentifikasi faktor-faktor dan jenis risiko
yang mungkin terjadi dalam manajemen rantai pasok yaitu risiko arus barang,
risiko arus keuangan, risiko kemitraan dan risiko arus informasi yang
digabungkan dengan risiko agregasi dari setiap tingkatan maka akan diperoleh
risiko utama dari rantai pasok secara global. Untuk mendapatkan faktor utama
tersebut perlu dilakukan pengukuran risiko dari faktor-faktor utamanya yang
dilakukan oleh chanel master bersama-sama dengan hasil penilaian risiko dari
94
setiap tingkatan dalam jaringan rantai pasok. Setelah mendapatkan prioritas risiko
global akan dilakukan pemilihan tindakan yang tepat guna mengurangi
kemungkinan terjadinya risiko dengan berbagai kriteria dari setiap pelaku dalam
setiap tingkatan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari sistem penunjang
pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok ini dapat digambarkan
dengan diagram peranan subsistem seperti pada terlihat Gambar 23.
Gambar 23 Diagram peranan subsistem
Dari Gambar 23 terlihat bahwa sistem ini terdiri dari empat subsistem
yang berperan yaitu subsistem input data, subsistem penilaian risiko, subsistem
evaluasi risiko dan subsistem pengambilan keputusan. Subsistem input data
digunakan untuk input data risiko baik risiko setiap tingkatan pelaku dan risiko
rantai pasok secara global. Subsistem penilaian risiko digunakan untuk untuk
mengukur tingkat risiko setiap tingkatan pelaku dengan pendekatan agregasi
risiko setiap faktor dalam tingkatan dan melakukan pengukuran risiko rantai
95
pasok secara global dengan terlebih dulu melakukan agregasi pengukuran risiko
local untuk mendapatkan risiko total rantai pasok. Subsistem evaluasi risiko
digunakan untuk mengevaluasi tingkat risiko dari hasil penilaian risiko baik untuk
setiap pelaku ataupun risiko total rantai pasok guna mendapatkan faktor utama
yang berpengaruh terhadap risiko utama yang dihadapi oleh masing-masing
pelaku sesuai dengan tingkatannya serta mendapatkan faktor utama risiko yang
mempengaruhi risiko utama rantai pasok secara global. Subsistem pengambilan
keputusan digunakan untuk memilih jenis risiko utama dan faktor utama yang
dapat terjadi pada setiap level rantai pasok serta risiko utama yang dapat terjadi
dalam jaringan rantai pasok, disamping itu juga dapat digunakan untuk memilih
metode mitigasi risiko dan tindakan yang paling tepat untuk menghadapi risiko
utama yang muncul dalam setiap tingkatan rantai pasok dan jaringan rantai pasok
untuk mendapatkan solusi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan tujuan
tertentu.
96
VI. PEMODELAN SISTEM
6.1. Konfigurasi Model
Model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko
rantai pasok produk/komoditi jagung dikembangkan dengan menggunakan
perangkat lunak komputer yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision
Support System Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan
menggunakan pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat
membantu setiap pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan
pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung.
Selain itu dengan model ini diharapkan dapat diperoleh suatu mekanisme
komunikasi antar tingkatan dalam jaringan rantai pasok baik langsung ataupun
tidak langsung dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai
pasok sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang berkesinambungan dan
dapat menyeimbangan tingkat risiko yang ditanggung antar tingkatan pelaku
terutama untuk meningkatkan kemampuan pelaku di tingkat petani dalam
menanggulangi atau meminimalkan risiko sebagai pelaku atau pihak yang cukup
lemah dalam menghadapi risiko. Sistem penunjang pengambilan keputusan ini
dikembangkan dengan menggunakan pemrograman berbasis web yaitu PHP dan
menggunakan sistem manajemen basis data MySQL. Rincian detail dari
kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras dapat dilihat pada Lampiran 13.
Sistem IDSS-SCRM merupakan suatu perangkat lunak yang dapat
digunakan oleh setiap pelaku dalam setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditi
jagung yang terbagi atas dua level pengguna yaitu administrator sistem dan
pengguna sistem. Administrator sistem merupakan pihak yang dapat melakukan
perubahan dan manipulasi data dalam sistem yang terbagi atas tingkatan pelaku
ahli (pakar) dan pelaku channel master (pemerintah). Adapun pengguna sistem
merupakan pelaku yang mempunyai keterbatasan akses terhadap data sesuai
dengan tingkatan dalam rantai pasok yaitu tingkat petani, tingkat pengumpul,
tingkat agroindustri, tingkat distributor dan tingkat konsumen. Komponen utama
dari sistem IDSS-SCRM terbagi menjadi empat komponen utama yaitu sistem
manajemen basis model, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis
97
pengetahuan dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi sistem IDSS-
SCM dapat diperlihatkan pada Gambar 24.
Data Model Pengetahuan
SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA
SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL
SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN
• Data pelaku dan tingkatan rantai pasok
• Data hasil identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan
• Data hasil evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan
• Data hasil agregasi faktor risiko dan agregasi risiko tingkatan
• Data penyeimbangan risiko rantai pasok
• Data mitigasi risiko tingkatan
• Model identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan
• Model evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan
• Model agregasi faktor risiko
• Model agregasi risiko tingkatan
• Model agregasi risiko rantai pasok
• Model penyeimbangan risiko rantai pasok
• Model mitigasi risiko tingkatan
• Representasi fuzzy nilai dampak, nilai prosibilitas dan nilai paparan risiko
• Representasi fuzzy nilai output risiko FMEA
• Inferensi fuzzy evaluasi variabel risiko
• Inferensi fuzzy agregasi faktor risiko
• Inferensi IF-Then Rule mitigasi risiko
SISTEM MANAJEMEN DIALOG
Sistem pengolah terpusat
Pengguna
Gambar 24 Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok
6.2. Sistem Manajemen Basis Model
Sistem manajemen basis model terdiri dari lima model yaitu model
identifikasi risiko, model evaluasi risiko, model agregasi risiko, model
penyeimbangan risiko dan model mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok.
98
6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok
Model identifikasi risiko rantai pasok bertujuan untuk mengidentifikasi
dan menentukan variabel-variabel dari setiap faktor risiko yang sangat
berpengaruh terhadap setiap risiko tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan
diperoleh faktor-faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok beserta dengan
variabel-variabel risikonya sehingga setiap tingkatan rantai pasok akan terfokus
pada beberapa faktor risiko terpilih tersebut dalam melakukan manajemen risiko
rantai pasok. Input model adalah struktur hierarki identifikasi risiko rantai pasok
yang meliputi tujuan menajemen risiko rantai pasok, pelaku dan tingkatan rantai
pasok, faktor risiko rantai pasok dan variabel risiko rantai pasok. Kemudian dari
struktur hierarki ini akan dinilai oleh beberapa ahli (pakar) rantai pasok sehingga
akan terpilih beberapa faktor utama (dominan) dari setiap tingkatan rantai pasok.
Hasil penilaian pakar akan dimasukan ke dalam basis data identifikasi risiko
dengan mengambil empat faktor dengan bobot tertinggi dari hasil pembobotan
pakar. Disamping itu input model ini adalah hasil penilaian tingkat posibilitas,
tingkat dampak dan tingkat paparan dari setiap variabel risiko untuk dapat di
agregasi sehingga diperoleh tingkat risiko setiap faktor.
Model ini menggunakan motode fuzzy AHP (analytical Hierarchy
Process) untuk menentukan bobot dari setiap faktor risiko dan pemilihan faktor
risiko dengan bobot tertinggi dengan input penilaian ahli. Output dari model ini
adalah diperolehnya faktor-faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam setiap
tingkatan rantai pasok, dan variabel-variabel risiko dari setiap faktor tersebut yang
kemudian akan diinputkan ke dalam basis data. Disamping itu model ini juga
akan menghasilkan bobot variabel dan bobot faktor risiko serta bobot tingkatan
rantai pasok yang akan disimpan dalam basis data bobot variabel, bobot faktor
dan bobot tingkatan rantai pasok dan akan digunakan sebagai pembobot untuk
menghitung nilai agregasi faktor risiko, nilai agregasi risiko tingkatan rantai pasok
dan nilai agregasi risiko rantai pasok secara global. Adapun tahapan proses model
identifikasi risiko rantai pasok produk/komoditi jagung dapat diperlihatkan pada
Gambar 25.
99
Mulai
Pembuatan struktur hirarki
Penilaian alternatif dan kriteria oleh pakar
Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian dengan TFN
Membuat matrik kriteria dan alternative
Menghitung bobot kriteria
Menghitung nilai eigen setiap alternative
Menghitung Consistency ratio
Menghitung skor akhir.
Selesai
Cek konsistensi
Defuzzifikasi nilai skor fuzzy dengan rata-rata geometrik
Membuat matrik gabungan penilaian pakar
Menghitung Consistency ratio
Tidak
Ya
Agregasi pendapat pakar
Pilih 4 alternatif rangking teratas dari skor akhir
Gambar 25 Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok
100
6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok
Model evaluasi risiko rantai pasok digunakan untuk mengukur tingkat
risiko setiap variabel risiko rantai pasok dengan input nilai fuzzy posibilitas,
dampak dan paparan risiko. Model menggunakan metode Fuzzy FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis) untuk menentukan nilai variabel risiko dari setiap
faktor yang sudah terpilih dari pembobotan pakar dengan input tingkat posibilitas,
tingkat dampak dan tingkat paparannya. Tingkat penilaian tersebut menggunakan
nilai fuzzy dan direpresentasikan dengan metode TFN (Triangular Fuzzy Number)
untuk setiap fungsi keanggotaannya. Kemudian untuk menilai tingkat risiko
variabel digunakan fuzzy inference system mamdani, dengan input variabel
linguistik fuzzy posibilitas, dampak dan paparan serta outputnya adalah linguistik
fuzzy FRPN (fuzzy risk priority number).
Linguistik fuzzy posibilitas mempunyai nilai TP (Tidak Pernah) dengan
jangkauan nilai 1-2, SJ (Sangat Jarang) dengan jangkauan nilai 1-3, J (Jarang)
dengan jangkauan nilai 2-5, KK (Kadang-Kadang) dengan jangkauan nilai 4-7, S
(Sering) dengan jangkuan nilai 6-9, SS (Sangat Sering) dengan jangkuan nilai 8-
10 dan P (Pasti) dengan jangkuan nilai 9-10. Adapun representasi fungsi
keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari tingkat posibilitas dapat
diperlihatkan pada Gambar 26.
1 2 53 64 107 8 9
1Kadang2 Sering PastiSSJarangSJTP
Posibilitas
Gambar 26 Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko
Dampak dan paparan risiko direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy
PR (Tidak Pernah) dengan jangkauan nilai 1-2, SR (Sangat Rendah) dengan
jangkauan nilai 1-3, R (Rendah) dengan jangkauan nilai 2-5, S (Sedang) dengan
jangkauan nilai 3-8, T (Tinggi) dengan jangkuan nilai 6-9, ST (Sangat Tinggi)
101
dengan jangkuan nilai 8-10 dan PT (Paling Tinggi) dengan jangkuan nilai 9-10.
Adapun representasi fungsi keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari
dampak risiko dapat diperlihatkan pada Gambar 27 dan Gambar 28.
1 2 53 64 107 8 9
1Sedang Tinggi PTSTRendahSRPR
Dampak
Gambar 27 Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko
1 2 53 64 107 8 9
1Sedang Tinggi PTSTRendahSRPR
Paparan
Gambar 28 Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko
Output dari penilaian input dampak, posibilitas dan paparan akan
direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy TA (Tidak Ada risiko) dengan
jangkauan 1-50, HTA (Hampir Tidak Ada risiko) dengan jangkuan 1-100, SR
(Sangat Rendah) dengan jangkauan nilai 100-250, R (Rendah) dengan jangkauan
nilai 150-400, S (Sedang) dengan jangkuan nilai 250-550, HT (Hampir Tinggi)
dengan jangkauan nilai 400-700, T (Tinggi) dengan jangkauan nilai 550-900, ST
(Sangat Tinggi) dengan jangkauan nilai 700-100, dan PT (Paling Tinggi) dengan
jangkauan nilai 900-1000. Nilai jangkauan tersebut diperoleh dari nilai RPN
(Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian dari nilai posibilitas, nilai
102
dampak dan nilai paparan dari variabel risiko. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel
risiko (FRPN) dapat diperlihatkan pada Gambar 29.
1 100 400200 500300 900600 700 800
1S HT PTTRSRTA
Risiko
1000
HTA ST
Gambar 29 Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN)
Untuk menentukan nilai risiko (FRPN) digunakan fuzzy inference system
dengan aturan fuzzy IF-THEN. Banyaknya aturan fuzzy IF-THEN adalah 343,
karena menggunakan 3 input dan setiap inputnya mempunyai 7 nilai linguistik
fuzzy. Adapun gambaran kombinasi seluruh aturan fuzzy IF-THEN dapat
dijabarkan dengan menggunakan Tabel 12.
Tabel 12 Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok
No Posibilitas Dampak Paparan Risiko 1 TP PR PR TA 2 TP PR SR TA 3 TP PR R TA 4 TP PR S TA 5 TP PR T TA 6 TP PR ST TA 7 TP PR PT TA 8 TP SR PR TA … … … … … … … … … … … … … … … 342 P PT ST PT 343 P PT PT PT
103
Mulai
Pilih tingkatan rantai pasok
Baca faktor risiko terpilih dari basis data
Membuat model linguistik fuzzy variabel input dan output
Membuat model fuzzy inference
Hitung inferensi dengan fuzzy rule based mamdani
Selesai
Defuzzifikasi output nilai risiko
Input variabel risiko sesuai faktor
Input nilai dampak, prosibilitas dan paparan setiap variabel
Hitung nilai agregasi output
Tampil dan simpan nilai variabel risiko
Gambar 30 Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok
Nilai agregasi output dari setiap pakar dalam menilai variabel risiko
dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata geometrik. Demikian juga
proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari setiap
variabel risiko dengan menggunakan metode rata-rata geometrik.
6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok
Model agregasi risiko rantai pasok terdiri dari tiga sub-model yaitu sub-
model agregasi faktor risiko, sub-model agregasi risiko tingkatan dan sub-model
agregasi risiko total rantai pasok. Input dari model ini adalah nilai variabel risiko
104
yang merupakan output dari model evaluasi risiko rantai pasok dan nilai bobot
variabel input yang merupakan hasil output dari model identifikasi risiko rantai
pasok. Output dari model ini adalah nilai agregasi variabel risiko untuk
mendapatkan nilai setiap faktor risiko, nilai agregasi faktor risiko untuk
mendapatkan nilai risiko setiap tingkatan dan nilai agregasi risiko tingkatan untuk
mendapatkan nilai risiko total rantai pasok. Metode agregasi nilai faktor risiko
menggunakan rata-rata pembobot variabel risiko dengan rumus sebagai berikut:
i
n
ii BBwBB ∑
=
=1
(32)
i
n
ii BTwBT ∑
=
=1
(33)
i
n
ii BAwBA ∑
=
=1
(34)
Dimana nilai batas bawah (BBi), batas tengah (BTi) dan batas atas (BAi
11
=∑=
n
iiw
) dari nilai
fuzzy masing-masing variabel risiko hasil inferensi untuk mendapatkan nilai batas
bawah, batas tengah dan batas atas agregasi dari nilai faktor risiko. Adapun
jumlah bobot variabel risiko mempunyai nilai sama dengan satu seperti persamaan
di bawah.
(35)
Defuzzyfikasi merupakan suatu proses konversi output fuzzy ke output yang
bernilai tunggal (crips), proses defuzzyfikasi dilakukan dengan metode rata-rata
geometrik, dengan rumus:
cripsN = 3 ** ABBTBB (36)
Karena setiap penilaian risiko tidak hanya dilakukan oleh seorang pelaku
rantai pasok, maka perlu juga dilakukan agregasi hasil penilaian dari beberapa
hasil penilaian risiko sebelumnya, untuk mendapakan nilai tunggal hasil penilaian
akhir. Proses agregasi penilaian risiko setiap pakar/ahli yang menilai risiko
dilakukan dengan metode rata-rata geometrik dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
n nini BBBB ∏=
1 (37)
105
n nini BTBT ∏=
1 (38)
inn n
i BABT ∏=1
(39)
Secara detail sub-model agregasi faktor risiko dapat dijelaskan dengan diagram
alir model pada Gambar 31.
Mulai
Pilih tingkatan rantai pasok
Pilih faktor risiko sesuai tingkatan rantai pasok
Hitung bobot variabel risiko
Hitung agregasi output penilian pakar
Selesai
Defuzzifikasi output nilai faktor risiko
Lakukan penilaian perbandingan variabel risiko
Hitung nilai agregasi faktor
Tampil dan simpan nilai faktor risiko
Baca nilai variabel risiko dari basis data
Gambar 31 Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok
Dari Gambar 31 terlihat bahwa untuk melakukan proses agregasi faktor
risiko tingkatan rantai pasok, maka perlu terlebih dahulu dilakukan input
tingkatan rantai pasok, kemudian baru dilakukan input faktor risiko yang akan
dihitung nilainya. Setelah itu maka akan dilakukan perhitungan agregasi nilai
faktor risiko tersebut berdasarkan nilai variabel risiko yang sudah dihitung
106
sebelumnya dengan input nilai kemungkinan, dampak dan paparan dari setiap
variabel dalam model evaluasi risiko. Kemudian hasil dari perhitungan faktor
risiko ini akan ditampilkan nilai faktor risiko setiap tingkatan dalam bentuk grafik
yang telah diurutkan secara descending. Kemudian model agregasi risko setiap
tingkatan rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram alir Gambar 32.
Mulai
Pilih tingkatan SCM
Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM
Hitung agregasi output penilian pakar
Selesai
Defuzzifikasi output nilai risiko tingkatan SCM
Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP
Hitung nilai agregasi tingkatan SCM
Tampil dan simpan nilai risiko tingkatan SCM
Gambar 32 Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok
Dari Gambar 32 terlihat bahwa untuk menghitung risiko tingkatan
diperlukan input bobot faktor risiko yang dihasilkan dari model identifikasi risiko
rantai pasok, disamping itu model ini juga memerlukan input nilai setiap faktor
risiko yang dihasilkan dari hasil model agregasi variabel risiko. Untuk
menghitung nilai agregasi risiko tingkatan digunakan metode agregasi dengan
pembobot, sedangkan untuk menghitung agregasi penilaian pakar digunakan
metode rata-rata geometrik.
Proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari hasil
perhitungan nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok. Defuzzyfikasi dilakukan
107
dengan menghitung rata-rata geometrik dari nilai batas bawah, batas tengah dan
batas atas dari nilai lingusitik fuzzy TFN (Triangular Fuzzy Number).
Untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok total dilakukan perhitungan
agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok dari hasil perhitungan model
sebelumnya. Proses agregasi dilakukan dengan metode rata-rata pembobot
dengan menggunakan bobot setiap tingkatan rantai pasok yang diperoleh dengan
menggunakan metode fuzzy AHP dalam model identifikasi risiko.
Dengan konsep yang sama seperti dalam model agregasi sebelumnya
model ini juga melakukan proses defuzzyfikasi dengan metode rata-rata geometric
untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok tunggal (crips). Adapun langkah-
langkap proses perhiutngan agregasi risiko rantai pasok total dapat diperihatkan
pada Gambar 33.
Mulai
Baca data nilai risiko tingkatan SCM dari basis data
Hitung agregasi output penilaian pakar
Selesai
Defuzzifikasi output nilai risiko global
Baca data bobot tingkatan SCM dari hasil penilaian fuzzy AHP
Hitung nilai agregasi risiko global
Tampil dan simpan nilai risiko global
Gambar 33 Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok
6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok
Model penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk menentukan
harga jagung di tingkat petani dengan memperhatikan risiko setiap tingkatan.
Model ini terdiri dari tiga sub model yaitu model perkiraan harga, model
108
stakeholder dialog dan model interpolasi non linier. Model perkiraan harga
jagung di tingkat petani berdasarkan data input harga jagung dalam dua tahun
terakhir. Sub model ini menggunakan metode time series dalam memperkirakan
harga jagung. Hasil dari model ini digunakan sebagai input model regresi non
linier dalam model stakeholder dialog. Model stakeholder dialog merupakan
model yang digunakan untuk melakukan kesepakatan harga jagung di tingkat
petani dengan input nilai faktor risiko di setiap tingkatan rantai pasok berdasarkan
skenario perubahan harga. Oleh karena itu input dari sub model ini adalah faktor
risiko di setiap tingkatan rantai pasok, harga jagung yang diinginkan disetiap
tingkatan rantai pasok dan nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok. Output
sub model ini adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil
kesepakatan dengan menggunakan interpolasi terhadap fungsi conjoint dari fungsi
regresi non linier di tingkat petani dengan fungsi regresi non linier pada tingkat
yang lain dalam rantai pasok. Adapun model interpolasi non linier digunakan
untuk mencari nilai kesepakatan harga dengan menggunakan fungsi conjoint
dengan input harga jagung paling rendah yang diinginkan tingkatan rantai pasok
dan harga paling tinggi yang diinputkan suatu tingkatan rantai pasok. Model
penyeimbangan risiko untuk mendapatkan kesepakatan harga ini menggunakan
asumsi bahwa risiko di tingkat petani cenderung meningkat jika terjadi penurunan
harga dan cenderung menurun jika terjadi kenaikan harga. Sebaliknya terjadi
pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok seperti agroindustri, dan pengumpul
akan mempunyai risiko yang cenderung turun jika harga bahan baku turun dan
risiko yang cenderung naik jika harga bahan baku naik.
Metode yang digunakan dalam model penyeimbangan risiko adalah
stakeholder dialog antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam manajemen
risiko rantai pasok guna mendapatkan nilai konsensus dalam penyeimbangan
risiko karena adanya konflik kepentingan yang berbeda dalam penentuan harga di
tingkat petani. Konsensus dilakukan dengan melakukan pengukuran risiko dari
masing-masing tingkatan rantai pasok dengan skenario perubahan harga jagung di
tingkat petani. Hasil dari proses ini akan diperoleh model matematik yang dapat
dimodelkan dengan pendekatan regresi non linier fungsi risiko setiap tingkatan
rantai pasok dengan variabel independent harga di tingkat petani. Bentuk model
109
matematik regresi non linier tersebut dapat dituliskan dengan rumus sebagai
berikut:
e xp xU )()( βα −= (40)
Setelah diperoleh model matematik dari masing-masing tingkatan rantai
pasok kemudian dibuat fungsi conjoint antara pihak petani dengan beberapa pihak
yang terlibat dalam jaringan rantai pasok. Fungsi conjoint tersebut merupakan
fungsi optimasi yang akan dicari nilai penyelesaiannya dengan menggunakan
interpolasi non linier. Adapun bentuk fungsi conjoint tersebut dapat dirumuskan
dengan bentuk sebagai berikut:
)()()(1
xUwxUxH i
n
iip ∑
=
−= (41)
Dimana Up(x) adalah fungsi regresi non linier risiko petani dan Ui(x)
adalah fungsi regresi non linier dari tingkatan lain dalam jaringan rantai pasok,
sedangkan wi
11
=∑=
n
iiw
adalah pembobot dari tingkatan dalam jaringan rantai pasok yang
nilainya diperoleh dari hasil output dari model analisis risiko tingkatan rantai
pasok dengan pembatas jumlah nilainya sama dengan satu.
(42)
Proses interpolasi dilakukan dalam jangkauan (range) harga tertinggi dan
harga terendah yang diinginkan setiap pihak yang dalam proses stakeholder dialog
sehingga diperoleh harga kesepakatan yang sudah mengakomodasi setiap kriteria
risiko dari masing-masing tingkatan rantai pasok. Untuk mendapatkan nilai harga
kesepakatan yang sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di lapangan maka
diperlukan harga acuan dalam melakukan skenario prubahan harga dalam
pengukuran risiko. Dalam model ini harga acuan diperoleh dari hasil perkiraan
harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun terakhir. Proses perkiraan harga
dilakukan dengan metode Seasonal Hold-winter’s. Alur model penyeimbangan
risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Gambar 34.
110
Mulai
Input tingkatan SCM
Baca data bobot dan faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data
Hitung nilai peramalan harga jagung
Hitung penurunan dan kenaikan harga sesuai jumlah skenario
Selesai
Input Lengkap?
Hitung koefisien fungsi exponential A0 dan A1 tingkatan SCM
Tidak
Ya
Tampil harga jagung hasil kesepakatan
Input fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga
Input dampak, prosibilitas dan paparan faktor risiko sesuai skenario
Input harga yang diharapkan tingkatan
Proses kesepakatan stakeholder dialog dengan iterasi fungsi non linier
Tingkatan Lengkap?
Ya
Tidak
Gambar 34 Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok
Dari Gambar 34 terlihat bahwa input model ini adalah tingkatan rantai
pasok beserta dengan faktor risiko dalam tingkatan tersebut, nilai harga hasil
111
peramalan dengan metode time series, skenario perubahan harga dari nilai harga
peramalan, nilai faktor risiko sesuai dengan skenario perubahan harga dan harga
jagung yang inginkan oleh setiap tingkatan rantai pasok. Untuk setiap tingkatan
rantai pasok dilakuan pemodelan matematik dengan variabel dependent tingkat
risiko dan variabel independen harga jagung. Kemudian model tersebut dilakukan
conjoint dengan menggunakan bobot setiap tingkatan dan jangkauan harga
terendah dan harga tertinggi untuk mendapatkan nilai kesepakatan. Nilai
kesepakatan diperoleh dengan interpolasi dalam range harga input sehingga
mendapatkan harga kesepakatan yang menghasilkan nilai mendekati nilai nol
untuk fungsi conjoint yang dibentuk. Hasil nilai kesepakatan harga di tingkat
petani ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan harga di masing-
masing tingkatan dengan menggunakan asumsi margin tertentu.
6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok
Model mitigassi risiko tingkatan rantai pasok digunakan untuk melakukan
mitigasi atau pengurangan terjadinya risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai
dengan tingkat risiko yang diperoleh dari hasil evaluasi risiko dalam model
evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan diperoleh
beberapa alternatif solusi penanganan risiko pada suatu tingkatan rantai pasok jika
telah diketahui tingkat risiko dari tingkatan tersebut. Output dari model ini adalah
alternatif solusi yang disarakan oleh sistem berkaitan dengan munculnya risiko
dari suatu ringkatan rantai pasok. Input dari model adalah tingkatan rantai pasok
dan nilai risiko setiap tingkatan yang diperoleh dari model evaluasi risiko rantai
pasok. Untuk melakukan pencarian dan pemilihan alternatif solusi mitigasi risiko
dilakukan dengan menggunakan inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan
metode inferensi fuzzy sugeno. Diagram alir dari model mitigasi risiko rantai
pasok dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 35.
112
Mulai
Pilih tingkatan SCM
Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data
Temukan solusi mitigasi tingkatan SCM yang tepat dengan rule based
Selesai
Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP
Hitung nilai agregasi tingkatan SCM
Tampil nilai risiko tingkatan SCM
Tampilkan rekomendasi solusi mitigasi risiko
Gambar 35 Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok
6.3. Sistem Manajemen Basis Data
Sistem manajemen basis data digunakan untuk menginputkan,
menampilkan dan mengupdate data yang digunakan dalam model sistem. Sistem
basis data terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem basis data identifikasi
faktor risiko, subsistem basis data evaluasi risiko, subsistem basis data mitigasi
risiko, subsistem basis data harga jagung ditiap tingkatan dan subsistem basis data
penyeimbangan risiko rantai pasok.
6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok
Basis data identifikasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan,
menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dan digunakan
dalam model identifikasi risiko rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan
model ini adalah data faktor dan variabel risiko tiap tingkatan, data bobot variabel
dan faktor risiko tiap tingkatan serta bobot tingkatan rantai pasok yang diperoleh
113
dari analisis faktor risiko dengan menggunakan metode fuzzy Analytical
Hierarchy Process (fuzzy AHP). Data-data ini kemudian digunakan sebagai data
input dalam model evaluasi risiko tiap tingkatan rantai pasok.
6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok
Basis data evaluasi risiko digunakan untuk menginputkan, menyimpan,
menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model evaluasi risiko
rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan model ini adalah data penilaian
risiko variabel oleh pakar pada nilai posibilitas, nilai dampak dan nilai paparan
setiap variabel risiko rantai pasok. Kemudian hasil penilaian ini diagregasi untuk
mendapatkan nilai tunggal dari setiap variabel risiko, hasil dari data variabel
risiko kemudian diagregasi lagi untuk mendapatkan data faktor risiko dan risiko
tingkatan rantai pasok yang diperoleh dari hasil perhitungan agregasi faktor risiko.
Kemudian hasil evaluasi risiko tingkatan rantai pasok diagregasi untuk
mendapatkan risiko rantai pasok total. Dalam basis data ini digunakan data-data
dari penilaian pakar yang direpresentaikan dalam nilai fuzzy TFN, oleh karena itu
dalam basis data ini juga menyimpan nilai risiko yang direpresentaikan dengan
fuzzy TFN yang mempunyai nilai bawah, nilai tengah dan nilai atas.
6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok
Basis data penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk
menyimpan, menampilkan, menginputkan dan mengupdate data-data yang
berkaitan dengan model penyeimbangan risiko rantai pasok. Data-data yang
berkaitan dengan model ini adalah data faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok,
data penilaian faktor risiko yang berkaitan dengan perubahan harga jagung di
tingkat petani, data hasil perhitungan model stakeholder dialog dalam proses
penyeimbangan risiko rantai pasok. Disamping itu data yang berkaitan dengan
subsistem ini adalah data harga yang diinginkan dari setiap tingkatan rantai pasok
dalam melakukan stakeholder dialog penyeimbangan risiko.
114
6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok
Basis data harga jagung di tingkat petani merupakan basis data yang
digunakan untuk menyimpan harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun
terakhir. Basis data ini akan digunakan dalam menentukan kesepakatan harga
dalam model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan menggunakan metode
stakeholder dialog. Data ini merupakan data nyata yang diperoleh di lapangan
untuk dapat mensimulasikan dan menentukan harga jagung yang sesuai dengan
kondisi nyata. Basis data ini terutama digunakan untuk memprediksi harga
jagung di tingkat petani dengan menggunakan metode season hold winter’s.
6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok
Basis data mitigasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan,
menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model
mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan
model ini adalah data risiko setiap tingkatan dan data metode dan alternatif
strategi mitigasi yang sesuasi dengan tingkat risiko dari setiap tingkatan rantai
pasok. Untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok akan
menggunakan model inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan menggunakan
aturan inferensi fuzzy sugeno yang terdapat dalam model basis pengetahuan.
6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan
Sistem manajemen basis pengetahuan digunakan untuk mendapatkan
solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi sesuai dengan pendapat
beberapa pakar (ahli) yang direpresentasikan dalam basis pengetahuan. Beberapa
representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah representasi
penilaian pakar terhadap posibilitas, dampak dan paparan risiko rantai pasok yang
digambarkan dengan fungsi keanggotaan fuzzy segitiga. Selain itu setiap nilai
variabel input dan output dari sistem evaluasi risiko juga direpresentasikan dengan
menggunakan basis pengetahuan pakar berdasarkan pendekatan logika fuzzy.
Logika fuzzy juga digunakan untuk melakukan inferensi atau pengambilan solusi
dalam melakukan evaluasi risiko dan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok
dengan menggunakan aturan fuzzy IF-THEN.
115
6.5. Sistem Manajemen Dialog
Sistem manajemen dialog adalah sistem yang dirancang untuk mengatur
interaksi antara penguna (user) dengan model sistem komputer (aplikasi
komputer). Interaksi antara sistem dan pengguna tersebut dapat dilakukan dengan
input data, pemilihan variabel input atau pemilihan skenario input sehingga
mendapatkan output sistem yang diinginkan pengguna.
Untuk memudahkan pengoperasian sistem, digunakan sistem menu
sebagai pilihan yang dapat dipilih oleh pengguna dalam mengoperasikan sistem
aplikasi model pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok
komoditi/produk jagung. Selain itu sistem ini dapat digunakan oleh banyak
pengguna dengan tampilan yang berbeda berdasarkan tingkatan pengguna sistem.
Tingkatan pengguna dalam aplikasi ini dibagi menjadi dua yaitu pengguna biasa
dan pengguna admin. Pengguna biasa terbagi menjadi lima kategori yaitu
pengguna pada tingkat petani, pengguna pada tingkat pengepul, pengguna pada
tingkat agroindustri, pengguna pada tingkat distributor dan pengguna pada tingkat
konsumen, sedangkan pengguna admin terbagi dua kategori yaitu pengguna
admin channel master dan pengguna admin ahli. Pengguna biasa dapat
melakukan operasi sistem manajemen risiko sesuai dengan tingkatan pengguna,
artinya data pada tingkatan yang satu tidak dapat diakses oleh pengguna pada
tingkatan yang lain, sedangkan pengguna admin dapat melakukan update seluruh
data pada setiap tingkatan rantai pasok, karena pengguna admin merupakan
pengguna yang mempunyai hak untuk menjaga dan memelihara fungsionalitas
data dan sistem.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan sistem manajemen
risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah: kondisi cuaca atau iklim
terjadi secara normal dan setiap pelaku rantai pasok sadar akan pentingnya
manajemen risiko rantai pasok untuk dapat mengendalikan kemungkinan risiko
yang tidak diinginkan. Rantai pasok jagung yang digunakan dalam model ini
adalah rantai pasok yang berorintasi pemenuhan kebutuhan jagung untuk pakan
ternak sehingga perlu adanya kebutuhan nilai kualitas jagung yang harus dipenuhi
ssesuai dengan kriteria untuk bahan baku industri pakan ternak unggas.
116
VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK
7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok
Berdasarkan hasil studi literatur (Hallikas et al. 2004; Agiwal & Mohtadi
2008) dan brainstorming serta interview mendalam dengan beberapa pakar
(akademisi: seorang profesor manajemen rantai pasok, peneliti: Balai Pasca Panen
Bogor, praktisi: kepala devisi pengadaan bahan baku industri pakan PT. Charoen
Pokphand Indonesia) maka diperoleh struktur hierarki dari fuzzy AHP identifikasi
risiko rantai pasok komoditas jagung. Struktur hierarki yang diperoleh terdiri atas
empat level yaitu:
1. Level1. Fokus/Goal: Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok
komoditas jagung.
2. Level2: Tujuan manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yang
menjadi perhatian dalam kajian ini adalah: Untuk meningkatkan kualitas
pasokan (T1), Untuk menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (T2), Untuk
meningkatkan kesejahteraan petani (T3)
3. Level3. Aktor yang merupakan tingkatan rantai pasok komoditas jagung
sesuai dengan Vorst (2006) yang terdiri dari: Tingkat Petani (A1), Tingkat
Pengepul (A2), Tingkat Agroindustri (A3), Tingkat Distributor (A4), Tingkat
Konsumen (A5).
4. Level4. Alternatif faktor risiko yang teridentifikasi dari hasil interview
mendalam dengan pakar dan hasil studi literatur adalah:
a) Risiko lingkungan, yang diakibatkan oleh bencana alam, hama dan
penyakit, kebijakan pemerintah, keamanan, kondisi sosial budaya dan
politik, serta produk pesaing.
b) Risiko teknologi, yang bersumber dari rendahnya penguasaan teknologi,
perkembangan teknologi baru, penggunaan teknologi dan ketersediaan
teknologi.
c) Risiko harga, yang diakibatkan oleh adanya inflasi, nilai tukar dan bunga
bank, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga dan pasokan.
d) Risiko pasokan yang bersumber dari keberagaman mutu pasokan, loyalitas
pemasok, ketidakpastian pasokan dan ketersediaan pasokan.
117
e) Risiko transportasi yang diakibatkan oleh pemilihan moda transportasi,
ketidakpastian waktu transportasi, keamanan di jalan, dan kerusakan jalan
mengurangi mutu produk.
f) Risiko pasar yang bersumber dari struktur pasar, fluktuasi harga, penolakan
konsumen dan standarisasi mutu di pasar.
g) Risiko produksi yang diakibatkan oleh kapasitas produksi, proses produksi,
penggunaan teknologi produksi dan mutu bahan baku.
h) Risiko informasi yang bersumber dari penggunaan metode peramalan,
ketersediaan informasi, distorsi informasi dan metode transfer informasi.
i) Risiko kualitas yang diakibatkan oleh musim dan cuaca, metode
penyimpanan, variasi mutu pasokan, dan mutu pasokan bahan baku.
j) Risiko penyimpanan yang diakibatkan oleh ketidakpastian pasokan,
ketidakpastian permintaan, penyusutan dan penurunan mutu serta lokasi
geografis.
k) Risiko kemitraan yang bersumber dari pemilihan mitra, putusnya jaringan
komunikasi, putusnya jaringan transportasi dan komitmen mitra.
Struktur tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 36.
Gambar 36 Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok
Goal
Tujuan
Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok
Peningkatan Kualitas pasokan Peningkatan kesejahteraan petani Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil
Alternatif
Aktor Tingkat Petani Tingkat Pengepul Tingkat Agroindustri Tingkat Distributor Tingkat Konsumen
Risiko Kualitas
Risiko Penyimpanan
Risiko kemitraan
Risiko lingkungan
Risiko Teknologi
Risiko Harga
Risiko Pasokan
Risiko transportasi
Risiko Pasar
Risiko produksi
Risiko Informasi
118
Dari struktur pada Gambar 36 kemudian dilakukan perbandingan tingkat
kepentingan dengan melibatkan beberapa pakar dalam bidang rantai pasok dan
pasca panen komoditas jagung sebagaimana disebutkan di atas. Hasil penilaian
pakar kemudian dilakukan agregasi untuk mendapatkan suatu nilai tunggal
evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung. Hasil evaluasi risiko rantai pasok
dengan menggunakan fuzzy AHP dapat dijelaskan dengan menggunakan Tabel 13,
sedangkan hasil rinci dari pembobotan risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat
diperlihatkan pada Lampiran 11. Kemudian hasil pembobotan struktur hierarki
analisa risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Lampiran 9.
Tabel 13 Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP
Aktor kualitas pasokan
kontinuitas pasokan
kesejahteraan petani
bobot tingkatan
Tingkat petani 0,571 0,563 0,476 0,538 Tingkat pengepul 0,145 0,140 0,187 0,157 Tingkat Agroindustri 0,145 0,136 0,103 0,129 Tingkat distributor 0,090 0,096 0,110 0,098 Tingkat konsumen 0,049 0,065 0,124 0,078
bobot 0,406 0,265 0,328
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tujuan peningkatan kualitas pasokan
mempunyai bobot tertinggi disusul dengan tujuan peningkatan kesejahteraan
petani dan tujuan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku komoditas jagung
berturut turut dengan bobot nilai 0,406; 0,328 dan 0,265. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung
mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pasokan pada agroindustri,
karena dengan peningkatan kualitas tersebut dapat mengurangi terjadinya
kerusakan produk dalam tahap penyimpanan dan peningkatan harga sehingga
dapat meningkatkan pendapatan petani. Kemudian dengan peningkatan
pendapatan petani akan diperoleh tujuan selanjutnya yaitu peningkatan
kesejahteraan petani. Dalam rantai pasok yang dapat meningkatkan kesejahteraan
petani akan mendorong lebih banyak petani bertanam jagung sehingga akan
meningkatkan pasokan dan akan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Dari
Tabel 13 juga diperoleh nilai bobot risiko setiap tingkatan dalam rantai pasok
komoditas jagung, sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 37.
119
Gambar 37 Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung
Dari Gambar 37 terlihat bahwa risiko di tingkat petani mempunyai bobot
nilai yang tertinggi dibandingkan dengan risiko di tingkat lain dalam jaringan
rantai pasok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam rantai pasok komoditas
jagung petani mempunyai kecenderungan menanggung risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok komoditas
jagung sesuai dengan hasil penelitian Sarasutha et al. (2007). Oleh karena itu
perlu dikaji lebih mendalam risiko apa saja yang harus dihadapi oleh petani
sebagai penanggung risiko tertinggi sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat
guna mengantisipasi risiko tersebut baik secara individu maupun secara bersama
dalam jaringan rantai pasok.
7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani Analisis risiko pada tingkat petani dilakukan untuk dapat mengetahui
faktor dan variabel risiko yang perlu ditangani oleh petani dalam manajemen
rantai pasok guna meningkatkan kualitas produk jagung. Hasil pembobotan
faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh bahwa bobot faktor risiko
tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko
lingkungan, risiko pasokan dan risiko pasar. Distribusi hasil pembobotan faktor
risiko pada tingkat petani tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 38. Dari hasil
0.538
0.1570.129
0.098 0.078
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
Tingkat petani
Tingkat pengepul
Tingkat Agroindustri
Tingkat distributor
Tingkat konsumen
Bobo
t Ris
iko
Risiko Tingkatan
120
tersebut terlihat bahwa empat faktor dominan risiko yang harus dihadapi oleh
petani jagung adalah risiko kualitas, risiko harga, risiko lingkungan dan risiko
pasokan.
Gambar 38 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani
Untuk mengetahui lebih dalam sumber atau variabel risiko dari setiap
risiko dominan tersebut maka perlu dilakukan kajian mendalam terhadap tingkat
kejadian dan dampak dari setiap variabel risikonya. Risiko kualitas pada tingkat
petani dipengaruhi oleh musim dan cuaca, proses pasca panen, penggunaan bibit,
dan proses budidaya tanaman. Risiko harga di tingkat petani dipengaruhi oleh
rendahnya mutu, terjadinya gagal panen, fluktuasi harga dan distorsi informasi
harga. Risiko lingkungan di tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa variabel
yaitu bencana alam, hama dan penyakit, kebijakan pemerintah, dan keamanan/
pencurian. Risiko pasokan di tingkat petani bersumber dari kelangkaan pupuk,
ketersediaan lahan, ketersediaan bibit unggul dan pemilihan jadwal tanam. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Kasryno et al. (2008) bahwa risiko yang sering
dihadapi petani/gapoktan jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih
menggunakan varietas lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah,
penanganan pasca panen yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan
jadwal tanam yang tidak tepat sehingga pada waktu panen raya harga jagung
merosot tajam serta terjadinya gagal panen karena lahan puso. Hasil evaluasi
variabel risiko terhadap faktor risiko dominan pada tingkat petani dapat dilihat
0.139
0.028
0.1560.137
0.045
0.0840.058
0.034
0.230
0.0560.033
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Bobo
t Ris
iko
Tingkat petani
121
pada Tabel 14. Hasil rinci dari pengukuran risiko setiap variabel pada tingkat
petani dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 14 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani
No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam Sedang Hama dan penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Keamanan/pencurian Sedang
2 Risiko Harga
Distorsi informasi harga Tinggi Rendahnya kualitas Tinggi Gagal panen Sedang Fluktuasi harga Tinggi
3 Risiko Pasokan
Ketersediaan bibit unggul Sedang Kelangkaan pupuk Rendah Jadwal tanam Sedang Ketersediaan lahan Sedang
4 Risiko Kualitas
Musim dan cuaca Sedang Pasca panen Tinggi Proses budidaya Rendah Penggunaan bibit unggul Rendah
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa risiko di tingkat petani yang
mempunyai tingkat risiko tinggi dan perlu tindakan pengendalian adalah risiko
rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi harga dan risiko fluktuasi harga.
Risiko rendahnya kualitas disebabkan oleh metode pasca panen, penggunaan bibit
unggul, metode budidaya dan risiko musim dan cuaca saat dilakukan pasca panen
sehingga proses pengeringan tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Oleh
karena itu perlu adanya tindakan untuk mengatasi risiko rendahnya mutu jagung
dengan penggunaan metode pasca panen yang tepat dan pemilihan jadwal tanam.
Risiko harga di tingkat petani disebabkan adanya distorsi informasi harga dan
fluktuasi harga yang tinggi, sehingga petani tidak mempunyai kepastian hasil dari
proses bisnisnya. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme yang dapat
memberikan informasi pada setiap tingkatan rantai pasok secara seimbang
sehingga tidak terjadi distorsi informasi, selain itu juga perlu adanya suatu
mekanisme yang dapat memberikan kepastian pada tingkat petani dalam
melakukan proses bisnisnya dengan adanya kepastian harga di tingkat petani
sehingga petani dapat bertindak dengan perencanaan yang pasti. Risiko pasokan
pada tingkat petani disebabkan oleh proses penjadwalan tanam yang cenderung
122
berdasarkan musim, sehingga akan minimbulkan pasokan yang tinggi pada saat
musim panen raya dan akan terjadi kekurangan pasokan pada saat yang lain,
disamping itu juga akibat dari kompetisi penggunaan lahan terhadap komoditas
lain yang menimbulkan kurangnya ketersediaan lahan. Oleh karena itu perlu
adanya suatu mekanisme penggiliran tanam jagung pada suatu wilayah tertentu
untuk dapat memberikan kepastian jumlah pasokan jagung sepanjang waktu.
Risiko lingkungan pada tingkat petani disebabkan oleh bencana alam, hama &
penyakit yang mempunyai tingkat risiko sedang, disamping juga risiko
keamanan/pencurian. Hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat petani
pada faktor risiko kualitas dapat dilihat pada Gambar 39.
Gambar 39 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani
7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul
Berdasarkan hasil identifikasi risiko pada tingkat pedagang pengumpul
dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh empat faktor risiko dominan yang
dihadapi oleh pedagang pengumpul dalam rantai pasok komoditas jagung yaitu
risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko pasar. Bobot risiko tertinggi
adalah risiko harga (0,215) kemudian diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas
dan risiko pasar dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,186; 0,163 dan
0,095, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 40.
123
Gambar 40 Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul
Risiko harga disebabkan oleh distorsi informasi harga, musim panen raya,
fluktuasi harga dan nilai tukar. Risiko pasokan disebabkan oleh keberagaman
pasokan, loyalitas pemasok, jumlah pasokan dan keberadaan pemasok. Kemudian
risiko kualitas disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan, penyimpanan, musim &
cuaca dan variasi mutu pasokan. Kemudian risiko pasar bersumber dari struktur
pasar, bunga bank, penolakan konsumen dan adanya sertifikasi mutu. Adapun
nilai lengkap dari hasil evaluasi variabel risiko dari faktor risiko dominan pada
tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul
No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Harga
Nilai tukar Sangat Rendah Panen raya Rendah Distorsi informasi harga Rendah Fluktuasi harga Sedang
2 Risiko Pasokan
Keberagamanan pasokan Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Jumlah pasokan Rendah
3 Risiko Pasar
Struktur pasar Rendah Risiko sertifikasi mutu Rendah Bunga bank Sangat Rendah Penolakan konsumen Sedang
4 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Sedang Penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah
0.0630.031
0.2150.186
0.0700.095
0.0520.031
0.163
0.0640.029
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Bobo
t Ris
iko
Tingkat pengepul
124
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa pada tingkat pengepul beberapa
risiko yang perlu dilakukan pengendalian adalah risiko rendahnya kualitas
pasokan, risiko fluktuasi harga dan risiko penolakan konsumen dan risiko variasi
mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko sedang. Adanya risiko kualitas karena
keberagaman mutu psokan dan rendahnya mutu pasokan menyebabkan
pengumpul harus melakukan pengeringan tambahan sebagaimana hasil penelitian
dari Miskiyah dan Widaningrum (2008). Disamping itu penolakan konsumen
sering dialami oleh pedagang pengumpul karena kualitas yang tidak sesuai standar
karena adanya variasi mutu pasokan dan keberagamanan pasokan. Hasil rinci dari
pengukuran variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada
Lampiran 5. Adapun hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat pengepul
pada faktor harga dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul
7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri
Hasil analisis risiko pada tingkat agroindustri dengan menggunakan
metode fuzzy AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko dominan yang harus
dihadapi tingkat agroindustri dalam rantai pasok komoditas jagung adalah risiko
kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko kualitas
mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,182, diikuti oleh faktor risiko pasokan,
125
harga dan lingkungan yang mempunyai bobot masing-masing sebesar 0,141;
0,107 dan 0,106 sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 42.
Gambar 42 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri
Risiko kualitas (mutu) pada tingkat agroindustri disebabkan oleh
rendahnya mutu pasokan, musim & cuaca, keberagaman mutu pasokan bahan
baku dan terjadinya penyusutan dalam penyimpanan bahan baku. Risiko pasokan
bersumber dari ketidakpastian pasokan, loyalitas pemasok, pemilihan pemasok
dan keberadaan pemasok. Risiko harga disebabkan oleh adanya perubahan nilai
tukar, distorsi informasi harga, musim panen raya dan adanya fluktuasi harga
bahan baku. Risiko lingkungan disebabkan oleh bencana alam, hama dan
penyakit, kebijakan pemerintah dan adanya produk pesaing. Hasil detail dari
pengukuran variabel risiko di tingkat agroindustri untuk setiap faktor risiko dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Hasil verifikasi dan validasi model identifikasi risiko, diperoleh beberapa
variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu tindakan pengendalian
sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tindakan pengendalian perlu dilakukan
terhadap variabel risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai
tingkat risiko tinggi. Variabel risiko ini dapat menimbulkan penurunan kualitas
dan risiko penyimpanan yang berpengaruh terhadap mutu produk dan kinerja
produksi. Disamping itu variabel risiko lain yang dapat menurunkan kualitas
adalah adanya keberagaman mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko
0.106
0.069
0.107
0.141
0.033
0.0760.097
0.06
0.182
0.101
0.027
00.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0.2Bo
bot R
isik
oTingkat agroindustri
126
sedang. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian untuk mengurangi adanya
risiko kualitas ini dengan melakukan kerjasama dengan pemasok terpilih melalui
kontrak pengadaan bahan baku sesuai kualitas dan kuantitas tertentu. Akan tetapi
dalam melakukan kerjasama tersebut perlu melihat risiko lain yang diakibatkan
oleh pemasok atau pasokan yaitu ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok
yang mempunyai tingkat risiko sedang. Oleh karena itu perlu tindakan
pengendalian risiko terhadap ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok
tersebut dengan cara memilih pemasok yang mempunyai komitmen baik dan
memberikan informasi kepastian harga dan permintaan jagung bagi petani untuk
dapat menggairahkan petani dalam menanam jagung sehingga dapat
meningkatkan kepastian pasokan. Adapun beberapa variabel risiko lain yang
mempunyai tingkat risiko sedang adalah adanya produk pesaing, distorsi
informasi harga bahan baku dan fluktuasi harga bahan baku jagung. Fluktuasi
harga terjadi karena ketersediaan bahan baku jagung saat ini cenderung bersifat
musiman, sedangkan kebutuhan jagung pada industri pakan ternak bersifat
kontinyu sepanjang tahun sehingga akan menimbulkan kelebihan pasokan pada
saat panen raya dan kelangkaan pasokan pada saat yang lain.
Tabel 16 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam Rendah Hama dan penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Produk pesaing Sedang
2 Risiko Harga
Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Nilai tukar Rendah Fluktuasi harga Sedang
3 Risiko Pasokan
Pemilihan pemasok Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Sedang Ketidakpastian pasokan Sedang
4 Risiko Kualitas
Keberagaman mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Tinggi Metode penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah
Hasil verifikasi indentifikasi risiko tingkat agroindustri dalam model
sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok dapat
127
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko setiap variabel dari faktor risiko
dominan yang telah teridentifikasi dengan menggunakan metode fuzzy AHP.
Adapun tampilan sistem dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko kualitas
di tingkat agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 43.
Gambar 43 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri
7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor
Empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi dari hasil identifikasi
risiko dengan menggunakan fuzzy AHP pada tingkat distributor dalam rantai
pasok komoditas jagung adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan
risiko penyimpanan. Faktor risiko harga di tingkat distributor mempunyai bobot
yang paling tinggi yaitu sebesar 0,195, kemudian diikuti oleh faktor risiko
pasokan dengan bobot sebesar 0,168, sedangkan faktor risiko kualitas dan faktor
risiko penyimpanan mempunyai bobot yang hampir sama yaitu berturut-turut
sebesar 0,122 dan 0,120. Penjelasan detail dari perbandingan faktor risiko tingkat
distributor hasil analisis dapat diperlihatkan pada Gambar 44.
128
Gambar 44 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor
Berdasarkan Gambar 44 terlihat bahwa risiko dominan di tingkat
distributor adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko
penyimpanan. Risiko harga yang disebabkan oleh adanya fluktuasi harga, distorsi
informasi harga, risiko musim panen raya dan nilai tukar rupiah. Risiko pasokan
disebabkan oleh jumlah pemasok, distorsi informasi pasokan, keberadaan
pemasok dan komitmen mitra pemasok. Risiko kualitas disebabkan oleh
peyimpanan, musim & cuaca, rendahnya mutu pasokan dan keberagaman mutu
pasokan, sedangkan risiko penyimpanan adalah adanya penyusutan, metode
penyimpanan atau penggudangan, kapasitas transportasi dan kuantitas pasokan.
Hasil rinci dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko di tingkat
distributor dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hasil analisis variabel risiko terhadap faktor risiko dominan tersebut
diperoleh beberapa risiko yang perlu dilakukan tindakan pengendalian di tingkat
pengecer atau distributor yaitu risiko harga yang diakibatkan oleh risiko fluktuasi
harga dan risiko pasokan yang diakibatkan oleh risiko distorsi informasi pasokan
dan risiko kualitas yang diakibatkan oleh penyimpanan. Hasil rinci dari analisis
variabel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat distributor dapat dilihat pada
Tabel 17. Tindakan pengendalian risiko yang dapat dilakukan di tingkat
distributor adalah melakukan kerjasama penjualan produk dengan beberapa
pengecer untuk mengurangi penyimpanan dilakukan pada satu tempat sehingga
0.041 0.035
0.1950.168
0.074
0.112
0.0580.040
0.122 0.120
0.035
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250Bo
bot R
isik
o
Tingkat distributor
129
kualitas dapat terjaga dan memudahkan akses informasi pasar. Hasil verifikasi
sistem pengambilan keputusan dalam analisis risiko di tingkat distributor terhadap
faktor risiko harga dapat dilihat pada Gambar 45.
Tabel 17 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor
No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Harga
Nilai tukar Sangat Rendah Distorsi informasi harga Rendah Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang
2 Risiko Pasokan
ketidakpastian pasokan Sedang Pemilihan pemasok Rendah Komitmen pemasok Rendah Jumlah pasokan Rendah
3 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan Rendah Rendahnya mutu pasokan Rendah Penyimpanan Sedang Musim Rendah
4 Risiko Penyimpanan
Kapasitas transportasi Rendah Metode penyimpanan Rendah Kuantitas pasokan Sangat Rendah Penyusutan Rendah
Gambar 45 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor
130
7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen
Hasil identifikasi risiko di tingkat konsumen dengan menggunakan fuzzy
AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi adalah
risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko
kualitas mempunyai bobot yang paling tinggi sebesar 0,188, kemudian diikuti
oleh faktor risiko pasokan dan risiko harga yang mempunyai bobot masing-
masing sebesar 0,177 dan 0,163. Kemudian bobot faktor risiko lingkungan di
tingkat konsumen adalah sebesar 0,132 sebagaimana dapat diperlihatkan pada
Gambar 46.
Gambar 46 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen
Berdasarkan Gambar 46 terlihat bahwa empat faktor risiko dominan di
tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko
lingkungan. Risiko kualitas atau mutu disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan,
variasi mutu pasokan, musim & cuaca dan metode penyimpanan. Risiko pasokan
disebabkan oleh ketidakpastian jumlah pasokan, keberadaan pemasok, loyalitas
pemasok dan jumlah pemasok. Risiko harga dipengaruhi oleh fluktuasi harga,
distorsi informasi harga, nilai tukar dan musim panen. Adapun risiko lingkungan
disebabkan oleh bencana alam, hama dan penyakit, produk pesaing dan kebijakan
pemerintah. Hasil detail dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko
di tingkat konsumen dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis mendalam
terhadap setiap variabel risiko dari faktor risiko dominan tersebut diperoleh
0.132
0.028
0.1630.177
0.035
0.087
0.027
0.078
0.188
0.0550.030
0.0000.0200.0400.0600.0800.1000.1200.1400.1600.1800.200
Bobo
t Ris
iko
Tingkat konsumen
131
beberapa risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat konsumen yaitu
risiko fluktuasi harga, distorsi informasi harga, variasi mutu pasokan dan risiko
ketidakpastian pasokan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Tampilan sistem
verifikasi model identifikasi dan evaluasi variabel risiko terhadap faktor risiko
kualitas di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 47.
Tabel 18 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam Rendah Kebijakan pemerintah Sangat Rendah Keamanan/pencurian Rendah Sosial budaya dan politik Sangat Rendah
2 Risiko Harga
Nilai tukar Rendah Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang
3 Risiko Pasokan
Jumlah pemasok Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Ketidakpastian pasokan Sedang
4 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Rendah Penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah
Gambar 47 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen
132
7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung
Hasil agregasi risiko rantai pasok terhadap risiko setiap tingkatan rantai
pasok komoditas jagung diperoleh empat faktor risiko dominan yang perlu
diperhatikan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yaitu risiko
kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Risiko kualitas
mempunyai bobot yang paling tinggi dalam manajemen risiko rantai pasok
komoditas jagung karena komoditas jagung saat ini paling banyak digunakan
sebagai bahan baku industri pakan dan dalam industri tersebut mempunyai
persyaratan kualitas yang cukup ketat dalam hal kandungan aflatoksin dan kadar
air (Miskiyah & Widaningrum 2008). Selain itu risiko harga juga dipentingkan
dalam rantai pasok karena komoditas jagung mempunyai harga yang cenderung
fluktuatif akibat dari ketersediaan jagung yang musiman, sehingga pasokannya
juga fluktuatif, di lain pihak kebutuhan jagung pada industri pakan menuntut
adanya ketersediaan jagung yang kontinyu sepanjang tahun baik dalam kuantitas
ataupun kualitas. Untuk itu perlu adanya antisipasi terhadap konflik tersebut
sehingga diperoleh suatu rantai pasok yang berkesinambungan. Risiko
lingkungan juga perlu diperhatikan dalam rantai pasok komoditas jagung karena
adanya ketidakpastian dari isu-isu sosial dan politik dapat mempengaruhi
kelancaran pasokan selain itu juga adanya hama penyakit dari jagung juga bisa
menimbulkan gangguan dalam jaringan rantai pasok.
Berdasarkan hasil identifikasi faktor risiko dominan pada rantai pasok
jagung dengan menggunakan metode fuzzy AHP diperoleh bahwa faktor risiko
kualitas mempunyai bobot risiko yang paling tinggi yaitu sebesar 0,203, kemudian
diikuti oleh faktor risiko harga dan faktor risiko pasokan yang masing-masing
mempunyai bobot risiko sebesar 0,163 dan 0,149. Faktor risiko lingkungan
mempunyai bobot sebesar 0,115. Adapun penjelasan rinci dari faktor risiko rantai
pasok jagung tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 48. Kemudian hasil rinci
dari pengukuran variabel risiko pada setiap faktor risiko rantai pasok
produk/komoditi jagung dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil analisis
variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan pada rantai pasok jagung dapat
dilihat pada Tabel 19.
133
Gambar 48 Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas
jagung
Tabel 19 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam Rendah Hama & penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Sosial budaya dan politik Rendah
2 Risiko Harga
Nilai tukar Sedang Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang
3 Risiko Pasokan
Keberagaman pasokan Sedang Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Ketidakpastian pasokan Sedang
4 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Sedang Penyimpanan Rendah Musim Rendah
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa variabel risiko rantai pasok yang
perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko lingkungan yang berkaitan
dengan timbulnya hama dan penyakit, risiko harga yang diakibatkan oleh
perubahan nilai tukar rupiah, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga antar
pelaku rantai pasok yang masing-masing mempunyai tingkat risiko sedang.
Disamping itu risiko pasokan yang disebabkan oleh adanya keberagaman pasokan
dan ketidakpastian pasokan juga mempunyai tingkat risiko sedang, sehingga perlu
0.115
0.034
0.163 0.149
0.050
0.0880.060
0.039
0.203
0.0690.032
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Bobo
t Ris
iko
Rantai pasok jagung
134
tindakan pengendalian. Berkaitan dengan risiko kualitas dalam rantai pasok
jagung perlu antisipasi terhadap adanya variasi mutu pasokan bahan baku dan
rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai tingkat risiko sedang.
7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok
Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko
setiap tingkatan rantai pasok dengan melakukan agregasi tingkat risiko dari setiap
faktor risiko dominan yang telah teridentifikasi dalam pembahasan sebelumnya.
Evaluasi dilakukan dengan melakukan agregasi tingkat risiko dominan dari setiap
tingkatan rantai pasok dengan menggunakan bobot faktor risiko dominan yang
diperoleh dari analisis faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP. Tingkat
risiko setiap faktor risiko diperoleh dari agregasi tingkat risiko dari variabel risiko
untuk setiap faktor risiko.
7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani
Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko
dominan di tingkat petani yang terlihat pada Tabel 14, dapat diperoleh nilai risiko
setiap faktor risiko di tingkat petani dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap
variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat petani diperoleh bahwa
risiko harga mempunyai nilai risiko tinggi yang merupakan nilai risiko yang
paling tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Kemudian diikuti oleh
risiko kualitas, risiko pasokan dan risiko lingkungan yang masing-masing
mempunyai tingkat risiko sedang. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani
berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat petani dalam
jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi
pengukuran risiko di tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 20. Adapun hasil
verifikasi model evaluasi risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 49.
Tabel 20 Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan
Faktor risiko tingkat petani Bobot Nilai
risiko Risiko tingkat
petani Risiko Lingkungan 0,210 Sedang
Sedang Risiko Harga 0,236 Tinggi Risiko Pasokan 0,207 Sedang Risiko Kualitas 0,347 Sedang
135
Gambar 49 Hasil evaluasi risiko di tingkat petani
Dari Gambar 49 terlihat bahwa risiko utama yang dihadapi petani dalam
rantai pasok produk/komoditas jagung adalah risiko kualitas karena proses pasca
panen yang kurang baik dan karena musim atau cuaca karena biasanya musim
panen raya terjadi pada musim penghujan sehingga petani sangat kesulitan dalam
hal pengeringan untuk dapat memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan
industri. Untuk mengatasi masalah ini petani perlu diberikan pengetahuan dan
pemahaman yang cukup baik dalam hal pasca panen yang meliputi pemanenan
seperti pemilihan waktu panen yang tepat, pengeringan dan pemipilan agar
mendapatkan jagung pipil yang berkualitas. Di samping itu risiko yang cukup
krusial pada tingkat petani adalah risiko fluktuasi harga akibat kurangnya akses
informasi pasar. Risiko ini terjadi akibat dari kebiasaan petani yang menanam
jagung secara tradisional artinya tidak menggunakan jadwal tanam yang
memperhatikan kebutuhan dan ketersediaan jagung pasar, sehingga harga jagung
cenderung fluktuatif karena ketersediaannya yang tidak pasti dan tersedia
melimpah pada saat panen raya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
dengan memilih jadwal tanam yang tepat serta penggiliran jadwal tanam antar
kelompok tani sehingga ketersedian jagung di pasar akan terkendali sesuai dengan
permintaan pasar.
136
7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul
Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko
dominan di tingkat pedagang pangumpul sebagaimana terlihat pada Tabel 15,
dapat diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul
dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi
risiko pada tingkat pengepul (pedagang pengumpul) diperoleh bahwa risiko
kualitas mempunyai nilai risiko sedang yang merupakan nilai risiko yang paling
tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari
faktor risiko dominan yang lain di tingkat pedagang pengumpul yaitu risiko harga,
risiko pasokan dan risiko pasar masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh
karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan faktor
risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat pengepul dalam jaringan rantai
pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di
tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan
Faktor risiko tingkat pengepul Bobot Nilai
risiko Risiko tingkat
pengepul Risiko Harga 0,326 Rendah
Rendah Risiko Pasokan 0,282 Rendah Risiko Pasar 0,144 Rendah Risiko Kualitas 0,247 Sedang
Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa risiko kualitas pada tingkat pedagang
pengumpul merupakan risiko yang harus dilakukan tindakan pengendalian.
Risiko kualitas tersebut diakibatkan oleh rendahnya mutu pasokan jagung dari
petani dan adanya variasi mutu pasokan jagung yang diperoleh dari petani.
Dengan adanya kondisi tersebut dapat mengakibatkan penolakan konsumen
jagung karena mutu yang tidak sesuai standar. Untuk mengatasi risiko tersebut
biasanya pedagang pengumpul melakukan pengeringan tambahan terhadap jagung
yang diperoleh dari petani sebelum dijual ke industri pakan ternak. Sedangkan
faktor risiko lainya relatif bernilai rendah sehinga tidak perlu dilakukan tindakan
pengendalian karena risiko tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja
137
pedagang pengumpul. Adapun hasil tampilan sistem pendukung pengambilan
keputusan di tingkat pedagang pengumpul untuk mengevaluasi risikonya dapat
diperlihatkan pada Gambar 50.
Gambar 50 Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul
Risiko yang paling dominan di tingkat pedagang pengumpul adalah
adanya variasi mutu pasokan bahan baku jagung. Untuk mengatasi risiko tersebut
biasanya pedagang menggunakan metode pembelian dengan variasi harga sesuai
mutu jagung dari petani. Namun dengan cara ini sering merugikan pihak petani
karena kurangnya pengetahuan tentang mutu di pihak petani, sehingga petani
sering dibohongi oleh pihak pedagang pengumpul dengan menyamaratakan
berbagai kualitas dengan kualitas yang rendah.
7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri
Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko
dominan di tingkat agroindustri sebagaimana terlihat pada Tabel 16, diperoleh
nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat agroindustri dengan melakukan agregasi
nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri
diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko
lingkungan, risiko harga, risiko pasokan dan risiko kualitas mempunyai nilai yang
138
sama yaitu sedang. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri
berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat agroindustri
dalam jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi
pengukuran risiko di tingkat agroindustri dapat dilihat pada Tabel 22. Kemudian
hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko di tingkat
agroindustri dapat dilihat pada Gambar 51.
Tabel 22 Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko
dominan Faktor risiko tingkat
agroindustri Bobot Nilai risiko
Risiko tingkat agroindustri
Risiko Lingkungan 0,198 Sedang
Sedang Risiko Harga 0,200 Sedang Risiko Pasokan 0,263 Sedang Risiko Kualitas 0,340 Sedang
Gambar 51 Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak agroindustri pakan
ternak diperoleh bahwa risiko kualitas pada tingkat agroindustri dipengaruhi oleh
mutu pasokan bahan baku yang relatif rendah. Risiko harga dipengaruhi oleh
risiko fluktuasi harga bahan baku yang relatif tinggi. Kemudian risiko pasokan
dipengaruhi oleh risiko keberagaman mutu pasokan yang menimbulkan
permasalahan dalam penggudangan dan penyimpanan karena produk yang rusak
139
akan cenderung untuk mengkontaminasi produk yang tidak rusak jika ditampung
pada tempat yang sama. Untuk mengatasi risiko tersebut dapat dilakukan dengan
mengadakan kontrak pembelian dengan pihak pengumpul dengan persyaratan
kualitas tertentu. Tetapi dalam kenyataan di lapangan hal ini tidak dapat
dilakukan karena komitmen mitra dalam kontrak tersebut yang relatif rendah
sehingga proses pengadaan bahan baku yang dilakukan pihak agroindustri adalah
pembelian dengan persyaratan kualitas tertentu terhadap pihak pedagang
pengumpul dan akan menolak jika pasokan tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan.
7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor
Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko
dominan di tingkat distributor sebagaimana terlihat pada Tabel 17, diperoleh nilai
risiko setiap faktor risiko di tingkat distributor dengan melakukan agregasi nilai
risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi faktor risiko di tingkat distributor
diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko
harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan mempunyai nilai
yang sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat distributor
berdasarkan agregasi faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat
distributor dalam jaringan rantai pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil
agregasi pengukuran risiko di tingkat distributor dapat dilihat pada Tabel 23.
Kemudian hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko
di tingkat distributor dapat dilihat pada Gambar 52.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa pihak
distributor komoditas jagung, diperoleh bahwa beberapa risiko yang perlu
diperhatikan di tingkat distributor adalah risiko harga karena adanya fluktuasi
harga dan distorsi informasi pasokan dengan permintaan. Disamping itu juga
adanya risiko penyimpanan karena terjadinya penyusutan produk untuk mengatasi
hal ini biasanya pihak distributor melakukan kerjasama dengan pelanggan dan
prosessor (agroindustri) dalam penjualan produk dengan peningkatan komitmen
serta kepercayaan pada pelanggan.
140
Tabel 23 Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan
Faktor risiko tingkat distributor Bobot Nilai risiko Risiko tingkat
distributor Risiko Harga 0,322 Rendah
Rendah Risiko Pasokan 0,278 Rendah Risiko Kualitas 0,202 Rendah Risiko Penyimpanan 0,198 Rendah
Gambar 52 Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor
7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen
Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko
dominan di tingkat konsumen sebagaimana terlihat pada Tabel 18, dapat diperoleh
nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat konsumen dengan melakukan agregasi
nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat konsumen
(peternak unggas) diperoleh bahwa risiko harga mempunyai nilai risiko sedang
yang merupakan nilai risiko yang paling tinggi di antara keempat faktor risiko
dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari faktor risiko dominan yang lain di
tingkat konsumen yaitu risiko lingkungan, risiko pasokan dan risiko kualitas
masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di
tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko
tingkat konsumen (peternak unggas) dalam jaringan rantai pasok jagung adalah
141
rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat konsumen dapat
dilihat pada Tabel 24. Kemudian tampilan hasil verifikasi sistem pengambilan
keputusan evaluasi risiko di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 53.
Tabel 24 Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko
dominan Faktor risiko tingkat
konsumen Bobot Nilai risiko Risiko tingkat konsumen
Risiko Lingkungan 0,200 Rendah
Rendah Risiko Harga 0,247 Sedang Risiko Pasokan 0,268 Rendah Risiko Kualitas 0,285 Rendah
Gambar 53 Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa konsumen
(peternak unggas) diperoleh bahwa faktor risiko yang mempunyai nilai tertinggi
adalah risiko harga yang dipengaruhi oleh adanya fluktuasi harga bahan baku
komoditas jagung. Untuk mengatasi adanya risiko tersebut dilakukan kerjasama
dalam rantai pasok komoditas jagung guna menentukan kesepakatan harga
bersama yang saling menguntungkan. Karena dengan adanya fluktuasi harga
akan menyulitkan dalam peramalan produksi, penjadwalan dan penentuan harga
produk. Sehingga dengan adanya kesepakatan harga secara bersama akan
142
diperoleh suatu kepastian harga dan kepastian dalam melakukan proses bisnis
selanjutnya.
7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung
Evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung dilakukan dengan cara
melakukan agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok yaitu risiko petani,
risiko pedagang pengumpul (pengepul), risiko agroindustri, risiko distributor
(pengecer) dan risiko konsumen dengan menggunakan bobot risiko tingkatan
yang diperoleh dari analisis risiko rantai pasok menggunakan fuzzy AHP yang
telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan
rantai pasok tersebut diperoleh bahwa risiko tingkat petani dan risiko tingkat
agroindustri adalah sedang, dengan bobot risiko masing-masing sebesar 0,538 dan
0,129. Kemudian risiko tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat
konsumen mempunyai tingkat risiko yang sama yaitu rendah dengan bobot risiko
tertingginya adalah tingkat pengepul yaitu 0,157 diikuti dengan bobot tingkat
distributor dan bobot tingkat konsumen masing-masing sebesar 0,098 dan 0,078.
Oleh karena itu hasil agregasi pengukuran risiko rantai pasok berdasarkan risiko
dari masing-masing tingkatan rantai pasok adalah sedang. Secara rinci hasil
perhitungan agregasi risiko rantai pasok dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya
Tingkatan rantai pasok jagung Bobot Risiko
tingkatan Risiko rantai pasok jagung
Tingkat petani 0,538 Sedang
Sedang Tingkat pengepul 0,157 Rendah Tingkat agroindustri 0,129 Sedang Tingkat distributor 0,098 Rendah Tingkat knsumen 0,078 Rendah
Nilai risiko rantai pasok komoditas jagung pada tingkat petani dan
agroindustri mempunyai nilai yang sama yaitu sedang, kemudian nilai risiko
tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat konsumen mempunyai nilai yang
sama yaitu dengan tingkat risiko rendah. Oleh karena itu untuk dapat
mengendalikan risiko rantai pasok komoditas jagung secara keseluruhan perlu
pengendalian risiko di tingkat petani dan di tingkat agroindustri secara tepat.
143
Beberapa risiko yang perlu diperhatikan pada kedua tingkat tersebut adalah risiko
rendahnya mutu pasokan dan risiko fluktuasi harga, sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 19. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk mengatasi
risiko tersebut secara bersama sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang
berkesinambungan dengan risiko yang terkendali. Kemudian hasil tampilan
sistem dalam verifikasi model pengukuran risiko rantai pasok dapat dilihat pada
Gambar 54. Kemudian petunjuk pengoperasian sistem pendukung pengambilan
keputusan cerdas manajemen risiko ini dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 54 Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung
Berdasarkan hasil analisis risiko tersebut, telah menunjukan bahwa
pendekatan fuzzy AHP dan fuzzy FMEA dapat digunakan untuk memodelkan
suatu mekanisme dalam menganalisis risiko rantai pasok secara keseluruhan dan
secara aggregate untuk setiap tingkatan rantai pasok jagung. Namun model ini
belum dapat menunjukan hubungan antar variabel risiko ataupun antar faktor
risiko dalam jaringan rantai pasok, karena suatu variabel risiko dapat
menimbulkan penyebab munculnya risiko yang lain. Oleh karena itu perlu tindak
lanjut penelitian untuk dapat mengatasi kelemahan tersebut.
144
VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK
8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok
Untuk dapat mengatasi risiko rantai pasok perlu ditentukan tindakan yang
tepat untuk menanganinya baik secara individu pada setiap tingkatan rantai pasok
ataupun secara bersama dalam jaringan rantai pasok. Penentuan tindakan yang
tepat untuk dilakukan dalam manajemen risiko rantai pasok mengacu pada hasil
identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok yang telah dilakukan dalam bab
sebelumnya.
Beberapa tindakan mitigasi risiko yang dijelaskan dalam bagian ini
merupakan proses mitigasi yang dapat dilakukan pada setiap tingkatan rantai
pasok dan dilakukan secara bersama. Proses mitigasi pada setiap tingkatan rantai
pasok dilakukan dengan memberikan solusi alternatif penanganan risiko
berdasarkan prioritas risiko hasil evaluasi. Kemudian mitigasi risiko secara
bersama dilakukan dengan menggunakan pendekatan koordinasi antar pelaku
rantai pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani dengan pendekatan
stakeholder dialog penyeimbangan risiko rantai pasok. Selain itu untuk
melakukan mitigasi risiko fluktuasi pasokan diberikan dengan memberikan
rekomendasi optimisasi penjadwalan pola tanam jagung di tingkat petani.
8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani
Pengendalian risiko di tingkat petani dilakukan pada variabel risiko yang
mempunyai nilai risiko sedang ke atas. Risiko di tingkat petani yang mempunyai
nilai risiko tinggi adalah risiko rendahnya mutu, risiko distorsi informasi harga,
risiko pasca panen dan risiko jadwal tanam. Risiko rendahnya mutu disebabkan
oleh proses pasca panen yang kurang tepat seperti proses pemipilan, proses
pengeringan dan proses pemanenan yang belum memperhatikan mutu produk
sehingga hasilnya kurang optimal. Oleh karena itu tindakan untuk mengendalikan
risiko ini adalah dengan memperbaiki metode dan proses pasca panen seperti
penggunaan alat pemipil yang tepat, waktu pemanenan yang sesuai dan
melakukan pengeringan secara optimal. Risiko pasca panen dan risiko rendahnya
mutu jagung saling berkaitan karena akibat dari pasca panen yang kurang tepat
145
menghasilkan mutu yang rendah. Disamping itu risiko jadwal tanam juga dapat
mempengaruhi risiko pasca panen dan mutu produk, karena dengan penggunaan
jadwal tanam yang kurang tepat akan menghasilkan proses pemanenan yang
terjadi di musim penghujan sehingga menyebabkan proses pengeringan tidak
dapat dilakukan dengan optimal yang akan mempengaruhi mutu produk.
Risiko distorsi informasi harga dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan
keuntungan antar pelaku rantai pasok, dan biasanya petani sebagai pihak yang
lemah cenderung menanggung risiko ini, karena kurangnya akses informai pasar.
Untuk mengatasi risiko ini dapat dilakukan dengan penentuan harga secara
bersama antar tingkatan rantai pasok dengan dukungan kelembagaan yang kuat,
sehingga semua pihak dapat mengakses informasi yang sama akan permintaan dan
pasokan jagung. Risiko lain di tingkat petani yang perlu dilakukan pengendalian
adalah risiko fluktuasi harga, risiko kelangkaan pupuk dan ketersediaan lahan
yang masing-masing mempunyai nilai risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 55.
Gambar 55 Pengendalian risiko di tingkat petani
Untuk mengantisipasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat petani dapat
dilakukan dengan jalan melakukan dialog antar pelaku rantai pasok untuk
membuat kesapakatan harga, atau membuat kerjasama antar pelaku dalam rantai
146
pasok dengan pembagian keuntungan yang seimbang. Untuk dapat
mengimplementasikan proses tersebut dapat dilakukan dengan pembuatan sistem
informasi harga yang dapat diakses oleh setiap pelaku rantai pasok, sehingga
proses kesepakatan harga dapat tercapai, dengan mekanisme rinci akan dijelaskan
pada sub bab berikutnya.
Pengendalian risiko ketersediaan lahan dapat dilakukan dengan jalan
membuat pola jadwal tanam dan penggiliran tanam antar komoditas secara tepat,
dengan didukung adanya sistem informasi pasokan dan permintaan jagung
nasional. Model pembuatan jadwal tanam yang optimal dengan tujuan
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko akan dijelaskan pada sub
bab berikutnya. Disamping itu dapat juga dilakukan dengan ekstensifikasi lahan
pertanian terhadap lahan marjinal dan hutan. Hasil verifikasi sistem untuk
memberikan solusi pengendalian risiko yang perlu dilakukan di tingkat petani
pada rendahnya mutu dapat dilihat pada Gambar 56.
Gambar 56 Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani
Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan adanya risiko gagal panen di
tingkat petani dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi pertanian. Disamping
itu mekanisme ini juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko lingkungan lain
seperti bencana alam dan serangan hama dan penyakit serta perubahan iklim yang
147
mempunyai ketidakpastian tinggi sebagaimana dikemukakan oleh Sumaryanto
dan Nurmanaf (2007).
8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul
Beberapa variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul (pengepul) yang
perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko variasi mutu pasokan, risiko
penolakan konsumen akibat tidak memenuhi standar mutu, risiko rendahnya mutu
pasokan dan risiko fluktuasi harga, dengan nilai risiko masing-masing adalah
sedang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 57. Risiko variasi mutu pasokan
bahan baku jagung dari petani sangat beragam karena setiap petani tidak
mempunyai pengetahuan yang sama terhadap mutu jagung, selain itu adanya
tindakan yang kurang terpuji untuk meningkatkan bobot jagung dengan adanya
campuran dengan kotoran atau karena proses pasca panen yang tidak dilakukan
secara baik. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian adanya variasi mutu
pasokan bahan baku tersebut dengan cara melakukan kerjasama dengan beberapa
kelompok tani dalam usaha mendapatkan jagung dengan mutu yang lebih baik
dan seragam pada suatu standar kualitas tertentu.
Gambar 57 Pengendalian risiko di tingkat pengepul
Tindakan yang dapat diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga
adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas
dan harga tertentu, atau penentuan harga secara bersama-sama dengan stakeholder
148
dialog untuk membuat kesepakatan harga yang berorientasi pada pembagian
keuntungan yang seimbang. Tindakan yang diusulkan untuk mengatasi risiko
rendahnya mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan
baku dengan standar kualitas tertentu, melakukan kerjasama antar pelaku rantai
pasok dengan pembagian keuntungan yang seimbang dan membina pemasok
untuk dapat memasok dengan standar kualitas tertentu dengan membuat aturan
insentif dan disindentif. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membuat sistem
informasi rantai pasok yang dapat diakses oleh setiap tingkatan rantai pasok
dengan diberlakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Hasil verifikasi
model mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat
pada Gambar 58.
Gambar 58 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengepul
Berdasarkan Gambar 58 terlihat bahwa beberapa alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang
pengumpul adalah 1) melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku
dengan standar kualitas tertentu, 2) pembagian keuntungan yang seimbang antar
pelaku rantai pasok dan 3) penentuan harga jagung di tingkat petani secara
bersama dengan pendekatan stakeholder dialog. Kontrak kerjasama dapat
dilakukan antara pedangang pengumpul dengan kelompok tani, dimana sebagai
kelompok tani akan memebrikan jaminan mutu pasokan bahan baku dari petani
sedangkan pihak pedagang akan memebrikan jaminan pemasaran dengan harga
149
yang layak. Dalam kerjasama tersebut tentu saja harus didukung dengan tujuan
yang dapat memberikan pembagian keuntungan secara seimbang dan juga perlu
adanya kelembagaan yang dapat memberikan mekanisme untuk dapat melakukan
kesepakatan baik dalam pembagian keuntungan ataupun dalam penentuan harga.
8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri
Berdasarkan hasil analisis risiko di tingkat agroindustri diperoleh beberapa
variabel risiko yang perlu tindakan pengendalian yaitu risiko rendahnya mutu
pasokan dan risiko keberagaman mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko
tinggi. Disamping beberapa variabel risiko yang mempunyai nilai risiko sedang
yaitu risiko fluktuasi harga, risiko distorsi informasi harga, risiko adanya produk
pesaing, risiko ketidakpastian pasokan, risiko rendahnya komitmen pemasok dan
risiko adanya hama dan penyakit yang terjadi di tingkat petani, seperti dapat
dilihat pada Gambar 59.
Gambar 59 Pengendalian risiko di tingkat agroindustri
Pengendalian risiko di tingkat agroindustri difokuskan pada risiko yang
mempunyai nilai risiko tinggi yaitu keberagaman mutu pasokan dan mutu pasokan
yang rendah. Beberapa alternatif tindakan pengendalian risiko rendahnya mutu
pasokan dan keberagaman mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama
dengan pemasok dalam pengadaan bahan baku agroindustri dengan standar
150
kualitas dan kuantitas tertentu dan kontrak pemberian bibit unggul dan pembelian
jagung dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Tindakan yang dapat
diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga adalah melakukan kontrak
kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas dan harga tertentu, atau
penentuan harga secara bersama-sama untuk membuat kesepakatan harga yang
berorientasi pada pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai
pasok. Verifikasi sistem mitigasi risiko pada tingkat agroindustri terhadap variabel
risiko rendahnya mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 60.
Gambar 60 Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri
Tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi adanya risiko
ketidakpastian pasokan adalah dengan melakukan penyimpanan bahan baku, akan
tetapi dengan tindakan tersebut akan menimbulkan risiko baru yaitu risiko
penyusutan. Untuk mengatasi risiko penyusutan di tingkat agroindustri adalah
memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan,
melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan
kontrak pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok.
Alternatif ini juga dapat digunakan untuk mengatasi beberapa risiko lain yang
mempunyai nilai sedang seperti risiko fluktuasi harga, risiko kuantitas pasokan,
risiko peramalan dan risiko penyimpanan. Risiko musim panen dapat diatasi
dengan memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan,
151
selain itu dapat juga menggunakan metode penyimpanan (stocking) bahan baku
untuk menghindari kelangkan pasokan.
Sesuai hasil validasi dengan pihak agroindustri, untuk mengendalikan
risiko di tingkat agroindustri beberapa alternatif yang sering dilakukan adalah 1)
Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas
tertentu dan kuantitas pasokan jagung, 2) Memperbaiki proses peramalan
permintaan, produksi dan penjadwalan, 3) Melakukan stocking bahan baku untuk
menghindari kelangkaan pasokan jagung, 4) Pembagian keuntungan yang
seimbang antar pelaku rantai pasok. Pembagian keuntungan yang seimbang
tersebut dapat dilakukan dengan penyediaan bibit unggul ataupun membuat
kesepakatan harga yang saling menguntungkan (Lampiran 10).
8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor
Risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat distributor adalah
risiko adanya ketidakpastian pasokan, risiko terjadinya fluktuasi harga dan risiko
penurunan kualitas akibat penyimpanan yang masing-masing mempunyai nilai
risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 61.
Gambar 61 Pengendalian risiko di tingkat pengecer
Hasil validasi dengan pakar, diperoleh bahwa tindakan untuk
mengendalikan adanya risiko ketidakpastian pasokan adalah dengan penyediaan
informasi permintaan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap
pelaku rantai pasok, sehinga setiap tingkatan rantai pasok dapat mengetahui
152
informasi harga, informasi pasar, informasi pasokan dan informasi permintaan
dan pasar jagung. Dengan konsep ini maka setiap pelaku akan mendapatkan
informasi yang sama sehingga proses kerjasama dan transaksi bisnis rantai pasok
akan dilakukan dengan transparan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Tindakan pengendalian risiko ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi
terjadinya fluktuasi harga dengan jalan meningkatkan kerjasama dan kontrak
penjualan dengan standar kualitas dan kuantitas tertentu sesuai kesepakatan harga
secara bersama. Tindakan ini juga dapat mengurangi risiko kualitas sebagai
akibat penyimpanan yang terlalu lama, karena dengan tersedianya informasi pasar
yang akurat dan mudah diakses menyebabkan terjadinya risiko penumpukan stok
berkurang. Adapun tampilan sistem pengendalian risiko fluktuasi harga di tingkat
distributor (pengecer) dapat dilihat pada Gambar 62.
Gambar 62 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer
8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen
Pada tingkat konsumen dalam rantai pasok komoditas jagung, risiko yang
perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko fluktuasi harga, risiko
distorsi informasi harga, risiko variasi mutu pasokan dan risiko ketidakpastian
pasokan yang mempunyai tingkat risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 63. Risiko fluktuasi harga pada tingkat konsumen terjadi karena
komoditas jagung ketersediaanya adalah musiman, sehingga pada saat musim
153
panen raya cenderung harga jagung turun dan harga jagung akan naik setelah
panen raya selesai. Dengan adanya fenomena ini pihak konsumen harus berupaya
untuk mengendalikan risiko tersebut dengan beberapa cara yaitu 1) Memperbaiki
proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, 2) Penyediaan informasi
kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku
kepentingan rantai pasok, dan 3) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan
baku dengan standar kualitas tertentu dan kuantitas pasokan jagung. Fluktuasi
harga juga dapat menyebabkan timbulnya risiko lain seperti risiko distorsi
informasi harga yang terjadi karena dengan adanya perubahan harga yang sering
terjadi akan menimbulkan adanya informasi yang tidak sampai ke setiap tingkatan
rantai pasok, sehingga ada pihak atau pelaku dalam jaringan rantai pasok yang
tidak mengetahui adanya perubahan harga tersebut akan dimanfaatkan untuk
mendapatkan keuntungan pada pihak yang lain yang telah mengetahui perubahan
harga dengan cara tidak memberikan informasi perubahan harga tersebut.
Gambar 63 Pengendalian risiko di tingkat konsumen
Risiko ketidakpastian pasokan dapat terjadi karena komoditas jagung
bersifat musiman, sehingga ketersediaannya bergantung pada musim yang
cenderung akan terus berubah. Selain itu ketidakpastian pasokan juga dapat terjadi
karena belum adanya mekanisme penggunaan jadwal tanam yang memperhatikan
kondisi permintaan dan pasokan dengan menggunakan informasi pasar yang pasti,
sehingga akan tercipta suatu kondisi yang dapat memberikan kuantitas pasokan
154
yang pasti di suatu wilayah pada masa tertentu. Untuk mengatasi risiko
ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu melakukan
kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan kuantitas
tertentu, menjalin kontrak kerjasama dengan pemasok yang mempunyai loyalitas
tinggi dan melakukan kontrak kerjasama dengan pembagian keuntungan yang
seimbang antar pelaku rantai pasok. Kemudian untuk mengatasi adanya variasi
mutu pasokan dapat dilakukan dengan kerjasama antar pelaku rantai pasok dengan
standar kualitas tertentu dengan konsep pembagian keuntungan yang seimbang.
Dengan pendekatan ini dimungkinkan juga untuk dapat mengatasi risiko
ketidakpastian pasokan dan rendahnya mutu pasokan. Adapun hasil verifikasi dan
validasi sistem mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen dapat dilihat
pada Gambar 64.
Gambar 64 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen
8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok
Stakeholder dialog model adalah model yang digunakan untuk membuat
negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan nilai utilitas input faktor risiko
pada tiap tingkat rantai pasok berdasarkan skenario perubahan harga. Oleh karena
itu, masukan dari sub model merupakan faktor risiko pada setiap tingkatan rantai
pasok produk/komoditas jagung, harga jagung yang diinginkan di setiap tingkatan
rantai pasok dan nilai utilitas faktor risiko dari setiap tingkatan rantai pasok.
155
Output dari model adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil
kesepakatan. Harga kesepakatan diperoleh secara otomatis dengan melakukan
interpolasi terhadap fungsi conjoint regresi fuzzy non-linear pada tingkat petani
dengan fungsi regresi fuzzy non-linear pada tingkatan lain dalam rantai pasok.
Model penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan kesepakatan harga di tingkat petani menggunakan asumsi bahwa
utilitas nilai risiko di tingkat petani cenderung naik ketika harga jagung turun dan
akan cenderung turun jika terjadi kenaikan harga jagung di tingkat petani. Namun,
pada tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok produk atau komoditas
jagung, seperti agroindustri atau pedagang pengumpul (pengepul) akan memiliki
nilai utilitas risiko yang cenderung turun ketika harga jagung di tingkat petani
turun dan nilai utilitas risiko cenderung naik ketika harga jagung naik. Model
penyeimbangan risiko akan digunakan untuk melakukan kesepakatan harga secara
bersama antara pelaku rantai pasok dengan filosofi bahwa akan terjadi
keseimbangan utilitas risiko antara pihak petani dengan pihak lain selain petani
pada suatu harga tertentu pada saat terjadi kesepakatan harga. Hal ini dilakukan
karena pada umumnya dalam rantai pasok komoditas jagung atau produk
pertanian yang lain, petani merupakan pihak yang lemah dan cenderung
mempunyai risiko yang lebih tinggi dan mendapatkan keuntungan yang lebih
rendah dari pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu
adanya suatu mekanisme yang dapat mengurangi tingkat risiko di pihak petani
dengan mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok sehingga petani akan
mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.
Metode yang digunakan dalam menyeimbangkan risiko rantai pasok
adalah stakeholder dialog antara pihak-pihak terkait dalam manajemen risiko
rantai pasok untuk mendapatkan nilai kesepakatan (consensus) penyeimbangan
risiko terhadap adanya konflik kepentingan dalam penentuan harga di tingkat
petani. Konsensus dilakukan dengan memberikan input nilai utilitas risiko untuk
setiap tingkatan rantai pasok terhadap perubahan harga jagung di tingkat petani.
Proses ini akan dimodelkan dengan menggunakan fungsi regresi fuzzy non-linear
terhadap utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai pasok dengan harga jagung di
tingkat petani sebagai variabel independennya.
156
1 2 53 64 107 8 9
1H AC
Memb
ersh
ip va
lue
VHN VL L ML M MH
Fungsi regresi fuzzy digunakan dalam pemodelan ini, karena nilai utilitas
risiko sebagai variabel dependen dan nilai harga sebagai variabel independen
adalah merupakan bilangan fuzzy. Nilai utilitas setiap faktor risiko dinilai dengan
tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko dalam bentuk bilangan fuzzy.
Fungsi keanggotaan dari bilangan fuzzy untuk setiap faktor risiko
direpresentasikan menggunakan bilangan fuzzy segitiga (TFN). Representasi
fungsi keanggotaan fuzzy terhadap tingkat kemungkinan risiko adalah Tidak ada
(N) dengan rentang nilai [1, 1, 2], Sangat Rendah (VL) dengan rentang nilai [1, 2,
3], Rendah (L) dengan rentang nilai [2, 3, 4], Sedang Rendah (ML) dengan
rentang nilai [3 4,25, 5,5], Sedang (M) dengan rentang nilai [4 5,5, 7], Sedang
Tinggi ( MH) dengan rentang nilai [5,5 6,75, 8], Tinggi (H) dengan rentang nilai
[7, 8, 9], Sangat Tinggi (VH) dengan berbagai nilai [8 9, 10], dan Hampir pasti
(AC) dengan rentang nilai [9 10, 10]. Representasi fungsi keanggotaan TFN
(Triangular Fuzzy Number) dari tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko
dapat diperlihatkan pada Gambar 65.
8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok
Gambar 65 Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko
Penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan membuat fungsi
utilitas risiko tiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario
perubahan harga secara fuzzy. Fungsi keanggotaan perubahan harga jagung dapat
direpresentasikan dengan nilai Penurunan Sangat Tinggi (VHD) dengan rentang
nilai [50%, 50%, 60]%, Penurunan Tinggi (HD) dengan rentang nilai [50%, 60%,
70% ], Penurunan sedang (MD) dengan rentang nilai [60%, 70%, 80]%,
Penurunan Rendah (LD) dengan rentang nilai [70%, 80%, 90]%, Penurunan
Sangat Rendah (VLD) dengan rentang nilai [80%, 90%, 100]%, Normal (N)
dengan rentang nilai [90%, 100%, 110]%, Kenaikan Sangat Rendah (VLI) dengan
rentang nilai [100% , 110%, 120%], Kenaikan Rendah (LI) dengan rentang nilai
157
[110%, 120%, 130]%, Kenaikan Sedang (MI) dengan rentang nilai [120%,
130%,] 140%, Kenaikan Tinggi (HI) dengan rentang nilai [120%, 130%, 140%],
dan Kenaikan Sangat Tinggi (VHI) dengan rentang nilai [130%, 140%, 150]%.
Fungsi keanggotaan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani dapat
direpresentasikan dengan menggunakan TFN (Triangular Fuzzy Number) seperti
dapat dilihat pada Gambar 66.
50
1
N VHI
Mem
bers
hip
valu
e
60 70 80 90 100 110 120 150140130
MIVLI LILD VLDMDVHD HD HI
(%)
Gambar 66 Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung
∑=
−=n
kkkp xUQxUxH
1)()()(
Proses negosiasi harga dilakukan dengan menciptakan fungsi conjoint
berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap stakeholder untuk mendapatkan
persamaan berikut:
(43)
Dimana H(x) adalah fungsi conjoint utilitas risiko fuzzy untuk negosiasi harga
pada rantai pasok jagung, Up(x) adalah fungsi utilitas risiko di tingkat petani,
Uk(x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam rantai pasok dan Qk
∑=
−=n
k
xkk
xp ee kp QxH
1
)()()( ββ αα
adalah bobot dari tingkatan ke k pada rantai pasok, yang diperoleh dari analisis
dengan fuzzy AHP. Nilai x pada persamaan (43) tersebut dapat ditentukan dengan
mencari nilai minimum fungsi H(x) berdasarkan nilai α dan β dari persamaan
regresi linier fuzzy. Persamaan (43) tersebut dapat diselesaikan dengan
menggunakan interpolasi linier untuk meminimalkan H(x) sebagai berikut:
(44)
dengan kendala:
∑=
=n
kkQ
11
X0 <x <X1.
158
Dimana X0 adalah harga penawaran terendah dan X1
adalah harga tawaran
tertinggi dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog dalam
rantai pasok.
Langkah pertama dari Stakeholder dialog adalah memasukkan aktor yang
terlibat dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog.
Kemudian, dari masing-masing stakeholder masukan faktor risiko yang telah
diidentifikasi sebelumnya dengan menggunakan empat faktor risiko dominan
bersama dengan variabelnya. Kemudian ditentukan fungsi keanggotaan fuzzy dari
variabel risiko dan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok, dan fungsi
keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung di tingkat petani. Untuk setiap
skenario perubahan harga, inputkan nilai variabel risiko dengan memberikan nilai
dampak risiko dan kemungkinan risiko dalam bilangan fuzzy. Nilai Utility variabel
risiko diperoleh dengan mengalikan nilai dampak dan nilai kemungkinan.
Kemudian dengan menggunakan harga jagung saat ini dan harga jagung yang
diinginkan di setiap tingkatan rantai pasok dan menggunakan persamaan (44)
serta menggunakan interpolasi linier akan diperoleh nilai kesepakatan harga di
tingkat petani. Tampilan sistem untuk melakukan penyeimbangan risiko rantai
pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani secara bersama dengan
stakeholder dialog dapat dilihat pada Gambar 67.
Gambar 67 Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok
159
8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani
Supply chain risk identification
Farmer risks
Collector risks
Processor risks
Distributor risks
Consumer risks
Environment risks (R1)
Price risks (R4)
Quality risks (R3)
Supply risks (R2)
Supply risks (R9)
Quality risks (R12)
Price risks (R11)
Environment risks (R10)
Supply risks (R17)
Environment risks (R20)
Quality risks (R19)
Price risks (R18)
Supply risks (R5)
Price risks (R8)
Market risks (R7)
Quality risks (R6)
Price risks (R13)
Storage Risks (R16)
Quality risks (R15)
Supply risks (R14)
Dalam bagian ini akan dijelaskan verifikasi model penyeimbangan risiko
rantai pasok menggunakan stakeholder dialog untuk menentukan harga jagung
pada tingkat petani dengan kendala risiko yang dihadapi oleh masing-masing
stakeholder. Hasil identifikasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dapat
digambarkan dalam struktur hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 68.
Gambar 68 Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung
Stakeholder dialog dilakukan dengan menggunakan faktor risiko yang
telah diidentifikasi pada setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan
metode fuzzy AHP, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok jagung
menginputkan nilai utilitas risiko pada setiap faktor risiko dominan untuk
menegosiasikan harga jagung di tingkat petani berdasarkan skenario perubahan
harga jagung di tingkat petani. Nilai utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai
pasok sebagai pemangku kepentingan dapat dilihat dalam Lampiran 2.
Dengan menggunakan nilai utilitas risiko dan input harga jagung di tingkat
hasil peramalan sampai saat ini sebesar Rp.3000/Kg maka akan diperoleh fungsi
regresi non-linear fuzzy berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan
160
rantai pasok. Fungsi utilitas risiko fuzzy di tingkat petani dapat direpresentasikan
sebagai berikut:
e XxFU
-0.00038318.23549)( = (45)
exColU0.000545X
0.940473)( =
Dengan menggunakan prosedur yang sama fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat
pedagang pengumpul dapat direpresentasikan sebagai berikut:
(46)
exPU0.000489X
1.192086)( =
Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat agroindustri (prosesor) dapat
direpresentasikan sebagai berikut:
(47)
exDU0.000590X
0.794616)( =
Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat distributor dapat direpresentasikan sebagai
berikut:
(48)
exCusU0.000624X
0.725807)( =
Dan fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat konsumen dapat direpresentasikan
sebagai berikut:
(49)
(-0.000383
18.23549)( −= e XXH
Penentuan harga jagung dapat dilakukan negosiasi secara bilateral atau
multilateral antara setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung.
Sebagai contoh fungsi conjoint dari fungsi utilitas risiko dengan bobot yang sama
untuk setiap tingkatan rantai pasok dalam negosiasi harga secara multilateral
dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut:
e0.000545X0.940473 + e0.000489X
1.192086 + e0.000590X0.794616 +
4/)0.000624X
0.725807 e (50)
Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan
nilai awal x adalah input nilai harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan
harga penawaran terendah sebesar Rp.2700/Kg, maka akan diperoleh nilai harga
hasil negosiasi sebesar Rp.3187/Kg.
161
−= e XXH
-0.00038318.23549)(
Fungsi konjoin untuk negosiasi harga secara bilateral antara petani dan
prosesor dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut:
e0.000545X0.940473 (51)
Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan
input harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan harga penawaran
terendah sebesar Rp.2500/Kg akan didapatkan harga kesepakatan antara kedua
belah pihak sebesar Rp.3128/Kg. Adapun hasil verifikasi sistem penyeimbangan
risiko hasil kesepakatan harga dapat dilihat pada Gambar 69.
Gambar 69 Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko
Hasil negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai
pasok tersebut lebih besar dari perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa
mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat
petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan
risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Selain itu, nilai negosiasi harga
yang diperoleh menggunakan proses ini lebih besar dari nilai harga yang
dinegosiasikan dengan menggunakan metode rata-rata yaitu sebesar Rp.2500/Kg.
Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan
risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat
memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko
yang dihadapi.
162
Validasi model dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pelaku
rantai pasok produk/komoditas jagung dan pakar rantai pasok untuk mengetahui
tingkat fungsionalitas model dapat diaplikasikan oleh pengguna, dan penerimaan
mekanisme yang perlu dilakukan dalam implementasi model. Hasil evaluasi
tingkat penerimaan model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan pendekatan
penentuan harga di tingkat petani menunjukkan bahwa model dapat diterima oleh
pelaku rantai pasok dalam penggunaan model tersebut sebagai sarana untuk
melengkapi mekanisme penentuan harga saat ini dengan sistem HPS (Harga
Patokan Setempat) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga
stabilitas harga di tingkat petani. Dengan model ini penentuan harga di tingkat
petani dilakukan secara bersama dengan pendekatan stakeholder dialog sehingga
diperoleh kesepakatan harga. Untuk mengawasi dan mengendalikan hasil
kesepakatan harga tersebut perlu adanya kelembagaan yang dapat mengelola
proses kesepakatan harga secara bersama dan mengkoordinasikan proses tersebut
sehingga dapat diterima oleh setiap pelaku rantai pasok. Kelembagaan
pemerintah yang dilibatkan dalam model ini adalah Badan Ketahanan Pangan
yang berada di Kementrian Pertanian sebagai pengendali harga jagung di tingkat
petani di setiap Propinsi. Implementasi nyata di tingkat petani untuk
menanggulangi adanya perbedaan penguasaan teknologi informasi dengan
penggunaan teknologi internet dapat dilakukan dengan melibatkan penyuluh
pertanian dalam pemberdayaan petani akan penggunaan teknologi internet sebagai
tempat untuk mendapatkan informasi secara cepat.
Untuk mengimplementasikan model ini perlu diperhatikan beberapa asumsi
dan keterbatasan model yaitu model pengukuran risiko sangat terpengaruh oleh
kondisi baik yang berupa waktu, tempat dan jenis komoditi. Asumsi yang
diperlukan dalam model ini adalah kondisi sosial politik berjalan normal, tidak
terjadi perubahan iklim secara mendadak dan komoditas rantai pasok mempunyai
sifat mudah rusak, dan mempunyai kecenderungan harga yang fluktuatif. Asumsi
lainnya adalah proses kuantifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok
menggunakan bilangan fuzzy dengan jangkauan 1 s/d 10 dan jangkauan skenario
perubahan harga yang digunakan adalah penurunan dan kenaikan harga maksimal
sebesar 50% dari kondisi normal.
163
8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko
Permasalahan terjadinya fluktuasi harga jagung sangat berisiko baik bagi
petani sebagai pemasok ataupun industri pakan ternak sebagai pengguna dalam
melakukan perkiraan produksi. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme
penjadwalan tanam jagung yang optimal sehingga dapat menjaga pasokan jagung
secara merata sepanjang tahun untuk menghindari terjadinya fluktuasi harga.
Dengan adanya model manajemen risiko rantai pasok untuk mengoptimalkan
jadwal tanam komoditas jagung dengan pertimbangan minimalisasi risiko rantai
pasok dan maksimalisasi keuntungan, dapat bermanfaat untuk menjaga
ketersediaan pasokan jagung merata sepanjang tahun, sehingga harga jagung
terkendali. Model dapat digunakan oleh petani dalam membuat keputusan
penentuan jadwal tanam optimal, sehingga pasokan jagung terkendali dan petani
mempunyai posisi tawar yang lebih baik dalam penentuan harga jagung di tingkat
petani.
8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif
Untuk membuat model penjadwalan dengan tujuan untuk memaksimalkan
keuntungan, maka beberapa parameter yang perlu diperhatikan adalah biaya tetap,
biaya variabel, harga produk, kuantitas produk, estimasi bunga bank untuk
menghitung nilai uang saat ini, biaya tak terduga dan jadwal terpilih. Biaya tetap
yang diperhitungkan dalam kasus ini meliputi biaya sewa lahan, biaya depresiasi
dan kontrak kerjasama. Adapun biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja, biaya
penyediaan benih unggul, biaya pemupukan dan biaya operasional peralatan
termasuk biaya transportasi dan komunikasi. Biaya-biaya tersebut diperhitungkan
per hektar lahan, sehingga kuantitas produk yang dihasilkan dapat diestimasi
untuk satuan hektar dengan menggunakan nilai produktifitas lahan dari suatu
varietas jagung. Kemudian nilai harga ditentukan berdasarkan harga rata-rata
yang diperoleh pada suatu periode tanam masa lalu dengan mengacu pada
penelitian dari Zubachtirodin et al. (2007).
Model yang diusulkan untuk mendapatkan jadwal optimal dengan fungsi
obyektif maksimalisasi keuntungan adalah sebagai berikut:
164
Max ( )∑=
−−−=12
1iiiiiiiiii DSPQRBvBtPQZ (52)
dengan pembatas:
BTSBti
ii ≤∑=
12
1
(53)
∑=
≤12
1iii BVSBv (54)
{ }1,0∈iS Ii ∈∀
0≥iQ dan 0≥iP Ii ∈∀
[ ]1,0, ∈ii DR Ii ∈∀
dimana:
I = Himpunan bulan yang akan dialokasikan sebagai jadwal panen jagung yaitu
1...12 (Januari ... Desember).
Qi = Kuantitas atau jumlah produksi per hektar yang dipanen pada bulan ke-i
Pi = Harga produk per kg yang diproduksi pada bulan panen ke-i
Bti = Biaya tetap yang diperlukan untuk dapat melakukan panen pada bulan ke-i
Bvi = Biaya variabel yang diperlukan agar dapat melakukan panen bulan ke-i
Ri = Biaya tak terduga yang diperlukan pada bulan ke-i dalam persen yang
merepresentasikan biaya untuk mengantisipasi risiko panen bulan ke-i
Di = Nilai diskon yang diberikan untuk melakukan panen bulan ke-i
Si = Variabel bernilai biner yang berkaitan dengan pemilihan bulan panen yang
terpilih dengan nilai sama dengan 1 jika terpilih dan sama dengan nol jika
tidak terpilih.
Model di atas merupakan model MILP (Mixed Integer Linear
Programming) karena ada parameter model mempunyai nilai biner yaitu nol atau
satu, sedangkan variabel yang lain nilainya bisa diskrit atau kontinyu. Contoh
variabel yang bernilai kontinyu adalah variabel Ri yaitu persentase risiko dan Di
yaitu nilai diskon dimana nilai varibel ini berada pada rentang antara nol dan satu,
sedangkan variabel yang bernilai diskrit yaitu total kuantitas (Qi
Untuk memverifikasi model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak Excel-Solver. Input nilai dari model dihasilkan berdasarkan survai lapang
) yang
merepresentasikan jumlah produk yang diproduksi atau dipanen pada bulan ke i.
165
pada penanaman jagung seluas 1 Ha dengan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta
biaya tak terduga sebagai akibat dari risiko yang mungkin terjadi. Sealin itu
penerimaan didasarkan pada hasil yang diperoleh masa lalu berdasarkan pada
bulan panen terntentu. Untuk melakukan optimisasi penjadwalan maka perlu
input kendal yaitu total biaya tetap dan biaya variabel yang akan dialokasikan
dalam model. Rincian dari nilai input tersebut dapat terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen
Bulan Biaya Tetap (Rp.000)
Biaya Variabel (Rp.000)
Penerimaan (Rp.000)
Biaya tak terduga (%)
Januari 1.200 1.450 5.325 12 Februari 1.200 1.450 5.325 12 Maret 1.200 1.450 5.325 12 April 1.200 1.450 5.325 10 Mei 1.200 1.350 5.502,5 10 Juni 1.200 1.350 5.680 10 Juli 1.200 1.350 5.857,5 10
Agustus 1.200 1.350 6.035 10 September 1.200 1.550 6.212.5 10 Oktober 1.200 1.550 6.212.5 12
November 1.200 1.550 6.212,5 12 Desember 1.200 1.550 6.212,5 12
≤ ≤
kendala 4.800 7.000
Nilai-nilai biaya tak terduga didasarkan pada tingkat risiko yang mungkin
terjadi bila panen dilakukan pada musim hujan sehingga menyebabkan kualitas
produk jagung turun karena pengeringannya kurang optimal serta bulan-bulan
dimana terjadi penurunan harga jagung yang cukup tajam karena panen raya
sehingga pasokan jagung meningkat dan peningkatan harga jagung karena
kelangkaan pasokan pada bulan tidak musim panen (Firmansyah 2006).
Untuk memilih waktu tanam yang tepat, diandaikan modal yang
dialokasikan sebesar Rp.4,8 juta sebagai total biaya tetap dan juga biaya
operasional yang disediakan adalah Rp.7 juta sebagai total biaya variabel yang
digunakan sebagai pembatas model agar dapat terpilih jadwal optimal. Perintah
Excel-Solver untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat diperlihatkan pada
Gambar 70.
166
Gambar 70 Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP
Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa variabel keputusan berada pada sel
D5 s/d D16 yang dibatasi dengan nilai binary, sehingga hasil dari nilai keputusan
ini adalah pemilihan bulan yang optimum jika nilai variabel pada bulan tersebut
bernilai satu. Hasil verifikasi model dengan menggunakan Excel-Solver diperoleh
keuntungan maksimum sebesar Rp.9.487.275,- jika dialokasikan model tetap
sebesar 4,8 juta dan biaya variabel sebesar 5,8 juta sebagaimana terlihat pada
Tabel 27.
Tabel 27 Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen
Bulan Variabel keputusan
Biaya Tetap (Rp.000)
Biaya Variabel (Rp.000)
Profit (Rp.000)
Juli 1 1.200 1.350 2.313,49 Agustus 1 1.200 1.350 2.449,28
September 1 1.200 1.550 2.415,06 Oktober 1 1.200 1.550 2.309,45
Total 4.800 5.800 9.487,28
<= <=
Kendala 4.800 7.000
Berdasarkan Tabel 27 tersebut terlihat bahwa dengan input investasi
tertentu diperoleh jadwal panen optimal yaitu bulan Juli, Agustus, September dan
Oktober sebagai bulan panen yang akan menghasilkan nilai keuntungan optimal.
Kalau dilihat dari nilai keuntungan per bulan maka bulan panen yang paling
menguntungkan adalah pada bulan Agustus dengan nilai keuntungan
Rp.2.449.275,- Oleh karena itu bulan Agustus ini merupakan bulan yang terpilih
sebagai bulan panen yang akan memberikan keuntungan maksimum. Untuk
menentukan jadwal tanam dapat dilakukan penarikan mundur dari nilai optimal
167
ini dengan asumsi masa tanam jagung adalah tiga setengah bulan maka jadwal
tanam yang paling optimum dilakukan pada bulan April-Mei.
Untuk mengimplementasikan proses jadwal tanam ini dapat dilakukan
dengan penggiliran jadwal tanam antar kelompok tani jagung sehingga
ketersedian jagung akan merata sepanjang tahun dan tidak terjadi fluktuasi harga
pada saat panen raya.
8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya risiko rantai pasok dapat dievaluasi
secara kualitatif dan kuantitatif, berdasarkan formulasi model sebelumnya telah
diperoleh suatu nilai optimal dengan pertimbangan secara kuantitatif yaitu
keuntungan secara finansial dalam memilih jadwal tanam jagung. Cakupan risiko
rantai pasok yang sangat luas, maka perlu dimodelkan dengan pertimbangan dari
berbagai faktor, untuk itu dalam pemodelan ini akan digunakan AHP untuk
mengevaluasi risiko pemilihan jadwal tanam dengan risiko minimum.
Pertama-tama dilakukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi dan akan
dihadapi oleh petani dalam proses produksi dan penanaman jagung. Beberapa
risiko yang teridentifikasi dalam kajian ini dapat dikelompokan menjadi empat
kategori yaitu risiko alamiah, risiko produksi, risiko pasokan dan risiko
permintaan atau pasar. Komponen risiko dalam kelompok risiko alamiah yang
dianalisa dalam kajian ini meliputi risiko dominan yang sering dihadapi petani
dan menimbulkan kerusakan yaitu risiko banjir, risiko kekeringan dan risiko hama
tanaman. Kemudian elemen risiko yang masuk dalam kategori risiko produksi
yang dianalisa dalam kajian ini adalah risiko penggunaan teknologi, risiko
pengeringan, risiko penyimpanan, dan risiko transportasi. Kategori risiko pasokan
yang dikaji meliputi elemen risiko ketersedian lahan, risiko ketersediaan modal
risiko pasokan bibit unggul dan risiko pasokan pupuk. Selanjutnya kategori risiko
permintaan atau pasar mempunyai elemen-elemen risiko fluktuasi harga dan
risiko penurunan harga saat panen raya.
Identifikasi risiko dalam kajian ini mengacu pada risiko yang telah
dijabarkan oleh Schoenherr el al. (2008) dengan berbagai modifikasi sesuai
dengan permasalahan pemilihan jadwal tanam. Struktur hierarki dari risiko rantai
168
pasok yang teridentifikasi tersebut untuk mengevaluasi pemilihan jadwal tanam
optimal dapat diperlihatkan pada Gambar 71.
Pemilihan jadwal panen jagung untuk meminimalkan risiko
Risiko alam
Risiko produksi
Risiko pasokan
Risiko pasar
Hama
Banjir
kekeringan
Teknologi
Penyimpanan
Pengeringan
Transportasi
Modal
Lahan
Bibit unggul
Pupuk
Harga
Panen raya
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Fokus Faktor Kriteria Alternatif
Gambar 71 Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok
Dalam pemilihan jadwal tanam optimal dilakukan dengan survai pakar
sebagaimana dijelaskan dalam metodologi dengan bantuan perangkat lunak
Expert Choice 2000 dengan asumsi bahwa jadwal yang dipilih merupakan jadwal
penilaian risiko pada bulan panen untuk menyesuaikan dengan model sebelumnya
dalam menilai risiko kuantitatif. Nilai-nilai bobot risiko rantai pasok hasil
penilaian pakar pada bulan panen tertentu dapat diperlihatkan pada Gambar 72.
Gambar 72 Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko
minimal
169
Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa bobot nilai alternatif risiko
tertinggi adalah jadwal panen yang dilakukan pada bulan Februari dengan nilai
bobot nilai risiko 0,137 dan diikuti bulan Januari dengan nilai bobot nilai risiko
0,121. Bulan tersebut mempunyai risiko tertinggi karena pada bulan-bulan ini
curah hujan cukup tinggi sehingga menyulitkan proses pasca panen jagung yaitu
penyimpanan dan pengeringan di samping itu pada bulan ini cenderung udara
lembab yang menyebabkan kualitas pasca panen jagung yang rendah karena
tingginya kandungan air. Nilai alternatif jadwal panen dengan bobot risiko
terendah ada pada bulan September dengan nilai 0,46, sehingga jika target dari
penjadwalan panen adalah untuk memilih bulan dengan tingkat risiko terendah
maka pilihan akan jatuh pada bulan September.
Berdasarkan hasil pemilihan sebelumnya alternatif jadwal panen yang
terpilih berdasarkan optimalisasi keuntungan diperoleh bulan Agustus sebagai
alternatif terbaik, dan hal ini berbeda dengan hasil pemilihan alternatif jadwal
panen berdasarkan kriteria minimalisasi risiko secara kualitatif yang jatuh pada
bulan September sebagai alternatif terbaik. Oleh karena itu perlu adanya kajian
lanjutan untuk menentukan alternatif yang terbaik berdasarkan kedua kriteria
tersebut. Dalam sub-bab selanjutnya akan dijelaskan metode untuk menyelesaikan
permasalahan ini.
8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan
Kualitatif
Setelah menggunakan MILP dan AHP untuk mendapatkan solusi optimum
berdasarkan pertimbangan faktor risiko tangible dan intangible dalam rantai
pasok jagung, maka tantangan selanjutnya adalah mengintegrasikan solusi
tersebut untuk mendapatkan solusi terbaik dalam membuat pola penjadwalan.
Solusi dari model MILP biasanya akan terjadi konflik terhadap solusi dari model
AHP, karena dalam banyak kasus untuk memaksimumkan keuntungan biasanya
dilakukan dengan penurunan biaya atau penekanan biaya yang akan menyebabkan
peningkatan nilai risiko. Oleh karena itu perlu dibuat atau dikembangkan model
optimisasi tujuan jamak untuk membuat trade-off dari kedua solusi ini (Kostikas
& Fragakis, 2004).
170
Langkah untuk mengintegrasikan kedua solusi dapat dilakukan dengan
membuat kombinasi semua solusi optimal yang diperoleh dari model MILP,
kemudian dicari nilai optimal berdasarkan tujuan memaksimalkan keuntungan dan
nilai optimal berdasarkan tujuan meminimalkan risiko. Untuk mendapatkan total
risiko minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan (43) berikut.
Minimumkan total risiko π1
( ) ∑= iibRx1π
(x), dengan:
(55)
dimana:
Ri = Nilai bobot risiko dari alternatif ke-i yang terpilih
bi = Nilai biner dari alternatif yang terpilih
Adapun rumus untuk mendapatkan total keuntungan dilakukan dengan
mendapatkan nilai maksimum dari total keuntungan hasil kombinasi yang dapat
dicari dengan persamaan (44) berikut.
Maksimumkan total profit π2
( ) ∑= iibPx2π
(x), dimana:
(56)
dimana:
Pi
Tabel 28 Perbandingan output model MILP dan AHP
= Nilai keuntungan dari alternatif ke-i yang terpilih
Berdasarkan hasil perhitungan verifikasi model evaluasi risiko secara
kuantitatif dan kualitatif sebelumnya telah diperoleh bahawa nilai solusi masing-
masing model jika dilakukan perbandingan akan mendapatkan solusi jadwal
panen optimum yang berbeda, yaitu dengan kriteria keuntungan maksimum
diperoleh jadwal panen bulan Agustus, sedangkan dengan kriteria risiko minimum
diperoleh jadwal panen optimum bulan September, sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 28.
Bulan Hasil MILP profit
Hasil AHP risk
Juli 2.313,49 0,059 Agustus 2.449,28 0,049
September 2.415,06 0,046 Oktober 2.309,45 0,066
171
Berdasarkan nilai output model di atas, kemudian dibuat kombinasi hasil
untuk dapat menghitung nilai total risiko dan total keuntungan optimal, sehingga
dapat ditentukan jadwal panen yang sudah menggunakan kedua kriteria tersebut.
Hasil perhitungan kombinasi dari total risiko dan total keuntungan dapat dilihat
pada Tabel 29.
Tabel 29 Kombinasi alternatif, total profit dan total risk
Kombinasi Alternatif Total Profit Total Risk Juli - Agustus 4.762,76 0,108 Juli - September 4.728,55 0,105 Juli - Oktober 4.622,94 0,125 Agustus - September 4.864,34 0,095 Agustus - Oktober 4.758,73 0,115 September - Oktober 4.724,51 0,112
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa nilai total profit tertinggi diperoleh
dari hasil kombinasi bulan panen Agustus-September dan nilai total risiko
terendah juga diperoleh pada hasil kombinasi tersebut, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pilihan alternatif terbaik yang memenuhi kedua kriteria yaitu
minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan diperoleh pada bulan Agustus
dan bulan September sebagai bulan panen jagung yang optimal. Oleh karena itu
dengan asumsi proses penanaman jagung dilakukan rata-rata selama tiga setengah
bulan maka jadwal tanam optimal yang disarankan dengan model integrasi risiko
rantai pasok secara kualitatif dan kuantitatif adalah bulan April-Mei. Berdasarkan
hasil validasi model diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan awal bulan dari
musim kemarau atau berakhirnya musim hujan, sehingga pada bulan itu
merupakan yang baik untuk menanam jagung ditinjau dari agroklimat, karena
hujan sudah jarung terjadi sehingga pada saat panen akan dapat melakukan proses
pasca panen secara efisien untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.
Untuk mengimplementasikan pola penjadwalan ini dapat dilakukan
dengan penyediaan informasi pasar, pasokan dan permintaan jagung serta
ketersediaan lahan yang tepat bagi petani dengan dilakukannya koordinasi antar
kelompok tani dalam menentukan pola penjadwalan tanam secara bergiliran
172
dalam suatu wilayah tertentu atau kombinasi pola tanam dengan komoditas lain
seperti padi dan palawija untuk mendapatkan keuntungan maksimal dalam suatu
siklus tanam pada suatu musim tertentu. Koordinasi penentuan pola penjadwalan
harus melibatkan konsumen jagung seperti industri pakan ternak yang paling
banyak menyerap pasokan jagung dari petani, sehingga pasokan dapat terkendali
sepanjang tahun untuk dapat mendapatkan kestabilan harga. Koordinasi dapat
diterapkan dengan melibatkan lembaga yang sudah ada yaitu gabungan kelompok
tani (gapoktan) dan koperasi petani dalam upaya untuk melakukan penggiliran
jadwal tanam agar memberikan pasokan jagung yang kontinyu sepanjang tahun
dengan kuantitas tertentu. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk
mengembangkan model kelembagaan yang tepat dalam upaya untuk dapat
mengimplementasikan pola penjadwalan yang tepat guna menjaga pasokan jagung
di suatu wilayah tertentu.
Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah untuk menentukan risiko
rantai pasok dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang sangat bergantung pada
tingkat pengetahuan pakar terhadap wilayah tersebut. Disamping itu dalam
memodelkan sistem ini juga menggunakan asumsi tidak terjadi perubahan iklim
yang ekstrim, tidak terjadi bencana alam seperti banjir, kekeringan, gunung
meletus dan adanya wabah penyakit atau hama yang menyerang lahan pertanian.
Model sangat bergantung pada kondisi setempat dan juga waktu dan tujuan
manajemen risiko yang dirancang. Sedangkan keterbatasan model ini adalah
penggunaan metode kualitatif menuntut untuk mengkuantifikasi hasil kualitatif
dari hasil analisis risiko rantai pasok di suatu wilayah yang akan berbeda dengan
wilayah lain bergantung pada waktu, kondisi masyarakat dan struktur pasar yang
berlaku dalam rantai pasok. Hasil validasi model penentuan jadwal tanam di
Kabupaten Grobogan menunjukkan bahwa model dapat diaplikasikan di daerah
tersebut dan sesuai dengan kondisi di lapangan berdasarkan wawancara mendalam
dengan beberapa pihak yang telibat dalam rantai pasok komoditas jagung.
173
IX. IMPLIKASI MANAJERIAL
9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung
Implikasi manajerial manajemen risiko rantai pasok yang dapat diusulkan
dari penelitian ini adalah perlu adanya suatu mekanisme yang tepat untuk dapat
mengidentifikasi risiko rantai pasok agar diperoleh gambaran yang jelas akan
kemungkinan terjadinya risiko dan penyebabnya sehingga pihak manajemen dapat
melakukan tindakan ataupun mengantisipasi akan terjadinya risiko dalam
melakukan proses bisnisnya. Selain itu untuk dapat memfokuskan tindakan yang
tepat dalam menganalisis risiko rantai pasok perlu adanya evaluasi setiap risiko
yang telah diidentifikasi, sehingga akan diperoleh suatu alternatif tindakan yang
dapat dipilih oleh pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya risiko secara
cepat, tepat dan efektif.
Untuk melakukan identifikasi risiko dan evaluasi risiko yang telah
diidentifikasi sebaiknya melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam
manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung. Salah satu cara yang cukup
efisien adalah dengan menggunakan teknologi informasi yang saat ini telah
berkembang dengan pesat yaitu teknologi yang berbasis internet. Karena dengan
teknologi tersebut setiap pihak yang berkepentingan dapat saling berhubungan
tanpa harus bertemu dan bertatap muka secara langsung untuk dapat
menyelesaikan masalah secara bersama dalam kaitan dengan manajemen risiko
rantai pasok. Untuk itu dalam penelitian ini telah dikembangkan suatu prototipe
sistem manajemen risiko yang berbasis web yang dapat digunakan oleh setiap
pihak yang berkepentingan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas
jagung dalam hal mengidentifikasi, mengevalusi, dan memitigasi risiko rantai
pasok yang dapat dilakukan secara bersama dengan pendekatan diskusi kelompok
dengan fokus dan tujuan tertentu (focus group discussion).
Dengan mekanisme tersebut telah teridentifikasi beberapa risiko dominan
yang harus diantisipasi oleh setiap tingkatan rantai pasok komoditas jagung.
Risiko yang sering terjadi dalam rantai pasok komoditas jagung di tingkat petani
adalah rendahnya mutu dan fluktuasi harga. Oleh karena itu untuk dapat
membuat suatu rantai pasok komoditas jagung yang berkelanjutan harus berupaya
174
untuk dapat mengendalikan risiko tersebut. Untuk melakukan pengendalian dan
analisis risiko secara bersama dalam jaringan rantai pasok perlu adanya
kelembagaan yang dapat digunakan sebagai wadah dalam melakukan manajemen
risiko rantai pasok secara berkelanjutan.
9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung
Dengan adanya mekanisme pengendalian risiko setiap tingkatan rantai
pasok, maka setiap pelaku rantai pasok dapat mengetahui dan mendapatkan
alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yang terjadi atau
akan terjadi sehingga setiap pelaku rantai pasok dapat membuat suatu
perencanaan tindakan yang tepat guna meminimalkan risiko. Mekanisme
pengendalian risiko dalam sistem ini memberikan solusi terhadap risiko-risiko
yang mempunyai nilai sedang ke atas dan tidak memberikan alternatif solusi
terhadap risiko yang tidak terlalu signifikan untuk diatasi, oleh karena itu setiap
pelaku dapat lebih fokus pada risiko yang memang sangat berpengaruh terhadap
kelancaran bisnis rantai pasok.
Beberapa solusi yang diberikan dalam pengendalian risiko merupakan
solusi yang harus dikerjakan secara bersama dalam jaringan rantai pasok, oleh
karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk dapat menghubungkan setiap
tingkatan rantai pasok agar setiap pelaku rantai pasok dapat berkomunikasi dan
berinteraksi secara aktif dalam usaha membuat kesepakatan atau berkoordinasi
guna mengoptimalkan kelancaran pasokan dan menjaga kesinambungan rantai
pasok komoditas jagung. Disamping itu proses analisis risiko rantai pasok dapat
dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan nilai dan sumber risiko yang
benar-benar berpengaruh terhadap kelancaran rantai pasok, sehingga setiap pelaku
rantai pasok dapat saling bertukar pengetahuan dan informasi guna mendapatkan
solusi pengendalian risiko yang optimal.
Alternatif solusi pengendalian risiko didasarkan pada risiko-risiko hasil
analisis risiko yang dilakukan secara bersama dengan menggunakan pendekatan
agregasi berbagai pendapat pelaku rantai pasok untuk dapat membuat suatu nilai
yang telah mengakomodasi semua kepentingan tingkatan rantai pasok, oleh
karena itu hasil analisis risiko yang diperoleh telah mencerminkan risiko yang
175
perlu ditanggulangi secara bersama dalam jaringan rantai pasok, sehingga dapat
memberikan solusi yang tepat. Solusi dari hasil kesepakatan secara bersama
tersebut perlu ditindaklanjuti secara bersama untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Oleh karena itu diperlukan kemauan dari setiap pelaku rantai pasok untuk
melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik dan jujur dalam bertindak baik
secara individu ataupun kelompok.
Implikasi manajerial atas penentuan jadwal tanam jagung untuk
mengantisipasi risiko ketidakpastian pasokan dan fluktuasi harga adalah perlu
adanya suatu sistem kelembagaan yang dapat mengatur proses penjadwalan tanam
pada suatu wilayak tertentu dengan konsep penggiliran tanam. Disamping itu
perlu adanya penguatan di tingkat petani dengan penigkatan pengetahuan dan
pemberian informasi yang seimbang terhadap harga, pasokan dan permintaan
jagung sesuai dengan kondisi nyata, sehingga tingkat petani dapat membuat
keputusan yang tepat dalam melakukan proses bisnisnya.
9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung
Implikasi manajerial penyeimbangan risiko rantai pasok produk/komoditas
jagung adalah perlu adanya pelaku rantai pasok yang bertanggungjawab untuk
dapat mengimplementasikan dan mengawasi hasil kesepakatan harga yang
diperoleh dalam proses penyeimbangan risiko, sehingga solusi tersebut dapat
dijalankan dengan baik dan dengan komitmen yang tinggi oleh setiap pemangku
kepentingan rantai pasok. Salah satu kelembagaan yang dapat diusulkan dalam
pengawasan tersebut adalah andanya lembaga independen yang beranggotakan
seluruh tingkatan rantai pasok dengan pemrakarsa dari pemerintah pusat/daerah.
Disamping itu juga perlu adanya kemauan dari setiap tingkatan rantai pasok untuk
membagi risiko dan keuntungannya sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan
bersama dalam penyeimbangan risiko rantai pasok.
Selain itu implikasi manajerial dari penyeimbangan risiko rantai pasok
adalah perlu adanya kesepakatan dari masing-masing pihak untuk menentukan
waktu pelaksanaan proses negosiasi dalam penentuan harga jagung di tingkat
petani, sehingga masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang sejalan
dalam upaya untuk dapat menyeimbangkan risiko rantai pasok guna mendapatkan
176
jaringan rantai pasok yang berkelanjutan. Dalam upaya tersebut perlu adanya
fasilitator yang dapat mengarahkan dan memberikan gambaran dan alasan akan
pentingnya melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok. Fasilitator tersebut
dapat dilakukan oleh lembaga yang diusulkan sebelumnya, seperti lembaga
swadaya masyarakat, perguruan tinggi atau lembaga penelitian.
Untuk dapat melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok secara efektif
dan efisien, perlu adanya pemahaman mengenai pentingnya manajemen risiko dan
pengendalian risiko dalam rantai pasok kepada setiap pelaku rantai pasok,
sehingga setiap pelaku pada setiap tingkatan rantai pasok mempunyai kesadaran
yang sama, untuk dapat mengatasi terjadinya risiko yang mungkin timbul dan
kemungkinan dapat mengatasinya secara bersama. Dengan kesadaran ini maka
setiap pelaku rantai pasok akan selalu berusaha untuk bertindak dengan kesadaran
akan munculnya risiko dan berusaha untuk meminimalkan risiko tersebut.
Model penyeimbangan risiko yang diusulkan dari penelitian ini dapat
digunakan secara bersama-sama oleh setiap pelaku rantai pasok dalam upaya
untuk menentukan harga secara otomatis dengan pertimbangan distribusi risiko
secara seimbang antar tingkatan rantai pasok. Dengan konsep penyeimbangan
risiko tersebut secara tidak langsung akan memberikan distribusi keuntungan yang
seimbang dalam rantai pasok komoditas jagung. Oleh karena itu perlu adanya
pemahaman yang baik terhadap konsep distribusi keuntungan dan distribusi risiko
dalam jaringan rantai pasok jagung.
Model penyeimbangan risiko rantai pasok komoditas jagung ini juga dapat
memberikan kontribusi praktis dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas
lain yang mempunyai risiko yang serupa yaitu tingginya fluktuasi harga dan tidak
meratanya pembagian keuntungan antar pelaku rantai pasok. Selain itu dengan
adanya model ini juga dapat memberikan kontribusi teoritis dalam penelitian
penyeimbangan risiko rantai pasok serta manajemen risiko rantai pasok dalam
upaya untuk mendapatkan distribusi keuntungan dan risiko yang seimbang.
Namun dalam model ini baru dilakukan penyeimbangan risiko terhadap
perubahan harga, oleh karena ini dapat dilakukan penelitian lanjutan
penyeimbangan risiko terhadap perubahan kualitas, nilai tambah atau yang lain.
177
X. KESIMPULAN DAN SARAN
10.1. Kesimpulan
Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang
pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi
jagung yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision Support System
Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat membantu setiap
pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan pengambilan
keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Sistem dapat
digunakan untuk melakukan analisis risiko, mitigasi risiko dan penyeimbangan
risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dan juga dapat memberikan alternatif
solusi pengendalian risiko terhadap setiap risiko yang mempunyai kemungkinan
membahayakan dalam setiap tingkatan ataupun jaringan rantai pasok secara
umum. Disamping itu telah dimodelkan juga optimasi pola penjadwalan tanam
jagung dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan
risiko dalam rantai pasok komoditas jagung. Sistem dimodelkan dengan
pendekatan soft system dan hard system metodologi menggunakan beberapa
gabungan teknik seperti logika dan inferensi fuzzy, fuzzy AHP, fuzzy FMEA, fuzzy
regresi, interpolasi linier, MLIP dan weighted sum optimization.
Kebaruan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua hal yaitu
yang pertama adalah telah dikembangkan suatu model penyeimbangan risiko
rantai pasok produk/komoditas jagung untuk melakukan negosiasi harga dengan
menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis web, yang kedua adalah
telah dikembangkan suatu sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai
pasok yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko setiap tingkatan rantai
pasok dan mekanisme pengendalian risiko yang ditimbulkannya. Negosiasi
penentuan harga jagung dengan stakeholder dialog dapat dilakukan secara
bilateral ataupun multilateral antar tingkatan rantai pasok untuk menyeimbangkan
risiko dengan menggunakan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai
pasok. Fungsi utilitas risiko di tingkat petani cenderung turun jika harga jagung
naik. Berlawanan dengan fungsi utilitas risiko pada tingkat agroindustri yang
178
cenderung meningkat jika harga bahan baku naik, sehingga dapat dibentuk sebuah
fungsi conjoint antara kedua fungsi utilitas risiko tersebut untuk mendapatkan titik
kesepakatan bersama atau yang disebut sebagai titik keseimbangan. Untuk
melakukan analisis risiko rantai pasok, pertama-tama dilakukan identifikasi risiko
terhadap dua belas faktor risiko dengan empat puluh delapan variabel risiko guna
mendapatkan beberapa variabel dominan disetiap tingkatan rantai pasok.
Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap rantai pasok komoditas
jagung yang berada di kabupaten Purwodadi propinsi Jawa Tengah sebagai
produsen jagung terbesar di Indonesia dengan melibatkan beberapa pedagang
pengumpul dan industri pakan ternak. Hasil verifikasi model diperoleh bahwa
dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang
paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko
agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan
agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan
risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri,
sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir
sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah
sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi
adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan
pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai
pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak
kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan
keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok.
Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan
rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di
tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan,
dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul
adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Adapun faktor
risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh
risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat
distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko
179
pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko
dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga
dan risiko lingkungan. Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel
risiko dalam setiap faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan yang
membahayakan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang cukup
membahayakan di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi
informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi,
disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di
tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko
rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat
risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang.
Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko
kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko
peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko
sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi
informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko
sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan.
Beberapa alternatif strategi yang diusulkan untuk mengendalikan risiko
rantai pasok berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1) Melakukan kontrak
kerjasama pengadaan bahan baku dengan standard kualitas dan kuantitas tertentu,
2) Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses
oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, 3) Memperbaiki proses
peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, dan 4) Pembagian keuntungan
yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme
asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas
jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat
ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi
jagung impor.
Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan
penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari
pada perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah
menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain
180
dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai
pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil
yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan
memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang
seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi
model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat
diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat
petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi
mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini.
Hasil optimasi pola penjadwalan tanam jagung dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan perhitungan risiko kualitatif dalam manajemen rantai pasok dengan
menggunakan metode AHP diperoleh bulan September sebagai bulan panen yang
mempunyai risiko rantai pasok minimum. Kemudian berdasarkan hasil
perhitungan risiko rantai pasok secara kuantitatif dengan metode MILP diperoleh
bulan Agustus sebagai bulan panen yang dapat memberikan keuntungan produksi
maksimum. Selanjutnya hasil integrasi dari kedua model dengan menggunakan
metode weigted sum diperoleh bulan panen dengan nilai pareto adalah Agustus
dan September. Dengan masa tanam jagung kurang lebih tiga setengah bulan
maka jadwal tanam optimal dengan kriteria maksimalisasi keuntungan dan
minimalisasi risiko bagi petani jagung adalah pada bulan April dan Mei. Dengan
hasil ini telah menjelaskan bahwa model yang diusulkan dapat mengintegrasikan
pertimbangan faktor risiko tangible dan intagible untuk mendapatkan pilihan
penjadwalan tanam jagung yang optimum.
10.2. Saran
Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian
lanjutan terhadap mekanisme implementasi nyata dari pembagian keuntungan dan
pembagian risiko yang seimbang antar pelaku rantai pasok guna mendapatkan
jaringan rantai pasok yang berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan dengan
model kelembagaan, penanggungjawab dan tahapan implementasi, manajemen
pengendalian serta pengawasan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan
pengoperasian sistem. Karena beberapa kendala dalam model masih
181
menggunakan asumsi logis dari perubahan harga yang akan berpengaruh terhadap
tingkat risiko yang timbul dalam rantai pasok, belum memperhatikan kendala
teknis, organisasi, lingkungan dan sosial. Oleh karena itu perlu adanya tindak
lanjut penelitian pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat
mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka
penyeimbangan risiko dan distribusi keuntungan dalam jaringan rantai pasok.
Selain itu tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan dan
melanjutkan kajian ini adalah bahwa model yang dikembangkan baru
menyelesaikan permasalahan multiobjective dengan dua kriteria yaitu risiko dan
keuntungan, oleh karena itu model dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
permasalahan dengan kriteria yang lebih dari dua misalnya dengan penambahan
kriteria kualitas dan waktu tunggu. Selain itu model yang diusulkan hanya
mengoptimalkan tindakan yang dapat dilakukan dalam suatu tingkatan tententu
dalam jaringan rantai pasok dan belum dapat mengoptimalkan tindakan yang
mencakup seluruh tingkatan rantai pasok, oleh karena itu perlu dikembangkan
suatu mekanisme untuk dapat mengoptimalkan setiap tingkatan rantai pasok
jagung. Kemudian penelitian juga belum dapat mengidentifikasi adanya
hubungan antar risiko dari setiap variabel risiko yang telah diidentifikasi. Oleh
karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian yang dapat mengetahui sumber
risiko dan keterhubungan antar risiko sehingga memudahkan pengendaliannya.
Penelitian penyeimbangan risiko rantai pasok ini dapat dilanjutkan untuk
membuat model negosiasi dengan pendekatan stakeholder dialog menggunakan
beberapa tujuan seperti peningkatan kualitas, bagi hasil, harga yang wajar dan
distribusi nilai tambah dengan menggunakan regresi fuzzy multiatributes sebagai
penduga fungsi utilitas risiko untuk setiap pengambil keputusan pada setiap
tingkatan rantai pasok. Selain itu pengembangan model juga dapat dikaitkan
dengan adanya mekanisme asuransi pertanian untuk mengurangi risiko di tingkat
petani yang cukup tinggi sehingga akan tercapai peningkatan pasokan jagung
dalam negri karena peningkatan minat petani pada komoditas jagung.
182
DAFTAR PUSTAKA
Agiwal S, Mohtadi H. 2008. Risk mitigating strategies in the food supply chain.
Paper prepared for presentation at the American Agricultural Economics Association Annual Meeting. Orlando, FL, July 27-29, 2008.
Agarwal S. 2005. Managing risk in supply chain. Supply & Demand Chain Executive. August.
Ananto E, Astanto, Sutrisno. 2005. Peran alsintan penanganan panen dan pascapanen jagung di lahan pasang surut Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian.
Arisoy O. 2007. Integrated Decision Making in Global Supply Chains and networks, [Disertation] The Graduate Faculty of the School of Engineering, University of Pittsburgh.
Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis. John Hopkins University Press. USA.
Bargiela A, Pedrycz W, Nakashima T. 2007. Multiple regression with fuzzy data. Fuzzy Sets and Systems. 158:2169 – 2188.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. data produktifitas dan produksi jagung di Indonesia.
Borge D. 2001. The book of risk. New York: Wiley. Bredell RD. 2004. Supply Chain Risk Management: A Logistics Perspective
[Thesis]. Johannesburg: Faculty Of Economic And Management Sciences. Rand Afrikaans University.
Brown JE. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. World Bank Publications. USA.
Carson II JS. 2002. Model verification and validation. In Proc. 2002 Winter Simulation Conf., ed. E. Yucesan, CH. Chen, JL. Snowdon, JM. Charnes, 52-58. Piscataway, New Jersey: IEEE.
Cavinato JL. 2004. Supply chain logistics risk: from the back room to the board room. Int J Physical Distribution & Logistic Management 34 (5):383-387.
Chang YHO, Ayyub BM. 2001. Fuzzy regression methods A comparative assessment. Fuzzy Sets Syst., 119(2):187–203.
Chapman P, Christopher M, Juttner U, Peck H, Wilding R. 2002. Identifying and managing supply-chain vulnerability. Logistics & transport focus: J Institute of Logistics and Transport 4:59-64.
Checkland P. 1981. Systems Thinking, Systems Practice, Chichester: John Wiley and Sons.
Cheng C, Chan C, Lin K. 2006. Intelligent agents for e-marketplace: Negotiation with issue trade-offs by fuzzy inference systems. Decision Support Systems. 42:626– 638.
Choi SH, Buckley JJ. 2008. Fuzzy regression using least absolute deviation estimators. Soft Comput. 12:257–263.
183
Chopra S, Sodhi MS. 2004. Managing risk to avoid supply chain breakdown, MIT Sloan Management Review.
Christopher M, Peck H. 2004. Building the Resilient Supply Chain. Int J Logistics Management, 15:1 - 13.
Coelho, D.; Antunes, CH.; Martins, AG. 2010. Using SSM for structuring decision support in urban energy planning, Technological and Economic Development of Economy 16(4): 641–653.
Culp, Christopher L. 2002. The Art of Risk Management – Alternative Risk Transfer, Capital Structure, and the Convergence of Insurance and Capital Markets, New York:John Wiley & Sons, Inc.
Cuppen E, Breukers S, Hisschemöller M, Bergsma E. 2010. Analysis Q methodology to select participants for a stakeholder dialogue on energy options from biomass in the Netherlands. Ecol Economics. 69:579–591.
Daellenbach H. 1997. Multiple criteria decision-making within Checkland´s So" Systems Methodology, in Clímaco, J. (Eds.). Multicriteria Analysis: Proceedings of the XI International Conference on Multiple Criteria Decision Making. Springer, Berlin, 51–60.
Deep A, Dani S. 2009. Managing Global Food Supply Chain Risks: A Scenario Planning Perspective, POMS 20th Annual Conference. Orlando, Florida, POMS Abstract Number: 011-0371.
Demirkan H, Cheng HK. 2008. The risk and information sharing of application services supply chain. Eur J Operational Research 187:765–784.
Dhar V, Stein R. 1997. Intelligence Decision Support Methods: The Science of Knowledge Work. United States of America: Pearson Prentice Hall, Inc.
Diaz LC, Hansel JE. 2007. Making Risk sharing models work with farmers, agribusinesses and financial institutions. International Conference on Rural Finance Research: Moving Results into Policies and Practice. FAO. Rome. Italy. Pp. 1-55.
Diersen MA, Garcia P. 1998. Risk measurement and supply response in the soybean complex. Proceedings of the NCR-134 Conference on Applied Commodity Price Analysis, Forecasting, and Market Risk Management. Chicago, IL. [http://www.farmdoc.uiuc.edu/nccc134].
Ding M, Ross Jr. W, Rao V. 2010. Price as an Indicator of Quality: Implications for Utility and Demand Functions. J Retailing. 86 (1):69–84.
Durga L, Dimitri P. 2006. Machine Learning Approaches for Estimation of Prediction Interval for the Model Output, Neural Networks Special Issue, pp. 1-11.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor.
Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor.
Firmansyah IU. 2006. Permasalahan pascapanen jagung di tingkat petani dan pedagang. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Makassar,
184
29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. pp. 369-308.
Giunipero LC, Eltantawy RA. 2004. Securing the upstream supply chain: a risk management approach. Int J Physical Distribution & Logistics Management 34 (9):698–713.
Goenawan DA. 2007. Rancang bangun sistem intelijen bisnis untuk agroindustri teri nasi (stolephorus spp) kualitas eksport berskala usaha menengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institute pertanian Bogor.
Hallikas J, Virolainen VM, Tuominen M. 2002. Risk analysis and assessment in network environment: A dyadic case study. Int J Production Economics 78:45-55.
Hallikas JI, Karvonen U, Pulkkinen VM, Virolainen, Tuomine M. 2004. Risk management processes in supplier networks, Int J Production Economics. 90:47-58.
Haris U. 2006. Rekayas Model Aliansi Strategis Sistem Agroindustri Crumb Rubber [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Harland C, Brenchley R, Walker H. 2003. Risk in supply networks. J Purchasing & Supply Management.1(1):51–62.
Hoover, Stewart V, Perry, Ronald F. 1989.Validation of Simulation Models:The Weak/Missing Link, Proceedings of the 1989 Winter Simulation Conference.
Indrajit RE, Djokopranoto R. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain, Cara Baru. Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grassindo.
[IRM] Institute of Risk Management. 2003. A risk management standard, IRM London.
Jagananthan S, Erinjeri JJ, Ker JI. 2007. Fuzzy analytic hierarchy process based group decision support system to select and evaluate new manufacturing technologies. Int J Advanced Manufacturing Technology 32:1253-1262.
Jain V, Deshmukh S. 2009. Dynamic supply chain modeling using a new fuzzy hybrid negotiation mechanism. Int J Production Economics. 122:319–328.
Jaffee S, Siegel P, Andrews C. 2008 Rapid agricultural supply chain risk assessment: Conceptual framework and guidelines for application. Commodity Risk Management Group Report. ARD World Bank.
Jüttner U, Peck H, Christopher M. 2003. Supply chain risk management: outlining an agenda for future research. Int J Logistics : Research & Applications. 6 (4):197-210.
Karningsih PD, Kayis B, Kara S. 2007. Development of knowledge based system for supply chain risk identification in multi-site & multi-partners global manufacturing supply chain. Proc. of the 13th Asia Pacific Management Conference, Australia. pp 466-471.
Kasryno F. 2006. Suatu penilaian mengenai prospek masa depan jagung di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, 29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
185
Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, Adnyana MO. 2008. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/ bjagung/satu.pdf [10 Januari 2009].
Keen PGW, Morton MSS. 1978. Decision support systems : an organizational perspective. Reading, Mass:Addison-Wesley Pub. Co.
Kersten W, Hohrath P, Böger M. 2007. An Empirical Approach To Supply Chain Risk Management: Development Of A Strategic Framework. Proceeding POMS2007 Conference.
Klimov RA, Merkuryev YA. 2006. Simulation model for supply chain reliability evaluation. Technological and Economic Development of Economy 14(3): 300–311.
Kostikas K, Fragakis C. 2004. Genetic programming Applied to Mixed integer Programming. Pp.113-124. In Genetic Programming. Ed. By Kijzer et al, Berlin, Heidelberg: Spriger.
Kull T, Closs D. 2008. The risk of second-tier supplier failures in serial supply chains: Implications for order policies and distributor autonomy. Eur J Operational Research 186:1158–1174.
Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kusumadewi S. 2003. Artificiall Intelligence : Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kusumaningrum HD. 2008. Aflatoxin contamination in production chain of maize product in Java and its relevance to Risk Assessment, Seafast center Bogor 25th June 2008.
Lasdon LS, Smith S. 1992. Solving large sparse nonlinear programs using GRG. ORSA J. on Computing 4:2-15.
Lee TYS. 2008. Supply Chain Risk Management. Int J Information and Decision Sciences. 1(1):98–114.
Li J, Hong SJ. 2007. Towards a New Model of Supply Chain Risk Management: the Cross-Functional Process Mapping Approach. Int J Electronic Customer Relationship Management. 1(1):91–107.
Lucas. 1993. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.
Marimin. 2007. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
March JG, Shapira Z. 1987. Managerial Perspectives on Risk and Risk Taking. Management Science 33:1404.
Miskiyah, Widaningrum. 2008. Pengendalian Aflatoksin pada pascapanen jagung melalui penerapan HACCP. J Standarisasi. 10(1):1-10.
Nadjamuddin A, Noor MN. 1997. Dinamika permintaan-penawaran jagung dan pengaruhnya terhadap harga di Sulawesi Selatan. Kumpulan Seminar Mingguan Hasil Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 1(1):29-41.
186
Nagurney A, Cruz JM, Dong J. 2005. Global Supply Chain Networks and Risk Management: A Multi-Agent Framework, publish in Multiagent-Based Supply Chain Management, B. Chaib-draa and J. P. Muller, Editors, Springer, Berlin, Germany, pp 103-134.
Neureuther BD, Kenyon G. 2008. A model for evaluating supply chain risk, POMS 19th
Pinto R. 2007. A General Framework for Supply Chain Risk Management, Published on Risk central.org,
Annual Conference, La Jolla, California, USA. Ngai EWT, Wat FKT. 2005. Fuzzy decision support system for risk analysis in e-
commerce development. Decision Support Systems 40: 235– 255. Niwa K. 1989. A Knowledge-based risk management in engineering.United
States:John Wiley & Sons Inc. Norrman A, Lindroth R. 2004. Categorization of supply chain risk and risk
management. In Brindley, C. (Ed.) Supply Chain Risk. Hampshire, England:Ashgate Publishing Ltd.
[NSW] Small Business. 2005. Risk management guide for small business, Department of State and Regional Development (http://www.smallbiz.nsw.gov.au).
Olsson C. 2002. Risk Management in Emerging Markets: How to Survive and Prosper, Financial Times/ Prentice Hall.
Phillips-Wren G, Mora M, Forgionne GA, Gupta JND. 2009. An integrative evaluation framework for intelligent decision support systems. Eur J Operational Research 195:642–652.
http://www.riskcentral.org [12 Jan 2009]. Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management, Surabaya, Indonesia: Guna
Widya. Puente J, Pino R, Priore P, De La Fuente D. 2002. A decision support system for
applying failure mode and effect analysis, Int J Quality and Reliability Management. 19:137-150.
Purwanto S. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Rajamani
Sadly M. 2007. Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge-based Expert System di dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. http://
D, Sriskandarajah C, Pickens T, Hameed S. 2006. A Framework for Risk Management in Supply Chains, Working paper Managing Risk in Supply Chains, Center for Intelligent Supply Networks (C4ISN).
Rau H, Chen T, Chen C. 2009. Develop a negotiation framework for automating B2B processes in the RosettaNet environment using fuzzy technology. Computers & Industrial Engineering 56:736–753.
www.beritaiptek.com [2 Jan 2008].
Santoso I. 2005. Rekayasa model manajemen risiko untuk pengembangan agroindustri buah-buahan secara berkelanjutan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
187
Sarasutha IGP, Suryawati, Margaretha SL. 2007. Tata Niaga Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Shimell, P. 2002. The Universe of Risk, Pearson Education, Harlow. Sodhi MS. 2004. A Tactical Supply Chain Risk Management Model. Inspired by
Asset-Liability Management, http://papers.ssrn.com/sol3/ Delivery.cfm/SSRNID910579code642908.pdf [10 Jan 2009].
Schoenherr T, Rao TVM, Harrison TP. 2008. Assessing supply chain risks with the analytic hierarchy process: Providing decision support for the offshoring decision by a US manufacturing company. J. of Purchasing and Supply Management, doi:10.1016/j.pursup.2008.01.008.
Schmucker KJ. 1986. Fuzzy Sets, Natural Language Computations and Risk Analysis, Rockville: Computer Science Press, MD.
Subandi. 2004. Peran inovasi dalam produksi jagung. Seminar Inovasi Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sumaryanto, Nurmanaf AR. 2007 Simpul-Simpul Strategis Pengembangan Asuransi Pertanian Untuk Usahatani Padi Di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25 (2): 89 – 103.
Suprihatini R. 2003. Rancang bangun sistem produksi dalam agroindustri teh Indonesia [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suryana A, Hermanto. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Jagung. Jakarta:Badan Litbang Pertanian.
Tamura H. 2002. Modeling Ethical Conflict Resolution for Planning a Safe, Secure and Reliable (SSR) Megacity. 2nd IIASA-DPRI Meeting on Integrated Disaster Risk Management: Megacity Vulnerability and Resilience (IDRM 2002), IIASA http://www.iiasa.ac.at/Research/RMS/ dpri2002/Papers/Tamura.pdf).
Tang CS. 2006. Perspective in Supply Chain Risk Management. Int J Production Economics. 103:451-458.
Tanaka H, Uejima S, Asai K. 1982. Linear regression analysis with fuzzy model, IEEE Trans. Systems Man Cybernet. 12:903–907.
Tastra IK, Ginting E, Merx R. 1990. Determination of the optimum moisture content for shelling maize using local sheller. Internal Technical Report. ATA 272/NRC-MARIF.
Tseng FM, Lin L. 2005. A Quadratic Interval Logit Model for Forecasting Bankruptcy”, Omega, 33(1):85-91.
[USDA] United State Department of Agriculture. 2008. Yield of corn production. Vorst JGAJ van der. 2004. Supply Chain Management: Theory and Practice. The
Emerging World of Chains & Networks. T. Camps, P. Diederen, G. J. Hofstede, B.Vos (Eds). Elsevier, Hoofdstuk.
Vorst JGAJ van der. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks: An Overview. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. C.
188
Ondersteijn ÂJ, Wijnands R, Huirne, O. van Kooten. Springer Science Business Media. Bab 2:13-24.
Wang HF, Tsaur RC. 2000. Resolution of fuzzy regression model, Eur J Oper. Res. 126:637–650.
Warwick J. 2008. A Case Study Using Soft Systems Methodology in the Evolution of a Mathematics Module. In The Montana Mathematics Enthusiast, 5 (2&3): 269-290.
Welp M, Vega-Leinert A, Stoll-Kleemann S, Jaeger C. 2006. Science-based stakeholder dialogues: Theories and tools. Global Environmental Change , 16 (Science-based stakeholder dialogues are structured communication processes linking scientists with societal actors, such as). PP.170–181.
Wilkes J. 2008. Utility fuctions, prices, & negotiation. Dalam R. Buyya, & K. Bubendorfer, Market Oriented Grid and Utility Computing. John Wiley & Sons, Inc.
World Bank. 2007. Commodity prospect April 2007. World Bank, Washington D.C.
Wu D, Olson DL. 2008. Supply chain risk, simulation, and vendor selection. Int J Production Economics doi:10.1016/j.ijpe.2008.02.013.
Wu T, Blackhurst J, Chidambaram V. 2006. A model for inbound supply risk analysis. Computers in Industry 57(4):350–365.
Xiaohui W, Xiaobing Z, Shiji S, Chenf W. 2006. Study on risk analysis of supply chain enterprises, J Systems Engineering and Electronics.17(4):781-787.
Xu K, Tang LC, Xie M, Ho SL, Zhu ML. 2002. Fuzzy assessment of FMEA for engine system, Reliability Engineering and System Safety. 75:17-29.
Xue Y, et al. 2005. Fuzzy regression method for prediction and control the bead width in the robotic arc-welding process, J Math Process Technology. 164–165:1134–1139.
Yandra A, Marimin, Jamaran I, Eriyatno, Tamura H. 2007. An Integration Of Multi-Objective Genetic Algorithm And Fuzzy Logic For Optimization Of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceedings of the 51st Annual Meeting of the ISSS.
Yang J, Qiu W. 2005. A measure of risk and a decision-making model based on expected utility and entropy. Eur J Oper Res. 164:792–799.
Yeh RH, Hsieh MH. 2007. Fuzzy assessment of FMEA for a sewage plant. J the Chinese Institute of Industrial Engineers. 24:505-512.
You F, Wassick JM, Grossmann IE. 2008. Risk management for a global supply chain planning under uncertainty: Models and Algorithms. http://egon.cheme.cmu.edu/Papers/RiskMgmtDow.pdf [5 jan 2009].
Zsidisin GA. 2003. A grounded definition of supply risk. J Purchasing and Supply Management 9 (5–6):217–224.
Zubachtirodin, Pabbage MS, Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
189
LAMPIRAN Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok
Penelitan Pendekatan
Sistem Metode
Manajemen Risiko Jenis
Model Objectives
Model Jenis Risiko Produk Dan
Lingkup 1 2 1 2 3 4 5 1 2 1 2 1 2 3 4 5 6 1 2
Zsidisin (2003) x x x x x Tang (2005) x x x x x x x x Nagurney et al. (2005) x x x x x x x x x x x Wu et al. (2006) x x x x x x Xiaohui et al. (2006) x x x x x x x x x x x Klimov & Merkuryev (2006)
x x x x x x x
Kull & Closs (2008) x x x x x x x x Karningsih et al. (2007) x x x x x x x x Yandra et al. (2007) x x x x x x x Schoenherr et al. (2008) x x x x x x x You et al. (2008) x x x x x x x x x Li et al. (2007) x x x x x x x x Demirkan & Cheng (2008) x x x x x x x x x Lee (2008) x x x x x x x x Agiwal & Mohtadi (2008) x x x x x x x x Penelitian ini (2009) x x x x x x x x x x x x x x Keterangan:
Pendekatan sistem: 1. Hard System Methodology, 2. Soft System Methodology Metode manajemen risiko: 1.Analitik, 2.Deterministik, 3.Stokastik, 4.Sistem Pakar, 5.Simulasi Jenis model: 1.Kualitatif, 2.Kuantitatif Objective: 1.Tunggal, 2.Majemuk Jenis risiko: 1.Risiko Pasokan, 2.Risiko Produksi, 3.Risiko Permintaan, 4.Risiko Informasi,5.Risiko Kemitraan, 6.Risiko Financial Produk dan lingkup: 1.Produk Pertanian, 2.Global
190
Skenario perubahan harga
Lampiran 2 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung
Risiko petani Risiko pengepul Risiko agroindustri Risiko distributor Risiko konsumen R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4
Turun Sangat Tinggi AC AC AC AC L VL VL VL VL L VL L VL VL VL VL VL VL VL VL
Turun Tinggi AC VH AC VH L L L VL L L L L VL L L VL L VL VL L Turun Sedang VH VH VH VH ML ML L L ML ML ML ML L L ML L L L L L Turun rendah VH H VH H ML ML ML L ML ML ML ML ML ML ML L ML L ML ML Turun Sangat Rendah H H H MH M M ML ML M M M M M ML M ML ML ML ML ML
Tetap MH MH MH M M MH M ML M M M M M M M M M M M M Naik Sangat Rendah MH MH M M MH MH M M MH MH MH M M M MH M M MH MH MH
Naik Rendah M M ML ML MH H MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH H H MH Naik Sedang ML ML ML ML H H MH MH H H H H H MH H H H H H H Naik Tinggi ML L L L H VH H H H H VH H VH H H VH VH VH VH VH Naik Sangat Tinggi L L VL VL VH AC VH VH VH VH VH VH VH VH VH VH AC AC VH VH
Keterangan: Ri = Risiko ke i AC = Hampir Pasti, VH = Sangat Tinggi, H = Tinggi, MH = Sedang-Tinggi, M=Sedang, ML=Sedang-Rendah, L=Rendah,
VL=SangatRendah
191
No
Lampiran 3 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam R S SR Hama & penyakit S S R Kebijakan pemerintah R R SR Sosial budaya dan politik R R R
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi R R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi R SR R Penggunaan teknologi R R R
3 Risiko Harga
Nilai tukar S R S Distorsi informasi harga S S R Musin panen R S R Fluktuasi harga S T S
4 Risiko Pasokan
Keberagaman pasokan R S R Keberadaan pemasok R R SR Loyalitas pemasok R R R Ketidakpastian pasokan R S R
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur jalan R R SR Ketidakpastian waktu angkut R R R Pungutan liar/keamanan R R R Jarak angkut R R R
6 Risiko Pasar
Struktur pasar R R R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank S R R Nilai tukar R R R
7 Risiko Produksi
Kapasitas mesin R S R Mutu bahan baku R S R Perkiraan produksi R R R Proses produksi R R R
8 Risiko Informasi
Kurangnya akses informasi R R R Kesalahan informasi R R R Risiko peramalan R R R Distorsi informasi R R R
9 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan S S S Rendahnya mutu pasokan S S R Penyimpanan R S R Musim R S R
10 Risiko Penyimpanan
Kapasitas gudang R R R Metode penyimpanan R S SR Kuantitas pasokan R R R Penyusutan R R R
11 Risiko Kemitraan
Melanggar kontrak kerjasama R R R Putusnya jaringan komunikasi R R R Putusnya jaringan transportasi R S R Rendahnya komitmen mitra SR R R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
192
No
Lampiran 4 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam S T R Hama dan penyakit S ST R Kebijakan pemerintah S R SR Keamanan/pencurian S S R
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi S R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi S SR R Penggunaan teknologi R S R
3 Risiko Harga
Distorsi informasi harga ST S S Rendahnya kualitas ST ST S Gagal panen R ST S Fluktuasi harga T ST S
4 Risiko Pasokan
Ketersediaan bibit unggul S S S Kelangkaan pupuk S S SR Jadwal tanam S S R Ketersediaan lahan S S S
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur S S SR Ketidakpastian waktu angkut S R R Jarak transportasi R S R Moda transportasi R S R
6 Risiko Pasar
Struktur pasar R S R Risiko sertifikasi mutu R S R Metode pembayaran S S S Penolakan pasar SR R R
7 Risiko Produksi
Kesalahan penjadwalan S S S Pasca panen R S S Penggunaan bibit R S R Proses budidaya R S R
8 Risiko Informasi
Kurangnya akses informasi S S R Distorsi informasi S S R Kesalahan estimasi R S R ketersediaan informasi S S R
9 Risiko Kualitas
Musim dan cuaca S S S Pasca panen T T S Proses budidaya R S R Penggunaan bibit unggul R R S
10 Risiko Penyimpanan
Cuaca dan musim R S R Metode penyimpanan S T SR Jamur S R R Penyusutan R S R
11 Risiko Kemitraan
Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra S R R Komitmen mitra R S R Sosial budaya SR S R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
193
No
Lampiran 5 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam SR R PR Kebijakan pemerintah SR R R Keamanan/pencurian R R R Sosial budaya dan politik PR R SR
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi SR R SR Perkembangan teknologi baru SR SR SR Ketersediaan teknologi R R SR Penggunaan teknologi R R R
3 Risiko Harga
Nilai tukar SR R SR Panen raya R R R Distorsi informasi harga S R R Fluktuasi harga S S S
4 Risiko Pasokan
Keberagamanan pasokan R S R Keberadaan pemasok R R SR Loyalitas pemasok S R R Jumlah pasokan R R R
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur jalan SR R R Waktu angkut R S R Pungutan liar/keamanan R R R Jarak angkut R R SR
6 Risiko Pasar
Struktur pasar R S R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank SR R SR Penolakan konsumen S S S
7 Risiko Produksi
Kapasitas gudang S R R Risiko pengeringan R S R Metode penyimpanan R S SR Metode pengiriman R R R
8 Risiko Informasi
Distorsi informasi R R SR Kesalahan estimasi R S R ketersediaan informasi S R SR Metode akses informasi S R SR
9 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan S S R Rendahnya mutu pasokan S S R Penyimpanan R S R Musim R S R
10 Risiko Penyimpanan
Kapasitas transportasi S S R Metode penyimpanan R S R Kuantitas pasokan R S R Penyusutan R S S
11 Risiko Kemitraan
Model kerjasama R R SR Ketersediaan mitra R SR SR Komitmen mitra R S R ketersediaan infrastruktur R S R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
194
No
Lampiran 6 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam R S PR Hama dan penyakit S S R Kebijakan pemerintah SR S R Produk pesaing S S S
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi S R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi R R S Penggunaan teknologi S R R
3 Risiko Harga
Distorsi informasi harga S R S Musin panen R S R Nilai tukar R S R Fluktuasi harga S S S
4 Risiko Pasokan
Pemilihan pemasok R R S Keberadaan pemasok R S R Loyalitas pemasok S S S Ketidakpastian pasokan S S S
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur jalan S R R Ketidakpastian waktu angkut R S SR Pungutan liar/keamanan R S R Jarak angkut S R R
6 Risiko Pasar
Struktur pasar S R SR Risiko sertifikasi mutu S S SR Bunga bank S R R Penolakan konsumen S S SR
7 Risiko Produksi
Kapasitas mesin S S SR Mutu bahan baku S S SR Perkiraan produksi R R R Proses produksi R R S
8 Risiko Informasi
Kurangnya akses informasi R S R Kesalahan informasi S R R Risiko peramalan S S S Distorsi informasi SR S R
9 Risiko Kualitas
Keberagaman mutu pasokan T S S Rendahnya mutu pasokan T T S Metode penyimpanan R S R Musim dan cuaca S R R
10 Risiko Penyimpanan
Kapasitas gudang R S R Metode penyimpanan R S R Penyusutan S S S Penjadwalan R S R
11 Risiko Kemitraan
Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra R S R Komitmen mitra S S SR Kerusakan infrastruktur SR S R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
195
No
Lampiran 7 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam PR R SR Kebijakan pemerintah SR SR SR Keamanan/pencurian R R R Sosial budaya dan politik SR SR SR
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi SR SR SR Perkembangan teknologi baru SR SR PR Ketersediaan teknologi SR PR SR Penggunaan teknologi SR R SR
3 Risiko Harga
Nilai tukar R SR SR Distorsi informasi harga R R SR Musin panen S SR R Fluktuasi harga S S S
4 Risiko Pasokan
ketidakpastian pasokan S S R Pemilihan pemasok R R SR Komitmen pemasok R S R Jumlah pasokan R S SR
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur jalan SR SR SR Waktu angkut SR R SR Pungutan liar/keamanan R R SR Jarak angkut R SR SR
6 Risiko Pasar
Struktur pasar R R R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank R SR SR Penolakan konsumen R S R
7 Risiko Produksi
Kapasitas gudang SR R SR Perkiraan penjualan S S R Metode penyimpanan R S R Metode pengiriman R SR R
8 Risiko Informasi
Kesalahan estimasi SR S R Kesalahan estimasi R R R ketersediaan informasi R S R Metode akses informasi S R R
9 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan R S R Rendahnya mutu pasokan R R R Penyimpanan S S S Musim S R R
10 Risiko Penyimpanan
Kapasitas transportasi R R SR Metode penyimpanan R R SR Kuantitas pasokan SR R SR Penyusutan S R R
11 Risiko Kemitraan
Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra SR R R Komitmen mitra SR S R Kerusakan Jaringan SR R R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
196
No
Lampiran 8 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas)
Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan
1 Risiko Lingkungan
Bencana alam PR S R Kebijakan pemerintah SR R SR Keamanan/pencurian SR S SR Sosial budaya dan politik SR SR SR
2 Risiko Teknologi
Penguasaan teknologi R R SR Perkembangan teknologi baru SR R R Ketersediaan teknologi SR SR SR Penggunaan teknologi SR SR SR
3 Risiko Harga
Nilai tukar R R R Distorsi informasi harga S S R Musin panen R R R Fluktuasi harga S S S
4 Risiko Pasokan
Jumlah pemasok R S R Keberadaan pemasok R S R Loyalitas pemasok R R R Ketidakpastian pasokan S S S
5 Risiko Transportasi
Kerusakan infrastruktur jalan R R R Ketidakpastian waktu angkut SR SR SR Pungutan liar/keamanan R SR SR Jarak angkut R R SR
6 Risiko Pasar
Struktur pasar R SR R Risiko sertifikasi mutu R SR R Bunga bank R R R Nilai tukar R R R
7 Risiko Produksi
Kapasitas mesin R R SR Mutu bahan baku R S R Perkiraan produksi R R SR Proses produksi R R R
8 Risiko Informasi
Kurangnya akses informasi R S R Kesalahan informasi R R SR Risiko peramalan R R R Distorsi informasi R S R
9 Risiko Kualitas
Variasi mutu pasokan S S R Rendahnya mutu pasokan R R R Penyimpanan R R R Musim dan cuaca R R R
10 Risiko Penyimpanan
Kapasitas gudang SR SR SR Metode penyimpanan R SR SR Kuantitas pasokan R R R Penyusutan R R R
11 Risiko Kemitraan
Melanggar kontrak kerjasama SR R R Putusnya jaringan komunikasi PR S R Putusnya jaringan transportasi PR S R Rendahnya komitmen mitra SR SR SR
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
197
Lampiran 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP
Lampiran 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP
Goal
Tujuan
Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung
Peningkatan Kualitas pasokan (0,406)
Peningkatan kesejahteraan petani (0,328)
Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (0,265)
Faktor risiko
Aktor Tingkat Petani
(0,538) Tingkat Pengepul
(0,157) Tingkat Agroindustri
(0,129) Tingkat Distributor
(0,098) Tingkat Konsumen
(0,078)
Risiko Kualitas (0,139)
Risiko Penyimpanan (0,057)
Risiko kemitraan (0,032)
Risiko lingkungan (0,290)
Risiko Teknologi (0,032)
Risiko Harga (0,145)
Risiko Pasokan (0,107)
Risiko transportasi (0,036)
Risiko Pasar (0,071)
Risiko produksi (0,051)
Risiko Informasi (0,040)
Goal
Tujuan
Pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok jagung
Peningkatan Kualitas pasokan (0,146)
Peningkatan kesejahteraan petani (0,667)
Menjaga kontinuitas pasokan stabil (0,186)
Alternatif Kontrak jual/beli jagung dengan
kualitas strandard (0,195)
Pengaturan harga jagung di tingkat
petani (0,209)
Penyediaan modal dengan kridit lunak
bagi petani (0,165)
Kontrak penyediaan bibit unggul dan
pembelian jagung (0,128)
Kontrak pembagian keuntungan antar
pelaku rantai pasok (0,304)
kriteria Risiko Petani (0,447)
Risiko Pengepul (0,132)
Risiko Agroindustri (0,192)
Risiko Distributor (0,087)
Risiko Konsumen (0,143)
198
Faktor Risiko
Lampiran 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok Tingkat petani
Tingkat pengepul
Tingkat Agroindustri
Tingkat distributor
Tingkat konsumen
Rantai pasok
Risiko Lingkungan 0,139 0,063 0,106 0,041 0,132 0,115 Risiko Teknologi 0,028 0,031 0,069 0,035 0,028 0,034 Risiko Harga 0,156 0,215 0,107 0,195 0,163 0,163 Risiko Pasokan 0,137 0,186 0,141 0,168 0,177 0,149 Risiko Transportasi 0,045 0,070 0,033 0,074 0,035 0,050 Risiko Pasar 0,084 0,095 0,076 0,112 0,087 0,088 Risiko Produksi 0,058 0,052 0,097 0,058 0,027 0,060 Risiko Informasi 0,034 0,031 0,060 0,040 0,078 0,039 Risiko Kualitas 0,230 0,163 0,182 0,122 0,188 0,203 Risiko Penyimpanan 0,056 0,064 0,101 0,120 0,055 0,069 Risiko Kemitraan 0,033 0,029 0,027 0,035 0,030 0,032
bobot 0,538 0,157 0,129 0,098 0,078
199
Lampiran 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok
Untuk melakukan instalasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung diperlukan perangkat keras dan perangkat lunak sebagaimana dapat dilihat pada Tabel L1 dan Tabel L2.
Tabel L1 Kebutuhan perangkat keras (hardware) implementasi siste
Perangkat keras m
Server Client 1. Processor 848 AMD atau Intel sekelasnya Intel Pentium 3 2. Memory 4 GB 1 GB 3. Hardisk 320 GB 80 GB 4. VGA card 256 warna 256 warna
Tabel L2 Kebutuhan perangkat lunak (software) implementasi siste
Perangkat keras m
Server Client 1. Sistem Operasi Windows XP, Windows
2007 Windows XP, Windows 2007
2. Data base Engine MySQL 3. Application Engine Apache, PhpTriad 4. Browser Mozilla 2.5 atau
Internet Explorer Mozilla 2.5 atau Internet Explorer
Instalasi dilakukan pada komputer di sisi server dan komputer di sisi client.
Pada sisi server beberapa perangkat lunak yang perlu diinstal adalah sistem operasi, seperti Windows XP, Windows 2007 atau Linux, mesin aplikasi sebagai server dan aplikasi basis data serta aplikasi browsing internet. Mesin aplikasi yang perlu diinstal adalah PhpTriad yang sudah merupakan gabungan dari aplikasi server Php dan database server dengan menggunakan MySQL. Aplikasi untuk browsing internet yang dapat digunakan adalah Internet Explorer atau Mozilla fire Fox. Kemudian pada sisi client yang perlu diinstal adalah aplikasi browsing saja, misalnya Internet Explorer atau Mozilla fire Fox..
Setelah proses instalasi PhpTriad di komputer server selesai maka akan terdapat folder Apache di dalam hardisk komputer server. Tahap berikutnya adalah menempatkan file-file aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas dalam direktori yang sesuai agar aplikasi dapat dijalankan. File aplikasi PHP ditempatkan dalam folder Htdocs dalan folder Apache. Kemudian file basis data MySQL ditempatkan dalam folder MySQL/Data dalam folder Apache tersebut.
Untuk mengoperasikan sistem, pertama-tama perlu dijalankan aplikasi server basis data dan server aplikasi di komputer server. Untuk menjalankan aplikasi server dapat dilakukan dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian Apache console dan pilih Start Apache. Setelah itu dapat dijalankan basis data server dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian MySQL dan pilih MySQL-D. Setelah kedua aplikasi tersebut dijalankan, maka aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas siap dijalankan baik dari sisi server ataupun dari sisi client dengan menggunakan Internet Explorer ataupun Mozilla Fire Fox. Untuk menjalankan sistem dengan
200
menggunakan localhost dapat dipanggil dengan menggunakan alamat website http://localhost/risikoscm/ sehingga akan tampil tampilan awal aplikasi sistem sebagaimana dapat dilihat pada Gambar P1.
Untuk mengoperasikan aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung dapat mengikut langkah-langkah sebagai berikut:
A. Langkah awal pengoperasian sistem Tampilan awal dari sistem dapat diperlihatkan pada Gambar P1. Sebelum dapat mengoperasikan sistem user/pengguna terlebih dulu harus mendaftarkan dengan mengisi form pendaftaran pengguna (Gambar P3). Tetapi kalau sudah terdaftar sebagai pengguna dapat langsung menginputkan nama dan password. Kalau login berhasil maka akan tampil tampilan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar P2. Dalam Gambar P2 tersebut terlihat menu-menu sebagai berikut: Home, Identifikasi risiko, Evaluasi risiko, Risiko SCM, Penyeimbangan risiko, Pengendalian risiko dan Logout. Menu Home digunakan untuk melihat tampilan awal, jika penggunanya adalah admin maka di dalam home akan muncul histogram nilai risiko rantai pasok, tetapi jika penggunanya bukan admin maka di dalam home akan menampilkan detail dari identitas pengguna tersebut. Menu Identifikasi risiko digunakan untuk melakukan input variabel dan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menampilkan hasil perhitungan risiko setiap variabel risiko. Menu Evaluasi risiko digunakan untuk menghitung nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menambahkan faktor risiko setiap tingkatan. Menu Risiko SCM digunakan untuk menghitung dan menampilkan tingkat risiko setiap tingkatan rantai pasok yang ditampilkan dalam bentuk histogram. Menu penyeimbangan risiko digunakan untuk melakukan negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario perubahan harga jagung. Menu Pengendalian risiko digunakan untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai dengan tingkat risiko hasil evaluasi risiko sebelumnya. Menu Logout digunakan untuk keluar dari system.
Gambar P1. Halaman login pengguna
201
Gambar P2. Halaman awal login pengguna (petani)
Gambar P3 form pendaftaran pengguna
B. Langkah evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok Setelah pengguna berhasil login, maka dapat melakukan identifikasi dan evaluasi risiko sesuai dengan tingkatan pengguna dengan mengklik menu identifikasi risiko maka akan tampil tampilan seperti terlihat pada Gambar P4. Untuk menginputkan variabel risiko penggna dapat mengklik menu tambah varibel risiko, sehingga tampil seperti terlihat pada Gambar P6. Untuk dapat menginputkan variabel risiko, terlebih dulu harus menginputkan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P5.
202
Gambar P4 Tamiplan identifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok
Pada Gambar P4, pengguna dapat memilih tingkatan rantai pasok yang akan diidentifikasi risikonya, kemudian memilih faktor risiko yang sudah diinputkan untuk dapat menginputkan variabel risiko ataupun menginputkan nilai risiko setiap variabel tersbut sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar P7.
Gambar P5 Form input Faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok
Untuk menginputkan faktor risiko, pengguna harus memilih tingkatan rantai pasok (SCM) dengan mengklik menu Combobox Tingkatan dalam SCM, kemudian input faktor risiko dan keterangan faktor risiko. Jika selesai, klik tombol simpan, maka input berhasil. Input akan gagal atau diminta input lagi jika ada bagian yang tidak diisi.
203
Gambar P6 Form input variabel risiko setiap faktor risiko
Jika input faktor risiko berhasil, maka pengguna dapat menginputkan variabel risiko dengan memilih tingkatan SCM dengan menekan menu Combobox Pilih Tingkatan SCM, sehingga setelah terpilih combobox faktor risiko dapat diklik untuk dapat memilih faktor risiko mana yang akan ditambahkan variabel risikonya. Selanjutnya tuliskan variabel risiko dan keterangannya, kemudian setelah selasai klik tombol simpan.
Gambar P7 Form input nilai risiko setiap variabel risiko
Untuk menginputkan nilai risiko, dapat dilakukan dengan mengklik nilai Dampak, nilai kemungkinan dan nilai paparan sesuai dengan tingkat risiko suatu variabel yang diinginkan misalnya tinggi, sedang atau rendah. Kemudian klik simpan jika sudah selesai, sebagaimana terlihat pada Gambar P7.
204
Gambar P8 Tampilan pilihan tingkatan rantai pasok
Untuk menampilkan nilai risiko hasil evaluasi variabel risiko suatu tingkatan rantai pasok, pertama-tama pilih tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P8, kemudian pilih faktor risiko pada tingkatan hasil pemilihan sebelumnya sebagaimana terlihat pada Gambar P9.
Gambar P9 Tampilan pilihan faktor risiko tingkat petani
Pada Gambar P9 di atas dipilih tingkatan rantai pasoknya adalah petani dengan faktor risiko harga, maka hasil evaluasi variabel risikonya akan terlihat pada Gambar P10.
205
Gambar P10 Tampilan Hasil evaluasi variabel risiko pada risiko harga di tingkat
petani
Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko suatu tingkatan, pilih menu evaluasi risiko, kemudian pilih tingkatan rantai pasok yang diinginkan sebagaimana terlihat pada Gambar P8. Kemudian hasil evaluasi risiko akan ditampilak sebagaimana terlihat pada Gambar P11.
Gambar P11 Tampilan hasil evaluasi faktor risiko tingkat petani
Untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko pada tingkatan yang lain, dapat dilakukan dengan memilih atau mengganti nilai pilihan pada combobox pilih tingkatan. Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu Risiko SCM, sehingga akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P12.
206
Gambar P12 Tampilan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok
C. Langkah penyeimbangan risiko rantai pasok dengan skenario penentuan harga jagung di tingkat petani
Untuk menjalankan proses penyeimbangan risiko rantai pasok, pertama-tama klik menu penyeimbangan risiko, sehingga akan terlihat tampilan seperti Gambar P13. Dengan tampilan tersebut pengguna diminta untuk memilih tingkatan sesuai dengan tingkatan yang inginkan, kemudian akan tampil form untuk dapat menginputkan nilai risiko sesuai dengan skenario perubahan harga tertentu. Misalkan dipilih tingkat konsumen maka tampil form skenario perubahan harga yang akan menimbulkan risiko di tingkat konsumen, sebagaimana terlihat pada Gambar P14.
Gambar P13 Tampilan awal penyeimbangan risiko rantai pasok
207
Kemudian dalam Gambar P14, diharapkan pengguna yaitu konsumen untuk menginputkan nilai risiko untuk setiap perubahan harga yang terjadi dengan mengklik menu input nilai untuk setiap faktor risiko. Form input risiko untuk suatu perubahan harga dapat diperlihatkan pada Gambar P15.
Gambar P14 Tampilan skenario perubahan harga dalam penyeimbangan risiko
Dari Gambar P14 terlihat bahwa terdapat beberapa menu input nilai yang dapat diklik untuk menginputkan tingkat risiko dari setiap perubahan harga yang terjadi. Dalam hal ini pengguna harus menginputkan semua nilai risiko untuk setiap perubahan harga sebelum melangkah ke tahap perikutnya.
Gambar P15 Form input tingkat risiko atas perubahan harga dalam
penyeimbangan risiko
208
Jika pengguna telah menginputkan semua tingkat risiko sesuai dengan kondisi yang dihadapi secara lengkap, maka akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P16.
Gambar P16 Tampilan risiko setiap perubahan harga dalam penyeimbangan risiko
Proses yang sama perlu dilakukan untuk setiap tingkatan yang akan mengadakan negosiasi atau kesepakatan harga. Setelah semua tingkatan menginputka nilai utilitas risiko yang dihadapi sesuai dengan skenario perubahan harga, maka menu proses kesepakatan harga pada Gambar P16 dapat diklik, sehingga akan tampil form sebagaimana terlihat pada Gambar P17.
Gambar P17 Form input harga yang diinginkan dan tampilan harga kesepakatan
Dari Gambar P17, terlihat bahwa jika pelaku suatu tingkatan belum menginptukan harga yang diinginkan atau diharapkan pada tingkat petani, maka diminta untuk
209
menginpukannya, disamping itu juga akan tampil tingkatan-tingkatan yang lain yang sudah selesai menginputkan utilitas risiko dan harga yang diinginkan. D. Langkah pengendalian risiko rantai pasok Untuk melakukan pengendalian risiko rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu pengendalian risiko, sehingga tampil seperti Gambar P18.
Gambar P18 Tampilan mitigasi risiko untuk memilih tingkatan rantai pasok
Untuk melihat risiko apa saja yang perlu dilakukan pengendalian, pada Gambar P18 plih menu Combobox Pilih tingkatan, misalnya dipilih nilai tingkatan petani, maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P19.
Gambar P19 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat petani
Pada Gambar P19 di atas untuk setiap variabel risiko terdapat menu tindakan mitigasi/input tindakan, hal ini terjadi karena pengguna dalam tampilan tersebut adalah admin, tetapi jika penggunanya bukan admin maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P20.
210
Gambar P20 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat
konsumen
Dari tampilan program pada Gambar P19, jika diklik tindakan mitigasi maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P21. Tetapi sebagai admin juga dapat menginputkan dan mengubah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko dengan tampilan sebagaimana terlihat pada Gambar P22.
Gambar P21 Tampilan alternatif pengendalian risiko
Gambar P21 dapat ditampilkan oleh setiap pengguna, sedangkan Gambar P22 hanya dapat ditampilkan oleh admin (Pakar dan Channel master).
211
Gambar P22 Form input alternatif pengendalian risiko oleh admin
212
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 11.1. Latar Belakang .......................................................................................... 11.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 41.3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 51.4. Perumusan Masalah Penelitian ................................................................. 61.5. Ruang Lingkup ......................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 82.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok .............................................................. 8
2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok .................................... 132.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................................... 202.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama .................................. 25
2.2. Komoditas Jagung ................................................................................... 272.2.1. Tata Niaga Jagung ..................................................................................... 332.2.2. Rantai Pasok Jagung .................................................................................. 35
2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas ...................................................... 362.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................. 40
III. LANDASAN TEORI ...................................................................................... 443.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ...................................... 443.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) ................................. 463.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ............................................ 503.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA) ............................... 52
3.4.1. Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA ............................................................. 533.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA ................................................................... 58
3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier ............................... 583.6. Fungsi Regresi Fuzzy .............................................................................. 603.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ................................................................... 633.8. Proses Manajemen Risiko ....................................................................... 653.9. Soft System Methodology ........................................................................ 68
IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 704.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 704.2. Tata Laksana Penelitian .......................................................................... 72
4.2.1. Tahapan Penelitian .................................................................................... 724.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 764.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ....................................... 76
4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan ............................................................. 774.4. Langkah Pemodelan Sistem .................................................................... 794.5. Verifikasi dan Validasi Model ................................................................ 80
V. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................ 835.1. Analisis Kebutuhan Pengguna ................................................................ 835.2. Identifikasi Permasalahan ....................................................................... 855.3. Identifikasi Sistem .................................................................................. 875.4. Analisis Kebutuhan Sistem ..................................................................... 91
VI. PEMODELAN SISTEM ................................................................................. 966.1. Konfigurasi Model .................................................................................. 96
213
6.2. Sistem Manajemen Basis Model ............................................................ 976.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok .................................................... 986.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok ...................................................... 1006.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ..................................................... 1036.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .......................................... 1076.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok ........................... 111
6.3. Sistem Manajemen Basis Data ............................................................. 1126.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 1126.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 1136.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .................................... 1136.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok .............. 1146.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ................................................ 114
6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................ 1146.5. Sistem Manajemen Dialog ................................................................... 115
VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................1167.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok .......................................................... 116
7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani ........................................................... 1197.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ...................................................... 1227.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ................................................ 1247.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor ................................................... 1277.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen ................................................... 1307.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ................................................. 132
7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................................... 1347.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani ............................................................... 1347.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul .......................................................... 1367.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri ..................................................... 1377.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor ....................................................... 1397.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen ........................................................ 1407.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ..................................................... 142
VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK .................................................................................................................144
8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok ....................................................... 1448.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani ................................................... 1448.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul .............................................. 1478.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri ......................................... 1498.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ............................................ 1518.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ............................................ 152
8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ................................................... 1548.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok ............................. 1568.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ............................................. 159
8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko ............. 1638.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif ......................................... 1638.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ........................................... 1678.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif Dan Kualitatif 169
IX. IMPLIKASI MANAJERIAL .........................................................................1739.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung ................. 1739.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........ 1749.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung .... 175
214
X. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 17710.1. Kesimpulan ............................................................................................. 17710.2. Saran ....................................................................................................... 180
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 182
LAMPIRAN ........................................................................................................ 189
215
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok ............................................ 189 2 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung ................................ 190 3 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ......................... 191 4 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung.............. 192 5 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ......... 193 6 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri ................ 194 7 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................... 195 8 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak
unggas) ........................................................................................................ 196 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP
..................................................................................................................... 197 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan
fuzzy AHP................................................................................................ ... 197 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok ...................... 198 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok
..................................................................................................................... 199
216
DAFTAR TABEL 1. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ........................... 172. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ........... 193. Nilai konsekuensi risiko ............................................................................................. 234. Produksi jagung di daerah sentra produksi ................................................................. 295. Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi .......................................... 306. Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia ............................... 317. Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN ......................................... 488. Kategori variabel input fuzzy FMEA .......................................................................... 559. Kategori variabel output fuzzy FMEA ........................................................................ 5610. Penilaian dampak risiko .............................................................................................. 6611. Bobot skala pengukuran risiko ................................................................................... 6612. Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok ................................................. 10213. Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP ........................ 11814. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani ............... 12115. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul ......................... 12316. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri .................... 12617. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ....................... 12918. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen ....................... 13119. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok .................................... 13320. Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan ................... 13421. Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan .............. 13622. Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan .......... 13823. Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan ............ 14024. Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan ............ 14125. Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya ................. 14226. Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................................. 16527. Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ........................................................... 16628. Perbandingan output model MILP dan AHP ............................................................ 17029. Kombinasi alternatif, total profit dan total risk ......................................................... 171
217
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ..................................... 152. Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005) .................................... 163. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ..................... 184. Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) .................................................. 275. Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007) ............................................................ 336. Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) .. 347. Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung .................................................. 368. Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ...... 399. Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ........................... 5310. Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga .............................................................................. 5411. Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium .......................................................................... 5412. Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko ............................................................... 5513. Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ............................................... 5514. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN ......................................................... 5615. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002) ......................................................... 5716. Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok ......................................... 7117. Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok ...................... 7518. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem ............................................................... 8019. Diagram lingkar sebab akibat ..................................................................................... 8920. Diagram input output .................................................................................................. 9121. Diagram analisis sistem .............................................................................................. 9222. Diagram tujuan sistem ................................................................................................ 9323. Diagram peranan subsistem ........................................................................................ 9424. Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok ................................. 9725. Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok .................... 9926. Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko ............................................................. 10027. Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko ................................................................. 10128. Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko ................................................................. 10129. Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN) ...................................................... 10230. Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok ...................................................... 10331. Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok ..................................... 10532. Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok ............................... 10633. Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ....................................... 10734. Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok .......................................... 11035. Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok ....................................... 11236. Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok .................................... 11737. Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung ..... 11938. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani ................................. 12039. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani ............................... 12240. Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul ............................... 12341. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul .............................. 12442. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ....................... 12543. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri .......................... 12744. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor .......................... 12845. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ............................ 12946. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen .......................... 13047. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen ......................... 13148. Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung .......... 13349. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ...................................................................... 135
218
50. Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul .............................................. 13751. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri ............................................................. 13852. Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor ................................................................ 14053. Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen ................................................................ 14154. Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung ................................................ 14355. Pengendalian risiko di tingkat petani ........................................................................ 14556. Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani ..................................................... 14657. Pengendalian risiko di tingkat pengepul ................................................................... 14758. Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul ........................................................ 14859. Pengendalian risiko di tingkat agroindustri .............................................................. 14960. Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri .............................. 15061. Pengendalian risiko di tingkat pengecer ................................................................... 15162. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer .................................................. 15263. Pengendalian risiko di tingkat konsumen ................................................................. 15364. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen ................................................ 15465. Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ............................................. 15666. Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung ............................. 15767. Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok ........... 15868. Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung .................................... 15969. Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ........................... 16170. Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP .................................................... 16671. Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ............................................................... 16872. Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ............... 168