Upload
ameersabry
View
431
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN GURU DALAM PEMBINAAN AKHLAK MURID SD NEGERI 1 SIMPANG BALIK
SKRIPSI
Diajukan
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana S-1
Program Studi Pendidikan Agama Islam
OlehRasmayanti211020953
PROGRAM KUALIFIKASI FAKULTAS TARBIYAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM BANDA ACEH2012
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 5C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5D. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 6E. Kajian Pustaka………………………………………………. 7F. Defenisi Operasional………………………………………… 8G. Landasan Teori……………………………………………… 9H. Metode Penelitian…………………………………………… 14
BAB II LANDASAN TEORIA. Pengertian dan Syarat-Syarat Seorang Guru
………………..B. Fungsi Dan Peran Guru di Dalam
Kelas…………………….A. Pengertian Akhlak dan Bentuknya…………………………..B. Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Akhlak /Prilaku……
BAB III METODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis Penelitian………………………………B. Sumber Data …………………………………………………..C. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………D. Instrumen Pengumpulan Data ………………………………..E. Analisa Data …………………………………………………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………….B. Pembahasan…………………………………………………..C. Hasil Penelitian……………………………………………….D. Analisa Penelitian……………………………………………..
BAB V PENUTUPA. Kesimpulan …………………………………………………..B. Saran …………………………………………………………
DAFTAR KEPUSTAKAAN
2
LAMPIRANJUDUL CADANGAN
1. MENINGKATKAN MOTIVASI MINAT BELAJAR AGAMA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL DI SD NEGERI 1 SIMPANG BALIK
2. HUBUNGAN MINAT DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN BELAJAR AGAMA SISWA DI SD NEGERI 1 SIMPANG BALIK
3. PROBLEMA YANG DIHADAPI GURU-GURU SEKOLAH DASAR MENERAPKAN KBK DALAM PEMBELAJARAN AGAMA (Suatu Studi Pada Sekolah Dasar Kecamatan Wih Pesam Bener Meriah)
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti diketahui bahwa lapangan pendidikan di mana pekerjaan mendidik
berlangsung dalam masyarakat modern ini tidak hanya keluarga, tetapi di
sekolahpun pendidikan tetap dilaksanakan oleh guru-guru yang bersangkutan.
Sekolah merupakan follow up (lanjutan) dari pendidikan dalam keluarga anak.
Sekolah bahkan dianggap sebagai sistem pendidikan formal, artinya
diselenggarakan atas dasar peraturan dan syarat-syarat tertentu, tujuan serta alat-
alat tertentu pula.
Dalam kegiatan pembelajaran terjadi suatu proses komunikasi yang
bersifat pedagogis antara pendidik dan anak didik atau antara guru dan murid.
Dengan adanya komunikasi tersebut terwujudlah proses belajar dan mengajar
yang diarahkan dalam ruang lingkup tujuan intruksional yang hendak dicapai.
Salah satu komponen sebuah lembaga pendidikan adalah guru, keberadaan
guru mutlak diperlukan dalam sebuah proses pembelajaran, ketika disebut
pendidikan maka secara otomatis (dengan sendirinya) unsur guru sudah ada
didalamnya. H.M Arifin menyatakan bahwa “guru-guru yang menjalankan
tugasnya sudah tentu harus sanggup menjadi dirinya sebagai sarana penyampaian
cita-cita kepada anak yang telah diamanatkan kepadanya.”1
1 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik, Pendidikan agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 121.
4
Oemar Malik mengjelaskan bahwa:
Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern. Hal ini menuntut beraneka ragam spesialisasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang masih banyak diperbincangkan. Program pendidikan guru yang serasi dan memudahkan pembentukan guru yang berkualifikasi profesional, serta dapat dilaksanakan secara efesien dalam kondisi sosial kultural masyarakat Indonesia.2
Penjelasan Oemar Malik di atas jelas bahwa profesi guru, merupakan
sebuah profesi yang menuntut kemampuan seseorang untuk menekuni bidang
tersebut, sehingga apabila guru memiliki kemampuan sebagai seorang guru, maka
besar kemungkinan dan bahkan bisa dipastikan tujuan pendidikan dapat tercapai
yakni “terciptanya anak didik yang memiliki pengetahuan, kebaikan akhlak/sikap,
dan keterampilan serta religiusitas dan kemampuan bermasyarakat.”3
Jika dikemukakan apa saja yang menjadi faktor guru memiliki kompetensi
profesional, akan ditemukakan berbagai jawaban, sebab berbagai pihak akan
mengemukakan alasan-alasan yang dapat diterima secara rasional. Alasan-alasan
yang dikemukakan sesuai dengan parameter yang digunakan dan juga dari
berbagai pengalaman, peristiwa atau hasil penelitian dan juga dari orang-orang
yang memiliki kompeten dan otoritas untuk mengemukakannya.
Perlu disadari bahwa siswa disekolah adalah bahagian dari masyarakat
Islam yang menjadi tanggung jawab utama guru agama Islam, banyak faktor
penyebab mengapa guru agama Islam lebih terfokus kepada tanggung jawab
institusional (persekolahan) ketimbang tanggung jawab kemasyarakatan (umat
2 Oemar Malik, Pendidikan Guru, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 1. 3 Sukadi, Guru Powerfull, (Bandung: Qalbu, 2008), hal. Ix.
5
Islam). Dengan demikian tugas guru khususnya guru agama Islam adalah tugas
yang berat. Dalam Undang-Undang RI pasal No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen disebutkan bahwa
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakqa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.4
Apa yang tertulis dalam Undang-Undang RI di atas juga senada dengan
apa yang dikemukan oleh Ngalim Purwanto bahwa tujuan pendidikan ialah
“membentuk manusia yang susila, manusia yang cakap, membentuk warga
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”5
Substansi (hakikat), dari kata profesionalisme adalah “pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk mengajar.”6
Bahkan bila ditelaah secara mendalam lagi bahwa kata “profesional” berasal dari
kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahliah khusus.7 Dari kutipan tersebut maka seorang guru
selayaknya adalah orang yang memiliki kompetensi di bidangnya, sehingga dapat
dijamin tujuan pendidikan dapat tercapai dengan eksistensinya sebagai seorang
pengajar. Hal ini dipertegas lagi dalam Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005
pasal 1 dan 2 bahwa “guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional
dan keprofesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat sebagai seorang
4 Dalam Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen dan Dalam Undang-Undang RI No. 120 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, hal. 5-6.
5 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 22.
6 Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 14.
7 Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru …, hal. 14.
6
pendidik.”8 Suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa ilmu
yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan
umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan
pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian
khusus dalam melaksanakan profesinya. Hal di atas sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Muhammad Uzer Usman bahwa “syarat sebuah profesi itu
mencakup adanya keterampilan atas dasar konsep dan ilmu pengetahuan, adanya
keahlian dalam bidang tertentu, pendidikan keguruan yang khusus dan
memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.”9
Dengan demikian sesuatu yang dikatakan profesional adalah suatu
pekerjaan yang secara sengaja dan dipersiapkan dengan matang untuk menjadi
profesi khusus bagi orang yang menjalankan profesi tersebut atau dengan kata lain
pekerjaan sebagai guru sebagai suatu profesi khusus tidak boleh dilakukan oleh
sembarang orang tanpa persiapan khusus pula.
Namun dewasa ini baik di sekolah formal dan non formal banyak orang
yang menjadi guru tanpa prosedur keguruan sehingga kualitas mengajarnyapun
tidak maksimal. Atau sebaliknya kendati ia (guru) tersebut dididik khusus di
bidang keguruan (LPTK), namun belum sepenuhnya menguasai kompetensi
profesional sebagai seorang guru.
Peranan seorang guru sebagaimana telah diuraikan di atas tidak
sepenuhnya dimiliki dan dikuasai oleh guru Pendidikan Agama Islam di SD
Negeri 1 Simpang Balik, sehingga dapat mempengaruhi minat, semangat para
8 Dalam Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen dan Dalam Undang-Undang RI No. 120 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, hal. 5.
9 Muhammad, Menjadi ….,hal. 15.
7
siswanya dalam belajar. Seharusnya seorang guru harus menguasai, harus
memiliki profesionalisme dalam mengajar khususnya pendidikan agama Islam.
Karena hal ini penting untuk diketahui maka penulis akan mengadakan penelitian
dengan judul: Peranan Guru Dalam Pembinaan Akhlak Murid SD Negeri 1
Simpang Balik.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan guru dalam pembinaan akhlak murid SD Negeri 1
Simpang Balik?
2. Apa upaya yang ditempuh guru dalam pembinaan akhlak murid SD Negeri
1 Simpang Balik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peranan guru dalam pembinaan akhlak murid SD
Negeri 1 Simpang Balik.
2. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh guru dalam pembinaan akhlak
murid SD Negeri 1 Simpang Balik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini penulis rangkum menjadi dua yaitu manfaat secara
teoritis dan manfaat secara praktis
8
1. Secara Teoritis
a. Penelitian memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal
yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
b. Penelitian ini merupakan salah satu momen bagi peneliti untuk
menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan di bidang pendidikan.
c. Penelitian ini sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan
perbandingan antara konsep dan implementasi terhadap
profesionalisme guru agama di SD Negeri 1 Simpang Balik.
2. Secara Praktis
a. Bagi guru, penelitian ini sebagai bahan introspeksi bagi guru untuk
meningkatkan profesionalisme sebagai seorang pengajar dan tolak
ukur untuk mengetahui sejauhmana kinerja yang telah mereka
lakukan sebagai seorang pengajar.
b. Bagi siswa, sebagai bahan masukan agar siswa lebih meningkatkan
dan agar lebih aktif belajar Pendidikan Agama Islam, dengan
aktifnya mereka belajar Pendidikan Agama Islam, maka secara
otomatis kecintaan mereka terhadap Agama Islam akan meningkat
pula
c. Bagi peneliti sebagai salah satu sarana untuk menjalin silaturahmi
dan komunikasi dengan komunitas lembaga pendidikan dan
sekaligus sebagai syarat akademik untuk mendapat gelar sarjana.
9
E. Kajian Pustaka
Kajian dibawah ini merupakan beberapa hasil penelaahan peneliti terhadap
beberapa referensi yang membahas tentang media dan komunikasi yaitu sebagai
berikut:
1. Hadnah (2008) dalam skripsinya berjudul Profesionalisme Guru Agama Dalam Memotivasi Siswa Belajar di SMP Negeri 16 Takengon menyebutkan bahwa: Profesionalisme guru sangat diperlukan dalam memotivasi siswa belajar agama, seperti kemampuan seorang guru membaca kondisi psikologis siswa apakah tipe siswa yang menyukai pelajaran ama ataua tidak dengan mengetahui kondisi psikologis siswa, maka guru tau apa yang harus ia lakukan dalam mengajar di kelas terhadap siswa bersangkutan.”10
2. Pitra (2008) dalam skripsinya berjudul: Profesionalisme Guru Dalam Mengevaluasi Kegiatan Belajar menyebutkan bahwa “evaluasi merupakan salah satu tolak ukur yang dijadikan untuk mengetahui apakah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sebelumnya telah berhasil atau tidak, dengan mengetahui hasil dari evaluasi tersebut maka guru dapat mengetahui apa yang harus ia lakukan. “11
Dari kutipan di atas jika dirangkum kesimpulanya ialah sebagai berikut,
guru memegang peran penting dalam sebuah lembaga pendidikan termasuk dalam
hal menciptakan peserta didik yang berkualitas, dengan keberadaan motivasi
siswa, prestasi dan semangat belajar siswa dapat dibina dan dikembangkan sesuai
tujuan.
F. Defenisi Operasional
Defenisi di bawah ini merupakan gambaran darii sub kosa kata yang
terdapat pada judul, yang diambil dan merujuk dari Kamus Besar Bahasa
10 Hadnah, Skripsi: Profesionalisme Guru Agama Dalam Memotivasi Siswa Belajar di SMP Negeri 16 Takengon, (Takengon: STAI Gajah Putih, 2009), hal. 32.
11 Pitra, Skripsi: Profesionalisme Guru Dalam Mengevaluasi Kegiatan Belajar , (Takengon: STAI Gajah Putih, 2008), hal. 12.
10
Indonesia, kamus pendukung, pendapat tokoh dan pendapat peneliti sendiri yaitu
sebagai berikut:
1. Peran dalam akmus Bahasa Indonesia artinya “sesuatu yang jadi bagian
atau yang memegang pimpinan yang terutama”12. Peran menurut Suardi
adalah adanya aktivitas seseorang terhadap suatu hal”13. Menurut penulis
peran adalah seseorang atau, kelompok, institusi yang memiliki bagian
dalam suatu kegiatan.
2. Guru Pendidikan Agama Islam. Dalam kamus Guru ialah “orang yang
kerjanya mengajar.”14 Sedangkan guru pendidikan agama Islam adalah
orang yang kerjanya mengajarkan ilmu agama kepada murid yang menjadi
peserta didiknya. Menurut Sukadi guru adalah “orang yang mempunyai
keahlian khusus dan memiliki keterampilan sebagai seorang guru, seorang
guru harus memiliki kepribadian sebagai seorang pendidik, dengan
demikian apabila ia telah memiliki kepribadian sebagai pendidik maka
dengan sendirinya peserta didik akan betah mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan proses belajar mengajar bersamanya, dan tentu momen inilah
yang sangat diharapkan.”15
3. Akhlak adalah “Budi pekerti, kelakuan atau pendidikan.”16 Akhlak
menurut Asmaran sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
12 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hal. 735.
13 Suardi, Propaganda dan Peran Pemerintah Dalam Partai, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 76.
14 Wjs. Poerwadarminta, Kamus,…,hal. 86.
15 Sukadi, Guru Powerfull, (Bandung: Qalbu, 2006), hal. 32.
16 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 2006), hal. 16.
11
tertetanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.”17 Menurut Peneliti
akhlak adalah budi pekerti atau tingkah laku yang baik dan terpuji sesuai
dengan norma agama dengan menggunakan pembelajaran tematik.
BAB II
17 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rawali Pers, 2006), hal. 1.
12
LANDASAN TEORI
A. Pengertian dan Syarat-Syarat Seorang Guru
1. Pengertian Guru
Guru dalam Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 pada Bab 1 ayat 1
diartikan adalah ”pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.”1 Dalam konteks penelitian penulis guru yang dimaksud
adalah pada jenjang pendidikan menengah.
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang
ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak
semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya
persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam
perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu
kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan
skil atau keahliannya. Seorang guru yang professional menurut Sri Esti Wuryani
Djiwandono harus mengerti :
a. Psikologi siswa pada umur-umur yang berbeda dan prinsip-prinsip belajar dan modifikasi
b. Prosedur khusus untuk menambah keefektifan untuk mengajr mereka dikelas. Seorang dokter kata Sri, selain tahu biologi, kimia, anatomi dan fisiolagi tetapi juga harus tahu bagaimana dan dimana bagian tubuh yang harus dipotong. Demikian juga seorang guru, selain harus tahu perkembangan kognitif, motivasi, dan psiologi sosial, ia juga harus tahu
1 Undang-Undang RI No 4 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, hal. 2.
13
bagaimana mengajarkan mata pelajaran dan bagaimana memotivasi serta mengatur siswa.2
Seorang guru juga dituntut untuk terus lebih baik, agar mengarah kepada
hal tersebut guru harus memberi informasi, yang penting mengenai proses yang
melibatkan belajar, mengorganisasi, mengingat, berfikir menyelesaikan masalah
dan menjadi kreatif. Seorang guru juga perlu untuk memberikan gambaran dan
uraian yang strategis dan praktis untuk memudahkan proses belajar mengajar.
Ketika disebutkan guru sudah pasti terbayang sosok mengajar, oleh karenanya
tidak boleh tidak guru harus menyadari peran pentingnya dalam menumbuh
suburkan regenerasi yang berkualitas yang siap pakai, sekali lagi penulis katakan
bahwa guru dalam mengajar perlu untuk mampu merangsang minat belajar siswa
sebisa-bisanya.
Jadi dalam proses belajar mengajar ada keberhasilan ditandai dengan
bangkit dan hidupnya semangat belajar siswa dengan cara metoda, keilmuan guru
yang mengajar dan mendidiknya. Guru merupakan komponen paling menentukan
dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian
sentral, pertama dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan
strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan
komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama
dalam pembangunan pendidikan. Khususnya yang di selenggarakan secara formal
di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama
dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen
yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang 2 Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, Jakarta, 2006),
hal.1.
14
berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang
signifikan tanpa didukung oleh guru yang professional dan berkualitas. Dengan
kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung
pada guru pula.”Guru mempunyai peran yang sangat strategis dalam upaya
mewujudkan tujuan pembangunan nasional, khususnya di bidang pendidikan,
sehingga perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang bermartabat dan
profesional. Katanya, guru merupakan titik sentral dari peningkatan kualitas
pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar mengajar. Tetapi,
mengapa peningkatan profesionalisme guru tidak dilakukan secara sungguh-
sungguh. Padahal guru profesional akan menghasilkan proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang
cerdas dan kompetitif.”3
2. Syarat-Syarat Guru
Jabatan guru dikenal sebagai suatu pekerjaan profesional, artinya jabatan
ini memerlukan suatu keahlian khusus. Sebagaimana orang menilai bahwa dokter,
insinyur, ahli hukum, dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun
adalah profesi tersendiri. Pekerjaan itu tidak bisa dikerjakan oleh sembarang
orang tanpa memiliki keahlian sebagai guru.
Banyak orang yang pandai berbicara tertentu, namun orang demikian
belum tentu bisa disebut sebagai seorang guru, ada perbedaan yang prinsipil
antara seorang guru yang profesional dengan guru yang tidak profesional. Sama
halnya seorang petani sayur-sayuran, yang bukan yang bukan profesional tidak
3 Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, (Bandung : Rosda Karya, 2007), hal. 5.
15
akan mengerti bagaimana menggunakan pupuk dan mengetahui bagaimana
memelihara tanaman itu agar tumbuh dengan subur. Sebaliknya seorang petani
sayuran yang profesional dia mengetahui dengan jelas tentang masalah
penanaman sayur-sayuran itu, sehingga hasil sayurannya akan lebih baik daripada
petani yang pertama.
Sementara itu, dalam Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 disebutkan
bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme2. Memiliki komitmen untuk untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas4. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan5. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerja6. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat7. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan8. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.4
B. Fungsi Dan Peran Guru di Dalam Kelas
Peranan guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan Guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai Guru. Dalam keseluruhan proses
pendidikan khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, Guru
memegang peran utama dan amat penting. Khususnya Guru pendidikan agama
4 Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, hal. 6.
16
Islam, harus bisa menjadi uswatun hasanah bagi anak didiknya. Perilaku Guru
dalam proses pendidikan akan memberikan pengaruh bagi pembinaan perilaku dan
kepribadian anak didiknya. Oleh karena itu, perilaku Guru hendaknya dapat
dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada
para anak didiknya. Mengenai apa peranan Guru itu ada beberapa pendapat dalam
Sardiman yaitu:
1. Prey Katz menggambarkan peranan Guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasehat-nasehat, monivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
2. Havighurt menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai dalam hubungan kedinasan, sebagai, sebagai bawahan terhadap atasannya, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur displin, evaluator dan pengganti orang tua.
3. James W. Brown, mengemukakan bahwa peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.5
Beberapa pendapat di atas maka secara rinci akan diuraikan beberapa
peranan Guru dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Guru sebagai pengajar
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas), ia
menyampaikan pelajaran agar murid memahami dengan baik semua pengetahuan
yang telah disampaikan itu. Selain dari itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan
sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, melalui pengajaran
yang diberikannya. “Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu
5 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo, Persada, 1986), hal.43-44.
17
memahami sedalam-dalamnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung
jawabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.”6
Melalui peranannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong
siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai
sumber dan media. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara
efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan dan berbagai sumber. Hal ini
berarti bahwa guru hendaknya mengembangkan cara dan kebiasaan belajar yang
sebaik-baiknya. Selanjutnya sangat diharapkan guru dapat memberikan fasilitas
yang memadai sehingga siswa dapat belajar secara efektif.
2. Guru sebagai pembimbing
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka
mampu menemukan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri dan
mmenyesuaikan diri dengan lingkungannya. Murid-murid membutuhkan bantuan
guru dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan,
kesulitan dalam hubungan sosial dan lain-lain. Oleh karena itu, guru perlu
memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan
individual, teknik evaluasi, psikologi kepribadian, psikologi belajar sehingga
dapat dipahami bahwa pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru.
Sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk:
b. Mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok.
c. Memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar.
d. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
6 Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 72.
18
e. Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
f. Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.7
Untuk itu para guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan
menerapkannya dalam proses belajar mengajar.
3. Guru sebagai pemimpin
Peranan Guru sebagai pemimpin menurut kualifikasi tertentu, antara lain
kesanggupan menyelenggarakan kepemimpinan seperti merencanakan,
melaksanakan, dan mengorganisasi “Guru berkewajiban mengadakan supervise
atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya,
mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas.
Dengan kegiatan manajemen ini guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi,
menyenangkan, dan merangsang dorongan pada siswa.8”
4. Guru sebagai pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus
memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik agar disenangi oleh
murid-muridnya, oleh orang tua siswa, dan oleh masyarakat. Karena itu guru
“wajib memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri dan mengembangkan sifat-sifat
pribadi yang disenangi oleh pihak luar. Tegasnya bahwa setiap guru perlu sekali
memiliki sifat-sifat pribadi, baik untuk kepentingan jabatannya maupun untuk
kepentingannya sebagai warga negara masyarakat.9”
7 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 100.
8 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) hal. 124.9 Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru…, hal. 74.
19
5. Guru sebagai ilmuan
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Guru bukan
saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid,
tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus
memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam abad ini, dimana
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus mengikuti dan
menyesuaikan diri dengan perkembagan tersebut. “Banyak cara yang bisa
dilakukan, misalnya: belajar sendiri, mengadakan penelitian, mengikuti kursus,
mengarang buku dan membuat tulisan-tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai
ilmuan terlaksana dengan baik.10”
6. Guru sebagai pendidik
Guru adalah seorang pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri, dan disiplin.11 Jadi, pendidik merupakan orang kedua yang
harus dihormati dan dimuliakan setelah orang tua, guru menggantikan peran orang
tua dalam mendidik anak-anak ketika berada di sekolah adalah tepat apabila ada
pepatah mengatakan, orang tua adalah guruku di rumah dan guru adalah orang
tuaku di sekolah. Dengan demikian, sudah sepantasnya kita menghargai dan
memuliakan para pendidik setperti halnya memuliakan para orang tua kita.
7. Guru Sebagai Pelatih
10 Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru…,hal. 74.11 Mulyasa, Menciptakan pembelajaran …, hal. 37.
20
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan
sehingga menuntut guru bertindak sebagai pelatih karena tanpa adanya latihan
seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetesi
dasar dan tindakan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai
dengan materi standar.oleh karena itu, “Guru harus berperan sebagai pelatih yang
bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetisi dasar sesuai dengan
potensi masing-masing hal.12”
8. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru
hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan
aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. “Lingkungan ini diatur
dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan
sejauhmana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik.13” Sebagai
menejer guru bertanggungjawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar
senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing
proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru
tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan
bekerja dan belajar secara efektif di kalangan siswa. Peran guru sebagai pendidik
merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan
dorongan tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang
berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap
12 Mulyasa, Menciptakan Pembelajaran Kreatif… hal. 42.13 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, hal. 10.
21
aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Adapun
tugas-tugas guru di sekolah adalah:
1. Tugas Guru Sebagai Perencana
Peranan guru sebagai perancana dalam pembelajaran terpadu adalah guru
merencanakan suatu kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan bersama anak
didik. Bentuk-bentuk perencanaan dalam proses pembelajaran adalah:
a) Perencanaan Tahunan
Dalam perencanaan tahunan sudah ditetapkan dan disusun kemampuan
keterampilan dan pembiasaan-pembiasaan yang diharapkan dicapai oleh anak
didik dalam satu tahun. Perencanaan tahunan dan semester juga memuat tema-
tema yang sesuai dengan aspek perkembangan anak dan minat anak serta sesuai
dengan lingkungan sekolah setempat. Perencanaan tahunan dibuat bersama antara
guru-guru dan kepala sekolah.
b) Perencanaan Semester
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang
berisijaringan tema, bidang pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator yang ditata secara urut, serta sistematis, alokasi waktu yang diperlukan
untuk setiap jaringan tema dan sebarannya kedalam semester I dan semester II.
c) Perencanaan Mingguan (Satuan Kegiatan Mingguan)
Perencanaan mingguan disusun dalam bentuk satuan kegiatan mingguan
(SKM). SKM merupakan penjabaran dari perencanaan semester yang berisi
22
kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang telah direncanakan
dalam satu minggu sesuai dengan keluasan pembahasan tema dan sub tema.
d) Perencanaan Harian (Satuan Kegiatan Harian)
Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH).
SKH merupakan penjabaran dari satuan kegiatan mingguan (SKM). SKH memuat
kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual,
kelompok, maupun klasikal dalam satu hari. SKH terdiri atas kegiatan awal,
kegiatan inti dan kegiatan akhir. Sedangkan menurut Kostelnik langkah-langkah
penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut :
a. Menuangkan ide kedalam tulisan, masukkan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan tema kedalam rencana kita. Pertimbangkan waktu untuk melaksanakannya dan siapkan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan tema untuk memberikan kesempatan kepada anak yang tidak menyukai atau tidak tertarik dengan tema yang telah ditetapkan.
b. Periksa rencana pembelajaran tersebut, pastikan bahwa paling sedikit ada tiga jenis kegiatan yang berhubungan dengan tema dalam satu hari. Pastikan dalam satu minggu seluruh aspek perkembangan yang akan dicapai sudah tercantum dan akan dilaksanakan.
c. Jika dalam perencanaan kita terdapat kerjasama dengan ahli lain seperti dokter, guru musik, guru tari maka pastikan bahwa kita telah menyampaikan isi tema yang akan kita terapkan pada kegiatan pembelajaran agar kegiatan yang akan dilakukan dalam bidang tersebut dapat mendukung dan sejalan dengan kegiatan pembelajaran yang akan kita laksanakan.
d. Persiapkan bahan, alat, media, narasumber dan sarana prasarana.e. Organisasikan kegiatan dengan baik sehingga setiap anak dapat
terfokus pada tema.f. Pastikan bahwa dalam rencana kita seluruh konsep, istilah, fakta
dan prinsip telah dikembangkan dengan baik dan kegiatan yang akan dilaksanakan cukup bervariasi.
g. Ciptakan suasana tematik dalam kelas.14
14http://blog.unila.ac.id/hairuddin/2009/10/29/peran-guru-dalam-proses- pendidikan/?//// ,diakses pada hari sabtu tanggal 27 Mei 2012.
23
2. Tugas Guru Sebagai Pelaksana
Setelah rencana pembelajaran selesai disusun maka tugas guru selanjutnya
adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan dalam kegiatan pembelajaran
dikelas. Agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif, sebaiknya guru
memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Kembangkan rencana yang telah kita susun dan
perhatikan kejadian atau peristiwa spontan yang ditunjukkan oleh anak
terhadap materi yang
dipelajari pada hari itu.
b) Melaksanakan penilaian terhadap minat dan pemahaman
anak mengenai tema tersebut dengan menggunakan pengamatan,
wawancara, diskusi kelompok maupun contoh hasil kerja anak.
c) Bantu anak untuk memahami tentang isi dan proses
kegiatan pembelajaran.
d) Lakukan percakapan dengan anak tentang hal-hal yang
berkaita dengan tema sehingga kita dapat mengetahui seberapa jauh
pemahaman anak tentang tema yang dipelajari pada hari itu. Bantu dan
doronglah anak untuk memuaskan rasa ingin tahunya tentang hal-hal yang
ingin diketahuinya dengan cara menjawab pertanyaannya atau
memberikan kesempatan pada anak untuk mencari dan menemukan
24
e) Adakan kerjasama dengan orang tua atau keluarga secara
timbal balik.15
3. Tugas Guru Sebagai Evaluasi (Evaluator)
Tugas guru sebagai evaluator adalah melakukan penilaian terhadap proses
kegiatan belajar dan penilaian hasil kegiatan. Penilaian dilakukan secara observasi
dan pengamatan terhadap cara belajar anak baik individual atau kelompok. Tujuan
penilaian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang
dicapai oleh anak. Evaluasi harus mampu memperdayakan guru, anak dan orang
tua. Guru sebagai evaluator harus melihat penilaian sebagai suatu kesempatan
untuk menggambarkan pengalaman anak didik serta sebagai alat untuk
mengetahui kemajuan proses maupun belajar anak didik.
Setelah mempelajari dan memahami penjelasan mengenai peranan guru,
tampaklah bahwa tugas dan tanggung jawab seorang guru tidaklah mudah dalam
kegiatan pembelajaran terpadu.
Evaluasi merupakan salah satu komponen yang memiliki peran yang
sangat penting dalam suatu rangkaian kegiatan pembelajaran. Melalui evaluasi
bukan saja guru dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan
dalam proses pembelajaran sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya,
akan tetapi juga dapat melihat sejauh mana siswa telah mampu mencapai tujuan
15http://blog.unila.ac.id/hairuddin/2009/10/29/peran-guru-dalam-proses- pendidikan/?//// ,diakses pada hari sabtu tanggal 27 Mei 2012 jam 10.00 wib.
25
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru juga harus berperan
sebagai evaluator.
a. Evaluasi harus dilaksanakan terhadap semua aspek perkembangan siswa, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
b. Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dengan menekankan kepada evaluasi hasil dan evaluasi proses.
c. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen penilaian.d. Evaluasi harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan siswa sebagai
evaluasi.16
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus
menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Dengan penilaian
guru dapat mengetahui keberhasilan penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan dan keefektifan metode mengajar. Sehubungan dengan fungsinya
sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing maka diperlukan adanya berbagai
peranan pada diri guru, peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola
tingkah laku yang diterapkan dalam berinteraksi baik dengan siswa, sesama guru,
maupun dengan staf lainnya. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar
dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya, sebab baik disadari atau tidak
bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak di curahkan untuk
menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya. Dengan
demikian, tugas Guru di sekolah ada tiga yaitu sebagai perencana, pelaksana dan
evaluasi. Guru harus dapat menjadikan dirinya orang tua kedua, ia harus mampu
menarik simpati dari siswa sehingga menjadi idola para siswa.
16 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosda Karya, 2007), hal. 11-12.
26
C. Pengertian Akhlak dan Bentuknya
Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji
dan tercela tentang perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin. Dengan
perkataan lain ilmu akhlak meliputi:
1. Menjelaskan arti baik dan buruk
2. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
3. Menunjukan jalan untuk melakukan perbuatan
4. Menyatakan tujuan di dalam perbuatan.17
Sementara menurut Toto Suryana bahwa akhlak adalah “aspek behavioral,
tingkah laku yaitu gambaran tentang prilaku yang seyogianya dimiliki seorang
muslim dalam rangka hubungan dengan Allah SWT, hubungan dengan sesama
manusia, dan hubungan dengan alam.”18
Banyak kita lihat di abad moderen ini perkembangan yang tidak diiringi
oleh kemajuan iman dan takwa, hal ini terlihat pada buruknya akhlak para insan di
abad ini, walaupun banyak kita melihat orang yang rajin mengerjakan shalat tapi
pada saat yang bersamaan ia melakukan kemungkaran terhadap kedua orang
tuanya dan juga terhadap tetangganya. Tentu fenomena seperti ini
menggambarkan sebuah kondisi shalat yang tidak berbobot alias rapuh. Dimana
shalat dan amalnya yang lain tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan
mungkar. Padahal Allah SWT dan Rasulnya banyak menasehatkan umat manusia
untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan tetangga kenapa Allah dan
rasulnya memerintahkan demikian, tentang hal ini semuanya ada hikmahnya. Bagi
17 Barmawie Umary, Materi Akhlak, (Bandung: Ramadhani, 2006), hal. 1.18 Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Tiga
Mutiara, 2008), hal. 73.
27
kita umat manusia kita hanya meyakini apa yang diperintahkan untuk selanjutnya
diamalkan, dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu penulis akan membahas
tentang orang yang paling berhak dihormati dan berbuat baik kepada tetangga.
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang
yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun
orang yang melakukannya. Perilaku mempunyai beberapa dimensi:
a. Fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya
b. Ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana perilaku itu terjadi
c. Waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang.19
Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada
hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan
perilaku dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang
menyebabkan perilaku tersebut. Perilaku dapat bersifat covert ataupun overt
a. Overt artinya nampak (dapat diamati dan dicatat)
b. Covert artinya tersembunyi (hanya dapat diamati oleh orang yang
melakukannya).20
Fokus pengubahan perilaku kepada perilaku yang dapat diamati (perilaku
overt). Pengubahan perilaku adalah suatu bidang psikologi yang berkaitan dengan
analisa dan pengubahan perilaku manusia.
a. Analisa artinya mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan dengan perilaku tertentu untuk memahami alasan suatu perilaku terjadi
b. Pengubahan berarti mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur pengubahan perilaku untuk membantu orang merubah
19 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.20 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.
28
perilakunya (merubah peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempengaruhi perilaku).21
Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia” Leonard F.
Polhaupessy, menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati
dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil.
Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus
diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku. Cerita ini dari
satu segi. Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia
dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari
luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh
manusia.Dalam buku lain diuraikan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktifitas organisme (makhluk hidup)yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang
sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas
masing-masing. Sehingga yang dimaksu perilaku manusia, pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktifitas manusia darimanusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar. Seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
21 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.
29
dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori
“SOR”atau Stimulus Organisme Respon. Skiner membedakan adanya dua proses.
a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya ddengan mengadakan pesta, dan sebagainya
b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.22
2. Bentuk Akhlak/Prilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dakam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi belumbisa diamati secara jelas oleh orang lain
b. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).27
3. Domain Akhlak/Perilaku
Di atas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari
stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya
22 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.27 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.
30
sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor-faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus menurut Suryanto disebut determinan
perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang dominanyang mewarnai perilaku seseorang.28
Domain prilaku yaitu cakupan-cakupan atau hal-hal yang termasuk
kedalam katagori yang dikatakan prilaku, karena ada juga yang tidak termasuk
kedalam prilaku lalu orang mengatakannya sebagai prilaku.
4. Proses Tejadinya Akhlak/Perilaku.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Roger yang penulis yang penulis
akses dari internet mengungkapkan bahwa:
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.”29
a. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulusb. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
c. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku barud. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.30
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetanhuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka
28 Suryanto, Prilaku Manusia, Diakses dari http. Blog.Unair, com. 02.02.2011.29 Roger, Prilaku Manusia, Diakses dari: http///www.com. Prilaku Manusia. Hari Senin 9
Maret 2011. Pukul. 10: 00. Wib.30 Roger, Prilaku Manusia, Diakses dari: http///www.com. Prilaku Manusia. Hari Senin 9
Maret 2011. Pukul. 10: 00. Wib.
31
perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng Menurut Sri Esti
Djiwandono “prilaku seseorang juga ditentukan oleh kondisi ekxternalnya, seperti
lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan yang ia jalani selama ia hidup,
semua kondisi eksternal di atas akan membentuk prilaku baru semakin banyak
kondisi eksternal ia alami maka semakin berubah kea rah yang baik prilaku
seseorang”.31
D. Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Akhlak /Prilaku
Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah yang terbaik dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Pendidikan berlangsung kapan saja dan dimana saja agar menjadi
manusia yang beradap selama manusia itu hidup, sejak ia dilahirkan hingga ajal
tiba, sejak bayi hingga dewasa. Walaupun lingkungan umum dan alam sekitar
diorganisir dapat mendidik manusia, namun pendidikan non-formal (pendidikan
pasantren salafiah) sangat dibutuhkan oleh manusia karena pendidikan non-formal
adalah salah satu lembaga untuk menciptakan manusia-manusia yang berbudi
luhur dan berakhlak mulia. Agama merupakan landasan dan pedoman penting
bagi manusia dalam mengarungi kehidupan dan menggapai kebahagiaan dunia-
akhirat. Melalui pendidikan agama di pesantren ditanamkan ajaran luhur tentang
keimanan sebagai dasar beramal, akhlak yang mulia sebagai dasar pengembangan
kepribadian, dan syari'ah untuk melaksanakan ajaran agama yang benar
sebagaimana tuntunan agama itu sendiri.
31 Sri Esti Djwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006), hal. 71.
32
Oleh karena itu, pendidikan agama merupakan salah satu penentu bagi
pengembangan sikap dan kepribadiaan yang luhur. Hal itu juga penting dalam
rangka mendukung pelaksanaan pendidikan agama Islam. Tujuan pendidikan
yaitu "Untuk membangun dan memajukan lembaga pendidikan yang dapat
melahirkan manusia yang cerdas, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia".23 Hal
tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan Nasional yaitu:
Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yakni yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mandiri dan mantap serta bertanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan kebangsaan.33
Zakiyah Daradjat menguraikan ruang lingkup pendidikan agama Islam
sebagai berikut :
Meliputi seluruh aspek kehidupan manusia sesuai dengan misi agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itu, ajaran agama merupakan pedoman pokok yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan manusia dengan sesamanya dan makhluk lain, dengan lingkungan fisik dan budaya, bahkan dengan alam semesta ini.34
Sedangkan H.M. Arifin mengemukakan tentang ruang lingkup pendidikan
agama Islam sebagai berikut: “Mencakupi seluruh bidang kehidupan ummat
manusia di dunia ini dimana manusia akan mampu menjadikan dunia ini sebagai
suatu tempat untuk menanamkan benih-benih amaliah yang akan dipetik pada hari
akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai-nilai amaliah akan dapat
dibentuk dalam pribadi manusia secara efektif bilamana dilakukan dengan suatu
2332 PERDA Provinsi Daerah Istimewa Aceh No.5 Tahun 2000, Tentang Pelaksanaan Syari'at Islam Pasal 13 ayat 1.
33 Undang-Undang RI No 20 Tahun 2004 Tentang Sisdiknas, hal. 87.34 Zakiah Daradjat, Metodik Khsusus Pendidikan Agama Islam …, hal. 59.
33
proses kependidikan yang berjalan atas keaedah-kaedah ilmu pengetahuan
kependidikan”.35
Karena itulah diharapkan agar adanya keseimbangan dalam diri anak didik
sendiri antara ilmu dan keimanan sebagai landasan beramal. Artinya, ilmu perlu
sebagai bekal anak didik dalam mengarungi kehidupan dunia dan iman sebagai
nilai yang menuntun dan sekaligus membentengi kepribadiannya. Maka untuk
mencapai keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi perlu adanya keseimbangan
antara keimanan dan ilmu pengetahuan. Apabila keduanya sudah seimbang maka
manusia akan memperoleh kedudukan yang mulia, baik di dunia maupun di
akhirat.
Nilai-nilai Kecerdasan moral yang ditanamkan pada diri anak didik akan
menjadi dasar-dasar kebudayaan yang melekat pada kepribadian anak didik
sebagai hasil dari proses pendidikan yang dialaminya. karena itulah dalam
menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan moral, khususnya melalui proses
pembelajaran, kemampuan dalam mengatur dan melaksanakan sistem pendidikan
yang tepat dan benar sesuai pembelajaran yang dikelolanya sangat di perlukan.
Jadi, melalui pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan para peserta didik
akan mendapatkan pembinaan sehingga prilaku mereka benar-benar Islami dan
sesuai dengan Al-qur’an dan Hadist, diharapkan moral murid akan menjadi lebih
baik akhirnya tertanam dalam dirinya. Keberhasilan perkembangan moral baru
berarti bila dimilikinya emosi dan prilaku yang mencerminkan kepedulian
terhadap orang lain untuk saling berbagi, bantu membantu, mengasihi, tenggang
rasa dan kesediaan untuk mematuhi aturan-aturan.
35 HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 13.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang diarahkan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang peranan guru agama
dalam pembinaan akhlak membentuk kepribadian siswa SD Negeri 1 Simpang
Balik. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pemilihan model ini didasarkan pada fokus penelitian yang menuntut penelitian
melakukan eksplorasi untuk memahami dan menjelaskan masalah yang diteliti
melalui hubungan yang intensif dengan sumber data.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menentukan kelompok responden
yang dijadikan subjek penelitian, sedangkan individu-individu subbjek sengaja
tidak ditentukan. Hal ini dimaksud untuk memelihara keterbukaan terhadap
masukan informasi baru dari kelompok responden tertentu. Maksudnya sepanjang
35
individu itu berasal dari kelompok responden yang menjadi sasaran penelitian ini,
maka data dan inpformasinya selalu terbuka untuk didengar oleh peneliti.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif bersifat
deskriptif dan eksplanatif. Dimana kualitatif itu ada yang bersifat interaktif dan
noninteraktif. Kualitatatif interaktif mencakup metode, etnografis, historis,
fonomenologis, studi kasus, teori dasar dan studi krisis. Kualitatif noninteraktif
meliputi metode: analisis konsep, analisis kebijakan dan analisis historis. Metode
ilmiah yang dipakai dalam ilmu tertentu sangat tergantung pada objek formal ilmu
yang bersangkutan. Untuk memahami peranan guru agama dalam pembinaan
akhlak membentuk kepribadian siswa SD Negeri 1 Simpang Balik, diperlukan
suatu pendekatan atau metode yang utuh dan terpadu. Metode yang biasa
ditempuh adalah metode deskriftif.
Pendekatan kualitatitif berusaha memahami dan menafsirkan suatu makna
peristiwa interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu menurut persfektif
sendiri. Lebih rinci Bogdan dan Biklen sebagaimana dikutif Lexy.J. Moleong,
mengajukan lima karakteristik penelitian kualitatif yaitu:
a. Mempunyai latar alamiah sebagai sumber langsungb. Manusia sebagai alat atau instrumen pendidikanc. Bersifat deskriftif analitikd. Lebih mementingkan proses dari pada hasil sematae. Menganalisa data secara induktif.24
B . Sumber Data
1. Data Primer
24 Moleong, Metode penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), hal. 8-10.
36
Data primer merupakan data utama dalam penelitian ini, adapun yang
menjadi data primer diperoleh dari guru agama SD Negeri 1 Simpang Balik 2
orang yang menjadi informan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang melengkapi data primer,
adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini penulis peroleh dari
kepala sekolah dan siswa serta buku-buku yang terkait dengan penelitian ini,
majalah, Koran, jurnal, tabloid, dan juga versi elektornik (internet, televisi).
C. Tehknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan melalui observasi (pengamatan), dan
wawancara dan dokumentasi (pengumpulan arsip).
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah metode pengumpulan melalui pengamatan baik secara
langsung atau tidak langsung, dimana peneliti mencatat informasi yang penulis
lihat secara langsung di lapangan untuk memperoleh data tentang materi apa yang
diajarkan guru agama, media yang digunakan guru, frekwensi mengajar guru
agama. Jenis observasi dalam penelitian ini ialah non participant, instrumen yang
penulis gunakan ialah checklist.
b. Wawancara
Untuk mengetahui informasi secara akurat maka penulis mengadakan
wawancara dengan siswa, kepala sekolah dan guru agama SD Negeri 1 Simpang
Balik. Jenis wawancara yang penulis gunakan ialah wawancara terstruktur,
37
adapun hal yang penulis wawancarai ialah apakah guru agama menggunakan
media mengajar, pengunaan buku paket, kemampuan guru memotivasi siswa
blajar. Instrumen yang penulis gunakan dalam wawancara ialah pedoman
wawancara, kertas, pulpen dan penghapus.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu arsip-arsip tentang sejarah SD
Negeri 1 Simpang Balik, keadaan guru, keadaan siswa, letak geografis dan lain-
lain yang nantinya akan penulis tempatkan dibagian awal pada Bab IV.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrumen yaitu alat bantu
yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data, dalam rangka menunjang atau
mendukung keberhasilan kegiatan pedoman wawancara. Alat bantu tersebut
berupa daftar-daftar pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai catatan penulis,
serta alat tulis untuk menulis jawaban yang penulis terima dari informan.
Hal di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto
bahwa “dalam penelitian, diperlukan alat bantu untuk mendukung terlaksananya
wawancara, dimana wawancara tersebut memerlukan sebuah pedoman yang
dalam hal ini adalah pedoman wawancara.
E. Tehnik Analisa Data
38
Analisis data dilakukan secara terus menerus dan dilakukan secara
bersamaan dengan proses pengumpulan data, yang terkumpul melalui
dokumentasi dan wawancara. Berdasarkan pendapat ini, peneliti akan
mengadakan analisis data pada saat pengumpulan data sampai pengumpulan data
selesai. Hal ini dilakukan agar fenomena yang di teliti dapat didiskripsikan secara
utuh, objektif dan sistematis. Adapun langkah-langkah dalam penulisan datanya
adalah :
1. Reduksi data, dalam hal ini peneliti memilih dan memilah data yang
relevan dengan tujuan data yang relevan akan dianalisis, sedangkan
data yang kurang relevan akan disisihkan (tidak dianalisis)
2. Penyajian data setelah data direduksi, langkah berikutnya adalah
penyajian data yang meliputi :a. identifikasi, b. klasifikasi, c.
penyususnan, d. penjelasan data secara sistematis, objektif dan
menyeluruh, e. pemaknaan.
3. Penyimpulan yaitu, peneliti menyimpulkan hasil penelitian
berdasarkan katagori dan makna temuan.
39
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Tafsir, 2007, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Fak-Tar. IAIN Sunan Gunung Djati.
Barmawie Umary, 2006, Materi Akhlak, Bandung: Ramadhani.
Depag RI, 2008, Al-qur’an dan Terjemashnya, Jakarta: Depag RI.
Depag RI, Kapita Selekta Pengetahuan Agama Islam, Jakarta: Depag RI.
H.M. Arifin, 1976, Hubungan Timbal Balik, Pendidikan agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang.
Hermanto, 2001, Pendidikan Modern, Jakarta: Bina Aksara.
Hynermen, 2001, Guru dan Faktor Keberhasilan Pendidikan, Yogyakarta: Surya Kencana.
Jalaluddin, Ali Ahmad Zen, tt, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, Surabaya: Al-Ma’arif.
Kartini, 2003, Telaah Atas Kemampuan Guru Memanajemen Kelas, Jakarta: Rineka Cipta.
40
M. Shaleh, dkk, 1999, Memaknai Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Muhammad Uzer Usman, 2007, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, Bandung : Rosda Karya.
Nana Sudjana, 2006, Profesi dan Keterampilan Guru, Jakarta: Rineka Cipta.
Ngalim Purwanto, 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Oemar Malik, 2009, Pendidikan Guru, Jakarta: Bumi Aksara.
Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Kalam Mulia.
Ridwan, dkk, tt, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Indonesia.
Sadirman, 1998, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Santika, Profesi Guru, Diambil dari http//www.com. Profesi Guru pada tanggal 23 Agustus 2010.
Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2003, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Gramedia.
Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Toto Suryana, 2008, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Tiga Mutiara.
Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Undang RI No. 120 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.
Zainul Mutaqin, 2005, Lembaran Netral Beragama Memaknai Agama dan Beragama, Jakarta: Fima Rodheta.
41
42