61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bullous disease atau vesicobullous disease (penyakit kulit berlepuh) ialah penyakit yang ditandai dengan terdapatnya lepuh (vesikel maupun bula) pada kulit. Terjadinya bula pada kulit dapat dibedakan sesuai dengan letak terjadinya bula yaitu bula epidermal, subepidermal, dan intrademal. 1,2,3 Mekanisme terjadinya bula dapat dibagi menjadi : 1. Autoimun 2. Reaksi endogenous terhadap faktor lingkungan 3. Infeksi 4. Bullous genodermatosus 5. Metabolik 6. Iskemik 7. Proses mekanis Klasifikasi Bullous Disease secara singkat dapat dibagi menjadi : 1 1. Bullous Disease Auto imun a. Intraepidermal -Pemfigus -Pemfigus Vulgaris -Pemfigus Foliaseus -Pemfigus Paraneoplastik -Pemfigus IgA 1

Referat - Bullous Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat - Bullous Disease

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bullous disease atau vesicobullous disease (penyakit kulit berlepuh) ialah penyakit

yang ditandai dengan terdapatnya lepuh (vesikel maupun bula) pada kulit. Terjadinya bula

pada kulit dapat dibedakan sesuai dengan letak terjadinya bula yaitu bula epidermal,

subepidermal, dan intrademal.1,2,3

Mekanisme terjadinya bula dapat dibagi menjadi :

1. Autoimun

2. Reaksi endogenous terhadap faktor lingkungan

3. Infeksi

4. Bullous genodermatosus

5. Metabolik

6. Iskemik

7. Proses mekanis

Klasifikasi Bullous Disease secara singkat dapat dibagi menjadi :1

1. Bullous Disease Auto imun

a. Intraepidermal

- Pemfigus

- Pemfigus Vulgaris

- Pemfigus Foliaseus

- Pemfigus Paraneoplastik

- Pemfigus IgA

b. Subepidermal

- Pemfigoid Bulosa

- Pemfigoid Gestationis

- Pemfigoid Sikatrisial

- Chronic Bullous Disease of Childhood

1

Page 2: Referat - Bullous Disease

- Dermatitis Herpetiformis

2. Bullous Disease Non-Autoimun

a. Epidermolisis Bulosa yang diturunkan

b. Pemfigus Familiar Jinak

c. Penyakit Akantolitik Non-Familiar

3. Penyakit Bullous Disease lainya

Di dalam referat ini akan dibahas satu persatu penyakit ini secara sistematis, baikdari

definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, penatalaksanaan, serta

prognosisnya.

1.2 TUJUAN

Dengan penulisan referat ini, diharapkan :

1. Mengetahui dan memahami dasar mengenai bullous disease.

2. Mampu menganalisis kasus, penegakkan diagnosis sesuai dengan kriteria dan

klasifikasi bullous disease.

3. Mampu menambah keilmuan mengenai macam-macam bullous disease.

4. Dapat menambah sumber informasi ilmiah yang dapat dipergunakan untuk sejawat

lainnya.

5. Mampu dijadikan informasi yang komunikatif kepada pembacanya.

2

Page 3: Referat - Bullous Disease

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PEMFIGUS

Definisi

Istilah Pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau

gelembung, merupakan kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit

dan membran mukosa yang secara histologik di tandai dengan bula intraepidermal akibat

proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen

desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam sirkulasi

darah.4,5

Pemfigus dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering adalah usia

pertengahan. Pemfigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di

kalangan Yahudi.6,7

Secara garis besar, bentuk pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu pemfigus vulgaris,

pemfigus eritematosa, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans. Masih ada beberapa

bentuk yang tidak dibicarakan karena langka ialah pemfigus herpetiformis, pemfigus IgA,

dan pemfigus paraneoplastik. Susunan tersebut sesuai dengan insidensnya. Menurut letak

celah, pemfigus dibagi menjadi 2 yaitu di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan pemfigus

vegetans, dan di stratum granulosum ialah pemfigus eritematosus dan pemfigus foliaseus.

Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas yaitu pembentukan bula yang kendur

pada kulit yang terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan, bula tersebut meluas

(tanda Nikolski positif), akantolisis selalu positif, dan adanya antibodi tipe IgG terhadap

antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan di dalam serum, meupun terikat di

epidermis.2,6

2.1.1 PEMFIGUS VULGARIS

Definisi

3

Page 4: Referat - Bullous Disease

Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan kelainan

herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang

mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan.4

Epidemiologi

Pemfigus Vulgaris (P.V.) merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua

kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.

Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan

(decade ke-4 dan ke-5) tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk anak.8

Etiopatogenesis

Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan

autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-induced pemphigus), misalnya D-

penisilamin dan kaptopril. Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada

permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen P.V.

yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam

perlekatan interselular pada epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluar

region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi

kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom dan pada sel keratinosit. Dapat

dideteksi pada saat diferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih

padat pda mukosa bukal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan

antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1 yang ditemukan di pda epidermis dan lebih padat

pada epidermis atas. Pengaruh faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat

dibuktikan berpengaruh terhadap P.V., namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik

pada kebanyakan kasus. 1,5,6

Tanda utama pada P.V. adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan

keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara

sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang

merupakan gambaran pada penyakit P.V. 2

Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya P.V. adalah autoantibodi yang

melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini menyebabkan terjadinya

pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen

4

Page 5: Referat - Bullous Disease

pada desmosom untuk kedua P.V. dan Pemifigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan

sel-sel pada epitel bertanduk. 5

Gambar 1. Adhesi sel epidermis

Gejala Klinis

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di kulit

kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang

disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma pada kulit

kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder. Lesi di tempat tersebut dapat

berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.6

Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput lendir

konjungtiva, hidung, farings, larings, esofagus, uretra, vulva, dan serviks. Kebanyakan

penderita menderita stomatitis aftosa sebelum diagnosis pasti ditegakkan. Lesi mulut ini

dapat meluas dan dapat menggangu pada waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.6

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit

terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang

terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal atau yang eritematosa

dan generalisata. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara

mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan menggeser kulit di antara

dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula

akan meluas karena cairan yang didalamnya mengalami tekanan. 6

Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri pada

kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan meninggalkan

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan parut. 6

5

Page 6: Referat - Bullous Disease

Gambar 2. Pemfigus vulgaris pada beberapa predileksi

Histopatologi

Pada gambaran histopatologik didapatkan bula intraepidermal suprabasal dan sel-sel

epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan percobaan Tzanck

positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi bukan

diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan

mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan patologik ialah perlunakan

segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai

peristiwa sekunder.6,9

Imunologi

Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG dan C3.

Pada tes imunofloresensi tidak langsuog didapatkan antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang

pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada permulaan

penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama

meskipun penyakitnya telah membaik.8

6

Page 7: Referat - Bullous Disease

Antibodi pemfigus ini rupanya sangat spesifik untuk pemfigus. Kadar titernya

umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan

pengobatan kortikosteroid.

Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis P.V. diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam

penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan

adanya nikolsky’s sign yang menunjukkan adanya P.V. Untuk mencari tanda ini, dokter akan

dengan lembut menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas

atau jari. Jika memiliki P.V., lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini

tampaknya adalah patognomonik karena hanya ditemukan pada Pemfigus dan Nekrolisis

Epidermal Toksik.3,10

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat diakukan antara lain :

1. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi

Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan

diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang akan di biopsi sebaiknya pada pinggir lesi

yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama

adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.11,12

7

Page 8: Referat - Bullous Disease

Gambar 3. Histopatologi Pemfigus Vulgaris

2. Imunofloresensi

2.1 Imunofloresensi langsung

Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan flouresens.

Pemeriksaan ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF biasanya

menunjukan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun

sekitar lesi.8,11

2.2 Imunofloresensi tidak langsung

Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melaui serum pasien. Pemeriksaan ini

ditegakkan jika pemeriksaan imunofloresensi langsung dinyatakan positif. Serum

penderita mengandung autoantibody IgG yang menempel pada epidermis dapat

dideteksi dengan pemeriksaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan

sebagai penderita P.V.8,11

(A) (B)

Gambar. Imunofluoresensi pada Pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung.

(B). Imunofluoresensi tidak langsung.

8

Page 9: Referat - Bullous Disease

Diagnosis Banding

Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa.

Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaan umumnya baik,

keluhannya sangat gatal, fuam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok, dan

mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa,

keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan biasanya generalisata.6

Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfigus vulgaris karena keadaan umumnya baik,

dinding bula tegang, letaknya di subepidermal, dan terdapat lgG linear.6

Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang

paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi

bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang

menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat.4,6

2. Non medikamentosa

Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan gejala-

gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat penting

karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi

aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini

dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga makan dan

minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah).2,13

Prognosis

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam

tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.

Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.3,6

9

Page 10: Referat - Bullous Disease

2.1.2 PEMFIGUS ERITEMATOSUS

Sinonim

Sindrom Senear-Usher.

Definisi

Bentuk lokal daripada pemfigus foliaseus. Lesi berskuama dan krusta terletak

terutamanya pada daerah malar wajah dan area seboroik. Kelainan dapat bertahun-tahun

terlokalisasi ataupun bisa menjadi generalisata.3,6

Gejala Klinis

Keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula sedikit dan dapat berlangsung

berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa. Kelainan kulit

berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama dan krusta di muka menyerupai

kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Hubungannya

dengan lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan imunofloresensi langsung. Pada tes

tersebut didapati antibodi di interseluler dan juga di membrana basalis. Selain di muka, lesi

juga terdapat di tempat-tempat tersebut selain kelainan yang telah disebutkan juga terdapat

bula yang kendur. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus vulgaris atau foliaseus.14

Histopatologi

Gambaran histopatologiknya identik dengan pemfigus foliaseus. Pada lesi yang lama,

hiperkeratosis folikular, akantosis, dan diskeratosis stratum granulare tampak prominen.3,6

Diagnosis Banding

Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa, penyakit ini mirip

lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Pada lupus eritematosus, kecuali eritema dan

skuama juga terdapat atrofi, telangiektasia, sedangkan skuamanya lekat dengan kulit. Di

samping itu terdapat sumbatan keratin dan biasanya tidak ada bula.15

Pengobatan

10

Page 11: Referat - Bullous Disease

Pengobatannya dengan kortikosteroid seperti pada pemfigus vulgaris, hanya dosisnya

tidak setinggi seperti pada pengobatan pemfigus vulgaris. Kortikosteroid yang paling banyak

digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada

berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari. Bila perlu dapat

ditambahkan obat ajuvan seperti pada pemfigus.5

Prognosis

Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena itu prognosisnya lebih

baik daripada pemfigus vulgaris.3,6

Gambar 4. Pemfigus eritematosus pada beberapa predileksi

11

Page 12: Referat - Bullous Disease

2.1.3 PEMFIGUS FOLIASEUS

Definisi

Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik dengan

karakteristik ada lesi krusta.3,6,16

Gejala Klinis

Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya tidak

seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer. Penyakit

mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian

memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka,

dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika. Kemudian menjalar simetrik dan

mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang

menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding kendur

hanya sedikit, agak berbau. Lesi di mulut jarang terdapat.5,6

12

Page 13: Referat - Bullous Disease

Gambar 5. Pemfigus foliaseus pada beberapa predileksi

Histopatologi

Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di stratum granulosum. Kemudian

terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan akantolisis sebagai dasar

dan atap bula tersebut. 4

Diagnosis Banding

Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip eritroderma.

Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus foliaseus terdapat bula

dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan histopatologik juga berbeda.6

Pengobatan

Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak digunakan

ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat

ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari. 5

Prognosis

13

Page 14: Referat - Bullous Disease

Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang

lain. Penyakit akan berlangsung kronik. .3,6

2.1.4 PEMFIGUS VEGETANS

Definisi

Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.4

Klasifikasi

Terdapat 2 tipe ialah :

1. Tipe Neumann

2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)

Gejala Klinis

1. Tipe Neumann

Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih muda.

Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain.6

14

Page 15: Referat - Bullous Disease

Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kentfur, menjadi erosi

dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo.

Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada pemfigus

vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan

dapat fatal. 5

Histopatologi Tipe Neumann

Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi

papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses

intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil. 3,6

2. Tipe Hallopeau

Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi

primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi

daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas

ialah granulomatosis seperti beledu. 5

Histopatologi Tipe Hallopeau

Lesi permulaan sama dengan tipe Neumann, terdapat akantolisis suprabasal,

mengandung banyak eosinofil, dan terdapat hiperplasi epidermis dengan abses eosinofilik

pada lesi yang vegetatif. Pada keadaan lebih lanjut akan tampak papilomatosis dan

hiperkeratosis tanpa abses. 3,6

Pengobatan

15

Page 16: Referat - Bullous Disease

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang

paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi

bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. 5

Prognosis

Tipe hallopeau, prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan sembuh. 3,6

2.2 PEMFIGOID BULOSA

Pendahuluan

Pemfigoid Bulosa (P.B.) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh

adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan

erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi

memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat

terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana

bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis P.B. memerlukan tingkat

pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen

target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi

kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.17

Definisi

Pemfigoid Bulosa (P.B.) ialah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya

bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik

ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone.18

Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di lapisan

tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut "membran basal."

Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut antigen

hemidesmosomal P.B. dan ini menarik sel-sel peradangan (kemotaksis).19

Epidemiologi

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun .

Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan laporan di sekitar

awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi lebih luas)

adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan anak-anak dengan

16

Page 17: Referat - Bullous Disease

penanda IgA, daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis

kelamin yang memiliki kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden

Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Perancis dan Jerman.6

Etiologi

Etiologinya ialah autoimunitas, tetapi penyebab yang menginduksi produksi

autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui.4

Patogenesis

Antigen P.B. merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,

diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel

gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana

basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom. 16

Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang de-jhgan berat molekul 230 kD disebut PBAgl

(P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih

banyak ditemukan daripada PB180. 16

Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan

alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi

pemisahan epidermis dan dermis. 16

Autoantibodi pada P.B. terutama IgG1, kadang-kadang IgA yang menyertai IgG.

Isotipe IgG yang utama ialah IgG1 dan IgG4, yang melekat pada kompelemen hanya IgG1.

Hamper 70% penderita mempunyai autoantibodi terhadap B.M.Z dalam serum dengan kadar

yang sesuai dengan keaktivasi penyakit, jadi berbeda dengan pemfigus. 16

Diagnosis

Gejala Klinis

Fase Non Bulosa

Manifestasi kulit P.B. bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-bulosa,

tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah atau dalam

hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan

selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-

satunya tanda-tanda penyakit.1

17

Page 18: Referat - Bullous Disease

Fase Bulosa

Tahap bulosa dari P.B. ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal

ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat papul dan plak

yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm,

berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan

berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur

anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi

gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa

mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus dan daerah

anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah

perifer.1

Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit PB

dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat

generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,

walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.

Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak

menyebar dan sembuh dengan cepat.1

Lesi Kulit

Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula

besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan

mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata,

biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.4

Tempat Predileksi

Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.4

18

Page 19: Referat - Bullous Disease

Histopatologi

Kelainan yang dini ialah terbentuknya celah di perbatasan dermalepidermal. Bula

terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama ialah eosinofil. 6

Imunologi

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita

di B.M.Z. (Basement Membrane Zone). 4

Diagnosis Banding

Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis. Pada

pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur, generalisata, letak bula

intraepidermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.

Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal, iruam yang utama ialah vesikel

berkelompok, terdapat IgA tersusun granular. 6

Pengobatan

Pengobatannya dengan kortikosteroid. Dosis prednison 40 - 60 mg sehari, jika telah

tampak perbaikan dosis diturunkan periahan-lahan. Sebagian besar kasus dapat disembuhkan

dengan kortikosteroid saja. Jika dengan kortikosteroid belum tampak perbaikan, dapat

dipertimbangkan pemberian jitostatik yang dikombinasikan dengan kortikoiteroid. Cara dan

dosis pemberian sitostatik sama seperti pada pengobatan pemfigus. 20

19

Page 20: Referat - Bullous Disease

Prognosis

Kematian jarang dibandingkan dengan pemfigus vulgaris, dapat terjadi remisi spontan.4

2.3 DERMATITIS HERPETIFORMIS (MORBUS DUHRING)

Pendahuluan

Dermatitis herpetiformis (D.H.) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan oleh

sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang

mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya

20% pasien D.H. yang memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun

pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi gluten dan membaik dengan penggantian

diet yang mengandung gluten. Ada hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac

disease dan pasien D.H., yaitu memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel

DQA1*0501 dan DQB1*02, dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.21

Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian yaitu

10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua umur, tapi yang

tersering pada umur 30 – 40 tahun.6

Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis D.H. adalah papulovesikel

pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi netrofil pada papilla

dermis disertai formasi vesikel pada epidermal-dermal junction, deposisi granular IgA pada

papilla dermis pada kulit normal di sekitar lesi, respon kulit tetapi bukan penyakit kulit akibat

terapi Dapson.4

Remisi spontan dapat terjadi pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang terjadi

berhubungan dengan pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan sulfone memberi

respon cepat pada pasien DH anak dan dewasa.3,6

Definisi

Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat

polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa

sangat gatal

Epidemiologi

Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang terjadi

pada penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia (1978), tingkat

prevalensi DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun adalah 1,3/100.000 orang.

20

Page 21: Referat - Bullous Disease

Onset penyakit ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi dapat terjadi pada umur 2-90 tahun.

Anak-anak dan remaja jarang mendapat penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan wanita. Rasio pria : wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada

anak perempuan dibandingkan laki-laki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH di

Finlandia dipelajari secara prospektif. DH didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada satu

atau lebih keturunan pertama.22

Pada tahun 1987, studi prevalensi DH di US hanya dilakukan di Utah dan prevalensi

yang ditemukan adalah 11,2/100.000 orang, menggambarkan lebih dominan terjadi pada

keturunan Eropa Utara. Insidensi selama tahun 1978 sampai 1987 adalah 0,98/100.000 orang

per tahun. Onset umur rata-rata pada laki-laki adalah 40,1 tahun dan wanita 36,2 tahun. Rasio

pria : wanita adalah 1,44:1. Pada studi banding lain di Utah, prevalensi DH lebih tinggi

didapatkan pada keturunan pertama yang diketahui pasien DH. Temuan ini berhubungan

dengan HLA yang mendukung predisposisi genetik terhadap sensitivitas gluten.23

Etiologi

Etiologinya belum diketahui pasti. Di antara penderita D.H., 77%-87% memiliki

antigen HLA B8 dan hampir 90% memiliki antigen HLA DW3. Antigen permukaan ini

ditandai oleh gen yang terikat dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon

imun terhadap berbagai antigen termasuk self. D.H. merupakan akibat dari respon imun yang

terlalu aktif terhadap antigen yang ada secara alamiah.24

Petanda HLA ini dihubungkan dengan penyakit autoimun yang yang lain dan

merupakan petanda seorang pasien dengan respon imun berlebih terhadap beberapa antigen

dan dapat menjelaskan kompleks imun yang terjadi secara perlahan. DH lebih sering terjadi

pada anggota keluarga.4

Gluten, merupakan protein yang terdapat pada gandum, seperti sereal, memprovokasi

terjadinya D.H. Iodin oral juga memperberat penyakit ini.25

Patogenesis

Pada D.H. tidak ditemukan antibodi IgA terhadap papila dermis yang bersirkulasi

dalam serum. Komplemen diaktifkan melalui jafur alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat sangat

kemotaktik terhadap neutrofil.26

Sebagai antigen mungkin ialah gluten, dan masuknya antigen mungkin di usus halus,

sel efektomya ialah neutrofil. Selain gluten juga yodium dapat mempengaruhi timbulnya

21

Page 22: Referat - Bullous Disease

remisi dan eksaserbasi. Tentang hubungan kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum

jelas diketahui.

Gejala Klinis

D.H. mengenai anak dan dewasa. Perbandingan pria dan wanita 3:2, terbanyak pada

umur dekade ketiga. Mulainya penyakit biasanya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan

residi Biasaya berlangsung seumur hidup, remisi sponta terjadi pada 10 - 15% kasus.4

Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah

di pung gung, daerah sakrum, bokong, daerah ekstenso di lengan atas, sekitar siku, dan lutut.

Ruan berupa eritema, papulovesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik.6

Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh karena itu disebu herpetiformis yang berarti

seperti herpes zoster Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding

vesikel atau bula tegang.15

Kelainan Intestinal

Pada lebih dari 90% kasus D.H. didapati spectrum histopatologik yang menunjukan

enteropati sensitif terhadap gluten pada jejunum dan ileum. Kelainan yang didapat bervariasi

dari infitrat mononuclear ( limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi vili yang

22

Page 23: Referat - Bullous Disease

minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus disertai

steatore. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.6

Histopatologi

Terdapat kumpulan neutrofil di papil dermal yang membentuk mikroabses neutrofilik.

Kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal, dan vesikel multiokular dan

subepidermal. Terdapat pula eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.4

Pemeriksaan Laboratorium

Pada daerah tepi terdapat hipereosinofilia, dapat melebihi 40%. Demikian pula di

cairan vesikel atau bula terdapat banyak eosinofil (20-90%).24

Imunologi

Ig yang dominan ialah IgA yang terdapat pada papil dermal berbentuk granular di kulit

sekitar lesi dan kulit normal, hal ini merupakan tes yang baku untuk menegakkan diagnosis

D.H. Juga terdapat C3. Pada D.H. terdapat predisposisi genetik berupa ditemukannya HLA-

B8 pada 85% kasus dan HLA-DQw2 pada 90% kasus.26

Diagnosis Banding

D.H. dibedakan dengan pemfigus vulgaris (P.V.), pemfigoid bulosa, dan Chronic

Bulous Diseases of Childhood (C.B.D.C.).6

Pada P.V. keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bula yang

berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran

histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgG di stratum

spinosum.

P.B. berbeda dengan D.H. karena ruam yang utama ialah bula, tak begitu gatal, dan

pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal.

Supaya lebih jelas, perbedaan antara pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa, dan dermatitis

herpetiformis dicantumkan pada tabel 26-1.

C.B.D.C. terdapat pada anak, kelainan utama ialah bula, tak begitu gatal, eritema tidak

selalu ada, dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear.

Pengobatan

23

Page 24: Referat - Bullous Disease

Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini melibatkan

penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari diet pasien DH.

Mungkin diperlukan dua atau lebih tahun untuk deposit IgA bawah kulit untuk benar-benar

jelas.22

Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai sebelum

ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan lengkap tidak

disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH bisa

negatif jika seseorang berada di diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk diagnosis yang

valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa minggu sebelum

pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu penyakit keturunan autoimun sehingga konfirmasi

DH akan membantu generasi mendatang sadar akan risiko dalam keluarga.22

Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon).

Pilihan kedua yakni sulfapiridin.15

Dapson

Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan

tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek

sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia.

Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg

sehari umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb,

jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika

klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan

kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis

diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari

sekali, lalu menjadi seminggu 1x.15

Sulfapiridin

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih

banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan

akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Efek

samping hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang

dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.15

Prognosis

24

Page 25: Referat - Bullous Disease

Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.3,6

2.4 CHRONIC BULLOUS DISEASE OF CHILDHOOD

Pendahuluan

Selain pemfigoid bulosa dan dermatitis hepetiformis rupanya ada bentuk peralihan

antara keduanya yang disebut dermatosis linear IgA. Umumnya penyakit ini terdapat pada

anak dan disebut C.B.D.C oleh karena itu istiah tersebut dipakai sebagai judul.18

Definisi

C.B.D.C. ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5

tahun ditandai dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada

epidermal basement membrane.6

Etiologi

Belum diketahui pasti. Sebagai pencetus ialah infeksi dan antibiotik, yang sering ialah

penisilin.16

Gejala Klinis

Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan umum

tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya dapat mengalami remisi dan eksaserbasi. Kelainan kulit

berupa vesikel atau bula, terutama bula, berdinding tegang di atas normal atau eritematosa,

cenderung bergerombol dan generalisata. Lesi tersebut sering tersusun anular disebut sluster

jewels configuration. Mukosa dapat dikenali. Umumnya tidak didapati enteropati seperti pada

dermatitis herpetiformis.4

25

Page 26: Referat - Bullous Disease

Diagnosis Banding

Sebagai diagnosis banding ialah dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa.

Pada D.H. penyakit berlangsung sehingga dewasa jarang pada umur sebelum 10 tahun. Lesi

yang utama ialah vesikel, sangat gatal dan didapati IgA berbentuk granular serta biasanya

didapati enteropati. Mulainya penyakit pada C.B.D.C. lebih mendadak daripada D.H.,

biasanya tidak terdapat H.L.A.-B8. Mengenai pengobatan, pada D.H. memberi respons

dengan sulfon, sedangkan CBDC dapat memberi respon atau tidak sama sekali.6

Pengobatan

Biasanya memberi respons yang cepat (dengan sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin,

dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari. Dapat pula dengan DDS atau kortikosteroid

dengan dosis rendah atau kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada D.H. tidak perlu.1

Prognosis

Prognosis baik, umumnya sembuh sebelum usia akil balik.3,6

2.5 PEMFIGOID SIKATRISIAL

26

Page 27: Referat - Bullous Disease

Definisi

Pemfigoid sikatrisial (P.S.) ialah dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama

ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama dimukosa mulut dan konjungtiva.19

Epidemiologi

Penyakit ini jarang ditemukan.4

Gejala Klinis

Keadaan umum penderita baik. Berbeda lengan pemfigoid bulosa, P.S. jarang

mengalami remisi. Kelainan mukosa yang tersering ialah mulut (90%), disusul oleh

konjungtiva (66%), dapat juga di mukosa lain, misalnya hidung, farings, tarings, esofagus,

dan genitalia. Permulaan penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole dan

durum biasanya juga terkena, kadang-kadang lidah, uvula, tonsil, dan bibir ikut terserang.

Bula umumnya tegang, lesi biasanya tertihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang meng-ganggu

penderita makan.18

Simtom okular meliputi rasa terbakar, air mata yang berlebihan, fotofobia, dan sekret

yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron, dan berakhir dengan kebutaan

disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan parut oleh

trikiasis, atau vaskularisasi epitel kornea.

Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi nasal. Jika farings

terkena, dapat terjadi pembentukan jaringan parut dan stenosis tarings. Esofagus jarang

terkena, pernah dilaporkan terjadinya adesi dan penyempitan yang memerlukan dilatasi. Lesi

di vulva dan penis biasanya berupa bula atau erosi, sehingga dapat mengganggu aktivitas

seksual. Kelainan kulit dapat ditemukan pada 10 -30% penderita, berupa bula tegang di

daerah inguinal dan ekstremitas, dapat pula generalisata. Jarang sekali timbul kelainan tanpa

disertai lesi di membran mukosa.

27

Page 28: Referat - Bullous Disease

Diagnosis Banding

Pada permulaan perjalanan penyakit, P.S. dibedakan dengan pemfigus vulgaris, liken

planus oral, eritema multiforme, penyakit Behcet, dan ginggivitis deskuamativa. Bila terdapat

manifestasi alat lainnya, seperti kelainan mata, maka diagnosisnya tidak sulit. Pemeriksaan

imunofluoresensi dari lesi di mulut dapat menyokong diagnosis.6

Pengobatan

Hasil pengobatan penyakit ini kurang memuaskan. Kortikosteroid sistemik mungkin

merupakan obat terbaik, dengan prednison dosisnya 60 mg.Oleh karena terbentuk jaringan

parut dan sekuele lainnya, steroid sistemik untuk jangka waktu yang lama mungkin

mempunyai alasan yang tepat, meskipun ada efek sampingnya.Obat imunosupresif, termasuk

metotreksat, siklofosfamid, dan azatioprin pernah dicoba, hasiinya menguntungkan pada

sebagian penderita, sedangkan pada sebagian penderita yang lain hanya memperiihatkan

sedikit kemajuan.16

2.6 PEMFIGOID GESTATIONIS

Definisi

Pemfigoid getationis (P.G.), adalah dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang

berkelompok dan gatal, timbul pada masa kehamilan, dan masa pascapartus.8

28

Page 29: Referat - Bullous Disease

Etiologi

Etiologinya ialah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit autoimun yang lain,

misalnya penyakit Grave, vitiligo, dan alopesia areata.5

Epidemiologi

Hanya terdapat pada wanita pada masa subur. Insidensnya menurut Kolodny, 1 kasus

per 10.000 kelahiran.4

Gejala Klinis

Gejala prodromal, kalau ada, berupa demam malese, mual, nyeri kepala, dan rasa panas

dingin silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat didahului dengan perasaan

sangat gatal seperti terbakar.28

Biasanya tertihat banyak papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya

polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat

ditemukan, misalnya vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi. dan

krusta. Kasus yang berat menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang

ringan yang hanya terdiri atas beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai

gatal ringan.

Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki

dapat pula mengenai seluruh tubuh dan tidak si metrik. Selaput lendir jarang sekali terkena.

Erupsi sering disertai edema di muka dan tungkai. Kalau melepuh pecah, maka lesi akan

menjadi lebih merah ; dan terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh

kuman. Jika lesi sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi, tetapi kalau ekskoriasinya

dalam akan meninggalkan jaringan parut. Kuku kaki dan tangan akan mengalami lekukan

melintang sesuai waktu terjadinya eksaserbasi. Kadang-kadang didapati leukositosis dan

eosinofilia sampai 50%.

29

Page 30: Referat - Bullous Disease

Pengobatan

Tujuan pengobatan ialah menekan terjadi nya bula dan mengurangi gatal yang timbul.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 - 40 mg per hari dalam dosis terbagi

rata. 29

Takaran ini perlu dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan penyakit yang

meningkat pada waktu melahirkan dan haid, dan akan menurun pada waktu nifas.

Prognosis

Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran

mati dan kurang umur akan meningkat. 30

Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan

seringkali timbul pada kehamilan berikutnya.

2.7 EPIDERMOLISIS BULOSA

30

Page 31: Referat - Bullous Disease

Sinonim

Mechanobullous disease.

Definisi

Epidermolisis bulosa (E.B.) merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan secara

genetik autosom, dapat timbul spontan atau disebabkan oleh trauma ringan.31

Istilah epidermolisis sebenarnya kurang tepat, oleh karena mengandung arti lisis lapisan

epidermis, yaitu terjadinya kegagalan perlekatan epidermis dengan dermis, namun dengan

mikroskop elektron diketahui lisis pada EB dapat terjadi intra epidermal.32

Epidermolisis bulosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :31

1. Intraepidermal

EB simpleks generalisata (Koebner)

EB simpleks lokalisata (Weber-Cockayne)

EB hepertiformis (Dowling-Meara)

EB simpleks (Ogna)

EB simpleks dengan pigmentasi “mottled”

EB simpleks dengan distrofi otot

2. Junctional (intralamina lucida)

EBJ atrophicans generalisata gravis (Herlitz; EB letalis)

EBJ atrophicans generalisata mitis

EBJ atrophicans lokalisata

EBJ atrophicans inversa

EBJ progressif

EBJ dengan atresia pylorus

Generalized atrophic benign EB (GABEB)

31

Page 32: Referat - Bullous Disease

EBJ sikatrisial

3. Dermolitik atau distrofik (sublamina densa)

Bentuk Dominan : Dystrophic EB, hyperplastic variant (Cockayne-Touraine)

Dystrophic EB, albopapuloid variant (Pasini)

Sindrom Bart

Transient Bullous dermolysis of the newborn

Acrokeratotic poikiloderma (Weaty-Kindler)

Bentuk resesif :

Generalisata (gravis/mitis)

Localized

Inverse

Bauer dan Eriggaman (1979) membagi EB atas Non-Scarring EB dan Scarring EB.

Berdasarkan modifikasi dari Hurwitz S, EB dapat diklasifikasikan berdasarkan atas hasil

pemeriksaan mikroskop electron seperti tertera dalam tabel 1 berikut ini:1,5

32

Page 33: Referat - Bullous Disease

Epidemiologi

Prevalensi EB diperkirakan mencapai 1:50.000 kelahiran, sedangkan bentuk EB yang

berat diduga 1:500.000 populasi per tahun. Insiden epidermolisis bulosa simpleks (EBS)

timbul dalam 1:500.000 kelahiran hidup. Rook memperkirakan insiden EEB yang autosomal

resesif adalah 1 dalam 300.000 kelahiran hidup sedangkan EB bentuk autosomal dominan 1

dalam 50.000 kelahiran hidup. Kasus EB di Norwegia adalah 54 dalam 1 juta kelahiran

hidup, di jepang 7,8 kasus tiap 1 juta kelahiran hidup dan Kroasia 9,6 kasus tiap 1 juta

kelahiran hidup.16

Etiologi

Etiologi dan patogenesis terjadinya lisis belum dapat diketahui. Adanya aktifitas enzim

sitolitik atau terjadinya mutasi struktur protein yang sensitif terhadap perubahan suhu sebagai

33

Page 34: Referat - Bullous Disease

pemicu timbulnya EB simpleks telah dikemukakan, juga diduga oleh karena berkurangnya

jumlah hemidesmosom pada epidermolisis bulosa junctional.4

Para penulis mengemukakan beberapa dugaan, antara lain :32

1. Epidermolisis bulosa simleks diduga terjadi akibat :

a) Pembentukan enzim sitolisis dan terjadi pembentukan protein abnormal yang

sensitive terhadap perubahan suhu panas.

b) Akibat mutasi gen pembentuk keratin pada lapisan epidermis

c) Mutasi gen plektin, yakni protein yang terdapat di membran basal

(hemidesmosom)           

2. Epidermolisis bulosa letalis herlitz, beberapa pendapat mengemukakan akibat

a) Kurangnya jumlah hemidesmosom sehingga attachment plaque tidak berfungsi

dengan baik.

b) Membran yang abnormal sel menjadi pecah dan mengeluarkan enzim proteolitik

sehingga menyebabkna terbentuknya  celah pada lamina lusida.

3. Sindrom bart mungkin terjadi karena adanya perlekatan kulit fetus dengan amnion

yang disebut pita sinomart.

4. Epidermolisis distrofik, kemungkinan anchoring fibril dan jaringan kolagen

mempunyai peranan yang penting. Pada epidermolisis bulosa distrofik resesif terjadi

peningkatan aktivitas kolagenase, sedangkan pada yang dominan umumnya tidak

terjadi peningkatan kolagenase.

Gejala Singkat Penyakit dan Pemeriksaan Kulit (Lokalisasi dan Efloresensi)

Diagnosis EB secara klinis ditegakan terutama dilihat melalui lokasi bula, terbentuk,

yaitu tempat yang mudah mengalami trauma.31

1. Epidermolisis Bulosa Simpleks

Pada EBS, bula yang terbentuk terjadi di tempat trauma dan terletak intraepidermal.

Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Umumnya timbul vesikel, bula,

dan milia di sendi tangan, siku, lutut, dan kaki (daerah predileksi terkena trauma).

Berdasarkan kesepakatan Badan Registrasi Epidermolisis Bulosa Nasional Amerika

terdapat 9 tipe EBS, beberapa diantaranya yang sering dijumpai tercantum di table 1

di atas.

34

Page 35: Referat - Bullous Disease

a. EBS lokalisata (Weber-Cockayne)

Disebut juga recurrent bullous eruption of the hand and feet. Dapat terjadi pada

anak-anak dan dewasa. Gambaran klinik EBS lokalisata berupa bula berdinding

tebal dan sembuh tanpa pembentukkan jaringan parut. Bula terbentuk di stratum

spinosum telapak tangan dan kaki, sedangkan kuku jarang terkena. Untuk mukosa

dan gigi tidak terkena. Pembentukkannya memerlukan tekanan atau gesekan yang

kuat (ambang rangsang tinggi). Mekanisme bula berhubungan dengan

pembentukan enzim sitolitik dan berkaitan dengan diskeratosis.31,32

b. EBS generalisata (Koebner)

Umumnya terjadi pada tahun pertama setelah lahir, akibat trauma melewati jalan

lahir. Pada perubahan suhu (musim panas), bula dapat timbul dan disertai

hiperhidrosis Palmaris dan plantaris. Tempat predileksi pada bayi adalah occiput,

punggung, dan kaki. Kuku dapat terkena (20%) yang mengakibatkan kuku

terlepas, tetapi umumnya dapat tumbuh kembali tanpa distrofik. Sedangkan pada

anak-anak umumnya terjadi pada tempat-tempat terkena gesekan pakaian. Setelah

usia 3 tahun, bula lebih terbatas ditangan dan kaki sering disertai hiperhidross dn

hyperkeratosis.31

35

Page 36: Referat - Bullous Disease

c. EBS herpetiformis (Dowling Meara)

Gambaran klinis ditandai adanya bula bergerombol, terjadi pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir, dapat disertai keratoderma plamoplantar dan

peradangan serta pembentukan milia sementara. Terkadang timbul bula

hemorrhagic di tangan dan kaki. Meskipun mukosa mulut dan kuku dapat tumbuh

kembali, kadang disertai distrofi. Saat neonatal, dapat menyerupai bentuk distrofik

berat atau bentuk junctional, karena bula yang luas diseluruh badan dan dapat

mengancam kehidupan. Setelah usia 6-7 tahun di palmoplantar berkembang

menjadi hyperkeratosis.1

d. EBS Ogna

Terjadi pada bayi, ditandai bula serosa atau hemorrhagik ditangan dan kaki atau

dimana saja, sembuh tanpa meninggalkan bekas. Pada EBS ogna onkogrifosis

pada ibu jari kaki, kecenderungan mengalami hematom dan secara genetic

berkaitan dengan lokus erythrocyte glutamic pyruvic transaminase (GPT).

e. EBS dengan pigmentasi “mottled”

Satu keluarga di Swedia dengan sifat gen autosomal dominan pernah dilaporkan

menderita EBS, dimana anggota keluarga yang lahir menderita macula hiper dan

hipopigmentasi yang berkurang perlahan. Penelitian secara ultrastruktural

menunjukan adanya vakuolisasi di lapisan sel basal.31

f. EBS dengan distrofik otot.

Bentuk EBS ini berkaitan dengan penyakit neuromuscular onset lambat,

diturunkan secara autosomal resesif. Disebabkan oleh mutasi dari gen plektin,

dimana penderitanya tidak mempunyai plektin di dalam kulit dan otot. Distrofi oto

progresif dapat terjadi saat anak-anak atau kemudian hari.31

2. EB tipe junctional

36

Page 37: Referat - Bullous Disease

EB junctional merupakan tipe EB dimana pembentukan bula terjadi lamina lusida di

taut dermoepidermal, tipe EB yang paling berat serta mengancam kehidupan.

Diturunkan secara resesif autosom. Pemeriksaan dengan immunoperoksidase

memeperlihatkan bula diatas kolagen tipe IV.32

a. Herlitz

Merupakan bentuk paling berat diantara tipe junctional, ditandai dengan bula-bula

besar, terutama di bokong, badan dan kepala tanpa meninggalkan sikatriks dan

milia, kecuali bila diikuti infeksi sekunder. Hampir 50% pasien meninggal dunia

sebelum usia 2 tahun. Namun sebagian dapat hidup sampai dewasa. Tangan dan

kaki tidak terkena, mukosa dapat terkena dan menyebabkan atresia pilorik.

Perioral dapat terbentuk bula, sedangkan bibir tidak terkena, pita suara laring

dapat terkena kemudian. Kuku dapat terkena serta terlepas dan disertai paronikia.

Tanda khas : adanya dysplasia gigi serta permukaannya berbenjol-benjol

(cobblestone appearance). EB herlitz dapat menyebabkan retardasi mental dan

anemia.31

b. EB Junction non-letal (Mittis, non-Herlitz)

37

Page 38: Referat - Bullous Disease

Dimulai dengan pembentukan bula serosa atau hemorrhagic saat lahir dan

meninggalkan kulit yang rapuh, tanpa meninggalkan sikatriks dan milia.

Umumnya dapat terjadi alopesia, distrofik kuku, hyperkeratosis palmplantar.

Mukosa dapat diserang tetapi tidak sampai meyebabkan striktur. Pada tipe ini

tidak terjadi retardasi mental dan anemia. EB non letal dapat sembuh dengan

bertambahnya umur.32

c. EB Junctional tipe inversa

Terjadi pada saat lahir atau masa neonatal, secara klinis mirip dengan pioderma

generalisata, kemudian pembentukan bula lebih banyak di aksila, lehel, inguinal

dan perianal (inversa).31

3. EB Distrofik

EB distrofik diklasifikasikan berdasarkan penurunan genetic, yaitu bentuk dominan

dan resesif. Biasanya bentuk resesif merupakan bentuk yang lebih berat. Pada EBD

terjadi dermiolisis sehingga nama epidermolisis bulosa menjadi kurang tepat.32

a. EBD Dominan

Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Terjadi pada saat lahir atau

segera setelah lahir, pada 20% kasus terjadi sebelum usia 1 tahun. Secara

klinis terlihat bula, terutama di bagian dorsal ekstremitas dan meninggalkan

bekas sikatriks, pembentukan milia, distrofi atau hilangnya kuku. Bula timbul

terbatas pada ekstremitas, jarang menyebar. Terjadinya lesi di badan yang

mirip sikatriks, dengan warna seperti daging (albupapuloid), timbul spontan

tanpa didahului trauma, merupakan varian dari EBDD.31

b. EBD Resesif

38

Page 39: Referat - Bullous Disease

Diturunkan secara autosomal resesif dan bervariasi dari ringan sampai berat,

dan mengenai mukosa. EBDR terbagi atas bentuk ringan lokalisasa (Mitis),

berat (gravis, Hallopeau-Siemens), dan bentuk varian inversa. Tipe resesif

generalisata, mukosa esophagus dapat terkena yang menyebabkan terjadinya

striktura. Terkenanya konjungtiva dan kornea menyebabkan terjadinya

gangguan penglihatan. Rambut dapat mengalami sikatrisial alopecia. Lesi

pada kuku dan jari dapat terjadi diikuti pembentukan jaringan parut, sehingga

jari-jari dapat menjadi satu (digital fusion). Sendi lutut, siku dan pergelangan

tangan dapat mengalami kontraktur.16

c. Sindrom yang berkaitan dengan EB distrofik:

- Sindrom Bart

Bula terbentuk di bagian dermal memberan basal, menyebabkan erosi di

ekskremitas, intertrigonosa, leher dan bokong, sembuh spontan dan

meninggalkan bekas hipopigmentasi.32

39

Page 40: Referat - Bullous Disease

- Epidermolisis bulosa akuista

Bula terbentuk di sub epidermis di bawah membrane basal, mengenai telinga,

siku, tangan, lutut, mukosa, dan kuku yang mengalami distrofik. EBA dapat

timbul pada usia apapun, tapi biasanya di jumpai pada masa dewasa.31,32

- Sindrom Kindler

Mirip dengan poikiloderma progresif, mengenai wajah dan leher disertai

fotosensitifitas. Terjadi pembentukan bula congenital di akral, atrifi yang luas,

sindaktili, hioerkeratosis, dan palmoplantar.31

- Dermatosis bulosa yang transien

Mungkin terjadi akibat reaksi autoimun saat ibu hamil atau saat neonatus. Bula

terbentuk spontan dan sembuh spontan berhubungan dengan kolagen tipe VII.

Pemeriksaan Pembantu/Laboratorik32

Pada EB tipe tertentu dapat dilakukaan pemeriksaan :

1. Pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop elektron merupakan baku emas untuk

kepastian diagnosis, seperti pada EBS generalisata (Koebner) dan EB junctional (tipe

40

Page 41: Referat - Bullous Disease

Herlitz). Pada EBS generalisata tampak celah di supra basal. Pada tipe herlitz tampak

bula di lamina lusida disertai berkurangnya jumlah dan berubahnya struktur

epidesmosom.

2. Pemeriksaan imunofluoresens dengan pewarnaan antibodi monoklonal terhadap

molekul taut dermoepidermal dapat memastikan tipe EBS.

Diagnosis Banding

Epidermolisis bulosa mirip dengan beberapa penyakit, diantaranya :

1. Impetigo neonatarum

Merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus. Kelainan kulit

berupa bula hipopin tetapi lokasinya menyeluruh dan dapat disertai demam.31

2. Pemfigoid bulosa

Penderita biasanya usia lanjut (>60 tahun). keadaan umum baik, atau juga sakit

ringan. Sering disertai rasa gatal, kelainan kulit terutama bula yang bercampur dengan

vesikel, berdinding tegang, terkadang hemoragik, dengan daerah sekitar kemerahan.

Lokasi : bagian fleksor seperti ketiak dan lipat paha, mulut.

Efloresensi : bula numular sampai plakat, berisi cairan jernih dengan dinding tegang

yang terkadang hemoragik. Jika bula pecah terlihat daerah erosif numuler hingga

plakat, bentuk tidak teratur.33

3. Pemfigus foliaseus

Merupakan penyakit kronik dan remesinya temporer. Penyakit dimulai dengan vesikel

atau bula berukuran kecil, berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan

eksudatif. Khas : eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, dengan bula

kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi berbau busuk.

Lokasi : kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik bersifat simetris.

Efloresensi : eritema menyeluruh di sekitar skuama kasar, vesikel atau bula lentikular

berdinding kendur hanya sedikit, dengan daerah erosif genreralisata.31

4. Dermatitis herpetiformis

41

Page 42: Referat - Bullous Disease

Biasanya menyerang penderita usia muda (20-40 tahun). keluhan gatal dan rasa

terbakar merupakan awal penyakit diikuti timbulnya lesi kulit berupa macula atau

papula eritem dan keadaan berupa urtika.25

Lokasi : tempat predileksi yang khas adalah kedua siku, lutut, daerah sakral, lengan

bagian ekstensor, dapat juga terkena pada daerah kepala, wajah, badan, dan lipat

aksila. menge Dapat juga mengenai laring dan selaput lendir yang akan mengalami

atrofi, sehingga didapatkan gejala enteritis berupa diare dan malabsorbsi pada 20%

penderita.31

Efloresensi : diatas makula atau papul timbul vesikel yang mula-mula kecil

berdinding tegang dan tak mudah pecah, berisi cairan jernih pada mulanya dan jarang

terjadi bula besar.32

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Umum

a. Perawatan Kulit

Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga, orangtua pasien, atau perawat.

Sedapat-dapatnya menghindari trauma dan mengurangi gesekan. Dalam memilih

pakaian dan mainan pilih yang ringan dan lembut. Hindari pengunaan plester, untuk jari

dapat digunakan tubular bandage sehingga mengcegah terjadinya fusi jari-jari. Bula

dirawat dengan cara menusuknya dengan jarum steril dan membiarkan atap bula

sebagai pelindung.

Pada anak-anak sebaiknya dipilih jenis sepatu kulit yang lunak, hindari sepatu yang

sempit dan upayakan ruang sepatu yang cukup untuk bergerak tanpa menimbulkan

lecet. Kaos kaki dari bahan katun yang dapat menyerap keringat, pengunaan kaos kaki

membantu menghindari trauma akibat gesekan.

Suhu lingkungan diusahakan agar cukup dingin karena bula mudah terjadi pada suhu

panas. Bila memungkinkan tempat tidur yang lunak (matras air) dan seprai yang halus

agar terhindar dari gesekan. Perawatan jari tangan harus dilakukan secara hati-hati,

upayakan mencegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan

sendi.31

b. Makanan

42

Page 43: Referat - Bullous Disease

Sebaiknya diberikan makanan tinggi kalori tinggi protein dalam bentuk yang lembut

atau cair serta mudah ditelan, terutama bila terdapat luka di mukosa mulut. Pada bayi

penggunaan dot (bottle fed) dapat menimbulkan gelembung dan luka di mulut, untuk

mencegah trauma sebaiknya bayi disuapi dengan memakai sendok. Pemberian makanan

dapat sedikit demi sedikit, frekuensi makanan dapat lebih dari 3x pemberian, mengingat

gesekan waktu makan menyebabkan rasa nyeri sehingga hanya sedikit yang tertelan.

Pada bayi baru lahir dengan EB berat atau letalis, pemberian makanan melalui

nasogastric feeding atau intravena bergantung pada kondisi. Perlu dipertimbangkan

setiap tindakan tersebut dapat merupakan trauma.32

Penatalaksanaan Khusus

- Sistemik

Pemberian kortikosteroid bermanfaat pada kasus yang berat dan fatal untuk mencegah

mutilasi, distrofik, serta life saving. MOYNAHAN melaporkan pemberian dosis awal

tinggi (140-160 mg prednisone/hari) untuk menyelamatkan kehidupan neonates,

pengobatan dengan pengamatan yang ketat, dosis diturunkan segera untuk mencegah

terjadinya sepsis. Vitamin E dapat menghambat aktivitas kolagenase atau merangsang

produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase. dosis efektif 600-2000 iu/hari.

Pengobatan lain adalah difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 300

mg/hari. Obat ini juga menghambat aktifitas kolagenase. Apabila diperlukan antibiotic

sistemik dapat diberikan (antibiotic tidak diberikan secara rutim).16

- Lokal

Sebagai pengobatan topical dapat digunakan kortikosteroid potensi sedang dan

antibiotic bila terdapat infeksi sekunder dan untuk mencegah perlengketan krusta

dengan sprei dan pakaian. Glutaraldehyd 5% 3x/hari dapat membantu mengurangi

gesekan pada tangan dan kaki.31,32

Prognosis

Epidermolisis bulosa simpleks mempunyai prognosis baik, karena EBS dapat

berlangsung terus sepanjang hidup tapi biasanya sesudah 3 tahun hanya tangan dan kaki

yang terkena, akan ada perbaikan pada masa remaja dan akan sembuh tanpa

pembentukan jaringan ikat, namun pada bentuk EBS herpetiformis yang menyerang

neonatal mempunyai prognosis buruk yang dapat mengancam kehidupan, karena bula

yang luas di seluruh badan.

43

Page 44: Referat - Bullous Disease

Pada EB tipe junctional, prognosis yang dijumpai umumnya buruk, karena

sebagian besar pasien meninggal sebelum usia 2 tahun (tipe herlitz). Tipe herlitz juga

dapat menyebabkan retardasi mental dan anemia, sedangkan untuk tipe EB non letal

dapat sembuh dengan bertambahnya umur.

Pada EB distrofik prognosisnya sulit ditentukan, karena gejala klinisnya lebih

berat dari EB simpleks tetapi lebih ringan dari EB junctional, tetapi khusus pada EB

distrofik resesif kematian dapat terjadi saat neonatus atau anak sudah disertai

komplikasi.4,6

44

Page 45: Referat - Bullous Disease

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Vesicobullous Disease ialah penyakit yang ditandai dengan vesikel maupun bula pada

kulit. Mekanisme terjadinya beragam dari mekanis hingga autoimun. Klasifikasi Bullous

Disease itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian seperti autoimun yang terdiri dari

Pemfigus, Pemfigoid Bulosa, Dermatitis Herpetiformis, Chronic Bullous Disease of

Childhood (C.B.D.C), Pemfigus Sikatrisial, Pemfigoid Gestationis, dan ada yang kongenital,

yaitu Epidermolisis Bulosa.

3.2 SARAN

Dengan adanya penulisan referat tentang Bullous Disease ini diharapkan penulis dan

pembaca dapat lebih mengenal berbagai Bullous Disease. Untuk dapat mendiagnosis suatu

penyakit yang memiliki gejala kulit berlepuh (vesikel maupun bula) diperlukan pengetahuan

mengenai beberapa klasifikasi diagnosis dasarnya. Penulisan referat ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk pembacanya dan diharapkan adanya penulisan yang lebih lengkap dengan

penambahan kepustakaan mengenai bullous disease.

45