Upload
yasmine-indria-efendi
View
43
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat pneumatokel
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumatokel merupakan kista ruang intrapulmonal berisi udara yang
dengan berbagai ukuran dan bentuk. Mungkin mengandung udara-cairan dan
biasanya hasil dari cedera induksi ventilator paru pada neonatus atau pasca-
pneumonia.
Pneumatokel sering dengan infeksi stafilokokus, dan dapat dibedakan
dengan abses paru. Pneumatokel memiliki dinding tipis dan halus, serta terlihat
dengan gambaran klinis baik, sedangkan abses paru memiliki dinding tebal dan
tidak teratur dengan air fluid level dan pada anak cenderung sangat sakit.
Pneumatokel dianggap bentuk lokal emfisema interstisial paru dan dapat sembuh
sendiri dengan kejadian berat yang jarang terjadi, pneumatokel menetap
membutuhkan intervensi pembedahan.
Pneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru distal sampai
bronkiolus terminal yang meliputi bronkiolus respirasi, duktus alveolus, sakus
alveolus dan alveolus. Istilah pneumonia dan pneumonitis biasanya digunakan
secara sinonim untuk inflamasi pada paru-paru, dimana konsolidasi (solidifikasi)
adalah istilah yang digunakan untuk gambaran radiologi dan makroskopis paru
pada pneumonia.4
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, mikoplasma, riketsia,
virus atau jamur. Secara rinci, pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme
yang sering menimbulkan infeksi, seperti pneumococcus, staphylococcus,
mycoplasma, atau koronavirus.
Berdasarkan data dari WHO, setiap tahunnya tiga sampai empat juta
pasien meninggal akibat pneumonia, dengan proporsi terbesar yaitu anak-anak
dan orang tua. Insiden pneumonia setiap tahunnya pada orang tua adalah antara
25-44 per 1000 populasi. Mortalitas dari nursing home acquired pneumonia
(NHAP) dilaporkan 44-57%, sedangkan angka mortalitas untuk CAP yaitu 30%.
1
1,2 Sedangkan untuk anak-anak, infeksi pernapasan akut merupakan penyebab
kematian yang tersering. Mortalitas anak-anak usia prasekolah akibat infeksi
pernapasan akut berkisar antara 1/5 – 1/3 kematian pada anak prasekolah. World
Development Repord 1993 menunjukkan bahwa infeksi pernapasan akut
menyebabkan 30% kematian pada anak-anak. 3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PNEUMATOKEL
Pneumatokel adalah kista ruang intrapulmonal berisi udara yang dengan
berbagai ukuran dan bentuk. Mungkin mengandung udara-cairan dan biasanya
hasil dari cedera induksi ventilator paru pada neonatus atau pasca-pneumonia.
2.1.1 Epidemiologi
Meskipun pneumatokel terlihat pada semua kelompok umur, mereka adalah yang
paling sering ditemui pada bayi.
Kebanyakan pneumatokel terjadi sebagai akibat pneumonia (pneumatokel pasca
pneumotic). Agen penyebab meliputi:
Staphylococcus aureus (paling sering)
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenza
Escherichia coli
Streptokokus grup A
Klebsiella pneumonia
Adenovirus
TB paru primer
Selain infeksi, pneumatokel juga dengan penyebab lain seperti:
Trauma, biasanya trauma tumpul
Ventilasi tekanan positif, terutama pada neonatus premature
Hidrokarbon inhalasi
Tiga teori utama telah diajukan untuk menjelaskan pembentukan pneumatokel:
3
1. pulmonal overinflation disebabkan oleh obstruksi bronkial /bronkiolus
yang bersifat sementara dan efek ball-valve.
2. Drainase dari proses nekrosis parenkim paru dengan pembesaran sekunder
dan terjadi efek ball-valve.
3. Kumpulan udara fokal dalam interstitium paru yang disertai peradangan
dan nekrosis dinding saluran napas dan pembentukan fistula dengan
pleura.
2.1.2. Gejala Klinis
Pneumatokel biasanya tanpa gejala dan, jika sekunder dari pneumonia,
tetap terlihat setelah gejala septik telah sembuh. Kadang-kadang pneumatokel
menjadi cukup besar untuk menekan paru-paru yang berdekatan dan mediastinum,
menyebabkan gejala penyakit pernapasan atau kardiovaskular.
2.1.3. Gambaran Radiografi
Ketika dewasa, pneumatokel muncul ruang kista tipis berdinding dalam
parenkim paru, mengandung udara. Namun, penting untuk diingat bahwa karena
biasanya terjadi dalam proses infeksi, gambarannya dapat bervariasi, tergantung
pada tahap infeksi saat diambil gambar.
Pneumatokel cenderung muncul dalam minggu pertama infeksi dan
biasanya hilang pada minggu keenam. Jika pneumatokel dicitrakan selama proses
pembentukan, mungkin memiliki konsolidasi sekitar dan sulit untuk membedakan
dari abses. Beberapa gambaran membuat diagnosis dari pneumatokel lebih
mungkin dibandingkan abses :
Tepi bagian dalam halus
Jika terdapat cairan jumlahnya sedikitt
Dinding (jika terlihat) tipis dan teratur
4
Tidak adanya gejala klinis
2.1.4. Pengobatan dan Prognosis
Pneumatokel post trauma memperlihatkan sembuh sepontan dengan
pemberian antibiotik yang adekuat. Intervensi bedah hanya diperlukan jika
pneumatokel menyebabkan gejala efek-massa atau terjadi rupture ke ruang pleura
yang mengakibatkan pneumothorak.
2.1.5. Komplikasi
Pecahnya pneumatokel yang dapat menyebabkan pneumotoraks
Infeksi sekunder - pneumatokel infeksi sekunder
2.1.6. Diagnosis Banding
Umumnya adalah massa dengan kavitas paru dan lesi paru yang
mengandung udara pada bagian lainnya.
Abses paru
Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)
Aspirasi dari paru yang terinfeksi
Pada pasien dewasa, diagnosis banding untuk lesi kavitasi paru meliputi:
Kavitas kanker paru-paru
Kavitas metastasis paru
Kista hidatidosa
Pneumotoraks loculated
Bullae besar emphysematous
5
Pneumatokel sering dengan infeksi stafilokokus, dan dapat dibedakan dengan
abses paru. Pneumatokel memiliki dinding tipis dan halus, serta terlihat dengan
gambaran klinis baik, sedangkan abses paru memiliki dinding tebal dan tidak
teratur dengan air fluid level dan pada anak cenderung sangat sakit. Pneumatokel
dianggap bentuk lokal emfisema interstisial paru dan dapat sembuh sendiri
dengan kejadian berat yang jarang terjadi, pneumatokel menetap membutuhkan
intervensi pembedahan.
2.2. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan infeksi saluran napas bawah yang berbahaya
karena seringkali menyebabkan kematian. Kelompok penyakit ini adalah
pneumonia lobaris, bronkopneumonia, pleura pneumonia termasuk piotoraks dan
abses paru. Pneumonia yang merupakan inflamasi pada paru-paru dicirikan
dengan tipe yang sama dari perubahan vaskuler dan eksudasi cairan dan sel yang
terlibat sama seperti inflamasi pada lokasi yang lain. Eksudat inflamasi menyebar
secara bebas melewati paru-paru, mengisi alveoli dan bagian paru yang terkena
menjadi relatif padat (konsolidasi) (Gambar 1). Eksudat inflamasi dapat mencapai
permukaan pleura pada beberapa area yang menyebabkan iritasi dan inflamasi
pleura, kadang-kadang ditemukan akumulasi eksudat inflamasi pada rongga
pleura.5,6
Gambar 1. Konsolidasi paru
DIkutip dari 6
6
Pneumonia yang disebut juga dengan pneumonitis selain disebabkan oleh
bakteri yang bermacam-macam, juga mempunyai faktor presipitasi, gambaran
patologis dan prognosis yang bervariasi pula. Akan tetapi yang dimaksud dengan
pneumonia dalam hal ini adalah suatu infeksi paru yang luas yang terjadi baik
oleh karena inhalasi maupun yang melalui sirkulasi.
2.2.1. Epidemiologi
Pneumonia menyerang semua umur, gender dan berbagai tingkat sosial
ekonomi. Pneumonia nosokomial merupakan infeksi nosokomial ke-3 terbanyak
setelah infeksi saluran kemih dan infeksi melalui luka, akan tetapi merupakan
penyebab kematian utama dari semua kejadian infeksi nosokomial. Pneumonia
lebih banyak terjadi pada anak-anak dan orang tua. Estimasi kasus pneumonia
untuk anak kurang dari 5 tahun terkumpul pada 6 wilayah WHO (Afrika,
Amerika, Asia Tenggara, Eropa, Mediterania Timur, Pasifik Barat). Estimasi
tertinggi adalah Asia Tenggara (0,36 episode per anak per tahunnya), diikuti oleh
Afrika (0,33 episode) dan Mediterania Timur (0,28 episode), dan rendah pada
Pasifik Barat, Amerika dan Eropa. 3
Gambar 2. Insiden Pneumonia pada Anak-anak
7
Dikutip dari 3
2.2.2. Patofisiologi
Terjadinya suatu infeksi dipengaruhi adanya interaksi dari faktor
penderita, lingkungan dan penyebab infeksi. Sistem napas mempunyai mekanisme
pertahanan yang khusus untuk menghindari infeksi. Mekanisme pertahanan
saluran napas atas antara lain filtrasi udara inspirasi, pemanasan, pelembaban
udara, refleks epiglotis dan refleks batuk. Umumnya saluran napas bawah selalu
bebas dari mikroorganisme kecuali bila sudah melewati mekanisme pertahanan
saluran napas atas. Mekanisme pertahanan saluran napas bawah lebih kompleks
melalui peran imunitas humoral dan seluler, daya fagositosis oleh sel-sel
makrofag dan sel polimorfonukleus. Selain itu terdapat juga aktivitas anti mikroba
oleh surfaktan dan proses lisis oleh komplemen.
Mekanisme pertahanan saluran napas dapat terganggu bila ada iritasi
kronik sehingga menyebabkan hyperplasia, hipertrofi dan penambahan jumlah sel
goblet yang mengakibatkan produksi mukus yang berlebihan. Gangguan
mekanisme pertahanan tubuh ini akan menyebabkan mudahnya terkena infeksi.
Mikroorganisme masuk ke paru dengan 4 jalur:
8
1. Inhalasi dari mikroba yang terdapat di udara
2. Aspirasi organisme pada nasofaring atau orofaring
3. Penyebaran secara hematogen dari fokus infeksi yang jauh
4. Penyebaran langsung
Paru-paru normal bebas dari bakteri karena adanya mekanisme pertahanan
paru pada berbagai level seperti filter nasofaring, aksi mukosilia pada jalan napas
bawah, adanya makrofag alveolus dan immunoglobulin. Kegagalan dari
mekanisme pertahanan ini dan adanya faktor predisposisi dapat menyebabkan
timbulnya pneumonia. Kondisi-kondisi tersebut seperti:4
1. Gangguan kesadaran. Cairan dari orofaring dapat diaspirasi akibat penurunan
kesadaran seperti koma, trauma kranial, kejang, dan sebagainya
2. Penurunan refleks glotis dan batuk. Penurunan dari refleks batuk yang efektif
dapat menyebabkan aspirasi dari cairan gaster seperti pada usia tua, nyeri
akibat trauma pada thoraks, penyakit neuromuskuler, kelemahan akibat
malnutrisi, kiposkoliosis, penyakit paru obstruktif yang berat, intubasi
endotrakeal dan trakeostomi
3. Gangguan transpor mukosilia. Kondisi-kondisi yang dapat mengganggu
transport mukosilia yaitu merokok, infeksi virus pada respirasi, sindrom silia
immotil, inhalasi gas yang panas atau korosif dan usia tua.
4. Gangguan fungsi makrofag alveolus. Pneumonia dapat terjadi akibat
gangguan fungsi makrofag alveolus seperti pada merokok, hipoksia,
kelaparan, anemia, edem pulmonal dan infeksi virus pada respirasi.
5. Obstruksi endobronkial. Mekanisme pembersihan yang efektif terganggu
dengan adanya obstruksi endobronkial akibat adanya tumor, benda asing,
kistik fibrosis dan bronchitis kronis.
6. Disfungsi leukosit. Gangguan pada limfosit meliputi kelainan kongenital dan
immunodefisiensi didapat dan abnormalitas granulosit dapat mempredisposisi
terjadinya pneumonia
9
2.2.3. Klasifikasi
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Etiologi
2. Distribusi anatomis dari proses inflamasi
3. Faktor predisposisi
Berdasarkan etiologi:
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, mikoplasma, riketsia,
virus atau jamur. Secara rinci, pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme
yang sering menimbulkan infeksi, seperti pneumococcus, staphylococcus,
mycoplasma, atau koronavirus.
Berdasarkan anatomi:
Pneumonia lobaris merujuk pada infeksi pada seluruh lobus paru,
bronkopneumonia merupakan infeksi yang mengenai bagian dari satu atau lebih
dari lobus paru yang berdekatan dengan bronkus. Pneumonia lobaris dan
bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri patogen. Klasifikasi anatomi yang
ketiga adalah pneumonia intersisial atau pneumonia atipikal primer dan biasanya
disebabkan oleh virus atau mikoplasma (Mycoplasma pneumonia). Tipe infeksi
paru ini lebih banyak mengenai septa alveolus paru daripada alveoli, dan sel-sel
inflamasi yang menginfiltrasi septa yaitu lebih banyak neutrofil, monosit dan sel
plasma dibandingkan dengan neutrofil.
Berdasarkan faktor predisposisi:
Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan ventilasi paru yang buruk dan
retensi sekresi bronkial dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. Pneumonia
postoperasi adalah inflamasi paru yang berkembang pada pasien postoperasi yang
tidak dapat batuk atau bernapas dalam akibat nyeri; ventilasi yang buruk dan
retensi dari sekresi dapat menyebabkan atelektasis dari lobus paru yang dapat
diikuti dengan invasi bakteri sekunder dan menyebabkan bronkopneumonia.
10
Pneumonia aspirasi terjadi saat benda asing, makanan, muntahan atau zat iritatif
teraspirasi pada paru-paru. Pneumonia obstruksi berkembang pada paru-paru
distal ke area dimana bonkus menyempit atau obstruksi. Blokade dari bronkus
akibat tumor atau benda asing dapat menyebabkan terjadi retensi dari sekresi
bronkial yang mempredisposisi terjadinya suatu infeksi. 2
Pneumonia juga dapat diklasifikasikan secara luas menjadi community
acquired pneumonia (CAP), nursing home-acquired pneumonia (NHAP), dan
nosocomial (hospital-acquired) pneumonia (NP). Masing-masing klasifikasi ini
memiliki subklasifikasi lagi seperti yang tertera pada bagan 1. 7
Bagan 1. Klasifikasi umum pneumonia
Sumber: Cunha, Burke A, 2010
2.2.4. Etiologi
11
CAP NHAP NP
Tipikal (tanpa temuan
ekstrapulmoner)
Tipikal (dengan temuan ekstrapulmoner)
Ventilator Non Ventilator
Nonzoonotik(tanpa riwayat kontak dengan vector zoonotik
Zoonotik(riwayat kontak dengan vector
zoonotik
Onset dini( < 5 hari dari rumah sakit )
Onset lambat( > 5 hari )
Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti bakteri, virus
jamur dan parasit. Etiologi yang paling sering adalah basil gram positif seperti
pneumokokus, stapilokokus, basil gram negatif seperti pseudomonas, hemofilus,
escerichia, dan klebsiela. Pneumonia juga dapat terjadi karena aspirasi.
Hubungan terjadi pneumonia dengan etiologi dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Pneumonia terjadi dilingkungan masyarakat (Community Acquired
Pneumonia) sering disebabkan oleh bakteri aerob gram positif seperti
Streptococcus pneumonia dan mikroorganisme lain, Mycoplasma pneumonia,
Legionella dan virus.
2. Pneumonia terjadi di rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia) atau
pneumonia nosokomial sering disebabkan oleh bakteri aerob gram negative
seperti pseudomonas, klebsiela, hemofilus, dan lainnya
3. Pneumonia terjadi terhadap penderita dengan daya tahan tubuh rendah
4. Pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai penyakit sebelumnya
5. Pneumonia karena aspirasi
Tabel 1. Patogen pneumonia
12
Dikutip dari 7
Tabel 2. Patogen pada CAP
13
Dikutip dari 7
2.2.5. Gejala klinis
Tanda dan gejala dari pneumonia merupakan akibat dari infeksi sistemik.
Terjadi peningkatan suhu tubuh dan peningkatan jumlah sel darah putih pada
darah perifer. Inflamasi pada bronkial juga terlibat, yang bermanifestasi dengan
batuk dan sputum purulen. Jika proses inflamasi melibatkan pleura, pasien dapat
merasakan nyeri saat respirasi. Pasien dapat memiliki gejala yang berhubungan
dengan gangguan dari fungsi paru akibat konsolidasi dari bagian paru, yang
disebabkan oleh akumulasi sel inflamasi di dalam alveoli. Oksigenasi pada darah
terganggu, dan pasien menjadi sesak napas.
Pneumonia tipikal mempunyai tanda-tanda serangan cepat dan tiba-tiba.
Batuk-batuk dengan sputum purulen, nyeri dada, hitung leukosit tinggi dan
bergeser ke kiri, Foto toraks ditemukan lesi konsolidasi yang lebar. Pneumonia
tipikal mempunyai gejala serangan lebih lama, kadang-kadang 3-4 hari, batuk
jarang, sputum mukoid, hitung leukosit dalam batas normal, foto toraks biasanya
lesi difus.
14
Pemeriksaan laboratorium yang membantu adalah pengecatan gram dan
biakan mikroorganisme dari bahan sputum, cairan pleura, aspirasi transtrakea,
aspirasi trans torakal, aspirasi trans bronkial ataupun biopsi paru terbuka.
2.2.6. Penatalaksanaan
1. Istirahat dan oksigen
2. Diet: pneumonia berat harus diberi cairan dan kalori yang cukup secara
intravena
3. Membersihkan saluran napas, bila ada sekret lakukan drainase atau suction
4. Anibiotika
Antibiotika yang digunakan tergantung pada etiologi penyebab infeksi :
Golongan penisilin untuk Streptococcus pneumonia dan Haemofilus
influenza
Golongan makrolid untuk Mycoplasma pneumonia, Clamidya psittaci
Golongan aminoglikosid untuk basil gram negatif
5. Mukolitik dan mukokinetik
Pemberian mukolitik dan mukokinetik bertujuan mengurangi konsistensi
viskositas dari sputum. Biasanya digunakan hidrasi intravena oleh karena dapat
terjadi dehidrasi. Dapat juga diberikan N-asetilsistein, pankreatik dornase, tripsin
dan tiloksapol.
Japanese Respiratory Society (JRS) membuat suatu sistem skoring untuk
membedakan antara pneumonia atipikal dan bakterial. Panduan ini memiliki 6
parameter berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan data laboratorium:
1. Umur kurang dari 60 tahun
2. Tanpa atau dengan penyakit komorbid minor
3. Pasien dengan batuk yang berat
4. Temuan auskultasi yang jelek
5. Tanpa sputum atau identifikasi agen etiologi dengan tes diagnostik cepat
6. Hitung sel darah putih perifer di bawah 10.000 /LPB
15
Apabila ditemukan 4 dari 6 parameter, maka dicurigai suatu pneumonia
atipikal dan JRS merekomendasikan penggunaan makrolid atau tetrasiklin.
Namun, jika kriteria ini tidak terpenuhi, maka dicurigai suatu pneumonia bakterial
dan JRS merekomendasikan penggunaan beta laktam. 9
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumonia adalah: 10
1. Pleuritis eksudativa dan empiema
2. Gagal napas karena gangguan pertukaran gas di alveoli
3. Pneumonia toksik karena endotoksin dalam darah
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Fistula bronkopleural
6. Abses paru
7. Gangren pulmonal
8. Pneumatokel
9. ARDS
2.2.8. Prognosis
Prognosis tergantung kuman penyebab dan usia penderita. Pada usia tua
dan kuman penyebab anaerob maka prognosis lebih buruk.
2.3. KERUSAKAN YANG TERJADI PADA PARU
Pneumonia bakterialis menyebabkan inflamasi dan konsolidasi pada
parenkim paru. Kebanyakan bakteri yang menyebabkan pneumonia adalah bakteri
yang hidup secara normal di orofaring dan nasofaring dan mencapai alveoli
karena aspirasi. Jalur lain dari infeksi yaitu meliputi inhalasi dari lingkungan,
secara hematogen dari fokus infeksi di manapun dan menyebar dari tempat yang
berdekatan. Perubahan flora orofaring dari normal komensal menjadi organisme
16
yang virulen yang menyebabkan pneumonia dapat terjadi pada pasien di rumah
sakit yang lemah atau terjadi supresi imun yang menyebabkan pneumonia
nosokomial dapat terjadi sebanyak 25% dari kasus. Kondisi yang bervariasi dapat
menjadi predisposisi penurunan imun, meliputi rokok, bronkitis kronis, alkohol,
malnutrisi berat, penyakit yang diabaikan dan diabetes dengan kontrol yang
buruk.8
Deskripsi Laennec membagi pneumonia lobaris menjadi 4 fase patologis
(1) Stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus
terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi
padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3)
Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi
pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi
fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda
dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas
ini tidak terlihat.
17
Gambar 3. Patogenesis pneumonia
Dikutip dari 9
Pneumonia lobaris memiliki beberapa tipe berdasarkan agen mikroba
penyebab, tipe yang sering yaitu:
1. Pneumonia pneumokokal. Lebih dari 90% dari pneumonia lobaris dikarenakan
oleh Streptococcus pneumonia.
2. Pneumonia stafilokokal. Staphylococcus aureus menyebabkan pneumonia
dengan penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain atau setelah
infeksi virus.
18
3. Pneumonia streptokokal. Streptococcus beta hemolyticus jarang
menyebabkan pneumonia, jenis pneumonia ini dapat terjadi pada anak-anak
setelah terkena campak atau influenza, pada orang tua dengan diabetes.
4. Pneumonia karena bakteri aerob gram negatif.
Pneumonia stapilokokal
S. aureus adalah staphylococcus yang berhubungan dengan infeksi serius.
Bakteri ini berkoloni di nasofaring 15-40% pada orang sehat dan juga dapat
berkoloni di kulit. Pada neonatus, kolonisasi dari saluran napas atas setinggi 90%
dalam hari-hari pertama kehidupan, dan umumnya menurun sesuai dengan
peningkatan umur. Pada kasus fatal, efusi pleura biasanya terjadi dan permukaan
pleura terlihat gelap tapi biasanya bebas dari eksudat. Bronkus berisi eksudat
purulen dan dapat terjadi perdarahan mukosa. Parenkim paru menjadi gelap dan
edematous, dengan bintik-bintik kecil berwarna abu-abu dari konsolidasi pada
bagian tengah dari jalan napas terminal. Nekrosis bronkiolus terlihat pada fase
awal penyakit, dengan infiltrat neutrofilik dan monosit dalam jumlah kecil pada
dinding bronkiolus atau pada alveolus.
Kapiler alveolus menjadi trombosis, tapi foci kecil dari perdarahan
intraalveolar dapat terjadi. Mikrokoloni dari bakteri dapat terlihat.
Bronkopneumonia kaya akan neutrofil dapat berkembang dan membentuk sebuah
abses, dengan nekrosis dan disolusi dari septa alveolus. Komplikasi dapat meliputi
erosi pada arteri dan dinding bronkial. Jika pasien dapat bertahan dalam satu
minggu atau lebih, paru menjadi fibrotik dan dapat terbentuk kavitas abses.
Bronkiektasis dapat terjadi dan pleura dapat melekat pada dinding dada.
Lesi hematogen dari septikemia predominan pada lobus bawah dan
biasanya berlokasi di subpleura. Lesi mulai sebagai area lokal dari perdarahan,
yang mendapat inti nekrotik yang pucat yang menjadi lunak dan membentuk
kavitas. Secara mikroskopis, gambaran berkorelasi dengan lesi pada arteri yang
19
nekrotik dan dapat terjadi infark septik. Komplikasi meliputi edema dan
pneumotoraks.
Dua gambaran pneumonia stapilokokkal pada infant memiliki frekuensi
yang tinggi untuk keterlibatan pleura dan biasanya menjadi pneumatokel.
Pneumatokel ini membesar secara cepat dan pulih dalam beberapa minggu.
Keadaan ini bukanlah suatu keadaan spesifik untuk pneumonia stafilokokal.
Pneumatokel bukan merupakan suatu abses, karena mereka memiliki dinding
yang tebal dan biasanya pulih secara sempurna.
Gambar 6. Pneumonia stapilokokal
Dikutip dari 9
Kerusakan paru akibat komplikasi pneumonia10
1. Efusi pleura parapneumonik
Efusi disebabkan respon pleura terhadap infeksi paru merupakan
komplikasi tersering dari pneumonia. Biasanya terjadi pada pneumonia
bakterialis, khususnya S. aureus, H. Influenza, L. pneumophila, Nocardia, bakteri
anaerob, basil gram negative, dan S. pneumonia. Infeksi parenkim paru akan
menyebabkan aktivasi makrofag alveolar yang akan mengeluarkan sitokin
inflamasi yang merangsang peningkatan permeabilitas vascular. Permeabilitas
vaskular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular
20
menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan efusi pleura eksudat. Efusi pleura
dapat terlihat pada rontgen. Pada posisi supine, akumulasi cairan di hemitoraks
yang terkena bisa dilihat jelas pada apex, di lateral sudut kostoprenik. Efusi pleura
kebanyakan unilateral yang mengenai paru yang sakit.
2. Empiema
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura.
Empiema dapat terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar hingga ke
rongga pleura. Pembentukan empiema dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu
eksudatif, fibropurulent dan organizational. Pada tahap eksudatif terjadi akumulasi
cairan di rongga pleura yang disebabkan oleh inflamasi dan peningkatan
permeabilitas di pleura visceral. Tahap fibropurulen dimulai dengan invasi bakteri
di rongga pleura dan ditandai dengan deposisi fibrin pada membran pleura viseral
dan parietal serta pembentukan septa fibrin, lokulasi dan adhesi. Aktivitas
metabolik yang tinggi menyebabkan penurunan kadar glukosa dan penurunan
kadar pH, dan lisis neutrofil menyebabkan peningkatan LDH. Apabila infeksi
terus berlanjut, empiema menjadi terorganisasi dengan pembentukan lapisan
pleura yang tebal dan non-elastis dengan septa fibrin yang padat dan dapat
menghambat pergerakan paru. Efusi pleura yang terinfeksi dinamakan empiema.
Semua empiema dimulai dengan efusi pleura yang steril yang kemudian terinfeksi
sekunder. Sumber penyebab biasanya pneumonia atau abses paru. Gambaran
radiologis tampak efusi pleura yang terlokalisir yang pada gambaran sebelumnya
tampak efusi pleura yang mobile menunjukkan adanya empiema. Dalam beberapa
minggu, reaksi inflamasi dapat menyebabkan penebalan dari lapisan pleura yang
akan mengganggu fungsi paru.
3. Fistula bronkopleura
Pneumonia dengan komplikasi nekrosis parenkim dapat menyebabkan
terjadinya fistula bronkopleura dimana terjadi hubungan (fistula) antara saluran
21
napas paru dan rongga pleura. Fistula bronkopleura dapat menyebabkan
pneumotoraks sekunder atau efusi parapneumonia atau empiema,
hidropneumothoraks atau piopneumotoraks dapat terjadi. Mikroorganisme yang
biasanya terlibat dalam terjadinya fistula bronkopleura meliputi S. aureus, basil
gram negative, bakteri anaerob, dan S. pneumonia.
4. Abses paru
Bakteri anaerob merupakan flora normal permukaan mukosa yang
meliputi mukosa mulut, orofaring, dan saluran napas atas. Saluran napas bawah
bebas dari kuman anaerob. Infeksi anaerob pada saluran napas bawah
menimbulkan 3 tipe lesi yang saling tumpang tindih yaitu: pneumonitis,
necrotizing pneumonia, dan abses. Penyebab terbanyak dari infeksi anaeroab
adalah aspirasi. Aspirasi dapat menyebabkan polimikrobial masuk ke paru.
Pneumonia anaerob sulit dibedakan dengan berbagai bentuk pneumonia yang lain.
Gejala berawal dari demam dengan batuk dan tampak infiltrat pada radiografi,
tapi pasien dapat tidak terlihat sakit berat. Abses paru piogen banyak terjadi akibat
pneumonia fokal yang disebabkan oleh aspirasi sekresi gaster atau orofaringeal
yang terinfeksi. Kavitas terisi dengan cairan yang purulen terbentuk mengikuti
nekrosis sentral. Setelah 7-14 hari terbentuk, nekrosis dapat menyebar dan
penetrasi ke dinding abses dan membuat sambungan antara kavitas abses dan
saluran napas yang berdekatan. Dahak yang purulen dibatukkan keluar berupa
sputum yang kental dan bau dan udara dapat mengisi rongga abses.
5. Gangren pneumonia
Apabila terjadi penyebaran yang luas dari inflamasi, maka seluruh wilayah
paru yang terkena menjadi nekrotik dan terpisah dari bagian paru yang masih
normal. Kavitas yang besar dapat terbentuk, dan dikenal dengan gangren
pneumonia.
6. Mikroabses
22
Mikroabses yang multipel dapat terlihat pada satu atau lebih daerah yang
terkena inflamasi dan pada gambaran radiologi tampak gambaran lusen multiple
dengan atau tanpa air fluid level. Hal ini dinamakan necrotizing pneumonia.
Mikroabses dapat bersatu membentuk sebuah abses fokal atau sebuah wilayah
ganggren paru.
7. Pneumatokel
Pneumatokel terjadi karena necrotizing pneumonia menyebabkan
kehilangan integritas dinding alveolus fokal dan udara masuk ke intersisium paru
dan membentuk kumpulan pada subpleura. Jika pada tempat yang rupture
membentuk katup, kumpulan udara tersebut dapat menjadi masif. Pneumatokel
dapat terbentuk multipel. Pneumatokel memiliki dinding yang halus dan tipis,
dapat terbentuk dan berubah secara cepat, dan tidak ditandai dengan produksi
yang tiba-tiba dari sputum yang kental dan berbau. Ruptur dari pneumatokel dapat
menyebabkan terjadinya pneumotoraks
8. ARDS
Komplikasi ini dapat terjadi akibat pneumonia yang disebabkan oleh
berbagai kausa namun kausa yang tersering berhubungan dengan virus, PCP,
staphylococcus, dan Legionella pneumonia dan tuberculosis milier. Gagal napas
merupakan ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi pernapasan yaitu untuk
membawa oksigen ke darah dan untuk mengeliminasi karbondioksida. Inflamasi
parenkim paru menyebabkan pertukaran udara terganggu sehingga perfusi oksigen
di alveolar terganggu dan dapat menyebabkan gagal napas.
23
GAMBARAN RADIOLOGI
Pneumatokel
24
25
Abses paru
26
27
Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)
Kanker paru
28
Pneumotoraks loculated
29
Bullae besar emphysematous
30
BAB IV
KESIMPULAN
Pneumatokel sering dengan infeksi stafilokokus, dan dapat dibedakan
dengan abses paru. Pneumatokel memiliki dinding tipis dan halus, serta terlihat
dengan gambaran klinis baik, sedangkan abses paru memiliki dinding tebal dan
tidak teratur dengan air fluid level dan pada anak cenderung sangat sakit.
Pneumatokel dianggap bentuk lokal emfisema interstisial paru dan dapat sembuh
sendiri dengan kejadian berat yang jarang terjadi, pneumatokel menetap
membutuhkan intervensi pembedahan.
Pneumatokel merupakan salah satu komplikasi dari pneumonia akibat dari
kerusakan yang terjadi pada paru dapat terjadi 4 fase patologis dari pneumonia.
Pneumonia adalah suatu infeksi paru yang luas yang terjadi baik oleh
karena inhalasi maupun yang melalui sirkulasi . Pneumonia dapat dilkasifikasikan
berdasarkan Etiologi, distribusi anatomis dari proses inflamasi, faktor
predisposisi, tempat didapat.
Pneumonia lobaris memiliki 4 fase patologis yaitu fase kongesti, hepatisasi
merah, hepatisasi kelabu, resolusi. Pneumonia lobaris memiliki beberapa tipe
berdasarkan agen mikroba penyebab, tipe yang sering yaitu pneumonia
pneumokokal, pneumonia stafilokokal, pneumonia streptokokal, pneumonia
karena bakteri aerob gram negative.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Janssens J-P, Krause K-H. Pneumonia in the very old. Lancet Infect Dis
2004;4:112–124.
2. Schmidt-Ioanas M, Lode H. Treatment of pneumonia in elderly patients.
Expert Opin Pharmacother 2006;7:499–507
3. Rudan, Igor, et.al. 2008. Epidemiology and Etiology of Childhood Pneumonia.
Bulletin of the World Health Organization, Volume 86, Number 5, 321-416
4. Mohan, Harsh. 2005. Essential Pathology for Dental Students. 3rd edition.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd
5. Halim, Hadi dkk (ed). 2002. Naskah Lengkap Workshop Pulomonology,
Pertemuan Ilmiah Tahunan IV (PIT-4) Ilmu Penyakit Dalam PAPDI
Sumbagsel. FK Unsri: Palembang
6. Crowley, Leonard V. 2013. An introduction to human disease: pathology and
pathiphysiology correlations, 9th ed. USA: Jones & Bartlett Learning
7. Cunha, Burke A. 2010. Pneumonia Essentials, Third edition. USA: Jones &
Bartlett Learning
8. Kashyap, Surender & Malay Sarkar. 2010. Mycoplasma Pneumonia: Clinical
Features and Management. Department of Pulmonary, Indira Gandhi Medical
College; Vol 27, Issue 27, Page: 75-85
9. Rubin, Emanuel and Howard M. Reisner. 2011. Essentials of Rubins
Pathology, Sixth edition. Philadelpia: Lippincolt William & Wilkins, a Wolter
Kluwers Health
10. Marrie, Thomas J. 2001. Community Acquired Pneumonia. New York:
Kluwer Academic Publhisers
32
Daftar Pustaka Gambaran Radiologi
http://www.scielo.br/
http://www.radiopaedia.org/
http://meddean.luc.edu/
http://zonaws.com/
http://learningradiology.com/
http://vcuthoracicimaging.com/
33