19
Kata Pengantar Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul PATOFISIOLOGI ATEROSKLEROSIS PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Penyakit Dalam di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ridwan Sofyansyah, Sp.JP, selaku dokter pembimbing. 2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Penyakit Dalam RSUD Dr.Slamet Garut. 3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.

Referat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

intern

Citation preview

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul PATOFISIOLOGI ATEROSKLEROSIS PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER dengan baik.

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Penyakit Dalam di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ridwan Sofyansyah, Sp.JP, selaku dokter pembimbing.2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Penyakit Dalam RSUD Dr.Slamet Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Garut, Juli 2015

PenulisDAFTAR ISI

COVER..........1

KATA PENGANTAR..2

DAFTAR ISI.........3

PENDAHULUAN.....4

PATOFISIOLOGI ATEROSKLEROSIS PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER5

KESIMPULAN...33

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................34

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebbakan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. PJK ditandai dengan keluhan nyeri dada yang khas. Jumlah penderita PJK menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun, dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung coroner intensif yang semakin menyebar merata. Di Negara berkembang seperti Indonesia PJK merupakan penyebab utama kematian dan menjadi masalah kesehatan utama di dunia.Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang timbul akibat penyempitan pada arteria koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain karena aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme. Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang PJK pada umumnya terbatas pada penyebab tersebut.Aterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi diseluruh arteri, tetapu yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri coroneria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis.

Hal diatas merupakan dasar dari Sidroma Koroner Akut (SKA). SKA adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan aliran darah ke jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti serangan jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik ringam , keringat yang berlebih secara tiba-tiba, mual, muntah, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti secara mendadak (Cardiac arrest). Umumnya mengenai pasien usia 40 tahun keatas walau saat ini terdapat kecenderungan mengenai usia lebih muda.Sindroma koroner akut atau infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada SKA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit.

BAB II.

PEMBAHASAN

2.1 Aliran Darah KoronerPada jantung normal kebutuhan oksigen miokard disuplai secara kontinyu oleh arteri koroner selama aktivitas normal, kebutuhan oksigen miokard naik akan menaikan aliran arteri koroner. Suplai oksien miokard bergantung pada oksigen content darah dan coronary blood flow. Oksigen content bergntung pada oksigenasi sistemik, dan hemoglobin, sehingga bila tidak anemia atau penyakit paru aliran oksigen koroner cenderung konstan. Bila ada kelainan maka aliran koroner secara dinamis menyesuaikan suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen sel.

Namun tidak seperti sistem arteri lain, dimana aliran muncul saat sistol, perfusi koroner predominan mengalir saat diastol. Hal ini karena saat sistol cabang koroner tertutup oleh katup aorta dan aliran koroner tertutup oleh kontraksi otot. Aliran koroner terbuka saat diastol saat koroner terbuka dan otot jantung relaksasi. Tekanna perfusi digambarkan oleh tekanan diastolik sedangkan resistensi arteri koroner ditentukan oleh tekanan external arteri (miokard) atau faktor intrinsik arteri (sumbatan dan lain-lain).Faktor Metabolik

Akumulasi metabolik lokal mempengaruhi tonus vaskuler, mempengaruhi suplai oksigen dan dapat merubah kebutuhan oksigen. Selama terjadi hipoksia maka metabolisme aerob dan defosforilasi oksidatif di mitokondria terhambat sementara fosfat energi tinggi termasuk ATP tak dapat diregenerasi sehingga mengakibatkan adenosin difosfat (ADP) dan adenosin monofosfat (AMP) terkumpul dan terdegradasi sebagian menjadi adenosin yang merupakan vasodilator poten dan sangat mempengaruhi tonus vaskuler.

Faktor Endotel

Seperti yang kita ketahui pada endotel pembuluh darah dihasilkan substansi vasoaktif yang mempengaruhi tonus vaskuler. Vasodilator yang diproduksi oleh endotel termasuk Nitric oxide (NO), prostasiklin dan endothelium derived hiperpolarizing facctor (EDHF). Endothelin 1 sebagai contoh dari substansi endothelium berfungsi sebagai vasokonstriktor.

NO mempengaruhi tonus vaskuler dengan cara berdifusi dan melebarkan hubungan antara sel otot sehingga terelaksasi dengan sehingga mekanisme siklik guanosin monofosfat dependent. Produksi NO pada normal endothel terjadi pada kondisi normal dan dipengaruhi kondisi dan substansi lain.Prostasiklin membuat vasodilatasi dengan cara relaksasi otot vaskuler melalui jalur cAMP dependent dnegan stimuli hipoksia, stress shear, asetilkolin, dan produksi trombosit (serotonin).

EDHF adalah perangkat vasodilator penting seperti NO ia bekerja dengan cara berdifusi antar sel. Dihasilkan dengan faktor pencetus seperti NO, termasuk Ach dan denyut nadi. Pada sirkulasi koroner, EDHF menjadi sangat penting karena merelaksasikan arteri kecil.

Endotelin 1 adalah vasokonstriktor poten yang dihasilka oleh sel endotel. Keberadaanya dipicu oleh beberapa faktor seperti trombin, angiotensin II, epinefrin, dan shear stress aliran darah.

Gambar 1. Substansi vasoaktif endotel dan regulasinya

Faktor Persyarafan

Kontrol saraf dari resistensi vasikuler tergantung dari sistem saraf simpatis tergantung dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saat kondisi normal saraf simpatis memegang peran penting. Arteri koroner terdapat a1-adrenergik reseptor yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dan b2-reseptor berfungsi sebagai vasodilator.2.2 Kebutuhan Oksigen Miokard

Ada tiga faktor yang menentukan kebutuhan oksigen miokard seperti stress dinding ventrikel, denyut jantung, kontraktilitas (status inotropik). Tambahan juga sejumlah kecil oksigen dibutuhkan untuk menyediakan energi basal metabolik kardiak dan depolarisasi elektrik. Ventrikuler wall stress adalah force acting tangensial pada serat miokard, dan energi diperlukan untuk melawan tekanan tersebut. Wall stress berbanding lurus dengan intraventrikel pressure (P), dan ketebalan dinding jantung (h) dihubungkan dalam ketetapan Laplace :

Wall stress berhubungan langsung dengan tekanna sistolik ventrikel dan berhubungan dengan peningkatan-peningkatan tekanan di ventrikel kiri seperti pada stenosis aorta dan hipertensi.

Pada kondisi normal mekanisme autoregulasi yang mengatur tonus koroner untuk menyesuaikan oksigen suplai dengan kebutuhan oksigen. Bila tak ada obstruksi, mekanisme ini akan konstan, dengan aliran koroner rata-rata 60 mmHg atau lebih. Pada aterosklerosis koroner stadium lanjut, terdapat gangguan aliran yang akan mempengaruhi suplai darah dan kebutuhan oksigen.2.3 Mekanisme Iskemia

Pada penelitian terdahulu menjelaskan bahwa iskemik miokard menjelaskan bahwa iskemik miokard pada penyakit arteri koroner dihasilkan dari plak aterosklerosis yang mempersempit lumen pembuluh darag dan membatasi suplai darah. Namun pada penelitian terkini menunjukan bahwa penurunan aliran darah disebabkan oleh kombinasi dari penyempitan pembuluh daah permanen dan tonus vaskuler yang abnormal menyebabkan aterosklerosis induced disfungsi sel endothelial.

Kondisi hemodinamik yang menyebabkan aterosklerosis stenosi arteri koroner permanen berhubungan dengan mekanisme cairan dan anatomi vaskuler. Hukum Poiseuille menyatakan bahwa aliran cairan berbanding luru dengan perbedaan tekanan , radius pipa, serta berbanding terbalik dengan viskositas darah dan panjang pipa. Pada hukum Ohm aliran berbanding lurus dengan perbedaan tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi pipa di gambarkan dengan rumus :

Arteri koroner menjalar dari bagian berdiameter besar di proximal ke diameter yang kecil di bagian distal. Bagian proximal paling sering mengalami aterosklerosis yang menyebabkan plak stenosis. Bagian distal biasanya jarang terkena plak stenosis dan memiliki respon vasomotor sesuai kebutuhkan oksigen mereka akan melebar bila terkena stenosis oksigen berat. Bila penyempitan lumen kurang dari 60% aliran darah potensial maksimal arteri tidak terpengaruh secara signifikan karena adanya gerakan proximal dan vasodilatasi pembuluh darah distal untuk mencukupi suplai. Saat penyempitan pembuluh darah lebih dari 70% aliran darah istirahat normal namun aliran darah maksimal menurun walaupun dengan dilatasi pembuluh darah distal. Pada saat kebutuhan oksigen meningkat (denyut jantung naik atau saat kerja berat) aliran koroner tidak adekuat dengan menurunnya oksigen suplai yang menyebabkan iskemia miokard. Bila penyempitan pembuluh darah lebih dari 90% walau dengan dilatasi distal maksimal, aliran darah tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan basal dan iskemik tetap ada walau saat istirahat. Walaupun ada aliran darah kolateral tetapi tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen selama aktivitas.

Selain penyempitan pembuluha darah, disfungsi endotelial juga berperan dalam menyebabkan CAD. Abnormal fungsi endotel dapat terjad melalui dua jalan yaitu dengan vasokonstriksi arteri koroner yang tidak diinginkan atau tidak adanya substansi antitrombin. Substansi vasodilator juga tidak dapat bekerja karena endoteliat yang rusak tidak dapat memproduksi dengan baik, sehingga lebih predominan substansi vasokonstriktor yang justru memperparah penyempitan pembuluh darah. Pada pasein dengan penyakit hiperkolesterolemia, DM, hipertensi, dan perokok sudah terjadi disfungsi endotel terlebih dahlu sebelum terbentuk aterosklerosis. Endotel juga menghaasilkan substansi antitrombotik yang berfungsi menyeimbangkan agregasi trombosit saat melepaskan substansi vasodilator seperti NO dan prostasiklin. Namun bila vasodilator berkurang, produksi antitrombotik juga menipis yang justru meningkatkan koagulasi dan vasokonstriksi.

Selain aterosklerosis penyakit jantung koroner juga dapat disebbakan oleh beberapa hal lain, seperti penurunan perfusi akibat hipotensi (misal hipovolemik atau syok septik), penurunan pengangkutan oksigen yang cukup seperti anemia, dan perdarahan masif. Namun bebeapa kondisi dapat menyebabkan iskemi mendadak tanpa terjadi aterosklerosis terlebih dahulu, seperti takikardi cepat, hipeertensi akut dan stenosis aorta berat.

Gambar 2. Interaksi antara platelet dan sel endotel. A) Agregasi trombosiy melepaskan tromboxan A2 (TXA2) dan serotonin (5HT), efek vascular langsung menyebabkan kontraksi otot vaskuler dan vasokontriksi. Namun produk trombosit (seperti ADP dan serotonin) juga menstimulir endotel untuk melepaskan vasodilator poten seperti NO dan prostrasiklin menyebabkan relaksasi otot pembeluh darah. B) Disfungsi endotel : ada gangguan pelepasan vasodilator menyebabkan vasokontriksi berlebihan karena tak adanya NO dan prostasiklin sebagai anti efek platelet

2.3 Patofisiologi Aterosklerosis pada Penyakit Jantung Koroner

2.3.1 Angina Stabil

Angina stabil kronik adalah manifestasi yang dapat diperkirakan atau diramalkan, gejala nyeri dada yang terjadi sementara dan timbul saat kerja atau aktivitas berat dan stress emosional. Umumnya angina stabil terjadi disebabkan oleh plak atheromatosa yang terfiksir dan obstruktif pada satu atau lebih arteri koroner. Pola nyeri yang dirasakan sesuai dengan derajat stenosis. Seperti yang digambarkan saat aterosklerosis stenosis menyempit lumenateri koroner lebih dari 70% menurunkan aliran untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Saat aktivitas fisik berat, aktivitas sistem syaraf meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan kontrakilitas yang meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen. Selama kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, terjadi iskemik miokard diikituit angina pectoris yang mereda bila keseimbangan oksigen yang terpenuhi. Sebenernya oksigen yang inadekuat selain disebbakan oleh kerusakan endotel namun pada kasus ini vasodilatasi distal aliran darah kolateral masih berlangsung baik sehingga kebutuhan oksigen bisa diseimbangkan dengan cara beristiraharat.2.3.2 Angina Pectoris Tidak Stabil

Pasien dengan angina stabil akan mengalami nyeri dada saat aktivitas berat namun kemudian masih tetap berlangsung saat istirahat. Ini adalah tanda akan terjadinya infark miokard akut. Angina pektoris tidak stabil dan infark miokard akut merupaka sindrom koroner akut karena ruptur dari aterosklerosis plak pada pembuluh darah koroner.

Infark Miokard Akut

Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa ST dan IMA dengan ST elevasi.

Infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelag oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memacu STEMI karena berkembanya banyak aliran kolateral sepanjang waktu. Stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi ateri koroner. Penelitian menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunya fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokaso ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin dan serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain hal tersebut aktivasi trombosit akan memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konveri fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda sevara stimultan menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanna tissue fator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Ada pula penyebba lain yang jaran terjadi yaitu oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik lainnya.

Non STEMI disebabkan oleh penuruan jumlah oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard itu sendiri yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut dan proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut diawali dengan ruptur plak aterom yang tidak stavil dengan inti lipid besar dan fibrous cap tipis dan konsentrasi tissue factor yang tinggi. Inti lemak yang mudah rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak terdapat proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin inflamasi seperti TNF dan IL-6.

2.4 Diagnosis

Diagnosis sindroma koroner akut dengan elevasi segmen ST ditegakan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan adanya ST-elevasi >2cm minimal pada 2 sadapan pericordial yang berdampingan atau >1mm pada sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana MA prinsip utama penatalaksaan adalah time ismuscle.

Anamnesis pasien yang datang dnegan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dada tersebut berasal dari jantung atau organ lain diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang dirasakan berasal dari jantung, perlu dibedakan apakah nyeri yang dirasakan berasal dari koroner atau bukan. Tanyakan pula apakah pasien sebelumnya sudah punya riwayat infark miokard atau belum, serta tanyakan faktor resiko lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, dan serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.

Hampir setengah kasus terdapat daktor pencetus sebelum terjadi pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun kejadi SKA pada STEMI bisa terjadi sepanjang hari, tetapi dilaporkan waktu tersering terjadi STEMI adalah di pagi hari.

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada khas merupakan gejala kardinal pada IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal kardinal sign dan mampu membedakan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.

Sifat nyeri angina sebagai berikut :

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri : rasa sakit speerti tertindih, rasa terbakar, rasa seperti ditekan benda berat seperti ditusu, rasa diperas dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, ke perut dan dapat pula ke lengan kanan.

Nyeri membaik dan menghilang dengan istirahata atau obat nitrat.

Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.

Gejala penyerta : mual, muntah, keringat dingin, lemas dan cemas.

Diagnosis banding nyeri SKA pada STEMI adalah dnegan perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada selalu di temukan pada STEMI. Infark miokard akut dengan STEMI jarang ditemukan pada pasien DM, dan usia lanjut.Sebagaian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosus infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil meetap menjadi infark miokard non gelombang Q. Jika obstruksi tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral biasanya tidak ditemukan segmen ST yang elevasi.Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan namun tidak boleh sampai menghambat repurfusi. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac spesifik troponin T atau troponin I dilakukan secara serial. Pada pasien IMA dengan STEMI terapi reperfusi diberikan sesegeran mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker. Penignkatan kadar enzim 2 kali lipat atau lebih menunjukan adanya infark miokard.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handriati S. 2014. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Anastesiologi Indonesia. DIKTI: Jakarta

2. Lily S Leonard. 2011. Pathophysiology of Heart Disease 5th ed. NEJM : Philadelphia

3. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing: Jakarta

4. Fraker TD Jr, Fihn SD, Gibbons RJ. 2007. Chronic Angina Focused Update of The ACC/AHA Guidelines for The Management of Angina : A Report of The American College of Cardiology. American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. NEJM: New York