244
PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG S U H A R J I T O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

rantaipasok

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: rantaipasok

PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI

PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG

S U H A R J I T O

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: rantaipasok

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011

Suharjito NIM. F361070091

Page 3: rantaipasok

ABSTRACT

SUHARJITO. Intelligent decision support system modeling for corn supply chain risk management. Supervised by MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO and SUKARDI. To meet the needs of the national corn on the feed industry that requires a continuous supply of raw materials with a definite quantity throughout the year, in the national corn production conditions that is discontinuous and fluctuating, it is necessary to develop supply planning and storage methods to avoid the risk of corn supply or rising feed prices. The high complexity of the supply chain network and the characteristics of products made supply chain management of agricultural products was more susceptible to the risks emergence of loss. Inappropriate pattern of planting schedule causes the production declining and supplies inconsistency, and then it can cause the product accumulation that influences the price to decrease. That risk was not only suffered by the producer but also would influence the achievement of the other organization that connected in the supply chain network. Therefore, there should be an optimal scheduling management to be able to solve the possibility of the risks. Price negotiation modeling is an essential component to ensure benefit distribution to each stakeholder in agricultural supply chain. Generally, it is known that farmers have no bargaining power in price determination. Thus, they have to bear all the risks compare to the others. In addition, price exchange at farmer level tends to fluctuate significantly. Therefore, it is required to develop a mechanism for price negotiation which distributes the risks fairly for each stakeholder in the supply chain. In addition it is necessary to identify and evaluate supply chain risks in order to avoid continuing problems that can occur at any point in the supply chain network. The objectives of this study were to describe the model of identification and evaluation for corn supply chain risk, to formulate a fair pricing mechanism for corn supply chain using risk balancing model, to develop optimal planting schedule pattern of corn commodity using qualitative and quantitative risk measurement, and to develop intelligent decision support system for supply chain risk management. Risk identification was conducted using fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP) approach and risk evaluation was done by using fuzzy logic with data input form the opinion of several experts maize supply chain. A fairly pricing model at farmer level was developed by using stakeholder dialogue approach based on a balanced fuzzy risk utility preference that was faced by all stages of the supply chain. In addition, fuzzy risk utility optimization was used to get a consensus of the supply chain stakeholder dialogue, where basic risk utility function was derived using fuzzy regression approach. Risk mitigation for each stage of supply chain was developed using fuzzy inferences based on the risk that has been evaluated. Based on the verification results, the model could identify the level of risks for each party of the supply chain and the action that must be taken for minimizing its impacts using appropriate strategies. The model could be used by decision makers to determine optimal planting schedules based on the multi criteria of qualitative and quantitative objective function. The model could shift the risks from the farmer to the other parties to

determine the fair benefit distribution on the price negotiation.

Keywords: risk identification and evaluation, corn supply chain, supply chain risk balancing, fuzzy utility optimization, stakeholder dialogue.

Page 4: rantaipasok
Page 5: rantaipasok
Page 6: rantaipasok
Page 7: rantaipasok

RINGKASAN

SUHARJITO. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Dibawah bimbingan: MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO dan SUKARDI.

Manajemen rantai pasokan produk pertanian umumnya berbeda dengan manajemen rantai pasokan produk manufaktur, karena produk pertanian mudah rusak, ketersediaannya bergantung pada musim, bentuk dan ukurannya yang bervariasi, dan juga kamba sehingga sulit untuk ditangani. Kompleksitas yang tinggi dari jaringan rantai pasok dan karakteristik produk menjadikan manajemen rantai pasokan produk pertanian lebih rentan terhadap munculnya risiko kerugian. Untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional pada industri pakan yang membutuhkan kelangsungan penyediaan bahan baku dengan kuantitas tertentu sepanjang tahun, dalam kondisi produksi jagung nasional yang berfluktuasi, maka diperlukan perencanaan pasokan dan metode penyimpanan untuk menghindari risiko pasokan jagung berupa krisis kekurangan pangan atau kenaikan harga pakan. Ketidaksesuaian pola penjadwalan tanam akan menyebabkan penurunan produksi dan persediaan yang tidak konsisten, dan kemudian dapat menyebabkan penumpukan produk pada saat panen raya dan kelangkaan produk pada saat yang lain yang menimbulkan risiko fluktuasi harga. Risiko itu tidak hanya diderita oleh produsen, tetapi juga akan mempengaruhi pencapaian organisasi lain yang terhubung dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen pola penjadwalan yang optimal untuk dapat mengatasi kemungkinan risiko tersebut.

Pemodelan negosiasi harga merupakan komponen penting untuk menjamin distribusi keuntungan untuk masing-masing stakeholder dalam rantai pasok pertanian. Umumnya petani tidak memiliki posisi tawar dalam penentuan harga. Jadi, mereka harus menanggung semua risiko dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, harga tukar pada tingkat petani cenderung berfluktuasi secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk negosiasi harga yang mendistribusikan risiko yang seimbang untuk setiap stakeholder dalam rantai pasok. Selain itu diperlukan model untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko rantai pasok untuk menghindari masalah yang terus terjadi pada setiap titik di dalam jaringan rantai pasok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan mekanisme identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok jagung, merumuskan mekanisme penentuan harga yang wajar pada tingkat petani dengan menggunakan konsep penyeimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung dengan pendekatan stakeholder dialog, mengembangkan pola penjadwalan tanam jagung yang optimal dengan menggunakan pengukuran risiko kualitatif dan kuantitatif, dan mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok.

Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan pendekatan fuzzy AHP dan evaluasi risiko dilakukan dengan menggunakan logika fuzzy dengan input data pendapat beberapa ahli rantai pasok jagung. Model negosiasi harga yang saling menguntungkan di tingkat petani dikembangkan menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis pada penyeimbangan preferensi utilitas risiko fuzzy yang dihadapi oleh semua tingkatan rantai pasok. Selain itu, optimasi utilitas

Page 8: rantaipasok

risiko fuzzy digunakan untuk mendapatkan konsensus dalam stakeholder dialog, di mana fungsi utilitas risiko dasar diperoleh dengan menggunakan pendekatan regresi fuzzy. Mitigasi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dikembangkan dengan menggunakan inferensi fuzzy berdasarkan risiko yang telah dievaluasi.

Berdasarkan hasil verifikasi, model ini dapat mengidentifikasi sumber dan tingkat risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dan memberikan solusi tindakan pengendalian yang harus diambil untuk meminimalkan dampaknya dengan menggunakan strategi yang tepat. Model dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menentukan jadwal tanam optimal berdasarkan kriteria minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan secara kualitatif dan kuantitatif. Model ini juga dapat mengalihkan risiko dari petani ke pihak lain pada rantai pasok untuk menentukan distribusi keuntungan yang seimbang pada saat negosiasi harga. D

Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Sedangkan faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan.

alam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri. Sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor.

Dalam model ini, risiko yang mempunyai nilai sedang ke atas perlu penanganan dan antisipasi pengendalian, Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko yang diidentifikasi mempunyai kemungkinan yang merugikan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang perlu antisipasi pengendalian di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko

Page 9: rantaipasok

sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan.

Optimalisasi pola penjadwalan tanam jagung untuk dapat memberikan kepastian pasokan jagung dengan pendekatan integrasi evaluasi risiko kualitatif dan kuantitatif dengan tujuan memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan bulan yang optimal untuk penanaman jagung. Bulan tersebut terpilih sebagai bulan yang baik untuk menanam jagung, karena pada bulan tersebut merupakan akhir musim hujan dan awal musim kemarau, sehinga pada saat panen pengeringan dapat dilakukan secara efisien dengan kondisi cuaca yang mendukung. Untuk mengimplementasikan model ini perlu koordinasi antar kelompok tani dalam melakukan penanaman secara bergilir dalam suatu wilayah agar diperoleh kestabilan pasokan, sehingga diperoleh kestabilan harga di tingkat petani.

Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga rata-rata, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini.

Kata kunci: identifikasi dan evaluasi risiko, rantai pasok jagung, penyeimbangan risiko rantai pasok, optimasi fungsi utilitas risiko, stakeholder dialog.

Page 10: rantaipasok

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 11: rantaipasok

PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI

PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG

S U H A R J I T O

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 12: rantaipasok

Penguji pada Ujian Tertutup :1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng Penguji pada Ujian Terbuka :1. Dr. Ir. Benni H. Sormin, MA 2. Dr. Ir. Ahmad Dimyati, MS

Page 13: rantaipasok

Judul Disertasi : Pemodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk/ Komoditi Jagung

Nama Mahasiswa : Suharjito

NRP : F361070091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc

Anggota Dr. Ir. Machfud, MS

Anggota Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si

Anggota Dr. Ir. Sukardi, MM

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 18 Januari 2011

Tanggal Lulus: .............................

Page 14: rantaipasok

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, barokah dan segala karuniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2010 ini ialah pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Machfud, MS, Dr. Ir. Sukardi, MM, dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing atas semua bimbingan, arahan dan motivasi yang tiada henti untuk mempertajam penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sebagai ilmuwan. Disamping itu ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Nyoman Pujawan, dari Fakultas Teknik Industri ITS, Dr. Desianto Budi Utomo, dari PT. Charoen Pokphand Indonesia, Drs. M. Hidayat dari Badan Ketahanan Pangan, Kab. Purwodadi, Drs. Agus Soemantri dan Dr. Setiajit dari Balai Pasca Panen Bogor, Ir. Rudy Hartoyo dari Industri pakan ternak Krian, Bapak Suaeb, Bapak Partono, Bapak Bukhori ketua Gapoktan desa Kradenan Kab. Purwodadi, dan Ir. Wahyu Eko Widodo, M.Sc dari BPPT yang telah membantu dalam proses pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Avia Brahmanita, SE, ketiga anak kami (Garindra Harvianto, Muhammad Ilham Jivaresta dan Karisma Luthfitanto) atas segala pengertian, dukungan dan cinta kasihnya, juga kepada Bapak Purboyo, ibu Sudarmi, Bapak H. Prapto Raharjo, adik-adik, dan seluruh anggota keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Program Doktor ini, khususnya kepada rekan-rekan kerja, para sahabat, para senior dan para yunior. Juga kepada Prof. Dr. Wahono Sumaryono; Ir. Henky Henanto, M.Sc; Ir. Irsan Zainudin, M.Si, dan Ir. Priyo Admaji, M.Eng yang telah memberikan kesempatan mengikuti program dimaksud. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Machfud, MS, Wakil Dekan FATETA Dr. Ir. Sugiono, M.AppSc Dekan FATETA Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Rektor IPB Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc atas arahan dan bimbingan serta kesempatan untuk menyelesaikan program ini. Selain itu ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup, Dr. Akmad Dimyati, MS dan Dr. Ir. Benni H Sormin, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan tanggapan untuk perbaikan penulisan ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Beasiswa PPKP-BPPT dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, atas dukungan biaya yang diberikan sehingga penelitian ini selesai.

Akhir kata, mohon maaf jika terdapat kekurangsempurnaan dalam penulisan disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

Suharjito

Page 15: rantaipasok

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 26 Juli 1970 sebagai anak sulung dari pasangan Suharjono dan Sudarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM, lulus tahun 1994. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Teknik Informatika, pada program Pascasarjana ITS dan menamatkannya pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007, dengan menggunakan beasiswa dari Program PPKP – BPPT.

Penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda di Pusat Teknologi Agroindustri, Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi, BPPT sejak tahun 1994. Selain itu penulis juga pengajar paruh waktu di beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta, seperti Universitas Bina Nusantara dan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia pada Program Studi Teknik Informatika, sejak tahun 2001.

Selama mengikuti program S3, penulis aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Hibah bersaing DIKTI dan Hibah Kompetensi DIKTI bersama-sama dengan dosen pembimbing. Karya ilmiah yang berjudul Model kelembagaan pengembangan industri hilir Kelapa Sawit telah disajikan pada seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII di Surabaya pada tahun 2008. Sebuah artikel yang berjudul The evaluation model of the risk in each supply chain stage of the agricultural food crop products, telah dipresentasikan dalam seminar Internasional ISIEM di Bali tahun 2009. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul identifikasi dan evaluasi risiko manajemen rantai pasok komoditas jagung dengan pendekatan logika fuzzy pada Jurnal Manajemen Vol. 2 Agustus 2010. Artikel lain yang berjudul optimalisasi penentuan jadwal tanam jagung dengan menggunakan integrasi model evaluasi risiko rantai pasok telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. XX No.1 April 2010. Kemudian artikel yang berjudul stakeholder dialogue models for agricultural products supply chain risk balancing: Corn pricing negotiation telah disubmit untuk diterbitkan pada Jurnal Internasional Intelligent and Fuzzy Systems. Juga dua artikel ilmiah yang diterbitkan pada Jurnal Agritech-UGM Vol. 31 No.3 Agustus 2011, dan Jurnal Internasional OSCM (Operations and Supply Chain Management

) Vol. 3, Issue 3 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.

Page 16: rantaipasok

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL................................................................................................ .. iv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ viii

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4 1.3. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5 1.4. Perumusan Masalah Penelitian.................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup............................................................................................ 7

2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 8 2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok................................................................ . 8

2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok.............................. 13 2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ................................................................ 20 2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama ........................... 25

2.2. Komoditas Jagung ..................................................................................... 27 2.2.1. Tata Niaga Jagung................................................................................... 33 2.2.2. Rantai Pasok Jagung ............................................................................... 35

2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas........................................................ 36 2.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................... 40

3. LANDASAN TEORI ........................................................................................ 44 3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ........................................ 44 3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) ................................ ... 46 3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) .............................................. 50 3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA)................................ .. 52

3.4.1. Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA......................................................... 53 3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA ............................................................... 58

3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier ................................ . 58 3.6. Fungsi Regresi Fuzzy ................................................................................ 60 3.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ..................................................................... 63 3.8. Proses Manajemen Risiko ......................................................................... 65 3.9. Soft System Methodology .......................................................................... 68

4. METODE PENELITIAN.................................................................................. 70 4.1. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 70 4.2. Tata Laksana Penelitian ............................................................................ 72

4.2.1. Tahapan Penelitian .................................................................................. 72 4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ . 76 4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ................................ 76

4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan................................................................ 77

Page 17: rantaipasok

ii

Halaman

4.4. Langkah Pemodelan Sistem....................................................................... 79 4.5. Verifikasi dan Validasi Model................................................................ ... 80

5. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................. 83 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna................................................................ ... 83 5.2. Identifikasi Permasalahan.......................................................................... 85 5.3. Identifikasi Sistem ..................................................................................... 87 5.4. Analisis Kebutuhan Sistem........................................................................ 91

6. PEMODELAN SISTEM ................................................................................... 96 6.1. Konfigurasi Model..................................................................................... 96 6.2. Sistem Manajemen Basis Model ............................................................... 97

6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 98 6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................. 100 6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ................................................. 103 6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ..................................... 107 6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok .................... 111

6.3. Sistem Manajemen Basis Data ................................................................ 112 6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok...................................... 112 6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok .......................................... 113 6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok.............................. 113 6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok...... 114 6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 114

6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................... 114 6.5. Sistem Manajemen Dialog....................................................................... 115

7. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................... 116 7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok.............................................................. 116

7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani....................................................... 119 7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 122 7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ........................................... 124 7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 127 7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen............................................... 130 7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 132

7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ................................................................ .. 134 7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani ...................................................... 134 7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 136 7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri............................................ 137 7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 139 7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen............................................... 140 7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 142

8. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK 1448.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok .......................................................... 144

8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani .......................................... 144 8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul ..................................... 147 8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri ................................ 149

Page 18: rantaipasok

iii

Halaman

8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ...................................... 151 8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ...................................... 152

8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok...................................................... 154 8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok...................... 156 8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ........................................ 159

8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko................ 163 8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif................................ .... 163 8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ...................................... 167 8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan

Kualitatif................................................................................................ . 169

9. IMPLIKASI MANAJERIAL.......................................................................... 173 9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung.................... 173 9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........... 174 9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung ....... 175

10. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 177 10.1. Kesimpulan............................................................................................ 177 10.2. Saran...................................................................................................... 180

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 182

LAMPIRAN........................................................................................................ 189

Page 19: rantaipasok

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)................ 17

2. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) 19

3. Nilai konsekuensi risiko .................................................................................. 23

4. Produksi jagung di daerah sentra produksi...................................................... 29

5. Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi .............................. 30

6. Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia .................... 31

7. Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN.............................. 48

8. Kategori variabel input fuzzy FMEA............................................................... 55

9. Kategori variabel output fuzzy FMEA............................................................. 56

10. Penilaian dampak risiko .................................................................................. 66

11. Bobot skala pengukuran risiko ........................................................................ 66

12. Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok...................................... 102

13. Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP............. 118

14. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani ... 121

15. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul ............. 123

16. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri......... 126

17. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ........... 129

18. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen............ 131

19. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok......................... 133

20. Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan........ 134

21. Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan ... 136

22. Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan ......................................................................................................... 138

23. Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan . 140

24. Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan . 141

25. Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya...... 142

26. Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen .................................................. 165

27. Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................... 166

28. Perbandingan output model MILP dan AHP................................................. 170

29. Kombinasi alternatif, total profit dan total risk ............................................. 171

Page 20: rantaipasok

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ......................... 15

2. Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)......................... 16

3. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ......... 18

4. Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) ...................................... 27

5. Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007)................................................. 33

6. Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) ............................................................................................................... 34

7. Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung....................................... 36

8. Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ............................................................................................................... 39

9. Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ............... 53

10. Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga ................................................................ .. 54

11. Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium............................................................... 54

12. Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko.................................................... 55

13. Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ................................ ... 55

14. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN.............................................. 56

15. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002) ............................................. 57

16. Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok.............................. 71

17. Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok .......... 75

18. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem.................................................... 80

19. Diagram lingkar sebab akibat.......................................................................... 89

20. Diagram input output ...................................................................................... 91

21. Diagram analisis sistem................................................................................... 92

22. Diagram tujuan sistem .................................................................................... 93

23. Diagram peranan subsistem ............................................................................ 94

24. Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok ..................... 97

25. Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok......... 99

26. Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko .................................................. 100

27. Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko...................................................... 101

28. Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko...................................................... 101

29. Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN)........................................... 102

30. Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok........................................... 103

Page 21: rantaipasok

vi

Halaman

31. Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok.......................... 105

32. Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok .................... 106

33. Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ............................ 107

34. Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok ............................... 110

35. Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok............................ 112

36. Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok ......................... 117

37. Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 119

38. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani...................... 120

39. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani .................... 122

40. Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul .................... 123

41. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul ................... 124

42. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ............ 125

43. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri ............... 127

44. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor............... 128

45. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ................. 129

46. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen ............... 130

47. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen.............. 131

48. Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 133

49. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ........................................................... 135

50. Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul ................................ ... 137

51. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri .................................................. 138

52. Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor..................................................... 140

53. Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen..................................................... 141

54. Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung ................................ .... 143

55. Pengendalian risiko di tingkat petani............................................................. 145

56. Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani.......................................... 146

57. Pengendalian risiko di tingkat pengepul........................................................ 147

58. Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul............................................. 148

59. Pengendalian risiko di tingkat agroindustri ................................................... 149

60. Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri .................. 150

61. Pengendalian risiko di tingkat pengecer........................................................ 151

Page 22: rantaipasok

vii

Halaman

62. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer....................................... 152

63. Pengendalian risiko di tingkat konsumen ..................................................... 153

64. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen..................................... 154

65. Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ................................ . 156

66. Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung.................. 157

67. Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok 158

68. Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung......................... 159

69. Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ............... 161

70. Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP........................................ 166

71. Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ................................................... 168

72. Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ... 168

Page 23: rantaipasok

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok........................................... 189

2. Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung............................... 190

3. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ....................... 191

4. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung ............ 192

5. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ....... 193

6. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri............... 194

7. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................. 195

8. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) .......................................................................................................... 196

9. Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP ............................................................................................................... 197

10. Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP......................................................................................... 197

11. Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok....................... 198

12. Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok.............................................................................................................. 199

Page 24: rantaipasok

ix

DAFTAR ISTILAH

Agroindustri

Didefinisikan sebagai industri yang mengolah hasil pertanian menjadi barang lain bernilai tambah lebih tinggi melalui kemampuan teknologi yang melibatkan aspek fisik, kimia maupun biologi. Boleh dikatakan agroindustri sebagai revolusi nilai tambah yang menyempurnakan keberhasilan di bidang pertanian. Kegiatan agroindustri dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu daur singkat dan daur panjang. Konsep agroindustri mensimbiosakan dua bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan proses produksi dan manajemen.

AHP (Analytical Hierarchy Process) - model pengambilan keputusan yang mampu memecahkan persoalan kompleks secara kuantitatif, oleh Thomas L.Saaty

Dampak Pengaruh negatif atas suatu risiko yang terjadi

Defuzzyfisikasi Proses konversi nilai fuzzy ke nilai crips (tunggal)

FAHP Fuzzy AHP - proses pemecahan masalah dengan pendekatan AHP yang menggunakan data fuzzy

FFMEA (Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis) – proses FMEA dengan menggunakan data fuzzy

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) - metodologi untuk menganalisis potensi masalah keandalan pada awal siklus pengembangan produk untuk mengambil tindakan dalam mengatasi masalah, dengan meningkatkan kehandalan melalui desain. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, mengetahui efeknya pada pengoperasian produk, dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kegagalan

FRPN (Fuzzy Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko dengan data fuzzy

Fungsi utilitas Fungsi yang menggambarkan tingkat preferensi seorang pengambil keputusan terhadap suatu keadaan tertentu

Fuzzyfikasi Proses konversi nilai crips ke nilai fuzzy

IDSS (Intelligent Decision Support System) – Sistem pendukung pengambilan keputusan yang mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi

Page 25: rantaipasok

x

Manajemen rantai pasok

Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan

Manajemen risiko rantai pasok

Didefinisikan sebagai pendekatan formal dan terstruktur pada seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.

MILP (Mixed Integer Linear Programming) suatu kerangka kerja yang sangat umum untuk menyelesaikan masalah optimisasi dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan variabel diskrit dan kontinu.

Mitigasi risiko proses identifikasi dan pengurangan pengaruh negatif dari timbulnya risiko

Paparan Tingkat keterdeksian suatu faktor risiko oleh seorang pengambil keputusan

Penyeimbangan risiko

Proses untuk mendistribusikan risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dengan skenario tertentu untuk mendapatkan distribusi keuntungan yang sesuai

Perlakuan risiko

Tindakan yang diambil terhadap suatu risiko untuk menghindarkan dampak yang ditimbulkannya

Posibilitas Tingkat kemungkinan timbulnya suatu risiko

Rantai pasok

Merupakan pergerakan fisik bahan baku atau produk, aliran informasi, pergerakan uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual. Rantai pasokan tidak sama dengan istilah logistik karena di dalamnya akan termasuk fungsi pembelian, produksi, pemasaran, keuangan, perekayasaan dan aktivitas pengendalian.

Risiko

Didefinisikan sebagai variasi pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang diharapkan.

Page 26: rantaipasok

xi

Risiko rantai pasok

Didefinisikan sebagai kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok

RPN (Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko yang diperoleh dari hasil perkalian nilai posibilitas, dampak dan paparan dengan metode FMEA

SCRM (Supply Chain Risk Management) merupakan suatu bidang manajemen risiko yang mengidentifikasi timbulnya potensi ganguan dalam jaringan rantai pasok secara terus menerus yang menyebabkan kerugian finansial

SPK Cerdas (Sistem Pendukung Keputusan Cerdas) – sistem penunjang pengambilan keputusan yang dapat memberikan solusi alternatif dan mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi karena menggunakan metode cerdas seperti inferensi fuzzy, neural network dan intelligent sistem

SWOT (Strength Weakness Opportunity and Threat) - sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran), situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi

TFN (Triangular Fuzzy Number) merupakan representasi bilangan fuzzy dengan pendekatan bentuk segitiga

Variable risiko Parameter yang berpengaruh terhadap timbulnya risiko pada suatu faktor risiko

Page 27: rantaipasok

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis

dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung

dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan bahan baku industri. Jagung

merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang memiliki kedudukan

sangat penting setelah beras. Namun dengan pesatnya perkembangan industri

peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan.

Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk

pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya

untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit (Kasryno et al. 2008).

Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua setelah

padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis

ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional

mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun.

Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu

pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara

umum. Perluasan areal tanam dan penggunaan benih hibrida dan komposit unggul

telah meningkatkan produksi jagung dari 9,35 juta ton pada tahun 2001 menjadi

13,88 juta ton pada tahun 2008, namun belum mampu mencukupi kebutuhan

dalam negeri, sehingga impor masih diperlukan. Produksi jagung nasional

diproyeksikan tumbuh 4,63% per tahun. Pada tahun 2015 produksi jagung

diharapkan telah mencapai 17,93 juta ton. Peluang peningkatan produksi jagung

dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang

sekarang masih rendah (3,43 t/ha) maupun pemanfaatan potensi lahan yang masih

luas utamanya di luar Jawa (Zubachtirodin et al. 2007).

Namun dalam pengembangan jagung nasional, masih ditemukan beberapa

masalah antara lain: 1) Produksi tidak merata setiap bulannya, sehingga pada

waktu tertentu pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung, 2) Lemahnya

permodalan petani, terutama untuk penyediaan sarana produksi pertanian dan

Page 28: rantaipasok

2

pada waktu tertentu beberapa sarana itu sulit diperoleh, 3) Produksi jagung

sebagian besar dihasilkan pada musim hujan, sedangkan alat pengering dan

gudang sangat terbatas, menyebabkan banyak produksi jagung yang mengalami

kerusakan, 4) Belum adanya jaminan harga pada saat panen raya, 5) Lemahnya

kelembagaan petani jagung, sehingga harga ditentukan oleh konsumen, tengkulak,

dan pengumpul, 6) Masih terbatasnya benih hibrida di tingkat petani merupakan

salah satu masalah dalam upaya percepatan peningkatan produksi (Purwanto

2007).

Pasokan jagung sangat tergantung pada musim tanam sehingga tanpa

sistem penyimpanan yang baik bisa dipastikan akan terjadi pasokan berlebihan

pada saat panen raya dan kekurangan pasokan pada saat antara panen atau

gangguan cuaca buruk dan serangan hama penyakit. Tingkat harga bervariasi

tajam akibat fluktuasi pasokan tersebut, sehingga menimbulkan risiko

ketidakpastian harga dan pasokan. Pada saat panen raya, suplai melimpah

menyebabkan harga jagung dalam negri jatuh dan mendorong pedagang hasil

bumi untuk mengekspor ke luar negri. Sebaliknya pada saat paceklik, harga

jagung lokal naik dan mendorong pedagang untuk mengimpor jagung. Apabila

ikut diperhitungkan dengan faktor nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif, maka

harga jagung bisa menjadi sangat mahal, sehingga menimbulkan risiko produksi.

Daya simpan untuk menghindari variasi pasokan dan harga di kalangan produsen

masih rendah, sehubungan masih sedikit tersedianya silo penyimpanan dan

pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana

yang terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan

aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut, sehingga

menimbulkan risiko mutu produk dan penurunan harga. Oleh karena itu perlu

antisipasi keadaan ini dengan penguatan produksi jagung nasional dengan

penerapan pasca panen dan peningkatan produktifitas di tingkat petani serta

kestabilan pasokan jagung dalam negeri.

Disamping itu petani umumnya menjual hasil jagung hanya ke pedagang

pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau pengecer di pasar umum).

Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif lebih rendah dan fluktuatif.

Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab tidak adanya jaminan

Page 29: rantaipasok

3

harga yang layak (Sarasutha et al. 2007). Hal ini memunculkan sejumlah

persoalan tidak lancarnya pasokan, tidak proporsionalnya pembagian risiko, nilai

tambah dan keuntungan antar pelaku, rendahnya mutu dan keamanan produk,

tidak efisiennya biaya sepanjang rantai pasokan serta melonjaknya harga produk.

Petani, sebagai penyedia bahan baku adalah pelaku utama yang menderita

kerugian dalam distorsi tersebut, yaitu menanggung porsi risiko yang lebih besar

dan menerima porsi keuntungan dan nilai tambah yang lebih kecil. Oleh karena

itu dibutuhkan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan harga secara

bersama-sama dalam jaringan pasokan jagung sehingga tercipta distribusi risiko

yang seimbang dengan negosiasi yang adil. Salah satu mekanismenya adalah

dengan melakukan manajemen risiko dan penyeimbangan risiko rantai pasok

jagung, sehingga tercipta distribusi keuntungan yang seimbang antar tingkatan

rantai pasok.

Untuk dapat membuat mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok,

diperlukan penelitian tetang manajemen risiko rantai pasok dan distribusi jagung

nasional dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam

bisnis tersebut. Karena permasalahan manajemen risiko tersebut melibatkan

berbagai tingkatan pelaku dalam rantai pasok jagung dan bersifat probabilistik

dengan ketidakpastian yang tinggi dan dinamis serta tidak terstruktur yang

menyangkut risiko yang dihadapi oleh masing masing stakeholder maka perlu

pendekatan sistem dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini

akan dikembangkan suatu metode pengambilan keputusan cerdas dalam

manajemen risiko rantai pasok produk/ komoditas jagung dengan menggunakan

pendekatan sistem komputasi lunak (Soft Computing) seperti fuzzy logic, fuzzy

inference, optimisasi fuzzy dan kecerdasan buatan.

Manajemen risiko rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan

sebagai identifikasi dan manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko

ekternalnya melalui pendekatan koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk

mengurangi terganggunya rantai pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko

rantai pasok berfokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh

berantai ketika suatu kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik

dalam jaringan pasokan. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok

Page 30: rantaipasok

4

terdiri dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko.

Identifikasi risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses

manajemen risiko (Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Risiko rantai

pasok dapat diakibatkan dari satu perusahaan dalam rantai pasok, atau

keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan

pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara

menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena

itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat

berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan

(Karningsih et al. 2007).

Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manajemen

risiko rantai pasok adalah Hallikas et al. (2002); Jutner et al. (2003); Harland et

al. (2003); Cavinato (2004); Chopra dan Sodhi (2004); Christopher dan Peck

(2004); Wu et al. (2006); Li et al. (2007) dan Lee (2008). Kebanyakan penelitian

ini mendiskusikan manajemen risiko rantai pasok pada bidang manufaktur.

Beberapa studi manajemen risiko rantai pasok bidang agroindustri adalah Diersen

dan Garcia (1998); Diaz dan Hansel (2007); Jaffee et al. (2008); Deep dan Dani

(2009). Akan tetapi kajian tersebut belum mengidentifikasi risiko setiap tingkatan

rantai pasok dan melakukan penyeimbangan risiko antar tingkatan. Oleh karena

itu penelitian ini berfokus pada masalah tersebut.

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya sistem penunjang

pengambilan keputusan cerdas untuk menajemen risiko rantai pasok produk atau

komoditas jagung yang efektif dan efisien serta responsif guna membantu

pemangku kepentingan pada setiap tingkatan rantai pasok untuk membuat

keputusan cerdas secara cepat. Adapun secara khusus tujuan antara dari

penelitian ini adalah:

a) Untuk mengembangkan model identifikasi evaluasi dan mitigasi risiko rantai

pasok yang efektif dan efisien

b) Untuk mengembangkan model manajemen risiko, khususnya dalam hal

penyeimbangan risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung.

Page 31: rantaipasok

5

c) Mengembangkan basis pengetahuan sistem manajemen risiko rantai pasok

produk atau komoditas jagung dengan fokus kajian yang bersifat

komprehensif, lintas sektoral dan multi disiplin, sehingga teridentifikasi risiko

rantai pasok yang dominan dan prioritas penanganan risiko.

d) Mengembangkan model-model cerdas untuk pengambilan keputusan

manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung melalui

pengembangan model-model yang mampu mengolah pengetahuan yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan memanfaatkan kemampuan teknik

pengambilan keputusan kriteria jamak dan multi hierarki serta soft computing

yang mencakup teknik fuzzy inferences dan fuzzy logic.

e) Membuat prototipe sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas

manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung pada berbagai

strata pengambil keputusan dan tingkatan rantai pasok.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dengan tersedianya sistem manajemen

risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung yang dihasilkan dari penelitian

ini adalah:

a) Dapat digunakan untuk menangani risiko rantai pasok dan mengetahui sumber

risiko dan dampak risiko yang ditimbulkannya.

b) Model pengukuran risiko yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk

mengukur tingkat kejadian risiko dan dampaknya terhadap kinerja rantai

pasok secara keseluruhan.

c) Untuk meningkatkan kewaspadaan pada semua pelaku rantai pasok terhadap

munculnya risiko yang dapat mempengaruhi kinerja rantai pasok secara

keseluruhan.

d) Dapat mempermudah melakukan pengawasan risiko dan penanganannya

sehingga menajemen risiko menjadi lebih efektif dan efisien.

e) Dapat membantu pemangku kepentingan dalam membuat perencanaan

manajemen rantai pasok dengan pertimbangan meminimalkan risiko dan

optimalisasi keuntungan.

Page 32: rantaipasok

6

f) Sistem manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung berbasis

web yang dihasilkan dapat diakses oleh setiap stakeholder rantai pasok,

sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya risiko dalam

rantai pasok untuk mengantisipasinya secara bersama dan interaktif.

g) Strategi dan tindakan penanganan risiko rantai pasok produk dan komoditas

jagung, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif solusi bagi setiap

stakeholder dalam penanganan risiko rantai pasok.

h) Memberikan gambaran pengukuran risiko rantai pasok komoditas jagung

terhadap petani, pengumpul, agroindustri dan distributor.

1.4. Perumusan Masalah Penelitian

Perancangan sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas menajemen

risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung membutuhkan analisis yang

komprehensif mengenai faktor-faktor terjadinya risiko, tingkat kejadian risiko dan

dampak risiko, pelaku yang menghadapi risiko dan bagaimana menghadapi risiko

rantai pasok sehingga diperoleh suatu model pengambilan keputusan yang

memadai bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen

risiko rantai pasok. Beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui

penelitian ini diantaranya adalah:

a) Bagaimana bentuk model manajemen risiko serta basis pengetahuan yang

diperlukan untuk mendukung manajemen risiko rantai pasok produk atau

komoditas jagung yang mudah digunakan oleh setiap pemangku kepentingan.

b) Faktor dan sumber risiko rantai pasok komoditas jagung apa saja yang perlu

dikendalikan oleh tiap tingkatan rantai pasok.

c) Bagaimana mekanisme untuk menyeimbangankan risiko rantai pasok,

sehingga tercipta distribusi keuntungan pada setiap tingkatan.

d) Tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk menangani risiko rantai pasok

produk dan komoditas jagung sehingga tercipta ditribusi risiko rantai pasok

yang seimbang

e) Bagaimana model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang

sesuai untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen risiko rantai

Page 33: rantaipasok

7

pasok produk atau komoditas jagung sehingga tercipta suatu mekanisme

penyeimbangan risiko rantai pasok.

1.5. Ruang Lingkup

Guna memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan

kendalanya maka penelitian pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan

cerdas manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung mempunyai

ruang lingkup sebagai berikut:

a) Verifikasi dan validasi model yang dihasilkan dalam penelitian ini digunakan

data manajemen risiko rantai pasok jagung di Jawa Tengah.

b) Pemodelan manajemen risiko dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang

berkaitan dengan permintaan (demand), produksi (supply), penggudangan

(stocking) dan distribusi jagung untuk mendukung program ketahanan pangan.

c) Sistem pendukung keputusan yang akan dirancang merupakan sistem

pendukung keputusan manajemen risiko rantai pasok secara vertikal.

d) Tingkatan rantai pasok yang dikaji dalam penelitian adalah petani, pengumpul,

agroindustri pakan unggas, distributor pakan unggas dan peternak unggas

sebagai konsumen.

Page 34: rantaipasok

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok

Rantai pasok adalah jaringan pasokan dan permintaan yang mencakup

pemasok, produsen, pengecer besar dan konsumen akhir, dengan tujuan respon

cepat dan kerjasama yang efektif dalam pengendalian kualitas dan penurunan

biaya. Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) dipopulerkan

sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan

baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang

menyadari bahwa keunggulan bersaing perlu didukung oleh aliran barang dari

pemasok hingga pengguna akhir. Menurut Vorst (2004) manajemen rantai pasok

adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi seluruh proses, dan aktivitas

bisnis untuk menghantarkan nilai keutamaan produk kepada konsumen sebagai

keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan kepuasaan para pihak yang

berkepentingan dalam sistem rantai pasok. Rantai pasok adalah jaringan fisik dan

aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi

batas-batas perusahaan.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), rantai pasok adalah suatu

sistem tempat organisasi menyalurkan produk dan jasanya kepada para

konsumennya. Tang (2006) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai

manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja

organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang

besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan

mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan. Manajemen rantai pasok

mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi yang

berbeda, seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan,

logistik, pembiayaan, dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi.

Akhir-akhir ini, banyak perusahaan sudah mengkaji bahwa disamping

risiko tradisionalnya yang muncul dalam aktifitas bisnisnya, ada risiko baru yang

bersumber dari kolaborasi yang ketat dalam jaringan rantai pasok (Giunipero &

Eltantawy 2004). Dalam literature, istilah risiko didefinisikan sebagai suatu

ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian (Christopher & Peck

Page 35: rantaipasok

9

2004). Risiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson

2002). Risiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak

baik (Borge 2001). Risiko adalah ancaman yang terjadi secara internal atau

eksternal akan berpengaruh merugikan pada kemampuan untuk mencapai sasaran

dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. kemungkinan bahwa sesuatu yang

tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek akan terjadi (Shimell 2002). Risiko

adalah setiap sumber kejadian random yang bisa mempunyai dampak berlawanan

terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada

pendapatannya dan atau arus kasnya (Culp & Christopher 2002), sedangkan dalam

kamus besar bahasa Indonesia, risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa

yang dapat merugikan perusahaan.

Dalam terori keputusan tradisional, risiko didefinisikan sebagai variasi

pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh

karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang

diharapkan. Akan tetapi, sebuah kajian empiris oleh March dan Shapira

menunjukan bahwa risiko sering menurun pada komponen yang negatif dalam

bisnis praktis, sedangkan deviasi positif dianggap sebagai kesempatan atau

peluang. Hal yang sama risiko dapat didefinisikan sebagai hasil dari kejadian

negatif yang mempunyai kemungkinan terjadi dan menghasilkan sejumlah

kerugian (March & Shapira 1987). Definisi risiko menurut Voughan (2008)

adalah (1) Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian). Chance of loss

berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan

kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat

probabilitas akan munculnya situasi tertentu. (2) Risk is the possibility of loss

(Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah possibility berarti bahwa

probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. (3) Risk is uncertainty

(Risiko adalah ketidakpastian) Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective.

Subjective uncertainty

Risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai: kerusakan yang dikaji

dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah

perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh

merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang

didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan.

Page 36: rantaipasok

10

negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok

(Kersten et al. 2007). Bagian pertama dari definisi tersebut menjelaskan dua

dimensi yang diperlukan untuk mengkaji risiko: Kemungkinan terjadinya dan

penyebab kerusakan. Akan tetapi, berbeda dengan definisi umum dari March dan

Shapira pada risiko manajemen, definisi ini tidak mencakup aturan bagaimana

kedua dimensi tersebut harus dikombinasikan.

Kombinasi dari dimemsi ini sangat bergantung pada tingkah laku individu

terhadap risiko. Oleh karena itu sangat berguna bagi pengkaji risiko praktis untuk

menggunakan suatu matrik representasi kedua dimensi kemungkinan dan

dampaknya. Bagian kedua dari difinisi tersebut berkaitan dengan perbedaan dari

risiko rantai pasok dan risiko bisnis umumnya. Oleh karena itu jangkauan risiko

yang diperkenalkan yang membedakan antara risiko rantai pasok dengan risiko

secara umum. Risiko rantai pasok merupakan risiko yang hanya berpengaruh

pada paling sedikit dua perusahaan dalam rantai pasok. Akan tetapi, tidak

dikaitkan apakah sebuah perusahaan dipengaruhi secara langsung ataupun tidak

langsung oleh risiko rantai pasok. Jika perusahaan melewatkannya sendiri,

kebanyakan risiko internal pada mitra rantai pasoknya, mitra tersebut terpengaruh

secara tidak langsung oleh risiko ini, dimana berkonsekuensi terjadinya

kerusakan. Pengaruh ini tidak terbatas pada satu tingkat pada rantai pasok.

Bahkan perusahaan yang hanya terpengaruh secara tidak langsung menyebarkan

risiko ini pada anggota lain selanjutnya dalam jaringannya. Perusahaan biasanya

tidak dapat menangani risiko rantai pasok tak langsung karena asal usul dari risiko

ini diluar dari jangkauan penglihatannya. Fenomena ini yang menyebabkan

meningkatnya portofolio risiko rantai pasok disebut dalam literature sebagai

vulnerability (penyebab terjadinya kerusakan).

Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari

rantai pasok saat ini. Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan

bergesernya philosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor

yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain.

Sebagai akibatnya rantai pasok menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Jika

suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan

mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan

Page 37: rantaipasok

11

dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi

dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang

akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan

mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian

risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat

terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan.

Manajemen risiko berarti melakukan tindakan yang disengaja untuk

merubah kemungkinan yang lebih disukai atau menambah kemungkinan hasil

yang lebih baik dan mengurangi kemungkinan hasil yang lebih jelek (Borge

2001). Manajemen risiko adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mencoba

memastikan bahwa risiko yang muncul adalah risiko yang diinginkan dan perlu

dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya. Sehingga manajemen risiko

adalah proses yang dilakukan perusahaan untuk mengidentifikasi risikonya dan

kemudian mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum atau sesudah untuk

mengendalikan deviasi timbulnya risiko nyata dari toleransi awal terhadap risiko

tersebut (Culp & Christopher 2002). Sehingga menurut Bredell (2004)

manajemen risiko rantai pasok adalah pendekatan formal dan terstruktur pada

seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian

dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi,

memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko

rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau

proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian

dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.

Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari

identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Identifikasi

risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses manajemen risiko

(Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Kebanyakan risiko potensial,

tidak hanya dalam organisasi tetapi juga antar anggota jaringan pasokan dan antar

jaringan pasokan dan lingkungannya harus diidentifikasi. Risiko yang tidak

teridentifikasi dapat menyebabkan kesalahan arah dalam proses manajemen risiko

rantai pasok (seperti: pembuatan rencana mitigasi risiko), menimbulkan tidak

Page 38: rantaipasok

12

tepatnya atau tidak sesuainya strategi untuk mengendalikan risiko-risiko ini dan

hal ini dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar.

Peningkatan tingkat kebergantungan dan kompleksitas dari jaringan rantai

pasok saat ini menjadikan rantai pasok secara keseluruhan saat ini menjadi lebih

rentan terhadap gangguan. Setiap gangguan yang terjadi dalam salah satu pemain

rantai pasok dapat mempengaruhi jaringan rantai pasok secara keseluruhan seperti

berhentinya arus informasi dan sumber daya dari hulu ke hilir dalam rantai pasok

dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Oleh

karena itu risiko dalam rantai pasok dapat didefinisikan sebagai terganggunya arus

informasi dan sumberdaya dalam jaringan rantai pasok karena adanya penghentian

dan variasi yang tidak pasti (Juttner et al. 2003) dan sumber/faktor dari risiko

disebabkan oleh risiko yang tidak dapat diramalkan secara pasti (Niwa 1989).

Chapman et al. (2002) menyarankan bahwa risiko dalam rantai pasok

dapat terjadi dari internal (relasi antara organisasi dengan jaringan pemasok) dan

eksternal (antara jaringan pemasok dengan lingkunganya). Manajemen risiko

rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan sebagai identifikasi dan

manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko ekternalnya melalui pendekatan

koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk mengurangi terganggunya rantai

pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko rantai pasok berfokus pada

bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu

kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan.

Selanjutnya hal yang paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan

terjadi, perusahaan mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan

normal dan melanjutkan bisnisnya.

Dua metode utama untuk mengevaluasi risiko rantai pasok adalah metode

evaluasi risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode evaluasi risiko secara

statistik (Klimov & Merkuryev 2006). Metode evaluasi risiko berdasarkan

pendapat pakar biasanya disebut sebagai model evaluasi risiko kualitatif dan

metode evaluasi secara deterministic dan statistic disebut sebagai model evaluasi

risiko kuantitatif. Beberapa model evaluasi risiko kualitatif yang telah dilakukan

adalah Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008). Kemudian beberapa model

kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney

Page 39: rantaipasok

13

et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006) Li et al. (2007) dan Lee

(2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan

kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008).

Manajemen risiko rantai pasok produk pertanian berbeda dengan

manajemen risiko rantai pasok produk manufaktur lainnya karena: (1) produk

pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan

pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk

dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk

pertanian sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994). Sehingga manajemen

risiko rantai pasok produk pertanian menjadi lebih sulit dari pada produk

manufaktur karena beberapa sumber ketidakpastian dan hubungan yang kompleks

antara pelaku dalam rantai pasok yang berkaitan dengan karakteristik produknya.

2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok

Manajemen risiko rantai pasok sudah menjadi kegiatan yang diharuskan

dalam manajemen rantai pasok, agar dapat menghindari atau paling tidak

mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis yang kelihatannya menjadi hal yang

sering terjadi dalam era penuh ketidakpastian saat ini. Menurut Hallikas et al.

(2004), proses manajemen risiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri

dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi risiko, pengkajian risiko,

pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen risiko dan

pengawasan risiko.

1. Identifikasi risiko, dengan mengidentifikasi risiko, pengambil keputusan

risiko menjadi memahami tentang kejadian atau fenomena yang

menyebabkan ketidakpastian. Fokus utama dari identifikasi risiko adalah

mengenali ketidakpastian yang akan terjadi agar dapat mengendalikan

skenario ini secara proaktif.

2. Pengkajian risiko, Pengkajian risiko dan memprioritaskannya diperlukan

agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-

faktor risiko yang teridentifikasi berdasarkan situasi dan kondisi

perusahaan.

Page 40: rantaipasok

14

3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat

diperlukan untuk menggunakan metode manajemen yang dapat

memastikan pencegahan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan

terjadi atau pada saat terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi

akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok. Metode utama untuk

menanggulangi risiko, seperti dalam literature(Culp & Christopher 2002;

IRM 2003; Chapman et al. 2002) adalah:

a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang

utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi

terjadinya risiko yang dimaksud.

b) Mitigasi atau eliminasi risiko, hal ini sering disebut sebagai

pendekatan yang baik; sebagai contoh, bisa tidaknya suatu rancangan

sistem direvisi agar supaya dapat mengurangi atau mengeliminasi

kemungkinan terjadinya risiko tertentu atau konsekuensi yang

ditimbulkan jika terjadi. Sebaliknya apakah risiko dapat dieliminasi

dengan mempertahankan rancangan yang sama tetapi menggunakan

penyelesaian lain yang mungkin, seperti dalam kasus pemilihan

pemasok.

c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi

menajemen risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus

didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan

pengaturan dengan baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat

dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang

berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dengan

melakukan kontrak untuk menyediakan konpensasi terhadap seluruh

pelaku yang terpengaruh oleh risiko.

d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat

dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan

dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak

selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung

semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui

mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi

Page 41: rantaipasok

15

dalam sebuah konsursium dari kontraktor, ketika dua atau lebih

anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian dan

akibat dari risiko.

4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan

oleh karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang

dikenali harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya

kecenderungan dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya

faktor risiko penting yang baru bisa muncul.

Menurut Pinto (2006), proses manajemen risiko yang lebih rinci dapat

ditunjukkan pada Gambar 1, yang merupakan kontribusi dari IRM (2003) dan

NSW (2005).

Gambar 1 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)

Model ini menunjuk semua aspek yang berkaitan dengan manajemen

risiko, dari pengkajian risiko sampai pada perlakuan risiko dan komunikasi,

diantaranya dengan pangawasan dan tahap konsultasi, yang berinteraksi dengan

tahapan lainnya agar supaya dapat mengidentifikasi potensi peningkatan

kecenderungan dari faktor risiko yang sudah dikenali dan faktor risiko baru yang

signifikan.

Elemen yang mendominasi seluruh model ini direpresentasikan sebagai

tujuan strategis dan visi perusahaan, yang mengarahkan semua bagian dari blok

proses. Setiap keputusan melibatkan sebuah risiko dan keberhasilannya tidak

hanya dihasilkan oleh keberutungan (paling tidak dalam jangka waktu panjang):

setiap bisnis dalam perusahaan mengandung risiko, oleh karenanya risiko muncul

Tujuan strategis dan visi perusahaan

1. Menemukan kontek

2. Analisa Risiko

3. Evaluasi Risiko

4. Perlakuan Risiko Pe

ngaw

asan

Ris

iko

Pela

pora

n da

n ko

nsul

tasi

inte

rnal

Pela

pora

n da

n ko

nsul

tasi

eks

tern

al

Page 42: rantaipasok

16

sebagai isu kunci strategis yang berperan dalam perusahaan modern. Kerangka

tool manajemen risiko berdasarkan kerangka kerja ini dapat diperlihatkan pada

Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)

Penentuan dan penemuan kontek,

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendefinisikan: (1) kontek internal

untuk memastikan bahwa semua elemen penting diperhatikan dan untuk

memastikan bahwa keputusan risiko selalu mendukung tujuan umum dari

perusahaan; (2) kontek eksternal (seperti pasar, pesaing, peraturan pemerintah)

untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman (SWOT);

(3) Obyek bisnis dari proses manajemen risiko (seperti pengenalan produk baru,

pemilihan pemasok baru) dan parameter lain yang sesuai (seperti lingkup waktu,

kebutuhan sumberdaya, peran dan tanggung jawab); (4) Kriteria risiko untuk

menentukan tingkat penerimaan risiko pada kejadian dan aktifitas tertentu. Secara

rinci penjelasan dari setiap tahapan yang diperlihatkan pada Gambar 1 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Inter

face i

ntera

ktif d

an ko

labor

atif

Penentuan konteks

Identifikasi Risiko

Analisa Risiko

Evaluasi Risiko

Perlakuan Risiko

Model risiko dan mekanisme Query

Pengetahuan risiko awal (Repository)

Pengukuran kualitatif dan kuantitatif

Sistem penunjang keputusan

Rencana mitigasi risiko

Proy

ek tim

yang

berfo

kus p

ada r

isiko

Page 43: rantaipasok

17

Tabel 1 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)

No Tahapan Keterangan 1. Penentuan

kontek 1. Kontek internal: tujuan umum perusahaan dalam

mendukung keputusan risiko 2. Kontek eksternal: pasar, pesaing, peraturan politik

diidentifikasi: dengan SWOT 3. Objek bisnis dari proses manajemen risiko:

(pengenalan produk baru, pemilihan pemasok baru) yang berkaitan dengan parameter: waktu, sumber daya, peran dan tanggung jawab

4. Kriteria risiko untuk melihat tingkat penerimaan risiko untuk aktifitas dan kejadian tertentu

2. Analisis Risiko 1. Tujuan dari tahap ini: identifikasi, penjelasan dan estimasi risiko, agar dapat memilih tindakan manajemen pada faktor risiko yang teridentifikasi.

2. Cara melakukan identifikasi untuk menjawab pertanyaan:

a. Apa yang dapat terjadi b. Bagaimana hal ini dapat terjadi c. Mengapa hal ini dapat terjadi

3. Deskripsi risiko bertujuan untuk: menjelaskan struktur risiko, memfasilitasi komunikasi dan penjelasan analisis kelompok

4. Estimasi risiko dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif atau kualitatif dalam bentuk kemungkinan terjadi dan konsekuensi yang mungkin.

3 Evaluasi risiko 1. Tahapan ini melakukan perbandingan ukuran risiko dengan kritaria risiko yang ditetapkan.

2. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutuskan apakah risiko dapat diterima atau memerlukan perlakuan khusus.

3. Suatu risiko dapat diterima dengan beberapa alasan seperti biaya perlakuan melebihi keuntungan, risiko tingkat rendah, tidak terdapat metode perlakuan

4 Perlakuan risiko 1. Tahapan ini akan mengambil tindakan jika pada tahap sebelumnya risiko tidak dapat diterima

2. Tujuan dari tahap ini adalah mengidentifikasi pilihan alternatif untuk mengurangi konsekuensi atau untuk mengurangi kemungkinan akibat dari risiko

3. Strategi yang biasa dilakukan adalah: pengalihan risiko, mengambil risiko, penurunan risiko dan eliminasi risiko.

Rajamani et al. (2006) secara konseptual mengusulkan bahwa kerangka

kerja manajemen risiko mengikuti struktur tradisional dari hierarki strategis, taktis

dan operasional, dan diorganisasikan dalam lingkup proses yang berfokus pada

Page 44: rantaipasok

18

perancangan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Secara rinci kerangka

kerja manajemen risiko rantai pasok tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 3.

Metode kuantitatif yang digunakan dalam manajemen risiko rantai pasok

dengan kerangka kerja yang diperlihatkan pada Gambar 3 dapat dijabarkan

sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

Gambar 3 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006)

Pendefinisian Tujuan Manajemen Risiko Rantai Pasok

Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai

Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani

Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok

Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko Lang

kah

stra

tegi

s

Mengidentifikasi Titik-Titik Kegagalan Pada Jaringan Rantai

Membuat Prioritas Titik-Titk Kegagalan Rantai

Mengidentifikasi Alternative Tindakan Pada Setiap Titik

Merangking Daftar Alternative Dan Membuat

Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko Lang

kah

Takt

is

Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya

Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya

Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi

Perbaikan Terus Menerus Lang

kah

Ope

rasi

onal

Page 45: rantaipasok

19

Tabel 2 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al.

2006)

Kegiatan output Metode 1. Pendefinisian Tujuan

Manajemen Risiko Rantai Pasok

2. Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai Pasok

Profile risiko Interview Quisioner dan diskusi

3. Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani Risiko

Bagan organisasi risiko dan peran, tanggungjawab

4. Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok

Analisis SWOT SWOT

5. Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko

Struktur jaringan rantai pasok optimal

Simulasi, model matematis dan probabilistik.

6. Mengidentifikasi Titik-Titik Kegagalan Pada Jaringan Rantai Pasok

Daftar kategori titik kegagalan

Brainstorming, diagram sebab akibat

7. Membuat Prioritas Titik-Titk Kegagalan Rantai Pasok

Rangking titik kegagalan

AHP

8. Mengidentifikasi Alternatif Tindakan Pada Setiap Titik Kegagalan

Daftar kategori alternatif

Brainstorming dan FMEA

9. Merangking Daftar Alternative Dan Membuat Databasenya

Rangking alternatif, database risiko

AHP, MS Project, MS excel

10. Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko

Kriteria peringatan risiko, Proses pendefinisian peringatan

Mekanisme peringatan risiko (alert)

11. Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya

Knowledge base manajemen risiko

12. Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya

e-mail, telepon

13. Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi Risiko

Groupware

14. Perbaikan Terus Menerus

Dis

ain

(Stra

tegi

s R

enca

na (T

aktis

) Pe

laks

anaa

n (o

pera

sion

al)

Page 46: rantaipasok

20

Identifikasi dan pengelompokan risiko yang terjadi dalam suatu rantai

pasok tergantung pada subject bisnis atau sudut pandang yang dihadapi oleh

pengambil keputusan. Sebagai contoh berdasarkan Clouse dan Busch (Klimov &

Merkuryev 2006) mengkategorikan risiko rantai pasok menjadi 5 yaitu risiko

strategi, risiko permintaan, risiko pasar, risiko implementasi dan risiko kinerja.

Adapun Chisthoper dan Peck (2003) mengkategorikan risiko rantai pasok sebagai

risiko permintaan, risiko pasokan, risiko lingkungan, risiko pengendalian dan

risiko proses. Sumber risiko proses adalah terjadinya ganguan pada proses

transportasi, komunikasi dan infrastruktur lainnya, sedangkan risiko pengendalian

berkaitan dengan bagaimana organisasi mengendalikan proses tersebut seperti

kuantitas pesanan, ukuran kapasitas dan kebijakan stok yang aman. Adapun risiko

pasokan adalah potensi gangguan arus barang dan arus informasi akibat dari

organisasi pemasok (hulu). Kemudian risiko permintaan adalah potensi gangguan

arus barang, arus informasi dan arus kas yang diakibatkan oleh organisasi hilir

dalam jaringan rantai pasok. Risiko lingkungan adalah dampak dari kejadian

lingkungan yang mempengaruhi jaringan hulu dan hilir serta lokasinya yang

diakibatkan oleh kejadian alam, sosial budaya, teknologi dan kebijakan

pemerintah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Xiaohui et al. (2006). Lebih

detail lagi Schoenherr et al. (2008) telah mengidentifikasi risiko yang dijadikan

faktor-faktor untuk memilih tempat offshore dengan AHP pada suatu industri

sebanyak tujuh belas (17) macam yaitu risiko komplain standarisasi, risiko

kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko biaya persaingan, risiko permintaan,

risiko pemenuhan pasokan, risiko penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim,

risiko ketepatan budget pengiriman, risiko pemenuhan pesanan, risiko salah mitra,

risiko jarak, risiko pemasok, risiko manajemen pemasok, risiko rekayasa dan

inovasi, risiko transportasi, risiko bencana, dan risiko produk asing.

2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok

Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode

pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko

secara statistik (Klimov & Merkuryev 2006). Menurut Agarwal (2005), telah

lama suatu perusahaan mendefisnisikan, memprioritaskan, memitigasi dan

Page 47: rantaipasok

21

mengaudit risiko dengan bantuan pakar dengan pendekatan pengukuran secara

subyektif, sedangkan pengukuran dengan pendekatan statistik terbukti lebih

bersifat obyektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja berdasarkan simulasi

dari probabilitas kejadian risiko dan dampak risiko sebagai variabelnya.

Pengukuran risiko secara statistik biasanya berdasarkan pada nilai rata-rata,

tingkat simpangan, tingkat probabilitas, koefisien risiko dan skala risiko, sehingga

muncul suatu nilai ukuran Value at Risk (VaR) pada pengukuran risiko keuangan,

dalam penggudangan terdapat nilai IaR (Inventory at Risk), dan DaR (Demand at

Risk) sebagai pendekatan yang serupa (Sodhi 2004).

Value at Risk (VaR) biasanya digunakan untuk mengukur risiko suatu

investasi yang sudah diketahui distribusi probabilitasnya adalah normal. Dengan

mengetahui nilai risiko (value at risk) suatu investasi maka investor dengan

mudah dapat memperkirakan kemungkinan nilai risiko yang akan ditanggung jika

suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi dengan tingkat kepercayaan tertentu.

Untuk menghitung value at risk (VaT) digunakan rumus sebagai berikut:

( )erVVaT += 10 (1)

µλ ˆˆ*65.1 +−=r (2) Dimana:

Vo = Nilai investasi awal

λ̂ = Perkiraan nilai simpangan baku investasi

µ̂ = Perkiraan nilai rata-rata investasi

Selain itu Risiko finansial dapat dinilai dengan menggunakan (1) distribusi

probabilitas yaitu model yang menghubungkan berbagai probabilitas terhadap

masing-masing hasil tertentu, (2) analisa sensitifitas yaitu pendekatan yang

menggunakan beberapa kemungkinan taksiran pendapatan untuk mengetahui

variabilitas hasil dengan mengestimasi tingkat pengembalian dari aktiva atau

tingkat keuntungan yang diperoleh yang bersifat pesimistik, yang diharapkan dan

optimistic (Sunjaya dan Barlian 2001 dalam Santoso 2005).

Risiko suatu aktiva dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan

standar deviasi dan koefisien variasi. Standar deviasi merupakan indikator yang

Page 48: rantaipasok

22

paling umum dari risiko suatu aktiva. Nilai tingkat keuntungan yang diharapkan

Ê dihitung dengan rumus:

∑=

=n

iiiEE

1Prˆ

(3)

Dimana:

Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan

Ei = Nilai keuntungan pada tahun ke -1

Pri

= Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1

n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan

Standar deviasi dari nilai Keuntungan dinyatakan dengan rumus:

( ) i

n

ie EEi Pr

1

2ˆ∑ −=

=λ (4)

Dimana:

Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan

Ei = Nilai keuntungan pada tahun ke -1

Pri

= Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1

n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan.

= Standar deviasi dari nilai keuntungan.

Koefisien variasi yaitu pengukuran dispersi relatif untuk membandingkan risiko

dari aktiva dengan berbagai harapan tingkat keuntungan yang berbeda. Semakin

tinggi koefisien variasi, maka semakin besar tingkat risikonya. Koefisien variasi

dihitung dengan rumus:

ECV e

ˆλ

= (5)

Dimana:

CV = Koefisien variasi

Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan

eλ = Standar deviasi dari nilai keuntungan

Model evaluasi risiko rantai pasok yang diusulkan Neureuther dan Kenyon

(2008), untuk mengetahui risiko yang berkaitan dengan kegagalan rantai pasok

dalam menghasilkan produk yang dijanjikan, struktur dari rantai pasok tersebut

Page 49: rantaipasok

23

beserta dengan produk bagiannya dalam struktur perlu dievaluasi. Nilai risiko ini

disebut sebagai konsekuensi risiko (α) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

(6)

Dimana:

waktu yang diperlukan suatu rantai pasok untuk menggantikan suatu

sub-produk atau, waktu yang diperlukan untuk menangani ganguan dari suatu

arus produk, dan mengembalikan pada kondisi penjadwalan normal dengan

tingkat kualitas yang sama.

= Waktu dari suatu sub-produk gagal diselesaikan sebelum rantai pasok

menderita kerugian pada suatu titik kritis pada pelayanan pasarnya.

= Konsekuensi risiko dari suatu produk dalam rantai pasok.

Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital,

dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan (Tabel 3). Sebuah konsekuensi bernilai

penting (vital) diberikan pada sub-produk jika tidak terdapat pengganti pada

barang ini, jika barang tersebut tidak ada maka rantai pasok tidak dapat

menghasilkan produk yang dimaksud. Konsekuensi bernilai dibutuhkan diberikan

pada sub-produk, jika pengganti dari produk tersebut sukar diperoleh. Suatu

konsekuensi bernilai diperlukan (necessary) diberikan pada sub-produk yang

mempunyai penggantinya, tetapi penggunaannya akan mengurangi fungsionalitas

dan kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Penggunaan dari barang

substitusi dari produk dapat menimbulkan perancangan ulang terhadap rantai

pasok produk atau jasa tersebut. Suatu nilai konsekuensi diinginkan (desired)

diberikan pada sub-produk dimana pengantian dari barang atau penggunaannya

tidak memerlukan perancangan ulang atau mengurangi fungsionalitas atau

kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok.

Tabel 3 Nilai konsekuensi risiko

konsekuensi keterangan α Penting Tidak tergantikan 1,0 Dibutuhkan Tidak mudah digantikan 0,6 Diperlukan Mudah digantikan 0,3 Diinginkan Mudah digantikan 0,1

Page 50: rantaipasok

24

Kemudian model yang diusulkan untuk mengukur indek risiko rantai

pasok pada setiap tingkatan pelaku adalah:

( )( )

−−= ∏

=

n

ixixxx sPRI

1

ˆ11βα (7)

Dimana:

RIx

Konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada

tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok.

= Indek risiko rantai pasok tingkat ke-x.

= Persentase nilai tambah yang diberikan oleh pelaku rantai pasok pada

tingkat ke-x

= Probabilitas kegagalan komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x.

Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Indeks risiko

bernilai nol jika pelaku rantai pasok tidak mempunyai risiko sama sekali,

sedangkan nilai risiko sama dengan satu artinya pelaku rantai pasok tersebut

sangat berperan dalam kelancaran rantai pasok, atau jika terjadi masalah pada

tingkatan ini maka rantai pasok secara keseluruhan akan terganggu.

Hasil perhitungan dari model ini dengan digabung dengan perhitungan

value at risk kemudian digunakan untuk menilai biaya risiko yang terjadi dan

dijadikan sebagai input model optimasi keuntungan. Kemudian model optimasi

keuntungan dengan pertimbangan minimisasi risiko pada setiap tingkatan rantai

pasok menggunakan model modifikasi dari Nagurney et al. (2005) yaitu:

Max Z = ( )∑∑==

−−−n

ixiix

n

iii QRQCFPQ

11 (8)

dengan kedala:

Qi

FFm

xx ≤∑

=1

≥ 0, 1 ≤ i ≤ n

(9)

CQCn

iii ≤∑

=1 (10)

Dimana:

Qi = Jumlah unit produksi

Pi

F

= Harga jual produk

x = Investasi per kegiatan proyek

Page 51: rantaipasok

25

Ci = Biaya penanganan setiap unit produk

Rx

2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama

(Q) = Estimasi biaya menanggung risiko

F = Total investasi yang disediakan

C = Biaya operasional yang dianggarkan.

Dalam model optimasi ini, semua unit dikonversi ke nilai finansial agar

memudahkan perhitungan untuk mengoptimalkan keuntungan dengan kriteria

jamak (maksimumkan profit dan minimumkan risiko) dikonversi menjadi fungsi

optimasi dengan kriteria tunggal (maksimumkan keuntungan).

Sebuah alat manajemen risiko rantai pasok telah diusulkan oleh Harland et

al. (2003). Alat ini dimulai dengan pemetaan jaringan pasokan, kemudian

mengidentifikasi risiko dan lokasinya pada saat ini, penilaian terhadap risiko,

penanganan risiko, membuat strategi penanganan risiko kolaboratif, dan akhirnya,

menerapkan strategi risiko jaringan pasokan. Dari alat ini dapat ditemukan bahwa

suatu strategi untuk mengelola risiko rantai pasok adalah membentuk sebuah

kolaborasi. Untuk membentuk kolaborasi untuk setiap stakeholder rantai pasok

dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengurangi adanya konflik kepentingan.

negosiasi antar stakeholder merupakan hal yang biasa digunakan untuk

menghasilkan kesepakatan terhadap konflik. Beberapa penelitian dalam

pengembangan negosiasi antara lain adalah: Moon et al. (2009) telah mengkaji

negosiasi bilateral formal dalam kontrak pasokan diantara pembeli dan penjual

dengan pendapatan dan biaya yang tidak pasti. Mekanisme negosiasi dengan

teknologi fuzzy untuk mengotomatisasi proses B2B telah disajikan oleh Rau et al.

(2009). Keuntungan dari logika fuzzy untuk mengembangkan mekanisme

negosiasi berdasarkan gabungan antara konsep negosiasi kooperatif dan

kompetitif telah dikaji oleh Jain dan Deshmukh (2009). Cheng et al. (2006) telah

mengkaji negosiasi otomatis pada pasar elektrik (e-market) dengan fungsi utilitas

menggunakan agen cerdas otonom.

Dalam arti luas, stakeholder dapat dianggap sebagai individu atau

kelompok yang memiliki kepentingan atau kepedulian di bidang isu tertentu. Ada

berbagai pemangku kepentingan potensial yang dapat sebagai pemerintah atau

Page 52: rantaipasok

26

non-pemerintah, masing-masing mengejar kepentingan baik untuk kelompoknya

secara lokal, skala nasional atau global. Dialog interaktif dalam pengambilan

keputusan secara bersama merupakan kesempatan untuk membawa keberagaman

pemangku kepentingan bersama-sama untuk berdiskusi atau penyelesaian

masalah. Stakeholder dialog memberdayakan pihak-pihak yang terlibat dan

berusaha untuk mendamaikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan untuk

mencapai kesepakatan atau konsensus. Cuppen, et al. (2010) menggunakan

stakeholder dialog untuk menyelesaikan permasalahan ekologi dan lingkungan

yang kompleks. Welp, et al. (2006) mengkaji stakeholder dialog untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap permasalahan perubahan global

dalam kerangka keberlanjutan ilmu pengetahuan.

Utilitas merupakan bagian pendapat dari pembuat kebijakan atau indeks

kuantitatif dari tanggapan terhadap nilai keuntungan atau kerugian yang

diakibatkan oleh kasus yang berisiko. Dalam banyak hal, tingkat preferensi

seseorang dapat dipetakan ke nilai utilitas, dimana utilitas yang lebih tinggi berarti

preferensinya lebih besar (Wilkes 2008). Penggunaan teori utilitas untuk

mengatasi konflik kepentingan antara pihak-pihak yang bersengketa telah

dilakukan oleh beberapa studi. Tamura (2002) membangun sebuah fungsi dua-

atribut disutility terhadap dua kelompok pengambil keputusan yang bertentangan

dalam perencanaan sebuah megakota yang aman dan terpercaya. Yang dan Qiu,

(2005) mengembangkan suatu model yang berdasarkan risiko utilitas yang

diharapkan untuk membentuk model pengambilan keputusan berdasarkan risiko.

Ding et al. (2010) telah mengusulkan model analitik yang menggabungkan dua

perilaku fungsi utilitas yaitu kualitas dan harga ditinjau dari penilaian relatif

terhadap pilihan konsumen.

Resolusi konflik untuk membuat keputusan bersama atau kelompok telah

banyak dijelaskan oleh beberapa makalah, tetapi resolusi konflik dalam

pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok belum banyak dikaji.

Penelitian ini mengkaji mekanisme penentuan harga komoditas pertanian

menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mencapai resolusi konflik

kepentingan berdasarkan menyeimbangkan risiko rantai pasok menggunakan

optimasi fungsi utilitas risiko fuzzy.

Page 53: rantaipasok

27

2.2. Komoditas Jagung

Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai posisi sangat strategis

dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah komoditas jagung. Bagi

masyarakat Indonesia, jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras,

dan merupakan bahan baku utama industri pakan ternak yang akhir-akhir ini

permintaannya meningkat pesat, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan

industri ternak. Selain itu jagung juga merupakan bahan baku industri makanan

dan industri olahan lainnya. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung

mempunyai potensi nilai ekonomis (Gambar 4).

Poho

n Ja

gung

Daun

BuahJagung

Batang

Pakan

Kompos

Kulit Kelobot

Jagung muda

Jagung pipilan

Tongkol

Rambut

Pulp

Bahan bakar

Pulp

Kompos

Bahan bakar

Pakan

Kompos

Industri rokok

Pakan

Pangan

Tepung

Pati

Minyak

GritPangan

Pakan

Pangan

Bahan BakuIndustri

Pakan

Etanol

BahanKimia lain

Pangan

Kulit Ari Bahan BakuIndustri

Dextrin

Gambar 4 Pohon industri jagung (Suryana & Hermanto 2006)

Page 54: rantaipasok

28

Biji jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku

utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan

baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai

pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian

lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang

cukup menarik.

Kebutuhan jagung di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan telah

mencapai angka 11,676 juta ton pada tahun 2003 (meningkat sebesar 4,28%/tahun

selama kurun waktu 1990-2003). Pada tahun yang sama produksi dalam negeri

baru mencapai 10,888 juta ton, sehingga masih diperlukan impor sebesar 1,346

juta ton (11,52% dari total kebutuhan jagung). Peningkatan kebutuhan jagung

tersebut terutama dipacu oleh meningkatnya kebutuhan industri pakan yang telah

mencapai pangsa sebesar 40,29% dari total kebutuhan jagung nasional pada tahun

2004 atau meningkat sebesar 5,76%/tahun (Suryana & Hermanto 2006).

Permintaan jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah

mendorong peningkatan harga jagung di dalam negeri maupun di pasar

international. Harga jagung di pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar

AS/ton, turun menjadi 98,7 dolar AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar

AS pada tahun 2006 dan mencapai 160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus

2007. Harga jagung diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya

permintaan untuk industri etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Harga

perdagangan internasional jagung pada bulan Juni 2007 mencapai 165,2 dolar

AS/ton dan turun menjadi 151,2 dolar AS/ton pada bulan Agustus 2007 (World

Bank 2007). Berdasar perkiraan yang disimulasikan oleh IFPRI (2006) dengan

berbagai skenario pertumbuhan biofuel, harga jagung diperkirakan dapat

meningkat 20-41% pada tahun 2010 dan 2020, dibandingkan dengan harga pada

tahun 2007. Kenaikan harga jagung akan mempengaruhi ketahanan pangan dan

industri pakan, dan tentunya juga mempengaruhi pendapatan petani (Kasryno et

al. 2008).

Pusat produksi jagung dewasa ini antara lain adalah jawa Timur, Jawa

Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Jawa Timur merupakan produsen

jagung utama dengan rata-rata pangsa produksi per tahun 33,99 persen atau 3,322

Page 55: rantaipasok

29

juta ton. Selanjutnya diikuti oleh jawa Tengah dengan pangsa produksi rata-rata

17,76 persen per tahun atau 1,707 juta ton. Propinsi Lampung menempati posisi

ketiga dengan pangsa produksi 10,20 persen per tahun atau 1005 ribu ton.

Sulawesi Selatan menempati urutan ke empat dengan pangsa 7,31 persen per

tahun atau 698,80 ribu ton. Pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi

Jawa timur dan Lampung, yaitu masing-masing sebesar 10,62 persen dan 17,19

persen per tahun, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi jagung di daerah sentra produksi

Tahun Lampung Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Indonesia

(000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton) (%) (000 ton)

1998 1111,83 11,05 1781,85 17,71 3765,14 37,43 916,50 9,11 10058,61

1999 1176,49 12,78 1525,28 16,57 3150,87 34,23 652,22 7,09 9204,04

2000 1120,35 11,99 1633,82 17,48 3389,95 36,28 579,83 6,20 9344,83

2001 1122,67 12,01 1553,92 16,62 3529,97 37,77 515,41 5,51 9347,19

2002 989,32 10,25 1505,71 15,60 3692,15 38,24 661,01 6,85 9654,11

2003 1087,75 9,99 1926,24 17,69 4181,55 38,41 650,83 5,98 10886,44

2004 1216,95 10,84 1836,23 16,36 4133,76 36,83 674,72 6,01 11225,24

2005 1439,00 11,49 2191,26 17,50 4398,50 35,12 705,99 5,64 12523,89

2006 1183,98 10,20 1856,02 15,99 4011,18 34,55 696,08 6,00 11609,46

2007 1346,82 10,14 2233,99 16,81 4252,18 32,00 969,31 7,30 13286,17

2008 1351,62 9,74 2355,62 16,97 4415,98 31,81 967,29 6,97 13883,19

Rerata 1005,40 10,20 1707,18 17,76 3322,75 33,99 698,80 7,31 9718,13

Sumber: BPS (1998-2008)

Peningkatan produksi jagung di Indonesia belum diikuti oleh penanganan

pascapanen yang baik. Petani kurang mendapatkan informasi tentang kegiatan

panen dan pascapanen yang dapat mengurangi biaya dan menekan susut mutu

jagung. Karena itu, petani di beberapa wilayah pengembangan jagung masih

belum merasakan nilai tambah dengan meningkatnya kualitas produk biji jagung

(Firmansyah 2006).

Selama kurun waktu 1998-2008 rata-rata produktifitas usaha tani jagung

Indonesia baru mencapai 31,63 ku/ha, dengan tingkat pertumbuhan 3,43 persen

per tahun. Sementara di sentra-sentra produksi jagung, pada umumnya

produktifitas usaha tani jagung hampir berimbang, sebagaimana disajikan dalam

Page 56: rantaipasok

30

Tabel 5. Nampak dalam tabel tersebut bahwa produktifitas tertinggi dicapai oleh

usaha tani jagung di jawa Timur, yaitu sebesar 28,23 ku/ha, sedangkan yang

terendah terjadi di Sulawesi Selatan, yaitu 24,89 ku/ha. Sementara produktifitas

usaha tani jagung jawa tengah dan lampung masing-masing mencapai 28,17 ku/ha

dan 27,27 ku/ha. Namun bila dilihat dari pertumbuhan produktifitasnya, ternyata

paling pesat pertumbuhannya justru di alami oleh petani Sulawesi Selatan, yaitu

sebesar 6,01 persen per tahun, yang kemudian diikuti oleh propinsi Lampung

dengan pertumbuhan sebesar 3,55 persen/tahun. Keadaaan ini mungkin

disebabkan oleh selain jawa Timur merupakan daerah tradisionil produsen jagung,

juga telah banyak berkembang perusahaan pembibitan jagung, baik jagung

komposit maupun jagung hibrida, sehingga persediaan benih jagung unggul relatif

lebih banyak.

Tabel 5 Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi

Tahun Lampung Jawa Tengah

Jawa Timur

Sulawesi Selatan Indonesia

(Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) 1998 29,66 27,49 27,92 27,1 26,43 1999 29,42 28,04 27,82 27,04 26,63 2000 29,3 28,08 28,96 25,9 27,01 2001 29,68 29,38 31,08 26,85 28,45 2002 30,91 30,4 35,39 32,1 30,88 2003 32,88 34,4 35,76 30,44 32,42 2004 33,36 35,2 36,21 34,36 33,44 2005 34,96 36,75 36,47 34,18 34,54 2006 35,59 37,27 36,49 33,73 34,7 2007 36,4 39,12 36,86 36,97 36,61 2008 36,53 40,31 37,01 36,35 36,83

Rerata 32,61 33,31 33,63 31,37 31,63 Sumber : BPS (1998-2008)

Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai

3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cenderung meningkat dengan laju 3,38% per

tahun. Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan

teknologi produksi jagung belum optimal. Dalam periode 1990 - 2006, produksi

jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju peningkatan 4,17% per tahun.

Page 57: rantaipasok

31

Terindikasi bahwa peningkatkan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan

oleh perbaikan produktivitas daripada peningkatan luas panen (laju peningkatan

0,96%) (Zubachtirodin et al. 2007).

Selanjutnya jika dibandingkan dengan negara produsen jagung lainnya,

usaha tani jagung di Indonesia masih ketinggalan jauh, dibandingkan negara

produsen utama jagung yaitu Amerika, Argentina dan MEE. Produktifitas usaha

tani jagung Indonesia baru mencapai setengahnya, bahkan dibandingkan dengan

Amerika Serikat, baru mencapai sepertiganya (Tabel 6). Selama periode 1998-

2008, rata-rata produktifitas usaha tani jagung Indonesia baru mencapai 3,21

ton/ha, sementara Amerika Serikat, Argentina dan MEE masing-masing telah

mencapai 8,84 ton/ha, 6,28 ton/ha dan 5,92 ton/ha. Rata-rata produktifitas jagung

dunia mencapai 4,53 ton/ha, jadi sedikit lebih tinggi dibanding Indonesia.

Tabel 6 Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia

Tahun Produktifitas (ton/ha)

Dunia Amerika Serikat Argentina MEE Indonesia

1998 4,42 8,44 6,08 5,63 2,65 1999 4,38 8,40 5,37 6,28 2,66 2000 4,27 8,59 5,43 5,09 2,77 2001 4,42 8,67 5,45 6,16 2,85 2002 4,37 8,16 6,52 6,24 3,09 2003 4,47 8,92 6,48 5,03 3,25 2004 4,59 9,00 6,50 6,04 3,34 2005 4,65 9,12 6,71 6,12 3,45 2006 4,65 8,97 6,30 5,88 3,47 2007 4,76 9,31 6,66 6,20 3,66 2008 4,81 9,66 7,56 6,48 4,08

Rerata 4,53 8,84 6,28 5,92 3,21 Sumber: USDA (2008)

Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar,

baik melalui peningkatan produktivitas karena masih lebarnya perbedaan

produktivitas di tingkat petani (3,1 t/ha) dengan di tingkat penelitian (4,5-8,0

t/ha), maupun perluasan areal tanam, terutama pada lahan kering di luar Jawa

(Subandi 2004). Sekitar 65% jagung ditanam pada lahan kering pada musim

Page 58: rantaipasok

32

hujan, sehingga pengeringan tongkol jagung sangat bergantung pada sinar

matahari. Panen pada musim hujan menyebabkan kadar air jagung cukup tinggi.

Kondisi demikian menyebabkan tumbuhnya cendawan Aspergillus sp. yang

memproduksi aflatoksin. Untuk mencegah menurunnya mutu biji, jagung tongkol

yang dipanen segera dikeringkan Ananto et al. (2005). Penundaan proses

pengeringan jagung tongkol menyebabkan kerusakan biji jagung. Semakin lama

penundaan proses pengeringan, semakin besar kerusakan biji jagung. Kadar air

jagung pada saat dipipil berpengaruh terhadap butir utuh, butir pecah, dan

kotoran, terutama pada saat pemipilan dengan mesin pemipil (corn sheller).

Makin rendah kadar air, makin tinggi persentase butir utuh, dan makin tinggi

persentase kotoran (Ananto et al. 2005). Pemipilan pada saat kadar air jagung

tinggi menyebabkan persentase biji pecah tinggi pula. Hasil pengujian di Kediri

menggunakan tiga mesin pemipil jagung buatan lokal menunjukkan tingkat

kerusakan biji di atas 15% bila pemipilan dilakukan pada kadar air 32,5-35% bb

(Tastra et al. 1990).

Sekitar 65% pertanaman jagung diusahakan pada lahan kering pada musim

hujan, sehingga pada saat panen kadar air biji jagung masih cukup tinggi. Kondisi

ini kondusif bagi pertumbuhan cendawan yang menghasilkan mikotoksin pada biji

jagung. Syarat umum bagi produk jagung untuk pakan maupun untuk pangan,

ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Syarat umum:

• Bebas hama dan penyakit

• Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya

• Bebas bahan kimia: insektisida dan fungisida

• Suhu normal

Syarat Khusus:

• Kadar air maksimum (mutu I < 14%, mutu II 14%, mutu III 15%, dan mutu IV 15-

17%)

• Butir rusak (mutu I < 2%, mutu II 4%, mutu III 6%, dan mutu IV 8%)

• Warna lain maksimum (mutu I < 2%, mutu II 3%, mutu III 7%, dan mutu IV 10%)

• Butir pecah maksimum (mutu I < 1%, mutu II 1%, mutu III 2%, dan mutu IV > 2%)

• Kadar aflatoksin tidak lebih dari 30 ppb.

Page 59: rantaipasok

33

2.2.1. Tata Niaga Jagung

Tiga komponen utama yang mendukung tataniaga jagung adalah produsen,

pedagang, dan konsumen. Petani sebagai produsen perlu didukung oleh paket

teknologi dan lembaga penyedia sarana produksi yang mampu menyediakan

secara lima tepat (tepat waktu, jenis, ukuran, tempat, dan harga). Anjuran paket

teknologi jagung sesungguhnya telah disadari manfaatnya oleh petani, yaitu untuk

meningkatkan produksi, namun belum sepenuhnya diterapkan karena terbentur

masalah pendanaan. Konsekuensinya, produksi belum optimal, baik jumlah

maupun mutu, sehingga akan mempersulit pemasaran hasil, terutama untuk tujuan

ekspor.

Hal lain yang dihadapi petani dalam pemasaran produksi adalah belum

dapat menjual langsung kepada pedagang besar (eksportir), PUSKUD, atau

pedagang lainnya di kota provinsi (Gambar 5). Petani umumnya menjual hasil

jagung hanya ke pedagang pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau

pengecer di pasar umum). Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif

rendah dan fluktuatif. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab

tidak adanya jaminan harga yang layak (Sarasutha et al. 2007).

Gambar 5 Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007)

Hasil jagung petani, bila dilihat dari distribusinya, sudah mengarah kepada

pasar (market oriented). Sebagian besar produksi dijual dan hanya sebagian yang

disimpan untuk konsumsi dan benih pada musim tanam berikutnya. Faktor yang

mendorong petani untuk menjual cepat hasil jagungnya antara lain adalah: (1)

mereka memerlukan uang tunai untuk membayar bunga dan angsuran pokok

kredit, (2) memenuhi kebutuhan keluarga, dan (3) keharusan membayar PBB.

Page 60: rantaipasok

34

Berdasarkan data perkembangan harga jagung, pada bulan September-

November merupakan puncak harga jual tertinggi. Pada bulan September-

Desember, kebutuhan (konsumsi) lebih besar dibanding produksi, yang

menyebabkan harga jagung naik. Periode tersebut merupakan puncak paceklik,

sehingga harga jagung tinggi. Dalam periode Januari-April, produksi lebih tinggi

dari kebutuhan sehingga terjadi kelebihan produksi, yang menyebabkan harga

jagung cenderung rendah (Nadjamuddin & Noor 1997). Pola tanam jagung di

Indonesia secara garis besar dapat diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana &

Hermanto 2006)

Dari Gambar 6 terlihat bahwa pola tanam jagung tidak merata sepanjang tahun

sehingga kemungkinan terjadinya anjlok harga sangat tinggi pada musim panen

raya. Oleh karena itu perlu adanya penjadwalan tanam jagung agar diperoleh

kestabilan harga dan kuntinuitas produk.

Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung

pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan

tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses

sarana produksi. Penyebaran penggunaan varietas pada tahun 2005 adalah 22%

hibrida, dan selebihnya komposit (unggul dan lokal). Angka ini masih di bawah

Thailand yang telah menggunakan benih jagung hibrida hingga 98%, sedangkan

Filipina sudah menggunakan benih hibrida 65%. Masih mahalnya benih hibrida

dan pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam

Page 61: rantaipasok

35

benih hibrida turunan (F2). Pemakaian benih hibrida merupakan salah satu faktor

yang dapat meningkatkan produksi jagung (Sarasutha et al. 2007).

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, petani perlu didorong untuk

memanfaatkan peluang yang ada, di antaranya meningkatkan produktivitas, nilai

tambah produksi melalui pengelolaan hasil, dan menempuh alur pemasaran yang

pendek, bahkan diupayakan untuk berhubungan langsung dengan industri pangan

dan pakan (Yonekura 1995). Alur pemasaran/tataniaga turut menentukan

pendapatan petani. Semakin panjang alur tataniaga dari produsen ke konsumen

akhir semakin menurun pendapatan yang diperoleh produsen. Untuk memenuhi

permintaan industri pengolahan pakan dan makanan, terjadi alur tataniaga jagung

antarprovinsi yaitu dari provinsi surplus ke provinsi yang mengalami kekurangan.

Pemasaran hasil jagung melibatkan banyak pihak. Karena itu perlu

dilibatkan pihak-pihak terkait dalam merumuskan program, mulai dari proses

produksi sampai pemasaran. Program tersebut menurut Bahtiar et al. (2002)

mencakup: (1) sosialisasi teknologi penyimpanan yang dapat diterapkan petani

untuk menghindari ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, (2)

penyediaan sarana produksi (KUD, PT. Pertani, Perum Sang Hyang Seri) secara

tepat (tepat jumlah dan jenis, tepat mutu, dan tepat harga dan lokasi), (3)

penyediaan kredit usahatani untuk komoditas jagung (BRI), dan (4) penyerapan

hasil berdasarkan standar mutu hasil (jaminan harga dari pemerintah/swasta).

2.2.2. Rantai Pasok Jagung

Jaringan rantai pasok produk/komoditi jagung terdiri dari produser

(petani/gapoktan), collector (pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan,

kabupaten dan propinsi), processor (industri pakan, industri makanan, dan industri

lainya seperti etanol), retailer (pengecer besar dan kecil) dan konsumen (peternak

unggas), sebagai jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung menurut

Vorst (2006) dapat diperlihatkan pada Gambar 7.

Dalam rantai pasok tersebut risiko yang sering dihadapi petani/gapoktan

jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih menggunakan varietas

lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah, penanganan paska panen

yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan jadwal tanan yang tidak tepat

Page 62: rantaipasok

36

sehingga pada waktu panen raya harga jagung merosot tajam serta gagal panen

karena lahan puso (Kasryno 2006).

Gambar 7 Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung

Adapun risiko yang sering dihadapi oleh pedagang pengumpul atau

kolektor adalah rendahnya mutu jagung karena kebanyakan jagung dipanen pada

musim penghujan sehingga proses pengeringannya tidak sempurna dan

menyebabkan tumbuhnya jamur. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah biaya

penyimpanan dan pengeringan tambahan untuk mendapatkan kualitas yang sesuai

standard (Kusumaningrum 2008).

Adapun dari sisi distributor risiko yang akan dihadapi terutama adalah

risiko turunnya kualitas jagung karena penyimpanan dan risiko karena

pengangkutan disamping kendala transportasi dan distribusi ke pihak konsumen

yaitu industri pakan dan industri pangan. Adapun risiko yang dihadapi pihak

prosesor (agroindustri) adalah ketidakpastian pasokan bahan baku sehingga

kapasitas produksi tidak tercapai untuk mendapatkan efisiensi produksi yang

tinggi. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah ketidakpastian harga bahan

baku.

2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas

Marimin (2007) menyatakan bahwa Decision Support System (DSS)

bermanfaat membantu pengambilan keputusan secara interaktif. Menurut Lucas

(1993), DSS sebagai model dari sekumpulan prosedur untuk melakukan

Petani/ Gapoktan

Pedagang pengumpul

Industri pakan

Industri Makanan

Pengecer

Konsumen

Producer Collector Processor Retailer Consumer

Importir

Eksportir

Pengecer

Petani/ Gapoktan

Pedagang pengumpul Pengecer Konsumen

Page 63: rantaipasok

37

pengolahan data dengan tujuan membantu manajer dalam pembuatan keputusan

spesifik. Penerapan DSS akan berhasil jika sistem tersebut sederhana dan mudah

digunakan, mudah melakukan pengawasan, mudah melakukan adaptasi terhadap

perubahan lingkungan dan mudah melakukan kegiatan komunikasi dengan

berbagai entiti. Menurut Keen dan Morton (1978), tujuan dari Sistem Penunjang

Keputusan adalah membantu para pengambil keputusan dalam menyeleksi kriteria

untuk proses pengambilan yang pada umumnya bersifat semi struktural. Sifat ini

berarti adanya kemampuan untuk menyelaraskan keputusan struktural dengan

penilaian yang bersifat subyektif dari masing-masing struktural. Sistem ini hanya

membantu dalam proses pengambilan keputusan, keputusan terakhir tetap berada

ditangan para pengambil keputusan. Teknik pengambilan keputusan ini

dikembangkan hanya untuk meningkatkan efektifitas dalam proses pengambilan

keputusan. Efektifitas yang dimaksud mencakup pada identifikasi dari apa yang

harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang kemudian dipilih adalah

relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah

pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat

dalam mengambil keputusan. SPK juga merupakan konsep spesifik dengan

menghubungkan sistem informasi terkomputerisasi dimana penggunanya yaitu

para pengambil keputusan sehingga terciptanya keoptimalan dalam pengambilan

keputusan.

Karakterisasi pokok yang melandasi teknik sistem penunjang keputusan yaitu:

1. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan

2. Adanya dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap berganda

3. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain

ilmu komputer, ilmu sistem, psikologi, ilmu manajemen, dan intelejensi

buatan

4. Mempunyai kemampuan aditif terhadap perubahan kondisi dan

kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Intelligent decision support system (IDSS) merupakan pengembangan dari

sistem penunjang keputusan dengan menggunakan pengetahuan (aturan-aturan

tentang sifat dan unsur suatu masalah) seperti fuzzy systems, neural networks, dan

Page 64: rantaipasok

38

genetic algorithms / algoritma genetik (Sadly 2007). Menurut Dhar dan Stein

(1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas merupakan sebuah Sistem

Penunjang Keputusan yang menggunakan teknik-teknik yang muncul di bidang

intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti fuzzy systems, neural

networks, machine learning, dan genetic algorithms (algoritma genetik).

Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam mengakses, menampilkan,

memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat dan mudah untuk

membantunya dalam mengambil keputusan. Disamping itu sistem penunjang

keputusan intelijen adalah sistem pendukung keputusan yang dalam membuat

alternatif keputusannya menggunakan berbagai teknik yaitu penelitian operasional

lanjut dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), system engineering serta

soft computing yang terdiri dari fuzzy system, neural network, dan genetic

algorithm (Goenawan 2007). Sehingga dengan sistem penunjang keputusan

cerdas dapat digunakan untuk membuat keputusan yang optimal dengan

pendekatan kemampuan belajar dan kemampuan penalaran sebuah sistem serta

kemampuan beralasan dalam memilih solusi sebagaimana yang dilakukan oleh

seorang pakar dalam membuat keputusan sehingga akan diperoleh solusi yang

efektif dan konsisten.

Menurut Phillips-Wren et al. (2009) struktur sistem pendukung keputusan

cerdas dapat digambarkan sebagai diagram input, proses dan output, dimana input

sistem terdiri dari sub-sistem data base, sub-sistem model base dan dan sub-sistem

knowledge base. Proses sistem terdiri dari sub-sistem organisasi input, sub-sistem

strukturisasi permasalahan dan sub-sistem simulasi keadaan serta penentuan solusi

terbaik. Output dari sistem pendukung keputusan cerdas berupa laporan solusi,

dampak dari peramalan input dan rekomendasi keputusan beserta saran dan

penjelasan dampaknya. Poses input output ini mempunyai umpan balik untuk

mendapatkan solusi optimal dalam membuat rekomendasi keputusan yang efektif

dan efisien sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 8.

Page 65: rantaipasok

39

Gambar 8 Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009)

Suatu Sistem Penunjang Keputusan Cerdas diukur berdasarkan tingkat

kecerdasannya yang disebut sebagai Tingkat Kerapatan Kecerdasan (Intelligence

Density). Tingkat kerapatan kecerdasan merupakan perbandingan antara tingkat

kepuasan yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan dengan jumlah

waktu analisis yang dihabiskan seorang pembuat keputusan. Misalnya, seorang

pembuat keputusan secara konsisten membuat keputusan dengan kualitas yang

sama setelah memeriksa sumber A selama 3 menit dan sumber B selama 30 menit.

Maka sumber A dikatakan memiliki 10 kali tingkat kerapatan kecerdasan

Basis Data: Data terkait keputusan

Basis Data:

Data terkait keputusan

Basis pengetahuan:

Pengetahuan terkait masalah

Basis Model:

Model keputusan

Metode solusi

Status dan bentuk pelaporan

Input dan hasil peramalan

Keputusan yang direkomendasikan

Penjelasan hasil dan saran

Mengorganisasikan input permasalahan

Strukturisasi permasalahan

keputusan

Simulasi kebijakan dan keadaan

Penentuan solusi terbaik

Teknologi Komputer

Pembuat Keputusan

Input Proses Output

Output unpan balik

Input unpan balik

Page 66: rantaipasok

40

dibandingkan sumber B (Dhar & Stein 1997). Sehingga Sistem Penunjang

Keputusan Cerdas yang baik adalah sistem yang mampu mengasilkan keluaran

yang dapat membantu pengambil keputusan menentukan keputusan dengan cepat

tanpa mengurangi kualitas keputusan, atau dapat meningkatkan kualitas keputusan

dalam rentang waktu yang sama.

2.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian

Permintaan konsumen telah berubah secara signifikan dalam beberapa

dekade terakhir. Mereka meminta kepada pasar untuk menyediakan produk

dengan variasi yang lebih banyak dan waktu yang lebih cepat, sementara harga

yang kompetitif dan barang yang berkualitas menjadi persyaratan dasar agar

supaya dapat berkompetisi di pasar. Kecenderungan ini memaksa perusahaan

untuk meresponnya dengan produk yang berharga lebih rendah, kualitas yang

lebih baik dan waktu penyediaan yang lebih cepat. Agar supaya dapat

memenangkan kompetisi ini, perusahaan tidak hanya berfokus pada peningkatan

proses organisasi di dalam tetapi juga harus memperhatikan jaringannya secara

keseluruhan, mulai dari pemasok sampai pada konsumennya (Pujawan 2005).

Identifikasi risiko dalam jaringan rantai pasok secara keseluruhan

bukanlah pekerjaan yang mudah berkaitan dengan kompleksitasnya dan ukuran

dari jaringan. Penggunaan sistem berbasis pengetahuan telah diaplikasikan dalam

manajemen risiko rantai pasok (Karningsih et al. 2007). Beberapa penelitian yang

berkaitan dengan identifikasi risiko rantai pasok secara umum adalah Zsidisin

(2003); Harland et al. (2003); Cavinato (2004); Christopher dan Peck (2004); Wu

et al. (2006). Tetapi hanya terdapat sedikit penelitian yang mendiskusikan risiko

tiap tingkatan rantai pasok. Risiko tiap tingkatan rantai pasok perlu diidentifikasi

dan dievaluasi, karena adanya risiko tersebut bisa memunculkan risiko lain dalam

jaringan rantai pasok ataupun dalam tingkatan itu sendiri.

Masih sedikit penelitian yang berkaitan dengan integrasi risiko manajemen

kedalam skenario jaringan rantai pasok. Nagurney et al. (2005), menjelaskan

suatu mekanisme optimisasi risiko dengan keuntungan dalam transaksi elektronik

dan fisik berkaitan dengan model jaringan rantai pasok yang dipengaruhi oleh

risiko pada sisi permintaan dan risiko pada sisi pasokan. Wu et al. (2006)

Page 67: rantaipasok

41

menjelaskan model risiko pada jaringan supplier inbound dalam memilih

pemasok dengan kendala risiko menggunakan AHP. Hallikas et al. (2002)

melakukan analisis dan pengkajian risiko secara detail jaringan rantai pasok

dengan lingkungannya menggunakan studi kasus dyadic. Kull dan Closs (2008)

mengevaluasi risiko akibat kegagalan rantai pasokan dengan simulasi

penggudangan. Wu et al. (2006) mengembangkan sistem pemilihan pemasok

dengan pertimbangan risiko menggunakan AHP. Hal yang serupa dilakukan oleh

Schoenherr et al. (2008) yang membuat sistem pemilihan lokasi pemasok bahan

baku dengan pertimbangan risiko. Wu dan Olson (2008), mengevaluasi risiko

rantai pasok dengan menggunakan beberapa metode pengambilan keputusan

kelompok seperti Data envelopment Analysis (DEA), Multiobjectives

Programming (MOP), untuk membuat trade of dalam kendala biaya, mutu dan

waktu pengiriman.

Beberapa peneliti lain melakukan manajemen risiko yang dengan

pembagian informasi yang seimbang dan transparansi dalam jaringan rantai pasok

seperti ayng dilakukan oleh Xiaohui et al. (2006), menganalisis risiko perusahaan

dengan pendekatan pembagian informasi, risiko dalam pengendalian

penggudangan dalam jaringan rantai pasok perusahaan. Demirkan dan Cheng

(2008), mengkaji penggunaan strategi yang berbeda untuk mengoptimalkan

tingkat risiko dan pembagian informasi dalam layanan rantai pasok. Kersten et al.

(2007) mengusulkan metode manajemen risiko dengan transparasi informasi

menggunakan teknologi informasi sebagai alatnya.

Adapun beberapa penelitian manajemen risiko rantai pasok produk

pertanian adalah: Jaffee et al. (2008) membuat kerangka kerja manajemen risiko

produk pertanian dan teknik aplikasinya secara singkat. Diersen dan Garcia

(1998) telah melakukan penelitian risiko harga terhadap perubahan nilai pasokan

kedelai yang akan datang. Agiwal & Mohtadi (2008) memodelkan metode

mitigasi risiko rantai pasok produk makanan untuk mengoptimumkan biaya yang

harus dikeluarkan untuk mengantisipasi risiko kualitas. Diaz dan Hansel (2007)

yang memodelkan pembagian risiko dalam pembiayaan agri-bisnis antara petani,

agroindustri dan lembaga keuangan dengan berbagai skenario.

Page 68: rantaipasok

42

Penelitian tentang rancang bangun sistem pendukung pengambilan

keputusan cerdas dalam agroindustri yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

terdahulu adalah: Suprihatini (2003) merancang bangun Sistem Manajemen Ahli

Techno-Marketing yang terdiri dari sistem pakar penentuan saran perbaikan

proses produksi dan pelayanan purna jual teh, model analisa trend, model

comparative performance index, model analisis daya saing, model quality

function deployment. Santoso (2005) mengembangkan SPK M-RISK untuk

manajemen risiko pengembangan agroindustri buah-buahan. Model tersebut

terdiri atas enam model utama, yaitu model penentuan produk olahan unggulan,

model analisis risiko, model kelayakan finansial, model risiko finansial, madel

manajemen risiko dan model manajemen pengendalian. Kusnandar (2006)

merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem

manajemen ahli yanag diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub model

pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model sumber

permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan

sub model sistem pakar strategi bauran pemasaran. Haris (2006) mengkaji model

aliansi strategis sistem agroindustri Crumb Rubber. Model tersebut dirancang

dalam sistem manajemen ahli yang menempatkan pengusaha agroindustri dan

petani sebagai pelaku utama dengan dukungan kelembagaan ekonomi dan

kelembagaan pendukung lainnya. Tetapi penelitian pemodelan sistem pendukung

keputusan cerdas dalam manajemen risiko rantai pasok produk pertanian belum

banyak dilakukan.

Kebaharuan dari penelitian ini dapat ditinjau dari beberapa aspek,

misalnya dari aspek metodologi, komoditas, jenis risiko, tujuan dan model

manajemen risiko rantai pasok yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian

pemodelan evaluasi risiko kualitatif pada produk manufaktur telah dilakukan oleh

Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008), sedangkan beberapa model

kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney

et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006), Li et al. (2007) dan Lee

(2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan

kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008).

Sistem penunjang pengambilan keputusan (SPK) yang ada selama ini didasarkan

Page 69: rantaipasok

43

pada pemodelan konvesional (operation research dan teknik pendukung hard

system methodology lainnya), dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem

pendukung keputusan cerdas dengan menggunakan pendekatan soft sistem

metodologi dan soft computing supaya lebih sesuai dengan sifat permasalahan

pengambilan keputusan nyata dalam membuat mekanisme penyeimbangan risiko.

Kebanyakan pengembangan sistem manajemen risiko rantai pasok

dilakukan dengan pendekatan hard system (misalnya simulasi dan sistem

dinamik) dalam penelitian ini akan dikembakan dengan pendekatan soft system.

Manajemen risiko rantai pasok (SCM) selama ini lebih banyak dikembangkan

dalam bidang manufaktur yang mempunyai sifat tingkat kerusakan sangat rendah,

sedangkan dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem manajemen risiko

rantai pasok pada produk pertanian yang mempunyai karakterisktik mudah rusak

dan musiman. Selama ini sistem manajemen risiko rantai pasok hanya

dikembangkan secara parsial atau sektoral, sedangkan dalam penelitian ini akan

dikembangkan sistem manajemen risiko rantai pasok yang terintegrasi dengan

membuat suatu sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang dapat

digunakan berdasarkan tingkatan peran pelaku dalam rantai pasok sehingga

keputusan yang diperoleh mempunyai tingkat validitas yang lebih tinggi.

Disamping itu kebaruan penelitian ini juga dapat dipandang dari segi

komoditas produk rantai pasok yang dikaji, karena selama ini belum terdapat

model manajemen risiko rantai pasok produk pertanian tanaman pangan yang

dapat digunakan untuk membantu stakeholder seperti petani, pengepul, distributor

dan agroindustri dalam melakukan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

proses bisnisnya dengan memperhatikan risiko rantai pasok, sehingga diperoleh

suatu tindakan yang efektif dan efisien dalam penanganan terhadap risiko yang

mungkin akan terjadi, sehingga tercipta suatu sistem yang dapat digunakan oleh

banyak pengguna, berbagai tingkatan rantai pasok untuk melakukan pengendalian

risiko baik secara individu ataupun secara kelompok.

Page 70: rantaipasok

44

III. LANDASAN TEORI

3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy

Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang masukan ke

dalam suatu ruang keluaran. Beberapa alasan menggunakan logika fuzzy antara

lain mudah dimengerti, sangat fleksibel, memiliki toleransi terhadap data yang

tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat kompleks,

mampu mengakomodir pengalaman para pakar dan menggunakan bahasa alami

(Kusumadewi 2003).

Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.

Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy Aµ [x]=0 berarti x tidak menjadi

anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy

Aµ [x]=1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A. Ada beberapa hal

yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:

• Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu

sistem fuzzy. Contohnya permintaan, jumlah produksi, dan sebagainya

• Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau

keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contohnya permintaan turun,

jumlah produksi normal dan sebagainya.

• Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk

dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan

himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton

dari kiri ke kanan. Contohnya semesta pembicaraan untuk variabel

permintaan [0 - 4000].

• Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam

semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Domain merupakan himpunan bilangan real.

Dalam logika fuzzy ada dikenal istilah fungsi keanggotaan. Fungsi

keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data

ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan)

yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan

Page 71: rantaipasok

45

untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.

Ada beberapa fungsi yang telah dikenal dan biasa digunakan yaitu:

• Representasi Linear. Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat

keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada 2 keadaan

himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada

nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan

menuju nilai domain yang memiliki derjat keanggotaan lebih tinggi.

• Representasi Kurva Segitiga. Pada dasarnya merupakan gabungan antara

dua garis linear yang membentuk segitiga.

• Representasi Kurva Trapesium. Pada dasarnya seperti bentuk segitiga,

hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.

• Representasi Kurva Bentuk Bahu. Daerah yang terletak di tengah-tengah

suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segi tiga, pada sisi

kanan dan kirinya akan naik dan turun.

• Representasi Kurva-S. Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan

kurva-S atau sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan

permukaan secara tak linear.

• Representasi Kurva Lonceng (Bell Curve). Untuk merepresentasikan

bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva berbentuk lonceng. Kurva

berbentuk lonceng ini terbagi atas 3 kelas, yaitu:

o Kurva π . Kurva π berbentuk lonceng dengan derajat

keanggotaan 1 terletak pada pusat dengan domain (γ), dan lebar

kurva (β).

o Kurva Beta. Kuva beta didefenisikan dengan 2 parameter, yaitu

nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ), dan setengah

lebar kurva (β). Salah satu perbedaan mencolok kurva beta dari

kurva pi adalah, fungsi keanggotanya akan mendekati nol hanya

jika nilai (β) sangat besar.

o Kurva Gauss. Kurva gauss juga menggunakan (γ) untuk

menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan (k) yang

menunjukkan lebar kurva.

Page 72: rantaipasok

46

Disamping fungsi keanggotaan, ada komponen kedua dari logika fuzzy

yaitu aturan-aturan fuzzy (fuzzy rules) yaitu suatu aturan yang memungkinkan

menterjemahkan aturan-aturan fuzzy dari kecerdasan manusia menjadi program

yang dapat diimplementasikan pada komputer. Terdapat beberapa cara untuk

menurunkan aturan fuzzy (Ngai & Wat 2005) antara lain berdasarkan:

1) Pengetahuan pakar atau diturunkan dari ilmu rekayasa yang bersesuaian

2) Sifat/kemampuan operatif yang direkam dan kemudian dilakukan analisa

untuk menentukan aturan-aturan tersebut.

3) Penurunan berdasarkan model fuzzy dari sistem atau proses.

Teori gugus fuzzy pertama kali hanya dipandang sebagai teknik yang

secara matematis mengekspresikan ambiguity dalam bahasa. Teori gugus fuzzy

dikembangkan sebagai pengukuran beragam fenomena ambiguity secara

matematis yang mencakup konsep peluang.

Menurut Marimin (2007), sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang

terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk

mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak

tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering

menggunakan informasi lengiustik dan verbal. Dalam logika fuzzy terdapat

beberapa proses, yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then serta

proses inferensi fuzzy.

Selain diterapkan pada sistem pakar, sistem fuzzy juga diterapkan pada

pengambilan keputusan kelompok pada beberapa bidang (Marimin 2007). Dalam

analisa risiko, ekspresi tingkat kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang

ditimbulkan penilaiannya dinyatakan dalam sistem fuzzy (Schmucker 1986).

Anallisis risiko fuzzy tidak hanya memberikan estimasi fuzzy terhadap

kemungkinan terjadinya risiko dari sebuah komponen, namun juga memberikan

suatu estimasi fuzzy pentingnya masing-masing komponen terdapat totalitas

sistem (Schmucker 1986).

3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP)

Teori fuzzy merupakan suatu cara pengambilan keputusan menggunakan

pendekatan logika fuzzy dan sangat berguna untuk memecahkan masalah- masalah

Page 73: rantaipasok

47

yang berhubungan dengan hal-hal yang mengandung ketidakpastian

(imprecision). Dengan logika fuzzy dimungkinkan membangun sistem yang lebih

merefleksikan data sebenarnya. Pada umumnya pengembangan metode fuzzy

AHP melalui beberapa tahapan (Jagananthan et al. 2007) sebagai berikut:

1. Pembuatan struktur hierarki

Pembuatan struktur hierarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang

bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan,

menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan

dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Setelah identifikasi

sistem selesai, maka dibuat strutur hierarki dengan melakukan abstraksi antara

komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai

hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak

yang terkait, kriteria dan alternatif.

2. Penilaian alternatif dan kriteria.

Penilaian dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel

linguistik seperti: sangat baik, sedikit baik sedang, sedikit buruk dan lain-lain.

Penentuan nilai fuzzy untuk setiap alternatif dalam bentuk Triangular Fuzzy

Number (TFN) akan diperoleh tiga fungsi keanggotaan (under optimistic, most

likely dan pessimistic condition). TFN dikembangkan dengan menentukan

nilai dari fungsi keanggotaan pessimistic sebagai a, nilai dari fungsi

keanggotaan most likeky sebagai b, dan nilai dari fungsi keanggotaan

optimistic sebagai c.

3. Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian.

Menurut Marimin (2007), fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah proses

pengubahan nilai selang rating (berupa batas nilai) yang diberikan oleh penilai

menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud untuk

menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan oleh selang rating

dan bias setiap penilai. Jagananthan et al. (2007) memberikan fungsi

keanggotaan untuk setiap atribut kepentingan dengan model representasi TFN,

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.

Page 74: rantaipasok

48

Tabel 7 Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN

Atribut (A elemen baris, B elemen kolom) Fungsi Keanggotaan B Mutlak lebih penting dari A (1/9, 1/9, 1/7) B Sangat jelas lebih penting dari A (1/9, 1/7, 1/5) B Lebih penting dari A (1/7, 1/5, 1/3) B Sedikit lebih penting dari A (1/5, 1/3, 1) A Sama Penting dengan B (1/3, 1, 3) A Sedikit lebih penting dari B (1, 3, 5) A Lebih penting dari B (3, 5, 7) A Sangat jelas lebih penting dari B (5, 7, 9) A Mutlak lebih penting dari B (7, 9, 9)

4. Defuzzifikasi nilai skor fuzzy

Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy. Menurut

Marimin (2007), defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan output

fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crips). Terdapat banyak metode

defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid dan

maksimum. Di dalam metode centroid, nilai tunggal dari variabel output

dihitung dengan menemukan nilai variabel dari center of gravity suatu fungsi

keanggotaan untuk nilai fuzzy, sedangkan di dalam metode maksimum, satu

dari nilia-nilai variabel yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus

fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk variabel output.

Selain itu defuzzyfikasi dapat dilakukan dengan metode rata-rata geometrik,

adapun tahapan defuzzyfikasi tersebut adalah sebagai berikut:

• Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah (BB), batas

tengah (BT) dan batas atas (BA) dari skor penilaian masing-masing pakar

untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas agregasi

dari penilaian pakar dengan rumus:

BB = n nBB∏1 (11)

BT = n nBT∏1

BA = n nBA∏1

• Menghitung nilai tunggal (crips) dengan rata-rata geometric dari nilai di

atas dengan rumus:

cripsN = 3 ** ABTBBB (12)

Page 75: rantaipasok

49

5. Membuat matrik kriteria dan alternatif.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai tunggal untuk kriteria dan alternatif dari

masing-masing kriteria, kemudian dibuat matriknya. Matrik ini nanti

digunakan untuk menghitung bobot dengan cara manipulasi matrik.

6. Menghitung bobot kriteria.

Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai

berikut:

a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria

b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan

normalisasi matrik.

c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi.

d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik

normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang

ditentukan.

7. Menghitung nilai eigen setiap alternatif.

Nilai eigen dari setiap alternatif dihitung dengan cara manipulasi matrik yang

sama dengan langkah 6 di atas.

8. Menghitung Consistency ratio.

Menurut Marimin (2007), Consistency Ratio (CR) dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

RICICR = (13)

)1()(

−−

=N

NPCI (14)

Dimana:

CI = Konsistensi Indeks

RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge

P = Nilai rata-rata konsistensi vektor

N = jumlah elemen alternatif atau criteria

Nilai indeks random dari tabel Oardkridge adalah:

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

RI 0,0 0,0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,56

Page 76: rantaipasok

50

9. Menghitung skor akhir.

Skor akhir dari alternatif dapat ditentukan dengan mengalikan matriks nilai

eigen alternatif dengan bobot dari setiap kriteria.

10. Menentukan rangking dari skor akhir.

Untuk merangking skor akhir delakukan dengan cara mengurutkan skor

alternatif dari nilai tertinggi sampai terendah.

3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Metode FMEA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940 untuk tujuan

militer oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat. Dan kemudian, FMEA

digunakan dalam pengembangan roket untuk menghindari kegagalan dalam

teknologi roket ketika Amerika Serikat akan mengirim orang pergi ke bulan untuk

pertama kalinya. Pengembangan lebih lanjut, metode ini disesuaikan dengan

penerapannya dalam industri otomotif seperti Toyota untuk keamanan, peraturan,

peningkatan produksi, dan desain.

Menurut Puente et al. (2002), FMEA adalah sebuah metode untuk

memeriksa penyebab cacat atau kegagalan yang terjadi selama produksi,

mengevaluasi prioritas risiko, dan membantu menentukan tindakan yang tepat

untuk menghindari masalah yang diidentifikasi. Menurut Yeh dan Hsieh (2007),

FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di

industri manufaktur. Alat ini menggabungkan pengetahuan manusia dan

pengalaman untuk: (1) mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau

mode dari suatu produk atau proses, (2) mengevaluasi kegagalan suatu produk

atau proses dan efeknya, (3) membantu perekayasa untuk melakukan tindakan

perbaikan atau tindakan preventif, dan (4) menghilangkan atau mengurangi

kemungkinan terjadi kegagalan.

FMEA terdiri dari dua jenis, yaitu desain FMEA dan proses FMEA. desain

FMEA adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahwa bahan-bahan yang

benar telah digunakan, untuk mencocokkan spesifikasi pelanggan, dan untuk

memastikan bahwa peraturan dikembangkan harus dipenuhi sebelum

menyelesaikan desain produk. Sementara penggunaan proses FMEA berhubungan

dengan produksi dan proses perakitan. Di mana, proses FMEA digunakan untuk

Page 77: rantaipasok

51

mengidentifikasi beberapa potensi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses

produksi, mesin, metode produksi. Dengan kedua, potensi masalah dapat

dipelajari, cacat dapat secara akurat diketahui sebelum produk disampaikan

kepada pelanggan, efek pada seluruh sistem dapat dipelajari dan keputusan yang

tepat dapat diambil dengan benar.

Dalam metode FMEA Konvensional, tiga parameter (keparahan, kejadian,

dan deteksi) digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan

menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan (Severity rating) adalah

keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau

pelanggan. Tingkat Kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan

terjadi dengan 1 merupakan kesempatan paling tidak ada kejadian dan 10 adalah

yang ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk

mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum

dampak efek terwujud. Secara tradisional, penilaian FMEA dilakukan dengan

menggunakan nomor prioritas risiko (RPN). RPN adalah hasil perkalian dari

peringkat keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D). Mode kegagalan memiliki

RPN yang lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi

untuk tindakan korektif daripada yang memiliki RPN yang lebih rendah.

Prosedur FMEA

Ada tiga tahap yang sangat penting dalam menerapkan FMEA untuk

memastikan keberhasilan analisis. Tahap pertama adalah menentukan modus

potensi kegagalan.

1.

Tahap kedua adalah mencari data untuk menentukan tingkat

keparahan, kejadian, dan deteksi. Tahap ketiga adalah memodifikasi desain

produk atau proses. Proses detail melakukan FMEA dapat dibagi menjadi

beberapa langkah sebagai berikut (Yeh & Hsieh 2007):

2.

Identifikasi fungsi sistem atau proses dan bentuk sebuah struktur hierarki,

dengan membagi sistem atau proses menjadi beberapa subsistem atau

fungsi proses.

Tentukan mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya.

Tentukan tingkat keparahan (S) dari masing-masing mode kegagalan

masing-masing sesuai dengan efek pada sistem.

Page 78: rantaipasok

52

3.

4.

Tentukan penyebab kegagalan mode dan memperkirakan kemungkinan

setiap kegagalan terjadi. Tentukan tingkat terjadinya (O) dari masing-

masing mode kegagalan sesuai dengan kemungkinan terjadinya.

5.

Identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi

kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan

terjadi. Tentukan tingkat deteksi (D) dari masing-masing mode kegagalan.

6.

Hitung nilai risiko prioritas (RPN) dan tentukan prioritas untuk

diperhatikan.

7.

Tetapkan tindakan yang perlu disarankan untuk meningkatkan kinerja

sistem.

Tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel.

3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA)

Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, FMEA

konvensional dianggap oleh banyak peneliti memiliki beberapa kelemahan

sebagai alat pengawasan mutu perencanaan. Menurut Xu et al. (2002), dan Yeh &

Hsieh (2007), beberapa kelemahannya adalah sebagai berikut: (1) pernyataan

dalam FMEA sering subyektif dan kualitatif yang dijelaskan dalam bahasa

alamiah. Tentu saja, itu sulit untuk mengevaluasi keandalan dari produk atau

proses yang tepat; (2) ketiga tingkat parameter (keparahan, kejadian, dan deteksi)

yang diasumsikan memiliki kepentingan yang sama. Sebenarnya, dalam

praktiknya bobot kepentingan dari ketiga parameter adalah tidak sama; (3) Nilai

RPN yang dihasilkan dari hasil perkalian tingkat S, O, D. Namun, nilai RPN yang

sama mungkin menyiratkan representasi risiko yang berbeda. Sebagai contoh,

perhatikan dua mode kegagalan yang berbeda masing-masing memiliki nilai 6, 3,

2 dan 3, 4, 3 untuk tingkat S, O, D. Keduanya akan diperoleh nilai RPN 36 dan

karena itu memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Tetapi dalam

kenyataannya, mungkin akan mempunyai risiko yang berbeda. Untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan itu, metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy sering

digunakan sebagai alat untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan

secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis. Sistem fuzzy adalah sistem

berbasis pengetahuan yang dibangun dari keahlian dan pengalaman dalam bentuk

Page 79: rantaipasok

53

aturan fuzzy IF-THEN. Metode inferensi fuzzy FMEA dilakukan dengan

menggunakan metode Mamdani. Metode Mamdani sering dikenal sebagai metode

Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975.

Untuk mendapatkan output fuzzy, diperlukan empat tahap yaitu:

1.

2.

Susun fungsi keanggotaan fuzzy;

3.

Buat aturan berbasis logika fuzzy;

4.

Lakukan proses inferensi fuzzy;

Tahap defuzzyfikasi

Input nilai S, O, D, Aturan inferensiFuzzyfikasi Defuzzyfikasi Output nilai

risiko

Fungsi keanggotaan

fuzzy

Aturan fuzzy

Fungsi keanggotaan

fuzzy

Pengetahuan ahli

Proses inferensi fuzzy

Gambar 9 Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007)

3.4.1. Fungsi Keanggotaan Fuzzy FMEA

Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik

input data ke dalam nilai-nilai keanggotaan (sering juga disebut tingkat

keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 ke 1. Salah satu cara yang dapat

digunakan untuk memperoleh nilai keanggotaan adalah melalui sebuah

pendekatan fungsi. Lebih lanjut dalam tulisan ini, fungsi keanggotaan yang

digunakan adalah fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dan trapesium. Seperti terlihat

pada Gambar 10 dan 11, domain (x) mewakili nilai tertentu dan µ(x) mewakili

nilai fungsi keanggotaannya. Dalam keanggotaan fuzzy segitiga, nilai fungsi

keanggotaan adalah nol seperti µ(a) ketika rating tidak termasuk dalam istilah

linguistik dan nilai fungsi keanggotaan adalah satu seperti µ(b) ketika rating

sepenuhnya milik istilah linguistik. Dengan demikian, fungsi keanggotaan fuzzy

segitiga dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

Page 80: rantaipasok

54

Gambar 10 Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga

Trapesium pada dasarnya seperti sebuah segitiga, kecuali bahwa ada

beberapa poin yang memiliki nilai keanggotaan 1. Oleh karena itu, fungsi

keanggotaan fuzzy trapesium dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Gambar 11 Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium

Pada FMEA konvensional, pemetaan skor keparahan (S), kejadian (O),

dan deteksi (D) dilakukan dengan menggunakan istilah linguistik. Berdasarkan

alasan itu, aplikasi dari logika fuzzy sangat tepat untuk menampung masalah yang

disebabkan FMEA konvensional. Dalam FMEA konvensional, tiga parameter

(keparahan, kejadian, dan deteksi) yang digunakan untuk menggambarkan setiap

mode kegagalan dinilai dengan variabel input dengan skala 1-10, yang

dikelompokkan menjadi lima tingkat kepentingan dari Sangat Rendah "VL" hinga

Sangat Tinggi "VH "Pada Tabel 8. Disajikan Input dari fungsi keanggotaan dalam

a c b

1

d

µ(x)

x 0

a c b

µ(x)

x 0

1

Page 81: rantaipasok

55

lima tingkatan dalam istilah linguistik untuk keparahan dengan pendekatan ini

yang dapat digambarkan pada Gambar 12. Hal yang sama untuk tingkat deteksi

atau paparan dan tingkat posibilitas terjadinya dapat ditunjukkan pada Gambar 13.

Tabel 8 Kategori variabel input fuzzy FMEA

Nilai input Kategori

Probabiltas Dampak Paparan

1 1 1 Sangat Rendah (VL)

2, 3 2, 3 2, 3 Rendah (L)

4, 5, 6 4, 5, 6 4, 5, 6 Sedang (M)

7, 8 7, 8 7, 8 Tinggi (H)

9, 10 9, 10 9, 10 Sangat Tinggi (VH)

Gambar 12

Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko

Gambar 13 Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko

Page 82: rantaipasok

56

Tabel 9

Kemudian, output variabel adalah nilai RPN, digunakan untuk mewakili

prioritas untuk tindakan koreksi dengan skala 1-1000, yang dikategorikan ke

dalam sembilan kelas interval, seperti Sangat Rendah "VL", antara Sangat Rendah

dan Rendah "VL-L", .dan seterusnya sampai skala Sangat Tinggi "VH" yang

digambarkan dalam Tabel 9. Fungsi keanggotaan fuzzy dari variabel output

tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 14.

Kategori variabel output fuzzy FMEA Nilai output Kategori

1 - 50 Sangat rendah (VL)

50 - 100 Sangat rendah-rendah (VL-L)

100 - 150 Rendah (L)

150 - 250 Rendah sedang (L-M)

250 - 350 Sedang (M)

350 - 450 Sedang – Tinggi (M-H)

450 - 600 Tinggi (H)

600 - 800 Tinggi – sangat Tinggi (H-VH)

800 - 1000 Sangat tinggi (VH)

Gambar 14 Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN

Aturan berbasis Fuzzy

Setiap aturan dalam basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan

hubungan yang kabur. Dalam aturan fuzzy IF-THEN, bagian IF sebagai variabel

Page 83: rantaipasok

57

input fuzzy, dan bagian THEN sebagai variabel keluaran fuzzy. Sebagai contoh,

aturan fuzzy IF-THEN dinyatakan sebagai berikut:

Karena masing-masing dari tiga parameter telah dikategorikan ke dalam

lima tingkat nilai linguistik, maka jumlah kombinasinya adalah 125 (5x5x5).

Semua kombinasi harus dikelompokkan untuk menghasilkan aturan berbasis

fuzzy. Basis aturan fuzzy yang diterapkan dalam tulisan ini diadaptasi dari sistem

pendukung Keputusan untuk FMEA yang diusulkan oleh Puente et al. (2002).

Basis aturan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Skema Aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002)

Page 84: rantaipasok

58

3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA

3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier

Mesin inferensi digunakan untuk menggabungkan aturan fuzzy IF-THEN

dalam basis aturan dan implikasi fuzzy. Sebelumnya telah disebutkan, bahwa

metode inferensi yang digunakan adalah metode Mamdani dalam melakukan

inferensi pengambilan keputusan. Untuk mendapatkan kesimpulan. Mesin

inferensi minimum menggunakan: (1) operator min untuk "AND" pada sisi-IF

dari aturan fuzzy dan operator maks untuk "OR" dari aturan, (2) operator

gabungan digunakan untuk mengagregasi kombinasi konsekuensi menjadi aturan

tunggal.

Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di

Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara

konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada

upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR

mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem

sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.

Keuntungan ADR mampu menyelesaikan sengketa dalam waktu singkat

dan biaya yang lebih murah, karena penyelesaian sengketa dapat dilakukan

melalui perundingan yang secara prosedur tidak harus mengikuti jalur hukum.

Dilain pihak ADR mempunyai kelemahan yaitu memerlukan mediator yang netral

dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang berkepentingan. ADR berkembang

sebagai mekanisme penyelesaian konflik karena adanya ketidakpuasan

masyarakat terhadap proses dan kinerja pengadilan. ADR secara umum

digunakan pada resolusi konflik yang melibatkan berbagai pihak dengan

bargaining position yang relatif seimbang, melibatkan kepentingan yang bersifat

heterogen, dan memiliki komitmen dan kepercayaan berbagai pihak yang

berkepentingan. Untuk itu pelaksanaan ADR mensyaratkan “kesukarelaan” dan

“itikad baik” dengan mengesampingkan penyelesaian secara pengadilan. Hasil

dari kesepakatan, atau kompromi harus dinyatakan dalam kesepakatan tertulis dan

bersifat final yang mengikat berbagai pihak yang berkepentingan untuk taat pada

peraturan yang disahkan dari hasil kesepakatan.

Page 85: rantaipasok

59

Untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan berbagai pihak

membutuhkan persyaratan, yaitu: 1) kedua belah pihak yang tidak sejalan harus

mematuhi dan tunduk peraturan hasil kesepakatan, 2) industri bersedia

mengurangi sebagian keuntungan usaha untuk memberikan kompensasi sesuai

hasil kesepakatan, dan 3) masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang dan

bersedia menerima hasil kesepakatan.

Nilai kesepakatan diperoleh berdasarkan pendekatan hypothetical

compensation dengan menggunakan regresi non linier berdasarkan tingkat utilitas

risiko pelaku rantai pasok terhadap perubahan parameter kesepakatan. Fungsi

utilitas risiko petani dalam rantai pasok dapat dirumuskan dengan fungsi regresi

non linier sebagai berikut:

e xp xU )()( βα −= (15)

Fungsi utilitas risiko pelaku lain dalam rantai pasok dapat dirumuskan

dengan fungsi sebagai berikut:

e xn

iiA wxU )(

1)( βα∑

=

= (16)

dimana:

x = Parameter kesepakatan

wi = Bobot kepentingan setiap pelaku dalam rantai pasok yng dapat

diperoleh dengan teknik analitik hierarki proses

Up(x) = Fungsi utilitas risiko petani yang diperoleh berdasarkan penilaian

faktor-faktor risiko dengan pendekatan kemungkinan preferensi tingkat

petani.

UA(x) = Fungsi utilitas risiko agregasi dari setiap tingkatan lainnya dalam

jaringan rantai pasok.

Rumus regresi non linier tersebut digunakan untuk memodelkan tingkat

utilitas risiko setiap pelaku rantai pasok berdasarkan perubahan parameter

kesepakatan. Hasil akhir kesepakatan diperoleh berdasarkan proses interpolasi

linier yang menghasilkan tingkat kesalahan terkecil dari perpotongan fungsi Up(x)

dan UA

Lasdon dan Smith (1992) memecahkan nilai kesepakatan dua variabel dari

nilai paling bawah dan nilai paling atas melalui program optimasi non linier. Ada

(x) pada suatu nilai x tertentu.

Page 86: rantaipasok

60

beberapa langkah pokok yang harus dilakukan pada penerapan optimasi non

linear, yaitu: 1) suatu fungsi/sub routine harus tercatat pada perhitungan

komputer dari fungsi kendala dan fungsi tujuan untuk nilai variabel yang

diberikan, 2) terdiri dari sejumlah variabel kendala dengan nilai paling bawah dan

nilai paling atas pada variabel, dan 3) pada proses optimasi non linier dilakukan

interpolasi atau iterasi, sehingga variabel yang digunakan membutuhkan data

kuantitatif untuk menghasilkan data yang realistis.

Program pemecahan masalah melalui optimasi non linier dinyatakan

dengan rumus tujuan sebagai berikut:

Tujuan : Minimize U(x) = Up(x) – UA(x)

Kendala: Ulbi ≤ Ui(x) ≤ Uubi, untuk i = 1, 2, ..., m dan i ≠ p

Xlbj < Xj < Xubj, untuk j = 1,2, ..., n.

X adalah vektor pada n variabel, x1, ..., xn dan fungsi U1, ..., Um

3.6. Fungsi Regresi Fuzzy

semua

tergantung pada X.

Regresi adalah alat yang komprehensif dan kuat yang dapat digunakan

untuk menemukan dan menganalisis hubungan antara variabel dependen atau

disebut juga variabel respon, dan satu atau lebih variabel penjelas juga dikenal

sebagai variabel independen. Analisis regresi merupakan metode estimasi yang

digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel dependen dan independen

dan juga digunakan untuk mengestimasi variansi dari kesalahan pengukuran.

Analisis regresi fuzzy merupakan perluasan dari analisis regresi klasik di mana

beberapa unsur dari model yang diwakili oleh bilangan fuzzy.

Model regresi fuzzy merupakan suatu model non-parametrik yang dapat

digunakan untuk menjelaskan variasi dari variabel terikat Y dalam hal variasi dari

variabel bebas X sebagai Y = f (X) dimana f (X) adalah fungsi linear (Wang &

Tsaur 2000). Regresi Fuzzy dapat digunakan untuk menangani masalah regresi

dengan jumlah data yang kurang dan adanya hubungan yang samar-samar (vague)

antara antara variabel bebas dan variabel terikat(Xue et al. 2005). Model ini

pertama kali diperkenalkan oleh Tanaka pada tahun 1982. Analisis regresi linier

pertama dengan model fuzzy menggunakan bilangan fuzzy sebagai koefisien

Page 87: rantaipasok

61

regresi yang dinyatakan dengan interval sebagai nilai keanggotaan (Tanaka et al.

1982). Karena koefisien regresi merupakan bilangan fuzzy, maka nilai Y sebagai

variabel dependen yang diperkirakan juga bilangan fuzzy.

Chang dan Ayyub (2001) telah menjelaskan tiga pendekatan dalam regresi

fuzzy yaitu regresi possibilitas yang didasarkan pada meminimalkan

ketidakjelasan sebagai kriteria optimal, pendekatan kedua yang didasarkan pada

kesalahan kuadrat terkecil sebagai kriteria pengepasan (fitting criteria) dan

pendekatan ketiga adalah digambarkan sebagai analisis regresi interval. Untuk

pemodelan yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan algoritma

berdasarkan kesalahan kuadrat terkecil yang dikembagkan oleh Bargiela (2007).

Regresi fuzzy possibilistas dari Tanaka dapat direpresentasikan dengan

variabel terikat Y sebagai beriku:

Y = A0 + A1x1 + A2x2 + ... .. + + ... + Ajxj Akxk (17)

di mana Y adalah output fuzzy, x = [x1, x2,. . , Xk.]T , adalah vektor input variabel

bebas dengan nilai riil dan koefisien regresi masing-masing Aj, j = 0,. . , K.,

diasumsikan sebagai bilangan fuzzy segitiga simetris dengan pusat αj dan Cj

setengah lebarnya, Cj ≥ 0.

Dalam regresi fuzzy, nilai penyimpangan antara nilai yang diamati

(variabel bebas) dan nilai yang estimasi (varibel terikat) diasumsikan akibat dari

ketidakjelasan sistem atau kekaburan dari koefisien regresi (Tanaka et al. 1982).

Dengan kata lain, menurut teori regresi fuzzy, nilai residual antara pengamatan

penduga diakibatkan oleh ketidakpastian parameter dalam model dan bukan oleh

kesalahan pengukuran (Tseng & Lin 2005).

a)

Model regresi fuzzy dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai variabel

terikat dan bebas sebagai berikut:

b)

Data input dan output adalah bukan bilangan fuzzy

c)

Data input dan output adalah bilangan fuzzy

Data input adalah bukan bilangan fuzzy tetapi data output adalah bilangan

fuzzy (Choi & Buckley 2008).

Sebuah perkiraan interval biasanya terdiri dari batas atas dan batas bawah

tertentu yang akan diperkirakan nilai yang tidak diketahui berada diantaranya

dengan tingkat posibilitas yang ditentukan. Perkiraan interval berkaitan dengan

Page 88: rantaipasok

62

akurasi perkiraan sehubungan dengan target nilai yang diamati (Durga & Dimitri

2006). Penggunaan perkiraan interval dalam mesin pembelajaran adalah sesuai

ketika berhadapan dengan fungsi multivariat dimana data yang tersedia sangat

tidak tepat dan terbatas serta ketika interaksi variabel tidak pasti, keadaan yang

samar-samar. Dengan kata lain fenomena fuzzy sangat tepat dimodelkan dengan

hubungan fungsional fuzzy. Penggunaan perkiraan interval dalam mesin

pembelajaran dikatakan sebagai teknik regresi linier fuzzy.

Sayangnya, regresi linier fuzzy hanya dapat diterapkan ke fungsi linear

saja. Namun dalam kenyataannya, banyak fungsi kehidupan nyata tidak mengikuti

hubungan yang linear. Kabar baiknya adalah bahwa dimungkin untuk mengubah

fungsi non linier menjadi linier dalam beberapa kasus (Wang & Tsaur 2000).

Setelah fungsi linear diperoleh untuk membuka hubungan linier tersembunyi di

dalamnya, teknik regresi linier fuzzy dapat diterapkan. Namun demikian, output

regresi harus diinterpretasikan sesuai dengan proses transformasi yang terlibat.

Fuzzy regresi berguna untuk mengestimasi hubungan antara variabel bebas

dan terikat bila data yang tersedia sangat terbatas dan kurang tepat dan ketika

interaksi antar variabel tidak pasti atau kabur (Wang & Tsaur 2000). Para peneliti

telah menunjukkan bahwa kinerja regresi linier fuzzy menjadi relatif lebih baik

dibandingkan dengan regresi linier klasik ketika ukuran data relatif kurang dan

kecocokan model regresi kurang baik (Wang & Tsaur 2000 ).

Jadi regresi linier fuzzy menjadi alternatif yang cukup baik dari pada

regresi linier klasik dalam mengestimasi parameter regresi bila terdapat tidak

cukup data untuk mendukung analisis regresi statistik dan / atau untuk model

regresi yang kurang sesuai yang dikarenakan hubungan yang tidak jelas antara

variabel dan spesifikasi model yang kurang baik (Xue et al. 2004).

Suatu persamaan regresi linier fuzzy dengan satu variabel dependen dapat

dituliskan sebagai berikut:

Y = B0 + B1X (18)

Persamaan (18) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode yang

dikembangkan oleh Bargiela (2007), untuk mendapatkan nilai dari B0 dan B1

sebagai berikut:

Page 89: rantaipasok

63

xx

xy

SSSS

B+

+ =1ˆ (19)

XBYB ~ˆ~ˆ10++ −= (20)

∫+

=1

0 2)()(~ ααα dXXX

UL

Dimana:

(21)

∫+

=1

0 2)()(~ ααα dYYY

UL

(22)

2

1

1

0

22 ~2)))(())((( XndXXSSn

i

Ui

Lixx −+= ∑∫

=

ααα (23)

YXndYXYXSSn

i

Ui

Ui

Li

Lixy

~~2))()()()((1

1

0−+= ∑∫

=

+ ααααα (24)

3.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy

Fungsi utilitas merupakan nilai preferensi (preferences value) seseorang

terhadap tingkat risiko dalam membuat keputusan. Fungsi utilitas tersebut

dipetakan ke dalam nilai-nilai utilitas, dimana nilai utilitas lebih besar, berarti

tingkat preferensinya lebih tinggi (Wilkes 2008

e xk xU )()( βα=

). Fungsi utilitas risiko setiap

tingkatan rantai pasok dapat direpresentasikan sebagai fungsi regresi non-linear

sebagai berikut:

(25)

Dimana Uk

∑=

=n

iikik xRwxU

1)()(

(x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam jaringan

rantai pasok dan x adalah harga jagung di tingkat petani.

Karena setiap tingkatan rantai pasok memiliki beberapa faktor risiko,

fungsi utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dapat diperoleh dengan

menggabungkan faktor-faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasokan dengan

menggunakan rata-rata tertimbang sebagai berikut:

(26)

Page 90: rantaipasok

64

∑=

=n

iiw

11 (27)

Dimana Rik(x) adalah nilai utilitas risiko faktor ke i pada tingkat k dalam

jaringan rantai pasok. Dan wi

mm

j jikik xVxR ∏ ==

1)()(

adalah bobot masing-masing faktor risiko yang

diperoleh dari analisis dengan menggunakan proses AHP.

Nilai utility faktor risiko dapat diperoleh dari nilai utilitas variabel risiko

untuk setiap faktor risiko rantai pasok menggunakan metode geometric mean

sebagai berikut:

(28)

Dimana Vjik

)()()( xSxPxV ijkijkijk =

(x) adalah nilai utilitas dari variabel j risiko i faktor risiko

untuk tingkat k rantai pasokan dengan harga x. Utilitas nilai variabel risiko yang

diperoleh dengan mengalikan nilai kemungkinan dan dampak dari variabel risiko,

dengan fungsi sebagai berikut:

(29)

Dimana Pijk(X) adalah kemungkinan risiko dan Sijk

= ∏∑ =

=

mm

j ijkijk

n

iik xSxPwxU

11

)()()(

(x) adalah dampak

risiko i variabel risiko pada faktor-faktor risiko j dan k tingkat rantai pasokan.

Nilai dampak risiko dan kemungkinan risiko ini diukur dengan bilangan fuzzy

berdasarkan penilaian oleh para pemangku kepentingan dalam rantai pasokan

untuk menilai tingkat risiko berdasarkan perubahan harga jagung di tingkat petani.

Berdasarkan persamaan (26), (28) dan (29) akan diperoleh fungsi risiko

utilitas fuzzy sebagai berikut:

(30)

e xm

m

j ijkijk

n

ii xSxPw )(

11

)()( βα=

∏∑ =

=

Dengan mensubstitusikan persamaan (30) ke dalam persamaan (25), maka

akan mendapat persamaan berikut:

(31)

Page 91: rantaipasok

65

3.8. Proses Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko,

serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia.

Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer risiko pada pihak lain,

mengindari risiko, mengurangi efek buruk dari risiko dan menerima sebagian

maupun seluruh konsekuensi dari risiko tertentu.

a) Identifikasi risiko

Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu

aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam

manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah

mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang

dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain: Brainstorming, Survei,

wawancara, informasi historis, kelompok kerja, dana lain-lain.

b) Analisa risiko

Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah

pengukuran risiko dengan cara melihat potensi terjadinya seberapa besar severity

(kerusakan) dan posibilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan posibilitas

terjadinya suatu kejadian sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan

pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit

untuk memastikan posibilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga,

pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya

nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi

perencanaan manajemen risiko.

Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan

terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa

risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali

cukup sulit untuk asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas

yang dihasilkan suatu risiko. Beberapa contoh dampak yang dikaitkan dengan

biaya, waktu dan kualitas dapat diperlihatkan pada Tabel 10.

Page 92: rantaipasok

66

Tabel 10 Penilaian dampak risiko

Dampak Biaya Waktu Kualitas Sangat rendah Dana mencukupi agak menyimpang dari

target kualitas agak berkurang namun masih dapat digunakan

Rendah Membutuhkan dana tambahan

agak menyimpang dari target

gagal untuk memenuhi janji pada stakeholder

Sedang Membutuhkan dana tambahan

Penundaan berdampak terhadap stakeholder

beberapa fungsi tidak dapat dimanfaatkan

Tinggi Membutuhkan dana tambahan yang signifikan

gagal memenuhi deadline

gagal untuk memenuhi kebutuhan banyak stakeholder

Sangat tinggi Membutuhkan dana tambahan yang substansial

penundaan merusak proyek

proyek tidak efektif dan tidak berguna

Setelah mengetahui posibilitas dan dampak dari suatu risiko, maka kita

dapat mengetahui potensi suatu risiko. Untuk mengukur bobot risiko kita dapat

menggunakan skala dari 1-5 seperti yang disarankan oleh JISC infoNet,

sebagaimana terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Bobot skala pengukuran risiko

Skala Posibilitas Dampak 1 Sangat rendah hampir tidak mungkin terjadi dampak kecil 2 Rendah kadang terjadi dampak kecil pada biaya, waktu

dan kualitas 3 Sedang mungkin tidak terjadi dampak sedang pada biaya, waktu

dan kualitas 4 Tinggi sangat mungkin terjadi dampak substansial pada biaya,

waktu dan kualitas 5 Sangat tinggi hampir pasti terjadi mengancam kesuksesan proyek

c) Pengelolaan risiko

Jenis-jenis cara mengelola risiko, dapat dikategorikan dengan berbagai cara

sebagai berikut:

• Risk avoidance, yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang

mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya,

maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian

yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.

Page 93: rantaipasok

67

• Risk reduction, Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu

merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko

ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.

• Risk transfer, yatu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui

suatu kontrak (asuransi) maupun hedging.

• Risk deferral, Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi

menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana posibilitas terjadinya risiko

tersebut kecil.

• Risk retention. Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara

mengurangi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap

diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.

Beberapa hal yang dapat dilakukan terhadap nilai suatu risiko dikatakan

sebagai penanganan risiko. Konsep penanganan risiko menggunakan beberapa

prinsip sebagai berikut:

• High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun

ditransfer ke pihak lain.

• Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini

adalah dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta

kembangkan contingency plan.

• High probability, low impact : respon terhadap risiko ini adalah dengan

melakukan mitigasi risiko dan mengembangkan contingency plan

• Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun

biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini

mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut.

Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu

dipersiapkan contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contingency plan

haruslah sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko tersebut. Dalam banyak

kasus seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk

mengurangi risiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika

diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa skenario memang

membutuhkan full contingency plan, tergantung pada proyeknya. Namun jangan

Page 94: rantaipasok

68

sampai tertukar antara contingency planning dengan re-planning normal yang

memang dibutuhkan karena adanya perubahan dalam proyek yang berjalan.

d) Implementasi manajemen risiko

Setelah memilih respon yang akan digunakan untuk menangani risiko,

maka saatnya untuk mengimplementasikan metode yang telah direncanakan

tersebut.

e) Monitoring risiko

Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan

bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko

tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian

akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai

penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari

awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui

keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko

yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon

yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

3.9. Soft System Methodology

Soft System Methodology (SSM) dikembangkan oleh (Checkland 1981)

sebagai suatu proses pengkajian dan penelitian tindakan untuk memperbaiki

situasi masalah yang tidak terstruktur di mana isu-isu yang samar dirasakan tapi

tidak jelas. SSM adalah cara yang terorganisasi untuk menangani situasi

permasalahan yang dirasakan (permasalahan sosial). Metode ini berorientasi pada

tindakan yang mengatur cara berpikir tentang situasi sehingga tindakan yang

dapat membawa perbaikan dapat diambil. Metodologi ini cocok untuk resolusi

konflik yang timbul dari pandangan yang berbeda, dan karenanya terdapat tujuan

yang bertentangan dari berbagai pemangku kepentingan (Daellenbach 1997).

Soft Sistem Methodology lebih menekankan pada sistem aktivitas manusia,

sebagai contoh keterlibatan manusia dalam suatu kegiatan dengan tujuan tertentu

dalam suatu organisasi. Metodologi ini menyediakan jendela sedemikian sehingga

kompleksitas interaksi manusia tersebut dapat diselidiki, dijelaskan dan dipahami

dengan mudah. Setelah pemahaman tentang situasi yang diselidiki telah tercapai

Page 95: rantaipasok

69

maka metodologi ini memungkinkan mengidentifikasi perubahan yang bersifat

sistemik sesuai dengan yang diinginkan (dalam hal ini akan mengurangi beberapa

masalah dan permasalahan) dan layak secara budaya (dengannya aktor dalam

sistem akan cenderung untuk terlibat dengan perubahan yang diusulkan dan

proses perubahan itu sendiri). SSM mendorong pembelajaran dan pemahaman

yang diharapkan akan menyebabkan perubahan yang disepakati dan penyelesaian

masalah secara bersama (Warwick 2008)

.

Dua ciri karakteristik yang penting bagi pendekatan sistem lunak (soft

system) adalah fasilitasi dan strukturisasi. Fasilitasi bertujuan untuk menyediakan

lingkungan di mana pelaku atau stakeholder dibimbing dengan benar dalam

diskusi atau perdebatan dapat disalurkan. Strukturisasi di sisi lain, berkenaan

dengan proses yang mana permasalahan manajemen diatur sedemikian sehingga

pemangku kepentingan atau pelaku dapat mengerti, dan akhirnya berpartisipasi

dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat

dicirikan sebagai non-matematis, menggunakan konsep berbasis sistem, proses

dan tekniknya lebih menekankan dialog dan partisipasi dengan klien (Coelho et

al. 2010). Kebutuhan untuk memahami interaksi yang kompleks dan dinamis

terhadap gagasan, permasalahan dan pandangan yang menjadi ciri masalah sosial

telah memunculkan SSM sebagai suatu metode solusi refleksif terhadap

permasalahan sosial. Proses model SSM mempunyai tahapan utama proses

sebagai berikut: Tahap 1 dan 2 Mencoba untuk membangun gambaran sedetail

mungkin (rich picture) terhadap situasi, tahap 3 Berusaha untuk menjelaskan

sifat-sifat dari sistem yang dipilih. Tahap 4 Membangun model konseptual dari

sistem yang didefinisikan. Tahap 5 Membandingkan model konseptual dengan

situasi aktual untuk melakukan konfirmasi pada hal yang dihasilkan dengan para

pemangku kepentingan. Tahap 6 Membuat outline kemungkinan perubahan yang

diinginkan dan analisa kelayakannya. Tahap 7 Terlibat dalam tindakan

berdasarkan hasil pada tahap 6.

Page 96: rantaipasok

70

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Kerangka Pemikiran

Manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung merupakan suatu

proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan strategis

dibuat merupakan pertimbangan utama untuk menggunakan sistem intelijen dalam

sistem pengambilan keputusan cerdas yang akan dikembangkan. Terdapat

beberapa alasan adanya kompleksitas ini yaitu: (1) adanya informasi dan

pengetahuan yang mendukung keputusan tidak lengkap, tidak pasti atau tidak

tepat atau bahkan tidak konsisten; (2) terdapat berbagai tujuan bahkan tujuan yang

bertentangan dan terdapat banyak tipe batasan yang berbeda; (3) terdapat batasan

waktu untuk pengambilan keputusan pada lingkungan yang selalu berubah; dan

(4) terdapat kecenderungan pada pengambilan keputusan kelompok dimana

berbagai tipe konsensus terjadi di dalam prosesnya. Untuk dapat menganalisis

dan memodelkan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur tersebut,

dalam penelitian ini akan digunakan metodologi soft sistem (Checkland 1981).

Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko terdiri dari dua

tahap utama, yaitu penilaian risiko (risk assessment) yang terdiri dari proses

mengidentifikasi, menganalisis, memprioritaskan dan pengendalian risiko (risk

control) yang terdiri dari perencanaan manajemen risiko, perencanaan resolusi

risiko (risk resolution) dan monitor risiko (risk monitoring), penelusuran

(tracking) dan tindakan perbaikan (corrective action). Menurut Chapman et al.

(2002) identifikasi dan penilaian risiko merupakan bagian yang paling penting

dalam seluruh proses manajemen risiko karena kualitas dari hasil sebuah analisis

tergantung sepenuhnya kepada proses identifikasi dan penilaian.

Pengukuran risiko dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif. Oleh karena sumber-sumber risiko mempunyai sifat yang tidak pasti,

maka di dalam analisis kualitatif dan kuantitatif selain memerlukan analisis

statistik, diperlukan juga analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis

posibilitas untuk dapat mengetahui pengaruh ketidakpastian sumber risiko.

Variabel dari masing-masing sumber risiko yang mungkin timbul dalam

manajemen risiko rantai pasok produk pertanian akan dinilai (assess) secara semi

Page 97: rantaipasok

71

kuantitatif berdasarkan tiga kelompok skala kualitas yang merupakan komponen

risiko, yaitu berdasarkan konsekuensi (severity), paparan (exposure) dan

posibilitas (likelihood) melalui pengisian kuesioner oleh responden dan

berdasarkan akuisisi pengetahuan pakar. Konsekuensi (severity) diukur dengan

empat kategori yaitu waktu (time), kualitas (quality), biaya (cost) dan keselamatan

(safety).

Kerangka kerja yang dilakukan dalam penelitian ini akan mengacu pada

kerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Rajamani et al. (2006), dengan

beberapa penyesuaian pada manajemen risiko rantai pasok produk pertanian dan

menggunakan kategori dan variabel risiko yang telah diidentifikasi oleh Xiaohui

et al. (2006). Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis risiko akan dilakukan

pada setiap pelaku rantai pasok untuk mendapatkan tingkat risiko masing-masing,

kemudian dilakukan agregasi nilai risiko total rantai pasok sehingga mendapatkan

ukuran tingkat risiko rantai pasok dan cara penanganan risiko dilakukan secara

menyeluruh untuk mendapatkan distribusi dan keseimbangan risiko rantai pasok.

Detail dari kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok dapat

diperlihatkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok

Page 98: rantaipasok

72

4.2. Tata Laksana Penelitian

4.2.1. Tahapan Penelitian

Langkah-langkah pengembangan sistem pendukung pengambilan

keputusan manajemen risiko rantai pasok adalah: identifikasi faktor-faktor

manajemen risiko rantai pasok, pembuatan model manajemen risiko rantai pasok

dengan multi objective programming, simulasi model manajemen risiko rantai

pasok dengan program dinamik, analisa berbagai skenario manajemen risiko

dengan kriteria finansial dan non finansial, pemilihan skenario manajemen risiko

dengan memperhatikan profit sharing optimum dan minimisasi risiko gobal dan

lokal, pembuatan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen

risiko rantai pasok dan pembuatan rekomendasi tindakan dan kesimpulan.

Langkah-langkah tersebut akan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap analisis,

tahap pemodelan dan tahap perancangan dan implementasi sistem (Gambar 17).

Pada tahap pertama dimulai dengan membuat tujuan penelitian dan

mempelajari sistem rantai pasok produk pertanian melalui observasi lapang dan

wawancara dengan beberapa pihak yang memahami risiko rantai pasok produk

pertanian. Studi pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

risiko rantai pasok produk pertanian dan metode yang akan digunakan dalam

penelitian. selain itu, juga dilakukan analisis kondisi manajemen risiko rantai

pasok produk pertanian yang mencakup aspek nilai tambah, penanganan risiko

dan kelembagaan pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok. Analisis

dilakukan untuk mendapatkan data kebutuhan dari setiap stakeholder dalam

manajemen rantai pasok untuk mengurangi risiko dan identifikasi konflik

kepentingan dalam rantai pasok secara vertikal. Kajian dilanjutkan dengan

perancangan model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok produk

pertanian pada aspek penyediaan, distribusi dan produksi. Output yang diharapkan

pada tahap ini adalah adanya pemetaan (mapping) risiko rantai pasok produk

pertanian mulai dari hulu sampai hilir, tersedianya informasi yang lengkap

mengenai penanganan risiko, dan kelembagaan pada rantai pasok pertanian,

adanya model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok.

Tahap kedua dari penelitian ini adalah pembuatan model sistem

pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok untuk

Page 99: rantaipasok

73

mendukung program ketahanan pangan. Model manajemen risiko akan

dikembangkan secara kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif menggunakan

fuzzy analitik hierarki proses dan fuzzy multi expert multi criteria decision making,

sedangkan model kuantitaif menggunakan value at risk dan indek risiko serta

algoritma genetika dan multi objectives programming untuk penyeimbangan

risiko. Kemudian dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi model dengan

menggunakan data simulasi pada berbagai skenario. Output dari tahap ini adalah

model sistem pendukung keputusan cerdas dengan berbagai skenario yang valid.

Tahap ketiga dari penelitian ini adalah perancangan dan implementasi

sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok. Perancangan

sistem dilakukan dengan pendekatan sistem yang berorientasi object

menggunakan alat bantu UML (Unified Modeling Language), sedangkan

implementsi sistem dilakukan dengan sistem yang berbasis web dengan

menggunakan program java. Output dari tahapan ini adalah sebuah rancangan

sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok yang

berorientasi obyek serta perangkat lunak sistem pendukung keputusan cerdas

manajemen risiko rantai pasok. Adapun rincian langkah-langkah kegiatan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari sistem rantai pasok produk/komoditas jagung melalui observasi

pendahuluan dengan beberapa pihak yang terkait dengan rantai pasok

komoditas jagung seperti petani, pengumpul dan industri apakn ternak. Selain

itu, studi pustaka dilakukan untuk pemahaman sistem nyata yang dipelajari.

Pustaka yang dipelajari berhubungan dengan manajemen risiko rantai pasok

dan teknik-teknik yang digunakan dalam manajemen risiko.

2. Wawancara mendalam dengan pengambil keputusan dan survei lapang di

obyek studi kasus. Tujuannya adalah mengetahui rangkaian kegiatan rantai

pasok dan kendala-kendal manajemen risiko rantai pasok. Pendalaman

terhadap pengetahuan para pemangku kepentingan rantai pasok jagung.

Beberapa pihak yang diwawancarai adalah petani dan kelompok tani,

beberapa pengumpul dan manajer pengadaan bahan baku jagung di industri

pakan ternak. Melalui wawancara akan diperoleh gambaran situasi secara

Page 100: rantaipasok

74

menyeluruh terhadap risiko yang dihadapi setiap pelaku dan cara

mengatasinya.

3. Merumuskan faktor-faktor risiko dan variabel penentu yang dibutuhkan dalam

penilaian tingkat risiko sesuai dengan tingkatan dalam jaringan rantai pasok.

Prosedur yang dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil

penelitian terkait. Faktor-faktor risiko yang diperoleh akan distrukturisasi

secara hierarki sehingga mendeskripsikan keterkaitan antar faktor.

4. Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko

sehingga rekomendasi dapat dikeluarkan oleh model. Rekomendasi

merupakan hasil akuisisi pengetahuan para ahli yang terdiri dari praktisi

agroindustri dan dilengkapi melalui studi pustaka penelitian yang terkait.

5. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya adalah prakiraan harga jagung pipilan

dan persayaratan mutu serta metode pasokan dan penyimpanannya Data yang

dibutuhkan adalah data masa lalu yang diperoleh melalui laporan kegiatan

industri pakan ternak dan pelaku rantai pasok di lokasi penelitian.

6. Formulasi model matematik untuk penyeimbangan risiko rantai pasok dengan

pendekatan manajemen dialog berdasarkan evaluasi risiko setiap tingkatan.

Model matematik dirumuskan melalui proses iterative untuk penentuan harga

jagung pipilan di tingkat petani dengan memeperhatikan tingkat risiko

masing-masing tingkatan dan tingkat utilitas ketersediaan jagung.

7. Merumuskan teknik-teknik penyelesaian untuk setiap formulasi model

matematik dan penilaian risiko dalam bentuk program komputer. Pada tahap

ini dibangun elemen-elemen dari basis data, basis pengetahuan dan basis

model serta hubungan masukan dan keluaran. Keterkaitan ini dibutuhkan

untuk menghasilkan keterpaduan. Keterpaduannya diwujudkan dalam bentuk

sebuah Sistem Penunjang Keputusan cerdas.

8. Verifikasi model menggunakan data dari obyek studi kasus yaitu industri

pakan ternak yang menggunakan bahan baku jagung. Nilai-nilai yang

dihasilkan model akan diperiksa kesesuaiannya berdasarkan logika dan kerja

komputasi. Pada tahap ini telah dihasilkan program komputer yang terdiri dari

basis model, basis data dan basis pengetahuan.

Page 101: rantaipasok

75

9. Validasi model untuk mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model

mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan.

Persiapan penelitian

Latar belakang dan perumusan masalah

Perumusan tujuan penelitian

Analisa kebutuhan stakeholder manajemen risiko rantai pasok (UML)

Identifikasi konflik kepentingan dan tujuan dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas Jagung

Identifikasi jenis risiko dan sumber risiko rantai pasok (fuzzy AHP)

Evaluasi risiko dan dampak risiko serta alternatif penghilangan risiko rantai pasok (fuzzy AHP)

Pengembangan model manajemen risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok (Multiobjectives programming)

Pengembangan model agregasi pengukuran risiko rantai pasok secara global (Fuzzy Agregation)

Pengembangan model penyeimbangan risiko (risk balancing) rantai pasok (stakeholder dialog dan fungsi utilitas-regresi fuzzy)

Pengembangan model perlakuan risiko rantai pasok secara lokal dan global (fuzzy inference)

Verifikasi dan validasi model Pembuatan model basis pengetahuan manajemen risiko rantai pasok

Analisa dan perancangan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (UML)

Implementasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (web programming)

pengujian dan perbaikan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok

Kesimpulan dan rekomendasi

Studi Pendahuluan

Studi Literatur

Identifikasi lingkup permasalahan

Gambar 17 Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok

Page 102: rantaipasok

76

4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Penelitian pemodelan

dilakukan di Laboratorium/Bagian Teknik Sistem Industri, Departemen Teknologi

Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB di Bogor. Penelitian

lapangan dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai sentra produksi

jagung di Indonesia.

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 – Desember 2010, untuk

mendapatkan informasi, data teknis dan diskusi dengan para narasumber yang

terkait. Tambahan data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan

model dilakukan pada rentang waktu tersebut.

4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan

Penelitian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder

diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah serta dari

berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen

Perdagangan, Departemen Perindustrian, Balai-balai penelitian, asosiasi, data

perusahaan yang menjadi obyek kajian, dan pihak-pihak yang relevan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut :

• Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan

manajemen risiko rantai pasok mulai dari produsen (petani), pedagang

pengumpul, prosesor (pengolah), distributor, hingga konsumen.

• Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi kendala dan risiko,

jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan

serta hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor, dari para

stakeholder manajemen risiko rantai pasok yang dikaji.

• Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petani/kelompok tani,

pedagang pengumpul, prosesor atau agroindustri, buyer/eksportir,

pemerintah (regulator), dan universitas/lembaga riset teknologi. Pada

FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi saat ini untuk memperoleh

alternatif-alternatif strategi manajemen risiko rantai pasok. FGD juga

melakukan verifikasi dan validasi terhadap model pengukuran risiko rantai

pasok.

Page 103: rantaipasok

77

• Pendapat pakar (expert judgement), dilakukan untuk memperoleh basis

pengetahuan melalui wawancara secara mendalam (indepth interview)

untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar yang terkait dalam

menentukan jenis dan sumber risiko dan pengukuran tingkat risiko dan

dampaknya serta keberhasilan penanganan risiko.

• Brainstorming dengan pakar untuk memodelkan sistem manajemen risiko

rantai pasok produk pertanian dengan Fuzzy AHP menggunakan tools

criterium decision plus.

• Pengumpulan informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode

purposive sampling untuk menentukan pakar yang dilibatkan dalam

penelitian. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk

menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar

dan track record kepakarannya. Demikian juga dalam penentuan

responden lain yang dilibatkan dalam penelitian ini seperti petani,

prosesor, distributor dan konsumen.

4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan

Fuzzy AHP

Metode Fuzzy AHP merupakan suatu metode yang dikembangkan dari metode

AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam

hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Fuzzy AHP merupakan

integrasi AHP dengan metode logika fuzzy. Fuzzy AHP digunakan untuk

menangani kekaburan vagueness, ambiguitas atau ketidakpastian atribut

kepentingan yang diberikan oleh penilai (pakar). Pada AHP konvensional

yang dikembangkan oleh Saaty, perbandingan berpasangan dilakukan dengan

menggunakan skala numerik (1 – 9) yang bersifat crisp. Fuzzy AHP dalam

penelitian ini akan digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan

mengetahui sumber risiko yang akan dihadapi pada setiap tahapan rantai

pasok produk pertanian.

Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik.

Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelejen

Fuzzy Inference System

Page 104: rantaipasok

78

dalam situasi yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi

dengan logika fuzzy yang pada dasarnya merupakan bagian dari logika

boolean yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu

nilai kebenaran antara benar dan salah. Dalam implementasinya, logika fuzzy

sering menggunakan informasi linguistik dan verbal (Marimin 2007). Dalam

penelitian ini Sistem inferensi fuzzy akan digunakan untuk menduga tingkat

risiko dan dampaknya suatu rencana tindakan managemen rantai pasok produk

pertanian sehingga dapat memberikan arahan untuk menghindari atau

menghilangkan terjadinya risiko tersebut.

Fuzzy Agregation,

Dalam penelitian ini fuzzy agregation akan digunakan untuk menghitung nilai

agregasi risiko rantai pasok dengan pendekatan fuzzy inference system

mamdamni.

Fuzzy FMEA,

Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) digunakan untuk mengukur

dan menganalisa variabel risiko setiap faktor risiko dalam setiap tingkatan

rantai pasok.

Stakeholder Dialogue,

Stakeholder dialogue digunakan untuk memodelkan proses penyeimbangan

risiko rantai pasok dengan tujuan mencari kesepakatan harga jagung di tingkat

petani dengan pendekatan fungsi regresi non linier dari tingkat utilitas risiko

setiap tingkatan rantai pasok.

Metode iterasi/interpolasi,

Metode interpolasi digunakan untuk mencari nilai kesepakatan dengan konsep

stakeholder dialogue berdasarkan parameter tertentu dengan input nilai

parameter yang diinginkan setiap tingkatan rantai pasok.

Metode sistem lunak (soft system methodology)

Metodologi ini digunakan untuk melakukan analisis sistem dan pemodelan

sistem serta verifikasi dan validasi model pada sistem interaksi sosial yang

,

Page 105: rantaipasok

79

komplek dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung.

Khususnya dalam memodelkan sistem penyeimbangan risiko yang

menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mendapatkan kesepakatan

harga jagung di tingkat petani.

4.4. Langkah Pemodelan Sistem

Secara umum, langkah-langkah utama yang harus diikuti untuk

membangun sistem dalam pengembangan sistem penunjang pengambilan

keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok adalah: menganalisa kebutuhan

user atau pelaku ditinjau dari kebutuhan setiap pelaku dan kendala yang dihadapi,

menganalisa sistem ditinjau dari fungsional dan non-fungsional sistem,

pemodelan sistem yang mencakup model basis data, model basis pengetahuan dan

model matematis solusi permasalahan, merancang bangun sistem dan

implementasi serta validasi model dan testing atau pengujian sistem.

Menurut Dhar dan Stein (1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas

merupakan sebuah Sistem Penunjang Keputusan yang menggunakan teknik-

teknik yang ada di bidang intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti

fuzzy systems, neural networks, machine learning, dan genetic algorithms

(algoritma genetik). Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam

mengakses, menampilkan, memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat

dan mudah untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Sistem penunjang

keputusan cerdas yang akan dikembangkan dalam penelitian ini terutama

menggunakan pendekatan fuzzy sistem untuk memodelkan analisis dan

pengukuran risiko rantai pasok pada setiap tahap/tingkatan rantai pasok.

Sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai

pasok yang akan dikembangkan merupakan sistem yang mencakup jenis dan

kelompok komoditas bahan pangan khususnya komoditas Jagung, yang meliputi

rantai aktivitas pasokan, struktur jaringan dan distribusinya, mekanisme

penyediaan, proses peramalan harga dan produksi serta strategi manajemen risiko

rantai pasok. Pada setiap tingkatan rantai pasok, akan dikembangkan model

analisis dan pengendalian risiko dengan pendekatan sistem intelijen untuk

Page 106: rantaipasok

80

pengambilan keputusan kelompok dalam penelitian ini. Adapun penjelasan rinci

dari pemodelan sistem tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Langkah-langkah teknik pemodelan sistem

4.5. Verifikasi dan Validasi Model

Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan

para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh

pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan

validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan

pengguna terhadap kemampuan dari model. Seluruh rangkaian dalam

menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan

Mulai

Analisa kebutuhan user

Analisa Kebutuhan Sistem

Lengkap?

Formulasi Model Sistem

Gugus solusi yang layak

Cukup?

Model Optimal

Rancang bangun Sistem

Sesuai spesifikasi?

Implementasi Sistem

Valid?

Rekomendasi operasional sistem

Selesai

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Page 107: rantaipasok

81

penulisan program komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa

konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan.

Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses

pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung

pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada

seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum

diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja

dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model

memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil

yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran

kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap

peruntukannya (Carson 2002).

Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model

(program komputer) sesuai dengan logika diagram alur. Kalimat sederhananya,

apakah ada kesalahan dalam program? (Hoover et al. 1989). Proses verifikasi

dilakukan terhadap setiap modul untuk menguji apakah program dari modul

tersebut telah dapat berjalan dengan baik dan benar. Verifikasi dilakukan dengan

jalan memberikan data input dengan skenario tertentu kepada setiap modul

program, kemudian memeriksa outputnya dengan membandingkannya dengan

hasil perhitungan manual. Jika hasilnya masih terdapat kesalahan, maka dilakukan

perbaikan terhadap program setiap modul, kemudian dilakukan integrasi terhadap

modul untuk membentuk sistem dan kemudian dilakukan verifikasi terhadap

sistem hasil integrasi tersebut, sehingga diperoleh suatu sistem yang tepat dan

akurat.

Validasi model dilakukan untuk menguji apakah model yang sudah dibuat

dapat digunakan atau tidak di lapangan atau dalam kehidupan nyata. Validasi

adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi,

merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover et al. 1989).

Validasi model merupakan langkah untuk menguji apakah model yang telah kita

susun dapat merepresentasikan sistem nyata yang diamati secara benar. Model

dikatakan valid jika tidak memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda secara

signifikan dari sistem nyata yang diamati. Prosedur validasi model tergantung

Page 108: rantaipasok

82

dari sistem yang sedang dimodelkann dan lingkungan pemodelan. Beberapa

metode validasi adalah: (1) Metode statistik, (2) Metode Delphi, (3) Perilaku

ekstrim. Jika ukuran kinerja sistem nyata cukup tersedia, uji statistik umum

seperti uji t digunakan dimana kita menguji hipotesis kesamaan nilai rata-rata.

Kadang-kadang uji F juga dapat digunakan untuk menguji kesamaan ragam sistem

nyata dengan model. Metode Delphi dikembangkan sebagai pendekatan ke

analisis permasalahan ketika sangat sedikit data tersedia atau sistem nyata sedang

dipertimbangkan. Dalam metode Delphi, sekelompok ahli terpilih membentuk

panel yang akan menghasilkan jawaban konsensus terhadap pertanyaan yang

diajukan ke mereka. Dalam lingkungan sistem, panel mungkin terdiri dari

manager dan pengguna sistem yang sedang dimodelkan dan pertanyaan adalah

tentang perilaku atau kinerja sistem di bawah kondisi operasi tertentu. Teknik

validasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Delphi (expert’s

jugement) yaitu dengan meminta pendapat para pakar untuk memberikan

penilaian terhadap model yang dibuat dengan mengisi kuisioner dan melakukan

diskusi untuk memperbaiki dan menentukan tingkat efektifitas dari sistem dengan

mencoba sistem penunjang keputusan dengan input skenario tertentu. Adapun

beberapa pakar yang akan dilibatkan dalam proses validasi model ini adalah

beberapa pelaku atau praktisi agroindustri produk jagung seperti pakan ternak dan

tepung jagung, serta pakar akademisi dan pakar dari lembaga penelitian.

Menurut Checkland (1995) dalam Eriyatno dan Sofyar (2007), validasi

dalam model yang didekati dengan hard system harus menunjukan secara syahih

untuk menggambarkan bagian dari dunia nyata; sedangkan dalam model yang

didekati dengan soft system validasi dapat dilakukan dengan pembuktian

intelektual atau bisa dikatakan sebagai pembuktian model secara intelektual

terhadap prinsip-prinsip yang telah didefinisikan dengan struktur dan konsep

intelektual. Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan wawancara

mendalam terhadap beberapa pakar untuk membuktikan tingkat fungsionalitas

model dalam dunia nyata.

Page 109: rantaipasok

83

V. PENDEKATAN SISTEM

Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi

dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan.

Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah yang dimulai dengan

identifikasi dan analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang

dapat beroperasi secara efektif dan efisien.

Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah dengan

menggunakan abstraksi keadaan nyata atau penyederhaan sistem nyata untuk

pengkajian suatu masalah. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya

metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi disiplin

dan terorganisir, penggunaan model matematika, mampu berfikir kuantitatif,

penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan

komputer (Eriyatno 1999).

5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna

Model sistem yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan setiap

pelaku manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri dalam setiap tingkatan

jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan

setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem.

Berdasarkan hasil studi literatur dan wawancara mendalam terhadap pelaku rantai

pasok, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya

dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah:

1.) Petani

a) Kemudahan memperoleh informasi dan akses pasar yang lebih luas

b) Kemudahan memperoleh modal dengan kridit dari lembaga keuangan

c) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

d) Peningkatan kualitas dan produktivitas

e) Harga komoditas yang stabil dan layak

f) Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau

g) Kemudahan memperoleh sarana dan prasarana produksi

h) Terkendalinya risiko gagal panen

Page 110: rantaipasok

84

2.) Pedagang pengumpul (pengepul)

a) Kemudahan memperoleh informasi pasar

b) Kestabilan harga

c) Keutungan yang optimal

d) Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin

e) Peningkatan kondisi sarana dan prasarana distribusi

f) Peraturan usaha yang konsisten

g) Terkendalinya risiko transportasi

3.) Gapoktan (Gabungan kelompok tani)

a) Peningkatan potensi ekonomi masyarakat

b) Kelancaran aktifitas simpan pinjam

c) Kemudahan akses teknologi budidaya dan pascapanen

d) Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi

e) Kemudahan melakukan koordinasi antar anggota kelompok tani

f) Terkendalinya risiko pinjaman macet

4.) Agroindustri (Industri pakan ternak unggas)

a) Keberlanjutan perusahaan terjamin

b) Ketersediaan bahan baku yang stabil

c) Ketersediaan bahan baku yang berkualitas

d) Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi

e) Kontinuitas produksi

f) Margin keuntungan yang tinggi

g) Terkendalinya risiko internal dan eksternal

h) Kelayakan biaya produksi

i) Terjaminnya pemasaran produk

5.) Distributor (Pedagang pengecer)

a) Kemudahan distribusi dan pemasaran

b) Margin keuntungan yang tinggi

c) Peningkatan sarana dan prasarana distribusi

d) Terkendalinya risiko distribusi

e) Terjaminnya kualitas produk

f) Terjaminnya keberlanjutan perusahaan

Page 111: rantaipasok

85

g) Iklim usaha yang kondusif

6.) Konsumen (Peternak unggas)

a) Kemudahan akses produk yang berkualitas

b) Kestabilan harga produk

c) Pasokan produk yang stabil

d) Kemudahan akses informasi pasar dan produk

e) Produk tersedia dengan kuantitas dan kualitas yang cukup

7.) Lembaga keuangan

a) Mendapatkan kepastian usaha pemberian kridit

b) Minimnya risiko kridit macet

c) Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif

d) Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam

8.) Pemerintah pusat/daerah

a) Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha

b) Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif

c) Peningkatan pendapatan asli daerah

d) Peningkatan taraf hidup masyarakat

e) Stabilisasi harga dan pasokan komoditas

f) Peningkatan kualitas produk dan komoditas

g) Peningkatan daya saing produk agroindustri

h) Peningkatan produktivitas petani

5.2. Identifikasi Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasok produk agroindustri yang

berkaitan dengan manajemen risiko adalah:

a) Adanya variasi kualitas, jumlah dan kontinuitas pasokan bahan baku

akibat ketergantungan sektor pertanian terhadap musim. Adanya variasi

ini menyebabkan harga bahan baku berfluktuasi, mutu bahan baku

dibawah standar dan ketersediaannya tidak kontinyu. Sehingga terjadi

penurunan harga yang tajam disaat panen raya yang akan merugikan

petani serta penurunan kualitas yang akan merugikan perusahaan

agroindustri.

Page 112: rantaipasok

86

b) Adanya variasi mutu bahan baku menimbulkan variasi mutu produk

agroindustri sehingga produk agroindustri mempunyai nilai jual yang

rendah dan tidak dapat bersaing di pasar global.

c) Persaingan guna lahan dengan komoditas lain dan kesadaran penggunaan

bibit unggul yang masih rendah sehingga produktifitas jagung masih

tertinggal dibandingkan dengan negara lain serta bertani jagung masih

dianggap kurang menguntungkan.

d) Adanya distorsi informasi dalam rantai pasok sehingga menimbulkan tidak

stabilnya harga bahan baku dan produk agroindustri karena tingginya

tingkat penggudangan dan biaya penyimpanan.

e) Belum terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku

rantai pasok produk agroindustri sehingga menimbulkan setiap pihak

mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan setinggi-tingginya

tanpa memperhatikan risiko yang ditimbulkan terhadap pihak lain.

f) Posisi tawar petani dalam menentukan harga komoditas yang rendah

sehingga petani tidak mempunyai daya tawar dalam menentukan harga

karena akses informasi dan teknologi yang kurang.

g) Belum berkembangnya kesadaran petani dalam berorganisasi dan bermitra

dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan

sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen

usaha secara efektif.

h) Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadahi bagi

pengembangan produksi pertanian dan agroindustri guna meningkatkan

posisi tawar petani dengan alternatif usaha pendukung.

i) Tidak proporsionalnya distribusi risiko dan keuntungan antar pelaku dalam

jaringan rantai pasok produk agroindustri sehingga petani menghadapi

risiko dan ketidakpastian usaha yang lebih tinggi yang disebabkan oleh

gangguan alam, cuaca, hama dan penyakit. Disamping itu margin

keuntungan dari usaha produksi pertanian lebih rendah dengan usaha pada

tingkatan lain dalam rantai pasok tersebut.

j) Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kridit komersial,

karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang

Page 113: rantaipasok

87

relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum

beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.

5.3. Identifikasi Sistem

Dalam memodelkan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen

risiko rantai pasok produk/komoditas jagung perlu dikenali hubungan atau

pengaruh antara kebutuhan pelaku dengan permasalahan yang telah teridentifikasi.

Identifikasi sistem merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan

kebutuhan setiap pelaku dalam sistem dengan permasalahan yang telah

diformulasikan. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram

sebab akibat dan diagram input output.

Diagram lingkar sebab akibat pada prinsipnya menggambarkan hubungan

antara komponen di dalam sistem manajemen risiko rantai pasok produk

agroindustri. Hubungan antar komponen tersebut dapat bernilai positif atau

negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Diagram

sebab akibat ini digunakan sebagai dasar pengembangan model.

Adanya manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan

dapat mengantisipasi terjadinya risiko secara preventif dalam hal penanganan

risiko di setiap pelaku rantai pasok dan setiap tahapan jaringan rantai pasok untuk

meningkatkan kualitas produk dan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku.

Meningkatnya kualitas bahan baku produk agroindustri akan berkontribusi

terhadap peningkatan harga produk dan kualitas produk serta kepuasan konsumen,

sehingga dapat terjalin kesinambungan siklus pasokan yang kontinyu dengan

didukung penyediaan bibit unggul bagi petani sehingga dapat meningkatkan

produktivitas dan produksi bahan baku agroindustri. Peningkatan produktivitas

dapat berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani

sehingga petani lebih bergairah dalam penyediaan bahan baku serta memperlancar

proses pengembalian pinjaman modal terhadap lembaga keuangan.

Manajemen risiko di setiap tingkatan rantai pasok dapat digunakan untuk

mengidentifikasi, menganalisa, memprioritaskan, dan menangani risiko yang

mungkin terjadi pada pelaku di setiap tingkatan rantai pasok sehingga dapat

bertindak dengan lebih efektif dengan mempertimbangkan segala kemungkinan

Page 114: rantaipasok

88

terjadinya risiko untuk menjaga kualitas dan kontinuitas pasokan. Kesadaran

akan pentingnya manajemen risiko tersebut juga dapat mengurangi terjadinya

distorsi informasi antar pelaku dalam rantai pasok, sehingga setiap pelaku akan

bertindak dengan tingkat akurasi perkiraan kebutuhan yang lebih efektif dan

efisien dengan tersedianya informasi yang seimbang di antara pelaku rantai pasok.

Ketersediaan informasi tersebut perlu ditunjang oleh sarana infrastruktur dan

peran pemerintah yang lebih nyata dalam memberikan jaminan usaha yang lebih

kondusif sehingga tercipta usaha agroindustri baru yang dapat menyerap tenaga

kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah serta devisa negara.

Manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat

mengatasi kesenjangan risiko yang tinggi antar pelaku rantai pasok dengan konsep

penyeimbangan atau pendistribusian risiko antara pelaku rantai pasok sehingga

suatu risiko tidak ditanggung oleh suatu pihak dalam rantai pasok tetapi

ditanggung bersama guna meningkatkan kinerja rantai pasok dalam hal

peningkatan kualitas dan kontinuitas pasokan dengan pendekatan menjaga

kestabilan harga bahan baku. Dengan konsep harga yang stabil akan

memudahkan semua pihak dalam memperkirakan tindakan yang tepat dalam

perencanaan usaha sehingga kepastian usaha tercapai dan jaminan kontinuitas

agroindustri.

Konsep penyeimbangan risiko dapat dilakukan dengan pendekatan

menajemen pengambilan keputusan secara bersama dengan konsep stakeholder

dialog yang saling menguntungkan dalam menentukan harga bahan baku di

tingkat petani yang menguntungkan petani dan tidak merugikan pihak lain seperti

konsumen yaitu industri pakan ternak dan peternak. Pendekatan ini bertujuan

untuk mempertahankan kontinuitas pasokan dan meningkatkan kualitas bahan

baku dengan menyeimbangkan kepentingan yang berbeda pada setiap tingkatan

rantai pasok sebagai contoh petani menginginkan harga yang setinggi-tingginya

dengan kualitas yang rendah tetapi pihak lain penginginkan harga yang serendah-

rendahnya dengan kualitas yang tinggi.

Penyeimbangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu

mengetahui risiko dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap setiap tingkatan

pelaku sehingga setiap pelaku mempunyai konsep yang sama dalam

Page 115: rantaipasok

89

mengantisipasi risiko yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Faktor

risiko tersebut perlu diidentifikasi dan dianalisa guna menentukan prioritas

tindakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sehingga

mendapatkan solusi permasalahan yang efektif.

Manajemen risiko rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram

hubungan sebab akibat yang relatif kompleks antar elemen yang perlu dikelola

secara terencana dan tepat sasaran guna tercipta suatu model manajemen risiko

rantai pasok yang efektif. Diagram lingkar sebab akibat tersebut dapat

diperlihatkan pada Gambar 19.

Gambar 19 Diagram lingkar sebab akibat

Diagram input output menggambarkan masukan (input) dan keluaran

(output) dari model yang akan dikembangkan. Input sistem terbagi menjadi dua

yaitu input yang berasal dari luar sistem atau input lingkungan dan input yang

berasal dari dalam sistem. Input dari dalam sistem merupakan perubah yang

Pasokan jagung

Produktifitas Kesejahteraan

Petani

Investor

Pinjaman Bank

Cicilan Utang

Risiko Gagal panen

Lahan Baru

Pabrik pakan & pangan

tenaga kerja

Bibit unggul

permintaan

Tarap hidup

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

+

+

+

+

Produksi

+

Bibit unggul

+

+

Minat investasi

+

-

Informasi

Teknologi

-

+

+

+

+

Harga

+

+

-

Page 116: rantaipasok

90

diperlukan oleh sistem dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan keluaran

yang dikehendaki.

Input dari dalam sistem terdiri dari input terkendali dan input tidak

terkendali. Input terkendali dapat meliputi aspek manusia, bahan atau material,

energi, modal dan informasi. Input terkendali ini dapat bervariasi selama

pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja sistem atau output yang

dikehendaki. Input tidak terkendali tidak cukup penting peranannya dalam

mengubah kinerja sistem.

Input terkendali dari model yang akan dikembangkan meliputi nilai

investasi, tingkatan teknologi, sistem distribusi, sistem kemitraan, jenis produk

dan bahan baku dan jenis risiko dan faktor risiko. Pengendalian input terkendali

menjadi titik kritis keberhasilan sistem dalam mencapai output yang diinginkan

sekaligus untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki. Input ini menjadi

perhatian utama karena input terkendali merupakan input yang dapat dikelola agar

keluaran sistem sesuai dengan yang diharapkan.

Input tidak terkendali dalam sistem meliputi persaingan usaha, tingkat

suku bunga, nilai tukar rupiah, permintaan dan selera konsumen serta harga bahan

baku dan produk. Input tidak terkendali ini juga mempengaruhi sistem secara

keseluruhan.

Output dari sistem terdiri dari dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan

output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki umumnya dihasilkan

dari hasil pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada saat

dilakukan analisis kebutuhan sistem. Output yang dikehendaki dari sistem yang

dimodelkan meliputi kontinuitas pasokan bahan baku, peningkatan kualitas

produk, peningkatan produktivitas, peningkatan kesejahteraan petani, dan

menurunnya ketergantungan impor.

Output yang tidak dikehendaki merupakan hasil samping atau dampak

yang ditimbulkan secara bersama-sama dengan output yang dikehendaki. Output

tidak dikehendaki meliputi minat investasi agroindustri turun, pasokan bahan baku

tidak pasti, biaya produksi meningkat, fluktuasi harga, kridit usaha macet, dan

kualitas tidak terpenuhi. Output tidak dikehendaki ini perlu dikendalikan melalui

manajemen pengendalian terhadap input yang terkendali sehingga kinerja sistem

Page 117: rantaipasok

91

dapat berjalan seperti yang diharapkan. Diagram input output dari manajemen

risiko rantai pasok produk agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 20.

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK AGROINDUSTRI

MANAJEMEN PENGENDALIAN

INPUT LINGKUNGAN

• Globalisasi ekonomi• Kondisi sosial budaya• Peraturan pemerintah• Kondisi politikINPUT TIDAK TERKENDALI

• Persaingan usaha• Tingkat suku bunga• Nilai tukar rupiah• Harga bahan baku dan produk• Permintaan dan selera

konsumen

OUTPUT YANG DIKEHENDAKI

• Kontinuitas pasokan bahan baku• Penigkatan kualitas • Peningkatan kesejahteraan petani• Peningkatan produktifitas• Menurunnya ketergantungan impor

OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI

• Minat investasi agroindustri turun• Biaya produksi meningkat• Pasokan bahan baku tidak pasti• Fluktuasi harga• Kedit usaha macet• Kualitas tidak terpenuhi

INPUT TERKENDALI

• Nilai investasi• Tingkatan risiko dan faktornya• Sistem distribusi• Sistem kemitraan• Jenis produk dan bahan baku

Gambar 20 Diagram input output

5.4. Analisis Kebutuhan Sistem

Rantai pasok dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang mempunyai

elemen-elemen yang teratur, saling berkaitan dan mempunyai tujuan tertentu.

Rantai pasok produk/komoditas jagung mempunyai elemen pelaku yang terlibat

langsung dalam tingkatan rantai pasok yaitu petani, pengumpul, agroindustri,

distributor dan konsumen. Disamping itu terdapat juga elemen pelaku yang tidak

terlibat langsung dalam rantai pasok yaitu pemerintah, lembaga keuangan atau

bank dan pemangku kepentingan lain sebagai lingkungan dari sistem. Setiap

pelaku dalam rantai pasok tersebut mempunyai tujuan dan kepentingan masing-

masing yang kadang-kadang bersifat konflik. Untuk mengatasi dan mengelola

Page 118: rantaipasok

92

konflik kepentingan tersebut perlu adanya suatu sistem manajemen risiko,

sehingga sistem rantai pasok dapat terkendali dalam usaha mencapai tujuan.

Hasil analisis kebutuhan sistem penunjang pengambilan keputusan

manajemen risiko rantai pasok dengan pendekatan konsep sistem berorientasi

obyek dapat diperlihatkan pada Gambar 21.

Gambar 21 Diagram analisis sistem

Dari Gambar 21 terlihat bahwa user dari sistem ini terdiri dari enam

kelompok pengguna yaitu chanel master yang bertindak sebagai admin dari

sistem, dan user pengguna sistem yang dikelompokkan dalam level processor,

level collector, level processor, level distributor dan level consumer. Setiap level

pengguna mempunyai user interface dan fungsionalitas yang berbeda, tetapi dapat

menggunakan sistem dalam kontek untuk mendapatkan informasi dalam

pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok secara keseluruhan

ataupun sesuai dengan levelnya.

Berdasarkan Gambar 21 terdapat empat skenario manajemen risiko rantai

pasok yaitu skenario identifikasi faktor-faktor risiko, evaluasi risiko per tingkatan

user, penentuan risiko utama, perhitungan nilai risiko agregasi dan pemberian

Page 119: rantaipasok

93

solusi mitigasi risiko baik per tingkatan ataupun secara keseluruhan dalam

manajemen risiko rantai pasok. Setiap skenario tersebut mempunyai tujuan

tertentu. Keterkaitan antar tujuan sistem penunjang pengambilan keputusan

manajemen risiko rantai pasok ini dapat diperlihatkan pada Gambar 22.

Gambar 22 Diagram tujuan sistem

Dari Gambar 22 terlihat bahwa tujuan utama dari manajemen risiko rantai

pasok adalah untuk melakukan penyeimbangan risiko setiap tingkatan dalam

jaringan rantai pasok yaitu tingkat produser, tingkat collector, tingkat processor,

tingkat distributor, dan tingkat consumer. Untuk dapat memperoleh tujuan

tersebut dibutuhkan beberapa tujuan antara yaitu identifikasi risiko setiap

tingkatan, analisa faktor-faktor risiko dan pengukuran tingkat risiko berdasarkan

nilai kemungkinan terjadi risiko dan nilai dampak jika terjadi risiko, kemudian

dengan diperolehnya nilai risiko setiap tingkatan dapat diidentifikasi faktor risiko

utama yang perlu ditanggulangi atau dilakukan perlakuan tertentu dengan memilih

berbagai metode perlakuan yang tepat guna mengurangi dampak dan

kemungkinan dari risiko. Disamping itu analisis risiko juga perlu dilakukan

secara lokal untuk setiap tingkatan dan secara global dalam jaringan rantai pasok.

Analisa risiko secara global perlu mengindentifikasi faktor-faktor dan jenis risiko

yang mungkin terjadi dalam manajemen rantai pasok yaitu risiko arus barang,

risiko arus keuangan, risiko kemitraan dan risiko arus informasi yang

digabungkan dengan risiko agregasi dari setiap tingkatan maka akan diperoleh

risiko utama dari rantai pasok secara global. Untuk mendapatkan faktor utama

tersebut perlu dilakukan pengukuran risiko dari faktor-faktor utamanya yang

dilakukan oleh chanel master bersama-sama dengan hasil penilaian risiko dari

Page 120: rantaipasok

94

setiap tingkatan dalam jaringan rantai pasok. Setelah mendapatkan prioritas risiko

global akan dilakukan pemilihan tindakan yang tepat guna mengurangi

kemungkinan terjadinya risiko dengan berbagai kriteria dari setiap pelaku dalam

setiap tingkatan.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari sistem penunjang

pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok ini dapat digambarkan

dengan diagram peranan subsistem seperti pada terlihat Gambar 23.

Gambar 23 Diagram peranan subsistem

Dari Gambar 23 terlihat bahwa sistem ini terdiri dari empat subsistem

yang berperan yaitu subsistem input data, subsistem penilaian risiko, subsistem

evaluasi risiko dan subsistem pengambilan keputusan. Subsistem input data

digunakan untuk input data risiko baik risiko setiap tingkatan pelaku dan risiko

rantai pasok secara global. Subsistem penilaian risiko digunakan untuk untuk

mengukur tingkat risiko setiap tingkatan pelaku dengan pendekatan agregasi

risiko setiap faktor dalam tingkatan dan melakukan pengukuran risiko rantai

Page 121: rantaipasok

95

pasok secara global dengan terlebih dulu melakukan agregasi pengukuran risiko

local untuk mendapatkan risiko total rantai pasok. Subsistem evaluasi risiko

digunakan untuk mengevaluasi tingkat risiko dari hasil penilaian risiko baik untuk

setiap pelaku ataupun risiko total rantai pasok guna mendapatkan faktor utama

yang berpengaruh terhadap risiko utama yang dihadapi oleh masing-masing

pelaku sesuai dengan tingkatannya serta mendapatkan faktor utama risiko yang

mempengaruhi risiko utama rantai pasok secara global. Subsistem pengambilan

keputusan digunakan untuk memilih jenis risiko utama dan faktor utama yang

dapat terjadi pada setiap level rantai pasok serta risiko utama yang dapat terjadi

dalam jaringan rantai pasok, disamping itu juga dapat digunakan untuk memilih

metode mitigasi risiko dan tindakan yang paling tepat untuk menghadapi risiko

utama yang muncul dalam setiap tingkatan rantai pasok dan jaringan rantai pasok

untuk mendapatkan solusi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan tujuan

tertentu.

Page 122: rantaipasok

96

VI. PEMODELAN SISTEM

6.1. Konfigurasi Model

Model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko

rantai pasok produk/komoditi jagung dikembangkan dengan menggunakan

perangkat lunak komputer yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision

Support System Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan

menggunakan pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat

membantu setiap pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan

pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung.

Selain itu dengan model ini diharapkan dapat diperoleh suatu mekanisme

komunikasi antar tingkatan dalam jaringan rantai pasok baik langsung ataupun

tidak langsung dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai

pasok sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang berkesinambungan dan

dapat menyeimbangan tingkat risiko yang ditanggung antar tingkatan pelaku

terutama untuk meningkatkan kemampuan pelaku di tingkat petani dalam

menanggulangi atau meminimalkan risiko sebagai pelaku atau pihak yang cukup

lemah dalam menghadapi risiko. Sistem penunjang pengambilan keputusan ini

dikembangkan dengan menggunakan pemrograman berbasis web yaitu PHP dan

menggunakan sistem manajemen basis data MySQL. Rincian detail dari

kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras dapat dilihat pada Lampiran 13.

Sistem IDSS-SCRM merupakan suatu perangkat lunak yang dapat

digunakan oleh setiap pelaku dalam setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditi

jagung yang terbagi atas dua level pengguna yaitu administrator sistem dan

pengguna sistem. Administrator sistem merupakan pihak yang dapat melakukan

perubahan dan manipulasi data dalam sistem yang terbagi atas tingkatan pelaku

ahli (pakar) dan pelaku channel master (pemerintah). Adapun pengguna sistem

merupakan pelaku yang mempunyai keterbatasan akses terhadap data sesuai

dengan tingkatan dalam rantai pasok yaitu tingkat petani, tingkat pengumpul,

tingkat agroindustri, tingkat distributor dan tingkat konsumen. Komponen utama

dari sistem IDSS-SCRM terbagi menjadi empat komponen utama yaitu sistem

manajemen basis model, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis

Page 123: rantaipasok

97

pengetahuan dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi sistem IDSS-

SCM dapat diperlihatkan pada Gambar 24.

Data Model Pengetahuan

SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA

SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL

SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN

• Data pelaku dan tingkatan rantai pasok

• Data hasil identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan

• Data hasil evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan

• Data hasil agregasi faktor risiko dan agregasi risiko tingkatan

• Data penyeimbangan risiko rantai pasok

• Data mitigasi risiko tingkatan

• Model identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan

• Model evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan

• Model agregasi faktor risiko

• Model agregasi risiko tingkatan

• Model agregasi risiko rantai pasok

• Model penyeimbangan risiko rantai pasok

• Model mitigasi risiko tingkatan

• Representasi fuzzy nilai dampak, nilai prosibilitas dan nilai paparan risiko

• Representasi fuzzy nilai output risiko FMEA

• Inferensi fuzzy evaluasi variabel risiko

• Inferensi fuzzy agregasi faktor risiko

• Inferensi IF-Then Rule mitigasi risiko

SISTEM MANAJEMEN DIALOG

Sistem pengolah terpusat

Pengguna

Gambar 24 Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok

6.2. Sistem Manajemen Basis Model

Sistem manajemen basis model terdiri dari lima model yaitu model

identifikasi risiko, model evaluasi risiko, model agregasi risiko, model

penyeimbangan risiko dan model mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok.

Page 124: rantaipasok

98

6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok

Model identifikasi risiko rantai pasok bertujuan untuk mengidentifikasi

dan menentukan variabel-variabel dari setiap faktor risiko yang sangat

berpengaruh terhadap setiap risiko tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan

diperoleh faktor-faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok beserta dengan

variabel-variabel risikonya sehingga setiap tingkatan rantai pasok akan terfokus

pada beberapa faktor risiko terpilih tersebut dalam melakukan manajemen risiko

rantai pasok. Input model adalah struktur hierarki identifikasi risiko rantai pasok

yang meliputi tujuan menajemen risiko rantai pasok, pelaku dan tingkatan rantai

pasok, faktor risiko rantai pasok dan variabel risiko rantai pasok. Kemudian dari

struktur hierarki ini akan dinilai oleh beberapa ahli (pakar) rantai pasok sehingga

akan terpilih beberapa faktor utama (dominan) dari setiap tingkatan rantai pasok.

Hasil penilaian pakar akan dimasukan ke dalam basis data identifikasi risiko

dengan mengambil empat faktor dengan bobot tertinggi dari hasil pembobotan

pakar. Disamping itu input model ini adalah hasil penilaian tingkat posibilitas,

tingkat dampak dan tingkat paparan dari setiap variabel risiko untuk dapat di

agregasi sehingga diperoleh tingkat risiko setiap faktor.

Model ini menggunakan motode fuzzy AHP (analytical Hierarchy

Process) untuk menentukan bobot dari setiap faktor risiko dan pemilihan faktor

risiko dengan bobot tertinggi dengan input penilaian ahli. Output dari model ini

adalah diperolehnya faktor-faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam setiap

tingkatan rantai pasok, dan variabel-variabel risiko dari setiap faktor tersebut yang

kemudian akan diinputkan ke dalam basis data. Disamping itu model ini juga

akan menghasilkan bobot variabel dan bobot faktor risiko serta bobot tingkatan

rantai pasok yang akan disimpan dalam basis data bobot variabel, bobot faktor

dan bobot tingkatan rantai pasok dan akan digunakan sebagai pembobot untuk

menghitung nilai agregasi faktor risiko, nilai agregasi risiko tingkatan rantai pasok

dan nilai agregasi risiko rantai pasok secara global. Adapun tahapan proses model

identifikasi risiko rantai pasok produk/komoditi jagung dapat diperlihatkan pada

Gambar 25.

Page 125: rantaipasok

99

Mulai

Pembuatan struktur hirarki

Penilaian alternatif dan kriteria oleh pakar

Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian dengan TFN

Membuat matrik kriteria dan alternative

Menghitung bobot kriteria

Menghitung nilai eigen setiap alternative

Menghitung Consistency ratio

Menghitung skor akhir.

Selesai

Cek konsistensi

Defuzzifikasi nilai skor fuzzy dengan rata-rata geometrik

Membuat matrik gabungan penilaian pakar

Menghitung Consistency ratio

Tidak

Ya

Agregasi pendapat pakar

Pilih 4 alternatif rangking teratas dari skor akhir

Gambar 25 Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok

Page 126: rantaipasok

100

6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok

Model evaluasi risiko rantai pasok digunakan untuk mengukur tingkat

risiko setiap variabel risiko rantai pasok dengan input nilai fuzzy posibilitas,

dampak dan paparan risiko. Model menggunakan metode Fuzzy FMEA (Failure

Mode and Effect Analysis) untuk menentukan nilai variabel risiko dari setiap

faktor yang sudah terpilih dari pembobotan pakar dengan input tingkat posibilitas,

tingkat dampak dan tingkat paparannya. Tingkat penilaian tersebut menggunakan

nilai fuzzy dan direpresentasikan dengan metode TFN (Triangular Fuzzy Number)

untuk setiap fungsi keanggotaannya. Kemudian untuk menilai tingkat risiko

variabel digunakan fuzzy inference system mamdani, dengan input variabel

linguistik fuzzy posibilitas, dampak dan paparan serta outputnya adalah linguistik

fuzzy FRPN (fuzzy risk priority number).

Linguistik fuzzy posibilitas mempunyai nilai TP (Tidak Pernah) dengan

jangkauan nilai 1-2, SJ (Sangat Jarang) dengan jangkauan nilai 1-3, J (Jarang)

dengan jangkauan nilai 2-5, KK (Kadang-Kadang) dengan jangkauan nilai 4-7, S

(Sering) dengan jangkuan nilai 6-9, SS (Sangat Sering) dengan jangkuan nilai 8-

10 dan P (Pasti) dengan jangkuan nilai 9-10. Adapun representasi fungsi

keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari tingkat posibilitas dapat

diperlihatkan pada Gambar 26.

1 2 53 64 107 8 9

1Kadang2 Sering PastiSSJarangSJTP

Posibilitas

Gambar 26 Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko

Dampak dan paparan risiko direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy

PR (Tidak Pernah) dengan jangkauan nilai 1-2, SR (Sangat Rendah) dengan

jangkauan nilai 1-3, R (Rendah) dengan jangkauan nilai 2-5, S (Sedang) dengan

jangkauan nilai 3-8, T (Tinggi) dengan jangkuan nilai 6-9, ST (Sangat Tinggi)

Page 127: rantaipasok

101

dengan jangkuan nilai 8-10 dan PT (Paling Tinggi) dengan jangkuan nilai 9-10.

Adapun representasi fungsi keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari

dampak risiko dapat diperlihatkan pada Gambar 27 dan Gambar 28.

1 2 53 64 107 8 9

1Sedang Tinggi PTSTRendahSRPR

Dampak

Gambar 27 Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko

1 2 53 64 107 8 9

1Sedang Tinggi PTSTRendahSRPR

Paparan

Gambar 28 Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko

Output dari penilaian input dampak, posibilitas dan paparan akan

direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy TA (Tidak Ada risiko) dengan

jangkauan 1-50, HTA (Hampir Tidak Ada risiko) dengan jangkuan 1-100, SR

(Sangat Rendah) dengan jangkauan nilai 100-250, R (Rendah) dengan jangkauan

nilai 150-400, S (Sedang) dengan jangkuan nilai 250-550, HT (Hampir Tinggi)

dengan jangkauan nilai 400-700, T (Tinggi) dengan jangkauan nilai 550-900, ST

(Sangat Tinggi) dengan jangkauan nilai 700-100, dan PT (Paling Tinggi) dengan

jangkauan nilai 900-1000. Nilai jangkauan tersebut diperoleh dari nilai RPN

(Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian dari nilai posibilitas, nilai

Page 128: rantaipasok

102

dampak dan nilai paparan dari variabel risiko. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel

risiko (FRPN) dapat diperlihatkan pada Gambar 29.

1 100 400200 500300 900600 700 800

1S HT PTTRSRTA

Risiko

1000

HTA ST

Gambar 29 Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN)

Untuk menentukan nilai risiko (FRPN) digunakan fuzzy inference system

dengan aturan fuzzy IF-THEN. Banyaknya aturan fuzzy IF-THEN adalah 343,

karena menggunakan 3 input dan setiap inputnya mempunyai 7 nilai linguistik

fuzzy. Adapun gambaran kombinasi seluruh aturan fuzzy IF-THEN dapat

dijabarkan dengan menggunakan Tabel 12.

Tabel 12 Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok

No Posibilitas Dampak Paparan Risiko 1 TP PR PR TA 2 TP PR SR TA 3 TP PR R TA 4 TP PR S TA 5 TP PR T TA 6 TP PR ST TA 7 TP PR PT TA 8 TP SR PR TA … … … … … … … … … … … … … … … 342 P PT ST PT 343 P PT PT PT

Page 129: rantaipasok

103

Mulai

Pilih tingkatan rantai pasok

Baca faktor risiko terpilih dari basis data

Membuat model linguistik fuzzy variabel input dan output

Membuat model fuzzy inference

Hitung inferensi dengan fuzzy rule based mamdani

Selesai

Defuzzifikasi output nilai risiko

Input variabel risiko sesuai faktor

Input nilai dampak, prosibilitas dan paparan setiap variabel

Hitung nilai agregasi output

Tampil dan simpan nilai variabel risiko

Gambar 30 Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok

Nilai agregasi output dari setiap pakar dalam menilai variabel risiko

dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata geometrik. Demikian juga

proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari setiap

variabel risiko dengan menggunakan metode rata-rata geometrik.

6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok

Model agregasi risiko rantai pasok terdiri dari tiga sub-model yaitu sub-

model agregasi faktor risiko, sub-model agregasi risiko tingkatan dan sub-model

agregasi risiko total rantai pasok. Input dari model ini adalah nilai variabel risiko

Page 130: rantaipasok

104

yang merupakan output dari model evaluasi risiko rantai pasok dan nilai bobot

variabel input yang merupakan hasil output dari model identifikasi risiko rantai

pasok. Output dari model ini adalah nilai agregasi variabel risiko untuk

mendapatkan nilai setiap faktor risiko, nilai agregasi faktor risiko untuk

mendapatkan nilai risiko setiap tingkatan dan nilai agregasi risiko tingkatan untuk

mendapatkan nilai risiko total rantai pasok. Metode agregasi nilai faktor risiko

menggunakan rata-rata pembobot variabel risiko dengan rumus sebagai berikut:

i

n

ii BBwBB ∑

=

=1

(32)

i

n

ii BTwBT ∑

=

=1

(33)

i

n

ii BAwBA ∑

=

=1

(34)

Dimana nilai batas bawah (BBi), batas tengah (BTi) dan batas atas (BAi

11

=∑=

n

iiw

) dari nilai

fuzzy masing-masing variabel risiko hasil inferensi untuk mendapatkan nilai batas

bawah, batas tengah dan batas atas agregasi dari nilai faktor risiko. Adapun

jumlah bobot variabel risiko mempunyai nilai sama dengan satu seperti persamaan

di bawah.

(35)

Defuzzyfikasi merupakan suatu proses konversi output fuzzy ke output yang

bernilai tunggal (crips), proses defuzzyfikasi dilakukan dengan metode rata-rata

geometrik, dengan rumus:

cripsN = 3 ** ABBTBB (36)

Karena setiap penilaian risiko tidak hanya dilakukan oleh seorang pelaku

rantai pasok, maka perlu juga dilakukan agregasi hasil penilaian dari beberapa

hasil penilaian risiko sebelumnya, untuk mendapakan nilai tunggal hasil penilaian

akhir. Proses agregasi penilaian risiko setiap pakar/ahli yang menilai risiko

dilakukan dengan metode rata-rata geometrik dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

n nini BBBB ∏=

1 (37)

Page 131: rantaipasok

105

n nini BTBT ∏=

1 (38)

inn n

i BABT ∏=1

(39)

Secara detail sub-model agregasi faktor risiko dapat dijelaskan dengan diagram

alir model pada Gambar 31.

Mulai

Pilih tingkatan rantai pasok

Pilih faktor risiko sesuai tingkatan rantai pasok

Hitung bobot variabel risiko

Hitung agregasi output penilian pakar

Selesai

Defuzzifikasi output nilai faktor risiko

Lakukan penilaian perbandingan variabel risiko

Hitung nilai agregasi faktor

Tampil dan simpan nilai faktor risiko

Baca nilai variabel risiko dari basis data

Gambar 31 Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok

Dari Gambar 31 terlihat bahwa untuk melakukan proses agregasi faktor

risiko tingkatan rantai pasok, maka perlu terlebih dahulu dilakukan input

tingkatan rantai pasok, kemudian baru dilakukan input faktor risiko yang akan

dihitung nilainya. Setelah itu maka akan dilakukan perhitungan agregasi nilai

faktor risiko tersebut berdasarkan nilai variabel risiko yang sudah dihitung

Page 132: rantaipasok

106

sebelumnya dengan input nilai kemungkinan, dampak dan paparan dari setiap

variabel dalam model evaluasi risiko. Kemudian hasil dari perhitungan faktor

risiko ini akan ditampilkan nilai faktor risiko setiap tingkatan dalam bentuk grafik

yang telah diurutkan secara descending. Kemudian model agregasi risko setiap

tingkatan rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram alir Gambar 32.

Mulai

Pilih tingkatan SCM

Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM

Hitung agregasi output penilian pakar

Selesai

Defuzzifikasi output nilai risiko tingkatan SCM

Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP

Hitung nilai agregasi tingkatan SCM

Tampil dan simpan nilai risiko tingkatan SCM

Gambar 32 Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok

Dari Gambar 32 terlihat bahwa untuk menghitung risiko tingkatan

diperlukan input bobot faktor risiko yang dihasilkan dari model identifikasi risiko

rantai pasok, disamping itu model ini juga memerlukan input nilai setiap faktor

risiko yang dihasilkan dari hasil model agregasi variabel risiko. Untuk

menghitung nilai agregasi risiko tingkatan digunakan metode agregasi dengan

pembobot, sedangkan untuk menghitung agregasi penilaian pakar digunakan

metode rata-rata geometrik.

Proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari hasil

perhitungan nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok. Defuzzyfikasi dilakukan

Page 133: rantaipasok

107

dengan menghitung rata-rata geometrik dari nilai batas bawah, batas tengah dan

batas atas dari nilai lingusitik fuzzy TFN (Triangular Fuzzy Number).

Untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok total dilakukan perhitungan

agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok dari hasil perhitungan model

sebelumnya. Proses agregasi dilakukan dengan metode rata-rata pembobot

dengan menggunakan bobot setiap tingkatan rantai pasok yang diperoleh dengan

menggunakan metode fuzzy AHP dalam model identifikasi risiko.

Dengan konsep yang sama seperti dalam model agregasi sebelumnya

model ini juga melakukan proses defuzzyfikasi dengan metode rata-rata geometric

untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok tunggal (crips). Adapun langkah-

langkap proses perhiutngan agregasi risiko rantai pasok total dapat diperihatkan

pada Gambar 33.

Mulai

Baca data nilai risiko tingkatan SCM dari basis data

Hitung agregasi output penilaian pakar

Selesai

Defuzzifikasi output nilai risiko global

Baca data bobot tingkatan SCM dari hasil penilaian fuzzy AHP

Hitung nilai agregasi risiko global

Tampil dan simpan nilai risiko global

Gambar 33 Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok

6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok

Model penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk menentukan

harga jagung di tingkat petani dengan memperhatikan risiko setiap tingkatan.

Model ini terdiri dari tiga sub model yaitu model perkiraan harga, model

Page 134: rantaipasok

108

stakeholder dialog dan model interpolasi non linier. Model perkiraan harga

jagung di tingkat petani berdasarkan data input harga jagung dalam dua tahun

terakhir. Sub model ini menggunakan metode time series dalam memperkirakan

harga jagung. Hasil dari model ini digunakan sebagai input model regresi non

linier dalam model stakeholder dialog. Model stakeholder dialog merupakan

model yang digunakan untuk melakukan kesepakatan harga jagung di tingkat

petani dengan input nilai faktor risiko di setiap tingkatan rantai pasok berdasarkan

skenario perubahan harga. Oleh karena itu input dari sub model ini adalah faktor

risiko di setiap tingkatan rantai pasok, harga jagung yang diinginkan disetiap

tingkatan rantai pasok dan nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok. Output

sub model ini adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil

kesepakatan dengan menggunakan interpolasi terhadap fungsi conjoint dari fungsi

regresi non linier di tingkat petani dengan fungsi regresi non linier pada tingkat

yang lain dalam rantai pasok. Adapun model interpolasi non linier digunakan

untuk mencari nilai kesepakatan harga dengan menggunakan fungsi conjoint

dengan input harga jagung paling rendah yang diinginkan tingkatan rantai pasok

dan harga paling tinggi yang diinputkan suatu tingkatan rantai pasok. Model

penyeimbangan risiko untuk mendapatkan kesepakatan harga ini menggunakan

asumsi bahwa risiko di tingkat petani cenderung meningkat jika terjadi penurunan

harga dan cenderung menurun jika terjadi kenaikan harga. Sebaliknya terjadi

pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok seperti agroindustri, dan pengumpul

akan mempunyai risiko yang cenderung turun jika harga bahan baku turun dan

risiko yang cenderung naik jika harga bahan baku naik.

Metode yang digunakan dalam model penyeimbangan risiko adalah

stakeholder dialog antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam manajemen

risiko rantai pasok guna mendapatkan nilai konsensus dalam penyeimbangan

risiko karena adanya konflik kepentingan yang berbeda dalam penentuan harga di

tingkat petani. Konsensus dilakukan dengan melakukan pengukuran risiko dari

masing-masing tingkatan rantai pasok dengan skenario perubahan harga jagung di

tingkat petani. Hasil dari proses ini akan diperoleh model matematik yang dapat

dimodelkan dengan pendekatan regresi non linier fungsi risiko setiap tingkatan

rantai pasok dengan variabel independent harga di tingkat petani. Bentuk model

Page 135: rantaipasok

109

matematik regresi non linier tersebut dapat dituliskan dengan rumus sebagai

berikut:

e xp xU )()( βα −= (40)

Setelah diperoleh model matematik dari masing-masing tingkatan rantai

pasok kemudian dibuat fungsi conjoint antara pihak petani dengan beberapa pihak

yang terlibat dalam jaringan rantai pasok. Fungsi conjoint tersebut merupakan

fungsi optimasi yang akan dicari nilai penyelesaiannya dengan menggunakan

interpolasi non linier. Adapun bentuk fungsi conjoint tersebut dapat dirumuskan

dengan bentuk sebagai berikut:

)()()(1

xUwxUxH i

n

iip ∑

=

−= (41)

Dimana Up(x) adalah fungsi regresi non linier risiko petani dan Ui(x)

adalah fungsi regresi non linier dari tingkatan lain dalam jaringan rantai pasok,

sedangkan wi

11

=∑=

n

iiw

adalah pembobot dari tingkatan dalam jaringan rantai pasok yang

nilainya diperoleh dari hasil output dari model analisis risiko tingkatan rantai

pasok dengan pembatas jumlah nilainya sama dengan satu.

(42)

Proses interpolasi dilakukan dalam jangkauan (range) harga tertinggi dan

harga terendah yang diinginkan setiap pihak yang dalam proses stakeholder dialog

sehingga diperoleh harga kesepakatan yang sudah mengakomodasi setiap kriteria

risiko dari masing-masing tingkatan rantai pasok. Untuk mendapatkan nilai harga

kesepakatan yang sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di lapangan maka

diperlukan harga acuan dalam melakukan skenario prubahan harga dalam

pengukuran risiko. Dalam model ini harga acuan diperoleh dari hasil perkiraan

harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun terakhir. Proses perkiraan harga

dilakukan dengan metode Seasonal Hold-winter’s. Alur model penyeimbangan

risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Gambar 34.

Page 136: rantaipasok

110

Mulai

Input tingkatan SCM

Baca data bobot dan faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data

Hitung nilai peramalan harga jagung

Hitung penurunan dan kenaikan harga sesuai jumlah skenario

Selesai

Input Lengkap?

Hitung koefisien fungsi exponential A0 dan A1 tingkatan SCM

Tidak

Ya

Tampil harga jagung hasil kesepakatan

Input fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga

Input dampak, prosibilitas dan paparan faktor risiko sesuai skenario

Input harga yang diharapkan tingkatan

Proses kesepakatan stakeholder dialog dengan iterasi fungsi non linier

Tingkatan Lengkap?

Ya

Tidak

Gambar 34 Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok

Dari Gambar 34 terlihat bahwa input model ini adalah tingkatan rantai

pasok beserta dengan faktor risiko dalam tingkatan tersebut, nilai harga hasil

Page 137: rantaipasok

111

peramalan dengan metode time series, skenario perubahan harga dari nilai harga

peramalan, nilai faktor risiko sesuai dengan skenario perubahan harga dan harga

jagung yang inginkan oleh setiap tingkatan rantai pasok. Untuk setiap tingkatan

rantai pasok dilakuan pemodelan matematik dengan variabel dependent tingkat

risiko dan variabel independen harga jagung. Kemudian model tersebut dilakukan

conjoint dengan menggunakan bobot setiap tingkatan dan jangkauan harga

terendah dan harga tertinggi untuk mendapatkan nilai kesepakatan. Nilai

kesepakatan diperoleh dengan interpolasi dalam range harga input sehingga

mendapatkan harga kesepakatan yang menghasilkan nilai mendekati nilai nol

untuk fungsi conjoint yang dibentuk. Hasil nilai kesepakatan harga di tingkat

petani ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan harga di masing-

masing tingkatan dengan menggunakan asumsi margin tertentu.

6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok

Model mitigassi risiko tingkatan rantai pasok digunakan untuk melakukan

mitigasi atau pengurangan terjadinya risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai

dengan tingkat risiko yang diperoleh dari hasil evaluasi risiko dalam model

evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan diperoleh

beberapa alternatif solusi penanganan risiko pada suatu tingkatan rantai pasok jika

telah diketahui tingkat risiko dari tingkatan tersebut. Output dari model ini adalah

alternatif solusi yang disarakan oleh sistem berkaitan dengan munculnya risiko

dari suatu ringkatan rantai pasok. Input dari model adalah tingkatan rantai pasok

dan nilai risiko setiap tingkatan yang diperoleh dari model evaluasi risiko rantai

pasok. Untuk melakukan pencarian dan pemilihan alternatif solusi mitigasi risiko

dilakukan dengan menggunakan inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan

metode inferensi fuzzy sugeno. Diagram alir dari model mitigasi risiko rantai

pasok dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 35.

Page 138: rantaipasok

112

Mulai

Pilih tingkatan SCM

Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data

Temukan solusi mitigasi tingkatan SCM yang tepat dengan rule based

Selesai

Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP

Hitung nilai agregasi tingkatan SCM

Tampil nilai risiko tingkatan SCM

Tampilkan rekomendasi solusi mitigasi risiko

Gambar 35 Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok

6.3. Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data digunakan untuk menginputkan,

menampilkan dan mengupdate data yang digunakan dalam model sistem. Sistem

basis data terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem basis data identifikasi

faktor risiko, subsistem basis data evaluasi risiko, subsistem basis data mitigasi

risiko, subsistem basis data harga jagung ditiap tingkatan dan subsistem basis data

penyeimbangan risiko rantai pasok.

6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok

Basis data identifikasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan,

menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dan digunakan

dalam model identifikasi risiko rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan

model ini adalah data faktor dan variabel risiko tiap tingkatan, data bobot variabel

dan faktor risiko tiap tingkatan serta bobot tingkatan rantai pasok yang diperoleh

Page 139: rantaipasok

113

dari analisis faktor risiko dengan menggunakan metode fuzzy Analytical

Hierarchy Process (fuzzy AHP). Data-data ini kemudian digunakan sebagai data

input dalam model evaluasi risiko tiap tingkatan rantai pasok.

6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok

Basis data evaluasi risiko digunakan untuk menginputkan, menyimpan,

menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model evaluasi risiko

rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan model ini adalah data penilaian

risiko variabel oleh pakar pada nilai posibilitas, nilai dampak dan nilai paparan

setiap variabel risiko rantai pasok. Kemudian hasil penilaian ini diagregasi untuk

mendapatkan nilai tunggal dari setiap variabel risiko, hasil dari data variabel

risiko kemudian diagregasi lagi untuk mendapatkan data faktor risiko dan risiko

tingkatan rantai pasok yang diperoleh dari hasil perhitungan agregasi faktor risiko.

Kemudian hasil evaluasi risiko tingkatan rantai pasok diagregasi untuk

mendapatkan risiko rantai pasok total. Dalam basis data ini digunakan data-data

dari penilaian pakar yang direpresentaikan dalam nilai fuzzy TFN, oleh karena itu

dalam basis data ini juga menyimpan nilai risiko yang direpresentaikan dengan

fuzzy TFN yang mempunyai nilai bawah, nilai tengah dan nilai atas.

6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok

Basis data penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk

menyimpan, menampilkan, menginputkan dan mengupdate data-data yang

berkaitan dengan model penyeimbangan risiko rantai pasok. Data-data yang

berkaitan dengan model ini adalah data faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok,

data penilaian faktor risiko yang berkaitan dengan perubahan harga jagung di

tingkat petani, data hasil perhitungan model stakeholder dialog dalam proses

penyeimbangan risiko rantai pasok. Disamping itu data yang berkaitan dengan

subsistem ini adalah data harga yang diinginkan dari setiap tingkatan rantai pasok

dalam melakukan stakeholder dialog penyeimbangan risiko.

Page 140: rantaipasok

114

6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok

Basis data harga jagung di tingkat petani merupakan basis data yang

digunakan untuk menyimpan harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun

terakhir. Basis data ini akan digunakan dalam menentukan kesepakatan harga

dalam model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan menggunakan metode

stakeholder dialog. Data ini merupakan data nyata yang diperoleh di lapangan

untuk dapat mensimulasikan dan menentukan harga jagung yang sesuai dengan

kondisi nyata. Basis data ini terutama digunakan untuk memprediksi harga

jagung di tingkat petani dengan menggunakan metode season hold winter’s.

6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok

Basis data mitigasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan,

menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model

mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan

model ini adalah data risiko setiap tingkatan dan data metode dan alternatif

strategi mitigasi yang sesuasi dengan tingkat risiko dari setiap tingkatan rantai

pasok. Untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok akan

menggunakan model inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan menggunakan

aturan inferensi fuzzy sugeno yang terdapat dalam model basis pengetahuan.

6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan

Sistem manajemen basis pengetahuan digunakan untuk mendapatkan

solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi sesuai dengan pendapat

beberapa pakar (ahli) yang direpresentasikan dalam basis pengetahuan. Beberapa

representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah representasi

penilaian pakar terhadap posibilitas, dampak dan paparan risiko rantai pasok yang

digambarkan dengan fungsi keanggotaan fuzzy segitiga. Selain itu setiap nilai

variabel input dan output dari sistem evaluasi risiko juga direpresentasikan dengan

menggunakan basis pengetahuan pakar berdasarkan pendekatan logika fuzzy.

Logika fuzzy juga digunakan untuk melakukan inferensi atau pengambilan solusi

dalam melakukan evaluasi risiko dan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok

dengan menggunakan aturan fuzzy IF-THEN.

Page 141: rantaipasok

115

6.5. Sistem Manajemen Dialog

Sistem manajemen dialog adalah sistem yang dirancang untuk mengatur

interaksi antara penguna (user) dengan model sistem komputer (aplikasi

komputer). Interaksi antara sistem dan pengguna tersebut dapat dilakukan dengan

input data, pemilihan variabel input atau pemilihan skenario input sehingga

mendapatkan output sistem yang diinginkan pengguna.

Untuk memudahkan pengoperasian sistem, digunakan sistem menu

sebagai pilihan yang dapat dipilih oleh pengguna dalam mengoperasikan sistem

aplikasi model pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok

komoditi/produk jagung. Selain itu sistem ini dapat digunakan oleh banyak

pengguna dengan tampilan yang berbeda berdasarkan tingkatan pengguna sistem.

Tingkatan pengguna dalam aplikasi ini dibagi menjadi dua yaitu pengguna biasa

dan pengguna admin. Pengguna biasa terbagi menjadi lima kategori yaitu

pengguna pada tingkat petani, pengguna pada tingkat pengepul, pengguna pada

tingkat agroindustri, pengguna pada tingkat distributor dan pengguna pada tingkat

konsumen, sedangkan pengguna admin terbagi dua kategori yaitu pengguna

admin channel master dan pengguna admin ahli. Pengguna biasa dapat

melakukan operasi sistem manajemen risiko sesuai dengan tingkatan pengguna,

artinya data pada tingkatan yang satu tidak dapat diakses oleh pengguna pada

tingkatan yang lain, sedangkan pengguna admin dapat melakukan update seluruh

data pada setiap tingkatan rantai pasok, karena pengguna admin merupakan

pengguna yang mempunyai hak untuk menjaga dan memelihara fungsionalitas

data dan sistem.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan sistem manajemen

risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah: kondisi cuaca atau iklim

terjadi secara normal dan setiap pelaku rantai pasok sadar akan pentingnya

manajemen risiko rantai pasok untuk dapat mengendalikan kemungkinan risiko

yang tidak diinginkan. Rantai pasok jagung yang digunakan dalam model ini

adalah rantai pasok yang berorintasi pemenuhan kebutuhan jagung untuk pakan

ternak sehingga perlu adanya kebutuhan nilai kualitas jagung yang harus dipenuhi

ssesuai dengan kriteria untuk bahan baku industri pakan ternak unggas.

Page 142: rantaipasok

116

VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok

Berdasarkan hasil studi literatur (Hallikas et al. 2004; Agiwal & Mohtadi

2008) dan brainstorming serta interview mendalam dengan beberapa pakar

(akademisi: seorang profesor manajemen rantai pasok, peneliti: Balai Pasca Panen

Bogor, praktisi: kepala devisi pengadaan bahan baku industri pakan PT. Charoen

Pokphand Indonesia) maka diperoleh struktur hierarki dari fuzzy AHP identifikasi

risiko rantai pasok komoditas jagung. Struktur hierarki yang diperoleh terdiri atas

empat level yaitu:

1. Level1. Fokus/Goal: Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok

komoditas jagung.

2. Level2: Tujuan manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yang

menjadi perhatian dalam kajian ini adalah: Untuk meningkatkan kualitas

pasokan (T1), Untuk menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (T2), Untuk

meningkatkan kesejahteraan petani (T3)

3. Level3. Aktor yang merupakan tingkatan rantai pasok komoditas jagung

sesuai dengan Vorst (2006) yang terdiri dari: Tingkat Petani (A1), Tingkat

Pengepul (A2), Tingkat Agroindustri (A3), Tingkat Distributor (A4), Tingkat

Konsumen (A5).

4. Level4. Alternatif faktor risiko yang teridentifikasi dari hasil interview

mendalam dengan pakar dan hasil studi literatur adalah:

a) Risiko lingkungan, yang diakibatkan oleh bencana alam, hama dan

penyakit, kebijakan pemerintah, keamanan, kondisi sosial budaya dan

politik, serta produk pesaing.

b) Risiko teknologi, yang bersumber dari rendahnya penguasaan teknologi,

perkembangan teknologi baru, penggunaan teknologi dan ketersediaan

teknologi.

c) Risiko harga, yang diakibatkan oleh adanya inflasi, nilai tukar dan bunga

bank, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga dan pasokan.

d) Risiko pasokan yang bersumber dari keberagaman mutu pasokan, loyalitas

pemasok, ketidakpastian pasokan dan ketersediaan pasokan.

Page 143: rantaipasok

117

e) Risiko transportasi yang diakibatkan oleh pemilihan moda transportasi,

ketidakpastian waktu transportasi, keamanan di jalan, dan kerusakan jalan

mengurangi mutu produk.

f) Risiko pasar yang bersumber dari struktur pasar, fluktuasi harga, penolakan

konsumen dan standarisasi mutu di pasar.

g) Risiko produksi yang diakibatkan oleh kapasitas produksi, proses produksi,

penggunaan teknologi produksi dan mutu bahan baku.

h) Risiko informasi yang bersumber dari penggunaan metode peramalan,

ketersediaan informasi, distorsi informasi dan metode transfer informasi.

i) Risiko kualitas yang diakibatkan oleh musim dan cuaca, metode

penyimpanan, variasi mutu pasokan, dan mutu pasokan bahan baku.

j) Risiko penyimpanan yang diakibatkan oleh ketidakpastian pasokan,

ketidakpastian permintaan, penyusutan dan penurunan mutu serta lokasi

geografis.

k) Risiko kemitraan yang bersumber dari pemilihan mitra, putusnya jaringan

komunikasi, putusnya jaringan transportasi dan komitmen mitra.

Struktur tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 36.

Gambar 36 Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok

Goal

Tujuan

Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok

Peningkatan Kualitas pasokan Peningkatan kesejahteraan petani Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil

Alternatif

Aktor Tingkat Petani Tingkat Pengepul Tingkat Agroindustri Tingkat Distributor Tingkat Konsumen

Risiko Kualitas

Risiko Penyimpanan

Risiko kemitraan

Risiko lingkungan

Risiko Teknologi

Risiko Harga

Risiko Pasokan

Risiko transportasi

Risiko Pasar

Risiko produksi

Risiko Informasi

Page 144: rantaipasok

118

Dari struktur pada Gambar 36 kemudian dilakukan perbandingan tingkat

kepentingan dengan melibatkan beberapa pakar dalam bidang rantai pasok dan

pasca panen komoditas jagung sebagaimana disebutkan di atas. Hasil penilaian

pakar kemudian dilakukan agregasi untuk mendapatkan suatu nilai tunggal

evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung. Hasil evaluasi risiko rantai pasok

dengan menggunakan fuzzy AHP dapat dijelaskan dengan menggunakan Tabel 13,

sedangkan hasil rinci dari pembobotan risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat

diperlihatkan pada Lampiran 11. Kemudian hasil pembobotan struktur hierarki

analisa risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Lampiran 9.

Tabel 13 Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP

Aktor kualitas pasokan

kontinuitas pasokan

kesejahteraan petani

bobot tingkatan

Tingkat petani 0,571 0,563 0,476 0,538 Tingkat pengepul 0,145 0,140 0,187 0,157 Tingkat Agroindustri 0,145 0,136 0,103 0,129 Tingkat distributor 0,090 0,096 0,110 0,098 Tingkat konsumen 0,049 0,065 0,124 0,078

bobot 0,406 0,265 0,328

Dari Tabel 13 terlihat bahwa tujuan peningkatan kualitas pasokan

mempunyai bobot tertinggi disusul dengan tujuan peningkatan kesejahteraan

petani dan tujuan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku komoditas jagung

berturut turut dengan bobot nilai 0,406; 0,328 dan 0,265. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pasokan pada agroindustri,

karena dengan peningkatan kualitas tersebut dapat mengurangi terjadinya

kerusakan produk dalam tahap penyimpanan dan peningkatan harga sehingga

dapat meningkatkan pendapatan petani. Kemudian dengan peningkatan

pendapatan petani akan diperoleh tujuan selanjutnya yaitu peningkatan

kesejahteraan petani. Dalam rantai pasok yang dapat meningkatkan kesejahteraan

petani akan mendorong lebih banyak petani bertanam jagung sehingga akan

meningkatkan pasokan dan akan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Dari

Tabel 13 juga diperoleh nilai bobot risiko setiap tingkatan dalam rantai pasok

komoditas jagung, sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 37.

Page 145: rantaipasok

119

Gambar 37 Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung

Dari Gambar 37 terlihat bahwa risiko di tingkat petani mempunyai bobot

nilai yang tertinggi dibandingkan dengan risiko di tingkat lain dalam jaringan

rantai pasok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam rantai pasok komoditas

jagung petani mempunyai kecenderungan menanggung risiko yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok komoditas

jagung sesuai dengan hasil penelitian Sarasutha et al. (2007). Oleh karena itu

perlu dikaji lebih mendalam risiko apa saja yang harus dihadapi oleh petani

sebagai penanggung risiko tertinggi sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat

guna mengantisipasi risiko tersebut baik secara individu maupun secara bersama

dalam jaringan rantai pasok.

7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani Analisis risiko pada tingkat petani dilakukan untuk dapat mengetahui

faktor dan variabel risiko yang perlu ditangani oleh petani dalam manajemen

rantai pasok guna meningkatkan kualitas produk jagung. Hasil pembobotan

faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh bahwa bobot faktor risiko

tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko

lingkungan, risiko pasokan dan risiko pasar. Distribusi hasil pembobotan faktor

risiko pada tingkat petani tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 38. Dari hasil

0.538

0.1570.129

0.098 0.078

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

Tingkat petani

Tingkat pengepul

Tingkat Agroindustri

Tingkat distributor

Tingkat konsumen

Bobo

t Ris

iko

Risiko Tingkatan

Page 146: rantaipasok

120

tersebut terlihat bahwa empat faktor dominan risiko yang harus dihadapi oleh

petani jagung adalah risiko kualitas, risiko harga, risiko lingkungan dan risiko

pasokan.

Gambar 38 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani

Untuk mengetahui lebih dalam sumber atau variabel risiko dari setiap

risiko dominan tersebut maka perlu dilakukan kajian mendalam terhadap tingkat

kejadian dan dampak dari setiap variabel risikonya. Risiko kualitas pada tingkat

petani dipengaruhi oleh musim dan cuaca, proses pasca panen, penggunaan bibit,

dan proses budidaya tanaman. Risiko harga di tingkat petani dipengaruhi oleh

rendahnya mutu, terjadinya gagal panen, fluktuasi harga dan distorsi informasi

harga. Risiko lingkungan di tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa variabel

yaitu bencana alam, hama dan penyakit, kebijakan pemerintah, dan keamanan/

pencurian. Risiko pasokan di tingkat petani bersumber dari kelangkaan pupuk,

ketersediaan lahan, ketersediaan bibit unggul dan pemilihan jadwal tanam. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Kasryno et al. (2008) bahwa risiko yang sering

dihadapi petani/gapoktan jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih

menggunakan varietas lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah,

penanganan pasca panen yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan

jadwal tanam yang tidak tepat sehingga pada waktu panen raya harga jagung

merosot tajam serta terjadinya gagal panen karena lahan puso. Hasil evaluasi

variabel risiko terhadap faktor risiko dominan pada tingkat petani dapat dilihat

0.139

0.028

0.1560.137

0.045

0.0840.058

0.034

0.230

0.0560.033

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

Bobo

t Ris

iko

Tingkat petani

Page 147: rantaipasok

121

pada Tabel 14. Hasil rinci dari pengukuran risiko setiap variabel pada tingkat

petani dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 14 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani

No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam Sedang Hama dan penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Keamanan/pencurian Sedang

2 Risiko Harga

Distorsi informasi harga Tinggi Rendahnya kualitas Tinggi Gagal panen Sedang Fluktuasi harga Tinggi

3 Risiko Pasokan

Ketersediaan bibit unggul Sedang Kelangkaan pupuk Rendah Jadwal tanam Sedang Ketersediaan lahan Sedang

4 Risiko Kualitas

Musim dan cuaca Sedang Pasca panen Tinggi Proses budidaya Rendah Penggunaan bibit unggul Rendah

Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa risiko di tingkat petani yang

mempunyai tingkat risiko tinggi dan perlu tindakan pengendalian adalah risiko

rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi harga dan risiko fluktuasi harga.

Risiko rendahnya kualitas disebabkan oleh metode pasca panen, penggunaan bibit

unggul, metode budidaya dan risiko musim dan cuaca saat dilakukan pasca panen

sehingga proses pengeringan tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Oleh

karena itu perlu adanya tindakan untuk mengatasi risiko rendahnya mutu jagung

dengan penggunaan metode pasca panen yang tepat dan pemilihan jadwal tanam.

Risiko harga di tingkat petani disebabkan adanya distorsi informasi harga dan

fluktuasi harga yang tinggi, sehingga petani tidak mempunyai kepastian hasil dari

proses bisnisnya. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme yang dapat

memberikan informasi pada setiap tingkatan rantai pasok secara seimbang

sehingga tidak terjadi distorsi informasi, selain itu juga perlu adanya suatu

mekanisme yang dapat memberikan kepastian pada tingkat petani dalam

melakukan proses bisnisnya dengan adanya kepastian harga di tingkat petani

sehingga petani dapat bertindak dengan perencanaan yang pasti. Risiko pasokan

pada tingkat petani disebabkan oleh proses penjadwalan tanam yang cenderung

Page 148: rantaipasok

122

berdasarkan musim, sehingga akan minimbulkan pasokan yang tinggi pada saat

musim panen raya dan akan terjadi kekurangan pasokan pada saat yang lain,

disamping itu juga akibat dari kompetisi penggunaan lahan terhadap komoditas

lain yang menimbulkan kurangnya ketersediaan lahan. Oleh karena itu perlu

adanya suatu mekanisme penggiliran tanam jagung pada suatu wilayah tertentu

untuk dapat memberikan kepastian jumlah pasokan jagung sepanjang waktu.

Risiko lingkungan pada tingkat petani disebabkan oleh bencana alam, hama &

penyakit yang mempunyai tingkat risiko sedang, disamping juga risiko

keamanan/pencurian. Hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat petani

pada faktor risiko kualitas dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani

7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul

Berdasarkan hasil identifikasi risiko pada tingkat pedagang pengumpul

dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh empat faktor risiko dominan yang

dihadapi oleh pedagang pengumpul dalam rantai pasok komoditas jagung yaitu

risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko pasar. Bobot risiko tertinggi

adalah risiko harga (0,215) kemudian diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas

dan risiko pasar dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,186; 0,163 dan

0,095, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 40.

Page 149: rantaipasok

123

Gambar 40 Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul

Risiko harga disebabkan oleh distorsi informasi harga, musim panen raya,

fluktuasi harga dan nilai tukar. Risiko pasokan disebabkan oleh keberagaman

pasokan, loyalitas pemasok, jumlah pasokan dan keberadaan pemasok. Kemudian

risiko kualitas disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan, penyimpanan, musim &

cuaca dan variasi mutu pasokan. Kemudian risiko pasar bersumber dari struktur

pasar, bunga bank, penolakan konsumen dan adanya sertifikasi mutu. Adapun

nilai lengkap dari hasil evaluasi variabel risiko dari faktor risiko dominan pada

tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul

No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Harga

Nilai tukar Sangat Rendah Panen raya Rendah Distorsi informasi harga Rendah Fluktuasi harga Sedang

2 Risiko Pasokan

Keberagamanan pasokan Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Jumlah pasokan Rendah

3 Risiko Pasar

Struktur pasar Rendah Risiko sertifikasi mutu Rendah Bunga bank Sangat Rendah Penolakan konsumen Sedang

4 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Sedang Penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah

0.0630.031

0.2150.186

0.0700.095

0.0520.031

0.163

0.0640.029

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

Bobo

t Ris

iko

Tingkat pengepul

Page 150: rantaipasok

124

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa pada tingkat pengepul beberapa

risiko yang perlu dilakukan pengendalian adalah risiko rendahnya kualitas

pasokan, risiko fluktuasi harga dan risiko penolakan konsumen dan risiko variasi

mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko sedang. Adanya risiko kualitas karena

keberagaman mutu psokan dan rendahnya mutu pasokan menyebabkan

pengumpul harus melakukan pengeringan tambahan sebagaimana hasil penelitian

dari Miskiyah dan Widaningrum (2008). Disamping itu penolakan konsumen

sering dialami oleh pedagang pengumpul karena kualitas yang tidak sesuai standar

karena adanya variasi mutu pasokan dan keberagamanan pasokan. Hasil rinci dari

pengukuran variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada

Lampiran 5. Adapun hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat pengepul

pada faktor harga dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul

7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri

Hasil analisis risiko pada tingkat agroindustri dengan menggunakan

metode fuzzy AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko dominan yang harus

dihadapi tingkat agroindustri dalam rantai pasok komoditas jagung adalah risiko

kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko kualitas

mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,182, diikuti oleh faktor risiko pasokan,

Page 151: rantaipasok

125

harga dan lingkungan yang mempunyai bobot masing-masing sebesar 0,141;

0,107 dan 0,106 sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 42.

Gambar 42 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri

Risiko kualitas (mutu) pada tingkat agroindustri disebabkan oleh

rendahnya mutu pasokan, musim & cuaca, keberagaman mutu pasokan bahan

baku dan terjadinya penyusutan dalam penyimpanan bahan baku. Risiko pasokan

bersumber dari ketidakpastian pasokan, loyalitas pemasok, pemilihan pemasok

dan keberadaan pemasok. Risiko harga disebabkan oleh adanya perubahan nilai

tukar, distorsi informasi harga, musim panen raya dan adanya fluktuasi harga

bahan baku. Risiko lingkungan disebabkan oleh bencana alam, hama dan

penyakit, kebijakan pemerintah dan adanya produk pesaing. Hasil detail dari

pengukuran variabel risiko di tingkat agroindustri untuk setiap faktor risiko dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Hasil verifikasi dan validasi model identifikasi risiko, diperoleh beberapa

variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu tindakan pengendalian

sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tindakan pengendalian perlu dilakukan

terhadap variabel risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai

tingkat risiko tinggi. Variabel risiko ini dapat menimbulkan penurunan kualitas

dan risiko penyimpanan yang berpengaruh terhadap mutu produk dan kinerja

produksi. Disamping itu variabel risiko lain yang dapat menurunkan kualitas

adalah adanya keberagaman mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko

0.106

0.069

0.107

0.141

0.033

0.0760.097

0.06

0.182

0.101

0.027

00.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

0.2Bo

bot R

isik

oTingkat agroindustri

Page 152: rantaipasok

126

sedang. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian untuk mengurangi adanya

risiko kualitas ini dengan melakukan kerjasama dengan pemasok terpilih melalui

kontrak pengadaan bahan baku sesuai kualitas dan kuantitas tertentu. Akan tetapi

dalam melakukan kerjasama tersebut perlu melihat risiko lain yang diakibatkan

oleh pemasok atau pasokan yaitu ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok

yang mempunyai tingkat risiko sedang. Oleh karena itu perlu tindakan

pengendalian risiko terhadap ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok

tersebut dengan cara memilih pemasok yang mempunyai komitmen baik dan

memberikan informasi kepastian harga dan permintaan jagung bagi petani untuk

dapat menggairahkan petani dalam menanam jagung sehingga dapat

meningkatkan kepastian pasokan. Adapun beberapa variabel risiko lain yang

mempunyai tingkat risiko sedang adalah adanya produk pesaing, distorsi

informasi harga bahan baku dan fluktuasi harga bahan baku jagung. Fluktuasi

harga terjadi karena ketersediaan bahan baku jagung saat ini cenderung bersifat

musiman, sedangkan kebutuhan jagung pada industri pakan ternak bersifat

kontinyu sepanjang tahun sehingga akan menimbulkan kelebihan pasokan pada

saat panen raya dan kelangkaan pasokan pada saat yang lain.

Tabel 16 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam Rendah Hama dan penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Produk pesaing Sedang

2 Risiko Harga

Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Nilai tukar Rendah Fluktuasi harga Sedang

3 Risiko Pasokan

Pemilihan pemasok Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Sedang Ketidakpastian pasokan Sedang

4 Risiko Kualitas

Keberagaman mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Tinggi Metode penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah

Hasil verifikasi indentifikasi risiko tingkat agroindustri dalam model

sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok dapat

Page 153: rantaipasok

127

mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko setiap variabel dari faktor risiko

dominan yang telah teridentifikasi dengan menggunakan metode fuzzy AHP.

Adapun tampilan sistem dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko kualitas

di tingkat agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 43.

Gambar 43 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri

7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor

Empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi dari hasil identifikasi

risiko dengan menggunakan fuzzy AHP pada tingkat distributor dalam rantai

pasok komoditas jagung adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan

risiko penyimpanan. Faktor risiko harga di tingkat distributor mempunyai bobot

yang paling tinggi yaitu sebesar 0,195, kemudian diikuti oleh faktor risiko

pasokan dengan bobot sebesar 0,168, sedangkan faktor risiko kualitas dan faktor

risiko penyimpanan mempunyai bobot yang hampir sama yaitu berturut-turut

sebesar 0,122 dan 0,120. Penjelasan detail dari perbandingan faktor risiko tingkat

distributor hasil analisis dapat diperlihatkan pada Gambar 44.

Page 154: rantaipasok

128

Gambar 44 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor

Berdasarkan Gambar 44 terlihat bahwa risiko dominan di tingkat

distributor adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko

penyimpanan. Risiko harga yang disebabkan oleh adanya fluktuasi harga, distorsi

informasi harga, risiko musim panen raya dan nilai tukar rupiah. Risiko pasokan

disebabkan oleh jumlah pemasok, distorsi informasi pasokan, keberadaan

pemasok dan komitmen mitra pemasok. Risiko kualitas disebabkan oleh

peyimpanan, musim & cuaca, rendahnya mutu pasokan dan keberagaman mutu

pasokan, sedangkan risiko penyimpanan adalah adanya penyusutan, metode

penyimpanan atau penggudangan, kapasitas transportasi dan kuantitas pasokan.

Hasil rinci dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko di tingkat

distributor dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil analisis variabel risiko terhadap faktor risiko dominan tersebut

diperoleh beberapa risiko yang perlu dilakukan tindakan pengendalian di tingkat

pengecer atau distributor yaitu risiko harga yang diakibatkan oleh risiko fluktuasi

harga dan risiko pasokan yang diakibatkan oleh risiko distorsi informasi pasokan

dan risiko kualitas yang diakibatkan oleh penyimpanan. Hasil rinci dari analisis

variabel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat distributor dapat dilihat pada

Tabel 17. Tindakan pengendalian risiko yang dapat dilakukan di tingkat

distributor adalah melakukan kerjasama penjualan produk dengan beberapa

pengecer untuk mengurangi penyimpanan dilakukan pada satu tempat sehingga

0.041 0.035

0.1950.168

0.074

0.112

0.0580.040

0.122 0.120

0.035

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250Bo

bot R

isik

o

Tingkat distributor

Page 155: rantaipasok

129

kualitas dapat terjaga dan memudahkan akses informasi pasar. Hasil verifikasi

sistem pengambilan keputusan dalam analisis risiko di tingkat distributor terhadap

faktor risiko harga dapat dilihat pada Gambar 45.

Tabel 17 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor

No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Harga

Nilai tukar Sangat Rendah Distorsi informasi harga Rendah Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang

2 Risiko Pasokan

ketidakpastian pasokan Sedang Pemilihan pemasok Rendah Komitmen pemasok Rendah Jumlah pasokan Rendah

3 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan Rendah Rendahnya mutu pasokan Rendah Penyimpanan Sedang Musim Rendah

4 Risiko Penyimpanan

Kapasitas transportasi Rendah Metode penyimpanan Rendah Kuantitas pasokan Sangat Rendah Penyusutan Rendah

Gambar 45 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor

Page 156: rantaipasok

130

7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen

Hasil identifikasi risiko di tingkat konsumen dengan menggunakan fuzzy

AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi adalah

risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko

kualitas mempunyai bobot yang paling tinggi sebesar 0,188, kemudian diikuti

oleh faktor risiko pasokan dan risiko harga yang mempunyai bobot masing-

masing sebesar 0,177 dan 0,163. Kemudian bobot faktor risiko lingkungan di

tingkat konsumen adalah sebesar 0,132 sebagaimana dapat diperlihatkan pada

Gambar 46.

Gambar 46 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen

Berdasarkan Gambar 46 terlihat bahwa empat faktor risiko dominan di

tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko

lingkungan. Risiko kualitas atau mutu disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan,

variasi mutu pasokan, musim & cuaca dan metode penyimpanan. Risiko pasokan

disebabkan oleh ketidakpastian jumlah pasokan, keberadaan pemasok, loyalitas

pemasok dan jumlah pemasok. Risiko harga dipengaruhi oleh fluktuasi harga,

distorsi informasi harga, nilai tukar dan musim panen. Adapun risiko lingkungan

disebabkan oleh bencana alam, hama dan penyakit, produk pesaing dan kebijakan

pemerintah. Hasil detail dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko

di tingkat konsumen dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis mendalam

terhadap setiap variabel risiko dari faktor risiko dominan tersebut diperoleh

0.132

0.028

0.1630.177

0.035

0.087

0.027

0.078

0.188

0.0550.030

0.0000.0200.0400.0600.0800.1000.1200.1400.1600.1800.200

Bobo

t Ris

iko

Tingkat konsumen

Page 157: rantaipasok

131

beberapa risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat konsumen yaitu

risiko fluktuasi harga, distorsi informasi harga, variasi mutu pasokan dan risiko

ketidakpastian pasokan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Tampilan sistem

verifikasi model identifikasi dan evaluasi variabel risiko terhadap faktor risiko

kualitas di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 47.

Tabel 18 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam Rendah Kebijakan pemerintah Sangat Rendah Keamanan/pencurian Rendah Sosial budaya dan politik Sangat Rendah

2 Risiko Harga

Nilai tukar Rendah Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang

3 Risiko Pasokan

Jumlah pemasok Rendah Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Ketidakpastian pasokan Sedang

4 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Rendah Penyimpanan Rendah Musim dan cuaca Rendah

Gambar 47 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen

Page 158: rantaipasok

132

7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung

Hasil agregasi risiko rantai pasok terhadap risiko setiap tingkatan rantai

pasok komoditas jagung diperoleh empat faktor risiko dominan yang perlu

diperhatikan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yaitu risiko

kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Risiko kualitas

mempunyai bobot yang paling tinggi dalam manajemen risiko rantai pasok

komoditas jagung karena komoditas jagung saat ini paling banyak digunakan

sebagai bahan baku industri pakan dan dalam industri tersebut mempunyai

persyaratan kualitas yang cukup ketat dalam hal kandungan aflatoksin dan kadar

air (Miskiyah & Widaningrum 2008). Selain itu risiko harga juga dipentingkan

dalam rantai pasok karena komoditas jagung mempunyai harga yang cenderung

fluktuatif akibat dari ketersediaan jagung yang musiman, sehingga pasokannya

juga fluktuatif, di lain pihak kebutuhan jagung pada industri pakan menuntut

adanya ketersediaan jagung yang kontinyu sepanjang tahun baik dalam kuantitas

ataupun kualitas. Untuk itu perlu adanya antisipasi terhadap konflik tersebut

sehingga diperoleh suatu rantai pasok yang berkesinambungan. Risiko

lingkungan juga perlu diperhatikan dalam rantai pasok komoditas jagung karena

adanya ketidakpastian dari isu-isu sosial dan politik dapat mempengaruhi

kelancaran pasokan selain itu juga adanya hama penyakit dari jagung juga bisa

menimbulkan gangguan dalam jaringan rantai pasok.

Berdasarkan hasil identifikasi faktor risiko dominan pada rantai pasok

jagung dengan menggunakan metode fuzzy AHP diperoleh bahwa faktor risiko

kualitas mempunyai bobot risiko yang paling tinggi yaitu sebesar 0,203, kemudian

diikuti oleh faktor risiko harga dan faktor risiko pasokan yang masing-masing

mempunyai bobot risiko sebesar 0,163 dan 0,149. Faktor risiko lingkungan

mempunyai bobot sebesar 0,115. Adapun penjelasan rinci dari faktor risiko rantai

pasok jagung tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 48. Kemudian hasil rinci

dari pengukuran variabel risiko pada setiap faktor risiko rantai pasok

produk/komoditi jagung dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil analisis

variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan pada rantai pasok jagung dapat

dilihat pada Tabel 19.

Page 159: rantaipasok

133

Gambar 48 Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas

jagung

Tabel 19 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok No Faktor risiko Variabel risiko Nilai risiko

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam Rendah Hama & penyakit Sedang Kebijakan pemerintah Rendah Sosial budaya dan politik Rendah

2 Risiko Harga

Nilai tukar Sedang Distorsi informasi harga Sedang Musin panen Rendah Fluktuasi harga Sedang

3 Risiko Pasokan

Keberagaman pasokan Sedang Keberadaan pemasok Rendah Loyalitas pemasok Rendah Ketidakpastian pasokan Sedang

4 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan Sedang Rendahnya mutu pasokan Sedang Penyimpanan Rendah Musim Rendah

Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa variabel risiko rantai pasok yang

perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko lingkungan yang berkaitan

dengan timbulnya hama dan penyakit, risiko harga yang diakibatkan oleh

perubahan nilai tukar rupiah, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga antar

pelaku rantai pasok yang masing-masing mempunyai tingkat risiko sedang.

Disamping itu risiko pasokan yang disebabkan oleh adanya keberagaman pasokan

dan ketidakpastian pasokan juga mempunyai tingkat risiko sedang, sehingga perlu

0.115

0.034

0.163 0.149

0.050

0.0880.060

0.039

0.203

0.0690.032

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

Bobo

t Ris

iko

Rantai pasok jagung

Page 160: rantaipasok

134

tindakan pengendalian. Berkaitan dengan risiko kualitas dalam rantai pasok

jagung perlu antisipasi terhadap adanya variasi mutu pasokan bahan baku dan

rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai tingkat risiko sedang.

7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok

Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko

setiap tingkatan rantai pasok dengan melakukan agregasi tingkat risiko dari setiap

faktor risiko dominan yang telah teridentifikasi dalam pembahasan sebelumnya.

Evaluasi dilakukan dengan melakukan agregasi tingkat risiko dominan dari setiap

tingkatan rantai pasok dengan menggunakan bobot faktor risiko dominan yang

diperoleh dari analisis faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP. Tingkat

risiko setiap faktor risiko diperoleh dari agregasi tingkat risiko dari variabel risiko

untuk setiap faktor risiko.

7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani

Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko

dominan di tingkat petani yang terlihat pada Tabel 14, dapat diperoleh nilai risiko

setiap faktor risiko di tingkat petani dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap

variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat petani diperoleh bahwa

risiko harga mempunyai nilai risiko tinggi yang merupakan nilai risiko yang

paling tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Kemudian diikuti oleh

risiko kualitas, risiko pasokan dan risiko lingkungan yang masing-masing

mempunyai tingkat risiko sedang. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani

berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat petani dalam

jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi

pengukuran risiko di tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 20. Adapun hasil

verifikasi model evaluasi risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 49.

Tabel 20 Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan

Faktor risiko tingkat petani Bobot Nilai

risiko Risiko tingkat

petani Risiko Lingkungan 0,210 Sedang

Sedang Risiko Harga 0,236 Tinggi Risiko Pasokan 0,207 Sedang Risiko Kualitas 0,347 Sedang

Page 161: rantaipasok

135

Gambar 49 Hasil evaluasi risiko di tingkat petani

Dari Gambar 49 terlihat bahwa risiko utama yang dihadapi petani dalam

rantai pasok produk/komoditas jagung adalah risiko kualitas karena proses pasca

panen yang kurang baik dan karena musim atau cuaca karena biasanya musim

panen raya terjadi pada musim penghujan sehingga petani sangat kesulitan dalam

hal pengeringan untuk dapat memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan

industri. Untuk mengatasi masalah ini petani perlu diberikan pengetahuan dan

pemahaman yang cukup baik dalam hal pasca panen yang meliputi pemanenan

seperti pemilihan waktu panen yang tepat, pengeringan dan pemipilan agar

mendapatkan jagung pipil yang berkualitas. Di samping itu risiko yang cukup

krusial pada tingkat petani adalah risiko fluktuasi harga akibat kurangnya akses

informasi pasar. Risiko ini terjadi akibat dari kebiasaan petani yang menanam

jagung secara tradisional artinya tidak menggunakan jadwal tanam yang

memperhatikan kebutuhan dan ketersediaan jagung pasar, sehingga harga jagung

cenderung fluktuatif karena ketersediaannya yang tidak pasti dan tersedia

melimpah pada saat panen raya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan

dengan memilih jadwal tanam yang tepat serta penggiliran jadwal tanam antar

kelompok tani sehingga ketersedian jagung di pasar akan terkendali sesuai dengan

permintaan pasar.

Page 162: rantaipasok

136

7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul

Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko

dominan di tingkat pedagang pangumpul sebagaimana terlihat pada Tabel 15,

dapat diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul

dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi

risiko pada tingkat pengepul (pedagang pengumpul) diperoleh bahwa risiko

kualitas mempunyai nilai risiko sedang yang merupakan nilai risiko yang paling

tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari

faktor risiko dominan yang lain di tingkat pedagang pengumpul yaitu risiko harga,

risiko pasokan dan risiko pasar masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh

karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan faktor

risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat pengepul dalam jaringan rantai

pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di

tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan

Faktor risiko tingkat pengepul Bobot Nilai

risiko Risiko tingkat

pengepul Risiko Harga 0,326 Rendah

Rendah Risiko Pasokan 0,282 Rendah Risiko Pasar 0,144 Rendah Risiko Kualitas 0,247 Sedang

Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa risiko kualitas pada tingkat pedagang

pengumpul merupakan risiko yang harus dilakukan tindakan pengendalian.

Risiko kualitas tersebut diakibatkan oleh rendahnya mutu pasokan jagung dari

petani dan adanya variasi mutu pasokan jagung yang diperoleh dari petani.

Dengan adanya kondisi tersebut dapat mengakibatkan penolakan konsumen

jagung karena mutu yang tidak sesuai standar. Untuk mengatasi risiko tersebut

biasanya pedagang pengumpul melakukan pengeringan tambahan terhadap jagung

yang diperoleh dari petani sebelum dijual ke industri pakan ternak. Sedangkan

faktor risiko lainya relatif bernilai rendah sehinga tidak perlu dilakukan tindakan

pengendalian karena risiko tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja

Page 163: rantaipasok

137

pedagang pengumpul. Adapun hasil tampilan sistem pendukung pengambilan

keputusan di tingkat pedagang pengumpul untuk mengevaluasi risikonya dapat

diperlihatkan pada Gambar 50.

Gambar 50 Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul

Risiko yang paling dominan di tingkat pedagang pengumpul adalah

adanya variasi mutu pasokan bahan baku jagung. Untuk mengatasi risiko tersebut

biasanya pedagang menggunakan metode pembelian dengan variasi harga sesuai

mutu jagung dari petani. Namun dengan cara ini sering merugikan pihak petani

karena kurangnya pengetahuan tentang mutu di pihak petani, sehingga petani

sering dibohongi oleh pihak pedagang pengumpul dengan menyamaratakan

berbagai kualitas dengan kualitas yang rendah.

7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri

Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko

dominan di tingkat agroindustri sebagaimana terlihat pada Tabel 16, diperoleh

nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat agroindustri dengan melakukan agregasi

nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri

diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko

lingkungan, risiko harga, risiko pasokan dan risiko kualitas mempunyai nilai yang

Page 164: rantaipasok

138

sama yaitu sedang. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri

berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat agroindustri

dalam jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi

pengukuran risiko di tingkat agroindustri dapat dilihat pada Tabel 22. Kemudian

hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko di tingkat

agroindustri dapat dilihat pada Gambar 51.

Tabel 22 Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko

dominan Faktor risiko tingkat

agroindustri Bobot Nilai risiko

Risiko tingkat agroindustri

Risiko Lingkungan 0,198 Sedang

Sedang Risiko Harga 0,200 Sedang Risiko Pasokan 0,263 Sedang Risiko Kualitas 0,340 Sedang

Gambar 51 Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak agroindustri pakan

ternak diperoleh bahwa risiko kualitas pada tingkat agroindustri dipengaruhi oleh

mutu pasokan bahan baku yang relatif rendah. Risiko harga dipengaruhi oleh

risiko fluktuasi harga bahan baku yang relatif tinggi. Kemudian risiko pasokan

dipengaruhi oleh risiko keberagaman mutu pasokan yang menimbulkan

permasalahan dalam penggudangan dan penyimpanan karena produk yang rusak

Page 165: rantaipasok

139

akan cenderung untuk mengkontaminasi produk yang tidak rusak jika ditampung

pada tempat yang sama. Untuk mengatasi risiko tersebut dapat dilakukan dengan

mengadakan kontrak pembelian dengan pihak pengumpul dengan persyaratan

kualitas tertentu. Tetapi dalam kenyataan di lapangan hal ini tidak dapat

dilakukan karena komitmen mitra dalam kontrak tersebut yang relatif rendah

sehingga proses pengadaan bahan baku yang dilakukan pihak agroindustri adalah

pembelian dengan persyaratan kualitas tertentu terhadap pihak pedagang

pengumpul dan akan menolak jika pasokan tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan.

7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor

Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko

dominan di tingkat distributor sebagaimana terlihat pada Tabel 17, diperoleh nilai

risiko setiap faktor risiko di tingkat distributor dengan melakukan agregasi nilai

risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi faktor risiko di tingkat distributor

diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko

harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan mempunyai nilai

yang sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat distributor

berdasarkan agregasi faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat

distributor dalam jaringan rantai pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil

agregasi pengukuran risiko di tingkat distributor dapat dilihat pada Tabel 23.

Kemudian hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko

di tingkat distributor dapat dilihat pada Gambar 52.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa pihak

distributor komoditas jagung, diperoleh bahwa beberapa risiko yang perlu

diperhatikan di tingkat distributor adalah risiko harga karena adanya fluktuasi

harga dan distorsi informasi pasokan dengan permintaan. Disamping itu juga

adanya risiko penyimpanan karena terjadinya penyusutan produk untuk mengatasi

hal ini biasanya pihak distributor melakukan kerjasama dengan pelanggan dan

prosessor (agroindustri) dalam penjualan produk dengan peningkatan komitmen

serta kepercayaan pada pelanggan.

Page 166: rantaipasok

140

Tabel 23 Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan

Faktor risiko tingkat distributor Bobot Nilai risiko Risiko tingkat

distributor Risiko Harga 0,322 Rendah

Rendah Risiko Pasokan 0,278 Rendah Risiko Kualitas 0,202 Rendah Risiko Penyimpanan 0,198 Rendah

Gambar 52 Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor

7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen

Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko

dominan di tingkat konsumen sebagaimana terlihat pada Tabel 18, dapat diperoleh

nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat konsumen dengan melakukan agregasi

nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat konsumen

(peternak unggas) diperoleh bahwa risiko harga mempunyai nilai risiko sedang

yang merupakan nilai risiko yang paling tinggi di antara keempat faktor risiko

dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari faktor risiko dominan yang lain di

tingkat konsumen yaitu risiko lingkungan, risiko pasokan dan risiko kualitas

masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di

tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko

tingkat konsumen (peternak unggas) dalam jaringan rantai pasok jagung adalah

Page 167: rantaipasok

141

rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat konsumen dapat

dilihat pada Tabel 24. Kemudian tampilan hasil verifikasi sistem pengambilan

keputusan evaluasi risiko di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 53.

Tabel 24 Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko

dominan Faktor risiko tingkat

konsumen Bobot Nilai risiko Risiko tingkat konsumen

Risiko Lingkungan 0,200 Rendah

Rendah Risiko Harga 0,247 Sedang Risiko Pasokan 0,268 Rendah Risiko Kualitas 0,285 Rendah

Gambar 53 Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa konsumen

(peternak unggas) diperoleh bahwa faktor risiko yang mempunyai nilai tertinggi

adalah risiko harga yang dipengaruhi oleh adanya fluktuasi harga bahan baku

komoditas jagung. Untuk mengatasi adanya risiko tersebut dilakukan kerjasama

dalam rantai pasok komoditas jagung guna menentukan kesepakatan harga

bersama yang saling menguntungkan. Karena dengan adanya fluktuasi harga

akan menyulitkan dalam peramalan produksi, penjadwalan dan penentuan harga

produk. Sehingga dengan adanya kesepakatan harga secara bersama akan

Page 168: rantaipasok

142

diperoleh suatu kepastian harga dan kepastian dalam melakukan proses bisnis

selanjutnya.

7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung

Evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung dilakukan dengan cara

melakukan agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok yaitu risiko petani,

risiko pedagang pengumpul (pengepul), risiko agroindustri, risiko distributor

(pengecer) dan risiko konsumen dengan menggunakan bobot risiko tingkatan

yang diperoleh dari analisis risiko rantai pasok menggunakan fuzzy AHP yang

telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan

rantai pasok tersebut diperoleh bahwa risiko tingkat petani dan risiko tingkat

agroindustri adalah sedang, dengan bobot risiko masing-masing sebesar 0,538 dan

0,129. Kemudian risiko tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat

konsumen mempunyai tingkat risiko yang sama yaitu rendah dengan bobot risiko

tertingginya adalah tingkat pengepul yaitu 0,157 diikuti dengan bobot tingkat

distributor dan bobot tingkat konsumen masing-masing sebesar 0,098 dan 0,078.

Oleh karena itu hasil agregasi pengukuran risiko rantai pasok berdasarkan risiko

dari masing-masing tingkatan rantai pasok adalah sedang. Secara rinci hasil

perhitungan agregasi risiko rantai pasok dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya

Tingkatan rantai pasok jagung Bobot Risiko

tingkatan Risiko rantai pasok jagung

Tingkat petani 0,538 Sedang

Sedang Tingkat pengepul 0,157 Rendah Tingkat agroindustri 0,129 Sedang Tingkat distributor 0,098 Rendah Tingkat knsumen 0,078 Rendah

Nilai risiko rantai pasok komoditas jagung pada tingkat petani dan

agroindustri mempunyai nilai yang sama yaitu sedang, kemudian nilai risiko

tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat konsumen mempunyai nilai yang

sama yaitu dengan tingkat risiko rendah. Oleh karena itu untuk dapat

mengendalikan risiko rantai pasok komoditas jagung secara keseluruhan perlu

pengendalian risiko di tingkat petani dan di tingkat agroindustri secara tepat.

Page 169: rantaipasok

143

Beberapa risiko yang perlu diperhatikan pada kedua tingkat tersebut adalah risiko

rendahnya mutu pasokan dan risiko fluktuasi harga, sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 19. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk mengatasi

risiko tersebut secara bersama sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang

berkesinambungan dengan risiko yang terkendali. Kemudian hasil tampilan

sistem dalam verifikasi model pengukuran risiko rantai pasok dapat dilihat pada

Gambar 54. Kemudian petunjuk pengoperasian sistem pendukung pengambilan

keputusan cerdas manajemen risiko ini dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 54 Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung

Berdasarkan hasil analisis risiko tersebut, telah menunjukan bahwa

pendekatan fuzzy AHP dan fuzzy FMEA dapat digunakan untuk memodelkan

suatu mekanisme dalam menganalisis risiko rantai pasok secara keseluruhan dan

secara aggregate untuk setiap tingkatan rantai pasok jagung. Namun model ini

belum dapat menunjukan hubungan antar variabel risiko ataupun antar faktor

risiko dalam jaringan rantai pasok, karena suatu variabel risiko dapat

menimbulkan penyebab munculnya risiko yang lain. Oleh karena itu perlu tindak

lanjut penelitian untuk dapat mengatasi kelemahan tersebut.

Page 170: rantaipasok

144

VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK

8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok

Untuk dapat mengatasi risiko rantai pasok perlu ditentukan tindakan yang

tepat untuk menanganinya baik secara individu pada setiap tingkatan rantai pasok

ataupun secara bersama dalam jaringan rantai pasok. Penentuan tindakan yang

tepat untuk dilakukan dalam manajemen risiko rantai pasok mengacu pada hasil

identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok yang telah dilakukan dalam bab

sebelumnya.

Beberapa tindakan mitigasi risiko yang dijelaskan dalam bagian ini

merupakan proses mitigasi yang dapat dilakukan pada setiap tingkatan rantai

pasok dan dilakukan secara bersama. Proses mitigasi pada setiap tingkatan rantai

pasok dilakukan dengan memberikan solusi alternatif penanganan risiko

berdasarkan prioritas risiko hasil evaluasi. Kemudian mitigasi risiko secara

bersama dilakukan dengan menggunakan pendekatan koordinasi antar pelaku

rantai pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani dengan pendekatan

stakeholder dialog penyeimbangan risiko rantai pasok. Selain itu untuk

melakukan mitigasi risiko fluktuasi pasokan diberikan dengan memberikan

rekomendasi optimisasi penjadwalan pola tanam jagung di tingkat petani.

8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani

Pengendalian risiko di tingkat petani dilakukan pada variabel risiko yang

mempunyai nilai risiko sedang ke atas. Risiko di tingkat petani yang mempunyai

nilai risiko tinggi adalah risiko rendahnya mutu, risiko distorsi informasi harga,

risiko pasca panen dan risiko jadwal tanam. Risiko rendahnya mutu disebabkan

oleh proses pasca panen yang kurang tepat seperti proses pemipilan, proses

pengeringan dan proses pemanenan yang belum memperhatikan mutu produk

sehingga hasilnya kurang optimal. Oleh karena itu tindakan untuk mengendalikan

risiko ini adalah dengan memperbaiki metode dan proses pasca panen seperti

penggunaan alat pemipil yang tepat, waktu pemanenan yang sesuai dan

melakukan pengeringan secara optimal. Risiko pasca panen dan risiko rendahnya

mutu jagung saling berkaitan karena akibat dari pasca panen yang kurang tepat

Page 171: rantaipasok

145

menghasilkan mutu yang rendah. Disamping itu risiko jadwal tanam juga dapat

mempengaruhi risiko pasca panen dan mutu produk, karena dengan penggunaan

jadwal tanam yang kurang tepat akan menghasilkan proses pemanenan yang

terjadi di musim penghujan sehingga menyebabkan proses pengeringan tidak

dapat dilakukan dengan optimal yang akan mempengaruhi mutu produk.

Risiko distorsi informasi harga dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan

keuntungan antar pelaku rantai pasok, dan biasanya petani sebagai pihak yang

lemah cenderung menanggung risiko ini, karena kurangnya akses informai pasar.

Untuk mengatasi risiko ini dapat dilakukan dengan penentuan harga secara

bersama antar tingkatan rantai pasok dengan dukungan kelembagaan yang kuat,

sehingga semua pihak dapat mengakses informasi yang sama akan permintaan dan

pasokan jagung. Risiko lain di tingkat petani yang perlu dilakukan pengendalian

adalah risiko fluktuasi harga, risiko kelangkaan pupuk dan ketersediaan lahan

yang masing-masing mempunyai nilai risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat

pada Gambar 55.

Gambar 55 Pengendalian risiko di tingkat petani

Untuk mengantisipasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat petani dapat

dilakukan dengan jalan melakukan dialog antar pelaku rantai pasok untuk

membuat kesapakatan harga, atau membuat kerjasama antar pelaku dalam rantai

Page 172: rantaipasok

146

pasok dengan pembagian keuntungan yang seimbang. Untuk dapat

mengimplementasikan proses tersebut dapat dilakukan dengan pembuatan sistem

informasi harga yang dapat diakses oleh setiap pelaku rantai pasok, sehingga

proses kesepakatan harga dapat tercapai, dengan mekanisme rinci akan dijelaskan

pada sub bab berikutnya.

Pengendalian risiko ketersediaan lahan dapat dilakukan dengan jalan

membuat pola jadwal tanam dan penggiliran tanam antar komoditas secara tepat,

dengan didukung adanya sistem informasi pasokan dan permintaan jagung

nasional. Model pembuatan jadwal tanam yang optimal dengan tujuan

memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko akan dijelaskan pada sub

bab berikutnya. Disamping itu dapat juga dilakukan dengan ekstensifikasi lahan

pertanian terhadap lahan marjinal dan hutan. Hasil verifikasi sistem untuk

memberikan solusi pengendalian risiko yang perlu dilakukan di tingkat petani

pada rendahnya mutu dapat dilihat pada Gambar 56.

Gambar 56 Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani

Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan adanya risiko gagal panen di

tingkat petani dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi pertanian. Disamping

itu mekanisme ini juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko lingkungan lain

seperti bencana alam dan serangan hama dan penyakit serta perubahan iklim yang

Page 173: rantaipasok

147

mempunyai ketidakpastian tinggi sebagaimana dikemukakan oleh Sumaryanto

dan Nurmanaf (2007).

8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul

Beberapa variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul (pengepul) yang

perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko variasi mutu pasokan, risiko

penolakan konsumen akibat tidak memenuhi standar mutu, risiko rendahnya mutu

pasokan dan risiko fluktuasi harga, dengan nilai risiko masing-masing adalah

sedang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 57. Risiko variasi mutu pasokan

bahan baku jagung dari petani sangat beragam karena setiap petani tidak

mempunyai pengetahuan yang sama terhadap mutu jagung, selain itu adanya

tindakan yang kurang terpuji untuk meningkatkan bobot jagung dengan adanya

campuran dengan kotoran atau karena proses pasca panen yang tidak dilakukan

secara baik. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian adanya variasi mutu

pasokan bahan baku tersebut dengan cara melakukan kerjasama dengan beberapa

kelompok tani dalam usaha mendapatkan jagung dengan mutu yang lebih baik

dan seragam pada suatu standar kualitas tertentu.

Gambar 57 Pengendalian risiko di tingkat pengepul

Tindakan yang dapat diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga

adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas

dan harga tertentu, atau penentuan harga secara bersama-sama dengan stakeholder

Page 174: rantaipasok

148

dialog untuk membuat kesepakatan harga yang berorientasi pada pembagian

keuntungan yang seimbang. Tindakan yang diusulkan untuk mengatasi risiko

rendahnya mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan

baku dengan standar kualitas tertentu, melakukan kerjasama antar pelaku rantai

pasok dengan pembagian keuntungan yang seimbang dan membina pemasok

untuk dapat memasok dengan standar kualitas tertentu dengan membuat aturan

insentif dan disindentif. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membuat sistem

informasi rantai pasok yang dapat diakses oleh setiap tingkatan rantai pasok

dengan diberlakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Hasil verifikasi

model mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat

pada Gambar 58.

Gambar 58 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengepul

Berdasarkan Gambar 58 terlihat bahwa beberapa alternatif yang dapat

dilakukan untuk mengatasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang

pengumpul adalah 1) melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku

dengan standar kualitas tertentu, 2) pembagian keuntungan yang seimbang antar

pelaku rantai pasok dan 3) penentuan harga jagung di tingkat petani secara

bersama dengan pendekatan stakeholder dialog. Kontrak kerjasama dapat

dilakukan antara pedangang pengumpul dengan kelompok tani, dimana sebagai

kelompok tani akan memebrikan jaminan mutu pasokan bahan baku dari petani

sedangkan pihak pedagang akan memebrikan jaminan pemasaran dengan harga

Page 175: rantaipasok

149

yang layak. Dalam kerjasama tersebut tentu saja harus didukung dengan tujuan

yang dapat memberikan pembagian keuntungan secara seimbang dan juga perlu

adanya kelembagaan yang dapat memberikan mekanisme untuk dapat melakukan

kesepakatan baik dalam pembagian keuntungan ataupun dalam penentuan harga.

8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri

Berdasarkan hasil analisis risiko di tingkat agroindustri diperoleh beberapa

variabel risiko yang perlu tindakan pengendalian yaitu risiko rendahnya mutu

pasokan dan risiko keberagaman mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko

tinggi. Disamping beberapa variabel risiko yang mempunyai nilai risiko sedang

yaitu risiko fluktuasi harga, risiko distorsi informasi harga, risiko adanya produk

pesaing, risiko ketidakpastian pasokan, risiko rendahnya komitmen pemasok dan

risiko adanya hama dan penyakit yang terjadi di tingkat petani, seperti dapat

dilihat pada Gambar 59.

Gambar 59 Pengendalian risiko di tingkat agroindustri

Pengendalian risiko di tingkat agroindustri difokuskan pada risiko yang

mempunyai nilai risiko tinggi yaitu keberagaman mutu pasokan dan mutu pasokan

yang rendah. Beberapa alternatif tindakan pengendalian risiko rendahnya mutu

pasokan dan keberagaman mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama

dengan pemasok dalam pengadaan bahan baku agroindustri dengan standar

Page 176: rantaipasok

150

kualitas dan kuantitas tertentu dan kontrak pemberian bibit unggul dan pembelian

jagung dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Tindakan yang dapat

diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga adalah melakukan kontrak

kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas dan harga tertentu, atau

penentuan harga secara bersama-sama untuk membuat kesepakatan harga yang

berorientasi pada pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai

pasok. Verifikasi sistem mitigasi risiko pada tingkat agroindustri terhadap variabel

risiko rendahnya mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 60.

Gambar 60 Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri

Tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi adanya risiko

ketidakpastian pasokan adalah dengan melakukan penyimpanan bahan baku, akan

tetapi dengan tindakan tersebut akan menimbulkan risiko baru yaitu risiko

penyusutan. Untuk mengatasi risiko penyusutan di tingkat agroindustri adalah

memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan,

melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan

kontrak pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok.

Alternatif ini juga dapat digunakan untuk mengatasi beberapa risiko lain yang

mempunyai nilai sedang seperti risiko fluktuasi harga, risiko kuantitas pasokan,

risiko peramalan dan risiko penyimpanan. Risiko musim panen dapat diatasi

dengan memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan,

Page 177: rantaipasok

151

selain itu dapat juga menggunakan metode penyimpanan (stocking) bahan baku

untuk menghindari kelangkan pasokan.

Sesuai hasil validasi dengan pihak agroindustri, untuk mengendalikan

risiko di tingkat agroindustri beberapa alternatif yang sering dilakukan adalah 1)

Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas

tertentu dan kuantitas pasokan jagung, 2) Memperbaiki proses peramalan

permintaan, produksi dan penjadwalan, 3) Melakukan stocking bahan baku untuk

menghindari kelangkaan pasokan jagung, 4) Pembagian keuntungan yang

seimbang antar pelaku rantai pasok. Pembagian keuntungan yang seimbang

tersebut dapat dilakukan dengan penyediaan bibit unggul ataupun membuat

kesepakatan harga yang saling menguntungkan (Lampiran 10).

8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor

Risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat distributor adalah

risiko adanya ketidakpastian pasokan, risiko terjadinya fluktuasi harga dan risiko

penurunan kualitas akibat penyimpanan yang masing-masing mempunyai nilai

risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 61.

Gambar 61 Pengendalian risiko di tingkat pengecer

Hasil validasi dengan pakar, diperoleh bahwa tindakan untuk

mengendalikan adanya risiko ketidakpastian pasokan adalah dengan penyediaan

informasi permintaan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap

pelaku rantai pasok, sehinga setiap tingkatan rantai pasok dapat mengetahui

Page 178: rantaipasok

152

informasi harga, informasi pasar, informasi pasokan dan informasi permintaan

dan pasar jagung. Dengan konsep ini maka setiap pelaku akan mendapatkan

informasi yang sama sehingga proses kerjasama dan transaksi bisnis rantai pasok

akan dilakukan dengan transparan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Tindakan pengendalian risiko ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi

terjadinya fluktuasi harga dengan jalan meningkatkan kerjasama dan kontrak

penjualan dengan standar kualitas dan kuantitas tertentu sesuai kesepakatan harga

secara bersama. Tindakan ini juga dapat mengurangi risiko kualitas sebagai

akibat penyimpanan yang terlalu lama, karena dengan tersedianya informasi pasar

yang akurat dan mudah diakses menyebabkan terjadinya risiko penumpukan stok

berkurang. Adapun tampilan sistem pengendalian risiko fluktuasi harga di tingkat

distributor (pengecer) dapat dilihat pada Gambar 62.

Gambar 62 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer

8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen

Pada tingkat konsumen dalam rantai pasok komoditas jagung, risiko yang

perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko fluktuasi harga, risiko

distorsi informasi harga, risiko variasi mutu pasokan dan risiko ketidakpastian

pasokan yang mempunyai tingkat risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada

Gambar 63. Risiko fluktuasi harga pada tingkat konsumen terjadi karena

komoditas jagung ketersediaanya adalah musiman, sehingga pada saat musim

Page 179: rantaipasok

153

panen raya cenderung harga jagung turun dan harga jagung akan naik setelah

panen raya selesai. Dengan adanya fenomena ini pihak konsumen harus berupaya

untuk mengendalikan risiko tersebut dengan beberapa cara yaitu 1) Memperbaiki

proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, 2) Penyediaan informasi

kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku

kepentingan rantai pasok, dan 3) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan

baku dengan standar kualitas tertentu dan kuantitas pasokan jagung. Fluktuasi

harga juga dapat menyebabkan timbulnya risiko lain seperti risiko distorsi

informasi harga yang terjadi karena dengan adanya perubahan harga yang sering

terjadi akan menimbulkan adanya informasi yang tidak sampai ke setiap tingkatan

rantai pasok, sehingga ada pihak atau pelaku dalam jaringan rantai pasok yang

tidak mengetahui adanya perubahan harga tersebut akan dimanfaatkan untuk

mendapatkan keuntungan pada pihak yang lain yang telah mengetahui perubahan

harga dengan cara tidak memberikan informasi perubahan harga tersebut.

Gambar 63 Pengendalian risiko di tingkat konsumen

Risiko ketidakpastian pasokan dapat terjadi karena komoditas jagung

bersifat musiman, sehingga ketersediaannya bergantung pada musim yang

cenderung akan terus berubah. Selain itu ketidakpastian pasokan juga dapat terjadi

karena belum adanya mekanisme penggunaan jadwal tanam yang memperhatikan

kondisi permintaan dan pasokan dengan menggunakan informasi pasar yang pasti,

sehingga akan tercipta suatu kondisi yang dapat memberikan kuantitas pasokan

Page 180: rantaipasok

154

yang pasti di suatu wilayah pada masa tertentu. Untuk mengatasi risiko

ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu melakukan

kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan kuantitas

tertentu, menjalin kontrak kerjasama dengan pemasok yang mempunyai loyalitas

tinggi dan melakukan kontrak kerjasama dengan pembagian keuntungan yang

seimbang antar pelaku rantai pasok. Kemudian untuk mengatasi adanya variasi

mutu pasokan dapat dilakukan dengan kerjasama antar pelaku rantai pasok dengan

standar kualitas tertentu dengan konsep pembagian keuntungan yang seimbang.

Dengan pendekatan ini dimungkinkan juga untuk dapat mengatasi risiko

ketidakpastian pasokan dan rendahnya mutu pasokan. Adapun hasil verifikasi dan

validasi sistem mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen dapat dilihat

pada Gambar 64.

Gambar 64 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen

8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok

Stakeholder dialog model adalah model yang digunakan untuk membuat

negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan nilai utilitas input faktor risiko

pada tiap tingkat rantai pasok berdasarkan skenario perubahan harga. Oleh karena

itu, masukan dari sub model merupakan faktor risiko pada setiap tingkatan rantai

pasok produk/komoditas jagung, harga jagung yang diinginkan di setiap tingkatan

rantai pasok dan nilai utilitas faktor risiko dari setiap tingkatan rantai pasok.

Page 181: rantaipasok

155

Output dari model adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil

kesepakatan. Harga kesepakatan diperoleh secara otomatis dengan melakukan

interpolasi terhadap fungsi conjoint regresi fuzzy non-linear pada tingkat petani

dengan fungsi regresi fuzzy non-linear pada tingkatan lain dalam rantai pasok.

Model penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan kesepakatan harga di tingkat petani menggunakan asumsi bahwa

utilitas nilai risiko di tingkat petani cenderung naik ketika harga jagung turun dan

akan cenderung turun jika terjadi kenaikan harga jagung di tingkat petani. Namun,

pada tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok produk atau komoditas

jagung, seperti agroindustri atau pedagang pengumpul (pengepul) akan memiliki

nilai utilitas risiko yang cenderung turun ketika harga jagung di tingkat petani

turun dan nilai utilitas risiko cenderung naik ketika harga jagung naik. Model

penyeimbangan risiko akan digunakan untuk melakukan kesepakatan harga secara

bersama antara pelaku rantai pasok dengan filosofi bahwa akan terjadi

keseimbangan utilitas risiko antara pihak petani dengan pihak lain selain petani

pada suatu harga tertentu pada saat terjadi kesepakatan harga. Hal ini dilakukan

karena pada umumnya dalam rantai pasok komoditas jagung atau produk

pertanian yang lain, petani merupakan pihak yang lemah dan cenderung

mempunyai risiko yang lebih tinggi dan mendapatkan keuntungan yang lebih

rendah dari pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu

adanya suatu mekanisme yang dapat mengurangi tingkat risiko di pihak petani

dengan mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok sehingga petani akan

mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.

Metode yang digunakan dalam menyeimbangkan risiko rantai pasok

adalah stakeholder dialog antara pihak-pihak terkait dalam manajemen risiko

rantai pasok untuk mendapatkan nilai kesepakatan (consensus) penyeimbangan

risiko terhadap adanya konflik kepentingan dalam penentuan harga di tingkat

petani. Konsensus dilakukan dengan memberikan input nilai utilitas risiko untuk

setiap tingkatan rantai pasok terhadap perubahan harga jagung di tingkat petani.

Proses ini akan dimodelkan dengan menggunakan fungsi regresi fuzzy non-linear

terhadap utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai pasok dengan harga jagung di

tingkat petani sebagai variabel independennya.

Page 182: rantaipasok

156

1 2 53 64 107 8 9

1H AC

Memb

ersh

ip va

lue

VHN VL L ML M MH

Fungsi regresi fuzzy digunakan dalam pemodelan ini, karena nilai utilitas

risiko sebagai variabel dependen dan nilai harga sebagai variabel independen

adalah merupakan bilangan fuzzy. Nilai utilitas setiap faktor risiko dinilai dengan

tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko dalam bentuk bilangan fuzzy.

Fungsi keanggotaan dari bilangan fuzzy untuk setiap faktor risiko

direpresentasikan menggunakan bilangan fuzzy segitiga (TFN). Representasi

fungsi keanggotaan fuzzy terhadap tingkat kemungkinan risiko adalah Tidak ada

(N) dengan rentang nilai [1, 1, 2], Sangat Rendah (VL) dengan rentang nilai [1, 2,

3], Rendah (L) dengan rentang nilai [2, 3, 4], Sedang Rendah (ML) dengan

rentang nilai [3 4,25, 5,5], Sedang (M) dengan rentang nilai [4 5,5, 7], Sedang

Tinggi ( MH) dengan rentang nilai [5,5 6,75, 8], Tinggi (H) dengan rentang nilai

[7, 8, 9], Sangat Tinggi (VH) dengan berbagai nilai [8 9, 10], dan Hampir pasti

(AC) dengan rentang nilai [9 10, 10]. Representasi fungsi keanggotaan TFN

(Triangular Fuzzy Number) dari tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko

dapat diperlihatkan pada Gambar 65.

8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok

Gambar 65 Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko

Penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan membuat fungsi

utilitas risiko tiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario

perubahan harga secara fuzzy. Fungsi keanggotaan perubahan harga jagung dapat

direpresentasikan dengan nilai Penurunan Sangat Tinggi (VHD) dengan rentang

nilai [50%, 50%, 60]%, Penurunan Tinggi (HD) dengan rentang nilai [50%, 60%,

70% ], Penurunan sedang (MD) dengan rentang nilai [60%, 70%, 80]%,

Penurunan Rendah (LD) dengan rentang nilai [70%, 80%, 90]%, Penurunan

Sangat Rendah (VLD) dengan rentang nilai [80%, 90%, 100]%, Normal (N)

dengan rentang nilai [90%, 100%, 110]%, Kenaikan Sangat Rendah (VLI) dengan

rentang nilai [100% , 110%, 120%], Kenaikan Rendah (LI) dengan rentang nilai

Page 183: rantaipasok

157

[110%, 120%, 130]%, Kenaikan Sedang (MI) dengan rentang nilai [120%,

130%,] 140%, Kenaikan Tinggi (HI) dengan rentang nilai [120%, 130%, 140%],

dan Kenaikan Sangat Tinggi (VHI) dengan rentang nilai [130%, 140%, 150]%.

Fungsi keanggotaan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani dapat

direpresentasikan dengan menggunakan TFN (Triangular Fuzzy Number) seperti

dapat dilihat pada Gambar 66.

50

1

N VHI

Mem

bers

hip

valu

e

60 70 80 90 100 110 120 150140130

MIVLI LILD VLDMDVHD HD HI

(%)

Gambar 66 Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung

∑=

−=n

kkkp xUQxUxH

1)()()(

Proses negosiasi harga dilakukan dengan menciptakan fungsi conjoint

berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap stakeholder untuk mendapatkan

persamaan berikut:

(43)

Dimana H(x) adalah fungsi conjoint utilitas risiko fuzzy untuk negosiasi harga

pada rantai pasok jagung, Up(x) adalah fungsi utilitas risiko di tingkat petani,

Uk(x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam rantai pasok dan Qk

∑=

−=n

k

xkk

xp ee kp QxH

1

)()()( ββ αα

adalah bobot dari tingkatan ke k pada rantai pasok, yang diperoleh dari analisis

dengan fuzzy AHP. Nilai x pada persamaan (43) tersebut dapat ditentukan dengan

mencari nilai minimum fungsi H(x) berdasarkan nilai α dan β dari persamaan

regresi linier fuzzy. Persamaan (43) tersebut dapat diselesaikan dengan

menggunakan interpolasi linier untuk meminimalkan H(x) sebagai berikut:

(44)

dengan kendala:

∑=

=n

kkQ

11

X0 <x <X1.

Page 184: rantaipasok

158

Dimana X0 adalah harga penawaran terendah dan X1

adalah harga tawaran

tertinggi dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog dalam

rantai pasok.

Langkah pertama dari Stakeholder dialog adalah memasukkan aktor yang

terlibat dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog.

Kemudian, dari masing-masing stakeholder masukan faktor risiko yang telah

diidentifikasi sebelumnya dengan menggunakan empat faktor risiko dominan

bersama dengan variabelnya. Kemudian ditentukan fungsi keanggotaan fuzzy dari

variabel risiko dan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok, dan fungsi

keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung di tingkat petani. Untuk setiap

skenario perubahan harga, inputkan nilai variabel risiko dengan memberikan nilai

dampak risiko dan kemungkinan risiko dalam bilangan fuzzy. Nilai Utility variabel

risiko diperoleh dengan mengalikan nilai dampak dan nilai kemungkinan.

Kemudian dengan menggunakan harga jagung saat ini dan harga jagung yang

diinginkan di setiap tingkatan rantai pasok dan menggunakan persamaan (44)

serta menggunakan interpolasi linier akan diperoleh nilai kesepakatan harga di

tingkat petani. Tampilan sistem untuk melakukan penyeimbangan risiko rantai

pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani secara bersama dengan

stakeholder dialog dapat dilihat pada Gambar 67.

Gambar 67 Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok

Page 185: rantaipasok

159

8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani

Supply chain risk identification

Farmer risks

Collector risks

Processor risks

Distributor risks

Consumer risks

Environment risks (R1)

Price risks (R4)

Quality risks (R3)

Supply risks (R2)

Supply risks (R9)

Quality risks (R12)

Price risks (R11)

Environment risks (R10)

Supply risks (R17)

Environment risks (R20)

Quality risks (R19)

Price risks (R18)

Supply risks (R5)

Price risks (R8)

Market risks (R7)

Quality risks (R6)

Price risks (R13)

Storage Risks (R16)

Quality risks (R15)

Supply risks (R14)

Dalam bagian ini akan dijelaskan verifikasi model penyeimbangan risiko

rantai pasok menggunakan stakeholder dialog untuk menentukan harga jagung

pada tingkat petani dengan kendala risiko yang dihadapi oleh masing-masing

stakeholder. Hasil identifikasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dapat

digambarkan dalam struktur hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 68.

Gambar 68 Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung

Stakeholder dialog dilakukan dengan menggunakan faktor risiko yang

telah diidentifikasi pada setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan

metode fuzzy AHP, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.

Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok jagung

menginputkan nilai utilitas risiko pada setiap faktor risiko dominan untuk

menegosiasikan harga jagung di tingkat petani berdasarkan skenario perubahan

harga jagung di tingkat petani. Nilai utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai

pasok sebagai pemangku kepentingan dapat dilihat dalam Lampiran 2.

Dengan menggunakan nilai utilitas risiko dan input harga jagung di tingkat

hasil peramalan sampai saat ini sebesar Rp.3000/Kg maka akan diperoleh fungsi

regresi non-linear fuzzy berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan

Page 186: rantaipasok

160

rantai pasok. Fungsi utilitas risiko fuzzy di tingkat petani dapat direpresentasikan

sebagai berikut:

e XxFU

-0.00038318.23549)( = (45)

exColU0.000545X

0.940473)( =

Dengan menggunakan prosedur yang sama fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat

pedagang pengumpul dapat direpresentasikan sebagai berikut:

(46)

exPU0.000489X

1.192086)( =

Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat agroindustri (prosesor) dapat

direpresentasikan sebagai berikut:

(47)

exDU0.000590X

0.794616)( =

Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat distributor dapat direpresentasikan sebagai

berikut:

(48)

exCusU0.000624X

0.725807)( =

Dan fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat konsumen dapat direpresentasikan

sebagai berikut:

(49)

(-0.000383

18.23549)( −= e XXH

Penentuan harga jagung dapat dilakukan negosiasi secara bilateral atau

multilateral antara setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung.

Sebagai contoh fungsi conjoint dari fungsi utilitas risiko dengan bobot yang sama

untuk setiap tingkatan rantai pasok dalam negosiasi harga secara multilateral

dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut:

e0.000545X0.940473 + e0.000489X

1.192086 + e0.000590X0.794616 +

4/)0.000624X

0.725807 e (50)

Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan

nilai awal x adalah input nilai harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan

harga penawaran terendah sebesar Rp.2700/Kg, maka akan diperoleh nilai harga

hasil negosiasi sebesar Rp.3187/Kg.

Page 187: rantaipasok

161

−= e XXH

-0.00038318.23549)(

Fungsi konjoin untuk negosiasi harga secara bilateral antara petani dan

prosesor dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut:

e0.000545X0.940473 (51)

Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan

input harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan harga penawaran

terendah sebesar Rp.2500/Kg akan didapatkan harga kesepakatan antara kedua

belah pihak sebesar Rp.3128/Kg. Adapun hasil verifikasi sistem penyeimbangan

risiko hasil kesepakatan harga dapat dilihat pada Gambar 69.

Gambar 69 Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko

Hasil negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai

pasok tersebut lebih besar dari perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa

mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat

petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan

risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Selain itu, nilai negosiasi harga

yang diperoleh menggunakan proses ini lebih besar dari nilai harga yang

dinegosiasikan dengan menggunakan metode rata-rata yaitu sebesar Rp.2500/Kg.

Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan

risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat

memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko

yang dihadapi.

Page 188: rantaipasok

162

Validasi model dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pelaku

rantai pasok produk/komoditas jagung dan pakar rantai pasok untuk mengetahui

tingkat fungsionalitas model dapat diaplikasikan oleh pengguna, dan penerimaan

mekanisme yang perlu dilakukan dalam implementasi model. Hasil evaluasi

tingkat penerimaan model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan pendekatan

penentuan harga di tingkat petani menunjukkan bahwa model dapat diterima oleh

pelaku rantai pasok dalam penggunaan model tersebut sebagai sarana untuk

melengkapi mekanisme penentuan harga saat ini dengan sistem HPS (Harga

Patokan Setempat) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga

stabilitas harga di tingkat petani. Dengan model ini penentuan harga di tingkat

petani dilakukan secara bersama dengan pendekatan stakeholder dialog sehingga

diperoleh kesepakatan harga. Untuk mengawasi dan mengendalikan hasil

kesepakatan harga tersebut perlu adanya kelembagaan yang dapat mengelola

proses kesepakatan harga secara bersama dan mengkoordinasikan proses tersebut

sehingga dapat diterima oleh setiap pelaku rantai pasok. Kelembagaan

pemerintah yang dilibatkan dalam model ini adalah Badan Ketahanan Pangan

yang berada di Kementrian Pertanian sebagai pengendali harga jagung di tingkat

petani di setiap Propinsi. Implementasi nyata di tingkat petani untuk

menanggulangi adanya perbedaan penguasaan teknologi informasi dengan

penggunaan teknologi internet dapat dilakukan dengan melibatkan penyuluh

pertanian dalam pemberdayaan petani akan penggunaan teknologi internet sebagai

tempat untuk mendapatkan informasi secara cepat.

Untuk mengimplementasikan model ini perlu diperhatikan beberapa asumsi

dan keterbatasan model yaitu model pengukuran risiko sangat terpengaruh oleh

kondisi baik yang berupa waktu, tempat dan jenis komoditi. Asumsi yang

diperlukan dalam model ini adalah kondisi sosial politik berjalan normal, tidak

terjadi perubahan iklim secara mendadak dan komoditas rantai pasok mempunyai

sifat mudah rusak, dan mempunyai kecenderungan harga yang fluktuatif. Asumsi

lainnya adalah proses kuantifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok

menggunakan bilangan fuzzy dengan jangkauan 1 s/d 10 dan jangkauan skenario

perubahan harga yang digunakan adalah penurunan dan kenaikan harga maksimal

sebesar 50% dari kondisi normal.

Page 189: rantaipasok

163

8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko

Permasalahan terjadinya fluktuasi harga jagung sangat berisiko baik bagi

petani sebagai pemasok ataupun industri pakan ternak sebagai pengguna dalam

melakukan perkiraan produksi. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme

penjadwalan tanam jagung yang optimal sehingga dapat menjaga pasokan jagung

secara merata sepanjang tahun untuk menghindari terjadinya fluktuasi harga.

Dengan adanya model manajemen risiko rantai pasok untuk mengoptimalkan

jadwal tanam komoditas jagung dengan pertimbangan minimalisasi risiko rantai

pasok dan maksimalisasi keuntungan, dapat bermanfaat untuk menjaga

ketersediaan pasokan jagung merata sepanjang tahun, sehingga harga jagung

terkendali. Model dapat digunakan oleh petani dalam membuat keputusan

penentuan jadwal tanam optimal, sehingga pasokan jagung terkendali dan petani

mempunyai posisi tawar yang lebih baik dalam penentuan harga jagung di tingkat

petani.

8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif

Untuk membuat model penjadwalan dengan tujuan untuk memaksimalkan

keuntungan, maka beberapa parameter yang perlu diperhatikan adalah biaya tetap,

biaya variabel, harga produk, kuantitas produk, estimasi bunga bank untuk

menghitung nilai uang saat ini, biaya tak terduga dan jadwal terpilih. Biaya tetap

yang diperhitungkan dalam kasus ini meliputi biaya sewa lahan, biaya depresiasi

dan kontrak kerjasama. Adapun biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja, biaya

penyediaan benih unggul, biaya pemupukan dan biaya operasional peralatan

termasuk biaya transportasi dan komunikasi. Biaya-biaya tersebut diperhitungkan

per hektar lahan, sehingga kuantitas produk yang dihasilkan dapat diestimasi

untuk satuan hektar dengan menggunakan nilai produktifitas lahan dari suatu

varietas jagung. Kemudian nilai harga ditentukan berdasarkan harga rata-rata

yang diperoleh pada suatu periode tanam masa lalu dengan mengacu pada

penelitian dari Zubachtirodin et al. (2007).

Model yang diusulkan untuk mendapatkan jadwal optimal dengan fungsi

obyektif maksimalisasi keuntungan adalah sebagai berikut:

Page 190: rantaipasok

164

Max ( )∑=

−−−=12

1iiiiiiiiii DSPQRBvBtPQZ (52)

dengan pembatas:

BTSBti

ii ≤∑=

12

1

(53)

∑=

≤12

1iii BVSBv (54)

{ }1,0∈iS Ii ∈∀

0≥iQ dan 0≥iP Ii ∈∀

[ ]1,0, ∈ii DR Ii ∈∀

dimana:

I = Himpunan bulan yang akan dialokasikan sebagai jadwal panen jagung yaitu

1...12 (Januari ... Desember).

Qi = Kuantitas atau jumlah produksi per hektar yang dipanen pada bulan ke-i

Pi = Harga produk per kg yang diproduksi pada bulan panen ke-i

Bti = Biaya tetap yang diperlukan untuk dapat melakukan panen pada bulan ke-i

Bvi = Biaya variabel yang diperlukan agar dapat melakukan panen bulan ke-i

Ri = Biaya tak terduga yang diperlukan pada bulan ke-i dalam persen yang

merepresentasikan biaya untuk mengantisipasi risiko panen bulan ke-i

Di = Nilai diskon yang diberikan untuk melakukan panen bulan ke-i

Si = Variabel bernilai biner yang berkaitan dengan pemilihan bulan panen yang

terpilih dengan nilai sama dengan 1 jika terpilih dan sama dengan nol jika

tidak terpilih.

Model di atas merupakan model MILP (Mixed Integer Linear

Programming) karena ada parameter model mempunyai nilai biner yaitu nol atau

satu, sedangkan variabel yang lain nilainya bisa diskrit atau kontinyu. Contoh

variabel yang bernilai kontinyu adalah variabel Ri yaitu persentase risiko dan Di

yaitu nilai diskon dimana nilai varibel ini berada pada rentang antara nol dan satu,

sedangkan variabel yang bernilai diskrit yaitu total kuantitas (Qi

Untuk memverifikasi model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak Excel-Solver. Input nilai dari model dihasilkan berdasarkan survai lapang

) yang

merepresentasikan jumlah produk yang diproduksi atau dipanen pada bulan ke i.

Page 191: rantaipasok

165

pada penanaman jagung seluas 1 Ha dengan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta

biaya tak terduga sebagai akibat dari risiko yang mungkin terjadi. Sealin itu

penerimaan didasarkan pada hasil yang diperoleh masa lalu berdasarkan pada

bulan panen terntentu. Untuk melakukan optimisasi penjadwalan maka perlu

input kendal yaitu total biaya tetap dan biaya variabel yang akan dialokasikan

dalam model. Rincian dari nilai input tersebut dapat terlihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen

Bulan Biaya Tetap (Rp.000)

Biaya Variabel (Rp.000)

Penerimaan (Rp.000)

Biaya tak terduga (%)

Januari 1.200 1.450 5.325 12 Februari 1.200 1.450 5.325 12 Maret 1.200 1.450 5.325 12 April 1.200 1.450 5.325 10 Mei 1.200 1.350 5.502,5 10 Juni 1.200 1.350 5.680 10 Juli 1.200 1.350 5.857,5 10

Agustus 1.200 1.350 6.035 10 September 1.200 1.550 6.212.5 10 Oktober 1.200 1.550 6.212.5 12

November 1.200 1.550 6.212,5 12 Desember 1.200 1.550 6.212,5 12

≤ ≤

kendala 4.800 7.000

Nilai-nilai biaya tak terduga didasarkan pada tingkat risiko yang mungkin

terjadi bila panen dilakukan pada musim hujan sehingga menyebabkan kualitas

produk jagung turun karena pengeringannya kurang optimal serta bulan-bulan

dimana terjadi penurunan harga jagung yang cukup tajam karena panen raya

sehingga pasokan jagung meningkat dan peningkatan harga jagung karena

kelangkaan pasokan pada bulan tidak musim panen (Firmansyah 2006).

Untuk memilih waktu tanam yang tepat, diandaikan modal yang

dialokasikan sebesar Rp.4,8 juta sebagai total biaya tetap dan juga biaya

operasional yang disediakan adalah Rp.7 juta sebagai total biaya variabel yang

digunakan sebagai pembatas model agar dapat terpilih jadwal optimal. Perintah

Excel-Solver untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat diperlihatkan pada

Gambar 70.

Page 192: rantaipasok

166

Gambar 70 Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP

Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa variabel keputusan berada pada sel

D5 s/d D16 yang dibatasi dengan nilai binary, sehingga hasil dari nilai keputusan

ini adalah pemilihan bulan yang optimum jika nilai variabel pada bulan tersebut

bernilai satu. Hasil verifikasi model dengan menggunakan Excel-Solver diperoleh

keuntungan maksimum sebesar Rp.9.487.275,- jika dialokasikan model tetap

sebesar 4,8 juta dan biaya variabel sebesar 5,8 juta sebagaimana terlihat pada

Tabel 27.

Tabel 27 Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen

Bulan Variabel keputusan

Biaya Tetap (Rp.000)

Biaya Variabel (Rp.000)

Profit (Rp.000)

Juli 1 1.200 1.350 2.313,49 Agustus 1 1.200 1.350 2.449,28

September 1 1.200 1.550 2.415,06 Oktober 1 1.200 1.550 2.309,45

Total 4.800 5.800 9.487,28

<= <=

Kendala 4.800 7.000

Berdasarkan Tabel 27 tersebut terlihat bahwa dengan input investasi

tertentu diperoleh jadwal panen optimal yaitu bulan Juli, Agustus, September dan

Oktober sebagai bulan panen yang akan menghasilkan nilai keuntungan optimal.

Kalau dilihat dari nilai keuntungan per bulan maka bulan panen yang paling

menguntungkan adalah pada bulan Agustus dengan nilai keuntungan

Rp.2.449.275,- Oleh karena itu bulan Agustus ini merupakan bulan yang terpilih

sebagai bulan panen yang akan memberikan keuntungan maksimum. Untuk

menentukan jadwal tanam dapat dilakukan penarikan mundur dari nilai optimal

Page 193: rantaipasok

167

ini dengan asumsi masa tanam jagung adalah tiga setengah bulan maka jadwal

tanam yang paling optimum dilakukan pada bulan April-Mei.

Untuk mengimplementasikan proses jadwal tanam ini dapat dilakukan

dengan penggiliran jadwal tanam antar kelompok tani jagung sehingga

ketersedian jagung akan merata sepanjang tahun dan tidak terjadi fluktuasi harga

pada saat panen raya.

8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya risiko rantai pasok dapat dievaluasi

secara kualitatif dan kuantitatif, berdasarkan formulasi model sebelumnya telah

diperoleh suatu nilai optimal dengan pertimbangan secara kuantitatif yaitu

keuntungan secara finansial dalam memilih jadwal tanam jagung. Cakupan risiko

rantai pasok yang sangat luas, maka perlu dimodelkan dengan pertimbangan dari

berbagai faktor, untuk itu dalam pemodelan ini akan digunakan AHP untuk

mengevaluasi risiko pemilihan jadwal tanam dengan risiko minimum.

Pertama-tama dilakukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi dan akan

dihadapi oleh petani dalam proses produksi dan penanaman jagung. Beberapa

risiko yang teridentifikasi dalam kajian ini dapat dikelompokan menjadi empat

kategori yaitu risiko alamiah, risiko produksi, risiko pasokan dan risiko

permintaan atau pasar. Komponen risiko dalam kelompok risiko alamiah yang

dianalisa dalam kajian ini meliputi risiko dominan yang sering dihadapi petani

dan menimbulkan kerusakan yaitu risiko banjir, risiko kekeringan dan risiko hama

tanaman. Kemudian elemen risiko yang masuk dalam kategori risiko produksi

yang dianalisa dalam kajian ini adalah risiko penggunaan teknologi, risiko

pengeringan, risiko penyimpanan, dan risiko transportasi. Kategori risiko pasokan

yang dikaji meliputi elemen risiko ketersedian lahan, risiko ketersediaan modal

risiko pasokan bibit unggul dan risiko pasokan pupuk. Selanjutnya kategori risiko

permintaan atau pasar mempunyai elemen-elemen risiko fluktuasi harga dan

risiko penurunan harga saat panen raya.

Identifikasi risiko dalam kajian ini mengacu pada risiko yang telah

dijabarkan oleh Schoenherr el al. (2008) dengan berbagai modifikasi sesuai

dengan permasalahan pemilihan jadwal tanam. Struktur hierarki dari risiko rantai

Page 194: rantaipasok

168

pasok yang teridentifikasi tersebut untuk mengevaluasi pemilihan jadwal tanam

optimal dapat diperlihatkan pada Gambar 71.

Pemilihan jadwal panen jagung untuk meminimalkan risiko

Risiko alam

Risiko produksi

Risiko pasokan

Risiko pasar

Hama

Banjir

kekeringan

Teknologi

Penyimpanan

Pengeringan

Transportasi

Modal

Lahan

Bibit unggul

Pupuk

Harga

Panen raya

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Fokus Faktor Kriteria Alternatif

Gambar 71 Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok

Dalam pemilihan jadwal tanam optimal dilakukan dengan survai pakar

sebagaimana dijelaskan dalam metodologi dengan bantuan perangkat lunak

Expert Choice 2000 dengan asumsi bahwa jadwal yang dipilih merupakan jadwal

penilaian risiko pada bulan panen untuk menyesuaikan dengan model sebelumnya

dalam menilai risiko kuantitatif. Nilai-nilai bobot risiko rantai pasok hasil

penilaian pakar pada bulan panen tertentu dapat diperlihatkan pada Gambar 72.

Gambar 72 Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko

minimal

Page 195: rantaipasok

169

Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa bobot nilai alternatif risiko

tertinggi adalah jadwal panen yang dilakukan pada bulan Februari dengan nilai

bobot nilai risiko 0,137 dan diikuti bulan Januari dengan nilai bobot nilai risiko

0,121. Bulan tersebut mempunyai risiko tertinggi karena pada bulan-bulan ini

curah hujan cukup tinggi sehingga menyulitkan proses pasca panen jagung yaitu

penyimpanan dan pengeringan di samping itu pada bulan ini cenderung udara

lembab yang menyebabkan kualitas pasca panen jagung yang rendah karena

tingginya kandungan air. Nilai alternatif jadwal panen dengan bobot risiko

terendah ada pada bulan September dengan nilai 0,46, sehingga jika target dari

penjadwalan panen adalah untuk memilih bulan dengan tingkat risiko terendah

maka pilihan akan jatuh pada bulan September.

Berdasarkan hasil pemilihan sebelumnya alternatif jadwal panen yang

terpilih berdasarkan optimalisasi keuntungan diperoleh bulan Agustus sebagai

alternatif terbaik, dan hal ini berbeda dengan hasil pemilihan alternatif jadwal

panen berdasarkan kriteria minimalisasi risiko secara kualitatif yang jatuh pada

bulan September sebagai alternatif terbaik. Oleh karena itu perlu adanya kajian

lanjutan untuk menentukan alternatif yang terbaik berdasarkan kedua kriteria

tersebut. Dalam sub-bab selanjutnya akan dijelaskan metode untuk menyelesaikan

permasalahan ini.

8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan

Kualitatif

Setelah menggunakan MILP dan AHP untuk mendapatkan solusi optimum

berdasarkan pertimbangan faktor risiko tangible dan intangible dalam rantai

pasok jagung, maka tantangan selanjutnya adalah mengintegrasikan solusi

tersebut untuk mendapatkan solusi terbaik dalam membuat pola penjadwalan.

Solusi dari model MILP biasanya akan terjadi konflik terhadap solusi dari model

AHP, karena dalam banyak kasus untuk memaksimumkan keuntungan biasanya

dilakukan dengan penurunan biaya atau penekanan biaya yang akan menyebabkan

peningkatan nilai risiko. Oleh karena itu perlu dibuat atau dikembangkan model

optimisasi tujuan jamak untuk membuat trade-off dari kedua solusi ini (Kostikas

& Fragakis, 2004).

Page 196: rantaipasok

170

Langkah untuk mengintegrasikan kedua solusi dapat dilakukan dengan

membuat kombinasi semua solusi optimal yang diperoleh dari model MILP,

kemudian dicari nilai optimal berdasarkan tujuan memaksimalkan keuntungan dan

nilai optimal berdasarkan tujuan meminimalkan risiko. Untuk mendapatkan total

risiko minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan (43) berikut.

Minimumkan total risiko π1

( ) ∑= iibRx1π

(x), dengan:

(55)

dimana:

Ri = Nilai bobot risiko dari alternatif ke-i yang terpilih

bi = Nilai biner dari alternatif yang terpilih

Adapun rumus untuk mendapatkan total keuntungan dilakukan dengan

mendapatkan nilai maksimum dari total keuntungan hasil kombinasi yang dapat

dicari dengan persamaan (44) berikut.

Maksimumkan total profit π2

( ) ∑= iibPx2π

(x), dimana:

(56)

dimana:

Pi

Tabel 28 Perbandingan output model MILP dan AHP

= Nilai keuntungan dari alternatif ke-i yang terpilih

Berdasarkan hasil perhitungan verifikasi model evaluasi risiko secara

kuantitatif dan kualitatif sebelumnya telah diperoleh bahawa nilai solusi masing-

masing model jika dilakukan perbandingan akan mendapatkan solusi jadwal

panen optimum yang berbeda, yaitu dengan kriteria keuntungan maksimum

diperoleh jadwal panen bulan Agustus, sedangkan dengan kriteria risiko minimum

diperoleh jadwal panen optimum bulan September, sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 28.

Bulan Hasil MILP profit

Hasil AHP risk

Juli 2.313,49 0,059 Agustus 2.449,28 0,049

September 2.415,06 0,046 Oktober 2.309,45 0,066

Page 197: rantaipasok

171

Berdasarkan nilai output model di atas, kemudian dibuat kombinasi hasil

untuk dapat menghitung nilai total risiko dan total keuntungan optimal, sehingga

dapat ditentukan jadwal panen yang sudah menggunakan kedua kriteria tersebut.

Hasil perhitungan kombinasi dari total risiko dan total keuntungan dapat dilihat

pada Tabel 29.

Tabel 29 Kombinasi alternatif, total profit dan total risk

Kombinasi Alternatif Total Profit Total Risk Juli - Agustus 4.762,76 0,108 Juli - September 4.728,55 0,105 Juli - Oktober 4.622,94 0,125 Agustus - September 4.864,34 0,095 Agustus - Oktober 4.758,73 0,115 September - Oktober 4.724,51 0,112

Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa nilai total profit tertinggi diperoleh

dari hasil kombinasi bulan panen Agustus-September dan nilai total risiko

terendah juga diperoleh pada hasil kombinasi tersebut, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pilihan alternatif terbaik yang memenuhi kedua kriteria yaitu

minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan diperoleh pada bulan Agustus

dan bulan September sebagai bulan panen jagung yang optimal. Oleh karena itu

dengan asumsi proses penanaman jagung dilakukan rata-rata selama tiga setengah

bulan maka jadwal tanam optimal yang disarankan dengan model integrasi risiko

rantai pasok secara kualitatif dan kuantitatif adalah bulan April-Mei. Berdasarkan

hasil validasi model diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan awal bulan dari

musim kemarau atau berakhirnya musim hujan, sehingga pada bulan itu

merupakan yang baik untuk menanam jagung ditinjau dari agroklimat, karena

hujan sudah jarung terjadi sehingga pada saat panen akan dapat melakukan proses

pasca panen secara efisien untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.

Untuk mengimplementasikan pola penjadwalan ini dapat dilakukan

dengan penyediaan informasi pasar, pasokan dan permintaan jagung serta

ketersediaan lahan yang tepat bagi petani dengan dilakukannya koordinasi antar

kelompok tani dalam menentukan pola penjadwalan tanam secara bergiliran

Page 198: rantaipasok

172

dalam suatu wilayah tertentu atau kombinasi pola tanam dengan komoditas lain

seperti padi dan palawija untuk mendapatkan keuntungan maksimal dalam suatu

siklus tanam pada suatu musim tertentu. Koordinasi penentuan pola penjadwalan

harus melibatkan konsumen jagung seperti industri pakan ternak yang paling

banyak menyerap pasokan jagung dari petani, sehingga pasokan dapat terkendali

sepanjang tahun untuk dapat mendapatkan kestabilan harga. Koordinasi dapat

diterapkan dengan melibatkan lembaga yang sudah ada yaitu gabungan kelompok

tani (gapoktan) dan koperasi petani dalam upaya untuk melakukan penggiliran

jadwal tanam agar memberikan pasokan jagung yang kontinyu sepanjang tahun

dengan kuantitas tertentu. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk

mengembangkan model kelembagaan yang tepat dalam upaya untuk dapat

mengimplementasikan pola penjadwalan yang tepat guna menjaga pasokan jagung

di suatu wilayah tertentu.

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah untuk menentukan risiko

rantai pasok dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang sangat bergantung pada

tingkat pengetahuan pakar terhadap wilayah tersebut. Disamping itu dalam

memodelkan sistem ini juga menggunakan asumsi tidak terjadi perubahan iklim

yang ekstrim, tidak terjadi bencana alam seperti banjir, kekeringan, gunung

meletus dan adanya wabah penyakit atau hama yang menyerang lahan pertanian.

Model sangat bergantung pada kondisi setempat dan juga waktu dan tujuan

manajemen risiko yang dirancang. Sedangkan keterbatasan model ini adalah

penggunaan metode kualitatif menuntut untuk mengkuantifikasi hasil kualitatif

dari hasil analisis risiko rantai pasok di suatu wilayah yang akan berbeda dengan

wilayah lain bergantung pada waktu, kondisi masyarakat dan struktur pasar yang

berlaku dalam rantai pasok. Hasil validasi model penentuan jadwal tanam di

Kabupaten Grobogan menunjukkan bahwa model dapat diaplikasikan di daerah

tersebut dan sesuai dengan kondisi di lapangan berdasarkan wawancara mendalam

dengan beberapa pihak yang telibat dalam rantai pasok komoditas jagung.

Page 199: rantaipasok

173

IX. IMPLIKASI MANAJERIAL

9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung

Implikasi manajerial manajemen risiko rantai pasok yang dapat diusulkan

dari penelitian ini adalah perlu adanya suatu mekanisme yang tepat untuk dapat

mengidentifikasi risiko rantai pasok agar diperoleh gambaran yang jelas akan

kemungkinan terjadinya risiko dan penyebabnya sehingga pihak manajemen dapat

melakukan tindakan ataupun mengantisipasi akan terjadinya risiko dalam

melakukan proses bisnisnya. Selain itu untuk dapat memfokuskan tindakan yang

tepat dalam menganalisis risiko rantai pasok perlu adanya evaluasi setiap risiko

yang telah diidentifikasi, sehingga akan diperoleh suatu alternatif tindakan yang

dapat dipilih oleh pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya risiko secara

cepat, tepat dan efektif.

Untuk melakukan identifikasi risiko dan evaluasi risiko yang telah

diidentifikasi sebaiknya melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam

manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung. Salah satu cara yang cukup

efisien adalah dengan menggunakan teknologi informasi yang saat ini telah

berkembang dengan pesat yaitu teknologi yang berbasis internet. Karena dengan

teknologi tersebut setiap pihak yang berkepentingan dapat saling berhubungan

tanpa harus bertemu dan bertatap muka secara langsung untuk dapat

menyelesaikan masalah secara bersama dalam kaitan dengan manajemen risiko

rantai pasok. Untuk itu dalam penelitian ini telah dikembangkan suatu prototipe

sistem manajemen risiko yang berbasis web yang dapat digunakan oleh setiap

pihak yang berkepentingan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas

jagung dalam hal mengidentifikasi, mengevalusi, dan memitigasi risiko rantai

pasok yang dapat dilakukan secara bersama dengan pendekatan diskusi kelompok

dengan fokus dan tujuan tertentu (focus group discussion).

Dengan mekanisme tersebut telah teridentifikasi beberapa risiko dominan

yang harus diantisipasi oleh setiap tingkatan rantai pasok komoditas jagung.

Risiko yang sering terjadi dalam rantai pasok komoditas jagung di tingkat petani

adalah rendahnya mutu dan fluktuasi harga. Oleh karena itu untuk dapat

membuat suatu rantai pasok komoditas jagung yang berkelanjutan harus berupaya

Page 200: rantaipasok

174

untuk dapat mengendalikan risiko tersebut. Untuk melakukan pengendalian dan

analisis risiko secara bersama dalam jaringan rantai pasok perlu adanya

kelembagaan yang dapat digunakan sebagai wadah dalam melakukan manajemen

risiko rantai pasok secara berkelanjutan.

9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung

Dengan adanya mekanisme pengendalian risiko setiap tingkatan rantai

pasok, maka setiap pelaku rantai pasok dapat mengetahui dan mendapatkan

alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yang terjadi atau

akan terjadi sehingga setiap pelaku rantai pasok dapat membuat suatu

perencanaan tindakan yang tepat guna meminimalkan risiko. Mekanisme

pengendalian risiko dalam sistem ini memberikan solusi terhadap risiko-risiko

yang mempunyai nilai sedang ke atas dan tidak memberikan alternatif solusi

terhadap risiko yang tidak terlalu signifikan untuk diatasi, oleh karena itu setiap

pelaku dapat lebih fokus pada risiko yang memang sangat berpengaruh terhadap

kelancaran bisnis rantai pasok.

Beberapa solusi yang diberikan dalam pengendalian risiko merupakan

solusi yang harus dikerjakan secara bersama dalam jaringan rantai pasok, oleh

karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk dapat menghubungkan setiap

tingkatan rantai pasok agar setiap pelaku rantai pasok dapat berkomunikasi dan

berinteraksi secara aktif dalam usaha membuat kesepakatan atau berkoordinasi

guna mengoptimalkan kelancaran pasokan dan menjaga kesinambungan rantai

pasok komoditas jagung. Disamping itu proses analisis risiko rantai pasok dapat

dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan nilai dan sumber risiko yang

benar-benar berpengaruh terhadap kelancaran rantai pasok, sehingga setiap pelaku

rantai pasok dapat saling bertukar pengetahuan dan informasi guna mendapatkan

solusi pengendalian risiko yang optimal.

Alternatif solusi pengendalian risiko didasarkan pada risiko-risiko hasil

analisis risiko yang dilakukan secara bersama dengan menggunakan pendekatan

agregasi berbagai pendapat pelaku rantai pasok untuk dapat membuat suatu nilai

yang telah mengakomodasi semua kepentingan tingkatan rantai pasok, oleh

karena itu hasil analisis risiko yang diperoleh telah mencerminkan risiko yang

Page 201: rantaipasok

175

perlu ditanggulangi secara bersama dalam jaringan rantai pasok, sehingga dapat

memberikan solusi yang tepat. Solusi dari hasil kesepakatan secara bersama

tersebut perlu ditindaklanjuti secara bersama untuk mendapatkan hasil yang

optimal. Oleh karena itu diperlukan kemauan dari setiap pelaku rantai pasok untuk

melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik dan jujur dalam bertindak baik

secara individu ataupun kelompok.

Implikasi manajerial atas penentuan jadwal tanam jagung untuk

mengantisipasi risiko ketidakpastian pasokan dan fluktuasi harga adalah perlu

adanya suatu sistem kelembagaan yang dapat mengatur proses penjadwalan tanam

pada suatu wilayak tertentu dengan konsep penggiliran tanam. Disamping itu

perlu adanya penguatan di tingkat petani dengan penigkatan pengetahuan dan

pemberian informasi yang seimbang terhadap harga, pasokan dan permintaan

jagung sesuai dengan kondisi nyata, sehingga tingkat petani dapat membuat

keputusan yang tepat dalam melakukan proses bisnisnya.

9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung

Implikasi manajerial penyeimbangan risiko rantai pasok produk/komoditas

jagung adalah perlu adanya pelaku rantai pasok yang bertanggungjawab untuk

dapat mengimplementasikan dan mengawasi hasil kesepakatan harga yang

diperoleh dalam proses penyeimbangan risiko, sehingga solusi tersebut dapat

dijalankan dengan baik dan dengan komitmen yang tinggi oleh setiap pemangku

kepentingan rantai pasok. Salah satu kelembagaan yang dapat diusulkan dalam

pengawasan tersebut adalah andanya lembaga independen yang beranggotakan

seluruh tingkatan rantai pasok dengan pemrakarsa dari pemerintah pusat/daerah.

Disamping itu juga perlu adanya kemauan dari setiap tingkatan rantai pasok untuk

membagi risiko dan keuntungannya sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan

bersama dalam penyeimbangan risiko rantai pasok.

Selain itu implikasi manajerial dari penyeimbangan risiko rantai pasok

adalah perlu adanya kesepakatan dari masing-masing pihak untuk menentukan

waktu pelaksanaan proses negosiasi dalam penentuan harga jagung di tingkat

petani, sehingga masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang sejalan

dalam upaya untuk dapat menyeimbangkan risiko rantai pasok guna mendapatkan

Page 202: rantaipasok

176

jaringan rantai pasok yang berkelanjutan. Dalam upaya tersebut perlu adanya

fasilitator yang dapat mengarahkan dan memberikan gambaran dan alasan akan

pentingnya melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok. Fasilitator tersebut

dapat dilakukan oleh lembaga yang diusulkan sebelumnya, seperti lembaga

swadaya masyarakat, perguruan tinggi atau lembaga penelitian.

Untuk dapat melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok secara efektif

dan efisien, perlu adanya pemahaman mengenai pentingnya manajemen risiko dan

pengendalian risiko dalam rantai pasok kepada setiap pelaku rantai pasok,

sehingga setiap pelaku pada setiap tingkatan rantai pasok mempunyai kesadaran

yang sama, untuk dapat mengatasi terjadinya risiko yang mungkin timbul dan

kemungkinan dapat mengatasinya secara bersama. Dengan kesadaran ini maka

setiap pelaku rantai pasok akan selalu berusaha untuk bertindak dengan kesadaran

akan munculnya risiko dan berusaha untuk meminimalkan risiko tersebut.

Model penyeimbangan risiko yang diusulkan dari penelitian ini dapat

digunakan secara bersama-sama oleh setiap pelaku rantai pasok dalam upaya

untuk menentukan harga secara otomatis dengan pertimbangan distribusi risiko

secara seimbang antar tingkatan rantai pasok. Dengan konsep penyeimbangan

risiko tersebut secara tidak langsung akan memberikan distribusi keuntungan yang

seimbang dalam rantai pasok komoditas jagung. Oleh karena itu perlu adanya

pemahaman yang baik terhadap konsep distribusi keuntungan dan distribusi risiko

dalam jaringan rantai pasok jagung.

Model penyeimbangan risiko rantai pasok komoditas jagung ini juga dapat

memberikan kontribusi praktis dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas

lain yang mempunyai risiko yang serupa yaitu tingginya fluktuasi harga dan tidak

meratanya pembagian keuntungan antar pelaku rantai pasok. Selain itu dengan

adanya model ini juga dapat memberikan kontribusi teoritis dalam penelitian

penyeimbangan risiko rantai pasok serta manajemen risiko rantai pasok dalam

upaya untuk mendapatkan distribusi keuntungan dan risiko yang seimbang.

Namun dalam model ini baru dilakukan penyeimbangan risiko terhadap

perubahan harga, oleh karena ini dapat dilakukan penelitian lanjutan

penyeimbangan risiko terhadap perubahan kualitas, nilai tambah atau yang lain.

Page 203: rantaipasok

177

X. KESIMPULAN DAN SARAN

10.1. Kesimpulan

Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang

pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi

jagung yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision Support System

Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan menggunakan

pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat membantu setiap

pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan pengambilan

keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Sistem dapat

digunakan untuk melakukan analisis risiko, mitigasi risiko dan penyeimbangan

risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dan juga dapat memberikan alternatif

solusi pengendalian risiko terhadap setiap risiko yang mempunyai kemungkinan

membahayakan dalam setiap tingkatan ataupun jaringan rantai pasok secara

umum. Disamping itu telah dimodelkan juga optimasi pola penjadwalan tanam

jagung dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan

risiko dalam rantai pasok komoditas jagung. Sistem dimodelkan dengan

pendekatan soft system dan hard system metodologi menggunakan beberapa

gabungan teknik seperti logika dan inferensi fuzzy, fuzzy AHP, fuzzy FMEA, fuzzy

regresi, interpolasi linier, MLIP dan weighted sum optimization.

Kebaruan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua hal yaitu

yang pertama adalah telah dikembangkan suatu model penyeimbangan risiko

rantai pasok produk/komoditas jagung untuk melakukan negosiasi harga dengan

menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis web, yang kedua adalah

telah dikembangkan suatu sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai

pasok yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko setiap tingkatan rantai

pasok dan mekanisme pengendalian risiko yang ditimbulkannya. Negosiasi

penentuan harga jagung dengan stakeholder dialog dapat dilakukan secara

bilateral ataupun multilateral antar tingkatan rantai pasok untuk menyeimbangkan

risiko dengan menggunakan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai

pasok. Fungsi utilitas risiko di tingkat petani cenderung turun jika harga jagung

naik. Berlawanan dengan fungsi utilitas risiko pada tingkat agroindustri yang

Page 204: rantaipasok

178

cenderung meningkat jika harga bahan baku naik, sehingga dapat dibentuk sebuah

fungsi conjoint antara kedua fungsi utilitas risiko tersebut untuk mendapatkan titik

kesepakatan bersama atau yang disebut sebagai titik keseimbangan. Untuk

melakukan analisis risiko rantai pasok, pertama-tama dilakukan identifikasi risiko

terhadap dua belas faktor risiko dengan empat puluh delapan variabel risiko guna

mendapatkan beberapa variabel dominan disetiap tingkatan rantai pasok.

Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap rantai pasok komoditas

jagung yang berada di kabupaten Purwodadi propinsi Jawa Tengah sebagai

produsen jagung terbesar di Indonesia dengan melibatkan beberapa pedagang

pengumpul dan industri pakan ternak. Hasil verifikasi model diperoleh bahwa

dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang

paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko

agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan

agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan

risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri,

sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir

sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah

sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi

adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan

pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok.

Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai

pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak

kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan

keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok.

Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan

rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di

tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan,

dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul

adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Adapun faktor

risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh

risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat

distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko

Page 205: rantaipasok

179

pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko

dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga

dan risiko lingkungan. Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel

risiko dalam setiap faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan yang

membahayakan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang cukup

membahayakan di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi

informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi,

disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di

tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko

rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat

risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang.

Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko

kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko

peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko

sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi

informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko

sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan.

Beberapa alternatif strategi yang diusulkan untuk mengendalikan risiko

rantai pasok berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1) Melakukan kontrak

kerjasama pengadaan bahan baku dengan standard kualitas dan kuantitas tertentu,

2) Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses

oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, 3) Memperbaiki proses

peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, dan 4) Pembagian keuntungan

yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme

asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas

jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat

ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi

jagung impor.

Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan

penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari

pada perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah

menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain

Page 206: rantaipasok

180

dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai

pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil

yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan

memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang

seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi

model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat

diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat

petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi

mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini.

Hasil optimasi pola penjadwalan tanam jagung dapat disimpulkan bahwa

berdasarkan perhitungan risiko kualitatif dalam manajemen rantai pasok dengan

menggunakan metode AHP diperoleh bulan September sebagai bulan panen yang

mempunyai risiko rantai pasok minimum. Kemudian berdasarkan hasil

perhitungan risiko rantai pasok secara kuantitatif dengan metode MILP diperoleh

bulan Agustus sebagai bulan panen yang dapat memberikan keuntungan produksi

maksimum. Selanjutnya hasil integrasi dari kedua model dengan menggunakan

metode weigted sum diperoleh bulan panen dengan nilai pareto adalah Agustus

dan September. Dengan masa tanam jagung kurang lebih tiga setengah bulan

maka jadwal tanam optimal dengan kriteria maksimalisasi keuntungan dan

minimalisasi risiko bagi petani jagung adalah pada bulan April dan Mei. Dengan

hasil ini telah menjelaskan bahwa model yang diusulkan dapat mengintegrasikan

pertimbangan faktor risiko tangible dan intagible untuk mendapatkan pilihan

penjadwalan tanam jagung yang optimum.

10.2. Saran

Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian

lanjutan terhadap mekanisme implementasi nyata dari pembagian keuntungan dan

pembagian risiko yang seimbang antar pelaku rantai pasok guna mendapatkan

jaringan rantai pasok yang berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan dengan

model kelembagaan, penanggungjawab dan tahapan implementasi, manajemen

pengendalian serta pengawasan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan

pengoperasian sistem. Karena beberapa kendala dalam model masih

Page 207: rantaipasok

181

menggunakan asumsi logis dari perubahan harga yang akan berpengaruh terhadap

tingkat risiko yang timbul dalam rantai pasok, belum memperhatikan kendala

teknis, organisasi, lingkungan dan sosial. Oleh karena itu perlu adanya tindak

lanjut penelitian pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat

mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka

penyeimbangan risiko dan distribusi keuntungan dalam jaringan rantai pasok.

Selain itu tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan dan

melanjutkan kajian ini adalah bahwa model yang dikembangkan baru

menyelesaikan permasalahan multiobjective dengan dua kriteria yaitu risiko dan

keuntungan, oleh karena itu model dapat dikembangkan lebih lanjut untuk

permasalahan dengan kriteria yang lebih dari dua misalnya dengan penambahan

kriteria kualitas dan waktu tunggu. Selain itu model yang diusulkan hanya

mengoptimalkan tindakan yang dapat dilakukan dalam suatu tingkatan tententu

dalam jaringan rantai pasok dan belum dapat mengoptimalkan tindakan yang

mencakup seluruh tingkatan rantai pasok, oleh karena itu perlu dikembangkan

suatu mekanisme untuk dapat mengoptimalkan setiap tingkatan rantai pasok

jagung. Kemudian penelitian juga belum dapat mengidentifikasi adanya

hubungan antar risiko dari setiap variabel risiko yang telah diidentifikasi. Oleh

karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian yang dapat mengetahui sumber

risiko dan keterhubungan antar risiko sehingga memudahkan pengendaliannya.

Penelitian penyeimbangan risiko rantai pasok ini dapat dilanjutkan untuk

membuat model negosiasi dengan pendekatan stakeholder dialog menggunakan

beberapa tujuan seperti peningkatan kualitas, bagi hasil, harga yang wajar dan

distribusi nilai tambah dengan menggunakan regresi fuzzy multiatributes sebagai

penduga fungsi utilitas risiko untuk setiap pengambil keputusan pada setiap

tingkatan rantai pasok. Selain itu pengembangan model juga dapat dikaitkan

dengan adanya mekanisme asuransi pertanian untuk mengurangi risiko di tingkat

petani yang cukup tinggi sehingga akan tercapai peningkatan pasokan jagung

dalam negri karena peningkatan minat petani pada komoditas jagung.

Page 208: rantaipasok

182

DAFTAR PUSTAKA

Agiwal S, Mohtadi H. 2008. Risk mitigating strategies in the food supply chain.

Paper prepared for presentation at the American Agricultural Economics Association Annual Meeting. Orlando, FL, July 27-29, 2008.

Agarwal S. 2005. Managing risk in supply chain. Supply & Demand Chain Executive. August.

Ananto E, Astanto, Sutrisno. 2005. Peran alsintan penanganan panen dan pascapanen jagung di lahan pasang surut Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian.

Arisoy O. 2007. Integrated Decision Making in Global Supply Chains and networks, [Disertation] The Graduate Faculty of the School of Engineering, University of Pittsburgh.

Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis. John Hopkins University Press. USA.

Bargiela A, Pedrycz W, Nakashima T. 2007. Multiple regression with fuzzy data. Fuzzy Sets and Systems. 158:2169 – 2188.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. data produktifitas dan produksi jagung di Indonesia.

Borge D. 2001. The book of risk. New York: Wiley. Bredell RD. 2004. Supply Chain Risk Management: A Logistics Perspective

[Thesis]. Johannesburg: Faculty Of Economic And Management Sciences. Rand Afrikaans University.

Brown JE. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. World Bank Publications. USA.

Carson II JS. 2002. Model verification and validation. In Proc. 2002 Winter Simulation Conf., ed. E. Yucesan, CH. Chen, JL. Snowdon, JM. Charnes, 52-58. Piscataway, New Jersey: IEEE.

Cavinato JL. 2004. Supply chain logistics risk: from the back room to the board room. Int J Physical Distribution & Logistic Management 34 (5):383-387.

Chang YHO, Ayyub BM. 2001. Fuzzy regression methods A comparative assessment. Fuzzy Sets Syst., 119(2):187–203.

Chapman P, Christopher M, Juttner U, Peck H, Wilding R. 2002. Identifying and managing supply-chain vulnerability. Logistics & transport focus: J Institute of Logistics and Transport 4:59-64.

Checkland P. 1981. Systems Thinking, Systems Practice, Chichester: John Wiley and Sons.

Cheng C, Chan C, Lin K. 2006. Intelligent agents for e-marketplace: Negotiation with issue trade-offs by fuzzy inference systems. Decision Support Systems. 42:626– 638.

Choi SH, Buckley JJ. 2008. Fuzzy regression using least absolute deviation estimators. Soft Comput. 12:257–263.

Page 209: rantaipasok

183

Chopra S, Sodhi MS. 2004. Managing risk to avoid supply chain breakdown, MIT Sloan Management Review.

Christopher M, Peck H. 2004. Building the Resilient Supply Chain. Int J Logistics Management, 15:1 - 13.

Coelho, D.; Antunes, CH.; Martins, AG. 2010. Using SSM for structuring decision support in urban energy planning, Technological and Economic Development of Economy 16(4): 641–653.

Culp, Christopher L. 2002. The Art of Risk Management – Alternative Risk Transfer, Capital Structure, and the Convergence of Insurance and Capital Markets, New York:John Wiley & Sons, Inc.

Cuppen E, Breukers S, Hisschemöller M, Bergsma E. 2010. Analysis Q methodology to select participants for a stakeholder dialogue on energy options from biomass in the Netherlands. Ecol Economics. 69:579–591.

Daellenbach H. 1997. Multiple criteria decision-making within Checkland´s So" Systems Methodology, in Clímaco, J. (Eds.). Multicriteria Analysis: Proceedings of the XI International Conference on Multiple Criteria Decision Making. Springer, Berlin, 51–60.

Deep A, Dani S. 2009. Managing Global Food Supply Chain Risks: A Scenario Planning Perspective, POMS 20th Annual Conference. Orlando, Florida, POMS Abstract Number: 011-0371.

Demirkan H, Cheng HK. 2008. The risk and information sharing of application services supply chain. Eur J Operational Research 187:765–784.

Dhar V, Stein R. 1997. Intelligence Decision Support Methods: The Science of Knowledge Work. United States of America: Pearson Prentice Hall, Inc.

Diaz LC, Hansel JE. 2007. Making Risk sharing models work with farmers, agribusinesses and financial institutions. International Conference on Rural Finance Research: Moving Results into Policies and Practice. FAO. Rome. Italy. Pp. 1-55.

Diersen MA, Garcia P. 1998. Risk measurement and supply response in the soybean complex. Proceedings of the NCR-134 Conference on Applied Commodity Price Analysis, Forecasting, and Market Risk Management. Chicago, IL. [http://www.farmdoc.uiuc.edu/nccc134].

Ding M, Ross Jr. W, Rao V. 2010. Price as an Indicator of Quality: Implications for Utility and Demand Functions. J Retailing. 86 (1):69–84.

Durga L, Dimitri P. 2006. Machine Learning Approaches for Estimation of Prediction Interval for the Model Output, Neural Networks Special Issue, pp. 1-11.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor.

Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor.

Firmansyah IU. 2006. Permasalahan pascapanen jagung di tingkat petani dan pedagang. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Makassar,

Page 210: rantaipasok

184

29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. pp. 369-308.

Giunipero LC, Eltantawy RA. 2004. Securing the upstream supply chain: a risk management approach. Int J Physical Distribution & Logistics Management 34 (9):698–713.

Goenawan DA. 2007. Rancang bangun sistem intelijen bisnis untuk agroindustri teri nasi (stolephorus spp) kualitas eksport berskala usaha menengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institute pertanian Bogor.

Hallikas J, Virolainen VM, Tuominen M. 2002. Risk analysis and assessment in network environment: A dyadic case study. Int J Production Economics 78:45-55.

Hallikas JI, Karvonen U, Pulkkinen VM, Virolainen, Tuomine M. 2004. Risk management processes in supplier networks, Int J Production Economics. 90:47-58.

Haris U. 2006. Rekayas Model Aliansi Strategis Sistem Agroindustri Crumb Rubber [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Harland C, Brenchley R, Walker H. 2003. Risk in supply networks. J Purchasing & Supply Management.1(1):51–62.

Hoover, Stewart V, Perry, Ronald F. 1989.Validation of Simulation Models:The Weak/Missing Link, Proceedings of the 1989 Winter Simulation Conference.

Indrajit RE, Djokopranoto R. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain, Cara Baru. Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grassindo.

[IRM] Institute of Risk Management. 2003. A risk management standard, IRM London.

Jagananthan S, Erinjeri JJ, Ker JI. 2007. Fuzzy analytic hierarchy process based group decision support system to select and evaluate new manufacturing technologies. Int J Advanced Manufacturing Technology 32:1253-1262.

Jain V, Deshmukh S. 2009. Dynamic supply chain modeling using a new fuzzy hybrid negotiation mechanism. Int J Production Economics. 122:319–328.

Jaffee S, Siegel P, Andrews C. 2008 Rapid agricultural supply chain risk assessment: Conceptual framework and guidelines for application. Commodity Risk Management Group Report. ARD World Bank.

Jüttner U, Peck H, Christopher M. 2003. Supply chain risk management: outlining an agenda for future research. Int J Logistics : Research & Applications. 6 (4):197-210.

Karningsih PD, Kayis B, Kara S. 2007. Development of knowledge based system for supply chain risk identification in multi-site & multi-partners global manufacturing supply chain. Proc. of the 13th Asia Pacific Management Conference, Australia. pp 466-471.

Kasryno F. 2006. Suatu penilaian mengenai prospek masa depan jagung di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, 29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Page 211: rantaipasok

185

Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, Adnyana MO. 2008. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/ bjagung/satu.pdf [10 Januari 2009].

Keen PGW, Morton MSS. 1978. Decision support systems : an organizational perspective. Reading, Mass:Addison-Wesley Pub. Co.

Kersten W, Hohrath P, Böger M. 2007. An Empirical Approach To Supply Chain Risk Management: Development Of A Strategic Framework. Proceeding POMS2007 Conference.

Klimov RA, Merkuryev YA. 2006. Simulation model for supply chain reliability evaluation. Technological and Economic Development of Economy 14(3): 300–311.

Kostikas K, Fragakis C. 2004. Genetic programming Applied to Mixed integer Programming. Pp.113-124. In Genetic Programming. Ed. By Kijzer et al, Berlin, Heidelberg: Spriger.

Kull T, Closs D. 2008. The risk of second-tier supplier failures in serial supply chains: Implications for order policies and distributor autonomy. Eur J Operational Research 186:1158–1174.

Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kusumadewi S. 2003. Artificiall Intelligence : Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Kusumaningrum HD. 2008. Aflatoxin contamination in production chain of maize product in Java and its relevance to Risk Assessment, Seafast center Bogor 25th June 2008.

Lasdon LS, Smith S. 1992. Solving large sparse nonlinear programs using GRG. ORSA J. on Computing 4:2-15.

Lee TYS. 2008. Supply Chain Risk Management. Int J Information and Decision Sciences. 1(1):98–114.

Li J, Hong SJ. 2007. Towards a New Model of Supply Chain Risk Management: the Cross-Functional Process Mapping Approach. Int J Electronic Customer Relationship Management. 1(1):91–107.

Lucas. 1993. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.

Marimin. 2007. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

March JG, Shapira Z. 1987. Managerial Perspectives on Risk and Risk Taking. Management Science 33:1404.

Miskiyah, Widaningrum. 2008. Pengendalian Aflatoksin pada pascapanen jagung melalui penerapan HACCP. J Standarisasi. 10(1):1-10.

Nadjamuddin A, Noor MN. 1997. Dinamika permintaan-penawaran jagung dan pengaruhnya terhadap harga di Sulawesi Selatan. Kumpulan Seminar Mingguan Hasil Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 1(1):29-41.

Page 212: rantaipasok

186

Nagurney A, Cruz JM, Dong J. 2005. Global Supply Chain Networks and Risk Management: A Multi-Agent Framework, publish in Multiagent-Based Supply Chain Management, B. Chaib-draa and J. P. Muller, Editors, Springer, Berlin, Germany, pp 103-134.

Neureuther BD, Kenyon G. 2008. A model for evaluating supply chain risk, POMS 19th

Pinto R. 2007. A General Framework for Supply Chain Risk Management, Published on Risk central.org,

Annual Conference, La Jolla, California, USA. Ngai EWT, Wat FKT. 2005. Fuzzy decision support system for risk analysis in e-

commerce development. Decision Support Systems 40: 235– 255. Niwa K. 1989. A Knowledge-based risk management in engineering.United

States:John Wiley & Sons Inc. Norrman A, Lindroth R. 2004. Categorization of supply chain risk and risk

management. In Brindley, C. (Ed.) Supply Chain Risk. Hampshire, England:Ashgate Publishing Ltd.

[NSW] Small Business. 2005. Risk management guide for small business, Department of State and Regional Development (http://www.smallbiz.nsw.gov.au).

Olsson C. 2002. Risk Management in Emerging Markets: How to Survive and Prosper, Financial Times/ Prentice Hall.

Phillips-Wren G, Mora M, Forgionne GA, Gupta JND. 2009. An integrative evaluation framework for intelligent decision support systems. Eur J Operational Research 195:642–652.

http://www.riskcentral.org [12 Jan 2009]. Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management, Surabaya, Indonesia: Guna

Widya. Puente J, Pino R, Priore P, De La Fuente D. 2002. A decision support system for

applying failure mode and effect analysis, Int J Quality and Reliability Management. 19:137-150.

Purwanto S. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Rajamani

Sadly M. 2007. Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge-based Expert System di dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. http://

D, Sriskandarajah C, Pickens T, Hameed S. 2006. A Framework for Risk Management in Supply Chains, Working paper Managing Risk in Supply Chains, Center for Intelligent Supply Networks (C4ISN).

Rau H, Chen T, Chen C. 2009. Develop a negotiation framework for automating B2B processes in the RosettaNet environment using fuzzy technology. Computers & Industrial Engineering 56:736–753.

www.beritaiptek.com [2 Jan 2008].

Santoso I. 2005. Rekayasa model manajemen risiko untuk pengembangan agroindustri buah-buahan secara berkelanjutan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 213: rantaipasok

187

Sarasutha IGP, Suryawati, Margaretha SL. 2007. Tata Niaga Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Shimell, P. 2002. The Universe of Risk, Pearson Education, Harlow. Sodhi MS. 2004. A Tactical Supply Chain Risk Management Model. Inspired by

Asset-Liability Management, http://papers.ssrn.com/sol3/ Delivery.cfm/SSRNID910579code642908.pdf [10 Jan 2009].

Schoenherr T, Rao TVM, Harrison TP. 2008. Assessing supply chain risks with the analytic hierarchy process: Providing decision support for the offshoring decision by a US manufacturing company. J. of Purchasing and Supply Management, doi:10.1016/j.pursup.2008.01.008.

Schmucker KJ. 1986. Fuzzy Sets, Natural Language Computations and Risk Analysis, Rockville: Computer Science Press, MD.

Subandi. 2004. Peran inovasi dalam produksi jagung. Seminar Inovasi Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sumaryanto, Nurmanaf AR. 2007 Simpul-Simpul Strategis Pengembangan Asuransi Pertanian Untuk Usahatani Padi Di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25 (2): 89 – 103.

Suprihatini R. 2003. Rancang bangun sistem produksi dalam agroindustri teh Indonesia [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suryana A, Hermanto. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Jagung. Jakarta:Badan Litbang Pertanian.

Tamura H. 2002. Modeling Ethical Conflict Resolution for Planning a Safe, Secure and Reliable (SSR) Megacity. 2nd IIASA-DPRI Meeting on Integrated Disaster Risk Management: Megacity Vulnerability and Resilience (IDRM 2002), IIASA http://www.iiasa.ac.at/Research/RMS/ dpri2002/Papers/Tamura.pdf).

Tang CS. 2006. Perspective in Supply Chain Risk Management. Int J Production Economics. 103:451-458.

Tanaka H, Uejima S, Asai K. 1982. Linear regression analysis with fuzzy model, IEEE Trans. Systems Man Cybernet. 12:903–907.

Tastra IK, Ginting E, Merx R. 1990. Determination of the optimum moisture content for shelling maize using local sheller. Internal Technical Report. ATA 272/NRC-MARIF.

Tseng FM, Lin L. 2005. A Quadratic Interval Logit Model for Forecasting Bankruptcy”, Omega, 33(1):85-91.

[USDA] United State Department of Agriculture. 2008. Yield of corn production. Vorst JGAJ van der. 2004. Supply Chain Management: Theory and Practice. The

Emerging World of Chains & Networks. T. Camps, P. Diederen, G. J. Hofstede, B.Vos (Eds). Elsevier, Hoofdstuk.

Vorst JGAJ van der. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks: An Overview. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. C.

Page 214: rantaipasok

188

Ondersteijn ÂJ, Wijnands R, Huirne, O. van Kooten. Springer Science Business Media. Bab 2:13-24.

Wang HF, Tsaur RC. 2000. Resolution of fuzzy regression model, Eur J Oper. Res. 126:637–650.

Warwick J. 2008. A Case Study Using Soft Systems Methodology in the Evolution of a Mathematics Module. In The Montana Mathematics Enthusiast, 5 (2&3): 269-290.

Welp M, Vega-Leinert A, Stoll-Kleemann S, Jaeger C. 2006. Science-based stakeholder dialogues: Theories and tools. Global Environmental Change , 16 (Science-based stakeholder dialogues are structured communication processes linking scientists with societal actors, such as). PP.170–181.

Wilkes J. 2008. Utility fuctions, prices, & negotiation. Dalam R. Buyya, & K. Bubendorfer, Market Oriented Grid and Utility Computing. John Wiley & Sons, Inc.

World Bank. 2007. Commodity prospect April 2007. World Bank, Washington D.C.

Wu D, Olson DL. 2008. Supply chain risk, simulation, and vendor selection. Int J Production Economics doi:10.1016/j.ijpe.2008.02.013.

Wu T, Blackhurst J, Chidambaram V. 2006. A model for inbound supply risk analysis. Computers in Industry 57(4):350–365.

Xiaohui W, Xiaobing Z, Shiji S, Chenf W. 2006. Study on risk analysis of supply chain enterprises, J Systems Engineering and Electronics.17(4):781-787.

Xu K, Tang LC, Xie M, Ho SL, Zhu ML. 2002. Fuzzy assessment of FMEA for engine system, Reliability Engineering and System Safety. 75:17-29.

Xue Y, et al. 2005. Fuzzy regression method for prediction and control the bead width in the robotic arc-welding process, J Math Process Technology. 164–165:1134–1139.

Yandra A, Marimin, Jamaran I, Eriyatno, Tamura H. 2007. An Integration Of Multi-Objective Genetic Algorithm And Fuzzy Logic For Optimization Of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceedings of the 51st Annual Meeting of the ISSS.

Yang J, Qiu W. 2005. A measure of risk and a decision-making model based on expected utility and entropy. Eur J Oper Res. 164:792–799.

Yeh RH, Hsieh MH. 2007. Fuzzy assessment of FMEA for a sewage plant. J the Chinese Institute of Industrial Engineers. 24:505-512.

You F, Wassick JM, Grossmann IE. 2008. Risk management for a global supply chain planning under uncertainty: Models and Algorithms. http://egon.cheme.cmu.edu/Papers/RiskMgmtDow.pdf [5 jan 2009].

Zsidisin GA. 2003. A grounded definition of supply risk. J Purchasing and Supply Management 9 (5–6):217–224.

Zubachtirodin, Pabbage MS, Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Page 215: rantaipasok

189

LAMPIRAN Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok

Penelitan Pendekatan

Sistem Metode

Manajemen Risiko Jenis

Model Objectives

Model Jenis Risiko Produk Dan

Lingkup 1 2 1 2 3 4 5 1 2 1 2 1 2 3 4 5 6 1 2

Zsidisin (2003) x x x x x Tang (2005) x x x x x x x x Nagurney et al. (2005) x x x x x x x x x x x Wu et al. (2006) x x x x x x Xiaohui et al. (2006) x x x x x x x x x x x Klimov & Merkuryev (2006)

x x x x x x x

Kull & Closs (2008) x x x x x x x x Karningsih et al. (2007) x x x x x x x x Yandra et al. (2007) x x x x x x x Schoenherr et al. (2008) x x x x x x x You et al. (2008) x x x x x x x x x Li et al. (2007) x x x x x x x x Demirkan & Cheng (2008) x x x x x x x x x Lee (2008) x x x x x x x x Agiwal & Mohtadi (2008) x x x x x x x x Penelitian ini (2009) x x x x x x x x x x x x x x Keterangan:

Pendekatan sistem: 1. Hard System Methodology, 2. Soft System Methodology Metode manajemen risiko: 1.Analitik, 2.Deterministik, 3.Stokastik, 4.Sistem Pakar, 5.Simulasi Jenis model: 1.Kualitatif, 2.Kuantitatif Objective: 1.Tunggal, 2.Majemuk Jenis risiko: 1.Risiko Pasokan, 2.Risiko Produksi, 3.Risiko Permintaan, 4.Risiko Informasi,5.Risiko Kemitraan, 6.Risiko Financial Produk dan lingkup: 1.Produk Pertanian, 2.Global

Page 216: rantaipasok

190

Skenario perubahan harga

Lampiran 2 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung

Risiko petani Risiko pengepul Risiko agroindustri Risiko distributor Risiko konsumen R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4

Turun Sangat Tinggi AC AC AC AC L VL VL VL VL L VL L VL VL VL VL VL VL VL VL

Turun Tinggi AC VH AC VH L L L VL L L L L VL L L VL L VL VL L Turun Sedang VH VH VH VH ML ML L L ML ML ML ML L L ML L L L L L Turun rendah VH H VH H ML ML ML L ML ML ML ML ML ML ML L ML L ML ML Turun Sangat Rendah H H H MH M M ML ML M M M M M ML M ML ML ML ML ML

Tetap MH MH MH M M MH M ML M M M M M M M M M M M M Naik Sangat Rendah MH MH M M MH MH M M MH MH MH M M M MH M M MH MH MH

Naik Rendah M M ML ML MH H MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH H H MH Naik Sedang ML ML ML ML H H MH MH H H H H H MH H H H H H H Naik Tinggi ML L L L H VH H H H H VH H VH H H VH VH VH VH VH Naik Sangat Tinggi L L VL VL VH AC VH VH VH VH VH VH VH VH VH VH AC AC VH VH

Keterangan: Ri = Risiko ke i AC = Hampir Pasti, VH = Sangat Tinggi, H = Tinggi, MH = Sedang-Tinggi, M=Sedang, ML=Sedang-Rendah, L=Rendah,

VL=SangatRendah

Page 217: rantaipasok

191

No

Lampiran 3 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam R S SR Hama & penyakit S S R Kebijakan pemerintah R R SR Sosial budaya dan politik R R R

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi R R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi R SR R Penggunaan teknologi R R R

3 Risiko Harga

Nilai tukar S R S Distorsi informasi harga S S R Musin panen R S R Fluktuasi harga S T S

4 Risiko Pasokan

Keberagaman pasokan R S R Keberadaan pemasok R R SR Loyalitas pemasok R R R Ketidakpastian pasokan R S R

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur jalan R R SR Ketidakpastian waktu angkut R R R Pungutan liar/keamanan R R R Jarak angkut R R R

6 Risiko Pasar

Struktur pasar R R R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank S R R Nilai tukar R R R

7 Risiko Produksi

Kapasitas mesin R S R Mutu bahan baku R S R Perkiraan produksi R R R Proses produksi R R R

8 Risiko Informasi

Kurangnya akses informasi R R R Kesalahan informasi R R R Risiko peramalan R R R Distorsi informasi R R R

9 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan S S S Rendahnya mutu pasokan S S R Penyimpanan R S R Musim R S R

10 Risiko Penyimpanan

Kapasitas gudang R R R Metode penyimpanan R S SR Kuantitas pasokan R R R Penyusutan R R R

11 Risiko Kemitraan

Melanggar kontrak kerjasama R R R Putusnya jaringan komunikasi R R R Putusnya jaringan transportasi R S R Rendahnya komitmen mitra SR R R

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 218: rantaipasok

192

No

Lampiran 4 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam S T R Hama dan penyakit S ST R Kebijakan pemerintah S R SR Keamanan/pencurian S S R

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi S R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi S SR R Penggunaan teknologi R S R

3 Risiko Harga

Distorsi informasi harga ST S S Rendahnya kualitas ST ST S Gagal panen R ST S Fluktuasi harga T ST S

4 Risiko Pasokan

Ketersediaan bibit unggul S S S Kelangkaan pupuk S S SR Jadwal tanam S S R Ketersediaan lahan S S S

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur S S SR Ketidakpastian waktu angkut S R R Jarak transportasi R S R Moda transportasi R S R

6 Risiko Pasar

Struktur pasar R S R Risiko sertifikasi mutu R S R Metode pembayaran S S S Penolakan pasar SR R R

7 Risiko Produksi

Kesalahan penjadwalan S S S Pasca panen R S S Penggunaan bibit R S R Proses budidaya R S R

8 Risiko Informasi

Kurangnya akses informasi S S R Distorsi informasi S S R Kesalahan estimasi R S R ketersediaan informasi S S R

9 Risiko Kualitas

Musim dan cuaca S S S Pasca panen T T S Proses budidaya R S R Penggunaan bibit unggul R R S

10 Risiko Penyimpanan

Cuaca dan musim R S R Metode penyimpanan S T SR Jamur S R R Penyusutan R S R

11 Risiko Kemitraan

Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra S R R Komitmen mitra R S R Sosial budaya SR S R

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 219: rantaipasok

193

No

Lampiran 5 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam SR R PR Kebijakan pemerintah SR R R Keamanan/pencurian R R R Sosial budaya dan politik PR R SR

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi SR R SR Perkembangan teknologi baru SR SR SR Ketersediaan teknologi R R SR Penggunaan teknologi R R R

3 Risiko Harga

Nilai tukar SR R SR Panen raya R R R Distorsi informasi harga S R R Fluktuasi harga S S S

4 Risiko Pasokan

Keberagamanan pasokan R S R Keberadaan pemasok R R SR Loyalitas pemasok S R R Jumlah pasokan R R R

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur jalan SR R R Waktu angkut R S R Pungutan liar/keamanan R R R Jarak angkut R R SR

6 Risiko Pasar

Struktur pasar R S R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank SR R SR Penolakan konsumen S S S

7 Risiko Produksi

Kapasitas gudang S R R Risiko pengeringan R S R Metode penyimpanan R S SR Metode pengiriman R R R

8 Risiko Informasi

Distorsi informasi R R SR Kesalahan estimasi R S R ketersediaan informasi S R SR Metode akses informasi S R SR

9 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan S S R Rendahnya mutu pasokan S S R Penyimpanan R S R Musim R S R

10 Risiko Penyimpanan

Kapasitas transportasi S S R Metode penyimpanan R S R Kuantitas pasokan R S R Penyusutan R S S

11 Risiko Kemitraan

Model kerjasama R R SR Ketersediaan mitra R SR SR Komitmen mitra R S R ketersediaan infrastruktur R S R

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 220: rantaipasok

194

No

Lampiran 6 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam R S PR Hama dan penyakit S S R Kebijakan pemerintah SR S R Produk pesaing S S S

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi S R R Perkembangan teknologi baru R R R Ketersediaan teknologi R R S Penggunaan teknologi S R R

3 Risiko Harga

Distorsi informasi harga S R S Musin panen R S R Nilai tukar R S R Fluktuasi harga S S S

4 Risiko Pasokan

Pemilihan pemasok R R S Keberadaan pemasok R S R Loyalitas pemasok S S S Ketidakpastian pasokan S S S

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur jalan S R R Ketidakpastian waktu angkut R S SR Pungutan liar/keamanan R S R Jarak angkut S R R

6 Risiko Pasar

Struktur pasar S R SR Risiko sertifikasi mutu S S SR Bunga bank S R R Penolakan konsumen S S SR

7 Risiko Produksi

Kapasitas mesin S S SR Mutu bahan baku S S SR Perkiraan produksi R R R Proses produksi R R S

8 Risiko Informasi

Kurangnya akses informasi R S R Kesalahan informasi S R R Risiko peramalan S S S Distorsi informasi SR S R

9 Risiko Kualitas

Keberagaman mutu pasokan T S S Rendahnya mutu pasokan T T S Metode penyimpanan R S R Musim dan cuaca S R R

10 Risiko Penyimpanan

Kapasitas gudang R S R Metode penyimpanan R S R Penyusutan S S S Penjadwalan R S R

11 Risiko Kemitraan

Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra R S R Komitmen mitra S S SR Kerusakan infrastruktur SR S R

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 221: rantaipasok

195

No

Lampiran 7 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam PR R SR Kebijakan pemerintah SR SR SR Keamanan/pencurian R R R Sosial budaya dan politik SR SR SR

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi SR SR SR Perkembangan teknologi baru SR SR PR Ketersediaan teknologi SR PR SR Penggunaan teknologi SR R SR

3 Risiko Harga

Nilai tukar R SR SR Distorsi informasi harga R R SR Musin panen S SR R Fluktuasi harga S S S

4 Risiko Pasokan

ketidakpastian pasokan S S R Pemilihan pemasok R R SR Komitmen pemasok R S R Jumlah pasokan R S SR

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur jalan SR SR SR Waktu angkut SR R SR Pungutan liar/keamanan R R SR Jarak angkut R SR SR

6 Risiko Pasar

Struktur pasar R R R Risiko sertifikasi mutu R R R Bunga bank R SR SR Penolakan konsumen R S R

7 Risiko Produksi

Kapasitas gudang SR R SR Perkiraan penjualan S S R Metode penyimpanan R S R Metode pengiriman R SR R

8 Risiko Informasi

Kesalahan estimasi SR S R Kesalahan estimasi R R R ketersediaan informasi R S R Metode akses informasi S R R

9 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan R S R Rendahnya mutu pasokan R R R Penyimpanan S S S Musim S R R

10 Risiko Penyimpanan

Kapasitas transportasi R R SR Metode penyimpanan R R SR Kuantitas pasokan SR R SR Penyusutan S R R

11 Risiko Kemitraan

Model kerjasama R S R Ketersediaan mitra SR R R Komitmen mitra SR S R Kerusakan Jaringan SR R R

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 222: rantaipasok

196

No

Lampiran 8 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas)

Faktor risiko Variabel risiko Posibilitas Dampak Paparan

1 Risiko Lingkungan

Bencana alam PR S R Kebijakan pemerintah SR R SR Keamanan/pencurian SR S SR Sosial budaya dan politik SR SR SR

2 Risiko Teknologi

Penguasaan teknologi R R SR Perkembangan teknologi baru SR R R Ketersediaan teknologi SR SR SR Penggunaan teknologi SR SR SR

3 Risiko Harga

Nilai tukar R R R Distorsi informasi harga S S R Musin panen R R R Fluktuasi harga S S S

4 Risiko Pasokan

Jumlah pemasok R S R Keberadaan pemasok R S R Loyalitas pemasok R R R Ketidakpastian pasokan S S S

5 Risiko Transportasi

Kerusakan infrastruktur jalan R R R Ketidakpastian waktu angkut SR SR SR Pungutan liar/keamanan R SR SR Jarak angkut R R SR

6 Risiko Pasar

Struktur pasar R SR R Risiko sertifikasi mutu R SR R Bunga bank R R R Nilai tukar R R R

7 Risiko Produksi

Kapasitas mesin R R SR Mutu bahan baku R S R Perkiraan produksi R R SR Proses produksi R R R

8 Risiko Informasi

Kurangnya akses informasi R S R Kesalahan informasi R R SR Risiko peramalan R R R Distorsi informasi R S R

9 Risiko Kualitas

Variasi mutu pasokan S S R Rendahnya mutu pasokan R R R Penyimpanan R R R Musim dan cuaca R R R

10 Risiko Penyimpanan

Kapasitas gudang SR SR SR Metode penyimpanan R SR SR Kuantitas pasokan R R R Penyusutan R R R

11 Risiko Kemitraan

Melanggar kontrak kerjasama SR R R Putusnya jaringan komunikasi PR S R Putusnya jaringan transportasi PR S R Rendahnya komitmen mitra SR SR SR

Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

Page 223: rantaipasok

197

Lampiran 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP

Lampiran 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP

Goal

Tujuan

Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung

Peningkatan Kualitas pasokan (0,406)

Peningkatan kesejahteraan petani (0,328)

Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (0,265)

Faktor risiko

Aktor Tingkat Petani

(0,538) Tingkat Pengepul

(0,157) Tingkat Agroindustri

(0,129) Tingkat Distributor

(0,098) Tingkat Konsumen

(0,078)

Risiko Kualitas (0,139)

Risiko Penyimpanan (0,057)

Risiko kemitraan (0,032)

Risiko lingkungan (0,290)

Risiko Teknologi (0,032)

Risiko Harga (0,145)

Risiko Pasokan (0,107)

Risiko transportasi (0,036)

Risiko Pasar (0,071)

Risiko produksi (0,051)

Risiko Informasi (0,040)

Goal

Tujuan

Pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok jagung

Peningkatan Kualitas pasokan (0,146)

Peningkatan kesejahteraan petani (0,667)

Menjaga kontinuitas pasokan stabil (0,186)

Alternatif Kontrak jual/beli jagung dengan

kualitas strandard (0,195)

Pengaturan harga jagung di tingkat

petani (0,209)

Penyediaan modal dengan kridit lunak

bagi petani (0,165)

Kontrak penyediaan bibit unggul dan

pembelian jagung (0,128)

Kontrak pembagian keuntungan antar

pelaku rantai pasok (0,304)

kriteria Risiko Petani (0,447)

Risiko Pengepul (0,132)

Risiko Agroindustri (0,192)

Risiko Distributor (0,087)

Risiko Konsumen (0,143)

Page 224: rantaipasok

198

Faktor Risiko

Lampiran 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok Tingkat petani

Tingkat pengepul

Tingkat Agroindustri

Tingkat distributor

Tingkat konsumen

Rantai pasok

Risiko Lingkungan 0,139 0,063 0,106 0,041 0,132 0,115 Risiko Teknologi 0,028 0,031 0,069 0,035 0,028 0,034 Risiko Harga 0,156 0,215 0,107 0,195 0,163 0,163 Risiko Pasokan 0,137 0,186 0,141 0,168 0,177 0,149 Risiko Transportasi 0,045 0,070 0,033 0,074 0,035 0,050 Risiko Pasar 0,084 0,095 0,076 0,112 0,087 0,088 Risiko Produksi 0,058 0,052 0,097 0,058 0,027 0,060 Risiko Informasi 0,034 0,031 0,060 0,040 0,078 0,039 Risiko Kualitas 0,230 0,163 0,182 0,122 0,188 0,203 Risiko Penyimpanan 0,056 0,064 0,101 0,120 0,055 0,069 Risiko Kemitraan 0,033 0,029 0,027 0,035 0,030 0,032

bobot 0,538 0,157 0,129 0,098 0,078

Page 225: rantaipasok

199

Lampiran 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok

Untuk melakukan instalasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung diperlukan perangkat keras dan perangkat lunak sebagaimana dapat dilihat pada Tabel L1 dan Tabel L2.

Tabel L1 Kebutuhan perangkat keras (hardware) implementasi siste

Perangkat keras m

Server Client 1. Processor 848 AMD atau Intel sekelasnya Intel Pentium 3 2. Memory 4 GB 1 GB 3. Hardisk 320 GB 80 GB 4. VGA card 256 warna 256 warna

Tabel L2 Kebutuhan perangkat lunak (software) implementasi siste

Perangkat keras m

Server Client 1. Sistem Operasi Windows XP, Windows

2007 Windows XP, Windows 2007

2. Data base Engine MySQL 3. Application Engine Apache, PhpTriad 4. Browser Mozilla 2.5 atau

Internet Explorer Mozilla 2.5 atau Internet Explorer

Instalasi dilakukan pada komputer di sisi server dan komputer di sisi client.

Pada sisi server beberapa perangkat lunak yang perlu diinstal adalah sistem operasi, seperti Windows XP, Windows 2007 atau Linux, mesin aplikasi sebagai server dan aplikasi basis data serta aplikasi browsing internet. Mesin aplikasi yang perlu diinstal adalah PhpTriad yang sudah merupakan gabungan dari aplikasi server Php dan database server dengan menggunakan MySQL. Aplikasi untuk browsing internet yang dapat digunakan adalah Internet Explorer atau Mozilla fire Fox. Kemudian pada sisi client yang perlu diinstal adalah aplikasi browsing saja, misalnya Internet Explorer atau Mozilla fire Fox..

Setelah proses instalasi PhpTriad di komputer server selesai maka akan terdapat folder Apache di dalam hardisk komputer server. Tahap berikutnya adalah menempatkan file-file aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas dalam direktori yang sesuai agar aplikasi dapat dijalankan. File aplikasi PHP ditempatkan dalam folder Htdocs dalan folder Apache. Kemudian file basis data MySQL ditempatkan dalam folder MySQL/Data dalam folder Apache tersebut.

Untuk mengoperasikan sistem, pertama-tama perlu dijalankan aplikasi server basis data dan server aplikasi di komputer server. Untuk menjalankan aplikasi server dapat dilakukan dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian Apache console dan pilih Start Apache. Setelah itu dapat dijalankan basis data server dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian MySQL dan pilih MySQL-D. Setelah kedua aplikasi tersebut dijalankan, maka aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas siap dijalankan baik dari sisi server ataupun dari sisi client dengan menggunakan Internet Explorer ataupun Mozilla Fire Fox. Untuk menjalankan sistem dengan

Page 226: rantaipasok

200

menggunakan localhost dapat dipanggil dengan menggunakan alamat website http://localhost/risikoscm/ sehingga akan tampil tampilan awal aplikasi sistem sebagaimana dapat dilihat pada Gambar P1.

Untuk mengoperasikan aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung dapat mengikut langkah-langkah sebagai berikut:

A. Langkah awal pengoperasian sistem Tampilan awal dari sistem dapat diperlihatkan pada Gambar P1. Sebelum dapat mengoperasikan sistem user/pengguna terlebih dulu harus mendaftarkan dengan mengisi form pendaftaran pengguna (Gambar P3). Tetapi kalau sudah terdaftar sebagai pengguna dapat langsung menginputkan nama dan password. Kalau login berhasil maka akan tampil tampilan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar P2. Dalam Gambar P2 tersebut terlihat menu-menu sebagai berikut: Home, Identifikasi risiko, Evaluasi risiko, Risiko SCM, Penyeimbangan risiko, Pengendalian risiko dan Logout. Menu Home digunakan untuk melihat tampilan awal, jika penggunanya adalah admin maka di dalam home akan muncul histogram nilai risiko rantai pasok, tetapi jika penggunanya bukan admin maka di dalam home akan menampilkan detail dari identitas pengguna tersebut. Menu Identifikasi risiko digunakan untuk melakukan input variabel dan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menampilkan hasil perhitungan risiko setiap variabel risiko. Menu Evaluasi risiko digunakan untuk menghitung nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menambahkan faktor risiko setiap tingkatan. Menu Risiko SCM digunakan untuk menghitung dan menampilkan tingkat risiko setiap tingkatan rantai pasok yang ditampilkan dalam bentuk histogram. Menu penyeimbangan risiko digunakan untuk melakukan negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario perubahan harga jagung. Menu Pengendalian risiko digunakan untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai dengan tingkat risiko hasil evaluasi risiko sebelumnya. Menu Logout digunakan untuk keluar dari system.

Gambar P1. Halaman login pengguna

Page 227: rantaipasok

201

Gambar P2. Halaman awal login pengguna (petani)

Gambar P3 form pendaftaran pengguna

B. Langkah evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok Setelah pengguna berhasil login, maka dapat melakukan identifikasi dan evaluasi risiko sesuai dengan tingkatan pengguna dengan mengklik menu identifikasi risiko maka akan tampil tampilan seperti terlihat pada Gambar P4. Untuk menginputkan variabel risiko penggna dapat mengklik menu tambah varibel risiko, sehingga tampil seperti terlihat pada Gambar P6. Untuk dapat menginputkan variabel risiko, terlebih dulu harus menginputkan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P5.

Page 228: rantaipasok

202

Gambar P4 Tamiplan identifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok

Pada Gambar P4, pengguna dapat memilih tingkatan rantai pasok yang akan diidentifikasi risikonya, kemudian memilih faktor risiko yang sudah diinputkan untuk dapat menginputkan variabel risiko ataupun menginputkan nilai risiko setiap variabel tersbut sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar P7.

Gambar P5 Form input Faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok

Untuk menginputkan faktor risiko, pengguna harus memilih tingkatan rantai pasok (SCM) dengan mengklik menu Combobox Tingkatan dalam SCM, kemudian input faktor risiko dan keterangan faktor risiko. Jika selesai, klik tombol simpan, maka input berhasil. Input akan gagal atau diminta input lagi jika ada bagian yang tidak diisi.

Page 229: rantaipasok

203

Gambar P6 Form input variabel risiko setiap faktor risiko

Jika input faktor risiko berhasil, maka pengguna dapat menginputkan variabel risiko dengan memilih tingkatan SCM dengan menekan menu Combobox Pilih Tingkatan SCM, sehingga setelah terpilih combobox faktor risiko dapat diklik untuk dapat memilih faktor risiko mana yang akan ditambahkan variabel risikonya. Selanjutnya tuliskan variabel risiko dan keterangannya, kemudian setelah selasai klik tombol simpan.

Gambar P7 Form input nilai risiko setiap variabel risiko

Untuk menginputkan nilai risiko, dapat dilakukan dengan mengklik nilai Dampak, nilai kemungkinan dan nilai paparan sesuai dengan tingkat risiko suatu variabel yang diinginkan misalnya tinggi, sedang atau rendah. Kemudian klik simpan jika sudah selesai, sebagaimana terlihat pada Gambar P7.

Page 230: rantaipasok

204

Gambar P8 Tampilan pilihan tingkatan rantai pasok

Untuk menampilkan nilai risiko hasil evaluasi variabel risiko suatu tingkatan rantai pasok, pertama-tama pilih tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P8, kemudian pilih faktor risiko pada tingkatan hasil pemilihan sebelumnya sebagaimana terlihat pada Gambar P9.

Gambar P9 Tampilan pilihan faktor risiko tingkat petani

Pada Gambar P9 di atas dipilih tingkatan rantai pasoknya adalah petani dengan faktor risiko harga, maka hasil evaluasi variabel risikonya akan terlihat pada Gambar P10.

Page 231: rantaipasok

205

Gambar P10 Tampilan Hasil evaluasi variabel risiko pada risiko harga di tingkat

petani

Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko suatu tingkatan, pilih menu evaluasi risiko, kemudian pilih tingkatan rantai pasok yang diinginkan sebagaimana terlihat pada Gambar P8. Kemudian hasil evaluasi risiko akan ditampilak sebagaimana terlihat pada Gambar P11.

Gambar P11 Tampilan hasil evaluasi faktor risiko tingkat petani

Untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko pada tingkatan yang lain, dapat dilakukan dengan memilih atau mengganti nilai pilihan pada combobox pilih tingkatan. Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu Risiko SCM, sehingga akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P12.

Page 232: rantaipasok

206

Gambar P12 Tampilan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok

C. Langkah penyeimbangan risiko rantai pasok dengan skenario penentuan harga jagung di tingkat petani

Untuk menjalankan proses penyeimbangan risiko rantai pasok, pertama-tama klik menu penyeimbangan risiko, sehingga akan terlihat tampilan seperti Gambar P13. Dengan tampilan tersebut pengguna diminta untuk memilih tingkatan sesuai dengan tingkatan yang inginkan, kemudian akan tampil form untuk dapat menginputkan nilai risiko sesuai dengan skenario perubahan harga tertentu. Misalkan dipilih tingkat konsumen maka tampil form skenario perubahan harga yang akan menimbulkan risiko di tingkat konsumen, sebagaimana terlihat pada Gambar P14.

Gambar P13 Tampilan awal penyeimbangan risiko rantai pasok

Page 233: rantaipasok

207

Kemudian dalam Gambar P14, diharapkan pengguna yaitu konsumen untuk menginputkan nilai risiko untuk setiap perubahan harga yang terjadi dengan mengklik menu input nilai untuk setiap faktor risiko. Form input risiko untuk suatu perubahan harga dapat diperlihatkan pada Gambar P15.

Gambar P14 Tampilan skenario perubahan harga dalam penyeimbangan risiko

Dari Gambar P14 terlihat bahwa terdapat beberapa menu input nilai yang dapat diklik untuk menginputkan tingkat risiko dari setiap perubahan harga yang terjadi. Dalam hal ini pengguna harus menginputkan semua nilai risiko untuk setiap perubahan harga sebelum melangkah ke tahap perikutnya.

Gambar P15 Form input tingkat risiko atas perubahan harga dalam

penyeimbangan risiko

Page 234: rantaipasok

208

Jika pengguna telah menginputkan semua tingkat risiko sesuai dengan kondisi yang dihadapi secara lengkap, maka akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P16.

Gambar P16 Tampilan risiko setiap perubahan harga dalam penyeimbangan risiko

Proses yang sama perlu dilakukan untuk setiap tingkatan yang akan mengadakan negosiasi atau kesepakatan harga. Setelah semua tingkatan menginputka nilai utilitas risiko yang dihadapi sesuai dengan skenario perubahan harga, maka menu proses kesepakatan harga pada Gambar P16 dapat diklik, sehingga akan tampil form sebagaimana terlihat pada Gambar P17.

Gambar P17 Form input harga yang diinginkan dan tampilan harga kesepakatan

Dari Gambar P17, terlihat bahwa jika pelaku suatu tingkatan belum menginptukan harga yang diinginkan atau diharapkan pada tingkat petani, maka diminta untuk

Page 235: rantaipasok

209

menginpukannya, disamping itu juga akan tampil tingkatan-tingkatan yang lain yang sudah selesai menginputkan utilitas risiko dan harga yang diinginkan. D. Langkah pengendalian risiko rantai pasok Untuk melakukan pengendalian risiko rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu pengendalian risiko, sehingga tampil seperti Gambar P18.

Gambar P18 Tampilan mitigasi risiko untuk memilih tingkatan rantai pasok

Untuk melihat risiko apa saja yang perlu dilakukan pengendalian, pada Gambar P18 plih menu Combobox Pilih tingkatan, misalnya dipilih nilai tingkatan petani, maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P19.

Gambar P19 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat petani

Pada Gambar P19 di atas untuk setiap variabel risiko terdapat menu tindakan mitigasi/input tindakan, hal ini terjadi karena pengguna dalam tampilan tersebut adalah admin, tetapi jika penggunanya bukan admin maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P20.

Page 236: rantaipasok

210

Gambar P20 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat

konsumen

Dari tampilan program pada Gambar P19, jika diklik tindakan mitigasi maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P21. Tetapi sebagai admin juga dapat menginputkan dan mengubah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko dengan tampilan sebagaimana terlihat pada Gambar P22.

Gambar P21 Tampilan alternatif pengendalian risiko

Gambar P21 dapat ditampilkan oleh setiap pengguna, sedangkan Gambar P22 hanya dapat ditampilkan oleh admin (Pakar dan Channel master).

Page 237: rantaipasok

211

Gambar P22 Form input alternatif pengendalian risiko oleh admin

Page 238: rantaipasok

212

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 11.1. Latar Belakang .......................................................................................... 11.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 41.3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 51.4. Perumusan Masalah Penelitian ................................................................. 61.5. Ruang Lingkup ......................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 82.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok .............................................................. 8

2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok .................................... 132.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................................... 202.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama .................................. 25

2.2. Komoditas Jagung ................................................................................... 272.2.1. Tata Niaga Jagung ..................................................................................... 332.2.2. Rantai Pasok Jagung .................................................................................. 35

2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas ...................................................... 362.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................. 40

III. LANDASAN TEORI ...................................................................................... 443.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ...................................... 443.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) ................................. 463.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ............................................ 503.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA) ............................... 52

3.4.1. Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA ............................................................. 533.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA ................................................................... 58

3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier ............................... 583.6. Fungsi Regresi Fuzzy .............................................................................. 603.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ................................................................... 633.8. Proses Manajemen Risiko ....................................................................... 653.9. Soft System Methodology ........................................................................ 68

IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 704.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 704.2. Tata Laksana Penelitian .......................................................................... 72

4.2.1. Tahapan Penelitian .................................................................................... 724.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 764.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ....................................... 76

4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan ............................................................. 774.4. Langkah Pemodelan Sistem .................................................................... 794.5. Verifikasi dan Validasi Model ................................................................ 80

V. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................ 835.1. Analisis Kebutuhan Pengguna ................................................................ 835.2. Identifikasi Permasalahan ....................................................................... 855.3. Identifikasi Sistem .................................................................................. 875.4. Analisis Kebutuhan Sistem ..................................................................... 91

VI. PEMODELAN SISTEM ................................................................................. 966.1. Konfigurasi Model .................................................................................. 96

Page 239: rantaipasok

213

6.2. Sistem Manajemen Basis Model ............................................................ 976.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok .................................................... 986.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok ...................................................... 1006.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ..................................................... 1036.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .......................................... 1076.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok ........................... 111

6.3. Sistem Manajemen Basis Data ............................................................. 1126.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 1126.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 1136.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .................................... 1136.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok .............. 1146.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ................................................ 114

6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................ 1146.5. Sistem Manajemen Dialog ................................................................... 115

VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................1167.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok .......................................................... 116

7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani ........................................................... 1197.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ...................................................... 1227.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ................................................ 1247.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor ................................................... 1277.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen ................................................... 1307.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ................................................. 132

7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................................... 1347.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani ............................................................... 1347.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul .......................................................... 1367.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri ..................................................... 1377.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor ....................................................... 1397.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen ........................................................ 1407.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ..................................................... 142

VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK .................................................................................................................144

8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok ....................................................... 1448.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani ................................................... 1448.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul .............................................. 1478.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri ......................................... 1498.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ............................................ 1518.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ............................................ 152

8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ................................................... 1548.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok ............................. 1568.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ............................................. 159

8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko ............. 1638.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif ......................................... 1638.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ........................................... 1678.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif Dan Kualitatif 169

IX. IMPLIKASI MANAJERIAL .........................................................................1739.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung ................. 1739.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........ 1749.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung .... 175

Page 240: rantaipasok

214

X. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 17710.1. Kesimpulan ............................................................................................. 17710.2. Saran ....................................................................................................... 180

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 182

LAMPIRAN ........................................................................................................ 189

Page 241: rantaipasok

215

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok ............................................ 189 2 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung ................................ 190 3 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ......................... 191 4 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung.............. 192 5 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ......... 193 6 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri ................ 194 7 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................... 195 8 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak

unggas) ........................................................................................................ 196 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP

..................................................................................................................... 197 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan

fuzzy AHP................................................................................................ ... 197 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok ...................... 198 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok

..................................................................................................................... 199

Page 242: rantaipasok

216

DAFTAR TABEL 1. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ........................... 172. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ........... 193. Nilai konsekuensi risiko ............................................................................................. 234. Produksi jagung di daerah sentra produksi ................................................................. 295. Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi .......................................... 306. Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia ............................... 317. Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN ......................................... 488. Kategori variabel input fuzzy FMEA .......................................................................... 559. Kategori variabel output fuzzy FMEA ........................................................................ 5610. Penilaian dampak risiko .............................................................................................. 6611. Bobot skala pengukuran risiko ................................................................................... 6612. Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok ................................................. 10213. Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP ........................ 11814. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani ............... 12115. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul ......................... 12316. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri .................... 12617. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ....................... 12918. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen ....................... 13119. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok .................................... 13320. Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan ................... 13421. Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan .............. 13622. Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan .......... 13823. Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan ............ 14024. Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan ............ 14125. Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya ................. 14226. Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................................. 16527. Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ........................................................... 16628. Perbandingan output model MILP dan AHP ............................................................ 17029. Kombinasi alternatif, total profit dan total risk ......................................................... 171

Page 243: rantaipasok

217

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ..................................... 152. Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005) .................................... 163. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ..................... 184. Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) .................................................. 275. Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007) ............................................................ 336. Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) .. 347. Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung .................................................. 368. Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ...... 399. Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ........................... 5310. Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga .............................................................................. 5411. Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium .......................................................................... 5412. Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko ............................................................... 5513. Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ............................................... 5514. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN ......................................................... 5615. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002) ......................................................... 5716. Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok ......................................... 7117. Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok ...................... 7518. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem ............................................................... 8019. Diagram lingkar sebab akibat ..................................................................................... 8920. Diagram input output .................................................................................................. 9121. Diagram analisis sistem .............................................................................................. 9222. Diagram tujuan sistem ................................................................................................ 9323. Diagram peranan subsistem ........................................................................................ 9424. Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok ................................. 9725. Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok .................... 9926. Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko ............................................................. 10027. Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko ................................................................. 10128. Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko ................................................................. 10129. Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN) ...................................................... 10230. Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok ...................................................... 10331. Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok ..................................... 10532. Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok ............................... 10633. Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ....................................... 10734. Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok .......................................... 11035. Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok ....................................... 11236. Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok .................................... 11737. Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung ..... 11938. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani ................................. 12039. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani ............................... 12240. Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul ............................... 12341. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul .............................. 12442. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ....................... 12543. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri .......................... 12744. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor .......................... 12845. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ............................ 12946. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen .......................... 13047. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen ......................... 13148. Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung .......... 13349. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ...................................................................... 135

Page 244: rantaipasok

218

50. Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul .............................................. 13751. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri ............................................................. 13852. Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor ................................................................ 14053. Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen ................................................................ 14154. Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung ................................................ 14355. Pengendalian risiko di tingkat petani ........................................................................ 14556. Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani ..................................................... 14657. Pengendalian risiko di tingkat pengepul ................................................................... 14758. Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul ........................................................ 14859. Pengendalian risiko di tingkat agroindustri .............................................................. 14960. Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri .............................. 15061. Pengendalian risiko di tingkat pengecer ................................................................... 15162. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer .................................................. 15263. Pengendalian risiko di tingkat konsumen ................................................................. 15364. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen ................................................ 15465. Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ............................................. 15666. Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung ............................. 15767. Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok ........... 15868. Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung .................................... 15969. Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ........................... 16170. Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP .................................................... 16671. Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ............................................................... 16872. Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ............... 168